FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Transkripsi

1 GAMBARAN POLA MAKAN SISWA STUNTING DI SMP NEGERI 1 DOLOK MASIHUL TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH THERESIA SARIMAULI SIREGAR NIM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2 GAMBARAN POLA MAKAN SISWA STUNTING DI SMP NEGERI 1 DOLOK MASIHUL TAHUN 2017 Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH THERESIA SARIMAULI SIREGAR NIM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

3 HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul GAMBARAN POLA MAKAN SISWA STUNTING DI SMP NEGERI 1 DOLOK MASIHUL TAHUN 2017 ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan caracara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini. Medan, Januari 2018 Yang Membuat Pernyataan Theresia Sarimauli Siregar NIM i

4 ii

5 ABSTRAK Secara umum gizi buruk disebabkan karena asupan makanan yang tidak mencukupi dan penyakit infeksi. Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola makan anak stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung kecukupan energi, protein, kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C, dan besi dengan menggunakan metode food recall 24 jam. Sampel pada penelitian ini yaitu seluruh siswa/i stunting sebanyak 102 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola makan siswa stunting di SMP Negeri 1 menurut jumlah makanan berdasarkan kecukupan zat gizi makro yaitu kecukupan energi sebesar 98,0% dan kecukupan protein sebesar 77,5% kategori kurang, dan untuk kecukupan zat gizi mikro yaitu kalsium sebesar 98,0%, fosfor sebesar 92,2%, magnesium sebesar 65,7%, seng sebesar 97,1%, vitamin A sebesar 88,2%, vitamin C sebesar 92,2%, besi sebesar 99,0% kategori kurang. Menurut jenis makanan rata-rata yang dikonsumsi yaitu 3 jenis per hari dan siswastunting mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Sebagian besar siswastunting sering mengonsumsi ikan, telur dan tempe sebagai lauk pauk, kangkung dan daun singkong sebagai sayur, serta pisang sebagai buah. Bagi pihak sekolah disarankan bekerjasama dengan pihak puskesmas agar membuat suatu kegiatan penyuluhan dan membuat poster disetiap kelas mengenai pentingnya mengonsumsi makanan beragam dengan jumlah yang cukup setiap hari untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhan pada siswa stunting. Kata Kunci : Pola Makan, Stunting, Siswa SMP iii

6 ABSTRACT Malnutrition is caused by inadequate food intake and infectious diseases. Nutritional problems, especially short children, inhibit the development of young people with negative impacts that will take place in the next life. This study aimed to find out the pattern of child eating stunting in SMP Negeri 1 Dolok Masihul. Type of this research was descriptive survey research with cross sectional research design. This study was conducted by calculating the adequacy of energy, protein, calcium, phosphorus, magnesium, zinc vitamin A, vitamin C and iron by using 24 hours food recall method. This sample of research was all students stunting as many as 102 people. The result of this research showed that the stunting student pattern in SMP Negeri 1 according to the amount of food based on the sufficiency of macro nutrient was the sufficiency of energy equal to 98,0% and protein sufficiency equal to 77,5% less category, and for the sufficiency of micro nutrient that was calcium equal to 98, 0%, phosphorus 92,2%, magnesium 65,7%, zinc 97,1%, vitamin A equal to 88,2%, vitamin C equal to 92,2%, iron equal to 99,0% less category. According to the average type of food consumed was 3 types per day and stunting students eat rice as a staple food. Most stunting students often eat fish, eggs and tempeh as side dishes, kale and cassava leaves as vegetables, and bananas as fruit. For the school it was advisable to cooperate with the puskesmas to make an extension activity and make a poster in every class about the importance of consuming diverse food with enough amount every day to catch up the growth of stunting student. Keywords: Dietary Pattern, Stunting, Junior High School Student iv

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Gambaran Pola Makan Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Tahun Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat. 3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes dan Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Dosen Penguji I dan II yang turut meluangkan waktu memberikan petunjuk dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. drh. Hiswani, M.Kes, selaku Dosen Penasehat Akademik yang membimbing penulis selama menjalani perkuliahan. v

8 7. Marihot Oloan Samosir, ST, selaku staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah membantu penulis dalam proses administrasi serta memberikan informasi yang penulis butuhkan. 8. Seluruh dosen beserta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 9. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Manahan Siregar dan Ibunda Asima Situmorang, S.Pd yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang, memberi semangat serta doa dalam menyelesaikan pendidikan. 10. Suriadi I, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Dolok Masihul dan segenap guru dan staf di SMP Negeri 1 Dolok Masihul yang telah meluangkan waktunya membantu dan mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian ini. 11. Adik tercinta Sonya MD Siregar yang telah memberi semangat serta doa dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Sahabat-sahabat penulis yaitu Novita, Tria, Jenifer, Sri, Putri, dan Meiliana yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 13. Teman kost penulis (Yoan, Fristy, Melisa), Kelompok PBL Boangmanalu (Veni, Helen, Mariaty, Sri utari, Destri, Ika, Janah, Aslamiah, Raymond), Kelompok LKP Puskesmas Bestari (Grace, Lily), Teman-teman bimbingan penulis (Nenny, Theresya, Ulfa) atas kebersamaannya menghibur dan memberikan semangat, serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. vi

9 14. Semua pihak yang banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan sehingga diperlukan kritik dan saran yang membangun. Semoga Allah senantiasa melimpahkan karunia-nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Medan, Januari 2018 Penulis vii

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii RIWAYAT HIDUP... xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Stunting Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting Dampak Stunting Pola Makan Pola Makan Anak Stunting Kebutuhan Protein Kebutuhan Kalsium Kebutuhan Fosfor Kebutuhan Vitamin Kebutuhan Magnesium Kebutuhan Seng Kaitan Pola Makan dengan Stunting Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan Kerangka Konsep BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Metode Pengumpulan Data Data Primer viii

11 3.4.2 Data Sekunder Defenisi Operasional Metode Pengukuran dan Instrumen Metode Pengukuran Instrumen Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Siswa Stunting Pola Makan Jumlah Makanan Jenis Makanan Frekuensi Makan Pola Makan Berdasarkan Kategori Stunting Jumlah Asupan Makanan Berdasarkan Kategori Stunting Jenis Makanan Berdasarkan Kategori Stunting BAB V PEMBAHASAN Pola Makan Jumlah Makanan Jenis Makanan Frekuensi Makan Pola Makan Berdasarkan Kategori Stunting Jumlah Asupan Zat Gizi Makro Berdasarkan Kategori Stunting Jumlah Asupan Zat Gizi Mikro Berdasarkan Kategori Stunting Jenis Makanan Berdasarkan Kategori Stunting BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Angka Kecukupan Protein pada Anak Usia (13-15) Tahun Tabel 2.2 Angka Kecukupan Kalsium pada Anak Usia (13-15) Tahun Tabel 2.3 Angka Kecukupan Fosfor pada Anak Usia (13-15) Tahun Tabel 2.4 Angka Kecukupan Vitamin pada Anak Usia (13-15) Tahun Tabel 2.5 Angka Kecukupan Magnesium pada Anak Usia (13-15) Tahun Tabel 2.6 Angka Kecukupan Seng pada Anak Usia (13-15) Tahun Tabel 4.1 Karakteristik Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Tabel 4.2 Distribusi Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Tabel 4.3 Distribusi Stunting Berdasarkan Jenis Kelamin di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Tabel 4.4 Distribusi Stunting Berdasarkan Umur di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Tabel 4.5 Distribusi Kecukupan Energi, Protein, Kalsium, Fosfor, Magnesium, Seng, Vitamin A, Vitamin C dan Besi Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Tabel 4.6 Distribusi Jenis Makanan Siswa Stunting di SMP Negeri Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Makan Siswa Stunting di SMP Negeri Tabel 4.8 Tabulasi Silang Kecukupan Energi Berdasarkan Kategori Stunting Tabel 4.9 Tabulasi Silang Kecukupan Protein Berdasarkan Kategori Stunting Tabel 4.10 Tabulasi Silang Kecukupan Kalsium Berdasarkan Kategori Stunting Tabel 4.11 Tabulasi Silang Kecukupan Fosfor Berdasarkan Kategori Stunting x

13 Tabel 4.12 Tabulasi Silang Kecukupan Magnesium Berdasarkan Kategori Stunting Tabel 4.13 Tabulasi Silang Kecukupan Seng Berdasarkan Kategori Stunting Tabel 4.14 Tabulasi Silang Kecukupan Vitamin A Berdasarkan Kategori Stunting Tabel 4.15 Tabulasi Silang Kecukupan Vitamin C Berdasarkan Kategori Stunting Tabel 4.16 Tabulasi Silang Kecukupan Besi Berdasarkan Kategori Stunting Tabel 4.17 Tabulasi Silang Jenis Makanan Berdasarkan Kategori Stunting xi

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konsep xii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Formulir Karakteristik Siswa Lampiran 2. Formulir Metode Food Recall 24 Jam Lampiran 3. Formulir Frekuensi Makanan Lampiran 4. Tabel Master Data Lampiran 5. Surat Selesai Penelitian Lampiran 6. Dokumentasi Lampiran 7. Tabel Hasil Uji Statistik xiii

16 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Theresia Sarimauli Siregar, lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 22 Oktober 1995 dari pasangan Ayah Manahan Siregar yang bersuku bangsa Batak Toba dan Ibu Asima Situmorang, S.Pd yang bersuku bangsa Batak Toba dan menganut agama Kristen Protestan. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 2001 di SDN Tebing Tinggi. Dilanjutkan ke SMPN 4 Tebing Tinggi dan tamat pada Tahun Di tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah ke SMAN 4 Tebing Tinggi dan tamat pada Tahun Penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat, kemudian mengambil peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Tahun xiv

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi adalah gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang, kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Ketidakseimbangan ini bisa mengakibatkan gizi kurang maupun gizi lebih. Saat ini, kondisi gizi dunia menunjukkan dua kondisi yang ekstrim. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori, serta kondisi kurus dan pendek sampai kegemukan. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi (Cakrawati dan Mustika, 2011). Maka hal ini dapat mempengaruhi proses pertumbuhan tinggi badan anak sehingga anak memiliki tubuh yang cenderung pendek. Secara umum gizi buruk disebabkan karena asupan makanan yang tidak mencukupi dan penyakit infeksi. Terdapat dua kelompok zat gizi yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro (Admin, 2008). Zat gizi makro merupakan zat gizi yang menyediakan energi bagi tubuh dan diperlukan dalam pertumbuhan termasuk di dalamnya adalah karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan zat gizi mikro merupakan zat gizi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi tubuh lainnya, 1

18 2 misalnya dalam memproduksi sel darah merah tubuh memerlukan zat besi. Termasuk di dalamnya adalah vitamin dan mineral. Stunting merupakan kegagalan untuk mencapai pertumbuhan optimal yang disebabkan oleh keadaan gizi kurang yang berlangsung dalam waktu yang lama. Status stunting dihitung dengan menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak umur 5-19 tahun yaitu dengan menghitung nilai Z-score TB/U masingmasing anak (UNICEF, 2013). Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi disebabkan oleh banyak faktor dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Ada tiga faktor utama penyebab stunting, yaitu asupan makan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan, yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air) riwayat berat lahir badan rendah (BBLR) dan riwayat penyakit (UNICEF, 2007). Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi kejadian stunting pada anak umur tahun adalah 35,1% dimana terdiri dari 13,8% sangat pendek dan 21,3% pendek. Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di provinsi Sumatera Utara. Prevalensi stunting pada tahun 2015 di Kabupaten Serdang Bedagai adalah 26,2% dimana terdiri dari 9,5% sangat pendek dan 16,7% pendek.

19 3 Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (Unicef Indonesia, 2012). Anak dengan status gizi stunting akan mengalami gangguan pertumbuhan hingga masa remaja sehingga pertumbuhan anak lebih rendah dibandingkan remaja normal. Remaja yang stunting berisiko mendapatkan penyakit kronik salah satunya adalah obesitas. Remaja stunting berisiko obesitas dua kali lebih tinggi dari pada remaja yang tinggi badannya normal (Riskesdas 2010). Berdasarkan penelitian Setijowati (2005), bahwa rendahnya TB/U dikarenakan rendahnya asupan kalori dan protein yang tentunya ditunjang dengan rendahnya konsumsi yodium dan seng, akibatnya berpengaruh terhadap tinggi badan selain perlu suplementasi double micronutrien (yodium dan seng) juga perlu diperhatikan status gizi awalnya (cukup atau tidaknya konsumsi kalori dan protein). Menurut penelitian Hidayati, dkk (2010), bahwa asupan zat besi kurang dari 80 % dari AKG (angka kecukupan gizi) yang dianjurkan memiliki 3,46 kali lebih besar akan menjadi stunting dibandingkan dengan anak yang asupannya cukup.

20 4 Anak SMP dikategorikan kedalam usia remaja. Remaja berada pada fase pertumbuhan yang pesat (Growth Spurt) sehingga dibutuhkan zat gizi yang relatif lebih besar jumlahnya. Pada perempuan Growth spurt dimulai sejak usia 11 sampai 14 tahun. Sedangkan pada laki laki akan ada pertumbuhan yang linear mulai dari usia remaja menengah yakni 15 sampai 17 tahun. Pada fase pertumbuhan yang pesat ini anak yang stunting berpotensi untuk mengejar ketertinggalannya dengan memperhatikan asupan makanan yang mengandung zat gizi makro (energi dan protein) dan zat gizi mikro (kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C, dan besi). SMP Negeri 1 Dolok Masihul merupakan SMP tertua di Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. Sekolah ini terletak di Desa Martebing. Berdasarkan survei awal yang dilakukan dengan pengukuran TB/U, dari 50 siswa terdapat 30 (60 %) siswa yang stunting. Rata-rata mata pencaharian orang tua siswa stunting sebagai petani dengan status ekonomi menengah ke bawah yang memungkinkan konsumsi pangan rendah. Kebanyakan dari siswa tidak sarapan pagi dan tidak membawa bekal ke sekolah, sehingga diwaktu istirahat mereka memilih mengkonsumsi jajanan di sekolah, seperti bakso, gorengan, mie instan, makanan ringan dan softdrink. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk melihat gambaran pola makan siswa stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah belum diketahuinya gambaran pola makan siswa stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul.

21 5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pola makan siswa stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Tujuan Khusus 1. Mengetahui pola makan siswa stunting berdasarkan jumlah makanan, frekuensi makanan dan jenis makanan di SMP Negeri 1 Dolok Masihul. 2. Mengetahui kecukupan gizi makro (energi dan protein) siswa stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul. 3. Mengetahui kecukupan gizi mikro (kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C, dan besi) siswa stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk memberikan pendidikan tentang pemenuhan gizi pada remaja, khususnya siswa stunting tentang pola makan yang baik. 2. Memberikan pengetahuan kepada siswa stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul tentang pola makan yang baik untuk pemenuhan zat gizi yang dibutuhkan pada usia sekolah.

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stunting Stunting merupakan salah satu bentuk kelainan gizi dari segi ukuran tubuh yang ditandai dengan keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit -2SD di bawah standar WHO (WHO, 2010). Stunting terjadi akibat kegagalan pada saat proses tumbuh kembang seorang anak karena kondisi kesehatan dan asupan gizi yang tidak optimal. Stunting sering berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi, paparan suatu penyakit, dan asupan gizi yang kurang secara kuantitas dan kualitas (WHO, 2014). Stunting menurut WHO Child Growth Standar didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD (WHO,2010). Stunting terbagi atas dua kategori, yaitu sangat pendek dan pendek. Dikatakan sangat pendek apabila nilai z-score < -3 SD dan dikatakan pendek apabila nilai z-score -3 SD sampai dengan < -2 SD. Stunting (pendek) atau kurang gizi kronik adalah suatu bentuk lain dari kegagalan pertumbuhan. Kurang gizi kronik adalah keadaan yang sudah terjadi sejak lama, bukan seperti kurang gizi akut. Anak yang mengalami stunting sering terlihat memiliki badan normal yang proporsional, namun sebenarnya tinggi badannya lebih pendek dari tinggi badan normal yang dimiliki anak seusianya. Stunting merupakan proses kumulatif dan disebabkan oleh asupan zat-zat gizi yang tidak cukup atau penyakit infeksi yang berulang atau kedua-duanya. 6

23 7 Stunting dapat juga terjadi sebelum kelahiran dan disebabkan oleh asupan gizi yang sangat kurang saat masa kehamilan, pola asuh makan yang sangat kurang, rendahnya kualitas makanan sejalan dengan frekuensi infeksi sehingga dapat menghambat pertumbuhan (UNICEF, 2009). Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan tumbuh kejar akan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh kegagalan pertumbuhan dan tumbuh kejar yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal. Hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik (Rachim, 2016). 2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting 1. Asupan Makanan Kurangnya asupan nutrisi untuk anak akan menyebabkan bertambahnya jumlah anak dengan growth faltering (gangguan pertumbuhan) (Kusharisupeni, 2011). Asupan makanan yang tidak memadai dan penyakit merupakan penyebab langsung masalah gizi ibu dan anak yang disebabkan praktek pemberian makan bayi dan anak yang tidak tepat, penyakit infeksi yang berulang terjadi, perilaku kebersihan dan pengasuhan yang buruk. Pada akhirnya, semua ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan pengasuh anak,

24 8 penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, keterbatasan akses ke pangan dan pendapatan (UNICEF Indonesia, 2012). Menurut Wahlqvist dan Tienboon dalam penelitian Fitri (2012), bahwa terhambatnya pertumbuhan pada bayi dan anak-anak tercermin dalam ketinggian yang tidak sesuai dengan usia, merupakan contoh adaptasi pada asupan energi rendah dalam waktu yang lama. Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis dan terdeteksi sebagai gangguan pertumbuhan linier. Seorang bayi yang stunting dan anak usia dini telah secara konsisten ditemukan mempengaruhi kesehatan individu baik jangka pendek dan jangka panjang. 2. Berat Lahir Berat badan lahir adalah berat badan bayi ketika lahir atau paling lambat sampai bayi berumur 1 hari dilihat dari KMS (Kartu Menuju Sehat) dimana bila berat badan lahir kurang dari 2500 gram berarti berat badan lahir rendah dan bila lebih dari atau sama dengan 2500 gram berarti normal. Berat badan lahir rendah banyak dihubungkan dengan tinggi badan yang kurang atau stunting pada balita (Kusharisupeni, 2002). Hasil penelitian Nasution, dkk, (2014) berat badan lahir rendah berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta. Anak dengan riwayat kelahiran BBLR berisiko 5,6 kali lebih besar untuk menjadi stunting dibandingkan anak dengan riwayat kelahiran normal. Kondisi ini dapat terjadi karena pada bayi yang lahir dengan BBLR sejak dalam kandungan telah mengalami retardasi pertumbuhan interauterin dan akan berlanjut sampai usia selanjutnya setelah dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan

25 9 perkembangan yang lebih lambat dari bayi yang dilahirkan normal dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang seharusnya dicapai pada usianya setelah lahir. Penelitian Oktarina dan Sudiarti (2013), menunjukkan bahwa ditemukan hubungan antara berat lahir dengan kejadian stunting pada balita. Balita yang memiliki berat lahir kurang mempunyai risiko 1,31 kali mengalami stunting dibandingkan dengan balita berat lahir normal. 3. Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Di samping itu, pendidikan berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan, dan tempat tinggal. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Suhardjo, 2003). Berdasarkan penelitian Aramico, dkk (2013) ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status gizi. Pendidikan ibu yang rendah

26 10 berisiko lebih besar pada kejadian stunting (34,4%), dibandingkan dengan pendidikan ibu tinggi (11%). Hasil penelitian Rahayu dan Khairiyati (2014), juga menunjukkan bahwa ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak umur 6-23 bulan di wilayah Puskesmas Cempaka, Banjarbaru. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan ibu mempengaruhi derajat kesehatan. Hal ini terkait peranannya yang paling banyak pada pembentukan kebiasaan makan anak karena ibulah yang mempersiapkan makanan mulai mengatur menu, berbelanja, memasak, menyiapkan makanan, dan mendistribusikan makanan. 4. Besarnya Keluarga Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi dan memenuhi asupan gizi yang cukup untuk keluarga yang besar tersebut. Penelitian Oktarina dan Sudiarti (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dengan kejadian stunting pada balita. Balita dari keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga banyak lebih berisiko 1,34 kali mengalami stunting dibandingkan dengan balita dari keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga cukup.

27 11 5. Status Ekonomi Keluarga Berdasarkan penelitian Nurmiati dalam Oktari (2015), yang melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita yang mengalami stunting menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kelompok anak normal lebih baik daripada kelompok anak stunting. Pada keadaan stunting, tinggi badan anak tidak memenuhi tinggi badan normal menurut umurnya. Anak yang pendek berkaitan erat dengan kondisi yang terjadi dalam waktu yang lama seperti kemiskinan, perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, kesehatan lingkungan yang kurang baik, pola asuh yang kurang baik, dan rendahnya tingkat pendidikan. Oleh karena itu, masalah kependekan merupakan cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat. Masalah gizi pendek diakibatkan oleh keadaan yang berlangsung lama maka ciri masalah gizi yang ditunjukkan oleh balita pendek adalah masalah gizi yang sifatnya kronis. Hasil penelitian Aramico, dkk (2013) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan status gizi. Penghasilan orang tua rendah berisiko 7,84 kali lebih besar menyebabkan stunting dibandingkan dengan penghasilan orang tua tinggi, masing-masing dengan status gizi stunting 55,8% dan 13,9%. 2.3 Dampak Stunting Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak. WHO (2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan yang dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan

28 12 morbiditas, di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik, bahasa, dan di bidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan. Stunting juga dapat menyebabkan dampak jangka panjang di bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk obesitas dan komorbidnya, dan penurunan kesehatan reproduksi, di bidang perkembangan berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi berupa penurunan kemampuan dan kapasitas kerja. Menurut penelitian Hoddinott, dkk (2013) menunjukkan bahwa stunting pada usia 2 tahun memberikan dampak yang buruk berupa nilai sekolah yang lebih rendah, berhenti sekolah, akan memiliki tinggi badan yang lebih pendek, dan berkurangnya kekuatan genggaman tangan sebesar 22%. Stunting pada usia 2 tahun juga memberikan dampak ketika dewasa berupa pendapatan perkapita yang rendah dan juga meningkatnya probabilitas untuk menjadi miskin. Stunting juga berhubungan terhadap meningkatnya jumlah kehamilan dan anak di kemudian hari, sehingga Hoddinott menyimpulkan bahwa pertumbuhan yang terhambat di kehidupan awal dapat memberikan dampak buruk terhadap kehidupan, sosial, dan ekonomi seseorang. Hasil penelitian Picauly dan Toy (2013), menunjukkan bahwa stunting berdampak sangat signifikan terhadap prestasi belajar anak. Stunting membuat kemampuan berpikir dan belajar siswa terganggu dan akhirnya kehadiran dan prestasi belajar siswa akan menurun dibandingkan dengan anak non stunting.

29 Pola Makan Pola makan (food pattern) adalah kebiasaan memilih dan mengkonsumsi bahan makanan oleh sekelompok individu. Pola makan dapat memberi gambaran mengenai kualitas makan masyarakat. Pola makan adalah berbagai informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sebenarnya pola konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi seseorang atau masyarakat (Supariasa, 2001). Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: kebiasaan, kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan sebagainya. Sejak zaman dahulu kala, makanan selain untuk kekuatan/pertumbuhan, memenuhi rasa lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambang kemakmuran, kekuasaan, ketentraman, dan persahabatan. Semua faktor diatas bercampur membentuk suatu ramuan yang kompak yang dapat disebut pola konsumsi (Santoso dan Ranti, 2004). Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan. Pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja tersebut. Remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri dan biasanya remaja lebih suka makanan serba instant yang berasal dari luar rumah seperti fast food.

30 14 Pola makan terdiri dari : 1. Frekuensi makanan Frekuensi makan adalah jumlah makan sehari-hari baik kualitatif maupun kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. 2. Jenis makanan Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang jika dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang Pola Makan Anak Stunting Berdasarkan hasil penelitian Oktari (2015), mengatakan bahwa tingkat kecukupan energi anak stunting menurut kategori pendek dan sangat pendek didapatkan tingkat kecukupan energi yang mengalami defisit dengan kategori pendek sebesar 67,3 % dan kategori sangat pendek sebesar 75,0 %. Berdasarkan penelitian konsumsi rata-rata energi anak stunting sebanyak 1226,6 kkal per hari. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi anak stunting dalam sehari masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan. Hal ini dapat diakibatkan oleh makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh anak stunting baik di rumah maupun dari luar rumah seperti jajanan belum bisa mencukupi kebutuhan energi yang dibutuhkan dalam sehari. Kebiasaan anak yang tidak sarapan pagi, jumlah asupan makanan pokok yang kurang, dan frekuensi makan makanan pokok yang dikonsumsi hanya dua kali juga mengakibatkan kebutuhan energi anak belum tercukupi.

31 Kebutuhan Protein Pada tulang protein berfungsi dalam pembentukan jaringan tulang yang baru dan pergantian jaringan tulang yang rusak. Protein sangat bermanfaat bagi tubuh karena memiliki fungsi seperti pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi (Almatsier, 2009). Berdasarkan penelitian Solia (2014), tentang hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun bahwa kecukupan protein dari konsumsi makanan dengan tinggi badan anak SD terdapat hubungan yang bermakna antara kecukupan asupan protein dengan tinggi badan anak. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Regar dan Sekartini dalam Solia (2014), pada anak usia 5-7 tahun di kelurahan Kampung Melayu Jakarta Timur yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara kecukupan asupan protein terhadap indeks TB/U. Seseorang yang konsumsi proteinnya baik maka proses pertumbuhan akan berjalan lancar dan sistem kekebalan tubuh tidak akan terganggu dengan demikian tinggi badan akan terjaga dan tubuh tidak mudah terkena infeksi sehingga berpengaruh positif terhadap tinggi badan seseorang.

32 16 Penelitian Dewi dan Adhi (2016), juga menyatakan bahwa protein memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian stunting. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (2013), angka kecukupan protein yang dianjurkan (per orang dalam sehari) pada anak usia tahun dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Angka Kecukupan Protein pada Anak Usia Tahun. Usia Jenis Kelamin Berat Badan Tinggi Badan Protein (kg) (cm) (g) tahun Laki-laki tahun Perempuan Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun Kebutuhan Kalsium Fungsi kalsium bagi tubuh yaitu pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi-reaksi biologik, dan kontraksi otot. Beberapa fungsi lainnya adalah meningkatkan fungsi transport membrane sel, kemungkinan dengan bertindak sebagai stabilisator membran, dan transmisi ion melalui membran organel sel. Kalsium merupakan mineral terbanyak dalam tubuh dan sebanyak 99 persen terdapat dalam tulang dan gigi. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga. Susu merupakan sumber terbaik kalsium karena ketersediaan biologiknya yang tinggi (Almatsier, 2009). Berdasarkan penelitian Solia (2014), tentang hubungan pola konsumsi makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kecukupan kalsium dari konsumsi susu dengan tinggi badan anak sekolah.

33 17 Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (2013), angka kecukupan kalsium yang dianjurkan (per orang dalam sehari) pada anak usia tahun dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Angka Kecukupan Kalsium pada Anak Usia Tahun. Usia Jenis Kelamin Kalsium (mg) tahun Laki-laki tahun Perempuan 1200 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun Kebutuhan Fosfor Fungsi fosfor bagi tubuh, yaitu klasifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor banyak terdapat di dalam semua makanan terutama makanan kaya protein, seperti daging, ayam, ikan, telur, susu dan hasilnya, kacang-kacangan dan hasilnya, serta serealia (Almatsier, 2009). Hasil penelitian Sari, dkk (2016) tentang asupan protein, kalsium, dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia bulan menunjukkan ratarata asupan fosfor dalam setahun terakhir signifikan lebih rendah pada anak stunting daripada anak tidak stunting. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (2013), angka kecukupan fosfor yang dianjurkan (per orang dalam sehari) pada anak usia tahun dapat dilihat pada tabel berikut:

34 18 Tabel 2.3 Angka Kecukupan Fosfor pada Anak Usia Tahun. Usia Jenis Kelamin Fosfor (mg) tahun Laki-laki tahun Perempuan 1200 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun Kebutuhan Vitamin Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan (Almatsier, 2009). Vitamin A berpengaruh terhadap sintetis protein dalam pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Begitu juga dengan vitamin C yang berfungsi untuk membantu absorpsi kalsium yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Cakrawati dan Mustika, 2011). Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani, seperti hati, kuning telur, susu (didalam lemaknya), namun pada sayuran dan buah-buahan juga banyak seperti daun singkong, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak, dan jeruk. Beberapa bahan makanan yang mengandung vitamin C pada umumnya hanya terdapat dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, jambu biji, pepaya, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran seperti daun singkong, daun katuk, sawi, kol, kembang kol, bayam, dan kangkung.

35 19 Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (2013), angka kecukupan vitamin yang dianjurkan (per orang dalam sehari) pada anak usia tahun dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.4 Angka Kecukupan Vitamin pada Anak Usia Tahun. Usia Jenis Kelamin Vitamin A Vitamin C (mcg) (mg) tahun Laki-laki tahun Perempuan Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun Kebutuhan Magnesium Magnesium berfungsi sebagai mineralisasi dalam tulang dan 50 persen magnesium dalam tubuh terdapat dalam tulang. Magnesium, fosfor, dan seng, ketiga mineral ini berfungsi sebagai mineralisasi dalam tulang, yaitu pelekatan kalsium dan mineral lain diantara serat protein. Mineralisasi ini memberikan kekuatan pada tulang (Devi, 2012). Sayuran yang berdaun hijau mengandung magnesium, semakin tua warnanya semakin tinggi kandungan magnesiumnya. Padi-padian, kacang-kacangan, daging, susu dan hasil olahannya serta cokelat juga mengandung kadar yang tinggi. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (2013), angka kecukupan magnesium yang dianjurkan (per orang dalam sehari) pada anak usia tahun dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.5 Angka Kecukupan Magnesium pada Anak Usia Tahun. Usia Jenis Kelamin Magnesium (mg) tahun Laki-laki tahun Perempuan 200 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013

36 Kebutuhan Seng Seng berperan untuk pertumbuhan sel dan berkolerasi positif dengan pertumbuhan tinggi badan. Di saat anak-anak kekurangan seng dalam proses pertumbuhan yang lamban maka dengan jelas menunjukkan penurunan kadar seng dalam pembentukan susunan organ dan kapasitas pertumbuhan tubuh akan melambat pada saat yang bersamaan. Sumber seng paling baik adalah dari protein hewani, terutama daging, ayam, ikan, hati, kerang, dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologik yang rendah (Almatsier, 2010). Hasil penelitian Trisnawati, dkk (2016) ada hubungan yang bermakna antara asupan seng (Zn) dengan kejadian stunting pada anak usia bulan di Desa Kidang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardewi dalam Trisnawati, dkk (2016) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara rendahnya asupan seng dengan kejadian stunting. Seng yang rendah menyebabkan penyebab stunting dengan mekanisme kekurangan seng menimbulkan anoreksia sehingga asupan energi rendah dan pertumbuhan terganggu. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (2013), angka kecukupan seng yang dianjurkan (per orang dalam sehari) pada anak usia tahun dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.6 Angka Kecukupan Seng pada Anak Usia Tahun. Usia Jenis Kelamin Seng (mg) tahun Laki-laki tahun Perempuan 16 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013

37 Kaitan Pola Makan dengan Stunting Hasil penelitian Aramico, dkk (2013) menunjukkan bahwa pola makan dengan kategori kurang berisiko 6,01 kali lebih besar menyebabkan status gizi stunting dibandingkan dengan pola makan dengan kategori cukup. Berdasarkan penelitian Oktari (2015), sebagian besar siswa jarang mengonsumsi buah, hal ini dikarenakan anak lebih senang jajan jajanan ringan dibanding makan buah. Konsumsi susu pada anak stunting sangat kurang bahkan banyak yang tidak pernah mengonsumsi susu. Hal ini dikarenakan beberapa siswa tidak suka susu dan tidak biasa minum susu. Umumnya jajanan yang sering dikonsumsi anak adalah bakso dan chiki. Hasil penelitian Pasaribu (2016), sebagian besar makanan pokok yang sering dikonsumsi siswa adalah nasi dengan persentase 100%. Konsumsi sumber protein dari lauk hewani yang sering dikonsumsi siswa adalah ikan dengan persentase 79,0% dan telur 67,8%, sementara lauk hewani lainnya yang sebagian besar jarang dikonsumsi siswa adalah daging (91,9%), udang (91,3%), dan daging ayam (87,1%). Sumber protein dari lauk nabati yang sering dikonsumsi siswa adalah tempe sebanyak 46,8% dan tahu 17,7%. Sumber vitamin dan mineral yang berasal dari sayur dan buah yang sering dikonsumsi siswa adalah daun singkong 14,5%, jeruk 11,3%, dan pisang 12,9%. Susu bubuk merupakan jenis susu yang sering dikonsumsi siswa dengan persentase 33,9%. Jajanan yang lebih sering dikonsumsi siswa selama di sekolah adalah biskuit dengan persentase 41,9%. Pada penelitian Aritonang dalam Suci (2011), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan status gizi, penelitian tersebut dapat

38 22 disimpulkan bahwa pola makan dapat mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Pola makan sangat erat kaitannya dengan berbagai jenis penyakit. Tubuh sangat membutuhkan zat gizi untuk melakukan aktivitas dan mencegah dari berbagai penyakit. 2.6 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan Pemilihan makanan individu sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti : 1. Jenis Kelamin Menurut Brown dalam Sebayang (2012), pria lebih banyak membutuhkan energi dan protein daripada wanita. Hal ini dikarenakan pria lebih banyak melakukan aktivitas fisik daripada wanita. Oleh karena itu, kebutuhan kalori lakilaki akan lebih banyak daripada perempuan, sehingga laki-laki mengkonsumsi lebih banyak makanan. Selain itu banyak wanita yang sangat memperhatikan citra tubuhnya sehingga banyak dari mereka yang menunda makan bahkan mengurangi porsi makan sesuai kebutuhannya agar memiliki porsi tubuh yang sempurna. 2. Pengetahuan Pengetahuan umum maupun pengetahuan tentang gizi dan kesehatan akan mempengaruhi komposisi dan konsumsi pangan seseorang, akan tetapi seseorang yang memiliki pengetahuan gizi belum tentu mengubah kebiasaan makannya (Khomsan, 2000). Geisler dalam Sebayang (2012), menyatakan bahwa pada umumnya seseorang dengan pengetahuan gizi akan memiliki asupan yang lebih baik, akan tetapi hanya memberikan pengetahuan, kebiasaan makan belum tentu menjadi lebih sehat. Kurangnya dukungan dari lingkungan (teman dan keluarga),

39 23 sulitnya mendapatkan makanan yang sehat, maupun kendala lainnya merupakan hambatan seseorang tidak merubah kebiasaan makannya ke arah lebih baik. 3. Teman Sebaya Teman sebaya dapat mempengaruhi seseorang dalam mengkonsumsi suatu makanan. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi, tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan, dan supaya tidak kehilangan status (Khomsan, 2003). Pada periode remaja pertengahan tahun, pengaruh teman sebaya lebih terlihat dalam hal pemilihan makanan (Brown dalam Sebayang, 2012). Dalam penelitian Savitri (2009), ditemukan bahwa teman sebaya berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dalam memilih jenis makanan.

40 Kerangka Konsep Pola makan seseorang dikatakan baik jika memenuhi kecukupan zat gizi seperti zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro terdiri dari energi dan protein, sedangkan zat gizi mikro terdiri dari kalsium, fosfor, magnesium, seng, besi, vitamin A, dan C. Pada siswa stunting keadaan gizi yang kurang pada awal kelahirannya diharapkan pada fase pertumbuhan cepat kedua ini dapat memenuhi kebutuhan zat gizinya, agar dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhan tinggi badannya dibanding anak normal lainnya. Pada fase pertumbuhan ini siswa yang stunting berpotensi dalam mengejar ketertinggalannya dengan memperhatikan asupan makanan yang baik dan menunjang pertumbuhan tinggi badan. Pola Makan Siswa Stunting Kecukupan Zat Gizi : Zat Gizi Makro (Energi, Protein) Zat Gizi Mikro (Kalsium, Fosfor, Magnesium, Seng, Besi, Vitamin A dan C) Gambar 2.1 Kerangka Konsep

41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk melihat gambaran pola makan siswa stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. Waktu penelitian dilakukan Agustus sampai dengan Oktober. 3.3 Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa stunting yang diukur berdasarkan indeks antropometri TB/U di SMP Negeri 1 Dolok Masihul yang berjumlah 102 siswa. Sampel pada penelitian ini merupakan seluruh populasi. 3.4 Metode Pengumpulan Data Data Primer Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pola makan dan tinggi badan siswa. Pengumpulan data pola makan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode food recall 24 jam dan metode food frequency. Pengumpulan data tinggi badan dilakukan dengan mengukur tinggi badan siswa menggunakan microtoise untuk memperoleh data stunting. 25

42 Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh siswa dan jumlah siswa per kelas yang diperoleh dari catatan data siswa dari pihak sekolah SMP Negeri 1 Dolok Masihul. 3.5 Defenisi Operasional 1. Pola makan adalah informasi mengenai jenis, frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam sehari. 2. Jumlah makanan adalah banyaknya zat gizi makro (energi dan protein) dan zat gizi mikro (kalsium, fosfor, magnesium, seng, besi vitamin A dan vitamin C) yang dikonsumsi oleh siswa. 3. Frekuensi makan adalah seberapa sering seseorang mengonsumsi jenis makanan tertentu dalam satu hari atau satu minggu. 4. Jenis makanan adalah macam-macam makanan yang dikonsumsi dalam satu hari yang meliputi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan susu. 5. Stunting adalah suatu keadaan dimana siswa memiliki tinggi badan lebih pendek dari anak seusianya yang dihitung berdasarkan indeks antropometri tinggi badan menurut umur (TB/U) dimana nilai Z-score <-2 SD. 3.6 Metode Pengukuran dan Instrumen Metode Pengukuran Adapun metode pengukuran dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Pola Makan a. Jumlah makanan

43 27 Jumlah makanan diperoleh dari hasil wawancara recall 24 jam yang dilakukan 2 kali dan harinya tidak berturut-turut. Jumlah makanan diukur dengan menggunakan formulir food recall 24 jam dengan cara jumlah bahan makanan yang dikonsumsi siswa dihitung menggunakan software nutrisurvey, untuk mengetahui banyaknya zat gizi makro (energi dan protein) dan zat gizi mikro (kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C, dan besi) yang dikonsumsi siswa, kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Konsumsi zat gizi Tingkat Konsumsi = x 100% Angka kecukupan gizi (AKG) Kategori energi dan protein adalah sebagai berikut (WNPG, 2004): 1. Lebih : > 110% AKG 2. Baik : % AKG 3. Kurang : < 80% AKG Kategori vitamin dan mineral adalah sebagai berikut (WNPG, 2004): 1. Lebih : > 110% AKG 2. Baik : % AKG 3. Kurang : < 80% AKG b. Frekuensi makan Frekuensi makan diperoleh dengan melakukan wawancara kepada siswa/siswi menggunakan food frequency.

44 28 Frekuensi makan dikategorikan menjadi : 1. >1 kali sehari 2. 1 kali sehari kali seminggu kali seminggu 5. Tidak pernah c. Jenis makanan Jenis makanan diperoleh dengan melakukan wawancara kepada siswa/siswi menggunakan food recall 24 jam. Jenis yang dimaksud tentang variasi makan. Selanjutnya jenis makanan dikategorikan sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang (2014) : 1. Beragam : Apabila dalam konsumsi makan utama terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk (hewani atau nabati), sayuran dan buah buahan 2. Tidak Beragam : Apabila dalam konsumsi makan utama tidak ada salah satu dari makanan pokok, lauk-pauk (hewani atau nabati), sayuran dan buah-buahan Instrumen Pengumpulan data pola makan diperoleh dengan melakukan wawancara kepada siswa/siswi menggunakan formulir food recall 24 jam. Sedangkan pengumpulan data tinggi badan, yaitu menggunakan alat bantu microtoise.

45 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan melalui tahap sebagai berikut : 1. Pengeditan data (editing) Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah diisi berkaitan dengan kelengkapan pengisian, kejelasan, relevansi, dan konsistensi jawaban dan koreksi terhadap kesalahan pengisian. 2. Pengodean data (coding) Pemberian kode yang dimaksudkan untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan memberikan kode pada pertanyaan penelitian dalam kuesioner. 3. Pemasukan data (entry) Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam komputer untuk diolah dan dianalisis. 4. Pengecekan data (cleaning) Adalah pengecekan data yang sudah di entri, apakah ada kesalahan atau tidak Analisis Data Data yang sudah selesai dikumpulkan kemudian akan diolah menggunakan aplikasi komputer dan akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dapat dianalisis secara deskriptif.

46 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMP Negeri 1 terletak di Jalan Raya Dolok Masihul - Tebing Tinggi, Desa Martebing, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah siswa di sekolah ini sebanyak 696 dengan jumlah guru sebanyak 47 orang termasuk kepala sekolah, staf tata usaha sebanyak 3 orang, dan pengurus perpustakaan 1 orang. Fasilitas sekolah terdiri dari 19 ruang kelas, ruang guru dan kepala sekolah, ruang BK, laboratorium IPA, laboratorium komputer, perpustakaan, ruang UKS, musholla, kamar mandi guru dan siswa, kantin, dan lapangan basket. Proses belajar mengajar dilakukan setiap hari senin sampai hari sabtu. Kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul Jajanan yang sering dikonsumsi siswa stunting di sekolah terdiri dari makanan ringan, mie instan, gorengan, bakso goreng, bakso bakar, minuman gelas dan minuman sachet yang memiliki rasa dan warna yang beragam. 4.2 Karakteristik Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Deskripsi karakteristik siswa stunting meliputi jenis kelamin, umur, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua. Distribusi berdasarkan karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: 30

47 31 Tabel 4.1. Karakteristik Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Karakteristik Siswa Stunting Jumlah Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 48 47,1 Perempuan 54 52,9 Jumlah ,0 Umur tahun 55 53, tahun 46 45, tahun 1 1,0 Jumlah ,0 Pekerjaan Orangtua Petani 45 44,1 Wiraswasta 20 19,6 Karyawan 21 20,6 PNS 1 1,0 Buruh 8 7,8 Asisten Rumah Tangga 1 1,0 Supir 4 3,9 TNI/POLRI 2 2,0 Jumlah ,0 Pendapatan Orangtua Rp < ,3 Rp Rp ,7 Rp > ,0 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui bahwa siswa stunting yang paling banyak terdapat pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 54 orang (52,9%), sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 48 orang (47,1%). Siswa stunting paling banyak terdapat pada rentang umur tahun yaitu sebanyak 55 orang (53,9%), sedangkan siswa stunting yang paling sedikit terdapat pada rentang umur tahun yaitu sebanyak 1 orang (1,0%). Rata-rata pekerjaan orangtua siswa stunting adalah sebagai petani yaitu sebanyak 45 orang (44,1%). Pendapatan orangtua siswa stunting paling banyak berkisar Rp Rp per bulan yaitu sebanyak 67 orang (65,7%).

48 Siswa Stunting Stunting diperoleh dari hasil pengukuran tinggi badan anak yang kemudian dilihat berdasarkan Z-score TB/U. Distribusi frekuensi status stunting dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.2 Distribusi Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul No Stunting Jumlah Persentase 1. Pendek 82 80,4 2. Sangat Pendek 20 19,6 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa status stunting pendek yaitu sebanyak 82 orang (80,4%), sedangkan status stunting sangat pendek yaitu sebanyak 20 orang (19,6%). Berikut distribusi siswa stunting berdasarkan jenis kelamin dan umur siswa SMP Negeri 1 Dolok Masihul. Tabel 4.3 Distribusi Stunting Berdasarkan Jenis Kelamin di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Kategori Stunting Jenis Kelamin Pendek Sangat Pendek Total n % n % N % Laki-laki 37 75, , Perempuan 45 83,3 9 16, Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa siswa stunting dengan kategori pendek paling banyak pada anak perempuan yaitu sebanyak 45 orang (83,3%). Sedangkan siswa stunting dengan kategori sangat pendek paling banyak pada anak laki-laki yaitu sebanyak 11 orang (25,0%).

49 33 Tabel 4.4 Distribusi Stunting Berdasarkan Umur di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Kategori Stunting Umur Pendek Sangat Pendek Total n % n % N % tahun 48 87,3 7 12, tahun 33 71, , tahun 1 100, Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa siswa stunting dengan kategori pendek paling banyak pada rentang umur tahun yaitu sebanyak 48 orang (87,3 %). Sedangkan siswa stunting dengan kategori sangat pendek paling banyak pada rentang umur tahun yaitu sebanyak 13 orang (28,3%). 4.4 Pola Makan Jumlah Asupan Makanan Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kecukupan energi dan protein pada siswa stunting paling banyak pada kategori kurang yaitu sebesar 98,0% dan 77,5%. Kecukupan kalsium paling banyak pada kategori kurang yaitu sebesar 98,0%, fosfor pada kategori kurang yaitu sebesar 92,2 %, magnesium pada kategori kurang yaitu sebesar 65,7 %, seng pada kategori kurang yaitu sebesar 97,1 %, vitamin A pada kategori kurang yaitu sebesar 88,2 %, vitamin C pada kategori kurang yaitu sebesar 92,2 %, dan besi pada kategori kurang yaitu sebesar 99,0 %. Distribusi asupan energi, protein, kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C dan besi siswa stunting dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

50 34 Tabel 4.5 Distribusi Kecukupan Energi, Protein, Kalsium, Fosfor, Magnesium, Seng, Vitamin A, Vitamin C dan Besi Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul No Kecukupan Zat Gizi Jumlah Persentase 1 Energi Lebih 0 0 Baik 2 2,0 Kurang ,0 Total ,0 2 Protein Lebih 6 5,9 Baik 17 16,7 Kurang 79 77,5 Total ,0 3 Kalsium Lebih 1 1,0 Baik 1 1,0 Kurang ,0 Total ,0 4 Fosfor Lebih 0 0 Baik 8 7,8 Kurang 94 92,2 Total ,0 5 Magnesium Lebih 6 5,9 Baik 29 28,4 Kurang 67 65,7 Total ,0 6 Seng Lebih 1 1,0 Baik 2 2,0 Kurang 99 97,1 Total ,0 7 Vitamin A Lebih 0 0 Baik 12 11,8 Kurang 90 88,2 Total ,0 8 Vitamin C Lebih 4 3,9 Baik 4 3,9 Kurang 94 92,2 Total ,0 9 Besi Lebih 1 1,0 Baik 0 0 Kurang ,0 Total ,0

51 Jenis Makanan Distribusi jenis makanan siswa stunting SMP Negeri 1 dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.6 Distribusi Jenis Makanan Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Jenis Makanan Jumlah Persentase Beragam 9 8,8 Tidak Beragam 93 91,2 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa jenis makanan siswa stunting di SMP Negeri 1 paling banyak pada kategori tidak beragam yaitu sebanyak 93 orang (91,2%) Frekuensi Makan Frekuensi makan dikategorikan menjadi >1x/hari, 1x/hari, 1-3x/minggu, 4-6x/minggu dan tidak pernah. Kategori tidak pernah yang dimaksud adalah tidak pernah mengonsumsi jenis makanan tertentu dalam jangka waktu satu minggu. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa makanan pokok yang paling sering dikonsumsi oleh siswa stunting adalah nasi (100,0%) dengan frekuensi lebih dari satu kali sehari. Lauk hewani yang paling sering dikonsumsi oleh siswa stunting adalah ikan (60,8%) dan telur (42,2%) dengan frekuensi lebih dari satu kali per hari. Lauk nabati yang paling sering dikonsumsi siswa stunting adalah tempe (35,3%) dengan frekuensi lebih dari satu kali sehari. Ternyata 22,5% siswa stunting mengkonsumsi kangkung setiap hari dan 21,6% mengkonsumsi daun singkong setiap hari. Jenis sayuran lainnya, seperti bayam, sawi hijau, wortel, kacang panjang, buncis, tauge, dan brokoli jarang dikonsumsi. Sama juga dalam mengonsumsi buah-buahan, sebagian besar siswa

52 36 stunting jarang mengonsumsi buah. Umumnya jajanan yang sering dikonsumsi siswa stunting adalah gorengan dan makanan ringan. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi dan jumlah siswa yang tergolong sering mengonsumsi jajanan tersebut. Frekuensi makan siswa stunting dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Makan Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Jenis Makanan Frekuensi Makan >1x/hari 1x/hari Tidak Total x/minggu x/minggu Pernah n % n % n % n % n % N % Makanan Pokok : Nasi ,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0, Roti 26 25, , , ,5 0 0, Jagung 1 1,0 2 2,0 4 3, , , Singkong 0 0,0 5 4,9 6 5, , , Lauk Hewani : Daging 0 0,0 5 4, , , , Ayam 5 4,9 8 7, , ,8 6 5, Ikan 62 60, , , ,7 0 0, Telur 43 42, , , ,6 0 0, Nabati : Tempe 36 35, ,5 9 8, ,4 2 2, Tahu 19 18, , , ,2 6 5, Sayuran : Bayam 18 17, , , ,2 9 8, Kangkung 23 22, , , ,4 10 9, Sawi Hijau 6 5,9 5 4, , , , Daun Singkong 22 21, , , ,2 4 3, Kcg. Panjang 7 6, , , , , Wortel 12 11,8 5 4, , , , Buncis 4 3,9 7 6, , , , Tauge 2 2,0 4 3, , , , Brokoli 3 2,9 2 2, , , , Buah : Apel 6 5,9 10 9, , , , Jeruk 18 17, , , ,3 5 4, Jambu Air 16 15, , , , , Jambu Biji 20 19, , , ,3 5 4, Mangga 9 8, , , , , Pisang 34 33, , , ,4 1 1, Pepaya 15 14, , , ,2 7 6, Pir 4 3,9 4 3, , , , Rambutan 3 2,9 4 3, , , , Semangka 5 4,9 7 6, , , ,

53 37 Lanjutan Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Makan Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Jajanan : Susu 20 19, ,7 7 6, , , Bakso 25 24, , , ,4 0 0, Gorengan 35 34, , , ,7 0 0, Makanan Ringan 30 29, , , ,7 0 0, Mie sop 3 2,9 9 8, , , , Pola Makan Berdasarkan Kategori Stunting Jumlah Asupan Makanan Berdasarkan Kategori Stunting Distribusi asupan energi, protein, kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C dan besi siwa stunting SMP Negeri 1 berdasarkan kategori stunting disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.8 Tabulasi Silang Kecukupan Energi Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Energi Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek , , ,0 1,000 Sangat Pendek , ,0 Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa kecukupan energi siswa pendek paling banyak pada kategori kurang yaitu sebanyak 80 orang (97,6%) dan kecukupan energi kategori baik hanya 2 orang (2,4%). Semua siswa sangat pendek memiliki kecukupan energi kategori kurang yaitu sebesar 100,0%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan energi dengan kategori stunting yaitu pendek dan sangat pendek (p=1,000). Tabel 4.9 Tabulasi Silang Kecukupan Protein Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Protein Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek 6 7, , , ,0 0,592 Sangat Pendek , , ,0

54 38 Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa siswa pendek kecukupan proteinnya paling banyak pada kategori kurang sebanyak 63 orang (76,8%), kecukupan protein kategori baik sebanyak 13 siswa (15,9%), dan kecukupan protein kategori lebih sebanyak 6 (7,3%). Pada siswa sangat pendek kecukupan proteinnya juga paling banyak pada kategori kurang sebanyak 16 (80,0%), hanya 4 orang (20,0) siswa yang memiliki kecukupan protein baik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan protein dengan kategori stunting yaitu pendek dan sangat pendek (p=0,592). Tabel 4.10 Tabulasi Silang Kecukupan Kalsium Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Kalsium Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek 1 1,2 1 1, , ,0 1,000 Sangat Pendek , ,0 Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa siswa pendek dan sangat pendek memiliki tingkat kecukupan protein kategori kurang dengan persentase siswa pendek sebesar 97,6% dan siswa sangat pendek sebesar 100,0%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan kalsium dengan kategori stunting yaitu pendek dan sangat pendek (p=1,000). Tabel 4.11 Tabulasi Silang Kecukupan Fosfor Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Fosfor Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek , , ,0 1,000 Sangat Pendek , , ,0

55 39 Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat dilihat bahwa kebanyakan dari siswa pendek dan sangat pendek memiliki kecukupan fosfor kategori kurang dan hanya sedikit yang memiliki kecukupan fosfor kategori baik. Hal ini terlihat dari persentase kecukupan fosfor kategori kurang sebesar 91,5% pada siswa pendek dan 95,0% pada siswa sangat pendek. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan fosfor dengan ketegori stunting pendek dan sangat pendek (p=1,000). Tabel 4.12 Tabulasi Silang Kecukupan Magnesium Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Magnesium Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek 4 4, , , ,0 0,444 Sangat Pendek 2 10,0 4 20, , ,0 Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa pendek dan sangat pendek memiliki kecukupan magnesium kategori kurang yaitu sebanyak 53 orang (64,6%) pada siswa pendek dan siswa sangat pendek sebanyak 14 orang (70,0%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan magnesium dengan kategori stunting pendek dan sangat pendek (p=0,444). Tabel 4.13 Tabulasi Silang Kecukupan Seng Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Seng Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek 1 1,2 2 2, , ,0 1,000 Sangat Pendek , ,0 Berdasarkan tabel 4.13 diatas dapat dilihat bahwa siswa pendek dan sangat pendek memiliki kecukupan seng paling banyak pada kategori kurang yaitu sebanyak 79 orang (96,3%) pada siswa pendek dan 20 orang (100,0%) pada siswa

56 40 sangat pendek. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan seng dengan kategori stunting pendek dan sangat pendek (p=1,000). Tabel 4.14 Tabulasi Silang Kecukupan Vitamin A Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Vitamin A Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek , , ,0 0,245 Sangat Pendek , , ,0 Berdasarkan tabel 4.14 diatas dapat dilihat bahwa siswa pendek dan sangat pendek memiliki kecukupan vitamin A kategori kurang yaitu sebesar 90,2% atau 74 orang pada siswa pendek dan 80,0% atau 16 orang pada siswa sangat pendek. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan vitamin A dengan kategori stunting pendek dan sangat pendek (p=0,245). Tabel 4.15 Tabulasi Silang Kecukupan Vitamin C Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Vitamin C Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek 3 3,7 3 3, , ,0 1,000 Sangat Pendek 1 5,0 1 5, , ,0 Berdasarkan tabel 4.15 diatas dapat dilihat bahwa hampir semua siswa pendek dan sangat pendek memiliki kecukupan vitamin C kategori kurang yaitu sebanyak 76 orang (92,7%) pada siswa pendek dan 18 orang (90,0%) pada siswa sangat pendek. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan vitamin C dengan kategori stunting pendek dan sangat pendek (p=1,000).

57 41 Tabel 4.16 Tabulasi Silang Kecukupan Besi Berdasarkan Kategori Stunting Kecukupan Besi Kategori Stunting Lebih Baik Kurang Total p n % n % n % n % Pendek 1 1, , ,0 1,000 Sangat Pendek , ,0 Berdasarkan tabel 4.16 diatas dapat dilihat bahwa hampir semua siswa pendek memiliki kecukupan besi kategori kurang yaitu sebanyak 81 orang (98,8%) dan semua siswa sangat pendek memiliki kecukupan besi kategori kurang yaitu sebanyak 20 orang (100,0%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kecukupan besi dengan kategori stunting yaitu pendek dan sangat pendek (p=1,000) Jenis Makanan Berdasarkan Kategori Stunting Distribusi jenis makanan siswa stunting SMP Negeri 1 berdasarkan kategori stunting disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.17 Tabulasi Silang Jenis Makanan Berdasarkan Kategori Stunting Jenis Makanan Kategori Stunting Beragam Tidak Beragam Total p n % n % n % Pendek 6 7, , ,0 0,373 Sangat Pendek 3 15, , ,0 Berdasarkan tabel 4.17 diatas dapat dilihat bahwa siswa stunting dengan kategori pendek lebih banyak mengonsumsi jenis makanan dengan kategori tidak beragam yaitu sebanyak 76 orang (92,7%) dan siswa stunting dengan kategori sangat pendek juga lebih banyak mengonsumsi jenis makanan dengan kategori tidak beragam yaitu sebanyak 17 orang (85,0%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara jenis makanan dengan kategori stunting yaitu pendek dan sangat pendek (p=0,373).

58 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pola Makan Jumlah Asupan Makanan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada umumnya kecukupan energi, protein, kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C, dan besi pada siswa stunting berada pada kategori kurang yaitu energi sebesar 98,0%, protein 77,5%, kalsium 98,0%, fosfor 92,2%, magnesium 65,7%, seng 97,1%, vitamin A 88,2%, vitamin C 92,2% dan besi 99,0%. Hal ini dapat diakibatkan karena jumlah asupan makanan yang dikonsumsi siswa stunting sedikit sehingga kurang memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan. Pekerjaan orangtua siswa paling banyak yaitu sebagai petani dengan penghasilan sebanyak Rp Rp per bulan, ini menunjukkan tingkat perekonomian keluarga siswa stunting di SMP Negeti 1 Dolok Masihul termasuk dalam ekonomi menengah ke bawah. Hal ini secara langsung dapat mempengaruhi daya beli pangan keluarga. Sehingga mempengaruhi asupan zat gizi setiap anggota keluarga Jenis Makanan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa jenis makanan yang dikonsumsi siswa stunting sebagian besar terdapat pada kategori tidak beragam. Siswa stunting dengan jenis makanan kategori tidak beragam yaitu sebesar 91,2% dan hanya 8,8 % dengan kategori beragam. Rata-rata siswa stunting mengonsumsi 3 jenis makanan dalam sehari, yaitu makanan pokok, lauk pauk, dan sayur. 42

59 43 Pola makan yang baik dan jenis hidangan makanan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun, serta zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Hal ini dikarenakan tidak ada satu susunan makanan mengandung gizi yang lengkap. Jika makanan yang dikonsumsi semakin beragam maka komposisi zat gizi semakin lengkap. Asupan gizi yang diperoleh dari mengonsumsi berbagai makanan mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral (Arisman, 2010) Frekuensi Makan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa makanan pokok yang sering dikonsumsi siswa stunting adalah nasi (100,0%) dengan frekuensi lebih dari 1 kali sehari. Hal ini dikarenakan nasi masih menjadi makanan pokok utama di sebagian besar wilayah Indonesia dan dikonsumsi lebih dari satu kali dalam sehari. Lauk hewani yang paling sering dikonsumsi oleh siswa stunting adalah ikan (60,8%) dan telur (42,2%) dengan frekuensi lebih dari satu kali sehari, sedangkan lauk hewani yang jarang dikonsumsi oleh siswa stunting adalah ayam (57,8%) dan daging (66,7%) dengan frekuensi 1-3 kali sehari. Lauk nabati yang paling sering dikonsumsi siswa stunting adalah tempe (35,3%) dengan frekuensi lebih dari satu kali sehari. Ternyata 22,5% siswa stunting mengkonsumsi kangkung setiap hari dan 21,6% mengkonsumsi daun singkong setiap hari. Jenis sayuran lainnya, seperti bayam, sawi hijau, wortel, kacang panjang, buncis, tauge, dan brokoli jarang dikonsumsi. Sama juga dalam mengonsumsi buah-buahan, sebagian besar siswa stunting jarang mengonsumsi buah. Sebagian dari siswa stunting masih ada yang

60 44 kurang suka mengonsumsi sayur dan masih ada yang memilih jenis sayuran tertentu untuk dikonsumsi. Mengonsumsi sayuran dan buah-buahan sebaiknya bervariasi sehingga diperoleh beragam sumber vitamin ataupun mineral serta serat. Umumnya jajanan yang sering dikonsumsi siswa stunting adalah gorengan dan makanan ringan. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi dan jumlah siswa yang tergolong sering mengonsumsi jajanan tersebut. Jajanan sekolah juga memberikan kontribusi pemenuhan kebutuhan gizi siswa stunting, namun harus diperhatikan kualitas dari jajanan tersebut. 5.2 Pola Makan Berdasarkan Kategori Stunting Jumlah Asupan Zat Gizi Makro Berdasarkan Kategori Stunting Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat kecukupan energi pada siswa stunting kategori pendek memiliki tingkat kecukupan energi dengan kategori kurang sebesar 97,6% dan hanya 2,4% dengan kategori baik. Sedangkan pada siswa stunting kategori sangat pendek semuanya memiliki kecukupan energi dengan kategori kurang sebesar 100,0%. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi energi siswa stunting dalam sehari masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktari (2015) tentang gambaran pola konsumsi siswa stunting di SDN kelurahan tanah enam ratus kecamatan medan marelan bahwa tingkat kecukupan energi siswa stunting menurut kategori pendek dan sangat pendek didapatkan tingkat kecukupan energi yang mengalami defisit dengan kategori pendek sebesar 67,3 % dan kategori sangat pendek sebesar

61 45 75,0 %. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi anak stunting dalam sehari masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan. Belum tercukupinya asupan energi pada siswa stunting dapat diakibatkan karena kebiasaan makan yang kurang baik seperti kebiasaan tidak sarapan pagi dan jumlah asupan makanan yang kurang, sehingga kebutuhan energi yang dibutuhkan dalam sehari tidak terpenuhi. Kebiasaan makan siswa stunting ratarata tidak lebih dari 3 kali sehari, bahkan ada yang makan hanya 2 kali sehari. Menurut Arisman (2010) energi merupakan kebutuhan gizi utama manusia, karena jika kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai dengan dibutuhkan tubuh, maka kebutuhan gizi lain juga tidak terpenuhi seperti protein dan mineral. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kecukupan protein pada siswa stunting kategori pendek masih banyak pada kategori kurang yaitu sebesar 76,8% dan hanya 15,9% anak pendek yang memiliki kecukupan protein kategori baik. Sedangkan pada siswa stunting kategori sangat pendek terdapat persentase kecukupan protein kategori kurang sebesar 80,0% dan hanya 20,0% yang memiliki kecukupan protein kategori baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewi dan Adhi (2016) bahwa tingkat konsumsi protein dengan kategori kurang lebih banyak pada anak stunting dari pada anak normal. Sumber protein yang berasal dari lauk hewani yang sering dikonsumsi siswa stunting yaitu ikan dan telur, sedangkan dari lauk nabati yaitu tempe namun dikonsumsi dalam jumlah yang kurang sehingga kecukupan protein siswa stunting tidak terpenuhi.

62 46 Kecukupan zat gizi makro (energi dan protein) pada siswa stunting masih tergolong kurang. Apabila kecukupan zat gizi makro pada siswa stunting tidak segera diperbaiki maka akan menyebabkan pertumbuhan terhambat. Diharapkan siswa stunting mengonsumsi zat gizi makro sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan karena jika kebutuhan zat gizi makro pada masa pertumbuhan kedua cepat dapat terpenuhi, kemungkinan siswa stunting untuk dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhan tinggi badannya masih ada kesempatan apabila kebutuhan tersebut tercukupi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi makro (energi dan protein) dengan kategori stunting yaitu pendek dan sangat pendek, dengan nilai p=1,000 dan p=0,517. Tidak ada hubungan bermakna antara asupan zat gizi makro dengan kategori stunting, hal ini bisa terjadi karena kejadian stunting merupakan peristiwa yang terjadi dalam periode waktu lama, sehingga tingkat asupan zat gizi makro yang terjadi sekarang tidak menjadi salah satu penyebab kejadian stunting. Asupan zat gizi makro bukan merupakan satu-satunya faktor yang memengaruhi kejadian stunting. Stunting dapat disebabkan oleh faktor- faktor lain seperti berat badan lahir rendah, pendidikan ibu, dan status ekonomi keluarga Jumlah Asupan Zat Gizi Mikro Berdasarkan Kategori Stunting Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa siswa stunting dengan kategori pendek memiliki tingkat kecukupan kalsium dengan kategori kurang sebesar 97,6% dan hanya 1,2% siswa pendek yang memiliki tingkat kecukupan kalsium

63 47 dengan kategori baik. Sedangkan pada siswa stunting kategori sangat pendek semuanya memiliki kecukupan kalsium dengan kategori kurang sebesar 100,0%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktari (2015) tentang gambaran pola konsumsi anak stunting di SDN kelurahan tanah enam ratus kecamatan medan marelan bahwa pada kategori anak pendek kecukupan kalsium tergolong kurang sebesar 80,0 %. Sedangkan pada anak stunting dengan kategori sangat pendek hampir semua anak memiliki kecukupan kalsium kurang yaitu sebesar 83,3 %. Kecukupan kalsium yang tidak terpenuhi bisa diakibatkan karena jumlah asupan makanan yang mengandung kalsium di konsumsi dalam jumlah sedikit. Sebagian besar siswa stunting jarang mengonsumsi susu dikarenakan ada yang tidak suka minum susu dan ada yang orangtua nya tidak menyediakan susu di rumahnya. Kalsium tidak hanya diperoleh dari mengonsumsi susu saja tetapi dapat diperoleh dengan mengonsumsi telur, tahu, brokoli, bayam, sawi, dan daun singkong. Kalsium sangat penting dan dibutuhkan oleh tubuh saat masa pertumbuhan tulang dan gigi. Konsumsi kalsium yang kurang pada anak dapat mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa siswa stunting dengan kategori pendek memiliki kecukupan fosfor dengan kategori kurang sebesar 91,5% dan hanya 8,5% dengan kategori baik. Sedangkan pada siswa stunting kategori sangat pendek memiliki kecukupan fosfor sebesar 95,0% kurang dan 5,0% baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktari (2015) pada anak Sekolah Dasar di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan dimana pada anak

64 48 stunting kategori pendek kecukupan fosfor kurang sebanyak 54,4%, sedangkan pada anak stunting kategori sangat pendek kecukupan fosfor kurang sebanyak 50% dengan rata-rata konsumsi fosfor sebanyak 700,2 mg per hari. Kebiasaan siswa stunting yang mengonsumsi makanan sumber fosfor dalam jumlah sedikit menyebabkan asupan fosfornya kurang. Berbagai makanan yang mengandung banyak fosfor antara lain daging, ayam, ikan, telur, tahu, kacangkacangan, sayuran seperti bayam, daun brokoli, dan wortel, serta susu. Dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa siswa stunting kebanyakan mengonsumsi daging, ayam, bayam, brokoli, wortel, dan susu dengan frekuensi jarang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa siswa stunting dengan kategori pendek terdapat 64,6% dengan kecukupan magnesium yang kurang, 30,5% dengan kecukupan magnesium yang baik, dan 4,9% dengan kecukupan magnesium yang lebih. Sedangkan siswa stunting dengan kategori sangat pendek memiliki kecukupan magnesium sebesar 70,0% kurang, 20,0% baik, dan 10,0% lebih. Jumlah asupan makanan yang mengandung magnesium dikonsumsi siswa stunting dalam jumlah sedikit mengakibatkan kecukupan magnesium tidak terpenuhi, selain itu sebagian dari siswa stunting juga jarang mengonsumsi sayuran. Magnesium bermanfaat mempertahankan saraf tubuh, otot dan tulang dan juga membantu dalam sintesis protein dan metabolisme sel. Magnesium merupakan mineral yang sangat penting dalam pertumbuhan anak. Magnesium berperan dalam membantu tubuh manusia untuk menyerap kalsium dan memiliki peran penting dalam pembentukan dan penguatan gigi dan tulang. Magnesium

65 49 secara langsung berkaitan erat dengan kepadatan tulang. Magnesium membantu dalam pengaturan tingkat kalsium dalam tubuh bersama dengan vitamin D, tembaga, seng dan lainnya (Devi, 2012). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa siswa stunting kategori pendek memiliki kecukupan seng kategori kurang yaitu sebesar 96,3%, 2,4% kategori baik, dan 1,2% kategori lebih. Sedangkan semua siswa stunting kategori sangat pendek memiliki kecukupan seng dengan kategori kurang yaitu sebesar 100,0%. Hal ini disebabkan konsumsi lauk pauk yang mengandung seng jarang dikonsumsi seperti daging dan ayam. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewi dan Adhi (2016) tentang pengaruh konsumsi protein dan seng serta riwayat penyakit infeksi terhadap kejadian stunting pada anak balita umur bulan diwilayah kerja puskesmas nusa penida III bahwa anak balita pada kelompok stunting lebih banyak yang kekurangan konsumsi seng dibandingkan dengan anak balita normal. Pada siswa stunting kategori pendek persentase kecukupan vitamin A kategori kurang adalah sebesar 90,2% dan 9,8% dengan kecukupan vitamin A yang baik. Sedangkan pada siswa stunting kategori sangat pendek persentase kecukupan vitamin A kategori kurang adalah sebesar 80,0% dan 20,0% dengan kecukupan vitamin A yang baik. Pada siswa stunting kategori pendek persentase kecukupan vitamin C kategori kurang adalah sebesar 92,7%, 3,7% dengan kecukupan vitamin C yang baik, dan 3,7% dengan kecukupan vitamin C yang lebih. Sedangkan pada siswa stunting kategori sangat pendek persentase kecukupan vitamin C kategori kurang adalah sebesar 90,0%, 5,0% dengan kecukupan vitamin C yang baik, dan 5,0% dengan

66 50 kecukupan vitamin C yang lebih. Kurangnya kecukupan vitamin A dan vitamin C disebabkan karena kurangnya kesadaran siswa stunting untuk membiasakan mengonsumsi sayur dan buah setiap hari. Jumlah buah dan sayur yang dikonsumsi oleh siswa stunting pada umumnya sedikit, biasanya siswa stunting memilih jenis sayuran tertentu yang disukai untuk dikonsumsi. Vitamin C banyak berikatan dengan pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat seperti tulang rawan dan matriks tulang. Vitamin C juga membantu penyerapan kalsium (Devi, 2012). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa siswa stunting kategori pendek memiliki kecukupan besi sebesar 98,8% kurang dan 1,2 % dengan kecukupan besi yang lebih. Sedangkan pada siswa stunting kategori sangat pendek semuanya memiliki kecukupan besi kurang sebesar 100,0%. Kandungan zat besi yang tersedia dalam bahan makanan harus diperhatikan agar tidak kekurangan zat besi. Dengan konsumsi vitamin C yang baik pada siswa stunting diharapkan zat gizi besi yang umumnya diperoleh dari lauk pauk nabati dan telur, dapat diserap secara optimal untuk menghindari terjadinya anemia. Kejadian anemia pada anak usia sekolah dapat menurunkan prestasi belajar di sekolah ( Putrihantini dan Meira, 2013). Sayuran yang berdaun hijau sebagai sumber besi dikonsumsi siswa stunting dalam jumlah sedikit sehingga kecukupan besi tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi(AKG) yang dianjurkan. Besi memiliki beberapa fungsi yaitu metabolisme energi, pertumbuhan dan perkembangan, sistem kekebalan,

67 51 kemampuan belajar, dan pelarut obat-obatan. Asupan besi yang kurang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Kecukupan zat gizi mikro (kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C dan besi) pada siswa stunting masih tergolong kurang. Apabila kecukupan zat gizi mikro pada siswa stunting tidak segera diperbaiki maka akan menyebabkan pertumbuhan terhambat Diharapkan agar siswa stunting mengonsumsi zat gizi mikro sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah dianjurkan karena jika kebutuhan zat gizi mikro pada masa pertumbuhan kedua cepat dapat terpenuhi, kemungkinan siswa stunting untuk dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhan tinggi badannya masih ada kesempatan apabila kebutuhan tersebut tercukupi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi mikro (kalsium, fosfor, magnesium, seng, vitamin A, vitamin C dan besi) dengan kategori stunting yaitu pendek dan sangat pendek, dengan nilai (p=1,000), (p=1,000), (p=0,444), (p=1,000), (p=0,245), (p=1,000), dan (p=1,000). Tidak ada hubungan bermakna antara asupan zat gizi mikro dengan kategori stunting, hal ini bisa terjadi karena kejadian stunting merupakan peristiwa yang terjadi dalam periode waktu lama, sehingga tingkat asupan zat gizi mikro yang terjadi sekarang tidak menjadi salah satu penyebab kejadian stunting. Asupan zat gizi mikro bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. Stunting dapat disebabkan oleh faktorfaktor lain seperti berat badan lahir rendah, pendidikan ibu, dan status ekonomi keluarga

68 Jenis Makanan Berdasarkan Kategori Stunting Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa siswa stunting kategori pendek mengonsumsi jenis makanan sebesar 92,7% tidak beragam, dan hanya 7,3% beragam. Sedangkan pada siswa stunting kategori sangat pendek mengonsumsi jenis makanan sebesar 85,0% tidak beragam dan hanya 15,0% beragam. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,373 artinya tidak ada hubungan bermakna antara jenis makanan dengan kategori stunting yaitu pendek dan sangat pendek. Berdasarkan persentase tersebut diketahui bahwa sebagian besar siswa stunting kategori pendek dan sangat pendek masih mengonsumsi 3 jenis makanan yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk dan sayuran atau buah-buahan. Sebagian siswa stunting jarang mengonsumsi sayur setiap kali makan karena tidak suka. Sama halnya dengan buah, siswa stunting jarang mengonsumsi buah karena tidak tersedia di rumah.

69 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pola makan siswa stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul menurut jenis makanan masih belum beragam, dapat dilihat dari variasi menu setiap kali makan. Sebagian besar siswa stunting masih mengonsumsi makanan pokok, lauk pauk dan sayuran saja. Menurut frekuensi makan bahwa makanan pokok yang sering dikonsumsi adalah nasi. Lauk hewani dan nabati yang sering dikonsumsi adalah ikan, telur dan tempe. Sayuran yang sering dikonsumsi adalah kangkung dan daun singkong. Buah yang sering dikonsumsi adalah pisang. Sebagian siswa stunting mengonsumsi susu dengan frekuensi yang jarang dan tidak setiap hari. 2. Berdasarkan konsumsi zat gizi makro dan zat gizi mikro siswa stunting yaitu masih tergolong kurang yang disebabkan karena jenis makanan yang dikonsumsi tidak beragam dan jumlah setiap kali makan tidak sesuai anjuran. 3. Tidak terdapat hubungan antara asupan zat gizi makro dan zat gizi mikro dengan kategori stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul. 6.2 Saran Bagi pihak sekolah disarankan bekerjasama dengan pihak puskesmas agar membuat suatu kegiatan penyuluhan dan membuat poster disetiap kelas mengenai pentingnya mengonsumsi makanan beragam dengan jumlah yang cukup setiap hari untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhan pada siswa stunting. 53

70 DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit PT Granmedia Pustaka Utama. Aramico, B., Sudargo, T. dan Susilo, J Hubungan Sosial Ekonomi, Pola Asuh, Pola Makan dengan Stunting pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol.1 no.3 : Arisman, M. B Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Cakrawati dan Mustika Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung : Alfabeta. Depkes RI Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Devi, N Gizi Anak Sekolah. Jakarta : Kompas. Dewi, I.A dan Adhi, K.T Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng Serta Riwayat Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Balita Umur Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Udayana. Vol.3 no.1 : Fitri Berat Lahir sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting pada Balita Bulan di Sumatera (Analisis Data RISKESDAS 2010). Tesis. Depok: FKM Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hidayati, Hamam, dan Amitya Kekurangan Energi dan Gizi Merupakan Faktor Risiko Kejadian Stunted pada Anak Usia 1-3 Tahun yang Tinggal di Wilayah Kumuh Perkotaan Surakarta. Jurnal Kesehatan. Vol.3 no.1 : Kemenkes RI Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta. Kemenkes RI Pemantauan Status Gizi dan Indikator Kinerja Gizi Tahun Jakarta. Kusharisupeni Peran Status Kelahiran terhadap Stunting Pada Bayi: Sebuah Studi Prospektif. Jurnal Kedokteran Trisakti, 23(3), Nasution, D., Nurdiati, D.S., dan Huriyati, E Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 6-24 Bulan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol. 11 no.1 :

71 Oktari, L Gambaran Pola Konsumsi Anak Stunting di SDN Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan. Skripsi. Oktarina, Z dan Sudiarti, T Faktor Resiko Stunting Pada Balita (24-59 Bulan) di Sumatera. Jurnal Gizi dan Pangan. Universitas Indonesia. Vol.8 no.3 : Pasaribu, M Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Kwala Bingai Kecamatan Stabat Tahun Skripsi.. Picauly, I dan Toy, S.M Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol.8 no.1 : Putrihantini, P dan Meira Erawati, Hubungan Anatara Kejadian Anemia dengan Kemampuan Kognitif Anak Usia Sekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Susukan 04 Ungaran Timur. Jurnal Keperawatan Anak. Volume 1, No. 2, November 2013, Rachim, A.N.F Hubungan Konsumsi Ikan terhadap Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-5 Tahun. KTI. Universitas Diponegoro. Rahayu, A dan Khairiyati, L Risiko Pendidikan Ibu terhadap Kejadian Stunting Pada Anak 6-23 Bulan. Jurnal Fakultas Kedokteran. Universitas Lambung Mangkurat. Vol.37 no.2 : Santoso, S dan Ranti, A. Lies Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta. Sari, E.M., Juffrie, M., Nurani, N., dan Sitaresmi, M.N Asupan Protein, Kalsium dan Fosfor pada Anak Stunting dan Tidak Stunting Usia Bulan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Universitas Gajah Mada. Vol.12 no.4 : Sebayang, A.N Gambaran Pola Konsumsi Makanan Mahasiswa di Universitas Indonesia Tahun Skripsi. Universitas Indonesia. Setijowati, N Hubungan Kadar Seng Serum dengan Tinggi Badan Anak Sekolah Dasar Penderita GAKY. Jurnal Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Vol.21 no.1. Solia, R Hubungan Pola Konsumsi Makanan dan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Usia 6-12 Tahun di SDN Balige. Skripsi. Medan :. Suci, S.P Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Makan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 55

72 Tahun Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Suhardjo Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara. Supariasa, dkk Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Trisnawati, M., Pontang, S.G., Mulyasari, I Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia Bulan di Desa Kidang Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah. Artikel Ilmiah. Program Studi Ilmu Gizi. STIKES Ngudi Wahyu. UNICEF Progress for Children: Stunting, Wasting, and Overweight. UNICEF, Tracking Progress on Child and Maternal Nutrition. A Survival and Development priority. New York: Division of Communication, UNICEF. UNICEF Indonesia Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. UNICEF Improving Child Nutrition : The Achievable Imperative for Global Progress. United Nations Childrens Fund. New York WHO Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile Indicators: Interpretation Guide. Geneva Widanti, Y.A Prevalensi, Faktor Risiko, dan Dampak Stunting pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Universitas Slamet Riyadi. Vol.1 no.1. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Inonesia 56

73 Lampiran 1. Karakteristik Siswa Gambaran Pola Makan Siswa Stunting di SMP Negeri 1 Dolok Masihul Tahun 2017 Nama : Kelas : Jenis Kelamin : Tanggal lahir : Pekerjaan Orangtua Ayah : Ibu : Pendapatan Orang Tua : 57

74 Lampiran 2. Nomor Responden : Nama : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : FORMULIR METODE FOOD RECALL 24 JAM Waktu Makan Pagi/jam Nama Masakan Jenis Bahan Makanan Banyaknya URT Gram Snack Siang/jam Snack Malam/jam 58

75 Lampiran 3. Nama Responden : Nama Bahan Makanan Makanan pokok : a. Nasi b. Roti c. Jagung d. Singkong Lauk Hewani a. Daging b. Ayam c. Ikan d.telur Nabati a. Tempe b. Tahu Sayuran a. Bayam b. Kangkung c. Sawi Hijau d. Daun Singkong e. Kcg. Panjang f. Wortel g. Buncis h. Tauge i. Brokoli Buah a. Apel b. Jeruk c. Jambu Air d. Jambu Biji e. Mangga f. Pisang g. Pepaya h. Pir i. Rambutan j. Semangka Jajanan a. Susu b. Bakso c. Gorengan d. Makanan Ringan e. Mie sop FORMULIR FREKUENSI MAKANAN Frekuensi Makanan >1x/hari 1x/hari 4-6x/minggu 1-3x/minggu Tidak Pernah 59

76 Lampiran 4 MASTER DATA KARAKTERISTIK RESPONDEN No Jenis Kelamin Umur Umurk TB/U TB/Uk Pekerjaan Pendapatan 1 Perempuan tahun -2,2 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,02 Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -3,04 Sangat Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,09 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,68 Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,48 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -2,33 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,45 Pendek Wiraswasta Rp Rp Laki-laki tahun -2,07 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -2,18 Pendek Wiraswasta Rp Rp Laki-laki tahun -2,02 Pendek PNS Rp Rp Perempuan tahun -2,07 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -3,3 Sangat Pendek Buruh bangunan Rp < Laki-laki tahun -2,49 Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -3,13 Sangat Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -2,55 Pendek Asisten Rumah Tangga Rp < Laki-laki tahun -2,13 Pendek Supir Rp < Perempuan tahun -2,07 Pendek Wiraswasta Rp Rp

77 19 Perempuan tahun -2,04 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -3,27 Sangat Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,46 Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,17 Pendek Buruh bangunan Rp Rp Laki-laki tahun -3,43 Sangat Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,12 Pendek Petani Rp < Laki-laki tahun -4,22 Sangat Pendek Buruh bangunan Rp Rp Laki-laki tahun -2,74 Pendek Buruh bangunan Rp < Perempuan tahun -2,12 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,07 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,03 Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,25 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,49 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,01 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,22 Pendek Wiraswasta Rp Rp Laki-laki tahun -2,65 Pendek Petani Rp < Laki-laki tahun -3,01 Sangat Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,5 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,02 Pendek TNI/POLRI Rp Rp Laki-laki tahun -2,04 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,09 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -3,05 Sangat Pendek Buruh bangunan Rp < Perempuan tahun -2,02 Pendek Supir Rp Rp Laki-laki tahun -2,09 Pendek Karyawan Rp Rp

78 43 Laki-laki tahun -2,27 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,04 Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -3,17 Sangat Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -2,78 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -3,04 Sangat Pendek Wiraswasta Rp < Laki-laki tahun -2,39 Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,78 Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -2,18 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -3,28 Sangat Pendek Petani Rp < Laki-laki tahun -2,8 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -2,28 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -3,13 Sangat Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,61 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -2,96 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,53 Pendek Karyawan Rp Rp Laki-laki tahun -2,8 Pendek Buruh bangunan Rp < Laki-laki tahun -2,02 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,41 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,4 Pendek Petani Rp < Laki-laki tahun -2,43 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,42 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,02 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,2 Pendek Supir Rp < Perempuan tahun -3,72 Sangat Pendek Buruh bangunan Rp Rp

79 67 Laki-laki tahun -2,38 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,19 Pendek Petani Rp < Laki-laki tahun -2,02 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,36 Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -5,5 Sangat Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,02 Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -2,62 Pendek Supir Rp Rp Perempuan tahun -2,02 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,17 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,56 Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,2 Pendek Wiraswasta Rp Rp Laki-laki tahun -2,55 Pendek Wiraswasta Rp Rp Laki-laki tahun -3,14 Sangat Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -2,64 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,59 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,49 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,06 Pendek Petani Rp < Laki-laki tahun -2,55 Pendek Petani Rp < Laki-laki tahun -3,43 Sangat Pendek Petani Rp < Laki-laki tahun -3,05 Sangat Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -2,95 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,55 Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,59 Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -2,34 Pendek TNI/POLRI Rp >

80 91 Laki-laki tahun -2,66 Pendek Petani Rp < Perempuan tahun -3,17 Sangat Pendek Karyawan Rp Rp Perempuan tahun -2,09 Pendek Wiraswasta Rp Rp Perempuan tahun -3,33 Sangat Pendek Buruh bangunan Rp < Perempuan tahun -2,28 Pendek Wiraswasta Rp < Perempuan tahun -2,85 Pendek Wiraswasta Rp < Perempuan tahun -2,31 Pendek Wiraswasta Rp < Laki-laki tahun -3,29 Sangat Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,62 Pendek Petani Rp Rp Laki-laki tahun -2,06 Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,42 Pendek Petani Rp Rp Perempuan tahun -2,87 Pendek Petani Rp <

81 MASTER DATA FOOD RECALL 24 JAM No JM KJM Energi KE KKE Protein KP KKP Kalsium KK KKK Fosfor KF KKF 1 2 Tidak Beragam 1231,8 58,0 Kurang 31,6 45,8 Kurang 108,35 9,0 Kurang 456,4 38,0 Kurang 2 2 Tidak beragam 920,3 45,1 Kurang 28 46,7 Kurang 220,6 18,4 Kurang 405,7 33,8 Kurang 3 2 Tidak Beragam 840,8 39,6 Kurang 37,6 54,5 Kurang 219,85 18,3 Kurang 529,75 44,1 Kurang 4 2 Tidak beragam 858,05 42,9 Kurang 29 48,3 Kurang 65,6 5,5 Kurang 363,7 30,3 Kurang 5 2 Tidak Beragam 1363,75 68,2 Kurang 56,8 94,7 Baik 324,45 27,0 Kurang 679,95 56,7 Kurang 6 2 Tidak beragam 1064,75 53,2 Kurang 32,5 54,2 Kurang 485,7 40,5 Kurang 614,9 51,2 Kurang 7 2 Tidak Beragam 1283,35 61,1 Kurang 53,4 95,4 Baik 96,75 8,1 Kurang 615,55 51,3 Kurang 8 2 Tidak beragam 1470,05 70,0 Kurang 74,55 133,1 Lebih 682,2 56,9 Kurang 1024,55 85,4 Baik 9 2 Tidak Beragam 954,35 45,4 Kurang 38,35 68,5 Kurang 187,15 15,6 Kurang 569,8 47,5 Kurang 10 2 Tidak beragam 1095,7 52,2 Kurang 44,2 78,9 Kurang ,8 Kurang 495,55 41,3 Kurang 11 2 Tidak Beragam 1015,3 48,3 Kurang 49 87,5 Baik 163,35 13,6 Kurang 674,8 56,2 Kurang 12 2 Tidak beragam 913,2 43,5 Kurang 38,05 63,4 Kurang 148,65 12,4 Kurang 417,1 34,8 Kurang 13 1 Beragam 1245,15 58,6 Kurang 44,5 64,5 Kurang 392,85 32,7 Kurang 700,4 58,4 Kurang 14 2 Tidak Beragam 1495,5 71,2 Kurang 63,5 113,4 Lebih 114,15 9,5 Kurang 621,15 51,8 Kurang 15 2 Tidak beragam 969,25 45,6 Kurang 27,45 39,8 Kurang ,7 Kurang 383,75 32,0 Kurang 16 2 Tidak Beragam 786,1 31,8 Kurang 27,8 38,6 Kurang 58,15 4,8 Kurang 423,95 35,3 Kurang 17 2 Tidak beragam 1006,55 47,9 Kurang 36 64,3 Kurang 72,65 6,1 Kurang 568,15 47,3 Kurang 18 2 Tidak Beragam 755,3 37,8 Kurang 31 51,7 Kurang 83,45 7,0 Kurang ,5 Kurang 19 2 Tidak beragam 1000,55 50,0 Kurang 41,45 69,1 Kurang 51,45 4,3 Kurang 394,15 32,8 Kurang 65

82 20 1 Beragam 1135,85 54,1 Kurang 56,15 100,3 Baik 243,05 20,3 Kurang 685,4 57,1 Kurang 21 1 Beragam 1018,8 47,9 Kurang 41,05 59,5 Kurang 626,35 52,2 Kurang 846,4 70,5 Kurang 22 2 Tidak Beragam 1257,55 59,2 Kurang 57,4 83,2 Baik 860,5 71,7 Kurang ,3 Baik 23 2 Tidak beragam 1654,25 66,8 Kurang 54,1 75,1 Kurang 230,95 19,2 Kurang 693,55 57,8 Kurang 24 2 Tidak Beragam 1178,05 55,4 Kurang 61,25 88,8 Baik 617,65 51,5 Kurang ,0 Kurang 25 2 Tidak beragam 1317,3 53,2 Kurang 51,75 71,9 Kurang 136,05 11,3 Kurang 784,15 65,3 Kurang 26 2 Tidak Beragam 1030,05 41,6 Kurang 48,9 67,9 Kurang 152,7 12,7 Kurang 741,9 61,8 Kurang 27 2 Tidak beragam 959,9 45,2 Kurang 36,5 52,9 Kurang 134,95 11,2 Kurang 530,05 44,2 Kurang 28 2 Tidak Beragam 964,3 39,0 Kurang 42,25 58,7 Kurang 744,35 62,0 Kurang 788,4 65,7 Kurang 29 2 Tidak beragam 1085,3 43,9 Kurang 55,3 76,8 Kurang 722,3 60,2 Kurang 1108,95 92,4 Baik 30 2 Tidak Beragam 1325,75 62,4 Kurang 50,45 73,1 Kurang 113,9 9,5 Kurang 306,8 25,6 Kurang 31 2 Tidak beragam 972,95 39,3 Kurang 42,7 59,3 Kurang 251,65 21,0 Kurang 537,05 44,8 Kurang 32 2 Tidak Beragam 1267,15 59,6 Kurang 61,25 88,8 Baik 758,2 63,2 Kurang 1099,6 91,6 Baik 33 2 Tidak beragam 1287,5 52,0 Kurang 52,3 72,6 Kurang 201,85 16,8 Kurang 689,25 57,4 Kurang 34 2 Tidak Beragam 1764,7 71,3 Kurang 64,1 89,0 Baik 216,6 18,1 Kurang 779,7 65,0 Kurang 35 2 Tidak beragam 1003,55 40,5 Kurang 49,35 68,5 Kurang 524,7 43,7 Kurang 726,75 60,6 Kurang 36 2 Tidak Beragam 1065,75 50,2 Kurang 50,95 73,8 Kurang 438,15 36,5 Kurang 933,75 77,8 Kurang 37 2 Tidak beragam 781,75 31,6 Kurang 26,7 37,1 Kurang 85,85 7,2 Kurang 406,75 33,9 Kurang 38 2 Tidak Beragam 795,7 32,1 Kurang 33,75 46,9 Kurang 82,65 6,9 Kurang 529,5 44,1 Kurang 39 2 Tidak beragam 1029,85 41,6 Kurang 43,5 60,4 Kurang 180,95 15,1 Kurang ,7 Kurang 40 2 Tidak Beragam 1001,55 40,5 Kurang 29,9 41,5 Kurang 82,15 6,8 Kurang 389,7 32,5 Kurang 41 2 Tidak beragam 1243,7 58,5 Kurang 41,85 60,7 Kurang 84,7 7,1 Kurang 562,5 46,9 Kurang 42 2 Tidak Beragam 964,5 45,9 Kurang 32,85 58,7 Kurang 72,25 6,0 Kurang 335,35 27,9 Kurang 43 2 Tidak beragam 1018,55 41,2 Kurang 32,3 44,9 Kurang 79,6 6,6 Kurang 202,3 16,9 Kurang 66

83 44 1 Beragam 1092,1 51,4 Kurang 46,85 67,9 Kurang 260,95 21,7 Kurang 667,8 55,7 Kurang 45 2 Tidak Beragam 943,5 44,4 Kurang 32,75 47,5 Kurang 104,05 8,7 Kurang 501,35 41,8 Kurang 46 2 Tidak beragam 1445,1 68,0 Kurang 42,05 60,9 Kurang 176,7 14,7 Kurang 643,85 53,7 Kurang 47 2 Tidak Beragam 1102,7 44,6 Kurang 48,35 67,2 Kurang 161,65 13,5 Kurang 760,4 63,4 Kurang 48 2 Tidak beragam 1187,75 48,0 Kurang 28,9 40,1 Kurang 72,9 6,1 Kurang 429,35 35,8 Kurang 49 2 Tidak Beragam 984,5 46,3 Kurang 35,25 51,1 Kurang 178,2 14,9 Kurang 618,45 51,5 Kurang 50 2 Tidak beragam 1352,2 63,6 Kurang 46,4 67,4 Kurang 192,6 16,1 Kurang 774,7 64,6 Kurang 51 2 Tidak Beragam 1076,2 43,5 Kurang 39,6 55,0 Kurang 129,45 10,8 Kurang 585,45 48,8 Kurang 52 2 Tidak beragam 1021,8 41,3 Kurang 41,4 57,6 Kurang 104 8,7 Kurang 840,45 70,0 Kurang 53 2 Tidak Beragam 1050,95 42,5 Kurang 33,1 46,0 Kurang 106,05 8,8 Kurang 539,9 45,0 Kurang 54 2 Tidak beragam ,7 Kurang 50,75 73,6 Kurang 157,45 13,1 Kurang 765,85 63,8 Kurang 55 2 Tidak Beragam 1374,3 64,7 Kurang 51,7 74,9 Kurang 143,4 12,0 Kurang 870,7 72,6 Kurang 56 2 Tidak beragam 1069,6 43,2 Kurang 46,55 64,7 Kurang ,6 Kurang 673,85 56,2 Kurang 57 2 Tidak Beragam 994,95 46,8 Kurang 26,85 38,9 Kurang 105,55 8,8 Kurang 477,85 39,8 Kurang 58 2 Tidak beragam 1285,75 61,2 Kurang 43,6 77,9 Kurang 443,55 37,0 Kurang 821,45 68,5 Kurang 59 2 Tidak Beragam 1824,05 73,7 Kurang ,1 Lebih 395,05 32,9 Kurang 545,9 45,5 Kurang 60 1 Beragam 909,6 42,8 Kurang 31,55 45,7 Kurang 194,45 16,2 Kurang 418,95 34,9 Kurang 61 2 Tidak Beragam 1001,05 47,1 Kurang 30,4 44,1 Kurang 347,25 28,9 Kurang 477,35 39,8 Kurang 62 1 Beragam 1687,25 68,2 Kurang 56,7 78,8 Kurang 420,15 35,0 Kurang 827,8 69,0 Kurang 63 2 Tidak Beragam 1058,3 49,8 Kurang 46,55 67,5 Kurang 446,45 37,2 Kurang 719,8 60,0 Kurang 64 2 Tidak beragam 1704,25 68,9 Kurang ,8 Baik 554,15 46,2 Kurang 938,75 78,2 Kurang 65 2 Tidak Beragam 1208,05 56,8 Kurang 49 71,0 Kurang 370,55 30,9 Kurang 712,85 59,4 Kurang 66 2 Tidak beragam 990,9 46,6 Kurang 33,65 48,8 Kurang 323,8 27,0 Kurang 514,75 42,9 Kurang 67 2 Tidak Beragam 1017,75 41,1 Kurang 53,8 74,7 Kurang 622,9 51,9 Kurang 902,15 75,2 Kurang 67

84 68 2 Tidak Beragam 974,75 46,4 Kurang 39,55 70,6 Kurang 205,3 17,1 Kurang 450,45 37,5 Kurang 69 2 Tidak beragam 912,5 36,9 Kurang 33,05 45,9 Kurang 144,25 12,0 Kurang ,3 Kurang 70 2 Tidak Beragam 1179,85 55,5 Kurang 46,3 67,1 Kurang 90,55 7,5 Kurang 508,95 42,4 Kurang 71 2 Tidak beragam 1335,5 62,8 Kurang 63,15 91,5 Baik 106,4 8,9 Kurang 605,55 50,5 Kurang 72 2 Tidak Beragam 1583,25 74,5 Kurang 70,65 102,4 Baik 283,5 23,6 Kurang 778,75 64,9 Kurang 73 2 Tidak beragam 1342,5 63,2 Kurang 51,4 74,5 Kurang 199,55 16,6 Kurang 578,65 48,2 Kurang 74 2 Tidak Beragam 790,1 37,2 Kurang 32,95 47,8 Kurang 129,4 10,8 Kurang 416,5 34,7 Kurang 75 2 Tidak beragam 1194,25 56,2 Kurang 40,6 58,8 Kurang 181,05 15,1 Kurang 587,35 48,9 Kurang 76 2 Tidak Beragam 900,75 36,4 Kurang 27,9 40,4 Kurang ,8 Kurang 323,35 26,9 Kurang 77 1 Beragam 1203,45 56,6 Kurang 55,3 80,1 Baik 482,6 40,2 Kurang 883,05 73,6 Kurang 78 2 Tidak Beragam 1154,7 46,7 Kurang 44,45 61,7 Kurang 125,95 10,5 Kurang ,0 Kurang 79 2 Tidak beragam 804,55 32,5 Kurang 25 34,7 Kurang 90,15 7,5 Kurang 389,2 32,4 Kurang 80 2 Tidak Beragam 946,75 44,6 Kurang 40,85 59,2 Kurang 112,4 9,4 Kurang 560,6 46,7 Kurang 81 2 Tidak beragam 718,35 29,0 Kurang 22,1 30,7 Kurang 84,9 7,1 Kurang 290,35 24,2 Kurang 82 2 Tidak Beragam 1056,7 42,7 Kurang 50,3 69,9 Kurang 140,65 11,7 Kurang 634,3 52,9 Kurang 83 2 Tidak beragam 559,75 26,3 Kurang 23,75 40,3 Kurang 78,5 6,5 Kurang 304,25 25,4 Kurang 84 2 Tidak Beragam 1048,85 42,4 Kurang 58,1 80,7 Baik 1119,1 93,3 Baik 1178,45 98,2 Baik 85 2 Tidak beragam 1014,95 41,0 Kurang 41,55 57,7 Kurang 384,15 32,0 Kurang 747,05 62,3 Kurang 86 2 Tidak Beragam 1614,1 65,2 Kurang 67,15 93,3 Baik 855,6 71,3 Kurang 1226,55 102,2 Baik 87 2 Tidak beragam 1180,55 47,7 Kurang 38,8 56,2 Kurang 94,1 7,8 Kurang 621,25 51,8 Kurang 88 2 Tidak Beragam 993,85 46,8 Kurang 33,55 48,6 Kurang 449,5 37,5 Kurang 611,8 51,0 Kurang 89 2 Tidak beragam 1197,8 56,4 Kurang 62,2 90,1 Baik 417,3 34,8 Kurang 953,1 79,4 Kurang 90 1 Beragam 890,7 41,9 Kurang 34,85 50,5 Kurang 445,65 37,1 Kurang 605,15 50,4 Kurang 91 2 Tidak beragam 1350,9 54,6 Kurang 49,3 68,5 Kurang 488,55 40,7 Kurang 871,7 72,6 Kurang 68

85 92 1 Beragam 1323,35 62,3 Kurang 46,55 67,5 Kurang 672,15 56,0 Kurang 943,2 78,6 Kurang 93 2 Tidak beragam 595,25 28,0 Kurang 14,75 21,4 Kurang 111 9,3 Kurang 102,75 8,6 Kurang 94 2 Tidak beragam 900,4 42,4 Kurang 39,65 57,5 Kurang 159,5 13,3 Kurang 592,8 49,4 Kurang 95 2 Tidak beragam 780,55 36,7 Kurang 27,85 40,4 Kurang 66,2 5,5 Kurang 324,15 27,0 Kurang 96 2 Tidak beragam 1700,75 80 Baik 83,9 121,6 Lebih 728,05 60,7 Kurang 1210,9 100,9 Baik 97 2 Tidak beragam 1218,4 57,3 Kurang 44,65 64,7 Kurang 409,95 34,2 Kurang 728,1 60,7 Kurang 98 2 Tidak beragam 1575,9 63,7 Kurang 67,75 94,1 Baik 207,45 17,3 Kurang 786,1 65,5 Kurang 99 2 Tidak beragam 1975,6 80 Baik 99,35 138,0 Lebih 116,9 9,7 Kurang 929,9 77,5 Kurang Tidak beragam 1791,85 72,4 Kurang 82,2 114,2 Lebih 217,95 18,2 Kurang 892,1 74,3 Kurang Tidak beragam 1094,45 51,5 Kurang 68,4 99,1 Baik 1421,5 118,5 Lebih 1291,35 107,6 Baik Tidak beragam 1188,35 55,9 Kurang 50,4 73,0 Kurang 640,65 53,4 Kurang 841,25 70,1 Kurang 69

86 No Magnesium KM KKM Seng KS KKS Vitamin A KVA KKVA Vitamin C KVC KKVC Besi KB KKB 1 71,95 36,0 Kurang 14,3 89,4 Baik 135,75 22,6 Kurang 4 6,2 Kurang 2,35 9,0 Kurang 2 81,6 52,6 Kurang 2,95 22,7 Kurang 232,05 38,7 Kurang 7,45 14,9 Kurang 3,05 15,3 Kurang 3 101,75 50,9 Kurang 4,25 26,6 Kurang 204,7 34,1 Kurang 9,7 14,9 Kurang 3,7 14,2 Kurang 4 87,7 56,6 Kurang 2,7 20,8 Kurang 91,9 15,3 Kurang 5,8 11,6 Kurang 2,35 11,8 Kurang 5 211,65 136,5 Lebih 5,55 42,7 Kurang 94,2 15,7 Kurang 6,15 12,3 Kurang 7,8 39,0 Kurang 6 116,25 75,0 Kurang 10,8 83,1 Baik 491,7 82,0 Baik 16,1 32,2 Kurang 3,25 16,3 Kurang 7 131,9 87,9 Baik 5,05 36,1 Kurang 256,75 42,8 Kurang 8,8 17,6 Kurang 4,75 36,5 Kurang 8 185,65 123,8 Lebih 8,2 58,6 Kurang 478,45 80 Baik 14,25 28,5 Kurang 6,4 49,2 Kurang 9 144,95 96,6 Baik 4,9 35,0 Kurang 293,65 48,9 Kurang 21,7 43,4 Kurang 6,3 48,5 Kurang 10 98,25 65,5 Kurang 5,75 41,1 Kurang 456,4 76,1 Kurang 3,35 6,7 Kurang 4,2 32,3 Kurang ,5 107,0 Baik 4,45 31,8 Kurang ,7 Baik 16,6 33,2 Kurang 5,35 41,2 Kurang 12 85,05 54,9 Kurang 15,1 116,2 Lebih 114,8 19,1 Kurang 2,3 4,6 Kurang 3,25 16,3 Kurang ,6 82,4 Baik 4,8 30,0 Kurang 557,95 93,0 Baik 4,25 6,5 Kurang 4,05 15,6 Kurang ,65 83,8 Baik 7,85 56,1 Kurang 117,25 19,5 Kurang 13 26,0 Kurang 5,25 40,4 Kurang 15 70,95 35,5 Kurang 2,85 17,8 Kurang 378,9 63,2 Kurang 57,3 88,2 Baik 3,05 11,7 Kurang 16 87,25 43,6 Kurang 2,4 13,3 Kurang 259,85 43,3 Kurang 14,5 19,3 Kurang 2,35 12,4 Kurang ,1 78,7 Kurang 4,8 34,3 Kurang 144,95 24,2 Kurang 23,9 47,8 Kurang 3,7 28,5 Kurang ,25 75,0 Kurang 4,1 31,5 Kurang 109,3 18,2 Kurang 29,95 59,9 Kurang 3,4 17,0 Kurang 19 99,45 64,2 Kurang 3,6 27,7 Kurang 157,95 26,3 Kurang 10 20,0 Kurang 3,45 17,3 Kurang ,7 122,5 Lebih 5,35 38,2 Kurang 201,2 33,5 Kurang 17,75 35,5 Kurang 4,8 36,9 Kurang ,75 70,4 Kurang 4,45 27,8 Kurang ,7 Kurang 23,4 36,0 Kurang 4,4 16,9 Kurang ,2 98,1 Baik 6,65 41,6 Kurang 478,6 80 Baik 15 23,1 Kurang 6,15 23,7 Kurang 70

87 23 198,4 99,2 Baik 6,6 36,7 Kurang 307,6 51,3 Kurang 58 77,3 Kurang 6,95 36,6 Kurang ,4 72,7 Kurang 6,7 41,9 Kurang 160,2 26,7 Kurang 49,55 76,2 Kurang 4,95 19,0 Kurang ,9 63,5 Kurang 6,25 34,7 Kurang 486,15 81,0 Baik 4 5,3 Kurang 4,95 26,1 Kurang ,05 55,0 Kurang 5,8 32,2 Kurang 289,2 48,2 Kurang 19,65 26,2 Kurang 4,45 23,4 Kurang ,8 57,9 Kurang 3,85 24,1 Kurang 412,25 68,7 Kurang 143,25 220,4 Lebih 4 15,4 Kurang ,5 78,8 Kurang 4,4 24,4 Kurang 484,4 80,7 Baik 64 85,3 Baik 4,3 22,6 Kurang ,9 74,5 Kurang 5,65 31,4 Kurang 186,95 31,2 Kurang 11,15 14,9 Kurang 3,8 20,0 Kurang ,25 62,6 Kurang 4,75 29,7 Kurang 555,35 92,6 Baik 53,6 82,5 Baik 32,45 124,8 Lebih ,65 67,3 Kurang 3,65 20,3 Kurang 491,35 81,9 Baik 31,75 42,3 Kurang 4 21,1 Kurang ,35 77,2 Kurang 7,05 44,1 Kurang 395,3 65,9 Kurang 40,3 62,0 Kurang 5,2 20,0 Kurang ,4 79,7 Kurang 5,05 28,1 Kurang 451,65 75,3 Kurang 12,9 17,2 Kurang 6,55 34,5 Kurang ,95 86,0 Baik 7,2 40,0 Kurang ,5 Kurang 15,05 20,1 Kurang 6,75 35,5 Kurang ,3 72,2 Kurang 4,5 25,0 Kurang 200,75 33,5 Kurang 31,95 42,6 Kurang 4,8 25,3 Kurang ,3 84,7 Baik 5 31,3 Kurang 467,55 77,9 Kurang 10,4 16,0 Kurang 5,4 20,8 Kurang 37 59,7 29,9 Kurang 3,1 17,2 Kurang 219,55 36,6 Kurang 14,65 19,5 Kurang 2,7 14,2 Kurang 38 80,8 40,4 Kurang 3,8 21,1 Kurang 191,9 32,0 Kurang 8,5 11,3 Kurang 2,8 14,7 Kurang ,8 53,4 Kurang 5,25 29,2 Kurang 548,45 91,4 Baik 28,1 37,5 Kurang 4,7 24,7 Kurang 40 98,2 49,1 Kurang 3,55 19,7 Kurang 144,85 24,1 Kurang 5,1 6,8 Kurang 2,95 15,5 Kurang ,6 50,8 Kurang 3,6 22,5 Kurang 181,4 30,2 Kurang 3,6 5,5 Kurang 3,4 13,1 Kurang 42 93,9 62,6 Kurang 3,55 25,4 Kurang 176,45 29,4 Kurang 1,25 2,5 Kurang 3,7 28,5 Kurang ,6 53,8 Kurang 3,65 20,3 Kurang 102,15 17,0 Kurang 18,85 25,1 Kurang 3,45 18,2 Kurang ,2 67,6 Kurang 4,75 29,7 Kurang 289,05 48,2 Kurang 6,35 9,8 Kurang 4,7 18,1 Kurang 45 89,2 44,6 Kurang 3,3 20,6 Kurang 215,15 35,9 Kurang 9,25 14,2 Kurang 3,9 15,0 Kurang ,0 Baik 4,8 30,0 Kurang 300,2 50,0 Kurang 7,55 11,6 Kurang 5,3 20,4 Kurang 71

88 ,5 Kurang 3,75 20,8 Kurang 494,95 82,5 Baik 20,5 27,3 Kurang 4 21,1 Kurang ,65 58,3 Kurang 3,45 19,2 Kurang 76,2 12,7 Kurang 2,75 3,7 Kurang 3,5 18,4 Kurang ,05 80,0 Baik 4,2 26,3 Kurang 542,1 90,4 Baik 10,2 15,7 Kurang 6 23,1 Kurang ,6 76,8 Kurang 4,4 27,5 Kurang 434,2 72,4 Kurang 17,3 26,6 Kurang 5,05 19,4 Kurang ,2 59,6 Kurang 4,15 23,1 Kurang 123,35 20,6 Kurang 3,2 4,3 Kurang 4 21,1 Kurang ,9 54,5 Kurang 4,25 23,6 Kurang 70,4 11,7 Kurang 27,9 37,2 Kurang 3,85 20,3 Kurang ,7 52,9 Kurang 3,4 18,9 Kurang 273,65 45,6 Kurang 41,15 54,9 Kurang 3,25 17,1 Kurang ,65 80,8 Baik 6,1 38,1 Kurang ,8 Kurang 22,35 34,4 Kurang 5,95 22,9 Kurang ,75 71,4 Kurang 5,7 35,6 Kurang 199,7 33,3 Kurang 12,6 19,4 Kurang 5,2 20,0 Kurang ,7 83,9 Baik 4,7 26,1 Kurang 289,95 48,3 Kurang 14,6 19,5 Kurang 6,15 32,4 Kurang 57 98,8 49,4 Kurang 3,4 21,3 Kurang 249,05 41,5 Kurang 40,65 62,5 Kurang 3,9 15,0 Kurang ,1 96,1 Baik 4,95 35,4 Kurang 318,15 53,0 Kurang 5,75 11,5 Kurang 3,7 28,5 Kurang ,7 104,4 Baik 8,45 46,9 Kurang 362,2 60,4 Kurang 10,55 14,1 Kurang 8,55 45,0 Kurang 60 81,75 40,9 Kurang 3,1 19,4 Kurang 159,65 26,6 Kurang 9,85 15,2 Kurang 2,85 11,0 Kurang ,55 61,8 Kurang 3,6 22,5 Kurang 74,05 12,3 Kurang 15,9 24,5 Kurang 4,05 15,6 Kurang ,4 107,7 Baik 6,4 35,6 Kurang 310,85 51,8 Kurang 15,5 20,7 Kurang 7,05 37,1 Kurang ,05 61,0 Kurang 4,8 30,0 Kurang 243,4 40,6 Kurang 25,4 39,1 Kurang 4 15,4 Kurang ,8 127,4 Lebih 7,5 41,7 Kurang 368,85 61,5 Kurang 23,4 31,2 Kurang 10,35 54,5 Kurang ,95 53,5 Kurang 5,35 33,4 Kurang 320,7 53,5 Kurang 2,1 3,2 Kurang 3,9 15,0 Kurang ,15 56,6 Kurang 3,95 24,7 Kurang 81,05 13,5 Kurang 12,55 19,3 Kurang 2,9 11,2 Kurang ,3 69,2 Kurang 5,5 30,6 Kurang 220,6 36,8 Kurang 23,8 31,7 Kurang 4,2 22,1 Kurang ,35 88,9 Baik 4,65 33,2 Kurang 417,6 69,6 Kurang 26,1 52,2 Kurang 5,6 29,5 Kurang ,55 50,3 Kurang 3,6 20,0 Kurang ,3 Kurang 4,9 6,5 Kurang 4,05 21,3 Kurang ,15 57,1 Kurang 4 25,0 Kurang 186,7 31,1 Kurang 4,85 7,5 Kurang 4,1 15,8 Kurang 72

89 71 153,65 76,8 Kurang 5,75 35,9 Kurang ,5 Kurang 34,5 53,1 Kurang 5,25 20,2 Kurang ,15 83,6 Baik 6,65 41,6 Kurang 287,45 47,9 Kurang 16,85 25,9 Kurang 6,6 25,4 Kurang ,0 Kurang 4,8 30,0 Kurang 167,9 28,0 Kurang 12,6 19,4 Kurang 4 15,4 Kurang ,5 Kurang 3,15 19,7 Kurang 339,55 56,6 Kurang 10,65 16,4 Kurang 3,35 12,9 Kurang ,1 75,1 Kurang 4,2 26,3 Kurang 217,45 36,2 Kurang 37,7 58,0 Kurang 6,8 26,2 Kurang ,8 56,9 Kurang 2,45 15,3 Kurang 433,9 72,3 Kurang 36,55 56,2 Kurang 3,7 14,2 Kurang ,6 89,3 Baik 6,25 39,1 Kurang 170,8 28,5 Kurang 12,3 18,9 Kurang 5,1 19,6 Kurang ,2 66,6 Kurang 4,35 24,2 Kurang 214,9 35,8 Kurang 34,1 45,5 Kurang 4,55 23,9 Kurang 79 74,25 37,1 Kurang 2,7 15,0 Kurang 220,15 36,7 Kurang 11,8 15,7 Kurang 2,85 15,0 Kurang ,15 52,1 Kurang 5,8 36,3 Kurang 183,7 30,6 Kurang 47 72,3 Kurang 4,35 16,7 Kurang 81 47,9 24,0 Kurang 2,85 15,8 Kurang 77,85 13,0 Kurang 30,15 40,2 Kurang 2,15 11,3 Kurang ,25 64,6 Kurang 4,1 22,8 Kurang 279,05 46,5 Kurang 38 50,7 Kurang 4,3 22,6 Kurang 83 69,2 31,5 Kurang 2,45 17,5 Kurang 149,15 24,9 Kurang 17,3 23,1 Kurang 2,55 9,8 Kurang ,6 90,3 Baik 5,75 31,9 Kurang 226,4 37,7 Kurang 47 62,7 Kurang 4,5 23,7 Kurang ,3 59,7 Kurang 3,7 20,6 Kurang 76,6 12,8 Kurang 14,6 19,5 Kurang 2,95 15,5 Kurang ,7 102,4 Baik 7 38,9 Kurang 331,85 55,3 Kurang 35,8 47,7 Kurang 6,35 33,4 Kurang ,55 65,8 Kurang 4,1 25,6 Kurang 86,3 14,4 Kurang 47,8 73,5 Kurang 4 15,4 Kurang ,45 55,2 Kurang 3,8 23,8 Kurang 211,9 35,3 Kurang 24 36,9 Kurang 3,1 11,9 Kurang ,05 89,5 Baik 5,65 35,3 Kurang 73,35 12,2 Kurang 63,4 97,5 Baik 5,3 20,4 Kurang ,4 53,7 Kurang 3,8 23,8 Kurang 185,6 30,9 Kurang 11,9 18,3 Kurang 2,9 11,2 Kurang ,45 103,2 Baik 5,6 31,1 Kurang 332,45 55,4 Kurang 43,05 57,4 Kurang 7,45 39,2 Kurang ,35 113,7 Lebih 5,2 32,5 Kurang 551,05 91,8 Baik 106,8 164,3 Lebih 7,1 27,3 Kurang 93 47,05 23,5 Kurang 1,8 11,3 Kurang 76,1 12,7 Kurang 89,25 137,3 Lebih 1,6 6,2 Kurang 94 95,15 47,6 Kurang 5 31,3 Kurang 335,75 56,0 Kurang 7,45 11,5 Kurang 3,95 15,2 Kurang 73

90 95 80,5 40,3 Kurang 3,1 19,4 Kurang 104,15 17,4 Kurang 4,05 6,2 Kurang 2,3 8,8 Kurang ,75 114,9 Lebih 8,45 52,8 Kurang 294,95 49,2 Kurang 10,15 15,6 Kurang 9,05 34,8 Kurang ,2 83,6 Baik 5 31,3 Kurang 229,3 38,2 Kurang 18,05 27,8 Kurang 5 19,2 Kurang ,5 67,3 Kurang 7,95 44,2 Kurang 203,35 33,9 Kurang 2,6 3,5 Kurang 5,9 31,1 Kurang ,1 83,6 Baik 10 55,6 Kurang 222,7 37,1 Kurang 8,5 11,3 Kurang 7,45 39,2 Kurang ,65 80,3 Baik 8,5 47,2 Kurang 284,55 47,4 Kurang 4,65 6,2 Kurang 6,2 32,6 Kurang ,65 97,3 Baik 6,75 42,2 Kurang 224,45 37,4 Kurang 11,75 18,1 Kurang 4,95 19,0 Kurang ,55 80 Baik 4,4 27,5 Kurang 108,15 18,0 Kurang 75,1 115,5 Lebih 4,05 15,6 Kurang Keterangan : JM : Jenis Makanan KKE : Kategori Kecukupan Energi KK : Kecukupan Kalsium KJM : Kategori Jenis Makanan KP : Kecukupan Protein KKK : Kategori Kecukupan Kalsium KF : Kecukupan Fosfor KKF : Kategori Kecukupan Fosfor KM : Kecukupan Magnesium KKM : Kategori Jenis Magnesium KS : Kecukupan Seng KKS : Kategori Kecukupan Seng KVA : Kecukupan Vit A KKVA : Kategori Kecukupan Vit A KVC : Kecukupan Vitamin C KKVC : Kategori Jenis Vitamin C KB : Kecukupan Besi KKB : Kategori Kecukupan Besi 74

91 75

92 Lampiran 6 76

93 77

GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN

GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN 064994 KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN Lisda Oktari 1, Ernawati Nasution 2, Fitri Ardiani 2 1 Mahasiswa Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN SKRIPSI OLEH : LISDA OKTARI NIM.

GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN SKRIPSI OLEH : LISDA OKTARI NIM. GAMBARAN POLA KONSUMSI ANAK STUNTING DI SDN 064994 KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN SKRIPSI OLEH : LISDA OKTARI NIM. 101000006 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN MAKANAN JAJANAN PADA ANAK SD NEGERI NO KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2010 SKRIPSI

KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN MAKANAN JAJANAN PADA ANAK SD NEGERI NO KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2010 SKRIPSI KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA SUMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN MAKANAN JAJANAN PADA ANAK SD NEGERI NO. 060822 KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : SHINTYA SARI DEWI NST NIM : 051000123 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

menu yang itu-itu saja, sehingga mengurangi selera makan. Menyediakan

menu yang itu-itu saja, sehingga mengurangi selera makan. Menyediakan 2.1. Pola Konsumsi Anak Sekolah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN 173538 BALIGE (THE RELATIONSHIP BETWEEN FOOD AND MILK CONSUMPTION WITH BODY HEIGHT OF CHILDREN 6-12 YEARS

Lebih terperinci

POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU 1 POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU Chintya Nurul Aidina¹, Zulhaida Lubis², Fitri Ardiani² ¹Mahasiswi Departemen Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN KONSUMSI BUAH, SAYUR DAN KECUKUPAN SERAT PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI MEDAN SKRIPSI. Oleh ANGGI RARA NIM.

GAMBARAN KONSUMSI BUAH, SAYUR DAN KECUKUPAN SERAT PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI MEDAN SKRIPSI. Oleh ANGGI RARA NIM. GAMBARAN KONSUMSI BUAH, SAYUR DAN KECUKUPAN SERAT PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI 060870 MEDAN SKRIPSI Oleh ANGGI RARA NIM. 121021024 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN PENDERITA JANTUNG KORONER RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE TAHUN 2007 SKRIPSI OLEH

POLA KONSUMSI PANGAN PENDERITA JANTUNG KORONER RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE TAHUN 2007 SKRIPSI OLEH POLA KONSUMSI PANGAN PENDERITA JANTUNG KORONER RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE TAHUN 2007 SKRIPSI OLEH NURLAINI MIKHELENA TARIGAN NIM : 051000569 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Usia ini merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

HUBUNGAN KESEIMBANGAN ASUPAN GIZI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KONDISI FISIK ANAK SD DI KECAMATAN KOTANOPAN

HUBUNGAN KESEIMBANGAN ASUPAN GIZI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KONDISI FISIK ANAK SD DI KECAMATAN KOTANOPAN HUBUNGAN KESEIMBANGAN ASUPAN GIZI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KONDISI FISIK ANAK SD DI KECAMATAN KOTANOPAN Dr. Erli Mutiara, M.Si, Dra. Adikahriani, M.Si dan Elvi Novi Yanti erlimutiara@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA MURID SMP ST. THOMAS 3 MEDAN TAHUN 2011 SKRIPSI. Oleh:

HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA MURID SMP ST. THOMAS 3 MEDAN TAHUN 2011 SKRIPSI. Oleh: HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DENGAN KESEGARAN JASMANI PADA MURID SMP ST. THOMAS 3 MEDAN TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh: RANI GARTIKA HOLIVIA SILALAHI NIM : 071000094 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR AI MARTIN SOPIAH, 2014

KATA PENGANTAR AI MARTIN SOPIAH, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Illahi Robbi yang telah melimpahkan segala Rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2005

POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2005 HASSIILL PPEENEELLIITTIIAN POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 25 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU Jl. Universitas No. 21 Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian UNIVERSITAS INDONESIA Dengan Hormat, Saya adalah mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat, akan mengadakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Pembangunan Indonesia kedepan berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) (2005-2025) adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang mandiri,

Lebih terperinci

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI SISWA KELAS X JASA BOGA DI SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI SISWA KELAS X JASA BOGA DI SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA Pola makan dan status (Metriyani) 1 POLA MAKAN DAN STATUS GIZI SISWA KELAS X JASA BOGA DI SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA THE DIETARY HABITS AND NUTRITIONAL STATUS OF GRADE X STUDENTS OF THE CULINARY SERVICES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai harganya yang kelak akan menjadi pewaris dan penerus, begitu juga untuk menjadikan suatu bangsa menjadi lebih baik kedepannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Titik berat dari pembangunan Bangsa Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 ABSTRACT

POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 ABSTRACT 1 POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN 060921 KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 Ratna Juwita Sari 1, Zulhaida Lubis 2, Jumirah 2 1 Mahasiswa Fakultas Kesehatan Gizi Masyarakat 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santri merupakan sebutan untuk murid yang bertempat tinggal di suatu

BAB I PENDAHULUAN. Santri merupakan sebutan untuk murid yang bertempat tinggal di suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Santri merupakan sebutan untuk murid yang bertempat tinggal di suatu pondok pesantren. Sebagian besar dari jumlah santri merupakan usia remaja. Menurut Soetjiningsih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :... KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG 1. Nomor Responden :... 2. Nama responden :... 3. Umur Responden :... 4. Pendidikan :... Jawablah

Lebih terperinci

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU IDENTITAS Nomor Responden : Alamat Responden

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan siswa serta kaitannya dengan status

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan di R.S.U Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari 2014 Juli 2015.

Penelitian akan dilaksanakan di R.S.U Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari 2014 Juli 2015. 2 DM perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan (Hartati, 2008). Menurut keterangan Supriadi (2009), terlihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE SKRIPSI

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE SKRIPSI HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN 173538 BALIGE SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi pada anak sekolah dasar masih cukup memprihatinkan. Hal ini dapat terlihat dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap anak usia sekolah dasar di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang yang ditandai dengan indeks panjang badan dibanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006)

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa anak-anak menjadi masa kritis untuk membangun masa tulang. Tulang yang kuat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Kurangnya asupan kalsium pada anak-anak

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN 79 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada : Yth. Calon Responden Penelitian Di Tempat Dengan Hormat, Saya Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Di Indonesia sayur cukup mudah diperoleh, petani pada umumnya menanam guna mencukupi kebutuhan keluarga. Pemerintah juga berusaha meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK LAMPIRAN 1 Kode Responden - A Sekolah Kelas No UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER KALSIUM PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DEPOK Assalammualaikum

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang Indonesian Journal of Disability Studies ISSN : - Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang * Agustina Shinta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Direktorat Gizi Masyarakat adalah terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Untuk dapat mencapai masyarakat yang sehat, perlu ditanamkan pola

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana seluruh pengumpulan data dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Malangsari

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan. BAB I PEN DAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah pembangunan nasional adalah rendahnya kualitas SDM. Masalah ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti gizi makanan, sikap masyarakat terhapat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Panti Asuhan 1. Kondisi Umum Panti Asuhan Darunajah terletak di Kota Semarang, lebih tepatnya di daerah Semarang Timur. Berada di daerah dusun

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Konsumsi Buah dan Sayuran Sikap Siswa Sekolah Dasar di SD Negri 064975 Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2010 1.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Desa Desa Paberasan merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Paberasan yaitu: Sebelah utara : Desa Poja

Lebih terperinci