BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Soehartono et al. (2007) menyebutkan bahwa gajah asia tersebar ke dalam tiga region besar yaitu, (1) India (meliputi India, Nepal, Bhutan dan Bangladesh), (2) Asia Tenggara (meliputi Cina, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam dan Malaysia), dan (3) Asia Kepulauan yang termasuk dalam Kepulauan Andaman (Sri Lanka, Sumatera (Indonesia) dan Borneo (meliputi Malaysia dan Indonesia)). Gajah sumatera merupakan sub spesies dari Gajah Asia (Elephas maximus). Gajah sumatera memiliki sistematika, yaitu dunia Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Proboscidae, famili Elephantidae, genus Elephas, spesies Elephas maximus, dan sub spesies Elephas maximus sumatranus Temminck Nama ilmiah gajah sumatera yaitu Elephas maximus sumatranus Temminck 1847 (Ciszek 1999). Gajah sumatera memiliki tubuh yang sangat besar. Berat gajah sumatera dapat berkisar antara 3000 hingga 4000 kg. Gajah sumatera memiliki panjang kepala dan badan yaitu cm (Leckagul dan Mcneely 1977). Tinggi gajah sumatera pada waktu lahir kira-kira cm dan meningkat hingga 130 cm setelah berusia dua tahun. Pada usia tiga tahun tingginya sekitar cm, pada umur empat tahun sekitar cm, dan pada umur enam tahun tingginya bervariasi mencapai antara cm. Tinggi gajah sumatera dewasa dapat mencapai 1,7-2,6 meter (WWF 2005). Menurut Maryanto et al. (2008) gajah sumatera dewasa memiliki tinggi 1,7-2,6 meter untuk gajah jantan dan 1,5-2,2 meter untuk gajah betina. Gajah memiliki kulit berwarna abu-abu bercampur dengan warna coklat. Kulit gajah sangat tebal dan kering, terdapat rambut-rambut halus di seluruh tubuhnya (Ciszek 1999). Selain itu pada kulit gajah juga terdapat banyak benjolan-benjolan, bergelombang dan sangat elastis. Pada kulit gajah tidak terdapat kelenjar keringat, hanya terdapat kelenjar susu dan dua buah kelenjar temporal pada setiap bagian samping kepala (PKBSI 1983). Gajah sumatera memiliki telinga yang lebar untuk menutupi bagian bahunya. Ukuran telinga gajah sumatera relatif lebih kecil bila dibandingkan

2 4 dengan gajah afrika. Daun telinga gajah berupa tulang rawan yang diselubungi kulit tipis. Telinga pada gajah berfungsi dalam pengaturan suhu tubuh dan alat berkomunikasi (Ciszek 1999). Belalai gajah sumatera memiliki satu bibir di ujungnya berbeda dengan gajah afrika yang memiliki dua bibir pada ujung belalainya (Ciszek 1999). Belalai pada gajah berfungsi sebagai tangan, alat bernapas, sebagai senjata, dan alat berkomunikasi. Fungsi lain dari belalai adalah sebagai indera penciuman yang mengalami perkembangan yang baik sehingga arah datangnya bau dapat ditetapkan (Leckagul dan McNeely 1977). Gading pada gajah sumatera hanya dimiliki oleh gajah jantan tetapi pada gajah afrika gading dimiliki oleh gajah jantan maupun betina. Sebagian besar gajah sumatera jantan mempunyai gading dengan ukuran panjang 0,5-1,7 meter dan bobot kg (satu buah) dan sebaliknya betina tidak memiliki atau sangat pendek gadingnya dan tersebunyi di balik bibir atas. Gading gajah merupakan perkembangan dari gigi serinya (Eltringham 1982 dalam Prayetno 1996). Pada gajah jantan, sepasang gigi seri yang memanjang akan bertambah 17 cm per tahun hingga menjadi gading (Ciszek 1999). Gajah memiliki kaki yang besar dan terdiri dari jari kaki dan kuku kaki. Tapak kaki gajah sumatera bagian depan berbentuk bulat dengan lima kuku dan telapak kaki belakang berbentuk bulat telur dengan empat buah kuku. Hal ini berbeda dengan gajah afrika yang memiliki empat jari kaki depan dan tiga jari kaki belakang (Ciszek 1999). Gajah betina dewasa memiliki lama kebuntingan hari, anak yang baru lahir mempunyai bobot lahir sebesar kg dengan tinggi bahu 90 cm. Induk memelihara anaknya hingga berumur sekitar dua tahun. Gajah betina memiliki lama kebuntingan bulan (Maryanto et al. 2008). Siklus estrus gajah betina adalah sekitar 21 hari. Gajah betina menerima kopulasi pada hari pertama estrus. Tidak terdapat musim khusus dalam kegiatan reproduksi. Baik gajah jantan maupun gajah betina mengalami dewasa kelamin pada umur sekitar 14 tahun. Gajah jantan tidak dapat kawin sebelum mampu mendominasi gajah jantan dewasa lainnya (Ciszek 1999).

3 5 Gajah yang dipelihara dengan baik dapat bertahan hidup lebih lama bila dibandingkan dengan yang berada pada lokasi dengan keterancaman habitat yang cukup tinggi. Gajah sumatera di alam memiliki kemampuan hidup hingga 70 tahun dan untuk gajah di penangkaran memiliki rata-rata kemampuan hidup hingga 65,5 tahun (Ciszek 1999). 2.2 Penyebaran dan Populasi Gajah Sumatera Alikodra (2002) menyatakan bahwa pergerakan adalah suatu strategi dari individu ataupun populasi untuk menyesuaikan dan memanfaatkan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembangbiak secara normal. Pergerakan satwaliar merupakan suatu perilaku, sehingga mempunyai pola-pola tertentu sesuai dengan jenisnya. Pergerakan ini erat hubungannya dengan sifat individu dan kondisi lingkungannya seperti ketersediaan makanan, fasilitas untuk berkembangbiak, pemangsaan, kondisi cuaca, sumber air maupun adanya pengrusakan lingkungan. Gajah sumatera tersebar di Pulau Sumatera meliputi 8 propinsi dan terbagi dalam 44 populasi. Gajah sumatera diketahui menyebar luas di seluruh Sumatera dalam berbagai ekosistem (Haryanto & Blouch 1984 dalam Zahrah 2002). Pada tahun 1970-an populasi gajah sumatera lebih besar dari pada kondisi tahun an. Hal ini disebabkan karena daya dukung (carrying capacity) lingkungan sebagai habitat alami gajah pada tahun 1970-an lebih baik dari kondisi lingkungan tahun 2007-an. Selain itu tingkat kerusakan habitat gajah tahun 1970-an masih kecil bila dibandingkan dengan tingkat kerusakan pada tahun 2007-an, yang disebabkan karena adanya konflik gajah dengan manusia, pembalakan liar, kebakaran hutan, dan gangguan lainnya (Supartono 2007). Populasi gajah asia diperkirakan masih terdapat antara individu. Gajah asia tersebut tersebar di beberapa wilayah, mulai dari Himalaya, Indocina, India, Bangladesh, Bhutan, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, hingga wilayah Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Populasi tertinggi berada di wilayah India yaitu diperkirakan lebih dari individu dan Myanmar berkisar antara individu (Santiapillai dan Jackson 1990).

4 6 2.3 Habitat Gajah Sumatera Habitat adalah suatu daerah bagi organisme yang terdiri dari berbagai faktor (fisiografi vegetasi dan kualitasnya) dan merupakan tempat hidupnya (Elton 1949 dalam Alikodra 2002). Gajah sumatera memiliki habitat di berbagai tipe ekosistem mulai dari pantai hingga ketinggian diatas meter seperti di Gunung Kerinci. Habitat gajah terdiri dari beberapa tipe hutan, yaitu : (1) hutan rawa (swamp forest), tipe hutan ini dapat berupa rawa padang rumput, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder dan hutan rawa gambut (peat swamp forest). (2) hutan dataran rendah (lowland dipterocarp forest), yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian meter di atas permukaan air laut, (3) hutan hujan pegunungan rendah (hill dipterocarp forest), yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian meter di atas permukaan air laut (WWF 2005). Gajah sumatera tinggal di wilayah padang rumput, belukar, hutan rimba dan juga areal berbukit sampai mencapai tinggi meter atau kaki. Hal tersebut menunjukkan bahwa gajah sumatera dapat hidup di lokasi manapun yang bebas dari gangguan manusia. Gajah sumatera juga dapat hidup di daerah yang dijadikan lahan pertanian dan pembalakan. Habitat gajah sumatera dipengaruhi pula oleh musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau yaitu sekitar akhir bulan Mei hingga bulan September, gajah-gajah menjadikan tepi sungai sebagai habitatnya. Pada musim hujan, gajah-gajah akan memilih kawasan hutan yang lebat dan rimbun serta dipenuhi oleh rumput-rumput yang tinggi sebagai habitat. Pada musim transisi yaitu di antara bulan September dan November gajah memilih areal hutan yang luas dan dipenuhi rumput-rumput yang pendek (Sukumar 2003). 2.4 Pakan Gajah Sumatera Pakan merupakan kebutuhan pokok atau komponen utama dalam suatu habitat untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik habitat, seperti iklim dan tanah sebagai media pertumbuhannya. Ketersediaan pakan yang cukup mempengaruhi kesejahteraan satwa, sehingga dapat menghasilkan satwa-satwa yang memiliki daya reproduksi yang tinggi dan memiliki ketahanan terhadap penyakit (Zahrah 2002).

5 7 Pakan gajah sumatera berupa daun-daun tua dan tidak jarang berupa pohon-pohon kecil (Maryanto et al. 2008). Gajah sumatera membutuhkan makanan yang sangat banyak, yaitu kg biomassa per hari untuk setiap ekor gajah atau 5-10% dari berat badannya (WWF 2005). Gajah sumatera juga memakan bagian-bagian tumbuhan lain seperti batang kayu, ranting, akar, dan buah. Tidak jarang pula gajah memakan tumbuh-tumbuhan bukan pohon seperti tepus, rotan, pisang liar, serta jenis herba yang lain. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan gajah sebagai pemakan segala macam tumbuhan. Gajah menyukai rerumputan dan juga mengkonsumsi kulit kayu, akar, dedaunan, dan batang pohon (Ciszek 1999). Agustian (2007) mengatakan bahwa di Taman Nasional Tesso Nilo bagian Timur ditemukan jenis tumbuhan pakan gajah sumatera sebanyak 47 jenis. Jenis pakan tersebut dapat dibedakan menurut tingkatannya yaitu tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai. Beberapa jenis tumbuhan pakan gajah sumatera yang ditemukan di Taman Nasional Tesso Nilo bagian Timur disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Jenis tumbuhan pakan gajah sumatera di hutan sekunder Taman Nasional Tesso Nilo bagian Timur No. Nama Lokal Nama Latin 1. Akasia Acacia mangium 2. Balam Palaqium sp. 3. Cempedak Artocarpus integer 4. Durian Durio zibethinus 5. Jambu-jambu Syzygium cliviflorum 6. Kandis Garcinia parvifolia 7. Kelat Eugenea sp. 8. Mahang Macaranga gigantea 9. Medang Litsea odorivera 10. Mampening Querqus lucida 11. Mandarahan Knema laurina 12. Meranti Shorea sp. 13. Meranti Kunyit Shorea sp. 14. Meranti Sarang Semut Shorea pinanga 15. Petai Hutan Parkia speciosa 16. Putat Barringtonia reticulata 17. Putat Batu Barringtonia sp.

6 8 Tabel 1 (Lanjutan) 18. Renghas Gluta renghas 19. Sendok-sendok Endospermum diadenum 20. Sungkai Peronema canescens 21. Toap Artocarpus sp. Sumber: Agustian (2007) Menurut Leckagul dan McNeely (1977) gajah di alam mengkonsumsi makanan sebanyak 250 kg/hari/ekor. Menurut Sukumar (2003) seekor gajah dewasa menghabiskan hijauan pakan sebanyak 4% dari berat tubuhnya, sementara gajah betina yang sedang menyusui dapat menghabiskan hijauan pakan sebanyak 6 % dari berat tubuhnya. 2.5 Perilaku Makan dan Minum Gajah Sumatera Gajah sumatera termasuk satwa pemakan rumput (grazer), semak (browser), daun (folifor), dan pemakan buah (frugifor). Gajah mengambil makanannya dengan cara direnggut, dipatahkan dan dirobohkan. Gajah mengambil makanan dengan belalainya, selain itu dapat pula dibantu dengan gading, dahi, kaki depan, dan mulut. Pada saat gajah makan, gajah merenggut makanannya, tidak semua dimasukkan ke mulut namun ditebarkan ke tempat lain atau kepunggungnya sendiri. Terkadang gajah untuk mendapatkan makanannya merobohkan pohon untuk mengambil daun muda dari pohon tersebut, sehingga seringkali tempat makan gajah cenderung rusak (WWF 2005). Gajah merupakan mamalia terestrial yang aktif baik di siang maupun malam hari. Sebagian besar dari mereka aktif dari 2 jam sebelum petang sampai 2 jam setelah fajar untuk mencari makan. Gajah mencari makan sambil berjalan di malam hari selama jam/harinya. Gajah bukan satwa yang hemat terhadap pakan sehingga cenderung meninggalkan banyak sisa makanan bila masih terdapat makanan yang lebih baik (WWF 2005). Pada saat berendam di sungai, gajah minum dengan mulutnya. Pada sungai yang dangkal atau di rawa gajah menghisap dengan belalainya. Gajah mampu menghisap sebanyak 9 liter air dalam satu kali isap (WWF 2005). Menurut Ciszek (1999) gajah sumatera membutuhkan air sekitar galon atau sekitar 140

7 9 liter air per ekor dalam sehari dan tidak dapat hidup jauh dengan sumber air. Gajah melakukan aktivitas minum menggunakan belalainya, dengan cara menghisap atau menyedot air lalu menuangkan kedalam mulutnya, namun apabila ia sedang berendam, gajah akan menggunakan mulutnya untuk minum (Supartono 2007). Ketika sumber-sumber air mengalami kekeringan, gajah dapat melakukan penggalian air sedalam cm di dasar-dasar sungai yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya (WWF 2005). 2.6 Palatabilitas Palatabilitas merupakan hasil keseluruhan faktor-faktor yang menentukan sampai dimana tingkat suatu pakan menarik bagi satwa. Palatabilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor satwa itu sendiri, fase pertumbuhan dan kondisi pakan, kesempatan satwa untuk memilih pakan lainnya, tatalaksana serta pemupukan hijauan (Ivins 1952 dalam McIlroy 1976). Pengukuran palatabilitas dapat dilakukan dengan studi lapangan yaitu mengamati jenis yang dimakan satwa dan melalui pengamatan langsung cara makan satwa tersebut (Trippense 1948 dalam Damanik 2003 dalam Anugrah 2007). Pengelompokan makanan berdasarkan palatabilitas, ketersediaan bahan makanan dan kadar gizi dapat digolongkan menjadi bahan makanan disukai, bahan makanan pokok, bahan makanan dalam keadaan darurat, bahan makanan pengisi/tambahan, dan bahan makanan yang tidak dimakan (Leopold et al dalam Sectionov 1999). Berdasarkan pemilihan jenis tumbuhan pakan dalam habitatnya, gajah sumatera memiliki pola pemilihan pakan (a) permanent (mengkonsumsi jenis makanan yang sama sepanjang tahun) (b) pemakan semak/perdu, browser pada musim kemarau dan (c) pemakan rumput/herba, graze pada musim hujan (Abdullah 2008). 2.7 Biomassa dan Daya Dukung Habitat Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering tanur per unit area. Komponen biomassa di atas permukaan tanah merupakan bagian yang terbesar dari jumlah biomassa. Tumbuhan banyak menyimpan karbon pada bagian

8 10 atas permukaan tanah dan hanya sebagian kecil yang tersimpan di akar. Karbon atau zat arang adalah salah satu unsur yang terdapat dalam bentuk padat maupun cairan di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, atau dalam bentuk gas di udara atau atmosfer. Daya dukung suatu habitat dapat diestimasi berdasarkan biomassa dari vegetasi. Dengan mengetahui jumlah biomassa dari suatu habitat maka dapat diketahui jumlah gajah yang dapat ditampung. Gajah sumatera membutuhkan makanan yang sangat banyak, yaitu kg biomassa per hari untuk setiap ekor gajah atau 5-10% dari berat badannya (WWF 2005). Kebutuhan gajah sebesar 1,5% bahan kering dari bobot badan per hari (Sukumar 2003). 2.8 Desain Pengelolaan Pakan Gajah Sumatera Pengelolaan satwaliar merupakan suatu ilmu dan seni yang memanipulasikan adanya perubahan dan interaksi antara habitat dengan populasi satwaliar untuk mencapai tujuan pengelolaan yang sudah ditetapkan, yaitu agar mereka dapat hidup dan berkembangbiak secara normal (Giles 1969 dalam Alikodra 2002). Habitat mempunyai peranan penting untuk mendukung kehidupan satwaliar. Kuantitas dan kualitasnya perlu dijaga kelestariannya, sehingga tetap berfungsi sebagai tempat mencari makan, minum, berkubang, tidur, istirahat, berlindung, dan berkembangbiak. Sesuai dengan kepentingannya, teknik pengelolaan habitat dapat dibedakan menjadi pengelolaan sumber makanan (pakan satwa liar), pengelolaan sumber-sumber air dan pengelolaan tempat-tempat berlindung serta bersarang. Upaya dalam pengelolaan pakan biasanya berupa peningkatan kualitas dan kuantitas (Alikodra 2002). Desain pengelolaan pakan gajah bertujuan untuk membangun, memelihara (maintenance), memperbaiki (improvement), atau menciptakan serta memantau dan mengevaluasi kondisi optimal vegetasi pakan gajah sumatera baik jumlah, mutu, keanekaragaman jenis maupun preferensi sesuai keperluan satwa untuk bisa hidup dan berkembangbiak (Anugrah 2007). Teknik manajemen yang tepat secara ekologis meliputi pilihan/penentuan teknik manajemen, kapan, dimana, dan bagaimana melakukannya. Beberapa syarat penting yang perlu mendapat perhatian di dalam pengelolaan (tumbuhan)

9 11 pakan satwa, yakni (1) cukup, artinya jumlah pakan yang tersedia harus dapat memenuhi kebutuhan satwa, (2) sempurna, artinya mutu pakan harus sesuai yang diperlukan, yaitu mengandung semua jenis zat makanan yang diperlukan, serta tidak mengandung zat yang beracun atau dapat mengganggu, (3) disukai (palatable atau preference), pakan harus disukai karena betapapun pakannya banyak tersedia dan bermutu tinggi tetapi jika tidak disukai, tentu tidak akan banyak gunanya, (4) kontinyu, selalu tersedia sepanjang waktu, dan (5) nonkompetitif artinya pakan untuk satwa tidak atau kurang memiliki persaingan dengan jenis satwa lain (Mas ud dan Prayitno 1997). 2.9 Arboretum PT Arara Abadi PT Arara Abadi adalah perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dan merupakan Group Sinar Mas Forestry (SMF) di Perawang-Riau, yang mengelola Hutan Tanaman Industri (HTI). Perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi pulp and paper sehingga memiliki hutan yang cukup luas dengan tanaman industri utama yaitu Akasia dan Eucalyptus. Dalam pengelolaannya PT Arara Abadi menyisihkan beberapa kawasan untuk dijadikan kawasan lindung, salah satu kawasan lindung tersebut terletak di tengah-tengah kawasan HTI yang kerap disebut dengan Arboretum. Arboretum ini merupakan salah satu kawasan yang dilindungi yang berperan penting sebagai pelindung sistem penyangga sumber daya hutan dan air (FED Sinar Mas 2007). Arboretum PT Arara Abadi diartikan sebagai tempat tanaman atau budi daya tumbuhan berkayu, bukan hanya pohon yang ditanam tetapi juga tanaman herbal dan bunga yang ditujukan sebagai koleksi dan konservasi tumbuhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arboretum diartikan sebagai tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Arboretum PT Arara Abadi dijadikan sebagai sarana pendidikan, penelitian, edukasi-rekreasi alam dalam pelestarian sumberdayanya. Arboretum tersebut memiliki luas ± 173 ha, yang terletak di Desa Mandi Angin, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak. Pembangunan dan pengelolaan arboretum ini dimulai pada tahun 1998 (FED Sinar Mas 2007).

10 12 Menurut peruntukan tata ruangnya merupakan kawasan lindung yang dikelola untuk mencegah kegiatan-kegiatan yang dapat merusak kondisi kawasan seperti penebangan kayu, pembukaan lahan, dan pembakaran lahan. Arboretum ini memiliki kondisi yang baik dan unik, di dalamnya terdapat keanekaragaman hayati flora dan fauna yang dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan lingkungan (FED Sinar Mas 2007).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di dunia di kenal dua jenis gajah yaitu gajah afrika (Loxodonta. (1984), ada tiga anak jenis gajah asia yaitu Elephas maximus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di dunia di kenal dua jenis gajah yaitu gajah afrika (Loxodonta. (1984), ada tiga anak jenis gajah asia yaitu Elephas maximus 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Gajah Sumatera 1. Klasifikasi Gajah Sumatera Di dunia di kenal dua jenis gajah yaitu gajah afrika (Loxodonta africana) dan gajah asia (Elephas maximus). Menurut Seidensticker

Lebih terperinci

DESAIN PENGELOLAAN PAKAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) DI ARBORETUM PT. ARARA ABADI PROPINSI RIAU BETRIAROZA

DESAIN PENGELOLAAN PAKAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) DI ARBORETUM PT. ARARA ABADI PROPINSI RIAU BETRIAROZA DESAIN PENGELOLAAN PAKAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck 1847) DI ARBORETUM PT. ARARA ABADI PROPINSI RIAU BETRIAROZA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Gajah di dunia terdapat dua jenis yaitu gajah asia (Elephas maximus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Gajah di dunia terdapat dua jenis yaitu gajah asia (Elephas maximus) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) 1. Klasifikasi Gajah Gajah di dunia terdapat dua jenis yaitu gajah asia (Elephas maximus) dan gajah afrika (Loxodonta africana). Gajah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar terdapat di hutan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia dan endemik di pulau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia dan endemik di pulau 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Gajah sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia dan endemik di pulau Sumatera, klasifikasi gajah sumatera menurut Fowler dan Mikota (2006): Kerajaan Filum Kelas

Lebih terperinci

A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)

A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus) Gajah Sumatera merupakan sub spesies dari Gajah Asia ( Elephas maximus) yang diperkenalkan Temminck dengan nama ilmiah Elephas maximus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beruang Madu (Helarctos malayanus) Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di beberapa negara bagian Asia Tenggara dan Asia Selatan, yaitu Thailand,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada 20 buah petak contoh di Arboretum PT Arara Abadi diperoleh jumlah tumbuhan bawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

Mengamati Kehidupan Hewan

Mengamati Kehidupan Hewan 8 Mengamati Kehidupan Hewan Ketekunan adalah ciri seorang pembelajar. Berhubungan dengan hal ini, kamu akan mengamati benda melalui kegiatan menulis dan membaca. Belajar Apa di Pelajaran 8? Mengenal isi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi kemampuan meringkas wacana merupakan kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi kemampuan meringkas wacana merupakan kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keterampilan meringkas tidak bisa tercipta sendiri begitu saja tanpa melalui proses. Keterampilan ini tumbuh dan berkembang akibat adanya proses yang berulang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya juga memiliki

Lebih terperinci

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan

memuat hal yang mendasari kegiatan penelitian. Rumusan masalah permasalahan yang diteliti dan pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian berisikan BAB I. PENDAHU LUAN BAB I. PENDAHULUAN Hal pokok yang disajikan dalam bagian ini yaitu : (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan peneltian, dan (4) manfaat penelitian. Latar belakang memuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 1. Akar tumbuhan selalu tumbuh ke bawah. Hal ini dipengaruhi oleh... Cahaya matahari Tekanan udara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo Sejarah Kawasan

IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo Sejarah Kawasan 18 IV. KONDISI UMUM 4.1. Taman Nasional Tesso Nilo 4.1.1. Sejarah Kawasan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo mulanya dikenal sebagai kawasan hutan langgam yang difungsikan sebagai Hutan Produksi terbatas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W)

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hutan merupakan tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Badak Jawa Di dunia terdapat lima jenis badak, badak hitam (Diceros bicornis), badak putih (Ceratotherium simum), badak india (Rhinoceros unicornis),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI Indonesia terdiri atas pulau-pulau sehingga disebut negara kepulauan. Jumlah pulau yang lebih dari 17.000 buah itu menandakan bahwa Indonesia merupakan suatu wilayah yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, bekerja sama dan di bawah program

Lebih terperinci

INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR A. Latar Belakang dan Dasar Pelaksanaan Kebakaran pada Kawasan Hutan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 2. Foto Objek Fokal Orangutan Dalam Penelitian Individu jantan dewasa Individu jantan remaja Individu betina dewasa Individu betina dewasa bersama anaknya Lampiran

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk 122 VI. PEMBAHASAN UMUM Perluasan TNGH (40.000 ha) menjadi TNGHS (113.357 ha) terjadi atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitar TNGH, terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa juta tahun yang lalu, jauh sebelum keberadaan manusia di daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup nenek moyang kera besar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu adalah gunung yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini mempunyai ketinggian 3265 m.dpl. Gunung Lawu termasuk gunung dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Sebaran Hotspot Tahunan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penggunaan api, iklim, dan perubahan tata guna

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci