IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Berdasarkan metode kontak, aktivitas antimikroba keempat formula yogurt dapat dilihat pada Tabel 4. Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba dari keempat yogurt sinbiotik tidak berpengaruh nyata terhadap nilai log kematian EPEC (Lampiran 7). Tabel 4. Aktivitas antibakteri keempat formula yogurt dengan menggunakan metode kontak selama 2, 4, dan 6 jam Nilai kematian EPEC (log Cfu/ml) Formula Jenis Bakteri Yogurt 2 jam 4 jam 6 jam Rata-rata F1 L. bulgaricus, S. thermpohilus 2.78±0.54 a 3.0 ± 0.25 a 3.98±0.26 a 3.26±0.64 a F2 F3 L. bulgaricus, S. thermpohilus, L. plantarum 2C12 L. bulgaricus, S. thermophilus, L. fermentum 2B4 2.73±0.23 a 3.15±0.50 a 4.07±0.48 a 3.32±0.69 a 2.69±0.30 a 3.54±0.38 a 4.31±0.88 a 3.43±0.82 a L.bulgaricus, S. thermophilus, 2.51±0.72 a 3.61±0.23 a 4.19±0.43 a 3.36±0.84 a F4 L. plantarum L. fermentum Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan bahwa tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan tekstur pada keempat formula yogurt, yogurt sinbiotik F3 yang mengandung L. bulgaricus, S. thermophilus, dan L. fermentum memiliki penampakan yang relatif bagus karena whey yang dihasilkan sedikit. Dengan demikian, yogurt sinbiotik F3 memiliki konsistensi yang paling baik. Penampakan keempat formula yogurt dapat dilihat pada Gambar 5. Selain itu, berdasarkan tingkat keasamannya, yogurt sinbiotik F3 memiliki nilai ph 4.51 (Tabel 5) yang mendekati nilai ph rata-rata yogurt komersial yaitu 4.5 (Rahman et al. 1992). Oleh karena itu, berdasarkan tingkat keasamannya yogurt sinbiotik tersebut dapat diterima. Umumnya pembuatan yogurt menggunakan kultur L. bulgaricus dan S. thermophilus. Beberapa laporan menyatakan bahwa L. bulgaricus dan S. thermophilus tidak tahan terhadap kondisi asam lambung dan garam empedu. Oleh karena itu, L. bulgaricus tidak dapat menempel pada permukaan usus dan berkompetisi dengan bakteri patogen pada saluran pencernaan. Dengan demikian, yogurt yang terdiri dari L. bulgaricus dan S. thermophilus tidak dapat digunakan untuk mencegah diare (Chandan et al. 2006). 22

2 F1 F2 F3 F4 Gambar 5. Penampakan keempat formula yogurt Keterangan gambar: Yogurt F1 : L. bulgaricus dan S. thermophilus Yogurt F2 : L. bulgaricus,s. thermophilus, L. plantarum 2C12 Yogurt F3 : L. bulgaricus,s. thermophilus, L. fermentum 2B4 Yogurt F4 : L. bulgaricus, S. thermophilus, L. plantarum 2C12, dan L. fermentum 2B4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bao et al. (2010), L. fermentum memiliki karakter probiotik yang potensial. Hal ini karena bakteri ini memiliki ketahanan terhadap ph yang rendah, dapat menstimulasi enzim yang terdapat pada saluran pencernaan, dan menstimulasi pengeluaran garam empedu. Oleh sebab itu, yogurt yang dipilih sebagai yogurt probiotik untuk dikembangkan selanjutnya adalah formula yogurt F3 yang mengandung L. bulgaricus, S. thermophilus, dan L. fermentum 2B4. Tabel 5. Nilai ph formula yogurt Formula Yogurt Bakteri ph F1 L. bulgaricus dan S. thermophilus 4.61 ± 0.23 F2 L. bulgaricus, S. thermophilus, L. plantarum 2C ± 0.18 F3 L. bulgaricus, S. thermophilus, L. fermentum 2B ± 0.07 F4 L. bulgaricus, S. thermophilus, L. plantarum 2C12, dan L. fermentum 2B ± Penelitian Utama Penelitian utama adalah pengujian in vivo dari yogurt sinbiotik terpilih yaitu yogurt formula 3. Pengujian in vivo ini untuk mengetahui kemampuan yogurt tersebut sebagai antidiare dan immunomodulator. Beberapa analisis yang dilakukan adalah analisis limfosit, analisis konsentrasi malonaldehida pada hati dan ginjal, serta analisis enzim antioksidan superoksida dismutase (SOD) pada hati dan ginjal tikus percobaan. 23

3 Pada penelitian ini digunakan tikus percobaan galur Sprague Dawley yang berjumlah 70 ekor yang dibagi menjadi lima kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok yogurt sinbiotik, kelompok yogurt sinbiotik + EPEC, kelompok kontrol positif, dan kelompok yogurt prebiotik konvensional Pengujian Yogurt Terpilih sebagai Antidiare Kejadian Diare Pada Tikus Percobaan Kejadian diare pada tikus dimulai sejak enam hari setelah dicekok EPEC tepatnya pada hari ke-13. Gambar 6 menunjukkan perbedaan kadar air feses pada tiap kelompok tikus percobaan. Feses dari kelompok tikus kontrol positif yaitu yang diinfeksi EPEC tanpa perlakuan cekok yogurt sinbiotik memiliki tekstur lembek, yang ditunjukkan dengan konsentrasi kadar air feses mencapai 66.9%, lebih tinggi dibandingkan kadar air feses tikus yang diinfeksi EPEC, namun diberi perlakuan yogurt sinbiotik (64.8%). EPEC merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menyebabkan diare. EPEC melekat pada sel mukosa usus dan menyebabkan terjadinya perubahan struktur sel, kemudian melakukan invasi menembus sel mukosa. Menurut De Roos dan Katan (2000), probiotik dapat mencegah diare dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri patogen melalui produksi bakteriosin dan berkompetisi dengan patogen untuk berikatan dengan sel epitel. Tikus yang sehat dan tikus yang diberi yogurt sinbiotik tidak mengalami diare serta memiliki kadar air feses sebesar 55.9% dan 56.0%. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12), diketahui bahwa kelompok kontrol positif dan kelompok dengan pemberian yogurt dan EPEC memiliki kadar air feses yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok yogurt sinbiotik pada taraf 5%. Kadar air feses kelompok yogurt + EPEC dan kontrol positif lebih tinggi dibandingkan kadar air feses kelompok kontrol negatif dan kelompok yogurt sinbiotik. Hal ini karena EPEC yang diberikan pada kelompok yogurt sinbiotik + EPEC dan kontrol positif memberikan reaksi pada saluran pencernaan. EPEC menempel pada mukosa usus dan mengeluarkan enterotoxin yang memicu pengeluaran cairan serta elektrolit pada saluran pencernaan (Lanata & Black 2001). Perbedaan kondisi feses pada saat terjadinya diare pada kelompok kontrol positif diperlihatkan pada Gambar 7. Kondisi feses pada kelompok tikus kontrol positif lebih lembek dibandingkan pada kelompok lainnya. Diare yang terjadi pada tikus kelompok kontrol positif bukanlah diare yang menyebabkan feses menjadi encer. Menurut Gill et al. (2007), pada kejadian diare yang disebabkan oleh infeksi EPEC, pengeluaran klorida oleh sel-sel usus berkurang karena adanya EPEC. Kegagalan sistem pertahanan mukosa intestinal melalui produksi musin (sebagai penghalang fisik, pelumas, menghasilkan senyawa bakteriostatik maupun bakteriosidal sel) oleh sel globet dan sel MALT, Mucosal-Associated Lymphoid Tissue (yang memproduksi secretory IgA), serta mikrovili (yang mendorong musin dan bakteri keluar dari membran mukosa) dalam mencegah adhesi EPEC akan mengawali infeksi EPEC. 24

4 64.8 ±2.0 b 66.9 ± 1.0 b 63.6 ± 0.7 a,b 55.9±0.3 a 56.0 ± 5.0 a Keterangan: setiap nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5 %. Gambar 6. Kadar air feses tikus percobaan Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh tersebut menyebabkan terjadinya perlekatan bakteri pada permukaan sel intestinal inang, berupa lesi attaching dan effacing yang bersifat localized adherence. Perlekatan kuat antara sel bakteri dan sel epitel inang akan merusak aktin dan mikrovili sel-sel mukosa inang yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mukosa untuk mengabsorbsi air sehingga terjadi diare akut berair yang persisten, selain kadang-kadang disertai demam ringan dan muntah (Knutton et al 1989). Selain karena kegagalan sistem pertahanan tubuh, diare pada kelompok yang dicekok EPEC juga disebabkan oleh EPEC yang melekat pada sel mukosa usus dan menyebabkan terjadinya perubahan struktur sel, kemudian melakukan invasi menembus sel mukosa. EPEC melekat pada sel mukosa yang kecil. Infeksi EPEC yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraseluler dan arsitektur sitoskeleton di bawah membrane mikrovilus. Seperti ETEC, EPEC juga menyebabkan diare tetapi dengan mekanisme molekuler kolonisasi yang berbeda. EPEC memiliki sedikit fimbria, menghasilkan sitotoksin, tetapi EPEC menggunakan adhesion yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasif (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan radang (Collier 1998). 25

5 Kontrol negatif Yogurt sinbiotik Yogurt sinbiotik + EPEC Kontrol positif Yogurt prebiotik konvensional Gambar 7. Kondisi feses pada saat terjadinya diare pada hari ke-13 EPEC mensekresi molekul-molekul bakterial ke dalam sel inang yang merusak transpor protein penukar ion klorida. Ketidakseimbangan ion sodium dan klorida dalam sel menyebabkan diare berair (watery diarrhea). Tikus yang mengalami diare juga dapat terlihat dari kondisi anusnya yang terlihat lebih merah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini disebabkan tikus yang mengalami diare akan mengalami frekuensi buang air besar yang lebih sering dibandingkan kelompok lainnya. Gambar 8 menunjukkan perbedaan kondisi anus tikus pada saat terjadinya diare. 26

6 Kontrol negatif Yogurt sinbiotik Yogurt sinbiotik + EPEC Kontrol positif Yogurt prebiotik konvensional Gambar 8. Perbedaan kondisi anus tiap kelompok tikus pada hari ke-13 perlakuan 27

7 Pertumbuhan Berat Badan Tikus 7.6 ± 5.0 a 7.8±4.2 a 7.5±3.8 a 6.2±2.0 a 6.0±2.2 a Keterangan: setiap nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5 %. Gambar 9. Pertumbuhan berat badan tikus percobaan selama pemeliharaan Pertumbuhan berat badan tikus selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa pertumbuhan berat badan tikus selama perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 13). Sebelumnya diduga akan terjadi penurunan berat badan tikus percobaan selama pengujian, akan tetapi diare yang dialami tikus memang tidak mengakibatkan tikus kekurangan cairan terlalu banyak. Feses tikus yang diare tidak sampai menjadi cair, tetapi hanya lembek, berukuran lebih besar, dan berwarna lebih pucat. Menurut Muscari (2001), manifestasi klinik berdasarkan tingkat keparahan diare dibagi menjadi tiga yaitu: (1) diare ringan dengan karakteristik pengeluaran feses lembek tanpa gejala lain, (2) diare sedang dengan karakteristik pengeluaran feses cair atau encer beberapa kali, peningkatan suhu tubuh, muntah, dan iritabilitas, tidak ada tanda-tanda dehidrasi dan kehilangan berat badan atau kegagalan menambah berat badan, dan (3) diare berat dengan karakteristik pengeluaran feses yang banyak, gejala dehidrasi sedang sampai berat, terlihat lemah, iritabilitas, gerakan yang tak bertujuan, respon yang tidak sesuai, atau terlihat koma. Berdasarkan hal ini, maka diare yang terjadi pada penelitian ini adalah diare dengan manifestasi klinik diare ringan yang tidak menyebabkan penurunan berat badan Jumlah Sel Limfosit pada Limpa Tikus Percobaan Sistem imun terdiri dari komponen genetik, molekuler dan seluler yang berinteraksi secara luas dalam merespon antigen endogenus dan eksogenus. Salah satu jenis sel yang berfungsi dalam merespon antigen adalah sel darah putih. Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu bentuk sistem pertahanan tubuh. Leukosit terdiri dari 75% sel granulosit dan 25% sel agranulosit yang terbentuk dalam sumsum tulang belakang (Baratawidjaya 1991). 28

8 Limfosit merupakan bagian dari sel darah putih yang bersifat agranulosit, berukuran kecil, berbentuk bulat dengan diameter 7-12 mikrometer dan banyak terdapat pada organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe, dan timus. Sel ini merupakan inti dalam proses respon imun spesifik karena sel-sel limfosit dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang terdapat pada intraseluler maupun ekstraseluler (Kresno 1996). Menurut Zakaria (1996), uji aktivitas sel limfosit dapat dilakukan secara in vitro dan merupakan indikator kualitas respon imun. Proliferasi limfosit adalah suatu fungsi biologis yaitu berupa perbanyakan sel melalui pembelahan sel atau mitosis sebagai respon terhadap antigen atau mitogen. Pada proses tersebut dihasilkan sel-sel efektor atau sel plasma yang berperan dalam respon spesifik dan nonspesifik. Sel limfosit yang dapat berproliferasi adalah sel B dan sel T. Pada awal proliferasi ini, sel B bertambah banyak dan berdiferensiasi menjadi sel plasma (efektor) dan sel memori, sedangkan sel T berdiferensiasi menjadi tiga bentuk sel T yaitu sel T helper, T supressor, dan sel T cytotoksik. Sel B dan sel T merupakan bagian dari sel limfosit yang memiliki peranan dalam sistem imun spesifik. Sel T akan menghasilkan sitokinin yang menginduksi sistem imun yang lain. Adanya hal ini memperlihatkan bahwa proliferasi dapat memperbanyak jumlah sel B dan sel T atau sel limfosit sehingga kemampuan menghasilkan sitokinin dan antibodi yang diperlukan untuk melawan antigen meningkat. Penentuan aktivitas proliferasi sel limfosit dilakukan pada organ limpa. Hal ini disebabkan ogan limpa merupakan organ limfoid sekunder. Organ ini memiliki fungsi menangkap dan mempresentasikan antigen dengan efektif. Selain itu sel B dan sel T sudah berada dalam keadaan matang sehingga sudah siap untuk berproliferasi dan berdiferensiasi, serta merupakan tempat utama produksi antibodi. Organ limpa juga merupakan tempat untuk saringan darah dan tempat respon imun utama terhadap antigen asal darah (Baratawidjaja 2006). Pada penelitian ini, dilakukan isolasi sel limfosit selama perlakuan tikus percobaan, kemudian dihitung jumlahnya. Jumlah sel limfosit yang diisolasi dari limpa tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan jumlah sel limfosit tikus percobaan (x10 7 /ml) pada hari ke-7, 14,dan 21 Kelompok Tikus Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Kontrol negatif 4.29±0.12 a 3.07±0.24 a 3.94±3.66 a Yogurt sinbiotik 8.02±0.47 b 7.01±0.44 b 2.84±1.46 a Yogurt sinbiotik + EPEC 5.00±0.88 a 3.66±1.73 a 3.87±3.24 a Kontrol positif 4.58±0.48 a 1.68±0.34 a 1.56±0.43 a Yogurt prebiotik konvensional ±0.90 a Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan bahwa tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 %. Berdasarkan Tabel 6. terlihat bahwa jumlah limfosit pada hari ke-21 tikus percobaan yang dicekok dengan yogurt sinbiotik tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (p > 0.05) pada taraf 5% (Lampiran 18). Meskipun demikian pada hari ke-7 dan ke-14 kelompok tikus yang diberi perlakuan dengan pemberian yogurt sinbiotik menunjukkan nilai rata-rata jumlah limfosit tertinggi. Sidik ragam menunjukkan perlakuan pemberian yogurt berpengaruh nyata terhadap jumlah limfosit tikus percobaan pada hari ke-7 dan ke-14 (p < 0.05) (Lampiran 16 dan 17). 29

9 Hal ini menunjukkan bahwa pemberian yogurt sinbiotik selama 7 hari dan 14 hari mampu meningkatkan proliferasi limfosit, namun pemberian pada hari ke-21 tidak memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah sel limfosit. Hasil uji limfosit yang senada juga ditunjukkan oleh beberapa penelitian di antaranya yang dilakukan oleh Perdigon et al. (1994) diacu dalam Water et al (2005) yang menyatakan bahwa suplementasi dengan bakteri asam laktat Lb. delberuckii ssp. bulgaricus dan S. sallvarius ssp.thermophilus sebanyak 3 ml yogurt yang mengandung sel/ml menghasilkan kenaikan sekresi IgA pada usus kecil selama 7 hari. Namun kenaikan ini tidak diperlihatkan kembali setelah 10 hari pemberian yogurt pada tikus percobaan. Studi pada sukarelawan manusia dengan pemberian vaksin dan konsumsi bakteri probiotik Lactobacillus GG (ATCC ) serta Lactoccocus lactis selama 7 hari dihitung dari hari pertama pemberian vaksin, menunjukkan kelompok dengan pemberian bakteri probiotik Lactobacillus GG menaikkan jumlah spesifik antibodi IgA dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah sel penseksresi IgG, dan IgM (Fang et al diacu dalam Water et al. 2005). Perdigon et al. (1994, 1995) menyatakan BAL mampu menginduksi berbagai respon imun (spesifik, nonspesifik, atau keduanya) pada mukosa saluran pencernaan tikus. Respon imun yang diberikan oleh BAL pada saluran pencernaan adalah melalui Peyer s patch sel M, Follicle-associated ephitellium (FAE), atau melalui sel epitel pada mukosa usus kecil dan usus besar. Interaksi dengan sel M menghasilkan respon imun spesifik, sedangkan interaksi dengan FAE menghasilkan respon sistem imun nonspesifik atau inflamatori, dan melalui sel epitel mukosa usus mampu meningkatkan imunitas lokal atau ketahanan terhadap antigen. Pada hari ke-21 hasil sidik ragam (Lampiran 18) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada semua perlakuan (p > 0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian yogurt sinbiotik dan yogurt prebiotik konvensional pada hari ke-21 tidak memberikan pengaruh yang nyata pada peningkatan jumlah limfosit tikus. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya kemampuan mikroflora usus untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem usus, sehingga konsumsi bakteri yogurt sinbiotik setelah 14 hari paparan telah dianggap sebagai mikroflora normal usus yang tidak berbahaya bagi tubuh dan tidak menaikkan sistem imun tubuh. Pada kondisi ini mikroorganisme tersebut disebut carrier dan menjadi berperan seperti mikroflora normal (Tannock 1999) Kadar Malonaldehida pada Hati dan Ginjal Malonaldehida dalam materi biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator kerusakan oksidatif, terutama yang berasal dari asam lemak tak jenuh (Nebet 1996). Malonaldehida merupakan senyawa diadelhida yang mengandung tiga atom karbon dengan grup karbonil yang berada posisi atom C1 dan C3 dan mempunyai rumus kimia C 3 H 4 O 2 dengan berat molekul 72 (Raharjo & Sofos 1993). Malonaldehida (MDA) merupakan indikator terjadinya peristiwa oksidasi lipid. Berdasarkan hal tersebut maka kadar MDA pada tubuh dapat memperlihatkan kondisi imun tubuh. Semakin tinggi kadar MDA pada tubuh berarti semakin banyak infeksi yang terjadi. Kadar MDA pada hati ditunjukkan pada Tabel 7. 30

10 Tabel 7. Kadar MDA hati tikus percobaan (nmol/gram) pada berbagai perlakuan Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Kelompok Tikus Kontrol negatif 3.25±0.66 a 2.86±0.30 a 4.59±0.74 b Yogurt sinbiotik 2.18±0.65 a 2.73±0.34 a 2.93±0.78 a Yogurt sinbiotik + EPEC 2.65±0.18 a 2.75±0.48 a 6.79±0.25 c Kontrol positif 2.55±0.31 a 4.10±0.18 b 6.84±0.28 c Yogurt prebiotik konvensional ±0.46 b Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 %. Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa pada hari ke-7 perlakuan belum menunjukkan perbedaan kadar MDA hati secara nyata (p > 0.05) (Lampiran 21). Kadar MDA hati pada hari ke-14 memperlihatkan kelompok kontrol positif memiliki kadar MDA yang tertinggi dan berbeda nyata dengan kelompok lainnya (p < 0.05) (Lampiran 22). Kelompok kontrol positif yang diinfeksi EPEC menunjukkan kadar MDA hati yang tinggi karena tubuh memberikan respon terhadap patogen yaitu dengan cara memberikan mekanisme pertahanan pada saat sel patogen menginfeksi sel inang. Tubuh memberikan respon imun di antaranya melalui respon pertahanan imun seluler berupa kemampuan fagositas terhadap sel mikroba. Pada saat patogen memasuki haemolymph, NaDPH-oksidase akan diaktivasi pada haemocyte inang yang kemudian akan mereduksi oksigen menjadi anion superoksida dan menyebabkan produksi spesies oksigen reaktif yang lain seperti hidrogen peroksida, singlet oksigen, radikal hidroksil dan komponen reaktif lainnya (Castex et al. 2010). Pada hari ke-14 kelompok tikus yogurt sinbiotik dan kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC memiliki kadar MDA hati yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% dengan kelompok tikus kontrol negatif (Lampiran 22). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok tikus dengan pemberian yogurt mampu mempertahankan kondisi tubuhnya sama dengan kondisi tikus sehat. Jika dibandingkan antara kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC dan kelompok kontrol positif, terlihat bahwa pada hari ke-14 tikus kelompok yogurt sinbiotik + EPEC memiliki kadar MDA hati yang lebih rendah daripada kelompok kontrol positif. Hal ini mengindikasikan bahwa yogurt sinbiotik yang di dalamya terdapat probiotik L. fermentum mampu menekan terbentuknya radikal bebas yang disebabkan serangan EPEC. Sidik ragam pada hari ke-21 menunjukkan bahwa kelima kelompok perlakuan tikus percobaan memiliki kadar MDA hati yang berbeda nyata (p < 0.05) (Lampiran 23). Kelompok tikus yogurt sinbiotik menunjukkan kadar MDA hati yang berbeda nyata dengan kelompok lainnya. Kadar MDA hati kelompok tikus yogurt konvensional tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus kontrol negatif dan kadar MDA tikus kelompok yogurt sinbiotik + EPEC tidak berbeda nyata dengan tikus kelompok kontrol positif. Kadar MDA hati dari yang terendah hingga tertinggi adalah kelompok tikus yogurt sinbiotik, yogurt prebiotik konvensional, kontrol negatif, kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC dan kontrol positif. Dengan demikian yogurt sinbiotik mampu berperan sebagai antioksidan pada hati karena pada kelompok yogurt sinbiotik menunjukkan kadar MDA yang terendah. Yogurt sinbiotik jika dibandingkan dengan yogurt prebiotik konvensional lebih menurunkan kadar MDA hati tikus pada hari ke-21. Yogurt prebiotik konvensional hanya mampu menunjukkan kemampuan antioksidan yang tidak berbeda nyata dengan tikus yang sehat (tikus kontrol negatif). 31

11 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Truusalu et al. (2008), pengobatan dengan menggunakan ofloksasin yang dikombinasikan dengan probiotik L. fermentum untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh Sallmonella thyphimurium menunjukkan bahwa kombinasi ini mampu menurunkan jumlah Salmonella thyphimurium di hati, darah, dan saluran pencernaan serta menurunkan jumlah lipid peroksida di usus halus. Kemampuan L. fermentum dalam mengurangi reactive oxygen species (ROS) juga dinyatakan oleh Kullisaar et al. (2001) yang menyatakan bahwa L. fermentum E.3 dan E.8 yang diisolasi dari mikroflora anak yang sehat, mampu bertahan ketika dipapar dengan kehadiran ROS, seperti hidrogen peroksida, anion superoksida dan radikal hidroksil. Bakteri probiotik ini juga meningkatkan jumlah glutation peroksidase dan Mn-SOD yang merupakan enzim yang penting dalam mencegah peroksidasi lipid dan mengeluarkan hidrogen peroksida. Kadar MDA juga diamati pada organ ginjal yang diperlihatkan pada Tabel 8. Tabel 8. Kadar MDA ginjal tikus percobaan (nmol/gram) pada berbagai perlakuan. Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Kelompok Tikus Kontrol negatif 14.34±1.98 a 14.32±3.09 a 14.83±2.86 a Yogurt sinbiotik 12.21±4.64 a 13.13±4.69 a 18.66±6.71 a Yogurt sinbiotik + EPEC 10.72±1.88 a 24.89±6.20 a 15.78±6.36 a Kontrol positif 9.28±0.97 a 13.94±3.96 a 17.18±4.24 a Yogurt prebiotik konvensional ±6.91 a Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan bahwa tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Kadar MDA ginjal pada hari ke-7, ke-14, dan ke-21 tidak berbeda nyata (p>0.05) (Lampiran 25, 26, dan 27). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pada kelompok tikus tidak memberikan pengaruh terhadap kadar MDA ginjal. Dengan kata lain pengaruh yogurt sinbiotik belum berpengaruh untuk menurunkan kadar MDA pada ginjal Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase pada Tikus Percobaan Oksidasi dan produksi radikal bebas, serta reactive oxigen species (ROS) adalah bagian dari metabolisme tubuh kita yang tidak dapat dipisahkan. Radikal bebas dan ROS diproduksi oleh tubuh dengan suatu pertimbangan untuk memberikan fungsi biologis yang penting. Sebagai contoh fagositosis yang teraktivasi menggunakan ROS untuk membunuh beberapa jenis bakteri dan jamur. Superoksida memainkan peran yang penting dalam mengatur pertumbuhan sel dan sinyal interseluler. Radikal bebas dan ROS memiliki kegunaan apabila keduanya diproduksi dalam jumlah yang benar, pada situasi dan letak dalam sel yang tepat. Meskipun demikian keduanya dapat menjadi sangat berbahaya bagi tubuh jika diproduksi dalam jumlah, situasi dan letak yang tidak tepat dalam tubuh. Radikal bebas dan ROS sangat reaktif dan sangat cepat merusak molekul di sekitarnya. Radikal bebas dan ROS dapat bereaksi dengan molekul nonradikal dan dapat memulai rantai reaksi berkebalikan seperti lipid peroksidasi. Keduanya juga dapat membahayakan molekul lainnya termasuk protein, karbohidrat, dan DNA (Papas 1999). Tubuh dalam rangka bertahan dan melawan kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dan ROS, manusia dan organisme hidup lainnya mengembangkan sistem antioksidan yang kuat dan kompleks (Winarsi 2007). Sistem antioksidan adalah bermacam-macam kelompok molekul yang 32

12 melindungi bagian penting fungsi biologis dari kerusakan oksidatif. Antioksidan biasanya berperan dengan menghilangkan atau menginaktifasi komponen kimia antara yang memproduksi radikal bebas. Antioksidan dapat dihasilkan dalam tubuh secara endogenus atau diperoleh dari makanan (Papas 1999). Komponen penting dari pertahanan seluler endogenus di antaranya adalah penurunan glutathione (GSH) dan enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSHPx), dan katalase (CAT) (Kullisaar et al. 2002). Hasil analisis aktivitas SOD dalam hati tikus ditunjukkan pada Tabel 9. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada hari ke-7 setelah perlakuan tidak ada perbedaan nyata aktivitas SOD (p > 0.05) (Lampiran 29). Tabel 9. Aktivitas SOD hati tikus percobaan (unit/mg protein) Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Kelompok Tikus Kontrol negatif ±14.63 a ±61.12 a ± a Yogurt sinbiotik ±17.18 a ±17.05 a,b ±9.96 a Yogurt sinbiotik + EPEC ±18.41 a ±19.86 b ±37.50 a Kontrol positif ±66.42 a ±28.30 a ±18.98 a Yogurt prebiotik ±28.01 a Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan bahwa tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Aktivitas SOD pada hari ke-14 yaitu satu minggu setelah perlakuan pencekokan EPEC pada kelompok yogurt sinbiotik + EPEC dan kelompok kontrol positif menunjukkan kelompok yogurt sinbiotik + EPEC memilki SOD paling tinggi. Sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada perlakuan yogurt terhadap aktivitas SOD hati (p < 0.05) (Lampiran 30). Kelompok tikus yogurt sinbiotik + EPEC memiliki aktivitas SOD yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok yogurt sinbiotik + EPEC meskipun kelompok ini dipapar dengan EPEC, kelompok tikus yang diberi yogurt sinbiotik mampu mempertahankan kondisi antioksidan dalam tubuhnya melalui keberadaan SOD. Menurut Castex et al. (2010) sistem antioksidan yang terkoordinasi diketahui sebagai komponen esensial pengaturan tubuh suatu organisme. Oleh sebab itu keterlibatan sistem pertahanan antioksidan dalam perkembangan penyakit melalui kemampuan sistem antioksidan untuk membatasi adanya stress oksidatif kemungkinan merupakan bagian penting dalam respon melawan patogen. Kullisaar et al. (2001) menyatakan bahwa Lactobasilus spp, telah diteliti memiliki efek antimikroba yang juga diekspresikan melalui ROS yang mungkin memiliki pengaruh yang selektif pada mikrobiota pada saluran pencernaan. Lactobacillus spp. adalah anggota mikrobiota pada tubuh manusia sehat yang penting. Bakteri asam laktat dan bifidobacteria dipertimbangkan memiliki beberapa efek fisiologis seperti aktivitas antimikroba, meningkatkan potensi imun, dan aktivitas anti tumor (Fuller 1991, Salminen et al. 1998). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa strain Lactobacillus memiliki aktivitas antioksidan dan dapat menurunkan akumulasi ROS selama mengonsumsi makanan (Kaizu et al. 1993, Peuhkuri et al 1996 diacu dalam Kullisaar et al. 2002). Bakteri asam laktat mampu mendegradasi anion superoksida dan hidrogen peroksida (Ahotupa et al 1996, Korpela et al diacu dalam Kullisaar et al. 2002). Meskipun demikian tipe dari superoksida dismutase (SOD) yang diekspresikan belum diketahui (Kullisaar et al. 2002). 33

13 Kullissar et al. (2001) melaporkan bahwa Lactobacillus fermentum memiliki aktivitas antioksidatif yang penting yaitu Mn-SOD dan secara signifikan menaikan ketahanan terhadap beberapa ROS, seperti hidrogen peroksida, superoksida dan hidroksil radikal. Berdasarkan hal tersebut adanya Mn-SOD dari L. fermentum dapat membantu antioksidan tubuh dalam menangkal radikal bebas. Lampe (1999) di dalam Winarsi (2007) menyatakan bahwa antioksidan seluler tidak dapat bekerja secara individual tanpa dukungan asupan antioksidan sekunder dari bahan pangan. Makin tinggi asupan antiosidan eksogenus, makin tinggi pula status antioksidan endogenus. Setelah dua puluh satu hari perlakuan, aktivitas SOD hati menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p<0.05) (Lampiran 31). Hal ini kemungkinan terdapat mekanisme pemulihan pada kelompok yogurt sinbiotik + EPEC dan kelompok kontrol positif. Winarsi (2007) menyatakan bahwa tubuh mempunyai mekanisme untuk menetralkan kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Mekanisme tersebut diperankan oleh jaringan antioksidan yang saling menopang dalam jaringan kerja antar-antioksidan. Antioksidan yang satu berperan dalam daur ulang antioksidan yang lain sehingga tubuh senantiasa mempunyai pasukan antioksidan yang siap siaga berperang melawan senyawa-senyawa oksigen reaktif. Aktivitas SOD ginjal diperlihatkan pada Tabel 10. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui pada hari ke-7 tidak terdapat perbedaan yang nyata aktivitas SOD ginjal kelompok tikus (p > 0.05) (Lampiran 33). Pada hari ke-14, hasil analisis SOD ginjal menunjukkan terdapat perbedaaan yang nyata (p< 0.05) (Lampiran 34). Kelompok tikus kontrol positif secara nyata memiliki konsentrasi SOD ginjal yang berbeda dengan kelompok lainnya. Halliwell & Gutteridge (1999) menyatakan bahwa respitoratory burst (peningkatan konsumsi oksigen) dapat disebabkan oleh opsonisasi bakteri, opsonisasi zymosan (preparasi dinding sel khamir), dan beberapa komponen kimia. Oleh sebab itu pada kelompok kontrol positif (kelompok tikus yang dicekok dengan EPEC) adanya bakteri yang menempel pada permukaan mukosa usus dapat meningkatkan konsumsi oksigen sehingga SOD pada ginjal akan digunakan untuk mengubah oksigen menjadi hidrogen peroksida yang kemudian akan dinetralkan dengan bantuan GPx menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Kelompok yogurt sinbiotik dan kelompok yogurt sinbiotik + EPEC mampu mempertahankan aktivitas SOD nya sama dengan tikus sehat. Tabel 10. Aktivitas SOD ginjal tikus percobaan (U/mg protein) Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Kelompok Tikus Kontrol negatif ±20.89 a ±49.61 b ±23.63 a Yogurt sinbiotik ±19.56 a ±3.83 b ± a Yogurt sinbiotik + EPEC ±22.23 a ±23.92 b ±18.35 a Kontrol positif ±35.22 a ±28.87 a ±25.18 a Yogurt prebiotik konvensional ±13.14 a Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan bahwa tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Konsentrasi SOD ginjal pada hari ke-21 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar kelompok tikus percobaan (p > 0.05) (Lampiran 35). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain terdapat mekanisme adapatasi atau pemulihan. Halliwell & Gutteridge (1999) menyatakan bahwa banyak bakteri merespon mild oxidative stress dengan menjadi resisten atau lebih hebat mengalami stress oksidatif. Sebagai contoh E. coli atau S. thypimurium yang dipapar dengan H 2 O 2 34

14 konsentrasi sedang, sintesis 30 protein meningkat dan sel menjadi resisten terhadap kerusakan ketika dipapar dengan konsentrasi H 2 O 2 yang lebih tinggi. E.coli memiliki gen oxyr yang pada kondisi normal menjaga konsentrasi H 2 O 2 pada kondisi steady state yaitu pada konsentrasi 0.2 M di atas kisaran kondisi pertumbuhan. 35

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL SELEKSI ISOLAT INDIGENUS BAKTERI PROBIOTIK UNTUK IMUNOMODULATOR DAN APLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN YOGURT SINBIOTIK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL ANTIDIARE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Histologi jaringan usus halus

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Histologi jaringan usus halus HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Histologi jaringan usus halus Kerusakan vili pada usus halus dapat dilihat dari gambaran histologi jaringan usus halus tersebut. Keberadaan vili berpengaruh terhadap penyerapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi Rataan volume usus besar ayam broiler pada berbagai perlakuan pasca transportasi disajikan pada Tabel 7. Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan saluran pencernaan (FAO/WHO,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Formula Sinbiotik Terpilih Aktivitas antimikroba formula yogurt sinbiotik dilakukan dengan metode kontak dimana kombinasi formula yogurt sinbiotik yang dibuat

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah digunakan per tahun dan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akses terhadap obat merupakan salah satu hak azasi manusia. Obat merupakan salah satu unsur penting dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini terjadi transisi epidemiologi yakni di satu sisi masih tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain mulai meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol gulma

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Pengukuran aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan pada keadaan hipoksia hipobarik akut berulang ini dilakukan berdasarkan metode Mates et al. (1999) yang dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbal merupakan salah satu logam berat yang bersifat racun bagi manusia, dapat ditemukan pada semua lingkungan sekitar kita, dan merupakan logam berat yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan jabatan, kekuasaan ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen akan kehilangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau. rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau. rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus menerus. Suryana (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting untuk pertumbuhan maupun untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih dari 200ml perhari atau buang air besar (defekasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5. terdapat 1,7 milyar kasus diare baru pertahunnya (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5. terdapat 1,7 milyar kasus diare baru pertahunnya (WHO, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5 tahun. Setiap tahunnya 760.000 anak meninggal karena diare. Secara global, terdapat 1,7 milyar kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa disadari, setiap hari semua orang membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup karena makanan merupakan sumber utama penghasil energi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 200; FAO/WHO, 2002;

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah mengenal kehidupan di tempat tinggi sejak ribuan tahun lalu. Secara alami telah terjadi proses adaptasi fisiologis sebagai mekanisme kompensasi terhadap

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Pangan fungsional mendapat nilai tertinggi kedua berdasarkan hasil penilaian konsumen terhadap pangan berdasarkan kepentingannya (Astawan, 2010),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat dengan diameter kurang dari 10 µm, sulfur dioksida (SO2), ozon troposferik, karbon monoksida (CO),

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring dengan bertambahnya jumlah populasi,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulcerative Colitis (UC) termasuk dalam golongan penyakit Inflammatory Bowel Disease (IBD). Keadaan ini sering berlangsung kronis sehingga dapat mengarah pada keganasan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 YOGURT SINBIOTIK

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 YOGURT SINBIOTIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 YOGURT SINBIOTIK Dewasa ini, yogurt merupakan minuman yang diminati oleh masyarakat Indonesia. Yogurt telah lama diketahui sebagai produk dengan banyak manfaat yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit yang sering dialami adalah diare. Penyakit diare merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan dan martabat manusia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar di dunia. WHO mencatat hingga tahun 2008 sebanyak 17,3 juta orang telah meninggal akibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah 5 tahun tapi ada beberapa daerah dengan episode 6-8 kali/tahun/anak. 1 Hasil

BAB I PENDAHULUAN. bawah 5 tahun tapi ada beberapa daerah dengan episode 6-8 kali/tahun/anak. 1 Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diare akut merupakan masalah utama kesehatan anak di seluruh dunia. Di negara berkembang rata-rata 3 episode per anak per tahun pada anak berusia di bawah 5 tahun tapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya peningkatan konsumsi masyarakat akan daging dan bergesernya pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi daging segar menjadi daging olahan siap konsumsi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Abortus merupakan kejadian yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar 10-15 % dari semua tanda klinis kehamilan yang dikenali,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat kimia yang dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. Penggunaan alkohol

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya

BABI PENDAHULUAN. pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman, kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual di pasaran. Menurut Badan Standar Nasional (1998), minuman isotonik merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO,2001) dengan memperbaiki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik yang dilakukan dengan teratur dapat mencegah penyakit kronis seperti kanker, hipertensi, obesitas, depresi, diabetes dan osteoporosis (Daniel et al, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latihan fisik secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan termasuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan penyakit diabetes (Senturk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Merokok memberikan implikasi terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang saat ini dan baik untuk kesehatan usus adalah produk sinbiotik. Produk sinbiotik merupakan produk yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini, perubahan fungsi kognitif seseorang menjadi salah satu masalah sosial yang dihadapi oleh semua orang. Hal ini dikarenakan, perubahan fungsi kognitif

Lebih terperinci