PERBEDAAN KEKASARAN PERMUKAAN BASIS RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS MENGGUNAKAN BAHAN PUMIS, CANGKANG TELUR DAN PASTA GIGI SEBAGAI BAHAN POLES

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN KEKASARAN PERMUKAAN BASIS RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS MENGGUNAKAN BAHAN PUMIS, CANGKANG TELUR DAN PASTA GIGI SEBAGAI BAHAN POLES"

Transkripsi

1 PERBEDAAN KEKASARAN PERMUKAAN BASIS RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS MENGGUNAKAN BAHAN PUMIS, CANGKANG TELUR DAN PASTA GIGI SEBAGAI BAHAN POLES SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : YUDI SETIAWAN NIM: FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

2 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia Tahun 2017 Yudi Setiawan Perbedaan Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Menggunakan Bahan Pumis, Cangkang Telur dan Pasta Gigi Sebagai Bahan Poles xiii + 67 halaman Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang berkontak langsung dengan mukosa mulut dan tempat terletaknya anasir gigi. Basis gigi tiruan pada umumnya dibuat menggunakan bahan resin akrilik polimerisasi panas. Salah satu sifat fisis dari bahan ini yang perlu diperhatikan adalah kekasaran permukaan, yang mana menjadi faktor yang mempengaruhi secara langsung terhadap retensi plak bakteri, stain serta kenyamanan pasien dalam menggunakan gigi tiruan. Oleh karena itu, proses pemolesan dilakukan untuk mengurangi nilai kekasaran permukaan. Pemolesan secara mekanis dapat dilakukan menggunakan alat pemoles dan bahan abrasif, yang mana hasil pemolesan dipengaruhi oleh kandungan bahan abrasif yang digunakan. Pumis merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai bahan poles untuk resin akrilik dalam kedokteran gigi. Pumis terdiri dari bahan abrasif utama silika (SiO 2 ) 60-75%. Bahan alternatif lain yang bersifat abrasif sebagai bahan poles resin akrilik polimerisasi panas yaitu cangkang telur dan pasta gigi. Cangkang telur memiliki kandungan calcite pada kalsium karbonat sehingga memiliki sifat abrasif. Pasta gigi juga memiliki sifat abrasif oleh karena mengandung bahan berupa kalsium karbonat, sodium bikarbonat, perlite serta silika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan nilai kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas menggunakan bahan pumis, cangkang telur, dan pasta gigi sebagai bahan poles. Rancangan penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan sampel yang digunakan adalah resin akrilik polimerisasi panas yang berasal dari model induk yang terbuat dari logam dengan ukuran 50 x 20 x 3 mm. Jumlah sampel untuk tiga kelompok adalah sebanyak 30 sampel. Sampel tersebut akan di uji menggunakan uji analisis univarian untuk mengetahui nilai rerata dan standar deviasi nilai kekasaran permukaan masing-masing

3 kelompok. Serta uji one way ANOVA dan uji LSD untuk mengetahui perbedaan nilai kekasaran permukaan setelah dipoles dengan bahan pumis, cangkang telur, pasta gigi. Uji one way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara resin akrilik polimerisasi panas yang dipoles menggunakan pumis, cangkang telur dan pasta gigi dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05). Uji LSD menunjukkan terdapat perbedaan nilai kekasaran permukaan antara kelompok A dengan kelompok B dengan nilai p = 0,0001 (p<0,05), kelompok A dengan kelompok C dengan nilai p = 0,032 (p<0,05), kelompok B dengan kelompok C dengan nilai p= 0,0001 (p<0,05). Nilai ini menunjukkan nilai kekasaran permukaan yang dipoles menggunakan bahan poles cangkang telur lebih baik dibandingkan dengan pemolesan menggunakan pumis dan pasta gigi, serta pemolesan menggunakan pasta gigi lebih baik dibandingkan menggunakan pumis. Daftar Rujukan: 45 ( ).

4 PERBEDAAN KEKASARAN PERMUKAAN BASIS RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS MENGGUNAKAN BAHAN PUMIS, CANGKANG TELUR DAN PASTA GIGI SEBAGAI BAHAN POLES SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : YUDI SETIAWAN NIM: FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

5 PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan tim penguji Medan, 28 September 2017 Pembimbing : Tanda tangan Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) NIP :

6 TIM PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 28 September 2017 TIM PENGUJI KETUA ANGGOTA : Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros(K) : 1. Syafrinani, drg., Sp.Pros(K) 2. Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros 3. Siti Wahyuni, drg., MDSc

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini dapat berjalan dan diselesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda (Yunasrul) dan Ibunda (Almh Afrince) yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang, doa, nasehat, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Nurvawati disertai kakak penulis, Oktavia Yolanda yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) selaku dosen pembimbing dan selaku Ketua Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi yang telah meluangkan waktu, memberikan pengarahan, saran, nasehat, dorongan tenaga, pemikiran, kesabaran, dukungan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi. 3. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros(K) selaku ketua tim penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros dan Siti Wahyuni, drg., MDSc selaku anggota tim penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8 5. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama masa pendidikan maupun selama penulisan skripsi di Fakultas Kedokteran Gigi. 6. Seluruh staf pengajar serta pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi atas motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. 7. Hasnidar, AmTG selaku pembimbing saat melakukan penelitian di Unit UJI Laboratorium Dental Fakultas Kedokteran Gigi yang telah membantu penulis dalam pembuatan sampel penelitian dan memberikan dukungan kepada penulis. 8. Prana Ugiana Gio, M.Si yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam analisis statistik. 9. Sahabat satu bimbingan penulis dalam menyelesaikan skripsi : Saima Putri Hasibuan yang telah bersama-sama berjuang, saling mendoakan, memberi semangat dan motivasi serta membantu dalam seluruh tahap penyelesaian skripsi. 10. Teman-teman terdekat terutama Nurul Gendis Maharani, Muhammad Sholeh, Leylan Syahputra Lbs, Annisya Ul-fatmah serta teman-teman angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan, perhatian, dukungan, dan dorongan semangat yang diberikan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. 11. Teman-teman seperjuangan yang melaksanakan penulisan skripsi di Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi : Rintan Permata Sari, Afrina Fadillah, Allya Nurul L, Sri Handayani, Karina Hypatia, Tasya Estu, Tri Rizky, Bayu Panca Nugraha, Nafsani Fauzia, Hanny Natasya, Riri Harliani, Ludwika P, Fitra Pratiwi, Ulita Khairunnisa, Jeweena AP, Yosanna, Jasspreet Kaur, Uswatun Hasanah, Hafisafriani, Dinda Talitha, Mira Ginta, Naro Ida Manuhuruk dan Afrita R atas dukungan dan bantuannya selama penulisan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi

9 khususnya Departemen Prostodonsia, serta pengembangan ilmu dikalangan masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi ridho-nya kepada kita semua. Medan, 28 September 2017 Penulis (Yudi Setiawan) NIM:

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv vii x xi xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat Praktis... 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigi Tiruan Syarat Basis Klasifikasi Basis Gigi Tiruan Logam Non-Logam Resin Akrilik Resin Akrilik Polimerisasi Panas... 12

11 2.3.1 Komposisi Manipulasi Sifat Sifat Mekanis Sifat Fisis Sifat Kemis Sifat Biologis Kekasaran Permukaan Pengertian Alat Uji dan Cara Pengukuran Tahapan Pembuatan Gigi Tiruan Pemolesan Mekanis Alat Bahan Pumis Cangkang Telur Pasta Gigi Kerangka Teori Kerangka Konsep Hipotesa Penelitian BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Sampel dan Besar Sampel Penelitian Sampel Penelitian Besar Sampel Penelitian Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Klasifikasi Variabel Penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat Variabel Terkendali Variabel Tidak Terkendali Definisi Operasional Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Pembuatan Sampel Tempat Pembuatan Bubuk Cangkang Telur Tempat Pengujian Sampel Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Alat untuk Menghasilkan Lempeng Uji Alat untuk Membuat Bubuk Cangkang Telur Alat untuk Menguji Lempeng Uji Bahan Penelitian... 39

12 3.6 Cara Penelitian Pembuatan Bubuk Cangkang Telur Persiapan Pembuatan Lempeng Uji Penelitian Pembuatan Mold Pengisian Resin Akrilik pada Mold Kuring Penyelesaian Pemolesan Cara Pengukuran Pengukuran Kekasaran Permukaan Kerangka Operasional Penelitian Analisis Data BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Nilai Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Setelah Dipoles dengan Bahan Poles Pumis, Cangkang Telur dan Pasta Gigi Sebagai Bahan Poles Perbedaan Nilai Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Menggunakan Pumis, Cangkang Telur dan Pasta Gigi Sebagai Bahan Poles BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Nilai Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Setelah Dipoles dengan Bahan Poles Pumis Cangkang Telur dan Pasta Gigi Sebagai Bahan Poles Perbedaan Nilai Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Menggunakan Pumis, Cangkang Telur dan Pasta Gigi Sebagai Bahan Poles BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Definisi operasional variabel bebas Definisi operasional variabel terikat Definisi operasional variabel terkendali Definisi operasional variabel tidak terkendali Nilai kekasaran permukaan antara basis resin akrilik polimerisasi panas yang dipoles menggunakan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi Perbedaan nilai kekasaran permukaan antara basis resin akrilik polimerisasi panas yang dipoles menggunakan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi berdasarkan uji ANOVA satu arah Perbedaan nilai kekasaran permukaan antara basis resin akrilik polimerisasi panas yang dipoles menggunakan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi berdasarkan uji LSD... 54

14 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Monomer metil metakrilat dan polimer metakrilat Profilometer Bentuk dan ukuran sampel untuk mengukur kekasaran permukaan Polishing Motor M2V Ball-Milling Ayakan laboratorium mesh Oven Listrik Profilometer kontak Pumis Sodium Lauryl Surfaktan (SLS) Pasta Gigi Cangkang telur ayam Perendaman dalam larutan sodium hipoklorit Membran cangkang telur ayam Pemanasan dalam oven listrik Pemblenderan cangkang telur Wadah dan bola penggiling Cangkang telur ayam dimasukkan kedalam wadah Mesin Ball-Milling Penyaringan bubuk cangkang telur ayam... 44

15 21 Model induk pada kuvet Mold yang berasal dari model induk Packing akrilik pada mold Pembuangan bagian tajam dengan fraser Penggunaan rotary grinder untuk menghaluskan akrilik Pemolesan dengan mesin M2V Manfredi Pengukuran kekasaran permukaan dengan profilometer... 49

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Statistik 2. Surat Keterangan Ethical Clearance 3. Surat Izin Penelitian Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU 4. Surat Izin Penelitian Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED 5. Surat Izin Penelitian Laboratorium Computer Numerically Controlled (CNC) Teknik Mesin Politeknik Medan 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED 8. Surat Keterangan Selesai Penelitian Laboratorium Computer Numerically Controlled (CNC) Teknik Mesin Politeknik Medan

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang berkontak langsung dengan mukosa mulut dan tempat terletaknya anasir gigi. 1 Walaupun terdapat banyak jenis material yang digunakan, umumnya basis gigi tiruan terbuat dari resin akrilik. Resin akrilik sudah digunakan sejak tahun 1937 setelah ditemukan oleh Dr. Walter Wright. Resin akrilik banyak digunakan karena tidak toksik, harganya relatif murah, mudah untuk dimanipulasi, direparasi, estetis karena dapat dibuat mirip dengan warna gingiva, serta mudah untuk dipoles. 2-4 Berdasarkan proses polimerisasi, resin akrilik diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu, resin akrilik polimerisasi panas, resin akrilik swapolimerisasi, dan resin akrilik polimerisasi sinar. 1-3 Sifat resin akrilik terbagi atas sifat mekanis, sifat kemis dan biologis, serta sifat fisis. Sifat mekanis basis gigi tiruan terdiri atas kekuatan tensil, kekuatan impak, fatique, crazing dan kekerasan. Sifat kemis terdiri dari penyerapan air dan stabilitas warna. Sifat biologis terdiri atas pembentukan koloni bakteri dan biokompatibilitas. Sifat fisis terdiri atas massa jenis, ekspansi termal, porositas, stabilitas dimensi dan kekasaran permukaan. 2 Basis gigi tiruan pada umumnya dibuat menggunakan resin akrilik polimerisasi panas. 2 Salah satu sifat fisis dari resin akrilik polimerisasi panas yang perlu diperhatikan adalah kekasaran permukaan, hal ini dikarenakan kekasaran permukaan merupakan faktor penting yang mempengaruhi secara langsung terhadap retensi plak bakteri, stain serta kenyamanan pasien dalam menggunakan gigi tiruan. Nassar dkk. (1995) dalam penelitiannya tentang proses terbentuknya plak pada basis dengan tingkat kekasaran permukaan yang berbeda, menyatakan permukaan basis yang kasar lebih banyak terjadi akumulasi plak daripada permukaan yang licin. 4 Rahal dkk. (2004) menyatakan permukaan yang halus pada basis merupakan faktor penting untuk kenyamanan pasien, dan berpengaruh terhadap estetis serta jangka waktu penggunaan gigi tiruan. Barbeau dkk. (2003) menyatakan terdapat korelasi langsung antara tingkat

18 kekasaran permukaan dan retensi plak, maturasi plak, koloni candida albicans, serta kaitannya dengan denture stomatitis. Machado (2011) menyatakan permukaan yang halus pada basis adalah syarat utama untuk mencegah akumulasi plak serta terjadinya denture stomatitis. 5 Srividya dkk. (2011) menyatakan permukaan yang halus dapat mempengaruhi sifat fisis resin akrilik polimerisasi panas seperti kekerasan permukaan. 6 Semakin tinggi nilai kekasaran permukaan basis gigi tiruan, maka akan menyebabkan akumulasi plak bakteri semakin banyak, hal ini dapat menyebabkan pengguna gigi tiruan mengalami penyakit candidiasis. 6 Quirynen dkk. (1990) menyatakan kekasaran permukaan yang ideal diterima dibidang kedokteran gigi sekitar R a =0,2 µm. Bollen dkk. (1997) menyarankan gigi tiruan serta restorasi gigi tidak boleh memiliki kekasaran permukaan lebih dari 0,2 µm. 4,7-12 Proses pemolesan diperlukan untuk mengurangi kekasaran permukaan agar mendapatkan nilai kekasaran permukaan yang ideal, yaitu dibawah 0,2 µm. 4 Pemolesan yang dilakukan pada basis resin akrilik menjadikan permukaan basis halus dan mengkilat tanpa merubah kontur basis. 13 Morgan dan Wilson. (2001) menyatakan gigi tiruan dan gigi anasir yang terbuat dari resin akrilik dapat menyebabkan menempelnya debris makanan, membentuk plak serta kalkulus apabila tidak dilakukan pemolesan yang baik. Gungor dkk. (2012) menyatakan pemolesan yang baik serta permukaan basis gigi tiruan yang halus, dapat lebih memudahkan pasien pengguna gigi tiruan dalam menjaga oral hygiene. 5,6 Proses pemolesan pada resin akrilik polimerisasi panas dapat dilakukan secara mekanis ataupun kemis. Pemolesan secara mekanis menggunakan alat pemoles dan bahan abrasif, untuk menghasilkan pengikisan yang terkendali pada permukaan basis, yang mana hasil pemolesan dipengaruhi oleh sifat bahan abrasif yang digunakan. Hanna dkk. (2008) menyatakan sifat bahan abrasif seperti ukuran partikel, komposisi bahan abrasif, kekerasan bahan berpengaruh langsung terhadap kualitas pemolesan. 5,14 Alternatif selain pemolesan mekanis adalah pemolesan yang dilakukan secara kemis. Pemolesan secara kemis diperkenalkan oleh Gotusso pada tahun 1969, pada teknik ini resin akrilik direndam didalam bahan pemoles kemis mengandung monomer methylmethacrylate yang dipanaskan pada suhu 75 0 C selama 10 detik, kelebihan dari teknik poles kemis ini adalah dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk memoles.

19 (4%). 20 Cangkang telur yang umum ditemukan sehari-hari, seperti cangkang telur ayam, Kekurangan dari pemolesan kemis adalah hasil pemolesan lebih kasar dibandingkan dengan menggunakan metode mekanis dan dapat mengurangi ketahanan mekanis resin akrilik. 4,5,11,15 Olivera dkk. (2008) dan Al-Kheraif AAA. (2014) menyatakan pemolesan secara mekanis lebih menghasilkan permukaan yang halus dibandingkan pemolesan yang dilakukan secara kemis. 5 Kekurangan dari proses pemolesan mekanis adalah membutuhkan waktu karena harus dilakukan secara bertahap untuk menghasilkan permukaan yang halus. 5,9,11,12 Bahan abrasif yang umum digunakan untuk memoles resin akrilik polimerisasi panas yang dapat dipakai yaitu tripoli, tin oksida, dan pumis. Pumis merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai bahan poles untuk resin akrilik dalam kedokteran gigi. 5,10 Pumis berasal dari bebatuan vulkanik yang memiliki pori-pori terbentuk akibat erupsi, memiliki tekstur kasar yang terdiri dari silika (SiO 2 ) 60-75%, alumina (Al 2 O 3 ) 13-17%, sodium oksida-potasium oksida (Na 2 O-K 2 O)7-8%, dan sedikit iron oksida (Fe 2 O 3 ), kalsium oksida (CaO), tin oksida (TiO 2 ). 14 Al-Kheraif AAA. (2014) melaporkan bahwa penggunaan pumis untuk pemolesan secara mekanis terhadap resin akrilik menghasilkan permukaan yang lebih halus dan tingkat kekasaran permukaan dibawah nilai 0,2 µm. 5 Bahan alternatif lain yang bersifat abrasif serta berpotensi sebagai bahan poles resin akrilik polimerisasi panas yaitu cangkang telur dan pasta gigi. 7,9 Cangkang telur merupakan bagian terluar telur yang berasal dari unggas atau reptil, memiliki tekstur keras dan berpori-pori, berguna untuk melindungi embrio dari kerusakan fisik dan penetrasi bakteri dari luar Cangkang telur memiliki kandungan kalsium karbonat (94-98,2%), kalsium fosfat (1%), magnesium karbonat (1%), dan bahan organik merupakan limbah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, menurut data Badan Pusat Statistik (2009) cangkang telur sangat melimpah di Indonesia yaitu ± ton per tahunnya. 21 Limbah cangkang telur telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kertas, bahan dasar cat, bahan kolagen pada kosmetik, kerajinan dan ukiran serta sebagai pupuk karena mengandung kalsium, magnesium dan fosfor. 16,24,25 Kandungan kalsium karbonat yang tinggi pada cangkang telur juga digunakan sebagai

20 bahan dasar obat-obatan dan suplemen kalsium. Kinǵ Ori (2011) menyatakan kalsium pada cangkang telur ayam memiliki komposisi yang mirip dengan tulang dan gigi, sehingga direkomendasikan sebagai suplemen kalsium bagi penderita osteoporosis. 25 Karena kandungan calcite yang berasal dari kalsium karbonat yang tinggi khususnya cangkang telur ayam (70,84%) dibandingkan dengan cangkang telur puyuh (55,46%) dan cangkang telur bebek (53,60%), cangkang telur ayam juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kertas abrasif dan roda amplas serta dapat digunakan sebagai bahan abrasif pada pasta gigi. 7,21 Calcite merupakan bahan yang umum digunakan sebagai penyusun utama dalam bahan abrasif, bahan ini diperoleh dari penambangan batu mineral dan secara alami ditemukan pada cangkang telur. 9,26 Onwubu dkk. (2016) menyatakan calcite pada kalsium karbonat yang berasal dari cangkang telur yang dihaluskan memiliki sifat abrasif dan dapat memoles permukaan basis gigi tiruan resin akrilik. 7 Pasta gigi memiliki efek pemolesan pada permukaan gigi, selain dapat meningkatkan nilai estetis, memiliki keuntungan untuk mengurangi akumulasi dari plak bakteri karena mengurangi kekasaran permukaan pada gigi. Kandungan bahan abrasif pada pasta gigi adalah kalsium karbonat, sodium bikarbonat, perlite serta silika. Efek abrasif pada pasta gigi tergantung dari seberapa banyak kandungan bahan tersebut. 9,21 Pasta gigi pada umumnya memiliki kandungan bahan abrasif sekitar 20-55% dari total beratnya. 9 Tarbet dkk. (1984) menyatakan pasta gigi yang memiliki tingkat abrasif rendah dapat memoles permukaan gigi tiruan. Pisani dkk. (2010) setelah melakukan percobaan pengaruh tingkat abrasif pasta gigi terhadap kekasaran permukaan resin akrilik, menyatakan pasta gigi yang memiliki kandungan silika memiliki efek pemolesan pada permukaan basis gigi tiruan Permasalahan Bahan basis gigi tiruan yang banyak digunakan saat ini adalah resin akrilik polimerisasi panas. Resin akrilik polimerisasi panas memiliki banyak kelebihan antara lain penyerapan air yang rendah, kekerasan permukaan tinggi, sudut kontak permukaan dengan air cukup besar, stabilitas warna baik, mudah dalam pembuatan dan perbaikan

21 serta permukaannya halus. Agar permukaan resin akrilik menjadi halus, maka diperlukan proses pemolesan. Pemolesan dilakukan terhadap basis gigi tiruan untuk mengurangi kekasaran permukaan, yang merupakan salah satu sifat fisis resin akrilik. Pemolesan yang baik akan menghasilkan permukaan basis yang halus, hal ini diketahui dapat lebih memudahkan pengguna gigi tiruan untuk menjaga kebersihan di dalam rongga mulut. Nilai kekasaran permukaan yang ditentukan dibidang kedokteran gigi disarankan agar tidak melewati dari 0,2 µm. Agar memperoleh nilai kekasaran permukaan dibawah nilai yang ditentukan, dilakukan pemolesan dengan alat dan bahan poles. Bahan pemoles mekanis yang umum digunakan dibidang kedokteran gigi untuk resin akrilik adalah pumis, tripoli dan tin oxide. Pumis merupakan bahan yang paling banyak dipilih di bidang kedokteran gigi, karena menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang lebih rendah dibanding tripoli dan tin oxide, proses pemolesan basis menggunakan pumis dicampur dengan air menjadi bentuk bubur. Jenis bahan lain yang bersifat abrasif yang dapat digunakan untuk pemolesan resin akrilik antara lain cangkang telur dan pasta gigi. Cangkang telur berasal dari telur hewan seperti unggas dan reptil yang berfungsi melindungi bagian dalam telur yaitu embrio, telur unggas seperti telur ayam secara umum banyak dikonsumsi manusia dan menyisakan cangkang telurnya sebagai limbah, limbah cangkang telur dilaporkan dapat menyebabkan masalah pencemaran lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran air serta pencemaran udara. Cangkang telur telah banyak digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat kertas abrasif, piringan abrasif, serta bahan kosmetik. Dari hasil penelitian membuktikan, cangkang telur ayam memiliki potensi sebagai nutrisi manusia karena kandungan kalsium yang tinggi. Walaupun cangkang telur ayam telah dimanfaatkan dan dipergunakan dalam berbagai hal, pemanfaatan dan penggunaan cangkang telur ayam secara umum sebagai bahan pemolesan terhadap basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas belum dipasarkan secara umum. Pasta gigi secara umum digunakan untuk membersihkan permukaan gigi, pasta gigi memiliki berbagai macam kandungan seperti bahan antimikrobial, detergen serta bahan yang bersifat abrasif, berfungsi untuk mengangkat stain, membersihkan debris

22 dan plak serta memoles permukaan gigi, sifat abrasif ini terjadi karena memiliki kandungan seperti silika, sodium bikarbonat dan kalsium bikarbonat. Berdasarkan penelitian tentang percobaan tingkat abrasif pasta gigi pada basis resin akrilik memperoleh pasta gigi yang memiliki kandungan bahan silika memiliki efek poles terhadap permukaan basis. Berdasarkan uraian di atas maka timbul pemikiran untuk memanfaatkan cangkang telur ayam sebagai bahan poles untuk mengurangi limbah yang mengakibatkan pencemaran air dan udara, serta pemanfaatan pasta gigi tidak hanya untuk membersihkan dan memoles gigi, tetapi dapat dimanfaatkan dalam pemolesan basis resin akrilik. 1.3 Rumusan Masalah Pada penelitian ini, permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Berapa nilai kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas setelah dipoles dengan bahan poles pumis, cangkang telur dan pasta gigi? 2. Apakah ada perbedaan nilai kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas menggunakan pumis, cangkang telur dan pasta gigi sebagai bahan poles? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui nilai kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas setelah dipoles dengan bahan poles pumis, cangkang telur dan pasta gigi? 2. Untuk mengetahui perbedaan nilai kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas menggunakan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi sebagai bahan poles? 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis 1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut tentang bahan abrasif lain yang berpotensi menjadi bahan poles basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas.

23 2. Sebagai usaha dalam mencari bahan poles lain yang lebih baik untuk menghaluskan kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas Manfaat Praktis 1. Sebagai usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah cangkang telur ayam serta pemanfaatan cangkang telur ayam dan pasta gigi sebagai bahan poles untuk basis resin akrilik polimerisasi panas. 2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan memberi informasi bagi masyarakat untuk memanfaatkan limbah cangkang telur ayam yang menumpuk dengan menggunakan prinsip recycle yaitu melakukan daur ulang limbah.

24 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigi Tiruan Menurut Glossary of Prosthodontic Terms, basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan tempat anasir gigi terletak. 1,23 Berbagai bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan seperti dari kayu, tulang, gading, emas, keramik dan cangkang kura-kura. Peralihan penggunaan bahan alami menjadi polimer sintetis sebagai bahan basis terjadi setelah ditemukan resin akrilik pada tahun ,29 Basis merupakan pondasi dari gigi tiruan, yang membantu mendistribusikan dan menyalurkan tekanan pengunyahan ke jaringan sekitar, serta memberi retensi dan dukungan terhadap gigi tiruan. Basis gigi tiruan saat ini umumnya terbuat dari resin akrilik atau terbuat dari logam. 1, Syarat Basis Persyaratan basis gigi tiruan yang ideal antara lain: 2,27,29 a. Biokompatibilitas : tidak toksik, tidak mengiritasi, tidak memiliki rasa dan bau b. Kekuatan lentur : tidak kurang dari 65 MPa untuk polimer yang dipolimerisasi dengan panas, 60 MPa untuk swapolimerisasi c. Modulus elastisitas : tidak kurang dari 2 GPa untuk polimer yang dipolimerisasi dengan panas, 1,5 GPa untuk swapolimerisasi d. Tahan terhadap abrasi, fatigue dan crazing e. Konduktivitas suhu yang baik f. Tidak mudah menyerap cairan di rongga mulut g. Memiliki stabilitas dimensi, stabilitas warna dan estetis h. Radiopak apabila dirontgen i. Melekat baik dengan anasir gigi

25 j. Mudah dibuat dan tidak membutuhkan biaya besar k. Mudah direparasi apabila fraktur, mudah dimanipulasi, serta murah l. Ringan, memiliki kepadatan yang rendah m. Tidak menyerap cairan rongga mulut n. Mudah dibersihkan Hingga saat ini belum ada satu pun bahan yang digunakan pada basis gigi tiruan yang memenuhi semua persyaratan diatas Klasifikasi Basis Gigi Tiruan Klasifikasi basis gigi tiruan dibagi menjadi dua kelompok yaitu logam dan nonlogam Logam Campuran logam yang umum digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan dapat terbuat dari emas, aloi emas, titanium aloi, kromium-kobalt atau nikel-kromium aloi. 1 Keuntungan basis logam: 1 a. Basis gigi tiruan pada mandibula lebih berat sehingga meningkatkan retensi serta stabilitas b. Konduktivitas suhu yang baik sehingga berpengaruh baik terhadap saraf sensoris c. Memiliki kekuatan yang tinggi walaupun ketebalan basis tipis, sehingga nyaman dipakai oleh pengguna gigitiruan d. Sifat mekanis yang baik Kekurangan basis logam: 1,2 a. Teknik pembuatan rumit dan relatif lebih mahal b. Pengerjaan membutuhkan lebih banyak waktu c. Membutuhkan cetakan refractory d. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang alergi dengan logam e. Tidak dapat diperbaiki atau dilapisi apabila fraktur

26 Non-Logam Bahan non-logam diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan sifat termis: Termoplastik Termoplastik adalah bahan yang dapat dilunakkan, dicetak dan dibentuk berulang-ulang dengan cara pemanasan dan dapat menjadi keras kembali setelah didinginkan tanpa terjadi perubahan kimia setelah diproses. Keuntungan termoplastik adalah stabil dan tahan terhadap fatique, kekuatan impak dan kekuatan tensil yang baik. Contoh jenis bahan termoplastik yang digunakan di bidang kedokteran gigi adalah nilon (poliamida), akrilik termoplastik dan polystyrene. 2, Termoset Termoset adalah bahan yang hanya dapat dicetak satu kali, hal ini dikarenakan bahan ini mengalami perubahan kimia saat pemrosesan dan secara permanen menjadi keras. Bahan termoset memiliki molekul berbentuk cross-linked yang tidak mengalami perubahan tempat saat pemanasan sehingga bahan ini tidak dapat dilunakkan dan dibentuk kembali menjadi bentuk lain setelah pemrosesan. Keuntungan termoset adalah tahan terhadap abrasi, lebih keras dibanding termoplastik dan stabilitas dimensi yang lebih baik. Contoh jenis bahan termoset adalah vulkanit dan resin akrilik. 9,32 Keuntungan basis non-logam: 32 a. Estetis karena dapat dibuat sewarna dengan gingiva b. Mudah untuk dimanipulasi dan diperbaiki c. Relatif lebih ringan d. Ekonomis, tidak membutuhkan biaya besar dalam pembuatan e. Pemrosesan yang sederhana Kekurangan basis non-logam: a. Mudah terjadi fraktur b. Pengeringan dan perendaman dapat mempengaruhi stabilitas dimensi c. Konduktivitas termal yang buruk

27 2.2 Resin Akrilik Resin akrilik dikenalkan sebagai bahan basis gigi tiruan pada tahun 1937, dan masih digunakan sampai sekarang oleh karena biaya pembuatan yang murah, mudah dimanipulasi, mudah dipoles dan diperbaiki, memberikan estetis yang baik serta biokompatibel didalam rongga mulut. 3 Berdasarkan proses polimerisasi, resin akrilik dibagi tiga: 1 1. Resin akrilik Swapolimerisasi Resin akrilk ini menggunakan dua aktivator reaktan, ketika dicampur terjadi reaksi kimia yang melepas radikal bebas, contoh dari reaktan ini adalah benzoil peroksida dan amine (dimethyl-p-toluidine). 29 Kelebihan dari resin akrilik swapolimerisasi adalah bahan ini mengalami shrinkage yang lebih sedikit. Dibandingkan dengan resin akrilik polimerisasi panas, resin akrilik swapolimerisasi memiliki monomer sisa 3% sampai 5%, hal ini meningkatkan resiko alergi, iritasi dan hipersensitivitas terhadap pasien pengguna bahan ini Resin Akrilik Polimerisasi Sinar Resin akrilik ini menggunakan energi cahaya sebagai aktivator untuk menghasilkan radikal bebas. Resin akrilik polimerisasi sinar terbuat dari uretan dimetakrilat, resin metakrilat, microfine silica, contoh inisiator dari bahan ini adalah camphoroquinone dan amine yang bereaksi ketika diberikan sinar tampak. 27 Polimerisasi terjadi dalam suatu unit kuring kusus yang berputar disinari dengan sinar tampak dengan panjang cahaya nm sekitar 10 menit. 29 Keuntungan dari resin akrilik polimerisasi sinar adalah lebih sedikit terjadinya shrinkage, diindikasikan untuk pasien yang alergi monomer metil metakrilat dan sifat kemis dan mekanis yang lebih baik dibanding dengan resin akrilik polimerisasi panas. Kekurangan dari penggunaan resin akrilik polimerisasi sinar adalah membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatan dan membutuhkan kuvet khusus untuk polimerisasi. 27

28 3. Resin Akrilik Polimerisasi Panas Resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari bubuk dan cairan. Polimerisasi resin akrilik terjadi ketika inisiator benzoil peroksida dipanaskan di dalam waterbath, sehingga membentuk radikal bebas dan bereaksi dengan monomer metil metakrilat Resin Akrilik Polimerisasi Panas Resin akrilik polimerisasi panas merupakan jenis resin yang paling banyak dipakai untuk pembuatan gigi tiruan. 2 Keuntungan resin akrilik polimerisasi panas: 27,29 - Lebih sedikit terjadi porositas - Lebih sedikit monomer sisa - Stabilitas warna relatif baik - Kekuatan impak relatif baik - Lebih sedikit terjadi shrinkage Kekurangan resin akrilik polimerisasi panas: 29 - Membutuhkan panas untuk polimerisasi - Ketahanan terhadap terjadinya crazing rendah, - Konduktivitas termal, fatique, kekuatan impak dan kekuatan tensil rendah Komposisi Resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari cairan dan bubuk dengan komposisi sebagai berikut: a. Cairan - Monomer metil metakrilat - Dibutyl phthalate - Etilen glikol dimetakrilat 1-2% (Cross-linking agent) untuk mencegah crazing - Hidroquinon 0,006% (Inhibitor)

29 b. Bubuk - Metil metakrilat (polimer) - Benzoil peroksida (Inisiator) - Zat pewarna seperti merkuri sulfida, kadmium sulfida -Serat sintetis seperti serat nilon atau serat akrilik Rumus kimia dari monomer metil metakrilat dan polimetil metakrilat dapat dilihat pada: (Gambar 1) Gambar 1. Monomer metil metakrilat dan polimer metil metakrilat Manipulasi Manipulasi dilakukan dengan pencampuran bubuk polimer dan cairan monomer dengan perbandingan berdasarkan volume 3 : 1 atau perbandingan berdasarkan berat 2 : 1. Perlu diperhatikan saat pencampuran bubuk dan cairan, apabila jumlah monomer saat manipulasi terlalu banyak (bubuk lebih sedikit dibanding cairan) maka dapat menyebabkan waktu untuk mencapai dough stage menjadi lebih lama dan porositas semakin banyak terjadi pada basis, apabila jumlah monomer saat manipulasi terlalu sedikit (bubuk lebih banyak dibanding cairan) maka dapat menyebabkan tidak semua polimer bereaksi dan basis menjadi berbutir-butir. 1,29

30 Cairan yang telah diukur dituang ke dalam pot porselen yang bersih dan kering, kemudian bubuk ditambahkan perlahan lalu diaduk, selama proses pencampuran antara cairan dan bubuk akan terjadi tahapan: Sandy stage : merupakan tahap terbentuknya campuran dengan konsistensi kasar menyerupai pasir. Pada tahap ini polimer secara bertahap bercampur dengan monomer. 2. Sticky stage : merupakan tahap dimana bahan akan melekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan dan berserat ketika ditarik 3. Dough stage : merupakan tahap saat monomer sudah berpenetrasi seluruhnya ke dalam polimer yang ditandai dengan tidak melekatnya bahan ke wadah pot. Tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mold gips. 4. Rubber stage : merupakan tahap saat monomer sudah tidak dapat bercampur dengan polimer lagi oleh karena telah terjadi penguapan cairan. Pada tahap ini, akrilik berwujud seperti karet dan tidak dapat dimasukkan lagi ke dalam mold. 5. Stiff stage : merupakan tahap akrilik menjadi kaku dan tidak dapat dibentuk lagi. Polimerisasi diperoleh oleh karena adanya panas. Reaksi sederhananya adalah sebagai berikut: 29 Cairan + Bubuk + Panas Polimer + Panas Monomer Polimer Eksternal Reaksi Sifat Sifat-sifat resin akrilik terdiri dari sifat mekanis, fisis, kemis dan biologis: 2, Sifat Mekanis Sifat mekanis dari bahan basis gigi tiruan adalah kekuatan impak, kekuatan tensil, kekerasan, fatique dan crazing. 2,27 Hal ini dipengaruhi oleh komposisi resin, teknik pemrosesan dan suhu polimerisasi. 29 a. Kekuatan Impak Kekuatan impak merupakan seberapa besar energi yang dapat diterima oleh bahan sebelum mengalami kerusakan. Resin akrilik pada umumnya memiliki kekuatan

31 impak yang relatif rendah. Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 15 J/m. Kekuatan impak pada resin akrilik berfungsi mencegah kerusakan ketika tidak sengaja terjatuh. 29 b. Kekuatan Tensil Kekurangan resin akrilik salah satunya adalah kekuatan tensil yang rendah. Kekuatan tensil resin akrilik adalah 50 MPa. Nilai ini menunjukkan resin akrilik dapat mengalami kerusakan ketika menerima tekanan. 36 c. Kekerasan Resin akrilik polimerisasi panas memiliki nilai kekerasan 20 VHN. Nilai ini menunjukkan resin akrilik merupakan bahan yang memiliki kekerasan yang rendah, mengakibatkan mudah tergores dan mengalami abrasif. 29 Kekerasan resin akrilik dapat dipengaruhi oleh kekasaran permukaan, yang mana semakin halus kekasaran permukaan maka kekerasan bahan semakin baik. 6,45 Oleh karena kekerasan permukaan yang rendah, penipisan dapat terjadi pada permukaan resin akrilik dikarenakan pemakaian pasta gigi abrasif sebagai pembersih dan selama penggunaan gigi tiruan saat mengunyah makanan. 2 d. Fatique Mekanisme fatique pada basis dapat menyebabkan fraktur pada basis, fatique pada resin akrilik disebabkan oleh karena kekuatan tensil yang rendah, tekanan pengunyahan yang berulang terjadi pada basis seiring waktu dapat menyebabkan terbentuknya retakan kecil sehingga terjadi fraktur. 2 e. Crazing Crazing merupakan retakan yang dapat terjadi di permukaan resin akrilik yang dapat melemahkan basis gigi tiruan. Retakan ini dapat berukuran mikroskopik atau makroskopik. Retakan-retakan ini dapat terbentuk akibat salah satu dari tiga mekanisme. Pertama, apabila pasien memiliki kebiasaan sering mengeluarkan gigi tiruan dan membiarkannya mengering, siklus penyerapan air yang berlanjut diikuti pengeringan saat dikeluarkan dapat menyebabkan crazing, oleh karena itu pasien diinstruksikan untuk menjaga gigi tiruan tetap dalam keadaan lembab. Kedua, penggunaan anasir gigi tiruan yang terbuat dari porselen juga dapat menyebabkan

32 crazing pada basis disekitar leher anasir gigi tiruan yang diakibatkan perbedaan koefisien ekspansi termal antara porselen dan resin akrilik (sekitar 1:10). Ketiga, crazing dapat terjadi selama perbaikan gigitiruan, ketika monomer metil metakrilat berkontak dengan resin akrilik yang telah mengeras dari bagian yang sedang diperbaiki. Penggunaan cross-linking agent yang berfungsi mengikat rantai-rantai polimer dapat mengurangi tingkat crazing. 2, Sifat Fisis Sifat fisis merupakan sifat bahan yang dapat diukur tanpa diberikan tekanan atau gaya pada bahan tersebut, terdiri dari massa jenis, porositas, ekspansi termal, stabilitas dimensi dan kekasaran permukaan. 2,12 a. Massa Jenis Resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan sehingga massa jenis resin akrilik relatif rendah, yaitu 1,19 g/cm b. Porositas Porositas dapat terbentuk apabila komposisi bubuk dan cairan tidak tepat, pengadukan yang tidak homogen dan suhu polimerisasi. Porositas dapat mengurangi sifat fisis, estetik, menyulitkan pembersihan gigi tiruan dan menyebabkan perlekatan makanan serta bakteri sehingga gigi tiruan menghasilkan bau yang tidak nyaman. 29,31 Porositas dapat terjadi secara internal dan eksternal. Porositas internal disebabkan oleh basis yang terlalu tebal serta penguapan monomer, oleh karena pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang cepat, hal ini dapat dicegah dengan penggunaan suhu yang rendah dan waktu yang lama saat proses kuring. Porositas eksternal disebabkan oleh karena saat manipulasi, pengadukan antara bubuk dan cairan kurang homogen dan tekanan saat proses pengepresan kurang, hal ini dapat dicegah dengan cara pengadukan adonan resin akrilik hingga homogen dan prosedur pengepresan yang baik. 29 c. Ekspansi termal Resin akrilik memiliki kestabilan kimia ketika dipanaskan. Resin akrilik memiliki nilai koefisien ekspansi termal yang tinggi yaitu 81 x C. 29

33 d. Stabilitas dimensi Resin akrilik dapat mengalami perubahan stabilitas dimensi ketika dilakukan pemrosesan oleh karena pengerutan termal ketika didinginkan dan pengerutan saat proses polimerisasi. Selama polimerisasi, kepadatan monomer berubah dari 0,94 g/cc menjadi 1,19 g/cc. Hal ini menyebabkan pengerutan volume adonan monomer dan polimer. Walaupun demikian, pengerutan ini tidak terlalu mempengaruhi ukuran gigitiruan. 29 e. Kekasaran permukaan Nilai kekasaran permukaan yang disarankan dibidang kedokteran gigi adalah kurang dari 0,2 µm. Nilai kekasaran permukaan pada resin akrilik berbeda-beda, tergantung dari teknik pemolesan dan bahan pemoles yang digunakan, apabila pemolesan dilakukan dengan baik, nilai kekasaran resin akrilik dapat mencapai 0,03 µm. Permukaan resin akrilik yang kasar selain dapat mengurangi nilai estetis, juga dapat menyebabkan terjadinya perlekatan plak bakteri, debris dan stain, meningkatkan resiko pasien pengguna gigi tiruan mengalami denture stomatitis. 5,11 Sifat kekasaran permukaan juga dapat mempengaruhi sifat resin akrilik lainnya seperti kekerasan permukaan, tensil, porositas, penyerapan air dan stabilitas warna. 6,44, Sifat Kemis Sifat kemis seperti penyerapan air dan stabilitas warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas bahan didalam rongga mulut. 2 a. Penyerapan Air Resin akrilik dapat menyerap air sekitar 0,7 mg/cm 2 (sekitar 2%) dan mengembang. Penyerapan air menyebabkan perubahan dimensi, tetapi tidak terlalu signifikan. Proses penyerapan air bersifat reversibel, apabila dikeringkan dapat melepaskan air dan terjadi pengerutan. Akan tetapi, penyerapan air dan pengeringan yang terjadi secara terus menerus harus dihindari karena dapat menyebabkan crazing pada basis gigi tiruan. 29 Penyerapan air berkaitan dengan terjadinya kolonisasi bakteri seperti C. Albicans yang dapat menyebabkan denture stomatitis. 2

34 b. Stabilitas Warna Stabilitas warna pada resin akrilik dikaitkan dengan lama pemakaian gigi tiruan, faktor yang menyebabkan perubahan warna dapat terjadi secara intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik disebabkan oleh perubahan warna dari matrik resin akrilik oleh karena adanya reaksi kemis, faktor ekstrinsik disebabkan oleh akumulasi plak dan pewarna makanan. 35 Resin akrilik pada umumnya menghasilkan stabilitas warna yang baik apabila dilakukan pemolesan yang baik Sifat Biologis Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang bahan dibidang kedokteran gigi, sifat biologis merupakan syarat penting dalam penggunaan bahan. Bahan yang layak dimasukkan ke dalam rongga mulut seharusnya tidak menimbulkan efek samping seperti tidak toksik, tidak menimbulkan alergi, tidak mengiritasi jaringan sekitar. 31 a. Pembentukan Koloni Bakteri Pembentukan koloni bakteri pada permukaan basis terkait dengan jenis bahan yang digunakan, pada resin akrilik polimerisasi panas, sifat penyerapan air, kekasaran permukaan, mikroporositas merupakan penyebab terbentuknya koloni bakteri didukung dengan buruknya oral hygiene pasien. Bakteri yang sering ditemukan pada basis adalah C. albicans (75%), C.glabrata (30%), C. dubliniensis, C. parapsilosis, C. krusei dan C. tropicalis. 27 b. Biokompatibilitas Masalah biokompatibilitas pada resin akrilik polimerisasi panas dikaitkan dengan monomer metil metakrilat sisa. Pemrosesan gigi tiruan saat kuring dengan suhu yang rendah atau waktu yang singkat menyebabkan banyaknya monomer sisa, monomer sisa mengalami difusi didalam rongga mulut yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas pada gingiva atau mukosa mulut, iritasi jaringan dan reaksi alergi pada pasien. 27,33 Pemrosesan gigi tiruan yang baik akan menyisakan sekitar 0,4% monomer sisa. 29 Standar ISO memberikan batas maksimal konsentrasi monomer sisa tidak lebih dari 2,2% dari keseluruhan berat basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas. 34

35 2.4 Kekasaran Permukaan Pengertian Kekasaran permukaan merupakan faktor penting yang mempengaruhi perlekatan plak bakteri, stain, kesehatan rongga mulut dan kenyamanan pasien. 4 Kekasaran permukaan merupakan bagian dari tekstur permukaan yang tidak teratur dan diukur dengan satuan mikrometer (µm), apabila nilai kekasaran permukaan tinggi maka permukaan suatu bahan dapat dikatakan memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar memiliki koefisien gesek yang tinggi dibandingkan dengan permukaan yang halus, hal ini menyebabkan lebih mudah terjadinya adhesi ke permukaan suatu bahan, kekasaran permukaan juga dapat mempengaruhi kekuatan suatu bahan, karena permukaan yang tidak rata dapat membentuk retakkan kecil. 26,37 Permukaan yang kasar juga mempengaruhi sifat fisis resin akrilik seperti kekerasan permukaan. Srividya dkk (2011) menyatakan kekerasan permukaan resin akrilik polimerisasi panas bertambah setelah dilakukan pemolesan pada permukaan resin akrilik. 6 Dalam bidang kedokteran gigi, nilai kekasaran permukaan yang diperbolehkan untuk bahan restorasi dan gigi tiruan adalah 0,2 µm. 5 Kontak antara permukaan restorasi atau gigi tiruan yang memiliki nilai kekasaran permukaan lebih dari 0,2 µm dengan jaringan sekitar dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien, dapat menyebabkan terjadinya iritasi, menyulitkan pasien untuk membersihkan rongga mulut, sehingga bakteri mudah melekat dan dapat menyebabkan bau mulut Alat Uji dan Cara Pengukuran Kekasaran permukaan dapat diukur dengan metode sentuhan dan metode tanpa sentuhan. Alat yang digunakan untuk mengukur metode sentuhan ini adalah profilometer (Gambar 2). Alat yang digunakan pada metode tanpa sentuhan antara lain: 38 a. Interferometry b. Confocal microscopy c. Variasi fokus d. Structured light

36 e. Electrical capacitance f. Mikroskop elektron dan photogrametry Metode sentuhan dilakukan dengan cara menarik stylus profilometer sepanjang permukaan yang ingin diuji. Metode ini dapat menggunakan pengukuran dua dimensi atau tiga dimensi. 37 Gambar 2. Profilometer Tahapan Pembuatan Gigi Tiruan Terdapat berbagai tahapan laboratorium dalam pembuatan gigi tiruan, seperti modelir malam, prosedur flasking, packing, kuring serta penyelesaian dan pemolesan untuk membuat gigitiruan. 41 Tahapan pertama kali adalah modelir malam dan penyusunan gigi anasair, setelah itu dilakukan pemrosesan gigi tiruan di laboratorium yaitu flasking, packing, kuring dan penyelesaian akhir serta pemolesan. 1,41 Dalam tahapan akhir, pemolesan pada resin akrilik dapat dilakukan dengan teknik mekanis atau kemis. 5 Pemolesan dengan teknik mekanis menggunakan mikromotor, bur fraser, kertas pasir, ragwheel dan pasta abrasif untuk menghasilkan pengikisan terkendali pada permukaan resin akrlik untuk mengurangi nilai kekasaran permukaan. 5 Alternatif dari pemolesan mekanis adalah pemolesan kemis, pemolesan secara kemis dikenalkan oleh Gotusso, teknik ini meggunakan bahan kemis monomer metil metakrilat yang

37 dipanaskan selama 75 0 C kemudian dilakukan perendaman resin akrilik selama 10 detik, diangkat dan dibiarkan kering selama 15 detik lalu dicuci dengan air mengalir selama 1 menit. 11,5 Pemolesan dengan teknik kemis memiliki keuntungan yaitu dapat menghemat waktu pengerjaan serta menghaluskan permukaan intaglio, kekurangan dari pemolesan kemis adalah dapat mempengaruhi sifat mekanis resin akrilik, karena bereaksi terhadap struktur polimer sehingga meningkatkan terjadinya deformasi dan hasil pemolesan secara kemis lebih kasar dibanding menggunakan teknik mekanis. 11, Pemolesan Mekanis Pemolesan mekanis harus dilakukan secara bertahap untuk menghasilkan permukaan yang halus dan mengkilat sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya. 11 Dimulai dengan menghaluskan permukaan basis dengan kertas pasir coarse, kemudian dilanjutkan dengan kertas pasir yang memiliki satu tingkatan kekasaran yang lebih kecil dari sebelumnya. Setelah permukaan menjadi halus, dapat dilanjutkan dengan proses pemolesan dengan menggunakan bahan poles sehingga menghasilkan permukaan yang mengkilat, bahan yang umum dipakai dalam kedokteran gigi untuk memoles resin akrilik adalah pumis, tin oxide dan tripoli. Bahan ini dicampur dengan air dan dengan menggunakan ragwheel dilakukan proses pemolesan. 29 Quirynen dkk. (1990) menyatakan pemolesan secara mekanis menghasilkan permukaan yang lebih halus dibandingkan dengan teknik kemis, hasil pemolesan mekanis pada resin akrilik berkisar antara 0,03 µm hingga 0,75 µm Alat Alat yang digunakan dalam proses pemolesan resin akrilik seperti mikromotor, bur fraser, kertas pasir dan ragwheel. 1,8,41 1. Mikromotor Mikromotor dalam proses pemolesan menggunakan straight handpiece, dan dapat ditempelkan instrumen pemolesan seperti bur fraser, ragwheel dan mandrill. Mikromotor dapat diatur dengan kecepatan 1500 RPM sebagai proses awal dari pemolesan, kemudian ditingkatkan menjadi 2800 RPM agar menghasilkan pemolesan

38 halus. 1,41 4. Ragwheel yang halus dan mengkilat, dalam proses pemolesan dengan kecepatan rotasi yang tinggi, penambahan air diperlukan agar mencegah terjadinya panas Bur Fraser Bur fraser digunakan dengan mikromotor untuk menghilangkan bagian tajam pada gigi tiruan. 1,41 3. Kertas Pasir Kertas pasir dapat dipotong sepanjang 5 cm dan dilekatkan pada mikromotor yang menggunakan mandril, kemudian kertas pasir dibasahkan untuk memudahkan proses penghalusan, penggunaan kertas pasir harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari ukuran terkasar, hingga ukuran halus untuk mendapatkan permukaan yang Ragwheel dapat terbuat dari bahan lembut seperti wol dan katun, agar menghasilkan permukaan yang halus dan mengkilat, penggunaan ragwheel dengan mikromotor harus ditambah dengan bahan abrasif serta air agar tidak menimbulkan panas berlebih Bahan Bahan abrasif yang umum dipakai dibidang kedokteran gigi untuk memoles resin akrilik polimerisasi panas adalah tin oxide, tripoli dan pumis. 1,8,41 1. Tin Oxide Tin oxide merupakan bahan poles yang sangat halus. Penggunaan bahan ini dalam bentuk pasta sebagai media pemoles gigi atau restorasi metal. Tin oxide dapat dicampur dengan air, alkohol atau gliserin Tripoli Tripoli merupakan bahan abrasif ringan yang berguna sebagai media pemoles. Bahan ini pertama kali ditemukan di daerah Tripoli, Afrika utara. Tripoli berasal dari bebatuan sedimen yang memiliki pori-pori, dapat berwarna putih, abu-abu, merah muda, merah atau kuning. Warna abu-abu dan merah merupakan jenis tripoli yang

39 dipakai dibidang kedokteran gigi. Tripoli digunakan sebagai pemoles logam aloi dan beberapa bahan resin akrilik. 9,29 3. Pumis Bahan pumis berasal dari aktivitas vulkanik gunung berapi. Pumis biasa digunakan sebagai pemoles resin akrilik, atau dapat juga digunakan sebagai bahan poles enamel gigi, emas dan amalgam Pumis Pumis tersusun dari beberapa bahan kimia dan karakteristik yang berporeus, dapat dihaluskan dan memiliki ukuran yang ringan. Terdiri dari Silika (SiO 2 ) 60-67%, alumina (Al 2 O 3 ) 13-17%, Sodium oksida-potasium oksida (Na 2 O-K 2 O)7-8%, dan sedikit iron oksida (Fe 2 O 3 ), kalsium oksida (CaO), tin oksida (TiO 2 ). 14 Pumis merupakan bahan yang umum dipakai dibidang kedokteran gigi sebagai bahan abrasif dengan ukuran partikel pada umumnya 0,15 µm, bahan ini secara signifikan dapat mengurangi nilai kekasaran permukaan pada basis gigi tiruan resin akrilik. Walaupun pumis secara efektif dapat menghaluskan permukaan basis gigitiruan, kekasaran permukaan yang dihasilkan dapat bervariasi tergantung kandungan mineral pada pumis Cangkang Telur Telur terdiri dari kuning telur, albumen (putih telur), selaput dan cangkang telur. Cangkang telur adalah bagian terluar telur yang berasal dari unggas dan beberapa reptil, memiliki tekstur keras dan berpori-pori, berguna untuk melindungi embrio dari kerusakan fisik, penetrasi bakteri dari luar dan dimangsa oleh binatang kecil. 16,17 Cangkang telur yang umum ditemukan sehari-hari seperti cangkang telur ayam merupakan limbah yang dapat menyebabkan polusi air dan udara, oleh karena itu berbagai pemanfaatan limbah cangkang telur dilakukan untuk mengurangi dampak polusi. 16,24,25 Cangkang telur juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas abrasif dan roda amplas serta dapat digunakan sebagai bahan abrasif pada pasta gigi. 7

40 Sifat bahan abrasif seperti kandungan dan ukuran partikel mempengaruhi kualitas pemolesan. Cangkang telur dapat digunakan sebagai bahan pemoles oleh karena memiliki kandungan calcite dari kalsium karbonat yang bersifat abrasif, pemisahan antara cangkang telur dengan selaput diperlukan untuk memaksimalkan penggunaan bahan ini. 39 Agar pemisahan dapat dilakukan, disarankan pemanasan tidak melebihi C karena dapat mengakibatkan terbentuknya karbon dioksida serta kalsium oksida yang dapat merubah struktur kalsium karbonat. 26 Cangkang telur oleh karena memiliki karakteristik berpori-pori, bahan ini dapat dihaluskan hingga ukuran 2 µm µm, oleh karena ukuran partikel dapat mempengaruhi kualitas pemolesan, ukuran partikel yang kecil dapat diperoleh dengan menggunakan ball-mill. Wu SC dkk. (2015) menyatakan penggilingan cangkang telur yang dilakukan selama satu jam dapat menghasilkan ukuran partikel sekitar 2,21 µm. 26,42,43 Proses pemolesan juga memerlukan penambahan air agar tidak menimbulkan panas berlebih, pada cangkang telur, kandungan kalsium yang tinggi menyebabkan cangkang telur sulit bercampur dengan air. Rahman dkk. (2014) menyarankan penambahan sodium lauryl surfaktan kedalam bubuk cangkang telur, agar memudahkan bercampurnya bubuk cangkang telur dengan air, sodium lauryl surfaktan merupakan bahan yang umum digunakan untuk meningkatkan kelarutan produk obatobatan. 7, Pasta Gigi Pasta gigi memiliki tiga peran penting, pertama sifat abrasif dan kandungan detergen yang secara efisien membuang debris, plak dan stain. Kedua, pasta gigi memiliki efek pemolesan terhadap gigi, yang berguna untuk meningkatkan nilai estetis dan berguna untuk mengurangi kekasaran permukaan gigi. Terakhir, pasta gigi mengandung bahan terapeutik, seperti flour. 9 Komponen dasar dari pasta gigi merupakan bahan abrasif, sekitar % dari total keseluruhan berat pasta gigi, bahan abrasif yang biasa digunakan dalam pasta gigi adalah campuran kalsium karbonat, hidrated alumina, hidrated silica dan sodium bikarbonat. 9 Ukuran partikel abrasif pada pasta gigi umumnya kurang dari 10 µm. 38

41 Jumlah dari bahan abrasif, ukuran partikel, serta kandungan bahan kimia lain pada pasta gigi berpengaruh terhadap tingkat abrasif suatu pasta gigi, penggunaan metode Relative Dentin Abrasivity (RDA) dilakukan untuk menilai tingkat keabrasifan pasta gigi. Semakin tinggi nilai RDA pasta gigi, maka semakin tinggi tingkat abrasifnya, akan tetapi, nilai RDA pasta gigi yang tinggi belum tentu menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang tinggi. 9,21 Pasta gigi juga dapat digunakan pada pasien pengguna gigi tiruan untuk membersihkan gigi tiruannya secara mekanis. Pembersihan gigi tiruan diperlukan untuk membuang debris makanan yang melekat serta memoles permukaan gigi tiruan. Tarbet dkk. (1984) menyatakan pasta gigi dengan tingkat abrasif yang rendah dapat memoles permukaan gigi tiruan. Pisani dkk. (2010) menyatakan kandungan silika pada pasta gigi memiliki efek poles pada permukaan basis gigi tiruan resin akrilik. 22

42 2.6 Kerangka Teori Bahan basis gigi tiruan Non logam Klasifikasi Syarat basis Logam Termoplastik Termoset Swapolimerisasi Resin akrilik Polimerisasi panas Polimerisasi sinar Sifat Tahapan Pembuatan Gigi Tiruan Mekanis Fisis Kemis Biologis Penyelesaian dan pemolesan Masa jenis Kemis Mekanis Porositas Ekspansi termal Alat Bahan Stabilitas dimensi Kekasaran permukaan Mikromotor Kertas pasir Bur fraser Ragwheel Polishing motor Pumis Cangkang telur Pasta gigi Tin Oxide Tripoli

43 2.7 Kerangka Konsep Basis resin akrilik polimerisasi panas Bahan pemoles resin akrilik polimerisasi panas Pumis Cangkang telur ayam Pasta Gigi Bahan abrasif: 60-67% Silika Bahan abrasif: 94-98,2% calcite pada kalsium karbonat Bahan abrasif: 20-55% Silika, kalsium karbonat Sifat Fisis Waktu Penghalusan menggunakan ball-mill >> Kandungan bahan abrasif >> Ukuran partikel Kandungan bahan abrasif << Ukuran partikel keefektifan proses pemolesan keefektifan proses pemolesan keefektifan proses pemolesan Kekasaran permukaan Pemolesan permukaan resin akrilik oleh bahan abrasif secara berulang dan terjadi pengikisan terkendali Nilai kekasaran permukaan

44 2.8 Hipotesis Penelitian Ho: Tidak ada perbedaan nilai kekasaran permukaan pada basis resin akrilik polimerisasi panas menggunakan bahan pumis, cangkang telur ayam dan pasta gigi sebagai bahan poles. Ha: Ada perbedaan nilai kekasaran permukaan pada basis resin akrilik polimerisasi panas menggunakan bahan poles pumis, cangkang telur ayam dan pasta gigi sebagai bahan poles.

45 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eksperimental Laboratoris. Suatu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu pengaruh sebab akibat yang timbul sebagai akibat adanya pemberian perlakuan tertentu. Penelitian ini menyelidiki adanya pengaruh antara beberapa eksperimen dengan cara memberikan perlakuan kepada suatu kelompok eksperimen, kemudian hasil dari kelompok yang telah diberi perlakuan tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol Sampel dan Besar Sampel Penelitian Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah resin akrilik polimerisasi panas. Pengukuran tingkat kekasaran permukaan menggunakan sampel yang berasal dari model induk yang terbuat dari logam dengan ukuran 50x20x3 mm (ISO ). 7 (Gambar 3). 20 mm 50 mm 3 mm Gambar 3. Bentuk dan ukuran sampel untuk mengukur kekasaran permukaan

46 3.2.2 Besar Sampel Penelitian Penentuan besar sampel minimal adalah berdasarkan rumus berikut: (t-1) (r-1) 15 Keterangan: t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan Dalam penelitian ini akan digunakan t = 3 karena jumlah perlakuan sebanyak tiga perlakuan yaitu pemolesan dengan pumis, cangkang telur dan pasta gigi. Jumlah (r) tiap kelompok sampel dapat ditentukan sebagai berikut: ( t 1 ) ( r 1 ) 15 ( 3 1 ) ( r 1 ) 15 2( r 1 ) 15 2r r r 17 / 2 r 8,5 Dari hasil di atas, jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok adalah sebanyak 8,5 sampel, maka jumlah sampel untuk tiap kelompok adalah 10 sampel dan total jumlah sampel untuk tiga kelompok adalah sebanyak 30 sampel. 3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Klasifikasi Variabel Penelitian Variabel Bebas 1. Basis resin akrilik polimerisasi panas 2. Pumis 3. Cangkang telur

47 4. Pasta gigi Variabel Terikat Kekasaran permukaan Variabel Terkendali 1. Ukuran Sampel 2. Perbandingan adonan gips keras 3. Perbandingan polimer : monomer 4. Waktu pengadukan gips keras 5. Tekanan pengepresan 6. Suhu dan waktu kuring 7. Penyelesaian akhir 8. Teknik pemolesan 9. Waktu pemolesan sampel 10. Jumlah bahan pemoles 11. Perbandingan bahan pemoles : air 12. Kecepatan putaran rotary-grinder 13. Waktu disinfeksi bahan 14. Suhu pemanasan bahan 15. Waktu pemanasan bahan 16. Perbandingan SLS : bahan 17. Kecepatan putaran ball-mill 18. Waktu penggilingan bahan Variabel Tidak Terkendali 1. Tekanan saat pemolesan 2. Besar partikel bubuk cangkang telur

48 3.3.2 Definisi Operasional Tabel 1. Definisi operasional variabel bebas No Variabel Bebas Definisi Operasional Skala Ukur Alat ukur Basis resin Bahan untuk basis gigi akrilik polimerisasi tiruan yang terdiri atas bubuk dan cairan yang panas setelah pencampuran dan dilakukan kuring berupa pemanasan membentuk suatu bahan padat dan kaku. Pumis Bahan abrasif yang - - berasal dari aktivitas 2 vulkanik yang digunakan untuk menghaluskan dan memoles basis resin akrilik Cangkang telur Bagian terluar telur - - yang dihaluskan 3 menjadi bubuk dan digunakan sebagai bahan poles 4 Pasta gigi Bahan yang mengandung detergen, bahan abrasif, dan bahan poles untuk membersihkan gigi - - Tabel 2. Definisi operasional variabel terikat No 1 Variabel Terikat Kekasaran permukaan Definisi Operasional Ukuran ketidakteraturan dari permukaan yang telah diproses akhir dan diukur dengan satuan mikrometer (µm) Skala Ukur Ratio Alat ukur Profilometer

49 Tabel 3. Definisi operasional variabel terkendali No Variabel Terkendali Definisi Operasional Ukuran sampel Sampel dengan ukuran 50 x 20 x 3 mm berbentuk persegi 1 panjang Skala Ukur - Alat ukur Kaliper Perbandingan adonan gips keras Perbandingan monomer dan polimer Waktu pengadukan gips Proses pencampuran gips dengan air yang dilakukan dalam mangkuk karet yang diaduk dengan spatula dan pengadukan dilakukan diatas vibrator dengan perbandingan 300 gr gips : 90 ml air untuk 1 kuvet Perbandingan monomer: polimer yang digunakan adalah 2 : 1 = 3 gr : 1,5 ml untuk 1 buah sampel. Total berat monomer dan polimer adalah 4,5 gr Waktu yang dibutuhkan untuk mengaduk gips selama 15 detik - Gelas ukur dan wadah air - Timbangan digital dan pipet tetes - Stopwatch 5 Tekanan pres Tekanan yang dibutuhkan untuk proses pengepresan kuvet, yaitu 1000 psi untuk pertama kali, kemudian 2200 psi untuk pengepresan kedua - Pres hidrolik (OL57 Manfredi, Italy)

50 Suhu dan waktu kuring Penyelesaian akhir Teknik pemolesan Waktu pemolesan sampel Proses kuring dilakukan dengan pemanasan air menggunakan waterbath yang dimulai dari suhu 70 0 C selama 90 menit (fase I) dan dilanjutkan dengan kenaikan suhu hingga C selama 30 menit (fase II), lalu kuvet didinginkan hingga mencapai suhu kamar Merapikan batang uji untuk menghilangkan bagian yang tajam dengan bur fraser. Kemudian dihaluskan dengan kertas pasir Cara pemolesan sampel agar diperoleh pemolesan yang merata. Pada penelitian ini pemolesan secara mekanis dengan polishing motor dan ragwheel Lamanya sampel dipoles dengan bahan poles yaitu selama 2 menit - Thermometer, Stopwatch Stopwatch Jumlah bahan pemoles Perbandingan bahan pemoles : air Jumlah bahan poles pumis, cangkang telur ayam dan pasta gigi yang diperlukan untuk memoles satu sampel adalah 30 gr Perbandingan bahan poles dengan air agar pemolesan tidak menghasilkan panas berlebih yaitu 6 : 1 atau 30 gr : 5 ml air - Timbangan digital - Timbangan digital dan pipet tetes

51 12 Kecepatan putaran rotarygrinder Kecepatan putaran rotary-grinder agar banyaknya bahan yang terkikis terkendali yaitu 1500 rpm Waktu disinfeksi bahan Suhu pemanasan bahan Waktu yang diperlukan untuk disinfeksi cangkang telur ayam yaitu 6 jam direndam dalam larutan sodium hipoklorit Suhu yang dibutuhkan agar membran pada kulit telur ayam terbakar yaitu C - Stopwatch Waktu pemanasan bahan Waktu yang diperlukan agar membran pada kulit telur ayam terbakar sempurna yaitu 6 menit - Stopwatch 16 Perbandingan SLS : bahan Jumlah bahan Sodium lauryl surfaktan : Bubuk cangkang telur adalah 1 : 21 gr Kecepatan putaran ballmill Kecepatan putaran ballmill agar menghasilkan ukuran partikel yang merata adalah 400 rpm Waktu penggilingan bahan Waktu yang dibutuhkan untuk penggilingan bahan menggunakan ball-mill adalah 1 jam - Stopwatch

52 Tabel 4. Variabel Tidak Terkendali No Variabel Tidak Definisi Operasional Terkendali 1 Tekanan saat Tekanan yang diperlukan pemolesan agar banyaknya bahan yang terkikis terkendali 2 Besar partikel Besar partikel bahan yang bubuk diperlukan dalam cangkang telur pemolesan, pada penelitian ini besar partikel adalah < 38 µm Skala Alat Ukur Ukur Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Pembuatan Sampel Unit UJI Laboratorium Dental FKG USU Tempat Pembuatan Bubuk Cangkang Telur Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED Tempat Pengujian Sampel Laboratorium Computer Numerically Controlled (CNC) Teknik Mesin Politeknik medan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli Alat dan Bahan Penelitian Alat yang Digunakan untuk Menghasilkan Lempeng Uji a) Kuvet besar untuk menanam model (Smic, China) b) Pres Hidrolik (OL 57 Manfredi, Italy)

53 c) Rubber bowl dan spatula d) Model induk terbuat dari logam dengan ukuran 50 mm x 20 mm x 3 mm e) Spatula semen untuk mengaduk resin akrilik dan pot pengaduk dari porselen f) Vibrator (Filli Manfredi Pulsar-2, Italy) g) Mata bur fraser h) Unit kuring (Filli Manfredi, Italy) i) Timbangan digital j) Vacuum Mixer (Whip Mix, Amerika Serikat) k) Mikromotor (Strong, Korea) l) Straight Handpiece (Strong, Korea) m) Lekron (Caredent, Amerika Serikat) n) Kertas pasir ukuran 400, 800, 1200 (Atlas, Indonesia) o) Rotary grinder (Metaserv, Inggris) p) Polishing motor(m2v Manfredi, Italy) (Gambar 4) q) Ragwheel Gambar 4. Polishing motor(m2v Manfredi, Italy) Alat yang Digunakan untuk Membuat Bubuk Cangkang Telur a) Blender (Philips HR-2057, China) b) Ball-Milling (Retsch PM 200 Series, Germany) (Gambar 5)

54 c) Ayakan laboratorium mesh 100 d) Ayakan laboratorium mesh 400 ASTM E (CV. Sembada Synergi, Indonesia) (Gambar 6) e) Oven (Nabertherm, USA) (Gambar 7) Gambar 5. Ball-Milling (Retsch PM 200 Series, Germany) Gambar 6. Ayakan laboratorium mesh 400 (ASTM E )

55 Gambar 7. Oven Listrik (Nabertherm, USA) Alat yang Digunakan untuk Menguji Lempeng Uji a) Profilometer kontak (MAHR M 300, USA) (Gambar 8) Gambar 8. Profilometer kontak (MAHR M 300, USA) Bahan Penelitian a) Gips keras b) Vaselin untuk bahan separasi c) Akuades d) Resin akrilik polimerisasi panas dan cold mould seal e) Sodium hipoklorit 2,5 % f) Pumis (Product Dentaire SA, Switzerland) (Gambar 9)

56 g) Sodium lauryl surfaktan (CV. Anugrahta Chemical, Indonesia) (Gambar 10) h) Pasta gigi (Pepsodent, Indonesia) (Gambar 11) i) Cangkang telur ayam Gambar 9. Pumis (Product Dentaire SA, Switzerland) Gambar 10. Sodium lauryl surfaktan (SLS) Gambar 11. Pasta gigi (Pepsodent)

57 3.6 Cara Penelitian Pembuatan Bubuk Cangkang Telur untuk Pemolesan Resin Akrilik a. Pengumpulan cangkang telur ayam dari berbagai tempat penjualan makanan (Gambar 12), pencucian dengan air mengalir dan disinfeksi dilakukan dengan cara perendaman dan disimpan selama 6 jam dalam cairan sodium hipoklorit (Gambar 13). Gambar 12. Cangkang telur ayam yang telah dikumpulkan Gambar 13. Perendaman dalam larutan sodium hipoklorit b. Pengeringan dan pembakaran membran telur pada cangkang telur ayam (Gambar 14), dengan cara pemanasan selama 6 menit dalam oven laboratorium jenis listrik dengan suhu C (Gambar 15). Cangkang telur kemudian dihancurkan menggunakan blender sehingga menjadi bubuk (Gambar 16).

58 Gambar 14. Membran cangkang telur ayam Gambar 15. Pemanasan dalam oven listrik Gambar 16. Pemblenderan cangkang telur

59 c. Penambahan bubuk sodium lauryl surfaktan 15 g ke dalam cangkang telur ayam (300 g) agar sewaktu pemolesan dapat memudahkan bubuk cangkang telur bercampur dengan air, kedua bahan ini diaduk dengan blender hingga homogen. d. Dengan menggunakan wadah khusus berisi bola penggiling ukuran 10 mm (Gambar 17), sebanyak 100 gram bubuk cangkang telur yang telah dicampur dengan SLS, kemudian dimasukkan kedalam kedua wadah (Gambar 18), dan dihaluskan dalam penggilingan ball milling selama satu jam, kecepatan putaran ball-mill diatur menjadi 400 rpm (Gambar 19). Gambar 17. Wadah dan bola penggiling Gambar 18. Cangkang telur ayam dimasukkan kedalam wadah

60 Gambar 19. Mesin Ball-Milling e. Agar menghasilkan ukuran partikel <38µm, bubuk cangkang telur ayam di ayak menggunakan mesh 100, dilanjutkan dengan ayakan 400 mesh agar menghasilkan ukuran partikel <38µm (Gambar 20). Gambar 20. Penyaringan bubuk cangkang telur ayam

61 3.6.2 Persiapan Pembuatan Lempeng Uji Penelitian Lempeng uji dibuat dari resin akrilik polimerisasi panas, diperoleh dari model induk yang terbuat dari logam dengan ukuran 50 mm x 20 mm x 3 mm Pembuatan Mold a. Membuat adonan gips, untuk kuvet atas = 200 gram gips : 100 ml air, kuvet bawah = 250 gram gips : 150 ml air. b. Adonan diaduk dengan spatula selama 15 detik kemudian dilanjutkan dengan vacuum mixer 30 detik. c. Seluruh bagian dalam kuvet diolesi dengan vaselin. Adonan dimasukkan ke dalam kuvet yang telah disiapkan di atas vibrator. d. Model induk diletakkan pada adonan dalam kuvet bawah, satu buah kuvet berisi 3 model induk (Gambar 21). Gambar 21. Model induk pada kuvet e. Diamkan sampai gips mengeras selama 60 menit. f. Permukaan gips diolesi vaselin dan kuvet atas diisi dengan adonan. g. Setelah gips keras, kuvet dibuka, model induk diangkat, mold yang didapat dituangi air panas sampai bersih untuk membuang vaselin yang tersisa (Gambar 22).

62 Gambar 22. Mold yang berasal dari model induk h. Setelah kering diolesi dengan separator, tunggu selama 20 menit (sesuai dengan petunjuk pabrik) Pengisian Resin Akrilik pada Mold a. Monomer dituang kedalam pot porselen dan masukkan polimer dengan perbandingan 2 gram polimer : 1 ml monomer sampai semua monomer terserap oleh polimer (sesuai petunjuk pabrik). Adonan diaduk dengan spatula stainless steel sampai monomer dan polimer tercampur dengan baik dan homogen. Adonan didiamkan kirakira selama waktu yang dianjurkan pabrik, sampai tidak lengket yaitu dough stage dan tidak menempel pada dinding pot porselen, dan siap dimasukkan ke dalam mold. b. Mold yang permukaannya telah diolesi cold mould seal diisi penuh dengan adonan resin akrilik (Gambar 23). Gambar 23. Packing akrilik pada mold

63 c. Letakkan plastik selopan diantara kuvet atas dan bawah, dan di pres perlahan dengan pres hidrolik dengan tekanan 1000 psi. Kuvet dibuka kembali dan akrilik yang berlebih dipotong menggunakan lecron mass. Kuvet atas ditutup lalu dilakukan penekanan akhir sampai 2200 psi. Baut kuvet dipasang untuk mempertahankan kuvet atas dan bawah rapat dan biarkan selama 15 menit Kuring Kuvet dimasukkan ke dalam water bath, mula-mula suhu dan waktu kuring diatur yakni 70 0 C dibiarkan selama 30 menit, kemudian suhu dan waktu kuring dinaikkan menjadi C dibiarkan selama 90 menit, setelah itu kuvet dibiarkan dingin sampai mencapai suhu kamar Penyelesaian Lempeng uji dikeluarkan dari kuvet, kemudian dirapikan untuk menghilangkan bagian yang tajam dengan menggunakan bur fraser (Gambar 24). Lempeng uji dihaluskan dengan kertas pasir dari ukuran 400, 800, 1200 dengan menggunakan rotary grinder dan pemegang yang terbuat dari resin akrilik swapolimerisasi (Gambar 25). Gambar 24. Pembuangan bagian tajam dengan fraser

64 Gambar 25. Penggunaan rotary grinder untuk menghaluskan akrilik Pemolesan Lempeng uji yang telah halus permukaannya kemudian dipoles menggunakan polishing motor dan ragwheel dengan bahan pumis, bubuk cangkang telur dan pasta gigi dengan perbandingan 30 gram bahan dan 5 ml air selama 2 menit (Gambar 26). Gambar 26. Pemolesan dengan mesin M2V Manfredi

65 3.7. Cara Pengukuran Pengukuran Kekasaran Permukaan Nilai kekasaran permukaan (Rα) dari sampel diukur menggunakan profilometer, dengan kalibrasi cut-off filter 0,8 mm, evaluation length 4,00 mm, range 5,1 µm. Tiap sampel dilakukan pengulangan pengukuran sebanyak 3 kali (Gambar 27). Gambar 27. Pengukuran kekasaran permukaan dengan profilometer

66 3.8 Kerangka Operasional Penelitian Pembuatan model induk Menanam model induk dalam kuvet Pengisian mold dengan RAPP Kuring Pengumpulan limbah cangkang telur ayam dari berbagai tempat penjualan makanan Pencucian cangkang telur dengan air dan perendaman dengan larutan sodium hipklorit selama 6 jam Pengeringan dan pembakaran selaput membran pada cangkang telur ayam dengan oven selama 6 menit dengan suhu C Dihancurkan dengan menggunakan blender Penyelesaian akhir Penambahan bubuk SLS dalam cangkang telur dengan perbandingan 1 : 21 gram Proses pemolesan Penghalusan dengan ball-milling dengan ukuran bola 10 mm selama 60 menit dengan kecepatan 400 rpm Pumis Pasta gigi Bubuk cangkang telur Penyaringan dengan ayakan laboratorium mesh 100 dilanjutkan dengan mesh 400 Pengukuran kekasaran permukaan dengan profilometer Pengumpulan data Hasil

67 3.9 Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Analisis Univarian untuk mengetahui nilai rata-rata dan standar deviasi nilai kekasaran permukaan masing-masing kelompok. b. Uji one way ANOVA untuk mengetahui perbedaan kekasaran permukaan setelah dipoles dengan bahan pumis, cangkang telur, pasta gigi pada resin akrilik polimerisasi panas. c. Uji LSD (Least Significant Different) untuk mengetahui pasangan perlakuan mana yang bermakna antar kelompok yang diberi perlakuan dengan α = 0,05.

68 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Nilai Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Setelah Dipoles dengan Bahan Poles Pumis, Cangkang Telur dan Pasta Gigi Hasil penelitian menunjukkan nilai kekasaran permukaan yang terkecil pada kelompok A adalah 0,074 µm dan nilai yang terbesar adalah 0,122 µm. Nilai kekasaran permukaan yang terkecil pada kelompok B adalah 0,047 µm dan nilai yang terbesar adalah 0,073 µm. Nilai kekasaran permukaan yang terkecil pada kelompok C adalah 0,064 µm dan nilai yang terbesar adalah 0,111 µm. Nilai rerata kekasaran permukaan dianalisis dengan menggunakan uji Univarian. Nilai rerata kekasaran permukaan pada kelompok A adalah 0,102 ± SD 0,016 µm. Nilai rerata pada kelompok B adalah 0,059 µm ± SD 0,008 µm. Nilai rerata pada kelompok C adalah 0,088 µm ± SD 0,015 µm. (Tabel 5) Tabel 5. Nilai kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas menggunakan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi sebagai bahan poles No. Sampel Kekasaran Permukaan (µm) Kelompok A Kelompok B Kelompok C 1 0,118 0,064 0, ,122* 0,051 0, ,104 0,064 0, ,090 0,050 0, ,074** 0,060 0, ,103 0,059 0,064** 7 0,079 0,073* 0, ,104 0,066 0,111* 9 0,108 0,047** 0, ,121 0,058 0,092 X = 0,102 SD= 0,016 X = 0,059 SD= 0,008 X = 0,088 SD= 0,015 Keterangan : * nilai terbesar ** nilai terkecil

69 4.2 Perbedaan Nilai Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Menggunakan Bahan Pumis, Cangkang Telur dan Pasta Gigi Sebagai Bahan Poles Perbedaan nilai kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas setelah dipoles dengan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi sebagai bahan poles dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA satu arah. Sebelum pengujian ANOVA, dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui bahwa sebaran data normal. Hasil uji normalitas data diperoleh nilai signifikansi p = 0,309 untuk kelompok A, nilai signifikansi p = 0,816 untuk kelompok B dan nilai signifikansi p = 0,831 untuk kelompok C (p>0,05). Hal ini menunjukkan data memenuhi asumsi normalitas. Setelah itu, dilakukan uji homogenitas data dengan menggunakan uji Levene untuk mengetahui bahwa data benar-benar homogen. Hasil uji homogenitas diperoleh nilai 2,333 dengan tingkat signifikansi p = 0,116 (p>0,05). Hal ini menunjukkan data yang diperoleh homogen. Dari hasil uji ANOVA diperoleh signifikansi p = 0,0001 (p<0,05), berarti terdapat perbedaan kekasaran permukaan secara bermakna minimal pada dua kelompok di antara kelompok A, kelompok B dan kelompok C ( Tabel 6). Tabel 6. Perbedaan nilai kekasaran permukaan antara basis resin akrilik yang dipoles menggunakan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi berdasarkan uji ANOVA satu arah Kelompok Kekasaran Permukaan (µm) n X ± SD p A (Menggunakan pumis) 10 0,102± 0,016 B (Menggunakan 10 0,059± 0,008 cangkang telur) 0,0001* C (Menggunakan 10 0,088± 0,015 pasta gigi) Keterangan : * signifikan

70 Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna maka dilakukan uji LSD (Least Significant Different). Berdasarkan hasil uji LSD dapat terlihat perbedaan bermakna pada kelompok A dengan kelompok B dengan nilai p = 0,0001 (p<0,05), kelompok A dengan kelompok C dengan nilai p = 0,032 (p<0,05), kelompok B dengan kelompok C dengan nilai p= 0,0001 (p<0,05) (Tabel 7). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nilai kekasaran permukaan antara kelompok A dengan kelompok B, kelompok A dengan kelompok C dan kelompok B dengan kelompok C. Berdasarkan hal tersebut, kelompok B memiliki nilai kekasaran permukaan yang lebih baik dibandingkan kelompok C, sedangkan kelompok C memiliki nilai kekasaran permukaan yang lebih baik dibandingkan kelompok A. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan signifikan nilai kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas menggunakan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi sebagai bahan poles. Tabel 7. Perbedaan nilai kekasaran permukaan antara basis resin akrilik yang dipoles menggunakan bahan pumis, cangkang telur dan pasta gigi berdasarkan uji LSD Kelompok A (Pumis) Kelompok B (Cangkang telur) Kelompok C (Pasta gigi) Kelompok A (Pumis) Kelompok B (Cangkang telur) Kelompok C (Pasta gigi) - p = 0,0001* p = 0,032* p = 0,0001* - p = 0,0001* p = 0,032* p = 0,0001* - Keterangan : * signifikan

71 BAB 5 PEMBAHASAN Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental laboratoris yaitu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu gejala atau pengaruh yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya perbedan nilai kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas setelah pemolesan dilakukan dengan cara memberi perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen kemudian hasil dari kelompok yang diberi perlakuan tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada penelitian ini kelompok kontrolnya yaitu kelompok resin akrilik polimerisasi panas yang dipoles menggunakan bahan pumis. 5.1 Nilai Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Setelah Dipoles dengan Bahan Poles Pumis, Cangkang Telur dan Pasta Gigi Nilai kekasaran permukaan pada tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai terkecil kelompok A adalah 0,074 µm dan nilai yang terbesar adalah 0,122 µm. Nilai kekasaran permukaan yang terkecil pada kelompok B adalah 0,047 µm dan nilai yang terbesar adalah 0,073 µm. Nilai kekasaran permukaan yang terkecil pada kelompok C adalah 0,064 µm dan nilai yang terbesar adalah 0,111 µm (Tabel 5). Setiap sampel dalam satu kelompok memiliki nilai kekasaran permukaan yang bervariasi. Hal ini dapat disebabkan oleh penekanan sampel saat dilakukan penghalusan dan pemolesan pada alat rotary grinder dan polishing motor. Walaupun menggunakan pemegang sampel yang dibuat menggunakan resin akrilik swapolimerisasi, setiap sampel mendapatkan tekanan yang berbeda selama pemolesan oleh karena dilakukan secara manual menggunakan tangan operator. Adanya perbedaan tekanan ini akan mengakibatkan perbedaan tinggi puncak dan lembah dari alur yang terbentuk pada garis pemolesan. Apabila tekanan sedikit diberikan, maka akan mengakibatkan pengikisan pada permukaan bahan tidak terjadi secara menyeluruh, akan tetapi apabila tekanan yang

72 diberikan terlalu besar, maka semakin banyak bagian dari puncak dan lembah alur yang terbuang sehingga rerata kekasaran permukaan yang dihasilkan akan semakin kecil bahkan dapat menyebabkan pengikisan yang terlalu berlebihan pada permukaan bahan. Hal ini akan mengakibatkan setiap sampel dalam satu kelompok yang sama memiliki nilai kekasaran permukaan yang berbeda walaupun dilakukan dengan teknik, bahan pemoles dan waktu yang sama. Pengukuran kekasaran permukaan menggunakan profilometer dilakukan berlawanan dengan arah garis pemolesan, diukur pada pertengahan sampel serta dilakukan sebanyak tiga kali agar mendapatkan nilai kekasaran permukaan yang valid. Hasil yang didapatkan dari pengukuran pertama, kedua, dan ketiga pada setiap sampel yang sama dapat menunjukkan nilai yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan garis yang dilewati stylus pada setiap pengukuran. Setiap pengukuran, stylus melewati garis yang berbeda dengan kedalaman puncak dan lembah alur yang berbeda juga, dimana semakin dalam alur yang terbentuk yang dilewati stylus setelah pemolesan maka nilai kekasaran permukaan yang dihasilkan akan semakin besar. Menurut ISO yang dimaksud dengan kekasaran permukaan adalah penyimpangan rerata aritmetik dari garis rerata profil, sehingga semakin dalam alur yang terbentuk pada profil maka akan semakin besar nilai rerata penyimpangan yang dihasilkan. Nilai rerata kekasaran permukaan pada kelompok A adalah 0,102 ± SD 0,016 µm. Pumis merupakan bahan poles yang paling banyak digunakan sebagai pemoles resin akrilik dibandingkan bahan poles tripoli dan tin oxide, yang dapat menurunkan nilai kekasaran permukaan resin akrilik dibawah nilai kekasaran permukaan ideal yang diterima dibidang kedokteran gigi. Nilai rerata kekasaran permukaan pada kelompok B adalah 0,059 ± SD 0,008 µm. Onwobu SC dkk. (2016) menyatakan pemolesan resin akrilik polimerisasi panas dengan menggunakan bubuk cangkang telur dengan ukuran partikel 0,3 µm dapat menghasilkan nilai kekasaran permukaan hingga 0,03 µm. 26 Dalam penelitian ini, rerata ukuran partikel bubuk cangkang telur adalah 2,21 µm dan dapat menghasilkan nilai kekasaran permukaan hingga 0,047 µm. Kandungan calcite pada kalsium karbonat berperan penting dalam proses pemolesan untuk menurunkan

73 nilai kekasaran permukaan, yang berperan sebagai bahan abrasif, oleh karena tingginya kandungan bahan tersebut hingga 98,2%, menjadikan bubuk cangkang telur dapat memoles permukaan resin akrilik secara efisien. Nilai rerata kekasaran permukaan pada kelompok C adalah 0,088 ± SD 0,015 µm. Rerata ukuran partikel dari pasta gigi adalah <10 µm, yang merupakan keunggulan dari bahan ini, akan tetapi jumlah bahan abrasif pada pasta gigi lebih sedikit, yaitu 20% - 55%, hal ini dapat mempengaruhi keefektifan saat pemolesan. 9,38 Dalam penelitian ini memperoleh, pemolesan dengan menggunakan bahan pasta gigi memiliki nilai kekasaran permukan terendah adalah 0,064 µm. 5.2 Perbedaan Nilai Kekasaran Permukaan Basis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Menggunakan Pumis, Cangkang Telur dan Pasta Gigi Sebagai Bahan Poles Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5, nilai kekasaran permukaan pada kelompok A yaitu sebesar (0,102 ± 0,016 µm), nilai kekasaran permukaan kelompok B (0,059 ± 0,008 µm) dan nilai kekasaran permukaan kelompok C (0,088 ± 0,015 µm). Dari hasil uji ANOVA satu arah pada tabel 6 terlihat bahwa ada perbedaan bermakna minimal pada dua kelompok karena diperoleh signifikansi p = 0,001 (p<0,05). Kelompok A memiliki nilai kekasaran permukaan dibawah nilai kekasaran ideal yang diterima dibidang kedokteran gigi. Kelompok A yang diberi perlakuan pemolesan dengan pumis memiliki nilai rerata kekasaran permukaan 0,102 ± 0,016 µm, nilai ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang memiliki nilai rerata kekasaran permukaan 0,130 ± 0,03 µm. 7 Hanna BA dkk. (2008) menyatakan pumis dapat menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang berbeda-beda, oleh karena komposisi yang bervariasi tergantung persentase kandungan mineral silika yang berkisar 60% - 67%, sehingga dapat mempengaruhi sifat abrasif bahan tersebut. 13 Kelompok B yaitu kelompok yang diberi perlakuan pemolesan dengan bubuk cangkang telur, memiliki nilai rerata kekasaran permukaan 0,059 ± 0,008 µm, nilai rerata ini tidak jauh berbeda dengan nilai rerata penelitian sebelumnya. Onwubu SC dkk. (2016) memperoleh nilai kekasaran permukaan resin akrilik setelah dipoles

74 menggunakan bubuk cangkang telur memiliki nilai rerata 0,069 ± 0,014 µm. 7 Perbedaan yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah saat pemrosesan bubuk cangkang telur. Penelitian sebelumnya, dalam pemrosesan penggilingan dengan menggunakan ball-mill dilakukan selama 40 menit, sedangkan pada penelitian ini menggunaan ball-mill dilakukan selama 60 menit. 7 Wu SC dkk. (2015) menyatakan penggilingan cangkang telur dengan menggunakan ball-mill selama 60 menit dapat menghasilkan rerata ukuran partikel 2,21 µm. 43 Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui semakin lama waktu penggilingan dengan ball-mill dapat menghasilkan ukuran partikel yang semakin kecil. Selain tekanan saat pemolesan, faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai kekasaran permukaan adalah ukuran partikel bahan pemoles, ukuran partikel bahan pemoles yang kecil memiliki kelebihan berupa dapat menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang rendah. 29 Penggunaan pemegang sampel juga mempengaruhi hasil nilai kekasaran permukaan, oleh karena sampel yang menggunakan pemegang mendapatkan pemolesan yang merata disetiap bagian. Hal ini dapat dilihat dari hasil rerata sampel kelompok B pada penelitian ini yang memiliki nilai 0,059 µm, sementara pada penelitian sebelumnya yang hanya menggunakan tangan dalam proses pemolesan memiliki nilai rerata 0,069 µm. 7 Kelompok C berdasarkan penelitian ini memiliki nilai kekasaran permukaan rerata 0,088 ± 0,015 µm. Alasan pasta gigi dapat mengurangi nilai kekasaran permukaan sesuai dengan penelitian Tarbet dkk. (1984) menyatakan pasta gigi yang memiliki tingkat abrasif rendah dapat memoles permukaan gigi tiruan. Pisani dkk. (2010) setelah melakukan percobaan pengaruh tingkat abrasif pasta gigi terhadap kekasaran permukaan resin akrilik, menyatakan pasta gigi yang memiliki kandungan silika memiliki efek pemolesan pada permukaan basis gigi tiruan. 22 Walaupun ukuran partikel pasta gigi lebih kecil dibandingkan bahan poles kelompok A dan kelompok B yang mana menjadi kelebihan dari pasta gigi, jumlah bahan abrasif yang terdapat pada pasta gigi lebih sedikit dibandingkan kelompok A dan kelompok B, hal ini menjadikan kemampuan abrasif pasta gigi rendah sehingga efektifitas saat pemolesan berkurang. Hasil uji LSD (Least Significant Different) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok A dengan kelompok B dengan nilai p = 0,0001 (p<

75 0,05), kelompok A dengan kelompok C dengan nilai p = 0,032 (p< 0,05) dan kelompok B dengan kelompok C dengan nilai p = 0,0001 (p< 0,05). Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat secara statistik kelompok B menghasilkan nilai kekasaran permukaan paling baik dibandingkan kelompok A dan kelompok C, sedangkan kelompok C menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang lebih baik dibandingkan kelompok A. Kelompok B yaitu cangkang telur memiliki kelebihan utama dibanding bahan lain, berupa jumlah bahan abrasif tertinggi dibandingkan bahan lain yaitu kandungan kalsium karbonat berkisar 94-98,2%. 20 Kelebihan lain berupa pemrosesan penghalusan menggunakan ball-mill yang diperlama, juga terbukti dapat menurunkan ukuran partikel cangkang telur, sehingga ukuran partikel rerata cangkang telur menjadi 2,21 µm. 43 Kedua kelebihan tersebut menjadikan proses pemolesan menjadi efisien dibandingkan bahan poles A dan B. Secara klinis, nilai kekasaran permukaan yang diterima dibidang kedokteran gigi adalah kurang dari 0,2 µm. 4,5,8 Berdasarkan hal tersebut, kelompok A, kelompok B dan kelompok C telah memenuhi syarat nilai kekasaran permukaan untuk digunakan sebagai basis gigi tiruan. Ketiga bahan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing, pada kelompok A dengan menggunakan bahan poles pumis, merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk resin akrilik karena telah terbukti dapat mengurangi nilai kekasaran permukaan dibawah nilai 0,2 µm, akan tetapi memiliki kekurangan ketersediaan bahan yang hanya dapat ditemukan pada tempat penjualan tertentu dan tidak dapat diolah sendiri. Kelompok B yaitu cangkang telur memiliki kelebihan berupa ketersediaan bahan yang tergolong melimpah berdasarkan data dari badan pusat statistik, apabila bahan ini dimanfaatkan, tidak hanya dapat mengurangi limbah yang dapat mencemari lingkungan, berupa pencemaran air dan pencemaran udara, bahan ini juga dapat menghasilkan nilai ekonomis di masyarakat, akan tetapi cangkang telur masih memiliki kekurangan, yaitu, dalam pengolahan cangkang telur yang telah disederhanakan dibandingkan penelitian sebelumnya, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam hal pengolahan bahan tersebut. Kelompok C memiliki kelebihan berupa bahan ini dapat dengan mudah dijumpai dimanapun oleh karena umumnya masyarakat menggunakan bahan ini, serta dapat menghasilkan nilai

76 kekasaran yang lebih baik dibandingkan kelompok A, akan tetapi bahan pasta gigi ini dalam mengurangi nilai kekasaran permukaan masih belum lebih baik dibandingkan bahan cangkang telur. Perbedaan rerata setiap kelompok sampel menunjukkan bahwa kelompok B memiliki nilai kekasaran permukaan yang terkecil dan nilai kekasaran permukaan yang terbesar terdapat pada kelompok A. Tabel 6 dan tabel 7 menunjukkan nilai kekasaran permukaan pada kelompok B dan kelompok C lebih baik dibandingkan dengan kelompok A. Kekurangan yang terdapat pada penelitian ini adalah adanya perbedaan tekanan yang tidak bisa dikendalikan selama proses pemolesan saat menggunakan polishing motor. Hal ini dapat mempengaruhi nilai kekasaran permukaan setiap sampel pada kelompok yang sama oleh karena perbedaan jumlah pengikisan yang terjadi pada permukaan bahan. Kelemahan dari penelitian ini terdapat pada profilometer, profilometer kontak hanya menghasilkan nilai kekasaran permukaan, sehingga peneliti tidak mengetahui tampilan permukaan dari sampel yang diuji, oleh karena itu perlu penggunaan mikroskop elektron (scanning electron microscope) agar mendapatkan tampilan kekasaran permukaan sampel serta menambah ke akuratan nilai kekasaran permukaan.

77 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian eksperimental laboratoris yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Nilai rerata ± SD kekasaran permukaan basis resin akrilik polimerisasi panas setelah dipoles dengan pumis adalah 0,102 ± 0,016 µm, setelah dipoles dengan cangkang telur adalah 0,059 ± 0,008 µm dan setelah dipoles dengan pasta gigi adalah 0,088 ± 0,015 µm. 2. Ada perbedaan nilai kekasaran permukaan pada basis resin akrilik polimerisasi panas menggunakan bahan pumis, cangkang telur ayam dan pasta gigi sebagai bahan poles dengan nilai p = 0,0001 (p < 0,05). Setiap kelompok dengan pasangan perlakuan memiliki perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,0001 (p<0,05) untuk bahan pumis dengan cangkang telur ayam, nilai p = 0,032 (p<0,05) untuk bahan pumis dengan pasta gigi, serta bahan cangkang telur dengan pasta gigi dengan nilai p = 0,0001 (p<0,05). Berdasarkan penelitian ini terlihat bahwa resin akrilik yang dilakukan pemolesan dengan cangkang telur dan pasta gigi menghasilkan nilai kekasaran permukaan dibawah nilai yang dapat diterima dibidang kedokteran gigi yaitu 0,2 µm dan lebih baik dibandingkan pemolesan menggunakan bahan pumis. Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemolesan menggunakan bahan yang berasal dari cangkang telur dan pasta gigi bisa digunakan sebagai bahan poles basis gigi tiruan. Bahan cangkang telur bahkan menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang lebih baik dibandingkan bahan pumis dan pasta gigi.

78 6.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan alat mikroskop elektron (scanning electron microscope), agar hasil nilai kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas yang didapat lebih akurat, serta untuk mengetahui bentuk dan ukuran partikel bahan poles cangkang telur. 2. Perlu dibuatkan alat pemegang sampel yang lebih stabil serta dapat memberikan tekanan yang sama untuk memegang sampel pada saat pemolesan menggunakan rotary grinder dan polishing motor agar tidak terjadi perbedaan tekanan yang diberikan selama pemolesan. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan cangkang telur untuk dijadikan tidak hanya sebagai bahan poles basis gigi tiruan, akan tetapi dapat dijadikan sebagai bahan lain yang bermanfaat di bidang kedokteran gigi. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis pasta gigi lain yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan poles gigi tiruan.

79 DAFTAR PUSTAKA 1. Veeraiyan DN, Ramalingam K, Bhat V, Nallaswamy D. Textbook of Prosthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers;2007: 4-6, 101, McCabe JF, Walls AWG. Applied dental materials.9 th ed. London: Blackwell Munksgaard, 2008: Zhang X, Zhu B, Lin K, Chang J. Mechanical and thermal properties of denture PMMA reinforced with silanized borate whiskers. Dent Mater J 2012; 31: Gungor H, Gundogdu M, Duymus ZY. Investigating of the effect of different polishing techniques on the surface roughness of denture base and repair material. J Prosthet Dent 2014; 112: Al-Kheraif AAA. The effect of mechanical and chemical polishing techniques on the surface roughnes of heat-polymerized and visible light polymerized acrylic denture base resin. Saudi Dent J 2014; 26: Srividya S, Nair CK, Shetty J. Effect of different polishing agents on surface finish and hardness of denture base acrylic resins: A comparative studies. Journal of Clinical and Diagnostic Research 2013; 7: Onwubu SC, Vahed A, Singh S, Kanny KM. Reducing the surface roughness of dental acrylic resins by using an eggshell abrasive material. J Prosthet Dent 2016; 117(2): Hilgenberg SP, Orellana-Jimenez EE, Sepȗlveda-Navarro WF, Arana-Correa BE, Alves DCT, Campanha NH. Evaluation of surface physical properties of acrylic resins for provisional prosthesis. Material Research 2008; 11(3): Anusavice KJ, Shen C, Rawls HR. Phillips' science of dental materials. 12 th ed. New Delhi: Elsevier Saunders, 2013: ,

80 10. Ahmad AS. Evaluation and compare between the surface roughness of acrylic resin polished by pumice, white sand and black sand. J of Kerbala University 2011; 9: Al-Rifaiy MQ. The effect of mechanical and chemical polishing techniques on the surface roughness of denture base acrylic resins. Saudi Dent J 2010; 22: Abuzar MA, Bellur S, Duong N, et al. Evaluating surface roughness of a polyamide denture base material in comparison with poly (methyl methacrylate). Journal of Oral Science 2010; 52: Hanna BA. Al-Majeed AEA. Abdulrazaak W. Effect of different dental materials on the surface roughness of acrylic resin (A comparative in vitro study). Marietta Daily Journal 2008; 5: Turhan Ş, Gunduz L. Determination of specific activity of 226Ra, 232Th and 40K for assessment of radiation hazards from Turkish pumice samples. Journal of Environmental Radioactivity 2008; 99: Serra G, de Morais LS, Elias CN. Surface morphology changes of acrylic resins during finishing and polishing phases. Dental Press J Orthod 2013; 28(6): Hincke MT, Nys Y, Gautron J, et al. The eggshell: Structure, Composition and mineralization. Frontiers in Bioscience 2012; 17: Ketta M, Turmova E. Eggshell structure, measurements, and quality-affecting factors in laying hens: A review. Czech J Anim Sci 2016 (7): Abdulrahman I, Tijani HI, Mohammed BA. From garbage to biomaterials: an overview on eggshell based hydroxyapatite. Journal of Materials 2014: Sun CJ, Chen SR, Xu GY, Liu Xm, Yang N. Global variation and univormity of eggshell thicjness for chicken eggs. Journal Poultry Science 2012; 91: Murakami FS, Rodrigues PO, Campos CMT de, Silva MAS. Physicochemical study of CaCO3 from egg shells. Cienc Tecnol Aliment 2007: 27 : Saleha, Halik M, Annisa N, Sudirman, Subaer. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Nanopartikel Kalsium Oksida (CaO) Cangkang Telur

81 Untuk Aplikasi Dental Implan. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 2015, Pisani MX, et al. Evaluation of the abrasiveness of dentifrices for complete dentures. Journal of Prosthodontics ; 19: Khindria SK, Mittal S, Sukhija U. Evolution of denture base materials. The Journal of Indian Prosthodontic Society 2009; 9(2): Bashir ASM, Manusamy Y. Characterization of raw egg shell powder (ESP) as a good biofiller. Journal of Engineering Research and Technology 2015; 2(1): King'Ori AM. A review of the uses of poultry eggshells and shell membranes. International Journal of Poultry Science 2011; 10(11): Onwubu SC, Vahed A, Singh S, Kanny KM. Using eggshell for development of a quality alternative material to pumice in reducing the surface roughness of heat-cured acrylic resins. Thesis. Afrika Selatan: Durban University, 2016: 1, 6-14,23-35, 40, Zarb GA, Hobkirk JA, Eckert SE, dkk. Prosthodontic treatment for edentulous patients: complete dentures and implant-supported prostheses. 13 th ed. United States: Elsevier, 2013: Vivek R, Soni R. Denture base materials: Some relevant properties and their determination. Int J Dent Oral Health 2015; 1(4): Manappalil JJ. Basic dental material 3 th ed. India :Jaypee Brothers Medical Publisher, 2010: , 381-4, 391-9, Sakaguchi RL, Powers JM. Craig's Restorative dental materials 13 th ed. Philadelphia, PA: Elsevier mosby, 2012: 171, Schmalz G, Arenholt-Bindslev D. Biocompatibility of dental materials. Berlin: Springer-Verlag Berlin and Heidelber GmbH & Co.K; 2009: 1-2, Callister WD, Rethwisch DG. Materials science and engineering an introduction. 8 th ed. USA: Wiley, 2009:

82 33. Ivkovic N, Bozovic D, Ristic S, Mirjanic V, Jankovic O. The residual monomer in dental acrylic resin and its adverse effects. Journal Contemporary Materials 2013; 4(1): International Organization for Standardization 2008, Dentistry - Base Polymers - part 1: denture base polymers, ISO : 2008, International Organization for Standardization, Geneva. 35. Goiato MC, Nobrega AS, Santos DM, Andreotti AM, Moreno A. Effect of different solutions on color stability of acrylic resin-based dentures. Braz Oral Res 2014; 28(1): Ghaffari T, Hamedirad F, Ezzati B. In vitro comparison of compressive and tensile strengths of acrylic resins reinforced by silver nanoparticles at 2% and 0,2 % concentrations. J Dent Res Dent Clin Dent Prospect 2014; 8(4): Anonymous. Surface roughness - Wikipedia the free encyclopedia. (5 Februari 2017). 38. Anonymous. Specialty Minerals Calcium Carbonates in Toothpaste and Oral Care Products - Minerals Technologies A Speciality Minerals. (5 Februari 2017). 39. Hussain A. Dielectric properties and microwace assisted separation of eggshell and membrane. Thesis. Kanada: McGill University,2009: Johannsen G, Tellefsen G, Johannsen A, Liljeborg A. The importance of measuring toothpaste abrasivity in both a quantitative and qualitative way. Acta Odontolofica Scandinavia 2013; 71: Soratur SH. Essentials of prosthodontics. New Delhi, India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2006: Mukthtar NZF, Borhan MZ, Rusop M, Abdullah S. Effect of milling time on particle size and surface morphology of commercial zeolite by planetary ball mill. Advanced Materials Research 2013; 795: Wu SC, Hsu HC, Hsu SK, Chang YC, Ho WF. Synthesis of hydroxyapatite from eggshell powders through ball milling and heat treatment. J. Asian Ceram Soc 2015; 198: 1-6.

83 44. Lee HH, Lee CJ, Asaoka K. Correlation in the mechanical porperties of acrylic denture base resins. Dent Mater J 2012; 31(1): Consani RLX, Folli BL, Nogueira MCF, Correr AB, Mesquita MF. Effect of polymerization on gloss, roughness, hardness and impact strength of acrylic resins. Braz Dent J 2016; 27(2):

84 Lampiran 1 Analisis Statistik Uji Normalitas Data dengan Uji Shapiro-Wilk Berikut disajikan hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk. Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kekasaran Pumis * Cangkang Telur * Pasta Gigi * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Uji Levene Test of Homogeneity of Variances Kekasaran Levene Statistic df1 df2 Sig Perbedaan Nilai Kekasaran Permukaan antara Pumis, Cangkang Telur, dan Pasta Gigi dengan Uji Analisis Varians (One Way ANOVA) Descriptives Kekasaran 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Pumis Cangkang Telur Pasta Gigi Total

85 Kekasaran ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

86 Perbedaan nilai Kekasaran Permukaan antara Pumis, Cangkang Telur, dan Pasta Gigi dengan Uji LSD (Least Significant Difference) Kekasaran LSD (I) Kelompok (J) Kelompok Multiple Comparisons Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Pumis Cangkang Telur * Pasta Gigi * Cangkang Telur Pumis * Pasta Gigi * Pasta Gigi Pumis * Cangkang Telur * *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

87 Lampiran 2 Surat Keterangan Ethical Clearance

88 Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Laboratorium Dental FKG USU

89 Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Laboratorium Fisiks FMIPA UNIMED

90 Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Laboratorium Computer Numerically Controlled (CNC) Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan

91 Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Penelitian Laboratorium Dental FKG USU

92 Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED

93 Lampiran 8 Surat Keterangan Selesai Penelitian Laboratorium Computer Numerically Controlled (CNC) Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Resin akrilik merupakan resin sintetis yang paling banyak digunakan di kedokteran gigi. Resin akrilik terdiri dari powder dan liquid yang dicampurkan. Powder mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai

Lebih terperinci

MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI

MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI E MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI Disusun oleh: KELOMPOK E (040001500082) IgaEldita (040001500093) Jonathan Morgan (040001500083) Imammuddin (040001500094) Josephine Kartika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal 700 sebelum masehi, desain gigitiruan telah dibuat dengan menggunakan gading dan tulang. Hal ini membuktikan bahwa gigitiruan telah ada sejak ribuan tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Resin akrilik polimerisasi panas adalah salah satu bahan basis gigitiruan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Resin akrilik polimerisasi panas adalah salah satu bahan basis gigitiruan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas Resin akrilik polimerisasi panas adalah salah satu bahan basis gigitiruan polimer yang proses polimerisasinya dengan pengaplikasian panas. Energi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris 3.2 Sampel dan Besar Sampel Penelitian 3.2.1 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini menggunakan resin akrilik polimerisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN PEMBERSIH ENZIM DAN ENERGI MICROWAVE TERHADAP JUMLAH Candida albicans PADA BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS

PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN PEMBERSIH ENZIM DAN ENERGI MICROWAVE TERHADAP JUMLAH Candida albicans PADA BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN PEMBERSIH ENZIM DAN ENERGI MICROWAVE TERHADAP JUMLAH Candida albicans PADA BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan Berbagai bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigitiruan seperti kayu, tulang, gading, keramik, logam, dan berbagai polimer. 26 Perkembangan yang pesat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya. Resin akrilik yang dipakai di kedokteran gigi adalah jenis ester terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitiruan adalah alat untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur-struktur

Lebih terperinci

PERUBAHAN WARNA PADA BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM MINUMAN SODA SKRIPSI

PERUBAHAN WARNA PADA BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM MINUMAN SODA SKRIPSI PERUBAHAN WARNA PADA BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM MINUMAN SODA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan, penampilan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan, penampilan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PEMBERSIHAN DENGAN ENERGI MICROWAVE TERHADAP PENYERAPAN AIR DAN PERUBAHAN DIMENSI BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS

PENGARUH LAMA PEMBERSIHAN DENGAN ENERGI MICROWAVE TERHADAP PENYERAPAN AIR DAN PERUBAHAN DIMENSI BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS PENGARUH LAMA PEMBERSIHAN DENGAN ENERGI MICROWAVE TERHADAP PENYERAPAN AIR DAN PERUBAHAN DIMENSI BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

KEKUATAN IMPAK RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGITIRUAN

KEKUATAN IMPAK RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGITIRUAN KEKUATAN IMPAK RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGITIRUAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA POTONGAN KECIL DENGAN UKURAN BERBEDA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN TRANSVERSAL RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA POTONGAN KECIL DENGAN UKURAN BERBEDA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN TRANSVERSAL RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA POTONGAN KECIL DENGAN UKURAN BERBEDA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN TRANSVERSAL RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DALAM EKSTRAK KAYU MANIS TERHADAP JUMLAH Candida albicans

PENGARUH PERENDAMAN BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DALAM EKSTRAK KAYU MANIS TERHADAP JUMLAH Candida albicans PENGARUH PERENDAMAN BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DALAM EKSTRAK KAYU MANIS TERHADAP JUMLAH Candida albicans SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia seseorang akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu, keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat mempengaruhi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan merupakan bagian gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak mulut, terutama pada daerah kehilangan gigi. Basis gigitiruan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik 2.1.1 Pengertian Resin akrilik merupakan suatu polimer dalam kedokteran gigi yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembuatan gigitiruan lepasan, reparasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan merupakan bagian yang menggantikan tulang alveolar yang sudah hilang dan berfungsi mendukung elemen gigitiruan. 1,2,20 Basis

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III PABRIKAN DAN DAUR ULANG UNTUK PEMBUATAN MODEL KERJA

PERBEDAAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III PABRIKAN DAN DAUR ULANG UNTUK PEMBUATAN MODEL KERJA PERBEDAAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III PABRIKAN DAN DAUR ULANG UNTUK PEMBUATAN MODEL KERJA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

PENGARUH ASAP ROKOK TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN NILON TERMOPLASTIK

PENGARUH ASAP ROKOK TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN NILON TERMOPLASTIK PENGARUH ASAP ROKOK TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN NILON TERMOPLASTIK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resin akrilik telah banyak digunakan di bidang kedokteran gigi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Resin akrilik telah banyak digunakan di bidang kedokteran gigi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Resin akrilik telah banyak digunakan di bidang kedokteran gigi sebagai landasan gigi tiruan sebagian lepasan. Bagian permukaan non-anatomis landasan gigi

Lebih terperinci

COMPRESSIVE STRENGTH RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PENAMBAHAN SERAT KACA 1 % DENGAN METODE BERBEDA

COMPRESSIVE STRENGTH RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PENAMBAHAN SERAT KACA 1 % DENGAN METODE BERBEDA COMPRESSIVE STRENGTH RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PENAMBAHAN SERAT KACA 1 % DENGAN METODE BERBEDA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN GARAM DAPUR DAN NaCl 2% TERHADAP SETTING TIME DAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN GARAM DAPUR DAN NaCl 2% TERHADAP SETTING TIME DAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN GARAM DAPUR DAN NaCl 2% TERHADAP SETTING TIME DAN KEKUATAN KOMPRESI GIPS TIPE III SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan hal yang normal dari proses menua, dan dapat dianggap sebagai suatu penyakit biasa. Meningkatnya usia dengan penyakit gigi dan mulut serta

Lebih terperinci

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL SELAMA 45, 90, 135 MENIT

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL SELAMA 45, 90, 135 MENIT KEKASARAN PERMUKAAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL SELAMA 45, 90, 135 MENIT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh Sarjana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Resin akrilik adalah derivatif dari etilen dan mengandung gugus vinynl dalam rumus strukturnya. Resin akrilik yang digunakan dalam kedokteran gigi adalah golongan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas Resin akrilik polimerisasi panas merupakan pilihan bahan basis gigi tiruan pada saat ini dan diperkenalkan di bidang kedokteran gigi sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan struktur rongga mulut atau sebagian wajah yang hilang. 2, 3

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan struktur rongga mulut atau sebagian wajah yang hilang. 2, 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin akrilik digunakan di bidang kedokteran gigi mulai tahun 1946. Sebanyak 98% dari semua basis gigi tiruan dibuat dari polimer atau kopolimer metil metakrilat. Polimer

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: CHRISTO B.

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: CHRISTO B. PERBEDAAN KEKUATAN TRANSVERSAL BAHAN BASISGIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANASDENGAN KETEBALAN YANG BERBEDA DENGANDAN TANPA PENAMBAHAN SERAT KACA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

PERUBAHAN WARNA PADA LEMPENG RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI 30%

PERUBAHAN WARNA PADA LEMPENG RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI 30% PERUBAHAN WARNA PADA LEMPENG RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI 30% SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Basis

Lebih terperinci

Daya tahan, penampilan, dan sifat-sifat dari suatu basis gigitiruan sangat. menarik perhatian sebagai bahan basis gigitiruan karena memiliki beberapa

Daya tahan, penampilan, dan sifat-sifat dari suatu basis gigitiruan sangat. menarik perhatian sebagai bahan basis gigitiruan karena memiliki beberapa Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia Tahun 2010 Trisna Perbedaan Kekasaran Permukaan Bahan Basis Gigitiruan Nilon Dengan Resin Akrilik Polimerisasi Panas xiv + 70 Halaman Daya tahan, penampilan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan yang menggantikan satu gigi atau lebih dan didukung oleh gigi dan atau jaringan di bawahnya, serta dapat dibuka

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERUBAHAN DIMENSI PADA GIPSUM TIPE III KOMERSIAL DENGAN GIPSUM TIPE III DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN

PERBEDAAN PERUBAHAN DIMENSI PADA GIPSUM TIPE III KOMERSIAL DENGAN GIPSUM TIPE III DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN PERBEDAAN PERUBAHAN DIMENSI PADA GIPSUM TIPE III KOMERSIAL DENGAN GIPSUM TIPE III DAUR ULANG SEBAGAI BAHAN MODEL KERJA GIGITIRUAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI

PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI PENGARUH PERENDAMAN CETAKAN ALGINAT DALAM LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN GLUTARALDEHID 2% TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas Resin akrilik polimerisasi panas adalah resin jenis poli(metil) metakrilat yang polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEKERASAN RESIN AKRILIK HEAT- CURED SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL

PERUBAHAN KEKERASAN RESIN AKRILIK HEAT- CURED SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL PERUBAHAN KEKERASAN RESIN AKRILIK HEAT- CURED SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan yang menggantikan sebagian gigi asli yang hilang dan dapat dilepas dan dipasang sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigitiruan merupakan bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut, sekaligus berperan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin termoplastik merupakan material yang telahdigunakan pada kedokteran gigi selama lebih dari 50 tahun.resin termoplastik dapat secara berulang dilelehkan melalui

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DALAM VINEGAR APEL DAN SODIUM HIPOKLORIT TERHADAP JUMLAH Candida albicans

PENGARUH PERENDAMAN BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DALAM VINEGAR APEL DAN SODIUM HIPOKLORIT TERHADAP JUMLAH Candida albicans PENGARUH PERENDAMAN BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DALAM VINEGAR APEL DAN SODIUM HIPOKLORIT TERHADAP JUMLAH Candida albicans SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN DAN KARAKTERISTIK YANG DIBUAT OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA RSGMP FKG USU

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN DAN KARAKTERISTIK YANG DIBUAT OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA RSGMP FKG USU HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN DAN KARAKTERISTIK PASIEN TERHADAP KEBERSIHAN GIGITIRUAN PENUH YANG DIBUAT OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan

Lebih terperinci

PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL

PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL 0 PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gigitiruan adalah alat untuk menggantikan fungsi jaringan rongga mulut yaitu dengan mempertahankan efisiensi pengunyahan, meningkatkan fungsi bicara dan estetis dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigi tiruan merupakan bagian dari gigi tiruan yang berada di atas linggir sisa yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut, sekaligus berperan sebagai tempat

Lebih terperinci

Bahan basis gigitiruan resin. Resin akrilik. Swapolimerisasi. Konduktivitas termal. Minuman soda Obat Kumur Kopi Teh Nikotin

Bahan basis gigitiruan resin. Resin akrilik. Swapolimerisasi. Konduktivitas termal. Minuman soda Obat Kumur Kopi Teh Nikotin Lampiran 1 Kerangka Teori PERUBAHAN WARNA PADA BASIS GIGITIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN KOPI Bahan basis gigitiruan resin Resin akrilik Polimerisasi panas Swapolimerisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut. Selain itu, basis gigitiruan juga digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhui tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhui tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: PENGARUH PEMAKAIAN GIGITIRUAN LEPASAN TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans PADA PASIEN KLINIK PROSTODONSIA RSGMP FKG USU PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhui tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang berada di antara gigi dan rahang serta merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan sehingga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Daniati Tri Erikawati NIM

SKRIPSI. Oleh : Daniati Tri Erikawati NIM PERBANDINGAN DESINFEKTAN SODIUM HIPOKLORIT 0,5% DAN EKSTRAK JAHE MERAH 100% SEBAGAI BAHAN PEMBERSIH GIGI TIRUAN TERHADAP PERUBAHAN WARNA PADA RESIN AKRILIK HEAT CURED SKRIPSI Oleh : Daniati Tri Erikawati

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri.

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN DESAIN GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN FLEKSIBEL DI UNIT USAHA JASA DAN INDUSTRI LABORATORIUM DENTAL FKG USU TAHUN 2008

DISTRIBUSI DAN DESAIN GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN FLEKSIBEL DI UNIT USAHA JASA DAN INDUSTRI LABORATORIUM DENTAL FKG USU TAHUN 2008 DISTRIBUSI DAN DESAIN GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN FLEKSIBEL DI UNIT USAHA JASA DAN INDUSTRI LABORATORIUM DENTAL FKG USU TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Basis Gigi Tiruan 2.1.1. Pengertian Basis gigi tiruan adalah bagian gigi tiruan yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut, terutama pada bagian yang mengalami kehilangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan basis gigi tiruan yang ideal memiliki karakteristik tidak iritan, toksik,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan basis gigi tiruan yang ideal memiliki karakteristik tidak iritan, toksik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan basis gigi tiruan yang ideal memiliki karakteristik tidak iritan, toksik, terpengaruh oleh cairan oral, dan mengalami perubahan dimensi selama proses pembuatan dan

Lebih terperinci

VARIASI WARNA RESIN KOMPOSIT NANOFILLER TERHADAP KEKUATAN TEKAN

VARIASI WARNA RESIN KOMPOSIT NANOFILLER TERHADAP KEKUATAN TEKAN VARIASI WARNA RESIN KOMPOSIT NANOFILLER TERHADAP KEKUATAN TEKAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : KOH SHENG ZHE NIM :120600173

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan protesa yang menggantikan gigi yang hilang. Pembuatan gigi tiruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan protesa yang menggantikan gigi yang hilang. Pembuatan gigi tiruan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kebutuhan masyarakat terhadap perawatan kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat, salah satunya adalah pembuatan gigi tiruan. Gigi tiruan merupakan protesa

Lebih terperinci

KUALITAS HIDUP LANSIA PEMAKAI GIGITIRUAN PENUH YANG DIBUAT OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA RSGMP FKG USU TAHUN 2013

KUALITAS HIDUP LANSIA PEMAKAI GIGITIRUAN PENUH YANG DIBUAT OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA RSGMP FKG USU TAHUN 2013 1 KUALITAS HIDUP LANSIA PEMAKAI GIGITIRUAN PENUH YANG DIBUAT OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA RSGMP FKG USU TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan merupakan suatu alat yang dibuat untuk menggantikan gigigigi yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi tiruan dapat

Lebih terperinci

PENYERAPAN CAIRAN OBAT KUMUR KLORHEKSIDIN 0,12% PADA SEMEN IONOMER KACA TIPE II SETELAH PERENDAMAN 1, 3, 5 DAN 7 HARI

PENYERAPAN CAIRAN OBAT KUMUR KLORHEKSIDIN 0,12% PADA SEMEN IONOMER KACA TIPE II SETELAH PERENDAMAN 1, 3, 5 DAN 7 HARI PENYERAPAN CAIRAN OBAT KUMUR KLORHEKSIDIN 0,12% PADA SEMEN IONOMER KACA TIPE II SETELAH PERENDAMAN 1, 3, 5 DAN 7 HARI Oleh: Hemaasvini Chandran 110600190 Dosen Pembimbing: 1. Lasminda Syafiar, drg, Mkes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak yang tidak meliputi anasir gigitiruan. 1 Resin akrilik sampai saat ini masih merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1. Penyusun:

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1. Penyusun: LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1 Topik : Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured) Grup : A2a Tgl. Pratikum : Selasa, 20 Maret 2012 Pembimbing : Sri Yogyarti,drg., MS Penyusun: 1. Ivan Indra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki kasus kehilangan gigi terjadi pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 1,8%, pada usia 55-64 tahun sebesar 5,9%,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik 2.1.1 Pengertian Resin akrilik adalah bahan termoplastik yang padat, keras dan transparan, dimana bahan ini mengandung resin poli(metil metakrilat). Resin akrilik

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : KEBIASAAN MEMELIHARA KEBERSIHAN GIGITIRUAN PADA MASYARAKAT PEMAKAI GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun seluruh gigi asli yang hilang dan jaringan di sekitarnya. Tujuan dari pembuatan gigi tiruan

Lebih terperinci

PENYERAPAN AIR RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH PERENDAMAN DI DALAM AQUADEST DENGAN TEMPERATUR BERBEDA SKRIPSI

PENYERAPAN AIR RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH PERENDAMAN DI DALAM AQUADEST DENGAN TEMPERATUR BERBEDA SKRIPSI 1 PENYERAPAN AIR RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH PERENDAMAN DI DALAM AQUADEST DENGAN TEMPERATUR BERBEDA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memeproleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca telah digunakan secara luas dibidang kedokteran gigi. Sejak diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. Ionomer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan merestorasi gigi tidak hanya untuk menghilangkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya (Ford, 1993).

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories. 3.2 Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Post test with control

Lebih terperinci

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari BAB 2 RESIN KOMPOSIT Pencapaian estetik dan tidak dipakainya merkuri merupakan karakteristik yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari dan terkenal diantara para

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental laboratoris dan dengan desain penelitian post-test only control group. B. Sampel Penelitian

Lebih terperinci

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH APLIKASI HIDROGEN PEROKSIDA 35% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH APLIKASI HIDROGEN PEROKSIDA 35% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH APLIKASI HIDROGEN PEROKSIDA 35% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS BUAH JERUK SIEM MADU DALAM MENGURANGI PEMBENTUKAN PLAK

EFEKTIFITAS BUAH JERUK SIEM MADU DALAM MENGURANGI PEMBENTUKAN PLAK EFEKTIFITAS BUAH JERUK SIEM MADU DALAM MENGURANGI PEMBENTUKAN PLAK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: SILVIA NIM: 090600139

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan basis gigi tiruan dalam dunia kedokteran gigi merupakan suatu hal yang sangat umum kita dengar, bahkan ada yang kita gunakan. Basis gigi tiruan merupakan

Lebih terperinci

PERUBAHAN WARNA GIGI PERMANEN MANUSIA SETELAH PERENDAMAN DALAM EKSTRAK KULIT PISANG RAJA 100% (secara in-vitro)

PERUBAHAN WARNA GIGI PERMANEN MANUSIA SETELAH PERENDAMAN DALAM EKSTRAK KULIT PISANG RAJA 100% (secara in-vitro) PERUBAHAN WARNA GIGI PERMANEN MANUSIA SETELAH PERENDAMAN DALAM EKSTRAK KULIT PISANG RAJA 100% (secara in-vitro) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Klasifikasi. Polimerisasi panas. Polimerisasi kimia. Waterbath Manipulasi microwave. Metil metakrilat. Cross lingking agent. Inhibitor hydroquinon

Klasifikasi. Polimerisasi panas. Polimerisasi kimia. Waterbath Manipulasi microwave. Metil metakrilat. Cross lingking agent. Inhibitor hydroquinon 43 Lampiran 1. Kerangka Teori Resin akrilik Pengertian Klasifikasi Polimerisasi kimia Polimerisasi panas Polimerisasi sinar Komposisi Waterbath Manipulasi microwave Metil metakrilat Kelebihan dan kekurangan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 32 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pada penelitian ini merupakan jenis eksperimental laboratoris dengan desain post test group only control. 3.2 Sampel dan Besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan yang bervariasi dari wajah, rahang, gigi, dan abnormalitas dentofasial

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan yang bervariasi dari wajah, rahang, gigi, dan abnormalitas dentofasial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ortodonsi adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan yang bervariasi dari wajah, rahang, gigi, dan abnormalitas dentofasial serta

Lebih terperinci

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 35% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 35% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH APLIKASI KARBAMID PEROKSIDA 35% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM DAN WAKTU POLISHING TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT NANOHYBRID

PENGARUH SISTEM DAN WAKTU POLISHING TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT NANOHYBRID PENGARUH SISTEM DAN WAKTU POLISHING TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT NANOHYBRID SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang terutama disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal. Gigi yang hilang dan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit yaitu sosiodemografi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit yaitu sosiodemografi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi merupakan keadaan satu atau lebih gigi yang hilang atau lepas dari soketnya. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor penyakit dan bukan penyakit. Faktor

Lebih terperinci

PERBEDAAN NILAI KEKERASAN ENAMEL GIGI PADA PERENDAMAN DENGAN SUSU SAPI DAN SALIVA BUATAN SETELAH DEMINERALISASI GIGI

PERBEDAAN NILAI KEKERASAN ENAMEL GIGI PADA PERENDAMAN DENGAN SUSU SAPI DAN SALIVA BUATAN SETELAH DEMINERALISASI GIGI PERBEDAAN NILAI KEKERASAN ENAMEL GIGI PADA PERENDAMAN DENGAN SUSU SAPI DAN SALIVA BUATAN SETELAH DEMINERALISASI GIGI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN ALGINAT SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA 25% (Aloe vera L.)

PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN ALGINAT SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA 25% (Aloe vera L.) PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN ALGINAT SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN EKSTRAK DAUN LIDAH BUAYA 25% (Aloe vera L.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya. Resin akrilik yang dipakai di kedokteran gigi adalah jenis ester yang

Lebih terperinci

PERBEDAAN ph, LAJU ALIRAN DAN KADAR ION KALSIUM SALIVA PADA PEROKOK KRETEK DAN BUKAN PEROKOK DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN

PERBEDAAN ph, LAJU ALIRAN DAN KADAR ION KALSIUM SALIVA PADA PEROKOK KRETEK DAN BUKAN PEROKOK DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN PERBEDAAN ph, LAJU ALIRAN DAN KADAR ION KALSIUM SALIVA PADA PEROKOK KRETEK DAN BUKAN PEROKOK DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN SKRIPSI Ditujukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS METODE PENGAJARAN CARA MENYIKAT GIGI TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK PADA ANAK USIA 6-11 TAHUN DI SEKOLAH BODHICITTA, MEDAN

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS METODE PENGAJARAN CARA MENYIKAT GIGI TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK PADA ANAK USIA 6-11 TAHUN DI SEKOLAH BODHICITTA, MEDAN PERBANDINGAN EFEKTIFITAS METODE PENGAJARAN CARA MENYIKAT GIGI TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK PADA ANAK USIA 6-11 TAHUN DI SEKOLAH BODHICITTA, MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA

Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA 1 Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA 5Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan komposisi ekstrak daun Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian besar pasien dengan kehilangan gigi sebagian. 3 Salah satu kelemahan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian besar pasien dengan kehilangan gigi sebagian. 3 Salah satu kelemahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitiruan sebagian lepasan adalah gigitiruan yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang pada rahang atas atau rahang bawah dan dapat dibuka pasang oleh

Lebih terperinci

STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN DARI BAHAN CETAK ALGINAT SETELAH DIRENDAM KE DALAM AIR OZON

STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN DARI BAHAN CETAK ALGINAT SETELAH DIRENDAM KE DALAM AIR OZON STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN DARI BAHAN CETAK ALGINAT SETELAH DIRENDAM KE DALAM AIR OZON SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat adalah bahan visco-elastis dengan konsistensi seperti karet. Bahan cetak alginat diperkenalkan pada tahun 1940. Sejak tahun itu, dokter gigi sudah mulai menggunakan

Lebih terperinci

2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Mahkota Jaket a. Indikasi Mahkota jaket dapat dipakai untuk memugar gigi gigi anterior yang :

2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Mahkota Jaket a. Indikasi Mahkota jaket dapat dipakai untuk memugar gigi gigi anterior yang : 1.1 Latar Belakang Mahkota jaket akrilik merupakan restorasi yang meliputi seluruh permukaan gigi anterior yang di buat dari bahan akrilik sesuai dengan warna gigi. Biasanya mahkota jaket dari akrilik

Lebih terperinci

PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN POLIVINIL SILOKSAN SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN DAUN MIMBA 15% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN POLIVINIL SILOKSAN SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN DAUN MIMBA 15% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA 1 PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN POLIVINIL SILOKSAN SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN DAUN MIMBA 15% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Gigi tiruan lengkap dapat didefinisikan sebagai protesa gigi lepasan yang dimaksudkan untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur-struktur yang menyertainya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Resin komposit merupakan salah satu material yang paling populer dalam dunia kedokteran gigi karena sifat estetisnya yang sangat baik, kekuatan yang adekuat, dan kemampuannya

Lebih terperinci