SKRIPSI KAJIAN TEKNIK PENYULINGAN ULANG (REDISTILASI) UNTUK MENINGKATKAN MUTU ASAP CAIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI KAJIAN TEKNIK PENYULINGAN ULANG (REDISTILASI) UNTUK MENINGKATKAN MUTU ASAP CAIR"

Transkripsi

1 SKRIPSI KAJIAN TEKNIK PENYULINGAN ULANG (REDISTILASI) UNTUK MENINGKATKAN MUTU ASAP CAIR OLEH: IRSALUDDIN F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 KAJIAN TEKNIK PENYULINGAN ULANG (REDISTILASI) UNTUK MENINGKATKAN MUTU ASAP CAIR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: IRSALUDDIN F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 Judul Skripsi Nama NIM : Kajian Teknik Penyulingan Ulang (Redistilasi) Untuk Meningkatkan Mutu asap Cair : Irsaluddin : F Bogor, Agustus 2010 Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Pertanian Dr. Ir. Desrial, M. Eng NIP Tanggal Lulus :

4 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Juli 1987 di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara dari pasangan suami-istri Sayaman Lubis - Kholidah. Penulis merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Negeri Cibalagung 3 Kota Bogor. Penulis melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Kota Bogor dan lulus pada tahun Kemudian pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 1 Kota Bogor. Akhirnya penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI. Kemudian pada tahun kedua kuliah di IPB, penulis memilih Mayor Teknik Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian dan setahun kemudian memilih Bagian Lingkungan dan Bangunan Pertanian sebagai bidang keahlian. Penulis melakukan Praktek Lapangan di PTPN VIII Parakan Salak, Kabupaten Sukabumi dengan topik Aspek Keteknikan Pertanian dalam Proses Produksi Teh Hitam CTC. Pendidikan S1 diselesaikan selama 4 tahun dengan judul tugas akhir Kajian Teknik Penyulingan Ulang (Redistilasi) untuk Meningkatkan Mutu Asap Cair. Selain kuliah, penulis juga aktif dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di kampus seperti PKM di bidang kewirahusahaan.

5 Irsaluddin. F Kajian Teknik Penyulingan Ulang (Redistilasi) Untuk Meningkatkan Mutu Asap Cair. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si RINGKASAN Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis. Asap cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis (Darmaji dkk, 1998). Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji dkk (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %. Teknik penyulingan ulang (redistilasi) adalah upaya untuk meningkatkan mutu asap cair selain dengan metode pengendapan dan penyaringan. Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah mengkaji teknik penyulingan asap cair dengan metode redistilasi dan menguji performansi alat pada beberapa perlakuan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji pengaruh suhu penyulingan dan laju aliran air pendingin terhadap mutu asap cair. 2. Menganalisa mutu asap cair (ph, kadar fenol, warna dan aroma) yang dihasilkan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor pertama adalah suhu penyulingan dengan tiga taraf, yaitu pada suhu (T d1 = 111.5ºC, T d2 = 112.5ºC, T d3 = 114.0ºC ). Sedangkan faktor kedua adalah laju aliran air pendingin dengan dua taraf, yaitu (Q w1 = 60 liter/jam dan Q w2 = 120 liter/jam). Pengujian performansi meliputi data suhu, lama penyulingan, laju distilat, volume hasil penyulingan dan konsumsi bahan bakar. Pembahasan mengenai data-data performansi yang diperoleh dari penyulingan meliputi: grafik perbedaan suhu logaritmik pada kondensor, efisiensi penyulingan dan rendeman distilat asap cair.. Selain itu, dilakukan perhitungan pindah panas kondensor secara teoritis yang disusun dari grafik perbedaan suhu logaritmik pada saat proses kondensasi berlangsung. Perhitungan efisiensi meliputi efisiensi boiler (penguapan asap cair), efisiensi ketel penyulingan, efisiensi kondensor dan efisiensi penyulingan total. Rata-rata efisiensi boiler dari penyulingan asap cair diperoleh sebesar %. Efisiensi ketel penyulingan rata-rata sebesar % dan efisiensi kondensor ratarata sebesar %. Efisiensi penyulingan total rata-rata diperoleh sebesar %. Efisiensi yang kecil ini terutama disebabkan oleh kecilnya efisiensi pada boiler. Pengaturan suhu penyulingan di dalam ketel dengan cara mengatur besarnya nyala api kompor gas untuk menguapkan asap cair. Nyala api kompor gas diatur menjadi tiga perlakuan, yaitu kecil, sedang dan besar. Pada tingkatan nyala api kecil diperoleh suhu penyulingan C, nyala api sedang C, dan nyala api besar 114 C. Perbedaan rata-rata suhu penyulingan dari tiga

6 perlakuan tersebut sangat kecil yaitu 1-2 C, namun sangat berpengaruh terhadap lamanya penyulingan dan besarnya konsumsi bahan bakar gas LPG. Semakin besar nyala api kompor gas maka suhu penyulingan semakin tinggi, waktu penyulingan semakin cepat, namun konsumsi bahan bakar lebih besar dan begitu juga sebaliknya. Analisis kadar fenol sampel distilat asap cair yang diperoleh bervariasi antara 0.085% sampai 0.69%, hal ini tergantung pada kualitas asap cair kasar yang digunakan. Nilai kadar fenol ini juga jauh lebih kecil dibandingkan kadar fenol yang diperoleh oleh Darmadji (2002) yang berkisar 1.35% %. Sedangkan nilai ph distilat yang diperoleh berkisar 2.65 sampai Panelis cenderung menyukai distilat asap cair berwarna coklat kemerahan muda (pale reddish brown) dan beraroma tidak terlalu tajam. Hasil penilaian panelis terhadap parameter warna dan aroma distilat asap cair yang dihasilkan menunjukkan bahwa secara umum tingkat kesukaan pada sampel relatif merata.

7 Redistillation Technique to Upgrade Liquid Smoke Quality Irsaluddin (F ) Lecture: Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si. ABSTRACT Purification of liquid smoke as a purpose to separate tar and some carsinogenic substances from liquid smoke, so that be get pure liquid smoke that can be used into food as preservative. Redistillation process is efforts to increase liquid smoke quality besides with sedimentation and screening methods. This research was done using redistillation process, with two factor treatment including distillation temperature and coolings water streaming runaway speed. Distillation temperature arrangement in kettle by manages big its gas burner flame to evaporate liquid smoke. Gas burner flame is managed as three conducts, which is little, medium and big. in little flame stage is got distillation temperature acquired C, medium flame was C, and big flame was 114 C. Coolings water streaming runaway speed which be utilized which is 60 litres/clocks and 120 litres/clocks. performansi's examination distiller tool amongst those temperature data, distillation time, distilat's runaway speed, distillate volume and fuel consumption. That performansi's data is utilized to account temperature difference graphs logarithm on condensor, distillation efficiency and rendeman distillate. process redistillation can upgrade liquid smoke, it visually of colour distilat liquid smoke that acquired more clear and tar's content decreases. The difference quality as rate of chemical, color and resulting aroma really been regarded by crude liquid smoke quality that is used.

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah ta ala semata, Shalawat dan Salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad sollallohu alaihi wa sallam beserta keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik dan benar. Berkat rahmat, hidayah dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Teknik Penyulingan Untuk Meningkatkan Mutu Asap Cair dengan Metode Redistilasi. Selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan kerja sama dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan, nasehat, kritik dan saran serta hingga selesainya penulisan skripsi ini. 2. Ir. Sri Mudiastuti, M. Eng dan Ir. Susilo Sarwono yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji pada ujian akhir penulis. 3. Bapak Ahmad selaku teknisi Bagian Lingkungan dan Bangunan Pertanian yang telah memberikan bantuan peminjaman alat untuk penelitian. 4. Bapak Mamad, Bapak Hasim dan seluruh karyawan Pabrik Arang Batok dan Asap Cair yang telah menyediakan tempat selama penelitian dan telah membantu penulis baik dengan tenaga, pikiran maupun moril. 5. Keluarga tercinta; Ibu, bapak, adik, dan semua keluarga besar atas segala doa, kasih sayang, serta dukungannya. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan atas penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu segala kritik maupun saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Laporan Skripsi ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2010 Penulis i

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Asap Cair dari Tempurung Kelapa... 3 B. Redistilasi Asap Cair... 6 C. Pemanfaatan Asap Cair... 7 D. Mutu Asap Cair... 9 E. Teori Dasar Penyulingan (Distilasi) F. Teori Pindah Panas III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu B. Alat dan Bahan C. Parameter yang Diukur D. Prosedur Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Asap Cair B. Rancang Bangun Alat Penyuling Asap Cair C. Uji Performansi Alat Penyuling Asap Cair D. Penyebaran Suhu Uap Asap Cair E. Pindah Panas pada Ketel Suling F. Efisiensi Penyulingan G. Perbedaan Suhu Logaritmik pada Kondensor ii

10 H. Karakteristik Proses Penyulingan I. Waktu dan Laju Penyulingan J. Rendemen Distilat Asap Cair K. Mutu Distilat Asap Cair V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa... 3 Tabel 2. Perbandingan Formalin dan Asap Cair... 8 Tabel 3.Persyaratan Mutu Asap Cair Berdasarkan Jenis Uji dan Jenis Mutu Tabel 4. Titik Didih Senyawa Pendukung Sifat Fungsional Asap Cair Tabel 5. Metode Analisis Warna dan Aroma Tabel 6. Data Suhu Performansi Alat Suling pada Proses Penyulingan Asap Cair Tabel 7. Data Performansi Alat Penyuling Asap Cair Tabel 8. Hasil Analisis Kadar Fenol pada Distilat Asap Cair Tabel 9. Hasil Analisis ph pada Distilat Asap Cair Tabel 10. Pengujian Warna dan Aroma Distilat Asap Cair Dengan Metode Yatagai 2002 dari Jepang iv

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Alat Penyuling Asap Cair Gambar 2. Diagram Alir Proses Penyulingan Asap Cair Gambar 3. Sketsa Kinerja Kondensor Gambar 4. Alat Pembuat Asap Cair Kasar Gambar 5. Alat Penyuling Asap Cair Gambar 6. Grafik Perbedaan Suhu Logaritmik pada Kondensor Gambar 7. Histogram Waktu Penyulingan Asap Cair Gambar 8. Grafik Laju Distilat Asap Cair Gambar 9. Histogram Rendemen Distilat asap Cair Gambar 10. Histogram Nilai ph Sampel Asap Cair Gambar 11. Sampel Distilat asap Cair Gambar 13. Histogram Uji Kesukaan (Organoleptik) Terhadap Panelis.. 43 v

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (ulangan 1) Lampiran 2. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 1). 50 Lampiran 3. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (ulangan 1).. 51 Lampiran 4. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 1) Lampiran 5. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (ulangan 1) Lampiran 6. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 1) Lampiran 7. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 2) Lampiran 8. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 2) Lampiran 9. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 2) Lampiran 10. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 2) Lampiran 11. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 2) Lampiran 12. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 2) Lampiran 13. Data Perhitungan Suhu pada Proses Penyulingan Asap Cair.. 61 Lampiran 14. Data Pengukuran dan Perhitungan Performansi Alat Alat Penyuling Asap Cair Halaman vi

14 Lampiran 15. Data Laju Distilat Asap Cair yang Keluar dari Kondensor Lampiran 16. Perhitungan Energi, Kehilangan Panas dan Efisiensi Alat Penyuling Lampiran 17. Perhitungan Rancangan Kondensor Lampiran 18. Panas Laten Penguapan Air (Heldman and Singh, 1981) dan Sifat Fisik Udara (Welty, 1974).. 77 Lampiran 19. Data Hasil Pengujian Organoleptik.. 78 Lampiran 20. Gambar Teknik Alat Penyuling Asap Cair. 80 vii

15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis. Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Tranggono et al. (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %. Asap cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis. Pemurnian merupakan suatu usaha untuk memisahkan atau menghilangkan bahan-bahan asing dari produk yang dikehendaki. Pemurnian dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pemisahan secara fisis, mekanis dan kimiawi. Proses pemurnian yang sering digunakan pada produk pangan atau hasil pertanian lainnya antara lain: distilasi, evaporasi, kristalisasi, ekstraksi, filtrasi, dan absorbsi. Pemurnian asap cair umumnya dilakukan dengan cara sedimentasi (pengendapan), filtrasi, absorbsi, maupun redistilasi (penyulingan ulang) yang dapat dilakukan sendiri-sendiri atau merupakan proses gabungan. Pembuatan asap cair dapat dilakukan melalui pirolisis terhadap bahan biomassa untuk menghasilkan asap cair kasar. Menurut Darmadji et al. (2002), pemurnian asap cair dengan metode redistilasi dapat memisahkan senyawa yang tidak dikehendaki seperti PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) dan residu ter. Penggunaan asap cair dalam produk makanan memerlukan proses pemurnian untuk menghilangkan atau meminimalkan komponen-komponen yang bersifat karsinogenik, agar tidak melampaui ambang batas PAH yang diperkenankan. Prospek penggunaan asap cair sangat luas, yaitu industri pangan sebagai bahan pengawet dan penambah cita rasa, dan bidang pertanian sebagai: pupuk tanaman, bioinsektisida, pestisida desinfektan, herbisida, dan lain 1

16 sebagainya. Prospek ini memiliki berbagai keunggulan bila dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia sintetik, yaitu lebih mudah diaplikasikan terutama konsentrasi asap cair lebih mudah dikontrol agar memberi cita rasa dan warna yang sama dan seragam pada bahan pangan yang diawetkan. Parameter yang utama pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh suhu penyulingan dan laju aliran air pendingin yang diberikan terhadap waktu penyulingan, persen rendemen dan mutu asap cair yang dihasilkan. B. Perumusan Masalah Teknik penyulingan ulang (redistilasi) adalah upaya untuk meningkatkan mutu asap cair selain dengan pengendapan dan penyaringan. Asap cair yang diperoleh dari pirolisis tempurung kelapa termasuk mutu III, warnanya hitam pekat dan kandungan ter masih banyak. Mutu III asap cair ini cocok untuk penggumpalan karet, pengawetan kayu dan lain-lain. Jika digunakan untuk pengawetan pada bahan pangan seperti daging, ikan dan mie basah, maka mutu III harus ditingkatkan menjadi mutu II atau mutu I melalui redistilasi (penyulingan ulang). Mutu II asap cair memiliki warna yang lebih coklat bening, kandungan ter jauh berkurang dan aroma asapnya sudah jauh berkurang. Sedangakan mutu I memiliki warna yang lebih bening dan aroma asapnya sangat sedikit. C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengkaji teknik penyulingan asap cair dengan metode redistilasi (2) Menguji performansi alat pada beberapa perlakuan, yaitu pengaruh suhu penyulingan dan laju aliran air pendingin. (3) Menganalisa mutu asap cair (ph, kadar fenol, warna dan aroma) yang dihasilkan. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asap Cair Asap cair atau disebut juga cuka kayu (wood vinegar) diperoleh dengan cara pirolisis dari bahan baku misalnya batok kelapa, sabut kelapa atau kayu pada suhu ºC selama 90 menit untuk memperoleh asap, lalu diikuti dengan proses kondensasi di dalam kondensor dengan menggunakan air sebagai pendingin (Pszezola, 1995). Komposisi kimia tempurung kelapa menurut Djatmiko el al. (1985) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa Komponen Persentase (%) Abu 0.23 Lignin Selulosa Pentosan Metoxi 5.39 Kadar Air 16.1 Perbedaan jumlah rendemen asap cair disebabkan oleh tingginya kandungan air dalam bahan baku dan panjang kondensor yang digunakan. Semakin tinggi kandungan kadar air dalam bahan baku maka semakin tinggi jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan. Semakin panjang kondensor yang digunakan maka kemungkinan mengkondensasikan asap hasil pirolisis akan lebih optimal. Hal ini disebabkan oleh asap mengalami proses kondensasi lebih lama di dalam kondensor sehingga rendemen asap cair yang dihasilkan semakin tinggi (Hanendyo, 2005). Asap cair mengandung berbagai berbagai senyawa kimia antara lain senyawa fenol, karbonil, asam, ter dan air. Gumanti (2006) mendapatkan data 3

18 kandungan senyawa kimia dalam distilat asap cair yaitu fenol sebesar 5.5%, methyl alkohol sebesar 0.37% dan total asamnya sebesar 7.1%. Kandungan senyawa kimia dalam asap cair sangat menentukan ciri warna dan aroma dalam menentukan kualitas produk pengasapan. Kandungan senyawa kimia dalam asap cair sangat dipengaruhi oleh sifat kayu, temperatur pirolisis, jumlah oksigen, kelembaban kayu, ukuran partikel kayu serta spesifikasi alat pembuatan asap cair (Girard, 1992). Diketahui juga bahwa temperatur pembuatan asap cair merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap cair yang dihasilkan. Tranggono et al. (1996) menyatakan bahwa kandungan maksimum senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis ºC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan dari pirolisis pada temperatur 400ºC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. Komponen senyawa penyusun asap cair Komponen senyawa penyusun asap cair terbesar, yaitu: 1. Senyawa Fenolat Senyawa fenol berperan pada pembentukan cita rasa pada produk pengasapan dan juga mempunyai aktivitas antioksidan yang mempengaruhi daya simpan pangan (Girard, 1992). Komponen senyawa fenol yang berperan dalam pembentukan flavor adalah guaiakol, 4- metilguaiakol dan 2,6-dimetoksifenol. Guaiakol berperan memberi rasa asap, sementara siringol memberi aroma asap (Daun, 1979). Senyawa fenol merupakan zat aktif yang dapat memberikan efek antibakteri dan anti mikroba pada asap cair. Selain itu, fenol juga dapat memberikan efek antioksidan kepada bahan pangan yang akan diawetkan. Identifikasi senyawa fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan diharapkan dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga hasilnya dapat diaplikasikan kepada semua produk pengasapan (Zuraida, 2008). 4

19 Kadar fenol bervariasi antara 2,10-2,13% tergantung pada macam dan bentuk kayu dengan rata-ratanya 2,85%, sedangkan untuk asap cair tempurung kelapa sebesar 5,13% (Tranggono et al, 1996). 2. Senyawa Karbonil Senyawa ini berperan pada cita rasa dan pewarnaan pada produk yang diasap. Senyawa karbonil mempunyai pengaruh utama pada warna (reaksi maillard) sedang pengaruhnya pada aroma kurang menonjol. Warna produk asapan disebabkan adanya interaksi antara karbonil dengan gugus amino (Girard, 1992). Kandungan senyawa karbonil dari berbagai jenis kayu bervariasi antara 8,56-15,23% dengan variasi rata-rata 11,84% sedangkan untuk tempurung kelapa sebesar 13,28% (Tranggono et al, 1996). 3. Senyawa Asam Senyawa asam bersama-sama senyawa fenol dan karbonil secara sinergis sebagai anti mikroba sehingga dapat menghambat peruraian dan pembusukan produk yang diasap. Senyawa asam yang berasal dari asap cair dapat mempengaruhi cita rasa, ph dan umur simpan pangan. Senyawa asam terutama asam asetat mempunyai aktivitas antimikrobia dan pada konsentrasi 5% mempunyai efek bakterisidal. Asam asetat bersifat mampu menembus dinding sel dan secara efisien mampu menetralisir gradien ph transmembran (Pszczola, 1995). Keasaman (dihitung sebagai % asam asetat) asap cair dari berbagai kayu bervariasi antara 4,27-11,39% dengan nilai rata-rata 6,58%, sedangkan untuk tempurung kelapa sebesar 11,39% (Tranggono et al, 1996). 4. Senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) Senyawa PAH dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu dan memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992). Selain bebas dari senyawa-senyawa berbahaya, asap cair yang digunakan sebagai 5

20 pengawet bahan pangan haruslah memiliki cita rasa yang dapat diterima konsumen. Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa PAH selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. B. Redistilasi Asap Cair Pemurnian asap cair dilakukan dengan cara pengendapan, penyaringan dan penyulingan ulang (redistilasi). Senyawa-senyawa yang tidak larut dalam asap cair yang terkondensasi dari hasil pirolisis ditampung dan diendapkan selama beberapa hari sehingga diperoleh asap cair yang lebih jernih. Asap cair yang diperoleh dari hasil pengendapan ini belum begitu murni walaupun penampakannya bening berwarna coklat kehitaman sampai coklat kekuningan. Jika disimpan dalam jangka waktu lama, senyawa berwarna hitam terdapat di dalam asap cair yang belum sempurna pemurniannya akan kembali mengendap. Asap terdiri atas komponen gas, cairan dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap, partikel padat tercampur di dalam asap cair kasar sehingga perlu dilakukan pemisahan karena partikel padat tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-partikel tersebut diantaranya adalah senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH), senyawa fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik karboksilat, serta komponen tar (Bahtiar, 2009). Ditemukannya sifat karsinogenik dari PAH menyebabkan penelitian mengenai bahan pangan hasil pengasapan meningkat. Begitu juga dengan penelitian terhadap kandungan PAH di dalam asap cair kasar yang merupakan kondensat langsung hasil proses pirolisis. Salah satu proses pemurnian asap cair adalah dengan redistilasi (penyulingan ulang). Prinsip destilasi adalah pemisahan komponen dari campuran cairan berdasarkan titik didih. Komponen destilator terdiri atas: pemanas, ketel suling, kondensor, selang air pendingin dan wadah penampung distilat asap cair (Bahtiar, 2009). 6

21 C. Pemanfaatan Asap Cair Pemanfaatan asap cair telah banyak diteliti dan digunakan pada berbagai produk pangan dan hasil pertanian, antara lain: 1. Industri pangan Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari. Zuraida (2008) membuktikan bahwa asap cair tempurung kelapa yang diaplikasikan terhadap bakso ikan aman untuk dikonsumsi. Keamanan asap cair tempurung kelapa juga diteliti Zuraida (2008) dengan melakukan uji toksisitas yang menunjukkan nilai LD 50 lebih besar dari mg/kg berat badan hewan uji, sehingga asap cair dinyatakan aman untuk digunakan dalam bahan pangan. Asap cair dapat diaplikasikan pada produk pangan dengan berbagai metode, yaitu: pencampuran, pencelupan atau perendaman, penyuntikan, pencampuran asap cair pada air perebusan, dan penyemprotan. Metode pencampuran biasanya digunakan pada produk daging olahan, flavor ditambahkan dalam jumlah bervariasi (Kostyra et al, 2007) di dalam Zuraida (2008). Ikan asap yang diproses dengan kombinasi bumbu dan asap cair menunjukkan efek penghambatan pertumbuhan mikroba yang lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan asap cair (Mahendratta et al, 2006) Asap cair dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pengawet pada mie basah (Gumanti, 2006). Perbandingan kemampuan formalin dan asap cair untuk pengawetan bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 2. 7

22 Tabel 2. Perbandingan Formalin dan Asap cair No. Parameter Asap cair Formalin 1 Asal bahan alam, mudah didapat 2 Bau khas asap cair 3 Efek samping 4 Warna aman, tidak ada efek samping kekuningan sampai kecoklatan bahan kimia, susah didapat menyengat khas formalin, aroma terbakar membahayakan kesehatan jernih 5 Keuntungan 6 Ekonomis aman bagi kesehatan maupun lingkungan ekonomis, harga variatif dari Rp Rp per liter berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan lebih mahal, Rp per liter 7 Daya pengawet lama lama 2. Industri perkebunan Wastono (2006) melakukan penelitian pemanfaatan asap cair sebagai disinfektan untuk memperpanjang masa simpan buah pisang ambon. Pengujian dilakukan dengan perlakuan suhu perendaman 25ºC selama 5 menit dan suhu 47ºC selama 15 menit dengan konsentrasi asap cair yaitu 1%, 5%, dan 10%. Buah pisang tersebut disimpan pada suhu ruang. Setelah itu dilakukan pengukuran dan pengamatan mutu buah pisang setiap 4 hari sekali. Pengamatan yang dilakukan adalah susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, total mikroba, dan pengamatan serangan hama penyakit secara visual. Sucahyo (2010) membuktikan asap cair tempurung kelapa dapat digunakan sebagai bahan koagulan lateks karena mengandung jenis-jenis asam lemah serta memiliki ph yang rendah. Kandungan kimia asap cair tempurung kelapa yang diperoleh, yaitu kadar asam sebesar 9.81%, kadar fenol sebesar 6.78% dan ph sebesar Kombinasi penggunaan dengan perbandingan 75% asam semut : 25% asap cair, secara konsisten dapat 8

23 menghasilkan kelas mutu RSS 1dengan kualitas yang baik seperti nilai PRI sebesar 80.17, kadar kotoran sebesar 0.01 dan kadar abu sebesar penggunaan asap cair tempurng kelapa berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai plastisitas karet yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik bau menunjukkan pemberian asap cair tempurung kelapa dengan dosis 20 ml/kg karet kering, menghasilkan tingkat penerimaan bau yang lebih disukai oleh panelis sehingga dapat digunkan sebagai bahan penghilang bau busuk pada bahan olahan lump. D. Mutu Asap Cair Asap cair dibedakan menjadi tiga kelas mutu, yaitu grade I, II dan III ( 2010) dengan peruntukan yang berbeda: Grade I : warna bening, rasa sedikit asam, aroma netral, peruntukan makanan, ikan. Grade II : warna kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma asap lemah, peruntukan makanan dengan taste asap (daging asap, bakso, mie, tahu, ikan kering, telur asap, bumbu-bumbu barbaque, ikan asap/bandeng asap). Grade III : warna coklat gelap, rasa asam kuat, aroma asap kuat, peruntukan penggumpal karet pengganti asam semut, penyamakan kulit, pengganti antiseptik untuk kain, menghilangkan jamur dan mengurangi bakteri patogen yang terdapat di kolam ikan. Syarat mutu asap cair menurut RSNI 3 (2009) meliputi penampakan, berat jenis, ph, kadar asam, total fenol, kadar air dan bau asap disajikan pada Tabel 3. 9

24 Tabel 3. Persyaratan Mutu Asap Cair Berdasarkan Jenis Uji dan Jenis Mutu No. Jenis Uji Satuan Asap Cair Kasar Jenis Mutu Distilat Asap Cair 1 Penampakan: derajat warna Kuning, merah muda kecoklatan, merah keciklatan Tanpa warna, kuning muda, merah muda jernih (tidak ada endapan) 2 Berat jenis (g/ml) Minimal 1,005 Minimal 1,001 3 Derajat keasaman (ph) 2,0 4,0 1,5 3,0 4 Kadar asam (%) 0,5 5,0 4,5 15,0 5 Total fenol (%) 1,5 9,5 4,6 15,0 6 Kadar air (%) Maksimal 85 Maksimal 70 7 Bau asap (odour) Laju emisi bau Minimal 1300 Minimal 1500 E. Teori Dasar Penyulingan (Distilasi) Istilah distilasi sederhana umumnya berkaitan dengan pemisahan suatu campuran yang terdiri atas dua atau lebih cairan melalui pemanasan. Pemanasan dimaksudkan untuk menguapkan komponen-komponen yang lebih mudah menguap (titik didih lebih rendah) dan kemudian uap yang diperoleh dikondensasikan kembali menjadi cair dan ditampung dalam suatu bejana penerima (Cook dan Cullen, 1987). Titik didih dapat didefinisikan sebagai nilai suhu pada tekanan atmosfer, dimana cairan akan berubah menjadi uap atau suhu pada tekanan uap dari cairan tersebut sama dengan tekanan gas atau uap yang berada di sekitarnya. Jika dilakukan proses penyulingan pada tekanan atmosfer maka tekanan uap tersebut akan sama dengan tekanan air raksa dalam kolom setinggi 760 cmhg. Berkurangnya tekanan pada ruangan di atas cairan akan menurunkan titik didih. Sebaliknya peningkatan tekanan di atas permukaan cairan akan menaikkan titik didih cairan tersebut (Guenther, 1987). 10

25 Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase dapat dibedakan secara jelas jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih. Pada suhu tertentu molekul-molekul cairan tersebut memiliki energi tertentu dan bergerak bebas secara tetap dan dengan kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain, sehingga arah geraknya diubah. Setiap molekul pada lapisan permukaan yang bergerak ke atas akan meninggalkan permukaan cairan dan akan menjadi molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada dalam gerakan yang konstan, dan kecepatan molekul-molekul dipengaruhi oleh suhu pada saat itu (Guenther, 1987). Setiap molekul uap yang mengadakan kontak dengan permukaan dinding ketel mempunyai peluang untuk mencair kembali. Pada saat suhu naik, jumlah molekul uap juga meningkat, sehingga jumlah molekul uap yang berpeluang untuk mencair juga meningkat. Dalam waktu singkat jumlah molekul yang menguap akan sama dengan jumlah molekul yang terkondensasi dalam satuan waktu yang sama. Dengan demikian terbentuk kesetimbangan dinamis, sehingga jumlah molekul dalam keadaan uap menjadi konstan (Guenther, 1987). Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen PAH dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan, dan terjadi keseimbangan larutan-larutan, sehingga komponen PAH dapat tertinggal di dasar ketel. Penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan menjadi uap dengan koefisien pindah panas yang besar. Kemudian terjadi kondensasi atau proses pengembunan uap menjadi cairan. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya di bawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air (Geankoplis, 1983). Dalam distilasi, fase uap yang terbentuk terjadi setelah larutan dipanaskan dan dibiarkan kontak dengan fase cairannya sehingga transfer massa terjadi baik dari fase uap ke fase cair maupun dari fase cair ke fase uap sampai terjadi keseimbangan antara kedua fase. Setelah keseimbangan 11

26 tercapai, kedua fase kemudian dipisahkan. Fase uap setelah dikondensasikan dalam kondensor disebut distilat sedangkan sisa cairannya disebut residu. Distilat mengandung lebih banyak komponen yang volatil (mudah menguap) dan residu mengandung lebih banyak komponen yang kurang volatil. Titik didih dari komponen-komponen pendukung sifat fungsional asap cair dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Titik Didih Senyawa Pendukung Sifat Fungsional Asap Cair Senyawa Fenol - Guaikol - 4- metilguaikol - Eugenol - Siringol - Furfural - Pirokatekol - Hidrokuinon - Isoeugenol Karbonil - Glioksal - Metilglioksal - Glikoaldehid - Diasetil - Formaldehid Asam - Asam asetat - Asam butirat - Asam propionat - Asam Isovalerat Titik Didih ( C, 760 mmhg) * Keterangan: * adalah titik leleh F. Teori Pindah Panas Pindah panas merupakan proses pindah panas secara spontan dari satu bahan ke bahan lain yang lebih dingin (Earle, 1969). Laju pindah panas tergantung pada perbedaan suhu antara kedua bahan, semakin besar perbedaan suhu antara kedua bahan maka semakin besar laju pindah panas antara kedua bahan tersebut. 12

27 Perpindahan panas dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu konduksi, konveksi, radiasi. Konduksi adalah transfer energi diantara perbatasan dari partikel yang memiliki energi lebih besar ke partikel yang berenergi lebih kecil yang merupakan interaksi antara partikel-partikel (Cengel, 2001). Konduksi dapat terjadi pada benda padat, cair, dan gas. Contoh konduksi adalah pindah panas melalui dinding padat pada ruangan pendinginan. Konveksi adalah perpindahan energi panas oleh pergerakan zat di dalam sistem (Henderson, 1997). Pergerakan zat tersebut bergerak akibat perubahan kerapatan atau akibat pergerakan bahan cair. Contoh pindah panas secara konveksi adalah proses pemanasan air di dalam kuali tertutup tanpa pengadukan, perubahan kerapatan menyebabkan pindah panas dengan konveksi alamiah. Apabila dengan pengadukan, maka pindah panas terjadi secara paksa. 1. Pindah Panas Secara Konveksi Perpindahan panas antara suatu permukaan padat dan suatu fluida berlangsung secara konveksi. Konveksi panas dapat dihitung dengan persamaan Newton: Q = h.a.dt Dimana: Q = Laju perpindahan panas dengan cara konveksi (Watt) h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m 2 K) A = Luas penampang aliran permukaan dan fluida (m 2 ) dt = Perbedaan suhu antara permukaan dan fluida (K) 2. Konveksi Bebas Konveksi bebas (konveksi alamiah) adalah konveksi yang terjadi karena fluida yang mengalami proses pemanasan berubah densitasnya (kerapatannya) dan bergerak naik. Gerakan fluida dalam konveksi bebas terjadi karena gaya apung (buoyancy force) yang dialaminya, apabila kerapatan fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai 13

28 akibat proses pemanasan. Contohnya adalah pemanasan aliran udara yang melalui radiator dan pemanasan air dalam ketel. Sedangkan gerakan fluida disebabkan kerena adanya energi dari luar seperti pompa atau kipas maka disebut sebagai konveksi paksa (forced convection), misalnya pendinginan radiator dengan udara yang dihembuskan oleh kipas (Syaiful, 2009). Keefektifan perpindahan panas dengan cara konveksi tergantung pada besarnya gerakan mencampur fluida. Sehingga studi perpindahan konveksi didasarkan pada pengetahuan tentang ciri-ciri aliran fluida. Laju perpindahan panas konveksi antara suatu permukaan dan suatu fluida dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: a. Pindah Panas melalui dinding ketel suling (Qk) Pindah panas melalui dinding ketel suling dapat dihitung dengan persamaan Newton : Qk = h.a.dt Nilai h dapat dicari dengan persamaan di bawah ini dengan asumsi zat udara di dalam ketel dan bentuk geometri silinder tegak. Hitung Tf, Tf = [(T k + T L )/2] K Cari nilai Pr dan di Tabel Sifat Bahan (Henderson, 1997) Hitung selang Gr L Pr, 10 4 < Gr L Pr < 10 9 atau 10 9 < Gr L Pr < Cari koefisien a, b, dan L untuk zat udara No. Geometri Selang Gr L Pr a b L 1 2 Permukaan silinder tegak Permukaan silinder tegak 10 4 < Gr L Pr < /4 Tinggi 10 9 < Gr L Pr < / < Gr L Pr < /4 Diameter 10 9 < Gr L Pr < /3 1 Maka hitung nilai h, h = a ( b 14

29 b. Pindah Panas Melalui Tutup Ketel Suling (Qd) Pindah panas melalui dinding ketel suling dapat dihitung dengan persamaan pendinginan Newton: Qk = h.a.dt Nilai h dapat dicari dengan persamaan di bawah ini dengan asumsi zat udara di dalam ketel dan bentuk geometri permukaan datar, fluida di atas didinginkan dan fluida di bawah dipanaskan. Hitung Tf, Tf = [(T k + T L )/2] K Cari nilai Pr dan di Tabel Sifat Bahan (Henderson, 1997) Hitung selang Gr L Pr, < Gr L Pr < Cari koefisien a, b, dan L untuk zat udara Selang Gr L Pr a b L < Gr L Pr < /4 panjang Maka hitung nilai h, h = a ( b 15

30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Arang Batok dan Asap Cair, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pengujian kandungan kimia distilat asap cair dilakukan di Balai Besar Industri Agro, Kota Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Mei B. Alat dan Bahan 1. Alat: Alat penyuling asap cair, terdiri atas: ketel suling, kondensor, penampung distilat asap asap cair, dan selang air Kompor gas Penampung air Stop watch Recorder Tipe MV 1000 Yokogawa Thermocouple Tipe CC (T) Gelas ukur Penampung asap cair kasar (mutu III) Wadah penyimpan distilat asap cair/dirigen Timbangan/neraca 2. Bahan: Asap cair kasar (mutu III) dari bahan baku tempurung kelapa dan air sebagai medium pada kondensasi. 16

31 Gambar 1. Alat Penyuling Asap Cair C. Parameter yang Diukur Parameter yang diukur pada pengujian alat suling asap cair meliputi: 1) Massa dan volume awal bahan (Mo) 2) Volume distilat asap cair yang dihasilkan (Vt) 3) Massa ter yang dihasilkan (M ter ) 4) Lama penyulingan (t d ) 5) Konsumsi bahan bakar gas LPG (BB LPG ) 6) Laju aliran air pendingin (Q w ) 7) Suhu yang meliputi: a) Suhu penyulingan asap cair di ketel suling (T d ) b) Suhu uap asap cair yang masuk kondensor (Ts i ) c) Suhu distilat asap cair yang keluar kondensor (Ts o ) d) Suhu air pendingin yang masuk kondensor (T wi ) e) Suhu air pendingin yang keluar kondensor (T wo ) f) Suhu uap asap cair di ketel suling (Ts k ) g) Suhu dinding luar ketel suling bagian bawah (T k1 ) h) Suhu dinding luar ketel suling bagian atas (T k2 ) i) Suhu tutup ketel suling bagian luar (T k3 ) j) Suhu udara lingkungan (T L ) 17

32 D. Prosedur Penelitian Secara garis besar, penelitian terdiri atas tiga tahap yaitu: (1) Mengkaji dan mempelajari proses penyulingan asap cair (2) Mengkaji dan menguji performansi alat penyuling asap cair (3) Menganalisa mutu dan kandungan kimia asap cair yang dihasilkan. Diagram alir proses penyulingan asap cair pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Proses Penyulingan Asap Cair a) Persiapan Penyulingan Asap cair kasar (mutu III) ditampung terlebih dahulu di dalam drum selama 5 sampai 7 hari untuk mengendapkan tar. Pengendapan dilakukan untuk memisahkan fraksi tar berat dengan fraksi campuran tar ringan dan asap cair kasar. Pengendapan tar ini bertujuan meningkatkan mutu dan rendeman distilat asap cair yang dihasilkan. Sisa ter yang mengendap di dasar ketel suling dari hasil penyulingan sebelumnya harus dibersihkan terlebih dahulu agar perhitungan rendemen penyulingan asap cair lebih akurat. Jumlah bahan dalam satu kali penyulingan ditentukan sebanyak 20 liter asap cair kasar yang ditakar dengan menggunakan gelas ukur. Pada saat penyulingan, tutup ketel suling harus rapat dan jangan sampai terjadi kebocoran pada bagian sisi karena akan mempengaruhi rendeman distilat asap cair yang dihasilkan. Perhitungan waktu penyulingan dimulai ketika distilat asap cair pertama menetes. Distilat yang diperoleh di awal-awal proses penyulingan berwarna putih keruh dan berbau asam menyengat. Oleh karena itu harus dipisahkan jangan sampai bercampur dengan distilat asap cair berwarna bening yang diperoleh sesudahnya. Penyulingan dihentikan setelah distilat yang menetes semakin kecil dan warnanya berubah menjadi keruh. 18

33 Tempurung Kelapa Pembakaran (Pirolisis) Arang Asap Penyulingan Asap Kondensasi Asap Cair Kasar Mulai Pengendapan (5-7 hari) Penyaringan Penyulingan Ulang (Redistilasi) Rancangan Percobaan RAL Faktorial 1. Suhu Penyulingan (T d1, T d2, T d3 ) 2. Laju Aliran Air Pendingin (Q w1, Q w2 ) Distilat Asap Cair Analisis Mutu dan Kandungan Kimia Analisis Kadar Fenol dan ph Di Laboratorium BBIA Analisis Warna dan Aroma Dengan Metode Yatagai Uji Organoleptik (Warna dan Aroma) Gambar 2. Diagram Alir Proses Penyulingan Asap Cair 19

34 b) Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor pertama adalah suhu penyulingan dengan tiga taraf, yaitu pada suhu (T d1 = 111.5ºC, T d2 = 112.5ºC, T d3 = 114.0ºC ). Sedangkan faktor kedua adalah laju aliran air pendingin dengan dua taraf, yaitu (Q w1 = 60 liter/jam dan Q w2 = 120 liter/jam). Sehingga dilakukan enam kali penyulingan dengan perlakuan berbeda, yaitu: Perlakuan A: T d1 = ºC dan Q w1 = 60 liter/jam B: T d1 = ºC dan Q w2 = 120 liter/jam C: T d2 = ºC dan Q w1 = 60 liter/jam D: T d2 = ºC dan Q w2 = 120 liter/jam E: T d3 = 114.0ºC dan Q w1 = 60 liter/jam F: T d3 = 114.0ºC dan Q w2 = 120 liter/jam 2. Uji Performansi Alat Penyuling Asap Cair a. Rendemen Distilat Asap Cair (Rd) Distilat asap cair yang dihasilkan diukur volumenya dan dibandingkan dengan volume awal asap cair dengan menggunakan rumus: b. Laju produksi distilat asap cair (Qd) Laju produksi distilat asap cair dapat diketahui dengan cara menampung distilat asap yang dihasilkan tiap satuan waktu, dengan menggunakan rumus: c. Laju aliran air pendingin (Qw) Laju aliran air pendingin pada kondensor dapat diketahui dengan cara menampung air yang keluar dari outlet kondensor setelah proses 20

35 kondensasi tiap satuan waktu. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus: d. Efisiensi Penyulingan (Eb) Efisiensi penyulingan terdiri atas efisiensi boiler (penguapan asap cair), efisiensi ketel penyulingan, efisiensi kondensor dan efisiensi penyulingan total. 1. Efisiensi boiler (penguapan asap cair) Efisiensi ketel penguapan adalah nilai perbandingan antara jumlah energi yang digunakan untuk menguapkan asap cair pada proses penyulingan dengan jumlah energi yang dikeluarkan oleh bahan bakar gas. Keterangan: Eb = Efisiensi ketel penguapan Qa = Jumlah energi untuk menguapkan asap cair, kj Qe = Jumlah energi yang dilepaskan bahan bakar, kj Mo = Massa asap cair awal di dalam ketel suling, kg Cp = Panas jenis asap cair, kj/kg C Tb = Titik didih asap cair, C To = Suhu asap cair awal, C Mu = Jumlah asap cair yang diuapkan, kg H = Kalor laten penguapan, kj/kg Mbb = Jumlah pemakaian bahan bakar, kg U = Nilai kalor bahan bakar gas LPG, kj 21

36 2. Efisiensi ketel penyulingan (Ed) Efisiensi ketel penyulingan adalah nilai perbandingan antara jumlah energi uap yang masuk kondensor dengan jumlah energi uap yang berasal dari boiler (penguapan). Keterangan : q L1 = pindah panas pada dinding ketel suling, kj q L2 = pindah panas pada tutup ketel suling, kj 3. Efisiensi kondensor (Ek) Efisiensi kondensor adalah nilai perbandingan antara jumlah energi yang dilepaskan oleh uap asap cair dengan jumlah energi yang diserap oleh air pendingin. Keseimbangan panas yang terjadi dalam kondensor di asumsikan mengikuti Hukum Thermodinamika 1, yaitu energi yang masuk kedalam sistem sama dengan energi yang keluar dari sistem (Burghard, 1977). Energi yang dilepaskan oleh uap asap cair pada waktu mengembun di dalam kondensor dapat dihitung dengan persamaan: Q u = M u *Cp*(T si T so ) + M u *K e Sedangkan energi yang diserap air pendingin di rumuskan sebagai berikut : Q w = M w *Cp*(T so T si ) Efisiensi kondensor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 22

37 4. Efisiensi penyulingan total (Et) Efisiensi penyulingan total adalah nilai perkalian antara efisiensi ketel penguapan, efisiensi ketel penyulingan dan efisiensi kondensor. e. Perhitungan Rancangan Kondensor Termokopel dipasang pada kondensor untuk mengukur suhu uap masuk (T si ), suhu distilat keluar (T so ), suhu air masuk (T wi ) dan suhu air keluar (T wi ). T wi T si T so T wo Gambar 3. Sketsa Kinerja Kondensor Dari keadaan kondensor di atas dapat disusun grafik perbedaan suhu logaritmik yang digunakan untuk menghitung luas penampang pindah panas kondensor secara teoritis. Kemudian dibandingkan luas penampang pindah panas pada kondensor secara teoritis dengan luas penampang aktual pada kondensor. Perbedaaan suhu logaritmik dapat dihitung sebagai berikut: TLMTD = Perpindahan panas antara dua zat aliran yang terpisah sekat penghantar dapat dinyatakan dengan persamaan: Q = U TLMTD 23

38 Luas permukaan pindah panas (m 2 ) dinyatakan dengan persaman: A = [ Q/(U TLMTD) ] 3. Tahap Analisis Mutu dan Kandungan Kimia Pada tahap ini dilakukan pengujian kandungan kimia distilat asap cair di laboratorium. Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, kandungan kimia yang paling berpengaruh dalam penentuan kualitas distilat asap adalah total senyawa fenol. Selain itu dilakukan pengukuran nilai ph, analisis warna dan aroma distilat asap cair. a. Pengukuran ph Pengukuran ph pada distilat asap cair, dilakukan dengan menggunakan ph meter berdasarkan SNI Elektroda dicelupkan ke dalam aquades terlebih dahulu, lalu dilap dengan tissue. Selanjutnya elektroda dimasukkan ke dalam contoh distilat asap cair, kemudian diukur dengan ph meter digital Waterproof Hanna. b. Kadar Fenol Analisis kadar fenol dilakukan berdasarkan SNI Kadar fenol dapat dihitung dengan rumus: Dimana : a = ml titrasi larutan thio pada blanko b = ml titrasi larutan thio pada filtrate c = jumlah atom Brom pada proses bromisasi 5-30 menit c. Warna dan Aroma Analisis warna dan aroma pada distilat asap cair dilakukan dengan mengikuti metode Yatagai (Nurhayati, 2005) dan ditunjukkan pada Tabel 5. 24

39 Tabel 5. Metode Analisis Warna dan Aroma No. Warna (Color) Aroma (Odor) 1 Colorless Weak smell 2 Pale yellowish brown Sharp smell 3 Pale reddish brown Rather sharp smell 4. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap warna dan aroma asap cair yang dihasilkan. Panelis yang digunakan berjumlah 15 orang. Sampel disajikan secara berurutan kepada panelis dan diminta memberikan penilaian terhadap sampel. Skors nilai yang digunakan adalah : 1. Sangat tidak suka, 2. Tidak suka, 3. Biasa, 4. Suka, 5. Sangat suka. 25

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Asap Cair 1. Alat Pembuat Asap Cair Kasar (Mutu III) Alat pembuat asap cair kasar merupakan suatu sistem penyulingan asap hasil pirolisis bahan yang dibakar di reaktor pirolisis dan selanjutnya dikondensasikan kembali di dalam kondensor dengan menggunakan air sebagai media pendingin. Alat pembuat asap cair ini terdiri atas beberapa bagian dengan fungsi-fungsi tertentu, yaitu: reaktor pirolisis tempat pembakaran tempurung kelapa, sungkup penangkap asap, pipa penyalur asap dan kondensor. a. Reaktor Pirolisis Reaktor Pirolisis adalah alat pengurai senyawa-senyawa organik yang dilakukan dengan proses pembakaran secara pirolisis tanpa berhubungan langsung dengan udara luar dengan suhu ºC. Reaktor pirolisis yang digunakan adalah drum berukuran diameter 60 cm dan tinggi 90 cm. drum tersebut memiliki lubang kecil pada bagian bawahnya sebagai saluran udara masuk ketika proses pembakaran terjadi. b. Kondensor Asap yang keluar dari proses pembakaran bahan di dalam reaktor pirolisis dialirkan ke kondensor untuk selanjutnya dilakukan proses kondensasi. Medium yang digunakan adalah air, yang dialirkan berlawanan arah dengan aliran asap yang masuk. Pada proses ini terjadi perubahan fase zat dari asap (uap) menjadi cair. Distilat asap yang dihasilkan dari proses ini adalah asap cair kasar dan belum layak untuk dijadikan sebagai pengawet bahan pangan, atau penambah citarasa (flavours). Oleh karena itu, asap cair kasar tersebut harus dimurnikan lagi dengan cara redistilasi pada alat penyuling asap cair. Dengan cara ini, maka kandungan benzopiren yang masih terikat dalam ter yang ada pada asap cair kasar akan berkurang. 26

41 Gambar 4. Alat Pembuat Asap Cair Kasar 2. Alat Penyuling Asap Cair Proses penyulingan ulang (redistilasi) berfungsi memisahkan komponen-komponen dalam asap cair berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan atas komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga diperoleh distilat asap cair dengan komponen-komponen yang hampir murni. Penyulingan adalah suatu proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran dengan menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat daripada komponen yang lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap tersebut lebih banyak berisi komponenkomponen yang bersifat lebih volatil, sehingga proses pemisahan komponen-komponen dari campuran dapat terjadi. 27

42 Gambar 5. Alat Penyuling Asap Cair B. Rancang Bangun Alat Penyuling Asap Cair Alat penyuling asap cair tersebut terdiri atas beberapa bagian sesuai dengan fungsinya, antara lain : 1) Dudukan ketel suling, 2) Ketel suling, 3) Kondensor, 4) Selang, dan 5) Kompor gas. Gambar teknik alat penyuling asap cair dapat dilihat pada Lampiran Dudukan Ketel Suling Dudukan ketel suling berfungsi sebagai penyangga ketel dan tungku untuk meletakkan kompor gas. Dudukan ketel suling terbuat dari plat setengah baja dengan ukuran tinggi 0.23 m, lebar bukaan atas 0.31 m dan lebar bukaan bawah 0.35 m. Pada bagian sisi sebelah atas terdapat lubanglubang dengan diameter 0.02 m yang berfungsi sebagai sirkulasi udara apabila kompor dinyalakan. 2. Ketel Suling Ketel suling berfungsi sebagai tempat memanaskan asap cair hingga mendidih dan terbentuk uap. Kemudian uap yang terkumpul di dalam ketel disalurkan ke kondensor melalui pipa uap yang terhubung dari bagian atas tutup ketel. Pipa uap tersebut terbuat dari karet yang elastis sehingga mudah dalam pemasangan alat suling. Tutup ketel berbentuk kerucut dengan ukuran panjang sisi 0.02 m dan tinggi m. 28

43 Pada dinding ketel bagian atas dipasang termometer batang yang berfungsi mengukur suhu uap asap cair di dalam ketel suling. Di samping itu dipasang tabung indikator untuk mengetahui habis tidaknya asap cair di dalam ketel pada saat penyulingan. Perlu dilakukan modifikasi pada ketel suling dengan menambahkan pressure gauge yang berfungsi mengukur tekanan uap di dalam ketel. Ketel suling tersebut terbuat dari plat setengah baja (mild steel) dengan ukuran diameter m, tinggi m dan tebal 2.00 mm. 3. Kondensor Kondensor berfungsi mengubah wujud zat dari fase uap menjadi fase cair. Kondensor yang digunakan adalah tipe tubular kondensor karena mempunyai permukaan lebih luas sehingga pengeluaran panas dari uap lebih efektif. Kondensor yang digunakan terbuat dari stainless steel dengan ukuran diameter tabung luar m, panjang 0.86 m dan tebal 2 mm. Di dalam tabung kondensor terdapat pipa kondensor berdiameter 3/8 inch sebanyak 7 buah. C. Uji Performansi Alat Penyuling Asap Cair Pengujian alat penyuling asap cair dilakukan dengan 2 Faktor dan 2 kali ulangan. Faktor pertama adalah suhu penyulingan dengan tiga taraf, yaitu pada suhu (T d1 = 111.5ºC, T d2 = 112.5ºC, T d3 = 114.0ºC ). Sedangkan faktor kedua adalah laju aliran air pendingin dengan dua taraf, yaitu (Q w1 = 60 liter/jam dan Q w2 = 120 liter/jam). Penyulingan dilakukan pada kapasitas 20 liter asap cair kasar. Pengujian performansi meliputi data suhu, lama penyulingan, laju distilat, volume hasil penyulingan dan konsumsi bahan bakar. Pembahasan mengenai data-data performansi yang diperoleh dari penyulingan meliputi: grafik perbedaan suhu logaritmik pada kondensor, efisiensi penyulingan dan rendeman distilat asap cair. Performansi alat penyuling berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. 29

44 Tabel 6. Data Suhu Performansi Alat Suling pada Proses Penyulingan Asap Cair No. T d Perlakuan Q w (liter/jam) Suhu Rata-Rata T d T si T so T wi T wo Tabel 7. Data Performansi Alat Penyuling Asap Cair No T d Perlakuan Q w (liter/jam) t d (jam) Q so (liter/jam) Vdt (liter) M Ter (kg) Rd (%) BB LPG (kg) D. Penyebaran Suhu Uap Asap Cair Pengukuran suhu pada alat suling dilakukan dengan menggunakan sensor termokopel yang dihubungkan ke Recorder. Termokopel dipasang untuk mengukur: suhu penyulingan, suhu uap di dalam ketel suling, suhu dinding luar ketel, suhu tutup ketel, suhu uap masuk ke kondensor dan suhu distilat yang keluar dari kondensor. Pada proses penyulingan berlangsung, suhu asap cair di dalam boiler akan meningkat hingga mencapai titik didih kemudian suhu penyulingan 30

45 menjadi relatif konstan. Uap yang dihasilkan dari ketel suling kemudian masuk ke kondensor melalui pipa penyalur. Dari data pengukuran diperoleh suhu uap yang masuk ke kondensor lebih tinggi dibandingkan suhu uap di dalam ketel suling. Hal ini disebabkan oleh penyebaran uap di dalam ketel suling lebih renggang dibandingkan di dalam pipa penyalur karena terdapat perbedaan luas penampang. Selain itu, disebabkan oleh perbedaan tekanan dan kecepatan aliran uap yang semakin meningkat melalui pipa penyalur menuju kondensor. Suhu distilat yang keluar dari kondensor sangat dipengaruhi oleh laju aliran air pendingin yang digunakan. Dari data pengukuran diperoleh suhu distilat pada Q w = 120 liter/jam relatif lebih rendah dibandingkan pada Q w = 60 liter/jam. Hal ini disebabkan oleh semakin besar laju aliran air pendingin maka proses pindah panas uap di dalam pipa kondensor semakin cepat sehingga uap dapat terkondensasi dengan sempurna. Data-data mengenai penyebaran suhu pada proses penyulingan asap cair disajikan pada Lampiran 1 sampai 12. E. Pindah Panas pada Ketel Suling Panas yang dihasilkan oleh bahan bakar gas tidak seluruhnya digunakan untuk proses penyulingan. Panas ini sebagian besar hilang ke lingkungan melalui udara, lantai, dinding tungku, bagian bawah ketel suling, dinding ketel suling dan tutup ketel suling. Dalam penelitian ini, perhitungan pindah panas hanya dilakukan pada dinding ketel suling dan satu titik di tutup ketel suling. Pindah panas melalui dinding dan tutup ketel suling dihitung dengan persamaan konveksi bebas, Henderson (1997). Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata pindah panas pada dinding ketel sebesar kj dan pada tutup ketel rata-rata sebesar kj. Besarnya pindah panas ini akan berpengaruh terhadap efisiensi penyulingan yang didapatkan. Perhitungan pindah panas dapat dilihat pada Lampiran

46 F. Efisiensi Penyulingan Perhitungan efisiensi meliputi efisiensi boiler (penguapan asap cair), efisiensi ketel penyulingan, efisiensi kondensor dan efisiensi penyulingan total. Perhitungan efisiensi dapat dilihat pada Lampiran 14. Rata-rata efisiensi boiler dari penyulingan asap cair diperoleh sebesar %. Hal ini menunjukkan lebih dari separuh panas yang dihasilkan oleh bahan bakar terbuang ke lingkungan. Efisiensi boiler yang rendah ini disebabkan oleh pindah panas (secara konduksi, konveksi dan radiasi ) pada ketel suling, dudukan ketel suling, lantai dan ke udara. Efisiensi ketel penyulingan rata-rata sebesar % dan efisiensi kondensor rata-rata sebesar %. Efisiensi kondensor yang besar ini disebabkan oleh panjang dan jumlah pipa kondensor sudah optimal untuk proses kondensasi. Selain itu, jumlah air pendingin sebesar 60 liter/jam sudah cukup untuk mengkondensasikan uap asap cair di dalam kondensor. Efisiensi kondensor pada Q w = 60 liter/jam lebih tinggi dibandingkan pada Q w = 120 liter/jam. Hal ini menunjukkan semakin hemat penggunaan air pendingin maka semakin tinggi efisiensi kondensor yang diperoleh. Namun tentu terdapat titik kritis untuk kebutuhan air pendingin pada kondensor yang akan mempengaruhi kualitas asap cair dan rendeman yang diperoleh. Karena air pendingin yang sedikit menyebabkan suhu distilat asap cair yang keluar menjadi tinggi dan terdapat uap yang tidak terkondensasi secara sempurna yang selanjutnya terbuang ke luar. Selain itu, efisiensi kondensor juga dipengaruhi oleh kemiringin kondensor. Semakin kecil sudut kemiringannya maka perpindahan aliran air pendingin semakin cepat sehingga perbedaan suhu air masuk dan ke luar kondensor semakin kecil. Dari perhitungan rancangan kondensor secara teoritis pada Lampiran 17, diperoleh kebutuhan aliran air pendingin minimum adalah 62.7 liter/jam. Efisiensi penyulingan total rata-rata diperoleh sebesar %. Efisiensi yang kecil ini terutama disebabkan oleh kecilnya efisiensi pada boiler. 32

47 G. Perbedaan Suhu Logaritmik pada Kondensor Grafik perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) pada kondensor sebagai berikut: Twi Tsi Tso Two Gambar 6. Grafik Perbedaan Suhu Logaritmik pada Kondensor Sehingga perbedaan suhu logaritmiknya dapat dihitung sebagai berikut: TLMTD = = 11.5 C. Perhitungan perbedaan suhu logaritmik digunakan untuk mengetahui luas penampang pindah panas pipa kondensor secara teoritis. Perhitungan rancangan kondensor pada Lampiran 15, diperoleh luas penampang pipa kondensor secara teoritis sebesar 1.35 m 2 (Q w = 60 liter/jam) dan 0.98 m 2 (Q w = 120 liter/jam). Sedangakan luas penampang aktual pada kondensor sebesar 0.18 m 2. Hasil perhitungan secara teoritis sangat berbeda jauh dengan luas 33

48 penampang pindah panas secara aktual, walaupun demikian kinerja kondensor dalam mengkondensasikan uap cukup efektif. Hal ini terlihat dari rendemen dan laju distilat asap cair yang sangat tinggi. Faktor lain yang mendukung kinerja kondensor tersebut dipengaruhi oleh: tipe kondensor, bahan pipa kondensor, panjang pipa kondensor, kemiringan kondensor dan laju aliran air pendingin H. Karakteristik Proses Penyulingan Proses redistilasi (penyulingan ulang) asap cair dilakukan dengan merebus asap cair di dalam ketel suling sehingga dihasilkan uap asap cair yang selanjutnya dikondensasikan ke dalam kondensor. Pengaturan suhu penyulingan di dalam ketel dengan cara mengatur besarnya nyala api kompor gas untuk menguapkan asap cair. Nyala api kompor gas diatur menjadi tiga perlakuan, yaitu kecil, sedang dan besar. Pada tingkatan nyala api kecil diperoleh suhu penyulingan C, nyala api sedang C, dan nyala api besar 114 C. Perbedaan rata-rata suhu penyulingan dari tiga perlakuan tersebut sangat kecil yaitu 1-2 C, namun sangat berpengaruh terhadap lamanya penyulingan dan besarnya konsumsi bahan bakar gas LPG. Semakin besar nyala api kompor gas maka suhu penyulingan semakin tinggi, waktu penyulingan semakin cepat, namun konsumsi bahan bakar lebih besar dan begitu juga sebaliknya. Proses pendidihan asap cair dibutuhkan waktu ± menit dan distilat asap cair mulai keluar pada suhu uap 92 C di dalam ketel uap. Pada saat mulai keluar, distilat asap cair berwarna coklat keruh dan beraroma asam menyengat. Makin lama warna distilat asap cair berwarna bening dan aroma asamnya berkurang. Berdasarkan analisis kimia, distilat asap cair yang keluar dari kondensat di awal penyulingan mengandung kadar fenol yang lebih tinggi dibandingkan distilat yang keluar sesudahnya. Distilat asap cair berwarna coklat keruh tersebut rata-rata volumenya 1.5 liter pada kapasitas penyulingan 20 liter. 34

49 I. Waktu dan Laju Penyulingan Lama proses penyulingan diperoleh dengan menyuling asap cair sampai periode tertentu, yaitu sampai distilat yang keluar dari kondensor sangat sedikit. Laju distilat asap cair adalah volume asap cair tersuling dalam periode waktu tertentu. Data waktu (lama) dan laju distilat asap cair yang diamati setiap jam ditampilkan pada Gambar 7 dan 8. Lama Penyulingan (jam) Qw1 = 60 liter/jam Qw2 = 120 liter/jam Suhu Penyulingan ( C) Gambar 7. Histogram Waktu Penyulingan Asap Cair 6 Laju Distilat (liter/jam) 4 2 A B C D E F Jam ke- Gambar 8. Grafik Laju Distilat Asap Cair 35

50 Waktu penyulingan sangat dipengaruhi oleh besarnya suhu penyulingan yang diperlakukan. Semakin tinggi suhu penyulingan, maka waktu penyulingan semakin cepat dan begitu juga sebaliknya. Sedangkan waktu penyulingan berbanding terbalik dengan laju distilat asap cair yang dihasilkan. Laju distilat asap cair pada awal penyulingan cukup tinggi dan selanjutnya berfluktuasi hingga menurun drastis pada akhir penyulingan. Laju distilat sangat dipengaruhi oleh suhu penyulingan di dalam ketel suling. Sedangkan pengaruh kecepatan aliran pendingin pada penelitian ini tidak terlalu besar dibandingkan suhu penyulingan. Pemberian aliran air pendingin sebesar 60 liter/jam sudah cukup untuk mengkondensasikan uap menjadi cair. Menurut Guenther (1987), dalam proses penyulingan, komponen-komponen bertitik lebih rendah akan tersuling lebih dahulu kemudian disusul oleh komponen-komponen bertitik didih lebih tinggi. Laju distilat asap cair yang tersuling cukup tinggi pada awal penyulingan, hal ini disebabkan komponen senyawa asam yang titik didihnya lebih rendah mudah menguap dan terakumulasi di dalam ketel uap hingga suhu penyulingan konstan. J. Rendemen Distilat Asap Cair Rendeman merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui hasil dari suatu proses. Semakin tinggi rendeman yang diperoleh maka dapat menunjukkan produktifitasnya tinggi. Distilat asap cair dihasilkan melalui proses kondensasi uap asap cair yang dikeluarkan ketel penyulingan. Selama proses penyulingan, terjadi penguapan berdasarkan perbedaan tekanan uap berbagai senyawa kimia yang terdapat pada asap cair. Persentase rendemen distilat asap cair yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 9. 36

51 Rendemen (%) Suhu Penyulingan ( C) Qw 1 = 60 liter/jam Qw 2 = 120 liter/jam Gambar 9. Histogram Rendemen Distilat Asap Cair Rendeman distilat asap cair yang diperoleh dari proses penyulingan mencapai 96-97%. Persentase rendeman yang dihasilkan pada penelitian ini sangat dipengaruhi oleh kualitas dan perlakuan asap cair kasar sebelum disuling. Hal ini berkaitan dengan kandungan persentase fraksi tar berat yang terdapat pada bahan baku. Semakin tinggi fraksi tar berat pada bahan baku maka rendeman yang dihasilkan akan semakin kecil. Oleh karena itu proses pengendapan fraksi tar berat pada bahan baku selam 5-7 hari diperlukan untuk meningkatkan rendeman distilat asap cair yang dihasilkan. Pengaruh suhu penyulingan dan kecepatan aliran air pendingin terhadap persentase rendeman tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh hampir semua fraksi air pada asap cair menguap dan fraksi tar belum mencapai titik leleh pada suhu penyulingan antara ºC. Sedangkan kecepatan air pendingin sebesar 60 liter/jam dan 120 liter/jam pada proses kondensasi dapat berlangsung dengan optimal karena air di dalam sistem pendingin mengalir secara kontinyu dan pertukaran panas dapat terjadi dengan cepat. Sehingga hampir semua uap asap cair dapat terkondensasi dengan sempurna menjadi distilat asap cair. Sisa redistilasi yang mengendap di dasar ketel suling berupa cairan kental berwarna kehitaman dan berbau asam menyengat merupakan komponen ter yang terpisah dari proses penyulingan. 37

52 K. Mutu Distilat Asap Cair Kriteria mutu distilat asap cair baik warna, aroma maupun flavor sebagai ciri khas yang dimiliki asap cair ditentukan oleh golongan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam asap cair sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan asap cair di reaktor pirolisis dan kondisi bahan baku yang digunakan (Nakai et al., 2006). Hal ini sesuai dengan pendapat Djatmiko et al. (1985) yang mengemukakan keberadaan senyawa-senyawa kimia dalam asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan yang digunakan dan suhu yang dicapai pada proses pirolisis. Di samping itu, proses pirolisis suatu bahan yang tidak berlangsung sempurna dapat menyebabkan komponen-komponen kimia yang dihasilkan dalam asap cair kurang lengkap. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada proses redistilasi, sehingga pembahasan mengenai mutu distilat asap cair tidak dipengaruhi oleh proses pirolisis dan bahan baku yang digunakan. Kondisi asap cair yang digunakan dalam setiap proses redistilasi diasumsikan sama karena didukung oleh teknik pirolisis tempurung kelapa yang dilakukan oleh pabrik sudah baku dan seragam. Analisis kimia yang dilakukan meliputi penentuan kadar fenol dan ph. Hasil analisis kadar kimia distilat asap cair yang dihasilkan disajikan pada Tabel 8 dan 9. 38

53 Tabel 8. Hasil Analisis Kadar Fenol pada Distilat Asap Cair No. T d Perlakuan Q w (liter/jam) Sampel Kadar Fenol (%) A B C D E F Pengendapan ter selama 5-7 hari Asap Cair Kasar 0.06 Tempat Pengujian : Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro, Kota Bogor Tabel 9. Hasil Analisis ph pada Distilat Asap Cair No. T d Perlakuan Q w (liter/jam) Sampel ph A B C D E F Pengendapan ter selama 5-7 hari Asap Cair Kasar 4.54 Tempat Pengujian : Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro, Kota Bogor 39

54 1. Kandungan Fenol Identifikasi senyawa fenol dalam distilat asap cair diharapkan dapat mewakili kriteria mutunya, sehingga sasaran penggunaannya akan lebih tepat. Kadar fenol sampel asap cair kasar diperoleh sebesar 0.06% dan nilainya sangat kecil bila dibandingkan yang diperoleh oleh Darmadji (2002) yang berkisar 1.25% %. Sedangkan kadar fenol sampel distilat asap cair yang diperoleh bervariasi antara 0.085% sampai 0.69%, hal ini tergantung pada kualitas asap cair kasar yang digunakan. Nilai kadar fenol ini juga jauh lebih kecil dibandingkan kadar fenol yang diperoleh oleh Darmadji (2002) yang berkisar 1.35% %. Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian kadar fenol terhadap sampel distilat asap cair yang dihasilkan di awal penyulingan. Nilai kadar fenolnya lebih tinggi dibandingkan sampel distilat yang lain, yaitu sebesar 1.23 %. Perlunya pengujian ini didasarkan oleh karakteristik visual dan aroma distilat asap cair di awal penyulingan berbeda dengan distilat yang diperoleh sesudahnya. Distilat yang diperoleh pada mulanya berwarna putih keruh dan beraroma asam yang sangat tajam, kemudian lambat laun distilat asap cair berubah menjadi bening dan aroma asamnya berkurang. 2. Nilai ph Nilai ph merupakan salah satu parameter mutu dari asap cair yang dihasilkan. Nilai ph distilat yang diperoleh berkisar 2.65 sampai Grafik nilai ph sampel asap cair ditunjukan pada Gambar

55 A B C D E F Asap Cair Sampel Kasar Gambar 10. Histogram Nilai ph Sampel Asap Cair Pengukuran nilai ph bertujuan dapat mengetahui kandungan asam organik pada distilat asap cair. Data nilai ph tersebut menunjukkan bahwa distilat asap cair yang dihasilkan pada semua perlakuan tersebut bersifat asam. Jika nilai ph rendah berarti distilat asap yang dihasilkan berkualitas tinggi terutama dalam penggunaannya sebagai bahan pengawet makanan. Nilai ph yang rendah secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap ataupun sifat organoleptiknya. Hubungan nilai ph dengan kandungan total fenol dalam distilat asap cair adalah semakin tinggi kadar total fenol maka semakin rendah nilai phnya. 3. Warna dan Aroma Pengujian warna dan aroma secara inderawi sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan penggunaan distilat asap cair pada bahan makanan. Bahan makanan yang diperuntukkan dengan taste netral (tidak beraroma asap), diduga dapat digunakan distilat asap cair yang berwarna bening, beraroma netral dan rasa sedikit asam. Sedangkan peruntukan bagi bahan makanan dengan taste asap (daging asap, ikan kering, telur asap, bumbu-bumbu barbaque, ikan asap/bandeng asap) dapat digunakan distilat asap cair dengan warna coklat kekuning-kuningan muda, aroma asap rendah dan rasa asam rendah. 41

56 Penggunaan distilat asap cair sebagai pengawet dan penambah cita rasa (flavour) pada bahan makanan berdasarkan penelusuran terhadap literatur-literatur yang telah ada, namun penelitian yang lebih dalam perlu dilakukan supaya penggunaannya lebih tepat. Dari hasil pengujian secara inderawi, diperoleh sebagian besar sampel distilat asap cair berwarna coklat kekuning-kuningan muda (Pale yellowish brown) dan coklat kemerah-merahan muda (Pale reddish brown). Sedangkan aroma yang dihasilkan sebagian besar beraroma tajam (sharp smell) Distilat yang dihasilkan dari berbagai perlakuan penyulingan asap cair ditunjukkan pada Gambar 11. Sedangkan pengujian warna dan aroma distilat asap cair dengan metode Yatagai (Nurhayati et al, 2005) dapat dilihat pada Tabel 10. A B C D E F Gambar 11. Sampel Distilat Asap Cair 4. Pengujian Organoleptik Hasil penilaian panelis terhadap parameter warna dan aroma distilat asap cair yang dihasilkan menunjukkan bahwa secara umum tingkat kesukaan pada sampel relatif merata. Sampel yang memilki nilai tertinggi pada pengujian organoleptik ini adalah sampel D dan yang terendah sampel F. Panelis cenderung menyukai distilat asap cair berwarna coklat kemerahan muda (pale reddish brown) dan beraroma tidak terlalu tajam. Data hasil 42

57 pengujian organoleptik sampel distilat asap cair terhadap panelis dapat dilihat pada Lampiran 19. Sedangkan grafiknya ditunjukkan pada Gambar Nilai Kesukaan Warna Aroma 0 A B C D E F Sampel Distilat Asap Cair Gambar 12. Histogram Uji Kesukaan (Organoleptik) Terhadap Panelis 43

58 Tabel 10. Pengujian Warna dan Aroma Distilat Asap Cair Dengan Metode Yatagai No. T d Perlakuan Q w (liter/jam) Sampel Warna (Color) Aroma (Odor) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan A 120 B Pale reddish brown Pale yellowish brown Pale reddish brown Pale reddish brown Sharp smell Sharp smell Sharp smell Weak smell C 120 D Pale reddish brown Pale reddish brown Pale yellowish brown Pale reddish brown Sharp smell Weak smell Sharp smell Sharp smell E 120 F Pale yellowish brown Pale reddish brown Pale reddish brown Pale yellowish brown Sharp smell Weak smell Sharp smell Weak smell 44

59 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Suhu penyulingan berpengaruh nyata terhadap lama penyulingan, laju aliran distilat dan konsumsi bahan bakar. Semakin tinggi suhu penyulingan maka waktu penyulingan, laju aliran distilat dan konsumsi bahan bakar semakin besar. 2. Suhu penyulingan C dan laju aliran air pendingin 60 liter/jam lebih optimal dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan laju aliran air pendingin sebesar 60 liter/jam sudah cukup untuk mengkondensasikan uap asap cair. 3. Penyulingan ulang (redistilasi) pada perlakuan yang diberikan dapat meningkatkan mutu asap cair, hal ini terlihat dari warna distilat asap cair yang diperoleh lebih bening dan kandungan ternya jauh berkurang. Perbedaan mutu seperti kadar kimia, warna dan aroma yang dihasilkan dari setiap perlakuan sangat dipengaruhi oleh kualitas asap cair kasar yang digunakan. 4. Berdasarkan pengujian mutu yang dilakukan diperoleh kadar fenol berkisar antara 0.09 % sampai 0.69 %, ph berkisar antara 0.65 sampai 3.01, warna distilat yang dihasilkan adalah pale reddish brown dan pale yellowish brown, aroma sampel distilat: weak smell dan sharp smell. B. Saran 1. Efisiensi penyulingan total diperoleh sebesar %. Efisiensi yang kecil ini menunjukkan sebagian besar energi panas yang dihasilkan oleh bahan bakar terbuang ke lingkungan. Oleh karena itu, alat penyuling perlu dimodifikasi dengan memberikan isolasi pada dinding ketel dan dudukan ketel suling sehingga efisiensi penggunaan bahan bakar dapat ditingkatkan. 2. Penelitian terhadap pemanfaatan distilat asap cair untuk pengawetan dan penambah cita rasa (flavor) pada bahan pangan perlu ditingkatkan. 45

60 DAFTAR PUSTAKA Bahtiar, Tubagus R Kajian Pengawetan Nira Menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa. Thesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Burghard, M. D Engineering Thermodynamics with Aplications. New York: Harper and Row Publisher. Cengel, Yunus A. dan Turner, Robert H Fundamentals of Thermal Fluids Sciences. New York, Mc Graw-Hill. Cook, T. M dan D. J. Cullen Industri Kimia Operasi Aspek-Aspek Keamanan dan Kesehatan. Terjemahan: PT. Gramedia, Jakarta. Darmadji, P. P Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redestilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 8(3): Daun, P Interaction of Wood Smoke Component and Food. Food Technology. 35 (5): Djatmiko, B., S. Ketaren dan S. Tetyahartini Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Bogor: Agro Industri Press. Earle, R. L Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Ir. Zein Nasution, Penerjemah: Sastra Hudaya. Terjemahan dari: Unit Operation in Food Processing. Geankoplis, C. J Transport Process and Unit Operation, second ed. Allynd Bacon, Inc., Boston. Girard, J.P Smoking in Technology of Meat Products. New York: Clermont Ferrand, Ellis Horwood. Guenther, E Minyak Atsiri, jilid 1. Terjemahan: S. Keteren. UI-Press, Jakarta. Gumanti, Fajar Musprianto Kajian Sistem Produksi Distilat Asap Tempurung Kelapa dan Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hanendoyo, C Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair dengan Sistem Kondensasi. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Henderson, S. M., Perry, R. L., dan Young, J. H Principles of Process Engineering. USA, American Society uf Agricultural engineers. 46

61 Luditama, Candra Isolasi dan Pemurnian Asap Cair Berbahan Dasar Tempurung dan Sabut Kelapa secara Pirolisis dan Distilasi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mahendratta et al Kombinasi Bumbu dan Asap Cair Dalam Meminimalkan Pembentukan Histamin Pada Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger neglectus) Asap. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 17(2): Nurhayati, Tjutju et al Tempurung Kelapa Sawit (TKS) sebagai Bahan Baku Alternatif untuk Produksi Arang Terpadu dengan Pyrolegneous / Asap Cair. Jurnal Ilmu danteknologi Kayu Tropis Vol.3(2): 39-44, www. biomaterial-lipi. Org, diakses 28 April Porter, R., Bratzler, L and Pearson, A Fractionation and Study of Compounds in Wood Smoke. J. Food Science. 30 (40): Pszczola, P Tour Higlights Production and Users of Smoke Based Flavors. Food Technology, (1): RSNI Asap Cair Tempurung Kelapa. BSN. Syaiful, M Mekanisme Perpindahan Energi. IPB Press, Bogor. SNI Cara Uji Derajat Keasaman (ph) dengan Menggunakan ph meter. SNI Cara UJi kadar Fenol Secara Spektofotometri. Sucahyo, Lilis Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Koagulan Lateks Dalam Pengolahan Ribbed Smoked sheet (RSS) dan Pengurang Bau Busuk Bahan Olahan Karet. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tranggono, dkk Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 1(2): Wastono Kajian Sistem Produksi Distilat Asap Tempurung Kelapa dan Aplikasinya sebagai Disinfektan Untuk Memperpanjang Masa simpan Buah Pisang Ambon. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zuraida, Ita Kajian Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Daya Awet Bakso Ikan. Disertasi. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 47

62 48

63 Lampiran 1. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (ulangan 1) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

64 Lampiran 2. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 1) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

65 Lampiran 3. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (ulangan 1) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

66 Lampiran 4. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 1) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

67 Lampiran 5. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (ulangan 1) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

68 Lampiran 6. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (ulangan 1) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

69 Lampiran 7. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (Ulangan 2) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

70 Lampiran 8. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (Ulangan 2) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

71 Lampiran 9. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (Ulangan 2) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

72 Lampiran 10. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 120 liter/jam (Ulangan 2) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

73 Lampiran 11. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (Ulangan 2) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata

74 Lampiran 12. Data Pengukuran Suhu Proses Penyulingan Asap Cair pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam (Ulangan 2) No. Waktu ke (menit) T d T si T so T wi T wo T sk T ko1 T ko2 T ko Rata-rata Keterangan : Waktu pendidihan asap cair di dalam ketel suling 60

75 Lampiran 13. Data Perhitungan Suhu pada Proses Penyulingan Asap Cair Ulangan 1 No. Ulangan 2 No. Perlakuan Suhu Rata-Rata Pengukuran Q T d w (liter/jam) T d T si T so T wi T wo Perlakuan Suhu Rata-Rata Pengukuran Q T d w (liter/jam) T d T si T so T wi T wo Rata-Rata Perlakuan Suhu Rata-Rata Pengukuran No. Q T d w (liter/jam) T d T si T so T wi T wo

76 Lampiran 14. Data Pengukuran dan Perhitungan Performansi Alat Penyuling Asap Cair Ulangan 1 No T d Perlakuan Q w t d (jam) Q so (liter/jam) Vdt (liter) M Ter (kg) Rd (%) BB LPG (kg) (liter/jam) Ulangan 2 No T d Perlakuan Q w t d (jam) Q so (liter/jam) Vdt (liter) M Ter (kg) Rd (%) BB LPG (kg) (liter/jam) Rata-Rata No T d Perlakuan Q w (liter/jam) t d (jam) Q so (liter/jam) Vdt (liter) M Ter (kg) Rd (%) BB LPG (kg)

77 Lampiran 15. Data Laju Distilat Asap Cair yang Keluar dari Kondensor Ulangan 1 No Ulangan 2 No T d T d Perlakuan Perlakuan Q w (liter/jam) Q w (liter/jam) Vdt (liter) Vdt (liter) Q so (liter/jam) Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke Q so (liter/jam) Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke Rata-Rata No T d Perlakuan Q w (liter/jam) Vdt (liter) Jam ke-1 Q so (liter/jam) Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke

78 Lampiran 16. Perhitungan Energi, Kehilangan Panas dan Efisiensi Alat Penyuling 1. Energi yang dilepaskan oleh bahan bakar (Qe) No. U = nilai kalori bahan bakar gas LPG Perlakuan (Rata-rata) T d Q w (liter/jam) T d Mbb LPG (kg) U (kj/kg) Qe (kj) Energi untuk menguapkan asap cair di dalam ketel suling (Qa) Contoh: Data perlakuan (rata-rata) Penyulingan pada T d1 = C dan Q w1 = 60 liter/jam Asumsi: Cp asap cair = Cp air = 4.2 kj/kg H asap cair = H air = kj/kg (Cengel, 2001) Tb = 100 C To = 28.5 C Qa = 20 kg 4.2 kj/kg ( ) + ( ) = kj 64

79 Lampiran 16. (Lanjutan) Dengan cara yang sama untuk perlakuan yang lain No. Perlakuan (Rata-rata) T d Q w (liter/jam) Qa (kj) Efisiensi Boiler (penguapan asap cair) No. Perlakuan (Rata-rata) T d Q w (liter/jam) Qe (kj) Qa (kj) Eb (%) Rata-rata

80 Lampiran 16. (Lanjutan) 4. Jumlah energi uap di dalam ketel uap Contoh: Perlakuan (rata-rata) Penyulingan pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam Qu = 19.4 kg kj/kg = kj 5. Kehilangan panas melalui dinding ketel suling (q L1 ) Data Suhu Dinding Ketel dan Tutup Ketel (Rata-rata) No. Perlakuan (Rata-rata) T d Q w (liter/jam) T dinding ketel T tutup ketel Contoh: Perlakuan (rata-rata) Penyulingan pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam Data : T dinding ketel = 95.6 C T lingkungan = 29.5 C A k uap = dt = = 0.67 m 2 66

81 Lampiran 16. (Lanjutan) Perhitungan: Asumsi: zat udara dan bentuk geometri silinder tegak Mencari nilai h - Tf = [( )/2] = K - Pr = = ( ) = Gr L Pr = = , 10 4 < Gr L Pr < h = a ( b = 1.42 ( 1/4 = 4.7 W/m 2 K Menghitung nilai q L1 q L1 = h A = = W = J/detik 3600 detik/jam 4.5 jam = kj 67

82 Lampiran 16. (Lanjutan) 6. Kehilangan panas melalui tutup ketel suling (q L2 ) Contoh: Perlakuan (rata-rata) Penyulingan pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam Data : T tutup ketel = 90.2 C T lingkungan = 29.5 C A = d 2 = π = m 2 Perhitungan: Asumsi : zat udara dan geometri permukaan datar, bawah panas, atas dingin Mencari nilai h - Tf = [( )/2] = K - Pr = = ( ) = Gr L Pr = = , < Gr L Pr < h = a ( b = 0.59 ( 1/4 = W/m 2 K 68

83 Lampiran 16. (Lanjutan) Menghitung nilai q L2 Q L2 = h A = = W = J/detik 3600 detik/jam 4.5 jam = kj 7. Jumlah Energi yang Masuk ke Kondensor (Qki) Qki = Qu (q L1 + q L2 ) = ( ) = kj 8. Efisiensi Ketel Penyulingan (Ed) = ( / ) 100% = 91.73% 9. Energi yang dilepaskan oleh uap asap cair pada waktu mengembun di dalam kondensor (Qu) dapat dihitung dengan persamaan: Qu = M u *Cp*(T si T so ) + M u *K e Contoh: Perlakuan (rata-rata) Penyulingan pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam Asumsi: Cp uap asap cair = Cp air = 4.2 kj/kg K K e asap cair = Ke air = 2256 kj/kg Qu = 19.4 kg 4.2 kj/kg K ( ) kg 2256 kj/kg K = kj 69

84 Lampiran 16. (Lanjutan) Dengan cara yang sama untuk perlakuan yang lain No. Perlakuan (Rata-rata) Q T d w (liter/jam) Qu (kj) Energi yang diserap air pendingin di dalam kondensor (Qw) dapat dihitung dengan persamaan: Qw = M w *Cp*(T wo -T wi ) Contoh : Perlakuan (rata-rata) Penyulingan pada T d = C dan Q w = 60 liter/jam Qw = (60 liter/jam 1 kg/liter 4.6 jam) 4.2 kj/kgk ( ) = kj Dengan cara yang sama untuk perlakuan yang lain No. Perlakuan (Rata-rata) T d Q w (liter/jam) Qw (kj)

85 Lampiran 16. (Lanjutan) 11. Efisiensi Kondensor (Ek) No. Perlakuan (Rata-rata) Q T d w (liter/jam) Jadi, efisiensi kondensor sebesar 98.64% Qu (kj) Qw (kj) Ek (%) Rata-rata Efisiensi Penyulingan Total (Et) = % % % = % 71

86 Lampiran 17. Perhitungan Rancangan Kondensor 1. Data Penyulingan pada Td = C dan Qw = 60 liter/jam (ulangan 1) Twi = 28.1 C Tso = 29.5 C Two = 70.6 C Tsi = C m = 4.29 liter/jam = kg/detik Cp asap cair = Cp air = 4.2 kj/kg K L asap cair = L air = 2256 kj/kg U = 200 W/m 2 K Perbedaan Suhu Logaritmik: Grafik perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) pada kondensor sebagai berikut: Twi Tsi Tso Two 72

87 Lampiran 17. (Lanjutan) TLMTD = TLMTD = = 11.5 C Perhitungan kalor yang dibutuhkan Kalor yang dilepas adalah kalor penguapan yang besarnya sama dengan kalor pengembunan atau berdasarkan asas Black. Q asap cair = Q air Q asap cair = (m Cp T) + (m L) = ( ( ) + ( ) = 3.11 kj/detik Penentuan laju aliran air pendingin Q air = Q asap cair Q air = m Cp T = 3.11 kj/detik m = = kg/detik = 62.7 liter/jam Perpindahan panas antara dua zat aliran yang terpisah sekat penghantar dapat dinyatakan dengan persamaan: Q = U TLMTD Luas permukaan pindah panas (m 2 ) A = [ Q/(U TLMTD) ] = / ( ) = 1.35 m 2 73

88 Lampiran 17. (Lanjutan) Panjang Pipa = A/(7 d.π) = 1.35 m 2 / ( π) = 6.46 m Jadi, panjang pipa kondensor teoritis adalah 6.46 m 2. Data Penyulingan pada Td = C dan Qw = 120 liter/jam (ulangan 1) Twi = 28.1 C Two = 51.7 C m = 4.11 liter/jam = 1.14 Tso = 29.4 C Tsi = C 10-3 kg/detik Cp asap cair = Cp air = 4190 J/kg K L asap cair = L air = J/kg U = 200 W/m 2 K Perbedaan Suhu Logaritmik: Grafik perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) pada kondensor sebagai berikut: 74

89 Lampiran 17. (Lanjutan) TLMTD = TLMTD = = 15.0 C Perhitungan kalor yang dibutuhkan Kalor yang dilepas adalah kalor penguapan yang besarnya sama dengan kalor pengembunan atau berdasarkan asas Black. Q asap cair = Q air Q asap cair = (m Cp T) + (m L) = ( ( ) + ( ) = J/detik Penentuan laju aliran air pendingin Q air = Q asap cair Q air = m Cp T = J/detik m = = 0.03 kg/detik = 108 liter/jam Perpindahan panas antara dua zat aliran yang terpisah sekat penghantar dapat dinyatakan dengan persamaan: Q = U TLMTD Luas permukaan pindah panas (m 2 ) A = [ Q/(U TLMTD) ] = / (200 15) = 0.98 m 2 75

90 Lampiran 17. (Lanjutan) Panjang Pipa = A/(7 d.π) = 0.98 m 2 / ( π) = 4.7 m Jadi, panjang pipa kondensor teoritis adalah 4.7 m 76

91 Lampiran 18. Panas Laten Penguapan Air (Heldman and Singh, 1981) dan Sifat Fisik Udara (Welty, 1974) Panas Laten Penguapan Air (Heldman and Singh, 1981) Tekanan (kpa) Panas Laten Penguapan (h fg ) (kj/kg) Sifat Fisik Udara (Welty, 1974) Suhu (K) k 10 2 (W/m K) Pr

92 Lampiran 19. Data Hasil Pengujian Organoleptik 1. Hasil Uji Warna Panelis (n) Sampel Distilat Asap Cair A B C D E F P P P P P P P P P P P P P P P Total Rata-Rata Nilai Numerik Organoleptik: 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = kurang suka 4 = suka 5 = sangat suka 78

93 Lampiran 19 (Lanjutan) 2. Hasil Uji Aroma Panelis (n) Sampel Distilat Asap Cair A B C D E F P P P P P P P P P P P P P P P Total Rata-Rata Nilai Numerik Organoleptik: 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = kurang suka 4 = suka 5 = sangat suka 79

94 Lampiran 20. Gambar Teknik alat Penyuling Asap Cair Lampiran 20. (Lanjutan) Skala : 1 : 10 Satuan : mm Digambar : Irsaluddin NRP : F Tanggal : Diperiksa : Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si Bagian LBP TEP - IPB Alat Penyulinga Asap Cair (Tampak SE Isometri) A4 80

95 Lampiran 20 (Lanjutan) Lampiran 20. (Lanjutan) Bagian LBP TEP - IPB Skala : 1 : 10 Satuan : mm Digambar : Irsaluddin NRP : F Tanggal : Diperiksa : Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si Alat Penyulinga Asap Cair (Tampak SW Isometri) A4 81

96 Lampiran 20. (Lanjutan) Skala : 1 : 10 Satuan : mm Digambar : Irsaluddin NRP : F Bagian LBP TEP - IPB Tanggal : Diperiksa : Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si Alat Penyulinga Asap Cair (Tampak Samping) A4 82

97 Lampiran 20. (Lanjutan) Skala : 1 : 10 Satuan : mm Digambar : Irsaluddin NRP : F Bagian LBP TEP - IPB Tanggal : Diperiksa : Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si Alat Penyulinga Asap Cair (Tampak Depan) A4 83

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Arang Batok dan Asap Cair, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pengujian kandungan kimia distilat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asap Cair Asap cair atau disebut juga cuka kayu (wood vinegar) diperoleh dengan cara pirolisis dari bahan baku misalnya batok kelapa, sabut kelapa atau kayu pada suhu 400-600ºC

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN Modul: PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN I. DESKRIPSI SINGKAT S aat ini isu lingkungan sudah menjadi isu nasional bahkan internasional, dan hal-hal terkait lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komposisi buah kelapa terdiri dari 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah dan 25% air. Industri pengolahan buah kelapa masih terfokus pada pengolahan hasil daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA 3.1 Proses Perpindahan Kalor 3.1.1 Sumber Kalor Untuk melakukan perpindahan kalor dengan metode uap dan air diperlukan sumber destilasi untuk mendidihkan

Lebih terperinci

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST. KESEIMBANGAN ENERGI KALOR PADA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR DAN UAP KAPASITAS 1 Kg Nama : Nur Arifin NPM : 25411289 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk membuat asap cair disebut juga alat pirolisator yang terdiri dari pembakar bunsen, 2 buah kaleng berukuran besar dan yang lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa Biomassa diartikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan, atau sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar. Secara umum sumber-sumber

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI ABSTRAK. Kata kunci : Serbuk kayu gergajian, pirolisis, distilasi dan asap cair

PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI ABSTRAK. Kata kunci : Serbuk kayu gergajian, pirolisis, distilasi dan asap cair PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI Fachraniah *), Zahra Fona *), Zahratur Rahmi **) ABSTRAK Asap cair diperoleh dari kondensasi uap hasil pirolisis serbuk kayu gergajian. Distilasi dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) PENGASAPAN PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) Tujuan Pengasapan: Pengawetan (Antibakteri, Antioksidan) Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM Ayu Saputri *, dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

ISOLASI DAN PEMURNIAN ASAP CAIR BERBAHAN DASAR TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS DAN DISTILASI

ISOLASI DAN PEMURNIAN ASAP CAIR BERBAHAN DASAR TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS DAN DISTILASI ISOLASI DAN PEMURNIAN ASAP CAIR BERBAHAN DASAR TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS DAN DISTILASI Erliza Noor 1), Candra Luditama 1), Gustan Pari 2) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1

OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1 Catatan Teknis (Technical Notes) 3umal.TeknoL dun Zndustd Pangan, Vol. Xm, No. 3 Th. 2002 OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1 [Optimation of Liquid Smoke Purification by Redistilation

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg Nama : Muhammad Iqbal Zaini NPM : 24411879 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Cokorda

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM Oleh: ASEP SUPRIATNA F14101008 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI PERFORMANSI DAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Sawit Proses pembuatan asap cair salah satunya dengan menggunakan cangkang sawit yang merupakan sisa limbah pembuatan minyak kelapa sawit. Di dalam cangkang sawit tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Kelapa atau cocos nucifera adalah anggota tunggal dalam marga cocos dari suku aren arenan atau arecaceae. Semua bagian tumbuhan ini bisa dimanfakan oleh manusia sehingga

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG Idrus Abdullah Masyhur 1, Setiyono 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasila,

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

MINYAK ATSIRI (2) Karakteristik Bahan dan Teknologi Proses

MINYAK ATSIRI (2) Karakteristik Bahan dan Teknologi Proses MINYAK ATSIRI (2) Karakteristik Bahan dan Teknologi Proses O L E H : D R. I R. S U S I N G G I H W I J A N A, M S. J U R U SA N T E K N O L O G I I N D U S T R I P E RTA N I A N FA KU LTA S T E K N O L

Lebih terperinci

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) Padil, Sunarno. Tri Andriyasih Palm Industry and Energy Research Group (PIEReG) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Bina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JAKA DARMA JAYA 1, NURYATI 1, BADRI 2 1 Staff Pengajar

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun waktu pelaksaan penelitian ini dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada

METODE PENELITIAN. Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan STIPAP Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan industri skala kecil dan menengah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan industri skala kecil dan menengah berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan industri skala kecil dan menengah berkembang mewarnai perekonomian di derah. Mulai dari industri makanan, kerajinan, mebel hingga konveksi atau tekstil,

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan untuk perubahan suhu benda? 4. Apa yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN SEGAR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN SEGAR OPTIMALISASI PENGGUNAAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN SEGAR S.P. Abrina Anggraini dan Susy Yuniningsih Universitas Tribhuwana Tunggadewi E-mail : sinar_abrina@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair pertama ka1i diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas, yang dikembangkan dengan metode destilasi kering (pirolisis) dari bahan kayu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

PEMBUATAN CUKA KAYU DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN. Oleh : Sri Komarayati

PEMBUATAN CUKA KAYU DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN. Oleh : Sri Komarayati PEMBUATAN CUKA KAYU DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN Oleh : Sri Komarayati PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BOGOR 2014 PENDAHULUAN CUKA KAYU ADALAH CAIRAN ORGANIK

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA PENGOLAHAN KARET MENTAH

PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA PENGOLAHAN KARET MENTAH PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA PENGOLAHAN KARET MENTAH (Utilization of Liquid Smoke from Oil Palm Empty Fruit Bunches on Raw Rubber Processing) Asmawit, Hidayati dan Nana Supriyatna

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN APLIKASI ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR

PERANCANGAN DAN APLIKASI ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PERANCANGAN DAN APLIKASI ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR NURYATI, JAKA DARMA JAYA, MELDAYANOOR Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 16

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 16 BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut : a. Tahap desain proses dan teknologi b. Tahap perancangan teknologi ( pirolisator

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pirolisis Pirolisis berasal dari dua kata yaitu pyro yang berarti panas dan lysis berarti penguraian atau degradasi, sehingga pirolisis berarti penguraian biomassa karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Definisi secara umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Bonggol Jagung Menjadi Asap Cair Menggunakan Proses Pirolisis Guna Untuk Pengawetan Ikan Layang (Decapterus spp)

Pemanfaatan Bonggol Jagung Menjadi Asap Cair Menggunakan Proses Pirolisis Guna Untuk Pengawetan Ikan Layang (Decapterus spp) LAPORAN TUGAS AKHIR Pemanfaatan Bonggol Jagung Menjadi Asap Cair Menggunakan Proses Pirolisis Guna Untuk Pengawetan Ikan Layang (Decapterus spp) (Clevis Corn Utilization Become Pyrolysis Process Using

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian 1.1. Judul Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Eksperimen Dan Pemodelan Kesetimbangan Termodinamika Pada Ekstraksi Fenol Dari Bio-Oil Hasil Pirolisis Tempurung Kelapa. 1.2. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PRODUKSI DISTILAT ASAP TEMPURUNG KELAPA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PENGAWET MIE BASAH

KAJIAN SISTEM PRODUKSI DISTILAT ASAP TEMPURUNG KELAPA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PENGAWET MIE BASAH SKRIPSI KAJIAN SISTEM PRODUKSI DISTILAT ASAP TEMPURUNG KELAPA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PENGAWET MIE BASAH Oleh : FAJAR MUSPRIANTO GUMANTI F14102088 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik

Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik JURNAL PUBLIKASI Pengembangan Desain dan Pengoperasian Alat Produksi Gas Metana Dari pembakaran Sampah Organik Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1 PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.

Lebih terperinci

UNJUK KERJA PIROLISATOR UNTUK MEMPRODUKSI GAS ASAP CAIR ( LIQUID SMOKE GASES ) SEBAGAI BAHAN PENGAWET DARI BIOMASSA LAPORAN AKHIR PENELITIAN

UNJUK KERJA PIROLISATOR UNTUK MEMPRODUKSI GAS ASAP CAIR ( LIQUID SMOKE GASES ) SEBAGAI BAHAN PENGAWET DARI BIOMASSA LAPORAN AKHIR PENELITIAN Penelitian Kompetitif Institusi UMK UNJUK KERJA PIROLISATOR UNTUK MEMPRODUKSI GAS ASAP CAIR ( LIQUID SMOKE GASES ) SEBAGAI BAHAN PENGAWET DARI BIOMASSA LAPORAN AKHIR PENELITIAN Disusun Oleh : SUGENG SLAMET

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI MINYAK CENGKEH PADA SISTEM PENYULINGAN KONVENSIONAL

PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI MINYAK CENGKEH PADA SISTEM PENYULINGAN KONVENSIONAL PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI MINYAK CENGKEH PADA SISTEM PENYULINGAN KONVENSIONAL Budi Santoso * Abstract : In industrial clove oil destilation, heat is the main energy which needed for destilation process

Lebih terperinci

Jurnal Bahan Alam Terbarukan

Jurnal Bahan Alam Terbarukan Jurnal Bahan Alam Terbarukan ISSN 2303-0623 PENINGKATAN KADAR GERANIOL DALAM MINYAK SEREH WANGI DAN APLIKASINYA SEBAGAI BIO ADDITIVE GASOLINE Widi Astuti 1,*) dan Nur Nalindra Putra 2 1,2 Prodi Teknik

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU

TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU S.P. Abrina Anggraini Program Studi Teknik Kimia, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Jl. Telaga

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK

OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK *JAKA DARMA JAYA 1, AKHMAD ZULMI 2, DIKY WAHYUDI

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Solar Menurut Syarifuddin (2012), solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Pirolisis Bahan yang di gunakan dalam pirolisis ini adalah kantong plastik es bening yang masuk dalam kategori LDPE (Low Density Polyethylene). Polietilena (PE)

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

UJI BERBAGAI JENIS BAHAN BAKU TERHADAP MUTU ASAP CAIR YANG DIHASILKAN MELALUI PROSES PIROLISIS

UJI BERBAGAI JENIS BAHAN BAKU TERHADAP MUTU ASAP CAIR YANG DIHASILKAN MELALUI PROSES PIROLISIS UJI BERBAGAI JENIS BAHAN BAKU TERHADAP MUTU ASAP CAIR YANG DIHASILKAN MELALUI PROSES PIROLISIS SKRIPSI RAHMAD KURNIA SIREGAR 060308019 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair Bab IV Pembahasan Asap cair yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pirolisis tempurung kelapa, yaitu suatu proses penguraian secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan pada suhu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS BEBERAPA JENIS KAYU

KARAKTERISTIK KIMIA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS BEBERAPA JENIS KAYU KARAKTERISTIK KIMIA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS BEBERAPA JENIS KAYU Oleh : Juwita S 1), Bustari Hassan 2), Tjipto Leksono 2) Email: juitaaja123@gmail.com ABSTRAK Asap cair dapat digunakan untuk mengawetkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan

Lebih terperinci

Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro

Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro LAPORAN TUGAS AKHIR Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro (Efficiency Purification Patchouli Oil Using Microwave Vacum Distilation ) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci