BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan
|
|
- Irwan Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah menjadi salah satu topik yang besar yang dibahas dari waktu ke waktu di lembaga dunia, yaitu Perserikatan Bangsa Bangsa, oleh karena Hak Asasi Manusia telah menjadi milik bersama semua masyarakat dunia yang tergabung dalam PBB sejak dikeluarkannya Universal Declaration of Human Rights tahun 1948, semakin merasuk kedalam tubuh Negara Negara anggota PBB. 1 Hal ini yang mendorong Negara anggota berkewajiban menegakkan dan memajukan Hak Asasi Manusia termasuk di dalamnya Negara Indonesia. Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum ( rechsstaat ). Dengan keberadaannya sebagai Negara hukum ( rechsstaat ) ada berbagai konsekuensi yang melekat padanya, sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, bahwa konsepsi rechsstaat maupun konsepsi the rule of law, menempatkan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu ciri khas pada Negara yang disebut rechsstaat atau menjunjung tinggi the rule of law, bagi suatu Negara demokrasi pengakuan dan perlindungan Hak Hak Asasi Manusia merupakan salah satu baik buruknya suatu pemerintahan. 2 Di Indonesia Undang Undang yang mengatur Hak Asasi Manusia adalah Undang Undang 1 Bazar Harahap A. & Sutardi Nawangsih, Hak Asasi Manusia dan Hukumnya. Perhimpunan Cendikiawan Independent Republik Indonesia (PECIRINDO), Jakarta, 2007.hlm.1 2 Mansur Arief M.Dikdik & Gultom Elisatris, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma Dan Realita, Jakarta, 2006.hlm
2 NO.39 Tahun 1999 Tentang HAM dan untuk Pengadilannya adalah Undang Undang NO.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Ganti kerugian dan pengembalian hak, misalnya pengembalian kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan fisik maupun kebutuhan dan nonfisik, yang masuk dalam lingkup kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diputus oleh Pengadilan HAM disetiap tingkat pengadilan mengenai besarnya ganti kerugian atau pemenuhan kebutuhan dasar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim yang memutus perkara yang dicantum dalam amar putusannya. Sebenarnya kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bukanlah hal baru karena karena dalam KUHAP telah diatur tentang ganti rugi dan rehabilitasi, namun ganti rugi dalam KUHAP lebih ditujukan untuk tersangka, terdakwa terpidana dari pada korban ( Pasal 95 dan 96 KUHAP ). Pengertian tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1 KUHAP butir (22) dan Pasal 1 butir (23) KUHAP. Pasal 1 butir (22) KUHAP memberikan pengertian yang dimaksud ganti kerugian adalah : Hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang undang atau karena kekeliruan karena orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang undang ini. 3 Sedangkan Pasal 1 butir (23) KUHAP memberikan pengertian, yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah : Hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alas an yang berdasarkan undang undang atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang undang ini. 4 3 Undang Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana 4 Ibid.Pasal 1 butir (23) KUHAP
3 Sedangkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dalam Undang Undang No. 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diatur dalam Pasal 35 adalah hak khusus yang diberikan kepada korban pelanggaran HAM, 5 yang berbunyi : 1. Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. 2. Kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan Pengadilan HAM. 3. Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 6 Pada saat sekarang Peraturan Pemerintah yang dimaksud diatur lebih lanjut dalam PP No.3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Yang Berat. Pada penjelasan umum Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2002 disebutkan bahwa HAM merupakan Hak Dasar yang secara kodrat melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi dan dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Mengenai Hukum Acara yang berlaku atas perkara pelanggaran HAM yang berat, Pasal 10 menentukan bahwa dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang Undang NO.26 Tahun 2000, Hukum Acara atas Pelanggaran HAM Yang Berat dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana. 7 Dari ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan Hukum Acara Pidana dalam Pasal 10 adalah Hukum Acara dalam peradilan umum ( Pasal 2 UU NO.26 Tahun 2000 ); yang pada kenyataannya telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah NO.3 Tahun 2002 sebagai Peraturan Pelaksana. Selain itu, terdapat mekanisme permohonan kompensasi restitusi dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM, yang juga diatur dalam PP NO.44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, Dan Bantuan 5 Shah putri Theodora, Upaya Perlindungan Korban Kejahatan Melalui Lembaga Restitusi dan Kompensasi, 6 Undang Undang No. 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 7 Wiyono R, Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, 2006.hlm.19
4 Kepada Saksi Dan Korban, sehingga menimbulkan adanya kelemahan pengaturan antara PP NO.3 Tahun 2002 dan PP NO.44 Tahun 2008 maupun antara UU No.26 Tahun 2000 dan KUHAP di dalam hukum positif Indonesia. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Kelemahan Pengaturan Tentang Kompensasi, Restitusi Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Berat Dalam Hukum Positif Di Indonesia. C. TUJUAN DAN KEGUNAAN 1. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Kelemahan Pengaturan Tentang Kompensasi, Restitusi Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Berat Dalam Hukum Positif Di Indonesia. 2. Kegunaan Dengan tercapainya tujuan tersebut diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai berikut : a. Sebagai bahan masukan bagi pembentuk Undang Undang dalam merumuskan Peraturan Perundang Undangan yang lebih memperhatikan hak korban kejahatan khususnya kejahatan pelanggaran HAM yang berat, termasuk didalamnya tentang ganti kerugian kepada korban. b. Sebagai petunjuk praktis bagi Penegak hukum dalam melaksanakan tugas
5 c. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa fakultas hukum UNWIRA yang berminat mengkaji lebih lanjut dari pendekatan yang berbeda. D. KERANGKA KONSEPSIONAL Untuk memberikan batasan batasan yang jelas maka penulis mencoba untuk menggambarkannya dalam kerangka konsepsional sebagai berikut : Manusia dilahirkan ke bumi dengan membawa hak hak dasar yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa atau lazim disebut dengan Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia diberikan kepada setiap individu didunia tanpa memandang suku, ras warna kulit, asal usul golongan, dan perbedaan perbedaan lainnya. Hak ini tidak akan pernah lepas dan selalu melekat seumur hidup. Demikian pentingnya Hak Asasi Manusia bagi setiap individu sehingga eksistensinya harus senantiasa diakui, dihargai dan dilindungi, diantaranya melalui produk perundang undangan. Adanya pengakuan terhadap eksistensi Hak Asasi Manusia tentu membawa kosekuensi pada perlunya perlindungan terhadap hak hak tersebut dari kemungkinan munculnya tindakan tindakan yang dapat merugikan manusia itu sendiri, baik dilakukan oleh manusia lainnya maupun oleh Pemerintah. 8 Terhadap pengertian HAM, Undang Undang NO.39 TAhun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ( Pasal 1 ) memberikan pengertian Hak Asasi Manusia yaitu : 8 Mansur Arief M.Dikdik & Gultom Elisatris,Op.cit.hlm.158
6 Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 9 Sedangkan pada UU NO.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM ( Pasal 1 ayat (1) ) memberikan pengertian HAM adalah : Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan martabat manusia. 10 Dalam rangka perlindungan korban kejahatan HAM yang berat UU NO.26 Tahun 2000 telah mengaturnya pada Pasal 35 tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM yang berat, sedangkan untuk realisasi dari Pasal 35 ayat (3) adalah PP No.3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Yang Berat. PP No.3 Tahun 2002 memberikan rumusan pengertian Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi sebagai berikut : a. Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh Negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggungjawabnya. b. Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu. c. Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan atau hak hak lain. 11 Penjelasan Pasal 35 Undang Undang No.26 Tahun 2000 memberikan pengertian kompensasi, yaitu ganti kerugian yang diberikan oleh Negara karena pelaku tidak mampu 9 Undang Undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 10 Undang Undang No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM 11 PP NO 3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Yang Berat
7 memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya, Sedangkan restitusi, yaitu ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi dapat berupa : (a) Pengembalian harta milik; (b) Pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan; atau (c) Penggantian biaya untuk tindakan tertentu. 12 Makna perlindungan hukum terhadap korban yakni perlindungan untuk tidak menjadi korban ( Menyangkut perlindungan HAM atau kepentingan hukum seseorang ) dan perlindungan untuk memperoleh jaminan atau santunan hukum atas penderitaan atau kerugian korban ( menyangkut penyantunan terhadap korban). Alasan alasan utama ganti kerugian kepada pihak korban oleh Negara antara lain : 1. Kewajiban Negara untuk melindungi warga Negaranya 2. Tak cukupnya ganti kerugian untuk para korban 3. Ketidaklayakkan pembagian pengahasilan 4. Pandangan sosial bahwa kejahatan adalah kesalahan masyarakat pada umumnya. 13 PP No.3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Yang Berat ( Pasal 1 butir (3) ) memberikan pengertian korban adalah : Orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya". 14 Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia dimuat pengertian korban sebagai berikut : Orang yang menderita, luka, atau mati karena suatu kejadian atau peristiwa. 15 Menurut Arief Gosita Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan 12 Mansur Arief M.Dikdik & Gultom Elisatris.Op.cit.hlm Arief Gosita. Bunga Rampai Viktimisasi, Eresko Bandung, 1995.hlm Op.cit.Pasal 1 butir (3) PP NO 3 Tahun Badadu J.S & Zain Mohammad Sutan, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001
8 orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri, atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan. 16 Pengertian pelanggaran HAM dapat dilihat dari beberapa segi yaitu : Pelanggaran HAM yang bersifat umum.yang dimaksud dengan bersifat umum adalah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang termasuk Aparat Negara artinya dapat dilakukan oleh siapa saja dari masyarakat umum. Hal ini diatur dalam Pasal 1 butir 6 UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi sebagai berikut : Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik sengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau tidak dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku 17 Dalam hal Pelanggaran HAM yang bersifat khusus hal ini diatur dalam Pasal 7 UU No.26 Tahun 2000, yang merumuskan tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat meliputi Kejahatan Genoside dan Kejahatan terhadap kemanusiaan. Dan terhadap pengertian yang dirumuskan dalam PP NO.3 Tahun 2002, tentang pelanggaran HAM yang berat mengikuti pengertian yang sebagaimana dimaksud dalam UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. E. METODE PENELITIAN Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini maka digunakan metode penelitian hukum normatif. 1. Tipe Penelitian 16 Mansur Arief M.Dikdik & Gultom Elisatris.Op.cit.hlm Op.cit.Pasal 1 butir (6) UU No.39 Tahun 1999
9 Tipe penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan hukum dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah kaidah atau norma norma dalam hukum positif. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang undangan ( Statute Approach ) dimana masalah yang akan diteliti adalah Kelemahan Pengaturan Tentang Kompensasi, Restitusi Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Berat Dalam Hukum Positif Di Indonesia. 3. Aspek Aspek Yang Akan Di Teliti 1. Kelemahan pengaturan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana aturan dari Pasal 35 UU NO.26 Tentang Pengadilan HAM, yang tidak diatur secara lengkap aturannya, khususnya dalam hal permohonan ganti kerugian dari pihak korban pelanggaran HAM berat, sehingga tata cara permohonan tersebut harus melalui Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 2. Kelemahan pengaturan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi pelanggaran HAM yang berat, antara PP NO.3 Tahun 2002 dan PP NO.44 Tahun Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang meliputi :
10 a. Bahan hukum primer Yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang undangan (KUHAP, Undang Undang HAM, Undang Undang Pengadilan HAM, Peraturan Pemerintah tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi) b. Bahan hukum sekunder Yakni bahan hukum yang terdiri atas buku buku teks ( text books ) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan masalah penelitian. c. Bahan hukum tertier Yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa kamus bahasa Indonesia, Encyclopedia, dll. 5.Analisis Data Data yang diperoleh dari bahan pustaka berupa peraturan perundang undangan, maupun buku yang berkaitan dengan penulisan di analisa secara deskriptif dengan menggunakan tekhnik analisa deduktif.
11
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN REHABILITASI TERHADAP KORBAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional sepertinya belum mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini terlihat dari sedikitnya hak-hak korban
Lebih terperinciKekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, konsep Negara hukum tersebut memberikan kewajiban bagi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban khususnya mengenai kompensasi, namun
Lebih terperinciUndang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.485,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNAS HAM. Surat Keterangan. Korban. Pelanggaran HAM Barat. Pemberian. Tata Cara. PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001A/PER.KOMNAS
Lebih terperinciPANCASILA DAN HAM. Makalah Disusun untuk: Memenuhi tugas akhir Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM
PANCASILA DAN HAM Makalah Disusun untuk: Memenuhi tugas akhir Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM Oleh: Rony Irwan Syah 11.11.5287 Kelompok : E S1 Teknik Informatika Dosen : DR. Abidarin Rosyidi, MMa. STMIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciHAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam
Lebih terperinci(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999)
PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati
Lebih terperinciMAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.
TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciJURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION MATTER ABOUT DEMAND FOR REHABILITATION TO ILLEGAL ARREST AND RESTRAINT (Verdict Number : 01/Pid.PRA/2002/PN.
SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PERKARA PRAPERADILAN TENTANG PERMINTAAN REHABILITASI TERHADAP TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN (Putusan Nomor : 01/Pid.PRA/2002/PN.Spg) JURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan kepada setiap manusia akal budi dan nurani, dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat digunakan untuk
Lebih terperinciKEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Bernadus Ardian Ricky M (105010100111087) KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lebih terperinciTinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Permasalahan keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk direalisasikan. Salah
Lebih terperinciLex Crimen Vol. IV/No. 1/Jan-Mar/2015. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KORBAN TERORISME 1 Oleh: Wahyudi Iswanto 2
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KORBAN TERORISME 1 Oleh: Wahyudi Iswanto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap korban tindak pidana terorisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya
Lebih terperinciPRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA
PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA
ANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA Oleh: Brian Edward Samuel Sorongan I Ketut Keneng, SH., MH. Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan
Lebih terperinciLATAR BELAKANG MASALAH
LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini tidak semakin berkurang, walaupun usaha untuk mengurangi sudah dilakukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk menekan tindak pidana korupsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah- Nya yang wajib dihormati,
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-1
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-1 Konsep Hak dan Kewajiban asasi Manusia Apa itu HAK? Apa itu Kewajiban? HAK adalah suatu yang kita terima, dapat berupa
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciPENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008
PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008 Pokok Bahasan Apa prinsip-prinsip dan mekanisme hukum acara
Lebih terperinciMODUL VII HAK AZAZI MANUSIA
MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA Pengertian Hak Azazi Manusia Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal Dasar-dasar HAM tertuang dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu unsur yang penting dalam kehidupan manusia adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur yang penting dalam kehidupan manusia adalah agama, agama adalah salah satu kebutuhan vital manusia, dengan alasan itulah maka hak kebebasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perlindungan Anak Sebuah Masyarakat yang di dalamnya memiliki individu yang mempunyai kepentingan yang tidak hanya sama tetapi dapat bertentangan, untuk itu diperlukan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia
Lebih terperinciMASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.
MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciHAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd
HAK AZASI MANUSIA Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd Hak Asasi Manusia (HAM) Universal Declaration of Human Right UU RI No. 39 Tahun 1999 Landasan Hukum HAM di Indonesia Universal Declaration of Human
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi
Lebih terperinci*12269 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 26/2000, PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA *12269 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang seutuhnya. Anak merupakan salah satu
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 208, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciNEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang
NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN KORBAN (KAJIAN UNDANG-UNDANG NO. 31 TAHUN 2014) 1 Oleh: Marnex L. Tatawi 2 ABSTRAK Sampai saat ini saksi dan korban belum menjadi bagian yang penting bagi proses penegakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Lebih terperinciGANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2
GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi alasan ganti kerugian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) pasal 27 butir 1 menentukan: segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciBENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI
BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI oleh I Gusti Ayu Christiari A.A. Sri Utari Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinci