JENIS-JENIS FUNGI PADA BEBERAPA TINGKAT KEMATANGAN GAMBUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JENIS-JENIS FUNGI PADA BEBERAPA TINGKAT KEMATANGAN GAMBUT"

Transkripsi

1 JENIS-JENIS FUNGI PADA BEBERAPA TINGKAT KEMATANGAN GAMBUT SKRIPSI OLEH: SAUD DANIEL SARAGIH /BDH DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

2 ABSTRACT SAUD DANIEL SARAGIH. Species of Fungi Various on Peat Maturation. Under Academic Supervision of Dr. Budi Utomo, SP, MP and Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. The objective of this research was to inventore species of fungi in peat soil in case to accelerate decomposition process the organic matter and to know influence of peat maturation for fungi existence to decompose organic matter. The soil sample were taken from Desa Sei Siarti, Kabupaten Labuhan Batu. The isolation of fungi were carried out at Pest and Plant Disease Laboratory, Faculty of Agriculture, North Sumatera University. The isolation of fungi carried out using extract dilution of peat soil method. There were two species of fungi in fibrik such as Aspergillus sp.1 and Mukor sp., with total population cfu/ml, in hemik there were five species of fungi such as Penicillium chrysogenum, Mucor sp., Penicillium digitatum, Pinicillium sp., Curvularia sp., with total population 1970 cfu/ml, and in saprik there were four species of fungi such as Aspergillus sp.1., Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, Aspergillus sp.2., with total population cfu/ml. Key words: Peat soil, Fungi, Fibrik, Hemik, and Saprik

3 ABSTRAK SAUD DANIEL SARAGIH. Jenis-jenis Fungi pada Beberapa Tingkat Kematangan Gambut. Dibimbing oleh Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. Tujuan penelitian ini adalah untuk menginventarisasi berbagai jenis fungi yang terdapat pada tanah gambut dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mengetahui pengaruh tingkat kematangan gambut terhadap keberadaan jenis fungi dalam mendekomposisikan bahan organik. Sampel tanah gambut diambil dari Desa Sei Siarti, Kabupaten Labuhan Batu. Isolasi fungi dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Isolasi fungi dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran ekstrak tanah gambut. Terdapat 2 jenis fungi pada tanah gambut fibrik yaitu Aspergillus sp.1 dan Mukor sp., dengan total populasi sebesar cfu/ml, pada tanah gambut hemik terdapat 5 jenis yaitu Penicillium chrysogenum, Mucor sp., Penicillium digitatum, Pinicillium sp., Curvularia sp., dengan total populasi sebesar 1970 cfu/ml, dan pada tanah gambut saprik terdapat 4 jenis fungi yaitu Aspergillus sp.1., Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, Aspergillus sp.2., dengan total populasi sebesar cfu/ml. Kata kunci: Tanah Gambut, Fungi, Fibrik, Hemik dan Saprik.

4 RIWAYAT HIDUP Saud Daniel Saragih dilahirkan di Tebing Tinggi Propinsi Jambi pada tanggal 26 Maret 1986 dari pasangan Bapak Lesmar Saragih dan Ibu Kemerlina Tamsar. Penulis merupakan putra pertama dari 4 bersaudara. Tahun 1998 penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 363/v Purwodadi Propinsi Jambi, lulus pada tahun 2001 dari SLTP Negeri 3 Tungkal Ulu Propinsi Jambi, kemudian tahun 2004 lulus dari SMA Swasta Teladan Pematang siantar dan pada tahun 2004 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian. Selama perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) sebagai pengurus dari tahun dan mengikuti beberapa pelatihan salah satunya adalah Pelatihan Burung Pantai Migran di Desa Percut dan Tanjung Rejo. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada tahun 2006 di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Pada tahun 2008 melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunianya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah Ilmu Ekologi dengan judul Jenis-jenis Fungi pada Beberapa Tingkat Kematangan Gambut. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberi saran dan arahan dalam skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Lesmar Saragih dan Ibu Kemerlina Tamsar, serta seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Medan, Maret 2009 Saud Daniel Saragih

6 DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT... i ABSTRAK... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 2 Kerangka Pemikiran... 4 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 Hipotesis Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Tanah Gambut... 5 Sifat fisik tanah gambut... 7 Sifat kimia tanah gambut... 8 Air tanah gambut Fungi Tanah Peranan Mikroorganisme dalam Mendekomposisi Bahan Organik KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian Metode Isolasi Pembuatan PDA (Potato Dextrose Agar) Variabel yang diteliti HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

7 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah saprik Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah saprik Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah saprik... 22

8 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian yang akan dilaksanakan Metode isolasi fungi di laboratorium Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut fibrik Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut hemik Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut saprik Aspergillus sp Aspergillus sp Curvularia sp Fusarium sp Penicillium chrysogenum Penicillium digitatum Penicillium sp Mucor sp... 30

9 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Rencana jadwal kegiatan penelitian Rencana anggaran biaya Data dasar jumlah koloni fungi pada beberapa tingkat kematangan gambut Jumlah koloni fungi rata-rata yang berasal dari beberapa tingkat kematangan gambut... 43

10 PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut hanya menutupi sekitar 3% dari luas bumi, dan mengandung 20-35% dari karbon yang tersimpan di permukaan bumi. Lahanlahan gambut tropik, seperti di Asia Tenggara, mempunyai kapasitas penyimpanan karbon yang sangat banyak (3-6 kali lebih banyak daripada lahanlahan gambut di daerah beriklim sedang). Lahan gambut juga sangat kaya akan keanekaragaman jenis hayati yang unik dan hanya dijumpai di daerah rawa-rawa gambut (Moore & Nina 2003). Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 26 juta ha. Hampir seluruh lahan gambut yang ada di Indonesia tersebut terdapat di luar Pulau Jawa, yang merupakan pulau-pulau daerah tujuan transmigrasi, yaitu di Pulau Sumatera 8,9 juta ha, Pulau Kalimantan 6,3 juta ha dan Pulau Papua 10,9 juta ha. Di wilayah Sumatera, sebagian besar lahan gambut berada di pantai Timur, sedangkan di Kalimantan terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan (Tim Ad Hoc 2008). Hutan rawa gambut adalah jenis hutan yang tumbuh pada suatu lapisan tebal dari bahan organik. Lapisan bahan organik ini terdiri atas tumpukan tumbuhan yang telah mati seperti dedaunan, akar-akar, ranting, bahkan batang pohon lengkap, yang telah terakumulasi selama ribuan tahun. Gambut tersebut membentuk media tumbuh yang semakin terangkat tiap pergantian generasi tumbuhan, dan hal tersebut dapat menghasilkan lapisan dengan ketebalan hingga

11 lebih dari 20 meter. Lapisan gambut terbentuk dalam kondisi tertentu, karena tumbuhan yang mati dalam keadaan normal dengan cepat mengalami penguraian oleh fungi, bakteri dan organisme lainnya. Namun karena sifat tanah gambut yang anaerob dan memiliki keasaman tinggi, serta kurangnya unsur hara, maka proses dekomposisi berlangsung lambat (Central Kalimantan Peatlands Project 2006). Mengingat pentingnya peran mikroorganisme tanah khususnya fungi, dalam proses dekomposisi bahan organik pada tanah gambut dan masih relatif terbatasnya informasi mengenai jenis fungi pada tanah gambut, perlu diidentifikasi jenis-jenis fungi tanah gambut dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Dengan demikian akan dapat diketahui populasi dan jenis fungi yang berperan dalam proses dekomposisi bahan orgnik tanah gambut. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai data pendukung dalam pengelolaan lahan gambut. Buckman & Nyle (1982) menyatakan bahwa organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah. Kerangka Pemikiran Tanah gambut merupakan media yang kaya akan bahan organik, dengan kandungan lebih dari 65%. Gambut yang terbentuk dapat mencapai kedalaman 15 meter. Lingkungan tanah gambut selalu dalam keadaan jenuh air. Bahan organik yang tinggi tidak membuat tanah gambut memiliki unsur hara yang tinggi, karena kondisi tanah gambut yang anaerob membuat proses dekomposisi oleh mikroorganisme berlangsung lambat, walaupun dilakukan modifikasi ke kondisi aerob dengan cara memberikan drainase pada tanah gambut. Mikroorganisme

12 yang paling berperan pada proses dekomposisi bahan organik di tanah gambut adalah fungi dan bakteri. Dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik maka perlu diidentifikasi jenis fungi yang terdapat di tanah gambut, sehingga diketahui jenis fungi yang paling berperan dalam dekomposisi bahan organik. Identifikasi fungi ini juga akan memberikan informasi tentang fungi yang lebih dominan di tanah gambut. Tanah gambut yang dijadikan sampel dibedakan berdasarkan kematangan yaitu, fibrik, hemik dan saprik. Secara rinci pola pikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Tanah gambut Bahan organik tinggi (> 65%) Kondisi anaerob Unsur hara tinggi Proses dekomposisi lambat Unsur hara rendah Mikroorganisme tanah Fungi Bakteri Identifikasi fungi Fungi dominan dalam dekomposisi bahan organik di tanah gambut Fungi yang direkomendasikan Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

13 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menginventarisasi berbagai jenis fungi yang terdapat pada tanah gambut dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik 2. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan gambut terhadap keberadaan jenis fungi dalam mendekomposisikan bahan organik. Manfaat penelitian Manfaat yang dapat diambil dengan adanya penelitian ini adalah memberikan informasi jenis fungi tanah gambut dalam rangka mempercepat proses dekomposisi bahan organik, sehingga dapat digunakan sebagai masukan dalam kegiatan pengelolaan lahan gambut. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis penelitian ini adalah: 1. Terdapat berbagai jenis fungi pada bahan organik di tanah gambut. 2. Tingkat kematangan gambut berpengaruh terhadap jenis fungi yang terdapat pada bahan organik.

14 TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Secara fisik, lahan gambut merupakan tanah histosol yang umunya selalu jenuh air atau terendam air sepanjang tahun. Menurut Foth (1991) tanah histosol terbentuk dari tanah jenuh air terus menerus paling sedikit sebulan dalam satu tahun. Tanah histosol sangat dipengaruhi oleh vegetasi alami yang ditimbun di dalam air dan tingkat perombakannya. Suriadikarta & Mas (2007) menuliskan, dalam praktek, tanah gambut yang digunakan memiliki kedalaman minimal 50 cm. Pada tahap awal, proses pengendapan bahan organik terjadi di daerah cekungan di belakang tanggul sungai. Dengan adanya air tawar dan air payau yang menggenangi daerah cekungan, proses dekomposisi bahan organik menjadi sangat lambat. Selanjutnya secara perlahan-lahan terjadilah akumulasi bahan organik, yang akhirnya terbentuk endapan gambut dengan ketebalan yang bervariasi. Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk dari bahan organik berupa (1) bahan jenuh air dalam waktu lama dengan kadar bahan organik paling sedikit 12%, atau (2) bahan tidak jenuh air selama kurang dari beberapa hari dengan kadar bahan organik paling sedikit 20% (Noor 2004). Lahan gambut (kadang-kadang disebut rawa gambut) terbentuk dari tanaman-tanaman yang tergenang air terurai secara lambat. Gambut yang terbentuk terdiri atas berbagai bahan organik tanaman yang membusuk dan terdekomposisi pada berbagai tingkatan. Tingkat dekomposisi/kematangan gambut serta kedalaman gambut sangat mempengaruhi kualitas lahan gambut. Berdasarkan tingkat dekomposisinya gambut tergolong dalam gambut fibrik

15 (dekompoisi awal), hemik (dekomposisi pertengahan), saprik (dekomposisi lanjut) (Noor 1996). Ciri-ciri khas dari lahan gambut adalah mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi (lebih dari 65%). Gambut yang terbentuk dapat mencapai kedalaman lebih dari 15 m (Moore & Nina 2003). Umumnya, kawasan gambut membentuk kubah yang tebal di bagian tengah yaitu diantara dua sungai dan makin mendekati tepi atau pinggir sungai ketebalan gambut makin tipis. Ketebalan gambut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, dibeberapa wilayah rawa yang berada pada ketinggian 1 m 2 m dari permukaan laut, ketebalan gambut relatif tipis, tetapi di wilayah pesisir ketebalan gambut sekitar 0,5 m 2,0 m (Noor 2001). Hutan rawa gambut ditumbuhi oleh beberapa jenis vegetasi. Dari arah sungai menuju ke tengah kubah gambut terdapat perubahan yang berlanjut dalam komposisi spesies dan struktur hutan. Sungai-sungai tersebut didominasi oleh rerumputan apung dan tumbuhan palem yang berduri dan melilit, yang dapat menghalangi sungai tersebut, membuat sulit bahkan tidak bisa untuk diarungi. Tumbuhan palem dan beraneka ragam pohon besar seperti Terentang, Pulai dan Meranti mendominasi di sekitar sungai. Keragaman tersebut mulai berkurang dengan jelas terlihat menuju area deposit gambut yang lebih dalam di sekitar pusat dari kubah gambut tersebut. Salah satu spesies khas di rawa gambut adalah Ramin, yang merupakan jenis pohon yang bernilai komersial tinggi. Hanya ada sedikit spesies yang tahan terhadap kondisi pasokan unsur hara yang amat sedikit dan juga simpanan air yang hampir selalu konstan di bagian hutan ini, membuat pertumbuhan pohon-pohon menjadi terhambat. Di beberapa

16 wilayah, pepohonan tumbuh tidak lebih dari ketinggian 10 hingga 15 meter (Central Kalimantan Peatlands Project 2006). Sifat fisik tanah gambut Menurut Buckman & Nyle (1982) sifat-sifat fisik tanah gambut meliputi; (1) warna tanah, (2) kerapatan massa, dan (3) struktur. Berikut uraian tentang sifat-sifat fisik tanah gambut di atas. 1. Warna Tanah Tanah gambut mempunyai warna khas, yaitu coklat kelam atau sangat hitam kalau basah. Walaupun bahan asal mungkin kelabu, coklat atau coklat kemerahan, senyawa humik berwarna kelam manunjukkan tingkat dekomposisinya. Pada umumnya perubahan yang dialami bahan organik agak mirip dengan yang terjadi pada sisa-sisa organik tanah mineral, meskipun aerasi pada gambut terbatas. 2. Kerapatan massa Kerapatan massa lahan gambut atau berat volume dibanding dengan tanah permukaan mineral sangat kecil yaitu 0,09 kg sampai 0,13 kg, mungkin ini perkiraan yang wajar. Permukaan suatu tanah mineral yang dikelola massanya berkisar antara 0,56 kg sampai 0,65 kg. Dalam 30,5 cm 3 tanah gambut mengandung bahan kering 3,63 kg sampai 9,07 kg, tergantung pada sumber asal, keadaan lapisan dan campuran bahan mineral. 3. Struktur Tanah gambut kayuan atau berserat yang khas dan paling menonjol adalah keadaan fisik yang hampir tidak berubah. Sementara lapukan bahan organik,

17 dalam keadaan koloidal dan memiliki daya adsorbsi yang banyak, kohesi dan plastisitasnya sangat rendah. Karena itu, tanah gambut yang baik ialah bergumpal, terbuka dan mudah dikerjakan. Sifat kimia tanah gambut Menurut Noor (2001) sifat kimia tanah gambut yang utama meliputi; (1) keasaman tanah, (2) ketersediaan hara tanah, (3) kapasitas tukar kation, (4) kadar asam organik tanah dan (5) kadar pirit atau sulfur. 1. Keasaman tanah Tanah gambut memiliki karakteristik kimiawi yang khas pada kondisi murni air tawar. Tidak adanya nutrisi atau komponen penyangga yang dapat mengalir masuk dan ke luar area gambut membuat air tanah gambut asam dengan ph 3,0 4,5 dan unsur hara yang sangat rendah (Central Kalimantan Peatlands Project 2006). Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman tanah gambut adalah kadar pirit (senyawa sulfur) dan asam-asam organik. Pada ph 3,0 4,5 yang berperan dalam menentukan keasaman tanah adalah Al 3+ yang dapat dipertukarkan (Aldd). Peran ion hidroksida Al dan H dd makin besar pada ph 4,5 5,5 dan yang semakin mendekati ph 5,5. Pada ph > 5,5 sumber keasaman utama bukan lagi dari Al dd tetapi H dd dan H + yang terdisosiasi dari ikatan OH. 2. Ketersediaan hara tanah Tingkat kesuburan tanah gambut berhubungan erat dengan lingkungan fisiknya. Gambut dalam yang berada di sekitar kubah gambut relatif kurang subur dibandingkan dengan gambut tipis yang berada dipinggiran. Hal ini disebabkan

18 oleh adanya kandungan hara lapisan atas tanah gambut dalam lebih miskin akibat akar vegetasi yang tumbuh di atasnya tidak dapat mencapai lapisan tanah mineral di bawahnya. 3. Kapasitas tukar kation Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah gambut lebih besar dibandingkan dengan tanah mineral. Nilai KTK memegang peran penting dalam pengelolaan hutan dan dapat menjadi penciri kesuburan tanah. KTK pada umumnya tergantung pada jumlah muatan negatif yang berada pada kontak jerapan. Kation-kation Ca, Mg, K, dan Na dari kontak jerapan ditukar oleh ion-ion H yang mendominasi kompleks jerapan. 4. Kadar asam organik tanah Tanah gambut mempunyai asam-asam organik yang terdiri atas asam humat, asam fulvat dan humin. Kandungan asam-asam organik ini berhubungan erat dengan kecepatan mineralisasi yang terjadi pada tanah organik. Umumnya, fraksi asam humat mempunyai berat molekul yang lebih besar dan susunan senyawanya lebih kompleks daripada asam fulvat. Asam humat larut dalam alkali sebagai garam-garam Na, K, NH 4 dan mengendap dalam asam sebagai benda amorf, tetapi tidak larut dalam air ataupun asam. Asam fulvat merupakan fraksi bahan organik yang mudah larut dalam asam, air, alkohol, ataupun alkali. Asam humin adalah fraksi humus yang tidak larut dalam alkali, air, ataupun asam. 5. Kadar pirit atau sulfur Sebagian lahan gambut berasosiasi dengan tanah mineral sulfat asam. Tanah (mineral) sulfat asam dicirikan oleh kandungan pirit > 2% atau S > 0,75%, terletak pada jeluk < 50 cm dari permukaan tanah.

19 Air tanah gambut Tahan gambut pada keadaan alami akan selalu basah dan dalam keadaan tergenang air. Sifat dan keadaan tata air lahan gambut dipengaruhi oleh kondisi pasang surut sungai/laut, iklim dan topografi. Kondisi pasang surut adalah manifestasi pengaruh gaya tarik benda-benda langit sehingga secara silih berganti terjadi pasang surut. Dalam hal ini, secara berkala terjadi pasang tunggal dan pasang tinggi (spring tide) sebanyak dua kali setiap bulan, yaitu pada hari ke-1 (bulan mati) dan ke-14 (bulan purnama). Pada rentang waktu antara dua pasang tinggi terjadi pasang ganda (neap tide) dengan ketinggian air yang berfluktuasi menurut hari dan jam. Pasang ganda terjadi dua kali dalam 1 x 24 jam. Perbedaan ketinggian air antara pasang (high tide) dan surut (low tide) berkisar 2,0 m 2,5 m (Noor 2001). Suatu sifat penting tanah gambut ialah besarnya kemampuan menahan air, salah satu ciri koloidal terutama yang dikembangkan oleh bahan organik dalam keadaan koloidal. Tanah mineral kering mengadsorpsi dan mengikat air seperlima sampai dua perlima beratnya sedangkan tanah gambut akan mengikat air dua mungkin tiga empat kali beratnya tergantung pada keadaan lingkungan tanah gambut (Buckman & Nyle 1982). Fungi Tanah Iklim di Indonesia yang panas dan lembab merupakan habitat yang sesuai bagi kehidupan mikroorganisme tropis termasuk fungi. Fungi dapat hidup pada berbagai bentuk ekosistem. Salah satu penyebaran fungi berlangsung melalui

20 spora yang berterbangan di udara, dan berkembang biak di dalam tanah (Aminah & Supraptini 2003). Ciri luar yang membedakan fungi adalah bentuk vegetatif yang berupa benang (filamen). Miselia mempunyai tenunan yang sederhana dan terbatas ataupun bercabang-cabang yang ukurannya sangat menarik perhatian. Sering terjadi pembentukan spora khusus atau badan buah yang bagi beberapa golongan berukuran makroskopis sederhana dari fungi payung dan fungi penumpu, yang berukuran luar biasa. Pitt & Hocking (1997) memberikan contoh jenis-jenis fungi antara lain Fusarium sp., Mucor sp., Rhizopus sp. dan Trichoderma sp, mampu bertahan hidup dan bersaing dengan fungi lain untuk mendapatkan ruang tumbuh serta unsur lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Fusarium sp. dan Trichoderma sp. termasuk kelompok Ascomycota yang dapat tumbuh pada suhu 25 0 C dan C sedangkan Mucor sp. dan Rhizopus sp. termasuk kelompok Zygomycota yang dapat tumbuh pada suhu C dan 35 0 C. 1. Fungi benang Fungi benang akan berkembang baik di tanah-tanah, asam, netral atau alkali, beberapa di antaranya menyukai, lebih dari keadaan lain, akan ph rendah. Akibatnya di tanah asam jumlahnya banyak. Fungi benang terdapat diseluruh horison tanah, dimana jumlah yang terbanyak terdapat di lapisan permukaan tempat bahan organik tersedia dan tercukupi aerasinya. Empat jenis genus yang paling terkenal adalah Penisillium, Mucor, Trichoderma, dan Aspergillus (Buckman & Nyle 1982).

21 Fungi tumbuh dari spora dengan struktur menyerupai benang, ada yang mempunyai dinding pemisah, dan ada yang tidak. Benang secara individu disebut hifa dan massa benang yang luas disebut misellium. Misellium adalah struktur yang berpengaruh dalam absorbsi nutrisi secara terus menerus untuk fungi dapat tumbuh, dan pada akhirnya menghasilkan yang hifa khusus memproduksi spora reproduktif (Foth 1991). Faktor yang paling penting dalam aktivitas fungi adalah persedian makanan. Fungi adalah mikroorganisme yang paling dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan paling tahan dibandingkan dengan golongan lain, berdasarkan kemampuannya mendekomposisi bahan organik. Selulosa, tepung getah, lignin maupun protein dan gula merupakan sumber bahan makanan yang mudah didekomposisi dan mudah tersedia bagi fungi untuk hidup dan beraktivitas (Buckman & Nyle 1982). 2. Mikorhiza Fungi hidup dan beraktivitas pada sebagian besar akar tanaman. Keuntungannya, sebagian besar fungi membentuk hubungan yang saling menguntungkan dengan tanaman inang yang mereka serang. Setelah spora mikorhiza tumbuh, hifa menginfeksi akar-akar rambut tanaman yang kemudian tumbuh di dalam dan di luar akar rambut. Hifa fungi pada bagian luar akar membantu penyebaran akar-akar untuk mengabsorbsi air dan unsur hara ke tanaman (Foth 1991). Fungi menghasilkan badan buah seperti payung, bola tiup, dalam jumlah yang melimpah yang banyak terdapat di hutan dan di tempat-tempat lain. Miselia jenis fungi golongan umum sering mengerumuni akar pohon dan memberikan

22 asosiasi yang disebut mikorhiza. Benang fungi dalam beberapa keadaan membentuk tikar di sekeliling permukaan akar penyerap, sedangkan dalam keadaan lain mereka menembus sel-sel akar (Buckman & Nyle 1982). Peran Mikroorganisme dalam Mendekomposisi Bahan Organik Tingginya bahan organik pada tanah gambut merupakan karakteristik yang dimiliki oleh tanah gambut. Isroi (2008) meyatakan bahwa tanah sangat kaya akan mikroorganisme, seperti bakteri, actinomycetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroorganisme per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroorganisme tersebut. Tambahnya lagi, bahwa sebagian besar mikroorganisme tanah memiliki peranan yang menguntungkan, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, siklus hara tanaman, fiksasi nitrogen, pelarut posfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara. Buckman & Brady (1982) menyatakan bahwa organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah. Mikroorganisme tanah sangat nyata perannya dalam hal dekomposisi bahan organik pada tanaman tingkat tinggi. Dalam proses dekomposisi sisa tumbuhan dihancurkan atau dirombak menjadi unsur yang dapat digunakan tanaman untuk tumbuh. White (1947) mengatakan bahwa mikroorganisme akan menyerang atau merusak tumbuhan sampai hilangnya sebagian O 2 dan berkembangnya toksin yang akan merusak kehidupan mikroorganisme. Jika proses tersebut berjalan

23 terus, maka akan dihasilkan gambut yang berwarna hitam. Jika proses tersebut tidak berjalan terus maka akan dihasilkan gambut yang mempunyai struktur seperti tumbuhan dan biasanya berwarna coklat yang mengandung sisa-sisa kayu dan material tumbuhan lainnya. Mikroorganisme perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan bakteri. Pada kondisi aerob, mikroorganisme perombak bahan organik terdiri atas fungi, sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik adalah bakteri (Noor 2004). Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik untuk semua jenis tanah. Fungi toleran pada kondisi tanah yang asam, yang membuatnya penting pada tanah-tanah hutan masam. Sisa-sisa pohon di hutan merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi fungi tertentu mempunyai peran dalam perombakan lignin (Foth 1991). Nitrogen (N) harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp. Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, unsur hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P, mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan

24 menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Isroi 2008).

25 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Labuhan Batu dengan Ibukotanya Rantauprapat merupakan salah satu daerah yang berada di kawasan pantai timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Labuhan Batu berada pada Lintang Utara dan Bujur Timur dengan ketinggian m dari permukaan laut. Ibukota Kabupaten Labuhan Batu berjarak ± 300 km dari Propinsi Sumatera Utara Medan. Untuk mencapai kota Rantauprapat dari Kota Medan diperkirakan waktu tempuh antara 7 8 jam dengan angkutan darat. Secara administratif Kabupaten Labuhan Batu menempati area seluas ha yang terdiri dari 22 kecamatan dan 242 desa. Sungai Bilah dan sekitarnya terletak di dalam zona iklim Indo Australia yang bercirikan suhu, kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Musim hujan berlangsung dari November sampai Juni, dan musim kemarau dari Juli sampai Oktober. Selama musim hujan, curah hujan bulanan rata-rata mencapai mm, jumlah hari hujan terbanyak yaitu bulan Januari dan Desember antara hari hujan per bulan. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Pantai Tengah yang berbatasan dengan Kecamatan Kampung Rakyat Propinsi Riau dan Kecamatan Pantai Hulu yang memiliki kedalaman gambut rata-rata 5 7 meter. Gambut berdasarkan kedalamannya dibedakan atas: 1) Daerah bergambut dengan ketebalan 0 1 m dapat digunakan sebagai lahan persawahan dan pertanian pasang surut, 2) Daerah bergambut dengan ketebalan < 2 m dapat digunakan sebagai lahan pertanian kering, 3) Daerah bergambut dengan ketebalan antara 2 6 m dapat digunakan sebagai bahan bakar tenaga uap dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi pembangkit listrik lokal.

26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah gambut diambil dari Desa Sei Siarti, Kabupaten Labuhan Batu. Isolasi fungi dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Mei Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah tanah gambut yang diambil berdasarkan tingkat kematangannya yaitu, (1) fibrik (baru mulai mengalami dekomposisi), (2) hemik (tingkat dekomposisinya sedang) dan (3) saprik (tingkat dekomposisinya telah lanjut), PDA (Potato Dextro Agar). Air steril, dekstrosa, alkohol 70%, aluminium foil, tissue, kertas label, dan alat-alat tulis. Sedangkan alat yang digunakan yaitu, selotip, kawat persegi, cawan Petri, beaker glass, tabung reaksi, parang atau pisau, sendok, spatula, ose, timbangan, bunsen, oven, autoklaf, inkubator, gelas ukur, mikroskop cahaya, kaca objek, gelas penutup dan kamera digital. Pelaksanaan Penelitian 1. Isolasi Fungi dari Gambut Berdasarkan Hadioetomo (1990), isolasi fungi dilakukan dengan metode pengenceran ekstrak tanah gambut. Untuk tiap sampel dilakukan tiga kali ulangan, sehingga terdapat sembilan ulangan yang terdiri atas sampel tanah jenis fibrik, sampel tanah jenis hemik dan sampel tanah jenis saprik.

27 Tanah gambut jenis fibrik dimasukkan sebanyak 10 g ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi air steril sebanyak 100 ml dan diaduk hingga merata, kemudian diambil 1 ml sampel dari tabung Erlenmeyer dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi I (pertama) yang berisi 9 ml air steril dengan pengenceran Kemudian dari tabung reaksi I diambil 1 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi II (kedua) yang berisi 9 ml air steril. Dan dari tabung II diambil 1 ml lalu dimasukkan ke tabung reaksi III (ketiga) yang berisi air steril 9 ml. Setelah itu, dari tabung reaksi I, II, dan III dituang 0,1 ml ke dalam cawan Petri I, II, dan III yang telah berisi media PDA dengan menggunakan pipet tetes mikro kemudian disebarkan dengan spatula secara merata pada permukaan PDA sampai kering dan dibiarkan sampai miselium fungi tumbuh pada media biakan tersebut Gambar 2. Cara pengenceran gambut untuk isolasi fungi pada media biakan dalam cawan Petri

28 2. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Isolasi fungi menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang dibuat sendiri. Sebanyak 200 g kentang yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian diiris tipis-tipis. Kentang direbus selama menit dengan air steril secukupnya, kemudian disaring dengan kain. Filtrat yang dihasilkan dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian ditambahkan 20 g dekstrosa dan ditambahkan 20 g agar kemudian dimasukkan air steril hingga volumenya menjadi satu liter. Kemudian dipanaskan dan diaduk hingga medium tampak bening. Lalu medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 o C dan tekanan 2 atm selama 15 menit. Media yang telah disterilisasi selanjutnya dituang ke dalam cawan Petri. 3. Identifikasi Fungi Identifikasi fungi dilakukan dengan dua tahap pengamatan yaitu, pengamatan makroskopis dan pengamatan mikroskopis. Pengamatan makroskopis Pengamatan makroskopis adalah identifikasi fungi berdasarkan sifat-sifat morfologinya. Hal-hal yang diamati, yaitu warna koloni, bentuk koloni dan diameter koloni. Pengamatan mikroskopis Pengamatan mikroskopis adalah identifikasi fungi di bawah mikroskop untuk melihat miselium, konidia atau spora, bentuk konidia, ukuran konidia, warna konidia, konidiofor dan stigma. Setelah semua data terkumpul, kemudian identifikasi fungi dilanjutkan dengan menggunakan kunci identifikasi.

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil pengamatan dan identifikasi di laboratorium menunjukkan bahwa fungi yang teridentifikasi adalah sebanyak 8 jenis. Tiap jenis tanah gambut di Desa Sei Siarti, Kabupaten Labuhan Batu terdapat jenis fungi yang berbeda untuk setiap ulangan dan pengencerannya. Dari hasil identifikasi terdapat jenis fungi yang tidak teridentifikasi. Hal ini disebabkan pada saat pengamatan mikroskopik ciri-ciri fungi seperti konidia, hifa dan struktur penyusun fungi yang lain tidak terlihat secara jelas. Kedelapan jenis fungi yang teridentifikasi tersebut terdiri dari Aspergillus sp.1, Aspergillus sp.2, Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, Penicillium digitatum, Penicillium sp., Curvularia sp. dan Mucor sp. Dari kedelapan jenis tersebut tidak seluruhnya terdapat pada ketiga jenis tanah gambut berdasarkan tingkat kematangannya, karena kemampuan fungi untuk bersaing dalam mengambil makanan, bertahan pada kondisi yang anaerob dan dalam mendekomposisi bahan organik berbeda-beda. Faktor lain yang mempengaruhi keberadaan fungi pada tanah gambut dapat dilihat lebih jelas pada pembahasan. Jenis-jenis fungi hasil isolasi tanah gambut saprik Hasil isolasi tanah gambut saprik diperoleh 4 jenis fungi. Adapun jenisjenis fungi tersebut, yaitu Aspergillus sp.1, Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, dan Aspergillus sp.2. Jumlah koloni fungi rata-rata untuk jenis tanah gambut saprik disajikan pada Tabel 1.

30 Tabel 1. Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah saprik Jenis Tanah Gambut Saprik Jenis Fungi Aspergillus sp.1 Fusarium sp. Penicillium chrysogenum Tidak teridentifikasi Aspergillus sp.2 Jumlah koloni fungi rata-rata (colony forming unit (cfu)/ml) 6,7 x x x x ,3 x 10 3 Populasi Keempat jenis fungi pada tanah gambut saprik yang diperoleh, terdapat perbedaan jumlah koloni untuk tiap fungi. Penicillium chrysogenum merupakan fungi dengan jumlah koloni rata-rata terbanyak pertama yaitu sebesar 1,3 x 10 4 cfu/ml, sedangkan fungi dengan jumlah koloni rata-rata terkecil adalah Aspergillus sp.2 yaitu sebesar 3,3 x 10 3 cfu/ml. Secara rinci perbedaan jumlah koloni fungi rata-rata dapat dilihat pada Gambar cfu/ml Aspergillus sp 1 Fusarium sp Penicillium chrysogenum Tidak teridentifikasi Aspergillus sp 2 Jumlah koloni fungi rata-rata Gambar 3. Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut saprik Jenis-jenis fungi hasil isolasi tanah gambut hemik Pada hasil isolasi jenis tanah gambut hemik memiliki lima jenis fungi dan merupakan hasil isolasi tarbanyak yaitu, Penicillium chrysogenum, Mucor sp.,

31 Penicillium digitatum, Penicillium sp., Curvularia sp. Jumlah koloni fungi ratarata daat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah hemik Jenis Tanah Gambut Hemik Jenis Fungi Penicillium chrysogenum Tidak teridentifikasi Mucor sp. Penicillium digitatum Pinicillium sp. Curvularia sp. Jumlah koloni fungi rata-rata (colony forming unit (cfu)/ml) 4,7 x ,7 x ,7 x ,3 x ,3 x x 10 2 Populasi 1970 Tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan jumlah koloni tiap jenis fungi pada tanah gambut hemik. Pada tanah gambut fibrik Culvularia sp. adalah fungi dengan jumlah koloni rata-rata terbanyak pertama yaitu sebesar 7 x 10 2 cfu/ml, dan fungi dengan jumlah koloni fungi rata-rata terkecil ada 2 jenis yaitu Penicillium digitatum dan Penicillium sp. yaitu sebesar 0,3 x 10 2 cfu/ml. Secara rinci perbedaan jumlah koloni fungi rata-rata dapat dilihat pada Gambar cfu/ml Penicillium chrysogenum Tidak teridentifikasi Mucor sp Penicillium digitatum Penicillium sp Curvularia sp Jumlah koloni fungi rata-rata Gambar 4. Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut hemik

32 Jenis-jenis fungi hasil isolasi tanah gambut fibrik Jenis gambut fibrik merupakan jenis tanah yang paling sedikit jenis funginya. Hanya diperoleh dua jenis fungi dari hasil isolasi, yaitu Aspergillus sp.1 dan Mucor sp.. Berikut jumlah koloni fungi rata-ratanya yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis-jenis fungi yang diperoleh pada jenis tanah fibrik Jenis Tanah Gambut Fibrik Jenis Fungi Jumlah koloni fungi rata-rata (colony forming unit (cfu)/ml) 3.7 x x 10 4 Aspergillus sp. 1 Mucor sp. Populasi Pada tabel di atas, Mucor sp. merupakan fungi dengan jumlah koloni terbanyak yaitu sebesar 1 x 10 4 cfu/ml sedangkan Aspergillus sp. 1 hanya sebesar 3,7 x 10 2 cfu/ml. Perbedaan jumlah koloni tersebut secara rinci dapat dilihat pada Gambar cfu/ml Aspergillus sp 1 Mucor sp Jumlah koloni fungi rata-rata Gambar 5. Grafik jumlah koloni fungi rata-rata pada jenis tanah gambut fibrik

33 Jenis-jenis fungi yang terdapat pada tanah gambut berdasarkan tingkat kematangan gambut yang teridentifikasi secara makroskopik dan mikroskopik terdiri dari 8 jenis, yaitu Aspergillus sp. 1, Aspergillus sp. 2, Curvularia sp., Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, Penicillium digitatum, Penicillium sp., Mucor sp.. 1. Aspergillus sp. 1. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna titik-titik hijau dan kemudian menjadi hijau tua setelah berumur 14 hari dan pada bagian tengah pertumbuhanya lebih tebal dan berbentuk seperti kapas disajikan pada Gambar 6A. Pertumbuhan Aspergillus sp.1 yang di isolasi pada cawan Petri tumbuh secara tidak teratur, hal ini dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh ke permukaan PDA. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 6B. Vesikel berbentuk bulat hingga semi bulat. Fialid terbentuk langsung pada vesikula. Konidiofor berbentuk tidak teratur dan memiliki diameter 5,4 μm, konidia berbentuk bulat dengan diameter 2,5 μm pada pengamatan di bawah mikroskop. b a c A B Gambar 6. Aspergillus sp. 1 koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b) dan konidia (c)

34 2. Aspergillus sp. 2. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna titik-titik hijau dan kemudian menjadi hijau tua setelah berumur 14 hari disajikan pada Gambar 7A. Pada gambar dapat dilihat pertumbuhan fungi yang menyebar karena jumlah konidia yang banyak sehingga bila terjatuh ke permukaan PDA akan tumbuh membentuk koloni. Untuk ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 7B. Vesikel berbentuk bulat namun tertutupi oleh banyaknya konidia. Fialid terbentuk langsung pada vesikula. Konidiofor berbentuk kasar dan memiliki diameter 9,1 μm, konidia berbentuk bulat dengan diameter 2,6 μm pada pengamatan di bawah mikroskop. b c a A B Gambar 7. Aspergillus sp. 2 koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b) dan konidia (c)

35 3. Culvularia sp. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna hitam hingga berumur 14 hari dan pada bagian tengh terdapat miselia berbentuk seperti kapas disajikan pada Gambar 8A. Dapat dilihat pertumbuhan fungi pada umur 7 hari hampir menutupi seluruh bagian cawan Petri dengan diameter 7,5 cm. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 8B. Konidiofor berbentuk tunggal atau berkelompok, lurus atau membengkok dan memiliki diameter 3 μm, sedangkan konidia umumnya membengkok dan memiliki 3 septa dengan diameter (16,3 x 5,6) μm pada pengamatan di bawah mikroskop. b a A Gambar 8. Curvularia sp. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (porokonidia) (b) B

36 4. Fusarium sp. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna kuning dan miselia bentuknya seperti kapas disajikan pada Gambar 9A. Pertumbuhan fungi membentuk sebuah lingkaran tidak sempurna. Koloni ini berdiameter 3,75 cm pada umur 7 hari dan setelah berumur 14 hari berdiameter 4,5 cm. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. sangat lambat. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 9B. Konidiofor ada yang bercabang dapat ada pula yang tidak dan memiliki diameter 5,6 μm. Makrokonidia dapat bersepta 3-5, sedikit membengkok, dan meruncing pada kedua ujung dan memiliki diameter (20,6 x 4,4) μm sedangkan mikrokonidia bersepta 0 hingga 2 pada pengamatan di bawah mikroskop. Klamidospora terdapat dalam hifa atau konidia, berbentuk halus atau agak kasar dan berbentuk semibulat. b a c A B Gambar 9. Fusarium sp. koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), makrokonidia (b), mikrokonidia (c)

37 5. Penicillium chrysogenum. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna hijau tua hingga berumur 14 hari. Pada bagian pinggir koloni terdapat warna putih mengellingi koloni disajikan pada Gambar 10A. Fungi tumbuh menyebar pada media PDA dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh kepermukaan. Ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 10B. Konidiofor dapat bercabang dengan banyak dapat tidak, memiliki diameter 3,7 μm. Konidia berbentuk bulat, berdinding halus, dan memiliki diameter 2,4 μm. Fialid melekat pada ujung konidiofor, dan memiliki diameter 1,3 μm pada pengamatan di bawah mikroskop. c b a d A B Gambar 10. Penicillium chrysogenum koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), percabangan (b), Fialid (c), konidia (d)

38 6. Penicillium digitatum. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna titik-titik hijau dan memiliki warna merah pada bagian bawah. Pada bagian pinggir koloni terdapat konidia yang menyebar mengellingi koloni disajikan pada Gambar 11A. Dapat dilihat pada gambar, fungi tumbuh menyebar pada media PDA dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh kepermukaan. Untuk ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 11B. Konidiofor dapat bercabang dengan banyak dapat tidak, memiliki diameter 2,5 μm. Konidia berbentuk bulat, berdinding halus, dan memiliki diameter 1,3 μm pada pengamatan di bawah mikroskop. Fialid melekat pada ujung konidiofor.. b c a A B Gambar 11. Penicillium digitatum koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b), fialid (c)

39 7. Penicillium sp. Koloni tumbuh pada media PDA (Potato Dextrosa Agar), memiliki warna titik-titik kuning hingga kecoklatan dan bagian tepi koloni dikelilingi oleh warna putih hingga berumur 14 hari disajikan pada gambar 12A. Pada media PDA pertumbuhan fungi tumbuh menyebar dikarenakan banyaknya konidia yang dapat membentuk koloni baru bila jatuh kepermukaan. Sedangkan ciri-ciri mikroskopik disajikan pada Gambar 12B. Konidiofor dapat bercabang dapat tidak, memiliki diameter 3,1 μm. Konidia berbentuk bulat, berdinding halus, dan memiliki diameter 2,3 μm. Fialid melekat pada ujung konidiofor, dan memiliki diameter 1,3 μm pada pengamatan di bawah mikroskop. b c c a A B Gambar 12. Penicillium sp. koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b), fialid (c)

40 8. Mucor sp. Bentuk koloni pada medium PDA (Potato Dextrosa Agar) pada umur 7 hari berwarna abu-abu dan berubah menjadi warna hijau keabu-abuan pada umur 14 hari disajikan pada Gambar 13A. Pada gambar dapat dilihat pertumbuhan fungi membentuk sebuah lingkaran yang sempurna. Koloni ini berdiameter 7 cm pada umur 3 hari dan memenuhi cawan Petri pada umur 4 hari dengan diameter 8 cm. Pertumbuhan koloni fungi sangat cepat. Sedangkan ciriciri mikroskopik disajikan pada Gambar 13B. Konidiofor dapat bercabang dapat tidak, dan memiliki diameter 1,9 μm. Sporangium berbentuk bulat, dapat tunggal atau berkelompok, dan memiliki diameter 9,4 μm. Sporangiospora berbentuk bulat dan memiliki diameter 4,4 μm. b c a A B Gambar 13. Mucor sp. koloni berumur 7 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), sporangium (b), sporangiospora (c)

41 Pembahasan Pada tanah gambut jenis saprik ditemukan 4 fungi, yaitu Aspergillus sp. 1, Fusarium sp., Penicillium chrysogenum, dan Aspergillus sp. 2. Dari keempat jenis fungi ini, Penicillium chrysogenum merupakan fungi dengan jumlah koloni ratarata terbesar pertama yaitu 1.3 x 10 4 cfu/ml kemudian Fusarium sp. sebesar 1 x 10 4 cfu/ml, Aspergillus sp. 1 sebesar 6.7 x 10 3 cfu/ml, dan Aspergillus sp. 2 sebesar 3.3 x 10 3 cfu/ml. Walaupun Penicillium chrysogenum merupakan koloni terbanyak, tetapi pada tanah gambut jenis saprik ini Aspergillus merupakan fungi yang paling dominan, dapat dijelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab fungi banyak di dalam tanah gambut, diantaranya adalah kondisi tanah yang anaerob, sumber makanan fungi dan kemampuan fungi untuk bertahan hidup. Hasil identifkasi untuk tanah gambut hemik ditemukan 5 fungi, yaitu Penicillium chrysogenum, Mucor sp., Penicillium digitatum, Curvularia sp., Penicillium sp.. Fungi yang memiliki koloni rata-rata terbesar pertama adalah Curvularia sp. yaitu sebesar 7 x 10 2 cfu/ml kemudian Penicillium chrysogenum sebesar 4,7 x 10 2 cfu/ml,, Mucor sp. yaitu sebesar 3.7 x 10 2 cfu/ml, Penicillium digitatum yaitu sebesar 0.3 x 10 2 cfu/ml dan Penicillium sp. yaitu sebesar 0.3 x 10 2 cfu/ml. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Peniciliium sp. merupakan fungi yang paling dominan menempati tanah gambut jenis hemik. Dermiyati (1997) menjelaskan bahwa bahan organik mampu berfungsi sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroorganisme tanah. Diduga kemampuan Peniciliium sp. untuk menguraikan bahan organik lebih baik dibandingkan fungi yang lain,

42 karena dari tanah gambut saprik dan hemik Peniciliium sp. merupakan fungi yang paling dominan. Pada jenis tanah gambut fibrik hanya ditemukan 2 fungi, yaitu Aspergillus sp.1 dan Mucor sp. Jumlah koloni terbanyak ada pada fungi Mucor sp. yaitu sebesar 1 x 10 4 cfu/ml sedangkan Aspergillus sp.1 hanya sebesar 3.7 x 10 2 cfu/ml. Faktor sumber makan dapat menjadi penyebab sedikitnya fungi pada tanah gambut fibrik. Menurut Deacon (1984) Mucor sp. merupakan jenis fungi yang mengandung selulosa dan saprofit. Tanah gambut fibrik merupakan dekomposisi tahap awal, maka fungi yang terdapat di dalam tanah dari hasil identifikasi merupakan fungi yang terdapat dari ranting atau daun yang jatuh, dan merupakan lapisan yang paling bawah. Secara umum habitat Penicillium sp. terdapat pada tanah hutan dan juga dapat pada benih. Fungi ini dapat disebarkan melalui angin. Pada tanah, fungi ini berberan dalam proses dekomposisi terutama mendekomposisikan serasah. Dengan demikian fungi ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil ini selaras dengan penelitian Herman & Goenadi (1999) yang menyebutkan bahwa mikroorganisme seperti Aspergillus sp., dan Penicillium sp. mampu menghasilkan polisakarida yang berguna dalam perekat partikel tanah. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan tanaman perekatan partikel tanah akan mendorong terbentuknya agregat-agregat tanah yang mantap sehingga permeabilitas dan aerasi tanah lebih baik. Sehingga dapat dijelaskan bahwa keberadaan Penicillium sp. di tanah gambut adalah membantu menyediakan unsur hara bagi tanaman dengan cara mendekomposisikan sisa-sisa bahan organik, kemudian diubah menjadi unsur yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

43 Fusarium sp. merupakan fungi yang bersifat saprofit tanah tetapi dapat bersifat patogen terhadap banyak tumbuhan. Fungi ini juga dapat menyebabkan pembusukan pada akar tanaman, dan juga berperan pada proses dekomposisi. Hasil ini sesuai dengan Irawan & Yulianti (2004) yang menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa diketahui 5 spesies fungi dekomposer dominan dari perkebuhan kopi Sumberjaya, Lampung Barat yaitu: Fusarium sp., Aspergillus ochraceus, Monascus rube, Aspergillus niger dan Trichoderma sp. Aspergillus sp. dapat ditemukan pada tanah, buah-buahan, dan juga serasah dedaunan dengan cara mengisolasi fungi tersebut dari habitatnya. Banyak jenis dari aspergillus ini digunakan untuk industri makanan dan minuman. Namun peran penting yang lainnya adalah dalam proses dekomposisi bahan organik tanah dan membantu pertumbuhan tanaman. Seperti diketahui bahwa sisa-sisa tanaman memiliki kandungan selulosa dan lignin yang tinggi yang merupakan sumber makanan bagi sebagian fungi termasuk didalamnya Aspergillus sp., hal ini sesuai dengan pernyataan Rao (1994) yang menyebutkan bahwa beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus, dan Penicillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO 2 dan asam-asam organik lainnya dengan dikeluarkannya enzim selulase. Culvularia sp. hanya terdapat pada tanah hemik, fungi ini juga kurang diketahui perananya dalam proses dekomposisi. Namun, diduga dari habitatnya fungi ini mempunyai peranan dalam mendekomposisi bahan organik, dimana habitat fungi ini banyak sekali di daerah tropis, diisolasi dari tanah dan ada juga diserasah. Sebagai tambahan bahwa menurut Gandjar et al. (1999) fungi ini dapat mengoksidasi aneka garam Mn, menghasilkan pigmen merah (cynodotin), dan

44 menghidroksilasi progesteron. Disamping itu, Culvularia sp. memiliki pertumbuhan koloni yang cepat, dimana rata-rata pertumbuhannya adalah 1,1 cm per hari. Ini menunjukkan kemampuan fungi dalam berkompetisi untuk memperoleh nutrisi atau unsur lain jauh lebih baik dibandingkan jenis fungi lain. Mucor sp. merupakan spesies kosmopolit yaitu spesies yang memiliki daerah penyebarannya sangat luas, sebab spesies ini dapat diisolasi dari tanah, rerumputan, kotoran hewan, pulp kayu, dan lain-lain. Hasil identifikasi yang diperoleh menunjukkan bahwa Mucor sp. terdapat pada tingkat kematangan fibrik dan hemik. Hampir sama dengan Culvularia sp. pertumbuhan koloni Mucor sp. terlihat cepat pada media PDA (Potato Dextrosa Agar), dengan rata-rata pertumbuhannya adalah 2 cm per hari. Dengan demikian fungi ini menunjukkan kemampuan bersaing memperoleh nutrisi lebih baik dari fungi yang lain. Buckman & Nyle (1982) menyatakan ada 4 (empat) jenis genus fungi yang paling terkenal yaitu Penisillium, Mucor, Trichoderma, dan Aspergillus. Fungi ini berkembang hebat di tanah-tanah, asam, netral atau alkali, beberapa diantaranya menyukai akan ph rendah. Pernyataan ini diperkuat lagi oleh Pitt & Hocking (1997) yang menyatakan jenis-jenis fungi antara lain Fusarium sp., Mucor sp., Rhizopus sp. dan Trichoderma sp, mampu bertahan hidup dan bersaing dengan fungi lain untuk mendapatkan ruang tumbuh serta unsur lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Mucor sp. dapat tumbuh pada suhu C. Semakin dalam gambut maka kondisi oksigen semakin rendah, hal ini dimungkinkan karena sedikitnya intensitas cahaya yang dapat menembus masuk kedalam, selain itu lingkungan tanah gambut pada umumnya selalu tergenang oleh air. Hal ini diduga menjadi faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri. LAMPIRAN Lampiran 1. Ciri makroskopis dan mikroskopis fungi yang ditemukan pada serasah A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas 1. Aspergillus sp.1 Ciri makroskopis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami II. TINJAUAN PUSTAKA Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami (organik) maupun kimia (anorganik) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Menurut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara megabiodiversitas memiliki diversitas mikroorganisme dengan potensi yang tinggi namun belum semua potensi tersebut terungkap. Baru

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis karena memiliki curah hujan tinggi dan suhu hangat sepanjang tahun. Hutan hujan tropis merupakan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007). TINJAUAN PUSTAKA Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1991). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Bioteknologi Mikroba Untuk Pertanian Organik

Bioteknologi Mikroba Untuk Pertanian Organik Bioteknologi Mikroba Untuk Pertanian Organik Oleh : Isroi Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan

TINJAUAN PUSTAKA. karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan 3 TINJAUAN PUSTAKA A. Mikroorganisme Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme, mikroorganisme tanah seperti bakteri dan jamur sangat mempengaruhi kesuburan tanah, oleh karena itu mikroorganisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TANAH. Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara

TANAH. Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara TANAH Tanah terdiri atas empat komponen : butir-butir mineral materi organik air udara Susunan mineral sebagai a chorage rongga untuk air dan udara, dan nutrisi dalam proses pertukaran. Materi organik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari rizosfer tanaman Cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara dan Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER A. Latar Belakang Pupuk merupakan bahan tambahan yang diberikan ke tanah untuk tujuan memperkaya atau meningkatkan kondisi kesuburan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Dendeng daging sapi giling yang diperoleh dari

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara megabiodiversitas, karena sumber daya alam yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi keanekaragaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB sejak bulan April 2010- Januari 2011.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan vermicomposting dilakukan di rumah plastik FP Unila. Perhitungan

III. BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan vermicomposting dilakukan di rumah plastik FP Unila. Perhitungan 25 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan vermicomposting dilakukan di rumah plastik FP Unila. Perhitungan populasi mikroorganisme (aktinomisetes, bakteri, fungi) dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau Bahan gambut dari Riau dianalisis berdasarkan karakteristik ekosistem atau fisiografi gambut yaitu gambut marine (coastal peat swamp),

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Teknik Pengumpulan Data 2.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan (Mikologi). Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K)

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K) METODOLOGI Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di lahan bekas penambangan timah PT. Koba Tin, Koba-Bangka, dan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB (PPSHB IPB). Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999) 48 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999) Komposisi : Potato 200 gram Dekstrose.. 20 gram Agar.. 15 gram Aquades 1 liter Proses pembuatan : Kentang

Lebih terperinci

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla

Lebih terperinci

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit Lampiran 1. Prosedur Penelitian 1. Sifat Kimia Tanah a. C-Organik Ditimbang g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml Ditambahkan 10 ml K 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pupuk kimia merupakan bahan kimia yang sengaja diberikan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS

LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kerusakan material akibat jamur pada ruang penyimpanan arsip merupakan masalah serius yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Pada Tahun I penelitian ini dilakukan 3 tahap percobaan sebagai berikut: 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan komposisi

Lebih terperinci

IV. KULTIVASI MIKROBA

IV. KULTIVASI MIKROBA IV. KULTIVASI MIKROBA PENDAHULUAN Untuk memperoleh kultur murni hasil isolasi dari berbagai tempat maka dibutuhkan alat, bahan dan metode seperti ilistrasi di bawah ini : Media Umum Diferensial Selektif

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci