1 RENSTRA I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 RENSTRA I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1

2 BAB I PENDAHULUAN

3

4 1 RENSTRA I. PENDAHULUAN Sesuai dengan Undang Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa Perencanaan Pembangunan Nasional menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Tahunan. RPJP yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasonal Tahun terdiri dari 4 tahap pelaksanaan RPJMN. Melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, telah ditetapkan RPJMN Tahun dengan tema Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta kemampuan Iptek. Untuk mendukung RPJMN tersebut, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian ESDM Tahun Berpedoman pada Renstra Kementerian ESDM, Direktorat Jenderal EBTKE menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal EBTKE yang berisi capaian tahun , strategi dan kebijakan serta target kinerja Direktorat Jenderal EBTKE Tahun KONDISI UMUM DAN CAPAIAN SUB SEKTOR EBTKE Kondisi Umum dan Capaian Bidang Panas Bumi Pada RPJMN Tahun , ditargetkan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi pada akhir tahun 2014 mencapai MW. Namun demikian sampai dengan akhir tahun 2015, kapasitas terpasang PLTP hanya mencapai 1.438,5 MW. Target RPJMN dinilai terlalu tinggi dan MESDM telah menyampaikan surat resmi kepada BAPPENAS mengenai hal tersebut.

5 RENSTRA 2 Tabel 1.1 Target Pengembangan Panas Bumi RPJMN Prioritas 8: Program Aksi di Bidang Energi Energi Alternatif: Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan termasuk energi alternatif geothermal sehingga mencapai MW pada 2012 dan MW pada 2014 dimulainya produksi coal bed methane untuk membangkitkan listrik pada 2011 disertai pemanfaatan potensi tenaga surya, mikrohidro, bioenergi dan nuklir secara bertahap NO 1 SASARAN KAPASITAS TERPASANG PLTP (MW) 2010 TARGET RPJMN TARGET RPJMN 2012 TARGET RPJMN 2013 TARGET RPJMN 2014 TARGET RPJMN Grafik 1.1 Target dan Capaian Kapasitas Terpasang PLTP Tahun (MW) Kapasitas Terpasang Target , Capaian penting lainnya selama kurun waktu 5 tahun di bidang Panas Bumi adalah sebagai berikut: 1. Penetapan 65 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang terdiri dari 19 WKP Eksisting dan 46 WKP setelah UU No. 27 Tahun 2003 dan 2 WKP setelah UU No. 21 Tahun 2014.

6 3 RENSTRA NAD 2 WKP Jaboi: 70 MW Seulawah Agam: 130 MW Gn.Geureudong: 160 MW SUMUT 5 WKP Sibayak Sinabung: 130 MW Sibual Buali: 750 MW Sipaholon Ria-ria: 75 MW Sorik Marapi: 200 MW Simbolon Samosir: 155 MW JAMBI 2 WKP Sungai Penuh: 70 MW Graho Nyabu: 200 MW SUMSEL 3 WKP Lumut Balai: 250 MW Rantau Dedap: 106 MW Danau Ranau: 210 MW JATIM 7 WKP Blawan Ijen: 270 MW Gn. Iyang Argopuro: 295 MW Telaga Ngebel: 120 MW Arjuno Welirang: 185 MW Gunung Pandan: 60 MW Gunung Wilis: 50 MW Songgoriti: 35 MW GORONTALO 1 WKP Suwawa: 110 MW SULUT 2 WKP Kotamobagu: 410 MW Lahendong-Tompaso: 358 MW MALUT 4 WKP Jailolo: 75 MW Songa Wayaua: 140 MW Gn.Hamiding: 265 MW Telaga Ranu: 85 MW SUMBAR 3 WKP Gn Talang-Bukit Kili: 65 MW Liki Pinangawan: 400 MW Bonjol: 200 MW BENGKULU 2 WKP Tmbg Sawah-Hululais: 873 MW Kepahiang: 180 MW BANTEN 2 WKP Kaldera Danau Banten: 115 MW G. Endut: 80 MW BALI 1 WKP Tabanan: 276 MW SULTENG 2 WKP Marana: 35 MW Bora Pulu: 123 MW LAMPUNG 5 WKP Gn.Rajabasa: 91 MW Suoh Sekincau: 230 MW JABAR 11 WKP Waypanas Ulubelu: 556 MW Ciater - Tgkban Perahu: 60 MW Danau Ranau: 210 MW Cibeureum Parabakti: 485 MW Way Ratai: 105 MW Cibuni: 140 MW Cisolok Cisukarame: 45 MW Gn. Tampomas: 50 MW Gn. Tgkuban Perahu: 100 MW Kamojang-Darajat: 1465 MW Karaha Cakrabuana: 725 MW Pangalengan: 1106 MW G. Ciremai: 150 MW Gn. Gede Pangrango: 85 MW Gn. Galunggung : 130 MW JATENG 6 WKP Baturaden: 175 MW Dataran Tinggi Dieng: 780 MW Guci: 79 MW Gn. Ungaran: 100 MW Candi Umbul Telomoyo: 72 MW Gunung Lawu : 195 MW NTB 2 WKP Hu'u Daha: 65 MW Sembalun: 100 MW Gambar 1.1 Peta Wilayah Kerja Panas Bumi NTT 5 WKP Atadei: 40 MW Sokoria: 30 MW Ulumbu: 199 MW Mataloko: 63 MW Oka Ile Ange: 40 MW MALUKU 1 WKP Tulehu: 100 MW EKSPLOITASI: 9 WKP (1.403,5 MW) LANCAR: 17 WKP (1.930 MW) Telah Beroperasi: 9 WKP (1.403,5 MW) 1. Sibayak (12 MW) 2. Ulubelu (110 MW) 3. Cibeureum-Parabakti (Gn Salak)(377 MW) 4. Pangalengan (Patuha+WW) (282 MW) 5. Kamojang-Darajat (470 MW) 6. Dieng (60 MW) 7. Lahendong-Tompaso (80 MW) 8. Ulumbu (10 MW) 9. Mataloko (2,5 MW) 67 WKP (6.198,5 MW) EKSPLORASI: 30 WKP ( MW) BELUM BERPRODUKSI: MW PROSES PENERBITAN IPB: 2 WKP (165 MW) WKP Gn. Ciremai (110 MW) WKP Seulawah Agam (55 MW) PERSIAPAN LELANG WKP: 26 WKP (1.425 MW) TERKENDALA: 15 WKP (1.410 MW) Telah Tandatangan PPA/PJBL: 10 WKP (1.025 MW) 1. Telaga Ngebel (165 MW) 2. Baturaden (220 MW) 3. Guci (55 MW) 4. Kaldera Danau Banten (110 MW) 5. Gn. Tampomas (40 MW) 6. Cisolok Sukarame (45 MW) 7. Tangkuban Perahu (110 MW) 8. Sorik Marapi (240 MW) 9. Jaboi (10 MW) 10. Sokoria (30 MW) Proses Tandatangan PPA/PJBL: 1 WKP (10 MW) 1. Jailolo (10 MW) IPB yang telah dikembalikan: 4 WKP (375 MW) 1. Suoh Sekincau (220 MW) 2. Hu u Daha (20 MW) 3. Iyang Argopuro (55 MW) 4. Kotamobagu (80 MW) Gambar 1.2 Status Wilayah Kerja Panas Bumi

7 RENSTRA 4 2. Kapasitas terpasang PLTP saat ini sebesar 1.438,5 MW atau meningkat sebesar 202,5 MW selama tahun Penambahan kapasitas PLTP tahun meliputi: PLTP Lahendong Unit IV (1 x 20 MW), COD tahun 2011; Penambahan kapasitas terpasang PLTP Gn. Salak 2 MW; Penambahan kapasitas terpasang PLTP Darajat 15 MW; PLTP Ulubelu Unit 1 & 2 (2 x 55 MW), COD tahun 2012; PLTP Ulumbu Unit 3 & 4 (2 x 2,5 MW), COD tahun 2013; PLTP Mataloko (1 x 2,5 MW), COD tahun 2013; PLTP Patuha Unit 1 (1 x 55 MW), COD tahun 2014; PLTP Ulumbu Unit 1 & 2 (2 x 2,5 MW), COD tahun 2014; PLTP Kamojang Unit 5 (1 x 35 MW), COD tahun Total Produksi Uap dari Tahun 2010 hingga Tahun 2015 (TW III) mencapai Ton; 4. Total Produksi Listrik dari Tahun 2010 hingga Tahun 2015 (TW III) mencapai ,02 GWh 5. Realisasi Investasi dari Tahun 2010 hingga Tahun 2015 (TW III) sebesar Rp ,65 Miliar 6. Realisasi Penerimaan Setoran Bagian Pemerintah dari Tahun 2010 hingga Tahun 2015 (TW III) mencapai Rp 6.441,18 Miliar yang terdiri dari komponen pajak sebesar Rp ,89 Miliar dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 3.847,43 Miliar. 7. Telah diterbitkannya Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk PLTP oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tanggal 3 Juni 2014 Tabel 1.3 Harga Patokan Tertinggi Jual Beli Tenaga Listrik dari PLTP TAHUN COD HARGA PATOKAN TERTINGGI (SEN USD/KWH) WILAYAH I WILAYAH II WILAYAH III ,8 17,0 25, ,2 17,6 25, ,6 18,2 26, ,0 18,8 26, ,4 19,4 27, ,8 20,0 27, ,2 20,6 27, ,6 21,3 28, ,0 21,9 28, ,5 22,6 29, ,9 23,3 29,6

8 5 RENSTRA Pembagian Wilayah: Wilayah I: Wilayah Sumatera, Jawa dan Bali Wilayah II: Wilayah Sulawesi, NTB, NTT, Halmahera, Maluku, Papua dan Kalimantan Wilayah III: Wilayah yang berada pada Wilayah I atau Wilayah II tetapi sistem transmisinya terisolasi, pemenuhan kebutuhan listriknya sebagian besar diperoleh dari pembangkit listrik dengan bahan bakar minyak 8. Telah diterbitkannya Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi pada tanggal 17 September Beberapa hal penting dari Undang Undang Panas Bumi yang baru ini adalah: - perubahan istilah pertambangan/penambangan dalam kegiatan usaha panas bumi, - pengaturan pemanfaatan energi panas bumi untuk pemanfaatan langsung dan pemanfaatan tidak langsung - Pemanfaatan panas bumi di kawasan hutan lindung, produksi dan konservasi - Pengalihan kepemilikan saham - Penugasan kepada Badan Layanan Umum atau BUMN Panas Bumi untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eskploitasi dan/atau pemanfaatan - Kewenangan Menteri dalam pencabutan dan pembatalan izin panas bumi - Pemberian bonus produksi (production bonus) kepada Pemerintah Daerah yang wilayah administratifnya meliputi wilayah kerja yang bersangkutan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan kotor sejak unit pertama berproduksi secara komersial. - Ketentuan peralihan terkait masa kontrak, masa berlakunya kuasa, perpanjangan izin untuk WKP eksisting 9. Telah beroperasinya PLTP Ulumbu, NTT (2 x 2,5 MW) pada tanggal 15 Juli 2014 dan PLTP Patuha, Jawa Barat (1 x 55 MW) pada tanggal 6 September 2014 serta beroperasinya PLTP Kamojang Unit 5 (1 x 35 MW) NO INDIKATOR KINERJA SATUAN Tabel 1.4 Capaian Sub Sektor Panas Bumi Tahun TAHUN **) 1. Penetapan WKP Panas Bumi Jumlah WKP Kapasitas Terpasang MW , , ,5 3. Produksi Uap Ribu Ton , , , , ,2 4. Produksi Listrik GWh , , , ,7 5. Realisasi Investasi Miliar Rupiah 1.789, , , , ,6 *) 6. Penerimaan Setoran Bagian Pemerintah Miliar Rupiah 803,36 898, , ,79 993, ,99 Catatan: * Kurs 1 USD = Rp ,- **Realisasi TW III

9 RENSTRA Kondisi Umum dan Capaian Bidang Bio Energi A. MANDATORI PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan arah kebijakan di sektor energi yang mengedepankan pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan salah satunya melalui pemanfatan Bahan Bakar Nabati (BBN). Untuk mendukung program tersebut telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Komitmen tersebut dilanjutkan melalui kebijakan mandatori pemanfaatan BBN dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 tahun 2008 dimana sektor transportasi, industri dan pembangkit listrik diwajibkan untuk mensubstitusi bahan bakar fossil dengan BBN pada persentase tertentu dan secara bertahap. Seiring dengan kondisi defisit Neraca Transaksi Berjalan Indonesia yang sudah berlangsung selama 27 bulan, menjadi salah satu dasar bagi Pemerintah untuk mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Nasional dimana peran BBN khususnya biodiesel ditingkatkan penggunaannya dari 7,5 % (B-7,5) menjadi 10 % (B-10) dengan tujuan untuk mengurangi pengeluaran negara dari meningkatnya nilai impor solar. Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 kemudian diubah dengan Peraturan Menteri ESDM No. 20 Tahun 2014 yang secara subtansi mempercepat pemanfaatan BBN khususnya biodiesel dengan peningkatan target mandatori, sebagaimana tabel di bawah ini. BIODIESEL (Minimum) Sektor Juli 2014 Januari 2015 Januari 2016 Januari 2020 Januari 2025 Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi, 10% 10% 20% 30% 30% dan Pelayanan Umum (PSO) Transportasi Non PSO 10% 10% 20% 30% 30% Industri dan Komersial 10% 10% 20% 30% 30% Pembangkit Listrik 20% 25% 30% 30% 30% BIOETANOL (Minimum) Sektor Juli Januari Januari Januari Januari Usaha Mikro, Usaha Perikanan, 0,5% 1% 2% 5% 20% Usaha Pertanian, Transportasi, dan Pelayanan Umum (PSO) Transportasi Non PSO 1% 2% 5% 10% 20% Industri dan Komersial 1% 2% 5% 10% 20% Pembangkit Listrik

10 7 RENSTRA MINYAK NABATI MURNI(Minimum) Sektor Juli Januari Januari Januari Januari Industri dan Industri 5% 10% 20% 20% 20% Transportasi ( Low Transportasi 5% 10% 20% 20% 20% and Medium Speed Engine) Laut Transportasi Udara - - 2% 3% 5% Pembangkit Listrik 6% 15% 20% 20% 20% Implementasi kebijakan mandatori yang juga merupakan penciptaan pasar BBN di dalam negeri sebagai salah satu upaya peningkatan konsumsi BBN untuk penyerapan peningkatan produksi dan pemanfaatan BBN di dalam negeri yang tumbuh secara signifikan dari tahun 2009 hingga Grafik 1.2 Volume Produksi Bahan Bakar Nabati (Ribu KL) Ekspor Domestik Produksi

11 RENSTRA 8 Dengan meningkatnya porsi biodiesel selama kurun waktu tahun 2013 dengan implementasi pemanfaatan biodiesel 10% pada minyak solar (B-10) dari sebelumnya hanya B-7,5, Pemerintah telah berhasil melakukan penghematan devisa sebesar 831 juta USD dengan meningkatkan pemanfaatan biodiesel untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 1,05 juta KL (meningkat sebesar 56,62% dari pemanfaatan biodiesel tahun 2012). Kebijakan mandatori merupakan upaya Pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil khususnya BBM dan mengembangkan industri BBN dalam negeri sehingga memberikan nilai tambah pada perekonomian, mengurangi emisi GRK akibat pembakaran energi fosil, serta untuk mengurangi impor BBM yang semakin meningkat (penghematan devisa akibat pengurangan impor BBM) menuju ketahanan energi nasional. B. KAJIAN TEKNIS DAN UJI PEMANFAATAN BBN B 20% (B-20) - UJI JALAN (ROAD TEST) B-20 Kajian Teknis dan Uji Pemanfaatan BBN (B20)-Uji jalan (road test) B-20 dilakukan dalam rangka mendukung Mandatori BBN yaitu implementasi B20 pada tahun 2016 seperti yang tertuang dalam Permen ESDM No. 32 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Permen ESDM No. 20 Tahun Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Kementerian ESDM (Ditjen EBTKE dan Balitbang ESDM), BPPT, PT. Pertamina, Aprobi, Gaikindo, Hino, Aspindo, dan Hinabi. Output dari kegiatan ini adalah tersedianya dokumen teknis penggunaan BBN (B20) pada mesin kendaraan bermotor dan alat besar, serta tersedianya rekomendasi teknis yang diperlukan sehingga pemanfaatan B20 pada tahun 2016 tidak berdampak negatif pada mesin. Hasil yang diperoleh dari uji B20 ini adalah sebagai berikut: Terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar sekitar 3% dan penurunan daya sekitar 2% pada kendaraan berbahan bakar B20 dibandingkan B0 Pada kendaraan yang menggunakan B20, terjadi peningkatan daya pada setiap kenaikan km Hasil uji pada kendaraan lama sempat terjadi clogging/penyumbatan - pada filter bahan bakar, satu pada km 5000 dan satunya pada 7500, sehingga untuk antisipasi implementasi B20 khususnya untuk kendaraan lama yang jumlahnya lebih dari 4 juta unit perlu dilakukan secara bertahap

12 9 RENSTRA Gambar 1.3 Uji Jalan B-20 C. PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI (BIOMASSA, BIOGAS, DAN SAMPAH KOTA) Pengembangan Biomassa untuk listrik atau pengembangan pembangkit listrik tenaga (PLT) biomassa, biogas, dan sampah kota, sampai dengan pertengahan tahun 2015 telah menghasilkan kapasitas terpasang sebesar 91,1 MW yang on-grid (terinterkoneksi ke jaringan PLN) dan sebesar MW yang off-grid. Umumnya pengembangan biomassa untuk menghasilkan listrik menggunakan limbah kelapa sawit baik cair maupun padat dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

13 RENSTRA 10 Tabel 1.5 Capaian Pengembangan PLT Bioenergi dan Sumber Biomassa Wilayah & Sumber KapasitasOff-Grid KapasitasOn-Grid Biomassa (MW) (MW) Total Sumatera -Industri kelapa sawit POME -Industri gula tebu -Industri kertas , ,2 9,0 66,0 955,0 Kalimantan -Industri kelapa sawit 91-91,0 Jawa-Bali -Industri kelapa sawit -Industri gula tebu -Sampah kota Sulawesi -Industri kelapa sawit -Industri gula tebu ,5 2,0 142,0 14,5 Upaya pengembangan PLT Bioenergi juga dilakukan dengan telah ditetapkannya Feed-In Tariff (FiT) PLT Bioenergi yang menarik yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM No. 4 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun ,4-11,4 11,0 Papua -Industri kelapa sawit 4-4,0 TOTAL NASIONAL , ,1 Tabel 1.6 Feed in Tariff dari PLT Bioenergi No. Energi Kapasitas Harga Pembelian Keterangan Tegangan Menengah 1. Biomassa s.d.10 MW Rp. 975,- / kwh X F 2. Biogas s.d.10 MW Rp. 975,- / kwh X F Non Sampah Kota 3. Sampah Kota s.d.10 MW Rp ,- / kwh Zero waste *) 4. Sampah Kota s.d.10 MW Rp ,- / kwh Sanitary Landfill *) Tegangan Rendah 1 Biomassa s.d.10 MW Rp ,- / kwh X F 2 Biogas s.d.10 MW Rp ,- / kwh X F Non Sampah Kota 3 Sampah Kota s.d.10 MW Rp ,- / kwh Zero waste *) 4 Sampah Kota s.d.10 MW Rp ,- / kwh Sanitary Landfill *) Faktor insentif (F): Wilayah Jawa, Bali, Sumatera : F = 1 Wilayah Kalimantan, Sulawesi, NTB dan NTT : F = 1,2 Wilayah Maluku dan Papua : F = 1,3

14 11 RENSTRA Salah satu implementasi pengembangan PLT Bioenergi adalah kegiatan penandatanganan MoU antara PT. Charta Putra Indonesia (PT. CPI) dan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali Bangli dan groundbreaking Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLT Biomassa) di Br. Banklet Desa Kayubihi, Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli, Provinsi Bali yang dilakukan oleh Menteri ESDM pada 7 April Sebagai tahap awal, PT Charta Putra Indonesia bersama dengan PT General Electris membangun proyek percontohan (pilot project) pembangkit listrik tenaga Biomassa dengan kapasitas terpasang sebesar 400 kw, dengan limbah bambu sebagai bahan baku. Nilai investasi proyek ini sebesar Rp 10 Milyar dan dibangun berdekatan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya 1 MW yang telah dibangun dengan menggunakan dana Direktorat Jenderal EBTKE Tahun Anggaran Listrik yang dihasilkan akan dijual kepada PT PLN menggunakan skema Feed in Tariff sebagaimana diatur dengan Permen ESDM No. 27 Tahun Penggunaan bambu sebagai bahan baku PLT Biomassa Bangli ini, karena di Bangli bambu dapat tumbuh dan berkembang secara cepat di seluruh desa dengan luas pada areal sekitar 6.034,80 Ha. sehingga diharapkan dengan pemanfaatan bambu secara optimal dapat lebih mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, menambah lapangan kerja dan penggunaan sumber energi yang ramah lingkungan. Untuk itu, semakin didorong pembangunan ekonomi masyarakat melalui. Mulai dari bagian produktif sampai limbah yang selama ini dipandang sebagai sampah yang mengotori lingkungan. D. PENGEMBANGAN BIOGAS Pengembangan biogas dilakukan melalui tiga mekanisme yaitu: 1. Program Biogas Non Komersial (Investasi Pemerintah) dilakukan melalui pendanaan APBN. Sampai tahun 2013 telah dibangun sebanyak unit digester biogas dengan anggaran APBN Ditjen EBTKE. 2. Program Biogas Semi Komersial (Penerapan Subsidi Parsial) dilakukan melalui Program BIRU yang merupakan implementasi kerjasama Indonesia-Belanda. Dimulai sejak tahun 2009 dengan memberikan subsidi sebesar Rp 2 Juta per rumah tangga dan sisa biaya pembangunan ditanggung oleh rumah tangga. Sampai tahun 2015 telah dibangun unit digester biogas. 3. Program Biogas Komersial (Investasi Swasta) dilakukan melalui pengembangan pembangkit listrik berbasis biogas yang dilaksanakan dengan investasi swasta. Sampai tahun 2014 telah masuk ke ke jaringan PT PLN sebesar 1 MW dan off-grid sebesar 10 MW.

15 RENSTRA 12 Grafik 1.3 Volume Produksi Biogas (ribu m3/hari) 70,0 60,0 62,7 50,0 40,0 44,8 30,0 20,0 10,0 13,8 20,1 0, Kondisi Umum dan Capaian Bidang Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang dikategorikan sebagai sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal). Sedangkan sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Sehingga yang menjadi pengelolaan bidang aneka energi baru dan energi terbarukan adalah sebagai berikut: ENERGI BARU Batubara Tercairkan Gas Metana Batubara Batubara Tergaskan Nuklir Hidrogen ENERGI TERBARUKAN Aliran dan Terjunan Air Sinar Matahari Angin Gerakan dan Perbedaan Suhu Lapisan Laut

16 13 RENSTRA A. Energi Aliran dan Terjunan Air Peran tenaga air dalam bauran energi primer pembangkit tenaga listrik pada tahun 2013 adalah sekitar 7,7%, dimana pada tahun tersebut total kapasitas terpasang mencapai MW. Grafik 1.4 Energi Aliran dan Terjunan Air 439, 6% 62, 1% 587, 7% 24,03 % 6997, 86% PLN - PLTA PLN - PLTM IPP - PLTA IPP - PLTM Pemerintah - PLTMH Pelaku usaha/stakeholder di dalam pengelolaan energi dari tenaga air dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu PLN, IPP (Swasta) dan Pemerintah. Sampai dengan saat ini sebagian besar atau sekitar 92% kapasitas terpasang PLTA dibangun oleh PT PLN (Persero). Untuk mendorong percepatan pencapaian tingkat pemanfaatan energi air dan penciptaan iklim investasi yang kondusif dengan mendorong partisipasi swasta, maka Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi perlu menyempurnakan kebijakan yang dapat : mengatur harga listrik dari pembangkit listrik tenaga air mendorong peningkatan pemanfaatan energi air sebagai pembangkit listrik melalui skema harga yang menarik minat investor serta lembaga pendanaan secara spesifik memposisikan peran Pemerintah dalam meregulasi pemanfaatan energi air, serta mampu menyaring badan usaha yang mempunyai kemampuan cukup untuk mengembangkan PLTMH Kebijakan tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN(Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Air diatur dengan Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun 2014 dengan ketetapan harga sebagai berikut:

17 RENSTRA 14 No Tegangan Jaringan Listrik (Kapasitas Pembangkit) Lokasi/Wilayah PLTA Run Off River Tahun ke-1 s.d 8 Tahun ke-9 s.d 20 PLTA Waduk/Bendungan/Irigasi Tahun ke-1 s.d 8 Tahun ke-9 s.d 20 BU PLTA Sebelum Permen ESDM No. 12/ Jawa, Bali dan Madura x F 750 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,00 2 Tegangan Sumatera x F 751 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,10 3 Menengah Kalimantan dan Sulawesi x F 752 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,20 4 (s.d 10 MW) NTB dan NTT x F 753 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,25 5 Maluku dan Maluku Utara x F 754 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,30 6 Papua dan Papua Barat x F 755 x F 967,5 x F 675,5 x F 880 x F 1,60 7 Jawa, Bali dan Madura x F 770 x F x F 693 x F 970 x F 1,00 8 Sumatera x F 771 x F x F 693 x F 970 x F 1,10 9 Tegangan Rendah Kalimantan dan Sulawesi x F 772 x F x F 693 x F 970 x F 1,20 10 (s.d 250 MW) NTB dan NTT x F 773 x F x F 693 x F 970 x F 1,25 11 Maluku dan Maluku Utara x F 774 x F x F 693 x F 970 x F 1,30 12 Papua dan Papua Barat x F 775 x F x F 693 x F 970 x F 1,60 Faktor F Sampai dengan tahun 2014, Direktorat Jenderal EBTKE telah melakukan pembangunan 33 unit PLTMH di beberapa propinsi di Indonesia dengan total kapasitas 2.225,39 kw. Pembangunan PLTMH melalui APBN Ditjen EBTKE diutamakan untuk daerah daerah yang belum mendapatkan akses listrik dari PLN. Dari 33 unit PLTMH tersebut, jumlah KK yang terlistriki adalah sebanyak KK. Gambar 1.4 pembangunan 33 unit PLTMH di beberapa propinsi B. Energi Surya Pengembangan Pemanfaatan Energi Surya s.d tahun 2013 berkapasitas sebesar 67 MW, yang meliputi : Pembangkit milik PLN berupa 129 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 25 MW, serta Pembangkit yang dibangun oleh Pemerintah sebanyak 787 unit yang terdiri dari 5 unit PLTS Interkoneksi, PLTS Terpusat serta SHS dengan total kapasitas 42 MW untuk memenuhi listrik masyarakat di perdesaan, pulau terluar dan kawasan perbatasan.

18 15 RENSTRA No Provinsi Unit TOTAL Kap. (kw) Pembangunan PLTS Terpusat Off Grid KK Unit Kap. (kw) KK 1. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Bangka Belitung Lampung Kepulauan Riau DKI Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua TOTAL Pembangunan PLTS Interkoneksi 1 MW 1. Bangka Belitung Bali NTB Sulawesi Selatan TOTAL Pembangunan PLT Hybrid (Surya-Angin) 1. Aceh Riau Kepulauan Riau Kalimantan Barat Kalimantan Timur Kalimantan Utara Yogyakarta NTB NTT Maluku Utara Maluku Papua TOTAL Unit Kap. (kw) KK Unit Kap. (kw) KK Unit Kap. (kw) KK

19 RENSTRA 16 Untuk mendorong percepatan pencapaian tingkat pemanfaatan energi surya dan penciptaan iklim investasi yang kondusif dengan mendorong partisipasi swasta, telah ditetapkan regulasi yang mengatur tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik berdasarkan penawaran kuota kapasitas melalui Peraturan Menteri ESDM No. 17 Tahun Harga patokan tertinggi ditetapkan: 25 sen USD/kWh. 30 sen USD/kWh jika menggunakan modul PV dengan TKDN sekurangkurangnya 40% No. Kegiatan Badan Usaha PLN P E L A K U DJEBTKE Panitia Pelelangan MESDM Mulai Usulan Rincian Kuota 1. Penetapan Rincian Kuoto dan Lokasi tidak setuju ya Penetapan Perdirjen EBTKE 2. Pelelangan Kuota Kapasitas PLTS Fotovoltaik Pendaftaran & Pemasukan Penawaran Penetapan Pemenang Kuota PLTS Proses Pelelangan Penyampaian Daftar Peringkat 3. Pembukaan Rekening Bersama dan Penugasan kepada PLN Setor Dana ke Rekening Bersama Penyampaian Penetapan Pengembang Proses Penugasan kepada PLN 4. Penandatanganan PJBL Proses Penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik 5. Pembangunan PLTS Penyelesaian Pendanaan Penggunaan dana Rekening Bersama Pembangunan Selesai Gambar 1.5 Mekanisme Investasi PLTS Fotovoltaik Sesuai Permen ESDM No. 17/2013 Harga penawaran dalam pelelangan dipergunakan dalam perjanjian jual beli energi listrik, dimana harga pembelian berlaku selama 20 tahun dan dapat diperpanjang. Direncanakan jumlah kuota PLTS yang akan dilelang sekitar 140 MWp, yang tersebar di 80 lokasi di berbagai propinsi di Indonesia.

20 17 RENSTRA Gambar 1.6 Peta Lelang Kuota Kapasitas PLTS IPP Dalam rangka menyongsong kebijakan tersebut, maka sebagai percontohan usaha PLTS Interkoneksi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah membangun 5 unit PLTS Interkoneksi di Karang Asem, Bangli, Sumbawa, Bangka dan Pangkajene Kepulauan masing-masing berkapasitas 1 MW. Rumah Pembangkit Modul Surya (Photovoltaic) Inverter Panel Distributor 20 kv Gambar 1.7 PLTS Interkoneksi Kapasitas 1 MW di Kabupaten Karangasem, Bali

21 RENSTRA 18 C. Energi Angin Pengembangan Tenaga Angin sampai dengan tahun 2013 berkapasitas sebesar 1,3 MW, yang meliputi : 1,2 MW terinterkoneksi dengan jaringan PLN (on-grid) dan 0,1 MW off-grid. Pemanfaatan energi air skala kecil, energi surya dan energi angin umumnya diprioritaskan untuk percepatan elektrifikasi daerah perdesaan, daerah tertinggal dan daerah perbatasan/pulau terluar. Dalam rangka pelaksanaan Direktif Presiden yang dituangkan dalam Perpres No. 65/2011 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, Propinsi Papua dan Papua Barat menjadi prioritas sasaran dalam kegiatan pembangunan infrastruktur energi oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi sebagai berikut : Tahun 2012 sebesar 225 kw di 8 kabupaten dengan dana sebesar Rp ,- Tahun 2013 sebesar kw di 10 kabupaten dengan dana sebesar Rp ,- Tahun 2014 sebesar 352 kw di 11 kabupaten dengan dana sebesar Rp ,- serta pengalokasian dana DAK Bidang Energi Perdesaan yang tersebar di beberapa kabupaten untuk wilayah Papua dan Papua Barat adalah : Tahun 2012 tersebar di 25 kabupaten menerima Rp ,- atau 83% dari total anggaran sebesar Rp ,- Tahun 2013 tersebar di 18 kabupaten menerima Rp ,- atau 44% dari total anggaran sebesar Rp ,- Tahun 2014 tersebar di 22 kabupaten menerima Rp ,- atau 51% dari total anggaran sebesar Rp ,- Untuk program tahun 2015 Direktorat Jenderal Energi baru Terbarukan dan Konservasi Energi telah mengusulkan adanya ketersediaan anggaran untuk pembangunan PLTM Oksibil berkapasitas 1 MW serta PLTM Wabudori berkapasitas 3 MW melalui mekanisme multi years berdasarkan usulan Bupati Pegunungan Bintang dan Bupati Supiori. Terkait peningkatan pemanfaatan produk dalam negeri (TKDN) pada PLTS, TKDN antara 40% 43%, dimana kapasitas produksi lokal dapat mencapai 110MW per tahun. Sedangkan untuk peralatan PLTMH, TKDN pada pekerjaan sipil sudah mencapai 100%, namun untuk peralatan elektrik-mekanikal mencapai 80% - 90%.

22 19 RENSTRA Kondisi Umum dan Capaian Bidang Konservasi Energi Pelaksanaan Konservasi Energi menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pengusaha, dan masyarakat. Tanggung jawab Konservasi Energi oleh Pemerintah Pusat dan Daerah terkait dengan perumusan dan penetapan kebijakan dan program, pengembangan SDM, pelaksanaan sosialisasi, pengalokasikan dana, pemberian kemudahan dan atau insentif, pemberian bimbingan teknis, pelaksanan program, dan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan. Sedangkan masyarakat, termasuk pengusaha bertanggung jawab untuk mendukung dan melaksanakan konservasi energi, khususnya melalui program-program pemerintah di berbagai kementerian/lembaga terkait untuk mencapai target konservasi energi. Target konservasi energi dinyakatan dalam intensitas energi, merupakan indikator keberhasilan penerapan konservasi energi yang menunjukkan seberapa besar energi yang dapat dihemat untuk menghasilkan produk yang sama. Intensitas energi dapat dihitung dengan menggunakan data realisasi penggunaan energi final dan energi primer. Intensitas energi primer untuk menggambarkan intensitas seluruh rangkaian proses energi mulai dari sisi penyediaan (supply side) sampai energi final, sedang intensitas energi final untuk menggambarkan intensitas pemanfaatan energi pada sisi pengguna energi (demand side). Grafik dibawah ini menunjukkan indikator efisiensi energi nasional yang diukur berdasarkan intensitas energi primer dan energi final sejak tahun 2000 sampai tahun 2012 yang mengalami fluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian, kebijakan, harga, perilaku masyarakat dan situasi internasional. Grafik tersebut juga menggambarkan bahwa rasio efisiensi keseluruhan energi primer menjadi energi final mencapai rata - rata 63% per tahun. Pada periode tersebut, penurunan intensitas energi final rata-rata sebesar 0,7% per tahun.

23 RENSTRA 20 Grafik 1.5 Intensitas Energi Primer (EP) dan Energi Final (EF) SBM/Milyar Rupiah Intensitas EP Intensitas EF Keterangan: - Berdasarkan Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia Tidak termasuk biomass Penurunan intensitas ini didukung oleh berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Konservasi Energi secara berkelanjutan melalui program-program yang setiap tahun secara terus menerus dikembangkan dalam mendorong implementasi efisiensi energi, antara lain: 1. Program Kemitraan Konservasi Energi dan Manajemen Energi a. Memberikan audit energi gratis bagi bangunan gedung dan industri. b. Selama tahun , telah dilaksanakan audit energi bagi 974 industri dan bangunan yan terdiri dari 568 industri dan 398 bangunan. c. Pada tahun 2013, 60 bangunan gedung dan 108 industri telah diaudit. d. Menyusun Revisi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Manajer Energi. e. Menyediakan Sistem Pelaporan Manajemen Energi Melalui Pelaporan Berbasis Web-system. f. Implementasi SNI: ISO tentang Sistem Manajemen Energi pada industri tekstil, garmen, makanan & minuman, kertas dan indutri kimia dengan melakukan kegiatan:

24 21 RENSTRA - Sosialisasi kepada top level mangement industri. - Training ISO Mendidik 23 Calon Tenaga Ahli Nasional Sistem Manajemen Energi ISO dan telah selesai mengikuti rangkaian pelatihan. - Melakukan pendampingan terhadap 11 Pilot oleh para calon tenaga ahli nasional. g. Rekapitulasi hasil program kemitraan audit energi, penghematan energi umumnya didapat dengan melaksanakan rekomendasi hasil audit energi tanpa investasi (no cost) dan investasi rendah (low cost). Peluang penghematan energi yang lebih besar dapat dicapai jika rekomendasi hasil audit energi investasi menengah (medium cost) dan investasi tinggi (high cost) juga diimplementasikan. Beberapa rekomendasi belum diimplementasikan karena terbatasnya pembiayaan. Tabel 1.7 Hasil Program Kemitraan Audit Energi

25 RENSTRA 22 Tabel 1.8 Hasil Program Kemitraan Audit Energi Gambar 1.8 Pemberian Penghargaan Lomba Home and School Energy Champion

26 23 RENSTRA 2. Peningkatan Kesadaran Publik a. Melaksanakan seminar/workshop, penayangan iklan tentang penghematan energi di koran dan media elektronik, brosur, buletin dll b. Melaksanakan Lomba Hemat Energi tingkat nasional dan berpartisipasi pada ASEAN Energy Award for building and energy management. c. Menyusun Energy Efficiency Guidelines untuk bangunan gedung d. Melaksanakan lomba hemat energi untuk gedung komersial, gedung Pemerintah dan gedung BUMN, serta lomba home and school energy champion. Gambar 1.9 Pemberian Penghargaan Efisiensi Energi Nasional 3. Pengembangan Sumber Daya Manusia a. Pengembangan Standar Kompetensi bagi manajer dan auditor energi b. Mempersiapkan Lembaga Sertifikasi oleh HAKE (Himpunan Ahli Konservasi Energi) c. Melaksanakan Sertifikasi Manajer Energi: 84 orang d. Melaksanakan Sertifikasi Auditor Energi: 39 orang e. Menciptakan 23 orang Tenaga Ahli Nasional Sistem Manajemen Energi/ISO Standar dan Label Peralatan rumah tangga atau home appliances, seperti lampu, lemari pendingin, pengkondisi udara, kipas angin, penanak nasi, balas elektronik, dan motor listrik masuk kedalam peralatan rumah tangga yang wajib untuk dicantumkan label standar peralatan hemat energi. Standar dan label hemat energi merupakan instrumen

27 RENSTRA 24 kebijakan untuk mendorong efisiensi energi peralatan pemanfaat energi. Kebijakan ini umum diterapkan untuk peralatan yang banyak digunakan masyarakat dan secara kumulatif signifikan mengkonsumsi energi. Untuk Indonesia, peralatan rumah tangga seperti lampu, lemari pendingin, pengkondisi udara, kipas angin, penanak nasi, balas elektronik, serta komponen utama mesin industri seperti motor listrik merupakan obyek kebijakan standar dan label yang sudah dan sedang disusun oleh Kementerian ESDM. Untuk mendorong perusahan manufaktur meningkatkan kualitas produk khususnya dalam hal energi efisiensi, standar dan label hemat energi peralatan sudah diterapkan pada lampu swabalast dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 tahun 2011 tentang Pelabelan Hemat Energi untuk Lampu Swabalast. 60 lumen/watt 8W20SP Gambar 1.10 Label Hemat Energi Berdasarkan Permen ESDM No. 06/2011 Indonesia mengadopsi label komparatif dengan 4 (empat) tingkat hemat energi dan ditandai dengan jumlah bintang sesuai tingkatan levelnya untuk memberikan informasi kepada konsumen. Semakin banyak bintang suatu produk CFL, semakin tinggi tingkat hemat energinya. Makin banyak bintang, makin hemat (maksimum 4 bintang). Label hemat energi untuk CFL ini dikombinasikan dengan kebijakan standar tingkat efisiensi energi minimum (Minimum Energy Performance Standard/MEPS) produk CFL pada batas bawah bintang 1 (satu). Dengan demikian, semua produk CFL yang beredar di Indonesia wajib memiliki batas minimal performance efisiensi tersebut. Label energi efisiensi energi yang sudah dilakukan yaitu untuk Lampu CFL adalah sebagai pioneer labelisasi peralatan listrik rumah tangga (2011). Sampai saat ini sebanyak 7 manufaktur telah mencantumkan label pada produk lampu CFL.

28 25 RENSTRA Kebijakan standar dan label tersebut dapat dikombinasikan ataupun diterapkan secara terpisah untuk tiap jenis peralatan, tergantung dari karakter/jenis peralatan dengan mempertimbangkan efektifitas penerapan kebijakannya. Dalam mewujudkan keberhasilan penerapan kebijakan standar dan label hemat energi pada peralatan pemanfaat energi di rumah tangga, Kementerian ESDM bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk pelaksanaan produksinya dan pengawasannya. 5. Pelaksanaan Inpres No.13 Tahun 2011 Dalam rangka lebih meningkatkan penghematan energi dan air dengan tetap memperhatikan kebutuhan energi dan air serta prinsip keadilan dalam pemanfaatannya, Presiden Republik Indonesia telah beberapa kali mengeluarkan Instruksi Presiden sejak tahun 1982 dan terakhir adalah Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air. Inpres ini dimaksudkan untuk melakukan langkah-langkah dan inovasi penghematan energi dan air di lingkungan intansi pemerintah dan/atau BUMN dan BUMD, membentuk gugus tugas di lingkungan masing-masing, melakukan sosialisasi, mendorong masyarakat termasuk perusahaan swasta oleh pemerintah daerah, dan membentuk Tim Nasional Penghematan Energi dan Air. Pada tanggal 29 Mei 2012, Presiden Republik Indonesia telah menyampaikan pidato bertema Gerakan Penghematan Energi Nasional Tahun Dalam pidatonya, Presiden RI menyampaikan 5 (lima) kebijakan, yaitu pengendalian sistem distribusi BBM di setiap SPBU, pelarangan kendaraan pemerintah menggunakan BBM subsidi, baik pusat maupun daerah serta BUMN maupun BUMD, pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan, konversi BBM ke bahan bakar gas untuk transportasi, penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD serta penghematan penerangan jalan. Upaya dan tindakan nyata pengurangan pemakaian energi dan air dilakukan melalui gerakan penghematan energi dan air yang dipelopori oleh instansi pemerintah sebagai contoh bagi masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memenuhi Gerakan Penghematan Energi Nasional Tahun 2012 diantaranya sosialisasi, publikasi di media cetak dan elektronik, penerbitan Peraturan Menteri ESDM No 12, 13 dan 14 tahun 2012, pendistribusian stiker Pelarangan Kendaraan Dinas Menggunakan BBM Bersubsidi, pengawasan di SPBU, Pelarangan Kendaraan Perkebunan dan Pertambangan Menggunakan BBM Bersubsidi, pembangunan SPBU bergerak (mobile), pembangunan SPBG, pemasangan unit konverter kit di kendaraan umum dan dinas, penandatangan kontrak pembangunan

29 RENSTRA 26 bengkel untuk pemasangan dan pemeliharaan kendaraan berbahan bakar gas, dan pelaksanaan uji coba pemasangan Sistem Teknologi Informasi bengkel dan SPBG. 6. Pilot Project Efisiensi Energi pada Penerangan Jalan Umum (PJU) Penerangan Jalan Umum (PJU) adalah salah satu target penghematan energi di sektor publik sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden No. 13 tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air. Salah satu upaya penghematan di PJU adalah memperkenalkan teknologi efisiensi energi untuk lampu, khususnya lampu Light Emitting Diode (LED). Untuk memperkenalkan teknologi LED di PJU telah dilaksanakan sejumlah kegiatan antara lain penyusunan studi potensi penghematan energi dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan penerapan lampu LED di PJU di 22 kota (Smart Street Lighting Initiative SSLI), penyusunan pedoman perencanaan dan penerapan penerangan jalan umum (PJU) LED, dan sejumlah pilot project PJU LED di beberapa kota. 7. Pengembangan Clearing House Sebagai upaya memberikan informasi penghematan energi kepada masyarakat, pengelolaan Pusat Informasi tentang Konservasi Energi dan Efisiensi Energi terus menerus dikembangkan. Gambar 1.11 Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI)

30 27 RENSTRA Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI) merupakan fasilitas jasa pelayanan informasi di bawah Kementerian ESDM yang bertujuan untuk mempromosikan, menguatkan, dan memperkaya kegiatan Konservasi Energi di Indonesia. EECCHI berfungsi sebagai unit atau wadah pelayanan informasi, promosi, dan kemitraan untuk meningkatkan upaya-upaya efisiensi dan konservasi di berbagai sektor pengguna energi final, seperti sektor industri, transportasi, rumah tangga, komersil, dan lainnya. Sebagai suatu wadah untuk memberikan pelayanan informasi, mengumpulkan dan mengolah informasi secara sistematis, EECCHI akan berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan konservasi energi melalui berbagai program sosialisasi, pelatihan, lokakarya, dan lain-lain. Pusat fasilitas pelayanan informasi EECCHI telah diresmikan pada tanggal 24 Maret 2011 di Jakarta. Peranan penting EECCHI adalah meningkatkan kepedulian masyarakat untuk melaksanakan kegiatan konservasi energi melalui beberapa kegiatan yang diadakan antara lain pelatihan (training), workshop, konferensi, dan seminar. Tugas dan fungsi Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI): 1. Memberikan Pelayanan Informasi Konservasi & Efisiensi Energi a. Website, portal informasi, dan kalkulator energi b. Best practices konservasi dan efisiensi energi c. Database konservasi dan efisiensi energi d. Studi kebijakan pemerintah e. Perpustakaan & publikasi 2. Memfasilitasi hubungan antar pihak a. Instansi pemerintah pusat dan daerah b. Industri c. Transportasi d. Rumah tangga e. Komersial f. Lainnya g. Penyedia jasa dan peralatan energi h. Lembaga keuangan i. Lembaga donor j. Akademisi k. Masyarakat 3. Mengangkat isu konservasi & efisiensi energi di Indonesia a. Sosialisasi konservasi dan efisiensi energi b. Kegiatan pelatihan, konferensi, lokakarya

31 RENSTRA 28 c. Dukungan untuk Gedung Hemat Energi d. Kompetisi Hemat Energi e. Proyek Percontohan Efisiensi Energi f. Demonstrasi Kantor Hemat Energi 1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Potensi dan Permasalahan Pengembangan Panas Bumi Energi panas bumi merupakan energi setempat yang tidak dapat ditransportasikan dan memiliki karakteristik berbeda-beda untuk setiap lokasi (site specific). Indonesia memiliki sumber panas bumi yang sangat melimpah, tersebar sepanjang jalur sabuk gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku serta merupakan potensi panas bumi terbesar di dunia. Mengacu pada hasil penyelidikan panas bumi yang telah dilakukan oleh Badan Geologi, KESDM hingga tahun 2013 telah teridentifikasi sebanyak 312 titik potensi panas bumi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan total potensi sebesar MW. Namun, pemanfaatan panas bumi untuk pembangkitan tenaga listrik, saat ini masih rendah jika dibandingkan dengan potensi sumber daya dan cadangan yang ada, dimana pengembangan energi panas bumi baru mencapai 1.403,5 MW atau sebesar 4,8% dari potensi yang ada. Gambar 1.12 Peta Persebaran Potensi Panas Bumi

32 29 RENSTRA No Pulau 1 Sumatera 2 Jawa 3 Bali-Nusa Tenggara 4 Kalimantan 5 Sulawesi 6 Maluku 7 Papua TOTAL Jumlah Lokasi Total Terpasang Grafik 1.6 Perbandingan Potensi dan Kapasitas Terpasang Panas Bumi Potensi Panas Bumi (MW) Kapasitas Terpasang (MW) , SUMATERA JAWA BALI-NUSA TENGGARA KALIMANTAN SULAWESI MALUKU PAPUA Sampai tahun 2015 terdapat 67 WKP Panas Bumi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang terdiri 19 WKP Eksisting (WKP yang ditetapkan sebelum berlakunya UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi), 46 WKP yang telah ditetapkan setelah terbit UU No. 27 Tahun 2003, serta 2 WKP Panas Bumi setelah terbitnya UU No. 21 Tahun 2014.

33 RENSTRA 30 Tabel 1.9 WKP Panas Bumi Sebelum UU No. 27 Tahun 2003 No. PROVINSI KABUPATEN KAP. PLTP OPERATOR (MW) I. SUMATERA UTARA 1 Sibayak (Lau Debuk-Debuk) Karo 12 PT Pertamina Geothermal Energy 2 Sibual-Buali Tapanuli Selatan - Konsorsium Medco II. BENGKULU 3 Hululais - Tambang Sawah Rejang Lebong - PT Pertamina Geothermal Energy III. SUMATERA SELATAN 4 Lumut Balai Muara Enim - PT Pertamina Geothermal Energy IV. JAMBI 4 Sungaipenuh Kerinci - PT Pertamina Geothermal Energy V. LAMPUNG 6 Ulubelu Tanggamus 110 PT Pertamina Geothermal Energy VI. JAWA BARAT 7 Cibeureum - Parabakti Bogor Sukabumi 377 Chevron Geothermal Salak - KOB PT PGE 8 Pengalengan Bandung 227 PT Star Energy - KOB PT PGE Gunung Patuha Bandung 55 PT Geo Dipa Energi - Ap PT PGE & PT PLN 9 Kamojang Garut 200 PT Pertamina Geothermal Energy Darajat Garut 270 Chevron Geothermal Indonesia - KOB PT PGE 10 Karaha-Cakrabuana Tasikmalaya - PT Pertamina Geothermal Energy VII. JAWA TENGAH 11 Dieng Wonosobo Banjarnegara 60 PT Geo Dipa Energi - AP PT PGE & PT PLN VIII. JAWA TIMUR 12 Iyang-Argopuro Probolinggo - PT Pertamina Geothermal Energy IX. BALI 13 Buyan Bratan (Bedugul) Buleleng - PT Bali Enrgy Limited - KOB PT PGE X. SULAWESI UTARA 14 Lahendong-Tompaso Minahasa 80 PT Pertamina Geothermal Energy 15 Kotamobagu Bolaang Mongondow Timur - PT Pertamina Geothermal Energy XI. PENGUSAHAAN DALAM SKALA KECIL 16 Cibuni Bandung (Jabar) - PT Yala Tekno Geothermal 17 Ciater Tangkuban Perahu Bandung (Jabar) - PT Wahana Sambadha Sakti 18 Tulehu Maluku (Ambon) - PT PLN (Persero) 19 Ulumbu Manggarai (NTT) 10 PT PLN (Persero) T O T A L 1.401

34 31 RENSTRA Tabel 1.10 WKP Panas Bumi Setelah Undang-Undang No. 27 tahun 2003 NO WKP Nomor KEPMEN ESDM POTENSI (MW) LOKASI 1 WKP GUNUNG UNGARAN 1789.K/33/MEM/ Kab. Semarang dan Kab. Kendal, Jabar 2 WKP CISOLOK SUKARAME 1937.K/30/MEM/ Kab. Sukabumi, Jabar 3 WKP JAILOLO 1787.K/33/MEM/ Kab. Halmahera Barat, Maluku Utara 4 WKP SEULAWAH AGAM 1786.K/33/MEM/ Kab. Aceh Besar, Aceh 5 WKP GUNUNG TAMPOMAS 1790.K/33/MEM/ Kab. Sumedang dan Kab. Subang, Jabar 6 WKP TELAGA NGEBEL 1788.K/33/MEM/ Kab. Ponorogo dan Madiun, Jatim 7 WKP G TANGKUBAN PERAHU 2995.K/30/MEM/ Kab. Subang, Kab. Bandung dan Kab. Purwakarta, Jabar 8 WKP SOKORIA 1534.K/30/MEM/ Kab. Ende, NTT 9 WKP JABOI 1514.K/30/MEM/ Kota Sabang, Aceh 10 WKP SIPOHOLON RIA RIA 2961 K/30/MEM/ Tapanuli Utara, Sumut 11 WKP GUNUNG TALANG BUKIT KILI 2777 K/30/MEM/ Solok 12 WKP SORIK MARAPI SAMPURAGA 2963 K/30/MEM/ Kab. Mandailing Natal, Sumut 13 WKP KALDERA DANAU BANTEN 0026 K/30/MEM/ Kab. Serang & Kab. Pandeglang, Banten 14 WKP BLAWAN IJEN 2472 K/30/MEM/ Kab. Bondowoso, Kab. Banyuwangi & Situbondo, Jatim 15 WKP HU'U DAHA 2473 K/30/MEM/ Kab. Dompu, NTT 16 WKP ATADEI 2966 K/30/MEM/ Kab. Lembata, NTT 17 WKP MARANA 2964 K/30/MEM/ Kab. Donggala, Sulteng 18 WKP SUWAWA 0025 K/30/MEM/ Kab. Bone Bolango dan Kota Gorontalo, Gorontalo 19 WKP SONGA WAYAUA 2965 K/30/MEM/ Kab. Halmahera Selatan, Maluku Utara 20 WKP G. RAJABASA 0211 K/30/MEM/ Lampung Selatan, Lampung 21 WKP SUOH SEKINCAU 2478 K/30/MEM/ Lampung Barat, Lampung 22 WKP LIKI PINANGAWAN 1086 K/30/MEM/ Solok, Sumbar 23 WKP GUCI 1556 K/30/MEM/ Tegal,Brebes,Pemalang, Jateng 24 WKP BATURADEN 1557 K/30/MEM/ Banyumas,Tegal,Brebes,Purbalingga,Pemalang, Jateng 25 WKP. RANTAU DEDAP 0155 K/30/MEM/ Muara Enim, Lahat, Kota Paga Alam, Sumsel 26 WKP. BONJOL 1150 K/30/MEM/ Pasaman, Sumatera Barat 27 WKP. DANAU RANAU 1151 K/30/MEM/ WKP. MATALOKO 1152 K/30/MEM/ Ngada, NTT Ogan Komering Ulu Selatan dan Lampung Barat, Sumatera Selatan dan Lampung 29 WKP. CIREMAI 1153 K/30/MEM/ Kuningan dan Majalengka, Jawa Barat 30 WKP. GUNUNG ENDUT 1154 K/30/MEM/ Lebak, Banten 31 WKP SIMBOLON SAMOSIR 1827 K/30/MEM/ Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan dan Dairi, Sumatera Utara 32 WKP WAY RATAI 1825 K/30/MEM/ Pesawaran, Tanggamus & Kota Bandar Lampung, Lampung 33 WKP CANDI UMBUL TELOMOYO 1826 K/30/MEM/ Semarang, Magelang, Boyolali, Temanggung, Kota Salatiga, Jawa Tengah 34 WKP BORA PULU 1828 K/30/MEM/ Sigi dan Kota Palu, Sulawesi Tengah 35 WKP GUNUNG LAWU 2518 K/30/MEM/ Karanganyar, Sragen, Wonogiri, ngawi, Magetan, Jawa Timur dan Jawa Tengah 36 WKP SEMBALUN 2848 K/30/MEM/ Lombok Timur, NTB 37 WKP OKA ILE ANGE 2849 K/30/MEM/ Flores Timur, NTT 38 WKP KEPAHIANG 2847 K/30/MEM/ Kepahiang dan Rejang Lebong, Bengkulu 39 WKP GRAHO NYABU 2781 K/30/MEM/ Merangin dan Kerinci 40 WKP GUNUNG ARJUNO WELIRANG 2773 K/30/MEM/ Mojokerto, Pasuruan, Malang dan Kota Batu 41 WKP GUNUNG PANDAN 2774 K/30/MEM/ Bojonegoro, Nganjuk dan Madiun 42 WKP GUNUNG WILIS 2775 K/30/MEM/ Nganjuk, Kediri, Tulungagung, Ponorogo dan Madiun

35 RENSTRA 32 Tabel 1.11 WKP Panas Bumi Setelah Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 NO WKP Nomor KEPMEN ESDM POTENSI (MW) LOKASI 1 WKP GUNUNG GEUREUDONG 4283 K/30/MEM/ Kab. Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Aceh Utara 2 WKP GUNUNG GALUNGGUNG 4284 K/30/MEM/ Kab. Tasikmalaya, Garut, dan Kota Tasikmalaya Dalam rangka mempercepat pengembangan panas bumi pada wilayah terbuka yang belum dapat ditetapkan menjadi WKP, Pemerintah memberikan Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi kepada Badan Usaha. Wilayah terbuka yang ditetapkan menjadi Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan harus memiliki kriteria : 1. Wilayah tersebut mempunyai potensi panas bumi yang besar dan/atau kebutuhan listrik di daerah tersebut tinggi 2. Wilayah tersebut mempunyai infrastruktur serta jaringan transmisi nasional yang memadai 3. Wilayah tertingal (frontier/remote area) yang secara potensi dan teknis apabila dikembangkan potensi panas bumi di daerah tersebut akan membawa multiplier effect yang signifikan. Diharapkan dari hasil Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi, wilayah terbuka yang memiliki potensi panas bumi yang dapat dikembangkan dapat ditetapkan menjadi WKP Potensi Pengembangan Bio Energi Indonesia sebagai negara agraris yang terletak di daerah khatulistiwa merupakan negara yang kaya akan potensi bioenergi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam bentuk cair (biodiesel, bioethanol), gas (biogas), padat maupun sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Melalui pemanfaatan teknologi bioenergi, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan ketahanan energinya, namun juga mempunyai kesempatan yang besar di dalam memberikan kontribusi terhadap penyediaan energi bersih kepada masyarakat dunia. Salah satu bentuk Penyediaan energi bersih kepada masyarakat dunia tersebut antara lain melalui penyediaan biodiesel. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia seharusnya mempunyai potensi untuk menjadi salah satu penghasil biodiesel terbesar. Saat ini, kapasitas terpasang biodiesel yang berasal dari kelapa sawit telah mencapai 6,3 juta kl/tahun. Selain minyak kelapa sawit, limbah dari industri kelapa sawit juga memiliki potensi yang besar untuk diolah menjadi sumber energi. Industri lain yang mempunyai potensi dalam pengembangan bioenergi adalah industri gula untuk pengolahan bioetanol dan penyediaan tenaga listrik nasional. Oleh karena itu, sejak akhir 2008, Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memberlakukan kewajiban pemanfaatan biodiesel dan bioethanol secara bertahap terutama pada sektor transportasi darat

36 33 RENSTRA Gambar 1.13 Peta Persebaran Produksi Biodiesel Bentuk penyediaan energi bersih lainnya berupa pembangkit listrik berbasis bioenergi. Bioenergi dapat dikonversi menjadi listrik dengan memanfaatkan bahan bakar dari BBN, biogas, maupun biomassa diantaranya : 1) Pengembangan listrik berbasis biomassa berbahan baku limbah pertanian, perkebunan dan sampah kota. 2) Pengembangan listrik berbasis biogas berbahan baku limbah cair pabrik kelapa sawit dan limbah industri lainnya (tapioka, tahu, dll). 3) Pengembangan listrik berbasis rumput laut dan Crude Palm Oil (CPO). Bahan baku rumput laut dimanfaatkan menjadi biogas dan diubah menjadi energi listrik dengan produk sampingan berupa pupuk. Pemanfaatan CPO sebagai bahan bakar PLTD akan memberikan dampak yang signifikan bagi pengurangan penggunaan devisa Negara dalam kegiatan impor bahan bakar minyak (BBM) fosil. Rencananya akan dilakukan pembangunan PLT Berbasis rumput laut dan CPO menggunakan ABPN Kementerian ESDM TA 2016.

37 RENSTRA 34 No Potensi Umum (MWe) Unit Tabel 1.12 Potensi Limbah Biomassa Menjadi Listrik Sumatera Kalimantan Jawa- Bali- Madura Nusa Tenggara Sulawesi Maluku Papua Total 1 Kelapa Sawit MWe Tebu MWe Karet MWe Kelapa MWe Padi MWe Jagung MWe Ubi Kayu MWe Kayu MWe Sapi MWe Sampah Kota MWe Total Potensi MWe Tabel 1.13 Kapasitas Terpasang On Grid PLT Biomassa, Biogas dan Sampah Kota s.d Mei 2015 NO NAMA PERUSAHAAN PT Riau Prima Energy PT Growth Sumatra 1 PT Listrindo Kencana PT Indah Kiat Pulp & Paper PT Belitung Energy Permata Hijau Sawit COD PT Pelita Agung PT Growth Sumatra PT Growth Asia PT Navigat Organic PT Navigat Organic PT Growth Asia PT Navigat Organic PT Navigat Organic JENIS KONTRAK Excess power Excess power IPP Excess power IPP Excess power Excess power Excess power Excess power IPP IPP Excess power Riau LOKASI PLN WILAYAH JENIS BIOMASA Sumatera Utara Bangka Riau Belitung Riau Riau Sumatera Utara Sumatera Uta ra Bekasi Bali Sumatera Utara 2012 IPP Bekasi 2013 IPP Bekasi PLN Wilayah Riau PLN Wilayah Sumut PLN Wilayah Bangka PLN Wilayah Riau PLN Wilayah Babel PLN Wilayah Riau PLN Wilayah Riau PLN Wilayah Sumut PLN Wilayah Sumut PLN Dist Jabar PLN Dist Bali PLN Wilayah Sumut PLN Dist Jabar PLN Dist Jabar KONTRAK (MW) Palm Waste 5 Palm Waste 9 Palm Waste 5 Palm Waste 2 Palm Waste 7 Palm Waste 2 Palm Waste 5 Palm Waste 10 Palm Waste 10 Municipal Solid Waste Municipal Solid Waste Palm Waste 10 Municipal Solid Waste Municipal Solid Waste

38 35 RENSTRA Tabel 1.14 Kapasitas Terpasang On Grid PLT Biomassa, Biogas dan Sampah Kota s.d Mei 2015 NO 15 NAMA PERUSAHAAN COD JENIS KONTRAK PT Austindo ANE 2014 IPP Belitung LOKASI PLN WILAYAH JENIS BIOMASA KONTRAK (MW) PLN Wilayah Babel POME PT PLN 2014 PLN Gorontalo 17 PT Rimba Palma PT Victorindo PT Harkat Sejahtera 2015 Excess power Excess Power Excess power Jambi Sumatera Utara Sumatera Utara PLN Sulutenggo PLN Wilayah S2JB PLN Wilayah Sumut PLN Wilayah Sumut Tongkol Jagung 0.4 Palm Waste 10 Palm Waste 3 Palm Waste 10 TOTAL KAPASITAS ONGRID Potensi Pengembangan Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Indonesia memiliki potensi energi aneka energi baru terbarukan cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah, namun sampai saat ini pemanfaatannta masih sangat kecil. Hal ini dapat dilihat pada data sebagai berikut : NO ENERGI TERBARUKAN SUMBER DANA (SD) KAPASITAS TERPASANG (KT) RASIO KT/SD (%) =4/3 1 Tenaga Air MW MW 9,4% 2 Mini/Mikro Hidro 769,69 MW 512 MW 66% 3 Tenaga Surya 4,80 kwh/m2/day 76,82 MW - 4 Tenaga Angin 3 6 m/s 1,33 MW - Adapun lokasi potensi tersebut dapat dilihat pada peta sebaran potensi untuk energi air, energi surya, energi angin dan energi laut berikut ini serta rencana pengembangan pemanfaatan setiap jenis energi sebagai berikut :

39 RENSTRA 36 Gambar 1.14 Peta Potensi Energi Air per Propinsi Gambar 1.15 Peta Potensi Energi Mini/Mikrohidro

40 37 RENSTRA Upaya pengembangan kapasitas terpasang pembangkit air : 1. Memanfaatkan Bendung atau Bendungan/Waduk yang telah terbangun agar lebih cepat menambah jumlah pasokan listrik dengan kapasitas sekitar 750 MW, dengan kelebihan-kelebihan: a. Tidak perlu pembebasan lahan untuk daerah genangan ataupun lokasi bendungan; b. Tidak perlu membangun infrastruktur baru (bendung atau Bendungan); c. Dekat dengan daerah layanan, termasuk sistem transmisi; d. Tidak perlu perizinan yang terlalu rumit; e. Dapat diaplikasikan BJPSDA secara langsung sebagai sumber pembiayaan OP Waduk dan Konservasi. 2. Pengembangan tenaga air berkapasitas sampai dengan 10 MW melalui kebijakan Feed in Tariff 3. Koordinasi dengan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dalam rangka Fasilitasi pembangunan PLTA pada program FTP2. NO NAMA PROYEK PEMILIK LOKASI 1 PLTA Upper Cisokan (4 x 260 MW) KAPASITAS A. Potensi Energi Surya Indonesia yang merupakan negara tropis memiliki potensi energi surya yang sangat besar karena wilayahnya yang terbentang melintasi garis khatulistiwa, dengan besar radiasi penyinaran 4,80 kwh/m2/hari. Energi surya dikonversi langsung dan bentuk aplikasinya dibagi menjadi dua jenis, yaitu solar thermal untuk aplikasi pemanasan dan solar photovoltaic untuk pembangkitan listrik. (MW) ESTIMASI COD PLN Jawa Barat PLTA Jatigede (2 x 55 MW) PLN Jawa Barat PLTA Asahan 3 (2 x 87 MW) PLN Sumatera Utara PLTA Masang 2 (55 MW) PLN Sumatera Barat PLTA Hasang (40 MW PT Binsar Natorang Energi Sumatera Utara PLTA Peusangan (83 MW) Kons. PT Ingako Kospo Posco Dongbu Eng 7 PLTA Semangka (2 x 28 MW) PT Tanggamus Electric Power Nangroe Aceh Darussalam Lampung PLTA Wampu (3 x 15 MW) PT Wampu Electric Power Sumatera Utara PLTA Bonto Batu (110 MW) PT Enrekang Hydro Power Sulawesi Selatan PLTA Malea (2 x 45 MW) PT Malea Energy Sulawesi Selatan

41 RENSTRA 38 Gambar 1.16 Peta Potensi Energi Surya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan teknologi pembangkit listrik yang dapat diterapkan di semua wilayah. Instalasi, operasi, dan perawatan PLTS sangat mudah sehingga mudah diadopsi oleh masyarakat. Hambatan utama pasar PLTS adalah biaya investasi per Watt daya terbangkitkan masih relatif mahal dan beberapa bahan baku komponen PLTS khususnya sel surya masih harus diimport. Oleh karena itu penumbuhan industri sel surya lokal menjadi sangat strategis dalam pengembangan PLTS di masa mendatang. Disamping itu, kebijakan feed in tariff yang menarik bagi investor juga menjadi hal yang sangat penting bagi pertumbuhan investasi swasta dalam pembangunan PLTS. Pemerintah melakukan upaya peningkatan pemanfaatan energi matahari untuk pembangkit listrik dengan membangun PLTS Terpusat maupun PLTS Hybrid di wilayah-wilayah yang belum terjangkau listrik di seluruh pelosok Indonesia. Upaya Pemerintah ini turut mendukung berkembangnya industri surya nasional. Perkembangan PLTS di dalam negeri saat ini sudah cukup pesat karena beberapa keunggulan PLTS diantaranya: - Sumber energi matahari tersedia di seluruh lokasi permukaan bumi dengan jumlah yang berlimpah sehingga tidak pernah menimbulkan konflik sosial terhadap penggunaan sumber energi matahari;

42 39 RENSTRA - Teknologi PLTS mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat awam, dapat dipasang oleh tenaga lokal, dapat dioperasikan oleh pengguna dengan perawatan yang sangat lokal; - PLTS sangat bersahabat dengan lingkungan, tidak menghasilkan emisi gas, tidak bising, bekerja pada temperaturruang, dan tidak ada resiko bencana terhadap keselamatan manusia juga lingkungan; - Perangkat PLTS sudah banyak tersedia di pasar dengan beragam pilihan daya, harga dan kualitas B. Potensi Energi Angin Secara alamiah potensi energi angin di Indonesia relatif kecil karena terletak di daerah khatulistiwa. Namun demikian ada daerah-daerah yang secara geografi merupakan daerah angin karena merupakan wilayah nozzle effect atau penyempitan antara dua pulau atau daerah lereng gunung antara dua gunung yang berdekatan. Sumber energi bayu berasal dari pergerakan udara akibat perubahan temperatur udara karena pemanasan dari radiasi matahari. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) adalah pembangkit listrik energi terbarukan yang tumbuh pesat di berbagai negara maju. Adapun di Indonesia teknologi turbin angin yang modern belum sepenuhnya dikuasai, sehingga masih dibutuhkan riset yang intensif untuk mengembangkan turbin angin yang cocok dengan kondisi potensi energi angin di Indonesia. Pemerintah membutuhkan upaya untuk melakukan komersialisasi teknologi baru PLTB, disamping mendorong manufaktur lokal untuk mengembangkan kapasitas produksinya. Di Indonesia, pertumbuhan investasi swasta dalam pembangunan PLTB juga harus dipacu oleh kebijakan feed in tariff yang menarik bagi investor. Selain itu layak dipertimbangkan juga untuk mengembangkan mekanisme insentif bagi pengguna energi terbarukan khususnya PLTB. Walaupun biaya investasi per daya terbangkitkan relatif masih mahal, tetapi biaya pokok produksi listrik relatif bersaing dengan sistem pembangkit listrik energi terbarukan lainnya.

43 RENSTRA 40 Gambar 1.17 Peta Potensi Energi Angin Indonesia Tabel 1.15 Potensi Energi Angin Indonesia Kelas Kec. Angin (m/s) Daya Spesifik (W/m2) Jumlah Lokasi Kurang Potensial < 3,0 < Potensi Rendah (Skala Kecil) Potensi Menengah (Skala Menengah) Potensi Tinggi (Skala Besar) 3,0 4,0 < ,1 5, > 5,0 > Daerah/Wilayah Sumbar, Bengkulu, Jambi, Jateng, NTB, Kalses, NTT, Sultra, Sulut, Maluku Lampung, DIY, Bali, Jatim, Jateng, NTB, Kalsel, NTT, Sultra, Sulut, Sulteng, Sumut, Sulbar Bengkulu, Banten, DKI, Jateng, Jatim, NTB, NTT, Sultra, Sulteng, Gorontalo, Sulsel DIY, Jateng, Sulsel, NTB, NTT, Sulut

44 41 RENSTRA Tabel 1.16 Potensi Energi Angin Indonesia (Ketinggian 50 meter) Kelas Kec. Angin Daya Spesifik Jumlah (m/s) (W/m2) Lokasi Kurang Potensial < 3,0 < Potensi Rendah (Skala Kecil) 3,0 4,0 < Potensi Menengah (Skala Menengah) 4,1 5, Potensi Tinggi (Skala > 5,0 > Besar) Daerah/Wilayah Maluku, Papua, Sumba, Mentawai, Bengkulu, Jambi, NTT, NTB, Sultra, Sulut, Sumut Jateng, Maluku, DIY, Lampung, Kalsel, NTT, NTB, Sultra, Sulteng, Sulut, Sumut Jateng, DIY, Jatim, Bali, Ben gkulu, NTT, NTB, Sulsel, Sulteng Banten, DKI, Jateng, DIY, NTT, NTB, Sultra, Sulut, Sulsel C. Potensi Energi Laut Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki wilayah laut terbesar. Sekitar dua per tiga wilayah Indonesia adalah laut. Indonesia memiliki pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada. Hal tersebut menjadi keuntungan bagi Indonesia dari segi besarnya potensi energi laut. Energi laut yang dihasilkan dari gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut (samudera) merupakan sumber energi di perairan laut yang berupa energi pasang surut, energi gelombang, energi arus laut, dan energi perbedaan suhu lapisan laut. Gambar 1.18 Peta Potensi Arus Pasang Surut Laut

45 RENSTRA 42 Energi pasang surut di wilayah Indonesia terdapat pada banyak pulau. Cukup banyak selat sempit yang membatasinya maupun teluk yang dimiliki masing-masing pulau. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan energi pasang surut. Saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan listrik. Sampai saat ini belum ada penelitian untuk pemanfaatan energi pasang surut yang memberikan hasil yang cukup signifikan di Indonesia. Di Indonesia beberapa daerah yang mempunyai potensi energi pasang surut adalah Bagan Siapi-api yang pasang surutnya mencapai 7 meter, Teluk Palu yang struktur geologinya merupakan patahan (Palu Graben) sehingga memungkinkan gejala pasang surut, Teluk Bima di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kalimantan Barat, Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa yang pasang surutnya bisa mencapai lebih dari 5 meter. Berdasarkan pola arus di perairan Indonesia pada kondisi pasang purnama, saat pasang tertinggi (kecepatan arus laut maksimum) dan pada kondisi pasang perbani, saat surut terendah (kecepatan arus laut minimum), diketahui bahwa secara umum kecepatan arus yang ada tidak terlalu besar, kecuali pada daerah Selat Bali, Selat Lombok dan Selat Makassar. Saat ini pemanfaatan arus laut untuk pembangkitan tenaga listrik sudah sampai pada tahap implementasi (pilot project) dalam skala kecil oleh beberapa institusi dan perguruan tinggi. Gambar 1.19 Peta Potensi Panas Laut

46 43 RENSTRA Untuk lautan di wilayah Indonesia, dengan potensi termal 2,5 x Joule dan efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga persen dapat dihasilkan daya sekitar MW. Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 6-9 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari 20 km dari pantai didapatkan suhu rata-rata permukaan laut di atas 28 C dan didapatkan perbedaan suhu permukaan dan kedalaman laut (1.000 m) sebesar 22,8 C. Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan permukaan dan kedalaman lautan (650 m) lebih tinggi dari 20 C. Dengan potensi tersebut, konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik di Indonesia. Tidak jauh berbeda dengan energi pasang surut, energi panas laut di Indonesia juga baru mencapai tahap penelitian. Gambar 1.20 Peta Potensi Gelombang Laut Gelombang tercipta terutama akibat hembusan angin di permukaan laut. Selama ada perbedaan suhu udara di suatu daerah dengan daerah lainnya akan menimbulkan angin yang membentuk gelombang jika melewati laut. Kekuatan gelombang bervariasi di setiap lokasi. Daerah samudera Indonesia sepanjang pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara adalah lokasi yang memiliki potensi energi gelombang cukup besar berkisar antara kw per meter gelombang. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi gelombang di beberapa titik di Indonesia bisa mencapai 70 kw/m di beberapa lokasi. Pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat juga berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kw/m.

47 LKj RENSTRA Karakteristik energi gelombang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan energi kota-kota pelabuhan dan pulau-pulau terpencil di Indonesia. Sayangnya, pengembangan teknologi pemanfaatan energi gelombang di Indonesia saat ini meskipun cukup menjanjikan namun masih belum optimal. Pemanfaatan energi gelombang yang sudah diaplikasikan di Indonesia baik oleh lembaga litbang (BPPT, PLN) maupun institusi pendidikan lainnya baru pada tahap penelitian Potensi Pelaksanaan Konservasi Energi Potensi penghematan energi dalam penerapan konservasi energi secara nasional sangat besar dan berdasarkan draf Rencana Induk Konservasi Energi Nasional tahun 2013 telah diidentifikasi gambaran potensi penghematan energi untuk masing-masing kelompok pengguna energi: Gelombang tercipta terutama akibat hembusan angin di permukaan laut. Selama ada perbedaan suhu udara di suatu daerah dengan daerah lainnya akan menimbulkan angin yang membentuk gelombang jika melewati laut. Kekuatan gelombang bervariasi di setiap lokasi. Daerah samudera Indonesia sepanjang pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara adalah lokasi yang memiliki potensi energi gelombang cukup besar berkisar antara kw per meter gelombang. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi gelombang di beberapa titik di Indonesia bisa mencapai 70 kw/m di beberapa lokasi. Pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat juga berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kw/m. Karakteristik energi gelombang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan energi kota-kota pelabuhan dan pulau-pulau terpencil di Indonesia. Sayangnya, pengembangan teknologi pemanfaatan energi gelombang di Indonesia saat ini meskipun cukup menjanjikan namun masih belum optimal. Pemanfaatan energi gelombang yang sudah diaplikasikan di Indonesia baik oleh lembaga litbang (BPPT, PLN) maupun institusi pendidikan lainnya baru pada tahap penelitian. SEKTOR Industri Komersial Transportasi Rumah Tangga Lainnya (Pertanian, Konstruksi, dan Pertambangan) Tabel 1.17 Potensi Penghematan Energi PENGHEMATAN ENERGI 10 30% 10 30% 15 35% 15 30% 25% TARGET PENGHEMATAN ENERGI (2025) 19,7% 24,2% 19,4% 23,5% 12,7% Sumber: Draf RIKEN 2013

48 45 RENSTRA 1.3. TANTANGAN DAN PERMASALAHAN SUB SEKTOR EBTKE Tantangan dan Permasalahan Bidang Panas Bumi Tantangan permasalahan yang dihadapi oleh Sektor Panas Bumi salah satunya mengenai area prospek pengembangan Panas Bumi yang berada pada kawasan hutan (Lindung dan Konservasi) dan perkebunan. Dari 299 titik potensi yang ada, sekitar MW (15%) berada dalam wilayah hutan konservasi dan sekitar MW (18%) berada dalam wilayah hutan lindung. Di sisi lain, regulasi sektor kehutanan belum menunjang percepatan Panas Bumi di Kawasan Hutan. Oleh karena itu, perlu dilakukan terobosan agar pengembangan panas bumi dapat dilakukan namun tetap mempertimbangkan kelestarian hutan khususnya pada kawasan hutan konservasi. Regulasi mengenai tentang panas bumi turut menjadi kendala dalam pengembangan Panas Bumi. Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tentang Panas Bumi, kegiatan Panas Bumi dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan dimana kegiatan tersebut tidak diizinkan di kawasan hutan (Lindung dan Konservasi), saat ini UU tentang Panas Bumi dalam tahap pembahasan oleh Tim Pansus DPR RI. Regulasi yang mengatur mengenai harga listrik panas bumi belum mengakomodir kapasitas pembangkitan dan temperatur reservoir dari sistem panas bumi, khususnya Harga Uap/Listrik Panas Bumi untuk low dan medium entalphy dan skala kecil (<10MW). Akibatnya, proses negosiasi kontrak membutuhkan waktu yang lama. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi juga perlu direvisi dan disinkronisasi dengan Peraturan Menteri ESDM dalam rangka pengaturan proses lelang WKP Panas Bumi. Selain itu, perlu juga ditetapkan pembebasan PPN atas Impor Barang Kegiatan Eksploitasi Panas Bumi untuk Pengembang setelah Berlakunya UU No 27/2003. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap PMK 70/2013 agar dapat diberikan pembebasan PPN atas impor barang untuk kegiatan eksploitasi panas bumi bagi pemegang IUP Pengembangan usaha Panas Bumi juga mengalami kendala dari segi pendanaan dan pelaksanaan tupoksi. Dari segi pendanaan, jaminan kelayakan usaha belum memenuhi kebutuhan investor. Selain itu, sektor perbankan kurang tertarik untuk membiayai pengembangan Panas Bumi. SOP untuk pemanfaatan Fasilitas Dana Panas Bumi belum ditetapkan. Laporan RENSTRA Kinerja DITJEN Direktorat EBTKE Jenderal EBTKE Tahun 2014

49 RENSTRA 46 Pada pelaksanaan tupoksi, kendala yang ditemui yaitu terbatasnya Sumber Daya Manusia yang kompeten dalam pengelolaan bidang Panas Bumi sehingga beban kerja di Direktorat Panas Bumi tinggi. Selain itu, kendala yang masih ditemui yaitu belum efektifnya knowledge sharing, koordinasi dengan instansi terkait, dan sistem pengawasan dalam melaksanakan tupoksi Tantangan dan Permasalahan Bidang Bio Energi Beberapa hal yang perlu disempurnakan dalam pengembangan bioenergi adalah: 1. Regulasi untuk jaminan penyediaan bahan baku BBN dan PLT Bioenergi seperti DMO dan Kebun Energi 2. Pengaturan harga baik untuk BBN maupun listrik berbasis bioenergi 3. Regulasi untuk penyiapan peralatan pengguna BBN 4. Mendorong mekanisme Public Private Partnershio untuk pengembangan PLT sampah kota 5. Pengaturan pengembangan BBN secara terintegerasi hulu-hilir 6. Pendanaan untuk ivestasi sarana dan prasana pencampuran dan distribusi 7. Pengaturan terkait investasi 8. Insentif dan disinsentif fiskal (PPN masukan dan keluaran, cukai BBN, bea keluaran CPO/Biodiesel) 9. Kesiapan sektor pengguna khususnya industri kendaraan bermotor dan peralatan berat 10. Pengaturan sanksi 11. Kebijakan fiskal yang berkelanjutan Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, telah disusun strategi strategi sebagai berikut: 1. Koordinasi intensif dengan instansi terkait 2. Penyusunan roadmap pengadaan dan pemanfaatan BBN 3. Mendorong riset dan pengembangan bahan baku BBN 4. Pengaturan bahan baku antara lain dedicated land (lahan khusus untuk BBN) termasuk penyediaan lahan 5. Penyusunan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap bahan baku 6. Penetapan harga untuk bahan baku dan BBN 7. Penyiapan infrastruktur blending BBN-BBM melalui APBN untuk daerah terpencil (fasilitas produksi, blending untuk depo depo kecil) 8. Melakukan revisi SNI BBN sehingga lebih sesuai dengan standard sejenis di internasional.

50 47 RENSTRA Tantangan dan Permasalahan Bidang Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kendala Investasi - Kendala utama yang sering dialami adalah masalah lahan, karena sebagian besar potensi energi air berada di kawasan hutan konservasi. Sehingga dalam perencanaannya perlu koordinasi dengan pihak kehutanan,padahal dalam pengelolaan pembangkit listrik ada upaya menjaga catchment area dengan pelestarian hutan agar sumber air yang tersedia tidak mengalami penurunan debit yang mengakibatkan kurang optimalnya pengoperasian PLTMH/PLTM tersebut. Hal ini dialami juga pada program pembangunan 10 unit PLTA program FTP II. Sehingga estimasi COD akan dicapai antara tahun 2018 sampai dengan Investasi pemanfaatan energi surya di Indonesia masih sangat mahal yang diakibatkan industri dalam negeri belum mampu memproduksi sell surya seperti negara maju lainnya. Sehingga sel surya yang saat ini masih impor. Sementara bahan baku pasir kwarsa tersedia di beberapa lokasi.. - saat ini swasta kurang berminat untuk melakukan usaha penyediaan energi karena harga jual energi belum sesuai dengan keekonomiannya, disamping daya beli masyarakat perdesaan yang rendah. - Keberadaan potensi energi seperti aliran dan terjunan air, rata-rata terdapat di lokasi pedalaman yang cukup jauh dari industri atau pemukiman. Kendala pembangunan infrastruktur energi di daerah off-grid - Usulan pembangunan PLTMH maupun PLTS untuk listrik perdesaan melalui APBN, di beberapa daerah belum didukung adanya perencanaan yang baik. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya kemampuan SDM di bidang energi baru terbarukan di daerah. - Masih rendahnya kemampuan masyarakat pengelola aset pembangkit energi terbarukan dalam mengoperasikan dan memelihara instalasi pembangkit listrik PLTMH atau PLTS. - Proses penyerahan aset fisik energi terbarukan yang memakan waktu cikup lama, sementara untuk unur batere pada PLTS hanya sekitar 2 (dua) tahun. Hal ini akan berakibat kegiatan pemeliharaan atau revitalisasi aset masih menjadi tanggung jawab Diirektorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.

51 RENSTRA 48 - Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan tindak lanjut kehadiran proyek pemerintah, bahwa dalam memanfaatkan energi listrik perlu adanya biaya untuk mengoperasikan dan memelihara sarana pembangkit listrik tersebut. - Implementasi kegiatan di daerah yang cukup sulit dan kurang kondusifnya keamanan kurang diminati oleh pelaksana pembangunan, walaupun telah dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah setempat.sulitnya pengawasan pengelolaan instalasi energi baru terbarukan pada lokasi yang sangat jauh dan sulit aksesbilitasnya Tantangan dan Permasalahan Bidang Konservasi Energi Tantangan dalam pelaksanaan penerapan konservasi energi yang telah diidentifikasi, antara lain: a. Regulasi yang masih terbatas; b. Harga energi relatif masih murah (subsidi energi yang tinggi); c. Sistem pendanaan investasi program energi efisiensi dan konservasi energi belum memadai; d. Insentif untuk pelaksanaan energi efisiensi dan konservasi energi belum memadai; e. Disinsentif untuk pengguna energi yang tidak melaksanakan efisiensi energi dan konservasi energi belum dilaksanakan secara konsisten; f. Tingkat kesadaran hemat energi bagi pengguna masih rendah; g. Daya beli teknologi/peralatan yang efisien/hemat energi masih rendah; h. Kurangnya koordinasi antar instansi dalam menyusun peraturan teknis yang mengatur kewajiban pelaksanaan konservasi energi; i. Pengetahuan dan pemahaman terhadap pentingnya dan manfaat konservasi energi masih terbatas; j. Terbatasnya jumlah tenaga latih untuk manajer dan auditor energy; dan k. Sistem monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan Konservasi Energi lintas sektor belum tersedia.

52 BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS

53

54 49 RENSTRA II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS 1.1. VISI DAN MISI Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka Visi Pembangunan Nasional untuk tahun adalah: Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong Untuk mewujudkan Visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan, yaitu: 1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; 2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum; 3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim; 4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. 5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; 6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional; dan 7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Misi pembangunan tersebut kemudian dirumuskan ke dalam 9 program prioritas yang dikenal dengan Nawacita yakni: 1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara; 2) Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; 3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI; 4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; 5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; 6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional

55 RENSTRA 50 7) Mewujudkan Kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor sektor strategis ekonomi domestik; 8) Melakukan revolusi karakter bangsa; 9) Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Program program tersebut sejalan dengan kebijakan pengembangan EBTKE untuk mewujudkan kedaulatan energi melalui peningkatan kapasitas terpasang energi baru terbarukan serta penerapan konservasi energi dalam mewujudkan perilaku yang hemat energi. Produksi Biodiesel 4,3-10 juta KL Pilot Project PLT Arus Laut 1 MW Produksi Bioethanol 0,34-0,93 juta KL Pilot Project Reaktor Daya PLTN 10 MW BAURAN EBT 10%-16% INTENSITAS ENERGI PRIMER 463,2 SBM/MILIAR RP. Pembangunan perkebunan bioenergi Tambahan Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT 7,5 GW Konservasi Energi: Audit Energi, SKEM, Label HE, ISO 50001, Sosialisasi, ESCO, Pilot Projet PJU HE Gambar 2.1 Arah Kebijakan dan Strategi bidang EBTKE (Buku I RPJMN ) ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI: 1. Meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam bauran energi: (i) insentif dan harga yang tepat untuk mendorong investasi; (ii) pemanfaatan aneka energi baru terbarukan dan bioenergi untuk pembangkit listrik dan (iii) pemanfaatan bahan bakar nabati. 2. Meningkatkan Aksesibilitas: penyediaan listrik untuk pulau-pulau dan desa-desa terpencil termasuk desa nelayan bila mungkin dengan energi surya dan energi terbarukan lainnya. 3. Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi: (i) kampanye hemat energi, (ii) pengembangan insentif dan mekanisme pendanaan utk pembiayaan upaya efisiensi energi; (iii) peningkatan kemampuan teknis manajer dan auditor energi; (iv) peningkatan peran dan kapasitas perusahaan layanan energi (ESCO), (v) pengembangan penggunaan sistem dan teknologi hemat energi di industri, (vi) optimalisasi instrumen kebijakan konservasi energi (PP No. 70/2009 tentang Konservasi Energi). 4. Memanfaatkan potensi sumber daya air untuk PLTA, diantaranya : (i) insentif untuk percepatan pembangunan PLTA, yaitu dispensasi pemanfaatan kawasan hutan untuk pembangunan PLTA, pengaturan harga jual listrik dan penyediaan lahan, (ii) penyederhanaan regulasi dan dokumen persyaratan perizinan pembangunan PLTA.

56 51 RENSTRA 1.2. TUJUAN Tujuan merupakan intisari dari visi, yaitu kondisi yang ingin dicapai pada tahun Tujuan tersebut merupakan suatu kondisi yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan sesuai dengan tugas dan fungsi KESDM. Masing-masing tujuan memiliki sasaran dan indikator kinerja yang harus dicapai melalui strategi yang tepat, serta juga harus dapat menjawab tantangan yang ada. NO TUJUAN SASARAN STRATEGIS 1 Terjaminnya penyediaan energi dan bahan baku domestik 1. Meningkatkan kapasitas penyediaan energi fosil 2. Meningkatkan alokasi energi domestik 3. Meningkatkan akses dan infrastruktur energi 4. Meningkatkan diversifikasi energi 5. Meningkatkan efisiensi energi dan pengurangan emisi 6. Meningkatkan produksi mineral dan PNT INDIKATOR KINERJA Terwujudnya optimalisasi penerimaan negara dari sektor ESDM 3 Terwujudnya subsidi energi yang lebih tepat sasaran dan harga yang kompetitif 4 Terwujudnya peningkatan investasi sektor ESDM 5 Terwujudnya manajemen dan SDM yang profesional serta peningkatan kapasitas IPTEK dan pelayanan bidang geologi 7. Mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor ESDM 8. Mewujudkan subsidi energi yang lebih tepat sasaran 9. Meningkatkan investasi sektor ESDM 10. Mewujudkan manajemen dan SDM yang profesional 11. Meningkatkan kapasitas IPTEK 12. Meningkatkan kualitas informasi dan pelayanan bidang geologi Untuk mendukung tujuan Kementerian ESDM selama 5 tahun ke depan, uraian tujuan sesuai tugas dan fungsi Direktorat Jenderal EBTKE adalah sebagai berikut: TUJUAN 1: Terjaminnya penyediaan energi dan bahan baku domestik

57 RENSTRA 52 SASARAN 4: Meningkatkan diversifikasi energi No Indikator Kinerja Satuan Target Kapasitas terpasang pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan MW a. PLTP b. PLT Bioenergi c. PLTA dan PLTMH d. PLTS e. PLT Bayu/Hybrid f. PLT Arus Laut 2 Produksi biofuel a. Biodiesel b. Bioethanol MW MW MW MW MW MW Juta KL Juta KL Juta KL ,21 7,08 0,13 Kapasitas terpasang pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) tahun 2015 ditargetkan sebesar MW dan direncanakan meningkat menjadi MW pada tahun Kapasitas pembangkit EBT tercatat cukup besar, namun sesungguhnya belum sepenuhnya memiliki tingkat produksi listrik yang paling maksimal. a. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sampai dengan akhir tahun 2014, kapasitas terpasang pembangkit listrik yang berasal dari energi panas bumi mencapai 1.403,5 MW. Target rencana kapasitas terpasang PLTP pada tahun 2019 mencapai 3.194,5 MW atau terdapat tambahan kapasitas sebesar MW pada periode Grafik 2.1 Kapasitas Terpasang PLTP MW ,5 1403,

58 53 RENSTRA Dalam rangka mendorong peningkatan kapasitas terpasang PLTP, Pemerintah telah menetapkan kebijakan, diantaranya: 1) Peningkatan dan harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang undangan dan turunannya di bidang Panas Bumi, diantaranya: a. Perubahan kedua PP No. 59 Tahun 2007 akan segera diterbitkan. b. Pembahasan Revisi Permen ESDM No. 11 Tahun 2009 dengan pokok substansi memperjelas metode evaluasi pada pelaksanaan pelelangan WKP Panas Bumi sebagaimana tertuang pada draf RPP No. 59 Tahun 2007; c. Harga listrik panas bumi akan semakin menarik melalui penyempurnaan Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012 yaitu penerapan Harga Patokan Tertinggi (HPT) dengan mekanisme yang lebih sesuai untuk mendorong investasi panas bumi. Pertimbangan kebijakan harga dengan konsep HPT ini mempunyai kelebihan diantaranya memberikan harga yang tetap menarik (ceiling price), mempersingkat negosiasi PPA, adanya eskalasi (harga HPT merupakan best price), jaringan transmisi dihitung terpisah, dan mempertimbangkan medium dan low entalphy. 2) Pemberian insentif fiskal bagi pengembangan panas bumi. 3) Kontribusi panas bumi dalam program percepatan MW Tahap II sebesar MW pada 52 proyek PLTP. b. Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi yang terdiri dari PLT biogas, biomass dan sampah kota direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun 2015 sebesar MW dan meningkat menjadi MW tahun 2019, dengan rencana tambahan pembangunan sekitar 1.131,4 MW selama 5 tahun melalui pendanaan APBN sebesar 18,6 MW dan swasta sebesar 1.112,8 MW. c. PLTA dan PLTMH Direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun 2015 sebesar MW dan meningkat menjadi MW tahun 2019, dengan rencana tambahan pembangkit sebesar 2.510,7 MW selama 5 tahun. Pembangunan untuk 5 tahun tersebut yang menggunakan anggaran APBN Direktorat Jenderal EBTKE direncanakan sekitar 11,5 MW, dana transfer pusat ke daerah melalui program Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Perdesaan sebesar 48,2 MW, dan swasta atau IPP sebesar MW.

59 RENSTRA 54 d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Direncanakan memiliki kapasitas terpasang sebesar 76,9 MW tahun 2015 dan meningkat menjadi 260,3 MW tahun 2019, dengan rencana tambahan pembangkit sebesar 189,3 MW selama 5 tahun, terdiri dari APBN Direktorat Jenderal EBTKE sebesar 15,4 MW, DAK Bidang Energi Perdesaan sebesar 33,9 MW dan swasta atau IPP sebesar 140 MW yang dilaksanakan melalui lelang kuota berdasarkan Permen ESDM No. 17/2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN dari PLTS Fotovoltaik. Selain itu regulasi mengenai harga jual beli listrik dari PLTS Roof Top diharapkan dapat segera ditetapkan sehingga dapat mendorong capaian kapasitas tenaga listrik dari tenaga surya. e. Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bayu/Hybrid Direncanakan memiliki kapasitas terpasang tahun 2015 sebesar 5,8 MW dan meningkat menjadi 47 MW tahun 2019, dengan rencana tambahan pembangkit sebesar 43,9 MW selama 5 tahun, terdiri dari APBN sebesar 4,2 MW, DAK sebesar 3,7 MW dan selebihnya oleh swasta sebesar 36 MW. Peran pengembangan PLT Bayu/Hybrid oleh swasta perlu didukung oleh Peraturan Menteri ESDM yang mengatur mengenai kegiatan usaha dan harga pembelian tenaga listrik dari PLT Bayu. f. Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Arus Laut Sampai dengan saat ini PLT Arus Laut yang telah dikembangkan masih pada tahap pilot project dan bukan untuk pengembangan secara komersil. Direncanakan pada tahun 2019 dapat dikembangkan PLT Arus Laut dengan kapasitas 1 MW yang beroperasi secara komersil. Produksi biofuel atau bioenergi dalam bentuk cair yang sering disebut dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) terdiri dari biodiesel, bioetanol, dan minyak nabati murni yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM a. Produksi Biodiesel Pada tahun 2014 total kapasitas terpasang biodiesel berdasarkan Izin Usaha Niaga BBN adalah 5,6 juta KL sedangkan biodiesel yang diproduksi adalah sebesar 3,9 juta KL. Minat investasi di industri biodiesel terus mengalami peningkatan sejak diberlakukannya program mandatori biodiesel pada tahun Total pemanfaatan biodiesel untuk kebutuhan domestik pada 2014 sebesar 1,8 juta KL atau meningkat 76% dibandingkan tahun sebelumnya.

60 55 RENSTRA b. Produksi Bioethanol Sedangkan untuk industri bioetanol total kapasitas terpasang sampai dengan tahun 2014 adalah sebesar 0,4 juta KL, namun masih belum berjalan sesuai mandatori dikarenakan masih minimnya kesiapan infrastruktur penyaluran. Grafik 2.2 Kapasitas Terpasang Biofuel Kapasitas Terpasang (Ribu KL) SASARAN 5: Meningkatkan efisiensi energi dan pengurangan emisi No Indikator Kinerja Satuan Target Intensitas Energi SBM/miliar Rp 463,2 2 Penurunan Emisi CO 2 Juta Ton 28,48 Intensitas Energi merupakan parameter untuk menilai efisiensi energi di sebuah negara, yang merupakan jumlah konsumsi energi per Produksi Domestik Bruto (PDB). Semakin rendah angka intensitas energi, semakin efisien penggunaan energi disebuah negara. Pada tahun 2015 intensitas sebesar 482,2 setara barel minyak (SBM) per miliar rupiah dan diproyeksikan menurun menjadi 463,2 SBM/miliar rupiah pada tahun Emisi CO2 atau Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara alamiah meningkat seiring dengan peningkatan penyediaan dan pemanfaatan energi. Upaya yang dilakukan adalah diversifikasi energi dari fosil fuel ke energi terbarukan, dan melakukan konvervasi energi. Dalam rangka mengendalikan emisi tersebut ditargetkan penurunan emisi pada tahun 2015 sebesar 14,71 juta ton dan pada tahun 2019 penurunan mencapai 28,48 juta ton. TUJUAN 2: Terwujudnya optimalisasi penerimaan negara dari sektor ESDM

61 RENSTRA 56 SASARAN 7: Mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor ESDM No Indikator Kinerja Satuan Target Penerimaan Negara Sektor ESDM (Panas Bumi) TriliunRp 0, Grafik 2.3 Penerimaan Negara Sektor ESDM PNBP Komponen Pajak , ,39 343,79 568,08 967,83 955,10 661,04-171,70 108,64 676,44 411,34 420,76 459,57 322,51 327,41 330,38 180,18 172,17 116, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sub Sektor Panas Bumi dari Tahun 2005 hingga Tahun 2015 (realisasi sampai Bulan September) mencapai Rp ,23 Miliar. Nilai tersebut merupakan bagian dari Setoran Bagian Pemerintah yang bersumber dari pengelolaan Panas Bumi yang sebesar Rp 9.445,15 Miliar ( realisasi sampai Bulan September), sedangkan yang menjadi komponen pajak adalah sebesar Rp 4.012,09 Miliar. Nilai PNBP yang diperoleh selain dipengaruhi oleh kondisi lapangan atau teknis, juga dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Untuk mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak panas bumi tahun diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan penerimaan negara yang telah ada, diantaranya: 1) Pemberlakuan Pajak penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh DTP) bagi pengusaha panas bumi yang ijin atau kontraknya ditandatangani sebelum ditetapkannya UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, sehingga dapat dihitung PNBP yang akan disetorkan ke rekening KUN.

62 57 RENSTRA 2) Melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam rangka peningkatan penerimaan Negara melalui monitoring dan evaluasi serta penyusunan dan penyempurnaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi. TUJUAN 4: Terwujudnya peningkatan investasi ESDM SASARAN 9: Meningkatkan investasi sektor ESDM No Indikator Kinerja Satuan Target Investasi Sektor ESDM (EBTKE) a. Panas Bumi b. Bioenergi c. Aneka EBT d. Konservasi Energi Miliar US$ Miliar US$ Miliar US$ Miliar US$ Miliar US$ 3,707 1,300 0,400 2,000 0,007 Investasi dari Sub Sektor EBTKE pada tahun 2019 direncanakan dapat mencapai US$ 3,707 Miliar. Melalui Kebijakan Energi Nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014, ditargetkan bauran energi dari Energi Baru Terbarukan pada tahun 2025 adalah sebesar 23% dari bauran energi nasional, dan untuk mencapai target tersebut diperlukan investasi yang besar. Instrumen instrumen yang diperlukan untuk mendorong investasi juga telah dan akan dikeluarkan oleh Pemerintah. a. Panas Bumi UU Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Energi dan UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, mengamanatkan untuk memprioritaskan kepentingan bangsa untuk mendukung pembangunan nasional melalui pengembangan sumber energi baru terbarukan, dengan mendorong partisipasi pemerintah dan swasta untuk tercapainya peningkatan investasi. Beberapa peluang investasi dalam UU Panas Bumi diantaranya: 1) Peningkatan investasi melalui pelelangan WKP, Penugasan Survei Pendahuluan 2) Peningkatan investasi terhadap berkembangnya usaha penunjang panas bumi baik usaha jasa penunjang panas bumi maupun usaha industri penunjang panas bumi 3) Pengembangan infrastruktur pertambangan panas bumi (terutama diluar Jawa) b. Bioenergi Tantangan-tantangan yang mempengaruhi pengembangan bioenergi khususnya terkait dengan investasi di bidang bioenergi, dapat dikelompokkan dalam empat kelompok utama yaitu: 1) Ketersediaan bahan baku menjadi syarat utama dalam melakukan investasi di bidang bioenergi, namun terkadang sumber bahan baku berbasis bioenergi yang berasal dari sumber daya hayati tidak dikhususkan untuk menjadi bioenergi atau merupakan hasil sampingan dari suatu unit usaha (byproduct). Oleh krena itu, sumber bahan baku menentukan keberlanjutan proyek pengembangan di bidang bioenergi.

63 RENSTRA 58 2) Pengembangan teknologi bioenergi masih memerlukan dukungan pemerintah untuk dapat bersaing dengan teknologi energi konvensional yang telah lama digunakan oleh masyarakat, baik dari sisi kehandalan maupun dari sisi ekonomis. Hal tersebut dikarenakan masih sedikit penyedia teknologi di bidang bioenergi sehingga pilihan investasi pada peralatan menjadi terbatas. 3) Kelembagaan pengelolalaan yang baik khususnya terkait pengembangan sampah kota menjadi energi, merupakan hal utama yang perlu diperhatikan. Kelembagaan tersebut dimulai dari sisi hulu yaitu pengelolaan sampah sebagai bahan baku energi hingga hilir yaitu pengelolaan pembangkit listrik berbasis sampah kota, merupakan hal yang sangat berbeda dari sisi pekerjaan dan memerlukan keahlian khusus pada setiap sektornya, sehingga kelembagaan pengelolaan yang terintegrasi dan baik mutlak diperlukan untuk pengembangan energi berbasis sampah kota. 4) Sumber pendanaan khususnya yang berasal dari pinjaman, memerlukan jaminan dari ketiga sektor diatas yang telah disebutkan sebelumnya. Dimana pihak penyedia pendanaan memerlukan jaminan ketersediaan bahan baku, teknologi dan pengelolaan yang baik dalam mengembangkan invetasi di bidang bioenergi. Oleh karena itu, untuk mendorong pihak-pihak penyedia pendanaan pada tahap awal diperlukan peran besar pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Oleh karena itu, saat ini pemerintah mendorong penciptaan iklim investasi yang kondusif melalui penetapan feed in tarrif untuk pembangkit listrik berbasis bioenergi dan mandatori penggunaan BBN. c. Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Untuk meningkatkan investasi dan mempercepat pengembangan energi terbarukan dari tenaga air, Pemerintah menerbitkan Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Air Dengan Kapasitas Sampai Dengan 10 MW Oleh PT. PLN (Persero) yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun Regulasi tersebut mengamanatkan PT. PLN (Persero) untuk membeli tenaga listrik dari PLTA dengan kapasitas sampai dengan 10 MW dari badan usaha yang telah memiliki Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan telah ditetapkan sebagai Pengelola Tenaga Air, baik PLTA yang memanfaatkan tenaga dari aliran/terjunan air di sungai atau PLTA yang memanfaatkan tenaga air dari waduk/bendungan maupun saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna. Badan usaha yang dimaksud dapat berupa BUMN, BUMD, badan usaha swasta yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, atau swadaya masyarakat yang didirikan untuk berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik. Hingga Desember 2015, terdapat 109 badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Pengelola Tenaga Air oleh Direktorat Jenderal EBTKE, terdiri dari 27 badan usaha kategori Baru (setelah terbitnya Permen ESDM 19/2015) dan 82 badan usaha kategori Peralihan (sebelum terbitnya Permen ESDM 19/2015), dengan jumlah kapasitas total sebesar 496,677 MW dan total nilai investasi sebesar Rp 10,22 Triliun.

64 59 RENSTRA Adapun untuk meningkatkan investasi di bidang energi surya, Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik. Pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik berdasarkan pada penawaran Kuota Kapasitas, yaitu jumlah maksimum kapasitas PLTS Fotovoltaik yang dapat diinterkoneksikan pada suatu sistem/subsistem jaringan tenaga listrik milik PT.PLN (Persero). Dengan adanya regulasi ini, PT.PLN (Persero) memiliki kewajiban untuk membeli seluruh tenaga listrik yang dihasilkan dari PLTS Fotovoltaik dari badan usaha yang ditetapkan sebagai pemenang lelang Kuota Kapasitas. Badan usaha tersebut dapat berupa BUMN, BUMD, badan usaha swasta yang berbadan hukum Indonesia, dan koperasi yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik. Pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik dilakukan melalui mekanisme pelelangan umum untuk semua kapasitas terpasang dengan harga patokan tertinggi sebesar USD 25 sen/kwh. Namun apabila PLTS Fotovoltaik menggunakan modul fotovoltaik dengan tingkat komponen dalam negeri sekurang-kurangnya 40% (empat puluh persen), maka diberikan insentif dan ditetapkan dengan harga patokan tertinggi sebesar USD 30 sen/kwh. Harga patokan tertinggi tersebut sudah termasuk seluruh biaya interkoneksi dari PLTS Fotovoltaik ke titik interkoneksi di jaringan tenaga listrik milik PT.PLN (Persero). Harga pembelian tenaga listrik dituangkan dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dan berlaku untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang, termasuk penetapan harga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hingga saat ini terdapat 6 badan usaha yang menjadi pemenang pelelangan Kuota Kapasitas dengan kapasitas total sebesar 13 MW. Tabel 2.1 Rekapitulasi Pelelangan Kuota Kapasitas PLTS Fotovoltaik No LOKASI KAPASITAS (MWp) PENGEMBANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK (sen US$/kWh) 1 Kupang, NTT 5 PT. LEN Industri 25 2 Atambua, NTT 1 PT. Global Karya Mandiri 25 3 Kotabaru, Kalsel 2 PT. Global Karya Mandiri 25 4 Gorontalo, Gorontalo 2 PT. Brantas -Adyawinsa KSO Maumere, Ende 2 PT. Indo Solusi Utama Sumba Timur, NTT 1 PT. Buana Multi Techindo d. Konservasi Energi Sejalan dengan UU No. 30 Tahun 2007 dang PP No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyiapkan kerangka regulasi untuk mendorong penerapan konservasi energi, termasuk menyiapkan regulasi terkait insentif dan disinsentif. Beberapa kebijakan dan program yang mendorong investasi yang mendukung konservasi energi antara lain:

65 RENSTRA 60 1) Penyusunan dan penetapan peraturan menteri tentang pemberian insentif bagi pengguna energi dan/atau produsen peralatan hemat energi yang berhasil melaksanakan konservasi energi pada periode waktu tertentu. 2) Penyusunan dan penetapan peraturan menteri tentang Standar Kinerja Energi Minimum atau SKEM (Minimum Energy Performance Standards MEPS) dan penerapan label hemat energi untuk membatasi peralatan pemanfaat energi yang boros dan mendorong produksi dan/atau penjualan peralatan yang hemat energi; 3) Penerapan manajemen energi, terutama bagi pengguna energi sama dengan atau di atas 6000 TOE dengan melakukan audit energi berkala, penunjukkan manajer energi, penerapan rekomendasi audit energi serta pelaporan pelaksanaan manajemen energi ke Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; 4) Penyiapan Profil Investasi Konservasi Energi sebagai pedoman investasi untuk proyek konservasi energi, khususnya yang telah diidentifikasi melalui Program Kemitraan Audit Energi 1.3. SASARAN STRATEGIS Sasaran merupakan kondisi yang diingin dicapai oleh Direktorat Jenderal EBTKE setiap tahun. Sasaran ditetapkan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai selama 5 tahun. Sasaran strategis Direktorat Jenderal EBTKE selama 5 tahun mulai tahun adalah sebagai berikut TUJUAN 1 : Terjaminnya penyediaan energi dan bahan baku domestik SASARAN 4 : Meningkatkan diversifikasi energi Target No Indikator Kinerja Satuan Kapasitas terpasang MW , , , , ,2 pembangkit listrik EBT a. PLTP b. PLT Bioenergi c. PLTA dan PLTMH d. PLTS e. PLT Bayu/Hybrid f. PLT Arus Laut 2 Produksi biofuel a. Biodiesel b. Bioethanol MW MW MW MW MW MW Juta KL Juta KL Juta KL 1.438, , ,7 76,9 5,8 0,0 4,07 3,91 0, , , ,0 92,1 11,5 0,0 6,48 6,31 0, , , ,7 118,6 19,8 0,0 6,71 6,53 0, , , ,7 180,0 30,8 0,0 6,96 6,77 0, , , ,7 260,3 47,0 1,0 7,21 7,02 0,19

66 61 RENSTRA TUJUAN 2: Terwujudnya optimalisasi penerimaan negara dari sektor ESDM SASARAN 7: Meningkatkan diversifikasi energi No Indikator Kinerja Satuan 1 Penerimaan Negara Sektor ESDM (Panas Bumi) Target Triliun Rp 0,58 0,63 0,67 0,73 0,78 TUJUAN 4: Terwujudnya peningkatan investasi sektor ESDM SASARAN 9: Meningkatkan diversifikasi energi No Indikator Kinerja Satuan 1 Investasi Sektor ESDM (EBTKE) Miliar US$ Target ,500 3,302 3,903 5,805 3,707 a. Panas Bumi b. Bioenergi Miliar US$ Miliar US$ 0,900 0,300 1,100 0,300 1,600 0,400 1,900 0,400 1,300 0,400 c. Aneka EBT d. Konservasi Energi Miliar US$ Miliar US$ 3,300 0,000 1,900 0,002 1,900 0,003 3,500 0,005 2,000 0,007

67 RENSTRA 62

68 BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI & KERANGKA KELEMBAGAAN

69

70 63 RENSTRA III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN Energi merupakan kebutuhan mendasar, sehingga dapat mempengaruhi ketahanan politik, ekonomi, sosial budaya, yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan nasional. Saat ini ketergantungan terhadap energi fosil khususnya minyak bumi masih tinggi sedangkan cadangannya semakin terbatas dan harganya sangat berfluktuasi. Di lain pihak, pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal sedangkan potensinya sangat besar. Gambar 3.1 Konsep Ketahanan Energi Sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal EBTKE memiliki tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi. Selain tugas tersebut fungsi yang dijalankan oleh Direktorat Jenderal EBTKE adalah: 1) perumusan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang EBTKE; 2) pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang EBTKE;

71 RENSTRA 64 3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang EBTKE; 4) pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang EBTKE; 5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang EBTKE; 6) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal EBTKE; dan 7) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Gambar 3.2 Kondisi Keenergian Saat Ini

72 65 RENSTRA Akses masyarakat terhadap energi (modern) masih terbatas, hal ini dapat terlihat dari rasio elektrifikasi yang sampai dengan tahun 2014 adalah sebesar 84,35%. Ini menunjukkan bahwa 15,65% penduduk Indonesia masih belum mendapatkan listrik. Wilayah yang memiliki rasio elektrifikasi rendah umumnya berada di wilayah timur Indonesia dan yang berada di daerah perbatasan dan pulau pulau terluar. Pengembangan infrastruktur energi di daerah perdesaan/terpencil dan pulau-pulau terluar dapat memanfaatkan potensi potensi yang terdapat di daerah tersebut, salah satunya adalah melalui pengembangan infrastruktur energi baru terbarukan. Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional telah mengamanatkan bahwa pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Grafik 3.1 Kebijakan Energi Nasional TOTAL ENERGI PRIMER NASIONAL 215 MTOE ENERGI PRIMER EBT: 13 MTOE PANAS BUMI : 6 MTOE BIOFUEL : 4 MTOE BIOMASSA : 2 MTOE AIR : 1 MTOE SAAT INI 215 Juta TOE EBT 6% Batubara 29% Gas Bumi 24% Minyak Bumi 41% 290 Juta TOE EBT 17% Batubara 29% Gas Bumi 22% Minyak Bumi 32% Bussiness As Usual 450 Juta TOE TARGET Juta TOE 2025 KONSERVASI ENERGI PRIMER 11% EBT 23% Batubara 30% Gas Bumi 22% Minyak Bumi 25%

73 RENSTRA 66 Pemanfaatan energi terbarukan sangat berkaitan dengan isu lingkungan karena pemanfaatannya mengeluarkan emisi yang sangat rendah. Selain memaksimalkan potensi energi baru terbarukan, Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan pengembangan konservasi & efisiensi energi. Selain meningkatkan ketahanan energi, upaya konservasi energi juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan daya saing. Pemerintah telah menetapkan sejumlah target dan strategi serta program untuk mendorong sektor industri, bangunan gedung, dan rumah tangga untuk melakukan konservasi energi. Rencana Induk Konservasi Energi (RIKEN) mencanangkan target elastisitas energi pada tahun 2025 : < 1 dan target penghematan energi di semua sektor sebesar 17 % dari kondisi business as usual pada tahun III.1 Arah Kebijakan, Strategi dan Rencana Aksi Kebijakan pengembangan EBTKE: 1) Menambah kapasitas pembangkit/produksi energi: Pertumbuhan energi berkisar 8% per tahun, perlu ada penambahan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan energi melalui PLTP dan PLTA; 2) Menambah penyediaan akses terhadap energi modern untuk daerah terisolir, khususnya di daerah daerah terpencil dan pulau kecil: Listrik/energi perdesaan dengan mikrohidro, surya, biomassa, biogas 3) Mengurangi subsidi BBM/listrik (energi) PLTD PLTS, PLTMH, Biomassa, Biodiesel: Biaya produksi listrik dari energi terbarukan sudah bersaing dengan Biaya Pokok Produksi (BPP) PLTD. Substitusi PLTD dengan pembangkit energi terbarukan dapat mengurangi subsidi; 4) Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK): Peningkatan efisiensi energi dan pemanfaatan energi terbarukan meminimalkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK); 5) Menghemat Energi: Menghemat 1 kwh jauh lebih murah dan mudah, dibandingkan dengan memproduksi 1 kwh Penambahan kapasitas pembangkit khususnya untuk pembangkit listrik yang berkapasitas besar dan terinterkoneksi dengan jaringan PLN melalui pembangunan PLTP dan PLTA. Kapasitas terpasang pembangkit yang terkoneksi dengan PLN sampai dengan semester I tahun 2015 sebesar ,9 MW, dengan rincian sebagai berikut:

74 67 RENSTRA No. KETERANGAN KAPASITAS (MW) PLTD 6.206, ,99 2. PLTU-B , ,50 3. PLTU-Bi 50,23 50,23 4. PLTU-M/G 1.815, ,00 5. PLTG 4.310, ,50 6. PLTGU , ,11 7. PLTGB 6,00 6,00 8. PLTMG 1.210, ,74 9. PLTA 5.059, , PLTB , PLTM 139,87 157, PLTMH 30,46 30, PLTP 1.405, , PLTS 9,02 9, PLTSa 36,00 36,00 TOTAL , ,90 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dalam rangka pencapaian visi dan misi, pengembangan panas bumi di Indonesia memiliki arah kebijakan antara lain sebagai berikut: 1) Percepatan pengembangan panas bumi untuk mendukung road map pengembangan panas bumi sebagaimana tertuang pada Perpres No. 5/ ) Meningkatkan kemampuan pasokan energi untuk domestik melalui peningkatan jumlah produksi uap panas bumi. 3) Meningkatkan pemanfaatan listrik yang berasal dari energi panas bumi. Strategi dan rencana aksi dalam pengembangan sektor panas bumi untuk beberapa tahun ke depan adalah sebagai berikut: 1) Melakukan pengawasan dan monitoring terhadap kesiapan steam field facilities dan pembangkit untuk memastikan tercapainya target produksi uap panas bumi. 2) Koordinasi dan fasilitasi dengan Pemda serta instansi terkait yang menangani infrastruktur pendukung untuk pembangunan infrastruktur bidang panas bumi. 3) Meningkatkan pengembangan energi panas bumi melalui penambahan kapasitas terpasang. 4) Meningkatkan investasi sub sektor energi panas bumi dengan :

75 RENSTRA 68 Strategi dan Rencana Aksi tahun dalam rangka mendukung kebijakan untuk menambah kapasitas pembangkit dari PLTP, sebagai berikut: a. Penyelesaian Proyek PLTP Strategis No Rencana Aksi Satuan Target Kapasitas Terpasang PLTP MW 1.438, , , , ,5 2 Penyelesaian Proyek Strategis MW 35,0 274,0 263,5 633,5 585,0 Patuha - Pangalengan MW 110,0 Kamojang Unit 5 MW 35,0 Ulubelu Unit 3 MW 55,0 Lahendong Unit 5 dan 6 MW 20,0 20,0 Sarulla MW 114,0 118,5 118,5 Lumut Balai MW 55,0 55,0 55,0 Karaha MW 30,0 60,0 Ulubelu Unit 4 MW 55,0 Cisolok-Cisukarame MW 45,0 Muaralaboh MW 70,0 Hululais MW 55,0 55,0 Rajabasa MW 110,0 110,0 Dieng Unit 2 dan 3 MW 55,0 55,0 Tulehu MW 20,0 Rantau Dedap MW 220,0 Sungai Penuh MW 50,0 Kotamobagu MW 40,0 b. Lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Target No Rencana Aksi Satuan Lelang WKP WKP Mekanisme lelang Wilayah Kerja Panas Bumi diatur dengan PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi yang tercantum pada Pasal 20 Pasal 27. Pada pasal tersebut dijelaskan kewenangan untuk melelangkan WKP masih berada pada Pemerintah Daerah, namun untuk saat ini kewenangan untuk melakukan pelelangan WKP berada pada Pemerintah Pusat sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Sedangkan PP turunan dari UU No. 21 Tahun 2014 mengenai Pemanfaatan Tidak Langsung (termasuk di dalamnya membahas mengenai mekanisme lelang) sedang dalam proses penyusunan. Badan Usaha yang dapat mengikuti Pelelangan Wilayah Kerja harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan keuangan.

76 69 RENSTRA Kriteria Penetapan (2) WKP Panas Bumi (PERMEN ESDM 11 Tahun 2008) BAGAN ALIR PENETAPAN WKP PANAS BUMI DAN LELANG PANAS BUMI SURVEI PENDAHULUAN (SP) atau SP dan EKSPLORASI - UU No. 21/2014, Ps. 17 ayat (2) - PP No. 59/2007, Ps. 3 ayat (1) PENUGASAN (SP) atau (1) PENUGASAN SP dan EKSPLORASI - UU No. 21/2014, Ps. 17 ayat (4) - PP No. 59/2007, Ps. 6 ayat (1) - Permen ESDM No.02/2009 WKP PANAS BUMI (ditetapkan Menteri) (3) PEMBENTUKAN PANITIA LELANG WKP PANAS BUMI - UU No. 21/2014, Ps. 16 ayat (1) - PP No. 59/2007, Ps. 11 ayat (2) - PP No. 59 Tahun 2007, Pasal 20 ayat (6) Keterangan.: (1) Pihak Lain/Badan Usaha dapat diberikan Penugasan Survei Pendahuluan atau Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (2) Hasil kegiatan Penugasan Survei Pendahuluan digunakan sebagai pertimbangan dalam perencanaan penetapan WKP Panas Bumi berdasarkan Tata Cara Penetapan WKP Panas Bumi (Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2008) (3) Penetapan WKP Panas Bumi berdasarkan sistem panas bumi Gambar 3.3 Bagan Alir Penetapan Wilayah Kerja Panas Bumi dan Lelang Wilayah Kerja Panas Bumi LELANG PP No. 59 /2007, Pasal 20 - Pasal 27 IPB Diterbitkan Menteri - UU No. 21/2014, Ps. 23 ayat (2) - PP No. 59/2007, Ps. 28 ayat (3) c. Implementasi Harga Patokan Tertinggi (HPT) dan Rencana Penerapan Feed in Tariff (FiT) Saat ini kebijakan harga jual listrik dari panas bumi ditetapkan Pemerintah menggunakan mekanisme Harga Patokan Tertinggi (HPT) melalui Permen ESDM No. 17 Tahun Sebagai upaya terobosan untuk lebih mempercepat pengembangan panas bumi, kedepannya Pemerintah akan menerapkan mekanisme feed-in tariff, dimana pelelangan WKP akan didasarkan pada program kerja dan komitmen eksplorasi sedangkan harga akan ditetapkan Pemerintah. Tabel 3.1 Harga Patokan Tertinggi Jual Beli Listrik dari PLTP kepada PT PLN TAHUN COD HARGA PATOKAN TERTINGGI (SEN USD/KWH) WILAYAH I WILAYAH II WILAYAH III ,8 17,0 25, ,2 17,6 25, ,6 18,2 26, ,0 18,8 26, ,4 19,4 27, ,8 20,0 27, ,2 20,6 27, ,6 21,3 28, ,0 21,9 28, ,5 22,6 29, ,9 23,3 29,6

77 RENSTRA 70 d. Penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Usaha Untuk mempercepat pengembangan panas bumi pada wilayah terbuka. Wilayah terbuka yang ditetapkan menjadi Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan harus memiliki kriteria: Wilayah tersebut mempunyai potensi panas bumi yang besar dan/atau kebutuhan listrik di daerah tersebut tinggi; Wilayah tersebut mempunyai infrastruktur serta jaringan transmisi nasional yang memadai; Wilayah tertinggal (frontier/remote area) yang secara potensi dan teknis apabila dikembangkan potensi panas bumi di daerah tersebut akan membawa multiplier effect yang signifikan. e. Menyempurnakan pengaturan pengembangan panas bumi termasuk menyiapkan peraturan pelaksana turunan dari UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, antara lain: RPP Bonus Produksi Pengusahaan Panas Bumi; RPP Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung; RPP Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung; Revisi Permen ESDM No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi, dengan pokok substansi memperjelas metode evaluasi pada pelaksanaan pelelangan WKP Panas Bumi sebagaimana tertuang pada Perubahan kedua PP No. 59 Tahun 2007; dan Revisi Permen ESDM No. 2 tahun 2009 tentang Pedoman Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi. a. Penyelesaian Proyek PLTA Strategis Target No Rencana Aksi Satuan Penyelesaian Proyek Strategis MW Wampu MW 45,0 Meureubo -2 MW 59,0 Oksibil MW 1,0 Supiori MW 3,0 Ilaga MW 0,7 Rajamandala MW 47,0 Jatigede MW 110,0 Asahan -3 MW 174,0

78 71 RENSTRA b. Penerapan Feed in Tariff untuk PLTA Untuk mendorong investasi pengembangan pembangkit listrik berbasis tenaga hidro, Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM No. 19 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air dengan Kapasitas Sampai Dengan 10 MW oleh PT PLN (Persero). No 1 Tegangan Jaringan Listrik (Kapasitas Pembangkit) Lokasi/Wilayah Aliran/Terjunan Air (SEN USD) Tahun ke-1 s.d 8 Tahun ke- 9 s.d 20 Waduk/Bendungan/Irigasi (SEN USD) Tahun ke-1 s.d 8 Tahun ke- 9 s.d 20 BU PLTA Sebelum Permen ESDM No. 19/2015 Faktor F Jawa, Bali dan Madura 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,00 2 Sumatera 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,10 Tegangan 3 Kalimantan dan Sulawesi 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,20 Menengah 4 NTB dan NTT 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,25 (s.d 10 MW) 5 Maluku dan Maluku Utara 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,30 6 Papua dan Papua Barat 12,00 x F 7,50 x F 10,80 x F 6,75 x F 9,30 x F 1,60 7 Jawa, Bali dan Madura 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,00 8 Sumatera 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,10 Tegangan 9 Kalimantan dan Sulawesi 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,20 Rendah 10 NTB dan NTT 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,25 (s.d 250 MW) 11 Maluku dan Maluku Utara 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,30 12 Papua dan Papua Barat 14,40 x F 9,00 x F 13,00 x F 8,10 x F 11,00 x F 1,60 c. Pembangunan PLTA melalui pendanaan APBN Selain mendorong pembangunan PLTA melalui investasi swasta (IPP), juga dilakukan pembangunan melalui APBN. No Rencana Aksi Satuan 1 Pembangunan PLTA & PLTMH (APBN) Target MW 8,7 11,2 13,7 13,0 13,0 PLTMH APBN KESDM MW 0,7 1,7 4,0 3,0 2,0 PLTMH APBN DAK MW 8,0 9,5 9,7 10,0 11,0 Pembangunan PLTA/PLTMH melalui APBN KESDM berdasarkan usulan dari Pemerintah Daerah, sesuai dengan potensi yang dimiliki. Salah satunya adalah pembangunan PLTM sebanyak 3 unit di Propinsi Papua yang dimulai pada tahun anggaran 2016 dengan mekanisme multi years.

79 RENSTRA 72 Pembangunan PLTA/PLTMH melalui APBN KESDM berdasarkan usulan dari Pemerintah Daerah, sesuai dengan potensi yang dimiliki. Salah satunya adalah pembangunan PLTM sebanyak 3 unit di Propinsi Papua yang dimulai pada tahun anggaran 2016 dengan mekanisme multi years. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Strategi dan Rencana Aksi tahun dalam rangka mendukung kebijakan untuk menambah kapasitas pembangkit dari PLTS, sebagai berikut: a. Pembangunan PLTS melalui pendanaan APBN Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang dibangun baik melalui APBN Kementerian ESDM maupun Dana Alokasi Khusus Energi Perdesaan umumnya adalah PLTS Terpusat dengan kapasitas antara 5 kw sampai dengan 1 MW. No Rencana Aksi Satuan Target Pembangunan PLTS (APBN) MW 9,7 10,2 11,5 11,4 10,3 PLTS APBN KESDM MW 2,8 3,0 4,0 3,5 2,0 PLTS APBN DAK MW 7,0 7,2 7,5 7,9 8,3 b. Lelang Kuota Kapasitas PLTS IPP Kuota kapasitas PLTS yang dilelangkan melalui mekanisme yang diatur dengan Permen ESDM No. 17 Tahun 2013 adalah sebanyak 80 lokasi. Total kuota PLTS yang dilelangkan adalah 140 MWp dengan harga jual beli listrik yang bervariasi ditentukan oleh Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang digunakan. Target No Rencana Aksi Satuan Pembangunan PLTS (IPP) MW 0,0 5,0 15,0 50,0 70,0 c. Pembangunan Instalasi Percontohan Dengan potensi yang hampir merata di seluruh Indonesia, pembangunan PLTS dapat dilakukan hampir di seluruh wilayah. Kementerian ESDM pada tahun 2016 merencanakan pembangunan percontohan pengembangan PLTS melalui Solar Roof Top yang dibangun di atap bandara-bandara komersil. Untuk mendukung pengembangan Solar Roof Top regulasi pendukung terkait harga jual beli listrik dari Solar Roof Top akan diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Salah satu unit percontohan lainnya adalah pembangunan PLTS Terapung atau Floating Solar Panel yang direncanakan akan dibangun di Bali pada tahun 2016 melalui pendanaan APBN Direktorat Jenderal EBTKE.

80 73 RENSTRA Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) Strategi dan Rencana Aksi tahun dalam rangka mendukung kebijakan untuk menambah kapasitas pembangkit dari PLTB, sebagai berikut: a. Pembangunan PLTB melalui pendanaan APBN No Rencana Aksi Satuan Target Pembangunan PLTB (APBN) MW 0,7 0,7 1,3 2,0 3,2 PLTB APBN KESDM MW 0,5 0,2 0,5 1,0 2,0 PLTB APBN DAK MW 0,2 0,5 0,8 1,0 1,2 b. Penyiapan regulasi pendukung terkait kegiatan usaha dan harga jual beli listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Bayu. Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Strategi dan Rencana Aksi tahun dalam rangka mendukung kebijakan untuk menambah kapasitas pembangkit dari PLT Arus Laut, sebagai berikut: a. Pembangunan PLT Arus Laut melalui pendanaan APBN Direktorat Jenderal EBTKE telah mengalokasikan anggaran untuk studi kelayakan pembangunan PLT Arus Laut pada tahun 2013 dan 2014 namun gagal lelang, sehingga pembangunan Pilot Plant PLT Arus Laut tidak dapat dilaksanakan. Pada tahun 2019 direncanakan dapat diperoleh tambahan kapasitas pembangkit listrik dari PLT Arus Laut dengan kapasitas 1 MW. b. Penyiapan Regulasi Pendukung Menyiapkan perangkat pengaturan pengelolaan energi yang selain diperoleh dari arus laut, energi juga dapat dibangkitkan dengan memanfaatkan gelombang laut, perbedaan suhu di permukaan dan bawah laut serta pasang surut. Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (Biogas, Biomassa dan Sampah Kota) Strategi dan Rencana Aksi tahun dalam rangka mendukung kebijakan untuk menambah kapasitas pembangkit dari PLT Biomassa, sebagai berikut: a. Pembangunan PLT Bioenergi melalui pendanaan APBN No Rencana Aksi Satuan Target Pembangunan PLT Bioenergi MW 2,6 4,0 4,0 4,0 4,0 (APBN) Biogas MW 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Biomassa MW 1,1 2,0 2,0 2,0 2,0 Sampah Kota MW 0,5 1,0 1,0 1,0 1,0

81 RENSTRA 74 b. Penerapan Feed in Tariff untuk Listrik berbasis Biogas, Biomassa dan Sampah Kota Untuk mendorong investasi pengembangan pembangkit listrik berbasis biogas, biomassa dan sampah kota, Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM No. 27 Tahun 2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Biogas oleh PT PLN (Persero), serta Permen ESDM No. 19 Tahun 2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota. c. Pengembangan PLT Bioenergi (Pendanaan Swasta) No Rencana Aksi Satuan Target Pembangunan PLT Bioenerg MW 149,0 173,4 218,5 263,4 308,5 (Swasta) Biogas MW 45,0 41,9 75,0 100,0 125,0 Biomassa MW 76,0 75,0 85,0 95,0 105,0 Sampah Kota MW 28,0 56,5 58,5 68,4 78,5 Biofuel (Biodiesel dan Bioethanol) Strategi dan Rencana Aksi tahun dalam rangka mendukung kebijakan untuk pengembangan biofuel, sebagai berikut: a. Mendorong investasi baru dan penambahan kapasitas terpasang pabrik eksisting No Rencana Aksi Satuan Target Penambahan kapasitas biofuel Juta KL 1,72 0,25 0,30 0,30 0,30 Kapasitas terpasang biofuel Juta KL 6,08 7,80 8,05 8,35 8,65 Biodiesel Juta KL 5,63 7,33 7,56 7,83 8,11 Bioetanol Juta KL 0,45 0,47 0,49 0,52 0,54 b. Implementasi mandatori pencampuran BBN ke BBM sebagaimana Permen ESDM No. 20/2014 tentang Perubahan Kedua Permen Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan Pemanfaatan dan Tata Niaga BBN sebagai Bahan Bakar Lain, khususnya kepada Pertamina dan PLN sebagai offtaker (anchor buyer).

82 75 RENSTRA No Rencana Aksi Satuan Target Transportasi dan Industri % Pembangkit Listrik % c. Mendorong perizinan untuk Badan Usaha penyalur untuk memperluar distribusi d. Penyiapan kebijakan pengaturan bahan baku BBN (termasuk penyiapan dedicated land untuk BBN) atau penerapan DMO bagi bahan baku utama BBN, termasuk bahan baku pendukung e. Memperbaiki formula Harga Indeks Pasar (HIP) BBN agar lebih menarik, dan memberikan subsidi BBN maksimal Rp /liter untuk biodiesel dan Rp /liter untuk bioetanol sebagai campuran BBM khususnya BBM PSO f. Pengujian bersama penyiapan implementasi B-20, termasuk sinkronisasi kesiapan sarana dan fasilitas pada pembangkit listrik antara pihak PLN dengan Pertamina g. Pengaturan bahan baku antara lain dedicated land (lahan khusus untuk BBN) termasuk penyediaan lahan h. Penyusunan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap bahan baku i. Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Sawit sebagai pengelola Crude Palm Oil (CPO) Fund yang akan digunakan untuk badan usaha yang akan membeli biofuel dengan harga yang disetarakan dengan harga solar, yang notabene harga CPO lebih tinggi dari harga solar. Pelaksanaan Konservasi Energi Arah Kebijakan Energi Nasional adalah tercapainya penurunan intensitas energi primer sebesar 1% per tahun sampai 2025 dan elastisitas energi kurang dari 1 pada tahun Dalam mencapai sasaran penurunan intensitas energi final sebesar 1 (satu) persen per tahun dan elastisitas energi kurang dari 1 (satu) pada tahun 2025, telah disusun strategi pelaksanaan kegiatan konservasi energi antara lain: a. Penyiapan Regulasi Pelaksanaan Konservasi Energi diantaranya adalah penyelesaian draft Rencana Induk Konservasi Energi Nasional; penyiapan peraturan terkait insentif/disinsentif; penyiapan peraturan tentang penerapan standard dan label untuk teknologi yang efisien energi, khususnya pada peralatan pemanfaat energi,dan penyiapan insentif insentif pendukung penerapan konservasi energi b. Meningkatkan kesadaran pengguna energi melalui penyebaran informasi di media

83 RENSTRA 76 cetak dan elektronik dan juga sosialisasi secara langsung kepada sektor sektor pengguna energi (industri, transportasi, komersial dan rumah tangga) c. Meningkatkan kapasitas SDM dan penguasaan teknologi dengan pelatihan pelatihan dan sertifikasi manajer dan auditor energi, peningkatan kapasitas terkait pembiayaan efisiensi energi, khususnya kepada lembag perbankan dan swasta d. Mendorong investasi swasta di bidang konservasi energi pada perusahaan perusahaan pengguna energi, khususnya pengguna energi besar melalui informasi atau rekomendasi yang diperoleh dari hasil pelaksanaan audit energi, penyusunan profil investasi konservasi energy, dan capacity building bagi perbankan/lembaga jasa keuangan e. Menerapkan sistem monitoring, evaluasi, dan pengawasan diantaranya yang telah dilakukan adalah. pelaksanaan monitoring dan pengawasan terhadap industri dan bangunan yang mengkonsumsi energi sama atau lebih besar dari 6000 TOE, pelaksanaan monitoring pelaksanaan Inpres NO. 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air di instansi pemerintah, serta pengawasan terhadap pelaksanaan Permen No. 6 tahun 2014 tentang Pencantuman Label Hemat Energi pada Lampu Swaballast, f. Penerapan Teknologi Efisiensi Energi, antara lain pembatasan terhadap peralatan pemanfaat energi dengan penerapan standard dan label, pengenalan teknologi efisien energi di Penerangan Jalan Umum (PJU), dan penerapan sistem monitoring penggunaan energi listrik di bangunan gedung pemerintah (Kementerian ESDM) III.2 KERANGKA REGULASI Untuk mencapai tujuan dan sasaran Direktorat Jenderal EBTKE, perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri. Peraturan perundang-undangan tersebut direncanakan untuk diselesaikan dalam 5 tahun, meskipun tiap tahunnya terdapat peraturan prioritas yang harus diselesaikan. Adapun Kerangka Regulasi Direktorat Jenderal EBTKE Tahun adalah sebagai berikut:

84 77 RENSTRA NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan 1. RPP tentang Bonus Produksi Melaksanakan ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi Untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah kerja panas bumi Mengenai penetapan besaran, tata cara penyetoran dan bagi hasil, serta tata cara penghitungan bonus produksi 2. RPP tentang Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (5), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 39, Pasal 40 ayat (3), Pasal 52 ayat (2), Pasal 56 ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi Survei Pendahuluan atau Eksplorasi dan tata cara penugasan; Tata cara, syarat penawaran, prosedur, penyiapan dokumen, dan pelaksanaan lelang; Luas Wilayah Kerja; Tata cara penetapan harga panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung; Izin Panas Bumi; Kewajiban pemegang Izin Panas Bumi Tata cara pengenaan sanksi administratif; Penyerahan, pengelolaan, dan pemanfaatan data dan informasi; Pembinaan dan pengawasan 3. RPP tentang Pengusahaan Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Langsung Melaksanakan ketentuan Pasal 15 dan Pasal 50 ayat (3) UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi Perlunya disusun regulasi yang dapat memberikan kepastian hukum terkait dengan pemanfaatan langsung panas bumi menjadi jenis energi lain untuk keperluan nonlistrik Penyelenggaraan panas bumi untuk pemanfaatan langsung Izin pemanfaatan langsung Harga energi panas bumi untuk pemanfaatan langsung Kewajiban pemegang izin pemanfaaan langsung Tata cara pengenaan sanksi administratif 4. RPP tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Penguasaan sumber daya; Penyediaan dan pemanfaatan; Pengusahaan; Hak dan kewajiban; Kemudahan dan insentif; Harga energi; Pendidikan dan pelatihan; Keteknikan; Penelitian dan pengembangan Pembinaan dan pengawasan

85 RENSTRA 78 NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan 5. RPermen ESDM tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Penunjang Panas Bumi Melaksanakan ketentuan Pasal 64 ayat 3 PP No 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan PP No 70 Tahun 2010 Perlunya regulasi yang mengatur proses penerbitan Surat Keterangan Terdaftar Panas Bumi Bentuk, Klasifikasi dan Kualifkasi Usaha Jasa Penunjang panas Bumi Tata cara pengajuan dan persyaratan Kewajiban pemegang SKT Sanksi Administratif 6. RPermen ESDM tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Panas Bumi Melaksanakan ketentuan Pasal 73 PP No 59/2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana diubah dengan PP No 70/2010 Perlunya Regulasi yang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan data yang diperoleh dari Penugasan Survei Pendahuluan, Eksplorasi, & Eksploitasi Panas Bumi Klasifikasi dan Kerahasiaan data- Pengelolaan Data- Penyerahan Data- Pemanfaatan Data- Peremajaan dan Pemusnahan Data- Pembinaan dan Pengawasan- Sanksi Administratif 7. RPermen tentang Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi Panas Bumi Penetapan wilayah penugasan survei pendahuluan oleh Menteri Mekanisme penugasan survei pendahuluan 8. RPermen tentang Wilayah Kerja Panas Bumi Dasar penetapan wilayah kerja panas bumi, termasuk perubahan dan penciutan wilayah kerja Mekanisme pengembalian atau perubahan wilayah kerja panas bumi 9. RPermen ESDM tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Bor, dan Serbuk Bor Pada Pemboran Panas Bumi Perlunya regulasi yang mengatur tentang pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor pada kegiatan pemboran agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan Tata cara pengelolaan, pengujian, pemanfaatan dan pembuangan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor Pembinaan dan Pengawasan atas kegiatan pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor 10. RPermen tentang Tata cara Pengajuan Rencana Impor yang dipergunakan untuk Kegiatan Operasional Panas Bumi Perlunya regulasi yang mengatur mengenai Tata cara Pengajuan Rencana Impor yang dipergunakan untuk Kegiatan Operasional Panas Bumi Pengajuan Daftar Impor Barang (DIB) yang bersifat tahunan dan disampaikan pada saat RKAB DIB disampaikan selambatlambatnya 2 bulan sebelum tahun berjalan RKBI untuk KKOB diajukan setelah mendapat rekomendasi dari Pemegang Kuasa Penandasahan RKBI menjadi RIB oleh Dirjen Pelaksanaan impor barang operasi penggunaan, pemindahan lokasi dan tanggung jawab barang operasi yang disewa Perbaikan barang operasi Pembinaan dan pengawasan

86 79 RENSTRA NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan 11. RPermen tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi 12. Rpermen tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pada Kegiatan Usaha Panas Bumi 13. R Permen ESDM tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Panas Bumi 14. Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi 15. Rpermen tentang Jenis- Jenis Biaya Kegiatan Usaha Panas Bumi Yang Tidak Dapat Dikembalikan Kepada Kontrak Operasi Bersama Panas Bumi 16. Rancangan Permen ESDM tentang Harga Listrik dari PLT Bayu Sebagai tindak lanjut pengaturan urusan yang diatur dalam RPP tentang engusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung Perlunya regulasi yang mengatur mengenai Tata carapenggunaan Tenaga Kerja Asing Pada Kegiatan Usaha Panas Bumi Perlunya regulasi yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja panas bumi untuk memperlancar kegiatan panas bumi sehingga kecelakaan kerja pada kegiatan pengusahaan dapat dihindari dan mengikuti kaidah keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan dengan aman, andal dan akrab lingkungan Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan & tidak memberikan kontribusi GRK Tetapi, untuk keberlanjutannya diperlukan pengelolaan lingkungan yang baik & benar agar tidak menimbulkan dampak negatif, maka untuk itu perlu mengatur mengenai pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan dari kegiatan pengusahaan panas bumi Kegiatan usaha Panas Bumi wajib dilaksanakan dengan prinsip efektif dan efisien dalam rangka mengamankan dan meningkatkan penerimaan Negara Kontraktor Panas Bumi menanggung biaya dan risiko sebagai pengurangan Net Operating Income (NOI) perlu dibatasi untuk kegiatan yang berkaitan Mempercepat pengembangan PLTB di Indonesia Memberi insentif kepada pengembang PLTB Sebagai tindak lanjut pengaturan urusan yang diatur dalam RPP tentang Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung Syarat pengajuan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing Mekanisme penggunaaan tenaga kerja asing Jangka waktu Keselamatan Kerja- Pengangkatan KTPB dan WKTPB- Pengawas Operasional- Buku Panas Bumi dan Daftar Kecelakaan- Komite K3- Tenaga kerja- Fasilitas kegiatan usaha panas bumi- Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)- Kecelakaan Panas Bumi dan Kejadian Berbahaya- Kesehatan Kerja- Peta, Jalan dan Tempat Kerja- Sarana dan prasarana Lapangan Panas Bumi- Pemboran dan Uji produksi sumur- Pemeriksaan instalasi dan peralatan- Lingkungan kerja panas bumi- Bahan peledak, peledakan dan bahan radio aktif Kewajiban Pengembang Panas Bumi dalam Perlindungan Lingkungan Panas Bumi Pencegahan dan Penanggulangan Pasca Tambang Panas Bumi Pembatasan terhadap biaya dan resiko yang ditanggung oleh kontraktor sebagai pengurangan Net Operating Income dalamkegiatan yang berkaitan langsung dengan operasi kegiatan pengusahaan panas bumi Harga listrik

87 RENSTRA 80 NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan 17. Rpermen tentangharga Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk pemasangan di Roof Top 18. RPermen tentang Perubahan atas Permen ESDM No 10 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Fisik Pemanfaatan Energi Baru dan Energi Terbarukan 19. RPermen tentang Penetapan Pulau Sumba Sebagai Pulau Ikonis Energi Baru Terbarukan 20. RPermen tentang Perubahan atas Permen ESDM No 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lainnya 21. Pedoman Penerangan Jalan Umum yang Efisien 22. RPermen tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum dan Pencantuman Label Hemat Energi untuk Lampu LED Mempercepat pengembangan solar PV Roof Top di Indonesia dengan member insentif kepada pengembang PLTS Mempermudah proses pelaksanaan kegiatan fisik pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan dengan pemerintah daerah Pemanfaatan sumber energi baru terbarukan berdasarkan potensi energi terbarukan yang tinggi, penyediaan energi yang masih rendah dibandingkan dengan kebutuhan energi setempat, serta tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah Perluasan definisi Bahan Bakar Nabati menjadi Bahan Bakar Nabati padat, cair dan gas Masih banyak jalan umum yang menggunakan teknologi lampu dengan daya tinggi Jaringan penerangan jalan umum tanpa kwh meter Untuk melindungi dan memberikan informasi kepada konsumen dalam pemilihan Lampu LED yang hemat energi dan efisien Harga patokan pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk pemasangan di Roof top Pelaksanaan kegiatan fisik pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan dengan pemerintah daerah Penetapan Pulau Sumba sebagai Ikon dan Pelopor Pulau Berbasis Energi Terbarukan (Sumba Island, The Iconic and Pioneer of Renewable Energy Island) yang memanfaatkan sumber energi baru terbarukan berdasarkan potensi energi terbarukan yang tinggi, penyediaan energi yang masih rendah dibandingkan dengan kebutuhan energi setempat, serta tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah Komoditi yang diatur tidak hanya biodiesel, bioethanol dan biooil Hal yang diatur terkait tata niaga Bahan bakar Nabati padat, cair dan gas sebagai Bahan Bakar Lainnya Pedoman penerangan jalan umum yang efisien Pencantuman Tingkat efisiensi peralatan

88 81 RENSTRA NO Legislasi/Regulasi Arah Kerangka Regulasi, Latar Belakang dan Urgensi Hal-hal yang diatur dan substansi pengaturan 23. RPermen tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum dan label hemat Energi untuk Motor Listrik, Penanak nasi (rice cooker) dan ballast electronic 24. RPermen tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum dan label hemat energi untuk kulkas dan kipas angin 25. RPermen tentang Penyelenggaraan Usaha Penunjang Konservasi (ESCO) 26. Rpermen tentang Insentif Penggunaan Teknologi Untuk melindungi dan memberikan informasike konsumen dalam pemilihan motor listrik, Penanak nasi (rice cooker) dan ballast electronic yang hemat energi dan efisien Untuk melindungi dan memberikan informasi ke konsumen dalam pemilihan kulkas dan kipas angin yang hemat energi dan efisien Terciptanya usaha jasa penunjang konservasi energi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien dan mendorong perkembangan profesi dan peranan usaha jasa penunjang nasional Pemberian insentif kepada pengguna teknologi yang efisien Pencantuman Tingkat efisiensi peralatan dan label hemat energi Pencantuman Tingkat efisiensi peralatan dan label hemat energi Pengaturan mengenai usaha jasa penunjang konservasi energi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien dan mendorong perkembangan profesi dan peranan usaha jasa penunjang nasional Mengatur pemberian insentif kepada pengguna teknologi yang efisien 27. RPermen tentang Pemberlakuan SNI Wajib IEC :2013 (Modul Fotovoltaik Silikon Kristal - Kualifikasi Disain dan Pengesahan Jenis) 28. RPermen tentang Pemberlakuan SKKNI Bidang Energi Baru dan Energi Terbarukan Subbidang Perencanaan 29. RPermen tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Sampah Kota 30. RPermen tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Energi Perdesaan Mengatur dan memberikan standar terhadap modul fotovoltaik yang beredar di pasar Mengatur dan memberikan standar terhadap tenaga kerja bidang energi baru dan energi terbarukan sub bidang perencanaan Pengaturan terhadap modul fotovoltaik yang beredar di pasar Pengaturan terhadap tenaga kerja bidang energi baru dan energi terbarukan sub bidang perencanaan

89 RENSTRA 82 III.3 KERANGKA KELEMBAGAAN Sesuai Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi. Dalam menyelenggarakan tugasnya, Direktorat Jenderal EBTKE menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi d. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bio energi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Sebagai pelaksanaan ketentuan pada Peraturan Presiden tersebut, telah ditetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2013, dimana struktur organisasi dan rekapitulasi satuan organisasi pada Direktorat Jenderal EBTKE sebagaimana gambar di bawah ini:

90 83 RENSTRA DIREKTUR JENDERAL SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL DIREKTUR PANAS BUMI DIREKTUR BIOENERGI DIREKTUR ANEKA EBT DIREKTUR BIOENERGI SUBDIT PROGRAM PANAS BUMI SUBDIT PENYIAPAN PROGRAM BIOENERGI SUBDIT PENYIAPAN PROGRAM ANEKA EBT SUBDIT PROGRAM PEMANFAATAN ENERGI BAGIAN RENCANA DAN LAPORAN SUBDIT EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI PANAS BUMI SUBDIT PELAYANAN DAN PENGAWASAN USAHA BIOENERGI SUBDIT PELAYANAN DAN PENGAWASAN USAHA ANEKA EBT SUBDIT PENGAWASAN EFISIENSI ENERGI BAGIAN KEUANGAN SUBDIT PELAYANAN DAN BIMBINGAN USAHA PANAS BUMI SUBDIT INVESTASI DAN KERJASAMA BIOENERGI SUBDIT INVESTASI DAN KERJASAMA ANEKA EBT SUBDIT TEKNO EKONOMI ENERGI BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUBDIT INVESTASI DAN KERJASAMA PANAS BUMI SUBDIT KETEKNIKAN DAN LINGKUNGAN BIOENERGI SUBDIT KETEKNIKAN DAN LINGKUNGAN ANEKA EBT SUBDIT PENERAPAN TEKNOLOGI ENERGI BERSIH DAN EFISIEN BAGIAN HUKUM SUBDIT KETEKNIKAN DAN LINGKUNGAN PANAS BUMI SUBDIT BIMTEK DAN KERJASAMA KONSERVASI ENERGI SUBDIT BIMTEK DAN KERJASAMA KONSERVASI ENERGI Gambar 3.4 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal EBTKE NO UNIT ES.I ES.II ES.III ES.IV JUMLAH 1. Direktur Jenderal Direktorat Panas Bumi Direktorat Bioenergi Direktorat Aneka EBT Direktorat Konservasi Energi Sekretariat Direktorat Jenderal Unit Layanan Pengadaan 1 1 JUMLAH

91 RENSTRA 84

92 BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

93

94 85 RENSTRA IV.1 TARGET KINERJA Indikator Kinerja Utama (Permen ESDM No. 22 Tahun 2015) merupakan acuan ukuran kinerja yang digunakan oleh masing masing unit utama di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam: 1. Menetapkan rencana kinerja tahunan; 2. Menyampaikan rencana kerja dan anggaran; 3. Menyusun dokumen penetapan kinerja; 4. Menyusun laporan akuntabilitas kinerja; dan 5. Melakukan evaluasi pencapaian kinerja sesuai dengan organisasi dan dokumen Rencana Strategis Kementerian ESDM Pada dokumen Renstra ini, target kinerja telah ditetapkan berdasarkan perencanaan dan perkiraan yang dibuat pada tahun 2014/2015, sehingga tidak menutup kemungkinan pada tahun berjalan perencanaannya dapat berubah seiring dengan penetapan APBN, APBN-P, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dan dokumen perencanaan lainnya. NO INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET Sasaran strategis: Terwujudnya peran penting sub sektor Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi dalam penerimaan negara 1. PNBP sub sektor Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Triliun Rp. 0,58 0,63 0,67 0,73 0,78 Sasaran strategis: Meningkatnya investasi sub sektor Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi 2. Jumlah Wilayah Kerja Panas Bumi yang dilelangkan WKP 5,00 8,00 8,00 8,00 8,00 3. Investasi di bidang EBTKE Miliar US$ 4,480 3,342 21,153 5,795 3,707 a. Panas Bumi Miliar US$ 0,940 1,140 1,610 1,910 1,280 b. Bioenergi Miliar US$ 0,280 0,310 0,350 0,380 0,420 c. Aneka Energi Baru dan Terbarukan Miliar US$ 3,260 1,890 19,190 3,500 2,000 d. Konservasi Energi Miliar US$ - 0,002 0,003 0,005 0,007 Sasaran strategis: Meningkatnya kemampuan pasokan energi untuk domestik 4. Jumlah Produksi - Uap panas bumi Juta Ton 71,46 83,05 114,76 169,94 199,42 - Biofuel Juta KL 4,07 6,48 6,71 6,96 7,21 - Biogas ribu M

95 RENSTRA 86 NO INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET Jumlah Kepala Keluarga (KK)/Rumah Tangga di wilayah terpencil (remote) dan atau daerah perbatasan yang dilistriki dengan pembangkit berbasis Energi Baru dan Terbarukan Kepala Keluarga Sasaran strategis: Meningkatnya pembangunan infrastruktur energi 6. Jumlah Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Energi Baru dan Terbarukan: MW , , , , ,0 a. Panas Bumi MW 1.438, , , , ,5 b. Bioenergi - untuk bahan bakar minyak juta KL 4,7 8,9 9,6 10,3 10,9 - untuk pembangkit listrik MW 1.892, , , , ,8 c. Air MW 8.340, , , , ,0 d. Laut MW e. Surya MW 76,9 92,1 118,6 180,0 260,3 f. Angin MW 5,8 11,2 19,2 30,2 45,4 g. Nuklir MW Sasaran strategis: Meningkatkan efisiensi pemakaian dan pengelolaan energi 7. Intensitas Energi Pimer (Penurunan Rata - rata 1% per tahun) % 482,2 477,3 472,6 467,8 463,2 8. Penurunan emisi CO2 juta ton 14,71 16,79 20,6 23,57 28,48 9. Jumlah gedung bangunan pemerintah yang menjadi objek audit energi Objek Sasaran strategis: Meningkatnya pengembangan berbagai sumber energi dalam rangka diversifikasi energi 10. Persentase Pemanfaatan BBN pada BBM PSO (usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi dan pelayanan umum) 11. Persentase Pemanfaatan BBN pada BBM non-pso (transportasi, industri, dan komersial, pembangkit listrik) % 10,00 20,00 20,00 20,00 20,00 % 10,00 20,00 20,00 20,00 20,00

96 87 RENSTRA IV.2 KERANGKA PENDANAAN Ketergantungan terhadap Energi Fosil khususnya minyak bumi masih tinggi sedangkan cadangannya semakin terbatas dan harganya sangat berfluktuasi. Di sisi lain pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal sedangkan potensinya sangat besar. Selain memaksimalkan potensi energi baru terbarukan, Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan pengembangan konservasi & efisiensi energi. Selain meningkatkan ketahanan energi, upaya konservasi energi juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan daya saing. Pemerintah telah menetapkan sejumlah target dan strategi serta program untuk mendorong sektor industri, bangunan gedung, dan rumah tangga untuk melakukan konservasi energi. Untuk mencapai target target yang telah ditetapkan di dalam Rencana Strategis ini, diperlukan pendanaan baik melalui investasi swasta maupun melalui APBN. Pengembangan infrastruktur energi ke daerah perdesaan/terpencil dan pulau-pulau terluar saat ini masih mengandalkan pendanaan melalui APBN, sedangkan untuk pembangunan infrastruktur energi dalam skala besar, Pemerintah mendorong pendanaanya melalui investasi swasta dengan menciptakan iklim investasi yang menarik. a. Investasi Sub Sektor EBTKE Dalam 5 tahun ke depan ( ) investasi swasta di bidang EBTKE diperkirakan sebesar US$ 38,5 Miliar. Hal tersebut tentunya dapat tercapai apabila ditunjang oleh regulasi regulasi yang baik, melalui pengaturan harga yang menarik, maupun pemberian insentif insentif di bidang perpajakan dan lainnya. b. Pendanaan melalui APBN Belanja APBN Direktorat Jenderal EBTKE terdiri dari 2 (dua) jenis belanja yaitu belanja untuk program prioritas yakni belanja untuk pembangunan infrastruktur EBTKE dan kegiatan kegiatan pendukungnya, serta belanja untuk kebutuhan aparatur berupa belanja pegawai dan belanja operasional penunjang perkantoran pada kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen EBTKE.

97 RENSTRA 88 Direktorat Jenderal EBTKE memiliki 1 program pada tingkat eselon 1, yaitu Program Pengelolaan Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. Sedangkan pada tingkat eselon 2, Direktorat Jenderal EBTKE memiliki 5 kegiatan yaitu: - Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Bioenergi (Direktorat Bioenergi) - Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Aneka Energi Baru Terbarukan (Direktorat Aneka EBT) - Perencanaan Energi, Penerapan Konservasi Energi dan Teknologi Energi Bersih (Direktorat Konservasi Energi) - Pembinaan, Pengawasan dan Pengusahaan Panas Bumi (Direktorat Panas Bumi) - Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Sekretariat Ditjen EBTKE) Porsi belanja APBN Direktorat Jenderal EBTKE sebagian besar diperuntukkan untuk belanja prioritas berupa pembangunan infrastruktur EBTKE, seperti PLTMH, PLTS,PLT Bayu, PLT Biomassa, Digester Biogas dan Penerapan Konservasi Energi (Penerangan Jalan Umum). Pengadaan Infrastruktur EBTKE tersebut dilakukan oleh Ditjen EBTKE yang nantinya akan diserahterimakan kepada Pemda untuk dilakukan pemeliharaan.

WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN PANAS BUMI PERKEMBANGAN STATUS KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN PANAS BUMI PERKEMBANGAN STATUS KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA IN- PROGRESS STATUS OF GEOTHERMAL MINING WORKING AREA PERKEMBANGAN STATUS WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN PANAS BUMI DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI (Director

Lebih terperinci

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Peru

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Peru BERITA NEGARA No.1771, 2014 KEMEN ESDM. Daftar Proyek Pembangkit Tenaga Listrik. Energi Terbarukan. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

1. PLTP Sungai Penuh Jambi 2 x PLTP Hululais Bengkulu 2 x PLTP Kotamobagu 1 dan 2 Sulawesi Utara 2 x 20

1. PLTP Sungai Penuh Jambi 2 x PLTP Hululais Bengkulu 2 x PLTP Kotamobagu 1 dan 2 Sulawesi Utara 2 x 20 2013, No.994 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 15

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2030, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENESDM. Daftar Proyek Pembangkit Tenaga Listrik. Energi Terbarukan. Perubahan PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

POTENSI DAN WILAYAH KERJA PANAS BUMI TAHUN 2008

POTENSI DAN WILAYAH KERJA PANAS BUMI TAHUN 2008 POTENSI DAN WILAYAH KERJA PANAS BUMI TAHUN 2008 Kasbani 1, Dahlan 1 1 Kelompok Kerja Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTRAK Sebagai upaya mempercepat pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Biodata

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Biodata Biodata Nama : Herlambang Setyawan Tempat/Tgl Lahir : Wonogiri, 12 Juli 1981 Pendidikan : S1, Teknik Geologi Fak. Teknik UGM Instansi : Direktorat Panas Bumi, Ditjen EBTKE Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 49,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017

KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017 KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI Yogyakarta, 13 Juli 2017 DAFTAR ISI I LATAR BELAKANG II KEBIJAKAN DAN PROGRAM KONSERVASI ENERGI NASIONAL III KAMPANYE HEMAT ENERGI I MENGAPA HEMAT ENERGI? KEBUTUHAN

Lebih terperinci

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia Direktorat t Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral STRATEGI DAN PROGRAM KERJA UNTUK MENINGKATKAN AKSES ENERGI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Oleh:

Lebih terperinci

1. List of power plant projects using renewable energy, coal and gas implemented by PT PLN

1. List of power plant projects using renewable energy, coal and gas implemented by PT PLN 1. List of power plant projects using renewable energy, coal and gas implemented by PT PLN No Name of Power Plant Project Province Capacity (MW) 1. PLTP Sungai Penuh Jambi 2 x 55 2. PLTP Hululais Bengkulu

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2012 TANGGAL : 13 JANUARI 2012

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2012 TANGGAL : 13 JANUARI 2012 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2012 TANGGAL : 13 JANUARI 2012 DAFTAR PROYEK-PROYEK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN ENERGI TERBARUKAN,

Lebih terperinci

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral #Energi Berkeadilan Disampaikan pada Pekan Pertambangan Jakarta, 26 September 2017 1 #EnergiBerkeadilan Untuk Kesejahteraan Rakyat, Iklim Usaha dan Pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017 PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN 23 Oktober 2017 1 Minyak Solar 48 (Gas oil) Bensin (Gasoline) min.ron 88 Rp.7 Ribu Rp.100 Ribu 59 2 Progress dan Roadmap BBM Satu Harga Kronologis

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Direktur Jenderal EBTKE Rida Mulyana Panel Discussion Time To Act : Accelerate The Implementation Of Renewable

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN PANASBUMI DALAM MENGATASI KRISIS ENERGI LISTRIK

PERCEPATAN PENGEMBANGAN PANASBUMI DALAM MENGATASI KRISIS ENERGI LISTRIK PERCEPATAN PENGEMBANGAN PANASBUMI DALAM MENGATASI KRISIS ENERGI LISTRIK Oleh: Sukusen Soemarinda Direktur Hulu PT PERTAMINA (PERSERO) DISAMPAIKAN PADA SEMINAR PANASBUMI: SEBAGAI ENERGI ANDALAN MASA KINI

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam tesis ini menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian dimana akan dibahas mengenai potensi sumber daya panas bumi di Indonesia, kegiatan pengembangan panas

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Indonesia Energy Roadmap 2017-2025 Jakarta, 25 Januari 2017 1 1 Daftar Isi I.

Lebih terperinci

oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 10 Mei 2013

oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 10 Mei 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 10 Mei 2013

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN PANAS BUMI DALAM MENGATASI KRISIS ENERGI LISTRIK

PERCEPATAN PENGEMBANGAN PANAS BUMI DALAM MENGATASI KRISIS ENERGI LISTRIK PERCEPATAN PENGEMBANGAN PANAS BUMI DALAM MENGATASI KRISIS ENERGI LISTRIK Oleh: Sukusen Soemarinda Direktur Hulu PT PERTAMINA (PERSERO) DISAMPAIKAN PADA SEMINAR PANASBUMI: SEBAGAI ENERGI ANDALAN MASA KINI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI REGULASI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI ANGIN Disampaikan oleh Abdi Dharma Saragih Kasubdit

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI & SUMBER DAYA MINERAL

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI & SUMBER DAYA MINERAL DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI PERATURAN MENTERI ESDM NOMOR 19 TAHUN 2016 PEMBELIAN TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA FOTOVOLTAIK

Lebih terperinci

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PA/KPA: Dirjen EBTKE K/L/D/I: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Satker/SKPD: Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Tahun Anggaran:

Lebih terperinci

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

PROGRAM KONSERVASI ENERGI PROGRAM KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada: Lokakarya Konservasi Energi DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Bandung,

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017

POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017 Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017 1) Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik

Lebih terperinci

SPONSOR AGREEMENT PT. PLN (PERSERO) DENGAN KONSORSIUM PLT BAYU SIDRAP. Kementerian ESDM Republik Indonesia

SPONSOR AGREEMENT PT. PLN (PERSERO) DENGAN KONSORSIUM PLT BAYU SIDRAP. Kementerian ESDM Republik Indonesia PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) PPA/PJBL : PT. UPC SIDRAP BAYU ENERGI DAN PT. PLN (PERSERO) Kapasitas 70MW Lokasi di Sidrap Sulawesi Selatan Investasi US$ 180 juta (±Rp. 2.43T), Tenaga kerja 325

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI DOING BUSINESS IN GEOTHERMAL Jakarta, Agustus 2017 1 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur kehadirat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG DAFTAR PROYEK-PROYEK PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN ENERGI TERBARUKAN, BATUBARA DAN GAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2010 KEMENTERIAN ESDM. Proyek Percepatan Pembangunan. Energi Terbarukan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2010 KEMENTERIAN ESDM. Proyek Percepatan Pembangunan. Energi Terbarukan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2010 KEMENTERIAN ESDM. Proyek Percepatan Pembangunan. Energi Terbarukan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG DAFTAR PROYEK-PROYEK

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017

POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017 Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017 1) Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL Oleh : Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Disampaikan pada: Seminar Nasional Promosi Sumberdaya Panas Bumi Denpasar,, 3-43 4 April

Lebih terperinci

Sub Sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

Sub Sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Sub Sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Jakarta, 05 Agustus

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN ELEKTRIFIKASI DI DAERAH PERBATASAN

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN ELEKTRIFIKASI DI DAERAH PERBATASAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN ELEKTRIFIKASI DI DAERAH

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 211 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 DEPARTEMEN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 SEMULA SETELAH 1 IKHTISAR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI Jakarta, 14 November 2013 I. KETAHANAN ENERGI 3 II. KEBIJAKAN ENERGI 6 III.

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN DENGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN

NOTA KESEPAHAMAN DENGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor : Nomor : 7662/05/MENS/2011 1'JC16/Itnhut-II/2011 TENTANG PERCEPATAN PERIZINAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 212 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

POTENSI PANAS BUMI UNTUK KONTRIBUSI MW. Arif Munandar dan Mochamad Nur Hadi. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi

POTENSI PANAS BUMI UNTUK KONTRIBUSI MW. Arif Munandar dan Mochamad Nur Hadi. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi POTENSI PANAS BUMI UNTUK KONTRIBUSI 35.000 MW Arif Munandar dan Mochamad Nur Hadi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi munandar16@yahoo.com S A R I Indonesia mempunyai potensi energi panas bumi yang

Lebih terperinci

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup Pendahuluan Distribusi dan Potensi Kebijakan Penutup STRUKTUR ORGANISASI DESDM MENTERI Lampiran PERMEN ESDM Nomor : 0030 Tahun 2005 Tanggal : 20 Juli 2005 INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL ITJEN

Lebih terperinci

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Lebih terperinci

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI oleh : Maryam Ayuni Direktorat Disampaikan

Lebih terperinci

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DALAM PENGUSAHAAN PANAS BUMI PASCA UU NOMOR 27 TAHUN 2003 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

KEBIJAKAN DALAM PENGUSAHAAN PANAS BUMI PASCA UU NOMOR 27 TAHUN 2003 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEBIJAKAN DALAM PENGUSAHAAN PANAS BUMI PASCA UU NOMOR 27 TAHUN 2003 Dr. Ir. Simon Felix Sembiring DIREKTUR JENDERAL SUMBER DAYA MINERAL, BATUBARA DAN PANAS BUMI Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH. No. 10, Jakarta

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan ''OTTO MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR:8000 K/80/MEM/2016 TENTANG PENETAPAN DAERAH PENGHASIL DAN DASAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

KONDISI RIIL KEBUTUHAN ENERGI DI INDONESIA DAN SUMBER-SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN

KONDISI RIIL KEBUTUHAN ENERGI DI INDONESIA DAN SUMBER-SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN KONDISI RIIL KEBUTUHAN ENERGI DI INDONESIA DAN SUMBER-SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN DR. DADAN KUSDIANA Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T No.713, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN ESDM. Tenaga Listrik. Uap Panas bumi. PLTP. Pembelian. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

STATISTIK EBTKE 2016

STATISTIK EBTKE 2016 STATISTIK EBTKE 2016 STATISTIK EBTKE 2016 i Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang dilimpahkan kepada kami sehingga Buku Statistik EBTKE 2016 ini dapat tersusun. Buku

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Jl. Raya Palima Pakupatan, Curug Serang; Telp / Fax : 0254

Lebih terperinci

DIREKTORAT ANEKA ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN OLEH : AGUNG PRASETYO

DIREKTORAT ANEKA ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN OLEH : AGUNG PRASETYO KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI DIREKTORAT ANEKA ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN OLEH : AGUNG PRASETYO

Lebih terperinci

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA VA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01 TAHUN 2012

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA VA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01 TAHUN 2012 C I j 1 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA VA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI

Lebih terperinci

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 Berikut Informasi Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah dikeluarkan masing-masing Regional atau Kabupaten

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi

Lebih terperinci

DEVELOPMENT OF GEOTHERMAL

DEVELOPMENT OF GEOTHERMAL DIRECTORATE GENERAL OF NEW RENEWABLE ENERGY AND ENERGY CONSERVATION MINISTRY OF ENERGY AND MINERAL RESOURCES DEVELOPMENT OF GEOTHERMAL By: Presented at: INTRODUCTION Indonesia has abundance potential on

Lebih terperinci

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Oleh: Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ruang Grand Duke Lantai

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan

Lebih terperinci

NO. JUMLAH PENCA BERAT NO. JUMLAH PENCA BERAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA

NO. JUMLAH PENCA BERAT NO. JUMLAH PENCA BERAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/HUK/2010 TANGGAL : 26 APRIL 2010 TENTANG : PENETAPAN NAMA-NAMA PENYANDANG CACAT BERAT PENERIMA BANTUAN DANA JAMINAN SOSIAL TAHUN 2010 NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pemilik potensi energi panas bumi terbesar di dunia, mencapai 28.617 megawatt (MW) atau setara dengan 40% total potensi dunia yang tersebar

Lebih terperinci

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Oleh : Kunaefi, ST, MSE

Lebih terperinci

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 1. Biro Kepegawaian Dan Organisasi Sekretariat Jenderal 1.1. Formasi CPNS KESDM yang telah ditetapkan 1.2. Penerimaan CPNS 1.3. Pengangkatan CPNS 1.4. Penempatan CPNS 1.5. Pelantikan Pejabat Struktural

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA Y A MINERAL REPUBl.lK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 21 TAHUN 2013

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA Y A MINERAL REPUBl.lK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 21 TAHUN 2013 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA Y A MINERAL REPUBl.lK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 21 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2014 SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb No.112, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Dana. Alokasi Khusus. Energi Skala Kecil. Penggunaan. Tahun Anggaran 2016. Juknis PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Dana Alokasi Khusus. Energi Perdesaan. Petunjuk Teknis.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Dana Alokasi Khusus. Energi Perdesaan. Petunjuk Teknis. No.79, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Dana Alokasi Khusus. Energi Perdesaan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

B. Sustainable Energy for All (SEfA) C. Capaian dan Tantangan

B. Sustainable Energy for All (SEfA) C. Capaian dan Tantangan KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Energi Berkelanjutan untuk Semua di Indonesia: Isu dan Tantangan dalam Perencanaan dan Penganggaran Antonaria Kasubdit

Lebih terperinci

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 KAWASAN PERKEBUNAN di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 FOKUS KOMODITI 1. Tebu 2. Karet 3. Kakao 4. Kopi (Arabika dan Robusta) 5. Lada 6. Pala 7. Sagu KAWASAN TEBU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sosialisasi Program ICCTF 2010-2011 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

GELIAT PANAS BUMI: TANTANGAN DALAM MENJAWAB KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL. Yunus Saefulhak dan Herlambang Setyawan

GELIAT PANAS BUMI: TANTANGAN DALAM MENJAWAB KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL. Yunus Saefulhak dan Herlambang Setyawan Topik o i Utama a GELIAT PANAS BUMI: TANTANGAN DALAM MENJAWAB KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL Yunus Saefulhak dan Herlambang Setyawan Direktorat Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN PRIORITAS 8 Tema Prioritas Penanggungjawab Bekerjasama Dengan PROGRAM AKSI DI BIDANG ENERGI Pencapaian ketahanan energi nasional yang menjamin kelangsungan pertumbuhan nasional

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Temu Konsultasi Triwulanan I - 2017 Bappenas dengan Bappeda Provinsi

Lebih terperinci

4/28/2015 PERSEBARAN LOKASI SASARAN NAWACITA PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK KALIMANTAN SELATAN SULAWESI BARAT PAPUA BARAT KALIMANTAN TENGAH SUMATERA UTARA JAWA TENGAH SASARAN NAWACITA LOKASI

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUr^BER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 23 Tahun 2017

MENTERI ENERGI DAN SUr^BER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 23 Tahun 2017 MENTERI ENERGI DAN SUr^BER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 Tahun 2017 TENTANG TATA CARA REKONSILIASI, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN. PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong

INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN. PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Pertamina Geothermal Energi adalah salah

Lebih terperinci

PT PLN (Persero) PENGEMBANGAN PANAS BUMI Dalam PROGRAM PENINGKATAN ELEKTRIFIKASI NASIONAL MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PANAS BUMI INDONESIA

PT PLN (Persero) PENGEMBANGAN PANAS BUMI Dalam PROGRAM PENINGKATAN ELEKTRIFIKASI NASIONAL MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PANAS BUMI INDONESIA PT PLN (Persero) MUSYAWARAH NASIONAL ASOSIASI PANAS BUMI INDONESIA PENGEMBANGAN PANAS BUMI Dalam PROGRAM PENINGKATAN ELEKTRIFIKASI NASIONAL Dahlan Iskan Direktur Utama - PT PLN (Persero) Jakarta, 22 Februari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

Plt Menteri ESDM menekankan pentingnya pengembangan inovasi dalam berbagai aspek dan

Plt Menteri ESDM menekankan pentingnya pengembangan inovasi dalam berbagai aspek dan Pada peringatan Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke-71, Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan juga menyampaikan apresiasi kepada 15 Penerima Penghargaan Energi 2016 di Plaza Kementerian ESDM (4/10).

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU Medan, 8 September 2016 BAB I LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

KABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara

KABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara KABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL 2012 REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara 2 Bali Kabupaten Badung 1 Kabupaten Bangli 1 Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU KEBIJAKAN & RPP DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN Oleh: Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Direktorat Jenderal Listrik ik dan Pemanfaatan Energi - DESDM Disampaikan pada: Workshop Peran

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

DAFTAR SATUAN KERJA TUGAS PEMBANTUAN DAN DEKONSENTRASI TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DAFTAR SATUAN KERJA TUGAS PEMBANTUAN DAN DEKONSENTRASI TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DAFTAR SATUAN KERJA DAN TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM NO. KAB/KOTA 1 PENATAAN RUANG - - 32 32 2 SUMBER DAYA AIR 28 132-160 3 BINA MARGA 31 - - 31 59 132 32 223 E:\WEB_PRODUK\Agung\Pengumuman\NAMA

Lebih terperinci