DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL RIDWAN UMAR HANAFI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL RIDWAN UMAR HANAFI"

Transkripsi

1 DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL RIDWAN UMAR HANAFI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia dalam Perdagangan Internasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 Ridwan Umar Hanafi NIM H

4 ABSTRAK RIDWAN UMAR HAHAFI. Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia dalam Perdagangan Internasional. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA Indonesia perlu fokus pada produk kakao yang memiliki daya saing tertinggi agar mampu terus bersaing dengan negara-negara kompetitor utama dalam perdagangan internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing biji kakao Indonesia dengan beberapa produk turunannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Penelitian dimulai dengan menganalisis struktur pasar kakao dalam perdagangan internasional, hasilnya menunjukkan bahwa struktur pasar biji kakao, lemak kakao, pasta kakao dan bubuk kakao tergolong ke dalam oligopoli. Metode RCA (Revealed Comparative Advantage) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk biji kakao, pasta kakao dan lemak kakao (RCA>1). Metode ISP (Indeks Spesialisasi Perdagangan) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kecenderungan sebagai negara net exporter untuk biji kakao, pasta kakao dan lemak kakao. Metode EPD (Export Products Dynamic) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi untuk biji kakao, pasta kakao, lemak kakao dan bubuk kakao. Menurut analisis EPD, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi untuk keseluruhan produk kakao yang diteliti dalam penelitian ini. Kata kunci: daya saing, ekspor, kakao, posisi perdagangan, struktur pasar ABSTRACT Indonesia needs to focus on cocoa products that have the highest competitiveness, so it can constantly competing with the main competitor countries in international trade. The purpose of this research is to analyze the competitiveness of Indonesian cocoa beans and its some derivatives. Data used in this research were secondary data. The research began with analyzing the market structure of cocoa in international trade, the results indicate that the market structure of the cocoa beans, cocoa butter, cocoa paste and cocoa powder classified into an oligopoly. RCA method (Revealed Comparative Advantage) shows that Indonesia has a comparative advantage for the cocoa beans, cocoa paste and cocoa butter (RCA> 1). ISP method (Trade Specialization Index) shows that Indonesia has a tendency as a net exporter country of cocoa beans, cocoa paste and cocoa butter. EPD method (Export Products Dynamic) shows that Indonesia has a high competitive advantage for cocoa beans, cocoa paste, cocoa butter and cocoa powder. According to the EPD analysis, Indonesia has a high competitive advantage for the entire cocoa products which researched in this study. Keywords: cocoa, competitiveness, export, market structure, trade specialization

5 DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL RIDWAN UMAR HANAFI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan selama bulan Februari 2015-April Judul penelitian ini adalah Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia dalam Perdagangan Internasional. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing yang selalu membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, Bapak Sigit Wahyu Trijoko dan Ibu Siti Nuzuliyah, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak yang banyak membantu selama proses penyusunan skripsi, teman-teman Dramaga Cantik S02, teman-teman fasttrack Agribisnis angkatan 48, sahabat-sahabat terdekat, seluruh mahasiswa Agribisnis angkatan 48 dan semua teman serta sahabat IPB yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2015 Ridwan Umar Hanafi

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup 7 TINJAUAN PUSTAKA 7 KERANGKA PEMIKIRAN 10 Kerangka Pemikiran Teoritis 10 Kerangka Pemikiran Operasional 14 METODE PENELITIAN 17 Jenis dan Sumber Data 17 Metode Analisis dan Pengolahan Data 17 GAMBARAN UMUM KAKAO INDONESIA 21 Luas Lahan dan Produksi Kakao Indonesia 21 Produk Olahan Kakao dan Industri Kakao Dalam Negeri 22 Negara Tujuan Ekspor Utama Kakao Indonesia 27 STRUKTUR PASAR DAN DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PERDAGANGAN INTERNASIONAL 30 Struktur Pasar dan Daya Saing Kakao Indonesia 30 Struktur Pasar dan Daya Saing Biji Kakao Indonesia 35 Struktur Pasar dan Daya Saing Pasta Kakao Indonesia 38 Struktur Pasar dan Daya Saing Lemak Kakao Indonesia 42 Struktur Pasar dan Daya Saing Bubuk Kakao Indonesia 46 SIMPULAN DAN SARAN 50 Simpulan 50 Saran 51 DAFTAR PUSTAKA 52 vi vi vi

10 LAMPIRAN 53 RIWAYAT HIDUP 62

11 DAFTAR TABEL 1 Perkembangan nilai ekspor komoditas primer perkebunan tahun Perkembangan nilai ekspor biji kakao Indonesia ke dunia 3 3 Perkembangan nilai ekspor biji kakao di negara eksportir utama tahun Nilai ekspor biji kakao Indonesia dan beberapa produk turunannya 5 5 Tingkat konsentrasi pasar 18 6 Matriks posisi daya saing dengan metode EPD 20 7 Luas areal perkebunan dan produksi kakao nasional tahun Produksi kakao di daerah sentra produksi di Indonesia tahun Luas areal kakao nasional di daerah sentra produksi kakao di Indonesia tahun Perkembangan industri kakao dalam negeri tahun Perkembangan nilai ekspor beberapa komoditas kakao Indonesia dan persentasenya terhadap total ekspor kakao Indonesia tahun Struktur pasar kakao dalam perdagangan internasional Struktur pasar biji kakao dalam perdagangan internasional Struktur pasar pasta kakao dalam perdagangan internasional Struktur pasar lemak kakao dalam perdagangan internasional Struktur pasar bubuk kakao dalam perdagangan internasional 46 DAFTAR GAMBAR 1 Ekspor kakao Indonesia menurut 4 digit kode HS 2 2 Keseimbangan dalam perdagangan internasional 12 3 Kerangka pemikiran operasional 16 4 Posisi daya saing produk dengan metode EPD 20 5 Pohon industri kakao 23 6 Perkembangan harga kakao Indonesia (US$/kg) 27 7 Perkembangan nilai ekspor kakao Indonesia menurut negara tujuan ekspor utama tahun (dalam US$) 27 8 Perkembangan nilai ekspor biji kakao Indonesia menurut negara tujuan ekspor utama tahun (dalam US$) 28 9 Perkembangan nilai ekspor pasta kakao Indonesia menurut negara tujuan ekspor utama tahun (dalam US$) Perkembangan nilai ekspor lemak Indonesia menurut negara tujuan ekspor utama tahun (dalam US$) Perkembangan nilai ekspor bubuk Indonesia menurut negara tujuan ekspor utama tahun (dalam US$) Pangsa pasar eksportir utama kakao dunia dan Indonesia Nilai RCA eksportir utama kakao dunia dan Indonesia Nilai ISP eksportir utama kakao dunia dan Indonesia Nilai EPD eksportir utama kakao dunia dan Indonesia Pangsa pasar eksportir utama biji kakao dunia dan Indonesia Nilai RCA eksportir utama biji kakao dunia dan Indonesia Nilai ISP eksportir utama biji kakao dunia dan Indonesia 37

12 19 Nilai EPD eksportir utama biji kakao dunia dan Indonesia Pangsa pasar eksportir utama pasta kakao dunia dan Indonesia Nilai RCA eksportir utama pasta kakao dunia dan Indonesia Nilai ISP eksportir utama pasta kakao dunia dan Indonesia Nilai EPD eksportir utama pasta kakao dunia dan Indonesia Pangsa pasar eksportir utama lemak kakao dunia dan Indonesia Nilai RCA eksportir utama lemak kakao dunia dan Indonesia Nilai ISP eksportir utama lemak kakao dunia dan Indonesia Nilai EPD eksportir utama lemak kakao dunia dan Indonesia Pangsa pasar eksportir utama bubuk kakao dunia dan Indonesia Nilai RCA eksportir utama bubuk kakao dunia dan Indonesia Nilai ISP eksportir utama bubuk kakao dunia dan Indonesia Nilai EPD eksportir utama bubuk kakao dunia dan Indonesia 49 DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai ekspor kakao (HS 18) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Pangsa pasar kakao (HS 18) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai RCA kakao (HS 18) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai ISP kakao (HS 18) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai EPD kakao (HS 18) Indonesia tahun Nilai ekspor biji kakao (HS 1801) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Pangsa pasar biji kakao (HS 1801) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai RCA biji kakao (HS 1801) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai ISP biji kakao (HS 1801) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai EPD biji kakao (HS 1801) Indonesia tahun Nilai ekspor pasta kakao (HS 1803) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Pangsa pasar pasta kakao (HS 1803) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai RCA pasta kakao (HS 1803) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai ISP pasta kakao (HS 1803) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai EPD pasta kakao (HS 1803) Indonesia tahun Nilai ekspor lemak kakao (HS 1804) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Pangsa pasar lemak kakao (HS 1804) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun

13 18 Nilai RCA lemak kakao (HS 1804) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai ISP lemak kakao (HS 1804) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai EPD lemak kakao (HS 1804) Indonesia tahun Nilai ekspor bubuk kakao (HS 1805) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Pangsa pasar bubuk kakao (HS 1805) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai RCA bubuk kakao (HS 1805) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai ISP bubuk kakao (HS 1805) Indonesia dan negara eksportir utama dunia tahun Nilai EPD bubuk kakao (HS 1805) Indonesia tahun

14

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Kementerian Perdagangan (2015), neraca ekspor impor sektor nonmigas mengalami surplus sebesar US$ milyar pada periode Berbeda dengan sektor migas yang mengalami defisit sebesar US$ milyar dalam rentang waktu yang sama. Jauhnya perbedaan nilai neraca ekspor ini menunjukkan bahwa sektor non-migas memegang peranan penting dalam eksporimpor Indonesia. Oleh karena itu sektor ini perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah agar mampu memberikan devisa negara lebih baik. Sektor non-migas terdiri dari pertanian, indutri, pertambangan dan lainnya. Sektor pertanian primer memiliki peranan penting dalam perekonomian dan pembangunan bangsa Indonesia. Sektor ini terdiri dari beberapa subsektor yang menyokongnya, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memiliki nilai ekspor paling besar di antara subsektor lainnya, yaitu sebesar US$ milyar pada 2014, US$ milyar pada 2013 dan US$ milyar tahun Beberapa jenis sektor perkebunan yang menjadi andalan antara lain minyak kelapa sawit (CPO), karet, kopi, teh, lada, tembakau dan kakao. Tabel 1 Perkembangan nilai ekspor komoditas primer perkebunan tahun No Komoditas perkebunan Nilai ekspor komoditas primer perkebunan (Juta US$) Karet Minyak sawit Minyak sawit (CPO) Minyak sawit lainnya Kelapa Kopi Teh Lada Tembakau Kakao Jambu Mete Cengkeh Kapas Tebu (molase) Tebu (gula hablur) Total Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2015) Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai ekspor kakao Indonesia mengalami tren pertumbuhan yang negatif, yaitu sebesar persen, terendah kedua setelah tebu yang mengalami tren pertumbuhan negatif sebesar persen. Hal ini seharusnya menjadi sesuatu yang perlu perhatian lebih bagi pemerintah, karena meski nilai ekspornya memiliki kecenderungan untuk turun, kakao masih menjadi 1 [Diakses pada 10 Februari 2015]

16 2 salah satu komoditas yang menyumbang devisa negara cukup besar. Terlebih Indonesia juga merupakan salah satu negara produsen biji kakao terbesar dunia. Data dari Kemenperin (2010) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Tiga negara besar penghasil kakao adalah Pantai Gading ( ton), Ghana ( ton), dan Indonesia ( ). Luas tanaman kakao Indonesia ± ha dengan produksi biji kakao sekitar ton per tahun dan produktivitas ratarata 900 kilogram/ha. Menurut UN Comtrade, kakao dan produk turunan lainnya (cocoa and other cocoa preparations), kode HS 18, dikelompokan menjadi beberapa bagian dengan kode HS yang berbeda. Biji kakao (cocoa beans), kode HS 1801, adalah benih yang terkandung dalam buah dari pohon kakao, termasuk keseluruhan atau sebagiannya, mentah atau dipanggang. Sisa kakao (cocoa shells,husks,skins and waste), kode HS 1802, adalah bagian kulit,sekam dan bagian kakao lain yang terbuang selama pengolahan. Pasta kakao (cacao paste/liquor), kode HS 1803, adalah bagian yang diperoleh setelah menggiling biji kakao panggang, bagian lemaknya telah dihilangkan semuanya. Lemak kakao (cocoa butter), kode HS 1804, adalah bagian kakao yang diperoleh dari biji dan pastanya setelah melalui proses pemerasan, termasuk lemak dan minyaknya. Bubuk kakao (cacao powder), kode HS 1805, adalah keseluruhan atau sebagian pasta kakao yang telah dihilangkan lemaknya, diubah menjadi bubuk, tanpa tambahan gula atau pemanis lainnya. Cokelat dan makanan lain yang mengandung kakao (chocolate and other food preparations containing cocoa), kode HS 1806, terdiri dari kakao bubuk yang telah ditambah pemanis dan produk olahan kakao siap konsumsi lainnya. Masing-masing komoditas memiliki nilai jual yang berbeda-beda tergantung dari besar nilai tambah yang dihasilkan dari setiap proses pengolahan kakao. Nilai Ekspor ( US$) 1.8E E E E+09 1E Cocoa and cocoa preparations 1801-Cocoa beans, whole or broken, raw or roasted 1802-Cocoa shells,husks,skins and waste 1803-Cocoa paste 1804-Cocoa butter, fat, oil 1805-Cocoa powder, unsweetened 1806-Chocolate and other foods containing cocoa Sumber : UN Comtrade 2015 Gambar 1 Ekspor kakao Indonesia menurut 4 digit kode HS

17 Ekspor kakao terbesar pada rentang terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar US$ dan paling rendah pada tahun 2004 sebesar US$ Nilai ekspor kakao Indonesia sendiri masih didominasi oleh biji kakao. Ekspor biji kakao terbesar pada rentang terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar US$ dan paling rendah pada tahun 2004 sebesar US$ serta tahun 2012 sebesar US$ Pada rentang , kurang lebih 70 persen dari total keseluruhan ekspor kakao Indonesia disokong oleh biji kakao. Produk turunan kakao lainnya masih belum memberikan tambahan devisa sebesar nilai ekspor biji kakao, terutama pada produk sisa dan produk olahan kakao siap konsumsi. Tabel 2 Perkembangan nilai ekspor biji kakao Indonesia ke dunia Nilai (US$) Pertumbuhan pertahun (%) Persentase di dunia (%) 3 Peringkat di dunia Sumber : UN Comtrade, 2014 Melihat pangsa pasar biji kakao Indonesia dalam perdagangan internasional, peran Indonesia dalam struktur pasar biji kakao dunia menjadi penting (hanya Pantai Gading, Nigeria, Ghana, Kamerun dan Belanda yang dalam kurun memiliki pangsa pasar yang lebih besar dari Indonesia). Kesalahan yang umumnya terjadi pada petani kakao Indonesia adalah tidak melakukan fermentasi pada biji kakao yang baru dipanen. Untuk hasil terbaik seharusnya biji kakao yang telah dipanen difermentasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan, umumnya petani kakao Indonesia langsung melakukan pengeringan tanpa melalui proses fermentasi. Inilah yang membuat mutu kakao Indonesia di perdagangan internasional menjadi rendah. Padahal biji kakao Indonesia memiliki keunggulan melting point cocoa butter yang tinggi, serta tidak mengandung pestisida dibanding biji kakao dari Ghana maupun Pantai Gading (Kemenperin 2010). Hal yang perlu diperhatikan adalah meski secara umum nilai ekspor biji kakao Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif, pada rentang tahun terjadi penurunan nilai ekspor yang cukup signifikan, meskipun kondisi ini kemudian membaik pada tahun Penurunan nilai ekspor biji kakao kemungkinan disebabkan oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Sejak April 2010, pemerintah mengeluarkan Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar (BK) melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 67/PMK.011/2010. Barang ekspor yang dikenakan BK antara

18 4 lain berupa kelapa sawit, CPO dan produk turunannya, tandan buah segar dan kernelnya serta biji kakao. Pengenaan Bea Keluar (BK) untuk biji kakao dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan bahan baku nasional serta peningkatan nilai tambah dan daya saing industri pengolahan kakao dalam negeri. Selain itu pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memberikan fasilitas Tax Allowance dalam PP No tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-Daerah Tertentu serta pemberian Tax Holiday bagi industri pengolahan kakao di daerah tertentu melalui PMK No tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan guna mengembangkan industri kakao. Adanya program ini diharapkan mampu menggerakkan industri hilir makanan dan minuman berbasis cokelat agar melakukan ekspansi karena memberikan nilai tambah kakao yang tinggi, selain itu juga mampu menyerap tenaga kerja dan memberikan multiplier effect terhadap industri pendukung seperti industri pengemasan (packaging), transportasi, perbankan dan sektor lainnya. Tabel 3 Perkembangan nilai ekspor biji kakao di negara eksportir utama tahun No Negara eksportir Nilai ekspor (Ribu US$) Indonesia Pantai Gading Nigeria Ghana Belanda Kamerun Sumber : Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementan, 2014 Negara pesaing utama ekspor biji kakao Indonesia adalah Pantai Gading, Ghana, Nigeria, Kamerun dan Belanda. Selama lima tahun terakhir ( ) tingkat pertumbuhan nilai ekspor biji kakao Indonesia berada pada nilai minus 12 persen, yang merupakan tingkat pertumbuhan terendah di antara negara-negara kompetitor. Indonesia memiliki rata-rata nilai ekspor biji kakao sebesar US$ Nigeria merupakan negara kompetitor yang memiliki tingkat pertumbuhan nilai ekspor biji kakao terbesar sebesar 84 persen dengan rata-rata nilai ekspor US$ Besar tingkat pertumbuhan Nigeria lebih tinggi dibanding Pantai Gading dan Ghana yang merupakan dua eksportir utama biji kakao dunia. Pantai Gading memiliki tingkat pertumbuhan sebesar 16 persen sedangkan Ghana sebesar 32 persen. Pantai Gading memiliki rata-rata nilai ekspor biji kakao sebesar US$ sedangkan Ghana seebsar US$ Belanda memiliki tingkat pertumbuhan sebesar 48 persen dan Kamerun sebesar 2 persen. Belanda memiliki rata-rata nilai ekspor sebesar US$ dan Kamerun sebesar US$ Melihat perkembangan negara kompetitor pengekspor biji kakao, kebijakan-kebijakan yang diterapkan pemerintah diharapkan mampu meningkatkan potensi daya saing kakao melalui produk turunannya.

19 Tabel 4 Nilai ekspor biji kakao Indonesia dan beberapa produk turunannya Item Cocoa beans (HS 1801) Cocoa butter (HS 1804) Cocoa paste (HS 1803) Cocoa powder (HS 1805) Elemen item Kuantitas (ton) Nilai (1000 US$) Prices (ton/1000 US$) Kuantitas (ton) Nilai (1000 US$) Prices (ton/1000 US$) Kuantitas (ton) Nilai (1000 US$) Prices (ton/1000 US$) Kuantitas (ton) Nilai (1000 US$) Prices (ton/1000 US$) Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa harga jual komoditas kakao dan beberapa produk turunannya asal Indonesia berfluktuasi dalam rentang Produk turunan kakao secara umum memiliki nilai jual rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan biji kakao mentah. Lemak kakao merupakan produk turunan yang memiliki nilai jual rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 4.18 US$/kilogram, lalu kemudian pasta kakao sebesar 3.45 US$/kilogram, bubuk kakao sebesar 2.91 US$/kilogram dan biji kakao sebesar 2.58 US$/kilogram. Pengembangan daya saing melalui pengolahan biji kakao menjadi produk turunannya diperlukan untuk meningkatkan kemampuan penetrasi kakao dan produk olahan kakao Indonesia di pasar ekspor, baik itu untuk memperluas atau memperdalam pasar. Menurut Kemenperin (2010), pada tahun 2008 jumlah industri pengolahan kakao di Indonesia sebanyak 16 perusahaan dengan hanya 3 perusahaan yang berjalan dengan pemanfaatan kapasitas terpasang produk pengolahan sekitar 61% dari total kapasitasnya. Hal ini menunjukkan masih besarnya peluang industri hilir kakao dalam negeri untuk berkembang. Nilai jual produk turunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan menjual produk mentah juga seharusnya menjadi pemacu industri kakao dalam negeri untuk semakin berkembang. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ekspor biji kakao Indonesia cenderung menurun, meski masih merupakan sektor yang diandalkan sebagai salah satu penghasil devisa yang cukup besar. Di sisi lain, ekspor produk turunan kakao Indonesia perlahan mengalami peningkatan seiring kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah. Mengekspor produk antara (intermediate products) atau bentuk olahan kakao diap konsumsi akan memberikan devisa yang lebih besar bagi negara jika dibandingkan dengan menjual biji kakao yang tanpa disertai pengolahan lebih jauh. Lebih dari itu, pada saat era globalisasi ini hanya negara 5

20 6 yang memiliki daya saing tinggi yang akan menguasai pasar internasional. Oleh karena itu, penelitian mengenai daya saing kakao Indonesia perlu dilakukan untuk mengetahui posisi daya saing Indonesia dalam perdagangan komoditas kakao di pasar internasional. Perumusan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diperdagangkan secara internasional. Peranan kakao cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Kedepannya industri kakao diharapkan memiliki peranan penting terhadap ketiga aspek tersebut karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu (petani kakao) maupun ke hilirnya (intermediate industry/grinders). Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Melihat nilai jual produk turunan kakao yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menjual biji kakao tanpa diolah, ada potensi besar yang dapat dimasuki oleh industri kakao dalam negeri untuk mengembangkan bisnisnya. Hal ini kemudian didukung dengan kebijakan dan program-program yang telah dilakukan oleh pemerintah. Meski begitu, biji kakao yang saat ini masih menjadi komoditas kakao yang menjadi andalan ekspor tidak serta merta langsung ditinggalkan. Perlu dilakukan secara bertahap agar proses peralihan menjadi fokus kepada ekspor produk turunan kakao menjadi berjalan lancar. Saat ini Belanda menjadi eksportir produk turunan kakao terpenting di dunia dari sisi nilai penjulan yang dimilikinya. Indonesia juga merupakan salah satu eksportir produk turunan kakao penting di dunia, namun perlu ada perbaikan di berbagai sektor jika ingin menjadi eksportir produk turunan kakao terbesar di dunia melewati Belanda. Liberalisasi perdagangan yang ada saat ini mendorong setiap negara untuk mengembangkan produknya yang diperdagangkan di pasar internasional. Indonesia sebagai salah satu negara yang aktif dalam melakukan kegiatan perdagangan internasional juga perlu mengembangkan produknya, melalui penambahan nilai tambah agar lebih siap bersaing di pasar internasional. Pemberian nilai tambah kakao merupakan potensi besar untuk dikembangkan agar meningkatkan devisa negara. Kecenderungan pertumbuhan ekonomi baik di dunia maupun Indonesia membawa konsekuensi akan semakin meningkatnya permintaan akan produk kakao, baik bijinya atau produk olahannya. Pada akhirnya penting bagi Indonesia untuk tidak hanya melakukan pengembangan pada produk turunan kakao, tetapi juga pada biji kakao itu sendiri agar keseluruhan produk kakao Indonesia mampu bersaing dengan produk-produk negara lain. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana struktur pasar kakao dalam perdagangan internasional? 1. Bagaimana keunggulan komparatif yang dimiliki oleh komoditas kakao Indonesia dalam perdagangan internasional? 2. Bagaimana posisi perdagangan komoditas kakao Indonesia dalam perdagangan internasional? 3. Bagaimana keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh komoditas kakao Indonesia dalam perdagangan internasional?

21 7 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat mencapai tujuan sebagai berikut : 1. Menganalisis struktur pasar kakao dalam perdagangan internasional 2. Menganalisis pangsa pasar komoditas kakao yang dikuasai Indonesia dan negara eksportir utama kakao dalam perdagangan Internasional 3. Menganalisis keunggulan komparatif yang dimiliki oleh komoditas kakao Indonesia dan negara eksportir utama kakao dalam perdagangan internasional 4. Menganalisis posisi perdagangan komoditas kakao Indonesia dan negara eksportir utama kakao dalam perdagangan internasional 5. Menganalisis keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh komoditas kakao Indonesia dan negara eksportir utama kakao dalam perdagangan internasional Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melatih kemampuan analisis penulis terutama terkait dengan pengaplikasian konsep-konsep bisnis internasional yang telah didapatkan selama masa perkuliahan 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki kakao Indonesia 3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi akademik dan bahan kajian untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian ini fokus pada beberapa produk ekspor kakao Indonesia, yaitu kakao secara umum (HS 18), biji kakao (HS 1801), pasta kakao (HS 1803), lemak kakao (HS 1804) dan bubuk kakao tanpa pemanis (HS 1805). Negara-negara yang dijadikan pembanding dengan Indonesia adalah negara-negara eksportir utama pada setiap komoditas kakao dalam penelitian ini. Keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, sehingga alat-alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah CR4, HHI, RCA, ISP dan EPD TINJAUAN PUSTAKA Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen kedua dalam kegiatan agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak pula dijumpai petani yang tidak melaksanakan pengolahan hasil yang disebabkan oleh berbagai sebab, padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan ini dianggap penting karena dapat meningkatan nilai tambah. Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena mampu meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil,

22 8 meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen dan meningkatkan pendapatan produsen (Soekartawi 2010) Daya saing komoditas suatu negara ditentukan oleh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitifnya. Selama ini ekspor komoditas Indonesia mengandalkan keunggulan komparatif sebagai penentu daya saingnya, terutama daya saing harga, seperti upah buruh murah dan SDA berlimpah sehingga murah biaya pengadaannya. Namun dalam era perdagangan bebas, keunggulan kompetitif suatu negara juga penting sebagai penentu daya saing suatu negara (Tambunan 2004). Penelitian mengenai daya saing komoditas perkebunan telah banyak dilakukan sebelumnya. Salah satunya dilakukan oleh Raharti (2013) yang melakukan penelitian penelitian terhadap dayasaing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran eskpor pala Indonesia. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis dayasaing pala pada penelitian tersebut adalah RCA, EPD dan IIT. Sedangkan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala digunakan Gravity Model yang mempertimbangkan komponen jarak ekonomi, PDB, harga riil dan nilai tukar riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis keunggulan komparatif (RCA), komoditas pala Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan tujuan eksornya yaitu Belanda, Italia, Jerman, Amerika Serikat dan Singapura. Dari analisis keunggulan kompetitif (EDP) komoditas pala Indonesia yang diekspor ke Belanda, Italia, Amerika dan Jerman berada pada posisi Rising Star dimana posisi ini menunjukkan bahwa komoditas pala Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan berada pada pangsa pasar yang ideal dimana terjadi peningkatan yang pesat dan kontinu pada pangsa ekspor dan produknya. Hasil analisis IIT menunjukkan bahwa pala Indonesia berada pada alur perdagangan inter industry trade untuk negara Belgia dan Jerman, dan pada alur industri intra industry trade untuk Belanda, Singapura, Amerika Serikat dan Italia. Hanya variabel harga riil dan jarak ekonomi yang signifikan memengaruhi alran ekspor pala Indonesia pada taraf nyata lima persen. Rifin (2013), dalam jurnalnya yang berjudul Competitiveness of Indonesia s Cocoa Beans Export in the World Market menjelaskan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi biji kakao, meski di sisi lain negara kompetitor seperti Pantai Gading, Ghana dan Nigeria juga memiliki keunggulan komparatif serta memiliki memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibanding Indonesia. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Almost Ideal Demand System (AIDS). Masih menurut Rifin, Indonesia dan Ghana merupakan pelengkap dalam pasar internasional, oleh karena itu kerjasama antar kedua negara tersebut sangat direkomendasikan. Peningkatan permintaan biji kakao dalam pasar dunia akan memberikan manfaat yang lebih tinggi kepada Indonesia. Firsya (2014), melakukan penelitian tentang analisis dayasaing dan faktorfaktor yang memengaruhi aliran ekspor komoditas kakao olahan Indonesia. Berdasarkan ode HS 4 digit terdapat tiga jenis produk kakao olahan Indonesia yang diekspor dalam jumlah yang relatif besar, diantaranya adalah kakao dalam bentuk pasta, mentega (butter) atau lemak dan bubuk. Namun demikian masih lebih lebih kecil dibandingkan dengan ekspor dalma bentuk biji. Hasil analisis metode RCA menunjukkan bahwa dayasaing kakao olahan Indonesia dengan kode HS 1804 yaitu mentega, lemak dan minyak kakao secara umum memiliki daya

23 saing yang terbaik dan tertinggi di negara tujuan utama ekspor kecuali di Cina. Di Cina, produk kakao olahan Indonesia yang berdayasaing hanya kakao bubuk (HS 1805) dan nilai dayasaingnya tertinggi dibandingkan di negara tujuan ekspor lainnya. Di Jerman, produk kakao olahan Indonesia yang berdayasaing tinggi adalah dalam bentuk pasta (HS 1803) dan nilai dayasaingnya relatif lebih tingi dibandingkan di negara tujuan ekspor lainnya. Nilai daya saing untuk semua jenis kakao olahan dalam rentang waktu berfluktuasi. Hasibuan et al. (2012) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan kakao, hal ini ditujukkan oleh tren yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif sebagai eksportir biji kakao dan intermediate product (kakao pasta, bubuk dan butter) di pasar internasional. Hasil analisis EPD (Export Product Dynamic) menunjukkan bahwa hampir semua produk kakao Indonesia memiliki daya saing. Sedangkan hasil analisis menggunakan CMSA (Constant Market Share Analysis) menunjukkan produk-produk kakao yang memiliki daya saing hanya produk-produk olahan. Dengan demikian, dalam rangka peningkatan dayasaing produk kakao, diperlukan upaya pengembangan industri hilir seperti kegiatan fermentasi biji kakao (industri primer), pengembangan industri intermediet (kakao pasta, bubuk, butter dan lain-lain) serta produk akhir berupa makanan yang mengandung cokelat. Ragimun (2012) menjelaskan kontribusi komoditas kakao Indonesia dalam rentang tahun terus mengalami kenaikan dan rata-rata kontribusi terhadap ekspor nasional sebesar 1 persen, begitu juga dengan nilai impor komoditas ini terus mengalami tren naik terutama dari produk-produk turunan kakao. Dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia menjelaskan bahwa antara tahun daya saing kakao Indonesia masih cukup bagus, terbukti dengan rata-rata nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) di atas 4. Demikian juga dengan hasil Indeks Spesialisasi Pasar (ISP) rata-rata mendekati 1 yang menunjukkan bahwa spesialisasi Indonesia merupakan negara pengekspor kakao. Hasil Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) sebesar 0,35 yang berarti konsentrasi pasar komoditas kakao tidak terkonsentrasi pada negara-negara tujuan eskpor atau kerentanan terhadap negara tujuan ekspor relatif rendah. Sebagai pendorong nilai tambah kakao maka perlu ada kebijakan berupa penerapan bea keluar yang berjenjang, subsidi ke petani, perbaikan insfrastruktur, riset dan pengembangan kakao nasional. Is (2008), juga melakukan penelitian tentang daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. Berdasarkan analisis Herfindahl Index dan Ratio Konsentrasi, struktur pasar dalam perdagangan kakao internasional adalah cenderung oligopoli namun memiliki sedikit kekuatan monopoli. Meskipun Indonesia salah satu eksportir terbesar kakao dunia, Indonesia merupakan penerima harga di pasar kakao internasional karena tidak tergabung dalam International Coccoa Organization (ICCO). Kakao Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam perdagangan internasional yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang dimiliki Indonesia lebih dari satu. Meski begitu, Teori Berlian Porter malah meunjukkan bahwa komoditas kakao Indonesia berdayasaing lemah karena kualitas kakao Indonesia yang masih rendah dan belum memenuhi standar internasional. Dari analisis SWOT diperoleh strategi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing, di antaranya melalui optimalisasi lahan kakao (agar terjadi peningkatan produksi 9

24 10 dan produktivitas) dan peningkatan industri terkait sehingga mampu meningkatkan kualitas kakao melalui pengadaan bibit unggul kakao. Rifin dan Nauly (2013) dalam paper The Effect of Export Tax on Indonesia s Cocoa Competitiveness, menunjukkan bahwa adanya kebijakan bea ekspor biji kakao uang dikeluarkan Kementerian Keuangan melalui UU No.67/PMK.011/2010 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 75/PMK.011/2012 secara signifikan mengubah komposisi ekspor kakao Indonesia. Pada tahun 2009, sebanyak 75,30% ekspor kakao dalam bentuk biji kakao. Sedangkan pada tahun 201, kontribusinya turun menjadi 51,76. Di sisi lain kontribusi ekspor lemak, pasta dan bubuk meningkat secara signifikan. Implementasi kebijakan bea ekspor telah menurunkan keunggulan kompetitif ekspor biji kakao dan produk olahan kakao Indonesia jika dibandingkan dengan dua negar produsen kakao lain, yaitu Pantai Gading dan Ghana. Di masa depan, Indonesia perlu meningkatkan ekspor produk olahan kakao dibandingkan biji kakaonya. KERANGKA PEMIKIRAN Perdagangan Internasional Kerangka Pemikiran Teoritis Asmarantaka (2012), menyatakan bahwa perdagangan internasional merupakan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan antar negara dan merupakan bagian dari kegiatan ekonomi internasional. Perdagangan internasional ini dicerminkan melalui aktivitas ekspor-impor suatu negara yang akan memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara (PDB). Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi. Maksudnya jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini (Basri dan Munandar 2010) Hady (2004), menurut teori klasik Adam Smith, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional (gain from trade) dan meningkatkan kemakmuran bila terdapat free trade (perdagangan bebas) dan melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan absolut (absolute advantage) yang dimiliki. Gonarsyah (1987) faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan internasional suatu negara dengan negara lain adalah untuk memperluas pemasaran komoditas ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan antara permintaan dan penawaran suatu negara, dan adanya perbedaan biaya relatif.

25 Ekspor (export) adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri lalu dijual di luar negeri (Mankiw 2003). Ekspor memiliki dua tujuan utama, yaitu meningkatkan keuntungan dan penjualan dan melindungi keuntungan dari penjualan dan keuntungan. Harga barang yang diekspor ke luar negeri lebih mahal jika dibandingkan dengan di dalam negeri. Selisih nilai ini yang kemudian diincar oleh ekportir untuk mendapatkan keuntungan. Dari kegiatan ekpor negara akan memperoleh devisa (alat pembayaran luar negeri) yang akan digunakan untuk kegiatan pembangunan bangsa. Secara garis besar, barang-barang yang diekspor oleh Indonesia terdiri atas dua macam, yaitu minyak bumi dan gas alam (migas) dan non-migas. Barang-barang yang termasuk komoditas migas antara lain minyak tanah, bensin, solar dan elpiji. Adapun komoditas non-migas dikelompokkan menjadi hasil pertanian dan perkebunan, hasil laut, hasil industri dan hasil tambang non-migas. Kegiatan ekspor suatu negara telah menjadi aktivitas perdagangan yang paling cepat pertumbuhannya dan secara terus menerus tumbuh lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan output perekonomian dunia selama dua dekade terakhir. Secara teroritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional disebutkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran (Salvatore 1996). Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku dan kebijakan deregulasi. Impor adalah kegiatan perserorangan atau badan hukum yang membeli barang dari luar negeri untuk kemudian di jual lagi di dalam negeri. Bagi importir perseorangan/swasta, impor dilakukan untuk memeroleh laba. Sedangkan bagi pemerintah, impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan impor dilakukan saat harga barang produk yang ingin diimpor lebih murah jika dibandingkan dengan harga dalam negeri. Ada beberapa hal yang menyebabkan harga luar negeri lebih murah, antara lain negara penghasil memiliki sumber daya alam yang lebih banyak, negara penghasil mampu memproduksi barang dengan biaya lebih rendah atau negara penghasil mampu memproduksi barang dengan jumlah yang lebih banyak. Impor dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang mungkin ditimbulkan dari impor antara lain pemerolehan barang yang tidak mampu atau kurang produksinya di dalam negeri dan memberikan produsen dalam negeri kompetitor atau pesaing yang setara, sehingga membuat produsen dalam negeri terus meningkatkan mutu produksi. Sedangkan dampak negatifnya antara lain menyebabkan terganggunya pertumbuhan perekonomian dan membuat produsen dalam negeri tidak memiliki pesaing. Gambar 2 memperlihatkan proses terjadinya harga relatif komoditas yang ekuilibrium dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis keseimbangan secara parsial. Sebelum terjadinya perdagangan internasional negara Y melakukan produksi dan konsumsi di titik A dengan tingkat harga relatif P1. Jika negara Y menetapkan harga relatif P2 maka akan terjadi kelebihan penawaran (excess supply) untuk komoditas X sebesar BE. Kelebihan penawaran ini akan diekspor negara Y pada harga relatif P2. Di sisi lain negara berlaku hal yang sama, jika 11

26 12 negara Z menetakan harga relatif komoditas di P2 maka akan terjadi kelebihan permintaan (excess demand) sebesar B E. Kelebihan permintaan ini merupakan jumlah komoditas yang akan diimpor oleh negara Z dengan harga relatif P2. Jumlah impor negara Z sebesar B E akan dipenuhi oleh ekspor negara Y sebesar BE. Keseimbangan harga setelah adanya perdagangan internasional ditunjukkan oleh perpotongan kurva Sw dan Dw di titik E*, harga keseimbangan untuk barang X setelah perdagangan internasional adalah P2. Px Px Px Daya Saing Sw Sz Ekspor Sy A B E E* B E Impor A Dy Dw Dz Negara Y X Perdagangan X Negara Z X Sumber : (Salvatore 1997) Gambar 2 Keseimbangan dalam perdagangan internasional Daya saing yang dimiliki oleh suatu komoditas atau kemampuan suatu negara merupakan hal yang sangat penting dalam perdagangan internasional. Daya saing terkait dengan keunggulan dalam menghasilkan produk yang lebih efisien dibandingkan dengan negara lain sehingga produk tersebut dapat memasuki pasar internasional dan dapat bertahan di pasar internasional. Daya saing suatu komoditas sering diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan absolut, keunggulan komparatif dan, keunggulan kompetitif. Keunggulan absolut menunjukkan bahwa suatu daerah memiliki spesialisasi produk tertentu, apabila produk tersebut secara absolut memberikan keuntungan atau produktivitas tertinggi. Menurut Adam Smith, perdagangan akan meningkatkan kemakmuran bila dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan bebas. Melalui perdagangan bebas, pelaku ekonomi diarahkan untuk melakukan spesialisasi dalam upaya peningkatan efisiensi. Manfaat dari perdagangan internasional akan dirasakan jika suatu negara melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika memiliki keunggulan mutlak terhadap barang terebut, dan mengimpor barang yang dimana negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak terhadap barang tersebut. Menurut David Ricardo (Oktaviani dan Novianti 2009), perdagangan dapat dilakukan antar negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditas yang diperdagangan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini disebut Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Cost Comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga

27 dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Sedangkan Production Comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Keunggulan kompetitif secara umum merupakan keunggulan yang lebih luas mencakup keunggulan harga, kualitas, strategi dan policy. Keunggulan komparatif merupakan kunci dari efisiensi produksi, pemasaran, dan bagaimana memprediksi apa yang diinginkan konsumen atau meingkatkan kepuasan konsumen. Menurut Porter, dalam persaingan global suatu negara atau bangsa disebut memiliki competititve advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional jika memiliki empat faktor utama, yaitu kondisi faktor (factor contion), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung (related and supporting industry) dan persaingan dan strategi industri (firm strategy, structure and rivalry). Di samping empat faktor utama tersebut, terdapat dua faktor pendukung yang memengaruhi interaksi keempat faktor tersebut, yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara bersama-sama faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang dikenal sebagai Porter s Diamond. Struktur Pasar Istilah struktur pasar (market structure) mengacu pada semua aspek (feature) yang dapat memengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar (misalnya, jumlah perusahana di pasar, atau jenis produk yang mereka jual). Tingkat persaingan dari pasar mengacu pada sejauh mana perusahan-perusahaan secara individual mempunyai pengaruh atas harga pasar atau atas syarat-syarat penjualan produk mereka, hal ini dapat dilihat dari berapa besar pangsa pasar yang diperoleh yang kemudian dapat diketahui struktur pasar yang ada (Lipsey 1997) Struktur pasar juga diperlukan untuk mengetahui tingkat persaingan yang ada di pasar. Struktur pasar biasanya mempengaruhi perilaku dari perusahaan. Perilaku seperti kerjasama dengan pesaing, strategi melawan pesaing dan advertensi sekaligus dapat mempengaruhi daya saing. Sementara kinerja perusahaan seperti kemajuan teknologi, inovasi, pengalokasian yang efisien, harga dan biaya dan pola keuntungan juga mempengaruhi daya saing. Apabila semua faktor diatas dapat dilakukan dengan baik maka daya saing suatu perusahaan juga akan tinggi. Struktur pasar diantarnya terdiri dari struktur pasar persaingan sempurna, oligopoli, monopoli, dan monopolistik. Pasar persaingan sempurna dibangun atas beberapa asumsi, yaitu semua produsen yang ada di dalam pasar menjual produk yang homogen, pelanggan mengetahui seluruh informasi yang ada di dalam industri (informasi sempurna), terdapat banyak produsen (masing-masing memiliki kekuatan yang sama) dan konsumen, tidak ada hambatan yang berarti untuk dapat keluar masuk pasar, perusahaan merupakan penerima harga (price taker). Sebagai penerima harga perusahaan dapat mengubah kapasitas produksi dan penjualannya tanpa memengaruhi harga jual produk yang ada di pasar. Pasar oligopoli adalah industri yang terdiri dari atas dua atau beberapa perusahaan, sedikitnya satu diantaranya menghasilkan sebagian cukup besar dari 13

28 14 keluaran total industri. Struktur oligopoli juga menggambarkan keberadaan beberapa perusahaan dominan, dimana masing-masing dari mereka cukup besar untuk mempengaruhi harga akan tetapi tidak ada satu pun yang mampu meraih status sebagai monopolis yang tidak memiliki pesaing sama sekali (Salvatore 1997). Berlawanan dengan monopoli (yang tidak memiliki pesaing) dan dengan perusahaan persaingan monopolistik (yang menghadapi banyak pesaing) perusahaan oligopoli menghadapi sedikit pesaing. Jumlah pesaing cukup sedikit bagi masing-masing perusahaan untuk menyadari bahwa para pesaingnya mungkin bereaksi terhadap apapun yang dilakukannya dan bahwa perusahaan harus memperhitungkan reaksi tersebut. Persaingan yang terjadi dapat terjadi dalam bentuk harga maupun non harga. Produk yang di perjualbelikan dapat bersifat homogen atau terdeferensiasi. Pasar monopoli merupakan industri dimana hanya ada satu produsen utama, tanpa adanya pesaing, untuk melayani begitu banyak konsumen. Produk yang dijual tidak terdapat substitusinya sehingga tidak ada pilihan bagi pelanggan selain membeli pada perusahaan monopoli. Terdapat hambatan yang sangat besar bgi produsen lain yang ingin masuk kedalam industri. Hambatan ini dapat berupa hambatan teknis atau legalitas. Hambatan teknis dapat berupa keunggulan teknologi, kemampuan perusahaan dalam melakukan tingkat produksi yang efisien dan keunggulan dalam kepemilikan sumberdaya utama. Aspek legalitas dapat berupa kekuatan Undang-Undang dan hak paten/hak cipta. Struktur pasar monopolistik mirip dengan persaingan sempurna dalam hal bahwa industri terdiri atas banyak perusahaan yang menunjukkan kebebasan masuk dan keluar. Perusahaan-perusahaan dalam persaingan sempurna menjual produk yang homogen dan merupakan penerima harga (price maker), sedangkan perusahaan-perusahaan di persaingan monopolistik menjual produk terdiferensiasi dan mempunyai pengaruh tertentu atas harga dari produk mereka sendiri. Setiap perusahaan dapat menaikkan harganya, meskipun pesaingnya tidak, tanpa kehilangan seluruh penjualannya. Tidak adanya ketergantungan antar individu perusahaan. Tidak ada satupun perusahaan yang mempunyai pangsa pasar yang cukup luas untuk bisa mempengaruhi pangsa pasar yang tersisa. Setiap perusahaan akan merasakan tekanan persaingan yang berasal dari semua perusahaan di dalam pasar. Kerangka Pemikiran Operasional Kakao merupakan komoditas perkebunan yang perannya cukup pentig dalam perekonomoian nasional. Namun, nilai ekspor komoditas kakao Indonesia sering mengalami fluktuasi sebagai akibat dari banyak hal, salah satunya karena kualitas, sehingga akan memengaruhi dayasaingnya dalam pasar internasional. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya saing kakao Indonesia di pasar Internasional dengan menganalisis struktur pasar dalam perdagangan kakao, menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif serta melihat posisi perdagangan komoditas kakao Indonesia. Analisis Herfindahl Hirschman Index dan Concentration Ratio digunakan untuk mengetahui struktur pasar dan pangsa pasar komoditas kakao Indonesia di perdagangan internasional. Nilai Herfindahl Index tidak hanya menunjukkan struktur pasar yang terjadi, namun juga seberapa besar kontrol pasar dan tingkat

DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA DI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA DI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA DI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Ridwan Umar Hanafi 1), dan Netti Tinaprilla 2) 1,2) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur perekonomian suatu negara (Nopirin, 2012: 2). Perdagangan internasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur perekonomian suatu negara (Nopirin, 2012: 2). Perdagangan internasional BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional COMPETITIVENESS ANALYSIS OF COCOA BEANS (Cocoa beans) INDONESIA IN THE INTERNATIONAL MARKET Nurul Fitriana, Suardi Tarumun,

Lebih terperinci

V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO 5.1 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao Indonesia Pentingnya pengembangan agroindustri kakao di Indonesia tidak terlepas dari besarnya potensi yang dimiliki,

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK OLAHAN KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Studi pada Ekspor Produk Olahan Kakao Indonesia tahun )

PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK OLAHAN KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Studi pada Ekspor Produk Olahan Kakao Indonesia tahun ) PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK OLAHAN KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Studi pa Ekspor Produk Olahan Kakao Indonesia tahun 2009-2014) Della Andini Edy Yulianto Dahlan Fanani Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ABSTRACT ABSTRAK

DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ABSTRACT ABSTRAK DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Anggita Tresliyana *)1, Anna Fariyanti **), dan Amzul Rifin **) *) Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET Desi Ratna Sari 1, Ermi Tety 2, Eliza 2 Department of Agribussiness, Faculty of Agriculture,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

MINGGU 7. MARKET OVER SPACE

MINGGU 7. MARKET OVER SPACE MINGGU 7. MARKET OVER SPACE Oleh TIM TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 Markets Over Space Harga produk agrbis akan bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

DAYA SAING EKSPOR KAKAO OLAHAN INDONESIA

DAYA SAING EKSPOR KAKAO OLAHAN INDONESIA Jurnal Agribisnis, Vol. 8, No. 1, Juni 2014, [ 15-28 ] ISSN : 1979-0058 DAYA SAING EKSPOR KAKAO OLAHAN INDONESIA Dahlia Nauly*, Edmon Daris dan Iskandar Andi Nuhung ABSTRACT Indonesia is the third largest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 74 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA ABSTRAK Komoditas kakao merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Tanaman kakao sangat cocok dengan

Lebih terperinci

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp , ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA Riezki Rakhmadina 1), Tavi Supriana ), dan Satia Negara Lubis 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian USU ) dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam yang dapat diandalkan salah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional REFERENSI : CHARLES W. L. HILL INTERNATIONAL BUSINESS EDISI 7 PERTEMUAN KETIGA Outline Gambaran Tentang Teori Perdagangan Merkantilisme

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang terdiri dari data time series tahunan ( ). Data sekunder diperoleh

III. METODE PENELITIAN. yang terdiri dari data time series tahunan ( ). Data sekunder diperoleh III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data time series tahunan (2000-2010). Data sekunder diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori perdagangan internasional Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

3.2. Jenis dan Sumber Data

3.2. Jenis dan Sumber Data BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah atau tempat penelitian ini di pilih secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kakao Menurut Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Barat (2009), tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan berada di sekitar garis khatulistiwa, sehingga memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014 ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris sudah tidak diragukan lagi hasil buminya, baik dari sisi buah-buahan maupun sayur-sayurannya. Salah satu yang menjadi andalan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA Oleh : IRFAN NUR DIANSYAH (121116014) PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2011 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN 2012-2016 Murjoko Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret email: murjoko@outlook.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

Muhammad Firdaus dan Bayu Geo Sandy Silalahi

Muhammad Firdaus dan Bayu Geo Sandy Silalahi Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 23 POSISI BERSAING NENAS DAN PISANG INDONESIA DI PASAR DUNIA Muhammad Firdaus 1 dan Bayu Geo Sandy Silalahi 2 1 Departemen Ilmu Ekonomi,

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Analisis Keunggulan Kompetitif Lada Indonesia di Pasar Internasional ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Agung Hardiansyah, Djaimi Bakce & Ermi Tety Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP-I) dapat dinilai telah berhasil melaksanakan peran-peran konvensionalnya, seperti : a)

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hidayat (2013) dengan judul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hidayat (2013) dengan judul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi BAB II A. Penelitian Terdahulu KAJIAN PUSTAKA Hidayat (2013) dengan judul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara. Analisis yang digunakan yaitu Analisis Revealed Comparative Advantage

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci