LAPORAN PENELITIAN PENENTUAN UMUR DAN UNGKUNGAN PENGENDAPAN. BATU GAWPING DI DAERAR GUNUNG TUGU-BAYAT SEBAGAIi PELENGKAP PENELITIAN PETROGRAFIS
|
|
- Yohanes Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 LAPORAN PENELITIAN PENENTUAN UMUR DAN UNGKUNGAN PENGENDAPAN BATU GAWPING DI DAERAR GUNUNG TUGU-BAYAT SEBAGAIi PELENGKAP PENELITIAN PETROGRAFIS BERHUBUNGAN DENGAN PENTEBAB KEBOCORAN DAM Nomer 7/131 PROYEK PPPT-UGM TAHUN 1984/1985 NOMER KONTRAK 16/PLT. IV/TH. 1/UQM/84 TANGGAL 15 MEI 1984 f DIAJUKAN OLEH PURTYA9TI RESIWATI FAKULTAS TEKNIK UGM K E P A D A LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 1985
2
3
4
5
6 I N TIS A R I Permasalahan kebocoran damdi daerah Gn.TuguBayat-Klaten mendorong dilakukannya peneli tian umur dan Li.ngkunganpengendapan dari batuan yang bersangkutan sehingga bisa dilakukan korelasi terhadap daerah yang lain. Analisa fosil Foraminifera yang dilakukan terhadap sejumlah contoh batuan yang diambil di daerah tersebut menunjukkan adanya populasi yang terdiri atas 20 spesies Foraminifera planktonik yang termasuk dalam 3 famili dan 70 spesies Foraminifera bentonik yang tercakup dalam 17 famili. Berdasarkan spesies Foraminifera planktonik yang dijumpai dapat disusun 3buah zona biostratigrafi zona Globorotalia pleisiotumida yaitu zona Globorotalia acosaensis, / Globorotalia tumida dan zona Globorotalia tumida - Sphaeroidinella subdehiscens. Dari ketiga zona terse but dapat di tentukan bahwa umur batuannya adalah Miosen atas sampai dengan Pliosen bawahbagian bawah. Berdasarkan fosil Foraminifera bentonik dapat ditentukan bahwabatuan di daerah tersebut dienddapkan pada lingkungan bathyal bawah sampai dengan abisal atas, dengan pengaruh arus turbid. vi
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29 23 Penarikan batas-batas zona biostratigrafl ditentukan berdasarkan awal pemunculan atau akhir pemunculan dari spesies. Penentuan umur dllakukan dengan membandingkannya dengan zonasi dari Blow (1969). Berdasarkan kisaran beberapa spesies yangdipilih, maka dapat disusum beberapa zona biostratgrafi seperti pada tabel no.. a«zona Globorotalia acostaensis. Zona ini dibatasi oleh awal pemunculan dari spesies Globorotalia acostaensis dan awal pemunculan spesies Globorotalia pleisiotumid*. Zona ini sebanding dengan zona Globorotalia acostaensis dari Postuma (1971), sebanding dengan N16 pada zonasi Blow (1969) atau Miosen atas bagian tengah. b* Zona Globorotalia plesiotumida / Globorotalia tumida. Zona ini dibatasi oleh awal pemunculan dari spesies Globorotalia plesleotumida, dan awal pemunculan Globorotalia tumida. Zona ini seban ding dengan zona Globorotalia tumuda plesiotumida dari Blow(1969), sebanding dengan N17 atau Miosen atas. c* Zona Globorotalia tundda-sphaeroidinella subdehiscens. Zona ini dibatasi oleh awal pemunculan dari spesies Globorotalia tumida dan akhir pemunculan dari spesies Sphaeroidinella subdehiscens Zona ini sebanding dengan zona Globorotalia tumida - Sphaeroidinella subdehiscens dari Blow (1969), sebanding dengan N 18 atau Miosen atas sampai Pliosen bawah bagian bawah atau Mio-Pliosen. Dari ketiga zona biostratigrafl tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa umur satuan batugamping di daerah penelitian adalah Miosen atas sampai dengan Pliosen bawah bagian bawah.
30
31 Penentuan lingkungan pengendapan Penentuan lingkungan pengendapan di sini lebih cenderung kepada rekonstruksi paleobatimetri sedimentasi, yaitu rekonstruksi kedalaman sedimentasinya. Mula-mula direkonstruksi batimatri masing-masing contoh batuan, kemudian dilihat perkembangannya ke arah vertikal secara menyeluruh. Rekonstruksi menggunakan pustaka pembanding sebagai dasar penentuan kedalaman. Adapun pustaka pembanding yang dipakai sebagai dasar rekonstruksi di sini adalah Zonasi Natland (1933, vide Jones, 1956) yang mer-upakan zonasi genus; zonasi Natland (1933 vide Glaessner, 1971) yang merupllican zonasi spesies; Zonasi Bandy (1967) dan Zonasi Tipsword (1966). Rekonstruksi paleobatimetri tiap contoh di tabel Pada masing-masing tabel rekonstruksi paleobatimetri dipllicai suatu kode N untuk pus taka pembanding oleh Natland, kode B untuk pustaka pembanding Bandy dan kode T untuk pustaka pembanding Tipsword. Dengan melihat contoh no. 1, 2, 5, 6, 7, 9, 10, 11 dan 12 akan dapat dilihat bahwa semua contoh terse but mengandung spesies-spesies yang menunjukkan asosiasi penciri laut dangkal (shelf) maupun asosiasi spesies penunjuk lingkungan laut dalam (Lover bathyal). Spesiesspesies penunjuk lingkungan shelf berupa Nodosaria, Textularia, Cibicides, Triloculina, beberapa spesies Bulimina dan sebagainya; sedangkan spesies - spesies penunjuk bathyal antara lain Bolivina, Gyroidina, Nonion sp, Uvigerina, Polymorphina, Bulimina atau Virgulina. Sesuai dengan pedoman yang ada bahwa jika dijumpai speies-spesies penciri laut dangkal bersama-sama dengan spesies spesies penciri,», I"~
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45 39 laut dalam rnaka paleobatirnetri ditetapkan pada kedalarnan yang paling dalam. Dengan dernikian contoh batuan no. 1, 2, 5, 6, 7, 9, 10, 11, dan 12 paleobatirnetrinya adalah bathyal bawah. Spesies-spesies penciri laut dangkal diperkirakan sebagai fosil yang berasal dari lingkungan laut yang lebihdangkal yang terangkut pada saat sedirnentasi " berlangsung. Spesies-spesies tersebut dikatakan sebagai "displaced Pada contoh batuan no.4 dan no.13, selain rnengandung spesiesfossil". spesies penciri lingkungan shelf dan Bathyal juga rnengandung spesies penciri lingkungan abisal atas, yaitu Nonion pompiloides, Plectofrondicularia dan Stilotomella. Rekonstruksi batirnetrinya dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 13. Dengan dasar yang sarna seperti di atas maka batimetri sedimentasi dari contoh no.4 dan no.13 adalah abysal atas. Pada contoh no.3, rekonstruksi paleobatirnetrinya menunjukkan hasil lingkungan shelf, tetapi ini tidak didukung oleh semua spesies yang ada sebab beberapa spesies tidak dijumpai pada pustaka pembanding. Dengan dernikian rekonstruksi ini kurang akurat. Masalah yang sama juga timbul pada contoh no. 15. Hampir semua spesies yang ada tidak tercantum pada pustaka pembanding sehingga tidak bisa direkonstruksi paleobatimetrinya. Dengan rnelihat perkernbangan batirnetri secara vertikal secara keseluruhan dapat ditarik kesirnpulan bahwa batugamping di daerah penelitian diendapkan pada laut lingkungan bathyal bawah, beberapa saat berubah menjadi abisal atas.
46
47
48
49
50
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012
BIOZONASI FORAMINIFERA PLANKTONIK FORMASI LEDOK, DAERAH SINGANEGARA, KAB. BLORA PROVINSI JAWA TENGAH Mahap Maha 1, Siti Umiyatun Ch 2 1,2 Program Studi T. Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Subjek penelitian adalah studi biostratigrafi dan lingkungan pengendapan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah studi biostratigrafi dan lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di daerah Cepu (Gambar 1. 1). Penelitian meliputi definisi Formasi
Lebih terperinciGambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih karena secara geologi lokasi ini sangat menarik. Pada lokasi ini banyak dijumpainya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada Sungai Kedawung. Secara geologi, menurut Pringgoprawiro (1982) formasi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Daerah penelitian ini terletak di Kecamatan Mondokan, Sragen tepatnya pada Sungai Kedawung. Secara geologi, menurut Pringgoprawiro (1982) formasi pada lokasi
Lebih terperinciUmur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen
3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen Akhir-Pliosen Tengah bagian bawah (Lampiran B). Sampel
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian
I.1. Judul Penelitian BAB I PENDAHULUAN Litostratigrafi dan Dinamika Sedimentasi Batuan di Gunung Temas, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah I.2. Latar Belakang Masalah Perbukitan Jiwo,
Lebih terperinciPALEOSEANOGRAFI FORMASI TONASA BERDASARKAN KANDUNGAN FORAMINIFERA DAERAH BARRU, SULAWESI SELATAN
PALEOSEANOGRAFI FORMASI TONASA BERDASARKAN KANDUNGAN FORAMINIFERA DAERAH BARRU, SULAWESI SELATAN Meutia Farida 1 *, Fauzi Arifin 1, Ratna Husain 1, Ilham Alimuddin 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Lebih terperinciBAB III STUDI FORMASI NGRAYONG. Analisis biostratigrafi dilakukan dengan mengamati kemunculan awal atau akhir
BAB III STUDI FORMASI NGRAYONG 3. 1 Biostratigrafi Analisis biostratigrafi dilakukan dengan mengamati kemunculan awal atau akhir dari suatu fosil foraminifera planktonik, untuk selanjutnya berdasarkan
Lebih terperincidalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas.
dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas. III.2.1.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL. dimana memisahkannya dengan Cekungan Jawa Barat Utara, di sebelah selatan dibatasi
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2. 1 Cekungan Jawa Timur Utara Cekungan Jawa Timur Utara sebelah barat dibatasi oleh Busur Karimunjawa dimana memisahkannya dengan Cekungan Jawa Barat Utara, di sebelah selatan
Lebih terperinciGeologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi
30 Geologi Daerah Penelitian III.2.2.3. Hubungan Stratigrafi Dilihat dari arah kemiringan lapisan yang sama yaitu berarah ke timur dan pengendapan yang menerus, maka diperkirakan hubungan stratigrafi dengan
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH PAPRINGAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR
GEOLOGI DAERAH PAPRINGAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR Oleh : Rizal Arief Hasyim 1), Singgih Irianto 2), dan Mohammad Syaiful 3) Abstrak Dalam penelitian ini untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT
BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang
Lebih terperinciBIOSTRATIGRAFI FORAMINIFERA PLANKTONIK BATUPASIR FORMASI PASANGKAYU CEKUNGAN LARIANG, SULAWESI BARAT
BIOSTRATIGRAFI FORAMINIFERA PLANKTONIK BATUPASIR FORMASI PASANGKAYU CEKUNGAN LARIANG, SULAWESI BARAT Sahabuddin*, A. M. Imran*, Fauzi Arifin*, Asri Jaya* *) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin Abstrack:
Lebih terperinci*Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
PENENTUAN BIOSTRATIGRAFI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN SATUAN TUFA FORMASI WALANAE DAERAH BIRA KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN Nurhaq I A ANWAR*, Meutia FARIDA*, M.Fauzi
Lebih terperinciAdanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides
Lebih terperinciFORAMINIFERA SEBAGAI PENCIRI PALED ENVIRONMENT: STUDI KASUS PADA LINTASAN KALI BENTUR, NGAWENAN, BLORA ABSTRACT ABSTRAK
FORAMINIFERA SEBAGAI PENCIRI PALED ENVIRONMENT: STUDI KASUS PADA LINTASAN KALI BENTUR, NGAWENAN, BLORA Lili Fauzielly Lab. Paleontologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT Foraminifera
Lebih terperinciBatupasir. Batugamping. Batupasir. Batugamping. Batupasir
nama Anggota Tawun Formasi Tuban. Van Bemmelen (1949 dalam Kadar dan Sudijono, 1994) menggunakan nama Lower Orbitoiden-Kalk (Lower OK) dan dimasukkan dalam apa yang disebut Rembang Beds. Selanjutnya, oleh
Lebih terperinciBiostratigrafi Endapan Turbidit Miosen Di Daerah Ciniru, Kabupaten Kuningan
Biostratigrafi Endapan Turbidit Miosen Di Daerah Ciniru, Kabupaten Kuningan Isnaniawardhani, V.*, Adhiperdana, B.G*, Nurdrajat* *Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran email: vijaya_i@unpad.ac.id
Lebih terperinciKajian Biostratigrafi Dan Fasies Formasi Sentolo di Daerah Guluhrejo dan Ngaran Kabupaten Bantul Untuk Mengidentifikasi Keberadaan Sesar Progo
Kajian Biostratigrafi Dan Fasies Formasi Sentolo di Daerah Guluhrejo dan Ngaran Kabupaten Bantul Untuk Mengidentifikasi Keberadaan Sesar Progo Oleh: Hita Pandita 1), Setyo Pambudi 1), Winarti 1) 1) Program
Lebih terperinci: Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit
: 09AS117 : Batugamping Kalsilutit-Batulempung : Mudstone (Dunham, 1962)/Batugamping Kalsilutit Sayatan batugamping Mudstone, butiran 8%) terdiri dari komponen cangkang biota (85%) berupa foraminifera
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari proses bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen),
Lebih terperinciKeywords: Measuring section, foraminifera, paleobathymetry, neritic, eosen
PROSIDING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK IDENTIFIKASI MIKROFOSIL FORAMINIFERA UNTUK MENENTUKAN PALEOBATIMETRI BATUGAMPING FORMASI TONASA, DAERAH RALLA, KECAMATAN TANETE RIAJA KABUPATEN BARRU, PROVINSI
Lebih terperinciBulletin of Scientific Contribution, Volume 15, Nomor 1, April 2017 : 45 52
PERUBAHAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN PADA KALA MIOSEN AKHIR-PLIOSEN AWAL BERDASARKAN KUMPULAN FORAMINIFERA BENTONIK KECIL PADA LINTASAN KALI JRAGUNG, KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH Lia Jurnaliah*, Ildrem Syafri**,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH CANDI DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH CANDI DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Candi dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, susunan stratigrafi,
Lebih terperinciFoto III-11. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 11) Foto III-12. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 12)
Batupasir pada satuan ini memiliki ketebalan 5-100cm, berwarna abu-abu, berukuran pasir halus-kasar, tufaan, bentuk butir menyudut hingga menyudut tanggung kemas tertutup, terpilah sedang, porositas sedang,
Lebih terperinci*Korespondensi: Kata kunci : Biofasies, Foraminifera, Formasi Kerek, Perubahan Lingkungan Pengendapan.
PERUBAHAN LINGKUNGAN KALA MIOSEN AKHIR BERDASARKAN FORAMINIFERA BENTONIK KECIL PADA LINTASAN KALI JURANGRIANGA JAWA TENGAH Widiya Putri 1*, Lia Jurnaliah 1, Winantris 1 1 Fakultas Teknik Geologi Universitas
Lebih terperinciPENENTUAN FORMASI BATUAN SUMBER GUNUNGLUMPUR DI SEKITAR PURWODADI BERDASARKAN KANDUNGAN FOSIL FORAMINIFERA
PENENTUAN FORMASI BATUAN SUMBER GUNUNGLUMPUR DI SEKITAR PURWODADI BERDASARKAN KANDUNGAN FOSIL FORAMINIFERA Moch. Indra Novian, Peter Pratistha Utama dan Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi, FT-UGM
Lebih terperinciBAB IV STUDI PASIR NGRAYONG
BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG 4.2 Latar belakang Studi Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan
Lebih terperinciBAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan
BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi daerah penelitian dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu pengamatan geomorfologi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN
BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN IV.1. Metode Analisis Pada penelitian kali ini data yang digunakan berupa data batuan inti Sumur RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697. Sumur
Lebih terperinciA. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas
3.2.4 Satuan Batupasir-Batulempung 3.2.4.1 Penyebaran Satuan Batupasir-Batulempung menempati bagian selatan daerah penelitian (Gambar 3.6), meliputi + 10% dari luas daerah penelitian (warna hijaupada peta
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian III.1.1 Morfologi dan Kondisi Umum Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses
Lebih terperinciBAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Regional Pulau Kalimantan berada di bagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pulau Kalimantan berbatasan dengan Laut Cina Selatan di bagian
Lebih terperinciBIOSTRATIGRAFI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI NGRAYONG DI DAERAH CEPU TESIS
BIOSTRATIGRAFI DAN STUDI LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI NGRAYONG DI DAERAH CEPU TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh IMAN FIRMAN
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
18 Geologi Daerah Penelitian BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1. Geomorfologi Daerah Penelitian merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang berkisar antara 40-90 meter di atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pegunungan Selatan merupakan daerah dengan kondisi geologi yang menarik. Walaupun sudah banyak penelitan yang dilakukan di Pegunungan Selatan, namun kondisi
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya
Lebih terperinciGambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)
STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BERDASARKAN MOLUSKA MIKRO
BAB IV ANALISIS UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BERDASARKAN MOLUSKA MIKRO 4.1 Pembagian Filum Moluska Moluska merupakan suatu filum dari golongan invertebrata. Moluska dikenal dengan sebutan binatang lunak,
Lebih terperinciBAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN
BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,
Lebih terperinciTINJAUAN ULANG TERHADAP POSISI STRATIGRAFI FORMASI PELANG
TINJAUAN ULANG TERHADAP POSISI STRATIGRAFI FORMASI PELANG Hari Irwanto 1*, Satrio Esti Hapsoro 1,2, Gneiss Desika Zoenir 1, Mahap Maha 1, Jatmika Setiawan 1 1 Universitas Pembangunan Veteran Yogyakarta
Lebih terperinciLokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas
LAMPIRAN A ANALISIS PETROGRAFI No. Conto : WLG 03 Satuan Batuan : Tuf Lokasi : G.Walang Nama Batuan : Tuf Gelas Tekstur Butiran Matriks : Terpilah baik, kemas terbuka, menyudut tanggung menyudut, : 22%;
Lebih terperinci3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi
Selain dari data-data di atas, data lain yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah review biostratigrafi sumur Asri-2 (PT. Core Laboratories), review laporan evaluasi batuan induk (PT. Robertson
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. III.1. Biostratigrafi
BAB III TEORI DASAR III.1. Biostratigrafi Biostratigrafi merupakan cabang dari ilmu stratigrafi yang berkaitan dengan studi paleontologi pada batuan sedimen. Berbagai macam fosil dapat ditemukan dalam
Lebih terperinciSubsatuan Punggungan Homoklin
Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan
Lebih terperinciGEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY
GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY SKRIPSI Disusun Oleh : Farauk A. Fautngil 111.030.151 JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciMEKANISME DAN DINAMIKA SEDIMENTASI FORMASI TAPAK BAGIAN BAWAH DI DAERAH KALISALAK, KECAMATAN MARGASARI, KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH
MEKANISME DAN DINAMIKA SEDIMENTASI FORMASI TAPAK BAGIAN BAWAH DI DAERAH KALISALAK, KECAMATAN MARGASARI, KABUPATEN TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH Syayidu Guntur Ma arif *, Moch. Indra Novian Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA
BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra
Lebih terperinciDiskusi dan Korelasi Biostratigrafi Kuantitatif
Bab IV Diskusi dan Korelasi Biostratigrafi Kuantitatif Dari hasil analisis biostratigrafi kuantitatif ranking dan scaling yang dilakukan pada sepuluh sumur atau penampang di Blok Rokan, Cekungan Sumatera
Lebih terperinciBIOZONASI FORAMINIFERA PLANKTONIK DI LINTASAN SUNGAI CIPAMINGKIS, DAERAH JONGGOL, PROVINSI JAWA BARAT
BIOZONASI FORAMINIFERA PLANKTONIK DI LINTASAN SUNGAI CIPAMINGKIS, DAERAH JONGGOL, PROVINSI JAWA BARAT Mohamad Solihin 1), Abdurrokhim 2), Lia Jurnaliah 3) 1 PT. Bumi Parahiyangan Energy 2. Lab Sedimentologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Semilir merupakan salah satu formasi penyusun daerah Pegunungan Selatan Pulau Jawa bagian timur. Dalam distribusinya, Formasi Semilir ini tersebar dari bagian
Lebih terperinciB A B III KONDISI GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
B A B III KONDISI GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geologi Regional 3.1.1 Fisiografi Secara umum fisiografi regional Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dibagi menjadi enam zona fisiografi (Gambar 3.1),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keterdapatan mikrofosil pada batuan sangat bergantung kepada lingkungan hidup organisme
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mikropaleontologi merupakan cabang ilmu paleontologi yang mempelajari fosil yang berukuran mikro sehingga memerlukan alat bantu mikroskrop dalam mempelajarinya.
Lebih terperinci3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan
3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,
Lebih terperinciIdentifikasi Foraminifera Dalam Endapan Turbidit Formasi Pemali Di Daerah Rambatan, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat
Identifikasi Foraminifera Dalam Endapan Turbidit Formasi Pemali Di Daerah Rambatan, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat Alisah, Abdullah Alghani, Aditya Rasdi Metly, Adrizal Yazid,
Lebih terperinciSISTEM PENGENDAPAN FORMASI SAMBIPITU, DAERAH NGLANGGRAN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SISTEM PENGENDAPAN FORMASI SAMBIPITU, DAERAH NGLANGGRAN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DEPOSITIONAL SYSTEM OF SAMBIPITU FORMATION, NGLANGGRAN AREA, GUNUNGKIDUL REGENCY, YOGYAKARTA
Lebih terperinciBAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS
BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang
Lebih terperincibatupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.
Batulempung hadir bersama batupasir di bagian atas membentuk struktur perlapisan. Batulempung berwarna abu-abu gelap, bersifat karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 10 50 cm. batupasir batulempung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari
Lebih terperinciPALEOEKOLOGI SATUAN BATULEMPUNG FORMASI JATILUHUR DAERAH CILEUNGSI, KECAMATAN CILEUNGSI, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT
Bulletin of Scientific Contribution. Vol. 4, No., 1, Januari 2006 :78-87 PALEOEKOLOGI SATUAN BATULEMPUNG FORMASI JATILUHUR DAERAH CILEUNGSI, KECAMATAN CILEUNGSI, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Lia Jurnaliah
Lebih terperinciGeologi Batuan Dasar Gunung Ciremai Jawa barat
Jurnal Biologi Indonesia 4(5):279-287 (2008) Geologi Batuan Dasar Gunung Ciremai Jawa barat Hanang Samodra Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Jl. Diponegoro 57,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Penafsiran Kondisi Geomorfologi Daerah Penelitian Daerah penelitian di Ds. Nglegi, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tersingkap di daerah Jawa Tengah, selain di Karangsambung dan Bayat.
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Formasi Nanggulan merupakan salah satu formasi batuan berumur Paleogen yang tersingkap di daerah Jawa Tengah, selain di Karangsambung dan Bayat. Formasi ini tersingkap
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Pendahuluan Pulau Kalimantan berada di tenggara dari lempeng Eurasia besar. Di sebelah utara berbatasan dengan lempeng semudra Laut Cina Selatan, di timur dibatasi oleh sabuk
Lebih terperinciDinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur
Dinamika Sedimentasi Formasi Prupuh dan Paciran daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan, Jawa Timur Farida Alkatiri 1, Harmansyah 1 Mahasiswa, 1 Abstrak Daerah Solokuro dan Paciran, Lamongan merupakan lokasi
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Interaksi parameter-parameter seperti komposisi batuan asal, iklim, tatanan tektonik dan relief dapat mempengaruhi komposisi batuan sedimen selama proses transportasi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II. 1 KERANGKA GEOLOGI REGIONAL Sebelum membahas geologi daerah Tanjung Mangkalihat, maka terlebih dahulu akan diuraikan kerangka geologi regional yang meliputi pembahasan fisiografi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses
Lebih terperinciTugas Akhir Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian ini dilakukan di Daerah Kenteng dan sekitarnya yang merupakan desa-desa di Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Berdasarkan Asikin, dkk. (1992),
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan ekonomis di Indonesia dan telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh
Lebih terperinciUmur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Karangsambung merupakan lokasi tempat tersingkapnya batuan-batuan campuran hasil dari proses subduksi yang terjadi pada umur Kapur Akhir sampai Paleosen. Batuan tertua
Lebih terperinciJournal of Geology and Mineral Resources
Geo-Science J.G.S.M. Vol. 18 No. 2 Mei 2017 hal. 77-88 Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Journal of Geology and Mineral Resources Center for Geological Survey, Geological Agency, Ministry of Energy
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan lembah. Daerah perbukitan memanjang dengan arah barat-timur
Lebih terperinciBAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI NANNOPLANKTON
BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI NANNOPLANKTON 4.1 PEMBAGIAN FILUM NANNOPLANKTON Nannofosil gampingan (calcareous nannofossil) adalah suatu kelompok fosil yang berukuran halus, Perch-Nielsen (1985) dalam
Lebih terperinciBAB VI SEJARAH GEOLOGI
BAB VI SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadinya penurunan pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984) pada kala Oligosen Miosen, sehingga lingkungan daerah Cekungan Bogor
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH BANGGALAMULYA DAN SEKITARNYA KECAMATAN KALIJATI KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT. Riza Turmudzi dan Djauhari Noor.
GEOLOGI DAERAH BANGGALAMULYA DAN SEKITARNYA KECAMATAN KALIJATI KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT Oleh: Riza Turmudzi dan Djauhari Noor Abstrak Secara administratif daerah pemetaan mencakup dearah Banggalamulya
Lebih terperinciGeologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.
Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebaran yang sangat luas (Gambar 1.1). Formasi Tonasa tersingkap pada lima
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Formasi Tonasa merupakan batuan sedimen karbonat yang memiliki penyebaran yang sangat luas (Gambar 1.1). Formasi Tonasa tersingkap pada lima area di Sulawesi Selatan
Lebih terperinciPENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH
PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH Rikzan Norma Saputra *, Moch. Indra Novian, Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi,
Lebih terperinciBAB IV SEJARAH GEOLOGI
BAB IV SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dapat disintesakan berdasarkan ciri litologi, umur, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi, mekanisme pembentukan batuan dan pola strukturnya.
Lebih terperinciGambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan).
Gambar 3.20. Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.21. Struktur sedimen laminasi sejajar pada sisipan batupasir
Lebih terperinciIDENTIFIKASI UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI KEPEK DI DESA KEPEK 2 KECAMATAN KEPEK KABUPATEN GUNUNG KIDUL
IDENTIFIKASI UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI KEPEK DI DESA KEPEK 2 KECAMATAN KEPEK KABUPATEN GUNUNG KIDUL Oleh: Daryono 1) dan Hita Pandita 2) 1)Prodi Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Lebih terperincidan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).
dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH PAJENG DAN SEKITARNYA KECAMATAN GONDANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR
GEOLOGI DAERAH PAJENG DAN SEKITARNYA KECAMATAN GONDANG KABUPATEN BOJONEGORO JAWA TIMUR Oleh : Rizwan Arief Hasan 1), Singgih Irianto 2), dan Mohammad Syaiful 3) Abstrak Lokasi pemetaan berada di daerah
Lebih terperinciFoto 3.12 Lokasi Singkapan batulempung B (DRM 3)
3.2.3 Satuan Batulempung B Satuan ini menempati 10% luas daerah penelitian, terletak berada dibagian selatan daerah penelitian dan penyebarannya memanjang baratlaut tenggara Pada peta geologi satuan ini
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.
Lebih terperinciS U KE 06. Gambar 3.8 Sketsa Penampang Lintasan E
Batupasir, berwarna coklat kusam, kondisi agak lapuk ukuran butir pasir sedang, sub rounded, pemilahan baik, kemas tertutup, porositas baik, non karbonatan. Batulempung, abu abu gelap, karbonatan. 3.2.5
Lebih terperinci