BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu, sebagaimana yang termaktub dalam Universal Declaration of Human Rights Sehingga secara teoritik seyogianya tidak ada satupun individu di dunia ini di negara manapun dia berada tidak memiliki kewarganegaraan. Dalam pembukaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 menunjukkan bahwa aspirasi tertinggi dari semua orang adalah kemajuan dunia dimana semua mahkluk akan menikmati kebebasan berbicara dan berkeyakinan serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan. Disepanjang sejarah perkembangan hak asasi manusia, ada tiga aspek dalam keberadaan manusia yang harus dijaga atau diselamatkan: yaitu integritas, kebebasan dan keseteraan. Hukum dasar bagi tercapainya tiga aspek ini adalah penghormatan terhadap martabat setiap manusia. 10 Integritas, kebebasaan, dan kesetaraan menjadi suatu yang seringkali tidak dapat diwujudkan oleh suatu negara, banyaknya etnis dalam suatu negara menjadi salah satu faktor yang menjadikan beberapa etnis yang tergolong minoritas menjadi komunitas yang terdiskriminasi dalam negara tersebut. Hal yang juga seringkali dijumpai adalah adanya komunitas dalam suatu negara tidak diakui sebagai warga negara dimana dia berada. Selanjutnya dalam hukum internasional mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut stateless persons. Stateless 9 Lihat article 2 Universal Declaration of Human Rights Elsam (e.d) Ifdhal kasim dan Johanes da Masenus Arus, 2001, Hak Ekonomi Sosial dan Budaya: Esai-Esai Pilihan, Buku 2, Elsam Press, Jakarta, hlm 10 15

2 persons merupakan individu yang tidak diakui sebagai warga negara oleh satu negara berdasarkan aturan hukum negara tersebut, di mana individu tersebut tinggal. perkembangan kontemporer hukum hak asasi manusia telah mempengaruhi kedaulatan negara dalam masalah kewarganegaraan dan perlindungan terhadap mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan. 11 perkembangan tersebut semakin meluas ketika stateless persons tersebut terlibat konflik dengan komunitas lokal yang diakui sebagai warga negara suatu negara, dan mendesak mereka untuk meninggalkan suatu negara menuju negara lain. Dalam hukum internasional memperoleh status kewarganegaraan merupakan suatu yang mutlak adanya, beberapa konvensi yang mengatur persoalan tersebut, seperti Universal Declaration of Human Rights 1948, yang kemudian mengilhami konvensi-konvensi berikutnya sehubungan dengan status kewarganegaraan, seperti Convention to the Relating of Stateless persons 1954 dan Convention on the Reduction of Statelessness Dari dua kovenan yang berkaitan erat dengan Stateless Person, Myanmar bukanlah negara pihak dari kovenan tersebut. 12 Fenomena tersebut juga terjadi saat ini, dimana terdapat komunitas dalam satu negara yang tidak diakui sebagai warga negara nya, yaitu Rohingya di Myanmar. Rohingya merupakan minoritas muslim berkisar jiwa dan mendiami Utara Arakan (Rakhine) di Burma Myanmar, berdekatan dengan 11 Tang Lay Lee, 2005, Stateless, Human Rights and Gender Irregular Migrant Workers from Burma in Thailand, volume 9, Martinus Nijhof Publisher, Leiden, Boston, hlm Diakses melalui 4&chapter=5&lang=en, pada minggu 13 Oktober

3 Bangladesh. 13 United Nations High Comissioner for Refugees (UNHCR) menemukan bahwa pemerintah Myanmar lebih senang menyebut etnis tersebut sebagai Residents of Rakhine State daripada Residents of Myanmar 14 dengan kata lain tidak adanya pengakuan dari pemerintah Myanmar bahwa etnis Rohingya merupakan warga negara Myanmar. Keadaan yang menjadikan Rohingya menjadi Stateless Persons mencakup berbagai macam isu. Salah satu faktor penting adalah bahwa Inggris menjajah Burma dimulai pada tahun 1824, sehingga migrasi ke Burma dianggap sebagai sebuah gerakan. Pemerintah Myanmar masih mempertimbangkan, bagaimanapun, bahwa migrasi yang berlangsung selama pemerintahan Inggris adalah ilegal, dan utamanya mereka menolak kewarganegaraan bagi mayoritas Rohingya. Mereka menganggap bahwa Rohingya tidak menjadi sebuah kelompok etnis Myanmar. 15 Permasalahan tersebut telah berlangsung lama, yaitu diawali pada tahun 1920-an dan 1930-an, 16 yang kemudian mengharuskan beberapa etnis Rohingya meninggalkan negara tersebut, menuju beberapa negara, yaitu Bangladesh, Thailand, Malaysia, termasuk Indonesia. Di negara-negara tersebut etnis Rohingya mengalami beberapa permasalahan yang berbeda, tak jarang etnis ini mendapat perlakuan yang diskriminatif. 13 Statelessness and the Rohingya (a case study by Darren Middleton) dalam Conventry Peace House, Statelessnes: the Quiet Torture of Belonging Nowhere, 2008,, Stoney Stanton Road, Conventry, United Kingdom, hlm 3 14 Ibid, hlm Ibid, hlm 7 16 Jurnal Carl Grundy-Warr and Elaine Wong, Sanctuary Under a Plastic Sheet The Unresolved Problem of Rohingya Refugees, dipublikasikan melalui IBRU Boundary and Security Bulletin Autumn 1997, hlm

4 Bangladesh secara geografis merupakan negara yang paling dekat dengan Myanmar. Menurut Asia Watch, Pemerintah Bangladesh memutuskan untuk menahan makanan untuk para pengungsi dalam rangka mendorong mereka untuk kembali ke tanah air mereka. Sebagai hasilnya tingkat kematian untuk Rohingya yang tinggal di kamp-kamp dengan pengungsi meninggal dunia. 17 Hingga konflik yang terjadi saat ini perlakuan yang sama juga terjadi, Pemerintah Bangladesh tetap melarang masuknya bantuan internasional bagi pengungsi Rohingya, di Provinsi Bazar Cox, diperketatnya perbatasan Bangladesh dan Myanmar sudah cukup menyulitkan etnis Rohingya yang hendak menyelamatkan diri dari teror pengusiran Pemerintah Myanmar, kondisi itu seharusnya tidak diperparah dengan kebijakan Bangladesh yang melarang bantuan kemanusian di Bazar Cox, implikasinya Setelah didiagnosa banyak yang mengalami gizi buruk, gejala malaria, dan gangguan pencernaan mulai muncul dibeberapa kamp pengungsian, namun akan fatal jika bantuan medis masih dilarang masuk. 18 Etnis Rohingya berjumlah sekitar dua juta jiwa. Sekitar menetap Burma dan di Bangladesh, dengan dari mereka di camp pengungsi yang menyedihkan. Diperkirakan setengah juta tinggal di Timur Tengah sebagai migran, dan di Malaysia. Beberapa diantaranya mencoba bahkan lebih lama melalui perjalanan laut untuk mencapai Australia. 19 Di beberapa negara yang dijadikan tempat untuk mengasingkan diri, seringkali etnis ini mengalami kekerasan, penyiksaan, bahkan dibeberapa negara Rohingya dikembalikan ke 17 Ibid, hlm banglades-kondisi-rohingya-kian-memprihatinkan, pada selasa 14 Oktober Jurnal David Scott Mathieson, Plight of the Damned: Burma s Rohingya, dipublikasikan di Global Asia Vol 4 No I, hlm

5 Myanmar, karena dianggap sebagai imigran gelap di negara-negara tersebut, singkatnya Rohingya mengalami penderitaan dibeberapa negara tempat mereka mengungsi. 20 Di Thailand, mereka pun mengalami nasib yang tak jauh berbeda dengan perlakuan yang mereka terima di negara asal, etnis Rohingya dianggap sebagai imigran gelap dan mendapatkan perlakuan kasar dari pemerintah Thailand. Militer Thailand, dengan perlakuan khas militernya, dengan sewenang-wenang melepas mereka. Tidak ada perlakuan diplomatis hal ini dikarenakan ketidakjelasan status kewarganegaraan yang dimiliki oleh etnis ini. 21 Konflik antara pemerintah Myanmar dan etnis Rohingya kemudian semakin menjadi ketika terjadi konflik antara etnis Rohingya dan Budhis Myanmar selaku warga negara yang diakui oleh pemerintah Myanmar. Konflik kembali terjadi dan semakin menjadi perhatian masyarakat internasional di bulan Juni 2012, beberapa pihak menilai konflik di Myanmar kali ini adalah konflik agama Islam versus Buddha. Sejatinya, konflik di Myanmar tidak ada kaitannya dengan agama. Kebetulan saja etnis Rohingya menganut Islam sementara yang lain Buddha dan Kristen. Pada minggu 21 Oktober 2012, hingga 26 Oktober 2012 konflik masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Semakin hari, jumlah korban tewas semakin meningkat. Kerugian materi pun berlipat. Tidak kurang dari rumah hangus terbakar. tercatat 51 laki-laki dan 61 perempuan tewas dalam 20 Ibid, hlm Tang Lay Lee, Op.Cit, hlm

6 serangkaian bentrokan, kata Win Myaing, salah seorang juru bicara pemerintah Rakhine. Selain menewaskan 112 orang, konflik antar etnis Rohingya dan Buddha Rakhine juga mengakibatkan puluhan ribu warga kehilangan tempat tinggal. Puluhan ribu warga yang sebagian besar adalah kaum Rohingya pun terpaksa mengungsi. 22 Dengan demikian, menurut data resmi pemerintah Myanmar, jumlah korban tewas akibat kerusuhan di Rakhine sejak Juni lalu tersebut telah mencapai 180 orang. 23 Hal yang menjadi fokus kemudian, saat sejumlah pengungsi Rohingya yang terlunta-lunta mencari suaka, mendaratkan kakinya di beberapa negara, misalnya di Indonesia di ujung pulau Sumatera dan ditampung di Medan. Perjalanan itu bukan hal yang mudah. Beberapa negara sempat menolak para pengungsi yang ketakutan itu, dan menyarankan mereka untuk kembali ke Myanmar. Jelas, hal itu tidak disetujui. Keadaan di kampung halaman mereka sangat menakutkan. Pemerintah Myanmar secara resmi mengusir mereka, karena dianggap bukan penduduk asli. Apalagi, etnis Rohingya berasal dari suku yang berbeda. 24 Konflik di Myanmar tersebut membuat organisasi Internasional yang di mana Myanmar menjadi anggota dari organisasi internasional yaitu PBB untuk mengatasi persoalan yang terjadi. Keadaan di Myanmar telah mendapat perhatian dari organisasi tersebut terbukti dikeluarkannya dua Resolusi Majelis Umum PBB 22 Tewas-; diakses Pada 30 Oktober diakses pada 30 Oktober Diakses Melialui kemanusiaan-yang-terus.html pada jumat 20 Oktober

7 yaitu Resolusi Nomor (A/66/462/Add.3)] 66/230 dan Resolusi Nomor A/C.3/67/L.49. Secara garis besar, kedua resolusi tersebut berhubungan dengan kondisi Hak Asasi Manusia di Myanmar. Guna mendapatkan perhatian yang lebih dari masyarakat internasional, khususnya pemerintah Myanmar untuk bersamasama dengan semua pihak termasuk rakyat Myanmar, sehubungan dengan eksistensi Hak Asasi Manusia. Human Rights Watch, Amnesty Internasional, UNHCR, Médecins Sans Frontières dan kelompok lain telah melaporkan penderitaan tersebut sejak kampanye 1991 terhadap etnis Rohingya. Penganiayaan mereka telah menjadi sesuatu yang mengerikan. Masyarakat internasional telah menyadari hal tersebut, namun tak berdaya atau tidak mau untuk memperbaiki. Ketidakberdayaan masyarakat internsasional, khususnya menjamin tidak adanya perlakuan kasar kepada etnis ini oleh oknum-oknum tertentu disuatu negara, bisa pula dilihat dari perspektif lain, yaitu belum adanya penetapan status pengungsi terhadap etnis ini. Secara teoritik etnis ini masih di kategorikan sebagai pencari-suaka (asylum-seeker). Menurut Hukum Internasional, pencari suaka dan pengungsi sebenarnya mempunyai perbedaan. Seorang pengungsi adalah sekaligus seorang pencari suaka. Sebelum seseorang diakui statusnya sebagai pengungsi, pertama-tama ia adalah seorang pencari suaka. Seorang pencari suaka belum tentu merupakan seorang pengungsi. Ia baru menjadi pengungsi setelah diakui statusnya oleh 21

8 instrumen internasional/instrumen nasional. 25 Perlindungan yang diberikan terhadap pengungsi dalam hukum internasional tidak hanya bersumber dari instrumen hukum atau lebih dikenal dengan konvensi-konvensi yang mengatur persoalan pengungsi, atau konvensi-konvensi lainnya yang berkaitan dengan pemenuhan hak asasi manusia. Disebabkan dampak yang ditimbulkan dari konflik yang terjadi di Myanmar, menyebabkan tingkat pengungsian ke negara-negara tetangga juga meningkat. Maka bisa dikatakan adanya kewajiban lintas negara yang mengikat negara-negara tersebut. Selain itu kondisi pengungsi yang dibeberapa negara tersebut mengalami penyiksaan sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum pengungsi internasional. Tindakan tersebut dikategorikan sebagai tindakan yang salah dalam hukum internasional. Dalam kerangka regional kasus yang dialami oleh Rohingya melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang disebutkan penulis dalam penelitian ini, merupakan anggota dari organisasi regional yaitu Assosiation of South East Nations (ASEAN). Dalam kerangka kerja organisasi ini penegakan HAM yang juga dilindungi dalam Piagam PBB menjadi fokus ASEAN sejak lahirnya Piagam ASEAN Akan tetapi dari aspek praktek mengenai penegakan HAM tersebut masih memiliki hambatan dikarenakan prinsip noninterfensi yang dipegang oleh negara-negara anggota. Keinginan untuk diakuinya Rohingya sebagai pengungsi juga diharapkan oleh etnis ini, sebagai contoh di Indonesia dibeberapa media etnis ini menyuarakan keinginannya untuk memperoleh status dari UNHCR sebagai 25 Sulaiman Hamid, 2000, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional, PT Raja grafindo Persada, Jakarta, hlm

9 pengungsi. Pengakuan sebagai pengungsi tentunya memberikan keistimewaan tersendiri, dimana mereka menikmati hak-hak serta kewajiban-kewajiban sebagai pengungsi serta perlindungan terhadap dilaksanakannya kedua hal tersebut, sebab mereka yang dikategorikan sebagai pengungsi dijamin hak-hak nya dalam suatu instrumen khusus mengenai hal tersebut yaitu Convention Relating to the Status of Refugees Melihat kompleksitas dari permasalahan ini, maka etnis Rohingya saat ini dapat dikatakan telah menjadi objek tersendiri dalam kajian dan praktik hukum internasional. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penyusun merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana hukum internasional memberikan perlindungan terhadap Stateless Persons? 2. Bagaimana prosedur pemberian suaka terhadap Stateless Persons etnis Rohingya oleh pihak ketiga? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perlindungan terhadap stateless persons etnis Rohingya Myanmar dalam perspektif hukum internasional sepanjang pengetahuan penulis melalui penelusuran terhadap beberapa bahan bacaan, berupa hasil karya, jurnal baik internasional maupun internasional, penulis menemukan 26 Misalnya hak untuk menetap, hak-hak lainnya sebagaimana diatur dalam: (Pasal 3 tentang hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama; Pasal 4 tentang kebebasan mereka untuk menjalankan agama masing-masing; Pasal 10 hak untuk keberlangsungan tempat tinggal; Pasal 13 Hak untuk memiliki benda bergerak dan benda tidak bergerak; Pasal 14 Hak atas karya seni dan industri; Pasal 15 hak untuk berserikat; Pasal 16 hak untuk mendapatkan keadilan,dst) 23

10 beberapa tulisan dengan judul dan pembahasan yang membahas mengenai bagaimana hukum internasional memberikan perlindungan terhadap etnis Rohingya dan seperti apa pemberian suaka terhadap etnis tersebut oleh negaranegara dalam lingkup internasional. Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan materi-materi yang dibahas dalam tulisan-tulisan sebelumnya dengan materi yang disajikan oleh penulis pada tesis ini. Dari hasil penelusuran tersebut, penulis menemukan beberapa bahan bacaan yang menurut hemat penulis memiliki beberapa kesamaan pada perspektif tertentu. Bahan bacaan tersebut, yakni: 1. Jurnal internasional Sanctuary Under a Plastic Sheet The Unresolved Problem of Rohingya Refugees oleh Carl Grundy-Warr dan Elaine Wong, diterbitkan di IBRU Boundary and Security Bulletin Autumn Substansi jurnal ini juga dijadikan bahan rujukan dalam penelitian ini. jurnal ini secara substansial membahas tentang keadaan geografis Myanmar, populasi etnis dan pemeluk agama di Myanmar termasuk didalamnya sejara masuk nya etnis Rohingya ke negara tersebut. Dibagian akhir jurnal ini menggambarkan situasi pengungsi Rohingya di beberapa wilayah seperti Dhaka dan Bangladesh. Perbedaan jurnal tersebut dengan penelitian ini adalah dalam jurnal tidak dijelaskan mengenai keadaan etnis Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan (stateless persons). Sehingga dalam jurnal tersebut tidak dijelaskan bagaimana hukum internasional melindungi etnis Rohingya. 2. Jurnal internasional plight of damned: Burma s Rohingya oleh David Scott Mathieson, diterbitkan di Global Asia Vol. 4. Jurnal ini juga 24

11 dijadikan bahan rujukan dalam penelitian ini. Sama halnya dengan jurnal yang dipaparkan diatas, pada jurnal ini juga menggambarkan bagaimana keadaan etnis Rohingya dibebarapa negara misalnya Thailand tak jarang etnis ini dianggap sebagai imigran gelap karena disebabkan status kewarganegaraan mereka, bahkan tak jarang perlakuan kasar seringkali dialami oleh etnis Rohingya. Di bagian akhir jurnal juga mengomentari peran negara-negara tetangga yang juga berada pada satu organisasi regional yaitu Assosiation Of South East Nation (ASEAN) sekaligus menyarankan negara-negara tersebut untuk lebih apresiasi menangani persoalan etnis Rohingya ketika etnis ini mengungsi ke negara mereka. Perbedaan nya dengan penelitian ini adalah jurnal ini tidak menjelaskan bagaimana mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan (stateless persons) bisa mendapatkan kehidupan yang layak sebagai pengungsi di negara-negara tersebut, melalui pemberian suaka oleh negara-negara yang menjadi tempat pengungsian tersebut. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui ketentuan hukum internasional mengenai perlindungan terhadap individu atau dalam hal ini mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan (Stateless Persons) 2. Mengetahui prosedur pemberian suaka oleh pihak ketiga (masyarakat internasional) kepada Stateless Persons etnis Rohingya yang berada di negara lain. 25

12 E. Manfaat Penelitian Terdapat beberapa hal yang menjadi manfaat dilakukannya penelitian ini, yaitu: 1. Dalam lingkup akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum, dalam mengumpulkan informasi dan data yang selengkap-lengkapnya guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, sehingga informasi tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang tepat sesuai dengan hukum yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan. 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan penulis dalam bidang Hukum, khususnya dalam bidang hukum Internasional. 26

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bowett, DW (ed) Bambang iriana Djajaatmadja Hukum Organisasi. Internasional. Jakarta: Sinar Grafika;

DAFTAR PUSTAKA. Bowett, DW (ed) Bambang iriana Djajaatmadja Hukum Organisasi. Internasional. Jakarta: Sinar Grafika; DAFTAR PUSTAKA Buku Bowett, DW (ed) Bambang iriana Djajaatmadja. 1991. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: Sinar Grafika; Benhardt, Rudolf. 1987. Encyclopedia of public International Law. Elsevier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pengungsi dan pencari suaka hingga saat ini menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia internasional. Ketimpangan pembangunan dan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah. Biksu Buddha Saydaw Wirathu, yang dikenal sebagai bin Laden dari Myanmar, telah menyerukan untuk memboikot secara nasional bisnis kaum Muslim di Myanmar Belum kering air mata warga Rohingya yang dianiaya

Lebih terperinci

ISU-ISU TERKINI ASEAN. Dewi Triwahyuni

ISU-ISU TERKINI ASEAN. Dewi Triwahyuni ISU-ISU TERKINI ASEAN Dewi Triwahyuni Beberapa isu terkait ASEAN saat ini: Kasus Pengungsi Myanmar (Rohingya) Masyarakat Ekonomi ASEAN ASEAN & Kerjasama IORA ASEAN & Konflik Laut Cina Selatan IORA & ASEAN

Lebih terperinci

BAB III SIKAP MALAYSIA TERHADAP MASALAH ROHINGYA

BAB III SIKAP MALAYSIA TERHADAP MASALAH ROHINGYA BAB III SIKAP MALAYSIA TERHADAP MASALAH ROHINGYA Pada bab selanjutnya ini, akan dijelaskan dan dijabarkan mengenai sikap Malaysia terhadap masalah Rohingya, yang mana dalam sub-bab nya yakni terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupan yang berkualitas. Setiap individu memiliki hak atas kesehatan yang

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI 1 Cycle of Violence Tragedi kemanusiaan atas etnis Rohingnya berulang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT DI MYANMAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERDAMAIAN DUNIA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

PERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA. Triono * Abstrak

PERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA. Triono * Abstrak PERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA Triono * Abstrak Konflik dan kekerasan berbau SARA yang terjadi di Myanmar hingga kini belum terselesaikan dengan baik. Banyaknya faktor yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH THAILAND TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA. seperti Indonesia dan Thailand negara ini juga merupakan anggota Association of

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH THAILAND TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA. seperti Indonesia dan Thailand negara ini juga merupakan anggota Association of 13 BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH THAILAND TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA A. Sejarah Pengungsi Rohingya Myanmar adalah salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara. Sama seperti Indonesia dan Thailand negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

ROHINGYA 101 DATA DAN FAKTA

ROHINGYA 101 DATA DAN FAKTA ROHINGYA 101 DATA DAN FAKTA TENTANG ROHINGYA, ARAKAN DAN RAKHINE 1. Rohingya adalah nama kelompok etnis yang tinggal di negara bagian Arakan/ Rakhine sejak abad ke 7 Masehi. 2. Ada beberapa versi tentang

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS

BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS Ratusan tahun yang lalu, masyarakat tradisional Indonesia yang pada saat itu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km 2 serta terletak di posisi strategis yang diapit

Lebih terperinci

Dikdik Baehaqi Arif

Dikdik Baehaqi Arif Dikdik Baehaqi Arif dik2baehaqi@yahoo.com PENGERTIAN HAM HAM adalah hak- hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia Idak dapat hidup sebagai manusia (Jan Materson) PENGERTIAN

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM A. Substansi Hak Asasi Manusia dalam Pancasila Salah satu karakteristik hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG TANPA KEWARGANEGARAAN (STATELESS PEOPLE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR) ARTIKEL ILMIAH

PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG TANPA KEWARGANEGARAAN (STATELESS PEOPLE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR) ARTIKEL ILMIAH PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG TANPA KEWARGANEGARAAN (STATELESS PEOPLE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR) ARTIKEL ILMIAH OLEH : RAHMAWATI NOVIA SIGIT RRB10014288 FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

KURSUS HAK ASASI MANUSIA UNTUK PENGACARA BAHAN RUJUKAN CAT KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN

KURSUS HAK ASASI MANUSIA UNTUK PENGACARA BAHAN RUJUKAN CAT KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN KURSUS HAK ASASI MANUSIA UNTUK PENGACARA BAHAN RUJUKAN CAT KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN Philip Alston, Hukum Hak Asasi Manuisa hal 154-159; PUSHAM UII-Yogyakarta, 2008 Konvensi Menentang Penyiksaan Konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa kini Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi issue

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa kini Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi issue 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa kini Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi issue internasional yang sangat penting, bahkan bagi negara-negara maju HAM dijadikan senjata untuk menekan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi bukanlah isu yang baru, baik bagi negara Indonesia maupun masyarakat internasional. Masalah pengungsi ini semakin mengemuka seiring terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL Isu imigran ilegal yang terus mengalami kenaikan jumlah di Indonesia yang juga turut menimbulkan dampak tersendiri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA

Lebih terperinci

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2017

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2017 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 17 Pendahuluan Komnas HAM mau tidak mau harus diakui menjadi lembaga pertahanan terakhir bagi warga sipil untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin NEGARA = State (Inggris), Staat (Belanda),Etat (Perancis) Organisasi tertinggi

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( )

PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( ) ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 42-50 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia secara umum dapat di artikan sebagai hak kodrati yang didapatkan seseorang secara otomatis tanpa seseorang itu memintanya. Sebagai hak kodrati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbatasan dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah

BAB I PENDAHULUAN. berbatasan dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Myanmar merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah yang kaya dan budaya yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu.

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beberapa macam suku, adat istiadat, dan juga agama. Kemajemukan bangsa Indonesia ini secara positif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan bantuan orang lain. Dalam hubungan antar sesama individu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan bantuan orang lain. Dalam hubungan antar sesama individu tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu dalam kehidupannya tidak bisa hidup sendiri, sehingga membutuhkan interaksi dan bantuan orang lain. Dalam hubungan antar sesama individu tersebut terbentuklah

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI Lembar Fakta No. 20 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016 Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016 Struktur presentasi Apa itu perlindungan sosial? Perlindungan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Meskipun dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan informasi terkait permasalahan pengungsi karena keterbatasan peneliti dalam menemukan data-data yang terkait

Lebih terperinci

Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan

Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan SERUAN PRIBADI KOMISIONER TINGGI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA UNTUK URUSAN PENGUNGSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

Komitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional

Komitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional Komitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua, Aryaduta, Jakarta 13 Desember 2010 Rafendi Djamin Wakil Indonesia

Lebih terperinci