Juta 68% Juta 65% Sumber: DBS Vickers, BPJS Kesehatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Juta 68% Juta 65% Sumber: DBS Vickers, BPJS Kesehatan"

Transkripsi

1

2 1 Pendahuluan Indonesia merupakan pasar utama di Asia Tenggara dalam hal pelayanan kesehatan; terutama jika melihat pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, serta peningkatan kesadaran akan perawatan kesehatan, diagnostik dan pendekatan preventif medis modern. Penerapan program pemerintah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2014 juga mendorong peningkatan investasi lebih besar lagi bagi penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan praktisi kesehatan, yang pada akhirnya akan menyebabkan kenaikan kebutuhan akan produk farmasi dan alat kesehatan Juta 100% Juta 56% Juta 65% Juta 68% 2018 (Feb) 182 Juta 84% Juta 30% Sumber: DBS Vickers, BPJS Kesehatan Dalam waktu empat tahun pelaksanaannya, JKN telah mencakup lebih dari 80% penduduk Indonesia. Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan pun terus meningkat. Pada 2017 Indonesia mengalokasikan hampir 7 miliar Dolar AS untuk belanja sektor pelayanan kesehatan, mencapai 5% dari total anggaran nasional dan merupakan peningkatan yang signifikan, sebesar 43% dibandingkan tahun sebelumnya. Pasar farmasi juga telah berkembang sejak triwulan terakhir di tahun 2016, terutama didorong oleh pelaksanaan JKN. Namun demikian, hingga saat ini, belum terdapat perubahan berarti dalam sektor tersebut: perusahaan-perusahaan multinasional masih fokus kepada produk berbasis riset untuk pasar Indonesia. Pasar farmasi tetap didominasi oleh para pemain lokal, dengan 72% kontribusi pemain lokal yang terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan-perusahaan dalam negeri, sementara pemain multinasional berkontribusi sebesar 28%. Total nilai pasar pada 2016 mencapai Rp. 65,3 triliun dan merupakan 27% dari total Pasar ASEAN. Jenis Badan Usaha Jumlah badan Usaha Nilai dalam Miliar Rupiah (2016) Persentase (%) Tingkat Pertumbuhan Tahunan Gabungan (CAGR) dalam 5 Tahun Terakhir (%) BUMN Perusahaan Multinasional ,636 72% 7.07% 17,695 28% 9.83% Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia & IMS Sementara itu pasar untuk alat kesehatan Indonesia saat ini telah mencapai Rp. 12 triliun per tahun, walau masih bergantung pada peralatan dan pasokan kesehatan impor guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini disebabkan karena industri pelayanan kesehatan dalam negeri di Indonesia masih tertinggal, sehingga masih memerlukan impor peralatan canggih dari negara-negara berteknologi tinggi, serta peralatan yang lebih sederhana dan habis pakai, sebagian besar dari Cina. Data GAKESLAB (Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium di Indonesia) menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor 94% alat kesehatan di tahun 2016, dan hanya 6% yang diproduksi secara lokal. Sementara itu, dari perusahaan yang terdaftar aktif, hanya 343 perusahaan yang tercatat sebagai anggota GAKESLAB. Di dalamnya hanya 41 perusahaan terdaftar di BKPM sebagai pabrikan alat kesehatan, dan terdiri atas 6 pemain multinasional, 35 pemain lokal, dengan sisanya tercatat sebagai importir. Melihat peluang pasar yang semakin meningkat tersebut, dan mengingat kebutuhan yang signifikan di masa mendatang serta tingginya dukungan dari pemerintah, sektor pelayanan kesehatan Indonesia menjadi sangat menarik bagi para calon investor. Keberadaan perusahaan multinasional ini dapat membawa penemuan dan inovasi terbaru ke Indonesia, menjadi katalisator yang akan mempercepat kematangan pertumbuhan industri dan mendorongnya menuju tahap yang lebih maju. Investasi tersebut akan menyediakan tenaga pelayanan kesehatan profesional dengan kapasitas yang lebih baik demi kepentingan pasien.

3 2 LEMBAR REKOMENDASI EUROCHAM 2018 KELOMPOK KERJA FARMASI & TEKNOLOGI KESEHATAN Isu-Isu Penting Tantangan Investasi Indonesia memiliki banyak peraturan perundangundangan yang membatasi, sehingga memberikan tantangan untuk investasi asing di sektor farmasi. Terdapat batasan maksimal untuk investasi asing bagi investor asing, serta terdapat peraturan terkait kepemilikan fasilitas produksi dan kepemilikan ijin edar. Pada tahun 2007, sektor farmasi untuk pertama kalinya masuk dalam daftar investasi negatif pemerintah dan diberikan batasan maksimal kepemilikan asing yang diizinkan untuk kegiatan produksi. Selain itu, sektor distribusi farmasi menjadi benar-benar tertutup bagi investor asing. Selama bertahun-tahun, daftar investasi negatif ini selalu direvisi setiap satu atau dua tahun sekali. Revisi terakhir berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal memberikan perubahan sebagai berikut: Bahan baku (Bahan Farmasi Aktif/API atau eksipien), dibuka hingga 100% bagi investasi asing (yaitu bahan baku tidak lagi masuk dalam daftar investasi negatif). Barang jadi, tetap berada dibatas dengan kepemikan asing maksimum 85%, dengan tambahan beberapa kategori baru yang berkaitan dengan alat kesehatan. Dengan dukungan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), perusahaan asing saat ini dapat memiliki kepemilikan hingga 100% untuk investasi produksi alat kesehatan kategori tertentu (khususnya, kelas B, C dan D). Sektor distribusi diberikan kelonggaran, investasi asing diperbolehkan dengan kepemilikan hingga maksimum 67% (berubah dari yang sebelumnya tertutup dengan persyaratan 100% investasi lokal). Sementara itu, pembatasan pada kepemilikan ijin edar ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010 tahun 2008 ( Permenkes 1010 ) tentang Registrasi Obat, yang menetapkan sejumlah pembatasan atas registrasi produk farmasi impor. Pembatasan tersebut menyulitkan perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan kegiatan produksi di Indonesia namun mengimpor produk farmasi di bawah status PBF (yang berarti mereka memiliki status sebagai distributor). Permenkes 1010 menyatakan bahwa semua perusahaan farmasi wajib untuk memiliki ijin usaha produksi untuk memasarkan produknya di Indonesia. Lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan yang mengimpor produk paten akan diwajibkan untuk memproduksi secara lokal dalam jangka waktu lima tahun menjelang paten tersebut berakhir. untuk tetap dapat memasarkan produknya di indonesia. Hal ini akan membatasi ketersediaan produkproduk tertentu yang diperlukan oleh pasien Indonesia, terutama produk-produk inovasi tinggi yang memerlukan tes pasar terlebih dahulu sebelum sampai pada keputusan untuk melakukan produksi di lokasi baru selain fasilitas produksi awalnya. Meskipun dapat dikatakan bahwa sektor tersebut saat ini telah terbuka secara signifikan, tetap adanya pembatasan terhadap investasi asing sebagaimana tertuang dalam daftar investasi negatif, masih membawa risiko sebagai berikut: 1. Produksi farmasi: Rantai pasokan global Dalam hal produksi bahan baku, Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seperti India dan Cina. Negara-negara lain juga telah memiliki porsi pasar yang lebih luas akibat dari perkembangan industri yang lebih dulu di dalam perkembangan industrinya. Jadi meskipun pasar Indonesia saat ini membuka 100% terhadap investasi asing, pasar pasokan global untuk bahan-bahan baku farmasi tidak lagi cukup fleksibel untuk mudah berubah. Terbatasnya mitra lokal Produksi farmasi merupakan kegiatan usaya yang padat modal dan memerlukan investasi tinggi pada tahap riset. Merujuk pada batas maksimum 85% kepemilikan asing, batas minimal 15% investasi lokal akan membatasi secara signifikan jumlah mitra potensial yang cukup kuat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena selain aspek pembiayaan ada hal lain yang juga penting, dimana pemain farmasi asing juga harus mempertimbangkan risiko keamanan (safety) dalam riset dengan mempertimbangkan unsur kerahasiaan dagang (trade secret). Terbatasnya peluang pertumbuhan Pertumbuhan yang memerlukan pembiayaan tambahan untuk investasi dan/atau modal kerja hanya akan mungkin tercapai apabila mitra lokal dapat dan bersedia untuk berkontribusi sesuai dengan porsi mereka. Risiko terhadap hak kekayaan intelektual Mitra Indonesia secara otomatis memperoleh manfaat dari kekayaan intelektual yang telah didaftarkan oleh para investor asing, tanpa harus berkontribusi pada biaya penelitian dan pengembangan terkait. EUROCHAM KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI EROPA DI INDONESIA

4 3 2. Distribusi farmasi: Terbatasnya peluang pertumbuhan Distributor yang sebagian kepemilikannya dimiliki asing, dan sudah ada sejak sebelum tahun 2007, tidak dapat bertumbuh secara signifikan selama mitra lokal tidak bersedia atau tidak dapat memberikan kontribusi dana sesuai dengan porsi mereka. Biaya tinggi bagi konsumen. Terbatasnya pertumbuhan dan kurangnya persaingan karena keterbatasan mitra lokal akan mendorong kenaikan biaya distribusi yang pada akhirnya akan ditanggung oleh pasien/konsumen. Keterbatasan mitra lokal Distribusi farmasi diatur dengan ketat dan menuntut tingkat kepatuhan yang tinggi. Mengacu pada batas maksimum 67% kepemilikan asing, sisa kontribusi sedikitnya 23% secara signifikan membatasi jumlah mitra potensial yang cukup kuat di Indonesia. Rekomendasi: Industri farmasi merupakan industri yang paling teregulasi dalam pasar Indonesia. Kami percaya bahwa dengan membuka sektor penting ini kepada investasi asing, maka produk-produk inovatif bermutu tinggi akan dapat masuk ke pasar Indonesia. Hal ini akan memberikan pasien akses yang lebih luas untuk memperoleh perawatan bermutu. Kami juga merekomendasikan saluran distribusi yang lebih terbuka untuk farmasi dan alat kesehatan, guna memungkinkan lebih banyak pemain di pasar. Persaingan sehat akan menciptakan layanan yang lebih baik, dengan mutu yang lebih tinggi dan tarif yang lebih bersaing, sepenuhnya bermanfaat untuk kepentingan pasien/konsumen. Investasi langsung luar negeri (Foreign Direct Investment/FDI) pada fasilitas produksi lokal untuk alat kesehatan tertentu (kelas B, C dan D) dapat menjadi daya tarik utama dengan mengizinkan 100% kepemilikan asing. Produkproduk yang dipabrikasi secara lokal juga dapat memiliki kode registrasi AKD, dam mendapatkan prioritas dalam pendaftaran e-catalogue LKPP, yang menjadikan produk-produk tersebut akan digunakan oleh rumah sakit pemerintah di seluruh Indonesia. Peninjauan kembali Permenkes 1010 yang dapat mengurangi pembatasan impor bagi produk-produk farmasi ke Indonesia, khususnya produk berinovasi tinggi, akan memperbaiki kemampuan industri dalam memenuhi kebutuhan pasien. Membuka pasar akan membuka akses bagi pasien dan dapat mendorong investasi yang lebih besar dengan adanya potensi penetrasi pasar yang signifikan. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Indonesia sebelum pelaksanaan program JKN pada 2014 dianggap sebagai pasar free-pricing, dimana tidak ada peraturan penetapan harga oleh pemerintah, terkecuali untuk obat generik tanpa merek. Program JKN tersebut diterapkan secara bertahap dan bertujuan untuk mencakup seluruh populasi Indonesia di tahun Data terbaru menyatakan bahwa seluruhnya 182 juta orang (sekitar 80% penduduk Indonesia) saat ini telah terdaftar dalam program pemerintah untuk pelayanan kesehatan universal joins-universal-healthcare-program/item8209

5 4 LEMBAR REKOMENDASI EUROCHAM 2018 KELOMPOK KERJA FARMASI & TEKNOLOGI KESEHATAN Empat tahun pertama pelaksanaan program JKN merupakan proses pembelajaran yang luar biasa bagi semua pihak dan memerlukan berbagai penyesuaian serta modifikasi di sepanjang prosesnya. Selama jangka waktu tersebut, telah ditemukan beberapa persoalan besar terkait pelaksanaan JKN khususnya: Keberlangsungan finansial Keberlangsungan finansial merupakan prinsip pokok dari jaminan sosial. Seperti kebanyakan skema jaminan sosial, pendanaan JKN diperoleh dari kontribusi anggotaanggotanya, sementara sebagian besar belanja program dialokasikan untuk manfaat pelayanan kesehatan. Bedasarkan fakta yang ada, BPJS Kesehatan secara terbuka melaporkan defisit setiap tahunnya. Bahkan sebagai akibat dari defisit yang terakumulasi selama 2014, pemerinta harus membayar tebusan sebesar Rp. 5 triliun pada tahun Kesetaraan peluang Praktik saat ini meletakkan pembatasan pada produk yang telah habis masa patennya di dalam proses pengadaan publik melalu e-catalogue, dan sejauh ini hanya perusahaan lokal yang dapat memproduksi dan memasok obat-obatan generik tanpa merek kepada JKN. Proses pengadaan Pelaksanaan progranm JKN hingga saat ini telah menunjukan kurang akuratnya proyeksi volume kebutuhan farmasi (RKO) dan jadwal proses pengadaan e-catalogue yang seringkali melesat. Tekanan harga Pemerintah saat ini telah menetapkan mekanisme Penetapan Harga Sendiri HPS, yang tidak memasukkan pengungkapan apa pun terkait acuan atau dasar dari perhitungan yang dibuat. Mekanisme ini menciptakan tekanan harga untuk industri yang pada akhirnya dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat. Akses terbuka ke e-catalogue Temuan di lapangan menunjukkan bahwa akses ke e-catalogue/e-purchasing (Katalog elektronik/ pembelian elektronik) saat ini masih terbatas pada rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta baru penyedia JKN. Mereka yang tidak dapat mengakses fasilitas tersebut harus menjalani proses pengadaan secara manual dengan mengacu pada produk-produk yang terdaftar dalam ke e-catalogue. EuroCham mengapresiasi komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional dan upaya yang dilakukan dalam mematuhi prinsip-prinsip keterjangkauan, aksesibilitas dan penggunaan obat yang rasional. Perusahaan anggota EuroCham ingin lebih terlibat melalui proses dialog publik/swasta, sebagaimana perusahaan-perusahaan Eropa dapat memberikan masukkan terkait skema pembiayaan inovatif untuk obat-obatan. Rekomendasi: Kelangsungan finansial adalah faktor utama dalam mencapai tujuan jangka panjang JKN. Untuk menghindari kesenjangan pendanaan yang semakin besar di tahun mendatang, para pembuat kebijakan diharapkan dapat mengambil langkah yang menyeimbangkan keuangan program dan menjadikan sistem lebih stabil dan berkelanjutan di masa mendatang. Akses pasien untuk memperoleh pengobatan yang memadai sepatutnya menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan JKN. Pembatasan terhadap kategori produk tertentu yang telah terbukti aman dan berkhasiat, telah digunakan dan dibutuhkan oleh pasien, akan menimbulkan gangguan pada pengobatan dan masalah akibat kurangnya produk pengganti. > Rekomendasi Lanjutan EUROCHAM KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI EROPA DI INDONESIA

6 Untuk kepastian usaha yang lebih tinggi bagi para pelaku industri, diperlukan proyeksi volume kebutuhan farmasi yang akurat, serta periode waktu yang jelas dan pelaksanaan tepat waktu. Di samping itu, penyediaan informasi yang transparan terkait perhitungan HPS akan mengurangi resiko tersebarnya informasi yang tidak benar kepada industri. Dengan mengurasi risiko ketidakpastian, pasar akan menjadi lebih bersaing, dan hal ini pada akhirnya akan memberikan keuntungan bagi pelaksanaan program. Pada akhirnya, pelaksanaan program JKN sepatutnya menjaring kemajuan teknologi. Pelaporan yang sederhana dan penyediaan platform yang ramah bagi pengguna dengan jaringan yang terintegrasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan JKN akan dapat menghasilkan akurasi yang lebih baik, serta memudahkan integrasi pemasok dan penyedia rumah sakit ke dalam sistem. Undang-Undang Jaminan Produk Halal Undang-Undang Jaminan Produk Halal No. 33 tahun 2014 ( UU Halal ) menetapkan wajib sertifikasi dan pelabelan halal untuk barang dan/atau jasa terkait makanan dan minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimia, produk biologi, produk rekayasa genetika serta barang lain yang dipakai, digunakan masyarakat selama barang tersebut diimpor, didistribusikan dan/atau diperdagangkan di dalam wilayah kepabeanan Indonesia. Berdasarkan UU Halal, dipahami bahwa proses wajib verifikasi halal harus dilakukan dengan menelusuri bahan baku yang digunakan dalam produksi, di saat yang sama memeriksa proses pabrikasi, lokasi fasilitas produksi dan penyimpanan terkait, rantai distribusi dan lokasi-lokasi pelayanan. Industri telah mengangkat beberapa persoalan terkait UU Halal, khususnya tentang bagaimana luasnya ruang lingkup dan kompleksitas pelaksanaan UU Halal akan berdampak pada sektor terkait. Terdapat pula persoalan peraturan yang saat ini sedang disusun karena, berdasarkan undang-undang, peraturan tersebut seharusnya diterbitkan tahun lalu untuk dilaksanakan sepenuhnya dalam jangka waktu lima tahun sejak undang-undang diterbitkan. EuroCham memahami alasan umum dari UU Halal khususnya bahwa masyarakat berhak mendapatkan perlindungan dan kebebasan beribadah, menurut keyakinan agama mereka masing-masing. Namun kami menyarankan agar dapat dilakukan evaluasi kembali terhadap persyaratan pelaksanaan mengingat dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap bisnis, perdagangan dan investasi di Indonesia. Lebih penting lagi, perlu dipikirkan lebih lanjut mengenai efek dari persyaratan baru tersebut terhadap akses pasien untuk memperoleh obat-obatan yang aman dan bermutu baik. Keamanan pasien Dampaknya akan sangat buruk apabila pasien menolak tindakan dan/atau perawatan preventif tertentu akibat dari pemberian label halal atau non-halal pada. Produk farmasi dan vaksin memiliki sifat pertolongan/ penyelamatan. Jika makanan dan minuman dikonsumsi berdasarkan pilihan, maka produk farmasi pada umumnya diresepkan oleh dokter sesuai dengan kondisi spesifik pasien, sebagaimana diperlukan dalam situasi darurat. Dan seringkali, tidak terdapat alternatif untuk produk yang diresepkan, ataupun kebebasan pasien dalam menentukan pilihan. Risiko kesehatan masyarakat Apabila seorang pasien menolak tindakan dan/atau perawatan preventif tertentu karena keberatan untuk menggunakan obat dan vaksin non-halal, maka hal ini akan mempengaruhi keefektifan program pencegahan penyakit dari pemerintah. Akibatnya, akan terjadi beban tambahan pada program kesehatan pemerintah, serta anggaran negara pada akhirnya. Gangguan pasokan Mengingat sifat etikal (berdasarkan resep) dan pertolongan/penyelamatan pada produk tertentu, maka penggunaan produk tersebut telah berdasarkan indikasi spesifik yang divalidasi melalui penelitian atau studi klinis. Dengan penerapan sertifikasi halal secara wajib, produk etikal yang tidak bersertifikat akan perlu menjalani validasi yang serupa agar menjadi produk etikal halal. Hal ini akan memerlukan waktu yang lama dan dapat menutup akses pasien terhadap produk yang sangat dibutuhkan.

7 6 LEMBAR REKOMENDASI EUROCHAM 2018 KELOMPOK KERJA FARMASI & TEKNOLOGI KESEHATAN Dampak e-catalogue Biaya bagi pasien Akses terhadap obat-obatan dapat terpengaruh apabila Pelaksanaan UU Halal dapat meningkatkan harga produk yang telah tercantum dalam e-catalogue JKN produk kesehatan dan farmasi tertentu. Proses dianggap non-halal atau mengandung bahan-bahan sertifikasi halal yang lama, disertai pemisahan fasilitas non-halal. Akibatnya e-catalogue akan perlu diubah produksi halal dan non-halal serta penggunaan fasilitas menyusul pelaksanaan UU Halal. Hal ini dapat lebih transportasi dan distribusi halal terpisah akan lanjut menghambat ketersediaan produk, dan menimbulkan biaya tambahan yang akan diteruskan menyebabkan kebingungan bagi pasien. kepada para konsumen dimana dalam konteks produk farmasi dan biologis adalah pasien. Rekomendasi: Dengan menyadari besarnya dampak terhadap pasien, kesehatan masyarakat, dan industri secara umum, kami merekomendasikan agar produk farmasi dan biologi dikecualikan dari UU Halal. Mengingat produk farmasi dan biologi telah diatur secara ketat dalam hal keamanan dan kemanjurannya, pemberian label/stiker non-halal pada produk-produk tersebut tidaklah diperlukan. Undang-Undang Paten UU Paten disahkan pertengahan 2016 dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten ( UU Paten ). Legislasi ini telah berlaku sejak 26 Agustus 2016 dan mencabut serta menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten ( UU Paten 2001 ). Beberapa ketentuan dari UU Paten yang cukup kontroversial: Kewajiban produksi di Indonesia untuk produk yang terdaftar patennya. Tidak mengakui penggunaan medis kedua (second medical use). Kewajiban untuk membuka sumber daya genetik terkait dengan paten di bidang biologi. Potensi pelanggaran terkait ketentuan impor parallel, khususnya mengenai produk yang dipasarkan secara legal di luar negeri. Pengenalan terhadap ketentuan lisensi wajib yang memungkinkan pihak manapun dapat mengekspor produk yang memiliki paten ke luar negeri. Ketentuan paling kontroversial dalam UU Paten adalah persyaratan untuk memproduksi produk yang memiliki paten di Indonesia dan pembatalan pendaftaran paten, jika persyaratan ini tidak dipenuhi (Pasal 20 UU Paten). Sebagai respons terhadap ketentuan ini, EuroCham dan beberapa negara telah mengajukan keberatan, karena ketentuan ini bertentangan dengan kewajiban Indonesia menurut Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO ) Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights ( TRIPS ). Sebagai respons, pemerintah membuat rancangan peraturan presiden yang akan menunda kewajiban Pasal 20 UU Paten. Penundaan akan diberikan untuk permintaan dari pemilik paten, sepanjang pemilik paten tersebut dapat menunjukkan bahwa mereka tidak mampu memenuhi kewajiban yang dimaksud karena skala ekonomi yang tidak menguntungkan. EuroCham mendapat kesempatan untuk bertemu dengan pemerintah, dan mengirimkan masukan terkait rancangan peraturan presiden tersebut. Dalam rekomendasi tersebut, EuroCham menyampaikan bahwa peraturan tersebut akhirnya tidak akan menghapus kewajiban dalam Pasal 20 UU Paten. EuroCham juga menegaskan bahwa prosedur dalam rancangan peraturan presiden tersebut harus disederhanakan dalam kejadian apapun. EUROCHAM KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI EROPA DI INDONESIA

8 7 Rekomendasi: Pemerintah harus memulai proses perubahan UU Paten, khususnya terkait ketentuan yang tidak sesuai dengan kewajiban internasional Indonesia. Mengingat kontroversi yang dihasilkan, dan mempertimbangkan fakta bahwa revisi akan membuat proses yang panjang, perubahan terhadap UU ini harus dimulai sesegera mungkin. Perlu menghapus ketentuan seperti persyaratan untuk memproduksi barang yang didaftarkan patennya di Indonesia (Pasal 20 dari UU Paten) dan batasan pada pemegang hak paten sebagai produk yang secara legal dipasarkan di luar negeri. Mengingat kepentingan bisnis nasional dan farmasi, penting untuk memperlakukan second medical use sebagai sebuah penemuan, yang akan menawarkan insentif bagi perusahaan farmasi ketika mereka melakukan penelitian dan pengembangan bahan medis baru. Peraturan Menteri Kesehatan No. 17 tahun 2017: Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan Produk Farmasi dan Alat Kesehatan telah menjadi sektor prioritas dalam pemerintahan saat ini. Pada Juni 2016, diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016 ( Inpres 6/2016 ) tentang Percepatan pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Pada Februari 2017, kemudian juga diterbitka Peraturan Menteri kesehatan Nomor 17 tahun 2017 ( Permenkes 17/17 ) tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, yang mencerminkan ambisi pemerintah untuk mengembangkan sektor ekonomi ini. Tujuan Arah kebijakan Memenuhi kebutuhan lokal/dalam negeri dan kebutuhan pasar ekspor. Menciptakan produk-produk terstandardisasi. Meningkatkan produksi dalam negeri. Mendorong transfer teknologi dan pengembangan kapasitas. Menarik investasi baru. Industri hulu, produk inovatif, sumber daya manusia berkualitas tinggi. Daya saing dan kesinambungan juga sepatutnya dipertimbangkan. Pemenuhan standar keamanan, mutu dan khasiat. Penyediaan produk-produk yang terjangkau. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas produksi lokal. Pelaksanaan Pelaksanaan bertahap berdasarkan: o Prioritas. o Kapasitas, kemampuan dan kompetensi industri dalam negeri, termasuk kesiapan transfer teknologi. o Ketersediaan sumber daya. o Potensi substitusi impor dan peningkatan ekspor. Sinergi dengan rencana pengembangan bahan baku farmasi yang berkelanjutan Prioritas pada tingak komponen dalam negeri (selama produksi) dan produk lokal (selama pengadaan).

9 8 LEMBAR REKOMENDASI EUROCHAM 2018 KELOMPOK KERJA FARMASI & TEKNOLOGI KESEHATAN EuroCham memahami bahwa tujuan utama dari peraturan tersebut adalah untuk memastikan aksesibilitas, keterjangkauan,ketersediaan dan kesinambungan yang lebih baik dari produk farmasi dan alat kesehatan, serta memastikan kontribusi industri nasional dalam menyokong perekonomian nasional. Namun demikian, terlepas dari rencana aksi yang menyeluruh sebagaimana telah dirinci dalam peraturan, beberapa hal yang disebutkan masih memerlukan penjelasan lebih lanjut, khususnya: Definisi yang jelas dari pengertian industri farmasi dan alat kesehatan lokal. Prioritas penggunaan bahan baku lokal yang diproduksi secara nasional untuk industri (Pasal 6). Ketentuan bagi industri untuk melakukan riset dasar dan terapan dalam hal pengembangan obat-obatan, bahan baku dan obat-obatan baru (Lampiran butir 3c). Pernyataan mengenai sasaran untuk mengurangi jumlah alat kesehatan impor dalam upaya mengembangkan industri alat kesehatan nasional. EuroCham sepenuhnya mendukung gagasan kemandirian bahan baku untuk produk farmasi; serta akselerasi kapasitas lokal bagi alat kesehatan berteknologi tinggi dan kontribusi lebih lanjut kepada perekonomian nasional. Namun hal ini seharusnya tidak menjadi pembenaran untuk mengurangi produk impor atau bahkan untuk menegosiasikan mutu produk dan bahan. Selain itu riset terhadap pengembangan obat-obatan, bahan-bahan baku dan obat-obatan baru merupakan elemen penting untuk meningkatkan inovasi dalam industri-industri tersebut. Oleh karenanya, diperlukan peraturan yang sesuai dan dapat mengakomodir peningkatan inovasi, untuk menciptakan infrastruktur yang kondusif yang akan dapat membantu pertumbuhan penelitian dan pengembangan. Adalah sangat penting untuk menciptakan iklim bisnis yang kondusif bagi industri farmasi dan alat kesehatan guna mendukung misi pemerintah, sebagaimana ditetapkan dalam peraturan. Rekomendasi: Dalam konteks kesetaraan peluang, diperlukan pedoman teknis yang menjelaskan terminologi yang relevan, kepada perusahaan-perusahaan farmasi dan alat kesehatan nasional. Hal ini akan memungkinkan semua pelaku usaha untuk dapat memberikan kontribusi yang setara terhadap perekonomian Indonesia dan akan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif. Penggunaan tenaga kerja lokal, jumlah tahun pendirian di Indonesia, serta riset yang diselenggarakan untuk tujuan kesehatan publik agar dapat menjadi poin-poin pertimbangan ketika mendefinisikan perusahaan-perusahaan nasional. Transfer pengetahuan dari perusahaan multinasional dapat menciptakan peluang yang sangat baik untuk mengembangkan kapasitas perusahaan nasional sehingga dapat berkembang menjadi perusahaan berbasis riset. Oleh karenanya, pemberian insentif atau skema pajak bagi perusahaan multinasional yang bersedia terlibat dalam transfer pengetahuan sepatutnya dipertimbangkan. Sebagaimana tertuang dalam Inpres 6/16, keselarasan antar kementerian terkait sangat penting untuk dilakukan. Kelompok kerja yang dipimpin oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Kesehatan; Kementerian Perindustrian; dan Kementerian Perdagangan sebaiknya dibentuk agar menetapkan periode waktu yang selaras dan spesifik. 4. Dalam upaya menjamin ketersediaan dan kesinambungan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan pasien, sebaiknya dipertimbangkan prinsip-prinsip multi-kriteria bagi perusahaan farmasi dan alat kesehatan yang bekerja di bawah naungan program penggantian oleh pemerintah (JKN). Aksesibilitas dan mutu produk juga harus menjadi prioritas. EUROCHAM KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI EROPA DI INDONESIA

10 9 Persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri untuk Produk Farmasi & Alat Kesehatan Instruksi Presiden No. 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan diterbitkan dengan tujuan untuk memperbaiki daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia. Instruksi Presiden tersebut menugaskan sembilan Menteri dan tiga Kepala Lembaga Pemerintah untuk mengambil seluruh langkah yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan industri farmasi dan alat kesehatan, sesuai dengan berbagai tugas dan tanggung jawab mereka. Juga disebutkan dalam Instruksi Presiden tersebut tentang perumusan tingkat komponen dalam negeri untuk produkproduk farmasi dan alat kesehatan, serta penggunaannya lebih lanjut dalam skema pengadaan publik, yakni: Kementerian Perindustrian harus merumuskan kebijakan yang akan mendukung pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, serta memantau evaluasi secara teratur, pelaksanaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), dan pada akhirnya meningkatkan pasokan bahan kimia dasar dan komponen pendukung yang diperlukan dalam produksi industri farmasi dan alat kesehatan. Kementerian Kesehatan harus memprioritaskan penggunaan produk-produk farmasi dan alat-alat kesehatan dalam negeri melalui e-tendering dan e-purchasing berdasarkan sistem e-catalogue, agar industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri di Indonesia mencapai kemandirian yang lebih besar. Kepala LKPP harus memprioritaskan dan mempersingkat proses pendaftaran e-catalogue untuk industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri. EuroCham mengajukan pendapat bahwa tingkat komponen dalam negeri bagi produk farmasi dan alat kesehatan tidak sepantasnya digunakan menjadi alat untuk membatasi persaingan pengadaan oleh pemerintah (melalui LKPP). Kebijakan tersebut dapat menimbulkan risiko pembatasan akses untuk obat-obatan yang banyak diperlukan oleh penduduk Indonesia, padahal tujuan terpenting dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia seharusnya adalah untuk memastikan ketersediaan obat-obatan vital di seluruh Indonesia. Inisiatif untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan produksi lokal seharusnya diarahkan pada pemberian insentif, misalnya melalui pembebasan pajak, proses registrasi obat yang lebih cepat atau insentif lain yang dapat mendorong lokalisasi pasokan obat-obatan. EuroCham mendukung keseluruhan sasaran untuk memperbaiki daya saing tersebut, serta meningkatkan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia. Namun mengingat kenyataan bahwa sebagian besar produk farmasi dan alat kesehatan yang digunakan di Indonesia masih diimpor, maka prinsip kehati-hatian perlu diterapkan, sehingga pelaksanaan tingkat komponen dalam negeri tersebut tidak mengganggu ketersediaan produk, dan membatasi pasien untuk mengakses pengobatan serta alat kesehatan.

11 10 LEMBAR REKOMENDASI EUROCHAM 2018 KELOMPOK KERJA FARMASI & TEKNOLOGI KESEHATAN Rekomendasi: Sebagaimana Instruksi Presiden bersifat tidak memiliki kekuatan hukum dan memerlukan peraturan pelaksanaan lebih lanjut, maka diperlukan penjelasan mengenai definisi farmasi dalam negeri untuk memastikan perlakuan non-diskriminatif dan persaingan usaha yang sehat. Perhatian juga perlu diberikan pada preferensi tingkat kandungan dalam negeri versus isu daya saing, serta prinsip-prinsip keamanan dan khasiat. Kelompok kerja farmasi dan teknologi medis EuroCham (Pharma & Medtech Working Group) siap mendukung pengembangan sektor ekonomi dalam berbagai cara. Namun perlu diingat bahwa proses pelaksanaannya tidak boleh mengganggu prinsip aksesibilitas dan keterjangkauan. Sehingga preferensi terhadap tingkat komponen lokal yang ditunjukkan dalam proses pengadaan publik tidak boleh sampai mengorbankan daya saing atau prinsip dasar keamanan dan khasiat. Guna mendukung pelaksanaan lebih lanjut, kami merekomendasikan agar diterbitkan pedoman yang jelas, serta periode waktu periode penyesuaian yang dapat dilaksanakan, untuk memastikan tidak terganggunya akses pasien dalam memperoleh pengobatan. Pelaksanaan dari kebijakan ini sebaiknya lebih ditujukan untuk memberikan insentif bagi investasi lokal daripada sekedar membatasi pemasokan obat-obatan melalui pengadaan pemerintah. Lembar Rekomendasi EuroCham 2018 : Kelompok Kerja Farmasi dan Teknologi Kesehatan Penafian: Publikasi ini dibuat dengan bantuan dari Uni Eropa (EU). Isi dari publikasi ini adalah sepenuhnya tanggung jawab dari Kamar Dagang dan Industri Eropa di Indonesia (EuroCham) dan tidak dapat dianggap sebagai pandangan resmi dari Uni Eropa. EUROCHAM KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI EROPA DI INDONESIA

12

Pendahuluan. ~ IDR 35.4 Tr. 2.5 bn

Pendahuluan. ~ IDR 35.4 Tr. 2.5 bn 1 Pendahuluan Indonesia, dengan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,06% 1 dan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, merupakan pasar terbuka untuk produk konsumen, khususnya kosmetik

Lebih terperinci

Peran Asosiasi dalam Mendorong Integritas Sektor Usaha Farmasi

Peran Asosiasi dalam Mendorong Integritas Sektor Usaha Farmasi Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan Insert your company logo Peran Asosiasi dalam Mendorong Integritas Sektor Usaha Farmasi F Tirto Kusnadi Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan farmasi secara berkelanjutan terus melakukan inovasi menawarkan produk-produk baru, membantu

Lebih terperinci

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Isu Prioritas - Standar (SNI) 1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES

UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.353, 2017 KEMENKES. Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI FARMASI DAN ALAT KESEHATAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI FARMASI DAN ALAT KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam mewujudkan kemandirian meningkatkan daya

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI)

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI) Jakarta, Maret 2016 1 Daftar Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI) 1. Kredit

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2014 PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN OBAT DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI UNTUK KEBUTUHAN PELAYANAN SEGERA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KALABAHI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN 1 (satu) kali masa sidang ~ paling lama, pemberian persetujuan atau penolakan terhadap perjanjian Perdagangan internasional Dewan Perwakilan Rakyat memberikan persetujuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI Aspek legal penggunaan TIK untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan Yustina Sri Hartini - PP IAI Disampaikan dalam Annual Scientific Meeting Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, 23 Maret 2017

Lebih terperinci

PAJAK. Pelaksanaan Perpajakan. Audit Pajak

PAJAK. Pelaksanaan Perpajakan. Audit Pajak 1 PAJAK EuroCham mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia selama beberapa tahun terakhir dalam pelaksanaan reformasi pajak dan pemberian insentif pajak ke berbagai industri.

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA

REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA Dr. Siswanto, MHP, DTM Director for Center for Applied Health Technology and Clinical Epidemiology/NIHRD Peraturan dalam Riset Klinik UUD 1945

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

P E R K O S M I PERSATUAN PERUSAHAAN KOSMETIKA INDONESIA INDONESIAN COSMETIC ASSOCIATION

P E R K O S M I PERSATUAN PERUSAHAAN KOSMETIKA INDONESIA INDONESIAN COSMETIC ASSOCIATION P E R K O S M I PERSATUAN PERUSAHAAN KOSMETIKA INDONESIA INDONESIAN COSMETIC ASSOCIATION Paparan Regulasi Halal Temu Wicara Halal Bidang Kosmetika Jakarta, 28 Juni 2016 Materi Paparan Undang-undang Jaminan

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam memasuki era globalisasi perkembangan dunia usaha sangat pesat, khususnya dibidang ekonomi. Perkembangan dunia usaha ini dapat memberikan peluang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam keseluruhan bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap pasien dalam

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.183, 2012 PERTAHANAN. Industri. Kelembagaan. Penyelenggaraan. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5343) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN Sekretaris Ditjen Binfar Alkes Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan 9-12 November 2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENDUKUNG DAN MENJAMIN AKSES SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

KEBIJAKAN DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENDUKUNG DAN MENJAMIN AKSES SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN KEBIJAKAN DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENDUKUNG DAN MENJAMIN AKSES SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Disampaikan pada RAKERNAS DAN PIT IAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (1994), apoteker mempunyai peran profesional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (1994), apoteker mempunyai peran profesional dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (1994), apoteker mempunyai peran profesional dalam berbagai bidang pekerjaan meliputi regulasi dan pengelolaan obat, farmasi komunitas, farmasi rumah sakit,

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1128, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perekam Medis. Pekerjaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG YANG DIDUGA MERUPAKAN ATAU BERASAL DARI HASIL PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Dr. Dra. Agusdini Banun S., Apt, MARS SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Contents LANDASAN PENGATURAN ASPEK PENGATURAN TUJUAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketidaksetaraan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) merupakan salah satu tantangan utama bagi kesehatan masyarakat, sehingga dibutuhkan suatu

Lebih terperinci

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN Pasal 106 NO. 36 TAHUN 2009 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat

Lebih terperinci