PAJAK PENGHASILAN PASAL 26. Disusun guna memenuhi tugas : Mata Kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M. Ag

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PAJAK PENGHASILAN PASAL 26. Disusun guna memenuhi tugas : Mata Kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M. Ag"

Transkripsi

1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 Disusun guna memenuhi tugas : Mata Kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M. Ag Disusun oleh : Kelompok 9 1) Nurul Laili Hidayah ) M. Mucholada Lion A ) Anis Lutfiyani Kelas : C JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN (IAIN)PEKALONGAN 2017 i

2 ABSTRAK Pajak Penghasilan (PPh) adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.. Jadi subjek pajak PPh Pasal 26 ini adalah wajib pajak luar negeri selain BUT. Rumusan masalah dalam makalah ini adalah pertama, Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal 26?, kedua Siapa yang menjadi subyek dan obyek pajak?, ketiga Bagaimana cara pemungutan pajak?, keempat Bagaimana tarif dan mekanisme pemotongan PPh Pasal 26?, kelima Bagaimana perhitungan PPh pasal 26?. Hasil dari diskusi kelompok kami menyimpulkan bahwa pembayaran pajak wajib dilakukan bagi masyarakat yang terkena pajak sebagaimana yang telah ditentukan oleh pemerintah bahwa masyarakat yang memiliki harta yang berlebih maka harus membayar pajak. Adapun orang-orang yang harus membayar pajak yaitu pertama, Orang pribadi yang bertempat tinggal diluar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. Kedua, Badan yang didikan atau bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Berikut juga dengan subyek pajak yaitu Deviden, Imbalan dengan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, Hadiah dan penghargaan, Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. Masing-masing tarif pajak dan perhitungannya sudah ditetapkan oleh PPh pasal 26 baik BUT maupun bukan BUT. Kata Kunci : PPh pasal 26, Pemotongan Pajak, Subyek Pajak, Obyek Pajak, Tarif Pajak, Mekanisme Pemotongan PPh pasal 26 ii

3 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya karena rahmat dan karunia Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membimbing kita kejalan yang baik. Makalah ini kami buat dengan maksud untuk memenuhi tugas kami mengenai makalah tentang Pajak Penghasilan Pasal 26. Semoga usaha kami dalam penyusunan makalah ini akan memberikan banyak manfaat dan memperluas ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT kami memohon, semoga usaha ini merupakan usaha yang murni baginya dan berguna bagi kita sekalian sampai hari kemudian. Dan tak lain yang kami harapkan adalah syafaat, berkah dari Nabi Muhammad, semoga kita selalu dalam lindungannya, dan mampu meneladani kemuliaan akhlaqmu yang teruntai didalam sunnah nabawiyahmu. Sekaligus harapan kami (penulis) semoga makalah ini bermanfaat dan juga dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pajak Penghasilan Pasal 26. Dan kami (penulis) mohon juga kesedian para pembaca untuk sudi kiranya memberikan kritik dan saran, dengan tujuan agar lebih baik lagi dalam penyusunan makalah berikutnya. Pekalongan, 16November2017 Penyusun, Kelompok 9 iii

4 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Kami yang bertanda tangan di bawah ini: 1) Nurul Laili Hidayah ) M Mucholada Lion A ) Anis Lutfiyani Dengan ini menyatakan bahwa judul makalah Pajak Penghasilan Pasal 26 yang Kami susun benar-benar bebas dari plagiat, dan apabila pernyataan ini terbukti tidak benar maka Kami bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Demikian surat pernyataan ini Kami buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Pekalongan, 16 November 2017 Yang membuat pernyataan Nurul Laili Hidayah M Mucholada Lion A. Anis Lutfiyani iv

5 DAFTAR ISI ABSTRAK ii KATA PENGANTAR iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT iv DAFTAR ISI v BAB I 1 PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 2 BAB II 3 PEMBAHASAN 3 A. Pengertian PPh Pasal 26 1 B. Pemotong Pajak 4 C. Subyek dan Obyek Pajak 6 D. Tarif dan Mekanisme Pemotongan PPh Pasal 26 7 E. Perhitungan PPh Pasal 26 8 BAB II 12 PENUTUP 12 A. KESIMPULAN 12 B. SARAN 12 DAFTAR PUSTAKA 13 HASIL DISKUSI 14 v

6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah salah satu sumber pendapatan Negara yang hasilnya dapat dipergunakan untuk membangun Negara, untuk fasilitas umum, yang pada intinya dana pajak tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat secara merata, baik itu dalam bidang pendidikan, insfrastruktur, dan sebagainya. Hal tersebut ditujukan karena negara ingin masyarakatnya hidup makmur merasa terayomi. Pemungutan ini dilakukan oleh pemerintah, karena pajak merupakan sumber utama dari pendapat suatu negara. Namun di Indonesia masih banyak masyarakat yang belum menyadari akan kewajibannya dalam membayar pajak. 1 Dalam pembayaran pajak, ada golongan tersendiri dalam pembagiannya. Ada Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain sebagainya. Melihat kondisi masyarakat yang masih belum mengerti begitu dalam mengenai pajak yang paling dasar, yaitu pajak penghasilan. Maka dengan hal tersebut, Kami akan membahas mengenai Pajak Penghasilan Pasal 26, agar masyarakat mengetahui apa saja pajak yang harus mereka bayar, selain itu agar masyarakat juga mengetahui bagaimana tahapan dalam membayar pajak, dimana membayar pajak, dll. Dimana Pajak Penghasilan Pasal 26 ini sendiri merupakan Pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Jadi subjek pajak PPh Pasal 26 ini adalah wajib pajak luar negeri selain BUT. Yang selanjutnya akan dibahas lebih jelas dalam makalah Kami. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal 26? 1 Edy Supriyanto, Perpajakan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm.63 1

7 2. Siapa yang menjadi subyek dan obyek pajak? 3. Bagaimana cara pemungutan pajak? 4. Bagaimana tarif dan mekanisme pemotongan PPh Pasal 26? 5. Bagaimana perhitungan PPh pasal 26? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal Untuk mengetahui siapa yang menjadi subyek dan obyek pajak. 3. Untukmengetahui bagaimana cara pemungutan pajak. 4. Untuk mengetahui bagaimana tarif dan mekanisme pemotongan PPh Pasal Untuk mengetahui bagaimana perhitungan PPh Pasal

8 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26 Pajak Penghasilan (PPh) adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. 2 Jadi subjek pajak PPh Pasal 26 ini adalah wajib pajak luar negeri selain BUT. Wajib pajak luar negeri yang dikecualikan dari subjek Pajak PPh pasal 26 ini adalah: 1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat: a. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atas peserta pendiri, dan 3 b. Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil. 2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan Oleh Menteri Keuangan Bukan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 26 Yang tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan adalah: 4 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang orang yang diperbantukan kepada mereka 2 Edy Supriyanto, Perpajakan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm.63 3 Edy Supriyanto, Perpajakan di Indonesia. hlm.64 4 Anastasia Diana & Lilis Setiawati, Perpajakan Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004) hlm

9 yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan melakukan timbal balik. 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 Berikut adalah beberapa pihak yang mempunyai hak dan kewajiban memotong PPh Pasal 26 diantaranya adalah sebagai berikut: 5 a. Badan Pemerintah b. Subyek Pajak dalam negeri c. Penyelenggara Kegiatan d. BUT (Badan Usaha Tetap) e. Perwakilan perusahaan luar negeri laimmya selain BUT di Indonesia f. Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 26. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Hak dan kewajiban pemotong pajak adalah sebagai berikut: 1. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Kewajiban sebagai Pemotong Pajak berlaku juga terhadap organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. 5 Edy Suppriyanti, Perpajakan di Indonesia (2011, Yogyakarta: Graha Ilmu), hlm.64 4

10 2. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. 3. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah, atau bank bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran selambat lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya. 4. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim. Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 26, maaka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. 5. Pemotong Pajak Wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pension, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun. 6 Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 26 Penyetoran dilakukan: 1. Dengan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank atau Kantor Pos Giro. 2. Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. hlm Anastasia Diana & Lilis Setiawati, Perpajakan Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004) 5

11 3. Apabila jatuh tempo pada hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. 7 B. Subjek dan Obyek Pajak 1. Obyek Pajak Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri, selain bentuk usaha tetap di Indonesia, berupa: Deviden Bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Imbalan dengan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan Hadiah dan penghargaan Pensiun dan pembayaran berkala lainnya Penjualan aktiva di Indonesia, selain tanah dan bangunan, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar negeri, selain bentuk usaha tetap di Indonesia Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayar langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri Subyek pajak 7 Agus Arwani, Handout; KUP, diakses 10 November Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi (2011, Yogyakarta: C.V Andi Offset), hlm

12 Subjek PPh pasal 26 terbatas hanya pada wajib pajak luar negeri saja, yang meliputi: 9 a) Orang pribadi yang bertempat tinggal diluar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. b) Badan yang didikan atau bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. C. Tarif dan Mekanisme Pemotongan PPh Pasal Tarif 20% x Penghasilan Bruto atau Tax Treaty Dividen, bunga, premium, diskonto, imbalan jaminan pengembalian utang, royalty, sewa, penghasilan penggunaan harta, jasa kegiatan pekerjaan, hadiah penghargaan, pensiun pembayaran berkala yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri. Biasanya tariff PPh adalah sebesar 20% dari penghasilan bruto atau tax treatyperjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). 2. Tarif 20% x Penghasilan Netto atau Tax Treaty Tarif tersebut dikenakan pada hal hal berikut ini: a. Penjualan Saham terhadap wajib pajak luar negeri. Penjualan saham ini dikenakan tariff sebesar 20% dari perkiraan neto. Persentase perkiraan neto adalah sebesar 25% dari harga jual sehingga besarnya PPh pasal 26 adalah sebesar 20% x 25% atau 5% dari harga jual, yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 434 / KMK.04/1999. b. Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi diluar negeri. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 624/KMK.04/1994 serta Surat Edaran Nomor 23/PJ./1995. Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri 9 diakses pada tanggal 10 November 2017 pukul

13 dikenakan tarif 20% dari penghasilan netto, dengan perkiraan penghasilan netto, dengan perkiraan penghasilan neto: % dari premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri sehingga besarnya tarif PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% x 50% = 10%; 2. 10% dari premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri berkedudukan di Indonesia sehingga besarnya tariff PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% x 10% = 2%; 3. 5% dari premi yang dibayarkan reasuransi berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan diluar negeri sehingga besarnya tarif PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% x 5% = 1%. 3. BUT (Bentuk Usaha Tetap) Tarif 20% dari Laba Setelah Pajak yang Ditransfer ke Luar Negeri. a. Apabila atas laba setelah pajak yang berasal dari BUT diinvesasikan kembali ke Indonesia maka tidak dikenakan pajak, sepanjang memenuhi syarat KMK No. 602/KMK.04/1994 jo KMK No. 113/KMK.03/2002 antara lain: diinvestasikan dalam waktu minimal dua tahun di Indonesia. b. Jika laba setelah pajak ditransfer ke luar negeri, maka akan dikenakan pajak sebesar 20% final. c. Berdasarkan pasal 26 ayat 5 UU PPh, untuk wajib pajak orang pribadi dan BUT apabila telah menjadi wajib pajak dalam negeri, maka semula dikenakan PPh Pasal 26 bersifat final menjadi dapat dikreditkan. Untuk BUT didasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf b dan c UU PPh. D. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal Agus Setiawan, Perpajakan Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) hlm

14 1. Tarif 20% x Penghasilan PPh Pasal 26 Mr. Jackson warga negara Jerman memperoleh penghasilan dividen sebesar Rp ,00 dari PT Indah. b. Saat terutangnya PPh 26 diatur dalam PP 138 Tahun 2000, dilihat dari yang terlebih dahulu, saat pembebanan atau saat pembayaran. c. PT Indah harus memungut pajak sebesar Rp ,00 dari Mr. Jackson sebagai penerima penghasilan. d. PPh tersebut berasal dari: X = 20% x Penhasilan Bruto. = 20% x Rp ,00 = Rp ,00 dan bersifat final. Keterangan: b. Jika Mr. Jackson memiliki tax resident (bukti kepemilikan seperti NPWP di negara Amerika), maka berlaku penerapan tax treaty, di mana telah disepakati bersama antara Indonesia Amerika bahwa tarif pajak pajaknya 10% dari penghasilan bruto, yaitu Rp ,00 yang berhak dipotong oleh PT Indah. c. Perhitungan 20% x penghasilan bruto berlaku juga untuk penghasilan berupa bunga, premium, diskonto, imbalan jaminan pengembalian utang, royalty, sewa, penghasilan penggunaan harta, jasa kegiatan pekerjaan, hadiah penghargaan, pensiun pembayaran berkala yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri. 2. Tarif 20% x Penghasilan Neto atau Tax Treaty a. Penjualan saham terhadap wajib pajak luar negeri. Contoh: PT Demi Masa menjual sejumlah saham kepada Cimex Ltd. (Kanada) dengan nilai keseluruhan Rp ,00. 9

15 Maka, besarnya PPh Pasal 26 yang dipungut oleh PT Demi Masa adalah 20% x 25% x Rp ,00 = Rp ,00 b. Premi Asuransi Luar Negeri. Contoh: PT Mulia Building mengasuransikan gedungnya kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar jumlah premi asuransi selama tahun 2005 sebesar Rp ,00. Maka, besarnya PPh Pasal 26 yang dipungut oleh PT Mulia adalah 20% x 50% x Rp ,00 = Rp ,00 Keterangan: 1) Jika premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri berkedudukan di Indonesia, besarnya tariff PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% x 10% = 2% x Rp ,00 = Rp ,00. 2) Jika premi yang dibayarkan reasuransi berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan di luar negeri, besarnya tarif PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% x 5% = 1% x Rp ,00 = Rp , % dari Penghasilan Kena Pajak atau Tax Treaty Untuk BUT, hasil laba setelah pajak yang dialokasikan ke luar negeri dikenakan pajak PPh Pasak 26, tetapi jika diinvestasikan kembali di Indonesia tidak dikenakan pajak PPh Pasal 26 sepanjang memenuhi syarat KMK No. 602/KMK.04/1994 jo KMK No. 113/KMK.03/2002. Contoh: Sebuah BUT mendapatkan laba Rp ,00 dan telah dikenakan PPh Pasal 17 sebesar Rp ,00 sehingga laba setelah pajak adalah Rp ,00. Jika sebagian income after tax dikirim keluar negeri, maka akan dikenakan PPh Pasal 26 10

16 sebesar 20% x Penghasilan bruto, misal dikirim Rp ,00. Maka PPh Pasal 26 adalah 20% x Rp ,00 = Rp ,00 dan sisanya jika diinvestasikan kembali ke Indonesia tidak dipotong PPh Pasal

17 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Didalam PPh pasal 26, terdapat beberapa subyek dan obyek pajak, selain itu PPh pasal 26 juga terdapat beberapa aspek tarif dan mekanisme pemotongan dan perhitungan beserta pengecualiannya. B. Saran Harapan Kami bagi para Pihak yang berwenang dalam pemungutan pajak agar dapat mengelola dana pajak sebagaimana mestinya atau tidak disalah gunakan, selain itu untuk menyadarkan masyarakat terhadap kewajiban membayar pajak, sebaiknya pemerintah melakukan sosialisasi secara langsung terhadap masyarakat terutama masyarakat desa yang dimana masyarakat desa cenderung dapat dikatakan jauh dari kemajuan teknologi. 12

18 Daftar Pustaka Edy Supriyanto Perpajakan di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, Anastasia Diana &Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset. Agus Arwani, Handout; KUP, diakses 10 November Mardiasmo Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: CV Andi Offset. diakses pada tanggal 10 November 2017 pukul Agus Setiawan Perpajakan Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 13

19 HASIL DISKUSI 1. Kelompok 1 : Hayu N. T ( ) Jumlah minimum penghasilan dalam pph pasal 26 itu berapa? Dan diobjek terdapat beberapa point, berapa presentase pemotongan tarifnya? Tidak ada batas minimum dalam Pemungutan PPh Pasal 26 dan untuk tarifnya memang sudah ditetapkan masing masing perpointnya seperti yang terdapat dalam makalah kami yaitu: 1. Tarif 20% x Penghasilan Bruto atau Tax Treaty Dividen, bunga, premium, diskonto, imbalan jaminan pengembalian utang, royalty, sewa, penghasilan penggunaan harta, jasa kegiatan pekerjaan, hadiah penghargaan, pensiun pembayaran berkala yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri. Biasanya tariff PPh adalah sebesar 20% dari penghasilan bruto atau tax treatyperjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). 2. Tarif 20% x Penghasilan Netto atau Tax Treaty Tarif tersebut dikenakan pada hal hal berikut ini: a. Penjualan Saham terhadap wajib pajak luar negeri. Penjualan saham ini dikenakan tariff sebesar 20% dari perkiraan neto. Persentase perkiraan neto adalah sebesar 25% dari harga jual sehingga besarnya PPh pasal 26 adalah sebesar 20% x 25% atau 5% dari harga jual, yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 434 / KMK.04/1999. b. Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi diluar negeri. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 624/KMK.04/1994 serta Surat Edaran Nomor 23/PJ./1995. Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri 14

20 dikenakan tarif 20% dari penghasilan netto, dengan perkiraan penghasilan netto, dengan perkiraan penghasilan neto: % dari premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri sehingga besarnya tarif PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% x 50% = 10%; 2. 10% dari premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri berkedudukan di Indonesia sehingga besarnya tariff PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% x 10% = 2%; 3. 5% dari premi yang dibayarkan reasuransi berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan diluar negeri sehingga besarnya tarif PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% x 5% = 1%. 4. BUT (Bentuk Usaha Tetap) Tarif 20% dari Laba Setelah Pajak yang Ditransfer ke Luar Negeri. a. Apabila atas laba setelah pajak yang berasal dari BUT diinvesasikan kembali ke Indonesia maka tidak dikenakan pajak, sepanjang memenuhi syarat KMK No. 602/KMK.04/1994 jo KMK No. 113/KMK.03/2002 antara lain: diinvestasikan dalam waktu minimal dua tahun di Indonesia. b. Jika laba setelah pajak ditransfer ke luar negeri, maka akan dikenakan pajak sebesar 20% final. c. Berdasarkan pasal 26 ayat 5 UU PPh, untuk wajib pajak orang pribadi dan BUT apabila telah menjadi wajib pajak dalam negeri, maka semula dikenakan PPh Pasal 26 bersifat final menjadi dapat dikreditkan. Untuk BUT didasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf b dan c UU PPh. 11 Agus Setiawan, Perpajakan Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) hlm

21 2. Kelompok 2 : Fajar Sulaiman Apabila missal lebih dari batas 12 bulan tinggal di Indonesia, apakah terkena pasal atau tidak? Jika lebih dari 12 bulan dalam PPh pasal 26 tidak dikenai karena kalua sudah lebih dari 12 bulan itu sudah menjadi warga negara Indonesia. Tetapi kalau dalam pajak lain kelompok kami kurang mengetahui dikenai pajak atau tidak. Karena yang saat ini kami bahas adalah PPh pasal Kelompok 3 : Slamet Fakhrurozi Misalnya ada orang di Korea, bekerja menjadi penyanyi dan kemudian bangkrut, lalu dia bekerja lagi di Indonesia tetapi dalam bidang MC atau jadi pembawa acara, dalam hal tersebut apakah orang itu dikenai PPh pasal 26 atau tidak? Dikeai PPh pasal 26 selagi sebelum lebih dari batas waktu yaitu 12 bulan, karena dalam PPh pasal 26 tidak ada batas minimum dalam memiliki penghasilan. 4. Kelompok 4 : Khoirul Ulum Dalam slide Bukan Wajib PPh Pasal 26 mengapa dua tersebut termasuk bukan wajib pajak? Alasannya kenapa? Karena bukan wajib pajak penghasilan pasal 26 sudah tertera dalam peraturan Dirjen Pajak yang terbaru Per-32/PJ/ Kelompok 5 : Nilam Dalam subjek pajak disebutkan bahwa badan yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 12 bulan, itu dimulai dari kapan? Dan kapan berakhir? 16

22 Dari sejak orang itu berpenghasilan di Indonesia sampai 12 bulan tidak lebih, karena apabila lebih maka sudah tidak dikenakan lagi karena sudah menjadi warga negara Indonesia. 6. Kelompok 6 Dalam power point dijelaskan adanya Premi Swap, apa yang dimaksud dengan Premi Swap? Premi Swap adalah selisih harga satu mata uang yang menjadi lebih mahal untuk dibeli dalam Transaksi Forward. 7. Kelompok 7 Dalam slide pemotong PPh pasal 26 ada point penyelenggara kegiatan, yang dimaksud penyelenggara disini adalah yang seperti apa? Penyelenggara kegiatan disini adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan suatu kegiatan di Indonesia yang dimana kegiatan itu menghasilkan suatu penghasilan bagi penyelenggaranya. Maka dikenai PPh pasal Kelompok 8 : Ria Noviana Dalam slide Pemotong PPh pasal 26 disebutkan pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 26, yang dimaksud pembeli disini pembeli yang seperti apa? Yang dimaksud pembeli disini adalah misal apabila ada perusahaan luar negeri yang ingin menjual suatu produk ke negara Indonesia dan apabila orang tersebut membeli produk tersebut maka dalam transaksi tersebut dikenakan PPh Pasal 26. Karena orang luar negerinya akan mendapatkan penghasilan. 9. Kelompok 10 : Agus Tri Mulyono Dalam slide pemotong PPh pasal 26 ada point penyelenggara kegiatan, yang dimaksud penyelenggara disini adalah yang seperti apa? 17

23 Penyelenggara kegiatan disini adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan suatu kegiatan di Indonesia yang dimana kegiatan itu menghasilkan suatu penghasilan bagi penyelenggaranya. Maka dikenai PPh pasal Kelompok 11 : Novita Fitri Bagaimana apabila terjadi kesalahan pemotongan dalam PPh pasal 26 dan bagaimana cara mengatasinya? Apabila terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan terhadap pajak penghasilan, maka pajak yang salah dipotong atau dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak. Cara mengatasi nya adalah dengan surat permohonan sepanjang belum dikreditkan. 11. Kelompok 12 : Rekha Adakah sanksi sanksi yang ditentukan dalam PPh pasal 26? Ada, apabila: Tidak / terlambat melapor SPT PPh pasal 26, masa denda Rp Terlambat membayar PPh pasal 26, bunga 2% perbulan Tidak/kurang dipotong, tidak/kurang dipungut, tidak/kurang disetor denda 100% 12. Kelompok 13 : Zurotun Nafila Kalau missal orang luar negeri berpenghasilan di Indonesia, maka kan dikenakan PPh pasal 26, nah yang ingin saya tanyakan, apakah orang itu juga terkena pajak dinegaranya sendiri atau tidak? Tergantung Negara asalnya, biasanya sudah ada kesepakatan internasionalnya, dan biasanya juga ada ketentuan persentasenya tersendiri antar kedua Negara yang bersangkutan tersebut. 18

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

PPh Pasal 26. Pengantar

PPh Pasal 26. Pengantar PPh Pasal 26 Pengantar PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak LN (baik orang pribadi maupun badan) selain bentuk

Lebih terperinci

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Definisi Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri selain BUT. Subjek PPh 26 dapat

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan Pasal 26. Disusun guna memenuhi tugas : Mata Kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan Pasal 26. Disusun guna memenuhi tugas : Mata Kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan Pasal 26 Disusun guna memenuhi tugas : Mata Kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M.Ag Disusun Oleh : Kelompok 7 1. M. Habiburrohman Sanjaya (2013115129)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan 1. Wajib pajak membayar sendiri (pph pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal

Lebih terperinci

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00. SOAL PAJAK SMK 1.Penghasilan yang termasuk obyek PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah. a. bunga b. deviden c. Gaji d. royalty e. sewa 2. Berdasarkan data laporan keuangan atas usaha tahun pajak

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

BAB III PAJAK PENGHASILAN

BAB III PAJAK PENGHASILAN BAB III PAJAK PENGHASILAN A. Nomor Topik : 03 B. Judul : Pajak Penghasilan C. Jam/Minggu : 4 jam D. Tujuan : Memberikan pemahaman kepada mahasiswa agar mahasiswa mengetahui subyek, obyek pajak, jenis pajak

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata serta partisipasi masyarakat dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN I. PENDAHULUAN Mengingat pentingnya masalah Perpajakan dalam pengelolaan Dana Pensiun, maka perlu adanya pedoman mendasar tentang Perpajakan. Peraturan Perpajakan Dana Pensiun mengacu pada Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 41 P5.1 Teori Pajak Penghasilan 23, 25, 26 & Pasal 4 ayat 2 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan Menurut Undang-Undang no. 28 th. 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA

Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA Beneficial Owner Pengertian Umum Beneficial Owner Pemilik manfaat dari penghasilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38 /PJ/2009, TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PAJAK TABEL AKUN PAJAK DAN 1. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 100 Masa PPh Pasal

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

PPh Pasal 21. Maksud. Dasar Hukum. Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21. Bukan Pemotong PPh Pasal 21. Penerima Penghasilan

PPh Pasal 21. Maksud. Dasar Hukum. Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21. Bukan Pemotong PPh Pasal 21. Penerima Penghasilan Maksud Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21 Bukan Pemotong PPh Pasal 21 Penerima Penghasilan PPh Pasal 21 Pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan,

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

PP 46/1996, PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA ATAU DISKONTO OBLIGASI YANG DIJUAL DI BURSA EFEK

PP 46/1996, PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA ATAU DISKONTO OBLIGASI YANG DIJUAL DI BURSA EFEK PP 46/1996, PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA ATAU DISKONTO OBLIGASI YANG DIJUAL DI BURSA EFEK Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 46 TAHUN 1996 Tanggal: 8 JULI 1996 (JAKARTA) Tentang:

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) Kita telah memasuki masa milenium dan akan memasuki perdagangan bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

Lebih terperinci

Jumlah pajak yang harus diangsur tahun ini. PPh Pasal 25 = Jumlah pajak yang harus diangsur tahun ini dibagi dua belas.

Jumlah pajak yang harus diangsur tahun ini. PPh Pasal 25 = Jumlah pajak yang harus diangsur tahun ini dibagi dua belas. PERTEMUAN KE-14 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN 26 1. PPh pasal 25 a. Pengertian Mengatur tentang besarnya angsuran PPh Badan dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2013:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 23 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 23 2. Pemotong

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki potensi untuk menjadi wajib pajak.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-5 PAJAK PENGHASILAN UMUM

PERTEMUAN KE-5 PAJAK PENGHASILAN UMUM PERTEMUAN KE-5 PAJAK PENGHASILAN UMUM PPh adalah : Pajak dikenakan karena ada subyeknya yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. 1. Subjek Pajak PPh umum a. Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar berasal dari Pajak dengan presentase 74,6 % dalam APBN terakhir tahun 2016 (www.kemenkeu.go.id).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto Lampiran I Perturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-42/PJ/2008 Tanggal : 20 Oktober 2008 Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak

Lebih terperinci

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK A. NPWP : 0 7 4 5 6 1 2 3 0 0 1 3 0 0 0 B. C. JENIS USAHA : SPESIFIKASI USAHA : D. ALAMAT : Pegawai Swasta JL. BATU TULIS NO. 33 E. KELURAHAN / : KECAMATAN F. KOTA / KODE POS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penerapan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 (Umum dan Perhitungannya), Anda harus mampu:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot STIE Widya Praja Tanah Grogot Tanggal Penerbitan 25 April 2016 Pertemuan SURAT SETORAN PAJAK Wajib Pajak dapat membayar pajak yang terutang dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Dengan menggunakan Surat Setoran

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP) I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP) Sistem perpajakan yang lama sudah tidak sesuai dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Disamping itu sistem perpajakan yang lama belum dapat

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dipotong atas penghasilan penghasilan yang berasal dari modal penyerahan jasa hadiah dan penghargaan SIAPA PEMOTONG PPH Wajib Pajak

Lebih terperinci

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PP 138 Tahun 2000 PP 94 Tahun 2010 Bab I Penghitungan Penghasilan Kena

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional : 3 PAJAK PENGHASILAN Tujuan Instruksional : A. Umum Mahasiswa diharapkan mendapatkan pemahaman tentang pajak penghasilan secara umum B. Khusus o Mahasiswa mengetahui subjek pajak dan bukan subjek pajak.

Lebih terperinci

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 3.1 PPH PASAL 24 Dalam kondisi bisnis internasional semakin meningkat, WP Dalam Negeri dan WP BUT mungkin saja

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH. Pemotongan. Dibayarkan sekaligus.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH. Pemotongan. Dibayarkan sekaligus. No.33, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH. Pemotongan. Dibayarkan sekaligus. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN

Lebih terperinci

Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan rincian sebagai berikut:

Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan rincian sebagai berikut: Putusan Nomor : Put- 87938/PP/M.XVIB/25/2017 Jenis Pajak : PPh Final Pasal 4 ayat (2) Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002

Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002 Landasan Hukum: Pasal 24 UU PPh, KMK No. 164/ KMK.03/ 2002 DEFINISI Pajak yang terutang atau dibayarkan di Luar Negeri (LN). Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pengertian Umum Perpajakan Ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam undang-undang No. 6 tahun 1983 yang telah di ubah dengan undang-undang No.9 tahun 1994 dan terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah: Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

GRAHA ILMU Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

GRAHA ILMU Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : PAJAK PENGHASILAN JILID I Oleh : Mohammad Yamin Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 1.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara garis besar, pajak dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : pengenaan, pemotongan pajak penghasilan pasal 23

ABSTRAK. Kata Kunci : pengenaan, pemotongan pajak penghasilan pasal 23 Judul : Analisis Pengenaan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh Rumah Sakit X atas Jasa Pengolahan Limbah salah satu klien pada Kantor Konsultan Pajak I Wayan Sutha Naya, SH. Nama : Ni Made Rika

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan), Anda harus mampu: 1.1 Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero)

EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero) EVALUASI MEKANISME PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.HUTAMA KARYA (Persero) Dewi Ramdhani Sutrimo, Lintje Kalangi, Novi Budiarso Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan

Lebih terperinci

FAKTUR PAJAK. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 10

FAKTUR PAJAK. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 10 Lembar ke-2 : Untuk Penjual BKP/Pemberi JKP sebagai bukti Pajak Keluaran FAKTUR PAJAK Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 10 Pengusaha Kena Pajak Nama : PT. Jive Entertainment Alamat : Jl. Patra Kuningan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Anastasia Diana dan Lilis Setiawati. 2011. Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta. Direktorat Jenderal Pajak. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 57/PJ/2009 tentang Pedoman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN PAJAK Pengertian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang kepada wajib

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Pengertian dan Definisi Pajak Pajak sebagai sumber penerimaan negara harus menjadi penerimaan utama karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

(WITHHOLDING) TAX DAN KREDIT PAJAK (TAX CREDIT)

(WITHHOLDING) TAX DAN KREDIT PAJAK (TAX CREDIT) Bab 7 PEMOTONGAN PAJAK (WITHHOLDING) TAX DAN KREDIT PAJAK (TAX CREDIT) WITHHOLDING TAX PPH PASAL 26 Penghasilan yang diterima oleh Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, harus

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI STIE Bisma Lepisi Jl. Ks. Tubun No. 11 Tangerang 15112 Telp.:(021) 558 9161-62. Fax.:(021) 558 9163 SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI Kode Mata Kuliah : EKA7450 Nama Mata Kuliah :

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

Pemotongan yang bersifat final Objek pemotongan (Pasal 2, PP Nomor 68 Tahun 2009) Pemotong (Pasal 1 angka 9, PP Nomor 68 Tahun 2009)

Pemotongan yang bersifat final Objek pemotongan (Pasal 2, PP Nomor 68 Tahun 2009) Pemotong (Pasal 1 angka 9, PP Nomor 68 Tahun 2009) PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS Pemotongan yang bersifat final Objek pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan bertugas memberikan layanan kesehatan kepada pasien dalam rangka membantu menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Pajak merupakan sumber penerimaan negara

Lebih terperinci