VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 45 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Potensi Wisata Bahari di Kawasan Pulau Morotai Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata serta potensi yang dapat dikembangkan. Obyek dan daya tarik wisata di Pulau Morotai terdiri atas, (1) obyek dan daya tarik wisata yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna; dan (2) obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud musium, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan, (Peta Potensi disajikan pada Lampiran 4). Pulau Zum-zum terletak di depan Kota Daruba, Kecamatan Morotai Selatan dengan jarak sekitar 5 mil. Pulau ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Selain itu, pulau ini juga merupakan peninggalan sejarah Perang Dunia II (PD II), dimana pernah dijadikan sebagai pusat komando pasukan Amerika Serikat yang masih menyimpan peralatan perang, antara lain, Pistol, Rangka Pesawat, Mobil Perang dan merupakan markas McArthur. Pulau Zum-zum juga sebagai tempat persembunyian Nakamura yang merupakan pemimpin tentara Jepang. Secara fisik pulau ini relatif masih baik dan alami. Pulau lain yang jaraknya berdekatan dengan Pulau Zum-zum adalah Pulau Dodola Besar dan Pulau Dodola Kecil. Kedua pulau ini terletak di depan Kota Daruba, Kecamatan Morotai Selatan dengan jarak sekitar 5 mil. Kedua pulau ini memiliki panorama pantai pasir putih sepanjang 16 km dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau Galo-galo Kecil terletak di wilayah Kecamatan Morotai Selatan dengan jarak sekitar 8 mil. Sebagaimana yang terdapat di PPK di Pulau Morotai, Pulau Galo-galo Kecil ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau Ngele-ngele Besar dan Ngele-ngele Kecil terletak di wilayah Kecamatan Morotai Selatan Barat dengan jarak sekitar 5 mil. Sebagaimana yang terdapat di PPK di Pulau Morotai, kedua pulau yang berdekatan ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau Saminyamau terletak di depan Kota Wayabula, Kecamatan Morotai Selatan

2 46 Barat dengan jarak sekitar 4 mil. Sebagaimana yang terdapat di PPK di Pulau Morotai, Pulau Saminyamau ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Selain obyek wisata pulau, di Pulau Morotai juga terdapat obyek wisata Pantai Batu Labung yang terletak di Desa Posi-posi, Kecamatan Morotai Timur. Daya tarik pantai ini adalah memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Dikarenakan dekat dengan jalan lingkar Morotai, obyek wisata Pantai Batu Labung dapat dijangkau melalui jalan darat Daruba sekitar 3 4 jam. Namun demikian, kelemahan dari obyek wisata Pantai Batu Labung adalah belum terdapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, kondisi prasarana jalan yang rusak, dan pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal. Di Pulau Morotai juga terdapat obyek wisata goa. Goa dengan stalakmit dan stalaktit terdapat di Desa Leo-Leo, Pulau Rao, Kecamatan Morotai Selatan Barat. Goa Leo-Leo Rao ini dapat dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Dermaga Wayabula. Kelemahan dari obyek wisata Goa Leo-Leo Rao ini adalah belum terdapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, dan pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal. Pulau Morotai tidak hanya memiliki keindahan alam, akan tetapi juga memiliki nilai sejarah. Hal ini dikarenakan, Pulau Morotai dijadikan pangkalan militer sekutu dalam Perang Dunia II. Beberapa obyek wisata sejarah di Pulau Morotai tersebar di beberapa desa, yaitu: (1) Obyek wisata sejarah di Desa Pilowo terdapat di empat lokasi, yaitu sekitar Sungai Pilowo, Goa (Air Senjata), Daerah Kokota, dan Daerah Kekera; (2) Obyek wisata sejarah di Desa Cio Gerang terdapat di dua lokasi, yaitu Sungai Cio (Daerah Tetarno) dan Kokorunga; (3) Obyek wisata sejarah di Desa Sebatai Tua dan Sebatai Baru terdapat di dua lokasi, yaitu Gunung Sebatai dan Sebatai Baru Karakteristik Responden A. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah SLTP, SLTA, Diploma, Sarjana dan Pascasarjana. Dari 100 orang responden sebanyak 60 orang atau 57 persen responden berpendidikan sarjana. Tabel 11 berikut menunjukkan tingkat pendidikan responden dan jumlah responden yang dijadikan sampel.

3 47 Tabel 12 Tingkat Pendidikan Responden No. Tingkat Pendidikan Jumlah Sampel Persentase 1 Pascasarjana Sarjana Diploma SLTA SLTP Jumlah Dalam bentuk grafik, tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 8 berikut Pascasarjana Sarjana Diploma SLTA SLTP Gambar 8 Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden/wisatawan memiliki pengaruh terhadap tingkat kunjungan dan WTP untuk kawasan wisata Pulau Morotai. Persepsi responden yang berpendidikan lebih tinggi sangat berbeda dengan kelompok responden yang pendidikannya lebih rendah. Hal ini terkait dengan tingkat kedewasaan dalam berpikir dan pengetahuan yang lebih baik sebagai referensi dalam memberikan persepsinya. B. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden turut berpengaruh dalam memberikan persepsi terhadap rencana pengembangan wisata bahari di Pulau Morotai. Bagi responden yang memiliki pendapatan yang relatif lebih tinggi cenderung menanggapi positif terhadap rencana pemerintah daerah dalam mengembangkan wisata bahari. Hal ini disebabkan dengan berkembangnya kegiatan wisata akan

4 48 menjadi peluang sumber pendapatan masyarakat disekitarnya. Begitu juga dengan kelompok masyarakat lainnya. Mata pencaharian wisatawan yang menjadi responden dalam penelitian ini antara lain pegawai negeri sipil, pegawai swasta, pengusaha, pelajar/mahasiswa. Adapun tingkat pendapatan responden disajikan pada Gambar 9 berikut. Rata-rata Pendapatan Wisatawan 10,000, Tingkat Pendapatan 8,000, ,000, ,000, ,000, Prosentase Jumlah Responden Gambar 9 Rata-rata Tingkat Pendapatan Responden C. Tingkat Pengeluaran Metode yang digunakan untuk menghitung biaya perjalanan adalah melalui individual travel cost method. Biaya perjalanan yang dihitung meliputi biaya transportasi, konsumsi, akomodasi, belanja souvenir dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan selama menuju dan tinggal di lokasi wisata Pulau Morotai. Perhitungan biaya perjalanan dilakukan dari asal kunjungan utama, dengan pertimbangan bahwa kunjungan wisatawan merupakan kunjungan utama. Sehingga biaya perjalanan yang dihitung hanya dari lokasi tujuan utama kunjungan sampai ke lokasi wisata. Besarnya rata-rata biaya perjalanan dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

5 49 Tabel 13 Biaya Perjalanan Wisatawan ke Pulau Morotai Daerah Rata-rata biaya perjalanan (Rp.) Asal Responden Konsumsi /hari Akomoda si/hari Transport asi/hari Lainlain/hari Total Rata-rata Ternate Tidore Sula Tobelo Total Rata-rata Dari Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa besarnya biaya perjalanan ditentukan oleh jarak. Sehinga biaya paling besar adalah wisatawan yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar Rp per hari. Perbandingan pengeluaran masing-masing wisatawan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut. Rp 350, , , , , , , Ternate Tidore Sula Halut Asal Wisataw an Gambar 10 Rata-rata Pengeluaran Wisatawan Berdasarkan Daerah Asal Sedangkan variabel pengeluaran terbesar bagi masing-masing wisatawan adalah biaya transportasi yaitu rata-rata sebesar Rp per hari. Kemudian biaya lain-lain dan akomodasi merupakan kompenen biaya terbesar kedua. Tingginya biaya akomodasi ini disebabkan karena terbatasnya moda akomodasi yang tersedia. Untuk biaya konsumsi tergolong masih rendah karena menu makanan yang tersedia tergolong jenis makanan lokal yang relatif mudah didapat. Restoran yang menyediakan menu masakan asing belum ada seiring dengan terbatasnya wisatawan asing yang berkunjung. Rata-rata pengeluaran wisatawan yang berkunjung ke Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.

6 50 Rp Konsumsi/hari Akomodasi/hari Transportasi/hari Pengeluaran Wisatawan Lain-lain Gambar 11 Rata-rata Pengeluaran Wisatawan ke Pulau Morotai Lama kunjungan rata-rata wisatawan antara 2-3 hari per tahun. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat pengeluaran. Makin lama wisatawan menginap, maka makin tinggi pula biaya pengeluarannya, terutama biaya konsumsi dan akomodasi. Anggaran yang digunakan juga sudah dipersiapkan jauh sebelumnya, karena wisata ke tempat ini merupakan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya. Rata-rata wisatawan yang datang berkunjung adalah wisatawan yang baru pertama kali datang ke kawasan ini yang dimotivasi oleh keindahan alam dan nilai sejarah Pulau Morotai. D. Persepsi Terhadap Wisata Bahari Minimnya sarana dan prasarana wisata di kawasan ini menyebabkan tingkat kunjungan masih relatif kecil, khususnya fasilitas transportasi yang masih terbatas. Dari 100 orang responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, 52 persen mengaku belum puas atas ketersediaan sarana transportasi menuju Pulau Morotai. Khusus di Kecamatan Morotai Selatan terdapat tujuh buah landasan pacu bandara bekas PD II, namun hanya satu buah yang berfungsi. Selain itu juga terdapat satu buah pelabuhan laut dengan skala besar, dan satu buah Angkutan Sungai dan Penyeberangan (ASDP). Sedangkan di Kecamatan Morotai Barat terdapat 13 pelabuhan rakyat skalanya sama dengan pelabuhan rakyat yang terdapat di Kecamatan Morotai Utara. Berikut ini adalah persepsi responden terhadap ketersediaan fasilitas di Pulau Morotai, dapat dilihat pada Gambar 12 berikut.

7 51 Persentase Persepsi Wisatawan Terhadap Fasilitas Jalan di Pulau Morotai Kurang Cukup Baik Series1 Gambar 12 Persepsi Wisatawan Terhadap Fasilitas Jalan di Pulau Morotai Dari Gambar 12 di atas menunjukkan bahwa fasilitas jalan yang mendukung perkembangan industri pariwisata di Pulau Morotai masih kurang. Moda transportasi yang utama digunakan untuk mencapai lokasi adalah transportasi laut. Adapun moda transportasi udara masih sangat terbatas, karena landasan yang tersedia tidak diperuntukkan bagi penerbangan komersil, melainkan untuk keperluan pertahanan dan keamanan. Kendala yang dihadapi transportasi laut adalah cuaca atau gelombang air laut yang tidak menentu. Kapal yang digunakan juga tergolong kapal kecil yaitu hanya berkapasitas 20 sampai 100 orang. Selain fasilitas yang masih kurang, rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Pulau Morotai disebabkan karena secara nasional, kawasan ini belum termasuk kawasan destinasi pariwisata nasional. Hal ini menyebabkan belum banyak dikenal oleh para wisatawan. Selain itu juga lingkungan lokasi wisata yang kurang bersih, fasilitas rekreasi yang masih kurang, sambutan masyarakat setempat kurang ramah, dan faktor lainnya. Dari keempat faktor di atas, yang paling dominan adalah disebabkan karena fasilitas pendukung yang masih kurang. Selain itu, masyarakat setempat juga belum menyadari bahwa kawasan Pulau Morotai memiliki potensi yang besar untuk pengembangan wisata. Sehingga masyarakat setempat belum terbiasa menerima wisatawan yang datang ke tempat ini. Persepsi wisatawan terhadap kawasan wisata Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 13 berikut.

8 Kurang bersih Fasilitas kurang Kurang ramah Lain-lain Gambar 13 Faktor yang Mempengaruhi Daya Tarik Dari Gambar 13 di atas menunjukkan bahwa sebesar 69 persen responden mengeluh kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan wisata di Pulau Morotai. Hal ini yang berpengaruh terhadap daya tarik wisatawan yang ingin berwisata ke kawasan Pulau Morotai. Sedangkan aktivitas wisata yang bisa dinikmati oleh para wisatawan di Pulau Morotai antara lain rekreasi pantai, snorkling, diving, (terutama di situs bangkai kapal perang dunia II), sunbathing, serta wisata sejarah yang menjadi andalan utama, maupun wisata budaya yang unik dan khas budaya timur. Sebagian besar wisatawan yang menjadi responden dalam survey ini mengakui keindahan obyek wisata kawasan Pulau Morotai. Obyek-obyek wisata rekreasi pantai di Pulau Morotai disajikan pada Lampiran 5. Kesan wisatawan terhadap kawasan wisata di Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 14 berikut. Persentase Kesan Masyarakat Terhadap Obyek Wisata Secara Umum Kurang Cukup Menarik Tidak tahu Gambar 14 Kesan Wisatawan Terhadap Obyek Wisata Pulau Morotai

9 Daya Dukung Kawasan Wisata Bahari Dengan mempertimbangkan asal wisatawan (karakteristik wisatawan) ke kawasan pesisir Pulau Morotai, bukan merupakan daerah tujuan wisata yang terbuka secara keseluruhan dan merupakan special interest, maka pembangunan pariwisata tidak diarahkan untuk mencapai tingkat intensif yang sama dengan daerah lain. Dengan kata lain, daya dukung wisata di kawasan pesisir Pulau Morotai adalah terbatas dalam jumlah prasarana dan sarananya yang seterusnya menentukan jumlah kunjungan wisata. Adapun perhitungan daya dukung kawasan wisata Pulau Morotai dapat disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 14 Komponen Perhitungan Daya Dukung Kawasan Wisata Pulau Morotai No Parameter Nilai 1 K = Potensi ekologis pengunjung 1 orang 2 Lp = Luas area yang dapat dimanfaatkan m 2 3 Lt = Unit area untuk kategori tertentu 50 m 2 Wt = Waktu yang disediakan untuk 4 6 jam/hari kegiatan wisata perhari Wp = Waktu yang dihabiskan pengunjung 5 3 jam/hari setiap kegiatan tertentu 6 DDK = Daya dukung kawasan orang Sumber: PKSPL-IPB (2006) Daya dukung wisata bahari Pulau Morotai yang memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan PPK secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Untuk kegiatan wisata pantai, Yulianda (2007) mengasumsikan bahwa setiap orang membutuhkan luas area garis pantai 50m 2, karena pengunjung akan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan ruang yang luas, seperti berjemur, bersepeda, berjalan-jalan dan lain-lain. Sedangkan rata-rata potensi lama waktu para wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Morotai adalah selama 2 hari. Waktu yang efektif yang digunakan untuk berwisata adalah sebanyak 4 jam per hari. Kegiatan wisata yang potensial untuk dilakukan adalah berjemur, berenang, snorkling, diving dan sebagainya.

10 54 Diketahui luas area garis pantai Pulau Morotai secara keseluruhan untuk wisata rekreasi pantai sebesar m2. Prediksi waktu yang menjadi parameter dalam penelitian ini adalah mengacu pada parameter Yulianda (2007) yaitu waktu yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk berwisata dan total waktu yang digunakan untuk berwisata dalam satu hari. Total waktu yang digunakan oleh wisatawan untuk wisata pantai sebanyak 6 jam, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk berwisata adalah 3 jam perhari. Dengan demikian, rata-rata waktu yang dibutuhkan wisatawan untuk kegiatan wisata pantai di Pulau Morotai sebanyak 2 jam perhari. Untuk memperoleh tingkat kenyamanan yang optimal dari para wisatawan, maka setiap wisatawan minimal menempati luas area wisata seluas 50 meter persegi. Dengan demikian, setelah diketahui total luas kawasan pantai Pulau Morotai seluas m 2, dan waktu yang dibutuhkan untuk berwisata pantai 2 jam perhari, maka diketahui daya dukung wisatawan untuk wisata pantai di Pulau Morotai maksimal hanya bisa menampung sebanyak orang perhari. Daya tampung wisatawan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kemampuan kawasan secara fisik untuk menerima sejumlah wisatawan dengan intensitas maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan. Dengan adanya pembatasan jumlah wisatawan sesuai daya dukung kawasan, diharapkan sumberdaya alam dan lingkungan di kawasan tersebut secara alami dapat berasimilasi, sehingga aktivitas kegiatan wisata bahari tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap sumberdaya alam dan lingkungan di Pulau Morotai. Pemanfaatan kawasan wisata Pulau Morotai untuk wisata bahari yang sesuai dengan daya tampungnya akan sangat berpengaruh bagi keberlanjutan kegiatan ekowisata. Pengembangan wisata bahari harus memperhatikan daya tampung wisatawan apalagi jika kegiatan wisata bahari dilakukan di daerah pesisir, karena kawasan ini sangat rentan terhadap berbagai kegiatan manusia, baik kegiatan di darat maupun di laut. Daya dukung kawasan wisata Pulau Morotai ditentukan berdasarkan kapasitas pantai untuk kegiatan wisata. Digunakannya kapasitas pantai sebagai variabel pembatas karena jenis kegiatan wisata di kawasan Pulau Morotai terkonsentrasi pada kegiatan wisata pantai dan perairan. Mengingat keadaan alam

11 55 sangat rentan terhadap setiap kegiatan manusia, maka pengusahaannya bagi tujuan untuk menarik wisatawan perlu ditata dengan bijaksana. Pada tahap tertentu, pembangunan masih berarti upaya manusia untuk merubah lingkungan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan permintaan akan alam yang asli oleh wisatawan. Dengan demikian perlu ada keseimbangan antara permintaan wisatawan akan alam yang asli dan tuntutan untuk menata atau merubah kondisi asli lingkungan untuk digunakan bagi pembangunan sarana-prasarana pariwisata. Dengan melihat potensi wisata Pulau Morotai untuk wisata pantai cukup besar, maka dapat diperkirakan bahwa tingkat kunjungan wisata ke daerah ini akan terus meningkat. Akibatnya adalah akan berpengaruh terhadap tingkat degradasi lingkungan di kawasan wisata tersebut. Dengan demikian, apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka dalam jangka panjang potensi wisata di Pulau Morotai tersebut akan terancam punah. Hal ini akan diikuti dengan menurunnya tingkat kunjungan wisatawan, sehingga tingkat pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah dari sektor ini akan menurun. Oleh karena itu, pengembangan wisata Pulau Morotai harus memperhatikan daya dukung kawasan yang sesuai dengan peruntukannya Nilai Ekonomi Wisata Bahari Menurut Adrianto (2006) bahwa peran valuasi ekonomi terhadap ekosistem dan sumberdaya yang terkandung didalamnya adalah penting dalam kebijakan pembangunan, termasuk dalam hal ini pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi, karena hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut untuk menyediakan barang dan jasa. Dalam beberapa kasus bahkan hilangnya ekosistem ini tidak dapat dikembalikan seperti sediakala (irreversible). Pilihan kebijakan pembangunan yang melibatkan ekosistem apakah dipertahankan seperti apa adanya, atau dikonversi menjadi pemanfaatan lain merupakan persoalan pembangunan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan pendekatan valuasi ekonomi. Dalam hal ini, kuantifikasi manfaat (benefit) dan kerugian (loss) harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dapat berjalan dengan memperhatikan aspek keadilan (fairness).

12 56 Manfaat ekonomi kawasan Pulau Morotai untuk wisata bahari diketahui melalui besarnya pengeluaran wisatawan yang datang. Adapun jenis biaya yang dikeluarkan, antara lain biaya transportasi, konsumsi, akomodasi, belanja souvenir dan biaya lainnya. Semua biaya ini dihitung dari semenjak wisatawan berangkat dari daerah asal hingga di kawasan Pulau Morotai. Dari kegiatan-kegiatan ini menimbulkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan yang menjadi benefit dari kawasan wisata Pulau Morotai setelah dihitung melalui prosedur perhitungan valuasi manfaat tidak langsung. Saat ini, wisatawan didominasi oleh wisatawan nusantara, khususnya dari Provinsi Maluku, terutama dari Kepulauan Sula, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, dan Kota Tobelo. Faktor utama yang mempengaruhi wisatawan datang ke kawasan ini karena jarak yang tidak jauh dari daerah asal. Dalam penelitian ini, nilai ekonomi wisata bahari di ketahui melalui dua pendekatan yaitu melalui pendekatan Travel Cost Method/TCM dan Contingent Valuation Method/CVM serta kebijakan pengembangan. A. Pendekatan TCM Tingkat kunjungan wisatawan berkaitan dengan seberapa sering wisatawan tersebut untuk berkunjung ke lokasi wisata. Hal ini juga dapat mencerminkan tingkat kepuasan dan tingkat kesukaan pengunjung terhadap lokasi wisata tersebut. Selain itu, tingkat kunjungan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah biaya perjalanan, jarak, pendapatan dan umur. Metode yang digunakan untuk menduga nilai sebuah komoditas yang tidak memiliki nilai pasar (non-market goods) adalah dengan menggunakan metode biaya perjalanan/tcm. Metode ini memiliki asumsi dasar bahwa setiap individu baik aktual maupun potensial, bersedia mengunjungi sebuah daerah untuk mendapatkan manfaat tertentu tanpa harus membayar nilai masuk (no entry fee). Manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif seperti dari wisata rekreasi pantai, diving, snorkling, wisata sejarah, wisata budaya, diperoleh melalui besaran pengeluaran para wisatawan yang mendatangi kawasan konservasi.

13 57 A.1. Pendugaan Fungsi Permintaan Dari fungsi permintaan dalam penelitian ini adalah tingkat kunjungan wisatawan (visit) yang dipengaruhi oleh tingkat pengeluaran, jarak, pendapatan dan umur. Dalam persamaan ini, tingkat kunjungan merupakan variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen seperti tingkat pengeluaran, jarak, pendaptan dan umur. Dengan menggunakan regresi linier sederhana diperoleh koefisien sebagaimana pada Tabel 14 berikut. Tabel 15 Koefisien Nilai Ekonomi Kawasan Wisata Pulau Morotai No. Parameter Nilai t-test 1 Konstanta Biaya perjalanan Jarak Pendapatan Umur R N 100 Dari Tabel 14 hasil regresi di atas menunjukkan bahwa hanya jarak yang memiliki hubungan positif dengan tingkat kunjungan wisatawan, yaitu dengan koefisien sebesar 0,051508, artinya bahwa semakin jauh jarak menuju lokasi wisata, akan berpengaruh positif terhadap tingkat kunjungan. Akan tetapi, koefisien biaya perjalanan, pendapatan dan umur berpengaruh negatif. Dengan koefieisen biaya perjalanan sebesar -0,08496 menunjukkan bahwa semakin besar biaya perjalanan maka frekuensi berkunjung semakin kecil, sedangkan koefisien pendapatan sebesar -0,06078 menunjukkan bahwa semakin kecil pendapatan wisatawan, akan menyebabkan tingkat kunjungannya semakin kecil. Hal yang sama berlaku juga dengan koefisien umur sebesar -0,38199, artinya bahwa semakin tua umur akan semakin mengurangi tingkat kunjungan. Hal ini dapat disebabkan karena jarak yang berpengaruh positif terhadap tingkat kunjungan hanya pada usia relatif masih muda. Dari R 2 yang dimiliki oleh fungsi permintaan model log berganda di atas sebesar 0,024047, yang dapat diartikan variabel tidak bebas tingkat kunjungan dapat dijelaskan oleh variabel bebas biaya peralanan, jarak, pendapatan dan umur sebesar 2,4 persen sedangkan sisanya sebesar 97,6 persen dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan tersebut seperti variabel lama

14 58 kunjungan, hobi, preferensi seseorang maupun musim kunjungan. Koefisien regresi TCM disajikan pada Lampiran 6. Fungsi permintaan rekreasi obyek wisata Pulau Morotai diperoleh dengan memasukkan koefisien hasil regresi ke dalam fungsi permintaan wisata. Variabelvariabel yang mempengaruhi permintaan wisatawan antara lain biaya perjalanan, umur, jarak dan pendapatan. Dengan menggunakan pendekatan log ganda, sesuai formula 4 dengan model permintaan sebagai berikut. LnVt=5, ,0855LnTC+0,05150LnJarak LnInc LnUmur. Dalam fungsi permintaan yang digunakan dalam penelitian ini, pengeluaran wisatawan dipengaruhi oleh biaya perjalanan, jarak, pendapatan dan umur. Dalam regresi ini, total pengeluaran wisatawan merupakan variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen seperti, biaya transportasi, jarak, pendapatan, dan umur. A.2. Pendugaan Nilai Ekonomi Total Dengan menggunakan formula (5), maka surplus konsumen perindividu adalah Rp ,6. Dengan total kunjungan pada tahun 2006 sebesar ,0 orang per tahun, maka diperoleh total konsumen surplus untuk wisata bahari Pulau Morotai sebesar Rp ,1 pertahun. a. Pendekatan CVM Menurut Fauzi (2004), WTP merupakan pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. WTP juga dapat diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu. Persyaratan WTP menurut Haab dan McConner (2002) dalam Fauzi (2004) adalah apabila WTP tidak melebihi batas atas yang negatif, batas atas WTP tidak boleh melebihi pandapatan, dan adanya konsistensi antara keacakan pendugaan dan keacakan penghitungannya.

15 59 B.1. Pendugaan Fungsi WTP Tabel 15 di bawah ini menunjukkan hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen melalui koefisien regresi WTP sebagai berikut. Tabel 16 Koefisien WTP untuk Wisata Pulau Morotai No. Parameter Koefisien t-test 1 Konstanta Pendidikan Pendapatan Umur R N 100 Dari Tabel 15 hasil regresi di atas menunjukkan bahwa hanya pendapatan yang memiliki hubungan negatif terhadap keinginan untuk membayar, yaitu dengan nilai koefisien sebesar , artinya bahwa semakin rendah tingkat pendapatan wisatawan, akan berpengaruh negatif terhadap keinginan untuk membayar. Tingkat pendidikan dan umur berpengaruh positif terhadap tingkat keinginan membayar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan umur, maka akan menyebabkan keinginan untuk membayar semakin tinggi pula. Koefisien regresi WTP disajikan pada Lampiran 7. Fungsi WTP individu dari responden yang berwisata ke Pulau Morotai diperoleh dengan memasukkan koefisien hasil regresi ke dalam fungsi WTP. Variabel-variabel yang mempengaruhi WTP wisatawan antara lain pendidikan, pendapatan dan umur. Dengan menggunakan formula (7), maka nilai WTPi dapat dihitung sebagai berikut. WTPi= x x x2.69 B 2. Nilai Ekonomi Total Wisata Bahari Dengan memasukkan nilai rata-rata individu parameter ke dalam fungsi WTP, maka diperoleh nilai WTP individu sebesar Rp ,9 perorang. Dengan demikian total nilai wisata bahari Pulau Morotai adalah sebesar Rp ,3 pertahun dengan asumsi total kunjungan sebesar ,0 orang

16 60 Tabel 16 berikut menunjukkan perbandingan antara nilai ekonomi wisata bahari Pulau Morotai dengan menggunanakn metode TCM dan CVM. Tabel 17 Perbandingan Nilai Ekonomi dari TCM dengan CVM No Metode Nilai Total per tahun (Rp.) 1 TCM ,1 2 CVM ,3 Rendahnya nilai ekonomi wisata bahari dengan menggunakan metode TCM disebabkan karena tingkat kunjungan dari wisatawan ke Pulau Morotai masih tergolong kecil. Tinggi rendahnya nilai ekonomi dari suatu kawasan wisata dipengaruhi olah jumlah wisatawan yang datang berkunjung untuk menikmati keindahan sumberdaya tersebut. Hal ini terkait dengan tingkat kepuasan yang diperoleh wisatawan di kawasan tersebut. Sehingga nilai tersebut dicerminkan dari seberapa besar wisatawan mau mengeluarkan biaya untuk memperoleh kepuasan tersebut. Tingkat kunjungan wisatawan ke lokasi wisata Pulau Morotai berkaitan dengan seberapa sering seorang wisatawan berkunjung ke lokasi tersebut. Hal ini juga mencerminkan tingkat kepuasan dan tingkat kesukaan wisatawan terhadap lokasi wisata tersebut. Fungsi permintaan wisatawan ke wisata Pulau Morotai diperoleh dengan meregresikan variabel terikat jumlah kunjungan terhadap variabel bebas yang terdiri dari biaya perjalanan, jarak, pendapatan, dan umur. Surplus konsumen merupakan selisih antara tingkat kesediaan membayar dari konsumen dengan biaya yang harus dibayarkan untuk memperoleh suatu kepuasan. Tingkat kepuasan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Morotai, dapat dilihat dari frekuensi kunjungan wisatawan. Makin tinggi intensitas berkunjung berarti semakin puas wisatawan tersebut terhadap lokasi yang dikunjungi, dan sebaliknya. Dari hasil analisis TCM dari responden yang telah melakukan perjalanan ke Pulau Morotai dan hasil analisis CVM dari responden tentang preferensi terhadap pengembangan wisata bahari Pulau Morotai. Maka dapat dikatakan bahwa kawasan wisata Pulau Morotai layak secara ekonomi untuk dapat dikembangkan. Karena nilai ekonomi dari kawasan tersebut masuk dalam kategori untuk itu sebesar Rp ,1 per tahun. Hal yang sama juga berlaku pada

17 61 pendugaan konsumen surplus individu yang memiliki nilai cukup untuk itu sebesar Rp. 1,765.60,0 per orang per tahun. Hal yang sama juga dengan nilai WTP dari responden setelah di uji dengan metode CVM. Dimana nilai WTP wisatawan Rp ,9 perorang pertahun, dan nilai total WTP dari responden terhadap rencana pengembangan wisata Pulau Morotai memilki nilai yang cukup untuk itu yaitu sebesar Rp ,3 pertahun. Dengan demikian secara ekonomi Pulau Morotai dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari. Salah satu aspek yang mempengaruhi nilai kesediaan wisatawan untuk membayar/wtp jasa lingkungan berupa obyek wisata yang dinikmati adalah proxy atau nilai pengganti, seandainya jasa lingkungan tersebut dipasarkan melalui mekanisme bentuk pembayaran di atas. Kesadaran dan kepedulian wisatawan pada lingkungan dan sumberdaya alam sangat mempengaruhi besarnya nilai WTP yang diberikan. Besar kecilnya nilai WTP yang diberikan menunjukkan tingkat preferensi dan kepedulian wisatawan terhadap perlunya pemeliharaan lingkungan dan sumberdaya alam yang menjadi obyek wisata di Pulau Morotai. Pulau Morotai membutuhkan pemeliharaan agar daya tarik pesisir sebagai kawasan wisata dapat berkelanjutan. Melalui CVM yang secara langsung bertanya pada wisatawan tentang kesediaan mereka membayar terhadap obyek wisata Pulau Morotai, dapat digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi dari sumberdaya alam yang berperan sebagai obyek wisata di kawasan tersebut Simulasi Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Berkembangnya pariwisata bahari dalam suatu kawasan pesisir dan atau di kawasan laut sekitarnya diharapkan akan mampu memberikan multiplier effect terhadap ekonomi masyarakatnya. Inilah yang nantinya mampu mambantu upaya pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir dan penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia di tanah tumpah darahnya sendiri. Kebijakan penting semacam ini dikeluarkan karena diperkirakan bahwa dalam kurun waktu wisatawan yang akan mengunjungi obyek-obyek wisata bahari akan mengalami peningkatan secara signifikan. Hasil studi PKSPL-IPB (1998) tentang proyeksi perkembangan pariwisata bahari disajikan pada Tabel 17. Dari tabel

18 62 berikut menunjukkan bahwa dalam kurun waktu dua dasawarsa ke depan prospek pariwisata bahari akan mampu memberikan devisa sebesar USD 26,56 miliar, yakni turis mancanegara USD 13,76 miliar, dan domestik USD 12,8 miliar (Kusumastanto 2003). Tabel 18 Proyeksi Perkembangan Pariwisata Bahari Indonesia Propenas Kunjungan Wisatawan Devisa Jumlah (dalam juta orang) Kamar yang Manca Mancanegara Domestic Domestic diperlukan Negara (miliar US$) (Miliar US$) ,10 19,04 2,27 2, ,57 20,7 3,29 3, ,04 22,1 4,00 3, ,50 23,6 4,60 3, Jumlah 11,21 85,8 13,76 12, Sumber : PKSPL-IPB 2000 dalam Kusumastanto 2003 Dalam rangka rencana pengembangan wisata bahari di sebuah lokasi maka ada tiga faktor yang salin mempengaruhi, yaitu tingkat kunjungan wisatawan, tingkat investasi, dan kondisi lingkungan wilayah setempat. Berikut ini akan dijelaskan keterkaitan ketiga faktor tersebut. A. Domain Wisatawan (Tourist) Pada dasarnya, pengembangan model dinamis dari pengelolaan sumberdaya sudah dimulai sejak awal tahun 1970an oleh Quirk dan Swith (1970), analisis model dinamik ini baru berkembang sepenuhnya setelah publikasi artikel Clark dan Munro (1975), yang menggunakan pendekatan kapital untuk memakai aspek intertemporel dari pengelolaan sumberdaya, dimana sumberdaya dianggap sebagai stok kapital dengan vitur tambahan bahwa stok dapat tumbuh melalui proses produksi alamiah. Dalam pembahasan ini terdapat tiga variabel pokok yang akan dianalisa sesuai dengan formulasi Davis dan Tisdell (1996) dalam Adrianto (2006). Adapun komponen tersebut antara lain capital, lingkungan, dan wisata bahari itu sendiri. Gambar berikut menunjukkan dinamika pertumbuhan tingkat investasi dalam kegiatan wisata bahari di Pulau Morotai. Simulasi kebijakan pengembangan wisata bahari di Pulau Morotai dilakukan dengan Model dasar yang di adopsi dari Casagrandi and Rinaldi (2002). Dari pemodelan tersebut, diagram simulasi

19 63 dengan menggunakan perangkat lunak Powersim dapat dilihat pada Gambar 15 berikut, sedangkan hasil simulasinya dapat dilihat pada Gambar 16. u E q E u C q C r K B e t a G a m m a A l p h a a P e r t u m b u h a n T o u r i s m T o u r i s m P e r t u m b u h a n E n v i r o n m e n t E n v i r o n m e n t P e r t u m b u h a n C a p i t a l C a p i t a l D e l t a E p s i l o n Gambar 15 Simulasi Pemodelan Wisata Bahari di Pulau Morotai. Dari hubungan causal loop tersebut terlihat tingkat kunjungan wisatawan dipengaruhi oleh koefisien tingkat kunjungan tersebut. Tingkat kunjungan wisatawan dapat mempengaruhi keinginan pihak swasta untuk melakukan investasi di lokasi wisata Pulau Morotai. Kedua komponen ini memiliki hubungan yang saling menguntungkan dan saling mempengaruhi. Jika tingkat investasi tinggi maka tingkat kunjungan wisatawan juga akan tinggi, karena fasilitas yang dibutuhkan oleh para wisatawan bisa disediakan oleh pihak investor, begitu juga sebaliknya. B. Domain Kapital (Capital) Dalam domain ekonomi, asumsi dasar yang digunakan adalah ekonomi sektor wisata bahari dalam konteks pengembangan PPK. Dalam sektor wisata bahari, gross-output dari kegiatan ini didekati dari faktor jumlah turis dan harga per turis. Karena fokus studi ini adalah kegiatan wisata bahari, maka dinamika sektor ekonomi lain (sektor 2) merupakan dependent variable terhadap sektor wisata bahari. Pertumbuhan investasi wisata bahari di Pulau Morotai dipengaruhi oleh akumulasi investasi itu sendiri, tingkat kunjungan wisatawan, dan koefisien delta dan epsilon dari pertumbuhan wisata bahari itu sendiri. Diketahui epsilon dari

20 64 investasi sebesar 0,30, delta sebesar 0,23 dan tingkat kunjungan turis (wisatawan) sebesar ,0 orang pertahun. Hal ini artinya bahwa tingkat kunjungan wisatawan akan sangat mempengaruhi terhadap tingkat investasi pihak swasta di bidang wisata bahari di Pulau Morotai. Semakin tinggi tingkat kunjungan wisatawan, maka tingkat investasi akan semakin tinggi pula. Berbeda halnya dengan daya dukung kawasan. Daya dukung kawasan wisata bahari di Pulau Morotai adalah sebanyak orang perhari. Daya dukung ini akan mempengaruhi pihak investor untuk menanamkan investasinya di sektor wisata bahari. Jika daya dukung kawasan wisata ini sudah dibatasi, maka tingkat investasi juga terbatas tidak bisa melebihi dari daya dukung kawasan yang ada. C. Domain Lingkungan (Environmental) Domain ini merupakan salah satu decision variable yang berpengaruh pada intensitas permintaan wisata bahari di Pulau Morotai. Kapital stok dari domain ini direpresentasikan oleh kualitas air yang merupakan fungsi dari jumlah air yang digunakan oleh penduduk lokal maupun oleh turis dan jumlah air bersih baru yang diperoleh dari cleaning up baik yang dilakukan oleh penduduk Pulau maupun oleh turis. Indikator kualitas lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini antara lain seperti kualitas air, kualitas udara, biodiversity, satwa liar, maupun kawasan konservasi. Keberhasilan pembangunan kawasan wisata di Pulau Morotai sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur lingkungan tersebut. Dampak yang lebih lebih besar dari kerusakan lingkungan ini adalah munculnya biaya sosial yang lebih besar yang harus ditanggung oleh masyarakat disekitarnya. D. Model Lengkap Keberlanjutan arus jasa wisata bahari yang dihasilkan di Pulua Morotai dalam model minimal, akan sangat tergantung pada tiga komponen yaitu kondisi lingkungan (Environment), tingkat investasi (Capital) yang ditanamkan, dan kegiatan wisata itu sendiri (Tourism). Setiap turis yang datang ke Pulau Morotai karena ada daya tarik (Attractive factor) seperti keindahan alam bawah laut,

21 65 maupun keindahan wilayah pesisir untuk berwisata. Faktor daya tarik inilah yang menjadi salah satu variabel peningkatan jumlah kunjungan. Diketahui investasi awal di sektor wisata bahari di Pulau Morotai sebesar Rp miliar pertahun, keseluruhan investasi ini berasal dari pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara. Investasi swasta belum masuk karena merupakan kawasan yang baru mulai dikembangkan. Sarana dan prasarana yang menunjang perkembangan wisata ini juga masih terbatas. Sehingga pihak swasta belum tertarik untuk melakukan investasi. Berdasarkan teori ekonomi, investasi pada suatu sektor akan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga pinjaman. Makin rendah tingkat suku bunga pinjaman maka makin tinggi kecenderungan investasi di sektor tersebut. Tingkat suku bunga yang rendah kurang memberikan insentif bagi pihak swasta untuk menyimpan uangnya di bank, sebaliknya mereka lebih condong untuk melakukan investasi. Sedangkan peningkatan kualitas lingkungan disebabkan karena pembatasan jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Morotai. Batas maksimal yang bisa ditolerir (carrying capacity) adalah sebanyak orang perhari. Sedangkan hingga saat ini, jumlah wisatawan yang datang berkunjung hanya ,0 orang pertahun. Dengan demikian, masih memungkinkan bagi wisatawan yang datang dalam jumlah yang lebih besar. Kualitas lingkungan akan mulai stabil hingga seterusnya dengan asumsi tingkat investasi tidak bertambah ekstrim dan tingkat kunjungan wisatawan juga stabil. Dengan demikian, untuk menjaga kestabilan kualitas lingkungan ini, maka tingkat investasi perlu dibatasi dan tingkat kunjungan wisatawan tidak boleh melebihi dari daya dukung lingkungan yang ada. Gambar 16 berikut menjelaskan interaksi antara komponen wisatawan, komponen lingkungan dan komponen investasi pada pengembangan wisata bahari di Pulau Morotai.

22 Tourism Environment Capital 0 12:33:28 AM 12:33:33 AM Gambar 16. Hasil Simulasi Perilaku wisatawan, lingkungan dan investsi pada Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Morotai Dari Gambar 16 di atas terlihat bahwa tingkat kunjungan wisata mengalami peningkatan yang drastis. Namun di satu sisi, terjadi penurunan kualitas lingkungan di sekitar lokasi wisata Pulau Morotai. Sedangkan investasi di sektor wisata ini terus mengalami penurunan. Jika investasi ditingkatkan, maka akan berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisata, sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan akan semakin menurun. Dengan demikian rencana pengembangan kawasan wisata rekreasi pantai Pulau Morotai, sudah tentu harus sesuai dengan kemampuan daya dukung kawasan yang ada.

PENILAIAN EKONOMI WISATA BAHARI DI PULAU MOROTAI, KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA MUHAMMAD M BANAPON

PENILAIAN EKONOMI WISATA BAHARI DI PULAU MOROTAI, KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA MUHAMMAD M BANAPON 84 PENILAIAN EKONOMI WISATA BAHARI DI PULAU MOROTAI, KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA MUHAMMAD M BANAPON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 85 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. Lautan merupakan barang sumber daya milik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada objek dan daya tarik wisata, teknik pengukuran manfaat wisata alam dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada obyek dan daya tarik wisata, penilaian manfaat wisata alam, serta prospek

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi bangsa Indonesia, namun migas itu sendiri sifat nya tidak dapat diperbaharui, sehingga ketergantungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki perananan penting bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism Organization (WTO) sektor

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Objek pariwisata dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Objek pariwisata dapat berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh sektor pariwisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, sektor pariwisata memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi. sebanyak 2% responden menyatakan masalah polusi suara di TWA Gunung Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat kebisingan disajikan pada Tabel 25 berikut ini. Persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan keindahan alam yang beraneka ragam yang tersebar di berbagai kepulauan yang ada di Indonesia dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Upaya Pemerintah Kabupaten Malang meningkatkan kunjungan wisata

1 BAB I PENDAHULUAN. Upaya Pemerintah Kabupaten Malang meningkatkan kunjungan wisata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah Kabupaten Malang meningkatkan kunjungan wisata menuai hasil. Tahun 2014, jumlah kunjungan wisata ke wilayah Kabupaten Malang pemindahan hampir mencapai

Lebih terperinci

LESTARI BRIEF EKOWISATA INDONESIA: PERJALANAN DAN TANTANGAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF EKOWISATA INDONESIA: PERJALANAN DAN TANTANGAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 06 I 29 September 2016 USAID LESTARI EKOWISATA INDONESIA: PERJALANAN DAN TANTANGAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Menurut Organisasi Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam dengan beragam manfaat, berupa manfaat yang bersifat langsung maupun manfaat tidak langsung. Produk hutan yang dapat dinikmati secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keindahan luar biasa dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kekayaan sumber daya alam. Keberagaman potensi alam, flora, fauna serta berbagai macam budaya, adat istiadat,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis budaya, serta berbagai peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan di dunia sudah populer sejak akhir Tahun 1980 an. Konsep ini muncul sebagai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN. Oleh: Henny Haerani G

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN. Oleh: Henny Haerani G Henny Haerani G, Pengembangan Kawasan Ekowisata PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN Oleh: Henny Haerani G ABSTRAK Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 Pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Yoeti (2006) pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain yang sifatnya sementara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata Pariwisata merupakan salah satu industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendapatan, tarif hidup, dan dalam

Lebih terperinci

The Management Modelling of Sustainable Ecotourism Small Island of South Morotai and South-West Nort Halmahera District, North Maluku Province

The Management Modelling of Sustainable Ecotourism Small Island of South Morotai and South-West Nort Halmahera District, North Maluku Province Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 9 () April 2009: 8 ISSN: 085-89 MODEL PENGELOLAAN EKOWISATA PULAU-PULAU KECIL BERKELANJUTAN DI KECAMATAN MOROTAI SELATAN DAN MOROTAI SELATAN BARAT KABUPATEN

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta JUTA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi saat ini yaitu masyarakat Indonesia menunjukkan minat yang semakin besar dalam menjelajah sektor pariwisata global. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Pasar Wisata Alam Langkah awal dalam melakukan analisis pengembangan wisata alam berkelanjutan adalah analisis pasar wisata alam yaitu analisis penawaran,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Menurut undang-undang No. 10 tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode valuasi sumber daya

I. PENDAHULUAN. Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode valuasi sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode valuasi sumber daya alam dan lingkungan dengan cara menanyakan secara langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 dan garis pantai sepanjang 95.18 km, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Jepara teletak di Pantura Timur Jawa Tengah, dimana bagian barat dan utara dibatasi oleh laut. Jepara memiliki garis pantai sepanjang 82,73 km termasuk keberadaan

Lebih terperinci

7. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR

7. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR 7. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR 175 Penentuan skala prioritas kebijakan pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Choice Modelling (CM) Penelitian ini dimulai pada tanggal 15 April 2016 sampai dengan tanggal 1 Mei 2016 di Hutan Mangrove Pasar Banggi, Rembang. Data diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi hampir selalu identik dengan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi output barang dan jasa pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang mempunyai pesisir dan lautan yang sangat luas, dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan 17.480 pulau (Idris, 2007). Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau untuk mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (http://www.indonesia.travel).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (http://www.indonesia.travel). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah tujuan wisata terdepan di Indonesia. The island of paradise, itulah julukan yang disandang Pulau Dewata. Siapa yang tidak tahu Bali, sebagai primadona

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber daya alam. Berada pada daerah beriklim tropis menjadikan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata dan kawasan pengembangan pariwisata Jawa Tengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

Denpasar, Juli 2012

Denpasar, Juli 2012 Denpasar, 12-14 Juli 2012 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Sasaran 3. Perkembangan Kegiatan 4. Hasil Yang Diharapkan LATAR BELAKANG MP3EI antara lain menetapkan bahwa koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melakukan perjalanan wisata sudah banyak sekali dilakukan oleh masyarakat modern saat ini, karena mereka tertarik dengan hasil kemajuan pembangunan suatu negara, hasil

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA NAMA NIM KELAS : HANDI Y. : 11.02.8010 : D3 MI 2C SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata menjadi salah satu sektor pembangunan yang terus digalakkan dalam meningkatkan perekonomian bangsa. Di Indonesia sektor pariwisata telah menjadi komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini akan membahas mengenai (1) latar belakang; (2) rumusan permasalahan; (3) tujuan dan kegunaan; (4) ruang lingkup penelitian; (5) kerangka pemikiran; dan (6) sistematika

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. nilai ekonomi Objek Wisata Budaya Dusun Sasak Sade dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci