BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu,
|
|
- Sudomo Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memperoleh status kewarganegaraan merupakan hak setiap individu, sebagaimana yang termaktub dalam Universal Declaration of Human Rights Sehingga secara teoritik seyogianya tidak ada satupun individu di dunia ini di negara manapun dia berada tidak memiliki kewarganegaraan. Dalam pembukaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 menunjukkan bahwa aspirasi tertinggi dari semua orang adalah kemajuan dunia dimana semua mahkluk akan menikmati kebebasan berbicara dan berkeyakinan serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan. Disepanjang sejarah perkembangan hak asasi manusia, ada tiga aspek dalam keberadaan manusia yang harus dijaga atau diselamatkan: yaitu integritas, kebebasan dan keseteraan. Hukum dasar bagi tercapainya tiga aspek ini adalah penghormatan terhadap martabat setiap manusia. 10 Integritas, kebebasaan, dan kesetaraan menjadi suatu yang seringkali tidak dapat diwujudkan oleh suatu negara, banyaknya etnis dalam suatu negara menjadi salah satu faktor yang menjadikan beberapa etnis yang tergolong minoritas menjadi komunitas yang terdiskriminasi dalam negara tersebut. Hal yang juga seringkali dijumpai adalah adanya komunitas dalam suatu negara tidak diakui sebagai warga negara dimana dia berada. Selanjutnya dalam hukum internasional mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan disebut stateless persons. Stateless 9 Lihat article 2 Universal Declaration of Human Rights Elsam (e.d) Ifdhal kasim dan Johanes da Masenus Arus, 2001, Hak Ekonomi Sosial dan Budaya: Esai-Esai Pilihan, Buku 2, Elsam Press, Jakarta, hlm 10 15
2 persons merupakan individu yang tidak diakui sebagai warga negara oleh satu negara berdasarkan aturan hukum negara tersebut, di mana individu tersebut tinggal. perkembangan kontemporer hukum hak asasi manusia telah mempengaruhi kedaulatan negara dalam masalah kewarganegaraan dan perlindungan terhadap mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan. 11 perkembangan tersebut semakin meluas ketika stateless persons tersebut terlibat konflik dengan komunitas lokal yang diakui sebagai warga negara suatu negara, dan mendesak mereka untuk meninggalkan suatu negara menuju negara lain. Dalam hukum internasional memperoleh status kewarganegaraan merupakan suatu yang mutlak adanya, beberapa konvensi yang mengatur persoalan tersebut, seperti Universal Declaration of Human Rights 1948, yang kemudian mengilhami konvensi-konvensi berikutnya sehubungan dengan status kewarganegaraan, seperti Convention to the Relating of Stateless persons 1954 dan Convention on the Reduction of Statelessness Dari dua kovenan yang berkaitan erat dengan Stateless Person, Myanmar bukanlah negara pihak dari kovenan tersebut. 12 Fenomena tersebut juga terjadi saat ini, dimana terdapat komunitas dalam satu negara yang tidak diakui sebagai warga negara nya, yaitu Rohingya di Myanmar. Rohingya merupakan minoritas muslim berkisar jiwa dan mendiami Utara Arakan (Rakhine) di Burma Myanmar, berdekatan dengan 11 Tang Lay Lee, 2005, Stateless, Human Rights and Gender Irregular Migrant Workers from Burma in Thailand, volume 9, Martinus Nijhof Publisher, Leiden, Boston, hlm Diakses melalui 4&chapter=5&lang=en, pada minggu 13 Oktober
3 Bangladesh. 13 United Nations High Comissioner for Refugees (UNHCR) menemukan bahwa pemerintah Myanmar lebih senang menyebut etnis tersebut sebagai Residents of Rakhine State daripada Residents of Myanmar 14 dengan kata lain tidak adanya pengakuan dari pemerintah Myanmar bahwa etnis Rohingya merupakan warga negara Myanmar. Keadaan yang menjadikan Rohingya menjadi Stateless Persons mencakup berbagai macam isu. Salah satu faktor penting adalah bahwa Inggris menjajah Burma dimulai pada tahun 1824, sehingga migrasi ke Burma dianggap sebagai sebuah gerakan. Pemerintah Myanmar masih mempertimbangkan, bagaimanapun, bahwa migrasi yang berlangsung selama pemerintahan Inggris adalah ilegal, dan utamanya mereka menolak kewarganegaraan bagi mayoritas Rohingya. Mereka menganggap bahwa Rohingya tidak menjadi sebuah kelompok etnis Myanmar. 15 Permasalahan tersebut telah berlangsung lama, yaitu diawali pada tahun 1920-an dan 1930-an, 16 yang kemudian mengharuskan beberapa etnis Rohingya meninggalkan negara tersebut, menuju beberapa negara, yaitu Bangladesh, Thailand, Malaysia, termasuk Indonesia. Di negara-negara tersebut etnis Rohingya mengalami beberapa permasalahan yang berbeda, tak jarang etnis ini mendapat perlakuan yang diskriminatif. 13 Statelessness and the Rohingya (a case study by Darren Middleton) dalam Conventry Peace House, Statelessnes: the Quiet Torture of Belonging Nowhere, 2008,, Stoney Stanton Road, Conventry, United Kingdom, hlm 3 14 Ibid, hlm Ibid, hlm 7 16 Jurnal Carl Grundy-Warr and Elaine Wong, Sanctuary Under a Plastic Sheet The Unresolved Problem of Rohingya Refugees, dipublikasikan melalui IBRU Boundary and Security Bulletin Autumn 1997, hlm
4 Bangladesh secara geografis merupakan negara yang paling dekat dengan Myanmar. Menurut Asia Watch, Pemerintah Bangladesh memutuskan untuk menahan makanan untuk para pengungsi dalam rangka mendorong mereka untuk kembali ke tanah air mereka. Sebagai hasilnya tingkat kematian untuk Rohingya yang tinggal di kamp-kamp dengan pengungsi meninggal dunia. 17 Hingga konflik yang terjadi saat ini perlakuan yang sama juga terjadi, Pemerintah Bangladesh tetap melarang masuknya bantuan internasional bagi pengungsi Rohingya, di Provinsi Bazar Cox, diperketatnya perbatasan Bangladesh dan Myanmar sudah cukup menyulitkan etnis Rohingya yang hendak menyelamatkan diri dari teror pengusiran Pemerintah Myanmar, kondisi itu seharusnya tidak diperparah dengan kebijakan Bangladesh yang melarang bantuan kemanusian di Bazar Cox, implikasinya Setelah didiagnosa banyak yang mengalami gizi buruk, gejala malaria, dan gangguan pencernaan mulai muncul dibeberapa kamp pengungsian, namun akan fatal jika bantuan medis masih dilarang masuk. 18 Etnis Rohingya berjumlah sekitar dua juta jiwa. Sekitar menetap Burma dan di Bangladesh, dengan dari mereka di camp pengungsi yang menyedihkan. Diperkirakan setengah juta tinggal di Timur Tengah sebagai migran, dan di Malaysia. Beberapa diantaranya mencoba bahkan lebih lama melalui perjalanan laut untuk mencapai Australia. 19 Di beberapa negara yang dijadikan tempat untuk mengasingkan diri, seringkali etnis ini mengalami kekerasan, penyiksaan, bahkan dibeberapa negara Rohingya dikembalikan ke 17 Ibid, hlm banglades-kondisi-rohingya-kian-memprihatinkan, pada selasa 14 Oktober Jurnal David Scott Mathieson, Plight of the Damned: Burma s Rohingya, dipublikasikan di Global Asia Vol 4 No I, hlm
5 Myanmar, karena dianggap sebagai imigran gelap di negara-negara tersebut, singkatnya Rohingya mengalami penderitaan dibeberapa negara tempat mereka mengungsi. 20 Di Thailand, mereka pun mengalami nasib yang tak jauh berbeda dengan perlakuan yang mereka terima di negara asal, etnis Rohingya dianggap sebagai imigran gelap dan mendapatkan perlakuan kasar dari pemerintah Thailand. Militer Thailand, dengan perlakuan khas militernya, dengan sewenang-wenang melepas mereka. Tidak ada perlakuan diplomatis hal ini dikarenakan ketidakjelasan status kewarganegaraan yang dimiliki oleh etnis ini. 21 Konflik antara pemerintah Myanmar dan etnis Rohingya kemudian semakin menjadi ketika terjadi konflik antara etnis Rohingya dan Budhis Myanmar selaku warga negara yang diakui oleh pemerintah Myanmar. Konflik kembali terjadi dan semakin menjadi perhatian masyarakat internasional di bulan Juni 2012, beberapa pihak menilai konflik di Myanmar kali ini adalah konflik agama Islam versus Buddha. Sejatinya, konflik di Myanmar tidak ada kaitannya dengan agama. Kebetulan saja etnis Rohingya menganut Islam sementara yang lain Buddha dan Kristen. Pada minggu 21 Oktober 2012, hingga 26 Oktober 2012 konflik masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Semakin hari, jumlah korban tewas semakin meningkat. Kerugian materi pun berlipat. Tidak kurang dari rumah hangus terbakar. tercatat 51 laki-laki dan 61 perempuan tewas dalam 20 Ibid, hlm Tang Lay Lee, Op.Cit, hlm
6 serangkaian bentrokan, kata Win Myaing, salah seorang juru bicara pemerintah Rakhine. Selain menewaskan 112 orang, konflik antar etnis Rohingya dan Buddha Rakhine juga mengakibatkan puluhan ribu warga kehilangan tempat tinggal. Puluhan ribu warga yang sebagian besar adalah kaum Rohingya pun terpaksa mengungsi. 22 Dengan demikian, menurut data resmi pemerintah Myanmar, jumlah korban tewas akibat kerusuhan di Rakhine sejak Juni lalu tersebut telah mencapai 180 orang. 23 Hal yang menjadi fokus kemudian, saat sejumlah pengungsi Rohingya yang terlunta-lunta mencari suaka, mendaratkan kakinya di beberapa negara, misalnya di Indonesia di ujung pulau Sumatera dan ditampung di Medan. Perjalanan itu bukan hal yang mudah. Beberapa negara sempat menolak para pengungsi yang ketakutan itu, dan menyarankan mereka untuk kembali ke Myanmar. Jelas, hal itu tidak disetujui. Keadaan di kampung halaman mereka sangat menakutkan. Pemerintah Myanmar secara resmi mengusir mereka, karena dianggap bukan penduduk asli. Apalagi, etnis Rohingya berasal dari suku yang berbeda. 24 Konflik di Myanmar tersebut membuat organisasi Internasional yang di mana Myanmar menjadi anggota dari organisasi internasional yaitu PBB untuk mengatasi persoalan yang terjadi. Keadaan di Myanmar telah mendapat perhatian dari organisasi tersebut terbukti dikeluarkannya dua Resolusi Majelis Umum PBB 22 Tewas-; diakses Pada 30 Oktober diakses pada 30 Oktober Diakses Melialui kemanusiaan-yang-terus.html pada jumat 20 Oktober
7 yaitu Resolusi Nomor (A/66/462/Add.3)] 66/230 dan Resolusi Nomor A/C.3/67/L.49. Secara garis besar, kedua resolusi tersebut berhubungan dengan kondisi Hak Asasi Manusia di Myanmar. Guna mendapatkan perhatian yang lebih dari masyarakat internasional, khususnya pemerintah Myanmar untuk bersamasama dengan semua pihak termasuk rakyat Myanmar, sehubungan dengan eksistensi Hak Asasi Manusia. Human Rights Watch, Amnesty Internasional, UNHCR, Médecins Sans Frontières dan kelompok lain telah melaporkan penderitaan tersebut sejak kampanye 1991 terhadap etnis Rohingya. Penganiayaan mereka telah menjadi sesuatu yang mengerikan. Masyarakat internasional telah menyadari hal tersebut, namun tak berdaya atau tidak mau untuk memperbaiki. Ketidakberdayaan masyarakat internsasional, khususnya menjamin tidak adanya perlakuan kasar kepada etnis ini oleh oknum-oknum tertentu disuatu negara, bisa pula dilihat dari perspektif lain, yaitu belum adanya penetapan status pengungsi terhadap etnis ini. Secara teoritik etnis ini masih di kategorikan sebagai pencari-suaka (asylum-seeker). Menurut Hukum Internasional, pencari suaka dan pengungsi sebenarnya mempunyai perbedaan. Seorang pengungsi adalah sekaligus seorang pencari suaka. Sebelum seseorang diakui statusnya sebagai pengungsi, pertama-tama ia adalah seorang pencari suaka. Seorang pencari suaka belum tentu merupakan seorang pengungsi. Ia baru menjadi pengungsi setelah diakui statusnya oleh 21
8 instrumen internasional/instrumen nasional. 25 Perlindungan yang diberikan terhadap pengungsi dalam hukum internasional tidak hanya bersumber dari instrumen hukum atau lebih dikenal dengan konvensi-konvensi yang mengatur persoalan pengungsi, atau konvensi-konvensi lainnya yang berkaitan dengan pemenuhan hak asasi manusia. Disebabkan dampak yang ditimbulkan dari konflik yang terjadi di Myanmar, menyebabkan tingkat pengungsian ke negara-negara tetangga juga meningkat. Maka bisa dikatakan adanya kewajiban lintas negara yang mengikat negara-negara tersebut. Selain itu kondisi pengungsi yang dibeberapa negara tersebut mengalami penyiksaan sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum pengungsi internasional. Tindakan tersebut dikategorikan sebagai tindakan yang salah dalam hukum internasional. Dalam kerangka regional kasus yang dialami oleh Rohingya melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang disebutkan penulis dalam penelitian ini, merupakan anggota dari organisasi regional yaitu Assosiation of South East Nations (ASEAN). Dalam kerangka kerja organisasi ini penegakan HAM yang juga dilindungi dalam Piagam PBB menjadi fokus ASEAN sejak lahirnya Piagam ASEAN Akan tetapi dari aspek praktek mengenai penegakan HAM tersebut masih memiliki hambatan dikarenakan prinsip noninterfensi yang dipegang oleh negara-negara anggota. Keinginan untuk diakuinya Rohingya sebagai pengungsi juga diharapkan oleh etnis ini, sebagai contoh di Indonesia dibeberapa media etnis ini menyuarakan keinginannya untuk memperoleh status dari UNHCR sebagai 25 Sulaiman Hamid, 2000, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional, PT Raja grafindo Persada, Jakarta, hlm
9 pengungsi. Pengakuan sebagai pengungsi tentunya memberikan keistimewaan tersendiri, dimana mereka menikmati hak-hak serta kewajiban-kewajiban sebagai pengungsi serta perlindungan terhadap dilaksanakannya kedua hal tersebut, sebab mereka yang dikategorikan sebagai pengungsi dijamin hak-hak nya dalam suatu instrumen khusus mengenai hal tersebut yaitu Convention Relating to the Status of Refugees Melihat kompleksitas dari permasalahan ini, maka etnis Rohingya saat ini dapat dikatakan telah menjadi objek tersendiri dalam kajian dan praktik hukum internasional. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penyusun merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana hukum internasional memberikan perlindungan terhadap Stateless Persons? 2. Bagaimana prosedur pemberian suaka terhadap Stateless Persons etnis Rohingya oleh pihak ketiga? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perlindungan terhadap stateless persons etnis Rohingya Myanmar dalam perspektif hukum internasional sepanjang pengetahuan penulis melalui penelusuran terhadap beberapa bahan bacaan, berupa hasil karya, jurnal baik internasional maupun internasional, penulis menemukan 26 Misalnya hak untuk menetap, hak-hak lainnya sebagaimana diatur dalam: (Pasal 3 tentang hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama; Pasal 4 tentang kebebasan mereka untuk menjalankan agama masing-masing; Pasal 10 hak untuk keberlangsungan tempat tinggal; Pasal 13 Hak untuk memiliki benda bergerak dan benda tidak bergerak; Pasal 14 Hak atas karya seni dan industri; Pasal 15 hak untuk berserikat; Pasal 16 hak untuk mendapatkan keadilan,dst) 23
10 beberapa tulisan dengan judul dan pembahasan yang membahas mengenai bagaimana hukum internasional memberikan perlindungan terhadap etnis Rohingya dan seperti apa pemberian suaka terhadap etnis tersebut oleh negaranegara dalam lingkup internasional. Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan materi-materi yang dibahas dalam tulisan-tulisan sebelumnya dengan materi yang disajikan oleh penulis pada tesis ini. Dari hasil penelusuran tersebut, penulis menemukan beberapa bahan bacaan yang menurut hemat penulis memiliki beberapa kesamaan pada perspektif tertentu. Bahan bacaan tersebut, yakni: 1. Jurnal internasional Sanctuary Under a Plastic Sheet The Unresolved Problem of Rohingya Refugees oleh Carl Grundy-Warr dan Elaine Wong, diterbitkan di IBRU Boundary and Security Bulletin Autumn Substansi jurnal ini juga dijadikan bahan rujukan dalam penelitian ini. jurnal ini secara substansial membahas tentang keadaan geografis Myanmar, populasi etnis dan pemeluk agama di Myanmar termasuk didalamnya sejara masuk nya etnis Rohingya ke negara tersebut. Dibagian akhir jurnal ini menggambarkan situasi pengungsi Rohingya di beberapa wilayah seperti Dhaka dan Bangladesh. Perbedaan jurnal tersebut dengan penelitian ini adalah dalam jurnal tidak dijelaskan mengenai keadaan etnis Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan (stateless persons). Sehingga dalam jurnal tersebut tidak dijelaskan bagaimana hukum internasional melindungi etnis Rohingya. 2. Jurnal internasional plight of damned: Burma s Rohingya oleh David Scott Mathieson, diterbitkan di Global Asia Vol. 4. Jurnal ini juga 24
11 dijadikan bahan rujukan dalam penelitian ini. Sama halnya dengan jurnal yang dipaparkan diatas, pada jurnal ini juga menggambarkan bagaimana keadaan etnis Rohingya dibebarapa negara misalnya Thailand tak jarang etnis ini dianggap sebagai imigran gelap karena disebabkan status kewarganegaraan mereka, bahkan tak jarang perlakuan kasar seringkali dialami oleh etnis Rohingya. Di bagian akhir jurnal juga mengomentari peran negara-negara tetangga yang juga berada pada satu organisasi regional yaitu Assosiation Of South East Nation (ASEAN) sekaligus menyarankan negara-negara tersebut untuk lebih apresiasi menangani persoalan etnis Rohingya ketika etnis ini mengungsi ke negara mereka. Perbedaan nya dengan penelitian ini adalah jurnal ini tidak menjelaskan bagaimana mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan (stateless persons) bisa mendapatkan kehidupan yang layak sebagai pengungsi di negara-negara tersebut, melalui pemberian suaka oleh negara-negara yang menjadi tempat pengungsian tersebut. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui ketentuan hukum internasional mengenai perlindungan terhadap individu atau dalam hal ini mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan (Stateless Persons) 2. Mengetahui prosedur pemberian suaka oleh pihak ketiga (masyarakat internasional) kepada Stateless Persons etnis Rohingya yang berada di negara lain. 25
12 E. Manfaat Penelitian Terdapat beberapa hal yang menjadi manfaat dilakukannya penelitian ini, yaitu: 1. Dalam lingkup akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum, dalam mengumpulkan informasi dan data yang selengkap-lengkapnya guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, sehingga informasi tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang tepat sesuai dengan hukum yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan. 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan penulis dalam bidang Hukum, khususnya dalam bidang hukum Internasional. 26
BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini dikenal dengan sebutan
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D
TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal
BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Bowett, DW (ed) Bambang iriana Djajaatmadja Hukum Organisasi. Internasional. Jakarta: Sinar Grafika;
DAFTAR PUSTAKA Buku Bowett, DW (ed) Bambang iriana Djajaatmadja. 1991. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: Sinar Grafika; Benhardt, Rudolf. 1987. Encyclopedia of public International Law. Elsevier
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pengungsi dan pencari suaka hingga saat ini menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia internasional. Ketimpangan pembangunan dan peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.
DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.
Lebih terperinciKaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.
Biksu Buddha Saydaw Wirathu, yang dikenal sebagai bin Laden dari Myanmar, telah menyerukan untuk memboikot secara nasional bisnis kaum Muslim di Myanmar Belum kering air mata warga Rohingya yang dianiaya
Lebih terperinciISU-ISU TERKINI ASEAN. Dewi Triwahyuni
ISU-ISU TERKINI ASEAN Dewi Triwahyuni Beberapa isu terkait ASEAN saat ini: Kasus Pengungsi Myanmar (Rohingya) Masyarakat Ekonomi ASEAN ASEAN & Kerjasama IORA ASEAN & Konflik Laut Cina Selatan IORA & ASEAN
Lebih terperinciBAB III SIKAP MALAYSIA TERHADAP MASALAH ROHINGYA
BAB III SIKAP MALAYSIA TERHADAP MASALAH ROHINGYA Pada bab selanjutnya ini, akan dijelaskan dan dijabarkan mengenai sikap Malaysia terhadap masalah Rohingya, yang mana dalam sub-bab nya yakni terdiri dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena
Lebih terperinciRechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan
Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciLampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di
Lebih terperinciHak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015
Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar dan esensial bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupan yang berkualitas. Setiap individu memiliki hak atas kesehatan yang
Lebih terperinciMengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya
Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPerspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana
Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI 1 Cycle of Violence Tragedi kemanusiaan atas etnis Rohingnya berulang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951
PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian
Lebih terperinciBAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI
BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.
91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciINSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM
INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011
PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT DI MYANMAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERDAMAIAN DUNIA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh
Lebih terperinciMASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak
MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar
Lebih terperinciKebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,
Lebih terperinciperkebunan kelapa sawit di Indonesia
Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,
Lebih terperinciOrang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak
Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI
Lebih terperinciPERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA. Triono * Abstrak
PERAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ETNIS ROHINGNYA Triono * Abstrak Konflik dan kekerasan berbau SARA yang terjadi di Myanmar hingga kini belum terselesaikan dengan baik. Banyaknya faktor yang menjadi
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya
Lebih terperinciBAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA
BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),
Lebih terperinciDEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara
Lebih terperinciBAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH THAILAND TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA. seperti Indonesia dan Thailand negara ini juga merupakan anggota Association of
13 BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH THAILAND TERHADAP PENGUNGSI ROHINGYA A. Sejarah Pengungsi Rohingya Myanmar adalah salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara. Sama seperti Indonesia dan Thailand negara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
Lebih terperinciPENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007
Lebih terperinciMemutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin
Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya
Lebih terperinciROHINGYA 101 DATA DAN FAKTA
ROHINGYA 101 DATA DAN FAKTA TENTANG ROHINGYA, ARAKAN DAN RAKHINE 1. Rohingya adalah nama kelompok etnis yang tinggal di negara bagian Arakan/ Rakhine sejak abad ke 7 Masehi. 2. Ada beberapa versi tentang
Lebih terperinciPANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:
PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi
Lebih terperinciPERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria
PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS
BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS Ratusan tahun yang lalu, masyarakat tradisional Indonesia yang pada saat itu
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA
DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN
Lebih terperinciDEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH
DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi
Lebih terperinciBAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km 2 serta terletak di posisi strategis yang diapit
Lebih terperinciDikdik Baehaqi Arif
Dikdik Baehaqi Arif dik2baehaqi@yahoo.com PENGERTIAN HAM HAM adalah hak- hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia Idak dapat hidup sebagai manusia (Jan Materson) PENGERTIAN
Lebih terperinciDEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)
DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah
Lebih terperincimerupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah
Lebih terperinciSMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM A. Substansi Hak Asasi Manusia dalam Pancasila Salah satu karakteristik hak asasi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara
Lebih terperincisebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.
BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik
Lebih terperinciPERLINDUNGAN TERHADAP ORANG TANPA KEWARGANEGARAAN (STATELESS PEOPLE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR) ARTIKEL ILMIAH
PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG TANPA KEWARGANEGARAAN (STATELESS PEOPLE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR) ARTIKEL ILMIAH OLEH : RAHMAWATI NOVIA SIGIT RRB10014288 FAKULTAS HUKUM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciKURSUS HAK ASASI MANUSIA UNTUK PENGACARA BAHAN RUJUKAN CAT KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN
KURSUS HAK ASASI MANUSIA UNTUK PENGACARA BAHAN RUJUKAN CAT KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN Philip Alston, Hukum Hak Asasi Manuisa hal 154-159; PUSHAM UII-Yogyakarta, 2008 Konvensi Menentang Penyiksaan Konvensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa kini Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi issue
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa kini Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi issue internasional yang sangat penting, bahkan bagi negara-negara maju HAM dijadikan senjata untuk menekan
Lebih terperinciPENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK
MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi bukanlah isu yang baru, baik bagi negara Indonesia maupun masyarakat internasional. Masalah pengungsi ini semakin mengemuka seiring terjadinya
Lebih terperinciBAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL
BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL Isu imigran ilegal yang terus mengalami kenaikan jumlah di Indonesia yang juga turut menimbulkan dampak tersendiri
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal
Lebih terperinciPERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA
Lebih terperinciBAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN
BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah
Lebih terperinciLAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2017
LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 17 Pendahuluan Komnas HAM mau tidak mau harus diakui menjadi lembaga pertahanan terakhir bagi warga sipil untuk memperjuangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin NEGARA = State (Inggris), Staat (Belanda),Etat (Perancis) Organisasi tertinggi
Lebih terperinciKOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH
KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Lebih terperinciPERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ( )
ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 42-50 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 PERAN OFFICE OF THE HIGH COMMISSIONER FOR HUMAN RIGHT DALAM PENYELESAIAN KASUS GENOSIDA
Lebih terperinciNo ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia secara umum dapat di artikan sebagai hak kodrati yang didapatkan seseorang secara otomatis tanpa seseorang itu memintanya. Sebagai hak kodrati,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbatasan dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Myanmar merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah yang kaya dan budaya yang sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beberapa macam suku, adat istiadat, dan juga agama. Kemajemukan bangsa Indonesia ini secara positif dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi dan bantuan orang lain. Dalam hubungan antar sesama individu tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu dalam kehidupannya tidak bisa hidup sendiri, sehingga membutuhkan interaksi dan bantuan orang lain. Dalam hubungan antar sesama individu tersebut terbentuklah
Lebih terperinciHAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia
HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI Lembar Fakta No. 20 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh
Lebih terperinciPerlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016
Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016 Struktur presentasi Apa itu perlindungan sosial? Perlindungan
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciTelah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Meskipun dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan informasi terkait permasalahan pengungsi karena keterbatasan peneliti dalam menemukan data-data yang terkait
Lebih terperinciMencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan
Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan SERUAN PRIBADI KOMISIONER TINGGI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA UNTUK URUSAN PENGUNGSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciKomitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional
Komitmen Penegakan HAM Pemerintah dan Implikasinya dalam Hubungan Internasional Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua, Aryaduta, Jakarta 13 Desember 2010 Rafendi Djamin Wakil Indonesia
Lebih terperinci