BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan terapannya dalam industri di setiap negara sangat diperlukan karena dapat menunjang perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pada suatu negara, salah satunya adalah ilmu tekstil. Industri tekstil dan produk tekstil (ITPT) merupakan salah satu industri yang diprioritaskan untuk dikembangkan oleh pemerintah karena memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional yaitu sebagai penyumbang devisa negara, menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar, dan sebagai industri yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sandang nasional. Hal ini dapat ditunjukkan melalui perolehan surplus ekspor terhadap impor selama satu dasawarsa terakhir, bahkan saat krisis ekonomi melanda dunia, ITPT Nasional masih dapat mempertahankan surplus perdagangannya dengan nilai tidak kurang dari US$ 5 Milyar, penyerapan tenagakerja 1,34 juta jiwa dan berkontribusi memenuhi kebutuhan domestik sebesar 46%. (Biro Umum dan Humas Kemenperin, 2010). Industri tekstil di Indonesia sudah ada sejak zaman pra kemerdekaan, hal itu dibuktikan dengan keragaman pakaian adat seperti kain sasaringan (kain adat suku Banjar di Kalimantan), kain ulos (kain tradisional suku Batak), kain tenun sarung bugis dan kain lurik (kain tradisional Solo dan Yogyakarta) yang memiliki berbagai motif. Motif batik adalah salah satu motif yang didukung dan dilestarikan oleh pemerintah karena motif batik telah diakui sebagai salah satu hasil warisan budaya dunia oleh UNESCO dengan dimasukkannya ke dalam daftar representatif sebagai budaya tak-benda warisan manusia (representative list of the intangible cultural heritage of humanity) dalam sidang ke-4 komite antar pemerintah tentang warisan budaya tak benda di Abu Dhabi pada 2 Oktober UNESCO juga mengakui bahwa batik Indonesia memiliki teknik dan simbol budaya yang menjadi identitas rakyat Indonesia mulai dari lahir sampai meninggal. Proses pembentukan kain di industri tekstil diawali dengan proses awal produksi yaitu pemintalan (pembentukan benang) yang merupakan proses dasar pembentukan serat kapas menjadi benang (sebagai bahan baku kain). Salah satu bagian yang vital dalam proses pembentukan kain pada 1

2 2 industri tekstil adalah pemintalan benang dari bahan baku serat kapas. Benang adalah bahan pokok utama proses pembuatan kain di industri tekstil. Tujuan dari pemintalan kapas (spinning) adalah untuk menghasilkan suatu benang yang memiliki kualitas baik, yaitu dari segi bentuk dan ukuran (diameter benang), nomor benang/ yarn count (N m (m/g) atau T t (g/km)) dan juga kerataan (yarn eveness), kekuatan benang tiap tex (tenacity) dan ciri khusus (elastis atau nonelastis) yang digunakan untuk proses selanjutnya yaitu pembentukan kain, seperti proses tenun dan proses rajut. Mesin spinning atau mesin pintal dalam proses pemintalan adalah mesin yang digunakan dalam proses pembuatan benang dari serat (serat alami atau buatan). Perkembangan mesin spinning telah dimulai pada masa pra sejarah, sebagai contoh adalah kain mumi mesir kuno. Seiring berjalannya waktu serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengoperasian mesin pintal manual diotomatiskan secara bertahap (Rohlena, 1975). Pada tahun 1530 berkembang mesin pintal manual pertama Saxon Wheel Spinning (mesin tradisional dengan roda pintal yang besar dalam proses pemintalan kontinu yang disebut Saxon Wheel atau Long-Fiber Wheel) diperlihatkan pada Gambar- 1.1.a. Perkembangan mesin pintal manual kemudian digantikan dengan ditemukannya teknologi mesin yang beroperasi secara otomatis sekitar tahun 1930-an yaitu mesin Ring Spinning, mesin Air Jet Spinnning dan Open End Spinning (informasi teknis lebih lanjut perkembangan mesin pintal dapat dilihat Lawrence, 2003). Prinsip kerja mesin pintal Open End (OE) Spinning adalah pemisahan pelilitan serat (puntiran/ twist) dengan penggulungan benang (yarn winding), tetapi keduanya dilakukan secara bersamaan. Pengembangan sistem ini didasari oleh kebutuhan untuk mengatur proses pembentukan benang (yarn) secara lebih cepat dan untuk menghasilkan kualitas benang yang baik (Nomor benang, diameter benang, bentuk benang dan tenacity). Mesin pintal jenis OE (Gambar-1.1.b)) adalah mesin yang sampai saat ini banyak digunakan di industri tekstil, khususnya di Indonesia. Mesin pintal Open End (OE) Spinning memiliki tiga buah proses mekanis, yaitu: (1) proses pemasukan serat kapas (cotton fiber); (2) proses transport dan (3) proses puntiran/twist hingga winding. Kajian mekanis untuk memperoleh kualitas benang yang baik secara teoretik dan eksperimental pada mesin pintal Open End Spinning belum dilakukan secara rinci di

3 3 bagian proses pembentukan benang. Kajian gerakan mekanis pada setiap proses mesin umumnya dapat dilakukan dengan mekanika geometris melalui kalkulus tensor secara khusus dengan menggunakan persamaan percepatan dalam koordinat lengkung. Gambar-1.1 a) Mesin Pintal Saxon Wheel; b)mesin Rotor Spinning (Lawrence, 2003). Penelitian mendalam baik praktis (eksperimental) maupun teoretis menjadi aspek yang sangat penting dan menarik. Penelitian eksperimental pada proses pemintalan benang yang meliputi banyak faktor parameter-parameter mesin (jumlah puntiran tiap panjang atau twist dengan satuan tpm (turns per meter), diameter rotor, kecepatan putar rotor, kecepatan translasi benang serta gaya take-off ) terhadap parameter kualitas benang seperti: nomor benang atau yarn count (g/km atau tex), kekuatan benang (yarn strength), tenacity (kekuatan benang (cn) tiap tex), diameter benang (mm) dan juga bentuk benang (ketidakrataan/ unevenness) sudah banyak dilakukan, akan tetapi kajian teoretis yang mendalam dan simulasi belum ditemukan dalam berbagai buku teks dan jurnal tekstil khususnya struktur benang Open End Spinning. Rohlena (1975) menyatakan Pemodelan pergerakan serat untuk menganalisa struktur internal mekanik benang pada benang OE terhadap parameter-parameter mesin (diameter rotor, kecepatan putar rotor, kecepatan translasi benang serta gaya take-off) serta parameter kualitas benang tidak banyak dilakukan oleh peneliti bahkan jarang ditemui dalam berbagai jurnal tekstil dan buku teks di bidang tekstil. Rohlena (1975) menyatakan bahwa penelitian teoretis yang mendalam serta pemodelan matematis untuk menjelaskan sistem pemintalan sangat diperlukan dan merupakan suatu penelitian kajian yang penting dalam tekstil. Beberapa peneliti yang berkecimpung dalam pemodelan tersebut adalah Backer, Hearle dan Grosberg (1969),

4 4 Lord (1970), Rohlena (1975), Lawrence (2003), dan Zeidman, Shawney dan Herington (2003). Beberapa pemodelan geometri puntiran pada benang umumnya menggunakan koordinat silinder dan dengan menganggap bahwa setiap serat mengikuti bentuk pergerakan percepatan koordinat lengkung silinder (Zeidman, Shawney dan Herington, 2003). Bentuk pemodelan Zeidman, Shawney dan Herington (2003) memiliki banyak kekurangan diantaranya adalah tidak didapatkannya hubungan antara parameter mesin terhadap parameter kualitas benang, bentuk koordinat silinder dinilai kurang mewakili bentuk pergerakan serat pada benang, khususnya pada pergerakan benang di mesin OE serta tidak adanya validasi terhadap data eksperimen. Backer, Hearle dan Grosberg (1969) merumuskan hubungan puntiran terhadap nomor benang dalam tex menggunakan analisa dimensi dan menggunakan model geometri silinder. Hasil pemodelan Backer, Hearle dan Grosberg (1969) memperlihatkan bahwa besar sudut puntiran optimal adalah sebagai fungsi nomor benang dalam tex. Bentuk pemodelan Backer, Hearle dan Grosberg (1969) memiliki banyak kekurangan, yaitu bentuk pemodelan hubungan puntiran terhadap nomor benang (tex) didapatkan dengan menggunakan analisa dimensi yang dikaitkan dari hasil uji secara eksperimental dan pemodelan geometri menggunakan bentuk koordinat silinder (keadaan ideal) yang dirasakan kurang mewakili bentuk pergerakan serat pada benang khususnya pada benang OE serta hasil pemodelan struktur benang tidak dapat menghubungkan parameter-parameter mesin terhadap besar sudut puntiran ditinjau dari pergerakan benang. Hal yang sama dilakukan Rohlena (1975) dalam menjelaskan hubungan puntiran terhadap nomor benang (tex). Rohlena (1975) merumuskan hubungan puntiran terhadap nomor benang (tex) tersebut melalui studi empiris dan analisa dimensi. Rohlena (1975) dan Lawrence (2003, 2010) memodelkan pergerakan benang dalam mesin rotor OE dengan menganggap bahwa benang seperti sebuah materi titik yang bergerak dalam suatu rotor yang bergerak dengan kecepatan putar tertentu dan tidak menjelaskan pengaruh pergerakan benang dalam rotor terhadap bentuk struktur geometri benang serta tidak menjelaskan besar sudut optimal puntiran. Pemodelan Rohlena (1975) dengan menganggap bahwa pergerakan materi benang sebagai suatu materi titik pusat massa pada rotor dirasakan kurang mewakili pergerakan

5 5 benang yang sesungguhnya pada rotor dikarenakan adanya puntiran serat dalam benang yang bergerak pada daerah rotor. Rohlena (1975) mengatakan bahwa kajian ilmiah distribusi serat pada benang umumnya digunakan pendekatan yaitu serat terdistribusi secara seragam (homogen) dan terdistribusi dalam bentuk silinder. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui struktur internal pada benang sebagai contoh konfigurasi serat tunggal sepanjang benang. Struktur internal pemintalan pada sebuah serat tunggal bergantung pada rasio panjang benang terhadap panjang serat. Rohlena (1975) menyatakan bahwa secara kajian empiris pada benang OE, besar rasio panjang benang terhadap panjang serat K f adalah sebesar 0,65, sedangkan struktur internal pemintalan yang baik memiliki rasio sebesar K f = 0,95. Lawrence (2003) menyatakan bahwa besar rasio panjang benang terhadap panjang serat K f adalah sebesar 0,63. Trommer (1995) menyatakan bahwa terdapat batasan dalam pembuatan benang pada mesin OE, yaitu seperti rasio diameter rotor terhadap panjang serat benang tunggal adalah sebesar 0,7 dan besar rasio tenacity benang terhadap tenacity serat sebesar 50%. Zeidman, Shawney dan Herington (2003) menjelaskan pergerakan serat dalam benang menggunakan pemodelan geometri dalam koordinat silinder dengan besar puntiran didefinisikan sebagai rasio kecepatan putar benang terhadap kecepatan translasi benang (v d ) dan besar migrasi serat didefinisikan sebagai rasio panjang jejari benang terhadap panjang benang. Pada pemodelan Zeidman, Shawney dan Herington (2003) tidak dijelaskan hubungan antara nomor benang terhadap besar puntiran serta besar sudut puntiran untuk pemodelan benang OE serta bentuk pergerakan serat menggunakan koordinat silinder yang dirasakan sangat tidak mewakili pergerakan serat pada benang. Penelitian Zeidman, Shawney dan Herington (2003) hanya menjelaskan pergerakan serat tanpa adanya pengaruh deformasi benang pada struktur benang dalam koordinat silinder serta tidak bisa menemukan kaitan puntiran (twist), sudut puntiran, diameter benang terhadap nomor benang sebagai salah satu indikasi kualitas benang. Penelitian secara teoretik dan mendalam untuk dapat menjelaskan aspek-aspek mekanis pembentukan benang serta studi analisa struktur benang dan pengaruh deformasi hingga saat ini masih sangat sedikit dilakukan terutama pada benang OE. Dalam keadaan yang seperti tersebut di atas, penelitian secara terintegrasi, baik secara teoretik maupun validasi secara eksperimental pada proses pemintalan dengan menggunakan pemodelan

6 6 geometri untuk mendapatkan persamaan struktur benang yang sesuai dengan pergerakan serat yang diproduksi dengan mesin OE, secara khusus dalam ruang konfigurasi solenoid dan torus dirasa sangat perlu dilakukan. Pemodelan menggunakan ruang konfigurasi solenoid dan torus dinilai lebih mewakili bentuk pergerakan serat kapas dalam benang dibandingkan dengan koordinat silinder. Pada penelitian ini diteliti persamaan gerak serat-benang menggunakan ruang konfigurasi solenoid dan torus serta dikaji aspek mekanis pada proses pembentukan benang di mesin Open End Spinning yang meliputi gerakan dari puntiran serat hingga pembentukan benang pada yarn package, sehingga didapatkan informasi mekanis dan prediksi teoretis dalam upaya untuk meningkatkan kualitas benang, seperti: (1) rumusan teoretis untuk menentukan struktur dan mekanisme serat-benang OE spinning; (2) pengaruh kecepatan rotor dan diameter rotor pada kekuatan tarik benang dan tenacity take-off serta koefisien puntiran benang secara teoretik; (3) pengaruh puntiran terhadap nomor benang (yarn count); (4) sudut puntiran benang OE optimal secara teoretik. Dari penelitian-penelitian secara teoretik dan mendalam tersebut diharapankan hasil riset di bidang tekstil yang lebih baik dan berguna bagi pengembangan serta kemajuan industri tekstil di Indonesia Hipotesa Pemodelan struktur dan mekanis serat benang OE dalam rangka untuk menentukan sudut puntiran dapat dirumuskan secara lebih mendalam dan rinci dengan menganggap bahwa serat bergerak pada ruang konfigurasi berupa torus dan solenoid untuk mendapatkan hubungan antara parameter mesin (twist dengan satuan, diameter rotor, kecepatan putar rotor, kecepatan translasi benang serta gaya take-off) terhadap parameter kualitas benang (tenacity, nomor benang, sudut twist dan diameter benang) Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah rumusan teoretis untuk menentukan struktur dan mekanisme seratbenang Open End (OE) Spinning? 2. Bagaimanakah pengaruh kecepatan rotor dan diameter rotor pada kekuatan tarik benang dan tenacity take-off serta koefisien puntiran benang secara teoretik? 3. Bagaimanakah pengaruh puntiran terhadap nomor benang (yarn count) secara teoretik?

7 7 4. Berapakah sudut puntiran benang OE secara teoretik? 5. Apakah dapat diciptakan alat prediksi untuk menentukan puntiran benang? 1.4.Tujuan Penelitian 1. Dapat memperlihatkan rumusan teoretik untuk menentukan struktur dan mekanis serat-benang Open End (OE) Spinning. 2. Dapat menunjukkan secara teoretik pengaruh kecepatan rotor dan diameter rotor pada kekuatan tarik benang dan besar tenacity take-off serta koefisien puntiran benang. 3. Dapat menunjukkan secara teoretik pengaruh puntiran terhadap nomor benang (yarn fineness). 4. Dapat menentukan secara teoretik sudut puntiran benang OE secara teoretik. 5. Dapat menciptakan alat prediksi untuk menentukan puntiran benang Pembatasan Masalah Permasalahan pada penelitian dibatasi untuk pemodelan struktur dan mekanis serat-benang pada mesin pintal OE dengan asumsi benang disusun oleh serat kapas seragam dan pengabaian efek listrik statik benang terhadap rotor serta kualitas jenis serat. Pemodelan dengan komputasi MATLAB digunakan untuk menentukan bentuk struktur dan mekanisme serat-benang kapas dan kesesuaian dengan hasil eksperimen secara literatur di industri dengan mengacu pada jurnal internasional di bidang tekstil yang berkaitan dengan kualitas benang kapas pada proses pemintalan dengan mesin OE Manfaat Penelitian Dapat membantu masyarakat dan industri khususnya dalam menganalisa pergerakan mekanis serat-benang pada mesin pintal agar dapat menghasilkan benang berkualitas tinggi serta menjelaskan aspek-aspek mekanis pembentukan benang kapas serta studi analisa struktur benang kapas Metode Penelitian

8 8 Penelitian Disertasi ini akan dilakukan dengan studi literatur dan disertai perhitungan-perhitungan dengan menggunakan mekanika geometrik dan komputasi MATLAB untuk menentukan: 1) rumus puntiran; 2) sudut puntiran; 3) diameter benang dan 4) bentuk benang. Penjabaran dan validasi rumusan teori terhadap hasil penelitian eksperimental diperlukan untuk dapat menghubungkan antara parameter mesin (jumlah puntiran tiap panjang atau twist, diameter rotor, kecepatan putar rotor) terhadap parameter kualitas benang (nomor benang, kekuatan benang (yarn strength), tenacity, diameter benang dan juga bentuk benang) dengan mengacu pada hasil eksperimen para peneliti di bidang tekstil pada jurnal-jurnal internasional dan nasional tekstil Sistematika Penulisan Sistematika dari disertasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut di bawah: 1. Bab I akan dijelaskan latar belakang dan tujuan penelitian disertasi. 2. Bab II akan dijelaskan mengenai studi literatur yang mendukung penelitian ini. 3. Bab III akan dijelaskan dasar teoretik persamaan gerak dan teoretik pembentukan benang, persamaan dasar standar operasional mesin OE spinning di industri. 4. Bab IV akan dijelaskan penjabaran pemodelanstruktur internal benang serta simulasi gerak benang. 5. Bab V akan dijelaskan Hasil dan Pembahasan penelitian disertasi. 6. Bab VI Kesimpulan dan Saran. 1.9.Kebaharuan Penelitian Pada penelitian ini dirumuskan pemodelan baru secara teoretik tentang hubungan antara efek pergerakan serat kapas terhadap parameter kualitas benang OE dan parameter mesin OE. Pada penelitian ini akan didapatkan: (1) Rumus sudut puntiran, diameter benang d benang serta puntiran pada benang OE secara teoretik dan komputasional dengan memanfaatkan mekanika geometrik pada ruang konfigurasi solenoid serta torus yang selama ini belum banyak diteliti dan dijabarkan oleh para peneliti di bidang tekstil (berdasarkan penelusuran pada jurnal-jurnal internasional dan nasional tekstil); serta (2) Alat prediksi uji kualitas benang seperti puntiran (twist), tenacity saat take-off, diameter benang dan sudut puntiran.

BAB I PENDAHULUAN. penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang

BAB I PENDAHULUAN. penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mesin penggulung benang tradisional adalah suatu mesin dengan penggerak manual tenaga manusia untuk menggulung benang wool yang sudah di pilin atau digintir. Seiring

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Total Penjualan di Negara Tujuan Ekspor Batik (Liputan 6.com, 2013) Negara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Total Penjualan di Negara Tujuan Ekspor Batik (Liputan 6.com, 2013) Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan salah satu budaya Indonesia dengan nilai seni tinggi berbentuk tekstil yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Sejak dikukuhkan sebagai Budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa memenuhi permintaan sandang yang semakin meningkat tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. bisa memenuhi permintaan sandang yang semakin meningkat tersebut, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak bisa dipungkiri lagi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk kebutuhan akan sandang kian hari juga terus meningkat, sehingga pabrik-pabrik industri tekstil

Lebih terperinci

Peluang Bisnis Batik

Peluang Bisnis Batik KARYA ILMIAH Peluang Bisnis Batik Oleh M.Firdaus Pradana NIM : 11.12.5658 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012 Daftar Isi Cover Daftar Isi... i Kata Pengantar...

Lebih terperinci

Proses Manufaktur Benang Sistem Rotor

Proses Manufaktur Benang Sistem Rotor Asmanto Subagyo Proses Manufaktur Benang Sistem Rotor Oleh: Ir. Asmanto Subagyo, M.Sc. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2003 Hak Cipta 2003 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal sesuai potensinya menjadi sangat penting.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu industri yang di prioritaskan untuk dikembangkan karena memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang dilahirkan oleh kemajuan zaman. Dalam bidang perekonomian hal ini membuat dampak yang cukup besar bagi industri-industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Penjelasan Judul Perancangan Promo Eksplorasi Dan Aplikasi Ragam Hias Ulos Batak merupakan kegiatan rancangan kerja yang berlandaskan pada teknik eksplorasi dan aplikasi kain tenun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kain diciptakan dari berbagai macam bahan, baik bahan alami maupun buatan yang diolah sedemikian rupa yang dapat menghasilkan jenis kain yang bernilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini batik menjadi suatu hasil budaya yang penting dan banyak dibicarakan, karena batik secara resmi diakui oleh United Nations Educational, Scientific

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi dan perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan. Perubahan ini berdampak

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PERESMIAN ACARA PESONA BATIK PESISIR UTARA JAWA BARAT. Di Hotel Sari Pan Pasific. Tanggal, 19 Mei 2016.

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PERESMIAN ACARA PESONA BATIK PESISIR UTARA JAWA BARAT. Di Hotel Sari Pan Pasific. Tanggal, 19 Mei 2016. SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PERESMIAN ACARA PESONA BATIK PESISIR UTARA JAWA BARAT Di Hotel Sari Pan Pasific. Tanggal, 19 Mei 2016. Yth. Pimpinan dan Pengurus Yayasan Batik Indonesia; Yth. Pimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan industri manufaktur menuntut perusahaan untuk untuk memiliki daya saing tinggi, baik itu skala nasional maupun internasional. Kegiatan ekspor dan impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil dikumpulkan melalui sektor pertekstilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peluang besar dalam rangka perluasan lapangan pekerjaan. Mengingat hampir

BAB I PENDAHULUAN. peluang besar dalam rangka perluasan lapangan pekerjaan. Mengingat hampir 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Industri merupakan salah satu aktivitas ekonomi non pertanian yang memiliki peluang besar dalam rangka perluasan lapangan pekerjaan. Mengingat hampir sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata letak merupakan hal penting yang memiliki banyak dampak strategis bagi perusahaan. Tata letak mempengaruhi perusahaan dari segi kapasitas, proses, fleksibilitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 berisikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang diangkatnya penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika dalam penulisan laporan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertujuan untuk membuat bentuk gulungan benang yang sudah dipilin. atau dipintal dengan menggunakan tenaga putaran manusia sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. bertujuan untuk membuat bentuk gulungan benang yang sudah dipilin. atau dipintal dengan menggunakan tenaga putaran manusia sesuai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mesin penggulung benang manual adalah suatu mesin yang bertujuan untuk membuat bentuk gulungan benang yang sudah dipilin atau dipintal dengan menggunakan tenaga putaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang diprioritaskan untuk dikembangkan karena memiliki peran penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai penyumbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai inti gulungan benang, kawat logam, plastic film, kertas dan lain-lain, di samping itu

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai inti gulungan benang, kawat logam, plastic film, kertas dan lain-lain, di samping itu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Paper Tube adalah suatu tabung yang dibuat dari gulungan kertas, biasanya digunakan sebagai inti gulungan benang, kawat logam, plastic film, kertas dan lain-lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi Sumber Daya Manusia (SDM) sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk tetap bisa bersaing dalam ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. anggota dihargai sebesar Rp1,00 per yard. Adapun simpanan anggota-anggota. dimulai dengan kemampuan kapasitas :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. anggota dihargai sebesar Rp1,00 per yard. Adapun simpanan anggota-anggota. dimulai dengan kemampuan kapasitas : BAB III METODOLOGI PENELITIAN H. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat Perusahaan PT GKBI berdiri pada tanggal 1 Juli 1957 dengan modal pembangunan diperoleh dari simpanan wajib anggota Gabungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini sektor Usaha kecil menengah semakin menggeliat sebagai penopang ekonomi nasional. Hal tersebut terlihat dari pengalaman yang mampu melewati masa krisis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika geometrik merupakan bidang kajian yang membahas subyek-subyek seperti persamaan diferensial, kalkulus variasi, analisis vektor dan tensor, aljabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan hasil kerajinan yang memiliki nilai seni yang tinggi. Batik Indonesia diproduksi di berbagai daerah di Indonesia dengan motif yang berbedabeda. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batik merupakan warisan budaya yang luhur Indonesia dan telah diakui keberadaannya secara internasional. Sebagaimana dikabarkan dalam situs antaranews.com (2009),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dalam dunia manufaktur dan bisnis, kebutuhan untuk waktu pelayanan konsumen yang semakin cepat dalam memenuhi demand menjadikan

Lebih terperinci

tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, dan Control) untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan cacat pada suatu produk.

tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, dan Control) untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan cacat pada suatu produk. BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang baik, kondisi ini mendorong suatu industri di Indonesia mulai tumbuh. Seiring dengan ketatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pemintalan), pertenunan, rajutan, dan produk akhir. intermediate dari industri tekstil dituntut untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. (pemintalan), pertenunan, rajutan, dan produk akhir. intermediate dari industri tekstil dituntut untuk meningkatkan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil Indonesia memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Sebab, Indonesia memiliki industri yang terintegrasi

Lebih terperinci

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris pada bahan tekstil banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara membatik, menenun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ragam hias merupakan ciri khas dari setiap suku yang memilikinya. Indonesia yang merupakan negara dengan suku bangsa yang beraneka ragam tentulah juga menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan beberapa pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumartini, Penerapan Hasil Belajar "Mewarna Pada Kain Dan Serat" Dalam Praktikum Pewarnaan Batik

BAB I PENDAHULUAN. Sumartini, Penerapan Hasil Belajar Mewarna Pada Kain Dan Serat Dalam Praktikum Pewarnaan Batik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan tekstil di Indonesia terus berkembang pesat karena kebutuhan masyarakat Indonesia akan produk tekstil sangat tinggi. Kebutuhan masyarakat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekhasan budaya dari setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak terhitung

BAB I PENDAHULUAN. kekhasan budaya dari setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak terhitung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Keberagaman dan kekhasan budaya dari setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak terhitung jumlahnya. Warisan

Lebih terperinci

ESTIMASI PANJANG JERATAN KAIN RAJUT DENGAN MENGGUNAKAN MODEL STRUKTUR DARI POPPER

ESTIMASI PANJANG JERATAN KAIN RAJUT DENGAN MENGGUNAKAN MODEL STRUKTUR DARI POPPER ISSN 083-8697 ESTIMASI PANJANG JERATAN KAIN RAJUT DENGAN MENGGUNAKAN MODEL STRUKTUR DARI POPPER Pratikno Hidayat Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

Dasar-dasar Perancangan Produks Tekstil/Dalyono

Dasar-dasar Perancangan Produks Tekstil/Dalyono Pendahuluan i ii Dasar-dasar Perancangan Produk Tekstil Pendahuluan iii Dasar-dasar Perancangan Produk Tekstil Oleh : Dalyono Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2005 Hak Cipta 2005 pada penulis, Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun Nilai Ekspor Batik Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun Nilai Ekspor Batik Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak warisan budaya, mulai dari tarian, upacara adat, hingga pakaian. Berbagai warisan budaya ini terus berkembang di Indonesia, tidak sedikit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Pertanian sebagai penyedia bahan kebutuhan primer manusia, meliputi: sandang, pangan, dan papan. Salah

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN JAKARTA, 19 JANUARI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN JAKARTA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Perusahaan Perjalanan lahirnya Pabrik Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia (PC GKBI) tidak terlepas dari sejarah kesenian ukir dan gambar yang mulai memasuki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi, isu perdagangan global dan kesadaran akan pentingnya peran konsumen telah mengakibatkan banyak perubahan pada kondisi persaingan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dengan keanekaragaman suku bangsa, memiliki kekayaan berbagai ornamen yang diterapkan sebagai penghias dalam berbagai benda, seperti lukisan, sulaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia mencapai 2.581

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap industri manufaktur berusaha untuk efektif, dan dapat berproduksi dengan biaya produksi yang rendah untuk meningkatkan produktivitas. Usaha ini diperlukan untuk

Lebih terperinci

Setting Parameter Mesin Ring Spinning Untuk Meningkatkan Kekuatan Tarik Benang PE 30/1 Dengan Menggunaka Metode Taguchi

Setting Parameter Mesin Ring Spinning Untuk Meningkatkan Kekuatan Tarik Benang PE 30/1 Dengan Menggunaka Metode Taguchi 2015 Antoni Yohanes 28 Setting Parameter Mesin Ring Spinning Untuk Meningkatkan Kekuatan Tarik Benang PE 30/1 Dengan Menggunaka Metode Taguchi Antoni Yohanes Dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas

Lebih terperinci

MODEL PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA MOTIF BATIK JEMBER SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL TRADISIONAL ABSTRAK

MODEL PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA MOTIF BATIK JEMBER SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL TRADISIONAL ABSTRAK MODEL PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA MOTIF BATIK JEMBER SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL TRADISIONAL Peneliti : Nuzulia Kumala Sari 1 Fakultas : Hukum Mahasiswa Terlibat : Arizki Dwi Wicaksono 2 Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER 24 28 JUNI 2015 Yth. Presiden Republik Indonesia beserta istri; Yth. Para Menteri Kabinet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah laut Indonesia mencapai 70% dari luas total wilayah Indonesia. Hal ini menjadi tugas besar bagi TNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sektor strategis bagi kegiatan ekspor Indonesia merupakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) karena menyumbang devisa yang cukup besar dan mampu menyerap banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, IPTEK, beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya kerajinan batik,batik merupakan warisan budaya indonesia. kerajinan pahat, kerajinan yang membutuhkan ketekunan. kerajinan ukir, adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serat kapas yang berasal dari tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) merupakan salah satu bahan baku penting untuk mendukung perkembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD

BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD Dalam tugas akhir ini, peneliti melakukan analisa dinamik connecting rod. Geometri connecting rod sepeda motor yang dianalisis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat 15 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia mengalami kegoncangan sejak adanya krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat luas dan mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH SIFAT-SIFAT FISIKA SERAT KAPAS TERHADAP AKUMULASI LIMBAH PEMINTALAN DAN MUTU BENANG

PENGARUH SIFAT-SIFAT FISIKA SERAT KAPAS TERHADAP AKUMULASI LIMBAH PEMINTALAN DAN MUTU BENANG PENGARUH SIFAT-SIFAT FISIKA SERAT KAPAS TERHADAP AKUMULASI LIMBAH PEMINTALAN DAN MUTU BENANG RINGKASAN Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat dari tahun ketahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi membuat perekonomian di berbagai negara menjadi terbuka. Keluar masuknya barang atau jasa lintas negara menjadi semakin mudah dan hampir tidak ada

Lebih terperinci

Pengaruh Tekanan dan Diameter Front Top Roller Mesin Ring Spinning Terhadap Ketidakrataan Benang

Pengaruh Tekanan dan Diameter Front Top Roller Mesin Ring Spinning Terhadap Ketidakrataan Benang Pengaruh Tekanan dan Diameter Front Top Roller Mesin Ring Spinning Terhadap Ketidakrataan Benang Giyanto, Indrato Harsadi Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Syekh Yusuf Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (a) (b) (c)

BAB I PENDAHULUAN. (a) (b) (c) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam semua aspek kehidupan, sering dijumpai bermacam bentuk contoh aplikasi tribology, seperti memegang, menyikat, gesekan antar komponen permesinan, gesekan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar selain pangan dan air karena hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini cukup besar, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini batik sudah menjadi sebuah gaya busana yang memiliki banyak peminat, di kalangan menengah ke atas maupun kalangan ekonomi lemah, baik tua maupun muda. Terlebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak,

BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak, yang dalam kehidupan sosialnya, tidak terlepas dari suatu tradisi yang disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda pertumbuhan perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Indonesia tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh wilayahnya. Setiap daerah di Indonesia memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dengan beragam suku dan budaya di tiap-tiap daerah. Dari tiap-tiap daerah di Indonesia mewariskan berbagai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batik merupakan salah satu kain tradisional yang memiliki ragam hias motif. Kain batik yang memiliki motif yang berbeda-beda di setiap daerah di seluruh Indonesia.

Lebih terperinci

Disusun oleh : Novrian Satria Perdana NIM F BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran untuk membiayai belanja negara yang semakin lama semakin

Disusun oleh : Novrian Satria Perdana NIM F BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran untuk membiayai belanja negara yang semakin lama semakin Pengaruh kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, dan administrasi perpajakan terhadap motivasi manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning pada perusahaan tekstil di eks karisidenan Surakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan 14 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan untuk mampu bersaing dan berkompetisi. Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi perusahaan sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor yang mempengaruhi umur pakai sebuah mesin adalah adanya gesekan satu sama lain yang terjadi bila komponen-komponen dalam permesinan saling kontak,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemeliharaan (maintenance) merupakan salah satu faktor penting yang menunjang berjalannya suatu aktivitas. Jika suatu sistem memiliki pemeliharaan yang baik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT Dan Liris merupakan industri yang bergerak di bidang textile yang memproduksi benang, kain dan juga pakaian jadi. Pada bagian textile khususnya divisi Weaving

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tekstil merupakan material lembaran yang flexible terbuat dari benang dan pemintalan serat pendek atau serat berkesinambungan. Perkembangan industri tekstil di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis keuangan yang dipicu oleh permasalahan lembaga-lembaga keuangan raksasa di Amerika Serikat berdampak negatif bagi perekonomian dunia. Dampak krisis yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mancanegara. Pada tanggal 2 Oktober 2009 batik telah diakui oleh UNESCO sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mancanegara. Pada tanggal 2 Oktober 2009 batik telah diakui oleh UNESCO sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia dapat hidup sebaik-baiknya dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam proses pemulihan perekonomian Indonesia, sektor Usaha Kecil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam proses pemulihan perekonomian Indonesia, sektor Usaha Kecil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam proses pemulihan perekonomian Indonesia, sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peranan penting untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi setelah terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mengingat hampir sebagian besar penduduk Indonesia masih tinggal di

BAB 1 PENDAHULUAN. Mengingat hampir sebagian besar penduduk Indonesia masih tinggal di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri merupakan salah satu aktivitas ekonomi non pertanian yang memiliki peluang besar dalam rangka perluasan lapangan pekerjaan. Mengingat hampir sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan berkompetisi antar perusahaan industri kini semakin tinggi, sehingga setiap perusahaan dituntut untuk selalu memperbaiki kinerja sistem industri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). ekonomi. Indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). ekonomi. Indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam perspektif yang luas dipandang sebagai suatu proses multidimensi yang mencakup pelbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan daya saing dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi persaingan di era global perusahaan dituntut untuk bekerja lebih efisien dan efektif. Persaingan yang semakin ketat menyebabkan perusahaan dituntut

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PENUTUPAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PENUTUPAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PENUTUPAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN BOYOLALI, 26 AGUSTUS 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PENUTUPAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN BOYOLALI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat sulit untuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Persoalan kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat sulit untuk diatasi. Masalah kemiskinan sepertinya juga menjadi sesuatu yang telah mengakar dan menjadi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Ilmu mekanika kontak merupakan bagian dari ilmu tribologi yang membahas mengenai deformasi dan tegangan dua benda yang bersinggungan satu sama lain. Kontak yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

MOTOR LISTRIK 3 FASA PADA AUTOCORO DAN DISTRIBUSI DAYA LISTRIKNYA PADA PT. BITRATEX INDUSTRIES SEMARANG

MOTOR LISTRIK 3 FASA PADA AUTOCORO DAN DISTRIBUSI DAYA LISTRIKNYA PADA PT. BITRATEX INDUSTRIES SEMARANG MOTOR LISTRIK 3 FASA PADA AUTOCORO DAN DISTRIBUSI DAYA LISTRIKNYA PADA PT. BITRATEX INDUSTRIES SEMARANG Wahyu Ridhani 1 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang Jl. Prof. Sudharto, SH Kampus

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. commit to user

BAB II DASAR TEORI. commit to user BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Chen, et al (2012) melakukan penelitian mengenai mekanisme munculnya cogging torque dari motor sinkron permanen magnet, dengan tujuan untuk meningkatkan performa

Lebih terperinci

SIMBIOSIS MUTUALISME ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN PENGUSAHA BATIK DI KABUPATEN BANTUL

SIMBIOSIS MUTUALISME ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN PENGUSAHA BATIK DI KABUPATEN BANTUL SIMBIOSIS MUTUALISME ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN PENGUSAHA BATIK DI KABUPATEN BANTUL KARYA ILMIAH Di susun Sebagai Ujian Kuliah Lingkungan Bisnis Oleh Nama : Galih Sarastikha NIM : 10.11.3987 Kelas :

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PERINGATAN HARI BATIK NASIONAL DI MUSEUM TEKSTIL JAKARTA, 2 OKTOBER 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PERINGATAN HARI BATIK NASIONAL DI MUSEUM TEKSTIL JAKARTA, 2 OKTOBER 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PERINGATAN HARI BATIK NASIONAL DI MUSEUM TEKSTIL JAKARTA, 2 OKTOBER 2015 Yang Saya Hormati Ibu Negara Republik Indonesia Ibu Hj. Iriana Joko Widodo Yth. Para Menteri

Lebih terperinci

OPTIMASI KEKUATAN BENDING DAN IMPACT KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT RAMIE BERMATRIK POLYESTER BQTN 157 TERHADAP FRAKSI VOLUME DAN TEBAL SKIN

OPTIMASI KEKUATAN BENDING DAN IMPACT KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT RAMIE BERMATRIK POLYESTER BQTN 157 TERHADAP FRAKSI VOLUME DAN TEBAL SKIN TUGAS AKHIR OPTIMASI KEKUATAN BENDING DAN IMPACT KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT RAMIE BERMATRIK POLYESTER BQTN 157 TERHADAP FRAKSI VOLUME DAN TEBAL SKIN Disusun : MUHAMAD FAJAR SUGENG NUGROHO D 200 030 184

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat terlihat dari banyaknya industri baru yang tumbuh dan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat terlihat dari banyaknya industri baru yang tumbuh dan berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kini perkembangan dunia industri di Indonesia semakin maju, hal ini dapat terlihat dari banyaknya industri baru yang tumbuh dan berkembang dengan

Lebih terperinci