ANALISIS KESIAPAN KECAMATAN GIDO SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN DI KABUPATEN NIAS T E S I S. Oleh ELISMAN DEDDY PRISKA HAREFA /PWD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KESIAPAN KECAMATAN GIDO SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN DI KABUPATEN NIAS T E S I S. Oleh ELISMAN DEDDY PRISKA HAREFA /PWD"

Transkripsi

1 1 ANALISIS KESIAPAN KECAMATAN GIDO SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN DI KABUPATEN NIAS T E S I S Oleh ELISMAN DEDDY PRISKA HAREFA /PWD SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

2 2 ANALISIS KESIAPAN KECAMATAN GIDO SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN DI KABUPATEN NIAS T E S I S Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh ELISMAN DEDDY PRISKA HAREFA /PWD SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

3 3 Judul Tesis : ANALISIS KESIAPAN KECAMATAN GIDO SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN DI KABUPATEN NIAS Nama Mahasiswa : Elisman Deddy Priska Harefa Nomor Pokok : Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Menyetujui, Komisi Pembimbing (Prof. Dr. H.B Tarmizi, SE, SU) Ketua (Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Robert Sibarani, MS) Tanggal Lulus : 9 Februari 2017

4 4 Telah diuji pada Tanggal : 9 Februari 2017 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Prof. Dr. H.B.Tarmizi, SE, SU : 1. Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si 2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA 4. Dr. Rujiman, MA

5 5 PERNYATAAN Judul Tesis ANALISIS KESIAPAN KECAMATAN GIDO SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN DI KABUPATEN NIAS Dengan ini penulis menyatakan bahwa hasil tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan adalah benar merupakan karya tulis sendiri. Adapun pengutipan- pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis atau adanya plagiat dalam bagian- bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi- sanksinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Medan, Februari 2017 Penulis, Elisman Deddy Priska Harefa

6 6 ABSTRAK Penentuan ibukota sebagai pusat pemerintahan harus dilakukan suatu penilaian yang objektif yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Begitu halnya dengan Kabupaten Nias yang ibukotanya sudah ditetapkan di Gido dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2016, namun hingga saat ini kantor pusat pemerintahannya masih di Kota Gunungsitoli. Metode untuk menilai kesiapan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias diukur dari tiga aspek yaitu aspek keterjangkauan, aspek ketersediaan dan aspek kecukupan secara deskriptif kualitatif. Kriteria kriteria yang perlu mendapatkan penilaian dalam menentukan calon ibukota tersebut antara lain adalah aspek tata ruang, aksesbilitas, keadaan fisik, kependudukan dan ketersediaan fasilitas yang diatur dalam faktor dan indikator tolak ukur menurut Undang Undang Nomor 78 Tahun 2007 yang digunakan dalam menentukan ibukota kabupaten diseluruh kabupaten di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias diukur dari tiga aspek yaitu aspek keterjangkauan, aspek ketersediaan dan aspek kecukupan, layak untuk dijadikan sebagai ibukota Kabupaten Nias dibandingkan dengan daerah di kecamatan lainnya. Kenyataannya hingga saat ini ibukota/ pusat pemerintahan Kabupaten Nias belum dipindahkan hingga saat dilakukan penelitian. Faktor penyebabnya adalah kurangnya political will dari Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dengan alasan keterbatasan anggaran yang dimiliki daerah Kabupaten Nias. Kata Kunci : Kesiapan ibukota, keterjangkauan, ketersediaan, kecukupan i

7 7 ABSTRACT Determining capital city as the government center has to use an objective assessment, based on certain criteria by paying attention to people s aspiration. The capital of Nias Regency has been determined in Gido by the issuance of Government Regulation No. 30/2016; however, its Government Office is still in Gunungsitoli. A method to asses the preparation of Gido as the capital of Nias Regency is measured from three aspects: aspect of attainability, the aspect of availability, and the aspect of sufficiency descriptive qualitatively. Some criteria which need to obtain assessment in determining the prospective capital are the aspects of layout, accessibility, physical condition, demography, and the availability of facility which are organized the benchmark factor and indicator of Law No. 78/2007 used in determining the capital of all regencies in Indonesia. The result of the research showed that the preparation of Gido to become the capital of Nias Regency was measured from 3 aspects: aspect of attainability, the aspect of availability, and the aspect of sufficiency which are feasible to become the capital of Nias regency, compared with the other subdistricts. In reality, up to the present the capital of Nias regency has not been moved. The inhibiting factor is the lack of political will of the Nias District Government with the reason of shortage of its budget. Keywords: Preparation for a Capital, Attainability, Availability, Sufficiency ii

8 8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini berjudul Analisis Kesiapan Kecamatan Gido Sebagai Pusat Pemerintahan di Kabupaten Nias disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana. Keberhasilan pengerjaan dan penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak. Prof. Dr. Robert Sibarani, MS, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana. 3. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE dan Bapak Ir. Supriadi, MS, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Prof. Dr. H.B. Tarmizi, SE, SU dan Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang dengan ketulusan, kearifan dan kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penyusunan tesis ini. 5. Bapak Prof. Dr. Lic. rer.reg. Sirojuzilam, SE, Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D. Ak, CA dan Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini 6. Kepada seluruh dosen civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam proses administrasi maupun kelancaran akademik pada Program Studi PWD USU Medan. 7. Bapak Bupati Nias dan selaku Pemerintah Kabupaten Nias yang telah memberikan izin dan membantu kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana. 8. Bapak Camat Gido beserta jajarannya, Kepala-kepala Desa di Kecamatan Gido, masyarakat Kecamatan Gido dan masyarakat Kabupaten Nias yang telah bersedia membantu dan menyajikan data. 9. Kedua orang tua saya, Ayahanda Meiman Harefa dan Ibunda Ida Swastuty atas dukungan doa dan motivasi. 10. Istri saya tercinta Noveni Laoli dan kedua anak-anak saya Jeremy Alvaro Harefa dan Nelson Azriel Harefa yang telah mendukung dan memberikan doa dan motivasi. 11. Seluruh karyawan/karyawati Sekretariat Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana. iii

9 9 12. Teman-teman kuliah pada Program Studi Perencanaan Universitas Sumatera Utara dan semua rekan satu angkatan yang telah senantiasa memberi sumbangsih, saran dan masukan. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Untuk itu dengan rendah hati Penulis menerima saran dan kritik membangun demi semua pihak. Akhirnya dengan rahmat Tuhan Yang Esa tesis ini penulis persembahkan bagi semua pihak yang membacanya, dengan harapan dapat memberikan arti dan manfaat. Sekian. Medan, Februari 2017 Penulis Elisman Deddy Priska Harefa NIM iv

10 10 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pusat Pemerintahan Kota Sebagai Pusat Pelayanan Fungsi dan pelayanan kota Model perkembangan kota Teori Pusat Pelayanan Jangkauan pusat pelayanan Teori lokasi dan pusat pertumbuhan Pengembangan Wilayah Analisis Deskriptif Analisis SWOT Penelitian Sebelumnya Kerangka Pemikiran BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian v

11 Jenis dan Sumber Data Teknik dan Pengumpulan Data Populasi dan Sampel Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis faktor dan indikator tentang kriteria penilaian penentuan ibukota kabupaten yang berlaku di seluruh kabupaten di Indonesia Identifikasi keterjangkauan (affordability) ke lokasi ibukota Kabupaten Nias yang ditetapkan di Kecamatan Gido Identifikasi kecukupan (recoverability) yang sudah ada di Kecamatan Gido ditetapkannya menjadi ibukota Kabupaten Nias Identifikasi kesesuaian (replicability) potensi Kecamatan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias Analisis SWOT Defenisi Operasional BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Luas Wilayah Kependudukan Mata Pencaharian Fasilitas Sarana dan Prasarana Transportasi Kondisi Eksisting dan Analisa Fasilitas Sarana dan Prasarana Pemerintah Daerah Kabupaten Nias di Kota Gunungsitoli Analisis Fasilitas dan Kondisi Sarana dan Prasarana di Kecamatan Gido Lokasi Rencana Perkantoran Analisa Kesiapan Kecamatan Gido sebagai Pusat Pemerintahan di Kabupaten Nias Keterjangkauan (affordability) Kecukupan (recoverability) Kesesuaian (replicability) vi

12 Faktor Internal dan Faktor Eksternal Faktor Internal Faktor Eksternal Penjelasan Matriks SWOT Diagram SWOT Rencana Strategis Kebijakan Pemerintah ke depan Membangun Gido menjadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias Strategi Pengembangan Struktur Ruang Strategi Sarana dan Prasarana Wilayah Strategi pengembangan Kawasan Lindung Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas Kebijakan Pemerintah Mengembangkan Gido Wilayah Perencanaan Daya Tampung Lahan Maksud dan Tujuan Perumusan Rencana Ruang Lingkup Penyusunan Rencana Metode Pendekatan Rencana BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA vii

13 13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 3.1 Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Faktor dan Indikator Pembentukan Wilayah Kategori Indikator Kelulusan menurut PP Nomor 78 Tahun Luas Wilayah menurut Desa di Kecamatan Gido Tahun 2015 dan Rasio Terhadap Total Luas Kecamatan Jumlah Penduduk dan Kepadatan dirinci menurut Desa Tahun Luas Panen, Produksi Padi dan Rata Rata Produksi Padi menurut Desa Tahun Luas Panen Palawija menurut Jenis dan Desa Tahun 2015 (Ha) Luas Tanaman Keras menurut Jenis dan Desa Tahun 2015 (Ha) Kebutuhan Perkantoran Berdasarkan Luas Lahan Ruas Jalan Nasional di Kabupaten Nias Tahun Ruas Jalan Propinsi di Kabupaten Nias Tahun Ruas Jalan Kabupaten di Kabupaten Nias Tahun Banyaknya Murid SD, SMP, dan SMA menurut Desa di Kecamatan Gido Tahun Jumlah Sarana kesehatan di Kecamatan Gido Tahun Perhitungan Indikator dan Faktor Pembentukan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias menurut PP Nomor 78 Tahun Kategori Indikator Kelulusan menurut PP Nomor 78 Tahun Tabel Rekap Hasil Skoring Tiga Kecamatan Matriks SWOT viii

14 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Matriks Ekstenal Factor Evaluation (EFE) ix

15 15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Analisis Spasial Kesesuaian Jangkauan Penentuan Kecamatan Gido Sebagai Pusat Kecamatan Peta Struktur Ruang Kabupaten Peta Analisis Akses Jalan Menuju Kecamatan Gido Sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias Diagram SWOT x

16 16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Tabel Perhitungan Indikator Kecamatan Gido Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun Tabel Perhitungan Indikator Kecamatan Idanogawo Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun Tabel Perhitungan Indikator Kecamatan Bawolato Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun Tabel Perbandingan Kecamatan Gido dengan Kecamatan Idanogawo Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun Tabel Perbandingan Kecamatan Gido dengan Kecamatan Bawolato Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun Tabel Pembobotan Hasil Kuesioner SWOT Daftar Wawancara dan Kuesioner SWOT Gambar Lokasi Area Pertapakan Kabupaten Nias SK. Bupati Nias 050./ 66 / K / Surat Izin Penelitian Nomor : 070/2411/BPPS/ Surat Rekomendasi Nomor : 074/2052/ xi

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan publik merupakan kebutuhan bagi setiap negara, khususnya dalam konteks pemerintahan. Kebijakan publik dapat mendorong atau menekan aktifitas masyarakat pada suatu negara. Keunggulan negara bangsa ditentukan oleh keunggulan kebijakan publiknya. Pemerintahan daerah juga mempunyai kebijakan publik. Dengan demikian daerah yang unggul adalah daerah yang mempunyai kebijakan publik yang tepat (effectiveness, efficiency, responsiveness, equity, accountability, rule of law). Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh organisasi publik (publik organization, pemerintah). Pemerintah mengambil keputusan untuk mengarahkan masyarakat untuk mencapai tujuantujuan publik tertentu. Kebijakan publik tertinggi di daerah adalah peraturan daerah. Peran setiap negara/daerah (pemerintah pusat/daerah) semakin penting, dalam rangka membangun daya saing global bagi negara atau daerahnya. Pencapaiannya sangat tergantung pada kebijakan publik yang ditetapkan (Miraza, 2010). Pada hakekatnya kebijakan publik adalah intervensi pemerintah yang bertujuan untuk mengubah yang ada atau mempengaruhi arah dan kecepatan dari perubahan yang sedang berlangsung dalam masyarakat, guna mewujudkan kondisi yang diinginkan. Intervensi itu dilakukan melalui suatu atau serangkaian strategi kebijakan dengan menggunakan berbagai instrument kebijakan. Dalam hal ini, kondisi yang ingin dipengaruhi serta kemungkinan perubahan yang akan terjadi sangatlah bersifat spesifik. Artinya sangat bergantung pada ketepatan waktu dan 1

18 2 ketepatan sasaran serta ketepatan lingkungan masyarakat. Hal seperti ini hanya dapat dipahami dan dihayati secara tepat oleh mereka yang hidup dalam masyarakat bersangkutan. Bahwasanya campur tangan dan pengaturan pemerintah (negara/daerah) terhadap kehidupan masyarakat adalah sesuai berdasarkan peraturan dan undangundang dan sesuai dengan harapan masyarakat. Tanpa campur tangan dan pengaturan yang jelas terhadap hubungan-hubungan dimaksud maka akan muncul suatu ketidakefisienan dalam kehidupan (ekonomi, sosial, politik, ketertiban). Di samping ada pihak yang mendapatkan manfaat, akan ada pihak-pihak yang dirugikan dari aktifitas yang dilakukan oleh kelompok atau individu kelompok terhadap pihak lainnya, atau kejadian hubungan tersebut dinamakan eksternalitas yang negatif. Dari keterangan di atas jelas bahwa pemerintah (negara/daerah) mempunyai peran yang sangat menentukan terhadap kehidupan masyarakatnya dan hendaknya hal ini menjadi perhatian pemerintah (negara/daerah). Oleh sebab itu peran pemerintah di dalam mengatur kehidupan masyarakat harus benar, harus efektif dan efesien. Semua dapat dilihat dari kebijakan publik yang disusun dan dilaksanakan. Pengaturan itu terwujud dalam bentuk kebijakan publik. Keunggulan dan kemajuan suatu kota/ kabupaten/ negara sangat ditentukan oleh kualitas kebijakan publik yang dikeluarkan dan yang akan dilaksanakan. Dari kebijakan publik yang disusun, masyarakat tahu kemana campur tangan dan pengaturan diarahkan. Dan masyarakat juga tahu apakah pemerintahan negara/ daerah telah berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kebijakan publik harus melindungi dan menjaga

19 3 kepentingan seluruh masyarakat dan harus mendorong bagi terciptanya keunggulan dan kemandirian masyarakat. Akhir-akhir ini dan ke depan permasalahan pembangunan di Indonesia akan semakin kompleks dan beragam. Hal ini disebabkan karena seiring dengan tujuan pembangunan itu sendiri adalah bagaimana supaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus ini merupakan Indonesia vision bila kita merefleksi terhadap capaian pembangunan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, maka terlihatlah perjalanan panjang sejak Indonesia merdeka. Upaya pembangunan secara nasional dengan berbagai program sektoral secara otomatis akan mewujudkan pemerataan hasil pembangunan di pelosok daerah. Jawaban inilah yang ditunggu dengan diberlakukannya sistem desentralisasi dalam bentuk otonomi daerah dengan wujud pemekaran wilayah (Sirojuzilam, 2011). Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memberikan kewenangan yang luas dan nyata kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Terkait dengan hal tersebut dalam menentukan ibukota sebagai pusat pemerintahan harus dilakukan penilaian yang objektif yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Kriteria-kriteria yang perlu mendapat penilaian dalam menentukan calon ibukota tersebut antara lain adalah aspek tata ruang, aksesbilitas, keadaan fisik, kependudukan dan ketersediaan fasilitas. Menurut Bappenas (2005), pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja, dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

20 4 komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Semua faktor di atas adalah penting tetapi masih dianggap terpisah-pisah satu sama lain dan belum menyatu sebagai komponen yang membentuk basis untuk penyusunan konsep pembangunan wilayah (regional) secara komprehensif. Pemekaran daerah secara intensif berkembang di Indonesia sebagai salah satu jalan untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Banyak pihak ragu apakah tujuan pemekaran tersebut dapat tercapai atau tidak. Meski saat ini pemekaran tidak dapat dihindarkan lagi dalam situasi politik yang terjadi namun upaya pembangunan penilaian yang lebih objektif akan bermanfaat dalam menentukan arah kebijakan pemekaran selanjutnya. Tujuan pemekaran merupakan suatu upaya percepatan pembangunan yang berorientasi kepada pelayanan publik yang mudah, dekat, nyata bisa dirasakan masyarakat yang bertujuan mensejahterahkan serta memakmurkan masyarakat secara keseluruhan. Atas dasar tersebut berdasarkan kajian, potensi, dan uji kelayakan dalam pemekaran daerah, pemerintah pusat melalui surat ketetapan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003, Nomor 45 Tahun 2008, Nomor 46 Tahun 2008 dan Nomor 47 Tahun 2008 memekarkan Kabupaten Nias menjadi 5 bagian yang terdiri dari Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias sebagai kabupaten induk yang beribukota di Gunungsitoli. Akan tetapi 96 bulan sejak Undang- Undang tersebut ditetapkan ibukota sekaligus Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias

21 5 tetap berada di Gunungsitoli, artinya di bandingkan Nias Selatan, Nias Utara dan Nias Barat tentu sangat ketinggalan dan terbelakang. Apabila Nias Selatan, Nias Utara dan Nias Barat sudah bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mulai membangun infrastruktur pemerintahan di wilayahnya sendiri, Nias yang justru sebagai ibu dari kabupaten baru tersebut masih menumpang di rumah tangga Pemerintahan Kota Gunungsitoli. Hal ini tentu sangat merugikan masyarakat Kabupaten Nias, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan efek dari penempatan pusat pemerintahan di wilayah sendiri tidak bisa dirasakan masyarakat. Kabupaten Nias adalah kabupaten induk sebelum dimekarkannya Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunungsitoli yang menjadi 5 (lima) kabupaten/kota yaitu (i) Kabupaten Nias, (ii) Kabupaten Nias Selatan, (iii) Kabupaten Nias Utara, (iv) Kabupaten Nias Barat dan (v) Kota Gunungsitoli pada tahun 2003 dan Berdasarkan penegasan yang ditemukan pada keempat kebijakan yang dituangkan dalam Undang-undang : 1. Pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan di Provinsi Sumatera Utara, pada bagian pertama tentang ibukota, tepatnya Pasal 9, disebutkan bahwa ibukota Kabupaten Nias Selatan berkedudukan di Teluk Dalam. 2. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara, pada bagian keempat tentang ibukota, tepatnya Pasal 7, disebutkan bahwa ibukota Kabupaten Nias Utara berkedudukan di Kecamatan Lotu.

22 6 3. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara, pada bagian keempat tentang ibukota, tepatnya Pasal 7, disebutkan bahwa ibukota Kabupaten Nias Barat berkedudukan di Kecamatan Lahomi. 4. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara. Tidak ditetapkannya ibukota Gunungsitoli mengingat Kabupaten Nias (induk) masih beribukotakan Gunungsitoli. Perpindahan ibukota kabupaten bukan sekedar persoalan pusat pemerintahan, namun hal ini merupakan perubahan yang sangat mendasar, yakni perubahan paradigma lama ibukota sebagai pusat seluruh aktivitas pemerintahan ke paradigma baru bahwa ibukota kabupaten direncanakan sedemikian rupa untuk menjadi pusat pelayanan. Dari sisi nasional, hal ini sekaligus diharapkan mampu mengatasi ketimpangan pembangunan dengan merencanakan pembangunan lebih merata dan seimbang (Purba, 2006). Menurut Soekarno (1999), dalam kajian tentang pemindahan ibukota kabupaten menyatakan bahwa tahapan proses pemindahan ibukota kabupaten secara administratif sebagai berikut : a) legalisasi keinginan masyarakat melalui dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang perlunya ibukota kabupaten pindah, b) Bupati meneruskan keinginan tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah Provinsi untuk mendapat persetujuan, c) Gubernur meneruskan usulan calon ibukota kabupaten tersebut kepada Menteri Dalam Negeri diteruskan ke Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) untuk meneliti calon lokasi ibukota kabupaten terbaik, d) Hasil penelitian DPOD oleh Menteri Dalam Negeri

23 7 diteruskan kepada menteri-menteri terkait untuk mendapat dukungan, e) Setelah mendapat dukungan dari menteri-menteri terkait, Menteri Dalam Negeri menyampaikan usulan lokasi terbaik di atas. Fungsi kota dicerminkan oleh kelengkapan dan kualitas fasilitas pelayanan perkotaan yang dimilikinya, disamping itu kota ditinjau dari segi aksesibilitasnya ke kota-kota lain atau wilayah belakangnya. Pandangan pembangunan daerah pedesaan dan pembangunan daerah perkotaan menurut Adisasmita (2010), seringkali dipertentangkan antara pembangunan daerah pertanian (pedesaan) dengan pembangunan daerah perkotaan. Seyogianya jangan dipertentangkan, keduanya bersifat saling melengkapi (komplementer). Daerah pedesaan memiliki potensi produksi komoditas pertanian (misalnya pangan dan lain-lainnya), yang sebagian dari padanya dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk di daerah perkotaan. Sebaliknya di daerah perkotaan terdapat berbagai industri dan hasil-hasilnya didistribusikan untuk penduduk daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Kebutuhan akan tenaga kerja sektor industri di daerah perkotaan pada suatu saat disuplai dari daerah pedesaan. Jelas bahwa antara keduanya saling membutuhkan dan saling mengisi. Unsur penting struktur dasar kawasan, tiga unsur struktur dasar kawasan/wilayah meliputi : (i) pusat, (ii) wilayah pelayanan/ pengaruh dan (iii) jaringan transportasi. Dalam kaitannya dengan pusat sebagai kekuatan penggerak pembangunan yang perlu diperhatikan adalah jumlahnya, besarnya, fungsinya, hirarki dan kaitannya. Untuk menbangun suatu kawasan andalan diperlukan keberadaan suatu kota yang berfungsi sebagai pusat penggerak utama (primer

24 8 mover) yang ditopang oleh pusat-pusat pendukung yang relatif kecil yang diharapkan mampu menunjang pertumbuhan sektor-sektor yang saling menunjang secara cepat ke seluruh daerah. Sebaliknya suatu kawasan yang memiliki sejumlah kota/ pusat kecil adalah relatif lemah, diupayakan agar pusat-pusat lokal yang independen membentuk sistem kota-kota yang saling bergantungan secara fungsional, baik dalam kawasan yang bersangkutan dan selanjutnya secara antar kawasan. Jaringan transportasi merupakan fasilitas penunjang interaksi dan orientasinya secara geografis dalam kawasan yang bersangkutan ataupun ke luar kawasan (regional dan nasional). Menyiapkan Kecamatan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan proses yang sangat lama. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti mengidentifikasi potensi yang menjadi kekuatan mengapa Gido terpilih sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Nias, apa yang menjadi hambatan dalam proses dilaksanakannya pemindahan pusat pemerintahan, faktorfaktor yang mendukung dan menghambat yang ada dalam Kecamatan Gido itu sendiri sebagai peluang dan tantangan Kecamatan Gido sebagai pusat pemerintahan yang menjadi ibukota Kabupaten Nias. Berdasarkan Permendagri No. 30 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibukota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibukota, dan Pemindahan Ibukota, Pasal 9, Persyaratan calon ibukota provinsi atau ibukota kabupaten/kota dan pusat pemerintahan pada Kabupaten Nias dimana Kecamatan Gido menjadi calon kuat sebagai pusat pemerintahan mencakup : a. Kondisi geografis adalah salah satu faktor penting dan utama dalam penentuan kawasan pemerintahan.

25 9 Kondisi Kecamatan Gido, masih memiliki banyak daerah datar atau tingkat kemiringan lereng yang rendah dan berada didataran yang relative tinggi, sehingga lokasi tersebut relative cukup aman dari bencana alam terutama banjir dan tanah longsor, memiliki sumber mata air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih bagi kepentingan ibukota kabupaten dan pusat pemerintahan dan juga masih banyak terdapat lahan dengan konstruksi tanah yang stabil sehingga layak untuk dibangun. b. Kesesuaian dengan rencana tata ruang adalah yang dimana rencana tata ruang daerah harus menetapkan daerah yang menjadi pusat pelayanan kabupaten atau yang dikenal dengan PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Maka berdasarkan RTRW Kabupaten Nias ditetapkan Kecamatan Gido sebagai PKL atau merupakan salah satu pusat pertumbuhan dan kegiatan di Kabupaten Nias yang melayani daerah bawahannya. c. Ketersediaan lahan merupakan pertimbangan lainnya sebab lahan yang akan dibangun akan menjadi pusat pemerintahan dimana akan menjadi aset Pemerintah Daerah. Berdasarkan penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Nias maka diperoleh Kecamatan Gido tersedia lahan kosong yang siap untuk dihibahkan menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Nias. d. Sosial, budaya dan sejarah adalah merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan ibukota kabupaten karena dapat menjadi kebanggaan dan ciri khas pada daerah tersebut. Berdasarkan sejarah perkembangan Kabupaten Nias setelah jaman kemerdekaan, maka Kecamatan Gido merupakan kecamatan yang cukup tua di Kabupaten Nias yang dibentuk pada tahun 1953 yang merupakan pemekaran antara Kecamatan Gunungsitoli dan Kecamatan Idanogawo. e. Politik dan Keamanan adalah merupakan faktor penting dalam penentuan suatu lokasi pusat pemerintahan sehingga tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari yang dapat mengakibatkan terganggunya proses aktifitas pemerintahan. Penetapan Kecamatan Gido sebagai ibukota kabupaten dan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias merupakan hasil penjaringan aspirasi

26 10 masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga diperkirakan kedepannya tidak akan muncul gejolak permasalahan politik dan keamanan sehingga lebih kondusif. f. Sarana dan prasarana harus tersedia pada lokasi perencanaan adalah sudah terdapatnya jaringan listrik dan adanya badan jalan sehingga pembangunan pusat pemerintahan tidak terlalu sulit dan memakan biaya yang terlalu besar karena harus menyediakan seluruh sarana dan prasarana dari dasar atau nol. Sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Nias yang sudah berdiri cukup lama, maka Kecamatan Gido sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung yang dapat mendukung dan menampung aktivitas masyarakat khususunya Kecamatan Gido itu sendiri. g. Aksesbilitas dengan memperhatikan keterjangkauan pelayanan masyarakat. Kecamatan Gido berada ditengah Kabupaten Nias sehingga cukup menjadi sentral sebagai ibukota kabupaten dan Pusat Pemerintahan dalam melakukan pelayanan publik bagi kecamatan lainnya yang terdapat di Kabupaten Nias. Berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk diteliti bagaimana analisis kesiapan Kecamatan Gido sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian berjudul Analisis Kesiapan Kecamatan Gido sebagai Pusat Pemerintahan di Kabupaten Nias Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, penelitian perumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana keterjangkauan (affordability) menuju lokasi ibukota Kabupaten Nias yang ditetapkan di Gido.

27 11 b. Bagaimana kecukupan (recoverability) yang sudah ada di Kecamatan Gido ditetapkannya menjadi ibukota Kabupaten Nias. c. Bagaimana kesesuaian (replicability) potensi Kecamatan Gido menjadi Ibukota Kabupaten Nias Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi keterjangkauan (affordability) ke lokasi ibukota Kabupaten Nias yang ditetapkan di Kecamatan Gido. b. Mengidentifikasi kecukupan (recoverability) yang sudah ada di Kecamatan Gido ditetapkannya menjadi ibukota Kabupaten Nias. c. Mengidentifikasi kesesuaian (replicability) potensi Kecamatan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias. d. Strategi pengembangan Kecamatan Gido sebagai Ibukota Kabupaten Nias Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat sebagai berikut : a. Bagi instansi terkait, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan rujukan/ informasi dalam meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam upaya pengembangan wilayah. b. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi dalam pemanfaatan pelayanan pemerintah di Kabupaten Nias.

28 12 c. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan pelayanan pemerintahan dan pengembangan wilayah.

29 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pusat Pemerintahan Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat kedudukan pusat pemerintahan kabupaten, dalam perkembangannya dapat menjelma menjadi kota yang makin mempunyai ciri dan tingkat kemajuan yang memenuhi syarat untuk diklasifikasikan sebagai kota. Bila tahap perkembangan yang demikian itu terjadi, dijumpai suatu dilema karena kota dan kabupaten mempunyai tingkat yang sama tatanannya dari segi hirarki administrasi pemerintahan (Soekarno, 1999). Tatanan pemikiran sistem pemerintahan yang berlaku, menimbulkan kecenderungan yang mengarah kepada diambilnya keputusan untuk memindahkan lokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten keluar dari kota kedudukannya semula. Seperti yang terjadi pada Kabupaten Nias, yaitu memindahkan ibukota dari sebelumnya berada pada wilayah Kota Gunungsitoli ke wilayah perencanaannya ke Kecamatan Gido, salah satu wilayah kecamatan dalam wilayah Kabupaten Nias. Kawasan pemerintahan merupakan tempat untuk melaksanakan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pemerintahan, baik itu kegiatan politik dan administratif, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal mengenai politik dan pemerintahan. Salah satu tujuan dari direncanakannya kawasan tersebut yaitu untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat dimana hal itu tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah sendiri dalam melaksanakannya (Purba, 2005). 13

30 14 Banyak hal yang harus dipenuhi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dalam suatu daerah, salah satu diantaranya adalah melalui aspek desain, yaitu melalui perancangan kawasan pemerintahannya. Kawasan pemerintahan merupakan tempat untuk melaksanakan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pemerintahan, baik itu kegiatan politik dan administratif, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal mengenai politik dan pemerintahan (Purba, 2005). Salah satu tujuan dari direncanakannya kawasan tersebut yaitu untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat dimana hal itu tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah sendiri dalam melaksanakannya. Banyak hal yang harus dipenuhi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dalam suatu daerah, salah satu diantaranya melalui aspek desain, yaitu melalui perancangan kawasan pemerintahannya (Purba, 2005). Menurut Hamid (2008), ada beberapa faktor dan indikator untuk menentukan lokasi atau wilayah calon ibukota kabupaten yaitu meliputi : a. Faktor lingkungan makro adalah dorongan lingkungan baik dari dalam maupun dari luar seperti dorongan ketersediaan ruang atau lahan untuk menjadikan ibukota kabupaten sebagai pusat pemerintahan, pusat pengendalian dan pertumbuhan pembangunan. Pusat jasa perdagangan dan jasa sosial lainnya tentu memerlukan ruang atau lahan yang luas karena tidak saja lahan yang disediakan hanya untuk perkantoran tetapi juga untuk kepentingan kegiatan ekonomi sosial. b. Faktor endowment daerah yaitu ketersediaan SDM yang memadai dan SDA yang potensial serta tingkat pengetahuan masyarakat yang cukup sebagai calon warga ibukota kabupaten, sedangkan yang dimaksud

31 15 dengan SDA yang potensial adalah ketersediaan sumber air, tanah dan lain sebagainya. c. Faktor budaya yang meliputi sifat dan perilaku masyarakat, adat istiadat yang memberikan dukungan terhadap penetapan ibukota kabupaten. Disamping faktor-faktor tersebut diatas ikut menentukan kelayakan lokasi ibukota kabupaten yaitu daya dukung alam seperti yang disebut diatas antaranya lahan dan sumber air, akses kemudahan pelayanan serta ketersediaan infrastruktur dasar seperti jalan raya yang ada sehingga dapat meringankan beban pembiayaan infrastruktur dan sekaligus telah berfungsi dengan dimulainya pembangunan sarana pemerintahan didalam wilayah ibukota kabupaten (Hamid, 2008) Kota Sebagai Pusat Pelayanan Pusat pelayanan yang terletak di dalam kawasan perkotaan menjadi tempat sentral aktifitas masyarakat, terbentuk sebagai kawasan yang paling dinamis dan menjadi denyut nadi perkembangan suatu wilayah. Berbagai fasilitas pelayanan yang lebih berfariasi membuat pusat pelayanan sebagai tempat yang menarik bagi masyarakat di luar kawasan pusat kota. Adanya pusat pelayanan yang mengalami kegagalan dalam perkembangannya disebabkan oleh banyak posisi daerah hinterland-nya yang justru terserap masuk ke dalam wilayah pusat yang lebih besar, berakibat daerah ini mengalami perkembangan yang stagnan atau bahkan mengalami kemunduran dalam pembangunannya, sehingga menyebabkan kesenjangan antara wilayah (Sukirno, 1976).

32 16 Berbagai fasilitas dan lapangan kerja yang lebih bervariasi membuat suatu kota sebagai tempat menarik bagi masyarakat di luar kawasan perkotaan. Tentunya hal tersebut menyebabkan pusat kota banyak diminati oleh masyarakat setempat maupun pendatang untuk beraktifitas di dalam kota, walaupun dia bertempat tinggal di luar kawasan perkotaan tersebut (Bappenas, 2001). Christaller (1966) dalam Djojodipuro (1992), mendefenisikan tempat pusat atau lebih dikenal dengan sentral place merupakan kota-kota yang menyajikan barang dan jasa bagi masyarakat di wilayah sekelilingnya dengan membentuk suatu hirarki berdasarkan jarak dan ambang batas penduduk. Pembagian hirarki pelayanan tersebut, mengakibatkan suatu kota (dengan hirarki pelayanan paling tinggi) secara alami memiliki potensi daya tarik yang besar dan berpengaruh besar bagi daerah-daerah yang kekuatannya lebih kecil, dimana kota tersebut mempunyai kemampuan menarik potensi, sumber daya dari daerah lain dan kota dibawahnya. Kesenjangan wilayah apabila dibiarkan berlarut-larut maka akan memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan wilayah. Adapun konsekuensi yang ditimbulkannya, yaitu : 1) Makin besarnya migrasi penduduk desa, terutama yang memiliki ketrampilan (skill), masuk ke wilayah perkotaan karena peluang untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. 2) Investasi cenderung mengalir ke wilayah yang sudah berkembangan karena peluang untuk meraih keuntungan lebih besar karena faktor pasar yang lebih mendukung.

33 17 3) Pemerintah cederung melakukan investasi pembangunan di wilayah yang sudah berkembang karena kebutuhannya yang lebih besar. Seiring berlangsungnya pembangunan ini, guna mengatasi terjadinya kesenjangan wilayah antara kota utama dengan kota menengah/ kecil Fungsi dan pelayanan kota Secara umum karakteristik kota dapat ditinjau berdasarkan aspek fisik, sosial serta ekonomi. Berdasarkan bidang ilmu, kota atau perkotaan telah menjadi pokok bahasan di bidang geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, engineering, planologi, dan lain-lain (Tarigan, 2006). Berkaitan dengan konteks ruang menurut Tarigan (2006), kota merupakan satu sistem yang tidak berdiri sendiri, karena secara internal kota merupakan satu kesatuan sistem kegiatan fungsional didalamnya, sementara secara eksternal, kota dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Kota ditinjau dari aspek fisik merupakan kawasan terbangun yang terletak salang berdekatan/ terkonsentrasi, yang meluas dari pusatnya hingga ke wilayah pinggiran, atau wilayah geografis yang didominasi oleh struktur binaan. Kota ditinjau dari aspek sosial merupakan konsentrasi penduduk yang membentuk suatu komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas melalui konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja. Kota ditinjau dari aspek ekonomi memiliki fungsi sebagai penghasil produksi barang dan jasa, untuk keberlangsungan kota itu sendiri. Di Indonesia, kawasan perkotaan dibedakan berdasarkan status administrasinya, yaitu : 1) Kawasan perkotaan berstatus administratif daerah kota;

34 18 2) Kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari daerah kabupaten; 3) Kawasan perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan; dan 4) Kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan (Tarigan, 2006). Peranan dan fungsi kota dalam lingkup wilayah menurut Tarigan (2006), sistem kota-kota terbentuk karena adanya keterkaitan antara satu kota dengan kota yang lain, baik secara spasial maupun fungsional. Suatu kota mempunyai potensi untuk membentuk suatu sistem dengan kota-kota lain karena tersedianya infrastruktur, faktor lokasi dan penduduk. Dalam sistem kota-kota, terdapat banyak kota yang saling berkaitan secara fungsional, yang antara lain digambarkan oleh orientasi pemasaran geografis. Keterkaitan antar kota dalam suatu sistem kota-kota terjadi karena terdapat kota sebagai pusat koleksi/ distribusi komoditas dan kota sebagai kode yang ukurannya berbeda-beda tergantung jumlah penduduk, fungsi dan hirarkinya. Peran penting yang diemban oleh interaksi atau keterkaitan antar kota adalah : (1) mewujudkan integrasi spasial, karena manusia dan kegiatannya terpisah-pisah dalam ruang, sehingga interaksi ini penting untuk mengkaitkannya; (2) memungkinkan adanya differensiasi dan spesialisasi dalam sistem perkotaan; (3) sebagai wahana untuk pengorganisasian kegiatan dalam ruang; dan (4) memfasilitasi serta menyalurkan perubahan-perubahan dari satu simpul ke simpul lainnya dalam sistem.

35 19 Dalam lingkup wilayah yang lebih luas, setiap kota mempunyai fungsi baik fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi umum kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk, sedangkan fungsi khusus kota adalah dominasi kegiatan fungsional di suatu kota yang dicirikan oleh kegiatan ekonomi kota tersebut yang mempunyai peran dalam lingkup wilayah yang lebih luas. Di Indonesia, National Urban Development Strategy (NUDS, 1985) telah mengidentifikasi empat fungsi dasar kota/ perkotaan: Hinterland Services, Interregionsl communication, Goods processing (manufacturing), Residential subcenters Model perkembangan kota Perkembangan kota di Indonesia mengalami perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan politik maupun perekonomian. Dalam era desentralisasi sekarang ini, dimana implementasi dari kebijakan tersebut serta perubahan pendekatan dalam pembangunan akan menimbulkan implikasi pada pola urbanisasi. Urbanisasi terkait dengan perkembangan perkotaan. Fungsi-fungsi tersebut mampu mendorong lebih jauh migrasi desa-kota. Kecenderungan ini akan semakin menguat dengan konsentrasi investasi di kotakota besar seperti yang dilakukan di banyak negara berkembang karena pertimbangan keterbatasan sumberdaya serta infrastruktur pendukung. Semua ini akan mendorong urbanisasi (Nugroho, 2004). Dalam praktik perencanaan tata ruang kota di Indonesia, sering kali terjadi benturan antara perencanaan tata ruang kota dengan berbagai kecenderungan yang menyertai perkembangan kota. Isu strategis dalam

36 20 perencanaan tata ruang kota adalah bagaimana mengefektifkan rencana tata ruang agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kota sesuai dengan fungsi dan perannya secara regional. Jika ditelusuri lebih jauh, permasalahan dalam praktik perencanaan kota di Indonesia, yang secara umum menyangkut tiga hal, yaitu : (1) permasalahan teknis penyusunan rencana tata ruang; (2) ketidakefektifan rencana tata ruang; dan (3) perbedaan pola pikir/ persepsi tentang rencana tata ruang Teori Pusat Pelayanan Pusat distribusi barang dan jasa kepada penduduk yang tersebar dapat menjelaskan ukuran dan jumlah kota dan jarak mereka tinggal di suatu wilayah. Teori ini berdiri di atas batas antara geografi dan ekonomi spasial, dan mungkin diklaim oleh kedua displin. Teori ini didasarkan pada perbedaan antara pusat, yang merupakan kursi dari persediaan barang, jasa dan perifer (daerah melengkapi pusat) dimana permintaan dari penduduk yang menggunakannya. Gagasan sentral membenarkan clustering di tempat yang sama jasa produksi dan tingkat yang sama dari rentang yang sama ditujukan pada populasi yang tersebar di wilayah yang saling melengkapi (atau daerah pengaruh), pelanggan yang terpolarisasi oleh pusat (Hartshorn, 1980) Jangkauan pusat pelayanan Jangkauan pelayanan suatu pusat dikenal sebagai range of a good. Jangkauannya (range) digambarkan sebagai area pasar (luas jangkauan area yang dilayani) dari satu jenis barang dagangan. Atau dapat juga dianalogikan sebagai asal konsumen, yang diukur dari jarak tempat tinggal konsumen menuju ke pusat pelayanan.

37 21 Jangkauan pelayanan bagian dalam (inner range of the good) adalah perwujudan secara spasial dari konsep ambang batas, yang bukan merupakan konsep spasial. Ini merupakan bentuk wilayah belakang (hinterland) atau area pelayanan yang dibutuhkan untuk memenuhi ambang batas. Hartshorn (1980), jangkauan pelayanan bagian luar ada juag ideal, yang kemudian dikenal sebagai ideal outer range of the good. Ini merupakan areal perluasan paling luar, yang tidak mendapatkan pelayanan dari pusat manapun. Penduduk di area ini tidak dapat dilayani karena biaya untuk menuju ke pusat pelayanan terlalu tinggi. Area ini mewujudkan adanya keterbatasan geografi dan ekonomi bagi suatu pusat pelayanan. Guna memenuhi kebutuhan, penduduk menciptakan penggantinya, atau hidup dengan tidak bergantung pada barang yang tidak mampu mereka produksi sendiri. Hasil penelitian Christaller (dalam Hartshorn, 1980) menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan penduduk membentuk hirarki pelayanan, dengan sebuah pusat utama yang didukung oleh beberapa pusat pelayanan dengan skala yang lebih rendah. Bila ideal outer range of the good kemudian, karena perkembangan teknologi, dapat dilayani oleh suatu pusat, maka area ini menjadi real outer range of the good. Jangkauan pelayanan bagian luar yang nyata (real outer range of the good) adalah perluasan area dari jangkauan pelayanan bagian dalam, yang busa dilayani tidak hanya oleh satu pusat pelayanan. Bila pusat pelayanan tidak mendapatkan pesaing guna melayani ideal outer range of the good, maka pusat pelayanan tersebut mendapatkan ideal outer range sepenuhnya menjadi bagian

38 22 dari real outer range of the good. Namun bila terdapat pesaing, maka ideal outer range dilayani secara bersama sehingga real outer range mengecil Teori lokasi dan pusat pertumbuhan Beberapa teori lain dengan penerapan teori Economic Base, Multiplier Effect yang berkaitan dengan teori input-output dan penerapan teori lokasi, (Location Theory), teori pusat (sentral Place Theory) dan penerapan teori Kutub Pengembangan (Growth Pole Theory). a. Teori Lokasi Paling tidak ada tiga hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan lokasi proyek pembangunan yaitu (1) pengeluaran terendah (2) jangkauan pemasaran dan (3) keuntungan tertinggi. b. Teori Pusat Pelayanan Pola ideal yang diharapkan terbentuk, asumsi homogin dalam hal bentuk medan, kualitas tanah dan tingkat ekonomi penduduk serta budayanya, Christaller menyajikan bentuk pola pelayanan seperti jejaring segi enam (hexagonal). Bentuk pola pelayanan hexagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi dalma hal efisensi transportasi, pemasaran administrasi (Haggett, 2001). c. Teori Kutub Pertumbuhan Berbeda dengan Christaller yang berlatar belakang ahli geografi, teori kutub pertumbuhan diprakarsai dan dikembangkan oleh para ahli ekonomi. Teori melahirkan konsep ekonomi seperti konsep industri penggerak (leading industri), konsep polarisasi dan konsep penularan

39 23 (trickle atau spread effect). Tarigan (2006), teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/ kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial Pengembangan Wilayah Sampai sekarang visi dan misi pengembangan wilayah nampaknya belum baku. Sebagai gambaran dapat disampaikan visi dan misi Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah. Visi tersebut adalah terwujudnya keselarasan pembangunan dan keserasian pertumbuhan wilayah regional, perkotaan, dan perdesaan yang diselenggarakan secara holistik, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan memberdayakan masyarakat. Termasuk didalamnya permukiman untuk semua orang, yang layak huni, terjangkau, berjari diri dan mendorong produktifitas warganya. Jadi pengembangan wilayah merupakan upaya memperdayakan stakeholders di suatu wilayah dalam memanfaatkan sumberdaya alam dengan teknologi untuk memberi nilai tambah atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif atau wilayah fungsional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup rakyat di wilayah tersebut. Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan SDM dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan memanfaatkan instrument yang ada. Dengan target tersebut

40 24 dirancang skenario-skenario tertentu agar kekurangan-kekurangan yang dihadapi dapat diupayakan melalui pemanfaatan resources. Apabila konsep tersebut diterapkan di Indonesia, muncul persoalan berupa kekurangan teknologi untuk mengolah resources yang melimpah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada dasarnya hampir seluruh kewenangan urusan pemerintahan, termasuk penataan ruang diserahkan kepada daerah (kabupaten dan kota), kecuali urusan yang ditetapkan menjadi kewenangan pusat atau propinsi. Persoalan dalam penataan ruang umumnya muncul karena adanya ketidaksesuaian antara kepentingan dan kewenangan. Ada potensi persoalan bila kepentingan suatu pihak (jenjang pemerintah) ternyata berada di bawah kewenangan pihak (jenjang pemerintah) lain. Kewenangan utama penataan ruang berbanding terbalik dengan jenjang pemerintahan, karena makin tinggi jenjang pemerintahan, makin terbatas kewenangan utamanya. Dasar pertimbangan dan kriteria yang secara umum dapat menjadi dasar perumusan kepentingan Pusat dan Propinsi antara lain: pertumbuhan ekonomi, pemerataan pelayanan, efesiensi investasi publik, swasembada, keberlanjutan, keadilan, dan kesesuaian fungsi. Dalam konteks wilayah, perencanaan pembangunan nasional, perencanaan pembangunan daerah atau perencanaan wilayah (propinsi, kabupaten), dan perencanaan wilayah perkotaan (perencanaan kota), ketiganya saling berkaitan. Perencanaan wilayah mempengaruhi perencanaan kota, perencanaan kota pun tidak dapat mengabaikan perkembangan wilayah di mana kota tersebut berada. Di dalam perencanaan kota, perencanaan wilayah (propinsi, kabupaten) berperan dalam menentukan fungsi kota tersebut dalam struktur tata

41 25 ruang wilayah yang melingkupinya. Fungsi serta kedudukan kota tersebut di dalam wilayah yang melingkupinya. Fungsi serta kedudukan kota tersebut di dalam wilayah menentukan seberapa besar perkembangan kota akan terjadi, serta fasilitas-fasilitas apa yang harus disediakan oleh kota yang sifatnya melayani wilayah yang melingkupinya Analisis Deskriptif Analisa deskriptif atau logica verbal digunakan untuk menjelaskan, menguraikan, menggambarkan, menganalisa, menyintesa, menjabarkan, dan menghubungkan fenomena riil dengan hasil analisis yang dilakukan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih objektif terhadap keadaan yang realistis. Dalam pendekatan ini manusia menjadi focus of analysis yang melihat manusia sebagai makhluk berbudaya (human oriented disipline) yang menekankan pada behaviour, perception, dan activities (Yunus, 2005). Penempatan manusia sebagai focus of analysis salah satunya melalui pendekatan actor-oriented analysis. Walaupun tidak selalu keputusan yang diambil terkesan merugikan, namun sering kali yang menonjol adalah nuansa politis dari pada teknis,. Informan untuk analisis ini merupakan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam penentuan pusat pemerintahan Kabupaten Nias, yaitu para pengambil kebijakan (eksekutif dan legislatif) dan masyarakat (akademisi, dunia usaha, dan masyarakat umum).

42 Analisis SWOT Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Treatment) adalah suatu metode analisis yang mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunity), namun secara bersamaan dapat menimbulkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Treatment). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (Rangkuti, 1997) Penelitian Sebelumnya Beberapa peneliti serupa yang telah dilakukan berkaitan dengan pemindahan ibukota atau pusat pemerintahan serta kaitannya dengan pengembangan wilayah antara lain : Bonar (2010) yang menganalisis dampak relokasi pusat pemerintahan Kabupaten Simalungun terhadap pengembangan wilayah Kecamatan Raya dengan metode deskriptif dalam menganalisis tingkat lapangan kerja dan analisis uji beda rata-rata (t-test) untuk menganalisis tingkat pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah relokasi pusat pemerintahan di Kabupaten Simalungun. Setelah relokasi di tinjau dari aspek keterjangkauan pelayanan, kecukupan pelayanan, dan kesesuaian pelayanan belum sepenuhnya terpenuhi, dan pendapatan rata-rata nominal berbeda tetapi tidak signifikan. Lapangan kerja yang bekerja di sektor pertanian menurun dan masyarakat yang bekerja di sektor perdagangan dan jasa mengalami peningkatan.

43 27 Penelitian Haris (2005), tentang evaluasi kriteria lingkungan dalam pemilihan ibukota baru : studi kasus pemindahan ibukota Kabupaten Bima menggunakan metode skala Guttman dan Likert, dimana penilaian dari segi kependudukan, segi kelengkapan fasilitas dan tingkat aksesbilitas antar wilayah perencanaan, menyimpulkan : (a) berdasarkan kriteria umum pemilihan lokasi ibukota Kabupaten Bima Kecamatan Woha memiliki nilai tertinggi. Dengan demikian kecamatan Woha dipilih sebagai lokasi ibukota baru Kabupaten Bima, (b) berdasarkan kriteria lingkungan alami dan lingkungan sosial Kecamatan Bolo memiliki nilai tertinggi sedangkan berdasarkan lingkungan binaan Kecamatan Woha memiliki nilai tertinggi, (c) kriteria umum yang digunakan dalam pemilihan ibukota baru tidak mencerminkan dan mempertimbangkan kriteria lingkungan secara komprehensif, (d) ibukota terpilih yang dikaji berdasarkan kriteria umum tidak memenuhi syarat lingkungan khususnya aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan. Susatyo (2009), yang menganalisis dampak pemindahan ibukota Kabupaten Pekalongan ke Kajen terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pekalongan menggunakan metode deskriptif meliputi data PDRB Kabupaten Pekalongan serta pendapatan perkapita dan jumlah penduduk per kecamatan menyimpulkan bahwa pemindahan ibukota memberikan dmapak positif pada pertumbuhan ekonomi serta pemerataan pendapatan pada masing-masing kecamatan, meskipun juga menimbulkan dampak negatif yang juga perlu diperhatikan. Penelitian Bahsan (2005), tentang sikap masyarakat Kecamatan Natar terhadap rencana pemindahan ibukota Provinsi Lampung ke Kecamatan Natar

44 28 Lampung Selatan menggunakan metode penelitian deskriptif, menyimpulkan bahwa dari aspek kognitif ternyata 53% responden memiliki penegtahuan yang baik terhadap rencana pemindahan ibukota Provinsi Lampung ke Kecamatan Natar Lampung Selatan. Dari aspek afektif 35% responden memilih pro dalam menanggapi rencana pemindahan ibukota Provinsi Lampung ke Kecamatan Natar Lampung Selatan. Sedangkan dari aspek konatif diketahui 29% responden bertingkah laku positif dalam menanggapi rencana pemindahan ibukota Provinsi Lampung ke Kecamatan Natar Lampung Selatan. Penelitian Soenkarno (1999), yang mengkaji tentang proses pemindahan ibukota Kabupaten (studi kasus Kabupaten Bekasi-Cikarang). Setelah dilakukan kajian dapat diamati paling sedikit ada 6 (enam) tahapan yang dapat dijadikan rujukan pada proses pemindahan ibukota Kabupaten meliputi : a) dasar pertimbangan dilakukannya pemindahan, b) persyaratan normatif, c) peraturan dan perundangundangan yang terkait, d) ketersediaan lahan, e) implikasi keputusan pemindahan ibukota Kabupaten, dan f) aspek pengaruh kekuatan eksternal. Studi Hardjasaputra (2003), tentang pemindahan ibukota Kabupaten Tasikmalaya dalam perspektif historis, menyimpulkan bahwa pemilihan tempat untuk ibukota baru Kabupaten Tasikmalaya perlu didasarkan atas hasil kajian dua aspek. Pertama, hasil kajian aspek fisik, yang telah dilakukan oleh LAPI-ITB. Kedua, hasil kajian sejarah. Kajian kesejarahan dan sosial budaya akan memperkuat/menunjang hasil kajian aspek fisik. Perpaduan hasil kajian kedua aspek itu akan merupakan dasar yang kuat bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan pilihan tempat, dan dasar yang kuat pula bagi DPRD dalam membuat

45 29 keputusan mengenai penetapan tempat bakal ibukota baru itu dilakukan secara objektif dan proporsional Kerangka Pemikiran Pemindahan Ibukota Kabupaten Nias didasarkan pada dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2016 yang dijelaskan pada pasal 1 ditetapkan pemindahan ibukota Kabupaten Nias ke Gido. Kelayakan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias dari Kota Gunungsitoli ke wilayah Kecamatan Gido untuk dijadikan tempat baru sebagai pusat pelayanan pemerintahan sebagai upaya meningkatan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat. Sebagai ibukota kabupaten yang baru diharapkan memenuhi tiga prinsip berdasarkan sentral place theory (Haggett, 2001) yaitu : keterjangkauan (affordability), kecukupan (recoverability) dan kesesuaian (replicability) dijadikan ibukota kabupaten. Menurut analisis faktor dan indikator dalam rangka pemindahan ibukota dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah yang dipakai dalam menentukan ibukota kabupaten diseluruh kabupaten di Indonesia. Adanya rencana pemindahan pusat pemerintahan sesuai dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Kabupaten Nias dan faktor eksternal dan faktor internal dalam potensi ketersediaan wilayah tempat pemindahan daerah ibukota baru. Setelah dilakukan kajian dapat diamati paling sedikit ada 6 (enam) tahapan yang dapat dijadikan rujukan pada proses pemindahan ibukota Kabupaten meliputi : a) dasar pertimbangan dilakukannya

46 30 pemindahan, b) persyaratan normatif, c) peraturan dan perundangundangan yang terkait, d) ketersediaan lahan, e) implikasi keputusan pemindahan ibukota kabupaten, dan f) aspek pengaruh kekuatan eksternal (Soenkarno, 1999). Kerangka pikir dalam penelitian ini didasarkan pada penetapan Gido sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan pemerintahan terhadap perkembangan ibukota Kabupaten Nias yang berada di Gido. Hal ini dapat dilihat pada penduduk wilayah yang semakin meningkat setiap tahun dan kebutuhan yang semakin kompleks dan beragam. Kebutuhan didasarkan untuk mencapai kesejahteraan dari daerah kota sampai ke daerah pelosok. Kecamatan Gido juga menyimpan banyak potensi, antara lain di bidang pertanian, perkebunan, industri kecil dan kerajinan tangan, agroindustri dan pariwisata. Potensi tersebut dapat dikembangkan guna menarik investor dan dapat dijadikan keunggulan komparatif bagi Kecamatan Gido sehingga diharapkan dapat memenuhi peran ibukota Kecamatan Gido sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan di Kabupaten Nias. Untuk mengetahui kondisi wilayah baik dari faktor pendukung dan faktor yang tidak mendukung dilakukan identifikasi diantaranya identifikasi wilayah pengaruh, identifikasi dengan interaksi wilayah ibukota kecamatan dengan wilayah belakangnya dan identifikasi ketersediaan pusat pelayanan. Hasil pengolahan data yang diperoleh dari identifikasi kemudian dianalisis dengan metode deskriptif dan analisis SWOT. Dari analisis tersebut akan diketahui peran Gido sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan pemerintahan wilayah di Kabupaten Nias dan kebutuhan yang dibutuhkan dalam rencana strategi pengembangan wilayah Gido selanjutnya. Setelah tahapan analisis, akan diberikan

47 31 temuan penelitian, kesimpulan penelitian dan rekomendasi yang diharapkan menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Nias.

48 32 Lahirnya PP Nomor 30 Tahun 2016 ditetapkannya pemindahan Ibukota Kabupaten Nias ke Kecamatan Gido yang sampai sekarang masih berada di Kota Gunungsitoli Analisis Kesiapan (PP Nomor 78 Tahun 2007) Keterjangkauan (Affordability) Aksesbilitas - Jaringan jalan - Jaringan prasarana transportasi darat, laut dan udara Sarana dan prasarana Kesesuaian rencana tata ruang Kecukupan (Recoverability) Kondisi geografis Ketersediaan lahan Sosial, budaya, politik Luas daerah Kesesuaian (Replicability) Kemampuan ekonomi Potensi daerah Kemampuan keuangan Pertahanan Keamanan Faktor Internal Faktor Eksternal S W O T Strategi Pengembangan Wilayah Kesiapan sebagai Pusat Pemerintahan Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

49 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian berlokasi di Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara, dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan kabupaten induk dari empat kabupaten yang lahir setelah pemekaran Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kota Gunungsitoli dikeluarkannya Undang Undang Nomor 9 Tahun 2003 dan Undang Undang Nomor 45, 46 dan 47 Tahun 2008 dan belum memiliki pusat pemerintahan dan pelayanan yang representatif, serta merupakan tempat penulis bertugas sebagai Aparatur Sipil Negara Jenis dan Sumber Data Menurut Arikunto (2006:129) sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber data juga dibedakan kedalam 2 kelompok yaitu : 1) Data Primer Data yang diperoleh dari sumber pertama melalui penelitian langsung di lapangan, dalam hal peneliti memperoleh data dengan cara wawancara. 2) Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui penelitian terhadap dokumen atau arsip-arsip yang relevan, peraturan perundang-undangan yang relevan dengan objek penelitian. 33

50 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar dalam memperoleh data yang diperlukan dan memiliki hubungan antara metode pengumpulan data dengan penelitian yang ingin dilaksanakan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Wawancara Pengertian wawancara menurut Sugiyono (2006:157) adalah teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Jadi wawancara adalah cara pengumpulan data dengan mewawancarai sumber informasi yang mempunyai otoritas pengetahuan dan dapat memberikan bahan informasi yang valid tentang seluk beluk kejadian yang dipertanyakan oleh pewawancara. Dalam pengertian lain, wawancara diartikan sebagai proses mengadakan pertanyaan tanya jawab dengan pihak-pihak yang berkepentingan melalui pedoman wawancara yang sifatnya terbatas pada lingkungan dann ruang lingkup masalah yang diselidiki, di mana semua pertanyaan telah dirumuskan secara cermat, sehingga dalam pengolahan data yang diperoleh akan lebih mudah dan lebih cepat mengingat adanya keterbatasan waktu. 2) Dokumentasi Menurut Arikunto (2006:231) Dokumentasi adalah penelitian menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, dokumen, peraturan-

51 35 peraturan, dan sebagainya. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data melalui sejumlah dokumen, arsip-arsip, bahan-bahan tertulis lainya yang diperoleh melalui kantor dinas terkait. Dengan demikian penulis melakukan pengumpulan data dengan mencatat dan melihat dari berbagai sumber-sumber tertulis yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 3.4 Populasi dan Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah mewakili populasi yang ada. Jumlah penduduk Kecamatan Gido jiwa dengan laki-laki dan perempuan. Kecamatan Gido memiliki kepala keluarga dari 21 (dua puluh satu) desa/kelurahan. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah pihak yang terkait dalam analisis pengembangan Gido sebagai ibukota Kabupaten Nias yang melibatkan beberapa instansi terkait (Sekretariat Daerah, Asisten I, II dan III; Badan Perencanaan Pembangunan Daerah & PM; Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa; Dinas Pekerjaan Umum; dan Dinas Tata Ruang, Pemukiman dan Kebersihan). Jumlah penduduk yang ada dijadikan sampel terdapat beberapa pedoman. Yang dalam menentukan sampel peneliti menetapkan 35 sampel dalam membantu menjawab rumusan masalah, yaitu 10 responden dari Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dan Kecamatan Gido ; 25 responden dari kalangan masyarakat Kecamatan Gido dengan rincian 5 responden dari tokoh adat yang dipilih secara klaster sampling (cluster sampling) dipilih berdasarkan klasifikasi letak geografi desa/ kelurahan dari yang terdekat dengan area wilayah pemindahan ibukota

52 36 pusat pemerintahan sampai dengan yang terjauh; dan 20 responden masyarakat yang berada di Kecamatan Gido itu sendiri yang didasarkan pada letak geografisnya. Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian No Instansi Jumlah (1) (2) (3) 1 Sekretariat Daerah Kab. Nias 1 2 Asisten I 1 3 Asisten II 1 4 Asisten III 1 5 Bappeda & PM 1 6 Kepala BPMD 1 7 Kepala Dinas TRPK 1 8 Kepala Dinas PU 1 9 Camat Gido 1 10 Sekcam Gido 1 11 Tokoh adat dan masyarakat desa/ kelurahan 25 Wilayah Kecamatan Gido Jumlah Total Metode Analisis Data Dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif yang menggambarkan Nias di Kecamatan Gido peneliti memakai analisis SWOT untuk mengetahui peluang, tantangan, ancaman dan hambatan dalam proses pemindahan ibukota Kabupaten Nias ke Gido Analisis deskriptif Analisa deskriptif atau logica verbal analysis digunakan untuk menjelaskan, menguraikan, menggambarkan, menganalisa, menyintesa, menjabarkan, dan menghubungkan fenomena riil dengan hasil analisis yang dilakukan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih objektif terhadap keadaan yang realistis. Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan, maka

53 37 metoda penelitian yang dipakai untuk membahas dan memaparkan adalah dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan cara untuk mengungkapkan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan sebagaimana mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walau kadang-kadang diberi interprestasi atau analisis (Tika, 1997). Pendekatan actor-oriented analysis adalah suatu pendekatan yang lebih dinamis untuk memahami perubahan sosial dengan penekanan pada hubungan saling mempengaruhi dan saling menguntungkan antara faktor internal dan eksternal, yang berintikan pada kesadaran dan tindakan manusia. Penerapan dari pendekatan ini dikenal luas dalam sosiologi dan antropologi sekitar akhir 1960-an dan awal 1970-an. Pendekatan ini berkisar pada analisis fenomena dan interaksi simbolik terhadap bentuk-bentuk pengambilan keputusan dan kebijakan. Keuntungan dari pendekatan ini pada kemampuannya dalam menjelaskan berbagai respon yang berbeda-beda terhadap keadaan struktural dari masalah yang sama. Dengan demikian anggapan yang timbul dari pola ini adalah ada tidaknya kerjasama antara aktor-aktor itu sendiri. Pendekatan actor-oriented merujuk pada kecenderungan dimana setiap orang memiliki pandangan tertentu yang relatif subjektif terhadap suatu permasalahan yang ditemuinya, sehingga jika saja dia memiliki kewenangan dalam pengambilan kebijakan terhadap permasalahan tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa kebijakan yang diambil cenderung berorientasi atau bertitik tolak kepada cara pandangnya itu. Peluang inilah yang dapat menghitam-putihkan sebuah keputusan yang kadang-kadang sangat bertolak belakang dengan pandangan umum yang rasional yang dipahami oleh sebahagian besar orang.

54 Analisis faktor dan indikator tentang kriteria penilaian penentuan ibukota kabupaten yang berlaku di seluruh kabupaten di Indonesia Identifikasi keterjangkauan (affordability) ke lokasi ibukota Kabupaten Nias yang ditetapkan di Kecamatan Gido. Peneliti dalam mengukur indikator pemindahan pembentukan pusat pemerintahan Kabupaten Nias ke Kecamatan Gido diukur melalui faktor dan indikator yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 mengatur tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah dalam isinya sekaligus juga mengatur kriteria penilaian penentuan ibukota kabupaten yang berlaku di seluruh kabupaten di Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 adalah pengganti dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti. Dalam pembentukan dan pemindahan wilayah ibukota Kabupaten Nias sebagai pusat pemerintahan, terdapat beberapa faktor yang memiliki karakteristik yang diatur sebagai landasan hukum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun Dalam penilaian indikator penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Nias Tahun , setelah diperbaharui dan diganti dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 peneliti mengukur dan menghitung indikator pembanding Kecamatan Gido dengan 2 (dua) kecamatan lainnya yang dianggap sebagai calon ibukota Kabupaten Nias, yaitu Kecamatan Idanogawo dan Kecamatan Bawolato. Penilaian teknis dalam penelitian ini dimaksud dilengkapi dengan penilaian secara kualitatif.

55 39 Pembandingan kota adalah kota kota sejenis (tidak termasuk kota yang menjadi ibukota propinsi) di propinsi yang bersangkutan dan atau propinsi disekitarnya minimal 3 (tiga) kota. Setiap indikator mempunyai skor dengan skala 1 5, dimana skor 5 masuk dalam kategori sangat mampu, skor 4 kategori mampu, skor 3 kategori kurang mampu, skor 2 kategori tidak mampu dan skor 1 sangat tidak mampu. Besaran/ nilai rata rata pembanding dan besaran jumlah kuota sebagai dasar untuk pemberina skor. Pemberian skor 5 apabila besaran/ nilai indikator lebih besar atau lebih sama dengan 80 % besaran/ nilai rata rata, pemberian skor 4 apabila besaran/ nilai indikator lebih besar atau sama dengan 60 % besaran/ nilai rata rata, pemberian skor 3 apabila besaran/ nilai indikator lebih besar atau sama dengan 40 % besaran/ nilai rata rata, pemberian skor 2 apabila besaran/ nilai indikator lebih besar atau sama dengan 20 % besaran/ nilai rata rata, pemberian skor 1 apabila besaran/ nilai indikator kurang dari 20 % besaran/ nilai rata rata.

56 40 Tabel 3.2. Faktor dan Indikator Pembentukan Wilayah No Faktor dan Indikator 1 Kependudukan 1. Jumlah Penduduk 2. Kepadatan Penduduk 2 Kemampuan Ekonomi 1. PAD Perkapita 2. Kontribusi PAD 3 Potensi Daerah 1. Rasio Bank dan Lembaga Keuangan non Bank per Penduduk 2. Rasio Kelompok Pertokoan per Penduduk 3. Rasio Pasar per Penduduk 4. Rasio Sekolah SD per Penduduk SD 5. Rasio Sekolah SLTP per Penduduk SLTP 6. Rasio Sekolah SLTA per Penduduk SLTA 7. Rasio Fasilitas Kesehatan per Penduduk 8. Rasio Tenaga Medis per Penduduk 9. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 10. Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun keatas 11. Persentase pekerja yang bekerja minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun keatas 12. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap jumlah penduduk 4 Kemampuan Keuangan 1. Jumlah PDS 2. Rasio PDS terhadap jumlah penduduk 3. Rasio PDS terhadap PAD 5 Sosial Budaya 1. Rasio sarana peribadatan per penduduk 2. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk 3. Jumlah balai pertemuan 6 Sosial Politik 1. Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif yang mempunyai hak pilih 2. Jumlah organisasi kemasyarakatan 7 Luas Daerah 1. Luas wilayah keseluruhan 2. Luas wilayah efektif yang dimanfaatkan 8 Pertahanan 1. Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah 9 Keamanan 1. Rasio jumlah personil keamanan terhadap jumlah penduduk 10 Rentang Kendali 1. Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) 2. Rata-rata waktu perjalanandari kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) Sumber : PP No. 78 Tahun 2007

57 41 Nilai indikator adalah hasil perkalian skor dan bobot masing masing indikator. Kelulusan ditentukan oleh total nilai seluruh indikator dengan kategori : Tabel 3.3. Kategori Indikator Kelulusan menurut PP Nomor 78 Tahun 2007 Kategori Total nilai seluruh indikator Keterangan Sangat mampu 420 s/d 500 Rekomendasi Mampu 340 s/d 419 Rekomendasi Kurang Mampu 260 s/d 339 Ditolak Tidak Mampu 180 s/d 259 Ditolak Sangat tidak mampu 100 s/d 179 Ditolak Sumber : PP No. 78 Tahun 2007 Aksesbilitas jaringan jalan di Kabupaten Nias pada tahun 2015 dikategorikan sudah cukup baik. Terdapat sepanjang 199,452 Km jalan aspal yang berstatus jalan kabupaten dan sepanjang 28,635 Km jalan aspal yang berstatus jalan desa. Penguasaan jaringan jalan berdasarkan tugas penyelenggaraan kegiatan jalan berupa pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan berdasarkan kewenangannya terdiri atas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten. a. Rencana pengembangan transportasi darat Prasarana transportasi di Kabupaten Nias terdiri dari prasarana transportasi darat dan laut. Prasarana transportasi merupakan sistem yang menunjang terhadap aktivitas dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, sehingga diperlukan rencana yang terpadu dengan sistem tata ruangnya agar aktifitas masyarakat dapat berjalan dengan sinergis.

58 42 Pengembangan transportasi darat bertujuan untuk : 1. Mendukung inter-koneksi antar pusat pelayanan yang membentuk struktur tata ruang; 2. Mendukung keterhubungan antar wilayah Kabupaten Nias 3. Memberi akses bagi semua wilayah pelayanan menuju pusat ibu kota 4. Membuka wilayah-wilayah terisolasi, dengan memperhatikan fungsifungsi kawasan lindung 5. Mendukung wilayah-wilayah yang memiliki kegiatan ekonomi (menciptakan akses pada sentra pertanian, perkebunan, dll). Jaringan angkutan umum di Kabupaten Nias direncanakan untuk memperlancar mobilisasi masyarakat antar kecamatan, dari pusat kecamatan ke pusat ibu kota kabupaten. (1) Pengembangan jaringan trayek angkutan penumpang di Kabupaten Nias terdiri atas : a. Angkutan Penumpang Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) melayani perkotaan Kabupaten Nias dhi. dari kecamatan gido sebagai ibukota kabupaten yg memiliki terminal tipe B ke kota-kota lain di dalam provinsi sumatera utara. b. Angkutan perdesaan yang melayani pergerakan penduduk antar ibukota kecamatan dengan ibukota kabupaten. (2) Pengembangan jaringan trayek angkutan penumpang antar kota dalam provinsi (AKDP) melayani dari ibukota Kabupaten Nias ke kota-kota lain didalam kepulauan nias meliputi : a. Gido Gunungsitoli Lotu; b. Gido Gunungsitoli Lahomi;

59 43 c. Gido Gunungsitoli Alasa; d. Gido Gunungsitoli; e. Gido Telukdalam; f. Gido Gunungsitoli Mazingo Sisobahili Tanose o Hiliduho; g. Gido Gunungsitoli Botombawo Ononamolo Talafu; h. Gido Gunungsitoli Botombawo Lalai Fadoro Hunogoa i. Gido Gunungsitoli Larumae Hiliduho; j. Gido Gunungsitoli Hiliduho Ombolata Salo o Botomuzoi; dan k. Gido Gunungsitoli Hiliserangkai Buakhe. (3) Angkutan perdesaan melayani pergerakan penduduk dari ibukota Kabupaten Nias dengan ibukota kecamatan di wilayah kabupaten meliputi : a. Gido Duria Somi Laira; b. Gido Sogae adu Hilimbana Saitagaramba Somolo-molo; c. Gido Tulumbaho Laira; d. Gido Lahemo Ma u; e. Gido Lasara Idanoi Tuhege o II; f. Gido Lolozasai Bakaru Daulo Somi Laira; g. Gido Lolozasai Ladea Sisobahili; h. Gido Umbu Daulo; i. Gido Hilibadalu Maliwa a; j. Gido Tetehosi Idanogawo Bozihona Laira; k. Gido Sogae adu Idanogawo Bawolato; l. Gido Tetehosi Idanogawo Oladano Ulugawo Fatodano Fahandrona; m. Gido Idanogawo Oladano Tuhegafoa Fatodano; n. Gido Hilibadalu Hiligogowaya Maliwa a; o. Gido Sindrondro Sifaoroasi Uluhao. p. Gido Sindrondro Siofaewali Onolimbu; q. Gido Idanogawo Hilina atafu o Tagaule; r. Gido Idanogawo Holi; s. Gido Idanogawo Mondrali Siofaewali; t. Gido Idanogawo Bawolato Sitolubanua;

60 44 u. Gido Humene Helefanikha Onombongi Onowaembo Lasara Lalai; v. Gido Lahemo Sisobahili Tuhege o II; w. Bawolato Siofa Banua Huno - Hou; x. Bawolato-Sindoro-ndroro-Siofa ewali-sohoya; y. Bawolato-Sindrondro-Bawalia-sohoya Botohaenga- Tagaule; z. Bawolato-Hilina a Tafu o Lawalo; aa. Bawolato Hiliganoita Gazamanu; bb. Bawolato Taba a Balale; cc. Bawolato Moambolo; dd. Bawolato Hili Horu Hili Faosi Si ofa banua; ee. Hiliserangkai Ononamolo - Talafu; ff. Hiliserangkai Balo hili Boto Muzoi; gg. Hiliserangkai Fulolo Lalai - Simanaere Boto Muzoi; hh. Hiliserangkai Hilihambawa - Hiliwa ele boto muzoi; ii. Hiliserangkai Ononamolo II Lot Ombolata Salo o Hiliduho; jj. Hiliserangkai Fadoro Laiho; kk. Hiliserangkai Lalai lololakha Ombolata; ll. Hiliserangkai Hunogoa Sisarahili Idanoi; mm. Hiliserangkai Hiliwaele I Fadoro Hunogoa; nn. Hiliserangkai lalai Onombongi Awela; oo. Hiliduho Lasara Ononamolo;dan pp. Hiliduho Sisobahili Mazingo Dima. b. Rencana sistem transportasi laut Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat bersandar, berlabuh, naik turun penumpang atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas

61 45 keselamatan pelayanan dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Fungsi pelabuhan terdiri dari: 1. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hirarki fungsinya; 2. Pintu gerbang perekonomian daerah, nasional, dan internasional; 3. Tempat kegiatan alih moda transportasi; 4. Tempat distribusi, konsolidasi, dan produksi. Pelabuhan menurut jenisnya, terdiri dari: 1. Pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum. 2. Pelabuhan khusus yang digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Keberadaan pelabuhan di Kabupaten Nias selama ini dilayani oleh Kota Gunungsitoli yang dulunya merupakan bagian dari Kabupaten Nias. Dengan itu jarak antara pelabuhan gunungsitoli dengan ibu kota Kabupaten Nias sekarang ± 25 Km. Untuk masa mendatang belum diperlukan pembangunan pelabuhan regional di Kabupaten Nias karena bisa mengakibatkan tumpang tindih dengan pelabuhan yang ada di Kota Gunungsitoli. Rencana pengembangan sistem transportasi laut di Kabupaten Nias berupa rencana pembangunan pelabuhan laut pengumpan regional di Kecamatan Idanogawo untuk melayani penumpang dan barang yang berada di Kabupaten Nias. c. Rencana sistem tranportasi udara Bandara Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batasbatas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landa, naik turun penumpang, bongkar muat barang dan tempat perpindahan intra

62 46 dan antarmoda transportasi. Yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan. Keberadaan bandara udara di Kabupaten Nias selama ini masih dilayani oleh Kabupaten Nias walaupun letak geografis bandara udara terletak di wilayah Kota Gunungsitoli. Dengan itu jarak antara bandara udara dengan ibu kota Kabupaten Nias ± 10 Km. Bandara udara hanya dapat di darati oleh pesawat berbadan kecil atau pesawat yang berpenumpang 70 orang. Maka dengan adanya 5 kabupaten/kota di kepulauan nias tidak dapat menampung lonjakan penumpang setiap harinya. Sehingga ke depaan 5 kabupaten/kota yang berada di Kepulauan Nias berencana menambah panjang dan lebar landasan bandara udara agar dapat di darati pesawat berbadan besar melalui pengajuan usulan pembangunan bandara udara di Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Oleh sebab itu faktor aksesbilitas atau keterjangkauan masyarakat dari pusat pelayanan sangat penting diperhatikan karena semakin baik dan mudah aksesbilitas atau keterjangkauannya maka seluruh aktifitas pelayanan akan semakin baik dan lancar Identifikasi kecukupan (recoverability) yang sudah ada di Kecamatan Gido ditetapkannya menjadi ibukota Kabupaten Nias Dalam penentuan lokasi calon ibukota dan pusat pemerintahan yang baru tidak dapat mengabaikan ketersediaan sarana dan prasarana. Walaupun kedepannya sarana dan prasarana seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan sarana pendukung lainnya yang akan dibangun dan dilengkapi untuk menunjang kegiatan aktifitas pemerintahan tetapi paling tidak sudah tersedia sarana dan prasarana pendukung minimal berupa ruas atau badan jalan menuju lokasi perencanaan, ketersediaan sumber air bersih dan terdapat

63 47 jaringan listrik atau daerah tersebut sudah dilalui oleh jaringan PLN, sehingga kedepannya tidak terlalu sulit dalam melakukan pembangunan di lokasi perencanaan tersebut dikarenakan sarana dan prasarana dasarnya sudah ada sehingga kedepannya tinggal hanya melengkapi. a. Luas Daerah Luas daerah merupakan faktor utama pendukung dipilihnya Kecamatan Gido menjadi pertapakan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias yang memiliki lahan untuk area pertapakan yang begitu luas dan strategis dengan seluruh wilayah kecamatan yang berada di Kabupaten Nias, yaitu berada di Kecamatan Gido. Kecamatan Gido mempunyai luas 105,68 km². Pembebasan lahan merupakan salah satu tindak lanjut dari Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah yang sekarang masih dalam pengembangan dan pembangunan sebagai awal proses dari kesiapan pemindahan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias ke Kecamatan Gido yang tepatnya di Desa Hilizoi dan di Desa Hiliweto Gido. b. Jumlah Penduduk Penduduk berdasarkan luas wilayah dan kepadatan per desa/ kelurahan di Kecamatan Gido Tahun 2015 tercatat sebanyak jiwa yang terdiri dari laki laki jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata 202,88 jiwa per km².

64 48 c. Fasilitas Publik antara lain : a. Sarana peribadatan Penduduk di Kabupaten Nias mayoritas beragama kristen protestan dilihat dari jumlah fasilitas peribadatan yang terdapat di Kecamatan Gido adalah peribadatan gereja 132 unit, mesjid 2 unit. b. Sarana pendidikan Pendidikan bagi masyarakat sangat penting, dengan dukungan fasilitas yang memadai masyarakat akan lebih mudah untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Terlihat dari jumlah fasilitas pendidikan yang ter dapat di Kecamatan Gido adalah TK 4 unit, sekolah dasar 18 unit, sekolah menengah pertama 5 unit dan sekolah menengah atas 2 unit. c. Sarana kesehatan Kabupaten nias mempunyai beberapa fasilitas kesehatan yang cukup memadai. Dengan adanya sarana kesehatan tersebut, maka masyarakat dapat dengan mudah berobat dan memeriksakan kesehatannya. Adapun fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Gido berupa puskesmas plus 1 unit type B yang statusnya rawat inap dan pustu 2 unit, polindes 5 unit, dan posyandu 25 unit. Sarana dan prasarana minimal harus tersedia pada lokasi perencanaan adalah sudah terdapat jaringan listrik dan adanya badan jalan sehingga pembangunan pusat pemerintahan tidak terlalu sulit dan memakan biaya yang sangat besar karena harus menyediakan seluruh sarana dan prasarana dari dasar atau nol.

65 Identifikasi kesesuaian (replicability) potensi Kecamatan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias Aspek kesesuaian dalam kesiapan Kecamatan Gido menjadi ibukota/ pusat pemerintahan Kabupaten Nias yang dilihat dari kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat masih jauh dari yang diharapkan. Adapun pembangunan manusia sebagai sumberdaya pembangunan yaitu sebagai pelaku pembangunan menekankan pada manusia yang memiliki etos kerja produktif, keterampilan, kreatif, dan inovatif, disiplin dan profesional, berorientasi pada ilmu pengetahuan teknologi sehingga terwujud sumberdaya manusia yang maju dan mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk meningkatkan keterkaitan potensi dan pertumbuhan ekonomi wilayah, maka strategi pengembangan kawasan budidaya secara umum adalah pemanfaatan ruang secara optimal untuk kegiatan-kegiatan budidaya baik produksi maupun permukiman sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungannya serta mengendalikan pemanfaatan ruang agar tidak terjadi konflik antar kegiatan/ sektor. Strategi pengembangan kawasan peruntukan lainnya antara lain : 1. Strategi pengembangan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan negara adalah untuk menjaga pertahanan keamanan serta menciptakan rasa aman di tengah-tengah masyarakat, diperlukan sebuah kawasan dalam membentengi wilayah dari serangan dari luar. Kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud meliputi : a. Markas komando militer diarahkan di Kecamatan Gido;

66 50 b. Komando rayon militer (koramil) tersebar diseluruh wilayah ibukota kecamatan; c. Markas kepolisian resort diarahkan di Kecamatan Gido; dan d. Kantor polisi sektor tersebar diseluruh wilayah ibukota kecamatan. 2. Kawasan perdagangan dan jasa Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa merupakan pusat perdagangan dan jasa skala regional. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana terbagi atas : a. Pasar tradisional; b. Pusat perbelanjaan; c. Toko modern. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa pasar tradisional terdistribusi di masing-masing ibukota kecamatan. Sedangkan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa pusat perbelanjaan dikawasan perkotaan Gido dan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa toko modern diarahkan di kawasan perkotaan Gido, ibukota Kecamatan Idanogawo dan ibukota Kecamatan Bawolato. 3. Kawasan peruntukan olah raga Kawasan peruntukan pelayanan olah raga sebagaimana dimaksud merupakan kawasan olahraga kabupaten yang dikembangkan secara berhirarki pada masing-masing pusat dan sub pusat kegiatan secara proporsional. Kawasan peruntukan pelayanan olah raga sebagaimana dimaksud terdiri atas pelayanan olahraga skala kabupaten di Kecamatan Gido dan skala Kecamatan tersebar di seluruh ibukota kecamatan.

67 51 4. Kawasan peruntukan pelayanan kesehatan Kesehatan merupakan hal yang utama, masyarakat yang sehat akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pelayanan kesehatan di Kabupaten Nias merupakan hal yang utama, karena masih banyak masyarakat yang belum menikmati pelayanan kesehatan secara maksimal. Terutama pada kecamatan yang jauh dari ibukota kabupaten, masih terdapatnya masyarakat yang memanfaatkan tenaga dukun kampung. Hingga akhir tahun perencanaan arahan peruntukan kawasan kesehatan di Kabupaten Nias, meliputi: a. Pelayanan kesehatan regional di Kecamatan Gido; dan b. Pelayanan kesehatan skala kecamatan di masing-masing pusat kecamatan. 5. Kawasan peruntukan pendidikan Dengan adanya masyarakat yang berpendidikan secara otomatis akan mempercepat terealisasinya rencana pembangunan yang direncanakan oleh Pemerintah. Arahan peruntukan kawasan pendidikan di Kabupaten Nias, diarahkan pada: a. Kecamatan Gido; b. Kecamatan Idanogawo; c. Kecamatan Bawolato; d. Kecamatan Hiliduho; dan e. Kecamatan Hiliserangkai. 6. Kawasan peruntukan perkantoran Kawasan peruntukan perkantoran di Kabupaten Nias terdiri atas: a. Perkantoran pemerintahan diarahkan di Kecamatan Gido dan masingmasing ibukota kecamatan; dan

68 52 b. Perkantoran swasta diarahkan di Kecamatan Gido. 7. Kawasan peruntukan pusat kegiatan pertemuan, pameran dan sosial budaya di Kabupaten Nias direncanakan di: a. Kecamatan Gido; b. Kecamatan Idanogawo; c. Kecamatan Bawolato;dan d. Kecamatan Hiliduho Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep pusat pelayanan yang berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar) yaitu Strenghts, Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam metode evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah masalah. Setelah itu dibuat pemetaan analisis SWOT maka dibuatlah Tabel matriks dan ditentukan sebagai Tabel informasi SWOT. Kemudian dilakukan pembandingan antara faktor internal yang meliputi strenght dan weakness dengan faktor luar opportunity dan threat. Setelah itu kita bisa melakukan strategi alternatif untuk dilaksanakan. Strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling menguntungkan dengan resiko dan ancaman yang paling kecil. Selain pemilihan alternatif analisis SWOT juga bisa digunakan untuk melakukan perbaikan dan improvisasi dengan mengetahui kelebihan (strenght dan

69 53 opportunity) dan kelemahan kita (weakness dan threat), maka kita melakukan strategi untuk melakukan perbaikan diri. Mungkin salah satu strateginya dengan meningkatkan strenght dan opportunity atau melakukan strategi yang lain yaitu mengurangi weakness dan threat. Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu : 1. Strenght (kekuatan) Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep pusat pelayanan itu sendiri. 2. Weakness (kelemahan) Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep pusat pelayanan itu sendiri. 3. Opportunities (peluang) Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yangbterjadi. Kondisi yang terjadin merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep pusat pelayanan itu sendiri. Misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar. 4. Threats (ancaman) Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep pusat pelayanan itu sendiri. 3.6 Definisi Operasional 1. Indikator adalah suatu parameter atau suatu nilai yang diturunkan dari faktor yang memberikan informasi tentang keadaan suatu dari suatu

70 54 fenomena/ lingkungan/ wilayah, dengan signifikan dari indikator tersebut berhubungan secara langsung dengan nilai parameter. Indikator ini dihitung untuk penyusunan indeks komposit pembentukan daerah otonom harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : data tersedia, mudah dihitung, relevan, terukur dan reliabel. 2. Jumlah penduduk, penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 3. Kepadatan penduduk adalah rasio jumlah penduduk dengan luas wilayah efektif. 4. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto seluruh sektor kegiatan ekonomi yang terjadi/ muncul di suatu daerah pada periode tertentu. 5. PDRB non migas atas dasar harga berlaku dibagi jumlah penduduk di suatu daerah. 6. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan nilai PDRB non migas atas dasar harga konstan dari suatu periode/ tahun terhadap periode/ tahun sebelumnya. 7. Potensi daerah adalah potensi fisik dan non fisik dari suatu daerah/ wilayah seperti penduduk, sumber daya buatan dan sumber daya sosial. Untuk keperluan otonomi daerah, potensi daerah yang dapat diukur saja (tangible) dimasukkan dalam indikator tersedia. 8. Pendapatan daerah sendiri adalah seluruh penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam dan penerimaan dari bagi hasil provinsi (untuk pembentukan Kabupaten/ Kota).

71 55 9. Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial dan kemasyarakatan. 10. Luas daerah/ wilayah keseluruhan adalah luas daratan ditambah luas 4 mil laut dari pantai untuk kabupaten/ kota atau 4 sampai 12 mil dari pantai untuk provinsi. 11. Wilayah yang efektif yang dapat dimanfaatkan adalah wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budi daya di luar kawasan lindung. 12. Personil aparat pertahanan adalah anggota TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU yang menjadi satuan organik TNI di wilayah calon daerah otonom. 13. Karakteristik wilayah adalah ciri wilayah yang ditunjukkan oleh hamparan permukaan fisik calon daerah otonom (berupa daratan, atau daratan dan pantai/ laut, atau kepulauan), dan posisi calon daerah otonomi (berbatasan dengan negara lain atau tidak berbatasan dengan negara lain). 14. Rentang kendali adalah jarak rata-rata kabupaten/ kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten), ratarata lama waktu perjalanan kebupaten/ kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten). 15. Pusat kota dan pelayanan menjadi kegiatan masyarakat yang terbentuk sebagai kawasan yang paling dinamis, merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah. 16. Pengembangan wilayah adalah suatu kegiatan dan tindakan pengembangan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat.

72 56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Gido yang merupakan salah satu dari sepuluh (10) kecamatan di Kabupaten Nias dengan ibukota Hiliweto. Secara geografis, Kecamatan Gido terletak 0º13-30º lintang utara dan 30º-38º bujur timur, dengan luas wilayah 105,68 Km², berada ketinggian 115 M dari permukaan laut. Secara administratif Kecamatan Gido berbatasan dengan : a. Sebelah utara : Kota Gunungsitoli b. Sebelah selatan : Kecamatan Sogaeadu, Kecamatan Idanogawo, Kecamatan Bawolato dan Kabupaten Nias Selatan c. Sebelah Timur : Samudera Indonesia d. Sebelah Barat : Kabupaten Nias Barat Kecamatan Gido terdiri dari 21 (dua puluh satu) desa, luas desa yang disertai dengan rasio terhadap total luas kecamatan dapat dilihat dalam Tabel

73 57 Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Desa di Kecamatan Gido Tahun 2015 dan Rasio Terhadap Total Luas Kecamatan No Desa Luas (Km²) Rasio Terhadap Total Luas Kecamatan (%) (1) (2) (3) (4) 1 Hiliotalua 2,30 2,18 2 Akhelauwe 5,38 5,09 3 Hilisebua 7,16 6,78 4 Somi 7,48 0,07 5 Sirete 4,76 4,50 6 Hiliweto Gido 3,61 3,42 7 Loloanaa Gido 2,31 2,19 8 Sisobahili 4,00 3,79 9 Lahemo 8,71 8,24 10 Ladea 1,28 1,21 11 Umbu 3,94 3,73 12 Saewe 5,57 5,27 13 Lolozasai 3,01 2,85 14 Lasara Idanoi 9,48 8,97 15 Lasela 4,80 4,54 16 Ladea Orahua 2,57 2,43 17 Tulumbaho Salo o 4,61 4,36 18 Nifolo o Lauru 4,00 3,79 19 Hilizoi 9,53 9,02 20 Somi Botogo o 1,87 1,77 21 Olindrawa Sisarahili 9,31 8,81 Jumlah 105,68 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Nias 2016 Berdasarkan data pada Tabel 4.1 Desa Hilizoi dengan luas 9,53 km² yang rasio terhadap total luas kecamatan sebesar 9,02 merupakan desa terluas dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Gido. Desa Ladea dengan rasio terhadap total luas kecamatan sebesar 1,21 merupakan desa terkecil dengan luas 1,28.

74 Kependudukan Penduduk berdasarkan luas wilayah dan kepadatan penduduk per desa/kelurahan di Kecamatan Gido tahun 2015 tercatat sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata 200,94 jiwa/km². Berdasarkan data Tabel 4.2 jumlah penduduk yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Desa Hiliweto Gido dengan jumlah penduduk laki-laki jiwa dan perempuan jiwa yang jumlah keseluruhan penduduknya adalah jiwa dengan kepadatan penduduk 669,53 jiwa/km². Jumlah penduduk paling banyak berada di Desa Hiliweto yang jumlah penduduknya jiwa dan jumlah penduduk terkecil berada di Desa Loloana a Gido dengan jumlah penduduk 299 jiwa. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan dirinci Menurut Desa Tahun 2015 No Desa Laki-Laki Perempuan Jumlah Kepadatan Penduduk (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Hiliotalua ,00 2 Akhelauwe ,69 3 Hilisebua ,79 4 Somi ,83 5 Sirete ,28 6 Hiliweto Gido ,53 7 Loloanaa Gido ,44 8 Sisobahili ,00 9 Lahemo ,19 10 Ladea ,81 11 Umbu ,86 12 Saewe ,70 13 Lolozasai ,24 14 Lasara Idanoi ,05 15 Lasela ,50

75 59 Tabel 4.2 lanjutan No Desa Laki-Laki Perempuan Jumlah Kepadatan Penduduk (1) (2) (3) (4) (5) (6) 16 Ladea Orahua ,84 17 Tulumbaho Salo o ,83 18 Nifolo o Lauru ,00 19 Hilizoi ,81 20 Somi Botogo o ,75 21 Olindrawa Sisarahili ,58 Jumlah ,94 Sumber : BPS Kabupaten Nias Mata Pencaharian Sebagian besar penduduk di Kecamatan Gido bekerja di sektor pertanian, baik sebagai buruh tani maupun sebagai petani sendiri. Selain pada sektor pertanian juga ada sektor industri rumah tangga, perdagangan, jasa dan lainnya. Luas panen padi terbesar di Kecamatan Gido terletak di Desa Hilizoi. Untuk tanaman palawija komoditi jagung dan tanaman ubi kayu luas panen terbesar berada di Desa Lasara Idanoi. Tanaman keras yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat Kecamatan Gido adalah tanaman karet dengan luas tanam sebesar Ha. Tabel 4.3 Luas Panen, Produksi Padi dan Rata-Rata Produksi Padi Menurut Desa Tahun 2015 No Desa Luas Panen (Ha) Produksi Padi (Kw) Rata-rata produksi Padi (Kw/Ha) (1) (2) (3) (4) (5) 1 Hiliotalua Akhelauwe Hilisebua ,5 4 Somi ,2 5 Sirete ,6

76 60 Tabel 4.3 lanjutan No Desa Luas Panen (Ha) Produksi Padi (Kw) Rata-rata produksi Padi (Kw/Ha) (1) (2) (3) (4) (5) 6 Hiliweto Gido ,4 3,4 7 Loloanaa Gido Sisobahili Lahemo Ladea Umbu ,4 3,4 12 Saewe ,9 3,3 13 Lolozasai Lasara Idanoi Lasela Ladea Orahua Tulumbaho Salo o ,2 18 Nifolo o Lauru Hilizoi ,6 3,7 20 Somi Botogo o Olindrawa Sisarahili 19 60,8 3,2 Jumlah ,1 34,7 Sumber : BPS Kabupaten Nias 2016 Tabel 4.4 Luas Panen Palawija Menurut Jenis dan Desa Tahun 2015 (Ha) No Desa Jagung Ubi Ubi Kacang Kacang Kayu Jalar Tanah Hijau Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Hiliotalua Akhelauwe Hilisebua Somi Sirete Hiliweto Gido Loloanaa Gido Sisobahili Lahemo Ladea Umbu Saewe Lolozasai Lasara Idanoi Lasela Ladea Orahua Tulumbaho Salo o

77 61 No Desa Jagung Ubi Ubi Kacang Kacang Kayu Jalar Tanah Hijau Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) No Desa Jagung Ubi Ubi Kacang Kacang Kayu Jalar Tanah Hijau Jumlah 18 Nifolo o Lauru Hilizoi Somi Botogo o Olindrawa Sisarahili Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Nias 2016 Tabel 4.5 Luas Tanaman Keras Menurut Jenis dan Desa Tahun 2015 (Ha) No Desa Kelapa Karet Kopi Coklat Kemiri Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Hiliotalua Akhelauwe Hilisebua Somi Sirete Hiliweto Gido Loloanaa Gido Sisobahili Lahemo Ladea Umbu Saewe Lolozasai Lasara Idanoi Lasela Ladea Orahua Tulumbaho Salo o Nifolo o Lauru Hilizoi Somi Botogo o Olindrawa Sisarahili Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Nias 2016

78 Fasilitas Sarana dan Prasarana Transportasi Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang baik akan memperlancar perkembangan wilayah, karena membantu memperlancar proses sebaran kegiatan, barang dan jasa dari maupun ke Kecamatan Gido. Kecamatan Gido dilalui jalan nasional yang menghubungkan Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias Selatan. Kondisi tersebut memberikan keuntungan sebagai modal pengembangan Kecamatan Gido. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Gido memiliki hubungan tidak hanya dalam skala kabupaten tetapi juga memiliki aksesbilitas regional yang menerus sehingga mobilitasnya tinggi. Panjang jalan kabupaten yang melewati kecamatan 600,625 km yang kondisi permukaan jalan 105,775 km dalam keadaan baik, 99,442 km dalam keadaan sedang, 45,206 km dalam keadaan rusak dan 350,202 dalam keadaan rusak berat Kondisi Eksisting dan Analisis Fasilitas Sarana dan Prasarana Pemerintah Daerah Kabupaten Nias di Kota Gunungsitoli Gedung perkantoran Kabupaten Nias yang ada saat ini terdiri dari Kantor Bupati, Kantor DPRD, perkantoran SKPD Kabupaten Nias yang 80% masih berada di Kota Gunungsitoli yang telah memiliki pemerintah sendiri yaitu Pemerintah Kota Gunungsitoli, dan saat ini akan direncanakan kepada Pemerintah Kota Gunungsitoli dan atau menjadi asset BUMD dikemudian hari.

79 Analisis Fasilitas dan Kondisi Sarana dan Prasarana di Kecamatan Gido Kondisi sarana dan prasarana pemerintah Gido sebagai ibukota Kabupaten Nias yang ada pada saat ini hanya kantor Camat Gido dan prasarana gedung sekolah yang tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai perkantoran Pemerintah Kabupaten Nias demikian juga dengan rumah penduduk yang kurang memadai Lokasi Rencaan Perkantoran Rencana pertapakan perkantoran Kabupaten Nias yang baru berada di Kecamatan Gido tetapnya di Desa Hilizoi seluas lebih kurang 20 Ha. Lokasi rencana pertapakan sudah pembebasan lahan melalui proses hibah tanah oleh masyarakat setempat diperuntukan untuk Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias.

80 64 Tabel 4.6 Kebutuhan Perkantoran Berdasarkan Luas Lahan No Keterangan Luas (m 2 ) 1 Kantor Bupati Kantor DPRD Kantor Insprektorat Kantor Badan Perencanaan Pembangunan dan Penanaman Modal Kantor Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kantor Badan Kepegawaian Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kelurahan Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kantor Badan Penelitian, Pengembangan dan Statistik Kantor Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kantor Badan Satuan Polisi Pamong Praja Rumah Sakit Umum Daerah Kantor Lingkungan Hidup Kantor Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumentasi Kantor Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kantor Dinas Pertanian Kantor Dinas Kelautan Dan Perikanan Kantor Dinas Tata Ruang, Perumahan dan Kebersihan Kantor Dinas Pendapatan Kantor Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Sumber Daya Mineral Kantor Dinas Koperasi, Usaha Kecil & Menengah Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kantor Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kantor Dinas Kesehatan Kantor Dinas Pendidikan Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Polres Kodim Kejaksaan 5.000

81 65 Tabel 4.6 lanjutan No Keterangan Luas (m 2 ) 32 Pengadilan Badan Pertanahan Nasional Kantor Departemen Agama Kantor SKPD lainnya Total Keseluruhan Ha 4.3. Analisa Kesiapan Kecamatan Gido sebagai Pusat Pemerintahan di Kabupaten Nias Untuk melihat kesiapan pusat Pemerintah Kabupaten Nias terhadap pengembangan wilayah Kecamatan Gido Kabuapten Nias ditinjau berdasarkan aspek keterjangkauan, kecukupan dan kesesuaian Kecamatan Gido menjadi Pusat Pemerintahan meliputi : Keterjangkauan (Affordability) Aspek keterjangkaun dalam kesiapan Kecamatan Gido menjadi pusat pemerintahan meliputi : rentang kendali, yaitu jarak dan kelancaran untuk mencapai pusat pemerintahan yang disiapkan untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Nias. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1). Hasil penelitian dari responden tentang pemindahan ibukota/ pusat pemerintahan Kabupaten Nias sangat baik dan sangat setuju ke Gido, karena posisinya berada ditengah dan strategis untuk mencapai seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Nias. Dan itu merupakan amanat PP Nomor 30 Tahun 2016 dan sebaiknya segera ditindaklanjuti untuk mengembangkan wilayah Kabupaten Nias khususnya Kecamatan Gido sebagai ibukota Kabupaten Nias.

82 66 2). Jarak tempuh dari seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Nias mudah ditempuh karena posisinya berada di jalan proinsi yang dan jalan-jalan kabupaten yang akan sedang di bangun untuk akses menuju wilayah pertapakan pusat pemerintahan yang sedang dibangun dan tidak adanya kemacetan. Dari wilayah yang sulit dijangkau yang dikarenakan jalan rusak dan sebahagian daerah akan dibangun jalan seperti untuk mencapai wilayah pertapakan pemindahan ibukota/ Pemerintahan Kabupaten Nias merencanakan pembangunan jaringan jalan sebagai akses menuju pusat pemerintahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias dalam master plan pembangunan pusat pemerintahan di Gido

83 67 Gambar 4.1 Analisis Spasial Kesesuaian Jangkauan Penentuan Kecamatan Gido Sebagai Pusat Kecamatan

84 68 3). Gido ibukota Kabupaten Nias tidak berada tepat di titik tengah bila diukur dari seluruh wilayah dan seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Nias, tetapi apabila dibandingkan dengan letak wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Nias. Gido yang dijadikan ibukota akan menjadi titik nol dari seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Nias.

85 69 Gambar 4.2 Peta Struktur Ruang Kabupaten

86 70 Gambar 4.3 Peta Analisis Akses Jalan Menuju Kecamatan Gido Sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias

87 71 Tabel 4.7 Ruas Jalan Nasional di Kabupaten Nias Tahun 2015 No Ruas Panjang (Km) Lintas Tengah 1 Batas Kota Gunungsitoli - Gido 8,00 2 Batas Gunungsitoli Idanogawo 6,2 3 Tetehosi Lahusa 7,00 4 Bawolato - Lahusa 17,00 5 Sogae adu Tetehosi 2,00 Jumlah (Km) 40,2 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum, Panjang Jalan Nasional 2015 Tabel 4.8 Ruas Jalan Provinsi di Kabupaten Nias Tahun 2015 No Ruas Panjang (Km) 1 Miga (Kota Gunungsitoli) Hiliserangkai 14,00 Jumlah (Km) 14,00 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum, Panjang Jalan Provinsi 2015 Tabel 4.9 Ruas Jalan Kabupaten di Kabupaten Nias Tahun 2015 No Ruas Panjang (Km) 1 Hiliweto Lasara Siwalubanua 12,500 2 Duria Somi 7,100 3 Duria Sogae adu 1,000 4 Lasara Idanoi Sisobahili 8,000 5 Lolozasai Sisobahili 8,500 6 Lolozasai Bakaru 4,500 7 Hili otalua Lewuoguru I 4,000 8 Somi Laria 8,000 9 Hilisebua Saitagaramba 4, Hilisebua Daulo 7, Lasara Idanoi Lahemo 5, Lahemo Awela 8, Jl. Nasional SMP/SMK Swasta Tomosa 1, Somi Bakaru 4, Sirete Somagiao 2, Tetehosi Bozihona 11, Hilina a Tafu o Si ofaewali 6, Tetehosi Holi 12, Bobozioli Loloana a Si ofabanua 8, Sai wahili Hili adulo Somolo-molo 10,000

88 72 No Ruas Panjang (Km) 21 Biouti Laira 4, Biouti Botohaenga 8, Hilina a Tafu o Lawalo 12, Tetegona ai Laowo HL baruzo 5, Maliwa a Awoni La uso 6, Hililawae Fahandrona 10, Laowo Hilimbaruzo Fahandrona 7, Hilina a Lasara 12, Lasara Taneso o Ononamolo I Bot 7, Fadoro Lauru Larumae Desa Ononamolo I 6, Sisobahili Tanose o Simandraolo 3, Sisobahili Tanose o Fadoro Hilimbowo 3, Dima Sinarikhi 6, Onowembo Hiligara Sinarikhi 4, Fadoro Lauru Sinarikhi 3, Sitolu banua Tagaule 9, Huno Huo 8, Hili horu Si ofabanua 12, Sisarahili Bawolato Banuasibohou Silima ewali 7, Dahana Balale 3, Sisarahili Balale 17, Sisarahili Gazamanu 7, Holi Fahandrona 8, Holi Sisaratandrawa 8, Orahili Somolo-molo Sifaoroasi Ulugawo 4, Lasara Siwalubanua Duria (Nias Barat) 6, Lasara Siwalubanua Moi (Nias Barat)_ 8, Lasara Siwalubanua Somolo-molo 6, Lasara Siwalubanua Lewuoguru-II 10, Somolo-molo Sihare o III 7, Somolo-molo Tuhewaebu 5, Somolo-molo Sisobawino-I 8, Dahadano Botombawo Ononamolo Talafu 12, Lalai I/II Awela 8, Lolofaoso lalai Orahili 3, Lalai Faekhu (Kota Gusit) 5, Lolowua Hilizia Lawa-lawa 5, Dahadano Botombawo Balohili Botomuzoi 3, Botombawo Hiliwa ele II 4, Lolowua Fadoro Lai o 4, Fadoro Hunogoa - Orahili 6, Hiliwa ele I Fulolo Botomuzoi 3, Hiliwa ele I Dola Fadoro Hunogoa 5, Hiliwa ele I Hilimbaruzo (Nias Barat) 4, Balohili Botomuzoi Fadoro Lauru 11, Ononamolo Talafu Ononazara 1, Ononamolo Talafu Sohuwo Olanori 6,150

89 73 No Ruas Panjang (Km) 70 Hiliwa ele Hilihambawa Dusun 3 7, Aramo Simanaere Sungai Doa 8, Sogaeadu Somolo-molo 12, Hilibadalu Maliwa a 4, We a-we a Lasela 9, Lauri Somolo-molo 16, Sisarahili Sogae adu Laira 10, Tulumbaho Laira 8, Baruzo Saitagaramba 5, Sihare o Sogaeadu Lahemo 4, Sihare o Saogaeadu Hiliotalua 7, Saitagaramba Kompleks Kantor Kecamatan Sogaeadu 1, Sogae adu Botogo o 8, Sisarahili Sogae adu Bio uti 6, Sogae adu Ladea 11, Baruzo Hilizoi (jln. menuju kantor Bupati Nias) 3, Tuhembuasi Hiligogowaya 1,900 Jumlah 600,625 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum, Panjang Jalan Kabupaten 2015

90 Kecukupan (Recoverability) Aspek kecukupan dalam analisis kesiapan Kecamatan Gido menjadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias dapat diukur dan dilihat terhadap apakah kecukupan jumlah penduduk, luas daerah, fasilitas-fasilitas umum/ publik dalam mendukung untuk di bangunnya ibukota/ Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias di Kecamatan Gido sudah cukup syarat dipilih Kecamatan Gido dan mengapa tidak daerah lain. Faktor dan indikator dalam rangka pembentukan daerah menjadi Pusat Pemerintahan di Kecamatan Gido dapat dilihat faktor utamanya adalah ketersediaan lahan untuk pertapakan di Kecamatan Gido, letaknya yang strategis mudah dijangkau dari seluruh wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Nias dan infrastruktur yang tersedia di Kecamatan Gido lebih memadai dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hasil penelitian di lapangan membuktikan Kecamatan Gido lebih cocok menjadi ibukota/ Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias apabila dibandingkan dengan kecamatan yang ada di Kabupaten Nias dan sedang disiapkan untuk menjadi ibukota dan sekaligus Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias. Indikator tersebut dapat diukur dengan kecukupan atas fasilitas dan sarana prasarana di Kecamatan Gido sebagai berikut : 1). Jumlah Penduduk Penduduk berdasarkan luas wilayah dan kepadatan per desa/ kelurahan di Kecamatan Gido Tahun 2015 tercatat sebanyak jiwa yang terdiri dari laki laki jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata 202,88 jiwa per km².

91 75 Berdasarkan Tabel 4.2 jumlah penduduk yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Desa Hiliweto dengan jumlah penduduk laki-laki jiwa dan perempuan jiwa yang jumlah keseluruhan penduduknya adalah jiwa dengan Kepadatan penduduk rata rata 669,53 jiwa/km². Jumlah penduduk paling banyak berada di Desa Hiliweto yang jumlahnya jiwa dan jumlah penduduk terkecil berada di Desa Loloana a Gido yaitu 299 jiwa. Apabila dilihat dari jumlah penduduk Kecamatan Gido sudah memadai dan mendukung untuk dijadikan Pusat Pemerintahan di Gido yaitu jiwa. 2). Luas Daerah Luas daerah merupakan faktor utama pendukung dipilihnya Kecamatan Gido menjadi pertapakan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias yang memiliki lahan untuk area pertapakan yang begitu luas dan strategis dengan seluruh wilayah kecamatan yang berada di Kabupaten Nias, yaitu berada di Kecamatan Gido. Kecamatan Gido mempunyai luas 105,68 km². Pembebasan lahan merupakan salah satu tindak lanjut dari Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah yang sekarang masih dalam pengembangan dan pembangunan sebagai awal proses dari kesiapan pemindahan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias ke Kecamatan Gido yang tepatnya di Desa Hilizoi dan di Desa Hiliweto Gido. 3). Fasilitas Publik Potensi daerah yang mendukung dalam perekonomian yang ada di Kecamatan Gido adalah Bank dan Pasar. Kecamatan Gido memiliki Bank dan lembaga keuangan non Bank seperti : Bank BRI dan Koperasi Simpan Pinjam.

92 76 Fasilitas ekonomi yang ada di Kecamatan Gido adalah terdapatnya Pasar Pekan Gido dan beberapa kelompok pertokoan. Pasar pekan besar di Kecamatan Gido jatuh pada hari Jum at. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terdapat beberapa kelompok pertokoan. Pertokoan tersebut terletak di jalan utama Kecamatan Gido yang merupakan jalan lintas Nasional dan Kabupaten. Terminal bus yang direncanakan dibangun di Desa Hiliweto Kecamatan Gido pada Tahun Kecamatan Gido memiliki fasilitas lapangan olahraga sebanyak 10 (sepuluh) yang terdiri dari lapangan sepak bola, bola volly dan badminton. Dan jumlah balai pertemuan di Kecamatan Gido memiliki 1 (satu) yang berada di depan Kantor Camat Gido. Lokasi pasar yang begitu strategis dengan wilayah sekitar dan kecamatan di sekitanya (hinterland) maka didapati juga restoran dan rumah makan. Selain itu, Kecamatan Gido juga memiliki beberapa industri rumah tangga. 4). Fasilitas Pendidikan Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Gido dari Tingkat taman kanak kanak (TK)/ pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar (SD), sekolah menegah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA).

93 77 Tabel 4.10 Banyaknya Murid SD, SMP, dan SMA Menurut Desa di Kecamatan Gido Tahun 2015 No Desa SD SMP SMA Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Hiliotalua Akhelauwe Hilisebua Somi Sirete Hiliweto Gido Loloanaa Gido Sisobahili Ladea Umbu Saewe Lolozasai Lasara Idanoi Lasela Ladea Orahua Tulumbaho Salo o Nifolo o Lauru Hilizoi Somi Botogo o Olindrawa Sisarahili Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Nias 2016 Kecamatan Gido memiliki Sekolah Dasar Negeri (SDN) sebanyak sekolah dan sekolah dasar swasta (SDS) sebanyak 105 sekolah, sekolah menengah pertama negeri (SMPN) sebanyak sekolah dan sekolah menengah pertama swasta (SMPS) sebanyak 400 sekolah, sekolah menegah atas negeri (SMAN) sebanyak 851 sekolah dan sekolah menengah atas swasta (SMAS) sebanyak 163 sekolah. Kecamatan Gido belum memiliki sekolah tinggi (universitas).

94 78 5). Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan Kecamatan Gido lengkap dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang berada di Kabupaten Nias, karena Puskesmas Rawat Nginap terletak di Kecamatan Gido. Tabel 4.11 Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Gido Tahun 2015 No Sarana Kesehatan Jumlah (1) (2) (3) 1 Puskemas Plus 1 2 Pustu 2 3 Polindes 5 4 Posyandu 25 Jumlah 33 Sumber : BPS Kabupaten Nias 2016 Jumlah tenaga medis yang berada di Kecamatan Gido sebanyak 84 orang diantaranya dokter umur 2 orang, bidan 28 orang, dukun bayi 33, perawat dan tenaga administrasi 21 orang. Berdasarkan jumlah tenaga medis dengan keberadaan penduduk Kecamatan Gido yang diolah menurut PP 78/2007 rasio tenaga medis : 84 / x = 39,56

95 Kesesuaian (Replicability) Aspek kesesuaian dalam kesiapan Kecamatan Gido menjadi ibukota/ Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias yang dilihat dari kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kemampuan keuangan, pertahanan, keamanan dan tingkat kesejahteraan masyarakat masih jauh dari yang diharapkan. Indikator tersebut dapat diukur dengan potensi yang ada di Kecamatan Gido sebagai berikut : 1). Potensi Daerah Potensi daerah yang berada di Kecamatan Gido belum sepenuhnya dapat memenuhi kelancaran aktifitas pelayanan perekonomian, pendidikan, kesehatan, dan tingkat pekerja dengan usia produktif. Proses pemenuhan kebutuhan ini ditandai dengan banyaknya kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi dan banyaknya masyarakat yang pindah (berkomuter) ke daerah lain 2). Sosial Budaya. Dalam PP Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 indikator sosial budaya ada 3 (tiga), yaitu rasio sarana peribadatan, fasilitas lapangan olahraga dan jumlah balai pertemuan. Jumlah sarana peribadatan di Kecamatan Gido sebanyak 134 tempat ibadah. Jumlah fasilitas peribadatan di Kecamatan Gido terdiri dari masjid 2 Buah, gereja protestan 132 buah. Penduduk masyarakat Kecamatan Gido kebanyakan beragama Kristen Protestan. 3). Sosial Politik Jumlah masyarakat yang ikut serta dalam sosial politik baik itu dari pemilihan legislatif dan organisasi kemasyarakatan yang ada di Gido mendukung untuk segera dibangunnya Pusat Pemerintahan di Gido dan ditandai dengan

96 80 gebrakan masyarakat dan organisasi masyarakat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Nias agar segera dipindahkan. Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif terhadap penduduk yang mempunyai hak pilih adalah jumlah penduduk usia 17 tahun ke atas atau yang sudah kawin. 4). Pertahanan dan Keamanan Pembangunan pertapakan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias yang sekarang berada berdekatan dengan Kantor Kepolisian Sektor Gido dan Kantor Komando Rayon Militer Gido untuk menjaga persatuan dan keamanan di wilayah NKRI khususnya Kecamatan Gido. Untuk pembiayaan pendanaan pembangunan pusat pemerintahan daerah Kabupaten Nias menampung pembiayaan pada APBD Kabupaten Nias dari Tahun 2015 untuk pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias sebesar Rp. 37,4 M, yaitu dengan pembangunan perkantoran/ fisik 31,9 M dan pembangunan akses jalan termasuk jalan boulevard di tengah tengah pertapakan perkantoran Rp. 5,5 M dan bantuan dana APBN sampai selesai di bangunnya Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias. Berdasarkan penilaian syarat teknis dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan lokasi ibukota kabupaten yang berlaku di seluruh kabupaten di Indonesia yang diukur melalui pembobotan indikatornya sebagai berikut :

97 81 Tabel 4.12 Perhitungan Indikator dan Faktor Pembentukan Pusat Pemerintah Kabupaten Nias Menurut PP Nomor 78 Tahun 2007 No Faktor dan Indikator Bobot Total Unit/Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Kependudukan , Jumlah Penduduk , , Kepadatan Penduduk 5 200, ,00 105,67 2 Kemampuan Ekonomi , PAD Perkapita , , ,00 2. Kontribusi PAD 5 0, , ,00 3 Potensi Daerah , Rasio Bank dan 2 0,009 2, , Lembaga Keuangan non Bank per Penduduk 2. Rasio Kelompok 1 9,418 20, , Pertokoan per Penduduk 3. Rasio Pasar per 1 0,470 1, , Penduduk 4. Rasio Sekolah SD per 1 0,004 18, ,00 Penduduk SD 5. Rasio Sekolah SLTP 1 0,002 5, ,00 per Penduduk SLTP 6. Rasio Sekolah SLTA 1 0,090 91, ,00 per Penduduk SLTA 7. Rasio Fasilitas 1 15,540 33, , Kesehatan per Penduduk 8. Rasio Tenaga Medis 1 39,557 84, , per Penduduk 9. Persentase pelanggan 1 53, , , listrik terhadap jumlah rumah tangga 10. Persentase pekerja 1 59, , , yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun keatas 11. Persentase pekerja 1 14, , ,00 yang bekerja minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun keatas 12. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap jumlah penduduk 1 865, , , Kemampuan Keuangan , Jumlah PDS , ,00 2. Rasio PDS terhadap jumlah penduduk , , ,00

98 82 Tabel 4.12 Lanjutan 3. Rasio PDS terhadap PAD 5 1, , ,00 5 Sosial Budaya 5 68, Rasio sarana 2 63, , , peribadatan per penduduk 2. Rasio fasilitas 2 4,709 10, , lapangan olahraga per penduduk 3. Jumlah balai pertemuan 2 0,470 1, , Sosial Politik 5 43, Rasio penduduk 3 39, ,00 336,00 yang ikut pemilu legislatif yang mempunyai hak pilih 2. Jumlah organisasi kemasyarakatan 2 4,000 7 Luas Daerah 5 179, Luas wilayah keseluruhan 3 105, Luas wilayah efektif yang dimanfaatkan 2 73, ,680,00 8 Pertahanan 3 0, Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah 3 0,075 8,00 105,680,00 9 Keamanan 5 5, Rasio jumlah personil keamanan terhadap jumlah penduduk 5 5,651 12, ,00 10 Rentang Kendali 5 22, Rata-rata jarak 2 7,390 kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) 2. Rata-rata waktu 3 15,000 perjalanandari kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) Jumlah ,600 Sumber : Hasil Analisis

99 83 Tabel 4.13 Kategori Indikator Kelulusan Menurut PP Nomor 78 Tahun 2007 Kategori Total nilai seluruh indikator Keterangan Sangat mampu 420 s/d 500 Rekomendasi Mampu 340 s/d 419 Rekomendasi Kurang Mampu 260 s/d 339 Ditolak Tidak Mampu 180 s/d 259 Ditolak Sangat tidak mampu 100 s/d 179 Ditolak Sumber : PP No. 78 Tahun 2007 Apabila dalam pembentukan suatu daerah otonom baru dapat dikategorikan : suatu daerah otonom yang direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom mempunyai seluruh kategori seluruh indikator dengan kategori sangat mampu ( ) atau mampu ( ) serta perolehan total nilai indikator faktor kependudukan (80 100), faktor kemampuan ekonomi (60 75), faktor potensi daerah (60 75) dan tolak ukur kemampuan keuangan (60 75). Dan menurut penilaian ini peneliti mengukur apakah Kecamatan Gido lebih siap dibandingkan Kecamatan Idanogawo dan Kecamatan Bawolato. Berdasarkan pada perhitungan pada lampiran 1,2,3 dan pada perbandingan Kecamatan Gido dengan Kecamatan Idanogawo pada lampiran 4, perbandingan Kecamatan Gido dengan Kecamatan Bawolato pada lampiran 5 menunjukkan hasil bahwa Kecamatan Gido mampu dan dapat direkomendasikan berdasarkan kategori indikator kelulusan menurut PP Nomor 78 Tahun 2007 dalam pembentukan Pusat Pemerintahan di Gido 380 dan 374 pada perkalian bobot dan masing masing indikator.

100 84 Total Indikator = Total bobot yang dapat dihitung X Total seluruh indikator Total seluruh bobot dihitung total indikator = 100 x total indikator = 441,86 Perbandingan antara Kecamatan Gido dengan Kecamatan Idanogawo berdasarkan perhitungan pada lampiran 4, hasil indikator berjumlah 380 dan setelah perhitungan indikator yang dapat dihitung menjadi 441,86 total indikatornya. Masuk pada kategori sangat mampu yang pada total seluruh indikator 420 sampai dengan 500 yang dengan keterangan direkomendasi. total indikator = 100 x total indikator = 440,00 Perbandingan antara Kecamatan Gido dengan Kecamatan Bawolato berdasarkan perhitungan pada lampiran 5, menunjukkan Kecamatan Gido sangat mampu untuk direkomendasikan menjadi tempat Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias, yaitu total indikator berjumlah 374 dan setelah perhitungan dengan indikator yang tidak ada dan yang tidak dapat dihitung menjadi 440,00 total indikatornya. Masuk pada kategori sangat mampu yang pada total seluruh indikator 420 sampai dengan 500 yang dengan keterangan direkomendasi. Pembandingan Kecamatan Gido dengan daerah/ Kecamatan Idanogawo dan Kecamatan Bawolato lebih unggul dibanding keduanya berdasarkan penjumlahan seluruh indikator yang dihitung menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang kriteria penilaian penentuan ibukota kabupaten yang berlaku diseluruh kabupaten di Indonesia.

101 85 Tabel 4.14 Tabel Rekap Hasil Skoring Tiga Kecamatan No Faktor Indikator Kecamatan Gido Kecamatan Idanogawo Kecamatan Bawolato 1 Kependudukan , , ,271 2 Kemampuan Ekonomi 4.383, , ,006 3 Potensi Daerah 1.058, , ,360 4 Kemampuan Keuangan Sosial Budaya 68,282 66,341 65,942 6 Sosial Politik 43,053 28,342 92,450 7 Luas Daerah 179, , ,600 8 Pertahanan 0,075 0,051 0,063 9 Keamanan 5,651 0,061 0, Rentang Kendali 22,390 21,146 20,786 Jumlah , , ,289 Sumber : Hasil Analisis Indikator dalam pembentukan pusat pemerintahan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 memiliki nilai bobot 100 dari hasil penjumlahan dari seluruh nilai bobot indikator yang telah ditentukan, dalam penghitungan nilai indikator yang telah ditetapkan ada beberapa indikator yang tidak ada dan tidak dapat dihitung, antara lain : 1. Pertumbuhan ekonomi, nilai bobot 5; 2. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor, nilai bobotnya 1; 3. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor nilai bobotnya 1; 4. Tingkat kesejahteraan masyarakat, nilai bobotnya 5; 5. Karakteristik wilayah yang dilihat dari sudut pandang pertahanan, nilai bobotnya tidak bisa dihitung dan dikategorikan pada karakteristik wilayah yang tidak berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik wilayah berupa daratan, bobotnya 2.

102 86 Jadi, jumlah bobot yang seharusnya 100 berkurang menjadi 86 dikarenakan ada 5 indikator yang tidak ada dan tidak bisa dihitung yang nilai bobotnya 14 secara keseluruhan. Berdasarkan perhitungan pembandingan antara Kecamatan Gido dengan Kecamatan Idanogawo dan antara Kecamatan Gido dengan Kecamatan Bawolato menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pembentukan Pusat Pemerintahan menunjukkan Kecamatan Gido sangat mampu dan direkomendasikan menjadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias Faktor Internal dan Faktor Eksternal Faktor Internal 1. Kekuatan : a. Tersedianya lahan. b. Letak yang strategis. c. Infrastruktur transportasi di Kecamatan Gido bagus. d. Infrastruktur pendukung baik sarana dan prasarana, sosial dan budaya lebih memadai dibanding kecamatan lain. e. Adanya dukungan dari masyarakat Kabupaten Nias untuk menjadikan Kecamatan Gido sebagai ibukota kabupaten. 2. Kelemahan : a. Proses pembebasan lahan dari masyarakat yang cukup lama b. Kurangnya ketersediaan dana c. Sarana dan prasarana belum memadai sepenuhnya d. Belum adanya kebijakan yang langsung mengatur dari Kabupaten Nias e. Nilai nilai kebudayaan yang ada tidak dipelihara dengan baik

103 Faktor Eksternal 1. Peluang : a. Aksesbilitas yang relatif tinggi menuju Gido karena berada di jalan yang menghubungkan antar kota/ kabupaten b. Karena ibukota baru mudah dibentuk untuk dijadikan kota, tata ruang dan tata kotanya c. Gido mempunyai pasar wisata historis yang dapat dipertahankan dan dilestarikan untuk menarik dan memikat investor dari daerah sekitar maupun dari luar d. Iklim dan topografinya berpeluang untuk dijadikan tempat wisata, karena wilayah topografinya berbukit sampai bergunung dan udara yang sejuk. e. Adanya industri pengolahan padi yang dibutuhkan Kabupaten Nias yang ada di Kecamatan Gido 2. Ancaman a. Topografi yang tidak datar b. Adanya konflik dalam pembebasan lahan c. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang perencanaan d. Koordinasi pemerintah dengan masyarakat belum efektif e. Mudahnya masuk kebudayaan luar

104 88 Tabel 4.15 Matriks SWOT Peluang : a. Aksesbilitas yang relatif tinggi menuju Gido b. Gido memiliki nilai historis tersendiri c. Iklim dan topografinya berpeluang untuk dijadikan tempat wisata d. Adanya kerajinan rumah tangga dan industri rumah tangga Ancaman : a. Topografi yang tidak datar b. Adanya konflik dalam pembebasan lahan c. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang perencanaan d. Koordinasi pemerintah dengan masyarakat belum efektif e. Mudahnya masuk kebudayaan luar Kekuatan : a. Tersedianya lahan b. Letaknya strategis c. Transportasi/ aksesbilitas yang baik dan lancar d. Infrastruktur lebih memadai dibanding kecamatan lain e. Adanya dukungan dari masyarakat Kabupaten Nias Strategi (SO) : a. Penataan dan pemanfaatan tata ruang yang baik dalam perencanaan membangun usat pemerintahan Kabupaten Nias di Gido b. Mengembangkan sistem perencanaan yang memiliki keterpaduan, berdayaguna dan berhasilguna dengan mengikutsertakan partisipasi unsur unsur masyarakat c. Peningkatan kualitas SDM, pelayanan dan hasil industri dengan mengadakan pendidikan dan latihan kepada masyarakat Strategi (ST) : a. Diperlukan perencanaan yang matang dalam tata ruang perkantoran, dan ahli di bidangnya mengingat topografi tidak datar b. Diperlukan langkah konsulidasi pembebasan lahan yang bijaksana c. Melakukan sosialisasi perencanaan kepada masyarakat, dinas/ instansi dan stakeholder d. Meningkatkan komunikasi dengan masyarakat untuk terciptanya efektifitas koordinasi e. Adat dan kebudayaan ditanamkan dalam kehidupan sehari hari agar menjadi kebiasaan dan tetap terjaga Kelemahan : a. Pengeluaran izin pembebasan lahan yang cukup lama b. Kurangnya ketersediaan dana, anggaran c. Sarana dan prasarana belum memadai sepenuhnya d. Belum adanya kebijakan yang langsung mengatur dari Pemerintah Kabupaten Nias e. Nilai nilai kebudayaan yang ada tidak dipelihara dengan baik Strategi (WO) : a. Meningkatkan kerjasama antar pemerintah daerah dengan masyarakat lagi dan memberdayakan masyarakat setempat b. Untuk ditanggapi lebih serius dalam penggalangan dan penanggulangan dana dalam perencanaan, mengatur, dan pembangunan pusat pemerintahan c. Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan SDM melalui pelatihan maupun pendidikan adat di sekolahsekolah Strategi (WT) : a. Menyusun acuan prosedural dalam mekanisme perencanaan pembangunan pusat pemerintahan b. Peningkatan SDM dengan memberikan pelatihan yang mendukung meningkatnya kemampuan SDM untuk meningkatkan Gido dan Kabupaten Nias c. Meningkatkan penggunaan infrastruktur yang ada d. Meningkatkan koordinasi dengan masyarakat mengadopsi nilai nilai kebudayaan agar nilai nilai kebudayaan tetap terpelihara Sumber : Hasil Analisis

105 Penjelasan Matriks SWOT 1. Strategi SO, yaitu memanfaatkan peluang yang ada dengan mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki. Analisis ini menghasilkan strategi : a. Penataan dan pemanfaatan tata ruang yang baik dalam perencanaan membangun pusat pemerintahan Kabupaten Nias di Kecamatan Gido b. Mengembangkan sistem perencanaan yang memiliki keterpaduan, berdayaguna, berhasil guna, dengan mengikutsertakan partisipasi unsur unsur masyarakat c. Peningkatan kualitas SDM, pelayanan dan hasil industri dengan mengadakan pendidikan dan latihan kepada masyarakat 2. Strategi ST, yaitu menggunakan kekuatan meminimalisir ancaman. Analisis ini menghasilkan strategi : a. Melakukan perencanaan dan perencana yang benar yang baik dan tim yang benar benar ahli di bidangnya b. Diperlukan langkah konsulidasi pembebasan lahan yang bijaksana guna kepentingan positif bersama antara masyarakat pemerintah daerah c. Melakukan sosialisasi perencanaan kepada masyarakat, dinas/ instansi dan stakeholder d. Meningkatkan komunikasi dengan masyarakat untuk terciptanya efektifitas koordinasi e. Adat dan kebudayaan ditanamkan dalam kehidupan sehari hari agar menjadi kebiasaan dan tetap terjaga

106 90 3. Strategi WO, yaitu memanfaatkan peluang untuk memperbaiki kelemahan. Analisis ini menghasilkan : a. Meningkatkan kerjasama antar pemerintah daerah dengan masyarakat dan memberdayakan masyarakat setempat. b. Untuk ditanggapi lebih serius dalam penggalangan dan penanggulangan dana dalam perencanaan, mengatur, dan pembangunan pusat pemerintahan. c. Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan SDM melalui pelatihan maupun pendidikan adat di sekolah sekolah. 4. Strategi WT, yaitu strategi meminimalisir ancaman dan memperbaiki kelemahan. Analisis ini menghasilkan strategi : a. Menyusun acuan prosedural dalam mekanisme perencanaan pembangunan pusat pemerintahan b. Peningkatan SDM dengan memberikan pelatihan yang mendukung meningkatnya kemampuan SDM untuk meningkatkan Gido dan Kabupaten Nias c. Peningkatan penggunaan infrastruktur dan sarana prasarana yang ada d. Meningkatkan koordinasi pemerintah dengan masyarakat mengadopsi nilai nilai kebudayaan agar nilai nilai kebudayaan tetap terpelihara Pembobotan faktor faktor internal dan eksternal didapatkan dari hasil pengumpulan data primer melalui wawancara dan pengisian kuesioner terhadap 35 orang responden yang memahami tentang pembentukan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias di Kecamatan Gido. Hasil wawancara dari kuesioner selanjutnya

107 91 diberi rating dan dikalikan dengan bobot yang menghasilkan skor seperti dapat dilihat pada Tabel 4.16 dan Tabel 4.17 Tabel 4.16 menunjukkan bahwa skor tertinggi pada kekuatan (S) adalah tersedianya lahan dengan skor 0,8. Dan sementara untuk skor tertinggi pada kelemahan (W) adalah pengeluaran izin pembebasan lahan yang begitu lama dengan skor 0,4.

108 92 Tabel 4.16 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Strategi Internal Nilai Bobot Rating Skor (1) (2) (3) (4) (5) Kekuatan (S) 1. Tersedianya lahan 4 0,2 4 0,8 2. Letaknya Strategis 5 0,2 3 0,6 3. Transportasi/ aksesbilitas yang baik dan lancar 4 0,2 3 0,6 4. Infrastruktur pendukung lebih 4 0,2 3 0,6 memadai dibanding kecamatan lainnya 5. Adanya dukungan dari masyarakat 4 0,2 3 0,6 Kabupaten Nias Jumlah 21 1, ,20 Kelemahan (W) 1. Pengeluaran izin pembebasan lahan yang begitu lama 3 0,2 2 0,4 2. Kurangnya ketersediaan dana, 3 0,2 2 0,4 anggaran 3. Sarana prasarana belum memadai sepenuhnya 3 0,2 2 0,4 4. Belum adanya kebijakan yang 3 0,2 1 0,2 langsung mengatur dari Pemerintah Kabupaten Nias sendiri 5. Nilai nilai kebudayaan yang ada 3 0,2 1 0,2 tidak dipelihara dengan baik Jumlah 15 1,00 8 1,60 Sumber : Hasil Analisis

109 93 Tabel 4.17 Matrix Eksternal Factor Evaluation (EFE) Faktor Strategi Eksternal Nilai Bobot Rating Skor (1) (2) (3) (4) (5) Peluang (O) 1. Aksesbilitas yang relatif tinggi 4 0,2 4 0,8 menuju Kecamatan Gido 2. Kota baru masih mudah dibentuk 5 0,2 4 0,8 3. Gido memiliki nilai historis 4 0,2 3 0,6 tersendiri 4. Iklim dan topografinya berpeluang 4 0,2 3 0,6 untuk dijadikan temapt wisata 5. Adanya kerajinan rumah tangga dan 4 0,2 3 0,6 industri rumah tangga Jumlah 21 1, ,40 Ancaman (T) 1. Topografi yang tidak datar 3 0,2 2 0,4 2. Adanya konflik dalam pembebasan 3 0,2 1 0,2 lahan 3. Kurangnya pemahaman masyarakat 3 0,2 2 0,4 tentang perencanaan 4. Koordinasi pemerintah dengan 3 0,2 1 0,2 masyarakat belum efektif 5. Mudahnya masuk kebudayaan luar 3 0,2 1 0,2 Jumlah 15 1,00 7 1,40 Sumber : Hasil Analisis Keterangan : Nilai bobot didapat dari hasil rata rata penjumlahan bobot 35 kuesioner (lihat Tabel lampiran pembobotan) : 0,21 0,27 = 4 (Outstanding) 0,14 0,20 = 3 0,07 0,13 = 2 0,00 0,06 = 1 (poor) Tabel 4.17 menunjukkan bahwa peluang (O) terbesar dari faktor eksternal adalah aksesbilitas yang relatif tinggi menuju dan keluar Kecamatan Gido dari seluruh wilayah dengan skor 0,8. Sementara ancaman tertinggi untuk

110 94 ancaman (T) kurangnya pemahaman masyarakat tentang perencanaan dengan skor 0, Diagram SWOT Dengan menempatkan selisih nilai skor kekuatan (S) = 3,20 nilai skor kelemahan (W) = 1,60 pada sumbu x yaitu 1,60 dan menempatkan selisih nilai skor antara peluang (O) = 3,40 ancaman (T) = 1,40 pada sumbu y yaitu 2,00 maka didapatkan koordinat (x,y) = (1,60 ; 2,00). Berdasarkan hal tersebut pembentukan Pusat Pemerintah Kabupaten Nias di Gido dalam penelitian mempunyai situasi yang menguntungkan karena mempunyai kekuatan dan peluang. Pada kondisi ini diperlukan Support and Aggressive Strategy. Menurut Rangkuti (2000), harus menerapkan strategi SO (Strenght Opportunity). Strategi ini menggunakan kekuatan yang memiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada.

111 95 Peluang (O) (1,60 ; 2,00) 2 1 Kelemahan (W) Kekuatan (S) , Ancaman (T) Gambar 4.4 Diagram SWOT Selanjutnya dari hasil diagram SWOT didapatkan matriks SWOT yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana strategi pembentukan Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias strategi yang akan digunakan adalah strategi SO (Strenght Opportunities), strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi SO (Strenght Opportunities) yang akan diterapkan di Kecamatan Gido adalah : a. Penataan dan pemanfaatan tata ruang yang baik dalam perencanaan membangun pusat pemerintahan Kabupaten Nias di Kecamatan Gido b. Mengembangkan sistem perencanaan yang memiliki keterpaduan, berdayaguna, dan berhasilguna, dengan mengikutsertakan partisipasi unsur unsur masyarakat

112 96 c. Peningkatan kualitas SDM, pelayanan dan hasil industri dengan mengadakan pelatihan dan latihan kepada masyarakat Rencana Strategis Kebijakan Pemerintah ke depan Membangun Kecamatan Gido Menjadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias Strategi Pengembangan Struktur Ruang Penyusunan strategi struktur tata ruang bertujuan : 1. Agar kegiatan pembangunan dapat tersebar merata diseluruh bagian wilayah dan sekaligus menghindari terjadinya pemusatan kegiatan pembangunan yang berlebihan 2. Agar lebih menjamin adanya keserasian dan koordinasi antara bagian kegiatan pembangunan 3. Memberikan pengarahan kegiatan pembangunan bukan saja kepada aparatur pemerintah, melainkan juga kepada masyarakat dan swasta 4. Mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah yang sesuai dan seimbang dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung serta perkembangan wilayah 5. Menciptakan pola pemanfaatan tata ruang seoptimal mungkin dengan penyebaran prasarana dan sarana sosial, dengan kecenderungan yang berlaku di lapangan. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias, Kecamatan Gido termasuk kedalam WP I dan mempunyai wilayah pengaruh sebagai berikut : a. Desa Ehosakhozi (Kecamatan Hiliserangkai) b. Desa Tulumbaho (Kecamatan Sogaeadu)

113 97 Agar tercapainya struktur tata ruang yang optimal dan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah serta pelayanan yang merata terhadap seluruh wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Nias dirumuskan strategi pengembangan struktur ruang sebagai berikut : 1. Menciptakan struktur ruang yang bersifat akomodatif terhadap pengaruh perubahan wilayah administratif Kabupaten Nias 2. Menetapkan sistem pusat pusat permukiman yang diarahkan pada terbentuknya suatu kota utama terutama ibukota Kabupaten Nias dan beberapa kota penunjang utama (pusat WP) 3. Menetapkan kota yang berperan sebagai pusat pelayanan utama kabupaten dan berfungsi sebagai pusat pelayan regional. Salah satu fungsi penting pusat regional sebagai pusat koleksi dan distribusi di dalam wilayah kabupaten, juga dalam hubungannya dengan wilayah lain, untuk dapat mendukung semua tujuan pengembangan wilayah Kabupaten Nias, maka Kecamatan Gido diarahkan sebagai pusat kolektif dan distribusi regional yang perlu didukung oleh kota kota sedang dan kecil disekitarnya sebagai pusat sub-regional dan lokal. 4. Mendorong perkembangan WP melalui peningkatan akses ke pusat pusat WP dan antar pusat WP. 5. Pengembangan kawasan perkotaan secara terencana dan terpadu dengan memperhatikan perkembangan penduduk, keserasian hubungan antara kota dengan kawasan perdesaan yang menjadi daerah penyangganya dan keserasian pertumbuhan di dalam kota itu sendiri.

114 98 6. Pembangunan kawasan perdesaan melalui pengembangan sumber daya manusia dengan menciptakan iklim yang mendorong tumbuhnya kehendak dan swadaya masyarakat melalui peningkatan kemampuan masyarakat perdesaan untuk produksi, pengelolaan dan pemasaran hasil produksi sekaligus menciptakan lapangan kerja baru Strategi Sarana dan Prasarana Wilayah Untuk mendorong tercapainya struktur ruang dan pertumbuhan ekonomi wilayah maka strategi pengembangan sarana dan prasarana wilayah Kabupaten Nias adalah : 1. Memperluas jangkauan dan penyebaran prasarana fisik sampai kedaerah terpencil dan terisolasi serta menggalang partisipasi masyarakat dalam pembangunan sarana dan prasarana. 2. Mempercepat realisasi dan proses pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Nias sebagai pusat pelayanan kabupaten dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan pembangunan sarana dan prasarana pendukung. 3. Mengutamakan pembangunan sarana dan prasarana pendukung dalam pengembangan kota Gido sebagai kota pusat jasa, permukiman, perdagangan dan industri serta sebagai pusat pelayanan pendidikan skala kabupaten. 4. Meningkatkan dan mengamankan jalur jalur perhubungan yang ada, sehingga dapat menjamin kelancaran arus barang dan jasa.

115 99 5. Mengutamakan sistem prasarana utama wilayah yang terdiri dari sistem jaringan transportasi darat, transportasi air, transportasi udara, energi, telekomunikasi dan air bersih yang ditujukan menunjang tercapainya struktur ruang yang diinginkan, pertumbuhan ekonomi wilayah, pemerataan pembangunan, peningkatan stabilitas politik dan kesejahteraan masyarakat. 6. Meningkatkan penyediaan sarana pendukung antar kota sehingga perkembangan dan peningkatan kemampuan setiap kota dalam melayani setiap kawasan dapat terealisasi dengan baik. 7. Meningkatkan kapasitas pembangunan jalan menuju kota dan kabupaten tetangga antara Gido Kabupaten Nias Selatan, Gido Kota Gunungsitoli dan Gido Kabupaten Nias Barat. 8. Kelistrikan, telekomunikasi dan penyediaan air bersih diarahkan menyebar untuk melayani kebutuhan Kecamatan Gido terutama Kota Gido dan diproyeksikan kebutuhannya untuk mengantisipasi dampak apabila dibangunnya pusat pemerintahan kabupaten di Kecamatan Gido. 9. Mengembangkan penggunaan sumber daya energi panas bumi (geothemal) disamping tenaga air (hidroelectric) untuk penyediaan energi listrik yang seluruhnya dibentuk dalam sistem ketersambungan (interkoneksi) disamping mendorong pemanfaatan potensi energi listrik setempat secara parsial sebagai upaya pemenuhan kebutuhan akan energi listrik di wilayah yang belum terjangkau sistem interkoneksinya.

116 Strategi Pengembangan Kawasan Lindung Untuk menjamin kelestarian lingkungan dan keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, maka perlu dimantapkan bagian bagian wilayah yang akan dan tetap memiliki fungsi lindung. Strategi Pengembangan Kawasan Lindung : 1. Pemantapan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya masing masing, baik untuk melindungi kawasan bawahannya, melindungi kawasan setempat, memberi perlindungan terhadap keanekaragaman flora dan fauna serta ekosistemnya, serta melindungi kawasan yang rawan terhadap bencana alam, dengan mengikuti kriteria yang ditetapkan dalam Keppres No.32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. 2. Dalam mengupayakan tercapainya kelestarian dan keseimbangan lingkungan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pembangunan, maka kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung yang ditetapkan pada prinsipnya dapat dilanjutkan sejauh tidak mengganggu kepentingan fungsi lindungnya. 3. Melakukan peningkatan kelestarian lingkungan khususnya dalam menjaga keseimbangan hidrologi dengan mengawasi pemanfaatan hasil hutan, pelaksanaan reboisasi dan mengamankan daerah aliran sungai (DAS). 4. Menurut PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan kawasan lindung, kawasan hutan lindung,

117 101 kawasan bergambut, kawasan resapan air, kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau/ waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan untuk taman nasional, kawasan untuk taman hutan raya, kawasan untuk taman wisata, kawasan untuk cagar budaya, dan kawasan rawan bencana Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Untuk meningkatkan keterkaitan potensi dan pertumbuhan ekonomi wilayah, maka strategi pengembangan kawasan budidaya secara umum adalah pemanfaatan ruang secara optimal untuk kegiatan kegiatan budidaya baik produksi maupun pemukiman sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungannya serta mengendalikan pemanfaatan ruang agar tidak terjadi konflik antar kegiatan/ sektor, strategi pengembangan kawasan budidaya antara lain : 1. Strategi pengembangan kawasan tanaman pangan adalah : a. Mengembangkan kawasan tanaman pangan lahan basah dan lahan kering pada areal yang memiliki kesesuaian lahan dimaksud. b. Peningkatan produktifitas melalui intensifikasi dan rehabilitasi lahan lahan pertanian yang terlantar dan belum tergarap guna merangsang petani untuk melakukan diversifikasi kegiatan. c. Melanjutkan dan meningkatkan usaha usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi serta rehabilitasi secara terpadu, serasi dan merata sesuai dengan kondisi tanah, air dan iklim dengan tetap memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup serta memperhatikan tatanan kehidupan masyarakat.

118 Strategi pengembangan kawasan perkebunan/ tanaman tahunan antara lain : a. Meningkatkan kegiatan perkebunan rakyat melalui perbaikan teknik berproduksi, rehabilitasi lahan dan upaya diversifikasi. b. Perluasan kawasan perkebunan dilakukan pada areal yang memiliki kesesuaian lahan tanaman tahunan. c. Pemilihan jenis tanaman tahunan yang dibudidayakan terutama untuk menunjang keperluan industri, disesuaikan dengan permintaan kebutuhan sendiri, kebutuhan pasar ekspor dan harga jenis komoditi yang menguntungkan. 3. Strategi pengembangan kawasan peternakan adalah : a. Pemanfaatan lahan budidaya yang tidak produktif untuk usaha peternakan b. Pengembangan peternakan dengan sistem pengelolaan terpadu secara interaksi mutualistis, yaitu sistem pengembangan dengan pertanian tanaman pangan, dan sistem pengembalaan dengan pola wilayah hutan ternak (silvopastur) c. Peningkatan peranan ternak rakyat yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja d. Mendorong pengembangan peternakan dengan keikutsertaan pihak swasta. 4. Strategi pengembangan kawasan perikanan : a. Peningkatan usaha budidaya perikanan laut yang ditujukan oleh peningkatan prasarana dan sarana penangkapan ikan

119 103 b. Peningkatan usaha budidaya perikanan darat dengan memanfaatkan danau, sungai, rawa dan lahan yang memiliki potensi untuk dikembangkan c. Peningkatan dan pengadaan sarana penunjang perlu penyimpanan (cold storage) d. Perlindungan dan pengembangan perikanan rakyat dalam rangka peningkatan pendapatan dan taraf hidup masyarakat serta memberikan alternatif kegiatan usaha perekonomian rakyat. 5. Strategi pengembangan kawasan hutan antara lain : a. Mengembalikan fungsi hutan (terutama hutan lindung dan kawasan lindung lainnya) sebagaimana mestinya sebagai sistem penyangga kehidupan, pengatur tata air, iklim dan konversi b. Mengarahkan setiap aktivitas yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lain, yaitu dari fungsi hutan ke penggunaan lain seperti : perkebunan, permukiman, dan areal transmigrasi ke kawasan kawasan hutan konversi atau kawasan lain yang tidak termasuk hutan lindung (HL) maupun hutan produksi terbatas (HPT) c. Mengembangkan hutan tanaman : khususnya pada lahan kritis/ marjinal yang perlu direforestari dengan jenis jenis yang disenangi masyarakat, bernilai ekonomi yang cukup tinggi, teknologi budidaya dan pengolahan hasil yang tersedia serta prospek pasar yang cukup baik.

120 104 d. Peningkatan usaha budidaya hasil hutan non kayu yang biasa dikembangkan masyarakat seperti kemiri, kayu manis dan kemenyan. e. Pengembangan hutan tanaman industri dengan melibatkan masyarakat setempat disertai dengan pengembangan industri pengolahan hasil hutan. 6. Strategi pengembangan kawasan industri antara lain : a. Prioritas diberikan kepada industri yang memiliki keterkaitan dengan pertanian, pariwisata dan pertambangan yang berorientasi ekspor, memiliki nilai tambah yang tinggi serta hemat energi. b. Pengembangan jenis dan kegiatan industri secara selektif dalam pengertian berorientasi pada produk bersih dan berwawasan lingkungan. c. Pengembangan industri kerajinan dan industri jasa yang berhubung dengan kegiatan pariwisata. d. Peningkatan kemampuan teknologi masyarakat setempat sesuai dengan jenis industri yang berkembang sekaligus dalam rangka perluasan kesempatan kerja. 7. Strategi pengembangan kawasan pertambangan adalah : a. Lokasi potensi pertambangan ditetapkan secara fisik sebagai kawasan budidaya terbatas dimana di dalam kawasan tersebut tidak diperkenalkan adanya permukiman. b. Peningkatan usaha pertambangan tetap berpedoman pada pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

121 105 c. Eksploitasi bahan tambang harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan bagi kegiatan pertambangan di kawasan lindung harus tetap memperhatikan fungsi lindung pada kawasan tersebut. d. Kegiatan pertambangan di kawasan lindung dan budidaya harus melaksanakan reklamasi lahan akibat penambangan skala kecil maupun besar. 8. Strategi pengembangan kawasan wisata adalah : a. Mengembangkan obyek obyek wisata baru yang belum tergarap dan memiliki nilai ekonomi tinggi apabila dikembangkan. b. Pengembangan kepariwisataan berorientasi kepada pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta tidak merusak kelestarian asli daerah. c. Peningkatan kepariwisataan dengan upaya pembenahan objek wisata, penyempurnaan pengelolaan, penggalian dan pelestarian seni budaya asli melengkapi fasilitas penduduk. d. Pengembangan pariwisata dilakukan dengan prinsip tidak mengganggu struktur ekonomi masyarakat setempat sebagai dampak investasi yang dilakukan besar besaran dan eksklusif. e. Mempertimbangkan kesadaran masyarakat akan arti dan manfaat kepariwisataan dalam pembangunan sehingga dapat meningkatkan perannya dalam memperluas kesempatan kerja serta penghasil devisa.

122 Strategi Pengembangan Kawasan Prioritas Selain strategi pengembangan kawasan lindung dan budidaya, perlu juga ditentukan strategi pengembangan pada wilayah wilayah prioritas yang telah diidentifikasi. Strategi pengembangan kawasan prioritas di Kabupaten Nias adalah: 1. Mengembangkan, melestarikan, melindungi, dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam mendukung penataan ruang wilayah kota; 2. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten yang dinilai memiliki pengaruh sangat penting terhadap wilayah Kabupaten Nias; 3. Untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak dapat terakomodasi dalam rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang; 4. Sebagai pertimbangan dalam penyusunan Indikasi Program Utama RTRW Kabupaten Nias; dan 5. Sebagai dasar penyusunan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten Kebijakan Pemerintah Mengembangkan Gido Wilayah Perencanaan Salah satu hal yang dapat mempengaruhi perkembangkan batasan suatu kota adalah adanya faktor internal yaitu faktor perkembangan kota itu sendiri serta faktor eksternal berupa kebijakan pemerintah daerah maupun pusat. Beberapa kebijakan (faktor eksternal) yang dapat mempengaruhi Kota Gido :

123 Adanya pemekaran Kabupaten Nias dengan terbentuknya Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias Barat melalui Undang Undang Nomor 45, 46, 47 Tahun Selanjutnya melalui Perda Kabupaten Nias Nomor 3 Tahun 2012 dilakukan pemekaran kecamatan menjadi 10 kecamatan. Kemudian muncul adanya rencana pemekaran Kabupaten Nias yang menunjuk Gido sebagai ibukota kabupaten, dimana rencana pembangunan pusat pemerintahan kabupaten terletak di Desa Hilizoi dan sebagian berada di Desa Hiliweto. Adapun rencana pembangunan kawasan perkantoran ibukota kabupaten ini mempunyai luas ± 20 Ha yang berjarak ke pusat Kota Gido ± 1 km dengan panjang jalan ± 2 km. Dengan adanya rencana pembangunan pusat pemerintahan di Kecamatan Gido tersebut dan berdasarkan hasil analisis maka status Gido akan berubah menjadi daerah kota. Sebagaimana beberapa pertimbangan yang telah disampaikan di atas bahwa rencana pengembangan lahan kota ini sangat baik direalisasikan, mengingat kondisi Kota Gido yang saat ini mulai mencapai titik jenuh dengan kondisi kota yang terlihat sempit dan kumuh Daya Tampung Lahan Sebagai sumber daya alam, lahan mempunyai keterbatasan dalam menampung dan mendukung segala kegiatan diatasnya karena fungsi dari lahan tersebut adalah sebagai tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan, oleh karena itu perlu adanya kebijaksanaan pemanfaatan lahan yaitu : selain memanfaatkannya secara optimal juga perlu menjaga keseimbangan, guna

124 108 menghindari atau mengurangi bencana yang mungkin terjadi akibat proses alam maupun ulah manusia. Strategi struktur ruang Kabupaten Nias digambarkan dalam bentuk pembagian wilayah pengembangan (WP). Penentuan pusat pusat wilayah pengembangan diarahkan pada kemampuan menyangkut wilayah Kabupaten Nias secara keseluruhan, pengarahan dan pengendalian pembangunan kota melalui suatu perencanaan yang bertujuan untuk menciptakan : 1. Pola tata ruang kota yang serasi dan optimal 2. Penyebaran fasilitas berikut utilitas yang tepat dan merata 3. Berusaha meningkatkan kualitas lingkungannya 4. Terciptanya budaya displin penduduk Untuk tujuan yang lebih optimal, rencana untuk pengarahan dan pengendalian disini bersifat pengaturan dan pengendalian ruang kegiatan masing masing bagian wilayah kota (BWK). Tahap rancangan rencana merupakan langkah lanjutan dari tahap analisa data. Untuk merencanakan pengembangan kota 20 tahun mendatang, aspek yang harus dikenal secara mendalam adalah : 1. Kondisi eksisting kota, baik dari segi sosial kependudukan, ekonomi, kebutuhan prasarana kota, serta struktur ruang. 2. Gambaran kondisi dimasa yang akan datang dengan menggunakan proyeksi dan estimasi dalam berbagai aspek, seperti perumusan perkiraan kebutuhan pola pemanfaatan ruang.

125 Maksud dan Tujuan Perumusan Rencana Maksud dan tujuan penyusunan RTRW Kabupaten Nias adalah sebagai berikut : 1. Sebagai pedoman pengaturan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik untuk sebagian wilayah Kota Gido sehingga mampu mengkoordinasikan rencana rencana sektoral yang ada di sebagian wilayah Kota Gido tersebut. 2. Mempermudah penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota dan penyusunan program program jangka menengah maupun proyek tahunan pada RTRW yang diprioritaskan. Tujuan dari penyusunan RTRW Kabupaten Nias secara spesifik adalah sebagai berikut : 1. Secara fisik untuk menciptakan pola tata ruang Kabupaten Nias yang serasi dan optimal, yang digambarkan dengan penyebaran fasilitas dan utilitas secara tepat dan merata sehingga terciptanya kualitas pelayanan serta lingkungan yang ideal. 2. Meningkatkan daya guna dan hasil guna aktivitas dengan upaya pemanfaatan ruang secara optimal yang dicerminkan dalam penentuan jenjang fungsi pelayanan kegiatan Kabupaten Nias dan sistem jaringannya. 3. Menciptakan hubungan yang serasi antara manusia dengan lingkungannya yang pada umumnya dan kawasan perencanaan RTRW pada khususnya.

126 Secara sosial ekonomi, bertujuan merangsang dan meningkatkan potensi sumber daya manusia dan lahan untuk dimanfaatkan secara optimal tanpa mengabaikan kualitas Kabupaten Nias. 5. Meningkatkan fungsi dan peranan setiap bagian wilayah kota dalam struktur ruang kota secara keseluruhan, agar kawasan yang direncanakan mampu berfungsi sebagai sub pusat pengembangan dalam konstelasi wilayah Kabupaten Nias yang relatif luas Ruang Lingkup Penyusunan Rencana Menjelang pertumbuhan dan perkembangan Kabupaten Nias yang lebih lanjut perlu disiapkan perencanaan dan perancangan tata ruangnya secara terpadu. Perencanaan Kabupaten Nias akan dititikberatkan pada perencanaan penggunaan lahan kosong yang ada dan penciptaan kualitas lingkungan terbangun yang harmonis dan estetis Pembahasan dalam penyusunan RTRW Kabupaten Nias adalah : a. Kebijaksaan dasar pengembangan seluruh Kabupaten Nias, berisi tentang pengembangan BWK dan arah kebijaksanaan pokok yang diambil. Kebijaksanaan pokok pengembangan Kabupaten Nias menguraikan tentang arahan arahan pengembangan kawasan perencanaan pada masa yang akan datang. b. Rencana Tata Ruang Wilayah hingga tahun 2034 dengan skala 1 : , meliputi rencana struktur tata runag dan penggunaan lahan, rencana sistem transportasi, rencan intensitas penggunaan ruang, rencana fasilitas lingkungan kota dan rencana pelayanan utilitas umum.

127 111 c. Pedoman pelaksanaan (implementasi) rencana pembangunan di lingkungan Kabupaten Nias, pedoman ini berisikan tentang bagaimana rencana (plan) tersebut diterapkan di lapangan. d. Indikasi program dan sumber dana pembangunan. Indikasi program meliputi program jangka panjang dan program tahunan serta sumber dana pembangunan. e. Institusi pengawasan pelaksanaan rencana, meliputi pembahasan tentang lembaga yang akan melaksanakan rencana, sistem dan struktur organisasi pengelolaan serta pelaksanaannya. Lingkup untuk RTRW Kabupaten Nias digambarkan melalui rencana rencana : 1. Pemanfaatan ruang BWK 2. Rencana bangunan dan bukan bangunan 3. Rencana jaringan pergerakan 4. Jaringan pelayanan dan utilitas 5. Rencana tata letak bangunan 6. Rencana sempadan jalan dan bangunan 7. Rencana penghijaun 8. Rencana koefisien lantai bangunan 9. Rencana koefisien dasar bangunan 10. Rencana kebutuhan parkir serta rencana lainnya. Bagian wilayah Kabupaten Nias tersebut disusun berdasarkan indikasi pemanfaatan ruang serta peruntukan dan penggunaan lahan yang telah diarahkan RTRW Kabupaten Nias tahun 2034.

128 Metode Pendekatan Rencana Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias yang dilakukan, dipedomani oleh norma norma penyusunan dalam memanfaatkan segala pendekatan maupun metoda perencanaan kota dengan pendekatan teknis planologis dan arsiktektural melalui suatu proses analisis. Pendekatan perencanaan secara bertahap membentuk suatu proses perencanaan yang sistematis dan terarah. Proses perencanaan yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tahap perumusan tujuan dan kebijaksanaan, dimulai dengan identifikasi terhadap karakteristik, potensi dan masalah serta arahan dari kebijaksanaan/ rencana yang sudah ada. 2. Tahap analisis struktur sistem, yaitu analisis terhadap pola penyebaran kegiatan, tingkat pelayanan sarana dan prasarana yang selanjutnya dipadukan dengan kecenderungan perkembangkan penduduk dan sistem kegiatannya, sehingga akan membentuk struktur tata ruang wilayah perencanaan Kabupaten Nias. 3. Tahap penilaian kebutuhan pelayanan, yaitu tahap penilaian terhadap tingkat pelayanan sarana dan prasarana, kegiatan komersial dan hunian, serta pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 4. Tahap fomulasi rencana, merupakan tahap perumusan rencana pembangunan kota dalam bentuk penetapan jenis dan intensitas penggunaan ruang serta hubungan fungsional antar bagian kota, sesuai

129 113 dengan struktur tata ruangnya. Dalam rencana ini diuraikan pula periode pengembangan dan program yang dilaksanakan. 5. Tahap penyusunan program/ pelaksanaan pembangunan yang perlu di prioritaskan agar dapat diketahui urutan pembangunan Kabupaten Nias secara sistematis dan selaras dengan ketersediaan anggaran pembangunan.

130 114 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian analisis kesiapan Kecamatan Gido sebagai Pusat Pemerintahan di Kabupaten Nias dapat ditarik kesimpulan berdasarkan tolok ukur dan perhitungan faktor dan indikator menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 dimana hasil perhitungan indikator Kecamatan Gido diperoleh nilai sebesar ,600, Kecamatan Idanogawo sebesar ,900, dan Kecamatan Bawolato sebesar ,289. Kecamatan Gido memperoleh nilai yang tertinggi diantara dua (2) kecamatan lainnya. Perbandingan antara Kecamatan Gido dengan Kecamatan Idanogawo, hasil indikator berjumlah 380 dan setelah perhitungan indikator yang dapat dihitung menjadi 441,86 total indikatornya. Masuk pada kategori sangat mampu yang pada total seluruh indikator 420 sampai dengan 500 yang dengan keterangan direkomendasi dan begitu juga dengan perbandingan antara Kecamatan Gido dengan Kecamatan Bawolato berdasarkan perhitungan menunjukkan Kecamatan Gido sangat mampu untuk direkomendasikan menjadi tempat Pusat Pemerintahan Kabupaten Nias, yaitu total indikator berjumlah 374 dan setelah perhitungan dengan indikator yang tidak ada dan yang tidak dapat dihitung menjadi 440,00 total indikatornya. Masuk pada kategori sangat mampu yang pada total seluruh indikator 420 sampai dengan 500 yang dengan keterangan direkomendasi. Maka dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Gido adalah kecamatan yang paling siap dijadikan pusat pemerintahan/ ibukota Kabupaten Nias sesuai dengan tolok 114

131 115 ukur perhitungan faktor dan indikator menurut PP Nomor 78 Tahun 2007 sebagai berikut : 1. Keterjangkauan (affordability) Kecamatan Gido dapat terpenuhi karena letaknya yang strategis. 2. Kecukupan (recoverability) Kecamatan Gido dapat terpenuhi karena fasilitas fasilitas umum dan sarana prasarana pendukung lainnya yang ada di Kecamatan Gido sangat mendukung 3. Kesesuaian (replicability) Kecamatan Gido dapat terpenuhi karena dengan potensi ekonomi yang ada di Kecamatan Gido mendukung ditandai dengan adanya hasil pertanian, retribusi dan pajak. 4. Strategi pengembangan Kecamatan Gido sebagai ibukota Kabupaten Nias adalah menggunakan strategi SO (aggressive strategy) dimana nilai skor kekuatan = 3,20 dan nilai skor peluang 3,40 sesuai dengan diagram SWOT pada Gambar Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, saya dapat menyarankan hal-hal berikut : 1. Diharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Nias agar segera menindaklanjuti dan memprioritaskan dalam pemindahan ibukota ke Kecamatan Gido sesuai dengan amanat dalam Undang Undang Nomor 45, 46, dan 47 Tahun 2008 dan memperhatikan waktu yang telah ditentukan; 2. Penyusunan perencanaan pembangunan Pusat pemerintahan di Kecamatan Gido diharuskan Pemerintah Kabupaten Nias memakai tim

132 116 atau ahli perencanaan yang benar-benar ahli di bidangnya, perencanaan yang matang dalam tata ruang perkantoran, mengingat topografi tidak datar; 3. Membentuk pusat pelayanan wisata, pendidikan, kesehatan, perdagangan sebagai pusat pelayanan bagi masyarakat dan wisatawan untuk menunjang aktifitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk memperkenalkan kedaerah luar untuk lebih maju dan meningkat; 4. Kecamatan Gido dapat meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Nias pada umumnya dan Kecamatan Gido pada khususnya apabila potensi yang ada di Kecamatan Gido dikelola dengan lebih baik lagi sesuai prosedur, pengembangan daerah wisata, pengembangan kerajinan tangan, dan pengembangan industri pengolahan padi; 5. Mengikutsertakan masyarakat dalam proses pembangunan, sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi dan ikut bertanggungjawab akan pembangunan; 6. Peningkatan kualitas SDM, pelayanan dan hasil kerajinan tangan dengan mengadakan pendidikan dan latihan kepada masyarakat.

133 117 DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arsyad, L Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE-UGM. Alkadri (ed) Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. Jakarta: Edisi Pertama, Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk pengembangan Wilayah- BPPT BAPPENAS Pembangunan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Deputi Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional, Jakarta. Bungin, Burhan Analisis Data Penelitian Kulaitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Djojohadikusumo, S Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, LP3ES, Jakarta Friedman, J and Clyde W Territory and Function. The Evolution of Regional Planning, London : Edward Arnol Publisher Ltd. Glasson, John Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sihotang Jakarta: Lembaga Penerbit UI. Hadi Sabari Yunus Klasifikasi Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamid, Hasani Dimana Ibukota Kabupaten Kerinci, Jakarta Miraza, Bachtiar Hasan Khasanah Ruang Dalam Kebijakan Publik. Medan: USU Press. Nugroho, Iwan, dan Dahuri R Pengembangan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES. Richardson, H. W Dasar Dasar Ilmu Ekonomi Regional, (terjemahan Paul Sihotang), Lembaga Penerbitan. Jakarta: FE-UI Rangkuti, F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sirojuzilam Problematika Wilayah Kota dan Daerah. Medan: USU Press.. Teori Lokasi. Medan: USU Press. 117

134 118 Situmorang, S. H Bisnis Konsep dan Kasus. Medan: USU Press Soenkarno, A Kajian tentang Proses Pemindahan Ibukota Kabupaten (Studi Kasus Kebupaten Bekasi-Cikarang). Bogor: S2 Development Studies, Institut Pertanian. Tarigan, Robinson Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi. Bandung: PT Bumi Aksara Ekonomi Regional. Jakarta: Bumi Aksara Todaro, M. P Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, (alih bahasa Haris Munandar). Edisi Ketujuh. Jakarta. Erlangga. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang Undang Nomor 32 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang Undang Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan di Provinsi Sumatera Utara Undang Undang Nomor 45 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara Undang Undang Nomor 46 tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara Undang Undang Nomor 47 tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan, penggabungan dan Penggabungan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penggabungan dan Penggabungan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibu Kota, dan Pemindahan Ibu Kota Kecamatan Gido Dalam Angka 2016

135 119 Lampiran. 1 Tabel Perhitungan Indikator Kecamatan Gido berdasarkan PP 78 Tahun 2007 No Faktor dan Indikator Bobot Total Unit/Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Kependudukan , Jumlah Penduduk , , Kepadatan Penduduk 5 200, ,00 105,67 2 Kemampuan Ekonomi , PAD Perkapita , , ,00 4. Kontribusi PAD 5 0, , ,00 100,00 3 Potensi Daerah , Rasio Bank dan Lembaga Keuangan non 2 0,009 2, , Bank per Penduduk 14. Rasio Kelompok Pertokoan per ,4 20, , Penduduk 15. Rasio Pasar per Penduduk 1 0,470 1, , Rasio Sekolah SD per Penduduk SD 1 0,004 18, , Rasio Sekolah SLTP per Penduduk SLTP 1 0,002 5, , Rasio Sekolah SLTA per Penduduk SLTA 1 0,001 2, , Rasio Fasilitas Kesehatan per ,540 33, , Penduduk 20. Rasio Tenaga Medis per Penduduk 1 39,557 84, , Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 1 53, , , Persentase pekerja yang berpendidikan 1 59, , , minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun keatas 23. Persentase pekerja yang bekerja minimal 1 14, , ,00 S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun keatas 24. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap jumlah penduduk 1 865, , , Kemampuan Keuangan Jumlah PDS , ,00 119

136 5. Rasio PDS terhadap jumlah penduduk , , ,00 6. Rasio PDS terhadap PAD 5 1, , ,00 5 Sosial Budaya 5 68, Rasio sarana peribadatan per , , , penduduk 5. Rasio fasilitas lapangan olahraga per 2 4,709 10, , penduduk 6. Jumlah balai pertemuan 2 0,470 1, , Sosial Politik 5 43, Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif 3 39, ,00 336,00 yang mempunyai hak pilih 4. Jumlah organisasi kemasyarakatan 2 4,000 7 Luas Daerah 5 179, Luas wilayah keseluruhan 3 105, Luas wilayah efektif yang dimanfaatkan 2 73, ,680,00 8 Pertahanan 3 0, Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah 3 0,075 8,00 105,680,00 9 Keamanan 5 5, Rasio jumlah personil keamanan terhadap jumlah penduduk 5 5,651 12, ,00 10 Rentang Kendali 5 22, Rata-rata jarak kabupaten/kota atau 2 7,390 kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) 4. Rata-rata waktu perjalanandari 3 15,000 kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) Jumlah ,

137 121 Lampiran. 2 Tabel Perhitungan Indikator Kecamatan Idanogawo berdasarkan PP 78 Tahun 2007 No Faktor dan Indikator Bobot Total Unit/Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Kependudukan , Jumlah Penduduk , Kepadatan Penduduk 5 112, ,00 231,60 2 Kemampuan Ekonomi , PAD Perkapita , , ,00 2. Kontribusi PAD 5 0, , ,00 100,00 3 Potensi Daerah , Rasio Bank dan Lembaga Keuangan non Bank per 2 0,383 1, , Penduduk 2. Rasio Kelompok Pertokoan per Penduduk 1 5,368 14, , Rasio Pasar per Penduduk 1 0,383 1, , Rasio Sekolah SD per Penduduk SD 1 0,004 25, ,00 5. Rasio Sekolah SLTP per Penduduk SLTP 1 0,004 8, ,00 6. Rasio Sekolah SLTA per Penduduk SLTA 1 0,003 4, ,00 7. Rasio Fasilitas Kesehatan per Penduduk 1 15,722 41, , Rasio Tenaga Medis per Penduduk 1 28,760 75, , Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 1 36, , , Persentase pekerja yang berpendidikan minimal , , SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun keatas 11. Persentase pekerja yang bekerja minimal S-1 1 8, , ,00 terhadap penduduk usia 25 tahun keatas 12. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap jumlah penduduk 1 247, , , Kemampuan Keuangan Jumlah PDS , ,00 2. Rasio PDS terhadap jumlah penduduk , , ,00 3. Rasio PDS terhadap PAD 5 1, , ,00 5 Sosial Budaya 5 66,

138 1. Rasio sarana peribadatan per penduduk 2 63, , , Rasio fasilitas lapangan olahraga per ,684 7, , penduduk 3. Jumlah balai pertemuan 2 0,383 1, , Sosial Politik 5 28, Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif yang 3 23,342 17,087,00 732,00 mempunyai hak pilih 2. Jumlah organisasi kemasyarakatan 2 5,000 7 Luas Daerah 5 324, Luas wilayah keseluruhan 3 231, Luas wilayah efektif yang dimanfaatkan 2 92, ,600,00 8 Pertahanan 3 0, Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah 3 0,051 12,00 231,600,00 9 Keamanan 5 0, Rasio jumlah personil keamanan terhadap jumlah penduduk 5 0,061 16, ,00 10 Rentang Kendali 5 21, Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke 2 6,146 pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) 2. Rata-rata waktu perjalanandari kabupaten/kota 3 15,000 atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) Jumlah ,

139 123 Lampiran. 3 Tabel Perhitungan Indikator Kecamatan Bawolato berdasarkan PP 78 Tahun 2007 No Faktor dan Indikator Bobot Total Unit/Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Kependudukan , Jumlah Penduduk , Kepadatan Penduduk 5 126, ,00 189,75 2 Kemampuan Ekonomi , PAD Perkapita , , ,00 2. Kontribusi PAD 5 0, , ,00 100,00 3 Potensi Daerah , Rasio Bank dan Lembaga Keuangan non Bank per Penduduk 2. Rasio Kelompok Pertokoan per Penduduk 1 4,173 10, , Rasio Pasar per Penduduk 1 0,417 1, , Rasio Sekolah SD per Penduduk SD 1 0,005 32, ,00 5. Rasio Sekolah SLTP per Penduduk SLTP 1 0,005 9, ,00 6. Rasio Sekolah SLTA per Penduduk SLTA 1 0,005 4,00 742,00 7. Rasio Fasilitas Kesehatan per Penduduk 1 20,868 50, , Rasio Tenaga Medis per Penduduk 1 16,694 40, , Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 1 38, , , Persentase pekerja yang berpendidikan minimal 1 53, , , SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun keatas 11. Persentase pekerja yang bekerja minimal S , , ,00 terhadap penduduk usia 25 tahun keatas 12. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap jumlah penduduk 1 156, , , Kemampuan Keuangan Jumlah PDS ,00 2. Rasio PDS terhadap jumlah penduduk , ,00 3. Rasio PDS terhadap PAD 5 1, ,00 5 Sosial Budaya 5 65,

140 1. Rasio sarana peribadatan per penduduk 2 63, , , Rasio fasilitas lapangan olahraga per ,504 6, , penduduk 3. Jumlah balai pertemuan 2 0,417 1, , Sosial Politik 5 92, Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif yang 3 87, ,00 173,00 mempunyai hak pilih 2. Jumlah organisasi kemasyarakatan 2 5,000 7 Luas Daerah 5 303, Luas wilayah keseluruhan 3 189, Luas wilayah efektif yang dimanfaatkan 2 113, ,750,00 8 Pertahanan 3 0, Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah 3 0,063 12,00 189,750,00 9 Keamanan 5 0, Rasio jumlah personil keamanan terhadap jumlah penduduk 5 0,006 16, ,00 10 Rentang Kendali 5 20, Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke 2 5,786 pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) 2. Rata-rata waktu perjalanandari kabupaten/kota 3 15,000 atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) Jumlah ,

141 125 Lampiran. 4 Tabel Perbandingan Kecamatan Gido dengan Kecamatan Idanogawo berdasarkan PP 78 tahun 2007 No Faktor dan Indikator Kecamatan Perbandingan Kec. Skor Bobot Total Gido Idanogawo Gido/Kec. Idanogawo (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Kependudukan , ,590 0, Jumlah Penduduk , ,000 0, Kepadatan Penduduk 200, ,590 1, Kemampuan Ekonomi 4.383, ,168 1, PAD Perkapita 4.383, ,155 1, Kontribusi PAD 0,013 0,013 1, Potensi Daerah 1.058, ,346 2, Rasio Bank dan Lembaga Keuangan non Bank per ,009 0,383 0, Penduduk 2. Rasio Kelompok Pertokoan per Penduduk 9,418 5,368 1, Rasio Pasar per Penduduk 0,470 0,383 1, Rasio Sekolah SD per Penduduk SD 0,004 0,004 1, Rasio Sekolah SLTP per Penduduk SLTP 0,002 0,004 0, Rasio Sekolah SLTA per Penduduk SLTA 0,001 0,003 0, Rasio Fasilitas Kesehatan per Penduduk 15,540 15,722 0, Rasio Tenaga Medis per Penduduk 39,557 28,760 1, Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 53,146 36,255 1, Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap 59, , penduduk usia 18 tahun keatas 11. Persentase pekerja yang bekerja minimal S-1 terhadap penduduk 14,660 8,786 1, usia 25 tahun keatas 12. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap jumlah penduduk 865, ,344 3, Kemampuan Keuangan , Jumlah PDS , Rasio PDS terhadap jumlah penduduk 5.460, ,780 1, Rasio PDS terhadap PAD 1,245 1,205 1, Sosial Budaya 68,282 66,341 1, Rasio sarana peribadatan per penduduk 63,103 63,274 0,

142 2. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk 4,709 2,684 1, Jumlah balai pertemuan 0,470 0,383 1, Sosial Politik 43,053 28,342 1, Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif yang mempunyai hak 39,053 23,342 1, pilih 2. Jumlah organisasi kemasyarakatan 4,000 5,000 0, Luas Daerah 179, ,240 0, Luas wilayah keseluruhan 105, ,600 0, Luas wilayah efektif yang dimanfaatkan 73,976 92,640 0, Pertahanan 0,075 0,051 1, Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah 0,075 0,051 1, Keamanan 5,651 0,061 92, Rasio jumlah personil keamanan terhadap jumlah penduduk 5,651 0,061 92, Rentang Kendali 22,390 21,146 1, Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat 7,390 6,146 1, pemerintahan (provinsi/kab/kota) 2. Rata-rata waktu perjalanan dari kabupaten/kota atau kecamatan 15,000 15,000 1, ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) Jumlah , ,900 1,

143 127 Lampiran. 5 Tabel Perbandingan Kecamatan Gido dengan Kecamatan Bawolato berdasarkan PP 78 tahun 2007 No Faktor dan Indikator Kecamatan Perbandingan Kec. Skor Bobot Total Gido Bawolato Gido/Kec. Bawolato (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Kependudukan , ,271 0, Jumlah Penduduk , ,000 0, Kepadatan Penduduk 200, ,271 1, Kemampuan Ekonomi 4.383, ,006 1, PAD Perkapita 4.383, ,995 1, Kontribusi PAD 0,013 0,011 1, Potensi Daerah 1.058, ,360 3, Rasio Bank dan Lembaga Keuangan non Bank per , , Penduduk 2. Rasio Kelompok Pertokoan per Penduduk 9,418 4,173 2, Rasio Pasar per Penduduk 0,470 0,417 1, Rasio Sekolah SD per Penduduk SD 0,004 0,005 0, Rasio Sekolah SLTP per Penduduk SLTP 0,002 0,005 0, Rasio Sekolah SLTA per Penduduk SLTA 0,001 0,005 0, Rasio Fasilitas Kesehatan per Penduduk 15,540 20,868 0, Rasio Tenaga Medis per Penduduk 39,557 16,694 2, Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 53,146 38,041 1, Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA 59,897 53,571 1, terhadap penduduk usia 18 tahun keatas 11. Persentase pekerja yang bekerja minimal S-1 terhadap 14,660 16,071 0, penduduk usia 25 tahun keatas 12. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap jumlah penduduk 865, ,510 5, Kemampuan Keuangan , Jumlah PDS , Rasio PDS terhadap jumlah penduduk 5.460, ,695 1, Rasio PDS terhadap PAD 1,245 1,050 1, Sosial Budaya 68,282 65,942 1, Rasio sarana peribadatan per penduduk 63,103 63,021 1,

144 2. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk 4,709 2,504 1, Jumlah balai pertemuan 0,470 0,417 1, Sosial Politik 43,053 92,450 0, Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif yang mempunyai 39,053 87,450 0, hak pilih 2. Jumlah organisasi kemasyarakatan 4,000 5,000 0, Luas Daerah 179, ,600 0, Luas wilayah keseluruhan 105, ,750 0, Luas wilayah efektif yang dimanfaatkan 73, ,850 0, Pertahanan 0,075 0,063 1, Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah 0,075 0,063 1, Keamanan 5,651 0, , Rasio jumlah personil keamanan terhadap jumlah penduduk 5,651 0, , Rentang Kendali 22,390 20,786 1, Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat 7,390 5,786 1, pemerintahan (provinsi/kab/kota) 2. Rata-rata waktu perjalanan dari kabupaten/kota atau 15,000 15,000 1, kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi/kab/kota) Jumlah , ,289 1,

145 129 Lampiran. 6 Tabel Pembobotan Hasil Kuesioner SWOT Faktor Strategis Responden

146 Jumlah Rata-rata 4,8 4,4 4,6 3,5 4,1 4,1 4,9 2,9 3,1 2,8 4,1 4,1 4,3 3,1 2,8 3,5 3,1 2,8 4,4 2,

147 Lampiran. 7 SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN Jalan Sivitas Akademika, Tel , kode pos Medan Kuisioner ini disebarkan untuk mendapatkan informasi dan data penelitian yang berjudul : Analisis Kesiapan Kecamatan Gido sebagai Pusat Pemerintahan di Kabupaten Nias, guna menyelesaikan penulisan tesis pada Sekolah Pascasarjana Program Studi PWD USU Medan. Peneliti sangat mengharapkan kesediaan Bapak/ibu untuk mengisi kuesioner ini secara jujur dan lengkap. Atas kerjasamanya dan bantuannya diucapkan terima kasih. Peneliti Elisman Deddy P. Harefa No. Resp : Petunjuk pengisian : Berikan tanda silang (x) pada jawaban yang menjadi pilihan anda : I. Identitas Responden Nama :... Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Umur : a Tahun b. 60 Tahun Jabatan :... Alamat : Desa/Kelurahan Pekerjaan : a. Pelajar d. Pegawai Swasta b. Wiraswasta e. Petani c. Pegawai Negeri f. Dan lain-lain... Pendidikan terakhir : a. SD/Sederajat c. SMU/Sederajat b. SMP/Sederajat d. Perg.Tinggi (Diploma/S1/S2) II. Pertanyaan Pilihlah jawaban yang sesuai dengan pilihan anda dengan cara memberikan tanda ( ) pada kolom yang tersedia. Penilaian dapat anda lakukan berdasarkan skala berikut : Jawaban Sangat Setuju (SS) : 5 Jawaban Setuju (S) : 4 Jawaban Kurang Setuju (KS) : 3 Jawaban Tidak Setuju (TS) : 2 Jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) : 1

148 A. Keterjangkauan masyarakat terhadap pemindahan pusat pemerintahan Kabupaten Nias ke Kecamatan Gido. A.1 Jarak, Kelancaran dan Aksesbilitas No Pernyataan SS KS S TS STS 1. Kecamatan Gido mudah ditempuh (jarak) sebagai ibukota Kabupaten Nias dibanding Kecamatan lainnya secara keseluruhan 2. Akses transportasi berjalan lancar 3. Kecamatan Gido merupakan titik tengah dari jarak tempuh dari seluruh antar wilayah kecamatan di Kabupaten Nias 4. Topografi yang tidak datar B. Kecukupan yang sudah ada di Gido menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Nias B.1 Kependudukan, luas daerah, pertahanan dan keamanan No Pernyataan SS KS S TS STS Adanya dukungan dari masyarakat Kabupaten Nias Kecamatan Gido sebagai Ibukota Kabupaten Luas lahan area tempat pemindahan ibukota kabupaten Nias telah tersedia di Kecamatan Gido 3. Kota baru masih mudah dibentuk Pengeluaran izin pembebasan lahan yang begitu lama Belum adanya kebijakan yang langsung mengatur dari Pemerintah Kabupaten Nias Adanya konflik dalam pembebasan lahan

149 B.2 Sosial, budaya, sosial politik No Pernyataan SS KS S TS STS Sarana dan prasarana sosial budaya mencukupi Kecamatan Gido memiliki nilai historis tersendiri Iklim dan Topografinya berpeluang untuk dijadikan tempat wisata Sarana dan prasarana belum memadai sepenuhnya Nilai nilai kebudayaan yang ada tidak dipelihara dengan baik Koordinasi pemerintah dengan masyarakat belum efektif Mudahnya masuk kebudayaan luar C. Kesesuaian potensi Kecamatan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias C.1 Kehidupan ekonomi masyarakat No Pernyataan SS KS S TS STS 1. Kurangnya ketersediaan dana Adanya industri pengolahan padi yang dibutuhkan Kabupaten Nias yang ada di Kecamatan Gido Kurangnya pemahaman masyarakat tentang perencanaan

150 D. Variabel persepsi kesiapan Kecamatan Gido pusat pemerintahan di Kabupaten Nias 1. Apa tanggapan bapak/ibu responden terhadap pemindahan ibukota/pusat pemerintahan Kabupaten Nias (lihat lampiran 1) 2. Bagaimana akses dan keterjangkauan terhadap kelancaran masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya menempuh pusat pemerintahan Gido? 3. Apakah Kecamatan Gido merupakan titik tengah dari jarak tempuh dari seluruh antar wilayah kecamatan di Kabupaten Nias?

151 4. Apakah fasilitas-fasilitas publik (rumah sakit, sekolah, jalan, jembatan, tempat peribadatan, lapangan olah raga, dll) yang sudah ada sebelumnya mendukug Gido menjadi pusat pemerintahan? 5. Apakah ada hubungan penentuan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias dengan sejarah (history) Gido ataupun sejarah (history) lainnya?

152 6. Apakah potensi daerah Kecamatan Gido yang sangat mendukung untuk dibangunnya ibukota Kabupaten Nias di Gido? 7. Apakah yang mendasari (kekuatan/strenght) Gido menjadi Kabupaten Nias dan mengapa tidak daerah lain? 8. Apakah keunggulan (peluang/oppotunity) Gido dibandingkan dengan daerah yang lain?

153 9. Apakah yang menjadi hambatan (weaknes) dan tantangan (treath) sebelum dipindahkannya ibukota Kabupaten Nias ke Gido sampai sekarang? 10. Bagaimanakah kesiapan Gido menjadi ibukota kabupaten ditinjau dari segi: - Kependudukan : jumlah penduduk dan kepadatan penduduk - Kemampuan ekonomi gido dan Kabupaten Nias; PDRB non migas, pertumbuhan ekonomi dan kontribusi PDRB non migas - Potensi daerah : keberadaan Bank, pertokoan, pasar, sekolah, fasilitas kesehatan, tenaga medis, listrik penerangan, panjang jalan terhadap kendaraan bermotor, persentase pekerja berpendidikan minimal SMA atau S1, rasio PNS terhadap penduduk - Kemampuan keuangan - Sosial budaya : sarana peribadatan, fasilitas-fasilitas umum

154 11. Apakah yang sudah pemerintah laksanakan sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 9 tahun 2003, Nomor 45, 46, dan 47 tahun 2008 yang menjelaskan Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias? 12. Apakah rencana strategi pemerintah selanjutnya untuk membangun Gido menjadi ibukota Kabupaten Nias?

155

156

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pusat Pemerintahan Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat kedudukan pusat pemerintahan kabupaten, dalam perkembangannya dapat menjelma menjadi kota yang makin mempunyai ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara

BAB I PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara langsung berhadapan dengan masyarakat serta merupakan perwujudan dan perpanjangan tangan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSIAL KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN LAHOMI KABUPATEN NIAS BARAT DENGAN PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS T E S I S

ANALISIS POTENSIAL KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN LAHOMI KABUPATEN NIAS BARAT DENGAN PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS T E S I S ANALISIS POTENSIAL KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN LAHOMI KABUPATEN NIAS BARAT DENGAN PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS T E S I S Oleh YUPITER HIA 147003016 / PWD SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat kedudukan pusat pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat kedudukan pusat pemerintahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pusat Pemerintahan Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat kedudukan pusat pemerintahan kabupaten, dalam perkembangannya dapat menjelma menjadi kota yang makin mempunyai ciri

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN INSTITUSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEBAGAI DHARMA PENDIDIKAN TERHADAP PEMBANGUNAN PEMUDA DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN T E S I S OLEH

ANALISIS PERAN INSTITUSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEBAGAI DHARMA PENDIDIKAN TERHADAP PEMBANGUNAN PEMUDA DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN T E S I S OLEH ANALISIS PERAN INSTITUSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEBAGAI DHARMA PENDIDIKAN TERHADAP PEMBANGUNAN PEMUDA DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN T E S I S OLEH MANGARAJA HALONGONAN HRP 147003040/PWD SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

EKSPOSE PEMERINTAH KABUPATEN NIAS DALAM PENYATUAN PEMAHAMAN PEMINDAHAN IBUKOTA KABUPATEN NIAS

EKSPOSE PEMERINTAH KABUPATEN NIAS DALAM PENYATUAN PEMAHAMAN PEMINDAHAN IBUKOTA KABUPATEN NIAS EKSPOSE PEMERINTAH KABUPATEN NIAS DALAM PENYATUAN PEMAHAMAN PEMINDAHAN IBUKOTA KABUPATEN NIAS Nias, Bupati Nias Drs. Sokhiatulo Laoli, MM Menyampaikan ekspose penyatuan pemahaman pemidahan Ibukota Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TESIS. Oleh HENDRA ABDILLAH LUBIS /PWD

ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TESIS. Oleh HENDRA ABDILLAH LUBIS /PWD ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TESIS Oleh HENDRA ABDILLAH LUBIS 097003038/PWD S E K O L A H PA S C A S A R JA N A SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PNPM MANDIRI PERDESAAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS.

EFEKTIVITAS PNPM MANDIRI PERDESAAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS. EFEKTIVITAS PNPM MANDIRI PERDESAAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS Oleh FAISAL CANDRA HASAN HARAHAP 117003006/PWD SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT MUHAMMAD HAFIS IKHSAN / PWD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT MUHAMMAD HAFIS IKHSAN / PWD 1 ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT TESIS Oleh : MUHAMMAD HAFIS IKHSAN 127003024/ PWD SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 2 ANALISIS PERUBAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN NIAS DARI WILAYAH KOTA GUNUNGSITOLI KE WILAYAH KECAMATAN GIDO KABUPATEN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN NIAS DARI WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN NIAS DARI WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN NIAS DARI WILAYAH KOTA GUNUNGSITOLI KE WILAYAH KECAMATAN GIDO KABUPATEN NIAS PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

SAFARUDDIN /PWD

SAFARUDDIN /PWD ANALISIS SISTEM INTEGRASI PADI TERNAK (SIPT) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS DI DESA LUBUK BAYAS KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 3-1972 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah memberikan wewenang dan jaminan bagi masing-masing daerah untuk 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah dapat dipacu dengan pembangunan infrastruktur dan sistem jaringan yang memadai di wilayah tersebut. Dalam hal ini otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015 KONSEP PEMANFAATAN RUANG SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN SUB DAS BABURA KOTA MEDAN TESIS Oleh : ADANIL BUSHRA 117003021/PWD SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015 1 2 KONSEP PEMANFAATAN RUANG SEBAGAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DAMPAK ALOKASI DANA DESA (ADD) TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI DI KECAMATAN KOTA PINANG KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TESIS. Oleh

DAMPAK ALOKASI DANA DESA (ADD) TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI DI KECAMATAN KOTA PINANG KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TESIS. Oleh DAMPAK ALOKASI DANA DESA (ADD) TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI DI KECAMATAN KOTA PINANG KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TESIS Oleh HARIMAN PAMUJI 097003017/PWD S E K O L A H PA S C A S A R JA N A SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS LOKASI PASAR HEWAN SIBORONG-BORONG DALAM PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TESIS. Oleh:

ANALISIS LOKASI PASAR HEWAN SIBORONG-BORONG DALAM PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TESIS. Oleh: ANALISIS LOKASI PASAR HEWAN SIBORONG-BORONG DALAM PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TESIS Oleh: GABE MANGATUR SIMANJUNTAK NIM. 107003008 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KARO

ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KARO ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KARO T E S I S Oleh PANTAS SAMOSIR 107003065/PWD SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 ANALISIS STRUKTUR

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RICI SUSANTO L2D 099 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa ketimpangan persebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor B A B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia menghadapi situasi yang selalu berubah dengan cepat, tidak terduga dan saling terkait satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) TUGAS AKHIR Oleh : SRI BUDI ARTININGSIH L2D 304 163 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG (STUDI KASUS DI DESA PERBATASAN) TESIS.

INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG (STUDI KASUS DI DESA PERBATASAN) TESIS. INTERAKSI DESA KOTA TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN DELI SERDANG (STUDI KASUS DI DESA PERBATASAN) TESIS Oleh FAHMI LANNIARI LUBIS 097003032/PWD S E K O L A H PA S C A S A R JA N

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN (PKL) DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh EDI SURANTA SINULINGGA /PWD

PEMBERDAYAAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN (PKL) DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh EDI SURANTA SINULINGGA /PWD PEMBERDAYAAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN (PKL) DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA MEDAN TESIS Oleh EDI SURANTA SINULINGGA 097003030/PWD S E K O L A H PA S C A S A R JA N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan sebagai konsekwensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Kemampuan daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA DAERAH, PEMBERIAN NAMA IBU KOTA, PERUBAHAN NAMA DAERAH,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Pembangunan Daerah Dalam kampanye yang telah disampaikan, platform bupati terpilih di antaranya sebagai berikut: a. Visi : Terwujudnya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN NIAS

BERITA DAERAH KABUPATEN NIAS NOMOR : 3 BERITA DAERAH KABUPATEN NIAS PERATURAN BUPATI NIAS NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SERI : E PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN NIAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS.

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS. PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS Oleh NUR AINI DEWI 107003047/PWD S E K O L A H PA S C A S A R JA

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci