DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN... i. HALAMAN SAMPUL DALAM... ii. HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... iii

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DEPAN... i. HALAMAN SAMPUL DALAM... ii. HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... iii"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... i HALAMAN SAMPUL DALAM... ii HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... iv HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... v KATA PENGANTAR... vi SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... x DAFTAR ISI... xi ABSTRAK... xiv ABSTRACT... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah Orisinalitas Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan khusus Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Manfaat praktis Landasan Teoritis xi

2 1.8 Metode Penelitian Jenis penelitian Jenis pendekatan Bahan hukum Teknik pengumpulan bahan hukum Teknis analisa BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN ORGAN PERSEROAN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas Pengaturan perseroan terbatas Pengertian perseroan terbatas Modal dan saham perseroan terbatas Tinjauan Umum Tentang Organ Perseroan Terbatas Kedudukan rapat umum pemegang saham Kedudukan direksi dalam perseroan terbatas Kedudukan dewan komisaris dalam perseroan terbatas BAB III KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA 3.1 Subjek Hukum Pemegang Saham Hak Dan Kewajiban Pemegang Saham Pemilikan Saham Mayoritas Oleh Direktur Utama xii

3 BAB IV BENTUK PENGATURAN PEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA 4.1 Pengaturan Pemilikan Saham Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pengaturan Pemilikan Saham Mayoritas Oleh Direktur Utama sebagai Organ Perseroan Pada Perseroan Terbatas BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RINGKASAN xiii

4 ABSTRAK Pengaturan tentang Perseroan Terbatas dapat ditemukan dalam Undang - Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas dijalankan oleh organ-organ yang mewakili perseroan tersebut yaitu direksi, dewan komisaris dan rapat umum pemegang saham. Para pemegang saham dapat mengendalikan jalannya rapat umum pemegang saham dan sekaligus dapat dijadikan untuk mengendalikan perseroan. Permasalahan yang timbul yaitu ketika direksi yang sekaligus sebagai pemegang saham mayoritas dalam perseroan tersebut, akan mengakibatkan pemegang saham mayoritas dapat mengendalikan kebijakan manajemen dengan bebas tanpa harus menimbulkan konflik antar pemegang saham serta sangat berpotensi tidak terpenuhi standard of care maupun terjadi direktur boneka disebabkan belum tentu memiliki persyaratan standard of care, khususnya berkaitan dengan skill profesionalisme maupun record serta kelakukan/karakter yang bersangkutan. Adapun rumusan masalah yang diangkat adalah apakah direktur utama sebagai organ perseroan dapat menjadi pemegang saham mayoritas dan bagaimana pengaturan dalam hal direktur utama menjadi pemegang saham mayoritas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Subjek hukum pemegang saham maupun hak-hak pemegang saham serta kewajiban pemegang saham, tidak ada batasan pasti terkait pemegang saham mayoritas yang sekaligus sebagai direksi. Pemilikan saham mayoritas oleh direktur utama sudah seperti sifat hukum yang tidak tertulis, lebih banyak dipatuhi oleh perseroan. Azas yang berlaku, siapa yang memiliki modal terbanyak atau pemegang saham terbesar (mayoritas), maka dialah yang memimpin perseroan. Pasal 93 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas terkait mekanisme pengangkatan direksi tidak ada persyaratan direksi yang sekaligus sebagai pemegang saham mayoritas diperbolehkan maupun dilarang. Undang- Undang No. 5 Tahun 1995 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pemilikan saham yang dilarang berdasarkan ketentuan pada Pasal 27 hanya terkait kepemilikan saham mayoritas oleh pelaku usaha yang memiliki saham mayoritas pada perusahaan sejenis. Sehingga tidak adanya kepastian hukum. Kata Kunci : Direktur Utama, Mayoritas, Saham xiv

5 ABSTRACT The arrangement of the Limited Company can be found in Statute No. 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company. Limited Company run by organ - an organ that represents the company directors, commissioners and general meeting of shareholders. The shareholders can "control" the course of the general meeting of shareholders and may also be used to control the company. The problem that arises is when the board of directors who is also a majority shareholder in the company, will lead to the majority shareholder to control management policies freely without causing conflicts between shareholders and is potentially not met the standard of care or occur director doll caused not necessarily have standard of care requirements, particularly with regard to the skill and professionalism and record behavior / character concerned. The formulation of the issues raised is whether the principal director as an organ of the company can be the majority shareholder and how the arrangement in terms of the chief executive becomes the majority shareholder. The method used in this study is a research method normative approach to the statutes and conceptual approaches Subject of law and the rights of shareholders - shareholders' rights and obligations of shareholders, no restrictions will be related to the majority shareholder as well as directors. Majority share ownership by major directors are like the nature of the unwritten law, more respected by the company. Azas applicable, who have the highest capital or largest shareholder (majority), then he will lead the company. Article 93 of Statute No. 40 Year 2007 on Limited Liability associated lifting mechanism of directors there is no requirement that directors as well as the majority shareholder is allowed or prohibited. Statute No. 5 Year 1995 on Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition shareholding prohibited under the provisions of Article 27 related only majority share ownership by businesses that have majority shares in similar companies. So the lack of legal certainty. Keywords: Director, Majority, Stocks xv

6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk-bentuk badan usaha (business organization) yang ada di Indonesia sekarang ini demikian beragam jumlahnya. Sebagian besar dari bentuk-bentuk usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu, yaitu dari pemerintah Belanda. Diantaranya memang ada yang telah diganti dengan sebutan dalam bahasa Indonesia, tetapi masih ada juga sebagian tetap mempergunakan nama aslinya. Nama-nama yang masih terus digunakan dan belum diubah pemakaiannya misalnya Maatschap, Firma disingkat Fa, dan Commanditaire Vennootschap yang disingkat CV. Namun selain itu, ada pula yang sudah diindonesiakan seperti Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disebut PT) yang sebenarnya berasal dari sebutan NV atau Naamloze Vennootschap. Kata vennootschap diterjemahkan menjadi kata Perseroan, sehingga dengan demikian dapat dijumpai sebutan Perseroan Firma, Perseroan Komanditer dan Perseroan Terbatas. Bersamaan dengan itu, ada juga yang menggunakan kata Perseroan dalam arti luas, yaitu sebagai sebutan atau untuk penyebutan perusahaan pada umumnya. 1 Apabila memperhatikan kata Perseroan, pokok katanya adalah sero yang artinya saham atau andil (aandeel-belanda), sehingga perusahaan yang mengeluarkan saham atau sero disebut Perseroan, sedangkan yang memiliki sero 1 I.G.Rai Widjaya, 2007, Hukum Perusahaan dan undang undang dan peraturan pelaksanaan di bidang usaha, Kesaint Blanc, Jakarta, (selanjutnya disingkat I.G. Rai Widjaya I), h. 1 1

7 2 dinamakan pesero atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan pemegang saham. 2 Pengaturan tentang Perseroan Terbatas dapat ditemukan dalam Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT ), yang mulai berlaku sejak diundangkan, yaitu tanggal 16 Agustus Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 ini menggantikan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 3 Perseroan Terbatas didefinisikan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. 4 Modal perseroan terbatas itu selalu dibagi ke dalam saham-saham. Dengan demikian, berapa jumlah saham yang dikeluarkan dan disetor penuh oleh pemegang saham merupakan terminan modal riil awal suatu perseroan terbatas. Saham itu merupakan hak terhadap harta kekayaan PT, bahkan merupakan deelgerechtigheid suatu hak atas bagian dari sesuatu terhadap harta kekayaan PT. 5 Perseroan mengeluarkan saham tujuannya untuk dimiliki oleh orang-orang yang berminat untuk menyerahkan kekayaannya kepada perseroan. Oleh karena itu pada hakikatnya sebuah perseroan tidak lebih dari sebuah persekutuan saham (modal). Selanjutnya apa yang dinamakan saham, dapat diartikan sebagai kertas berharga 2 Ibid, h Gunawan Widjaja, 2008, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas 150 Pertanyaan Tentang Perseroan Terbatas, Forum Sahabat, Jakarta, h. 1 4 Ibid, h Nindyo Parmono, 2006, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Cet I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 133.

8 3 yang digunakan sebagai tanda bukti bahwa pemiliknya ikut penyertaan modal ke dalam suatu perseroan. 6 PT adalah artificial person, sesuatu yang tidak nyata atau tidak riil. PT tidak dapat bertindak sendiri. Untuk dapat bertindak dalam hukum, PT dijalankan oleh organ-organ yang mewakili perseroan tersebut. Organ-organ tersebut terdiri dari orang perorangan (yang cakap untuk bertindak dalam hukum). Jadi untuk dapat bertindak dalam hukum, PT tetap memerlukan orang perorangan untuk bertindak mewakilinya. 7 Sebagai subjek hukum, PT tidak mungkin memiliki kehendak, dan karenanya juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. PT untuk membantu dalam melaksanakan tugasnya dibentuklah organ-organ yang secara teoritis ini disebut organ theory 8. Menurut Otto von Gierke, badan hukum itu seperti manusia menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum. Badan hukum itu menjadi suatu verband personlichkeit yaitu suatu badan hukum yang membentuk kehendak dengan perantara alat-alat atau organ-organ badan hukum tersebut, misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantara mulutnya atau dengan perantara tangannya jika kehendak itu ditulis di atas kertas. Apa yang mereka putuskan adalah kehendak dari badan hukum. 9 Untuk itu maka dikenal adanya tiga organ perseroan terbatas, yaitu: 6 Gatot Supramono, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Cet V, Djambatan, Jakarta, h Gunawan Widjaja, op cit h Ibid, h Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Cet I, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 78.

9 4 a. Direksi; b. Dewan Komisaris; dan c. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 10 Dari ketiga alat perlengkapan tersebut, hanya Rapat Umum Pemegang Saham (yang selanjutnya disebut RUPS) merupakan organ perseroan yang mempunyai segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perseroan lainnya. RUPS merupakan forum pertemuan dari para pemegang saham untuk mengambil keputusan yang menentukan arah dan jalannya perseroan untuk mencapai tujuannya. Kewenangan RUPS antara lain menetapkan perubahan anggaran dasar perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUPT, dapat mengambil keputusan apakah perseroan berjalan terus atau bubar, mengangkat direksi dan anggota komisaris, hal ini memang tidak dimiliki oleh organ perseroan lainnya. Mengenai direksi merupakan organ yang mengurus kegiatan usaha perseroan. Direksi mempunyai tanggung jawab penuh dalam bertindak untuk kepentingan perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 92 UUPT. Direksi bertindak mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tindakan direksi selaku eksekutif dilakukan dengan memperhatikan anggaran dasar perseroan. Resiko pelanggarannya, masing-masing direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi. Sedangkan dewan komisaris merupakan organ perseroan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi dalam mengurus perseroan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut dewan komisaris juga dibatasi wewenangnya oleh anggaran dasar perseroan. Dewan 10 Gunawan Widjaja, loc cit.

10 5 komisaris diharapkan bukan hanya dapat memberikan koreksi kepada direksi, melainkan diharapkan pula dapat memberikan jalan keluar jika terjadi hambatan - hambatan yang dialami oleh direksi. Jika di dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris melakukan kesalahan dapat digugat oleh pemegang saham atas nama perseroan. 11 Rapat Umum Pemegang Saham adalah rapat yang diselanggarakan oleh Direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai ketentuan anggaran dasar. 12 Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah. Secara umum pemungutan suara terbanyak yang diperlukan adalah suara terbanyak biasa, yaitu jumlah suara yang lebih banyak dari kelompok suara lain, tanpa harus mencapai jumlah yang lebih dari setengah, dari keseluruhan suara dalam pemungutan suara tersebut. 13 Pemegang saham mempunyai kekuasaan yang sangat besar untuk mengendalikan perusahaan melalui lembaga RUPS. Hal ini disebabkan, berdasarkan UUPT, Pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar, dan dinyatakan kembali, dalam Pasal 75 ayat 1 bahwa RUPS 11 Gatot Supramono, op cit, h I.G.Rai Wijaya I, op cit, h Ibid, h. 263.

11 6 mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang -Undang dan atau anggaran dasar. Para pemegang saham dapat mengendalikan jalannya RUPS dan sekaligus dapat dijadikan untuk mengendalikan perseroan. 14 Dalam posisi yang demikian, sering kali direksi dalam mengurus perusahaan harus berhadapan dengan kebijakan yang diputuskan dalam RUPS, yang hakikatnya merupakan kepentingan pemegang saham (pemilik perseroan) dan bukan kepentingan perseroan. Sebagaimana diketahui, kepentingan perseroan juga harus memperhatikan stakeholder. Dengan demikian, dilematis direksi dalam mengelola perusahaan adalah sering dihadapkan kepada dua tarikan tanggungjawab, yaitu tanggung jawab kepada shareholder dan kepada stakeholder. 15 Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 93 UUPT disebutkan : Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. Pengangkatan direksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 94 angka 1 disebutkan bahwa anggota Direksi diangkat oleh RUPS Dengan adanya ketentuan mengenai pengangkatan direksi bahwa direksi harus diangkat oleh RUPS. Terkait RUPS sebagai organ tertinggi untuk 14 Try Widiyono, 2008, DIREKSI PERSEROAN TERBATAS Keberadaan, Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab,Edisi II, Cet I, Ghalia Indonesia, Bogor, h Ibid, h

12 7 mengendalikan perseroan yang terutama pemegang saham mayoritas dapat mengendalikan jalannya RUPS dan sekaligus mengendalikan perseroan, ada permasalahan yang timbul yaitu ketika keberadaan direksi yang diibaratkan nyawa bagi perseroan, yang dimana biasanya pimpinan direksi disebut sebagai direktur utama sebagai organ perseroan yang disebutkan pada Pasal 97 berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, yang sekaligus sebagai pemegang saham mayoritas dalam perseroan tersebut, akan mengakibatkan pemegang saham mayoritas dapat mengendalikan kebijakan manajemen dengan bebas tanpa harus menimbulkan konflik antar pemegang saham serta sangat berpotensi tidak terpenuhi standar of care maupun terjadi direktur boneka disebabkan seorang pemegang saham mayoritas yang menunjuk dirinya sebagai direktur utama belum tentu memenuhi persyaratan standard of care, khususnya berkaitan dengan skill profesionalisme maupun record serta kelakukan/karakter yang bersangkutan. 16 Direktur boneka pun tidak akan terhindarkan sebab pemegang saham yang sekaligus sebagai direktur utama akan mempengaruhi kepengurusan yang dijalankan dan sangat berpotensi terjadi benturan kepentingan yang akan berujung pada pengendalian terselubung oleh direksi yang sekaligus sebagai pemegang saham mayoritas hal ini akan membawa dampak yang merugikan bagi perkembangan perseroan tersebut serta para pelaku usaha dan masyarakat lainnya. Dari latar belakang tersebut menarik minat penulis untuk kemudian melakukan penelitian terkait KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA 16 Ibid, h. 91

13 8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan dua rumusan masalah yang akan dijadikan objek pembahasan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Direktur Utama sebagai organ perseroan dapat menjadi pemegang saham mayoritas? 2. Bagaimana pengaturan dalam hal Direktur Utama menjadi pemegang saham mayoritas? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup masalah yang akan dibahas dalam penulisan karya ilimah, diperlukan batasan yang tegas untuk menghindari pembahasan yang tidak terarah dan pembahasan yang terlalu luas sehingga pokok bahasan yang diinginkan benarbenar terarah nantinya serta terdapat sinkronisasi antara pembahasan dengan permasalahan. Maka ruang lingkup masalah dalam pembahasan pertama akan membahas mengenai direktur utama sebagai organ perseroan yang menjadi pemegang saham mayoritas dalam Perseroan Terbatas Pembahasan kedua membahas mengenai pengaturan terhadap Direktur Utama sebagai organ perseroan yang menjadi pemegang saham mayoritas dalam perseroan terbatas. 1.4 Orisinalitas Penelitian Dalam orisinalitas penelitian mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan perbedaan dari penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang tengah dibuat sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, akan

14 9 ditampilkan 2 skripsi terdahulu yang digunakan sebagai pembanding terkait pembahasannya berkaitan dengan Kepemilikan Saham Mayoritas Oleh Direktur Utama No. Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah 1. Perlindungan Hukum Bayu Aji Saputro, 1. Bagaimana konsep Pemegang Saham 2011, Fakultas good corporate Minoritas Dalam Suatu Hukum governance dan Transaksi benturan Universitas bentuk perlindungan Kepentingan Di Pasar Indonesia, Depok. hukum terhadap Modal (Studi pemegang saham Kasus:Transaksi minoritas dalam suatu Penjualan Aset PT. Karwell Indonesia, Tbk. trasaksi kepentingan benturan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku? 2. Bagimana suatu transaksi kepentingan benturan dan peranan dari otoritas pasar modal dalam hal ini BAPEPAM-LK terhadap perlindungan

15 10 pemegang minoritas transaksi saham dalam benturan kepentingan? 3. Bagaimana analisis yuridis terhadap pelanggaran peraturan tentang transaksi benturan kepentingan pada kasus transasksi saham PT. Karwell Indonesia, Tbk.?

16 11 2. Perlindungan Hukum Aripin, 2009, 1. Apa saja asas-asas Terhadap Pemegang Fakultas Hukum yang harus dipenuhi Saham Minoritas Universitas peraturan perundang- Perseroan Terbatas Sebelas Maret, undangan untuk Terbuka Dalam Rangka Surakarta. melindungi pemegang Menciptakan Kepastian saham minoritas Hukum Sebagai Sarana Perseroan Terbatas Peningkatan Iklim Terbuka? Investasi Di Indonesia 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh peraturan perundangundangan pemegang minoritas terhadap saham perseroan terbatas terbuka dalam melakukan penanaman modal di Indonesia? Dengan memperhatikan tersebut diatas penelitian skripsi yang penulis kerjakan belum ada yang membahas, sehingga orisinalitas dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

17 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini tidak jauh dari pokok permasalahan yang dihadapi. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek hukum terhadap direktur utama sebagai organ perseroan yang menjadi pemegang saham mayoritas pada perseroan terbatas. Disamping sebagai sumbangan pemikiran secara ilmiah tentang peranan dari bidang hukum khususnya hukum perusahaan serta bertujuan memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana Strata 1 (S-1) dalam jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui tentang Direktur Utama sebagai organ perseroan yang menjadi pemegang saham mayoritas dalam suatu perseroan. 2. Untuk mengetahui tentang pengaturan Direktur Utama sebagai organ perseroan yang menjadi pemegang saham mayoritas dalam suatu perseroan. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penenelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : Manfaat teoritis Penelitian ini juga merupakan pembelajaran yang dapat memberikan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah

18 13 kemampuan, pengalaman dan dokumentasi ilmiah khususnya dibidang hukum perusahaan dan yang berkaitan dengan kepemilikan saham mayoritas oleh direktur utama dan penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjut Manfaat praktis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan - masukan maupun dijadikan acuan bagi masyarakat luas, para pihak yang berkepentingan dalam kaitannya kepemilikan saham mayoritas oleh direktur utama sebagai organ perseroan dalam perseroan terbatas. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian yang khususnya berkaitan dengan kepemilikan saham mayoritas oleh direktur utama. 3. Selain itu dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihakpihak yang berkompeten dalam membuat peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan hukum bisnis. 1.7 Landasan teoritis Perseroan terbatas atau naamloze vennootschap (dalam Bahasa Belanda), company limited by shares (dalam Bahasa Inggris), adapun pengertian menurut UUPT, PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

19 14 Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 17 Sebagaimana diketahui bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Sesuai pikiran Gierke (1873), bahwa badan hukum itu tidak berbeda dengan manusia yang mempunyai sifat kepribadian, dan badan hukum juga mempunyai kehendak yang dibentuk oleh alatalat perlengkapannya. Oleh karena itu perseroan sebagai badan hukum, agar dapat, melakukan kegiatan usahanya seperti manusia, maka diperlukan alat perlengkapan yang disebut organ perseroan. Organ perseroan dalam UUPT terdiri dari RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. 18 Perseroan yang berbentuk perseroan terbatas itu sendiri sebagai badan hukum mempunyai hubungan hukum yang tercipta berdasarkan hal-hal : Peraturan perundang-undangan yang berlaku, Anggaran dasar perseroan Doktrin hukum yang berlaku umum dan universal. Berkaitan dengan tanggung jawab dan hubungan intern perseroan tersebut, terdapat beberapa doktrin hukum penting dalam corporate law. Doktrin hukum ini sangat erat dengan pertanggungjawaban para pemegang saham, komisaris, dan direksi. Doktrin hukum ini dapat digunakan, baik untuk membuat suatu peraturan hukum perseroan yang lebih komprehensif, dengan mengacu pada doktrin hukum yang universal, juga sekaligus warning kepada para pemegang saham, komisaris, dan direksi dalam menjalankan usaha kepada berbagai pihak untuk memanfaatkan doktrin hukum ini dalam menegakkan hak dan keadilan. 17 Abdul R. Saliman, 2014, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Cet VIII, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, h Gatot Supramono, op cit, h. 9

20 15 Adapun doktrin-doktrin hukum yang dapat dikemukakan sehubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini : 1. Piercing The Corporate Veil Pada dasarnya pertanggung jawaban pemegang saham, direksi, dan komisaris dalam perseroan yang berbadan hukum adalah terbatas. Oleh karena itu timbul suatu prinsip, yakni piercing the corporate veil, yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terbatas pemegang saham, direksi, dan atau komisaris dalam hal-hal tertentu dapat menjadi tidak terbatas. Chatamarrasjid menyebutkan, apabila terbukti bahwa telah terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya, sehingga harus bertanggungjawab sampai dengan harta pribadinya dana atau bertanggung jawab pribadinya sendiri, baik pidana maupun perdata. Dalam hal ini, dikemukakan terjadinya piercing the corporate veil atau lifting the veil adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau terpenuhi 2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk (tekwaadetrouw atau badfaith) memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi. 3. Pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan.

21 16 4. Pemegang saham, baik langsung maupun tidak langsung, secara melawan hukum menggunakan kekayaan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan Fiduciary Duty Tanggung jawab direksi wajib dilakukan berdasarkan 3 (tiga) prinsip yang terjalin dalam satu sistem, yaitu prinsip fiduciary duty, prinsip duty of care and skill, dan prinsip standard of care. Henry Campbell Black, yang menyatakan : suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain, dimana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi dalam hukum. Pendapat lain menyatakan, perseroan adalah sebab bagi keberadaan (raison d etre) direksi. Oleh karena itu, tidak salah bila dikatakan bahwa antara perseroan dan direksi terdapat hubungan fiducia yang melahirkan fiduciary duties bagi direksi. Direksi harus mempunyai duty of care and skill, itikad baik, kejujuran, dan loyalitas kepada perusahaan. Duty of care tersebut mengharuskan direksi bersikap hati-hati. Artinya, direksi harus mengikuti prosedur yang berlaku dan dengan pertimbangan yang rasional. Memang tidak ada standar yang baku mengenai duty of care ini, tetapi standar umum yang berlaku adalah adanya hal berikut. Itikad baik (good of faith) Loyalitas yang tinggi (hight degree og loyality) Kejujuran (honesty) Kemampuan/kecakapan (skiil) 19 Try Widiyono, op cit, h

22 17 Peduli terhadap pelaksanaan hukum (care of law enforce-ment) Standartd of care dan Direktur Boneka Banyak sekali direktur perseroan yang dipilih bukan berdasarkan kecakapan (Skill), tetapi lebih dititikberatkan pada kepatuhan terhadap pemegang saham. Direktur ini hanya berfungsi sebagai hiasan dan pemenuhan perundang-undangan bahwa dalam perseroan tersebut mempunyai direksi, sedangkan hakikatnya para direktur tersebut hanya boneka dari pemegang saham. Akibat hukum lebih jauh adalah para direktur boneka dan pemegang saham, pertanggungjawabannya menjadi tidak terbatas. Standard of care bagi direksi perseroan tidak digantungkan kepada formalitas akademisi, tidak juga digantungkan pada status sosial seseorang, tetapi semata-mata digantungkan oleh sikap profesionalisme dan record serta kelakuan/karakter yang bersangkutan sebelumnya, terutama selama lima tahun terakhir dalam mengurus atau sebagai pengawas suatu perseroan. Akibat hukum lebih jauh adalah para direktur boneka dan pemegang saham, pertanggungjawabannya menjadi tidak terbatas. Tidak ada yang melarang bahwa pemegang saham mayoritas maupun minoritas sekaligus sebagai pengurus (Direksi) perseroan atau melarang memilih direktur boneka, sehingga siapa saja dapat menjadi direktur Self Dealing Transaction 20 Ibid, h Ibid, h

23 18 Tugas-tugas direksi dalam mengurus perseroan terkadang akan menemui transaksi yang menyangkut dirinya sendiri (self dealing transaction). Transaksi ini, antara lain transaksi yang dilakukan antara perusahaan holding dengan anak perusahaannya. Dalam perkembangannya, model transaksi yang dikualifikasikan sebagai self dealing transaction dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. 22 Dalam transaksi demikian, ketentuan yang dijadikan landasan tindakan direksi adalah sebagai berikut. Pasal 92 ayat 1 dan 2 UUPT (1) Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. (2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang undang ini dan/ atau anggaran dasar. Pasal 97 ayat 1, 2, dan 3 (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. 22 Ibid, h. 93.

24 19 (3) Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai merupakan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Sekalipun secara tegas tidak terdapat larangan terhadap transaksi yang demikian, tetapi mengingat fungsi dan tugas direksi sebagimana diamanatkan dalam UUPT, maka direksi tidak dibolehkan melanggar asas fiduciary duty dan tetap berpegang pada standart of care. Pelanggran atas prinsip ini, direksi yang bersangkutan dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. 5. Doctrine Corporate Opportunity Munir Fuady memberikan batasan terhadap doktrin ini, yaitu seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham utama tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang diakukannya tersebut sebenarnya merupakan perbuatan semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu. Doctrine corporate opportunity adalah doktrin moral jabatan. Inti doktrin ini adalah larangan penyalahgunaan jabatan apa pun untuk kepentingan dirinya, keluarganya dan kelompoknya. Moral yang dipesankan dalam doktrin ini adalah kejujuran dalam menjalankan amanah sebagai pemegang jabatan. 6. Intavires dan Ultravires Secara sederhana, pengertian intravires adalah dalam kewenangan, sedangkan ultravires diartikan sebagai bertindak melebihi kewenangan.

25 20 Berkaitan dengan intravires, dikemukakan pendapat lain, yang menyatakan intravires adalah perbuatan yang secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam kecakapan bertindak PT (termasuk dalam maksud dan tujuan PT), sedangkan ultravires adalah perbuatan yang berada di luar kecakapan bertindak (tidak termasuk dalam maksud dan tujuan PT) Doctrine Business Judgement Rule Doktrin ini mendudukan manusia pada proporsi yang sebenarnya dengan segala kekurangannya, yang sering mengalami pencapaian atau harapan dari prediksi yang dirancang. Seorang direksi, bagaimanapun tidak mungkin selalu benar dalam menjalankan usahanya karena keliruan (error) adalah kelengkapan manusia. Jadi, sudah sepantasnya jika seorang direktur perseroan tidak digeneralisir untuk bertanggung jawab atas kesalahan dalam mengambil keputusan (mere errors of judgement) tanpa mempertimbangkan unsur manusiawinya. Doktrin business judgement rule memberikan perlindungan kepada direksi perseroan atas kemungkinan adanya kesalahan yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang wajar dan manusiawi Insider Trading Pengertian luas dari kewajiban direksi untuk melakukan kepengurusan perseroan secara beritikad baik sebagimana diatur dalam Pasal 97 ayat 2 UUPT, mencakup juga bahwa dalam mengurus perseroan, direksi wajib menghindari 23 Ibid, h Ibid, h. 98.

26 21 prinsip insider trading. Insider trading ini hakikatnya lebih banyak dikenal berkaitan dengan perseroan yang telah go public. 25 Pengertian insider trading dikelompokan secara limitatif, yang diatur dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UUPM), yaitu: Komisaris, direksi dan pegawai emiten atau perusahaan publik, Pemegang saham utama emiten atau perusahan publik, Orang perseorangan yang karena kedudukannya atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam, Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana disebut di atas. Selanjutnya, Pasal 96 UUPM menjelaskan mengenai larangan orang dalam untuk: Mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek dimaksud; dan Memberikan informasi orang dalam kepada pihak mana pun yang patut diduga dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan efek. 25 Ibid, h. 99.

27 22 Sedangkan pada Pasal 97 terdapat ancaman bagi pihak lain yang berusaha untuk memperoleh informasi dari orang dalam dengan melawan hukum dan atau tidak disediakan oleh emiten. Perkembangan pengertian insider sebagimana diatur dalam UUPM dalam international best practice dianggap ketinggalan zaman, sebab kini berkembang pengertian insider berdasarkan teori penyalahgunaan (misappropriation theory). Teori ini didasarkan atas putusan pengadilan di Amerika Serikat atas kasus United State vs Newman. 26 Putusan tersebut dinyatakan bahwa yang termasuk kategori insider adalah seseorang yang melakukan penyalahgunaan informasi fakta material non-publik. Sehingga insider adalah siapa saja dan tidak dibatasi secara limitatif, seperti ketentuan yang selama ini dianut di Indonesia, sepanjang pihak tersebut melakukan transaksi saham yang didasarkan pada informasi fakta material tersebut melakukan transaksi saham yang didasarakan pada informasi yang belum terbuka untuk umum Metode penelitian Dalam melakukan pembahasan suatu masalah wajib diperlukan suatu metode penelitian yang digunakan baik untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten maupun untuk memperoleh bahan hukum. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 26 Ibid, h Ibid. h. 101

28 Jenis penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Penggunaan metode normatif ini karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum. 28 Penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum Jenis pendekatan Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatanpendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). 30 Penelitian ini, jenis pendekatan yang diterapkan untuk memecah masalah yaitu : 28 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I, Cet V, PT Grafindo Persada, Jakarta, h Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi I, PT. Raja Grafindo Persada, h Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum, Cet XII, PT Kharisma Putra Utama, h. 133.

29 24 1. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach) yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah terhadap berbagai aturan hukum yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani, dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai permasalahan yang diangkat, seperti Kitb Undang Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum. Pendekatan ini merupakan suatu pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk menyelesaikan suatu isu hukum yang dihadapi. Dengan mempelajari hal tersebut peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang diangkat Bahan hukum Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial. Untuk menyelesaikan isu mengenai masalah hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa

30 25 yang seyogianya, peneliti memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif). Bahan hukum tersebut terdiri atas: (a) peraturan perundang-undangan. (b) catatan catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan (c) putusan hakim. 31 Dalam penulisan ini bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-udangan yang berlaku seperti : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum. 32 Sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum Bahan Hukum Tersier 31 H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Cet I, Sinar Grafika, Jakarta, h Amiruddin dan H. Zainal Asikin, op cit, h Peter Mahmud Marzuki, op cit, h. 195

31 26 Sumber bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamuskamus (hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannnya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir Teknik pengumpulan bahan hukum Begitu isu hukum ditetapkan, peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Apabila di dalam penelitian menyebutkan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yang harus dilakukan adalah mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu tersebut. 35 Dalam teknik pengumpulan bahan maka langkah pertama mengadakan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum dengan menafsirkan dan mengkaji peraturan perundang-undangan Teknik analisis Bahan hukum yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisa secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara bahan hukum yang ada yang berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis yaitu suatu cara analisis data yang dilakukan dengan menyusun secara sistematis dan menyeluruh menyangkut fakta yang berhubungan dengan penelitian serta dianalisis secara 34 Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, Edisi I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Peter Mahmud Marzuki, op cit, h. 237

32 27 cermat sehingga diperoleh hasil dari data tersebut kemudian didapatkan kesimpulan hasil penelitian.

KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA

KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA Oleh: I Kadek Indra Setiawan I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In a limited liability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE Oleh : I Made Sanditya Edi Kurniawan Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP)

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) Oleh : Komang Eva Jayanti Nyoman Mas Ariani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS Abstrak : Oleh: Putu Ratih Purwantari Made Mahartayasa Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana Direksi adalah

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP-PRINSIP BADAN HUKUM DI PT. SARI AMERTA UTAMA DENPASAR SUATU KAJIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Limited Liability, Piercing the Corporate Veil, Pemegang saham, Perseroan Terbatas. ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci: Limited Liability, Piercing the Corporate Veil, Pemegang saham, Perseroan Terbatas. ABSTRACT HAPUSNYA TANGGUNG JAWAB TERBATAS PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL Oleh: Arod Fandy Nyoman Satyayudha Dananjaya Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melakukan pembahasan perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak dapat dilepaskan dari suatu bentuk badan usaha yang selama ini paling banyak melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DARI DIREKSI DAN PEMEGANG SAHAM BANK TERLIKUIDASI YANG BERBADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS

PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DARI DIREKSI DAN PEMEGANG SAHAM BANK TERLIKUIDASI YANG BERBADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS 1 PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DARI DIREKSI DAN PEMEGANG SAHAM BANK TERLIKUIDASI YANG BERBADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Oleh: Kadek Dio Anjasmara Ni Ketut Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Univesitas

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS Oleh: AGUS SALIM HARAHAP Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Al-Hikmah Medan Jl. Mesjid No. 1 Medan Estate, Medan 20371 august_harahap@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP Erman, SH, Sp.N Dosen Fakultas Hukum Usahid Jakarta Abstract Management as an element of limited liability company

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Ni Made Evayuni Indapratiwi Made Mahartayasa Hukum Perdata,

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI 1. LATAR BELAKANG Direksi PT. Sat Nusapersada Tbk ( Perseroan ) diangkat oleh Pemegang Saham untuk menjalankan segala tindakan yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan usaha (business organization) di Indonesia sekarang ini demikian beragam

BAB I PENDAHULUAN. Badan usaha (business organization) di Indonesia sekarang ini demikian beragam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Masalah Badan usaha (business organization) di Indonesia sekarang ini demikian beragam jumlahnya.bentuk-bentuk usaha tersebut merupakan peninggalan dari kolonial Belanda.

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP AKTIVITAS PERSEROAN TERBATAS YANG BELUM BERSTATUS BADAN HUKUM

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP AKTIVITAS PERSEROAN TERBATAS YANG BELUM BERSTATUS BADAN HUKUM TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP AKTIVITAS PERSEROAN TERBATAS YANG BELUM BERSTATUS BADAN HUKUM Oleh : A.A Istri Esa Septianingrum Semara Desak Putu Dewi Kasih Ni Putu Purwanti Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain melalui perbankan, lembaga pembiayan, dan pasar modal. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. lain melalui perbankan, lembaga pembiayan, dan pasar modal. Pasar modal 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara membutuhkan pembiayaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Penerimaan pemerintah untuk membiayai

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS 1. LATAR BELAKANG Dewan Komisaris PT. Sat Nusapersada Tbk ( Perseroan ) diangkat oleh Pemegang Saham untuk melakukan pengawasan serta memberikan nasihat kepada

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan usaha adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha dengan perusahaan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN

TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN Oleh : I Made Rika Gunadi I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Dasar hukum merupakan suatu landasan atau aturan yang dijadikan pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan UUPT, Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D 101 10 058 ABSTRAK Corporate Governance merupakan suatu sistem tata kelola

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN KOMISARIS DALAM MELAKUKAN KEPENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN KOMISARIS DALAM MELAKUKAN KEPENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN KOMISARIS DALAM MELAKUKAN KEPENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS oleh Arthya Saor Husada Cok Dalem Dahana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study aims

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) Daftar Isi 1. Landasan Hukum 2. Fungsi Dewan Komisaris 3. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang 4. Pelaporan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS dan DIREKSI

PIAGAM DEWAN KOMISARIS dan DIREKSI PIAGAM DEWAN KOMISARIS dan DIREKSI Piagam Dewan Komisaris dan Direksi PT Grand Kartech, Tbk ( Piagam ) adalah panduan dalam pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang menjadi acuan bagi Dewan Komisaris dan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PERBANDINGAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PERBANDINGAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh: Ida Ayu Ima Purnama Sari I Made Budi Arsika Bagian

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20...

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20... -1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK..../20... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN NOMOR IX.I.6 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN

Lebih terperinci

perubahan Anggaran Dasar.

perubahan Anggaran Dasar. 2. Selain itu Peningkatan Modal Perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS melanggar kewajiban peningkatan modal yang diatur pada Pasal 42 UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan keputusan RUPS untuk penambahan

Lebih terperinci

STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN AKIBAT DARI PEMBUBARAN PERSEROAN

STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN AKIBAT DARI PEMBUBARAN PERSEROAN STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN AKIBAT DARI PEMBUBARAN PERSEROAN Oleh: I Gusti Ngurah Agung Kiwerdiguna I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN Dalam rangka menerapkan asas asas Tata Kelola Perseroan yang Baik ( Good Corporate Governance ), yakni: transparansi ( transparency ), akuntabilitas ( accountability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan nasional meliputi berbagai aspek antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan nasional meliputi berbagai aspek antara lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan nasional meliputi berbagai aspek antara lain politik, ekonomi, sosial, hukum, budaya, dan pertahanan keamanan. Diantara berbagai aspek tersebut

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) 1. Landasan Hukum a. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. Peraturan Otoritas Jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) definisi dari Perseroan Terbatas (selanjutnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA DIREKSI PT TOWER BERSAMA INFRASTRUCTURE Tbk. ( Pedoman Kerja Direksi )

PEDOMAN KERJA DIREKSI PT TOWER BERSAMA INFRASTRUCTURE Tbk. ( Pedoman Kerja Direksi ) PEDOMAN KERJA DIREKSI PT TOWER BERSAMA INFRASTRUCTURE Tbk. ( Pedoman Kerja Direksi ) I. TUJUAN Pedoman Kerja Direksi ini dibuat sebagai petunjuk dan aturan yang antara lain mengatur ketentuan terkait landasan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) Daftar Isi 1. Landasan Hukum 2. Fungsi Direksi 3. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang 4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

PEDOMAN DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN DEWAN KOMISARIS PEDOMAN DEWAN KOMISARIS PT JASUINDO TIGA PERKASA TBK 1. LANDASAN HUKUM 1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33/POJK.04/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas (PT) kalau dilihat dari segi jumlahnya merupakan pilihan bentuk usaha yang paling sering diminati oleh masyarakat, sehingga jumlah badan usaha dalam

Lebih terperinci

SAHAM SEBAGAI OBJEK PEWARISAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

SAHAM SEBAGAI OBJEK PEWARISAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS SAHAM SEBAGAI OBJEK PEWARISAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh: Ida Ayu Putu Widya Indah Sari Ni Wayan Sukeni Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

Pedoman Dewan Komisaris. PT Astra International Tbk

Pedoman Dewan Komisaris. PT Astra International Tbk PT Astra International Tbk Desember 2015 PEDOMAN DEWAN KOMISARIS 1. Pengantar Sebagai perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, PT Astra International Tbk ( Perseroan atau Astra )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak untuk melakukan suatu usaha, hal ini dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka seharihari. Di dalam kondisi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008. 109 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Buku Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008. Abdulkadir, Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk.

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, Direksi dan Dewan Komisaris PT Nusantara Pelabuhan

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin

PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin Abstract When Government encloses its wealth to the-state owned enterprises, The wealth which they have been

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS I. LATAR BELAKANG Dewan Komisaris diangkat oleh Pemegang Saham untuk melakukan pengawasan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013 ANALISA YURIDIS PERMOHONAN PENETAPAN PENGADILAN UNTUK KUORUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM KETIGA YANG LEWAT WAKTU (STUDI KASUS: PERMOHONAN KEPADA KETUA PENGADILAN NEGERI OLEH PT X DIHUBUNGKAN DENGAN KONFLIK

Lebih terperinci

PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk

PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk Pedoman Direksi (Piagam Direksi) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Ketentuan Umum Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengelolaan pengurusan Perseroan, sesuai dengan visi,

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG. Draf Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT) REBONG PERMAI

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG. Draf Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT) REBONG PERMAI - 1 - BUPATI ACEH TAMIANG Draf Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS (PT) REBONG PERMAI BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, sistem hukum itu ada hubungannya timbal balik dengan lingkungannya, sehingga bersifat terbuka, berubah dan mudah diserang, tetapi karena struktur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum.

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum. TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum. ABSTRAK Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan maju mundurnya suatu perusahaan.

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS PT TOWER BERSAMA INFRASTRUCTURE Tbk. ( Pedoman Kerja Dewan Komisaris )

PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS PT TOWER BERSAMA INFRASTRUCTURE Tbk. ( Pedoman Kerja Dewan Komisaris ) PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS PT TOWER BERSAMA INFRASTRUCTURE Tbk. ( Pedoman Kerja Dewan Komisaris ) I. TUJUAN Pedoman Kerja Dewan Komisaris ini dibuat sebagai petunjuk dan aturan yang antara lain mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun jika diteliti lebih jelas KUHD tidaklah

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT TIRTA MAHAKAM RESOURCES Tbk

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT TIRTA MAHAKAM RESOURCES Tbk PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT TIRTA MAHAKAM RESOURCES Tbk 2018 1 BAB I LANDASAN HUKUM, MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 1 Landasan Hukum Piagam Dewan Komisaris ini disusun dengan mengacu pada : 1. Undang Undang No.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh: Climen F. Senduk 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris 1 BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah mengalami perkembangan yang cukup baik dari masa kemasa. Sebagai salah satu contohnya banyak

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ngurah Manik Sidartha I Ketut Markeling Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci