BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma, Prevalensi dan Etiologinya Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka baik fisik maupun psikis yang biasanya disebabkan oleh tindakantindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. 2,8 Trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis. 8 Trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau keduaduanya. 2 Trauma gigi adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkembang dan menantang bagi para dokter gigi dan masih sangat terabaikan. Sangat jarang dilakukan penelitian terhadap prevalensi trauma gigi. Data statistik di Amerika Serikat yang dilakukan oleh O Brien menunjukkan bahwa sepertiga dari semua anak prasekolah menderita trauma gigi yang melibatkan gigi sulung. Laporan beberapa peneliti mengenai prevalensi trauma gigi anak prasekolah di beberapa negara berkisar dari 9,4% sampai 36,8% (Tabel 1). 9,10 Tabel 1. Prevalensi trauma gigi anak prasekolah dari beberapa penelitian 9,10 Jumlah Prevalensi Negara (tahun) Usia Sampel (n) (%) Israel, Zadik (1976) tahun 11,1 Belgia, Carvalho et al (1988) tahun 18,0 Brazil, Mestrinho et al (1988) tahun 15,0 Brazil, Bijella et al (1990) bulan 30,2 USA, Jones et al (1993) tahun 23,0%

2 Negara (tahun) Jumlah Sampel (n) Usia Prevalensi (%) Nigerian, Otuyemi (1994) Brazil, Mestrinho et al (1998) Belgium, Charvalo et al ( 1998) Afrika selatan, Hargreaves et al (1999) Brazil, Cunha et al (2001) Brazil, Kramer et al (2003) Brazil, GranvilleGarcia et al (2006) Brazil, Oliveira et al (2007) tahun 160 bulan 35 tahun 15 tahun 036 bulan 1272 bulan 15 tahun 0,55 tahun 30,8 10,0 18,0 15,0 16,3 36,0 36,8 9,4 Penelitian yang dilakukan oleh Carvalho dkk (cit Avsar dan Topaloglu) menunjukkan bahwa 98% kasus trauma gigi sulung mengenai rahang atas dan paling sering pada gigi insisivus sentralis. Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu) melaporkan bahwa kasus trauma terbesar adalah fraktur mahkota. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa jenis trauma subluksasi lebih sering dari luksasi. 3 Trauma gigi sulung lebih sering terjadi pada jaringan periodontal dibandingkan pada jaringan keras gigi. Penelitian Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu) pada anak usia 0 3 tahun menunjukkan bahwa konkusi adalah trauma yang paling sering, namun jarang dilaporkan karena penderita trauma masih kecil, perdarahan hanya sedikit atau bahkan tidak ada dan keengganan orangtua membawa anak ke dokter gigi pada trauma yang kelihatannya tidak parah ( Tabel 2). 3 Tabel 2. Distribusi jenis trauma gigi sulung dari penelitian Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu) 3 Jenis Trauma Trauma pada jaringan keras Infraksi mahkota Fracture crown uncomplicated Fracture crown complicated Fracture crownroot uncomplicated 6 12 n (%) 2 2 Usia ( bulan ) n (%) n (%) Total n (%) 22 (15) 7 (4,7) 12 (8) 2 (1,4) 1 (0,7)

3 Jenis Trauma Fracture crownroot complicated Fraktur akar Trauma pada jaringan periodontal Konkusi Subluksasi Luksasi lateral Luksasi Intrusif Luksasi Ekstrusif Avulsi 6 12 n (%) Usia ( bulan ) n (%) n (%) Total n (%) 128 (85) 16 (10,7) 66 (44,0) 16 (10,7) 14 (9,3) 7 (4,7) 9 (6,0) Total (100) Trauma pada gigi dapat terjadi pada saat melakukan kegiatan seharihari serta kegiatan dan peristiwa lainnya seperti saat berolahraga, pertengkaran dan kecelakaan lalu lintas. 4 Etiologi trauma gigi sulung yang paling sering adalah jatuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Ondokis Mayis Fakultas Kedokteran Gigi (cit Avsar dan Topaloglu) pada anak usia 0 3 tahun di dapat puncak prevalensi trauma ditemukan pada anak berusia 2 3 tahun. Etiologi trauma paling umum disebabkan oleh jatuh dan kecelakaan saat bermain (Tabel 3). 3 Tabel 3. Distribusi etiologi trauma gigi sulung berdasarkan usia anak 3 % Kelompok usia ( bulan) Etiologi > 30 Total Jatuh 12,3 19,4 18,4 10,2 13,3 73,5 Benturan benda 2,0 4,1 4,1 2,0 2,0 14,2 Kecelakan lalulintas 1,0 1,0 Kekerasan pada anak 1,0 1,0 1,0 2,0 Tidak diketahui 2,0 2,0 2,0 1,0 2,0 9,2 Total 16,3 26,5 24,4 14,2 18,4 100

4 2.2 Klasifikasi Trauma Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat trauma gigi anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology. 2,5 Trauma pada gigi telah diklasifikasikan oleh berbagai faktor seperti etiologi, anatomi, patologi dan pertimbangan perawatan. Beberapa klasifikasi dari peneliti pada trauma gigi dapat dilihat pada tabel 4. 5 Tabel 4. Klasifikasi trauma gigi dari beberapa peneliti 5 Tahun Peneliti Braurer mengklasifikasikan fraktur pada gigi anterior Adams membagi trauma pada gigi sulung menjadi 6 kelas Hogeborn mengklasifikasikan fraktur pada gigi insisivus sesuai dengan tingkat keretakannya Sweet mengklasifikasikan gigi anterior Rabonowitch mengklasifikasikan trauma gigi sulung Ellis mengklasifikasi fraktur pada gigi anterior ke dalam 6 kelompok : (1) fraktur enamel; (2) fraktur dentin; (3) fraktur mahkota di sertai pulpa; (4) fraktur akar; (5) luksasi gigi; (6) intrusi gigi Bennet mengklasifikasikan pada gigi anterior GarciaGodoy mengklasifikasikan untuk trauma pada gigi sulung dan gigi permanen Ellis dan Davey modifikasi Ellis mengklasifikasikan fraktur pada gigi anterior Hargreaves and Craig memodifikasi dari klasifikasi Ellis dan Davey Silvestri dan Singh mengklasifikasikan fraktur pada gigi posterior WHO mengklasifikasikan bagian mulut yang luka dengan pemakaian nomor kode baik pada gigi sulung maupun pada gigi permanen Andreasen memodifikasi dari WHO mengklasifikasikan dengan menyertakan istilah yang tidak tepat Uncomplicated / Complicated crownroot fracture dan konkusi, subluksasi Johnson mengklasifikasikan cedera trauma pada gigi anterior

5 Tahun Peneliti Heithersay dan Morile memberikan klasifikasi dari fraktur subgingiva dalam hubungannya dengan berbagai bidang horizontal dari periodonsium Pulver mengkombinasikan dari klasifikasi Ellis dan Davey, Andreasen, Hargreaves dan Craig serta McDonald dan Avery dan mengklasifikasikan pada gigi yang mengalami trauma Leubke mengklasifikasikan berdasarkan pembagian fragmen dari fraktur akar yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe: Complete Fracture dan Uncomplete Fracture atau fracture supraosseus dan fracture intraosseus Ulfhon mengklasifikasikan fraktur mahkota kedalam tiga kelas yang sederhana Dean dkk mengklasifikasikan gigi yang fraktur berdasarkan orientasi terhadap bidang fraktur terhadap panjang gigi Application of International Classification of Disease to Dentistry and Stomalogy (WHO) mengklasifikasikan trauma gigi dan pemberian kode Feiglin mengklasifikasikan arah fraktur akar menjadi tiga area Klasifikasi cedera dentofasial di adopsi dari International Association of Dental Traumatology (IADT) Spinas dan Altana mengklasifikasikan fraktur mahkota pada gigi Berman, Blanco dan Cohen mengklasifikasikan trauma gigi pada fraktur mahkota, fraktur akar dan luksasi Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology dengan pemberian kode diterapkan baik gigi sulung dan gigi permanen. Klasifikasi klinis trauma gigi menurut WHO pada kedokteran gigi dan stomatologi dibagi menjadi empat kategori yaitu kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada jaringan periodontal, kerusakan pada jaringan tulang pendukung serta kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut. 2,11 Adapun pembagian trauma menurut WHO yaitu : I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa (Gambar 1) 2,11 a. Infraksi enamel adalah suatu fraktur yang tidak sempurna pada enamel (retak) dan tanpa adanya kehilangan struktur dari gigi (N ). b. Fraktur enamel (uncomplicated crown fracture) adalah suatu fraktur dengan kehilangan bagian gigi hanya pada bagian enamel (N ).

6 c. Fraktur enameldentin (uncomplicated crown fracture) adalah suatu fraktur dengan kehilangan bagian gigi hanya pada enamel dan dentin tetapi tidak sampai ke pulpa (N ). d. Complicated crown fracture adalah fraktur yang mengenai enamel dan dentin hingga mencapai ke pulpa (N ). e. Uncomplicated crownroot fracture adalah suatu fraktur pada mahkota enamel, dentin dan sementum tetapi tidak mengenai pulpa (N ). f. Complicated crownroot fracture adalah suatu fraktur yang mengenai enamel, dentin dan sementum hingga mencapai pulpa (N ). g. Fraktur akar adalah fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa (N ). Gambar 1. A. Crown infraction dan uncomplicated fracture tanpa melibatkan dentin B. Uncomplicated crown fracture, C. Complicated crown fracture, D. Uncomplicated crownroot fracture, E. Complicated crownroot fracture, F. Fraktur akar 11 II. Kerusakan pada jaringan periodontal (Gambar 2) 2,11 a. Konkusi adalah sebuah trauma pada gigi dan struktur pendukungnya tanpa adanya kehilangan yang tidak normal tetapi ada reaksi saat di perkusi (N ). b. Subluksasi adalah trauma pada gigi dan struktur pendukungnya dengan abnormal tetapi tanpa adanya malposisi dari gigi (N ). c. Luksasi ekstruksi (dislokasi periperal, avulsi parsial) adalah pergeseran pada sebagian gigi yang keluar dari soket (N ).

7 d. Luksasi lateral adalah pergeseran gigi keluar dari porosnya, hal ini ditandai adanya benturan atau trauma alveolar pada soket (N ). e. Luksasi intrusi adalah pergeseran gigi keluar dari porosnya, hal ini ditandai adanya dislokasi benturan atau trauma soket alveolar (N ). f. Avulsi (exartikulasi) adalah pergeseran atau perpindahan yang sempurna dimana gigi keluar dari soketnya (N ). Gambar 2. A. Konkusi, B. Subluksasi, C. Luksasi Ekstrusif, D. Luksasi Lateral, E. Luksasi Intrusif, F. Avulsi 11 III. Kerusakan pada jaringan tulang pendukung (Gambar 3) 2,11 a. Communition of the maxillary alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi dari soket alveolar pada rahang atas. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral (N ). b. Communition of the mandibular alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi dari soket alveolar pada rahang bawah. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral (N ). c. Fraktur dinding soket alveolar maksila adalah fraktur tulang alveolar pada rahang atas yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket (N ). d. Fraktur dinding soket alveolar mandibula adalah fraktur tulang alveolar pada rahang bawah yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket (N ).

8 e. Fraktur prosesus alveolar maksila adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi pada rahang atas (N ). f. Fraktur korpus maksila adalah fraktur pada korpus maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi (N ). g. Fraktur korpus mandibula adalah fraktur pada korpus mandibula yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi (N ). Gambar 3. A. Comminution of alveolar socket, B. Fraktur pada fasial dan lingual dinding soket alveolar, C. dan D. Fraktur prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi, E. dan F. Fraktur korpus maksila atau mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket gigi 11 IV. Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut (Gambar 4) 2,11 a. Laserasi adalah suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel (S 01.50). b. Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa (S 01.50). c. Abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet (S 01.50).

9 Gambar 4. A. Laserasi, B. Konkusi, C. Abrasi 11 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Johnson, klasifikasi yang paling sering dilakukan adalah metode klasifikasi Ellis. Klasifikasi ini sederhana sebab hanya didasarkan pada sistem numerik yang menggambarkan tingkat batasan dari trauma Perawatan Trauma Gigi Menurut Klasifikasi WHO WHO membagi perawatan trauma pada gigi sulung dan gigi permanen. Pembahasan berikut ini adalah mengenai perawatan trauma pada gigi sulung sesuai dengan klasifikasi trauma WHO. Perawatan trauma gigi sulung pada kerusakan jaringan keras gigi dan pulpa terdiri atas infraksi enamel, fraktur enamel (uncomplicated crown fracture), fraktur enamel dentin (uncomplicated crown fracture), complicated crown fracture, uncomplicated crownroot fracture, complicated crownroot fracture dan fraktur akar. 2,1217 a. Infraksi Enamel Diagnosis infraksi enamel adalah fraktur tidak sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur. Secara keseluruhan pada gambaran radiografi anatomi terlihat normal. Tidak ada perawatan khusus, tujuan perawatan untuk menjaga keutuhan struktural dan vitalitas pulpa. b. Fraktur Enamel (uncomplicated crown fracture) Diagnosis fraktur enamel adalah fraktur hanya mengenai enamel. Tidak ada ditemukan kelainan pada gambaran radiografi. Perawatan fraktur untuk gigi sulung pada anak yang kurang kooperatif, cukup dengan menghilangkan bagianbagian yang

10 tajam. Anak yang kooperatif, dapat dilakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau kompomer. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. c. Fraktur Enamel Dentin (uncomplicated crown fracture) Diagnosis fraktur enameldentin adalah fraktur hanya mengenai enamel dan dentin tetapi belum sampai ke pulpa. Tidak ada kelainan radiografi, namun terlihat ada ruang antara fraktur dengan pulpa. Perawatan untuk gigi sulung adalah melakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer, sedangkan fraktur yang besar dapat menggunakan kompomer. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. d. Complicated crown fracture Diagnosis complicated crown fracture adalah fraktur mengenai enamel, dentin dan pulpa. Tahap perkembangan akar dapat ditentukan dari gambaran radiografi. Perawatan pada trauma jika akar dalam proses reasorbsi adalah ekstraksi. Jika pulpa masih vital, dilakukan pulpotomi dengan kalsium hidroksida; apabila pulpa nonvital, dilakukan pulpektomi. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. Menindaklanjuti perawatannya adalah melakukan pemeriksaan klinis setelah 1 minggu, kemudian melakukan pemeriksaan klinis dan radiografi setelah 6 8 minggu dan melakukan kembali setelah 1 tahun. e. Uncomplicated/complicated crownroot fracture Diagnosis uncomplicated crownroot fracture adalah fraktur mengenai enamel, dentin tetapi belum mengenai pulpa sementara untuk yang complicated crownroot fracture sudah mengenai pulpa. Gambaran radiografi dalam posisi lateral, terlihat ada batasan margin gingival untuk melihat banyaknya fragmen. Jika gigi tidak dapat direstorasi lagi, perawatannya adalah melakukan ekstraksi. Jika tidak apikal fragmen dapat menggangu benih gigi permanen. Instruksikan kepada orangtua untuk

11 diet lunak pada anak selama 1014 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. Menindaklanjuti perawatan melakukan pemeriksaan klinis setelah 1 minggu. Setelah 1 tahun lakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat erupsi gigi permanen. f. Fraktur akar Diagnosis fraktur akar adalah gigi yang mengalami fraktur akar umumnya akan terjadi ekstrusi fragmen mahkota dan biasanya mahkota bergeser ke arah palatal. Gambaran radiografinya adalah fraktur akar mengenai setengah atau sepertiga apikal. Perawatan trauma tergantung pada stabilitas dari fragmen mahkota. Jika fragmen mahkota tidak bergeser, tidak diperlukan perawatan. Jika fragmen bergeser, dapat direposisikan secara perlahanlahan. Apabila pergeseran fragmen mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya maka perawatan terbaik adalah pencabutan fragmen mahkota. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan. Menindaklanjuti pengobatan yaitu setelah 1 minggu lakukan pemeriksaan klinis, setelah 6 8 minggu pemeriksaan klinis. Dilakukan ekstraksi setelah 1 tahun melakukan pemeriksaan klinis dan radiografi sampai eksfoliasi. Perawatan trauma pada kerusakan jaringan periodontal terdiri atas konkusi, subluksasi, luksasi ekstrusif, luksasi lateral, luksasi intrusif dan avulsi. 2,1217 a. Konkusi Diagnosis konkusi adalah trauma dan peradangan pada ligamen periodontal, perkusi tanpa mobilitas dan pendarahan. Pada gambaran radiografi periapikal tidak ditemukan adanya kelainan. Kasus ini tidak membutuhkan perawatan khusus. Hanya diperlukan observasi. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Tujuan pengobatan adalah untuk mengoptimalkan penyembuhan ligamen periodontal dan vitalitas pulpa. Tindaklanjut perawatan perlu dilakukan pemeriksaan klinis setelah 1

12 minggu, kemudian setelah 6 8 minggu. Tidak ada terapi pulpa yang diindikasikan kecuali terjadi infeksi. b. Subluksasi Diagnosis subluksasi ditandai dengan peningkatan mobilitas gigi tanpa perpindahan atau pergeseran gigi. Ada atau tanpa perdarahan pada sulkular. Pada gambaran radiografi periapikal tidak ditemukan ada kelainan dan biasanya ruang periodontal normal. Namun foto rongent tetap direkomendasikan untuk melihat adanya pergeseran dan fraktur akar. Perawatan kasus subluksasi untuk gigi sulung adalah menganjurkan orangtua untuk membersihkan luka anak setiap hari dan memberikan diet lunak hari dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Tujuan pengobatan adalah untuk mengoptimalkan penyembuhan ligamen periodontal dan jaringan neurovaskular. Pada umumnya prognosis biasanya baik. Biasanya gigi akan kembali normal setelah 2 minggu. c. Luksasi Ekstrusif Diagnosis luksasi ekstrusif menunjukkan sebagian gigi mengalami perpindahan dari soketnya. Gambaran pada radiografi periapikal terlihat adanya peningkatan ruang ligamen periodontal. Perawatan yang dilakukan tergantung kepada besarnya pergeseran, mobilitas, dan pembentukan akar. Jika ekstrusif tidak parah (<3mm) gigi dapat direposisi secara perlahan. Untuk kasus ekstrusif yang parah, ekstraksi dapat menjadi pilihan perawatan setelah gigi sulung seutuhnya terbentuk sempurna. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan kembali anatomi posisi gigi yang benar, mengoptimalkan penyembuhan ligamen periodontal dan jaringan neurovaskular untuk tetap menjaga estetis dan integritas fungsi.

13 d. Luksasi Lateral Diagnosis luksasi lateral ditandai dengan adanya pergeseran gigi biasanya dalam arah palatal/lingual dan labial. Gambaran radiografi terlihat peningkatan ruang apikal ligamen periodontal dan terlihat jelas pada paparan oklusal. Paparan tersebut sering menunjukkan perubahan posisi gigi permanen. Perawatannya adalah sebagai berikut : a. Jika tidak ada ganguan oklusal seperti pada kasus ligamen periodontal, maka gigi dapat direposisikan secara spontan. b. Kasus gangguan oklusal yang ringan dilakukan grinding. c. Kasus gangguan oklusal yang parah, gigi dapat direposisikan perlahan dengan kombinasi. Setelah dianastesi, dilakukan penekanan. d. Pergeseran mahkota yang parah, dilakukan ekstraksi. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Prognosis umum dipengaruhi oleh kurangnya penelitian untuk mengevaluasi ekstraksi gigi. e. Luksasi Intrusif Diagnosis luksasi intrusif adalah gigi kehilangan tempat melalui plat tulang labial. Gambaran radiografi terlihat apikal gigi kehilangan tempat dan peningkatan ruang ligamen periodontal. Gigi yang mengalami intrusi ke palatal perawatan terbaik adalah ekstraksi; sedangkan pada gigi yang intrusi ke bukal, cukup lakukan evaluasi karena gigi erupsi kembali kearah semula. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Menindaklanjuti pengobatan yaitu melakukan pemeriksaan klinis setelah 1 minggu. Pemeriksaan klinis dan radiografi setiap 4 minggu sampai gigi semuanya erupsi kemudian 6 bulan, 1 tahun dan setiap tahun berikutnya sampai semua gigi permanen tumbuh. Prognosis umum untuk gigi sulung, 90% akan membantu

14 memperbaiki erupsi gigi permanen nantinya. Ankilosis dapat terjadi jika ligamen periodontal dan gigi yang intrusif tidak ditangani dengan optimal. f. Avulsi Diagnosis pada avulsi terlihat gigi benarbenar keluar dari soketnya. Gambaran radiografi periapikal penting untuk memastikan bahwa gigi yang tanggal tidak mengganggu. Replantasi pada gigi sulung yang avulsi tidak di indikasikan karena memiliki potensi untuk merusak pertumbuhan gigi permanen dan meningkatkan nekrosis pulpa. Instruksikan kepada orangtua untuk diet lunak pada anak selama 1014 hari, menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut selesai makan dan penggunaan topikal khlorheksidin dua kali sehari selama satu minggu. Menindaklanjuti pengobatan yaitu pemeriksaan klinis setelah 1 minggu. Pemeriksaan klinis dan radiografi setelah 6 bulan. Pemeriksaan klinis dan radiografi setelah 1 tahun dan dilakukan setiap tahunnya sampai semua gigi permanen tumbuh. Tujuan dilakukannya perawatan adalah untuk mencegah perkembangan trauma yang lebih lanjut. Perawatan trauma pada kerusakan jaringan tulang pendukung pada prinsipnya hampir mirip. Diagnosis fraktur alveolar menunjukkan fraktur pada tulang alveolar, segmen gigi goyang dan biasanya mengalami pergeseran sehingga dapat mengenai tulang alveolar sebelahnya. Pada gambaran radiografi dapat dilihat garis horizontal fraktur pada apeks gigi. Gambaran lateral radiografi dapat memberikan relasi antara dua gigi dan jika segmen berpindah ke arah labial. Perawatan untuk fraktur alveolar adalah melakukan ekstraksi pada gigi yang mengalami fraktur. 2, Penanganan Trauma Gigi yang Dilakukan Dokter Gigi Dokter gigi memiliki tanggung jawab untuk memperkenalkan, membedakan, dan menangani atau merujuk anakanak yang mengalami trauma yang parah. 14 Perawatan trauma untuk gigi dan jaringan sekitar dilakukan bila keadaan umum pasien telah baik, kemudian penentuan perawatan yang tepat didasarkan pada diagnosis serta anamnesis yang lengkap. 2

15 Penetapan diagnosis dan rencana perawatan yang benar dokter gigi harus melakukan pemeriksaan yang benar dan sistematis. Pendekatan sistematis terhadap anak yang terkena trauma juga sangat diperlukan agar anak kooperatif sehingga mudah untuk menentukan tingkat keparahan injuri pada gigi, jaringan periodonsium dan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan mencakup riwayat terjadinya trauma, pemeriksaan klinis dan radiografi, dan tes tambahan seperti perkusi dan palpasi, uji sensitivitas pulpa dan evaluasi mobilitas gigi. Radiografi ekstra oral dan intra oral juga sangat penting dilakukan guna untuk mengevaluasi trauma pada jaringan lunak dan jaringan keras. 14,15 Rencana perawatan ditentukan berdasarkan pertimbangan status kesehatan pasien, kooperatif atau tidaknya pasien dan status perluasan injuri. Pengalaman yang tinggi dalam penanganan atau rujukan yang tepat dapat berguna untuk memastikan diagnosis dan perawatan yang tepat. Penanganan kasus trauma pada anak harus melibatkan orangtua baik pada saat perawatan dan menentukan rencana perawatan. Penanganan dini trauma gigi sangat berpengaruh pada vitalitas pulpa, proses penyembuhan gigi serta jaringan sekitarnya. Langkah langkah penanganan yang dilakukan oleh dokter gigi berupa penanganan umum untuk mendapatkan diagnosis yang tepat adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Salah satu cara untuk memeriksa bayi dan anakanak yang terkena trauma yaitu menidurkan anak pada pangkuan ibu/ayah/atau pengasuh dengan pandangan ke atas. Tangan anak diletakkan di bawah tangan ibu dan dokter gigi duduk di depan ibu dengan kepala anak terletak pada pangkuannya. Posisi demikian dapat memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat kedua rahang anak. Dokter gigi dapat menggunakan molt mouthprop atau mengikat jari tangannya dengan menggunakan bantalan dan adhesive tape (Gambar 5). 2 Anamnesis secara lengkap dengan menanyakan halhal yang berhubungan dengan riwayat terjadinya trauma dilakukan dengan memberikan pertanyaan kapan terjadinya trauma, bagaimana trauma bisa terjadi, apakah ada luka di bagian tubuh

16 lainnya, perawatan apa yang telah dilakukan, apakah pernah terjadi trauma gigi pada masa lalu, dan imunisasi apa saja yang telah diberikan pada anak. 2 Pemeriksaan luka ekstra oral dilakukan dengan cara palpasi pada bagian bagian wajah sekitar. Palpasi dilakukan pada alveolus dan gigi, tes mobilitas, reaksi terhadap perkusi, transluminasi, tes vitalitas baik konvensional maupun menggunakan vitalitas tester, gigigigi yang bergeser diperiksa dan dicatat, apakah terjadi maloklusi akibat trauma, apakah terdapat pulpa yang terbuka, perubahan warna, maupun kegoyangan. Gigi yang mengalami trauma akan memberikan reaksi yang sangat sensitif terhadap tes vitalitas, oleh karena itu tes vitalitas hendaknya dilakukan beberapa kali dengan waktu yang berbedabeda. Pembuatan foto periapikal dengan beberapa sudut pemotretan ataupun panoramik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis. 2 Gambar 5. Posisi pemeriksaan 2 2. Perawatan darurat merupakan awal dari perawatan. Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut. Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka dengan baik merupakan tolak ukur pertolongan pertama. Pembersihan dan irigasi yang perlahan dengan saline akan membantu mengurangi jumlah jaringan yang mati dan resiko adanya keadaan anaerobik. Antiseptik permukaan juga digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan streptokokus patogen pada kulit atau mukosa daerah luka. 2

17 3. Imunisasi Tetanus. Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak yang mengalami trauma yaitu melakukan imunisasi tetanus. Pencegahan tetanus dilakukan dengan membersihkan luka sebaikbaiknya, menghilangkan benda asing dan eksisi jaringan nekrotik. Dokter gigi bertanggungjawab untuk memutuskan apakah pencegahan tetanus diperlukan bagi pasien anakanak yang mengalami avulsi gigi, kerusakan jaringan lunak yang parah, luka karena objek yang terkontaminasi tanah atau luka berlubang. Riwayat imunisasi sebaiknya didapatkan dari orang tua penderita. Umumnya anakanak telah mendapatkan proteksi yang memadai dari imunisasi aktif berupa serangkaian injeksi tetanus toksoid. Apabila imunisasi aktif belum didapatkan, maka dokter gigi sebaiknya segera menghubungi dokter keluarga untuk perlindungan ini. Imunisasi dengan antitoksin tetanus dapat diberikan, tetapi imunisasi pasif ini bukan tanpa bahaya karena dapat menimbulkan anafilaktik syok. Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali. 2 Semua informasi diagnosis yang relevan, pengobatan, dan merekomendasikan perawatan tindak lanjut harus didokumentasikan dalam catatan pasien. Perawatan trauma yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan klasifikasi trauma yang terjadi. Berbagai jurnal menggambarkan penanganan dokter gigi dalam trauma gigi sulung. 15 Penelitian yang dilakukan pada anakanak prasekolah di Kuwait melaporkan bahwa jenis trauma yang paling umum adalah fraktur gigi sebanyak 70,6%. Laporan dari orangtua anakanak diperoleh bahwa mereka tidak pernah mencari perawatan terhadap trauma jaringan lunak. Hasil penelitian ini secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara jenis trauma dan jenis pengobatan yang diberikan. Sepertiga (23 gigi) dari trauma tidak pernah dilakukan perawatan dan 13 gigi yang di ekstrasi (Tabel 5). 18

18 Tabel 5. Jenis trauma dan pengobatan yang diberikan 18 Jenis trauma Tidak Dirawat Konsultasi dengan pemberian antibiotik Konsultasi akibat tidak dirawat Restorasi Ekstraksi Total Luksasi Avulsi Fraktur enamel Fraktur enameldentin Complicated Crown Total 3 (17,6) 14(70,0) 6 (33,3) 23(33,8) 1 (33,3) 1 (1,5) 10 (58,8) 2 (66,7) 2 (11,1) 14 (20,6) 6 (30) 10 (55,6) 1 (10,0) 17 (25,0) 4 (23,5) 9 (90) 13 (19,1) 17(100) 3(100) 20(100) 18(100) 10(100) 68(100) Penelitian di Universitas Ankara Negara Turki mengatakan bahwa perawatan untuk anak usia dibawah 3 tahun yang tidak kooperatif diwajibkan melakukan pencabutan pada kasus fraktur akar. Hasil penelitian diatas dapat dilihat perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi di Turki terhadap kasus trauma gigi sulung. Hasil penelitian tersebut adalah pada fraktur enamel hanya dilakukan aplikasi fluor, untuk fraktur enameldentin tanpa keterlibatan pulpa dilakukan pulp capping dan restorasi, untuk kasus fraktur enameldentin yang mengenai pulpa dilakukan pencabutan dan perawatan saluran akar. Kasus subluksasi dan luksasi intrusif tidak dilakukan perawatan hanya observasi saja. Kasus luksasi ekstrusif dan luksasi lateral pada umumnya dilakukan observasi, ekstraksi dan perawatan saluran akar, sementara untuk avulsi sebagian besar tidak dilakukan perawatan. 6 Pada penelitian lain, hampir 90,5% dokter gigi mengetahui bagaimana cara penangan kasus trauma gigi avulsi. Sebanyak 44,7% mengatakan bahwa gigi avulsi tersebut harus dipertahankan dengan cara direndam dalam susu atau larutan air garam. Pada kasus fraktur alveolus, 64,1% dokter gigi akan melakukan irigasi dan aspirasi dengan menggunakan saline solution. Setelah mereposisikan gigi avulsi ke dalam alveolus, 82,2% dokter gigi sepakat menggunakan splinting fleksibel untuk menjaga posisi gigi avulsi. 19

19 Hasil evaluasi dari penelitian yang dilakukan di klinik bayi di Universitas Londrina menunjukkan bahwa perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi pada kasus luksasi pada gigi sulung adalah hanya observasi saja, pemasangan protesa, ekstraksi, reposisi dan splinting. Perawatan yang paling umum dilakukan adalah ekstraksi. 20 Data riwayat trauma subluksasi gigi anterior rahang atas di Rumah Sakit Anak Montreal, Kanada dari tahun 1982 sampai 1993 terdapat 207 pasien dengan usia berkisar 0,8 tahun sampai 7,5 tahun. Laporan penanganan kasus subluksasi gigi anterior rahang atas yang dilakukan oleh dokter gigi dan staf rumah sakit adalah tidak dilakukannya perawatan 80,2%, ekstraksi 9,2%, splint 7,7%, memperbaiki oklusi 1%, memperbaiki dan splint 1,9%. 21 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di programprogram kedokteran di India hanya 24% dokter gigi yang pernah menemukan kasus avulsi gigi pada anakanak prasekolah. Hasil survei menunjukkan 57% dokter gigi melakukan perawatan dengan mencuci mulut anak dan menyarankan mengambil gigi dengan kain basah. Hanya 5,5% dokter gigi yang ingin menempatkan kembali gigi ke dalam soket sebelum dirujuk. Sebanyak 36,5% akan langsung merujuk anak ke dokter spesialis. 22

20 2.5 Kerangka Teori Trauma dental gigi Etiologi Prevalensi Klasifikasi Trauma Klasifikasi trauma selain WHO Klasifikasi trauma WHO Kerusakan jaringan keras gigi dan pulpa Kerusakan jaringan periodontal Kerusakan jaringan tulang pendukung Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut Perawatan Trauma 2.6 Kerangka Konsep KLASIFIKASI TRAUMA GIGI SULUNG BERDASARKAN WHO PERAWATAN TRAUMA GIGI SULUNG OLEH DOKTER GIGI

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Trauma Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. 19 Trauma atau yang disebut injury atau wound, dapat juga diartikan sebagai kerusakan atau luka yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA tahun. 4 Trauma injuri pada gigi dan jaringan pendukungnya merupakan tantangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Trauma Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK 2.1 Definisi Fraktur Dentoalveolar Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Kamus Kedokteran Dorland

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma gigi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius pada anak disebabkan prevalensi yang tinggi di berbagai negara terutama pada gigi permanen.

Lebih terperinci

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA Pedro Bernado PENDAHULUAN ETIOLOGI KLASIFIKASI DIAGNOSIS PERAWATAN WIRING: essig dan eyelet/ivy ETIOLOGI Trauma dentoalveolar semua usia terbanyak usia: 8-12 tahun

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi anak di Indonesia adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian lebih dari orang tua maupun praktisi di bidang kedokteran gigi

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK. 2002). Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan

BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK. 2002). Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK 3.1 Anamnesis Anamnesis adalah kemampuan ingatan dan atau sejarah masa lalu mengenai seseorang pasien dan keluarganya (Kamus Kedokteran

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TRAUMA GIGI PADA ANAK

PENATALAKSANAAN TRAUMA GIGI PADA ANAK PENATALAKSANAAN TRAUMA GIGI PADA ANAK Oleh: Eriska Riyanti, drg., Sp. KGA. Bagian Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Trauma adalah luka atau jejas baik fisik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dapat diartikan sebagai pecahnya satu bagian, terutama dari struktur tulang, atau patahnya gigi. Akar merupakan bagian

Lebih terperinci

FREKUENSI FRAKTUR MAHKOTA GIGI ANTERIOR PADA USIA 9-25 TAHUN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR

FREKUENSI FRAKTUR MAHKOTA GIGI ANTERIOR PADA USIA 9-25 TAHUN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR FREKUENSI FRAKTUR MAHKOTA GIGI ANTERIOR PADA USIA 9-25 TAHUN DI BEBERAPA RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus trauma gigi merupakan masalah serius pada kesehatan gigi anak. 1 Trauma gigi diprediksi akan melampaui karies gigi dan penyakit periodontal sebagai masalah kesehatan

Lebih terperinci

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : PEDODONSIA TERAPAN NOMOR KODE / SKS : KGM / 427 / 2 SKS A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah ini membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Atlet Atlet menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau pertandingan dalam beradu ketangkasan, kecepatan, keterampilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merawatnya. Trauma pada gigi anak harus selalu dianggap sebagai tindakan

BAB I PENDAHULUAN. merawatnya. Trauma pada gigi anak harus selalu dianggap sebagai tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Masalah Fraktur akibat trauma pada gigi adalah salah satu pemasalahan kedokteran gigi yang banyak didapat pada anak dan setiap dokter gigi harus siap mengatasi dan

Lebih terperinci

TRAUMATIK INJURI PADA GIGI ANAK

TRAUMATIK INJURI PADA GIGI ANAK TRAUMATIK INJURI PADA GIGI ANAK Pengantar Traumatik Injuri pada Gigi Anak Traumatik injuri pada gigi dan struktur pendukung adalah suatu keadaan yang ditimbulkan sebagal keadaan darurat. Akibat trauma

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. digunakan setelah tahap reposisi atau replantasi dilakukan (Curzon, 1999).

BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. digunakan setelah tahap reposisi atau replantasi dilakukan (Curzon, 1999). BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK 4.1 Definisi Alat Stabilisasi Fraktur dentoalveolar dapat menyebabkan adanya kegoyangan gigi karena gangguan pada ligamen periodontal atau karena

Lebih terperinci

Kecoa Sebagai Korpus Alineum pada Liang Telinga Seorang Awak Kapal Richard Pieter

Kecoa Sebagai Korpus Alineum pada Liang Telinga Seorang Awak Kapal Richard Pieter DAFTAR ISI Editorial Retno Wahyuningsih The Incidence of Trichomonas vaginalis Infection among Female Commercial Sex Workers in North Jakarta Agus Aulung, Widiastuti S. Manan, Rizal Subahar.51-55 Kecoa

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

BUKU AJAR ILMU KONSERVASI GIGI IV. Oleh : drg. Sri Daradjati S., SU, Sp.KG drg. Tunjung Nugraheni, M. Kes.

BUKU AJAR ILMU KONSERVASI GIGI IV. Oleh : drg. Sri Daradjati S., SU, Sp.KG drg. Tunjung Nugraheni, M. Kes. BUKU AJAR ILMU KONSERVASI GIGI IV Oleh : drg. Sri Daradjati S., SU, Sp.KG drg. Tunjung Nugraheni, M. Kes. FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2004 Pokok Bahasan I: Operative Dentistry

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL. Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan

BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL. Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan BAB 2 TRAUMA MAKSILOFASIAL 2.1 Defenisi Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan sekitarnya. 2 Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket. DRY SOCKET Definisi Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi. Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket. Setelah pencabutan

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik 11/18/2010 1 PERAWATAN INISIAL Perawatan Fase I Perawatan fase higienik Tahap Pertama serangkaian perawatan periodontal untuk : Penyingkiran semua iritan lokal penyebab inflamasi Motivasi dan instruksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyuluhan 2.1.1 Pengertian penyuluhan Penyuluhan merupakan suatu usaha terencana dan terarah dalam bentuk pendidikan non formal yang bertujuan merubah sikap dan tingkah laku

Lebih terperinci

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat

IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat IX. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gigi Tiruan Cekat Kegagalan gigi tiruan cekat dapat terjadi karena A. Kegagalan sementasi. B. Kegagalan mekanis C. Iritasi dan resesi gingiva D. Kerusakan jaringan

Lebih terperinci

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Prognosis PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Ramalan perkembangan,perjalanan dan akhir suatu penyakit Prognosis Penyakit Gingiva dan Periodontal Ramalan

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan kesehatan mempunyai manfaat yang sangat vital dalam menunjang kesehatan dan penampilan. Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan gigi terutama

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan Diagnosa Dalam Perawatan Endodonti Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Luka trauma gigi dan mulut dapat bersifat cepat, tiba-tiba dan tidak terduga,

1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Luka trauma gigi dan mulut dapat bersifat cepat, tiba-tiba dan tidak terduga, 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka trauma gigi dan mulut dapat bersifat cepat, tiba-tiba dan tidak terduga, oleh sebab itu dokter gigi harus siap dalam menghadapi kasus darurat pada waktu kapan saja.

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 GAMBARAN PENANGANAN KASUS TRAUMA GIGI PERMANEN OLEH DOKTER GIGI DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN SUNGGAL, MEDAN HELVETIA, MEDAN PETISAH MEDAN MAIMUN DAN MEDAN SELAYANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN HILANGNYA PAPILA INTERDENTAL

PENANGGULANGAN HILANGNYA PAPILA INTERDENTAL 1 PENANGGULANGAN HILANGNYA PAPILA INTERDENTAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : INDAH WATI S. NIM : 060600010 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien Odontektomi Odontektomi menurut Archer adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosterial flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar bukal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan karena adanya aktivitas suatu jasad renik yang ditandai dengan demineralisasi atau hilangnya mineral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : Periodonsia I NOMOR KODE/ SKS : PE 142/ 2 SKS GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata Kuliah ini membahas mengenai pengenalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT Dipresentasikan pada Prosiding Temu Ilmiah Bandung Dentistry 6 Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Kota Bandung Oleh : Lucky Riawan, drg., Sp BM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari dalam soket dari tulang alveolar, di mana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Peridontal Periodonsium secara harfiah artinya adalah di sekeliling gigi. Periodonsium terdiri dari jaringan-jaringan yang mengelilingi gigi yaitu: 14 1. Gingiva Gingiva

Lebih terperinci

I. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)

I. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa) I. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa) Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan korona gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi.

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar pada gigi desidui merupakan salah satu tindakan terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi. Perawatan saluran akar

Lebih terperinci

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap insan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi yang tidak teratur dan keadaan oklusi yang tidak sesuai dengan keadaan normaltentunya merupakan suatu bentuk masalah kesehatan gigi dan mulut. 1,2,3 Data

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilangnya gigi bisa terjadi pada siapa saja dengan penyebab yang beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, patah, retak), infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

ENDODONTIC-EMERGENCIES

ENDODONTIC-EMERGENCIES ENDODONTIC-EMERGENCIES (Keadaan darurat endodontik) Keadaan darurat adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan stafnya. Biasanya dikaitkan dengan nyeri atau pembengkakan dan memerlukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Karies Gigi a. Definisi Karies gigi atau gigi berlubang merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum), yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

KURETASE GINGIVAL & KURETASE SUBGINGIVAL

KURETASE GINGIVAL & KURETASE SUBGINGIVAL KURETASE GINGIVA PENDAHULUAN pd uraian berikut akan dibahas tiga tehnik bedah yg termasuk kategori kuretase yaitu : Kuretase gingival (gingival curettage) Kuretase subgingival (subgingival curettage),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 OHI (Oral Hygiene Index) OHI merupakan gabungan dari indeks debris dan indeks kalkulus, masing-masing didasarkan pada 12 angka pemeriksaan skor debris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

SINDROM KOMBINASI MAKALAH

SINDROM KOMBINASI MAKALAH SINDROM KOMBINASI MAKALAH Disusun oleh: Drg. LISDA DAMAYANTI, Sp. Pros. NIP: 132206506 BAGIAN PROSTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2009 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

Rinezia Rahmatunisa Naro*, Mochamad Fahlevi Rizal, Margaretha Suharsini Soetopo

Rinezia Rahmatunisa Naro*, Mochamad Fahlevi Rizal, Margaretha Suharsini Soetopo HUBUNGAN ANTARA STATUS SOSIODEMOGRAFI IBU DAN KEPUTUSAN PERAWATAN KASUS TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR PADA ANAK (Kajian pada Aspek Pendapatan, Jarak Tempat Tinggal dan Pengaruh Orang Terdekat dengan Ibu)

Lebih terperinci

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak Penatalaksanaan Dentinogenesis Imperfecta pada Gigi Anak Abstract Winny Yohana Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Dentinogenesis imperfecta adalah suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap individu. Individu yang mengalami masalah

Lebih terperinci