BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dilakukan oleh G. J. Held pada tahun 1957, namun penelitian munaba dari sisi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dilakukan oleh G. J. Held pada tahun 1957, namun penelitian munaba dari sisi"

Transkripsi

1 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang munaba sudah pernah dilakukan sebelumnya. Pertama dilakukan oleh G. J. Held pada tahun 1957, namun penelitian munaba dari sisi kebudayaan, tidak difokuskan pada pembahasan munaba secara utuh dalam bentuk sastra lisan. Penelitian Held digunakan sebagai sumber informasi tentang munaba sebagai salah satu tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Waropen. Penelitian ini juga bermanfaat sebagai informasi tentang kehidupan masyarakat Waropen terutama masyarakat Nubuai yang hidup di kampung lama (Nubuai) sebelum berpindah ke daerah Urei Faisei. Berdasarkan penelitian ini, dapat juga terlihat perubahan kehidupan sosial terutama prosesi pemakaman dalam upacara kematian. Pada tahun 2005, Dharmojo juga telah melakukan penelitian munaba guna menyalesaikan sekolah doctoralnya. Dharmojo (2005) dalam penelitiannya, mengkaji sistem simbol dalam munaba Waropen. Kajian Dharmojo melihat bentuk, makna dan fungsi dari simbol dalam nyanyian munaba. Berdasarkan masalah penelitian sistem simbol termasuk penelitian budaya maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan elektif hasil kolaborasi dari teori semiotika dan hermeneutika. Dharmojo mengidentifikasi dan menginterpretasi sistem simbol yang diklasifikasikan menjadi bentuk simbol verbal dan nonverbal serta menginterpretasikan makna dan fungsi dari

2 11 sistem simbol di dalam munaba. Penelitian Dharmojo berfokus pada simbol dan nyanyian yang banyak ditampilkan adalah jenis Owa Munaba (nyanyian munaba dengan menggunakan dansa adat dan alat-alat adat) sedangkan jenis Yanisa Munaba (nyanyian ratapan kematian saat jenazah masih berada dalam rumah duka) tidak terlalu banyak dibahas. Penelitian ini belum sampai kepada pengungkapan pandangan hidup masyarakat Waropen tentang kematian dalam munaba. Berdasarkan penelitian Dharmojo, maka pengkajian yang akan dilakukan selanjutnya dilihat dari sisi wacana dengan mengungkapkan wacana narasi munaba dalam masyarakat Waropen serta mengungkapkan pandangan kematian masyarakat Waropen dengan melihat narasi dalam Yanisa Munaba dan Owa munaba. Penelitian ini mempunyai relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dari sisi garapannya mengenai sistem simbol yang merupakan salah satu bagian dari tanda secara umum dalam pengkajian semiotika yang akan dilakukan. Penelitian ini juga berguna untuk melihat simbol yang telah diutarakan oleh Dharmojo sebagai bahan pertimbangan dalam mendapatkan bentuk, fungsi, dan makna wacana munaba. Di samping itu, dapat membuka pandangan masyarakat Waropen tentang kematian yang terbangun di dalam nyanyian ratapan munaba Waropen dengan melihat tandatanda di dalam setiap lariknya. Misalnya repetisi, penambahan vokal dan perpanjangan bunyi dan kemungkinan akan tanda lainnya yang belum sempat dibahas oleh Dharmojo. Kajian ini membantu kelanjutan penelitian yang akan dilakukan dengan sumbangsih beberapa gambaran umum tentang munaba.

3 12 Maniagasi (2002) mengadakan penelitian tentang munaba dan dituangkan dalam bentuk skripsi. Pengkajiannya lebih difokuskan pada pergeseran pelaksanaan munaba dan dilihat aspek aspek yang mengakibatkan terjadinya pergesaran tersebut. Penelitian Maniagasi ini mempunyai relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan melihat sisi pergeseran yang terjadi dalam pelaksanaan munaba tentu terjadi pergeseran prosesi pelaksanaan dan cara penyampaian pesan dari munaba. Sangatlah penting bagi penelitian yang akan dilakukan dalam melihat sisi pemikiran masyarakat yang telah mengalami perubahan. Yenusi (2007) mengadakan penelitian tentang munaba dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan pengkajian sastra yang dilakukan lebih difokuskan pada jenis diksi dalam nyanyian munaba, dan alasan mengapa jenis diksi tersebut lebih dominan muncul dalam nyanyian munaba bagi masyarakat Waropen. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode diskripsi. Relevansi penelitian Yenusi bagi penelitian yang akan dilakukan adalah dalam hal garapannya berupa gambaran umum tentang diksi di dalam munaba yang dituturkan oleh pelantunnya. Hasil dari deskripsi tentang diksi ini membantu di dalam melihat tanda berdasarkan pemilihan kata pelantun sebagai bahan pertimbangan dalam menemukan wacana yang terbentuk serta pandangan hidup masyarakat Waropen tentang kematian yang tertuang dalam munaba. Penelitian-penelitian lainnya berasal dari luar Waropen yang dapat dijadikan patokan kajian bagi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2000) dengan hasil penelitiannya berupa tesis dengan judul Wacana Kayob dalam

4 13 Masyarakat Biak. Kajian ini mengungkapkan satuan naratif kayob, fungsi dan makna yang terkandung di dalam kayob sastra lisan suku Biak. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Kayob merupakan bentuk sastra lisan yang tercipta secara spontan tanpa terikat oleh kerangka atau konvensi tertentu. Kayob yang berarti meratap sambil menangis yang kemudian dikenal sebagai kegiatan meratapi kematian dengan tujuan mengenang kembali perilaku seseorang semasa hidupnya. Penelitian Handayani memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan karena pengkajiannya berupa ratapan kematian dan menceritakan tentang seseorang semasa hidupnya. Pengkajian tentang bentuk, fungsi, dan makna ini dapat digunakan sebagai contoh di dalam pengungkapan bentuk, fungsi, dan makna dalam wacana narasi nyanyian ratapan munaba suku Waropen. Penelitian lainnya yang dapat digunakan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Wonmuy dalam bentuk tesis dengan judul Ritual Kematian Marind Anim (Analisis Simbolik Atas Ritual Kematian Marin Anim Di Kampung Kuper Distrik Semangga Kabupaten Merauke). Penelitian ini mengkaji makna di balik simbol-simbol ritual kematian suku Marindanim dan bagaimana suku ini memakai aktivitas ritual tersebut dalam kehidupannya saat ini. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan melihat simbol-simbol yang dipakai di dalam ritual kematian yang memiliki makna tertentu. Penelitian tentang wacana kematian ini tentu akan ditemukan simbol dalam setiap larik dalam munaba. Cara pengungkapan tentang

5 14 tanda dan simbol ritual kematian suku Marind-anim akan dijadikan contoh dalam penggarapan tentang wacana kematian dengan melihat setiap tanda dalam munaba. 2.2 Konsep Wacana Puisi Naratif Wacana merupakan perkataan perkataan yang diungkapkan oleh seseorang tentang apa yang dilihat, didengar, dan dipahami (Kamus Jawa Kuno-Indonesia, Wojowasito). Menurut Webster dalam Mulyana (2005:4), wacana (discourse) sebagai komunikasi kata-kata, ekspresi gagasan-gagasan, risalah tulis dan ceramah. Menurut Eriyanto (2011:75), wacana merupakan percakapan khusus yang alamiah dan formal dimana pengungkapannya melalui ide dalam ucapan maupun tulisan, pengungkapan ini dapat berupa nasihat, risalah dan sebagainya. Menurut Ratna (2007:246), setiap wacana memiliki bentuk sebagai satuan tertentu, diciptakan untuk tujuan tertentu, baik itu positif maupun negatif sebagai fungsi dan pada akhirnya wacana memiliki makna memunculkan makna yang dapat dilihat dari bentuk dan fungsi. Puisi naratif terdiri atas dua kata yaitu puisi dan naratif. Puisi merupakan suatu ungkapan rasa seseorang dalam bentuk kata-kata yang berirama dan memiliki pola. Naratif berasal dari kata latin narre yang artinya membuat tahu. Dapat dikatakan bahwa narasi berkaitan dengan upaya memberitahu sesuatu atau peristiwa. Narasi merupakan suatu bentuk kisahan mengenai sebuah peristiwa. Puisi naratif adalah puisi yang menceritakan serangkaian peristiwa dengan menggunakan perangkat-perangkat puisi seperti rima, ritme, gaya bahasa, dan struktur bunyi.

6 15 Dengan kata lain, sebuah puisi naratif menceritakan sebuah kisah, namun kisah tersebut disampaikan dalam wujud dan gaya puisi. Banyak unsur yang terdapat dalam sebuah cerita pendek juga ditemukan dalam puisi naratif. Beberapa unsure penting dalam puisi naratif adalah karakter, seting, konflik, dan plot yang menjalin suatu cerita. Terdapat puisi naratif yang sederhana, ada pula yang sugestif, bahkan ada yang kompleks (Tjahjono, 2011: ). Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa puisi naratif merupakan ungkapan rasa atau isi hati seseorang dalam bentuk kisahan tentang sebuah peristiwa. Analisis puisi naratif melihat teks sebagai sebuah puisi berbentuk cerita yang di dalamnya terdapat unsur puisi dan naratif seperti gaya bahasa, irama, plot, adegan, tokoh, dan karakter. Narasi adalah bentuk tertua dari puisi dan paling dikenal dalam bentuk lisan. Cerita-cerita lisan ini sering digunakan untuk menuturkan tentang kejadian-kejadian sejarah. Cerita-cerita lisan juga digunakan untuk menyebarluaskan kabar tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang sudah lewat. Untuk membantu mengingat rincian peristiwa-peristiwa sejarah yang sudah lewat, orang mulai menggunakan rima dan ritme untuk mendandani cerita-cerita mereka agar memiliki kualitas musikal sehingga kata-kata yang terkandung di dalam cerita menjadi terpateri (Djanarto, 2012). Narasi menceritakan suatu peristiwa lewat suatu plot (alur). Peristiwa-peristiwa tersebut dilihat berdasarkan tahapan yang terdiri atas tahapan awal dan akhir. Dalam suatu peristiwa, tahapan tersebut tidak selalu ditemukan. Tahapan atau struktur narasi tersebut adalah cara pembuat narasi dalam menghadirkan peristiwa kepada khalayak.

7 16 Analisis puisi naratif membantu untuk: (1) memahami bagaimana pengetahuan, makna dan nilai diproduksi dan disebarkan di dalam masyarkat; (2) memahami bagaimana dunia sosial dan politik dan dapat membantu kita mengetahui kekuatan dan nilai sosial yang dominan dalam masyarakat; (3) memungkinkan kita menyelidiki hal-hal tersembunyi dalam suatu teks; dan (4) merefleksikan kontinuitas dan perubahan komunikasi, cerita yang sama diceritakan beberapa kali dengan cara dan narasi yang berbeda dari waktu ke waktu (Eriyanto, 2013:8-11) Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa wacana puisi naratif adalah komunikasi gagasan tentang apa yang dilihat, didengar dan dipahami melalui sebuah kisah atau peristiwa yang memiliki irama dan berpola. Menemukan hal-hal tersebunyi seperti pengetahuan, makna dan nilai-nilai sosial yang dominan dan tersebar didalam kehidupan masyarakat adalah dengan menganalisis sebuah puisi naratif yang dimilikinya Wacana Puisi Naratif Munaba Wacana puisi naratif merupakan sebuah komunikasi yang dilakukan melalui kisah atau peristiwa. Peristiwa atau kisah memiliki pola tertentu seperti halnya mengikuti urutan waktu, logika dan sistematika atau jalan pikiran tertentu yang akan menghasilkan rangkaian peristiwa satu dan lainnya hingga memiliki makna tertentu. Munaba secara harafiah memiliki arti sifat kebesaran yang dilantunkan pada saat peristiwa kematian. Wacana puisi naratif munaba adalah komunikasi yang

8 17 dilakukan seseorang melalui gagasan tentang peristiwa munaba yang mengisahkan sifat kebesaran seseorang dalam bentuk nyanyian ratapan kematian Masyarakat Nubuai Waropen Waropen terbagi menjadi tiga wilayah kebudayaan yaitu Waropen Ambumi terdiri dari Napan Weinami, Makimi, Roon dan Kampung Ambumi. Waropen Kai yaitu Paradoi, Mambui, Sanggei, Nubuai, Risei-Sayati dan Wonti. Waropen Ronari yaitu Barapasi, Sorabi, Kerema, Dadat, Poiwai, Sipisi, Bariwaro, Rapambrei dan Tamakuri. Masyarakat Waropen tersebar pada tiga wilayah kebudayaan ini (Held dalam Maniagasi 2002:33). Daerah Waropen terbentuk dari tanah lumpur yang ditumbuhi pohon-pohon bakau, tanah berbukit, sedikit berkarang dan relief tanah datar dengan jenis tanah alluvial (endapan sungai). Keadaan tanah yang demikian memungkinkan hidupnya pohon bakau (mangrove), nipah, dan sagu. Berdasarkan keadaan alam ini, maka mata pencaharian masyarakat pada umumnya adalah menokok sagu, dan menangkap ikan, kepiting serta mengumpulkan kerang. Selain itu, juga masyarakat melakukan sistem ladang berpindah dengan jenis tanaman seperti palawija serta melakukan kegiatan berburu. Penelitian ini dilakukan khusus bagi masyarakat Waropen yang berasal dari Desa Nubuai Urei Faisei. Masyarakat pada desa ini, dalam perjalanan sejarahnya, mengalami perpindahan tempat tinggal. Perpindahan terjadi dikarenakan banjir bandang yang terjadi pada tahun 1950-an hingga terjadi pendangkalan muara sungai,

9 18 lumpur menutupi pemukiman dan pada akhirnya terjadi wabah kolera pada tahun Wabah ini mengakibatkan perpindahan penduduk Nubuai ke daerah Urei Faisei pada tahun Perpindahan tempat tinggal dengan kondisi dan suasana tempat tinggal yang baru berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat. Terjadi pergeseranpergeseran nilai dan tatanan hidup masyarakat. Dalam perjalanan sejarahnya juga masyarakat Nubuai mempertahankan diri dengan jalan perang dan menangkap budak pada daerah - daerah lain. Bagi mereka, kebiasaan ini, selain menunjukkan sikap pemberani juga menunjukkan nilai ekonomi karena memiliki budak yang banyak berarti memiliki harta yang banyak. Hal ini dimungkinkan karena pihak tertawan biasanya ditebus dengan harta berupa piring keramik atau barang keramik lainnya. Benda-benda keramik inilah yang dijadikan sebagai mas kawin yang memiliki nilai tinggi pada saat ini (Mawene dkk, 1999:10 11). Kebisaan penangkapan budak dan perdagangan ini sudah mulai hilang namun barang keramik masih tetap tersimpan hingga saat ini. Penangkapan budakpun telah dihentikan namun para budak tersebut masih ada dan masuk di dalam strata sosial kehidupan masyarakat Waropen sebagai Ghomino (budak). Penduduk daerah ini sejak dahulu telah mengadakan kontak-kontak dengan dunia luar. Kontak dengan dunia luar terjadi ketika bangsa Eropa mengadakan kunjungan ke Waropen. Selain itu juga sampai saat ini terjadi kontak dengan masyarakat pada daerah sekitar Papua dan Indonesia. Akibat kontak tersebut, daerah ini mengalami banyak perubahan. Banyak masyarakat Waropen yang bermobilitas ke

10 19 daerah lain yang berdekatan dengan wilayah Waropen seperti Nabire dan Serui dengan membawa barang dagangan hasil berkebun untuk dijual (Flassy 1994:7). Masyarakat Waropen memiliki kepercayaan terhadap mitos-mitos yang pada umumnya menunjukkan kekuasaan Tuhan yang dipercayai oleh mereka disebut dengan Mansrenanggi dan Naninggi. Selain itu, terdapat kepercayaan terhadap roh orang mati yang disebut dengan rosea. Rosea dipercayai terbang pada malam hari menuju daerah-daerah tertentu seperti sungai, batu-batu besar, pohon-pohon, dan gua. Masyarakat Waropen juga mempercayai adanya kekuatan-kekuatan magis yang disebut dengan suanggi. Suanggi adalah manusia yang mempelajari dan memiliki kekuatan magis (Held 1957: ). Agama telah masuk sehingga terjadi pergeseran kepercayaan terhadap mitos-mitos. Walaupun telah terjadi pergeseran namun masih tersimpan dalam nyanyian kehidupan dan nyanyian kematian yang dimiliki oleh masyarakat Waropen. 2.3 Landasan Teori Teori Wacana Menurut Foucault (Eriyanto, 2011:65), wacana adalah sesuatu yang memproduksi yang lain yaitu gagasan, konsep atau efek. Wacana dapat dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Wacana membentuk dan mengkonstruksi peristiwa tertentu dan gabungan dari peristiwa-peristiwa tersebut ke dalam narasi yang dapat dikenali oleh kebudayaan

11 20 tertentu. Menurut Jorgensen dan Phillips (2010:48 49), wacana dipahami sebagai penetapan makna dalam domain tertentu dan semua tanda yang terdapat dalam suatu wacana merupakan momen-momen. Momen- momen tersebut merupakan mata jaring dalam jaring lain yang maknanya ditetapkan karena perbedaannya satu sama lain. Semua tanda merupakan momen momen yang ada dalam suatu sistem dan makna setiap tanda yang ditentukan oleh hubungannya dengan tanda lain. Suatu wacana dibentuk oleh penetapan parsial makna di sekitar titik nodal. Nodal point merupakan suatu tanda yang mempunyai hak khusus yang tempat sekitarnya bisa digunakan untuk menata tanda-tanda lain. Tanda-tanda tersebut memperoleh maknanya dari hubungannya dengan titik nodal itu. Suatu wacana ditetapkan sebagai suatu totalitas tempat setiap tanda ditetapkan sebagai suatu momen melalui hubungan dengan tanda-tanda lain. Hal ini dilakukan dengan meniadakan semua kemungkinan makna lain yang sesungguhnya bisa dimiliki tanda-tanda itu. Wacana merupakan usaha untuk menghentikan tergelincirnya hubungan antar satu tanda dengan tanda yang lain dan dengan demikian merupakan upaya untuk menciptakan sistem makna yang padu. Analisis wacana diungkapkan juga oleh Kartomiharjo (Sunaryo, 1997:17) bahwa anilisis wacana akan diupayakan menganalisis unit bahasa dengan memperhatikan berbagai unsur kewacanaannya. Unit bahasa yang dianalisis berupa kalimat tidak lagi dianalisis berdasarkan struktur gramatikalnya saja, melainkan sampai pada fungsi kalimat tersebut di dalam komunikasi. Sasaran akhir suatu analisis wacana sampai pada sebuah makna yang persis sama atau mungkin saja

12 21 mendekati makna yang dimaksud oleh sang pembicara dalam wacana lisan, atau penulis dalam wacana tulis. Selanjutnya, diungkapkan oleh Tarigan (2009:22 23) bahwa analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi bahasa yang menggunakan bahasa dalam untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa hubungan wacana yang bersifat antarkalimat dan superkalimat maka kita sulit berkomunikasi dengan tepat satu sama lain. Jadi, wacana tidak terlepas dari teks dan konteks. Halliday dan Hassan (1992:16 17) mengemukakan tiga pokok bahasan di dalam wacana yaitu medan, pelibat, dan sarana. Medan wacana merujuk pada hal yang sedang terjadi dan pelibat disibukkan oleh hal tersebut dan tertuang di dalam bahasa yang merupakan unsur pokok. Pelibat wacana merujuk pada orang-orang yang mengambil bagian. Dalam hal ini, pelibat wacana akan diungkapkan sifat pelibat, kedudukan dan peran mereka akan ditemukan jenis-jenis hubungan peranan apa yang terdapat di antara pelibat, termasuk hubungan tetap dan sementara, cakapan atau rangkain hubungan secara kelompok. Sarana wacana menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa lebih mengacu kepada proses dan mengacu pada situasi objek dalam situasi itu seperti gaya bahasa, simbolik teks, kedudukan dan fungsi dalam konteks, retorika sebuah teks (naratif, didaktif, persuasive,eksplorasi dll) termasuk salurannya yaitu dituturkan atau ditulis ataupun gabungan keduanya.

13 Teori Formula Lord Lord (1964: 30) mendefinisikan formula seperti kutipan berikut the definition of the formula is a group of words which is regularly employed under the same metrical conditions to express a given essential idea. Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dikatakan formulaik adalah kelompok kata yang secara teratur dimanfaatkan dalam kondisi mantra yang sama untuk mengungkapkan satu ide hakiki (pokok). Lord juga mengemukakan definisi ekspresi formula sebagai berikut: By formulaic expression I denote a line or half line constructed on the pattern of the formulas (1964:4) Ekspresi formulaik adalah larik atau paro larik yang disusun berdasarkan pola formula. Formula yang digunakan oleh seorang pelantun puisi lisan timbul dari sebuah proses belajar yang dilakukannya sejak masa muda. Pada masa presinging seorang pemuda yang sedang belajar melantunkan puisi lisan telah mengenal beberapa pola dasar formula, seperti pengulangan suara dan kata-kata. Namun demikian, pola-pola tersebut belum terbentuk dengan tepat. Pola-pola tersebut akan terbentuk dengan tepat pada masa berikutnya. Pada masa tersebut ide formula masih dalam proses. Formula itu baru muncul ketika pelantun tersebut melantunkannya secara terus-menerus (Lord, 1964:32 33). Formula muncul dari frasa-frasa yang diperoleh seorang pelantun dari pelantun lain atau hasil kreasi baru seorang pelantun. Frasa-frasa tersebut timbul dalam ingatan pelantun, dan digunakan secara teratur oleh pelantun tersebut

14 23 (1964:43). Menurut Lord, pelantun puisi lisan berusaha mengingat frasa-frasa yang telah berkali-kali digunakan. Mereka menggunakan ingatan (remembering) seperti ungkapan-ungkapan tanpa sadar dalam ucapan biasa. Formula merupakan frasa-frasa, klausa-klausa, dan kalimat-kalimat yang khas. Formula yang stabil akan menjadikan ide-ide puisi lisan yang umum dengan mengemukakan kata kunci dari nama-nama aktor, tindakan, waktu, dan tempat yang utama. Pola dan sistem dalam puisi lisan banyak menggunakan tata bahasa khusus atau tata bahasa puisi (grammar of poetry), yakni berupa tata bahasa super impos atau tata bahasa yang berlapis (grammar of superimposed). Selain itu, tata bahasa puitik dari puisi lisan juga merupakan tata bahasa parataksis (grammar of parataxis), yakni konstruksi kalimat, klausa, atau frasa koordinatif yang tidak menggunakan kata penghubung. Tata bahasa tersebut sering memanfaatkan frasefrase yang membentuk formula (1964:34 36). Analisis tekstual, khususnya analisis formula, menurut Lord (1964: 45), harus dimulai dengan pengamatan yang cermat terhadap frasa-frasa yang mengalami perulangan. Hal tersebut dilakukan untuk menemukan formula dengan berbagai variasi polanya. Benang merah dari analisis formula menunjukkan bahwa tidak ada larik atau paro larik yang tidak membentuk pola formulaik. Larik dan paro larik yang disebut formulaik tersebut tidak hanya mengilustrasikan pola-polanya sendiri, tetapi juga menunjukkan contoh sistem puisi lisan. Oleh karena itu, perlu digarisbawahi bahwa tidak ada puisi lisan yang tidak formulaik.

15 24 Teori formula Lord ini akan digunakan dalam mencari bentuk wacana munaba yaitu dengan melihat wujud formula, pola formula atau sistem formulaik (formulaic system). Namun, kondisi ini akan disesuaikan dengan ciri yang terdapat di dalam munaba Teori Semiotik Pierce melihat seluruh jagat ini sebagai tanda, manusia berpikir dalam tanda. Tanda hanya berarti tanda apabila ia berfungsi sebagai tanda. Barthes melihat semua gejala budaya sebagai tanda yang dapat dianalisis. Ilmu mengenai tanda disebut sebagai semiotik/semiologi. Tanda merupakan objek kajian semiotik. De Saussere mengemukakan bahwa dalam kehidupan kita tanda selalu didasari atas bentuk dan isi yang dirumuskan dalam expressi-relation-contenu. Relasi bersifat arbiter, tetapi konvensional. Jadi, pengenalan tanda oleh seseorang dikarenakan telah mengenal dan ikut dalam konvensi sosial yang membentuk sistem tanda itu (Zoest, 1993: 2 11) Barthes tidak berhenti sampai di situ. Menurutnya, dalam setiap masyarakat, tanda diproduksi dan dipahami serta berkembang dalam masyarakat melalui dua sistem yaitu sistem primer dan sekunder. Sistem primer adalah sistem yang merupakan hasil konvensi dasar sedangkan sistem sekunder adalah pengembangan pengenalan tanda yang masing-masing memiliki makna yang oleh Barthes disebut metabahasa. Teori de Saussure yang telah diperluas oleh Barthes, pemaknaan terjadi dalam dua tahap, yaitu tanda (penanda dan petanda) pada tahap pertama dan menyatu sehingga dapat membentuk penanda pada tahap kedua, kemudian pada tahap

16 25 berikutnya penanda dan petanda yang telah menyatu ini membentuk petanda baru yang merupakan perluasan makna. Makna tahap pertama disebut sebagai denotasi sedangkan makna tahap kedua disebut sebagai konotasi (Zaimar, 2008:58 59) Berdasarkan teori Barthes maka penelitian ini akan berbicara tentang pemahaman tanda-tanda dan penafsiran makna gejala kebudayaan Waropen di dalam tanda tanda yang berada di dalam teks munaba. Makna primer yaitu suatu tanda dan makna sekundernya. Makna sekunder yang mengembangkan bentuk isi tanda tanpa harus mengacu ke makna primernya disebut dengan konotasi, sedangkan yang mengacu pada makna primernya disebut metabahasa. Sejalan dengan pemikiran Barthes, konotasi yang menjadi tetap disebut sebagai mitos dan jika mitos ini menjadi semakin diyakini dan mantap, maka akan menimbulkan ideologi. Ideologi munaba akan ditemukan di dalam struktur, fungsi dan makna munaba yang dapat ditemukan sebagai suatu pandangan hidup masyarakat Waropen tentang kematian. Teori semiotik ini akan dipakai untuk menganalisis makna dengan melihat tanda-tanda dalam bahasa membentuk sebuah wacana dan memiliki makna yang tersembunyi secara denotasi dan konotasi sesuai dengan teks dan konteks (Barthes, 2000:89 91) Teori Fungsi Teori fungsional mengarah pada strategi fungsional bahwa folklore yang berkaitan dengan konteksnya berfungsi sebagai alat pendidikan, pemupuk rasa solidaritas kolektif, alat hiburan untuk memperkaya jiwa dan nilai estetika serta

17 26 sebagai dunia alternatif cara berpikir dan pengendalian atsmosfir budaya (Handayani, 2003:27). Lord juga mengungkapkan pendapatnya tentang fungsi tradisi lisan seperti kutipan berikut. I think we are safe in assuming that the repetition was there in two forms originally, not for the sake of meter, nor for the sake of convenience in building a line, but rather for the sake of redoubled prayer in its hope of surer fulfillment. The metrical convenience or even better, the metrical necessity is probably a late phenomenon, indispensable for the growth of epic from what must have been comparatively simple narrative incantations to more complex tales intended more and more for entertainment. This was a change concomitant with the gradual shift toward the heroic and eventually the historic (1964:67). Berdasarkan pernyataan di atas, fungsi tradisi lisan bagi masyarakat antara lain: a) sebagai kritikan terhadap masyarakat, b) sebagai hiburan, c) sebagai pemelihara cerita masa lampau, d) sebagai pesan religi, e) sebagai magik, f)sebagai ritual, g) sebagai cerita sejarah, dan h) sebagai cerita heroik. Tradisi lisan mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif (Danandjaja, 2007:4) karena dalam tradisi lisan terdapat fakta-fakta budaya yang berkenaan dengan isi yang terkandung di dalamnya (Sedyawati, 1995:3 7). Menurut Teeuw (1994:22 23), sastra lisan memiliki fungsi utama sebagai sarana pendidikan, undang-undang, adat istiadat, nilai dan norma yang berlaku diteruskan dan diamankan secara turun temurun oleh pemikinya. Selanjutnya Tuloli (1990:308) menyatakan bahwa sastra lisan berfungsi sebagai penyimpan berbagai informasi masa lampau, penguat pandangan masyarakat dan pemberi arah

18 27 terhadap norma-norma pergaulan di dalam masyarakat. Karya sastra pada hakikatnya merupakan imajinasi atau kreativitas. Oleh karena itu, fungsi karya sastra adalah mengevokasi kemampuan manusia dalam membangkitkan citra mengenai kehidupan. Menurut Hutomo (1991:18) fungsi sastra lisan adalah untuk mengontrol dan mendidik. Cerita suci berfungsi sebagai pedoman untuk upacara keagamaan, kesusilaan, dan aktivitas masyarakat. Menurut Teeuw (1984:151) fungsi sastra dalam masyarakat berhubungan dengan fungsi estetik dan lainnya seperti agama dan sosial. Segi sosial biasanya menekankan aspek mimetik yaitu keterkaitan antara kenyataan dan karya seni. Diperkuat dengan pernyataan Amir (2013:34 43) bahwa fungsi sastra lisan adalah sebagai hiburan, penyimpanan puitika kosakata yang kaya (kosa kata estetis dalam masyarakat, kosa kata khas yang hanya terdapat di dalam budaya tersebut), sebagai sarana pendidikan, sebagai ikatan persudaraan, sebagai sarana perhimpunan. Berdasarkan pemaparan teori fungsi di atas, maka fungsi munaba akan dikaji berdasarkan munaba sebagai tradisi lisan dan karya sastra. Teori fungsional di atas akan digunakan sebagai landasan teori fungsi dalam menemukan fungsi munaba sebagai tradisi lisan, karya sastra, dan puisi lisan (naratif).

19 Model Penelitian Etnik Waropen Munaba Metode Kualitatif (studi lapangan dan studi pustaka) Wacana Munaba dalam Masyarakat Nubuai Waropen Teori Wacana (medan, pelibat, sarana wacana) Formula Lord Teori Fungsi Teori Semiotik Bentuk wacana Munaba Fungsi wacana Munaba Makna wacana Munaba Keterangan Model: Kerangka model penelitian dimulai dengan etnik Waropen yang merupakan etnik yang berasal dari daerah Kabupaten Waropen. Etnik ini memiliki sastra lisan yang disebut dengan munaba. Wacana munaba dalam masyarakat Waropen menjadi masalah yang diteliti. Dalam menganalisis wacana munaba, digunakan metode deskriptif analitik dan pendekatan antopologi sastra. Teori yang digunakan adalah teori wacana sebagai landasan utama dalam mengungkapkan wacana munaba masyarakat Waropen. Di dalam wacana dilihat bentuk, fungsi, dan maknanya. Teori

20 29 semiotik dan formula digunakan untuk mendapatkan jawaban dari bentuk dan makna wacana munaba, sedangkan teori fungsi dipakai untuk menemukan jawaban tentang fungsi wacana munaba dalam masyarakat Waropen.

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Dewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai wacana sangat menarik untuk dilakukan terutama mengenai analisis wacana. Analisis wacana dapat berupa kajian untuk membahas dan menginterpretasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan hasil karya manusia baik secara lisan maupun tulisan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan hasil karya manusia baik secara lisan maupun tulisan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan hasil karya manusia baik secara lisan maupun tulisan yang diungkapkan melalui bahasa sebagai pengantar yang memiliki nilai estetika atau keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti morfem, kata, kelompok kata, kalusa, kalimat. Satuan-satuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. seperti morfem, kata, kelompok kata, kalusa, kalimat. Satuan-satuan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi pada dasarnya tidak dapat ditafsirkan secara terpisah, karena dalam bahasa mempunyai satuan-satuan seperti morfem, kata,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini bersifat desktiptif dalam ranah kualitatif. Deskriptif adalah sifat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berbahasa memudahkan seseorang berkomunikasi dengan orang lain, dalam bermasyarakat. Dasar yang sangat penting bagi seseorang untuk berkomunikasi adalah bahasa.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tembang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ragam suara yang berirama. Dalam istilah bahasa Jawa tembang berarti lagu. Tembang juga disebut dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai salah satu unsur kesenian yang mengandalkan kreativitas pengarang melalui penggunaan bahasa sebagai media. Dalam hal ini, sastra menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya puisi pasti tidak akan terlepas dari peran sebuah bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. karya puisi pasti tidak akan terlepas dari peran sebuah bahasa. Bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam potensi dan kreativitas dalam berimajinasi. Dalam menuangkan kemampuannya, manusia memiliki cara yang bervariasi dan beragam jenisnnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu. Dalam kegiatan komunikasi, katakata dijalin satukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang subur, tetapi juga terdiri atas berbagai suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan manusia adalah bahasa. Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi informasi di dunia. Media telah mengubah fungsi menjadi lebih praktis, dinamis dan mengglobal.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2)

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2) BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2) saran. Pada bagian pertama akan disajikan simpulan dari empat permasalahan yang telah dibahas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. Kajian pustaka merupakan pedoman terhadap suatu penelitian sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianalisis dengan kajian semiotik.semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. dianalisis dengan kajian semiotik.semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhuk sosial tidak terlepas dari berbagai objek maupun peristiwaperistiwa yang dapat berupa tanda. Tidak terlepas dari kebudayaan, berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Hal ini mengajar bahwa bahasa sebagai alat komunikasi. Komunikasi ada hubungan antara individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian sastra pada hakikatnya merupakan penerapan pendekatan ilmiah terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra tidak

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan salah satu cabang seni, yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra juga merupakan wujud dari kebudayaan suatu bangsa dan salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa sebagai kebutuhan utama yang harus dipelajari dan dikembangkan karena bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Chaer (2009: 3) berpendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 1.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI Nurmina 1*) 1 Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Almuslim, Bireuen *) Email: minabahasa1885@gmail.com

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaannya bilamana tidak saling menyerap tanda-tanda yang

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaannya bilamana tidak saling menyerap tanda-tanda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya bahasa dipahami sebagai alat komunikasi dalam kehidupan masyarakat. Manusia dalam hidup bermasyarakat saling menyampaikan pikiran dan perasaannya. Manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai wacana bentuk analisis yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai wacana bentuk analisis yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk menginterpretasikan atau memaknai film mengenai wacana bentuk analisis yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 224 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berlandaskan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV diperoleh simpulan yang berkaitan dengan struktur, fungsi, dan makna teks anekdot siswa kelas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor

METODE PENELITIAN. penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor III. METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor (1975) dalam Maleong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan tersebut terlihat pada berbagai kebudayaan serta adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (blackberry massanger), telepon, maupun jejaring sosial lainnya. Semua itu

BAB I PENDAHULUAN. (blackberry massanger), telepon, maupun jejaring sosial lainnya. Semua itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi saat ini, media komunikasi tradisional cenderung banyak yang terlupakan dibandingkan dengan media teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan orang lain. Secara tidak

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan orang lain. Secara tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan berbahasa yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dibandingkan dengan tiga keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia menuntut siswa untuk mampu menuangkan pikiran serta perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keindahan dalam karya sastra dibangun oleh seni kata atau seni bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari ekspresi jiwa pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma dalam penulisan ini yaitu dengan menggunakan pendekatan paradigma kritis, gagasan utama teori kritis ialah bahwa tidak ada sebuah kebetulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan

BAB II LANDASAN TEORI. dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Membaca 1. Pengertian Membaca Membaca adalah satu dari empat aspek kemampuan bahasa pokok dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan (Tapubolon, 1990:5).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. Untuk mempermudah penelitian, maka objek kajian tersebut akan ditelisik dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor keaslian suatu penelitian. Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran, atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Apresiasi Puisi 1. Definisi Belajar Pengertian belajar menurut Dimyati dkk (2002 : 5), menyebutkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menulis. Menurut Tarigan (2008:21) Proses menulis sebagai suatu cara. menerjemahkannya ke dalam sandi-sandi tulis.

BAB I PENDAHULUAN. menulis. Menurut Tarigan (2008:21) Proses menulis sebagai suatu cara. menerjemahkannya ke dalam sandi-sandi tulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Kita dapat menyatakan pendapat, perasaan, gagasan yang ada di dalam pikiran terhadap orang lain melalui

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL PADA WACANA PUISI JAWA DALAM KOLOM GEGURITAN HARIAN SOLOPOS EDISI PEBRUARI-MARET 2008 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pandidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara mendekati objek. Model pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan folklor modern. Pendekatan folklor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan 269 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun simpulan yang dapat penulis kemukakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan. Interaksi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah. Penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ke- : 1, 2, 3, 4 Alokasi Waktu : 4 40 menit Standar Kompetensi : Memahami pembacaan puisi Kompetensi Dasar : Menanggapi cara pembacaan puisi 1. mengungkapkan isi puisi 2. menangkap isi puisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Dalam menyampaikan storytelling ada berbagai macam jenis cerita yang dapat dipilih oleh pendongeng untuk didongengkan kepada audience. Sebelum acara storytelling dimulai,

Lebih terperinci

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN 1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Adanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh Media Pembelajaran Film Dokumenter terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci