BAB I PENDAHULUAN. berbatasan dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berbatasan dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Myanmar merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah yang kaya dan budaya yang sudah ada ribuan tahun lamanya. Penduduknya yang berjumlah juta orang (sensus terakhir pada tahun 1983) sangat beragamragam, termasuk ratusan kelompok etnis yang berbeda yang mempraktikkan berbagai macam agama, termasuk agama Buddha, Kristen, Islam, Hindu dan animisme (meskipun Buddhisme dipraktekkan oleh sebagian besar orang-orang - hampir 90%). 1 Bentuk pemerintahan Myanmar adalah junta militer yang dikenal dengan nama The State Peace and Development Council (SPDC). Dahulu Myanmar dikenal dengan nama Burma, namun pada tanggal 18 Juni 1989 nama Burma diubah oleh Junta Militer menjadi Myanmar. 2 Salah satu etnis lainnya yang berada di Myanmar adalah Rohingya. Rohingya merupakan kelompok minoritas Muslim yang berada di Negara Bagian Arakan, yang terletak di pantai barat Myanmar. Diperkirakan terdapat orang muslim Rohingya di Arakan yang merupakan 25% dari populasi penduduk Myanmar. Masyarakat Rohingya bertempat tinggal terutama di negara bagian Arakan Utara, tepatnya di kota-kota Buthidaung, Maungdaw, dan Rathedaung. 1 OBA (Oxford Burma Alliance), The Golden Land, 2 Utiyafina Mardhati Hazhin, Aspek Kedudukan Hukum Etnis Rohingya Menurut Hukum Pengungsi Internasional, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,

2 2 Namun sejumlah besar etnis Rohingya ini tinggal di luar Myanmar, termasuk lebih dari orang berada di Bangladesh. 3 Myanmar merupakan negara multi agama dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 60 juta orang. 4 Lebih dari 135 grup etnis bertempat tinggal di Burma, masing-masing dengan sejarah, kebudayaan, dan bahasanya sendiri. Mayoritas grup etnis Burman (Bamar) mendominasi kira-kira dua per tiga dari populasi dan memegang kendali atas militer dan pemerintahan. Satu per tiga sisanya adalah etnis minoritas nasional, sebagian besar hidup di daerah perbatasan yang kaya akan sumber daya dan bukit-bukit Burma, walaupun banyak yang telah dipindahkan secara paksa dari tempat tinggalnya oleh pemerintah yang menyita tanah untuk proyek pembangunan dan eksploitasi sumber daya. 5 Tujuh etnis minoritas terbesar yang diakui oleh undang-undang kewarganegaraan Myanmar adalah Chin, Kachin, Karenni (Kayah), Karen (Kayin), Mon, Rakhine, dan Shan. Etnis Rohingya tidak diakui oleh pemerintah sebagai etnis kebangsaan Burma, dan dengan demikian mereka mengalami diskriminasi terburuk dan pelanggaran HAM dari seluruh rakyat Burma. 6 Hak kewajiban Negara terhadap orang pada hakikatnya ditentukan oleh wilayah negara tersebut dan kewarganegaraan orang yang bersangkutan. Kewarganegaraan adalah kedudukan hukum orang dalam hubungannya dengan negaranya. Kewarganegaraan itu ditetapkan oleh negara yang bersangkutan. Kewarganegaraan itu menimbulkan hak dan kewajiban pada dua belah pihak. 3 Ibid. 4 Ibid. 5 OBA (Oxford Burma Alliance), Ethnic Nationalities of Burma, diakses 8 Juni Ibid.

3 3 Warga negara suatu negara, di mana pun ia berada harus tunduk juga pada kekuasaan dan hukum negaranya. Bagi warga negara yang ada di luar negeri, berlakunya kekuasaan dan hukum negara itu dibatasi oleh kekuasaan dan hukum negara tempat mereka berada di lain pihak, negara wajib melindungi warga negaranya. 7 Menurut Amnesty International, orang Rohingya telah mengalami penderitaan yang cukup panjang akibat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintah Junta Myanmar. Kebebasan bergerak orang Rohingya sangat terbatas. Mereka juga mengalami berbagai bentuk pemerasan dan dikenakan pajak secara sewenang-wenang, perampasan tanah, pengusiran paksa dan penghancuran rumah, dan pengenaan biaya adminstrasi yang tinggi pada pernikahan. Mereka terus dipekerjakan sebagai buruh paksa di jalan dan di kamp-kamp militer, meskipun jumlah tenaga kerja paksa di Rakhaing utara telah menurun selama satu dekade terakhir. 8 Penindasan terhadap Rohingya diberitakan memang memuncak pada tahun 2012, melalui isu propanda pemerkosaan gadis Rakhine (Buddist) oleh 3 orang Rohingya. Namun demikian, penindasan dan diskriminasi terhadap Rohingya sejatinya sudah terjadi jauh sebelum tahun 2012 dan bahkan jauh sebelum Myanmar merdeka pada tahun Sebagaimana penuturan Heri Aryanto, Koordinator Advokasi Pengungsi SNH Advocacy Center, bahwa sejak 7 Prof. Dr. F. Sugeng Istanto, S.H., Hukum Internasional (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014), hal Amnesty International, Myanmar: the Rohingya Minority, Fundamental Rights denied, diakses 3 Juni 2015.

4 4 penaklukan Kerajaan Islam Arakan oleh Kerajaan Burma, penguasa saat itu (Kerajaan Burma-red) mulai melakukan diskriminasi terhadap etnis-etnis minoritas, termasuk di antaranya Rohingya. 9 Wilayah Arakan dahulunya merupakan bagian jajahan British India, dan ketika Myanmar merdeka, wilayah ini kemudian diakui sebagai negara bagian Myanmar (Rakhine State). Namun sayangnya, meskipun tanahnya diakui, tetapi Rohingya tidak diakui sebagai bagian etnis bangsa Myanmar. Penindasan dan diskriminasi terhadap Rohingya berlanjut di era pemerintahan Juncta Militer ( ). Tidak hanya operasi-operasi militer yang dilakukan untuk mengeliminasi Rohingya dari Bumi Arakan, tetapi juga melalui perangkat hukum UU Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982, yang dibentuk untuk tujuan menghilangkan status kewarganegaraan Rohingya di Myanmar. UU Kewarganegaraan Myanmar menetapkan 3 kategori warga negara, dan dari 3 kategori tersebut, tidak satupun kategori yang bisa diterapkan terhadap Rohingya. 10 Manusia adalah subjek hukum sempurna sehingga lingkungan hidup merupakan subjek hukum semu/kuasi subjek hukum, karena kehidupan dan masa depan manusia tidak dapat lepas dengan kualitas lingkungannya. Dengan demikian, lingkungan dari perspektif hak asasi pada hakikatnya mempunyai hak hukum, yaitu hak hidup, tetapi tidak mempunyai kewajiban hukum/tanggung 9 Piyungan Online, Akar Masalah Rohingya Ada di Myanmar, diakses 3 Juni Ibid.

5 5 jawab hukum. Kewajiban dan tanggung jawab ada di pundak manusia sebagai subjek hukum sempurna. Dengan demikian, lingkungan hidup mempunyai Hak Asasi Lingkungan Hidup (HAL) atau Eco Rights, seperti Animal Rights. 11 HAM merupakan masalah dunia internasional, bukan hanya masalah internal dari suatu negara, karenanya pengetahuan hukum internasional, politik internasional, dan hubungan internasional menjadi penting untuk diketahui. Hukum internasional sebagai satu bagian dari hukum pada umumnya, di dalam dirinya mengalir ide, pemikiran, cita-cita yang sama dengan hukum pada umumnya. 12 Konvensi 1954 terkait dengan orang-orang tanpa kewarganegaraan, merumuskan istilah orang-orang tanpa kewarganegaraan sebagai orang yang tidak dianggap sebagai warga negara dari suatu negara menurut hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Lebih jauh, hal ini menentukan standar-standar bagi perlakuan yang akan diberikan pada orang-orang tanpa kewarganegaraan. 13 Setiap orang berhak atas kewarganegaraan. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarganegaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarganegaraannya. Negara harus memberikan perlindungan untuk mencegah status tanpa kewarganegaraan dengan memberikan kewarganegaraannya kepada orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan yang lahir di wilayah negara tersebut atau kepada yang dilahirkan oleh warga negara tersebut di luar negeri. Negara juga harus mencegah 11 Prof. A. Masyhur Effendi, S.H.,M.S dan Taufani S. Evandri, S.H., M.H., HAM Dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014), hal Ibid, hal Ibid, hal 115.

6 6 status tanpa kewarganegaraan atas hilang atau dirampasnya kewarganegaraan. 14 Stateless person adalah seseorang yang tidak dianggap sebagai warga negara oleh negara manapun. Oleh karena itu mereka tidak mempunyai kewarganegaraan atau kebangsaan dan tidak terlindungi dengan hukum nasional, membuat mereka menjadi rentan dengan cara yang kebanyakan dari kita tidak pernah harus pertimbangkan. 15 Ketidakmampuan untuk membuktikan kewarganegaraan sendiri dapat menjadi penghalang utama dalam mendapatkan hak asasi manusia, bahkan yang paling mendasar. Sebagai contoh, di banyak negara bekas Yugoslavia, setiap penduduk pada usia tertentu diwajibkan untuk mempunyai kartu identitas sah yang dikeluarkan oleh negara yang diperlukan untuk mengakses sejumlah layanan sosial. Permohonan kartu tersebut memerlukan dokumen-dokumen yang mustahil dimiliki oleh orang tanpa kewarganegaraan atau legally invisible person, seperti akta kelahiran dan bukti kependudukan. Tanpa kartu ini atau bentuk identifikasi yang lain, hidup normal akan susah didapatkan. Di Macedonia misalnya, etnis Roma yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau akta kelahiran yang dapat dibuktikan akan ditolak aksesnya terhadap edukasi, layanan kesehatan, perumahan, lapangan kerja formal, jaminan sosial jasa keuangan, keadilan, hak milik, pernikahan yang sah, dan partisipasi dalam proses demokrasi. Dan tentu saja, tanpa paspor, kebebasan bergerak 14 UNHCR, Right to a Nationality, diakses 4 Juni Refugee Studies Centre, Oxford Department of International Development, University of Oxford, Forced Migration review, Issue 32, April 2009, hal 2.

7 7 seseorang akan menjadi terbatas. 16 Kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) didirikan pada 14 Desember 1950 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Organisasi ini memiliki mandat untuk memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan internasional dalam melindungi pengungsi dan menyelesaikan permasalahan pengungsi di dunia. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi hak hak dan keamanan pengungsi. UNHCR bekerja untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mencari suaka dan mendapatkan suaka yang aman di negara lain, dengan pilihan selanjutnya untuk kembali ke negara asalnya secara sukarela, diintegrasi secara lokal atau ditempatkan di negara ketiga. UNHCR juga dimandatkan oleh Majelis Umum PBB untuk membantu dan mencari solusi bagi orang orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Sejak tahun 1950, UNHCR telah memberikan pertolongan kepada puluhan juta orang untuk memulai kembali hidup mereka. Sampai saat ini, lebih dari 9,300 staff dari 123 negara terus memberikan bantuannya dan melindungi jutaan pengungsi dan orang-orang tanpa kewarganegaraan. 17 Di Asia, pergerakan migrasi tercampur (mixed migratory movements) 16 Christina Lee, Consequences of Statelessness/Legal Invisibility, diakses 4 Juni UNHCR, Office of the United Nations High Commissioner for Refugees, diakses 8 Juni 2015.

8 8 terus menerus menandai kawasan tersebut, dengan adanya perpindahan sekelompok orang untuk mencari penghidupan yang lebih baik, sementara perpindahan lain dilakukan untuk melarikan diri dari penganiayaan dan konflik. Dalam konteks kompleks migrasi tercampur di Asia Tenggara, terdapat peningkatan jumlah pencari suaka sebagai akibat dari perkembangan di kawasan tersebut, yang menyebabkan pengungsian eksternal, misalnya karena konflik di Sri Lanka dan situasi hak asasi manusia di Myanmar. 18 B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang diatas penulis mengangkut beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimanakah eksistensi etnis Rohingya di Myanmar? 2. Bagaimanakah pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi pada Etnis Rohingya di Myanmar? 3. Bagaimanakah status kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar (berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954)? 18 UNHCR, UNHCR di Asia dan Pasifik, diakses 8 Juni 2015.

9 9 C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Tujuan Penulisan Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui bagaimanakah eksistensi Etnis Rohingya di Myanmar, b) Untuk mengetahui bagaimanakah pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi pada Etnis Rohingya di Myanmar, c) Untuk mengetahui status kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar (berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954). 2. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan Hukum Internasional khususnya terkait mengenai tinjauan Hukum Internasional terhadap status kewarganegaraan etnis minoritas di suatu negara. b. Secara Praktis Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang perlakuan

10 10 diskriminatif mengenai status kewarganegaraan etnis minoritas di suatu negara kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi sesama rekan-rekan mahasiswa. D. KEASLIAN PENULISAN Adapun judul tulisan ini adalah Tinjauan Yuridis Mengenai Status Kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar Berdasarkan (Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954), dimana judul skripsi ini belum pernah ada yang menulisnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan perlakuan diskriminatif terhadap status kewarganegaraan etnis minoritas disuatu negara. Oleh karena itu penulisan ini adalah asli karya penulis. 19 E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Hak asasi manusia dalam Hukum Internasional Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dengan demikian, factor-faktor seperti ras, jenis kelamin, agama maupun bahasa tidak dapat menegaskan eksistensi 19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Perenda Media, 2005), hal 20.

11 11 HAM pada diri manusia. 20 Beberapa prinsip telah menjiwai HAM. Prinsip-prinsip tersebut terdapat di hampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Gagasan mengenai HAM dibangun atas dasar prinsip kesetaraan. Prinsip ini menekankan bahwa manusia berkedudukan setara menyangkut harkat dan martabatnya. Manusia memiliki kesetaraan di dalam HAM. Berbagai perbedaan yang melekat pada diri manusia tidak menyebabkan kedudukan manusia menjadi tidak setara, karena walaupun begitu tetaplah ia sebagai manusia. 21 Perkembangan HAM dalam Hukum Internasional hingga seperti sekarang ini, tidak terlepas dari adanya perubahan status atau kedudukan individu dalam Hukum Internasional. Perubahan mendasar yang terjadi yaitu diakuinya individu sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban tertentu menurut hukum internasional. 22 Sebenarnya hingga saat ini belum ada suatu definisi HAM yang baku dan bersifat otoritatif (mengikat). Berkaitan dengan hal itu, H. Victor Condé mengatakan bahwa belum ada definisi HAM yang diterima secaara universal dan otoratif. Banyak yang mendifinisikannya sebagai suatu klaim yang dapat dipaksakan secara hukum atau hak yang dimiliki oleh manusia vis-á-vis 20 Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal Ibid, hal Ibid, hal 14.

12 12 pemerintahan negara sebagai perlindungan terhadap martabat manusia yang bersifat melekat dari manusia. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa esensi HAM merupakan suatu hal yang bersifat universal, mengingat sifatnya yang melekat (inherent). Konsekuensi dari hal tersebut yaitu, karena HAM merupakan karunia dari Tuhan dan bukan merupakan pemberiand ari orang atau penguasa, maka orang atau penguasa tersebut tidak berhak untuk merampas atau mencabut HAM seseorang. Sedangkan mengenai aktualisasi HAM-nya adalah bersifat partikular, artinya pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan yang bersifat lokal. 23 Pemahaman tentang HAM juga harus dilakukan dalam konteks manusia sebagai mahluk sosial, dimana dalam kehidupannya, manusia yang satu selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Manusia, baru memahami fungsi dan potensinya sebagai mausia apabila telah berhubungan dengan manusia yang lain, sehingga manusia selalu hidup berkelompok. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 Universal Declaration of Human Rights, bahwa manusia hendaknya bergaul dalam suasana persaudaraan, memberi makna bahwa manusia yang satu harus menghormati dan menghargai manusia yang lain. HAM tidaklah bersifat absolut, artinya kebebasan dan HAM yang satu akan dibatasi oleh kebebasan dan HAM yang lain Ibid, hal Hesti Armiwulan Sochmawardiah, Diskriminasi Rasial Dalam Hukum HAM, (Yogyakarta: Genta Publishing 2013) hal 51.

13 13 Di dalam memberikan HAM, negara juga harus memperhatikan karakter dasar HAM dan status manusia sebagai dua prasyarat untuk mendapatkan HAM. Dua prasyarat utama tersebut saling terkait dan tidak bisa dipisahkan di dalam kerangka penegakan HAM. Artinya, ketika status manusia sebagai mahluk yang bermartabat dihargai dan dihormati, maka seseorang telah memiliki HAM. Begitu juga sebaliknya jika manusia telah memiliki HAM, maka martabatnya telah dihormati dan dihargai. Dalam arti lain, tidak menghargai martabat manusia sama halnya telah melanggar HAM orang tersebut Etnis dan Ras Minoritas di Suatu Negara Asal mula istilah ras diketahui sekitar tahun 1600 saat itu, pertama kali dikemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan ciri fisiknya, manusia di dunia dapat di bagi ke dalam empat ras besar. Ras-ras tersebut adalah hitam, putih, kuning dan merah. Seorang tokoh yang memperkenalkan konsep tentang ras adalah Charles Darwin. Ras sebagai sesuatu hal yang mengacu pada ciri-ciri biologis dan fisik. Salah satunya yang paling jelas adalah warna kulit, yang pada akhirnya, perbedaan berdasarkan warna kulit tersebut memicu lahirnya gerakan-gerakan yang mengunggulkan rasanya sendiri-sendiri, sehingga timbullah superioritas ras. Ras dan etnis adalah dua hal yang berbeda. Kelompok etnis biasanya mengacu kepada kelompok-kelompok yang membangun ras, suatu ras masih bisa terdiri dari berbagai macam kelompok etnis. Akan tetapi, sebaliknya, ras bersama- 25 Ibid, hal 59.

14 14 sama agama (kepercayaan), asal usul, dan kebangsaan juga membangun konsep etnis. Ras juga menunjuk kepada konsentrasi perbedaan atas unsur genetis, yang tercermin dalam bentuk penampakan fisik orang, seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut, dan tidak ada hubungannya dengan institusi dan pola budaya. 26 Etnis adalah sebuah kata yang bersumber dari pakar sosiologi dan antropologi. Di beberapa negara, etnis digunakan untuk menyebut suku. Namun dalam situasi yang lain, etnis digunakan untuk menunjuk kepada agama, bahasa, warna kulit, asal-usul daerah, ataupun tempat tinggal. Kata etnis (ethnic) berasal dari bahasa yunani ethnos, yang merujuk pada pengertian bangsa atau orang. Menurut Martin Bulmer, etnis atau kelompok etnis adalah kolektivitas dalam populasi yang besar, memiliki jalur keturunan yang secara umum sama, terlepas dari apakah itu nyata atau sekedar kepercayaan, mempunyai memori terhadap masa lalu yang sama, dan fokus kultural terhadap satu atau lebih elemen-elemen simbolik yang menjelaskan identitas kelompoknya, misalnya agama, kekeluargaan, bahasa, teritori bersama, nasionalitas dan tampilan fisik yang relatif sama. Kini diperkirakan ada 300 juta orang di muka bumi yang merasa sebagai penduduk asli dengan identitas etnis tertentu. Lalu dari 300 juta orang yang merasa sebagai penduduk asli itu, sebagian besar merasakan tidak hanya terjadi pergeseran makna, tetapi terjadi pula pergeseran status dan peran mereka dalam masyarakat. Bahkan di sebagian besar negara, penduduk asli yang tadinya mayoritas kini berubah menjadi kelompok minoritas etnis. Sekurang-kurangnya 26 Ibid, hal 61.

15 15 ada tiga gelombang modernisasi yang mempengaruhi komunitas dan identitas etnis, yaitu 27 : (a) Modernisasi yang dialami oleh etnis-etnis penduduk asli antara abad ke-19 dan ke-20. (b) Transformasi itu makin terasa saat negara-negara modern menerapkan batas-batas wilayah pemerintahan sehingga mengganggu identitas kolektif. (c) Migrasi dari bangsa-bangsa Barat ke Timur maupun gelombang migrasi bangsa Timur ke Barat di paruh abad ke-20 hingga ke Diskriminasi dan Rasisme Terhadap Etnis Minoritas Istilah rasisme menjadi suatu gambaran buruk dalam konteks relaksi dan interaksi sosial, karena mengandung makna paham adanya ras-ras superior atas ras yang lain, misalnya paham yang dikembangkan Adolf Hitler dalam ideologi fasisme Jerman. Rasis dimaknai sebagai penolakan terhadap suatu golongan masyarakat yang berasal dari ras yang lain. Rasis dapat timbul ketika masyarakat golongan mayoritas menemukan adanya golongan minoritas dalam masyarakat yang berbeda secara biologis dan kondisi masyarakat golongan minoritas tersebut tidak memiliki kekuatan, maka golongan mayoritas akan kehilangan nafsu-nafsu rasialnya. Rasisme secara umum dapat diartikan sebagai serangan sikap, kecenderungan, pernyataan, dan tindakan yang mengunggulkan atau memusuhi 27 Ibid, hal

16 16 kelompok masyarakat terutama karena identitas ras. Rasisme juga dipandang sebagi sebuah kebodohan karena tidak mendasarkan (diri) pada satu ilmu apapun, serta berlawanan dengan norma-norma etis, perikemanusiaan, dan hak-hak asasi manusia. Akibatnya, orang dari suku bangsa lain sering didiskriminasikan, dihina, dihisap, ditindas dan dibunuh. Aspek kedua dari rasisme adalah prasangka ras. Prasangka atau prejudice merupakan akar dari segala bentuk rasisme. Prasangka adalah pandangan yang buruk terhadap individu atau kelompok manusia lain dengan hanya merujuk kepada ciri-ciri tertentu seperti ras, agama, pekerjaan, dan kelas. 28 Dalam bukunya yang berjudul Prasangka dan Konflik, Prof. Dr. Alo Liliweri, M.S mendefinisikan rasisme sebagai berikut: (1) Suatu ideologi yang mendasarkan diri pada gagasan bahwa manusia dapat dipisahkan atas kelompok ras; bahwa kelompok itu dapat disusun berdasarkan derajat atau hierarki berdasarkan kepandaian atau kecakapan, kemampuan, dan bahkan moralitas. (2) Suatu keyakinan yang terorganisasi mengenai sifat inferioritas (perasaan rendah diri) dari suatu kelompok sosial, dan kemudian karena dikombinasikan dengan kekuasaan, keyakinan ini diterjemahkan dalam praktik hidup untuk menunjukkan kualitas atas perlakuan yang berbeda. (3) Diskriminasi terhadap seseorang atau sekelompok orang karena ras mereka. Kadang-kadang konsep ini menjadi doktrin politis untuk 28 Ibid, hal 70.

17 17 mengklaim suatu ras lebih hebat dari pada ras lain. (4) Suatu kompleks keyakinan bahwa beberapa subspecies dari manusia (stocks) inferior (lebih rendah) dari pada subspecies manusia lain. (5) Rasisme juga menjadi ideologi yang bersifat etnosentris pada sekelompok ras tertentu. Apalagi ideologi ini didukung oleh manipulasi teori sampai mitos, stereotip, dan jarak sosial, serta diskriminasi yang sengaja diciptakan. (6) Rasisme merupakan salah satu bentuk khusus dari prasangka yang memfokuskan diri pada variasi fisik di antara manusia. Kadang-kadang paham ini juga menyumbang pada karateristik superioritasa dan inferioritas dari sekelompok penduduk berdasarkan alasan fisik maupun faktor bawaan lain dari kelahiran mereka. Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa hal-hal yang termasuk dalam rasisme adalah sikap yang mendasarkan diri pada karateristik superioritas dan inferioritas, ideologi yang didasarkan pada derajat manusia, sikap diskriminasi, dan sikap yang mengklaim suatu ras lebih unggul daripada ras lain. Hal ini seringkali terjadi dalam masyarakat multikultur. 29 Rasisme juga tidak terlepas dari dua aspek yaitu diskriminasi ras dan prasangka ras (prejudice). Istilah diskriminasi ras mencakup segala bentuk perilaku pembedaan berdasarkan ras. Bentuk diskriminasi ras tampak jelas dalam 29 Ibid, hal 71.

18 18 pemisahan (segregasi) tempat tinggal warga ras tertentu di kote-kota besar di dunia Barat maupun Timur. Juga tata pergaulan antar ras yang memperlakukan etiket (tata sopan santun) berdasarkan superioritas/inferioritas golongan. Termasuk di dalamnya pemilihan teman maupun perjodohan. 30 F. METODE PENELITIAN Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan dan melakukan pengumpulan data-data untuk mendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini dengan cara Library Research (penulisan kepustakaan) sebagai bahan utama yaitu melakukan berbagai penelitian dari berbagai sumber berita seperti surat kabar, internet, dan sebagainya yang erat kaitannya dengan penulisan skripsi ini Metode Penelitian Dengan metode penelitian normatif tersebut, penelitian ini akan menganalisis hukum baik yang tertulis dalam literatur - literatur, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), yaitu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, serta sumber data sekunder lainnya. 1990) hal Ibid, hal Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

19 19 2. Data Penelitian Sumber data dari penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu: 32 a. Bahan hukum primer (primary resource atau authoritative records), yaitu: Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah berbagai konvensi dan perjanjian internasional seperti 1966 Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States International Centre For Settlement of Investment Disputesserta berbagai putusan arbitrase internasional dan perjanjian-perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral lainnya. b. Bahan Hukum Sekunder (secondary resource atau not authoritative records) yaitu: Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan yang digunakan antara lain, semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang Most-Favored Nation, buku, jurnal ilmiah dan laporan-laporan organisasi internasional. 32 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hal. 15.

20 20 c. Bahan Hukum Tersier (tertiary resource), yaitu: Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus bahasa untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa literatur asing. G. SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : EKSISTENSI ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR, dalam bab ini berisi tentang sejarah kedatangan Etnis Rohingya di Myanmar dan bagaimana pengaturan mengenai status kewarganegaraan dalam instrument Hukum internasional serta bagaimana keberadaan Etnis Rohingya di Myanmar. BAB III : PELANGGARAN HAM (HAK ASASI MANUSIA) YANG TERJADI PADA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR, dalam

21 21 bab ini membahas tentang bentuk-bentuk pelanggaran HAM terhadap Etnis Rohingya yang dilakukan oleh rakyat Myanmar serta bagaimana bentuk perlindungan Hukum Internasional terhadap Etnis Rohingya di Myanmar dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran HAM yang terjadi pada Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Hukum Internasional. BAB IV : STATUS KEWARGANEGARAAN ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR (BERDASARKAN CONVENTION RELATING TO THE STATUS OF STATELESS PERSONS 1954), dalam bab ini membahas tentang perlindungant terhadap status kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Hukum Internasional dan Prosedur penentuan status pengungsi Etnis Rohingya di Myanmar oleh UNHCR, dan bagaimana status kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN, merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian-rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang juga dilengkapi dengan saran-saran.

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Istanto, Sugeng. Hukum Internasional. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014

DAFTAR PUSTAKA. Istanto, Sugeng. Hukum Internasional. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014 DAFTAR PUSTAKA BUKU Effendi, Mahsur dan Evandri, Taufani S. HAM Dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014 Human Rights Documentation Unit of the

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT DI MYANMAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERDAMAIAN DUNIA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan secara pribadi sungguh tidak dapat di pisahkan dari lingkungan (komunitas) tempat dia berada. Sejak lahir, manusia langsung menjadi bagian dari sebuah masyarakat

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd HAK AZASI MANUSIA Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd Hak Asasi Manusia (HAM) Universal Declaration of Human Right UU RI No. 39 Tahun 1999 Landasan Hukum HAM di Indonesia Universal Declaration of Human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu,

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu, sebagaimana yang termaktub dalam Universal Declaration of Human Rights 1948. 9 Sehingga secara teoritik

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK Hak Asasi Manusia atau yang dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Negara-negara Pihak pada Konvensi ini, Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumen-instrumen

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat pelaksanaan pembangunan. Salah satu program dibidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyusunan rencana strategis 2011 semua anak Indonesia tercatat kelahirannya merupakan rencana jangka menengah untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan pembentukan institusi atau lembaga negara baru dalam sistem dan struktur ketatanegaraan merupakan hasil koreksi terhadap cara dan sistem kekuasaan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM HAK ASASI MANUSIA Pengertian HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati yang fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( )

PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( ) ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 42-50 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H.

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. A. Pendahuluan Profesi merupakan suatu bidang kerja yang memerlukan keahlian dan independensi yang oleh karena itu tidak dapat

Lebih terperinci

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Menetapkan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. RESENSI BUKU Judul : Investor-State Arbitration Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. Rubins, Borzu Sabahi Penerbit : Oxford University Press Bahasa : Inggris Jumlah halaman :

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL Oleh Anggun Pratiwi Ni Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Glosarium

Daftar Pustaka. Glosarium Glosarium Daftar Pustaka Glosarium Deklarasi pembela HAM. Pernyataan Majlis Umum PBB yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak secara sen-diri sendiri maupun bersama sama untuk ikut serta dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Gita Wanandi I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis

Lebih terperinci

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah. Biksu Buddha Saydaw Wirathu, yang dikenal sebagai bin Laden dari Myanmar, telah menyerukan untuk memboikot secara nasional bisnis kaum Muslim di Myanmar Belum kering air mata warga Rohingya yang dianiaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

1. Asal muasal dan standar

1. Asal muasal dan standar Diskriminasi dan kesetaraan: 1. Asal muasal dan standar Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Mengakui hubungan antara bias dengan diskriminasi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia jumlah pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk juga mempengaruhi pembangunan infrastruktur

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah sekaligus anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu setiap anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dan terjamin untuk terselenggaranya partisipasi serta pengawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dan terjamin untuk terselenggaranya partisipasi serta pengawasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia penuh dengan mekanisme bagi pelaksanaan Demokrasi Pancasila, supaya tercapai pemerintahan yang stabil dan terjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan

Lebih terperinci

2. Konsep dan prinsip

2. Konsep dan prinsip Diskriminasi dan kesetaraan: 2. Konsep dan prinsip Kesetaraan and non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menganalisa definisi diskriminasi di tempat kerja

Lebih terperinci

PANCASILA HAK ASASI MANUSIA

PANCASILA HAK ASASI MANUSIA PANCASILA HAK ASASI MANUSIA Nama : Benny Priyo Hartanto NIM : 11.01.2855 Program Studi Dosen : D3-TI : Irton, SE., M.Si STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Tahun 2011 / 2012 ABSTRAK Hak asasi manusia adalah hak-hak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN HAK SEMUA BURUH MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN HAK SEMUA BURUH MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA 1 KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN HAK SEMUA BURUH MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA PEMBUKAAN Negara negara peserta pada Konvensi ini, Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumeninstrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kerja polisi yang sehari-hari bersinggungan dengan HAM. Bagi polisi

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kerja polisi yang sehari-hari bersinggungan dengan HAM. Bagi polisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) sering dihubungkan dengan kepolisian. Ini tidak terlepas dari kerja polisi yang sehari-hari bersinggungan dengan HAM. Bagi polisi dalam menjalankan

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa merupakan anugrahnya yang wajib

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA. : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 : Teknik Informatika

HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA. : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 : Teknik Informatika HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA Nama : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : 11.11.4733 Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 Jurusan : Teknik Informatika DOSEN PEMBIMBING : Drs. Tahajudin Sudibyo STIMIK AMIKOM

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jumlah pekerja perempuan di Indonesia semakin meningkat. Peran wanita dalam membangun ekonomi bangsa semakin diperhitungkan. Data yang penulis himpun menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana internasional pada hakekatnya adalah diskusi tentang hukum pidana internasional dalam pengertian formil. Artinya, yang akan di bahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA Diajukan Oleh: Ni Made Maha Putri Paramitha NPM : 120510952 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum tentang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci