KAJIAN PERBANDINGAN SAMBUNGAN ANTAR KAYU DENGAN KAYU DAN ANTAR KAYU DENGAN PELAT BAJA BERDASARKAN PKKI NI (TEORITIS DAN EKSPERIMENTAL)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PERBANDINGAN SAMBUNGAN ANTAR KAYU DENGAN KAYU DAN ANTAR KAYU DENGAN PELAT BAJA BERDASARKAN PKKI NI (TEORITIS DAN EKSPERIMENTAL)"

Transkripsi

1 KAJIAN PERBANDINGAN SAMBUNGAN ANTAR KAYU DENGAN KAYU DAN ANTAR KAYU DENGAN PELAT BAJA BERDASARKAN PKKI NI (TEORITIS DAN EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Dilengkapi untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat unuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : SHAFIRA FRIDA SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir yang disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ini berjudul Kajian Perbandingan Sambungan antar Kayu dengan Kayu dan Antar Kayu dengan Pelat Baja Berdasarkan PKKI NI (Teoritis dan Eksperimental). Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari berbagai kesulitan, untuk itu dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Ir. Teruna Jaya, Msc, selaku Sekertaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Emilia Kardeni, ST, MT, selaku penguji yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan dan melengkapi referensi demi tercapainya kesempurnaan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

3 5. Bapak Ir. Syahrir Arbeyn Siregar dan Bapak Ir.Sanci Barus, selaku penguji yang telah meluangkan waktu dan memberi banyak masukan kepada penulis. 6. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis berkuliah di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 7. Kedua Orang Tua, Alm. M. Iqbal Fadly, BE dan Laila Khadri yang telah membesarkan dan mendidik tanpa lelah serta penuh tulus ikhlas dalam memberikan semangat dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat melewati semua kesulitan dalam penyelesaian Tugas Akhir Ini. 8. Keluarga Besar Ayah dan Ibu yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan inspirasi, dorongan baik moril maupun materil serta kerelaan berkorban demi lancarnya penyelesaian Tugas Akhir ini. 9. Teman-teman seperjuangan, sahabat-sahabat, serta adik-adik seperkuliahan yang telah banyak memberikan dorongan serta bantuan. 10. Henny Sahara yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir. 11. Para Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa yang telah membantu proses penelitian demi terwujudnya Tugas Akhir ini. Saya menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan referensi yang saya miliki. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan pada masa mendatang.

4 Akhir kata, semoga Allah memberikan manfaat dan melimpahkan berkah atas Tugas Akhir ini sehingga dapat berarti bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang Teknik Sipil. Medan, November 2009 ShafiraFrida

5 ABSTRAK Kayu sebagai salah satu bahan konstruksi banyak digunakan di Indonesia, antara lain untuk keperluan bangunan gedung, rumah tinggal, jembatan, bantalan kereta api dan lain-lainnya, disamping itu ditinjau dari segi arsitektur, bangunan dari kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi. Sebagai bahan struktur yang dapat diperbaharui di alam, kayu bagaimanapun juga adalah bahan struktur yang tetap digunakan, walaupun bahan struktur lain seperti beton dan baja juga sering digunakan. Dalam perkembangannya penggunaan kayu sebagai bahan struktur harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan ekonomis, maka aturan perencanaan telah ditetapkan agar keamanan tetap terjamin. Pada Tugas Akhir ini dilakukan percobaan terhadap sambungan kayu dengan menggunakan kayu merbau sebagai kayu utama dan dikompositkan dengan pelat baja sebagai pelat sekunder. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian Physical dan Mechanical Properties kayu yang terdiri dari pemeriksaan kadar air, berat jenis, kuat tekan, tegangan lentur dan elastisitas, serta pengujian kuat tekan sambungan. Elastilitas lentur kayu yang didapat dari hasil eksperimental adalah kg/cm 2 yang didapat dari data hubungan tegangan dengan regangan. Berdasarkan PKKI NI kayu merbau yang diteliti termasuk ke dalam kode mutu E18 dan selanjutnya berdasarkan Tabel Nilai Kuat Acuan Berdasarkan Atas Pemilihan Secara Mekanis pada Kadar Air 15%, elastilitas yang digunakan dalam perhitungan adalah kg/cm 2. Pada Tugas Akhir ini dilakukan percobaan kuat tekan terhadap kayu pejal, sambungan kayu dengan kayu serta sambungan kayu dengan baja sebagai pelat penyambung. Alat penyambung yang digunakan adalah baut dan perencanaan mengacu pada peraturan PKKI NI Hasil percobaan akan dibandingkan dengan hasil teoritis untuk mendapatkan persentase kenaikan beban patah (P) antara teoritis dan eksperimental, persentase yang didapat sebesar 283.3% pada kayu pejal, % pada sambungan kayu-pelat kayu, % pada sambungan kayu-pelat baja. Namun setelah diteliti ternyata hasil eksperimental kuat tekan sambungan kayu-

6 pelat baja dengan membandingkan antara elastilitas kayu dan elastilitas baja dalam mencari tebal baja yang relevan terhadap tebal kayu, tidak sesuai dengan yang diharapkan. P patah sambungan kayu-pelat kayu lebih besar daripada P patah sambungan kayu-pelat baja. Maka kita melakukan koreksi terhadap perhitungan tebal pelat baja dengan membandingkan antara tegangan sejajar serat kayu dan tegangan leleh baja. Persentase kenaikan beban patah sambungan kayu-pelat baja setelah dikoreksi antara teoritis dan eksperimental adalah sebesar %. Persentase kenaikan beban patah (P) antara sambungan kayu homogen dan sambungan kayu komposit berdasarkan hasil eksperimental sebesar 52.7%.

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i ABSTRAK.. iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR NOTASI... xvi BAB I PENDAHULUAN.. 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Perumusan Masalah... 5 I.3 Tujuan Penelitian 5 I.4 Pembatasan Masalah.. 6 I.5 Metodologi Penelitian 7 BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang 10 II.2 Sifat Fisis dan Mekanis.. 19 II.2.1 Sifat Fisis 19 II Berat Jenis Kayu 19

8 II Kadar Air (Kadar Lengas) Kayu II Pengerutan dan Pengembangan Kayu II.2.2 Sifat Mekanis.. 23 II Keteguhan Tarik II Keteguhan Tekan.. 24 II Keteguhan Geser II Keteguhan Lengkung (Lentur) II Keteguhan Belah II.3 Kekuatan Kayu.. 27 II.3.1 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilihan Secara Mekanis.. 32 II.3.2 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilihan Secara Visual. 34 II.4 Sifat Bahan Baja 38 II.5 Konstruksi Komposit II.6 Alat Sambung Kayu II.6.1 Umum.. 41 II.6.2 Jenis-jenis Sambungan II.6.3 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Sambungan II.6.4 Alat Sambung Mekanik (Mechanical Connector) 44 II.6.5 Perencanaan Sambungan. 45 II Perihal Faktor Koreksi Sambungan II Faktor Waktu untuk Sambungan... 48

9 II Alat Pengencang, Alat Sambung dan Elemen Penyambung. 48 II Berat Jenis. 48 II Tahanan pada Komponen Struktur di Daerah Sambungan 48 II Penempatan Alat Pengencang 49 II.6.6 Alat Penyambung Baut 51 II Pemasangan Alat Pengencang II Lubang Penuntun II Ring II Spasi Alat Pengencang.. 52 II.6.7 Tahanan Lateral II Tahanan Lateral Terkoreksi II.7 Batang Tekan. 57 II.7.1 Perencanaan Batang Tekan.. 57 II.7.2 Panjang Efektif Kolom 59 II.7.3 Tahanan Kolom Prismatis 61 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Persiapan Pengujian III.2 Pelaksanaan Pengujian III.2.1 Pemerikasaan Kadar Air.. 64

10 III.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis.. 65 III.2.3 Pengujian Kuat Tekan. 66 III.2.4 Pengujian Kuat Lentur pada Penurunan Izin III.2.5 Pengujian Elastisitas 70 III.2.6 Pengujian Kuat Tekan Sambungan dengan Menggunakan Dial Deformasi Sambungan III Pemasangan Baut III Tahap Pengujian 75 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN IV.1 Hasil Penelitian. 76 IV.1.1 Hasil Penelitian Physical dan Mechanical Properties Kayu IV Pemeriksaan Kadar Air. 76 IV Pemeriksaan Berat Jenis Kayu.. 77 IV Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu IV Pengujian Elastilitas Kayu IV Pengujian Kuat Lentur Kayu IV Kesimpulan Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties Kayu IV.2 Kajian Perbandingan Gaya Tekan Terfaktor Maksimum yang Diijinkan (P u ) 89

11 IV.2.1 Hasil Perhitungan Teoritis. 89 IV Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimun yang Diijinkan (P u ) pada Kayu Pejal 89 IV Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimun yang Diijinkan (P u ) pada Kayu dengan Pelat Kayu Sebagai Penyambung.. 91 IV Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimun yang Diijinkan (P u ) pada Kayu dengan Pelat Baja Sebagai Penyambung.. 96 IV.2.2 Hasil Eksperimental 106 IV.2.3 Koreksi Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimum yang Diijinkan (P u ) pada Kayu dengan Pelat Baja Sebagai Penyambung IV.2.4 Hasil Eksperimental Terhadap Koreksi Perhitungan 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan V.2 Saran 127 DAFTAR PUSTAKA 128 LAMPIRAN

12 LAMPIRAN I (DATA HASIL PERCOBAAN) LAMPIRAN II (FOTO DOKUMENTASI) DAFTAR TABEL Tabel II.1 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilihan secara mekanis pada kadar air 15% Tabel II.2 Nilai rasio tahanan Tabel II.3 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu Tabel II.4 Kelas awet kayu Tabel II.5 Kelas kuat kayu Tabel II.6 Keberlakuan faktor koreksi untuk sambungan Tabel II.7 Faktor koreksi pelat baja sisi (C st ) Tabel II.8 Tabel II.9 Jarak tepi, jarak ujung dan persyaratan spasi untuk sambungan dengan baut (dikutip dari PKKI NI ).. 52 Tahanan lateral acuan sambungan ditentukan atau baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen.. 54 Tabel II.10 Faktor koreksi layan basah, C M Tabel II.11 Faktor koreksi temperatur C t Tabel II.12 Nilai K e untuk kolom-kolom dengan beberapa jenis kekangan ujung Tabel IV.1 Hasil penelitian kadar air Tabel IV.2 Hasil penelitian berat jenis Tabel IV.3 Hasil penelitian kuat tekan sejajar serat Tabel IV.4 Hasil penelitian elastisitas.. 79 Tabel IV.5 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel I

13 Tabel IV.6 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel II Tabel IV.7 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel III Tabel IV.8 Persamaan regresi linear grafik tegangan-regangan sampel I,II dan III Tabel IV.9 Rangkuman penelitian kayu Tabel IV.10 Tabel IV.11 Tahanan lateral acuan satu baut (Z) pada sambungan dua irisan yang menyambung tiga komponen dengan pelat kayu sebagai penyambung tahanan lateral acuan satu baut (Z) pada sambungan dua irisan yang menyambung tiga komponen dengan pelat baja sebagai penyambung

14 DAFTAR GAMBAR Gambar I.I Sampel penelitian. 9 Gambar II.1 Penampang melintang kayu 14 Gambar II.2 Bentuk gambar arah tangensial, radial dan longitudinal 17 Gambar II.3 Batang kayu yang menerima gaya tarik P Gambar II.4 Batang kayu yang menerima gaya tekan sejajar serat Gambar II.5 Batang kayu yang menerima gaya tekan tegak lurus serat Gambar II.6 Batang kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat, Fv (Mpa) Gambar II.7 Batang kayu yang menerima beban lengkung Gambar II.8 Hubungan antara beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan 28 Gambar II.9 Tegangan tekan dan tegangan tarik 32 Gambar II.10 Geometri sambungan baut.. 50 Gambar III.1 Sampel pengujian kadar air 64 Gambar III.2 Sampel pengujian berat jenis.. 65 Gambar III.3 Sampel untuk pengujian kuat tekan 67 Gambar III.4 Sampel untuk pengujian kuat lentur 68 Gambar III.5 Penempatan dial beban pada sampel Gambar III.6 Sampel pengujian Elastilitas 70 Gambar III.7 Penempatan dial dan beban pada sampel. 70

15 Gambar IV.1 Grafik hubungan tegangan regangan berdasarkan pengujian elastilitas sampel 1 82 Gambar IV.2 Grafik regresi linear tegangan regangan sampel Gambar IV.3 Grafik hubungan tegangan regangan berdasarkan pengujian elastilitas sampel 2 84 Gambar IV.4 Grafik regresi linear tegangan regangan sampel Gambar IV.5 Grafik hubungan tegangan regangan berdasarkan pengujian elastilitas sampel Gambar IV.6 Grafik regresi linear tegangan regangan sampel Gambar IV.7 Distribusi tegangan tumpu kayu sambungan baut dua irisan Gambar IV.8 Penampang melintang kayu utama dan kayu sekunder sampel II 92 Gambar IV.9 Penempatan alat sambung baut sampel II 94 Gambar IV.10 Distribusi tegangan tumpu kayu pada sambugan baut dua irisan 96 Gambar IV.11 Penampang melintang kayu utama & kayu sekunder sampel III 97 Gambar IV.12 Penempatan alat sambung baut sampel III 99 Gambar IV.13 Gambar IV.14 Grafik hubungan beban dan deformasi berdasarkan perhitungan teoritis gaya tekan terfaktor maksimum yang diijinkan pada sampel I, II, III dan IV Sketsa pengujian kuat tekan sambungan Gambar IV.15 Sampel I kayu pejal Gambar IV.16 Sampel II pelat kayu sebagai penyambung Gambar IV.17 Sampel III pelat baja sebagai penyambung. 106 Gambar IV 18 Gambar IV.19 Gambar IV.20 Grafik hubungan beban dan deformasi berdasarkan pengujian kuat tekan sampel I (kayu pejal) Grafik hubungan beban dan deformasi berdasarkan pengujian kuat tekan sampel II (kayu-pelat kayu) Grafik hubungan beban dan deformasi berdasarkan pengujian kuat tekan sampel III (kayu-pelat baja)...112

16 Gambar IV.21 Gambar IV.22 Grafik perbandingan hubungan beban dan deformasi rata-rata bersadarkan pengujian kuat tekan sampel I, sampel II, dan sampel III 113 Penempatan alat sambung baut sampel IV (kayu-pelat baja koreksi) Gambar IV.23 Sampel IV Gambar IV.24 Gambar IV.25 Gambar IV.26 Grafik perbandingan hubungan beban dan deformasi berdasarkan pengujian kuat tekan sampel IV (kayu-pelat baja koreksi) Grafik perbandingan hubungan beban dan deformasi rata-rata berdasarkan pengujian kuat tekan sampel I, sampel II, sampel III, dan sampel IV Grafik perbandingan hubungan beban dan deformasi rata-rata berdasarkan perhitungan teoritis dan pengujian kuat tekan sampel I, sampel II, sampel III, dan sampel IV

17 DAFTAR NOTASI E Fb Fc Fc Ft adalah modulus elastisitas lentur, Mpa adalah kuat lentur, Mpa adalah kuat tekan sejajar serat, Mpa adalah kuat tekan tegak lurus serat, Mpa adalah kuat tarik sejajar serat, Mpa Fe adalah kuat tumpu kayu, N/mm 2 G adalah berat jenis kayu, gr/cm 3 W adalah kadar air, % n n f adalah jumlah sampel adalah jumlah baut Fy adalah tegangan leleh baja, N/mm 2 Fyb adalah tegangan leleh baut, N/mm 2 P adalah beban batas, kg A adalah luas penampang, m 2 D Ø C M C t adalah diameter baut, mm adalah faktor tahanan adalah faktor koreksi layanan basah adalah faktor koreksi temperatur

18 C pt C f C g adalah faktor koreksi pengawetan kayu adalah faktor koreksi ukuran adalah faktor aksi kelompok adalah faktor koreksi geometri C p adalah faktor kestabilan kolom V adalah volume sampel, m 3 Wx Sd Z f adalah berat kering udara, gr adalah standart deviasi adalah tahanan lateral acuan adalah penurunan

19 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penggunaan kayu sebagai bahan utama struktur seperti pada struktur kudakuda atau rangka rumah, struktur bangunan komensial, jembatan, dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu dipilih sebagai bahan struktur karena ringan dan memerlukan peralatan yang sederhana dalam proses pengerjaan. Selain itu, untuk jenis-jenis kayu tertentu, tekstur serat dan warna alami kayu tersebut dapat meningkatkan keindahan bangunan terutama untuk struktur terbuka (exposed structure). Kayu merupakan material yang diperoleh secara alami dari pohon. Kayu bersifat renewable dimana ketersediaan bahan baku terjamin sepanjang masa selama pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara lestari. Kayu juga dapat didaur ulang secara sempurna dan 100% dapat terurai di alam (bio-degredable). Dengan demikian, kayu menjadi satu-satunya bahan struktur saat ini yang ramah lingkungan.

20 Di dalam perencanaan konstruksi kayu harus mengetahui teknik penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi yang terdiri atas : Pengetahuan terhadap sifat-sifat kayu serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Sambungan dan alat penyambung Pengawetan Pada struktur berbahan utama kayu, sambungan atau buhul muncul disebabkan karena alasan geometrik (bentuk struktur) dan keterbatasan ukuran panjang batang kayu yang tersedia. Oleh sebab itu, maka batang-batang kayu tersebut perlu disambung untuk bisa mencapai struktur yang dikehendaki. Pada struktur dengan berbahan utama kayu, sambungan merupakan bagian yang paling lemah sehingga banyak kegagalan atau kerusakan struktur sering disebabkan oleh kegagalan pada sambungan. Kegagalan pada sambungan dapat berupa: pecahnya kayu diantara dua alat sambung, bengkoknya alat sambung itu sendiri, atau lendutan yang terjadi akibat efek kumulatif dari sesaran alat sambung sudah melampaui nilai toleransi. Di dalam dunia penelitian, sambungan pada struktur kayu merupakan topik yang paling menarik untuk diteliti sejak dahulu, kini dan di masa yang akan datang. Beberapa yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan pada konstruksi kayu menurut Awaludin (2002) adalah sebagai berikut: 1. Terjadinya pengurangan luas tampang Pemasangan alat sambung seperti baut, pasak, dan gigi, menyebabkan berkurangnya luas efektif penampang kayu yang disambung sehingga kuat

21 dukung batangnya menjadi lebih rendah bila dibandingankan dengan batang yang berpenampang utuh. 2. Terjadinya penyimpangan arah serat. Pada buhul seringkali terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang, tetapi tidak sejajar serat dengan dengan batang yang lain. Karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil dari pada yang sejajar serat, maka kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang tidak sejajar serat (kekuatan yang terkecil). 3. Terbatasnya luas sambungan Kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil sehingga mudah pecah apabila beberapa alat sambung dipasang berdekatan. Oleh karena itu, dalam penempatan alat sambung disyaratkan jarak minimal antar alat sambung agar kayu terhindar dari kemungkinan pecah. Dengan adanya ketentuan jarak tersebut, maka luas efektif sambungan, yaitu luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung, menjadi berkurang dengan sendirinya. Efektifitas suatu alat sambung dapat diukur berdasarkan kuat dukung yang disumbangkan oleh sambungan dibandingkan dengan kuat ultimit kayu yang disambungnya. Sebagai contoh, sebuah batang kayu dengan ukuran memiliki kuat tarik ultimit (Pu) 10 ton, pada bagian sambungan digunakan alat sambung A yang kekuatan tarik sambungan adalah 2,5 ton. Maka efektifitas alat sambung A adalah 25% (.

22 Ciri-ciri alat sambung yang baik yaitu: Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk menempatkan alat sambung relatif kecil atau bahkan nol. Memiliki nilai banding yang tinggi antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung. Menunjukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail). Memiliki angka penyebaran panas (thermal conductivity) yang rendah. Murah dan mudah di dalam pemasangan. Alat penyambung pada konstuksi kayu dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: 1. Lem 2. Alat sambung mekanik, dibagi atas dua kelompok yakni: 1. Kelompok alat sambung yang kekuatan sambungan berasal dari interaksi antara kuat lentur alat sambung dengan kuat desak atau kuat geser kayu. Yang termasuk alat sambung kelompok pertama adalah paku dan baut. 2. Kelompok alat sambung yang kekuatan sambungan ditentukan oleh luas bidang dukung kayu yang disambung. Yang termasuk alat sambung kelompok kedua adalah pasak kayu Koubler, cincin belah (split ring), pelat geser, spikes grid, single atau double sided toothed plate, dan thoothed ring. Namun pada kelompok ini baut masih tetap dipergunakan dengan maksud agar sambungan dapat rapat sehingga alat sambung

23 seperti cincin belah, pasak kayu Koubler, dan lain-lain dapat berfungsi dengan baik. 3. Metal plate connector Beberapa alat sambung yang termasuk metal plate connector adalah punched plate, nail plate, dan joist hanger. Karakteristik dalam konstruksi kayu juga adanya deformasi-deformasi atau pergeseran-pergeseran pada sambungan-sambungan. Maka untuk sambungansambungan konstruksi kayu tidak cukup memandang beban patah dan mengambil suatu safety factor n sehingga tetapi perlu diketahui juga pergeseran yang harus dibatasi. Biasanya yaitu di Jerman, n diambil Dengan diagramdiagram beban pergeseran dapat ditinjau macam-macam alat penyambung dalam satu sambungan. Dalam hal ini yang akan ditinjau adalah sambungan yang memikul gaya normal dengan menggunakan alat penyambung baut pada sambungan antar kayu dengan kayu dan sambungan antar kayu dengan pelat baja. Penulis ingin mengetahui perbandingan hubungan Tegangan dan Regangan serta kenaikan kekuatan ijin sambungan secara eksperimental dan kajian secara teoritis dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia tahun 2002 (PKKI NI-5, 2002) yang merupakan revisi dari Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia tahun I.2 Perumusan Masalah Alat penyambung yang akan digunakan pada penelitian ini adalah baut namun dengan sambungan yang berbeda, yaitu antar kayu dengan kayu dan antar

24 kayu dengan pelat baja yang akan dibandingkan dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5, 2002), sehingga didapat hubungan antara beban (P) dan penurunan (deformasi) sampai pada beban ultimit untuk kekuatan penyambung dengan yang disambung yang berbeda. I.3 Tujuan Penelitian Dari Tugas Akhir ini penulis ingin mendapatkan tujuan akhir : 1. Meneliti sifat fisis dan mekanis kayu merbau, meliput i elastisitas kayu (Ew), tegangan tekan izin sejajar serat kayu (Ft), tegangan lentur izin (Fb), kadar air dan berat jenis. 2. Merencanakan sambungan kayu dengan alat penyambung baut pada jenis sambungan yang berbeda yakni antar kayu dengan kayu dan antar kayu dengan pelat baja berdasarkan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5, 2002). Perencanaan sambungan yang ditinjau meliputi kekuatan penyambung lebih kuat dan sama kuat dengan yang disambung. 3. Memperoleh, mengamati dan membandingkan hubungan antara beban (P) dan penurunan (deformasi) yang terjadi sampai pada beban ultimit untuk kedua jenis sambungan baik secara teoritis maupun eksperimen. 4. Membandingkan tahanan lateral sambungan antar kedua jenis penyambung secara teoritis maupun eksperimen. 5. Mengamati perubahan bentuk yang terjadi pada kedua jenis sambungan yang berbeda (kayu-kayu dan kayu-pelat baja). I.4 Pembatasan Masalah

25 Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada : 1. Bahan bersifat linear elastis sesuai dengan Hukum Hooke. 2. Kayu bersifat homogen dan ortotropis 3. Kayu yang digunakan adalah kayu merbau. 4. Alat sambung yang digunakan adalah baut. 5. Dimensi lebar yang disambung pada penelitian ini dibatasi sebesar dua kali dimensi penyambung. 6. Sambungan yang digunakan adalah sambungan antar kayu dengan kayu dan sambungan antar kayu dengan pelat baja. 7. Kedua jenis sambungan diuji dengan gaya normal. 8. Perhitungan secara teoris berdasarkan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5, 2002). I.5 Metodologi Penelitian yaitu : Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode penelitian laboratorium 1. Penyediaan bahan uji. 2. Pengujian physical dan mechanical properties kayu meliputi : a. Berat jenis dari kayu yang dipakai. b. Kadar air dari kayu yang dipakai. c. Tegangan tekan izin sejajar serat kayu (Ft). d. Tegangan lentur izin (Fb). e. Elastisitas lentur kayu (Ew).

26 3. Pengujian elastisitas baja. 4. Perhitungan secara analitis dengan menggunakan Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5, 2002). a. Pengujian kayu tanpa sambungan memikul momen murni berupa gaya normal dengan menggunakan dial deformasi. b. Pengujian sambungan kayu dengan kayu dengan alat penyambung baut memikul momen murni. c. Pengujian sambungan kayu dengan pelat baja dengan alat penyambung baut memikul momen murni. 5. Beban yang dipikul berupa gaya normal dengan menggunakan load cell, dibaca melalui dial gauge. 6. Membandingkan hasil pengujian P rata-rata patah ke-3 model sambungan kayu dengan hasil perhitungan secara teoritis pada tiap jenis sambungan dengan menggunakan Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5, 2002). 7. Mengamati perubahan yang terjadi pada masing-masing alat sambung secara visual. 8. Jumlah sampel untuk pengujian sambungan pada masing-masing jenis sambungan adalah 3 buah.

27 Kayu Kayu P P Kayu Pejal (tanpa sambungan) Kayu Baut Pelat Kayu Kayu P P Pelat Kayu` Sambungan antar Kayu dengan Kayu Kayu Baut Pelat Baja Kayu P P Pelat Baja Sambungan antar Kayu dengan Pelat Baja Gambar I.1 Sampel Penelitian

28 BAB II STUDI PUSTAKA II.1 UMUM DAN LATAR BELAKANG Penggunaan kayu sebagai bahan struktur seperti pada konstruksi kuda-kuda, rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu dipilih sebagai bahan struktur karena ringan dan memerlukan peralatan yang sederhana dalam proses pengerjaannya. Kendala pemanfaatan kayu secara optimal saat ini disebabkan kayu dapat mengalami kerusakan akibat serangan jamur, serangga dan pengolahan hutan sebagai sumber utama kayu, tidak dilakukan secara berkesinambungan ditambah kerusakan hutan yang ditimbulkan oleh penebangan liar (illegal logging) telah menyebabkan kelangkaan kayu yang berkualitas baik. Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda. Bahkan kayu yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat yang berbeda jika dibandingkan ujung dengan pangkalnya. Untuk itu, ada baiknya jika sifat-sifat

29 kayu tersebut diketahui lebih dahulu, sebelum kayu dipergunakan sebagai bahan bangunan, industri kayu maupun untuk pembuatan perabot. Dalam penelitian ini akan digunakan kayu Merbau sebagai bahan konstuksi. Merbau atau ipil adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras berkualitas tinggi anggota suku Fabaceae (Leguminosae). Karena kekerasannya, di wilayah Maluku dan Papua barat kayu ini juga dinamai kayu besi. Di Papua Nugini, kayu ini dikenal sebagai kwila; sedangkan nama-namanya dalam bahasa Inggris adalah mirabow, Moluccan ironwood, Malacca teak, dan lain-lain. Kayu teras merbau berwarna kelabu coklat atau kuning coklat sampai coklat merah cerah atau hampir hitam. Kayu gubal berwarna kuning pucat sampai kuning muda, jelas dibedakan dari kayu teras. Merbau memiliki tekstur kayu yang kasar dan merata, dengan arah serat yang kebanyakan lurus. Kayu yang telah diolah memiliki permukaan yang licin dan mengkilap indah. Kayu merbau termasuk ke dalam golongan kayu berat (BJ 0,63-1,04 pada kadar air 15%) dan kuat (kelas kuat I-II). Kayu ini memiliki penyusutan yang sangat rendah, sehingga tidak mudah menimbulkan cacat apabila dikeringkan. Merbau juga awet: daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas I dan terhadap rayap kayu kering termasuk kelas II. Kayu merbau termasuk tahan terhadap penggerek laut (teredo), sehingga acap digunakan pula dalam pekerjaan konstruksi perairan.

30 Secara visual kayu terdiri dari serat kayu yang terbentuk dari lingkaran tahunan. Pada penampang melintang kayu (Gambar II.1) akan terlihat bagian-bagian sebagai berikut : 1. Kulit Kayu Kulit kayu terdapat pada bagian terluar yang terdiri dari : a. Kulit Dalam (Phloem) Kulit dalam berada tepat di balik kulit luar sebatang pohon, di luar lapisan kambium, yang berfungsi menyampaikan makanan yang dibuat oleh daun kepada seluruh bagian kayu. b. Kulit Luar (Cortex) Kulit luar merupakan lapisan yang cukup padat dan cukup kasar, pelindung bagi pohon yang sedang tumbuh, yang berfungsi mencegah penguapan dari lapisan kambium dan kayu gubal. Kulit kayu terdiri dari sel-sel berbentuk pembuluh-pembuluh dan mendapatkan makanan dari kulit dalam. Apabila pohon tumbuh keluar, kulit luar akan pecah dan digantikan oleh lebih banyak kulit luar yang disalurkan oleh kulit dalam. Adakalanya dengan terbentuknya kulit luar yang baru, kulit luar lama yang telah mati terlepas dari pohon. 2. Kambium

31 Lapisan kambium merupakan jaringan yang lapisannya tipis dan bening mengelilingi kayu, ke arah luar membentuk kayu baru sebagai pengganti kayu lama yang telah rusak dan ke arah dalam membentuk kayu baru. Kambium terletak di antara kulit dalam dan kayu gubal. 3. Kayu Gubal (Alburmum) Kayu gubal merupakan bagian dari pohon yang melingkari kayu inti, terletak di sebelah dalam lapisan kambium berwarna keputih-putihan. Sel-sel kayu gubal membawakan air dan garam-garam mineral ke dahan yang selanjutnya menuju daun, untuk diubah sebagai sumber makanannya. Kayu gubal tidak begitu berharga sebagai kayu pertukangan. Hal ini disebabkan karena adanya zat-zat tepung di dalam sel-selnya, yang dapat menyebabkan kayu tersebut mudah diserang serangga. Tebal lapisan kayu gubal bervariasi menurut jenis pohon, lebih kurang 2 cm sampai 10 cm dan relatif tetap demikian sepanjang hidup pohon. 4. Kayu Teras Ketika pohon mulai dewasa (tua), sebagian kayu di dalam batang mati berangsur-angsur sehingga tidak dapat berfungsi sebagai saluran air atau zat hara dan tidak dapat berfungsi pula sebagai tempat penyimpanan hasil fotosintesis. Warna kayu berubah menjadi lebih tua karena pengendapan zatzat ekstraktif. Lapisan kayu ini dikenal dengan nama teras (heartwood) dengan fungsi sebagai penguat pohon. Kayu teras terdiri dari sel-sel yang dibentuk melalui perubahan sel hidup pada lingkaran kayu gubal bagian dalam, disebabkan terhentinya fungsi sebagai penyalur cairan dan lain-lain

32 proses kehidupan. Ruang dalam kayu teras dapat mengandung berbagai zat yang memberikan warna gelap. Hal ini berlaku untuk jenis-jenis kayu yang terasnya berisi tiloses. Pada beberapa jenis tertentu kayu teras banyak mengandung bahan-bahan ekstraktif, yang memberikan keawetan pada kayu tersebut. 5. Hati Kayu (Medulla) Hati kayu terletak di pusat lingkaran tahunan. Pada mulanya, hati kayu merupakan pohon muda yang kemudian menjadi pusat dari pohon yang tumbuh selanjutnya, yang merupakan komposisi lunak dari sel-sel yang sudah mati. Hati kayu bersifat rapuh atau lunak, sehingga tidak berguna sebagai kayu pertukangan. 6. Lingkaran Tahun Lingkaran tahun merupakan batas antara kayu terbentuk pada permulaan dan pada akhir suatu musim. Sel biologi pada musim hujan lebih tebal daripada musim kemarau (musim kering). Oleh karena itu sel biologi berbeda dengan sel dalam dalam satuan kristal. Pada musim kering, pertumbuhan diameter (membesar) terganggu disebabkan adanya pengguguran daun. Sehingga lingkaran tahun dapat terdiri dari satu lingkaran tahun dalam satu musim yang sama. Hal ini disebut lingkaran semu. Lingkaran tahun ini dapat menunjukkan umur suatu pohon pada tempat tertentu. 7. Jari-Jari Kayu

33 Jari-jari teras berfungsi menyampaikan makanan dari kulit dalam ke bagian dalam pohon. Jari-jari teras mempunyai ukuran yang berbeda-beda pada pohon yang berlebihan. Sementara pada pohon oak, jari-jari pohon menampakkan sebuah pola yang indah pada potongan kayu. C D C A.Kulit luar B.Kulit Dalam C.Kayu Gubal D.Kayu Teras E.Kambium F.Hati Kayu G.Lingkaran Tahun H.Jari - Jari I.Kayu Awal J.Kayu Akhir Gambar II.1 Penampang Melintang Kayu Secara perbandingan kekuatan, ada hubungan antara berat dengan tinggi kayu, misalnya di sebelah bawah kayu lebih tua, lebih berat dan lebih kuat. Dalam bahan struktur sederhana berat jenis tidak tergantung pada struktur, sedangkan pada kayu tidak demikian karena kayu terdiri dari lingkaran tahunan yang berbeda antara kayu yang satu dengan kayu yang lain. Sifat-sifat kayu yang berbeda tersebut antara lain yang bersangkutan dengan sifatsifat anatomi kayu, sifat-sifat fisik, mekanik, dan sifat-sifat kimianya. Disamping sekian banyak sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada beberapa sifat umum yang terdapat pada semua kayu.

34 Sifat-sifat umum tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertical dan sifat simetri radial. 2. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe, dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan hemiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin (nonkarbohidrat). 3. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diujikan menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial, dan radial). Hal ini disebabkan oleh struktur dan orientasi selulosa dalam dinding sel, bentuk memanjang sel-sel kayu, dan pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan horizontal pada batang pohon. 4. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan atau bertambah kelembapannya akibat perubahan kelembapan dan suhu udara di sekitarnya. 5. Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat terbakar, terutama jika kayu dalam keadaan kering. Jika sebatang pohon dipotong melintang dan permukaan potongan melintang itu dihaluskan, maka akan tampak suatu gambaran unsur-unsur kayu yang tersusun dalam pola melingkar dengan suatu pusat di tengah batang serta deretan sel kayu dengan arah mirip jari-jari roda ke permukaan batang. Sebuah sumbu dapat

35 dibayangkan melewati pusat itu dan merupakan salah satu sumbu arah utama yang disebut sumbu longitudinal. Sumbu-sumbu arah utama yang lain dapat dibuat tegak lurus dan memotong sumbu longitudinal. Sumbu ini disebut sumbu arah radial. Sedangkan sumbu yang tegak lurus dengan jari-jari kayu, tetapi tidak memotong sumbu longitudinal disebut sumbu arah tangensial. Ketiga sumbu arah utama ini sangat penting artinya untuk mengenal sifatsifat kayu yang khas. Sifat-sifat khusus kayu tersebut antara lain sifat anisotropik yang telah dipaparkan di atas. Perbedaannya dalam hal kekuatan kayu, kembang susut kayu, dan aliran zat cair di dalam kayu. Di samping itu, tampak bahwa kekuatan kayu yang menahan beban ternyata lebih besar pada arah sumbu longitudinal daripada arah-arah yang lain. Demikian pula aliran zat cair lebih cepat dan lebih mudah pada arah longitudinal daripada arah sumbu radial dan tangensial. Sebaliknya, kembang susut kayu yang terbesar terdapat pada arah tangensial. Muai termal kayu juga berbeda arah tangensial, radial dan longitudinal. Dimana arah tangensial adalah garis singgung cincin - cincin pertumbuhan, arah radial adalah tegak lurus pada cincin-cincin pertumbuhan, sedangkan arah longitudinal adalah sejajar serat-serat (Gambar II.2).

36 Gambar II.2 Bentuk Gambar Arah Tangensial, Radial dan Longitudinal Muai termal arah tangensial dan radial lebih besar daripada arah longitudinal, karena muai termal arah longitudinal hampir tidak tergantung pada berat jenis. 5 α t = (6ρ + 3) x 10 / C 5 α r = (6ρ + 2) x 10 / C 5 α l = 0.4 x 10 / C dimana ρ = BJ (berat jenis) dengan satuan gr/cm³ Dengan catatan muai termal penampang melintang kayu ± 10 kali lebih besar dari muai termal longitudinal. Modulus elastis (E) arah tangensial, radial, dan longitudinal juga berbeda. E t = ( ) kg/cm² E r = ( ) kg/cm² E l = ( ) kg/cm²

37 Penyusutan dan kekuatan arah tangensial, radial dan longitudinal juga tidak sama. Pada arah tangensial dan radial penyusutan cukup tinggi, sedangkan pada arah longitudinal tidak tinggi. Kekuatan arah longitudinal ± 20 kali kekuatan tarik arah radial, karena perpatahan terjadi dalam sel trachied yang memanjang. Berat jenis meningkat untuk kadar lembab tertentu, berarti meningkatnya ketebalan sel dinding dan kenaikannya sebanding dengan kekuatan longitudinal. Kekuatan dalam arah melintang akan meningkat untuk kadar lembab tertentu, karena makin padat kayu makin kecil kemungkinan untuk patah dalam arah sejajar dengan sel trachied yang kosong. Dari uraian tersebut di atas, membuktikan bahwa bentuk struktur kayu bersifat anisotropis, yaitu sifat-sifatnya elastis tergantung dari arah gaya terhadap serat-serat dan lingkaran tahunan. Atau tidak mempunyai sifat yang sama pada semua bagiannya sehingga tidak bisa dipakai dalam struktur kayu. Akan tetapi untuk keperluan-keperluan praktis, kayu dapat dianggap ortotropis, yang artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang saling tegak lurus, yaitu longitudinal (aksial), tangensial dan radial. Perubahan dimensi kayu akibat pengeringan dari perubahan suhu, kelembaban, pembebanan mekanis juga menunjukkan sifat kayu anisotropis. II.2. SIFAT FISIS DAN MEKANIS Sifat dan kekuatan tiap-tiap jenis kayu berbeda-beda, sehingga penggunaan kelas kayu harus disesuaikan dengan konstruksi yang akan dibuat. Oleh karena itu kita harus sedikit banyaknya mengetahui tentang beberapa ciri-ciri dan sifat-sifat

38 kayu. Antara lain yang terpenting adalah mengenai sifat-sifat mekanis atau kekuatan kayu, yang merupakan kemampuan kayu untuk menahan muatan dari luar berupa gaya-gaya di luar kayu yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya kayu. II.2.1 SIFAT FISIS Sifat fisis dari kayu antara lain : II Berat Jenis Kayu Kekuatan kayu tergantung dari berat jenis dari kayu, sehingga makin tinggi berat jenis suatu kayu maka makin tinggi pula kekuatannya. Mengingat kayu terbentuk dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe, memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu. Pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara, yaitu sekeringkeringnya tanpa pengeringan buatan. Berat jenis didefinisikan sebagai angka berat dari satuan volume suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume benda tersebut. Berat diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan. Untuk praktisnya digunakan timbangan dengan ketelitian 20 %, yaitu sebesar 20 gr/kg. Sedangkan untuk menentukan besarnya volume suatu benda ada beberapa cara. Cara yang umum dan mudah dilakukan adalah dengan mengukur panjang, lebar dan tebal suatu benda dan mengalikan ketiganya.

39 Untuk kayu, sebaiknya ukuran sampel tidak kurang dari (7,5 x 5 x 2,5) cm³, tetapi bila ukuran sampel kurang dari tersebut, maka cara yang digunakan untuk mendapatkan volume adalah dengan metode pencelupan. Pada metode ini penggunaan pan berisi air yang diletakkan pada timbangan ayun. Kemudian timbangan diseimbangkan dengan meletakkan pemberat pada sisi lainnya. Sampel lalu dimasukkan ke dalam pan dan dibenamkan ke dalam air. Diatur agar air tidak keluar dari dalam pan, dan diatur juga agar sampel tidak menyentuh sisi-sisi samping dan bawah pan dengan memasang jarum sebagai kaki-kaki sampel. Seimbangkan timbangan dengan menambah pemberat pada sisi lain. Berat pemberat yang ditambahkan untuk mencapai keseimbangan (dalam gr) adalah sama dengan nilai volume sampel. Karena kayu sebagai material dengan daya serap yang tinggi, maka diperlukan bahan lain untuk melapisi sampel sehingga air tidak ada yang masuk ke dalam kayu. Bahan tersebut haruslah bahan yang tipis, kedap air, serta memiliki berat yang sangat kecil. Parafin merupakan bahan yang sesuai. Sebelum sampel dimasukkan ke dalam air, terlebih dahulu sampel dimasukkan ke dalam cairan parafin yang mendidih sampai keseluruhan permukaan sampel ditutupi parafin. Kelebihan parafin pada permukaan dihaluskan dan diratakan sehingga permukaan parafin tidak terlalu tebal. Berat jenis juga didefinisikan berat jenis relatif benda tersebut terhadap berat jenis standar, dalam hal ini berat jenis air dalam gr/cm³. Air dipakai sebagai bahan standar karena berat 1 cm³ adalah 1 gr. Dapat dikatakan bahwa berat jenis suatu benda adalah berat benda tersebut relatif terhadap berat jenis standar yaitu air.

40 II Kadar Air (Kadar Lengas) Kayu Kayu sebagai bahan konstruksi dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaban suhu udara di sekelilingnya, dimana kayu itu berada. Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaban, karena pengaruh kadar airnya menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat-sifat fisis dan mekanis kayu. Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus arah serat kayu. Sel-sel kayu mengandung air, yang sebagian merupakan bebas yang mengisi dinding sel. Apabila kayu mengering, air bebas keluar dahulu dan saat air bebas itu habis keadaannya disebut titik jenuh serat (Fibre Saturation Point). Kadar air pada saat itu kira-kira 25 %-30 %. Apabila kayu mengering di bawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat. Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan bertambahnya kekuatan kayu. Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12 %-18 %, atau rata-rata adalah 15 %. Tetapi apabila berat dari benda uji tersebut menunjukkan angka yang terus-menerus menurun (berkurang), maka kayu belum dapat dianggap kering udara (jadi masih basah). Untuk menentukan secara kasar apakah kadar lengas kayu sudah di bawah 30 % atau belum, dapat digunakan rumus pendekatan seperti di bawah ini :

41 1,15Gx Gku x = x100% Dimana : x = Kadar lengas kayu (%) Gku = Berat benda uji mulamula G ku = Berat benda uji setelah kering udara Bila berat benda uji sudah menunjukkan angka yang konstan, maka kayu G x tersebut sudah dapat dianggap kering udara, sehingga kadar lengas kayu dapat G Gku diperoleh dengan cara : x = x100% G x ku II Pengerutan dan Pengembangan Kayu Pengerutan dan pengembangan kayu dimaksudkan adalah suatu keadaan perubahan bentuk pada kayu yang disebabkan oleh tegangan-tegangan dalam, sebagai akibat dari berkurangnya atau bertambahnya kadar air kayu. Pengerutan terjadi karena dinding-dinding maupun isi sel kehilangan sebagian besar kadar airnya, ini juga terjadi pada serat-seratnya. Begitu pula sebaliknya. Besarnya pengerutan maupun pengembangan pada berbagai jenis kayu dan arah kayu adalah tidak sama. T = Pengerutan kayu arah tangensial ± 7 % - 10 % R = Pengerutan kayu arah radial ± 5 % A = Pengerutan kayu arah aksial (longitudinal) ± 0.1 % (sangat kecil, dapat diabaikan)

42 Pengerutan kayu dalam arah lingkaran-lingkaran pertumbuhan (tangensial) lebih besar daripada arah radial, karena dapat ditemui bahwa di sebelah luar batang, sel-selnya masih muda dan banyak mengandung kadar air. Pada pengeringan batang kayu glondong, keliling mengerut hampir dua kali jari-jari yaitu sebanyak garis tengah, sehingga terjadi rengat-rengat pengeringan. Jika pada batang yang belum dikeringkan (basah) digergaji menjadi papan atau balok akan melipat atau melentur. Secara teoritis, besarnya pengerutan berbanding lurus dengan banyaknya air yang keluar setelah dikeringkan. Contohnya, bila suatu batang kayu mempunyai lebar asal pada arah tangensial, pada kadar air 20 % adalah 26 cm. Setelah dikeringkan lebarnya menjadi 24 cm, maka pengerutan kayu arah tangensial dalam persen (%) adalah = x 100% = 8.33% 26 II.2.2 SIFAT MEKANIS Sifat mekanis kayu meliputi keteguhan kayu, yaitu perlawanan yang diberikan oleh suatu jenis kayu terhadap perubahan-perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya luar. Perlawanan kayu terhadap gaya-gaya luar ini dapat dibedakan menjadi : II Keteguhan Tarik Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat tarik (lihat

43 Gambar II.3). Gaya tarik ini berusaha melepas ikatan antara serat-serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah di dalam kayu tegangan-tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan gaya-gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat-serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan. Tegangan tarik masih diizinkan bila tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu, disebut dengan tegangan tarik yang diizinkan dengan notasi F t (MPa). Misalnya, untuk kayu dengan kode mutu E26 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 60 MPa. Serat Kayu P P Gambar II.3 Batang Kayu yang Menerima Gaya Tarik P II Keteguhan Tekan Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya-gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut (lihat Gambar II.4). Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada kayu (Gambar II.5).

44 P Bahaya Tekuk P Gambar II.4 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat Batang-batang yang panjang dan tipis seperti papan, mengalami bahaya kerusakan lebih besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi F (MPa). c P Serat Kayu P Gambar II.5 Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat II Keteguhan Geser Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gayagaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang

45 menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini maka akan timbul tegangan geser pada kayu (lihat Gambar II.6). Dalam hal ini, keteguhan geser dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan, dengan notasi F v (MPa). P Gaya Geser P Gambar II.6 Batang Kayu yang Menerima Gaya Geser Tegak Lurus Arah Serat, F v (MPa) II Keteguhan Lengkung (Lentur) Keteguhan lengkung (lentur) adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu tersebut. Keteguhan lengkung dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu keteguhan lengkung statik dan keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan keteguhan

46 lengkung pukul adalah kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak. Balok kayu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar (lihat Gambar II.7). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya. P g.n Gambar II.7 Batang Kayu yang Menerima Beban Lengkung II Keteguhan Belah Keteguhan belah adalah kemampuan kekuatan kayu dalam menahan gayagaya yang berusaha membelah kayu. Kayu lebih mudah membelah menurut arah sejajar serat kayu. Keadaan kayu juga mempengaruhi sifat pembelahan, misalnya kayu yang basah lebih mudah dibelah daripada kayu yang telah kering. II.3 KEKUATAN KAYU Kekuatan kayu adalah kemampuan material untuk menahan gaya luar atau beban yang berusaha untuk mengubah ukuran dan bentuk material tersebut. Akibat

47 yang terjadi pada material tersebut adalah timbulnya gaya dalam pada material yang menahan terjadinya perubahan ukuran dan bentuk. Gaya ini disebut Tegangan, dinyatakan dalam Pound/ft². Di beberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke Sistem Internasional (SI) yaitu N/mm². Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal dengan sebutan Deformasi. Jika beban yang bekerja pada material tersebut kecil, maka deformasi yang terjadi pada material juga kecil. Begitu juga sebaliknya, jika beban yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi pada material tersebut juga besar. Jika beban kemudian dihilangkan seluruhnya atau sebagian, maka material akan kembali ke bentuk semula setelah gaya yang diberikan kepadanya dihilangkan. Hal ini disebut dengan elastisitas material. Dapat atau tidaknya suatu material kembali ke bentuk semula tergantung pada besarnya elastisitas material tersebut. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar II.8. Jika beban yang diberikan melebihi daya kohesi antar jaringan-jaringan kayu maka akan terjadi keruntuhan. Beban Tarikan Limit Proporsional Tekanan Limit Proporsional Berdasarkan PKKI Ni (Teoritis Dan Eksperimental), Deformasi 2010.

48 Gambar II.8 Hubungan Antara Beban Tekan dengan Deformasi untuk Tarikan dan Tekanan Kayu memiliki beberapa jenis kekuatan dan kekuatan kayu dalam satu hal bisa lemah dalam hal lain. Sifat kekuatan yang berbeda juga berpengaruh dalam mempertahankan daya tahan terhadap gaya yang bekerja yang cenderung meretakkan kayu, terhadap gaya tarik yang cenderung memperpanjang, ataupun gaya geser yang cenderung mengakibatkan suatu bagian bergeser ke bagian lain. Dalam prakteknya, kayu sering disubyekkan terhadap kombinasi gaya-gaya dan tegangan yang bekerja sekaligus. Namun sering satu bagian beban yang dominan bekerja dari bagian lainnya. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya lenturan disebut dengan Kekakuan. Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku. Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sifat getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda.

49 Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan. Pada penelitian ada 2 (dua) jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecahpecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dan angka-angka kekuatan

50 tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan. Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan. Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu yang diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati, dan kayu damar sebagai bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan regangan dari kayu tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau : σ = Beban Luas Penampang Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu : ε = Deformasi Panjang Mula Mula Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu tegangan tekan (Compression Strength), tegangan tarik (Tensile Strength), dan tegangan lentur (Bending Strength). Pada tegangan tekan, material mengalami tekanan pada luasan tertentu yang menyebabkan timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan tersebut sampai batas keruntuhan dan diambil sebagai nilai

51 tegangan tekan. Demikian pula dengan tarikan, tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai sebagai tegangan tarik (lihat Gambar II.9). Tekanan Tarikan Teg. Tekan Teg. Tarik Gambar II.9 Tegangan Tekan dan Tegangan Tarik Tegangan yang bekerja : σ ( tk / tr) = P ( tk / tr ) A Dimana : σ ( tk / tr) = Tegangan tekan/tarik yang terjadi (kg/cm²) P ( / tr) tk = Beban tekan/tarik yang terjadi (kg) A = Luas penampang yang menerima beban (cm²) Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama. Pemilahan kuat acuan kayu didasarkan pada dua cara yaitu :

52 II.3.1 KUAT ACUAN BERDASARKAN PEMILAHAN SECARA MEKANIS Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel II.1. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel II.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku. Tabel II.1 Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara Mekanis pada Kadar Air 15 % Kode E w F b F t // F c // F v F c Mutu E ,6 24 E ,5 23 E ,4 22 E ,2 21 E ,1 20 E ,9 19 E ,8 18 E ,6 17 E ,4 16

53 E ,4 15 E ,2 14 E ,1 13 E ,9 12 E ,8 11 E ,6 11 E ,5 10 E ,3 9 Dimana : E w = Modulus elastis lentur F b = Kuat lentur F t // = Kuat tarik sejajar serat F c // = Kuat tekan sejajar serat F v = Kuat geser F c = Kuat tekan tegak lurus serat II.3.2 KUAT ACUAN BERDASARKAN PEMILAHAN SECARA VISUAL Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

54 a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ. b. Kadar air, m % (m < 30), diukur dengan prosedur baku. c. Hitung berat jenis pada m % ( G m ) dengan rumus : G m = ρ / [1000 (1 + m/100)] d. Hitung berat jenis dasar ( G b ) dengan rumus : G b = G m / [1 + 0,265 a G m ] dengan a = (30 m ) / 30 e. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % ( G 15 ) dengan rumus : G 15 = G b / (1 0,133 G b ) f. Hitung estimasi kuat acuan, dengan modulus elastisitas lentur (Ew) = G 0.7, dimana G : Berat jenis kayu pada kadar air 15 % = G 15. Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) UDC (Universal Decimal Classification) tentang Mutu Kayu Bangunan yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan dari Tabel II.1 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel II.2 yang bergantung pada kelas mutu kayu. Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel II.3. Tabel II.2 Nilai Rasio Tahanan Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan

55 A B C Tabel II.3 : Cacat Maksimum untuk Setiap Kelas Mutu Kayu Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Mata Kayu : Terletak di muka lebar 1/6 lebar kayu 1/4 lebar kayu 1/2 lebar kayu Terletak di muka sempit 1/8 lebar kayu 1/6 lebar kayu 1/4 lebar kayu Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu 1/2 tebal kayu Pingul 1/10 tebal atau 1/6 tebal atau 1/4 tebal atau lebar kayu lebar kayu lebar kayu Arah serat 1:13 1:9 1:6 Saluran Damar 1/5 tebal kayu 2/5 tebal kayu 1/2 tebal kayu eksudasi tidak diperkenankan Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan Lubang serangga Diperkenankan Diperkenankan asal Diperkenankan asal terpencar dan terpencar dan asal terpencar dan ukuran dibatasi ukuran dibatasi dan ukuran dibatasi dan tidak ada tidak ada tanda- dan tidak ada tanda-tanda tanda serangga tanda-tanda serangga hidup hidup serangga hidup Cacat lain (lapuk, hati Tidak Tidak Tidak rapuh, retak melintang) diperkenankan diperkenankan diperkenankan

56 Berdasarkan PKKI 1961, secara umum ada 2 (dua) kelas kayu antara lain : 1) Kelas Awet (Durability) Lembaga Penelitian Hasil Hutan membagi-bagi keawetan kayu di Indonesia dalam lima kelas awet (lihat Tabel II.4) Angka-angka tersebut di atas hanya mengenai daerah tropika. Dalam daerah pegunungan dengan iklimnya yang lebih sejuk, keawetan kayu lebih tinggi daripada yang telah disebutkan di atas. Tabel II.4 Kelas Awet Kayu Kelas awet I II III IV V a. Selalu berhubungan dengan 8 tahun 5 tahun 3 tahun sangat sangat tanah lembab pendek pendek b. Hanya terbuka terhadap 20 tahun 15 tahun 10 tahun beberapa sangat angin dan iklim tetapi dilin- tahun pendek dungi terhadap pemasukan air dan kelemasan c. Di bawah atap tidak berhu- tak tak sangat beberapa pendek bungan dengan tanah terbatas terbatas lama tahun lembab dan dilindungi terhadap kelemasan

57 d. Seperti di atas (c) tetapi di- tak tak tak 20 tahun 20 tahun pelihara yang baik, selalu di- terbatas terbatas terbatas cat, dan sebagainya e. Serangan oleh rayap tidak jarang agak sangat sangat cepat cepat cepat f. Serangan oleh bubuk kayu tidak tidak hampir tak sangat kering tidak seberapa cepat 2) Kelas Kuat (Strength) Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan membagi-bagi kekuatan kayu Indonesia dalam lima kelas kuat didasarkan kepada jenis kayu tersebut (lihat Tabel II.5). Tabel II.5 Kelas Kuat Kayu Kelas Kuat Berat Jenis Kekuatan lentur mutlak (kg/cm²) Kekuatan tekan mutlak (kg/cm²) I II III IV V

58 II.4 SIFAT BAHAN BAJA Sifat baja yang terpenting dalam penggunaannya sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan kayu dan beton, serta sifat keliatannya, yaitu ukuran kemampuan suatu logam (satu satuan volume) untuk menyerap energi total baik elastis maupun inelastis sebelum patah. Selain itu baja juga mempunyai sifat homogenitas yang tinggi. Kekuatan baja tergantung kepada kadar karbon (C) dan mangan (Mn) yang dikandungnnya. Penambahan persentasi karbon meningkatkan tegangan leleh tetapi mengurangi daktalitas, sehingga sukar dilas. Baja dapat digolongkan atas empat kategori berdasarkan kadar karbonnya : 1. Baja dengan persentase kadar karbon rendah lebih kecil dari 0.15% 2. Baja dengan persentase kadar karbon ringan 0.15%-0.29% 3. Baja dengan persentase kadar karbon sedang 0.30%-0.59% 4. Baja dengan persentase kadar karbon tinggi 0.60%-1.70% Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya: 1. Properties dari baja tidak berubah karena waktu, berbeda dengan beton yang tergantung pada waktu 2. Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang dibuat dalam perencanaan, karena mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi, modulus elastilitasnya sama untuk tarik dan tekan

59 3. Manfaat daktalitas baja pada saat mengalami pembebanan yang melebihi kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi meregang sampai batas daktalitasnya sebelum runtuh. Selain baja memiliki beberapa kelebihan, baja juga mempunyai kekurangan, yaitu: 1. Baja mudah korosi karena berhubungan dengan air dan udara, oleh sebab itu harus di cat secara berkala 2. Kekuatan dari baja berkurang tajam pada temperatur tinggi 3. Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekut kecil 4. Nilai kekuatan akan berkurang jika dibebani secara berulang/periodik, hal ini biasa disebut dengan lelah atau fatigue. II.5 KONSTRUKSI KOMPOSIT Komposit secara sederhana didefenisikan sebagai gabungan dari dua atau lebih bahan yang modulus elastisitasnya berbeda, sehingga bekerja sama memikul beban yang bekerja. Konstruksi komposit bisa merupakan perpaduan antara kayu dengan baja, kayu dengan beton, baja dengan beton dan lain-lain. Konstruksi komposit dibuat sedemikian rupa dengan memanfaatkan keunggulan dari masing-masing bahan, dari kedua jenis bahan yang berbeda tadi, terutama dalam kemampuannya memikul gaya tarik dan tekan. Secara umum telah diketahui bahwa baja adalah bahan yang sangan kuat terhadap gaya tarikan dan juga terhadap gaya tekan, namun perlu diketahui bahwa

60 gaya tekan yang dapat dipikul sangan erat kaitannya dengan kelangsingan profil. Begitu juga dengan kayu, mampu memikul beban tarikan dan tekan namun bila dibandingkan dengan kekuatan baja sangat jauh berbeda. Selain itu untuk konstruksi tertentu dimana dibutuhkan konstruksi ringan namun mampu memikul gaya tarik maupun gaya tekan dengan momen yang besar, maka komposit antara balok kayu dengan pelat baja bisa menjadi salah satu alternatif. Keistimewaan yang nyata dari stuktur komposit adalah akan didapat suatu struktur yang lebih kaku dari struktur non-komposit. Secara umum keuntungan dari konstuksi komposit adalah: 1. Dapat digunakan balok yang lebih kecil dan lebih ringan. 2. Dapat digunakan untuk bentang yang lebih besar tanpa dihadapkan pada masalah lendutan. 3. Kekuatan untuk memikul kelebihan beban secara nyata akan lebih besar. 4. Kekuatan (EI) lebih tinggi. II.6 ALAT SAMBUNG KAYU II.6.1 UMUM Karena alasan geometrik, pada konstruksi kayu sering diperlukan sambungan yang berfungsi untuk memperpanjang batang kayu (overlapping connection) atau menggabungkan beberapa batang kayu pada satu buhul/joint. Secara umum, sambungan merupakan bagian terlemah dari konstruksi kayu. Kegagalan konstruksi kayu sering diakibatkan oleh gagalnya sambungan daripada kegagalan material kayu itu sendiri. Kegagalan pada sambungan dapat berupa pecahnya kayu diantara dua alat sambung, bengkoknya alat sambung itu sendiri, atau

61 lendutannya (efek kumulatif dari sesaran alat sambung) sudah melampaui nilai toleransi. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan pada konstruksi kayu menurut Awaludin (2002) adalah : 1. Terjadinya pengurangan luas tampang Pemasangan alat sambung seperti baut, pasak, dan gigi, menyebabkan berkurangnya luas efektif penampang kayu yang disambung sehingga kuat dukung batangnya menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan batang yang berpenampang utuh. 2. Terjadinya penyimpangan arah serat Pada buhul seringkali terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang, tetapi tidak sejajar serat dengan batang yang lain. Karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil daripada yang sejajar serat, maka kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang tidak sejajar serat (kekuatan yang terkecil). 3. Terbatasnya luas sambungan Kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil sehingga mudah pecah apabila beberapa alat sambung dipasang berdekatan. Oleh karena itu, dalam penempatan alat sambung disyaratkan jarak minimal antar alat sambung agar kayu terhindar dari kemungkinan pecah. Dengan adanya ketentuan jarak tersebut, maka luas efektif sambungan (luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung) menjadi berkurang.

62 Alat sambung yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk menempatkan alat sambung relatif kecil atau bahkan nol. b. Memiliki nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung yang tinggi. c. Menunjukkan angka penyebaran panas (thermal conductivity) yang rendah. d. Murah dan mudah di dalam pemasangannya. II.6.2 JENIS-JENIS SAMBUNGAN Sambungan dapat dibedakan menjadi sambungan satu irisan (menyambungkan dua batang kayu), dua irisan (menyambungkan tiga batang kayu), dan seterusnya. Menurut sifat gaya yang bekerja pada sambungan, sambungan juga dapat dibedakan menjadi sambungan desak, sambungan tarik, dan sambungan momen. Pada sambungan desak atau tarik, apabila pusat kelompok alat sambung tidak terletak pada garis kerja maka akan terbentuk gaya momen selain gaya aksial. II.6.3 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA SAMBUNGAN 1. Eksentrisitas Pada sambungan dengan beberapa alat sambung, maka titik berat kelompok alat sambung harus terletak pada garis kerja gaya, apabila tidak maka akan timbul gaya momen (secondary moment) yang dapat menurunkan kekuatan sambungan. 2. Sesaran/slip

63 Sesaran yang terjadi pada sambungan kayu terbagi menjadi dua. Sesaran yang pertama adalah sesaran awal yang terjadi akibat adanya lubang kelonggaran yang dipergunakan untuk mempermudah penempatan alat sambung. Selama sesaran awal, alat sambung belum memberikan perlawanan terhadap gaya sambungan yang bekerja. Pada sambungan dengan beberapa alat sambung, kehadiran sesaran awal yang tidak sama diantara alat sambung dapat menurunkan kekuatan sambungan secara keseluruhan. Setelah sesaran awal terlampaui, maka sesaran berikutnya akan disertai oleh gaya perlawanan (tahanan lateral) dari alat sambung. 3. Mata kayu Keberadaan mata kayu menurunkan kuat tarik dan kuat tekan sejajar serat. Adanya mata kayu dapat dianggap sebagai pengurangan luas tampang batang kayu. II.6.4 ALAT SAMBUNG MEKANIK (MECHANICAL CONNECTOR) Berdasarkan interaksi gaya-gaya yang terjadi pada sambungan, alat sambung mekanik dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok alat sambung yang kekuatan sambungannya berasal dari interaksi antara kuat lentur alat sambung dengan kuat desak atau kuat geser kayu. Kelompok yang kedua adalah kelompok alat sambung yang kekuatan sambungannya ditentukan oleh luas bidang dukung kayu yang disambungnya. Alat sambung yang digunakan pada perencanaan sambungan dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah baut. Baut termasuk pada kelompok alat sambung

64 jenis pertama. Alat sambung baut umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel) dengan kepala berbentuk hexagonal, square, dome, atau flat. Diameter baut berkisar antara ¼ sampai dengan Untuk kemudahan pemasangan, lubang baut diberi kelonggaran 1 mm. Alat sambung baut biasanya digunakan pada sambungan dua irisan dengan tebal minimum kayu samping adalah 30 mm dan kayu tengah adalah 40 mm dan dilengkapi cincin penutup. Sambungan pada komponen struktur kayu atau dari satu komponen struktur ke komponen struktur kayu lainnya terdiri atas elemen penyambung (pelat buhul, pelat penyambung, pelat pengikat, siku dan pelat pendukung ) dan alat sambung ( cincin belah, pelat geser ) atau alat pengencang (paku, jepretan, pasak, sekrup, baut, sekrup kunci, dan system alat pengencang sejenis ). Notasi untuk tahanan lateral Z, Z, mengacu pada tahanan seluruh sambungan dan bukan pada tahanan alat sambung tunggal. Selain itu untuk tahan cabut, Z w, mengacu pada tahanan cabut total dan bukan pada tahanan per satuan penetrasi. II.6.5. PERENCANAAN SAMBUNGAN sehingga : Menurut revisi PKKI NI sambungan harus direncanakan sedemikian rupa Zu λ φ z Z Dimana : Zu = Tahanan perlu sambungan λ = Faktor waktu yang berlaku yang nilainya sama dengan 1,0

65 φ z = Faktor tahanan sambung nilainya 0,65 Z = Tahanan terkoreksi sambungan Tahanan terkoreksi sambungan diperoleh dari hasil perkalian antara tahanan acuan sambungan dengan faktor faktor koreksi keberlakuan faktor faktor koreksi untuk setiap jenis sambungan harus sesuai dengan diisyaratkan pada tabel II-3. Tabel II 6 Keberlakuan faktor koreksi ( FK ) 1 untuk sambungan Kondisi Kondisi FK FK FK FK FK Serat FK Pelat FK terkoreksi = acuan diafra- aksi Geomet Kedalaman ujung sisi Paku gma kelom ri Penetrasi Miring -pok Z = Z Cdi Paku Cd Ceg Cm Z w = Zw pasak Ceg Cm

66 Z = Z w = Z Zw Sekrup Cd Ceg Z = Z Cg Baut C Z = Z Cg Sekrup C Ceg Z w = Zw kunci, Ceg pen C Z // = Z// Cg Pelat Cd Cst Z Z Cg geser, Cd cincin belah C C ( Dikutip dari PPKI NI ) 1 Nilai faktor koreksi yang tidak diberikan dalam standard ini diperoleh dari data standar produk yang berlaku II Perihal Faktor Koreksi untuk Sambungan a) Faktor Koreksi Layan Basah Pada sambungan, faktor layan basah, C m tidak hanya bergantung pada kondisi penggunaan, tetapi juga bergantung pada kondisi saat difabrikasi. Kondisi acuan untuk penggunaan kering mengacu pada sambungan samnbungan yang difabrikasi dari material dalam keadaan kering dan digunakan pada kondisi layan kering.

67 Faktor layan basah tidak memperhitungkan pengaruh korosi bila sambungan akan diekspos terhadap lingkungan korosif maka tahanan sambungan harus memperhitungkan pengaruh korosi pada elemen penyambung ataupun alat penyambung baja. Alat pengencang yang digunakan pada bahan kayu yang diberi perlakuan secara kimiawi harus diberi perlindungan yang cukup sesuai dengan tat cara yang berlaku. b) Faktor Koreksi Tambahan untuk Sambungan Struktural Faktor Koreksi Pelat Baja Sisi (C st ) Untuk pelat baja sisi pada sambungan geser dengan pelat sisi berukuran 100 mm ditetapkan berdasarkan berat jenis dasar, seperti yang tertera pada Tabel II.7 Tabel II.7 Faktor Koreksi Pelat Baja Sisi (C st ), Revisi PKKI NI-5 Berat Jenis Dasar C st < II Faktor waktu untuk sambungan Faktor waktu (λ) tidak diperbolehkan melebihi 1,0 untuk sambungan. Sebagai tambahan, jika perencanaan sambungan ditentukan oleh kegagalan pada elemen penyambung atau alat pengencang yang terbuat dari bahan non kayu maka λ = 1,0 II Alat pengencang, alat sambung dan elemen penyambung

68 Semua alat pengencang dan alat sambung serta sifat sifat nominalnya harus memenuhi persyaratan minimum sesuai tata cara yang berlaku pelat pelat baja, pelat penggantung, alat pengencang dan bagian bagian lain dari pelat baja harus direncanakan terhadap moda moda keruntuhan yang berlaku ( tarik, lentur, tekuk, tumpu ) termasuk dari baja ke baja dan geser pada alat pengencang. II Berat Jenis Berat jenis rencana (G) yang digunakan pada perhitungan tahanan tumpu pasak dan untuk persyaratan rencana lainnya dari sambungan harus didasarkan pada nilai yang sudah baku untuk jenis spesies, kelompok spesies atau mutu, sebagai mana yang diisyaratkan dalam perencanaan. Berat jenis rencana tersebut harus didasarkan pada berat volume kering oven. II Tahanan pada komponen struktur di daerah sambungan Adanya sambungan mempengaruhi tahanan komponen struktur di daerah sambungan setidak tidaknya hal hal ini harus diperhitungkan : Luas Netto untuk beban yang bekerja sejajar serat kayu pada sanbungan baut selang seling, sekrup kunci, pasak, pen, alat pengencang yang berdekatan harus dianggap pada penampang kritis yang sama jika spasi dalam baris alat pengencang yang satu terhadap baris lainnya yang berdekatan lebih kecil dari 4 D, dimana D adalah diameter alat pengencang. Jika digunakan pelat geser atau cincin belah dan konfigurasi selang seling maka pelat geser atau cincin belah yang berdekatan harus dianggap bekerja pada penampang kritis yang sama jika jarak sejajar serat antar pelat

69 geser atau cincin belah dalam baris yang berdekatan sama dengan atau lebih kecil daripada diameter pelat geser atau cincin belah. II Penempatan Alat Pengencang Jarak Tepi adalah jarak jarak antara tepi suatu komponen struktur terhadap alat pengencang terdekat diukur dalam arah tegak lurus serat kayu. Bila suatu komponen struktur dibebani tegak lurus arah serat, tetapi memikul beban didefinisikan sebagai tepi beban. Tepi yang tidak memikul beban didefinisikan sebagai tepi tanpa beban. Jarak Ujung adalah jarak yang diukur sejajar serat cari garis potong siku komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat. Spesi adalah jarak antar pusat alat pengencang yang diukur sepanjang garis yang menghubungkan pusat ke pusat alat pengencang. Sebuah Baris Alat Pengencang didefinisikan sebagai beberapa alat pengencang yang terletak satu baris dalam arah garis kerja beban. Spasi Dalam Baris Alat Pengencang adalah jarak antar alat pengencang di dalam satu baris dan jarak antar baris alat pengencang adalah jarak antar baris baris alat pengencang.

70 Gambar II.10 Geometri Sambungan Baut ( Dikutip dari PPKI NI )

71 II.6.6. ALAT PENYAMBUNG BAUT Baut merupakan salah satu alat sambung yang paling banyak digunakan dalam struktur kayu. Sambungan ini banyak digunakan karena mudah didapat di toko toko bangunan dan baut yang tersedia dalam berbagai ukuran. Alat penyambung baut harus terbuat dari baja dengan diameter 6,3 mm D 25 mm. II Pemasangan Alat Pengencang Alat pengencang harus memenuhi persyaratan yang berlaku diameter baut, sekrup kunci dan pen adalah diameter nominal. II Lubang Penuntun Ketentuan lubang penuntun berikut ini berlaku untuk baut, sekrup kunci, pen, atau pasak yang dipasang pada material kayu atau material yang berbahan dasar kayu. Lubang penuntun harus dibuat tegak lurus terhadap permukaan komponen struktur, kecuali bila pada suatu sudut kemiringan lubang penuntun memang diperhitungkan pada proses perencanaan. Lubang penuntun harus dibuat seksama, untuk baut lubang penuntun tidak boleh lebih besar daripada : D + 0,8 mm bila D 12,7 mm dan D + 1,6 mm bila D / 12,7 mm. Lubang penuntun untuk pen harus dibuat antara D hingga ( D 0,8 mm ) dimana D adalah diameter pen. II Ring

72 Bila baut menumpu pada material kayu atau material yang berasal dari kayu, maka harus dipasang ring standar, pelat baja, atau jenis ring baja lainnya diantara material kayu tersebut dan kepala baut atau kepala sekrup kunci atau mur. Diameter luar minimum ring harus 2,5 kali diameter batang baut ketebalan minimum ring adalah 3,2 mm. II Spasi Alat Pengencang Untuk baut, sekrup kunci dan pen, jarak tepi baut yang diperlukan, jarak ujung dan spasi alat pengencang yamg diperlukan untuk mengembangkan tahanan acuan harus dengan nilai minimum pada table II.4. Spasi tegak lurus arah serat antar alat alat pengencang terluar dalam suatu sambungan tidak boleh lebih besar dari 127 mm kecuali bila ada ketentuan megenai perubahan dimensi kayu. Tabel II 8 : Jarak Tepi, Jarak Ujung dan Persyaratan Spasi untuk Sambungan dengan Baut ( Dikutip dari PPKI NI ) Beban Sejajar Arah Serat Ketentuan dimensi Minimum Jarak Tepi ( b opt ) Im / D 6 (lihat catatan I ) Im / D > 6 Jarak ujung (α opt ) Komponen Tarik Komponen Tekan 1,5 D Yang terbesar dari 1,5 D atau ½ jarak antar baris alat pengencang 7 D 4 D Spasi ( S opt )

73 Spasi dalam baris alat pengencang Jarak antar baris alat pengencang 4 D 1,5 D 127 mm (lihat catatan 2 dan 3) Beban Tegak Lurus Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum Jarak Tepi ( B opt ) Tepi yang dibebani Tepi yang tidak dibebani Jarak Ujung ( α opt ) 4 D 1,5 D 4 D Spasi ( S opt ) Spasi dalam baris alat pengencang ( lihat catatan 3 ) Jarak antar baris alat pengencang Im / D 2 2 < Im / D < 6 Im / D 6 2,5 D ( lihat catatan 3 ) ( 5 Im + 10 D ) / 8 ( lihat catatan 3 ) 5 D 9 liha catatan 3 ) Untuk alat pengencang yang dipasang secara berselang seling dan dibebani dalam arah serat, bila spasi dalam baris alat pengencang pada baris berikutnya sama dengan atau lebih besar daripada 4 D, maka tidak ada ketentuan jarak minimum antar baris alat pengencang. Bila spasi dalam baris alat pengencang pada baris berikutnya

74 kurang dari 4 D, maka berlaku ketentuan mengenai jarak minimum antar baris alat pengencang seperti yang tertera pada table II.8. II.6.7 TAHANAN LATERAL Tahanan lateral acuan sambungan ditentukan dengan mengambil nilai minimum dari persamaan pada tabel dibawah ini : Tabel II-9 Tahanan Lateral Acuan Sambungan Ditentukan atau Baut atau Pasak (Z) untuk Satu Alat Pengencang dengan Dua Irisan yang Menyambung Tiga Komponen. Moda Kelelehan Persamaan yang Berlaku Im Is IIIs Dengan:

75 IV Catatan : R e = F em / F es K θ = (θ / 90 ) F em dan F es = kuat tumpu kayu utama dan kayu samping (N/mm 2 ) II.6.7.a. Tahanan Lateral Terkoreksi Tahanan lateral terkoreksi Z dihitung dengan mengalikan tahanan lateral dengan faktor-faktor koreksi yang diperlukan. Faktor Aksi Kelompok. Bila suatu sambungan terdiri dari satu baris alat pengencang atau lebih dengan alat pengencang baut, ada kecenderungan masing-masing baut mendukung beban lateral yang tidak sama yang disebabkan oleh: a. jarak antar alat sambung baut yang kurang panjang sehingga menyebabkan kuat tumpu kayu tidak terjadi secara maksimal, b. terjadinya distribusi gaya yang tidak merata (non-uniform load distribution) antar alat sambung baut. Baut yang paling ujung dalam satu kelompok baut akan mendukung gaya yang lebih besar daripada baut yang letaknya di tengah. Baut paling ujung akan mencapai plastic deformation lebih dulu. Sehingga ada kemungkinan baut yang paling ujung akan gagal lebih dahulu sebelum baut yang tengah mencapai plastic deformation.

76 Nilai faktor aksi kelompok diperoleh dari persamaan di bawah ini, dimana n f adalah jumlah total alat pengencang dalam sambungan, n r adalah jumlah baris alat pengencang dalam sambungan, a i adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i yang bervariasi dari 1 hingga n i, dan n i adalah jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam pada baris ke-i. C g = a i = m = Faktor Koreksi Geometri. Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri (C Δ) dimana C Δ adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri yang dipersyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang. Jarak Ujung : Bila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang a a opt maka C Δ = 1.0, bila a opt / 2 a < a opt maka C Δ = a / a opt. Spasi dalam baris alat pengencang : Bila spasi dalam baris alat pengencang s S opt maka C Δ = 1.0, bila 3D S < S opt maka C Δ = S / S opt.

77 II.7 BATANG TEKAN Perencanaan dimensi batang tekan lebih sulit daripada perencanaan batang tarik, karena perilaku tekuk lateral menyebabkan timbulnya momen sekunder (secondary moment) selain gaya aksial tekan. Perilaku tekuk ini dipengaruhi oleh nilai kelangsingan kolom yaitu nilai banding antara panjang efektif kolom dengan jari-jari girasi penampang kolom. Apabila nilai kelangsingan sangat kecil (kolom pendek/short column/stocky column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal tekan (crushing failure). Tetapi bila angka kelangsingan kolom sangat tinggi (kolom langsing/long column), maka kolom akan mengalami kegagalan tekuk dan serat-serat kayu belum mencapai kuat tekannya atau bahkan masih ada pada kondisi elastik (lateral buckling failure). Kebanyakan kolom memiliki nilai kelangsingan diantara kedua nilai ekstrim tersebut, disebut intermediate column. II.7.1 PERENCANAAN BATANG TEKAN

78 Menurut SNI-5 Tata cara perencanaan konstruksi kayu (2002), batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga: P u λ ø c P Dengan P u adalah gaya tekan terfaktor, λ adalah faktor waktu, ø c = 0.90 adalah faktor tahanan tekan sejajar serat, dan P adalah tahanan terkoreksi. Tahanan koreksi adalah hasil dari perkalian tahanan acuan dengan faktor-faktor koreksi seperti persamaan dibawah ini : ΠC i = C M Ct C pt C f. Masing-masing faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut: C M = Faktor koreksi layan basah, untuk memperhitungkan kadar air masa layan yang lebih tinggi daripada 19% pada kayu masif. Nilai faktor koreksi C M dapat dilihat pada Tabel II.7 C t = Faktor koreksi temperatur, untuk memperhitungkan temperatur layan lebih tinggi daripada 38 C secara berkelanjutan. Nilai faktor koreksi C t dapat dilihat pada Tabel II.8 C pt = Faktor koreksi pengawetan kayu, untuk memperhitungkan pengaruh pengawetan terhadap produk-produk kayu dan sambungan. C F = Faktor koreksi ukuran, untuk memperhitungkan pengaruh dimensi komponen struktur sesuai dengan tata cara yang berlaku; untuk kayu yang mutunya ditetapkan secara masinal, C f = 1,0 Tabel II.10 Faktor koreksi layan basah, C M

79 F b F t// F v F c F c// E w Balok kayu 0.85* ** 0.9 Balok kayu besar (125mm x 125mm atau lebih besar) Lantai papan kayu 0.85* * Untuk (F b )/(C F ) 8 MPa, C M = 1.00 ** Untuk (F c )/(C F ) 5 MPa, C M = 1.00 Tabel II.11 Faktor koreksi temperatur, C t Kondisi acuan F t//, E w Kadar air pada masa layan Basah atau kering C t T 38 C 38 C<T 52 C 52 C<T 65 C F b, F v Kering F c, F c// Basah II.6.2 PANJANG EFEKTIF KOLOM Nilai K e untuk beberapa jenis kondisi kekangan ujung dan untuk keadaan dengan goyangan serta tanpa goyangan dapat ditentukan menggunakan hubungan pada gambar di bawah ini.

80 Kelangsingan kolom adalah perbandingan antara panjang efektif kolom pada arah yang ditinjau terhadap jari-jari girasi penampang kolom pada arah itu seperti pada persamaan 2.2. Jari-jari girasi dihitung berdasarkan luas penampang bruto dan menggunakan penampang transformasi jika digunakan penampang komposit. Untuk penampang kolom persegi (b/d) atau bulat berdiameter D, maka jari-jari girasi dapat diperoleh seperti pada persamaan Kelangsingan = Jari-jari girasi penampang persegi: = b = b (b<d) Tabel II.12 Nilai K e untuk kolom-kolom dengan beberapa jenis kekangan ujung Garis terputus menunjukkan diagram kolom tertekuk

81 Nilai K e teoritis Nilai Ke yang dianjurkan untuk kolom yang mendekati kondisi idiil Jepit Sendi Kode ujung Roll tanpa putaran sudut Ujung bebas II.7.3 TAHANAN KOLOM PRISMATIS Tahanan tekan kolom ditentukan berdasarkan kelangsingan penampang kolom pada arah yang paling kritis. Tahanan tekan kolom terkoreksi ditetapkan sebagai berikut: P = C p AF c * = C p P o Faktor kestabilan kolom (C p ) dihitung sebagai berikut: C p =

82 dengan: α c = P e = E 05 = 0.69 E w Keterangan: A = Luas penampang bruto F c * = Kuat tekan terkoreksi sejajar serat (setelah dikalikan semua faktor koreksi kecuali faktor stabilitas kolom, C p ) E 05 = Nilai modulus elastis lentur terkoreksi pada persentil ke-5 P e = Tahanan tekuk kritis (Euler) pada arah yang ditinjau P o = Tahanan tekan aksial terkoreksi sejajar serat pada kelangsingan kolom sama dengan nol c = 0.80 untuk batang masif ø c = Faktor tahanan tekan = 0.90 ø s = Faktor tahanan stabilitas = 0.85

83 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Persiapan Pengujian Kayu yang diambil adalah kayu Merbau dengan ukuran 2 X 4 inci² dengan panjang bersih 4.8 meter yang di beli di CV. Rimba Jaya di Jln. Sisingamangaraja. Kayu tersebut akan diteliti sifat-sifat mekanis dan sifat fisisnya sehingga diperoleh karakteristik yang diperlukan untuk pengujian nantinya. Baut yang digunakan pada percobaan harus dibuat dari baja st 37 atau dari besi yang mempunyai kekuatan paling sedikit seperti baja st 37, dengan kuat leleh 2400 kg / cm².

84 III.2 Pelaksanaan Pengujian Pengujian dan pemeriksaan yang akan dilakukan pada kayu tersebut mengacu kepada metode pengujian di Inggris BS 373 ( 1957 ) Metode Pengujian Contoh Kecil Kayu (Sumber : Desch, Ernrst Harold, Timber : its structure, properties, and utilization). Pengujian tersebut meliputi : Pengujian physical properties kayu meliputi : Pemeriksaan kadar air Pemeriksaan berat jenis Pengujian Mechanical Properties kayu meliputi : Pengujian kuat tekan sejajar serat Pengujian kuat lentur pada penurunan izin Pengujian kuat lentur ultimate Pengujian elastisitas kayu III.2.1 Pemeriksaan Kadar Air Pemeriksaan kadar air dari kayu dilakukan sedemikian rupa sehingga sifat dari benda uji itu mendekati sifat rata rata dari kayu yang akan diperiksa. Oleh sebab itu, kayu yang akan digunakan diambil dari tempat yang sama. Benda uji dibuat berukuran 3 cm x 4,5 cm x 6,5 cm sebanyak 5 sampel.

85 Gambar III.1 : Sampel pengujian kadar air Setelah benda uji dibuat, maka dilakukan penimbangan berat masing masing benda uji dan dicatat sebagai berat awal. Penimbangan dilakukan setiap hari dalam beberapa hari berturut turut. Metode pengeringan yang dilakukan adalah metode kering udara, yaitu benda dibiarkan didalam ruangan dengan suhu kamar dan benda terlindung dari pengaruh cuaca, seperti panas dan hujan. Pada saat benda uji menunjukkan berat yang tetap atau turun lagi maka berat benda uji dapat dianggap sebagai berat akhir dan kayu dianggap telah kering udara. Apabila berat benda uji terus menurun (berkurang), maka kayu belum dapat dianggap kering udara atau kayu masih dianggap basah. 15Gx Gku ω = 1, x 100 % Gku Dimana : ϖ = Kadar air (%) Gx = Berat sampel mula mula (gr) Gku = Berat sampel kering (gr) III.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis

86 Dalam pemeriksaan berat jenis kayu, sampel yang digunakan harus sedemikian rupa sehingga dapat mendekati sifat rata rata dari kayu yang diteliti. Sampel dibuat dengan ukuran 2,5 cm x 5 cm x 7,5 cm yang telah kering udara (kadar air 15 %). Gambar III.2 : Sampel pengujian untuk menentukan berat jenis Sampel kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Untuk perhitungan sebagai berat jenis kayu diambil angka rata rata dari semua sampel dan perbedaan antara berat jenis yang tertinggi dan yang terendah tidak boleh lebih dari 100 % berat terendah. Maka dapat dikatakn berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu pada keadaan kering udara dengan volume kayu pada kondisi tersebut (dalam satuan gr / cm³ atau :

87 Wx BJ = Vx Dimana : BJ = Berat Jenis kayu (gr / cm³) Wx = Berat sampel kayu kering udara (gr) Vx = Volume sampel (cm³) III.2.3 Pengujian Kuat Tekan Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan peralatan mesin tekan (Compression Machine) dan dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang mampu diterima oleh kayu tersebut sampai batas keruntuhan. Pengujian kuat tekan yang akan diuji adalah pengujian kuat tekan kayu sejajar serat, dimana arah serat sejajar dengan memanjang sampel. Pengujian dilakukan pada sampel kering udara (kadar air ± 15 %)

88 Gambar III.3 : Sampel untuk pengujian kuat tekan Sampel dimasukkan kedalam mesin dengan sisi 2 cm x 2 cm menghadap ke atas dan ke bawah. Kemudian dilakukan penekanan secara perlahan. Penekanan dilakukan sampai pembacaan dial berhenti atau turun dan menunjukkan angka yang tetap, yaitu pada saat terjadi keruntuhan pada sampel. Besarnya nilai pembacaan akhir kemudian dicatat sebagai beban tekan dan merupakan rumus berikut : σ tk // P = A Dimana : σ tk // = Tegangan tekan sejajar serat (kg / cm²) P = Beban tekan maksimum (kg) A = Luas bagian yang tertekan (cm²) III.2.4 Pengujian Kuat Lentur pada Penurunan Izin Pada pengujian ini akan dikerjakan gaya tranversal statis pada sampel kayu untuk mendapatkan tegangan lentur kayu yang terjadi pada saat penurunan yang diizinkan tercapai. Sampel kayu berukuran 30 cm x 2 cm x 2 cm dengan arah serat sejajar dengan arah memanjang sampel.

89 Gambar III.4 : Sampel untuk pengujian kuat lentur Sampel diletakkan pada dua perletakan dan diberi gaya P terpusat pada tengah bentang yang secara bertahap ditambah besarnya. Pada tengah bentang pada sampel dipasang alat pengukur penurunan yang terjadi. Alat ini berupa dial yang berhubungan dengan jarum pengukur penuruna yang dapat menunjukkan pergerakan yang terjadi sampai dengan ketelitian 0.01 mm. Gambar III.5 : Penempatan dial beban pada sampel Beban P secara bertahap ditambah besarnya dan dicatat besarnya penurunan 1 yang terjadi. Penurunan yang diizinkan (f izin ) adalah 200 L, diman L adalah panjang bentang sampel yaitu 30 cm, maka : 1 Penurunan izin = 200 x 30

90 = 0,15 Besarnya P untuk memperoleh tegangan lentur adalah besarnya beban P yang diberikan pada saat dial penurunan menunjukkan angka 0,15 cm. Setelah penurunan izin ini tercapai maka penambahan beban dihentikan. Besarnya tegangan lentur yang terjadi adalah : σ h = 1 P1,5 L bh 6 Dimana : σh = Tegangan lentur yang terjadi (kg / cm²) P1,5 = Beban pada saat tercapai penurunan izin 0,15 cm (kg) L = Panjang bentang (30 cm) b = Lebar sampel (2 cm) h = Tinggi sampel (2 cm) III.2.5 Pengujian Elastisitas Pada percobaan ini akan dicari besarnya nilai elastisitas kayu yang mengalami lenturan. Sampel kayu yang digunakan berukuran 30 cm x 2 cm x 2 cm dengan arah serat sejajar dengan arah memanjang sampel.

91 Gambar III.6 : Sampel Pengujian Elastisitas Sampel diletakkan pada dua perletakan dan diberi gaya P terpusat pada tengah bentang secara bertahap ditambah besarnya. Pada tengah bentang pada sampel dipasang alat pengukur penurunan yang terjadi. Gambar III.7 : Penempatan Dial dan Beban Pada Sampel Alat ini berupa dial yang berhubungan dengan jarum pengukur yang dapat menunjukkan pergerakan yang terjadi sampai ketelitian 0,01 mm. Beban P secara bertahap ditambah besarnya lalu dicatat besarnya penurunan yang terjadi. Beban harus ditambah sampai smpel menjadi patah. Untuk setiap besar beban yang bekerja diperoleh besarnya penurunan (f) dari kedua parameter ini dapat diperoleh niali elastisitas material yang menurut persamaan :

92 3 PL f = 48EI E = ε σ Dimana : f = Penurunan (cm) L = Panjang bentang (30 cm) b = Lebar bentang (2 cm) h = Tinggi sampel (2 cm) = Regangan lentur (kg / cm²) III.2.6 Pengujian Kuat Tekan Sambungan dengan Menggunakan Dial Deformasi Sambungan Pengujian kuat tekan sambungan kayu dilakukan dengan peralatan mesin tekan (Compresion Mechine) manual kapasitas 200 ton terhadap masing-masing sampel dan dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang mampu diterima oleh sambungan kayu tersebut.

93 Sambungan kayu, baik itu menggunakan penyambung kayu ataupun pelat baja, masing-masing menggunakan alat sambung baut, sebelum memasang baut titik-titik penempatan baut terlebih dahulu dilubangi dengan menggunakan bor listrik. Lubang yang dibuat tidak boleh lebih besar dari D mm, bila D < 12.7 mm dimana D adalah diameter baut. Kemudian baut dipasang dengan cara menekan dan memutar baut searah jarum jam pada lubang-lubang sambungan kayu tersebut. Sambungan kayu yang telah selesai dipasangi baut kemudian diuji dengan mesin tekan (Compression Mechine). Nilai deformasi masing-masing sambungan dicatat untuk selanjutnya membuat grafik deformasi tegangan sambungan dan selanjutnya mencari efektivitas samnbungan. Alat dial deformasi yang digunakan memiliki ketelitian mm. Pengujian kuat tekan sambungan dengan menggunakan dial deformasi dilakukan pada 3 jenis sampel. Berikut ini keterangan masing-masing sampel yang digunakan pada pengujian kuat tekan sambungan kayu dengan menggunakan dial deformasi sambungan. 1. Sampel I Kayu Kayu P P Kayu Pejal (tanpa sambungan)

94 Kayu berukuran 34 cm x 9 cm x 4.5 cm 2. Sampel II Kayu Baut Pelat Kayu Kayu P P Pelat Kayu` Sambungan antar Kayu dengan Kayu Kayu yang disambung memiliki penampang 16 cm x 9 cm x 4.5 cm Pelat penyambung kayu memiliki penampang 30 cm x 9 cm x 2,25 cm Baut yang digunakan berdiameter 3/8 inchi dengan jumlah n buah 3. Sampel III Kayu Baut Pelat Baja Kayu P P Sambungan antar Kayu dengan Pelat Baja

95 Kayu yang disambung memiliki penampang 16 cm x 9 cm x 4.5 cm Pelat penyambung berupa baja memiliki penampan 30cm x 9cm x (2.25x ) Pelat baja yang digunakan (Fy = 240 Mpa) dan modulus elastisitas (E) = Mpa Baut yang digunakan berdiameter 3/8 inchi dengan jumlah n buah III Pemasangan Baut Sambungan kayu dibuat dengan menggunakan alat sambung baut. Sebelum baut dipasang, titik titik penempatan baut terlebih dahulu dilubangi dengan menggunakan bor listrik. Lubang yang dibuat adalah sebesar 95 % dari diameter

96 baut. Kemudian baut dipasang dengan cara menekan dan memutar baut searah jarum jam pada lubang lubang sambungan kayu tersebut. Pada sambungan baut diberi celah 2 cm agar dapat diperhitungka deformasi yang terjadi pada sambungan akibat beban yang diberikan. III Tahap Pengujian Kayu pejal maupun sambungan kayu dengan sambungan baut dimasukkan ke dalam mesin tekan (Compression Mechine) manual dengan sisi-sisi penampang menghadap ke atas dan ke bawah. Kemudian dilakukan penekanan secara perlahan. Pembacaan dial dilakukan setiap terjadi deformasi sebesar 0.1 mm dan dicatat besar beban yang diberikan mengingat yang ditinjau dalam penelitian ini adalah beban yang mampu dipikul sambungan pada saat terjadi deformasi sebesar 1.5 mm dan keefektifitasan sambungan tersebut dalam memikul momen. Alat dial deformasi yang digunakan memiliki ketelitian mm. Pengujian sambungan baut memikul momen dengan menggunakan dial deformasi dilakukan pada kayu Merbau. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN IV.1 HASIL PENELITIAN

97 IV.1.1 Hasil Penelitian Phisical dan Mecanical Properties Kayu IV Pemeriksaan Kadar Air Pemeriksaan kadar air dilakukan terhadap sampel kayu sebanyak 6 (enam) buah yang diambil secara acak. Penelitian ini dilakukan hingga sampel mencapai kondisi kering udara (kadar air 15 %), yaitu pada saat berat sampel menunjukkan angka yang tetap dan tidak berubah lagi. Hasil penelitian kadar air tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.1. Tabel IV.1 Hasil Penelitian Kadar Air Sampel Berat Gx (gr) Berat Gku (gr) Kadar Air (%) Total Keterangan : Gx = Berat sampel mula-mula Gku = Berat sampel kering Rata-rata sampel = x = 6 = % Sehingga kadar air rata-rata 6 (enam) sampel kayu yang dipergunakan adalah %. Pengujian selanjutnya pada saat berat sampel menunjukkan angka yang tetap dan tidak berubah lagi atau disebut kering udara.

98 IV Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Pemeriksaan dilakukan terhadap 6 (enam) buah sampel. Penelitian ini juga dilakukan pada saat kayu dalam kondisi kering udara. Hasil penelitian berat jenis kayu tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.2. Tabel IV.2 Hasil Penelitian Berat Jenis Sampel Berat (gr) Volume (cm³) Berat Jenis (gr/cm³) Total Rata-rata sampel = x = 6 = gr/cm³ Standard deviasi = Σ( x i x) n 1 2 = gr/cm³ Berat jenis rata-rata = (2.33 x ) = gr/cm³ = gr/cm³ Sehingga berat jenis rata-rata dari 6 sampel kayu yang digunakan adalah gr/cm³ IV Penelitian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu

99 Penelitian ini dilakukan terhadap 6 (enam) buah sampel. Penelitian ini juga dilakukan setelah kayu mencapai kondisi kering udara. Hasil penelitian kuat tekan sejajar serat ini dapat dilihat pada Tabel IV.3. Tabel IV.3 Hasil Penelitian Kuat Tekan Sejajar Serat Sampel P = Beban (kg) Luas (cm²) Kuat Tekan (kg/cm²) Total 4575 Rata-rata sampel = x 4575 = 6 = kg/cm² Standard deviasi = Σ( x i x) n 1 2 = kg/cm² Tegangan karakteristik = (2.33 x ) = kg/cm² Sehingga diperoleh tegangan tekan sejajar serat rata-rata dari 6 sampel tersebut adalah kg/cm². IV Penelitian Elastisitas Kayu

100 Penelitian elastisitas kayu dilakukan terhadap 3 (tiga) sampel yang diambil secara acak untuk pencatatan dial penurunan setiap penambahan beban 10 kg. Penelitian ini juga dilakukan pada saat kayu sudah mencapai kondisi kering udara. Hasil penelitian elastisitas ini dapat dilihat pada Tabel IV.4. Tabel IV.4 Hasil Penelitian Elastisitas Beban Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Penurunan (x 0.01 mm) , , , , ,5 159, , , ,5 262, ,5 290, ,9 425, , Dari tabel dan gambar tegangan-regangan untuk setiap sampel (Tabel IV.5- IV.7 dan Gambar IV.1-IV.6) dapat dilihat bahwa sampel beban tertentu mengalami

101 garis lurus yang merupakan daerah elastis. Elastisitas masing-masing sampel diambil dari bagian elastisitas dimana untuk sampel 1 pembebanan 180 kg, sampel 2 pembebanan 180 kg dan sampel 3 diambil pembebanan 190 kg yang kemudian diambil rata-ratanya. Tabel IV.5 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel 1

102 P (kg) f (x 0.01 mm) σ (kg/mm 2 ) E (kg/mm²) M ( kg.mm) ε 0 0 0,000 0, , , , , ,5 1, , , , , , , , , ,2 2, , , ,2 3, , , ,5 3, , , ,5 4, , , , , , ,5 5, , , , , , ,5 6, , , ,5 7, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,8 12, , , , , , , , ,01467

103 tegangan 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 Grafik IV.1 Hubungan Tegangan Regangan Berdasarkan Pengujian Elastilitas Sampel 1 koordinat batas elastis ( ;10.125) 0, , , , , , , ,01400 Perhitungan teganganregangan sampel kayu 1 regangan 12,000 Grafik IV.2 Regresi Linear Tegangan Regangan Sampel 1 10,000 8,000 y = 1861,x R² = 0,948 Series1 tegangan 6,000 4,000 Linear (Series1) 2,000 0,000 0, , , , , , ,00600 regangan

104 Tabel IV.6 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel 2 P (kg) f (x 0.01 mm) σ (kg/mm 2 ) E (kg/mm²) M ( kg.mm) ε 0 0 0,000 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,8 4, , , ,5 5, , , , , , , , , ,5 6, , , ,8 7, , , , , , , , , , , , ,9 9, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,01304

105 , , , ,000 0, , ,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 tegangan Grafik IV.3 Hubungan Tegangan Regangan Berdasarkan Pengujian Elastilitas Sampel 2 koordinat batas elastis ( ;9.563) 0, , , , , , , , ,01600 regangan Perhitungan teganganregangan sampel kayu 2 12,000 10,000 tegangan 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 Grafik IV.4 Regresi Linear Tegangan Regangan Sampel 2 y = 1918x R² = 0, ,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 regangan Series1 Linear (Series1)

106 Tabel IV.7 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel 3 P (kg) f (x 0.01 mm) σ (kg/mm 2 ) E (kg/mm²) M ( kg.mm) ε , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00940

107 , , , , , , , ,01473 tegangan 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 Grafik IV.5 Tegangan Regangan Berdasarkan Pengujian Elastilitas Sampel 3 koordinat batas elastis ( ;10.688) 0, , , , , , , ,01400 regangan Perhitungan teganganregangan sampel

108 tegangan Grafik IV.6 Regresi Linear Tegangan Regangan Sampel 3 y = 1791,x R² = 0,942 Series1 Linear (Series1 ) ,002 0,004 0,006 0,008 regangan Tabel IV.8 Persamaan Regresi Linear Grafik Tegangan Regangan Sampel 1, 2, dan 3 X Y Sampel Persamaan Y Ew Regangan Tegangan 1 Y = 1861 X Y = 1918 X Y = 1791 X Total Perhitungan Elastisitas Rata-rata sampel = x 5570 = 3 = kg/mm²

109 Standard deviasi = Σ( x i x) n 1 2 = kg/mm² Elastis Karakteristik = kg/mm² - (2.33 x kg/mm²) = kg/mm² = MPa Sehingga modulus elastisitas dari kayu yang digunakan adalah MPa. IV Penelitian Kuat Lentur Kayu Kuat lentur kayu dihitung berdasarkan perhitungan tegangan (sumbu y) pada tabel perhitungan elastisitas kayu. Rata-rata sampel = x = 3 = kg/mm² 2 Σ( x ) Standard deviasi = i x n 1 = kg/mm² Kuat lentur rata-rata = kg/mm² - (2.33 x kg/mm²) = kg/mm² = kg/cm 2 = MPa Sehingga kuat lentur rata-rata dari kayu yang digunakan adalah MPa. IV Kesimpulan Hasil Penelitian Physical dan Mechanical Properties Kayu Dari hasil penelitian physical dan mechanical properties yang telah dibahas di atas, maka dapat ditabulasikan pada Tabel IV.8. Tabel IV.9 Rangkuman Penelitian Kayu

110 Jenis Penelitian Hasil Penelitian Kadar Air % Berat Jenis gr/cm³ Kuat Tekan Sejajar Serat kg/cm² Elastisitas Kayu MPa Tegangan Lentur kg/cm² Menurut ketentuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002), kuat acuan berdasarkan pemilahan secara mekanis diambil berdasarkan modulus elastisitas lentur. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa menurut ketentuan kuat acuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002) seperti yang tercantum pada Tabel II.1, maka kayu yang digunakan dengan modulus elastisitas MPa termasuk kayu dengan kode mutu E18. Menurut PKKI 1961 seperti yang tercantum pada Tabel II.3 berdasarkan pengamatan secara visual maka kayu Merbau termasuk ke dalam Kelas Mutu A. Maka, pada Tabel II.2 Nilai Rasio Tahanan kayu Merbau adalah 0.8. Berdasarkan Tabel II.4 dan II.5, kelas awet kayu Merbau ke dalam kelas I dan kelas kuat kayu termasuk dalam kelas I. IV. 2 KAJIAN PERBANDINGAN GAYA TEKAN TERFAKTOR MAKSIMUM YANG DIIJINKAN (P U ) IV.2.1. Hasil Perhitungan Teoritis IV Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimum yang Diijinkan (P u ) pada Kayu Pejal Data-data untuk perhitungan teoritis didapat berdasarkan data dari hasil penelitian Physical dan Mechanical Properties Kayu sebelumnya. Dari kesimpulan hasil penelitian Physical dan Mechanical Properties Kayu yang terdiri dari penelitian kadar air, berat jenis, kuat tekan sejajar serat, elastilitas

111 kayu dan tegangan lentur, maka kayu Merbau yang diteliti menurut PKKI NI seperti yang tercantum pada Tabel II.1, termasuk kayu dengan kode mutu E18. Dari Tabel II.1 Nilai Kuat Acuan (Mpa) Berdasarkan atas Pemilihan Secara Mekanis pada Kadar Air 15% untuk kayu dengan kode mutu E18, maka didapat data sebagai berikut. E w = MPa F c// = 35 MPa Ukuran penampang batang adalah 45/90 (b = 45 mm, d = 90 mm) L = 340 mm Jari-jari girasi (r) = b = (0.2887)(45) = mm Kelangsingan = = = Menghitung faktor kestabilan kolom (C p ) F c * = F c x C M x C t x C pt x C f F c * = = 35 MPa P o = A F c * = (45x90)(35) = kn E 05 = 0.69 E w = 0.69 x MPa = MPa E 05 = E 05 C M C t C pt = x 1.00 x 1.00 x 1.00 = Mpa P e = = = kn α c = = =, dimana c = 0.8 untuk batang masif = =

112 C p = C p = = Tahanan tekan terkoreksi (P ) P = C p P o P = = Tahanan tekan terfaktor P u λ Ø c P P u = = IV Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimum yang Diijinkan (P u ) pada Kayu dengan Pelat Kayu sebagai Penyambung Pada perhitungan ini, kayu disambung dengan pelat kayu sebagai pelat penyambung dan baut sebagai alat sambung. Sambungan berupa sambungan dua irisan, yaitu baut menyambung tiga komponen.

113 Gambar IV.7 Distribusi tegangan tumpu kayu pada sambungan baut dua irisan Tabel IV.10 Tahanan Lateral Acuan Satu Baut (Z) pada Sambungan Dua Irisan yang Menyambung Tiga Komponen dengan Pelat Kayu Sebagai Penyambung Moda Kelelehan Persamaan yang Berlaku Im Is IIIs Dengan: IV Catt : R e = F em / F es K θ = (θ / 90 ) Dimana : F em dan F es = kuat tumpu kayu utama dan kayu sekunder (N/mm 2 ) t m dan t s = tebal kayu utama dan sekunder (mm) D = diameter baut F yb = tahanan lentur baut (umumnya sebesar 320 N/mm 2 ) Untuk sudut sejajar serat, nilai kuat tumpu kayu adalah: F e// = G

114 Direncanakan: G = berat jenis kayu (g/cm 3 ) Kayu utama berpenampang (45/90) mm dengan pelat penyambung (22.5/90) mm. t m t s h = 45 mm = ½ t m = 22.5 mm = 90 mm Gambar IV.8 Penampang melintang kayu utama dan kayu sekunder sampel II Alat sambung yang digunakan adalah baut berdiameter (3/8 = mm) dengan jumlah 6 buah. a. Perhitungan Tahanan Lateral Acuan Nilai kuat tumpu kayu pada sudut sejajar serat (θ = 0 ) F e = G = gr/cm 3 (hasil penelitian P&M Properties) F e = = N/mm 2 K θ = = = 1 R e = = k 3 = k 3 = =

115 Moda Kelelehan I m Z = Z = = Moda Kelelehan I s Z = = = Moda Kelelehan III s Z = = = Moda Kelelehan IV Z = Z = = Maka dari beberapa moda kelelehan di atas diambil nilai Z terkecil. Ambil nilai Z = N b. Perhitungan faktor koreksi sambungan baut 30mm 30mm 30mm 50mm 40mm 40mm 300mm s a

116 Gambar IV.9 Penempatan alat sambung baut sampel II Direncanakan: b = 30 mm a opt = 4D = ambil s opt = 4D = ambil 1) Faktor aksi kelompok menurut SNI-5 (2002) Ukuran kayu utama adalah, maka Ukuran kayu sekunder, maka Penyelesaian: = = 1.00 Menghitung nilai a i

117 Pada a i n i = 6 = a 2 = 2) Faktor koreksi geometri Maka, IV Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimum yang Diijinkan (P u ) pada Kayu dengan Pelat Baja sebagai Penyambung

118 Pada perhitungan ini, kayu disambung dengan pelat baja sebagai pelat penyambung dan baut sebagai alat sambung. Sambungan berupa sambungan dua irisan, yaitu baut menyambung tiga komponen. Gambar IV.10 Distribusi tegangan tumpu kayu pada sambungan baut dua irisan Rumus tahanan lateral acuan satu baut (Z) pada sambungan dua irisan yang menyambung tiga komponen pada sambungan yang menggunakan pelat penyambung kayu pada prinsipnya sama dengan rumus tahanan lateral satu baut yang menggunakan pelat penyambung baja, namun moda kelelehan yang mungkin terjadi hanya moda kelelehan I m dan III s. Tabel IV.11 Tahanan Lateral Acuan Satu Baut (Z) pada Sambungan Dua Irisan yang Menyambung Tiga Komponen dengan Pelat Baja sebagai Penyambung Moda Kelelehan Persamaan yang Berlaku Im IIIs Dengan: Catt : R e = F em / F es K θ = (θ / 90 ) Dimana : F em dan F es = kuat tumpu kayu utama dan kayu sekunder (N/mm 2 )

119 t m dan t s = tebal kayu utama dan sekunder (mm) D = diameter baut F yb = tahanan lentur baut (umumnya sebesar 320 N/mm 2 ) Untuk sudut sejajar serat, nilai kuat tumpu kayu adalah: F e// = G G = berat jenis kayu (g/cm 3 ) Direncanakan: Kayu utama berpenampang (45/90) mm dengan pelat penyambung baja t s mm. Tebal pelat penyambung baja harus dikonversikan ke tebal kayu dengan membandingkan nilai Elastilitas kayu dan baja kemudian dikalikan dengan tebal pelat baja rencana. Sehingga di dalam perhitungan selanjutnya kita akan memasukkan hasil nilai konversi tersebut. h t m t s = 45 mm = t baja tm ts h = 90 mm Gambar IV.11 Penampang melintang kayu utama dan kayu sekunder sampel III Alat sambung yang digunakan adalah baut berdiameter (3/8 = mm) dengan jumlah 6 buah. a. Perhitungan Tahanan Lateral Acuan

120 Nilai kuat tumpu kayu pada sudut sejajar serat (θ = 0 ) F e = G = gr/cm 3 (hasil penelitian P&M Properties) F e = = N/mm 2 K θ = = = 1 R e = = Agar ekivalen dengan tebal pelat penyambung kayu sebelumnya, maka kita perlu mencari berapa tebal pelat baja yang dibutuhkan pada sambungan. Maka, k 3 = k 3 = = Moda Kelelehan I m Z = Z = =

121 Moda Kelelehan III s Z = = = Maka dari beberapa moda kelelehan di atas diambil nilai Z terkecil. Ambil nilai Z = N b. Perhitungan faktor koreksi sambungan baut 30mm 30mm 30mm 50mm 40mm 40mm s a 300mm Gambar IV.12 Penempatan alat sambung baut sampel III Direncanakan: b = 30 mm a opt = 4D = ambil s opt = 4D = ambil 1) Faktor aksi kelompok menurut SNI-5 (2002) Ukuran kayu utama adalah, maka Ukuran kayu sekunder, maka

122 Penyelesaian: = = Menghitung nilai a i Pada a i n i = 6 = a 2 = 2) Faktor koreksi geometri

123 Maka, Maka secara teori diharapkan nantinya hasil pengujian kuat tekan sambungan dengan menggunakan sambungan pelat baja akan lebih kuat 4% daripada kuat tekan sambungan dengan menggunakan sambungan pelat kayu atau ekivalensinya karena salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang jauh lebih besar pada sambungan komposit kayu-baja bila dibandingkan dengan sambungan homogen kayu- kayu. Penelitian ini dinyatakan aman jika nilai kuat tekan pada perhitungan teoritis lebih besar daripada hasil eksperimental.

124 BEBAN (P) terkoreksi BEBAN (P) sebelum koreksi Sampel I (kayu pejal) teoritis Lo E A L (Deformasi) X BEBAN (P) terkoreksi BEBAN (P) sebelum koreksi Sampel II (kayu-pelat kayu) teoritis Lo E A L (Deformasi) X

125 BEBAN (P) terkoreksi BEBAN (P) sebelum koreksi Sampel III (kayu-pelat baja) teoritis Lo E A L (Deformasi) X BEBAN (P) terkoreksi BEBAN (P) sebelum koreksi Sampel IV (kayu-pelat baja terkoreksi) teoritis Lo E A L (Deformasi) X

126

127 Grafik IV.13 Hubungan Beban dan Deformasi Berdasarkan Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimum yang Diijinkan pada Sampel 1, II, III, dan IV Beban (Kg) Sampel I (kayu pejal) teoritis Sampel II (kayupelat kayu) teoritis Sampel III (kayu-pelat baja) teoritis Sampel IV (kayu-pelat baja koreksi) teoritis Deformasi x cm

128 Pembaca Beban Sampel Dial Sampel Dial Gambar IV.14 Sketsa Pengujian Kuat Tekan Sambungan

129 IV.2.2. Hasil Eksperimental P P Gambar IV.15 Sampel I - kayu pejal P P Gambar IV.16 Sampel II - pelat kayu sebagai penyambung P P Gambar IV.17 Sampel III - pelat baja sebagai penyambung

130 DEFORMASI X (cm) BEBAN (Kg) SAMPEL I (kayu pejal) Sampel I-1 Sampel I-2 Sampel I

131 BEBAN (Kg) DEFORMASI X (cm) SAMPEL I (kayu pejal) Sampel I-1 Sampel I-2 Sampel I

132 Beban (Kg) Grafik IV.18 Hubungan Beban dan Deformasi Berdasarkan Pengujian Kuat Tekan Sampel 1 (kayu pejal) Sampel I-1 Sampel I-2 Sampel I-3 Deformasi x cm

133 DEFORMASI X (cm) BEBAN SAMPEL II (kayu-pelat kayu) SAMPEL III (kayu-pelat baja) (kg)

134 Grafik IV.19 Hubungan Beban dan Deformasi Berdasarkan Pengujian Kuat Tekan Sampel II (kayu-pelat kayu) Beban (Kg) Sampel II- 1 Sampel II- 2 Sampel II Deformasi x cm

135 Grafik IV.20 Hubungan Beban dan Deformasi Berdasarkan Pengujian Kuat Tekan Sampel III (kayu-pelat baja) Beban (Kg) Sampel III-1 Sampel III-2 Sampel III Deformasi x cm

136 Grafik IV.21 Perbandingan Hubungan Beban dan Deformasi Ratarata Berdasarkan Pengujian Kuat Tekan Sampel I, Sampel II dan Sampel III Beban (Kg) SAMPEL I (kayu pejal) SAMPEL II (kayu-pelat kayu) SAMPEL III (kayu-pelat baja) Deformasi x cm

137 IV.2.3. Koreksi Perhitungan Teoritis Gaya Tekan Terfaktor Maksimum yang Diijinkan (P u ) pada Kayu dengan Pelat Baja sebagai Penyambung Dari data dan grafik dapat kita lihat bahwa kuat tekan sambungan dengan menggunakan pelat baja ternyata lebih kecil daripada kuat tekan sambungan dengan menggunakn pelat kayu. Jika kita lihat secara fisik, pelat baja telah mengalami perubahan bentuk sebelum baut dan kayu mengalami perubahan bentuk. Ini menandakan bahwa hasil perhitungan teori kita sebelumnya belumlah benar. Asumsi bahwa ekivalensi tebal pelat baja dan pelat kayu didapat dengan membandingkan elastilitas keduanya adalah tidak tepat. Rumus t s baja = t s kayu tidak tepat dan berbahaya jika digunakan dalam perhitungan karena hasil teori dan eksperimen tidak relevan. Maka untuk itu kita akan mencoba menghitung tebal pelat baja dengan membandingkan kuat tekan sejajar serat dan tegangan leleh baja karena relevan dengan beban tekan yang diberikan pada sambungan. Pada perhitungan kali ini kita akan menggunakan rumus dibawah ini untuk mencari tebal pelat baja yang ekivalen dengan tebal pelat kayu yang digunakan pada sambungan sebelumnya. Karena akan terjadi pembulatan, maka kita harus mengasumsikan kembali tebal pelat baja yang diperoleh ke tebal pelat kayu dengan rumus.

138 Sama seperti sampel yang sebelumnya, alat sambung yang digunakan adalah baut berdiameter (3/8 = mm) dengan jumlah 6 buah. a. Perhitungan Tahanan Lateral Acuan Nilai kuat tumpu kayu pada sudut sejajar serat (θ = 0 ) F e = G = gr/cm 3 (hasil penelitian P&M Properties) F e = = N/mm 2 K θ = = = 1 R e = = Ambil Maka, k 3 = k 3 = = Moda Kelelehan I m Z =

139 Z = = Moda Kelelehan III s Z = = Z = Maka dari beberapa moda kelelehan di atas diambil nilai Z terkecil. Ambil nilai Z = N Perhitungan faktor koreksi sambungan baut 30mm 30mm 30mm 50mm 40mm 40mm s a 300mm Gambar IV.22 Penempatan alat sambung baut sampel IV Direncanakan: b = 30 mm a opt = 4D = ambil s opt = 4D = ambil 3) Faktor aksi kelompok menurut SNI-5 (2002) Ukuran kayu utama adalah, maka

140 Ukuran kayu sekunder,maka Penyelesaian: = = Menghitung nilai a i Pada a i n i = 6 = a 2 = 4) Faktor koreksi geometri

141 Maka,

142 IV.2.4. Hasil Eksperimental Terhadap Koreksi Perhitungan P P Gambar IV.23 Sampel IV DEFORMASI X (cm) BEBAN (Kg) SAMPEL IV (kayu-pelat baja terkoreksi) Sampel IV-1 Sampel IV-2 Sampel IV

143 DEFORMASI X (cm) SAMPEL IV (kayu-pelat baja terkoreksi) BEBAN (Kg) Sampel IV-1 Sampel IV-2 Sampel IV

144 Grafik IV.24 Hubungan Beban dan Deformasi Berdasarkan Pengujian Kuat Tekan Sampel IV (kayu-pelat baja koreksi) Beban (Kg) Sampel IV-1 Sampel IV-2 Sampel IV-3 Deformasi x cm

145 Grafik IV.25 Perbandingan Hubungan Beban dan Deformasi Ratarata Berdasarkan Pengujian Kuat Tekan Sampel I, Sampel II dan Sampel III dan Sampel IV Beban (Kg) SAMPEL I (kayu pejal) SAMPEL II (kayu-pelat kayu) SAMPEL III (kayu-pelat baja) SAMPEL IV (kayu-pelat baja koreksi) Deformasi x cm

146 Grafik IV.26 Perbandingan Hubungan Beban dan Deformasi Ratarata Berdasarkan Perhitungan Teoritis dan Pengujian Kuat Tekan Sampel I, Sampel II, Sampel III dan Sampel IV Beban (Kg) SAMPEL I (kayu pejal) SAMPEL II (kayupelat kayu) SAMPEL III (kayupelat baja) SAMPEL IV (kayupelat baja koreksi) Sampel I (kayu pejal) teoritis Sampel II (kayupelat kayu) teoritis Sampel III (kayupelat baja) teoritis Sampel IV (kayupelat baja koreksi) teoritis Deformasi x cm

147 Dari grafik dapat kita lihat bahwa kuat tekan sampel dengan menggunakan pelat baja yang tebalnya dihitung dengan membandingkan kuat tekan kayu dan tegangan leleh baja jauh lebih kuat daripada kuat tekan sambungan dengan menggunakan pelat kayu. Maka dengan ini, maka tujuan penelitian ini telah tercapai yakni mendapatkan kuat tekan sambungan yang lebih kuat pada struktur komposit. P p rata-rata pada sambungan dengan pelat kayu = 9000 kg P p rata-rata pada sambungan dengan pelat baja = kg Terjadi kenaikan kuat tekan sebesar 50% pada sambungan komposit.

148 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dari hasil eksperimen diambil dan analisa yang dilakukan pada perencanaan sambungan yang dikompositkan dengan pelat baja bardasarkan tata cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5) 2002, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari grafik hubungan antara tegangan dan regangan didapat nilai Elastilitas lentur kayu Merbau sebesar Mpa. Berdasarkan Tabel Nilai Kuat Acuan (Mpa) Berdasarkan Atas Pemilihan Secara Mekanis pada Kadar Air 15% (Revisi PKKI NI-5) maka kayu Merbau yang diuji memiliki kode mutu E18 dimana besar modulus elastilitas yang akan digunakan dalam perhitungan sebesar Mpa dan selanjutnya digunakan pula pada elastilitas komposit. Berdasarkan hasil penelitian physical dan mechanical properties kayu merbau memiliki kuat tekan sejajar serat kg/cm 2, tegangan lentur kg/cm 2, kadar air % dan berat jenis gr/cm 3 2. Kayu yang digunakan adalah Merbau dengan penampang kayu utama (45/90) mm dan penampang kayu sekunder (22.5/90) mm. Alat penyambung yang digunakan adalah baut dengan jumlah 6 buah. 3. Data beban patah ultimit rata-rata dari percobaan laboratorium dan perhitungan teoritis didapat perbandingan persentase beban patah seperti:

149 Jenis Sampel Beban Patah Rata-Rata Ultimit (kg) Teori Laboratorium Perbandingan (%) Safety factor Sampel I (kayu pejal) Sampel II (kayu-kayu) Sampel III (kayu-baja) Sampel IV (kayu-baja koreksi) Pada percobaan tekan yang dilakukan pada tiap-tiap jenis sampel semua sampel, kayu utama dan kayu sekunder mengalami kerusakan ditandai dengan bunyi patah, dan alat penyambung mengalami perubahan bentuk kecuali sampel III. Ini menyatakan percobaan yang dilakukan pada tiap sampel sudah benar menurut perencanaan konstruksi kayu Indonesia (PKKI NI-5) 2002, kecuali pada sampel III. Pada sampel III kayu sekunder mengalami kerusakan lebih dulu sebelum kayu utama dan alat penyambung rusak. Ini menyatakan teori perhitungan pada sampel III tidaklah benar. 5. Asumsi bahwa ekivalensi tebal pelat baja dan pelat kayu yang didapat dengan membandingkan modulus elastilitas kayu dan elastilitas baja adalah tidak tepat. Rumus t s baja = t s kayu tidak tepat dan berbahaya jika digunakan dalam perhitungan karena hasil teori dan eksperimen tidak relevan. Untuk mencari tebal pelat baja yang ekivalen dengan tebal pelat kayu yang digunakan pada sambungan kayu yang mendapatkan beban normal murni tekan, digunakan rumus yang membandingkan antara kuat tekan sejajar serat kayu dan tegangan leleh baja.

150 V.2 SARAN 1. Tersedianya alat uji yang memadai untuk pengujian kuat tekan sambungan kayu seperti alat uji khusus yang dapat membaca deformasi sambungan secara lebih akurat. 2. Perlu diadakan pengujian elastilias dan tegangan leleh terhadap baja yang digunakan agar hasil yang didapat lebih akurat. 3. Perlu memperbanyak sampel percobaan agar diperoleh hasil uji rata-rata yang lebih akurat.

151 DAFTAR PUSTAKA Awaludin, Ali Dasar-dasar Perencanaan Sambungan Kayu. Yogyakarta: Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gajah Mada. Awaludin, Ali Konstruksi Kayu. Yogyakarta: Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gajah Mada. Ginting, Andi Samudra Sambungan Kayu dengan Alat Sambung Baut Berdasarkan Revisi PKKI NI dibandingkan dengan Eksperimental. Medan: Unpublished Script. Program Sarjana Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. J.M. Dinwoodie. Timber. London : macmillian Education. NSPM KIMPRASWIL Metode, Spesifikasi dan Tata Cara Bagian : 13 Kayu, Bahan Lain, Lain-Lain. Jakarta : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Badan Penelitian dan Pengembangan. Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5). Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. Tarigan, Muhammad Supriadinta Komposit Kayu dengan Pelat Baja Kampuh Vertikal Dibandingkan Secara Teori dan Eksperimental. Medan: Unpublished Script. Program Sarjana Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Yap, Felix Konstruksi Kayu. Bandung : Binacipta. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI Bandung : Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.

152 LAMPIRAN

153 Gambar: Sampel kadar air Gambar: Sampel berat jenis

154 Gambar: Sampel kuat tekan Gambar: Sampel elastisitas

155 Gambar: Alat uji kuat tekan (Compression Mechine) Gambar: Perubahan sampel setelah mengalami uji kuat tekan

156 Gambar: Alat uji elastilitas kayu Gambar: Patahan yang terjadi setelah mengalami uji elastilitas

157

158 Gambar : Pengujian kuat tekan sampel II dan III Gambar: Sampel II setelah mengalami uji tekan

159 Gambar: Sampel III setelah mengalami uji tekan

160 Gambar: Uji kuat tekan sambunga sampel IV Gambar: Sampel IV setelah mengalami uji kuat tekan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, bahan mentah ini juga sangat sering dipergunakan untuk tujuan tertentu sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu

Lebih terperinci

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. terutama untuk bangunan sederhana atau yang bersifat sementara dan kuda kuda untuk

BAB II STUDI PUSTAKA. terutama untuk bangunan sederhana atau yang bersifat sementara dan kuda kuda untuk BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Umum Sebagai salah satu bahan konstruksi, kayu memegang peranan cukup penting terutama untuk bangunan sederhana atau yang bersifat sementara dan kuda kuda untuk atap. Kayu adalah

Lebih terperinci

PENGENALAN ALAT SAMBUNG KAYU

PENGENALAN ALAT SAMBUNG KAYU 2 PENGENALAN ALAT SAMBUNG KAYU Karena alasan geometrik, pada konstruksi kayu sering diperlukan sambungan yang berfungsi untuk memperpanjang batang kayu (overlapping connection) atau menggabungkan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kayu merupakan salah satu material konstruksi yang paling banyak terdapat di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat ini masih

Lebih terperinci

EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK BERDASARKAN PKKI NI (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK BERDASARKAN PKKI NI (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK BERDASARKAN PKKI NI-5-2002 (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu

BAB II STUDI PUSTAKA. rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum Penggunaan kayu sebagai bahan struktur seperti pada konstruksi kuda-kuda, rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu dipilih sebagai

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 UMUM Perubahan penebalan pada batang non prismatis akan menyebabkan kekakuan yang tidak sama di setiap titiknya. Besarnya momen inersia di setiap titik ini akan memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Pemilihan suatu material konstruksi tergantung dari sifat sifat teknis, ekonomis dan dari segi keindahan. Apabila kayu diambil sebagai bahan konstruksi maka perlu diketahui sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM DAN LATAR BELAKANG Sejak permulaan sejarah, manusia telah berusaha memilih bahan yang tepat untuk membangun tempat tinggalnya dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Pemilihan

Lebih terperinci

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejalan dengan pembangunan prasarana fisik yang terus menerus dilaksanakan, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATAR BELAKANG Kayu adalah suatu bahan yang dihasilkan oleh pohon pohonan. Perbedaan jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon pohonan yang sangat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL Muhammad Sadikin 1, Besman Surbakti 2 ABSTRAK

EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL Muhammad Sadikin 1, Besman Surbakti 2 ABSTRAK EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL Muhammad Sadikin 1, Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 UMUM Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses dan dibentuk untuk dijadikan barang maupun konstruksi yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UMUM Kapasitas pikul beban batas pada elemen struktur yang mengalami pembebanan khususnya balok tergantung pada panjang relatif dan karakteristik dimensional penampang melintang

Lebih terperinci

HENNY SAHARA

HENNY SAHARA KOMBINASI ALAT PENYAMBUNG PAKU DAN BAUT PADA KOLOM PENDEK KAYU MERANTI DENGAN PEMBEBANAN AKSIAL TEKAN BERDASARKAN PKKI NI-5 2002 ( EKSPERIMEN ) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON

PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON (Studi Literature) TUGAS AKHIR DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT UNTUK MENEMPUH UJIAN SARJANA TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL KOMPOSIT KAYU KELAS MUTU TINGGI LANTAI BETON SECARA ELASTIS DAN ULTIMATE

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL KOMPOSIT KAYU KELAS MUTU TINGGI LANTAI BETON SECARA ELASTIS DAN ULTIMATE ANALISA DAN EKSPERIMENTAL KOMPOSIT KAYU KELAS MUTU TINGGI LANTAI BETON SECARA ELASTIS DAN ULTIMATE TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Oleh : RILLY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sifat kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum adanya bahan konstruksi dari beton, baja, dan kaca, bahan konstruksi yang umum digunakan dalam kehidupan manusia adalah kayu. Selain untuk bahan konstruksi,

Lebih terperinci

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS Diajukan Kepada Program Magister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu :

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : SIFAT MEKANIK KAYU Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : Sumbu axial (sejajar arah serat ) Sumbu radial ( menuju arah pusat ) Sumbu tangensial (menurut arah

Lebih terperinci

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu 25 Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu Suhardiman, Asroni Mukhlis Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : Suhardiman@polbeng

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013 PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN 1961 NI- DAN SNI 7973:213 Eman 1, Budisetyono 2 dan Ruslan 3 ABSTRAK : Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan

Lebih terperinci

ANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON PRISMATIS PERLETAKAN SENDI ROL DENGAN METODE PLASTIS (EKSPERIMEN)

ANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON PRISMATIS PERLETAKAN SENDI ROL DENGAN METODE PLASTIS (EKSPERIMEN) ANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON PRISMATIS PERLETAKAN SENDI ROL DENGAN METODE PLASTIS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Oleh :

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 2009 STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS Fauzan 1, Ruddy Kurniawan 2, Siska Martha Sari 3 ABSTRAK Kayu kelapa sebagai alternatif bahan konstruksi

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU Ristinah S., Retno Anggraini, Wawan Satryawan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENELITIAN TERHADAP KEGAGALAN STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER DAN METODE PERBAIKAN STRUKTURNYA

PENELITIAN TERHADAP KEGAGALAN STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER DAN METODE PERBAIKAN STRUKTURNYA PENELITIAN TERHADAP KEGAGALAN STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER DAN METODE PERBAIKAN STRUKTURNYA (STUDI KASUS) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN PELAT BAJA DALAM MEMIKUL LENTUR (Penelitian) NOMI NOVITA SITEPU

PERILAKU BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN PELAT BAJA DALAM MEMIKUL LENTUR (Penelitian) NOMI NOVITA SITEPU PERILAKU BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN PELAT BAJA DALAM MEMIKUL LENTUR (Penelitian) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BAJA RINGAN PROFIL U TUGAS AKHIR. Disusun oleh : LOLIANDY

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BAJA RINGAN PROFIL U TUGAS AKHIR. Disusun oleh : LOLIANDY STUDI EKSPERIMENTAL KUAT LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BAJA RINGAN PROFIL U TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana Teknik Sipil Disusun oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik ( portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T. TUGAS AKHIR PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 Disusun oleh: IMMANIAR F. SINAGA 11 0404 079 Dosen Pembimbing: Ir. Sanci Barus, M.T. 19520901 198112 1 001 BIDANG STUDI STRUKTUR

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK KOMPOSIT BAMBU BETUNG - BETON DENGAN BAMBU DIISI DI DALAM BALOK BETON (EKSPERIMEN)

PERILAKU BALOK KOMPOSIT BAMBU BETUNG - BETON DENGAN BAMBU DIISI DI DALAM BALOK BETON (EKSPERIMEN) PERILAKU BALOK KOMPOSIT BAMBU BETUNG - BETON DENGAN BAMBU DIISI DI DALAM BALOK BETON (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Oleh : FRISKA

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Kayu Kayu merupakan material yang diperoleh secara alami dari pohon dan sifatnya renewable yaitu ketersediaannya tidak terbatas selama dikelola secara baik. Kayu juga dapat dibentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT UNTUK MENEMPUH

Lebih terperinci

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON ( Eksperimental) TUGAS AKHIR

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON ( Eksperimental) TUGAS AKHIR ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON ( Eksperimental) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doctum / Ujian

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA Roland Martin S 1*)., Lilya Susanti 2), Erlangga Adang Perkasa 3) 1,2) Dosen,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin-

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin- KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin- Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin kekuatan dan keamanan suatu bangunan, karena inti dari suatu bangunan terletak pada kekuatan bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

II. TEGANGAN BAHAN KAYU

II. TEGANGAN BAHAN KAYU II. TEGANGAN BAHAN KAYU I. Definisi Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk

Lebih terperinci

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON Vivi Angraini 1 dan Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1

Lebih terperinci

III. DASAR PERENCANAAN

III. DASAR PERENCANAAN III. DASAR PERENCANAAN Persamaan kekuatan secara umum dapat dituliskan seperti pada Persamaan 3.1, dimana F u adalah gaya maksimum yang diakibatkan oleh serangkaian sistem pembebanan dan disebut pula sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jembatan yang memiliki peran sebagai sarana transportasi yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana jembatan berfungsi untuk menghubungkan rute/lintasan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR.

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR. PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I ( Kajian Eksperimental) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

Struktur Kayu. Christin Remayanti, ST., MT. & Dr. Eng. Indradi Wijatmiko

Struktur Kayu. Christin Remayanti, ST., MT. & Dr. Eng. Indradi Wijatmiko Struktur Kayu Christin Remayanti, ST., MT. & Dr. Eng. Indradi Wijatmiko Pendahuluan! MK. Struktur Kayu! 2 SKS! Selasa 12.00 13.40 Kompetensi yang diharapkan! Mampu memahami sifat - sifat kayu sebagai BB!

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAUZAN AZIMA LUBIS 050404041

Lebih terperinci

PERILAKU RUNTUH BALOK DENGAN TULANGAN TUNGGAL BAMBU TALI TUGAS AKHIR

PERILAKU RUNTUH BALOK DENGAN TULANGAN TUNGGAL BAMBU TALI TUGAS AKHIR PERILAKU RUNTUH BALOK DENGAN TULANGAN TUNGGAL BAMBU TALI TUGAS AKHIR OLEH : Gusti Ayu Ardita Fibrianti 1004105096 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 ABSTRAK.Baja merupakan

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan dari alam. Pilihan atas suatu bahan bangunan tergantung dari sifat sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan.

Lebih terperinci

Pertemuan IV,V,VI,VII II. Sambungan dan Alat-Alat Penyambung Kayu

Pertemuan IV,V,VI,VII II. Sambungan dan Alat-Alat Penyambung Kayu Pertemuan IV,V,VI,VII II. Sambungan dan Alat-Alat Penyambung Kayu II.1 Sambungan Kayu Karena alasan geometrik, konstruksi kayu sering kali memerlukan sambungan perpanjang untuk memperpanjang kayu atau

Lebih terperinci

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber) TKS 4406 Material Technology I Kayu (wood or timber) Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Umum Kayu merupakan hasil hutan dari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi. Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil. Disusun Oleh :

Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi. Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil. Disusun Oleh : ANALISIS DESAIN KOLOM KOMPOSIT BAJA-BETON DENGAN METODE LOAD AND RESISTANCE FACTOR DESIGN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Lebih terperinci

Struktur dan Konstruksi II

Struktur dan Konstruksi II Struktur dan Konstruksi II Modul ke: Material Struktur Bangunan Fakultas Teknik Christy Vidiyanti, ST., MT. Program Studi Teknik Arsitektur http://www.mercubuana.ac.id Cakupan Isi Materi Materi pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan dan model struktur masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih terus dicari dan diusahakan

Lebih terperinci

ANALISA LENTUR DAN EKSPERIMENTAL PENAMBAHAN MUTU BETON PADA DAERAH TEKAN BALOK BETON BERTULANG

ANALISA LENTUR DAN EKSPERIMENTAL PENAMBAHAN MUTU BETON PADA DAERAH TEKAN BALOK BETON BERTULANG ANALISA LENTUR DAN EKSPERIMENTAL PENAMBAHAN MUTU BETON PADA DAERAH TEKAN BALOK BETON BERTULANG TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana Teknik Sipil Disusun oleh : KHIBRAN

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Jembatan merupakan suatu struktur yang memungkinkan transportasi yang menghubungkan dua bagian jalan yang terputus melintasi sungai, danau, kali jalan raya, jalan kereta api dan lain lain. Jembatan

Lebih terperinci

Pertemuan I,II,III I. Kayu Sebagai Bahan Konstruksi

Pertemuan I,II,III I. Kayu Sebagai Bahan Konstruksi Pertemuan I,II,III I. Kayu Sebagai Bahan Konstruksi I.1 Dasar-Dasar Penggunaan Kayu Kayu merupakan satu dari beberapa bahan konstruksi yang sudah lama dikenal masyarakat, didapatkan dari semacam tanaman

Lebih terperinci

STUDI PUSTAKA KINERJA KAYU SEBAGAI ELEMEN STRUKTUR

STUDI PUSTAKA KINERJA KAYU SEBAGAI ELEMEN STRUKTUR TUGAS AKHIR STUDI PUSTAKA KINERJA KAYU SEBAGAI ELEMEN STRUKTUR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi ( S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi Laporan Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi pasca letusan Merapi 21 Disusun oleh: Ali Awaludin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batang tekan merupakan batang yang mengalami tegangan tekan aksial. Dengan berbagai macam sebutan, tiang, tonggak dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM DENGAN PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP TANPA STYROFOAM Lutfi Pakusadewo, Wisnumurti, Ari Wibowo Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan

Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan Pertemuan I,II,III I. Tegangan dan Regangan I.1 Tegangan dan Regangan Normal 1. Tegangan Normal Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam

Lebih terperinci

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM PENGUJIAN BETON 4.1. Umum Beton adalah material struktur bangunan yang mempunyai kelebihan kuat menahan gaya desak, tetapi mempunyai kelebahan, yaitu kuat tariknya rendah hanya 9 15% dari kuat desaknya.

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan Pertemuan - 15 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan penulangan pada elemen-elemen

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Mengikat rel, sehingga lebar sepur terjaga Meneruskan beban dari rel ke lapisan balas Menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA 2 Kayu Beton

Lebih terperinci

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material

Lebih terperinci

FUNGSI PELAT KOPEL BAJA PADA BATANG TEKAN ALBOIN FERDINAND ARIADY TAMBUN

FUNGSI PELAT KOPEL BAJA PADA BATANG TEKAN ALBOIN FERDINAND ARIADY TAMBUN FUNGSI PELAT KOPEL BAJA PADA BATANG TEKAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil OLEH : ALBOIN FERDINAND ARIADY TAMBUN 06 0404 044

Lebih terperinci