BAB I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Diklat diarahkan untuk meningkatkan kinerja. SDM pertanian baik aparatur maupun non aparatur pertanian,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Diklat diarahkan untuk meningkatkan kinerja. SDM pertanian baik aparatur maupun non aparatur pertanian,"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyelenggaraan Diklat diarahkan untuk meningkatkan kinerja SDM pertanian baik aparatur maupun non aparatur pertanian, sehingga mampu melaksanakan tugas fungsi/pekerjaan secara inovatif, kreatif, profesional dan berwawasan global. Upaya peningkatan kualitas kinerja SDM khususnya pertanian, dapat diwujudkan apabila penyelenggaraan Diklat pertanian dikelola dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi yang didalamnya termasuk evaluasi pasca Diklat. Untuk menghasilkan mutu alumni peserta Diklat atau purnawidya yang memenuhi standar sesuai dengan kebutuhan tugas dan fungsi/pekerjaan di tempat tugas/usahanya dilakukan melalui kegiatan evaluasi pasca Diklat. Kemampuan SDM aparatur dan non aparatur pertanian setelah mengikuti proses berlatih perlu dievaluasi secara sistematis berdasarkan kaidah-kaidah sistem evaluasi standar, dengan menggunakan instrumen sebagai alat ukur yang sahih dan objektif, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Evaluasi pasca Diklat pertanian merupakan rangkaian kegiatan Diklat dalam kesatuan utuh yang tercakup didalam kerangka sistem pengembangan Diklat berbasis kompetensi. Melalui kegiatan evaluasi pasca Diklat ini, diharapkan diperoleh informasi dan umpan balik bagi 1

2 penyempurnaan program dan penyelenggaraan Diklat yang akan datang. Secara lengkap hasil evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2016, terhadap 111 (seratus sebelas) orang responden yang terdiri dari 30 (tiga puluh) orang alumni peserta Diklat (purnawidya), 19 (sembilan belas) orang atasan langsung purnawidya, 30 (tiga puluh) orang rekan kerja purnawidya dan 32 (tiga puluh dua) orang petani binaan purnawidya di 19 (sembilan belas) kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat disajikan dalam laporan ini. B. Tujuan Adapun tujuan dari kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai, sebagai berikut : 1. Mengetahui sejauhmana implementasi/tingkat penerapan materi Diklat terhadap tugas fungsi/pekerjaan serta permasalahan di wilayah kerjanya; 2. Terjalinnya hubungan interaktif antara BBPP Ketindan dan instansi asal purnawidya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi di wilayah kerjanya; 3. Terhimpunnya informasi sebagai bahan umpan balik bagi BBPP 2

3 Ketindan untuk penyempurnaan program dan penyelenggaraan Diklat ke depan. C. Keluaran Hasil yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai, adalah : 1. Terlaksananya evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2016 di 6 (enam) Provinsi yang mencakup 19 (sembilan belas) kabupaten/kota, dari Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Banyuwangi, Jember, Kediri, Blitar, Gresik, Sidoarjo, Magetan, Malang dan Pasuruan), Jawa Tengah (Kabupaten Banyumas, Grobogan dan Rembang), Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Gunung Kidul, Kulonprogo dan Sleman), Bali (Kabupaten Tabanan dan Buleleng), Nusa Tenggara Timur (Kabupaten Lembata) dan Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Lombok Timur); 2. Tersedianya data dan informasi tentang implementasi/penerapan materi Diklat teknis agribisnis kedelai yang telah dilaksanakan tahun 2015 dan permasalahannya. 3

4 D. Manfaat Adapun manfaat dari kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai, sebagai berikut : 1. Diketahuinya tingkat implementasi/penerapan materi Diklat teknis agribisnis kedelai dan permasalahannya mulai dari tingkat purnawidya yaitu penyuluh pertanian, rekan kerja purnawidya hingga tingkat petani binaannya; 2. Meningkatnya hubungan interaktif antara BBPP Ketindan dan instansi asal purnawidya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi di wilayah kerjanya; 3. Tersedianya informasi sebagai bahan umpan balik bagi BBPP Ketindan yang selanjutnya sebagai penyempurnaan program dan penyelenggaraan Diklat ke depan 4

5 BAB II. PELAKSANAAN A. Dasar hukum Dasar hukum pelaksanaan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai, sebagai berikut : 1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 01/Permentan/OT.140/J/10/2011 tanggal 6 Oktober 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Lanjutan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian serta Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Pasca Pendidikan dan Pelatihan Pertanian; 2. Keputusan Menteri Pertanian Nomor:103/Permentan/OT.140/2/2007 tanggal 9 Oktober 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBPP-Ketindan; 3. Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) Satuan Kerja Balai Besar DIKLAT Pertanian (BBPP)-Ketindan, Malang, Jawa Timur Nomor: /2016 Tanggal 7 Desember 2015; 4. Surat Keputusan Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Nomor : 202/Kpts/SM.110/J.3.3/01/2016 tanggal 26 Januari 2016 tentang Kegiatan Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai Tahun

6 B. Waktu pelaksanaan Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai dilaksanakan mulai tanggal 2 Februari sampai dengan 19 Maret C. Organisasi penyelenggara Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan dibentuk dan disusun organisasi penyelenggara sebagai berikut: Penanggungjawab : Kepala BBPP Ketindan Dr. Ir. Adang Warya, MM Penanggungjawab Kegiatan : Kabid. Program dan Evaluasi Dadan Sunarsa, SP., MM Ketua Pelaksana : Kasi Evaluasi dan Pelaporan Novi Nuraini, S. Si. MP Sekretaris : Musdalipah, SP. MP Tim Pengolah, penyajian dan Inventarisasi pelaporan : 1. Sundoko, SE 2. Isdianto, SST 6

7 D. Petugas/enumerator Adapun petugas/enumerator dari kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Daftar nama petugas/enumerator NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA ENUMERATOR 1. Jawa Timur Banyuwangi Jember Sundoko, SE Kediri Blitar Musdalipah, SP, MP Gresik Sidoarjo Musdalipah, SP, MP Megetan Isdianto, SST Malang Pasuruan Musdalpah, SP, MP 2. Jawa Tengah Banyumas Grobogan Isdianto, SST Rembang Sundoko, SE 3. DIY Gunung Kidul Kulonprogo Novi Nuraini, S. Si., MP Sleman 4. Bali Tabanan Buleleng Sundoko, SE 5. NTT Lembata Dadan Sunarsa, SP, MM 6. NTB Lombok Timur Novi Nuraini, S. Si., MP E. Penyusunan instrumen Sebelum pelaksanaan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai, BBPP Ketindan telah menyusun instrumen dengan mengikuti prinsip-prinsip dan format penyusunan instrumen evaluasi pasca Diklat yang ada dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 01/Permentan/OT.140/J/10/2011 tanggal 6 Oktober 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Lanjutan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian serta Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Pasca Pendidikan dan 7

8 Pelatihan Pertanian. Instrumen yang tersusun dicoaching kepada seluruh petugas/enumerator dengan tujuan untuk menyamakan persepsi tentang maksud, tujuan, proses kegiatan dan teknik wawancara serta hasil yang diharapkan melalui sosialisasi petunjuk teknis evaluasi pasca Diklat. F. Penetapan responden Responden evaluasi pasca Diklat adalah seluruh purnawidya, atasan langsung purnawidya, rekan kerja purnawidya dan petani binaan purnawidya. Responden berjumlah 111 orang yang tersebar di 6 (enam) Provinsi dan 19 kabupaten/kota. Adapun data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Daftar sasaran/responden evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai Tahun 2016 No. Provinsi Jumlah Responden Kabupaten/ Kota Atasan Rekan Kerja Petani Purnawidya Langsung Purnawidya Binaan Jumlah 1. Jawa Timur Banyuwangi Jember Kediri Blitar Gresik Sidoarjo Megetan Malang Pasuruan Jawa Tengah Banyumas Grobogan Rembang DIY Gunung Kidul Kulonprogo Sleman Bali Tabanan Buleleng NTB Lembata NTT Lombok Timur Total

9 G. Penetapan lokasi pengumpulan data Lokasi pengumpulan data disesuaikan dengan lokasi atau tempat tugas dan wilayah kerja dari purnawidya. H. Penetapan metode pengumpulan data Metode pengumpulan data merupakan faktor penting demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan alat yang digunakan. Pengumpulan data dan informasi pada kegiatan evaluasi pasca Diklat dilakukan dengan metode pengamatan (observasi), wawancara dan angket (kuesioner). I. Pengumpulan data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data tingkat penerapan materi oleh purnawidya dan tingkat dukungan hasil berlatih. Untuk menggali data dan informasi, enumerator menggunakan instrumen yang telah disiapkan (A1, A2, A3 dan A4). Sumber data terdiri dari : 1). data primer, diperoleh dari responden utama dan pendukung (dari responden); 2). data sekunder, diperoleh dari data yang ada di dinas/instansi terkait, yang dapat berbentuk laporan pelaksanaan kegiatan, potensi wilayah dan rencana kerja. Selanjutnya data yang telah terkumpul diklasifikasi berdasarkan variabel dependen dan independen yang dievaluasi. 9

10 J. Pengolahan data Semua data yang telah terkumpul, kemudian diverifikasi kelengkapan, kesesuaian dan akurasi data/informasi yang diperoleh. Kemudian diolah dengan menggunakan bantuan SPSS 18 for Windows. K. Analisis data Analisis data dilakukan secara diskriptif, verifikatif dan regresi. Diskriptif untuk menggambarkan tingkat penerapan hasil Diklat oleh purnawidya, tingkat dukungan/fasilitasi hasil Diklat oleh purnawidya terhadap tugas fungsi/pekerjaan purnawidya, dan faktor pendukung serta penghambat dalam penerapan hasil Diklat dan dukungan hasil Diklat terhadap tugas dan fungsi purnawidya. Verifikatif untuk mencari tingkat hubungan atau kausalitas antar variabel (dukungan atasan, fasilitas atasan, konfirmasi silang, dukungan dari rekan/mitra kerja) yang dievaluasi dengan teknik analisis data (korelasi) dengan menggunakan SPSS. Korelasi untuk verifikasi hasil pengukuran penerapan materi dengan data dari atasan langsung, rekan kerja dan petani binaaan. Sedangkan regresi untuk mengetahui pengaruh fasilitas atasan, intensitas bimbingan ke petani dan evaluasi terhadap hasil bimbingan terhadap tingkat penerapan materi. L. Pembiayaan Seluruh pembiayaan pelaksanaan kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2015 dibebankan pada DIPA Satker BBPP Ketindan Tahun Anggaran

11 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2016, sebagai berikut : A. Analisis diskriptif Analisis diskriptif untuk menggambarkan data penerapan materi di lapangan berdasarkan keterangan purnawidya. Hasil analisis diskriptif, sebagai berikut : 1. Purnawidya a. Rata-rata tingkat penerapan materi Diklat oleh purnawidya terhadap 9 (sembilan) materi Diklat adalah sebesar 3,90, artinya bahwa purnawidya menerapkan 75% dari materi Diklat yang dipelajari. Menurut hasil wawancara, hal ini dikarenakan materi yang diberikan purnawidya kepada petani binaannya adalah materi yang dibutuhkan oleh petani saja, sehingga kecenderungannya purnawidya tidak menerapkan materi secara lengkap. Adapun tingkat penerapan materi purnawidya tiap mata Diklat dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini, sedangkan rekapitulasi hasil evaluasi pasca Diklat kepada purnawidya secara rinci dapat dilihat pada lampiran 1. 11

12 Grafik Penerapan Materi Purnawidya Diterapkan 50% Diterapkan 75% Gambar 1. Grafik penerapan materi purnawidya Dari gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut : - Dari sembilan materi inti yang dilatihkan terdapat 2 (dua) materi yang tingkat penerapannya masih 50%, yaitu materi deskripsi varietas unggul kedelai dan materi pemasaran, sedangkan ketujuh materi lainnya tingkat penerapannya sudah 75%. - Materi Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) rata-rata tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 4,13. Pada materi ini sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan oleh purnawidya adalah mengidentifikasi teknologi sesuai kebutuhan petani untuk diterapkan diwilayahnya dan menjelaskan dan memberikan rekomendasi. Purnawidya 12

13 rata-rata mengalami kesulitan dalam melakukan bimbingan materi ini. Petani kurang berminat untuk menanam kedelai karena harga kedelai sangat rendah dibandingkan dengan komoditas lainnya; - Materi teknik budidaya kedelai dengan gerakan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (GPPTT) kedelai rata-rata tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 3,87. Pada materi ini sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan oleh purnawidya adalah memahami rakitan komponen teknologi dan dukungan teknologi dalam budidaya kedelai dan menjelaskan teknologi pilihan PTT ; - Materi identifikasi dan penentuan varietas berdasarkan agroekologi rata-rata tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 3,83. Pada materi ini, sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan oleh purnawidya adalah memilih varietas sesuai agroekologi (ukuran, biji, umur, potensi hasil dan karakter tanaman) dan daya adaptasi varietas unggul kedelai, hal ini disebabkan purnawidya mengalami kesulitan dalam menjelaskan pemilihan varietas karena tidak mempunyai contoh benih masing-masing varietas, selain itu petani juga susah untuk menerima varietas lain selain varietas yang biasa mereka tanam; - Materi deskripsi varietas unggul kedelai rata-rata tingkat penerapannya 50% atau dengan nilai 3,47. Pada materi ini 13

14 terdapat 2 (dua) sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan, yaitu memahami dan melakukan teknik produksi benih sesuai rekomendasi dan memahami pedoman sertifikasi dan peraturan perbenihan, hal ini dikarenakan petani binaan dari purnawidya tidak ada yang memproduksi benih kedelai. Pada umumnya benih yang dipakai oleh petani adalah kedelai hasil panen sebelumnya atau benih dari kabupaten lain yang terdekat kemudian ditanam lagi, hal ini dikarenakan untuk memperoleh benih bersertifikat sangatlah sulit dan selain itu harga benih yang bersertifikat cenderung lebih mahal sehingga tidak sebanding dengan hasil panenyang akan didapat; - Materi penanaman rata-rata tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 4,47. Pada materi ini terdapat 3 (tiga) sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan, yaitu 1). menghitung kebutuhan benih; 2). menentukan populasi tanaman; dan 3). menentukan metode tanam, hal ini dikarenakan rata-rata petani menanam kedelai secara tumpang sari ataupun sisipan ; - Materi pemupukan rata-rata tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 4,13. Pada materi ini terdapat 3 (tiga) sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan, yaitu 1). Memahami dan mengukur dosis/kebutuhan pupuk yang tepat; 2). memahami waktu yang tepat untuk melakukan 14

15 pemupukan; dan 3). memahami dan melakukan uji tanah pada tanaman kedelai; hal ini dikarenakan dosis pupuk sudah ditentukan dari Dinas Pertanian atau Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian kabupaten, selain itu pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk bantuan dari pemerintah; - Materi identifikasi dan pengendalian OPT utama kedelai tingkat penerapannya 75% atau atau dengan nilai 4,07. Pada materi ini terdapat 3 (tiga) sub pokok bahasan yang belum dilaksanakan, yaitu 1). menentukan tingkat kerusakan tanaman akibat OPT; 2). mengenal agensia hayati; dan 3). manfaat pengendalian dengan agensia hayati. Hal ini dikarenakan purnawidya belum memahami materi sepenuhnya, petani belum yakin dengan penggunaan agensia hayati, dan biasanya yang yang mengidentifikasi dan melakukan pengendalian OPT adalah petugas POPT masing-masing; - Materi panen dan pasca panen tingkat penerapannya 75% atau dengan nilai 3,77. Pada materi ini terdapat 3 (tiga) sub pokok bahasan, yaitu 1). melakukan pengemasan; 2). melakukan penyimpanan; dan 3). melakukan penggudangan. Hal ini dikarenakan petani tidak pernah melakukan pengemasan, penyimpanan dan 15

16 penggudangan, karena hasil panennya langsung dijual kepada pedagang pengepul; - Materi pemasaran tingkat penerapannya 50% atau dengan nilai 3,40. Pada materi ini terdapat 2 (dua) sub pokok bahasan, yaitu 1). melakukan strategi pemasaran; dan 2). melakukan kemitraan usaha. Hal ini dikarenakan petani belum melakukan kemitraan, pada saat petani panen sudah ada penjual yang datang ke petani untuk membeli hasil panen. b. Dari 30 (tiga puluh) orang purnawidya yang menerapkan 50% materi Diklat sebanyak 7 (tujuh) orang atau 23,33%, purnawidya yang menerapkan 75% materi Diklat sebanyak 20 (dua puluh) orang atau 66,67% dan purnawidya yang menerapkan >75% materi Diklat sebanyak 3 (tiga) orang atau 10%. Purnawidya yang menerapkan 50% materi Diklat adalah purnawidya dari Kabupaten Banyuwangi sebanyak 2 (dua) orang, Kediri Gresik, Pasuruan, Banyumas dan Grobogan masing- masing 1 (satu) orang. Sedangkan purnawidya yang menerapkan materi Diklat >75% adalah purnawidya dari Kabupaten Banyuwangi, Sidoarjo, dan Kulonprogo masingmasing 1 (satu) orang. Adapun tingkat penerapan materi purnawidya dapat digambarkan seperti pada gambar 2 berikut ini: 16

17 20 Grafik Tingkat Penerapan Materi Purnawidya Jumlah (Orang) Prosentase (%) Diterapkan 50% Diterapkan 75% Diterapkan > 75% Gambar 2. Grafik tingkat penerapan materi purnawidya c. Purnawidya yang tingkat penerapannya 70% pada umumnya lokasi purnawidya tersebut berada di daerah sentra kedelai. d. Purnawidya yang tingkat penerapannya 50% dikarenakan motivasi petani untuk menanam kedelai sangat rendah dibandingkan dengan menanam jagung atau padi karena kedelai tidak mempunyai harga dasar seperti halnya padi; e. Menurut purnawidya materi-materi yang sudah diajarkan dan dilatihkan pada Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2015 telah menunjang tugas dan fungsi penyuluh di lapangan; f. Rata-rata purnawidya menyatakan bahwa materi-materi pada Diklat teknis agribisnis kedelai tahun 2015 perlu ditambah jumlah jam setiap materinya, dan setiap materi lebih banyak praktek daripada teori; g. Dari hasil wawancara dengan purnawidya diketahui bahwa purnawidya mengharapkan untuk Diklat sejenis yang akan 17

18 datang materi Diklat dijelaskan secara sesuai sekuen agar peserta mudah untuk memahami materi terutama bagi peserta yang baru mengenal atau melakukan budidaya kedelai. 2. Atasan langsung Hasil wawancara dengan atasan langsung purnawidya, sebagai berikut : a. Menurut atasan langsung, tingkat penerapan materi purnawidya sebesar 3,96 atau purnawidya telah menerapkan 75% materi Diklat; b. Terjadi perubahan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh pertanian; c. Atasan langsung purnawidya mengharapkan kedepannya ada tambahan Diklat atau materi pengolahan hasil kedelai untuk memberikan nilai tambah terhadap kedelai sehingga pendapatan petani kedelai dapat meningkat; d. Untuk penerapan hasil berlatih, atasan langsung purnawidya rata-rata telah memberikan 3 (tiga) fasilitas kepada purnawidya yang berupa waktu, kesempatan dan sarana prasarana; e. Purnawidya setelah mengikuti Diklat teknis agribisnis kedelai dari 9 (sembilan) jenis indikator kinerja penyuluh pertanian rata-rata baru dapat diwujudkan 5 sampai 6 indikator, yaitu : 1). tersedianya data potensi wilayah; 2). terakomodasinya program pengembangan budidaya kedelai dalam programa 18

19 penyuluhan; 3). tersusunnya rencana kerja; 4). terdesiminasinya informasi teknologi dengan kebutuhan petani; 5). tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian poktan/gapoktan; dan 6). meningkatnya produktivitas kedelai. 3. Rekan kerja purnawidya Menurut hasil wawancara dengan rekan kerja purnawidya dapat disimpulkan bahwa : a. Menurut rekan kerja, tingkat penerapan materi oleh purnawidya sebesar 4,13 atau telah menerapkan materi 75%; b. Purnawidya telah melakukan sosialisasi hasil Diklat teknis agribisnis kedelai kepada rekan kerjanya. Sosialisasi dilakukan melalui pertemuan ataupun melalui siaran radio (seperti dilakukan oleh purnawidya dari Provinsi DIY); c. Menurut rekan kerja masih perlu tambahan materi, yaitu : 1). pengolahan hasil kedelai; 2). cara menjalin kemitraan dengan pihak lain yang langsung mendatangkan narasumber dari perusahaan yang siap bermitra. 4. Petani binaan Menurut hasil wawancara dengan rekan kerja purnawidya dapat disimpulkan bahwa : a. Menurut petani binaan rata-rata tingkat penerapan terhadap 9 (sembilan) materi Diklat teknis agribisnis kedelai adalah sebesar 4,15 atau telah menerapkan materi 75%; 19

20 b. Menurut petani binaan, penyuluh pertanian (purnawidya) telah melakukan evaluasi terhadap 7 sampai 8 materi dari 9 (sembilan) materi tentang teknis agribisnis kedelai. Materi yang belum dilakukan evaluasi adalah pemasaran hasil ; c. Menurut petani binaan rata-rata mereka mendapat bimbingan dari penyuluh pertanian sebanyak 2 kali dalam sebulan; d. Menurut petani binaan, selama ini petani belum mendapat jaminan dari pemerintah apabila terjadi gagal panen. Selama ini petani hanya mendapatkan bantuan benih kedelai dan pupuk saja belum sampai ke pemasaran; e. Menurut petani binaan, setelah mendapat bimbingan dari penyuluh pertanian tentang budidaya kedelai, hasil panennya meningkat sekitar 20%; f. Materi-materi lain yang masih dibutuhkan oleh petani binaan, yaitu pengolahan hasil kedelai. B. Analisis korelasi Analisis korelasi bertujuan untuk memverifikasi hasil pengukuran penerapan materi dengan data dari atasan langsung, rekan kerja dan petani binaannya. Dari hasil olah data dengan menggunakan SPSS for Window 18 disajikan pada tabel 3 berikut ini : 20

21 Tabel 3. Hasil korelasi dengan SPSS Variabel Purnawidya Atasan Rekan Langsung Kerja Petani Binaan Purnawidya 1 0,232 0,442 0,300 Atasan Langsung 0, ,087 0,438 Rekan Kerja 0,442 0, ,017 Petani Binaan 0,300 0,438 0,017 1 Dari tabel 3, diketahui bahwa terdapat hubungan (korelasi) positif antara tingkat penerapan purnawidya dengan rekan kerja dan petani binaan, artinya apabila tingkat penerapan purnawidya meningkat maka tingkat penerapan rekan kerja dan petani binaan juga meningkat. Sebaliknya hubungan (korelasi) negative antara tingkat penerapan purnawidya dengan atasan langsung, artinya apabila tingkat penerapan purnawidya meningkat justru dukungan dari atasan langsung menurun/berkurang. a. Hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat Dari hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang tingkat penerapannya tertinggi (40) adalah purnawidya yang berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan purnawidya yang tingkat penerapannya terendah (32) berasal dari Provinsi Jawa Tengah. Adapun hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat dapat digambarkan seperti pada gambar 3. 21

22 Gambar 3. Grafik hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat b. Hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat Dari hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang tingkat penerapannya tertinggi (37) adalah purnawidya yang berumur antara 35 tahun sampai dengan 44 tahun, sedangkan purnawidya yang tingkat penerapannya terendah (33) adalah purnawidya yang berumur antara 25 tahun sampai dengan 34 tahun. Adapun hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat dapat digambarkan seperti pada gambar 4. 22

23 Gambar 4. Grafik hasil korelasi antara range umur purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat c. Hasil korelasi antara pendidikan purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat Dari hasil korelasi antara pendidikan purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang tingkat penerapannya tertinggi (40) adalah yang berpendidikan D4, sedangkan purnawidya yang tingkat penerapannya terendah (33) adalah yang berpendidikan D3. Adapun hasil korelasi antara pendidikan purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat dapat digambarkan seperti pada gambar 5. 23

24 Gambar 5. Grafik hasil korelasi antara pendidikan purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat d. Hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat Dari hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa purnawidya yang berjenis kelamin perempuan tingkat penerapannya lebih tinggi dibandingkan dengan purnawidya yang berjenis kelamin laki-laki. Tingkat penerapan purnawidya perempuan sebesar 37 sedangkan tingkat penerapan purnawidya laki-laki sebesar 35. Adapun hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat dapat digambarkan seperti pada gambar 6. 24

25 Gambar 6. Grafik hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat C. Analisis regresi Pada analisis regresi untuk purnawidya, diasumsikan bahwa tingkat penerapan materi purnawidya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan purnawidya, fasilitas dari atasan (waktu, kesempatan, sarana prasarana, anggaran, dan lain-lain), intensitas bimbingan kepada petani binaan, evaluasi purnawidya terhadap hasil bimbingannya pada petani binaan dan tingkat penerapan petani binaan. Dari hasil analisis regresi dengan menggunakan bantuan SPSS for window 18 diperoleh, sebagai berikut : - Tingkat pendidikan purnawidya dan tingkat penerapan dari petani binaan berpengaruh positif terhadap tingkat penerapan materi pada purnawidya, artinya tingkat pendidikan purnawidya dan tingkat penerapan dari petani binaan akan meningkatkan penerapan materi dari purnawidya. Sedangkan 25

26 fasilitas dari atasan, intensitas bimbingan kepada petani dan evaluasi purnawidya terhadap hasil bimbingan berpengaruh negatif terhadap tingkat penerapan materi, artinya bahwa tingkat penerapan purnawidya tidak dipengaruhi oleh fasilitas dari atasan, intensitas bimbingan kepada petani dan evaluasi purnawidya terhadap hasil bimbingan. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisa SPSS yaitu : Y = 3,541+0,046X 1-0,048 X 2-0,069 X 3-0,025 X 4 + 0,150 X 5 Dimana : Y = Tingkat penerapan materi Diklat X 1 = Tingkat pendidikan purnawidya X 2 = Fasilitasi atasan terhadap penerapan materi (waktu, kesempatan, sarana prasarana, anggaran, dan lain-lain) X 3 = Intensitas bimbingan terhadap petani binaan X 4 = Evaluasi purnawidya terhadap hasil bimbingannya pada petani binaan X 5 = Tingkat penerapan petani binaan - Dari model regresi linear yang diperoleh memiliki koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,144. Artinya bahwa tingkat pendidikan dan tingkat penerapan petani binaan hanya berpengaruh pada tingkat penerapan materi purnawidya sebesar 14,40%, sedangkan sisanya sebesar 85,60% didukung oleh variabel/faktor-faktor yang lainnya di luar model, misalnya motivasi untuk menanam kedelai. 26

27 BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil Evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Rata-rata tingkat penerapan materi Diklat purnawidya terhadap materi Diklat sebesar 75% dari keseluruhan materi yang telah dilatihkan di BBPP Ketindan; 2. Dari hasil wawancara dengan atasan langsung diketahui bahwa atasan langsung telah memberikan waktu, kesempatan dan sarana prasarana kepada purnawidya; 3. Dari 9 (sembilan) indikator kinerja penyuluh, rata-rata purnawidya telah mewujudkan 5 sampai 6 indikator, yaitu 1). tersedianya data potensi wilayah; 2). terakomodasinya program pengembangan budidaya kedelai dalam programa penyuluhan; 3). tersusunnya rencana kerja; 4). terdesiminasinya informasi teknologi dengan kebutuhan petani; 5). tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian poktan/gapoktan; dan 6). meningkatnya produktivitas kedelai. 4. Menurut rekan kerja purnawidya dapat disimpulkan bahwa purnawidya telah melakukan sosialisasi hasil Diklat teknis agribisnis kedelai kepada rekan kerjanya dengan rata-rata tingkat penerapan sebesar 4,13 atau telah menerapkan materi 75%; 27

28 5. Rata-rata tingkat penerapan materi petani binaan terhadap 9 (sembilan) materi Diklat teknis agribisnis kedelai adalah sebesar 4,15, artinya bahwa petani binaan telah menerapkan 75% dari materi Diklat yang disampaikan oleh penyuluh/purnawidya; 6. Menurut petani binaan, rata-rata purnawidya telah melakukan bimbingan sebanyak 2 (dua) kali dalam sebulan; 7. Hasil korelasi antara provinsi asal purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan materi Diklat tertinggi adalah purnawidya yang berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur sedangkan tingkat penerapan materi Diklat terendah adalah purnawidya yang berasal dari Provinsi Jawa Tengah; 8. Hasil korelasi antara umur purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan materi Diklat tertinggi adalah purnawidya yang berumur tahun sedangkan tingkat penerapan materi Diklat terendah adalah purnawidya yang berumur antara tahun; 9. Hasil korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat penerapan materi Diklat purnawidya diperoleh bahwa purnawidya yang tingkat penerapan materinya tertinggi adalah purnawidya yang berpendidikan D4 sedangkan yang tingkat penerapan materinya terendah adalah purnawidya yang berpendidikan D3; 10. Hasil korelasi antara jenis kelamin purnawidya dengan tingkat penerapan materi Diklat diperoleh bahwa tingkat penerapan 28

29 purnawidya yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan purnawidya yang berjenis kelamin laki-laki; 11. Tingkat penerapan materi Diklat purnawidya 14,40% dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tingkat penerapan petani binaan. B. Saran saran Memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan evaluasi pasca Diklat teknis agribisnis kedelai disarankan : 1. Perlunya menambah jumlah jam praktek untuk Diklat-diklat teknis yang sejenis di tahun-tahun mendatang dan materi Diklat disampaikan tidak hanya dengan teori saja tetapi juga dengan praktek langsung di lapangan; 2. Perlunya dukungan dari atasan terhadap penerapan materi, khususnya bagi pengembangan kompetensi kerja penyuluh; 3. Perlunya evaluasi kepada petani binaan atas hasil bimbingan dalam penerapan materi oleh Purnawidya sebagai alat ukur keberhasilan dalam rangka meningkatkan produktivitas kedelai; 4. Materi-materi yang masih dibutuhkan oleh purnawidya adalah pengolahan hasil kedelai; 5. Perlunya Diklat pengolahan hasil kedelai, karena rata-rata purnawidya, rekan kerja dan petani binaan banyak yang memerlukan Diklat tersebut; 29

30 BAB V. PENUTUP 1. Diklat merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan secara sistematis oleh suatu organisasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kompetensi serta kinerja pegawai. Peningkatan kompetensi seseorang ditentukan oleh interaksi beberapa aspek prilaku yaitu : (1). perilaku kognitif; (2). perilaku afektif; dan (3). perilaku psikomotorik. Agar perubahan kompetensi seseorang sesuai dengan tuntutan jabatannya maka program Diklat yang tepat adalah Diklat berbasis kompetensi kerja atau Competency Based Training (CBT); 2. Evaluasi Pasca Diklat merupakan salah satu rangkaian CBT, yaitu: (a). Analisis Kebutuhan Diklat (AKD); (b). Perumusan Kebutuhan Diklat; (c). Monitoring dan Evaluasi Diklat; (d). Evaluasi Pasca Diklat; dan (e). Bimbingan Lanjutan. Evaluasi Pasca Diklat dilakukan dalam rangka untuk mengetahui manfaat bagi instansi pengirim di wilayah kerjanya masing-masing; 3. Dari hasil Evaluasi Pasca Diklat diketahui bahwa rata-rata purnawidya telah menerapkan materi sebesar 75%. Penerapan materi Diklat dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tingkat penerapan petani binaan serta faktor-faktor lainnya. 30

PERATURAN MENTERI PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 01/Permentan/OT.140/J/10/2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BIMBINGAN LANJUTAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERTANIAN SERTA PETUNJUK PELAKSANAAN EVALUASI PASCA PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

Nomor : 79/SM.110/I.14.3/07/2017 Lawang, 12 Juli 2017 Lampiran : 3 (tiga) lembar Perihal : Pemanggilan calon peserta DIKLAT budidaya bawang merah

Nomor : 79/SM.110/I.14.3/07/2017 Lawang, 12 Juli 2017 Lampiran : 3 (tiga) lembar Perihal : Pemanggilan calon peserta DIKLAT budidaya bawang merah Nomor : 79/SM.110/I.14.3/07/2017, 12 Juli 2017 Lampiran : 3 (tiga) lembar Perihal : Pemanggilan calon peserta DIKLAT budidaya bawang merah Kepada Yth : Terlampir Dalam rangka meningkatkan kompetensi kerja

Lebih terperinci

DIKLAT teknis perbanyakan benih kedelai bagi aparatur dan Diklat budidaya kedelai bagi non aparatur

DIKLAT teknis perbanyakan benih kedelai bagi aparatur dan Diklat budidaya kedelai bagi non aparatur Nomor : 147/SM.110/I.14.3/06/2017 Lawang, 19 Juni 2017 Lampiran : 4 (empat) lembar Perihal : Pemanggilan calon peserta DIKLAT Teknis perbanyakan benih kedelai bagi aparatur dan Budidaya kedelai bagi non

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

Kepada Yth : Terlampir

Kepada Yth : Terlampir Nomor : 200 /SM.110/J.3.3/01/2016 Lawang, 26 Januari 2016 Lampiran : 3 (tiga) lembar Perihal : Pemanggilan Calon Peserta Diklat Teknis bagi Fasilitator BP3K Angkatan I, II dan III Kepada Yth : Terlampir

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. mengikuti Diklat dan kembali ketempat tugas atau ketempat usahanya agar dapat

KATA PENGANTAR. mengikuti Diklat dan kembali ketempat tugas atau ketempat usahanya agar dapat KATA PENGANTAR Bimbingan lanjutan merupakan kegiatan untuk membantu purnawidya setelah mengikuti Diklat dan kembali ketempat tugas atau ketempat usahanya agar dapat menjembatani kesenjangan antara hasil

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS BUDIDAYA KRISAN BAB I PENDAHULUAN

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS BUDIDAYA KRISAN BAB I PENDAHULUAN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS BUDIDAYA KRISAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada Pola Pangan Harapan.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN KETINDAN 2012 KATA PENGANTAR Sesuai Instruksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi aneka kacang (kacang tanah dan kacang hijau) memiliki peran yang cukup besar terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan pakan. Peluang pengembangan aneka kacang

Lebih terperinci

Nomor : 97/SM.110/I.3.3/07/2017 Lawang, 14 Juli 2017 Lampiran : 3 (tiga) lembar Perihal : Pemanggilan calon peserta DIKLAT budidaya kedelai

Nomor : 97/SM.110/I.3.3/07/2017 Lawang, 14 Juli 2017 Lampiran : 3 (tiga) lembar Perihal : Pemanggilan calon peserta DIKLAT budidaya kedelai Nomor : 97/SM.110/I.3.3/07/2017, 14 Juli 2017 Lampiran : 3 (tiga) lembar Perihal : Pemanggilan calon peserta DIKLAT budidaya kedelai Kepada Yth : Terlampir Dalam rangka meningkatkan kompetensi kerja penyuluh

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TOMT (TRAINING OF MASTER TRAINERS) AGRIBISNIS PADI BAB I PENDAHULUAN

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TOMT (TRAINING OF MASTER TRAINERS) AGRIBISNIS PADI BAB I PENDAHULUAN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TOMT (TRAINING OF MASTER TRAINERS) AGRIBISNIS PADI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kementerian Pertanian telah menetapkan arah dan kebijaksanaan pembangunan pertanian Tahun

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR LAMPIRAN - 3

Lebih terperinci

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam siklus manajemen, monitoring dan evaluasi (monev) merupakan unsur penting yang memberi input balik bagi perencanaan/program, karena evaluasi dapat menilai kinerja

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENGANTAR... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup.. 2

DAFTAR ISI. PENGANTAR... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup.. 2 1 KATA PENGANTAR Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian c.q Pusat Pelatihan Pertanian pada Tahun 2015 mengalokasikan dana penyelenggaraan diklat teknis mendukung Program Peningkatan Produksi Padi,

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Anggaran : 208 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan : 3. 03 Urusan Pilihan Pertanian Organisasi : 3. 03. 0 Ketahanan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan 37 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1.Variabel (X) Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diuraikan beberapa batasan, dan ukuran dari variabel

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

DINAS PERKEBUNAN. Tugas Pokok dan Fungsi. Sekretaris. Sekretaris mempunyai tugas :

DINAS PERKEBUNAN. Tugas Pokok dan Fungsi. Sekretaris. Sekretaris mempunyai tugas : DINAS PERKEBUNAN Tugas Pokok dan Fungsi Sekretaris Sekretaris mempunyai tugas : a. Menyusun rencana dan program kerja kesekretariatan; b. Mengkoordinasikan program kerja masing-masing Sub Bagian; c. Mengkoordinasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id

-1- GUBERNUR BALI, Jdih.baliprov.go.id -1- GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN PROVINSI BALI

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 VISI : "MEWUJUDKAN PETANI SEJAHTERA MELALUI PERTANIAN BERKELANJUTAN" MISI 1 TUJUAN : MENINGKATKAN KUALITAS AGROEKOSISTEM : MENINGKATKAN

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS AGRISBISNIS BAWANG MERAH

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS AGRISBISNIS BAWANG MERAH PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS AGRISBISNIS BAWANG MERAH dan GAP/SOP SAYUR (BAWANG MERAH) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) No. 47/07/35/Th XIII,1 Juli 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2014 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp) BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS AGRISBISNIS CABAI MERAH BAB I PENDAHULUAN

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS AGRISBISNIS CABAI MERAH BAB I PENDAHULUAN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS AGRISBISNIS CABAI MERAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada Pola

Lebih terperinci

IKU TAHUN 2017 SEKRETARIAT DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG. Indikator Kinerja Formulasi Penghitungan/Penjelasan Sumber Data

IKU TAHUN 2017 SEKRETARIAT DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG. Indikator Kinerja Formulasi Penghitungan/Penjelasan Sumber Data SEKRETARIAT Formulasi Penghitungan/Penjelasan Sumber Data 1 Meningkatnya penunjang kelancaran Persentase penunjang kelancaran administrasi perkantoran administrasi perkantoran Jumlah pegawai yang mendapatkan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 166 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

No. Nama Diklat Sasaran Indikator Target Realisasi % Capaian

No. Nama Diklat Sasaran Indikator Target Realisasi % Capaian BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN LEMBANG CAPAIAN KINERJA TAHUN 2013 Sampai Dengan 31 Desember 2013 No. Nama Diklat Sasaran Indikator Target Realisasi % Capaian 1 2 DIKLAT ANTISIPASI DAN MITIGASI PERUBAHAN

Lebih terperinci

PROVINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM TENTANG

PROVINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM TENTANG PROVINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 192 /HK/2015 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PEMBINA TEKNIS UPAYA KHUSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI MELALUI PROGRAM PERBAIKAN JARINGAN IRIGASI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana kerja (RENJA) SKPD Tahun 2015 berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan, yang penyusunan dengan memperhatikan seluruh aspirasi pemangku kepentingan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Perumusan kebijakan tehnis dan perencanaan program kerja bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. 1. Perumusan kebijakan tehnis dan perencanaan program kerja bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Organisasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Wonogiri dibentuk berdasar Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 11 Tahun 2008. Tugas pokok Dinas

Lebih terperinci

29 Januari LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN /D

29 Januari LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN /D 29 Januari LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN 2003 Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 19 TAHUN 2003 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DI LINGKUNGAN DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 91 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Laporan Kinerja Tahun 2014 i RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pengamanan produksi tanaman pangan mencakup seluruh areal pertanaman. Operasional kegiatan diarahkan dalam rangka penguatan perlindungan tanaman pangan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEJIK

BAB II RENCANA STRATEJIK Dinas Provinsi Jawa Barat 2016 BAB II RENCANA STRATEJIK 2.1 Rencana Stratejik Tahun 2013 2018 Rencana Stratejik (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 telah dirumuskan pada pertengahan tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN. DIKLAT TEKNIS AGRIBISNIS TANAMAN BUAH MANGGIS dan GAP/SOP BUAH (MANGGIS) BAB I PENDAHULUAN

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN. DIKLAT TEKNIS AGRIBISNIS TANAMAN BUAH MANGGIS dan GAP/SOP BUAH (MANGGIS) BAB I PENDAHULUAN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DIKLAT TEKNIS AGRIBISNIS TANAMAN BUAH MANGGIS dan GAP/SOP BUAH (MANGGIS) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 130 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 130 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 130 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA, DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PELAKSANA PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BIMA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG SEKRETARIAT BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Lebih terperinci

BUPATI MANDAILING NATAL

BUPATI MANDAILING NATAL - 1 - BUPATI MANDAILING NATAL PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PERMEN-KP/2016 TENTANG LINGKUP URUSAN PEMERINTAH BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2016 YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR SEBAGAI WAKIL

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 10 TAHUN TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI, KEPALA BADAN, SEKRETARIS, SUB BAGIAN, BIDANG DAN SUB BIDANG PADA BADAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Teknologi PTT, Tingkat penerapan PTT, Produksi.

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Teknologi PTT, Tingkat penerapan PTT, Produksi. Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Rakitan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Usahatani Kedelai Peneliti : Titin Agustina 1 Mahasiswa Terlibat : Irmita Rahma 2 Sumberdana

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN. implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan proses

PROGRAM DAN KEGIATAN. implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan proses PROGRAM DAN KEGIATAN. A. Program Kegiatan Lokalitas Kewenangan SKPD. Program kerja operasional pada dasarnya merupakan upaya untuk implementasi strategi organisasi. Program kerja operasional merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY 4.1.1. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Dinas Pendidikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa

I. PENDAHULUAN. mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara. Salah satu tuntutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur, sebagai salah satu lumbung pangan nasional, telah mampu memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional melalui pembangunan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR. RKPD: DINAS PERTANIAN DAN PANGAN hal 1 dari 10

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR. RKPD: DINAS PERTANIAN DAN PANGAN hal 1 dari 10 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR 1.02.03.3.03.1 Urusan Pemerintahan Bidang Pangan 1.02.03.3.03.1.11 Program Peningkatan Ketahanan Pangan 1.02.03.3.03.1.11.24 Peningkatan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No.45/07/35/Th XIV,1 Juli 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2015) A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2015 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 13,15 juta ton Gabah

Lebih terperinci

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendekatan pembangunan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 1 Meningkatkan kandungan bahan dan Meningkatnya luas sawah dengan kadar BO naik

Lebih terperinci

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN SASARAN 1 : Meningkatkan ketersediaan pangan utama (food availability) SASARAN : INDIKATOR KINERJA : KINERJA PROGRAM : INDIKATOR KINERJA :

Lebih terperinci

BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN LEMBANG CAPAIAN KINERJA TAHUN No. Kegiatan Sasaran Indikator Target Realisasi % Capaian

BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN LEMBANG CAPAIAN KINERJA TAHUN No. Kegiatan Sasaran Indikator Target Realisasi % Capaian BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN LEMBANG CAPAIAN KINERJA TAHUN 2014 No. Kegiatan Sasaran Indikator Target Realisasi % Capaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 DIKLAT TEKNIS PERLINDUNGAN PADI (1 DIKLAT

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 13 ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN 2.1. Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Gambar 2.1. Bawang Merah

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci