BAB VIII KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORETIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VIII KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORETIK"

Transkripsi

1 253 BAB VIII KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORETIK 8.1. Kesimpulan Sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya, penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Penerimaan khalayak media massa online terhadap kampanye hitam pada Pilpres 2014 yang bersifat heterogen dipengaruhi oleh latar belakang ideologi politik, status sosial, faktor kultural, pengalaman masa lalu, dan karakter keluarga. Sebagaimana karakter informan penelitian ini yang sejak awal sengaja dipilih informan yang bervariasi latar belakangnya. Dari aspek ideologi politik mengacu pada pemahaman ideologi politik aliran karena di Yogyakarta hal ini masih fenomenal. Akan tetapi, terkait dengan dukungan Pilpres 2014 karakter politik aliran tidak begitu termanifestasi secara tegas seperti karakternya dalam Pemilu Legislatif. Konstituen Pilpres 2014 lebih longgar keterikatan ideologi politiknya, dan yang menonjol hanya pada isu Islam politik yang lebih syariat, Islam tradisional-kulturalis, dan nasionalis. Meskipun demikian, isu primordialisme masih cukup mewarnai dalam isi pesan kampanye Pilpres 2014 melalui media online, seperti perbedaan agama, ras, dan paham ideologi komunisme. Isu ini direproduksi untuk menegaskan kehadirannya dalam wacana publik.

2 Faktor Ideologis Isu primordialisme tersebut lebih banyak disebarkan oleh kubu KMP yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta, dengan terus menyerang bahwa Jokowi bukan Islam, ada keturunan Cina, dan berpaham komunis. Penghembusan isu ini khas dilakukan oleh kelompok Islam politik yang lebih menghendaki terintegrasinya negara dan agama, atau lebih sering dikenal sebagai partai politik berasas Islam, seperti PKS, PPP, dan sedikit banyak juga PAN yang memang merupakan bagian dari KMP. Terhadap isu bahwa Jokowi beragama Kristen, khalayak ternyata juga beragam penerimaannya mengikuti keragaman latar belakang ideologi kepartaian dan keormasan. Bagi khalayak yang secara ideologis lebih Islamis seperti PKS, PPP, dan PAN misalnya, mereka cukup sensitif terhadap isu kadar keislaman seorang calon Presiden. Demikian pula khalayak yang memiliki latar belakang keormasan seperti Muhammadiyah, FPI, HTI, dan KAMI. Jadi ketika media massa online menghembuskan isu yang meragukan keislaman Jokowi, maka semakin mempertegas penolakannya terhadap Capres tersebut. Kelompok ini juga sangat sensitif terhadap isu ideologi komunis dan rasialis-kecinaan. Bagi kelompok Islamis, soal kadar keislaman Capres adalah sangat penting, karena bagi mereka senantiasa menggunakan pertimbangan keterwakilan umat Islam, yang secara kuantitas memang mayoritas. Kelompok ini tidak rela jika bangsa Indonesia yang 90 persen memeluk Islam dipimpin oleh nonmuslim atau orang yang diragukan keislamannya. Oleh karena itu,

3 255 kelompok ini di samping sensitif dengan isu muslim-nonmuslim, juga memainkannya sebagai instrumen mempengaruhi konstituen. Ketika khalayak ini menerima terpaan isu bahwa Jokowi beragama Kristen, mereka begitu percaya dan sangat kecewa, sehingga mempertegas penolakan terhadap pencalonan Jokowi sebagai Capres. Setidaknya khalayak kategori kelompok ini semakin meragukan kadar keislaman Jokowi, meskipun berulangkali juga mendapat terpaan yang menetralisir isu tersebut. Khalayak yang berafiliasi pada ormas seperti Muhammadiyah sangat sensitif terhadap kristenisasi. Rivalitas terhadap gerakan zending agama Kristen di Yogyakarta sudah berlangsung sejak berdirinya Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan. Paham kemuhammadiyahan yang ditanamkan melalui berbagai institusi strategis seperti lembaga pendidikan dan keluarga, terus berhasil memelihara sikap kritis terhadap gerakan kristenisasi. Setidaknya berkembang persepsi bahwa Jokowi atau PDIP sering dianggap oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah dekat dengan orang Kristen. Bahkan mereka beranggapan bahwa Jokowi dan PDIP akan dimanfaatkan oleh orang-orang Kristen untuk kepentingan penyebaran agama Kristen. Demikian pula ketika menerima isu rasialis bahwa Jokowi adalah keturunan Cina juga sangat sensitif. Kelompok Islamis sangat resah terhadap isu tersebut dan karena itu semakin menolak pencalonan Jokowi sebagai Capres. Terutama dari kelompok Muhammadiyah sangat gelisah dengan dominasi etnis Cina terhadap sektor perekonomian. Bagi Muhammadiyah dominasi ekonomi oleh etnis Cina adalah mempersempit peluang berdagang bagi Islam modernis. Kultur berdagang sangat berkembang di kalangan umat Islam yang berafiliasi

4 256 kepada ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, LDII, Majelis Tafsir Al Qur an (MTA) dan lain-lain yang bergerak di bidang perdagangan. Kelompok ini meyakini Hadist Nabi yang mengatakan bahwa 9 dari 10 rejeki yang diberikan Tuhan adalah berdagang. Oleh karena itu kelompok ini memiliki rivalitas tinggi terhadap etnis Cina karena sama-sama bergerak di bidang perdagangan. Dengan demikian, ketika Jokowi mendapat kampanye negatif yang diisukan berketurunan Cina, semakin mendapat penolakan terhadap pencalonan Jokowi sebagai presiden. Setidaknya mereka begitu percaya terhadap cara kampanye negatif melalui media massa online yang memaparkan secara rinci logika bahwa Jokowi adalah keturunan Cina. Sementara itu reaksi berbeda datang dari kalangan konstituen PDIP, Partai Nasdem, Hanura, dan juga PKB. Pandangan dari pemilih PDIP menanggapi semua isu primordial yang diekspose oleh media massa online, sama sekali menolaknya. Bagi pendukung PDIP dan juga Nasdem serta Hanura, semua kampanye negatif yang ditujukan terhadap Jokowi ditanggapi sebagai kebohongan. Isu bahwa Jokowi beragama Kristen, komunis, dan ada keturunan Cina tidak begitu dipedulikan, dalam arti tetap mendukungnya. Kelompok ini meyakini bahwa kampanye seperti itu memang sengaja dihembuskan oleh kubu KMP untuk mendiskreditkan Jokowi, sehingga tidak mempercayainya. Konstituen partai pendukung KIH senantiasa bersikap selektif terhadap isi pesan kampanye negatif yang dilakukan oleh kubu KMP melalui media massa online. Menarik adalah penerimaan khalayak yang memiliki latar belakang politik sebagai pendukung PKB. Meskipun PKB juga masuk dalam kategori

5 257 Partai berbasis umat Islam, terutama dari kalangan Islam tradisionalis; akan tetapi cukup kritis terhadap isu primordialisme yang dihembuskan melalui kampanye negatif. Mereka tidak begitu percaya bahwa Jokowi adalah beragama Kristen dan memiliki garis keturunan Cina. Penerimaan konstituen PKB terhadap kampanye negatif melalui media massa online, sepanjang menyangkut primordialisme, disikapi secara kritis atau setidaknya bersikap permisif. Bahkan terhadap isu bahwa Jokowi adalah komunis, konstituen PKB tidak mempercayainya, meskipun secara historis Islam tradisionalis, yaitu umat NU, memiliki riwayat konfliktual dengan gerakan komunis pada tahun Penerimaan selektif terhadap kampanye negatif yang menggunakan isu primordialisme juga ditunjukkan oleh konstituen Parpol pendukung KMP, seperti Golkar dan bahkan juga Partai Gerinda sendiri. Konstituen dari kedua Parpol tersebut tidak begitu percaya dengan isu yang mendiskreditkan Jokowi melalui isu primodialisme. Kelompok ini mempertanyakan kebenaran isu tersebut, dan tidak cenderung percaya terhadap anggapan yang berkembang bahwa Jokowi adalah seorang komunis, beragama Kristen, dan keturunan Cina. Meskipun mereka ini menyatakan tidak mendukung pencalonan Jokowi sebagai presiden, tetapi pertimbangan yang digunakan adalah bukan isu primordial. Mereka lebih menggunakan pertimbangan yang lebih rasional, yaitu aspek kompetensi dan sumber daya yang dimiliki oleh Prabowo sebagai calon presiden. Bagi konstituen Partai Golkar dan Gerinda, memilih Prabowo lebih karena dianggap lebih mampu memimpin negara ini ketimbang Jokowi; bukan karena faktor-faktor agama, ras, maupun ideologi komunis. Jadi karakter

6 258 penerimaan kelompok ini lebih kritis ketika mendapat terpaan kampanye negatif. Lantas bagaimana penerimaan dari khalayak media massa online yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta ketika menyikapi kampanye negatif yang diekspose detik.com berisi tentang isu pelanggaran HAM, bertangan besi, dan bangkrut yang tercermin pada sosok Prabowo. Secara umum kelompok ini juga menyadari bahwa semua itu memang merupakan kampanye negatif yang bertujuan mendeskriditkan atau melakukan pembunuhan karakter terhadap Prabowo, yang tujuannya adalah menggagalkan pencalonannya sebagai presiden. Apa pun yang diekspose detik.com menurut konstituen yang condong ke kubu KMP adalah upaya untuk membuat citra negatif seorang Prabowo. Ketika menerima isu bahwa Prabowo pernah melakukan pelanggaran HAM ketika masih aktif menjadi tentara pada era Orde Baru, para konstituen yang pro KMP cenderung tidak begitu mempedulikannya. Umumnya mereka memang tidak begitu menolak terhadap tujuan itu, tetapi selalu berargumen bahwa itu adalah masa lalu yang tidak perlu diungkit lagi. Terhadap isu bahwa Prabowo bangkrut atau tidak membayar pajak terkait dengan berbagai perusahaannya, penerimaan khalayak yang pro KMP cenderung tidak peduli. Bahkan sebagian sering berargumen bahwa isu semacam itu hanyalah cara untuk menjatuhkan citra Prabowo. Sedangkan khalayak yang pro kubu KIH cenderung membenarkan isu tersebut, bahwa Prabowo memang pelanggar HAM ketika masih menjadi tentara pada era Orde Baru. Isu tentang Prabowo berperan penting dalam penciptaan

7 259 kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan Solo oleh kubu KIH cenderung memperoleh pembenaran. Atau paling tidak, isu semacam itu telah membuat semakin memperkuat penolakannya sebagai calon presiden, dan sebaliknya memperkuat dukungannya terhadap pasangan Jokowi-JK. Juga berkembang kekhawatiran atas gaya kepemimpinan yang cenderung keras, bertangan besi, otoriter, dan semaunya sendiri terus berkembang di kalangan khalayak pendukung KIH jika kelak kemudian hari memimpin negara ini. Semua itu merupakan reaksi penerimaan atas terpaan media massa online yang berisi kampanye negatif. Setiap pesan kampanye hitam yang diekspose media massa online baik okezone.com maupun detik.com, oleh komunitas netizen diangkat menjadi wacana dan kemudian diseleksi menurut interpretasi masing-masing. Pesan tidak diterima begitu saja sebagaimana yang ditransmisikan oleh media massa Faktor Lembaga Keluarga Proses penerimaan kampanye negatif juga mengalami seleksi dari latar belakang keluarga. Tampaknya keberadaan keluarga sebagai penanam dan sosialisasi nilai cukup menjadi rujukan ketika menseleksi sebuah pesan kampanye negatif melalui media massa online. Ketika mendapat isu tentang keterkaitan Jokowi dengan komunisme, sebagian netizen merujuknya terhadap nilai yang ditanamkan keluarga. Bagi keluarga Islamis dan dari kalangan keluarga TNI, isu komunis begitu sensitif. Ada informan yang mengaku bahwa oleh ayahnya langsung diminta tanpa resep harus memilih Prabowo karena ia berasal dari keluarga tentara. Namun informan ini mencoba bersikap selektif,

8 260 dan terus mencoba untuk mempertimbangkan aspek lain dalam memilih pasangan calon presiden Artinya, bahwa di kalangan keluarga TNI, secara otomatis mendukung pencalonan Prabowo sebagai presiden, sehingga ketika menerima terpaan kampanye negatif tentang Prabowo praktis tidak berpengaruh. Keluarga tentara juga cenderung sensitif terhadap isu komunis, sehingga ketika Jokowi diisukan melalui kampanye negatif tersangkut komunis, maka keluarga tentara cenderung resisten. Nilai yang tertanam melalui institusi keluarga cenderung mengontrol perilaku memilih, sehingga isi pesan kampanye negatif melalui media massa online lebih digunakan sebagai penguat atas nilai yang telah ada sebelumnya. Terutama itu di kalangan usia muda yang tidak begitu tertarik pada isu politik, maka ketika memilih lebih karena mengikuti kehendak keluarga. Memang ada informan yang mengaku lebih bebas dalam memilih pasangan calon pada Pilpres Bahkan ada informan yang mengaku bahwa antara istri dan suami memiliki calon pasangan sendiri-sendiri yang berbeda. Akan tetapi, khalayak seperti itu lebih banyak datang dari mereka yang telah memiliki budaya politik partisipan dan lebih melek politik. Terkait dengan isu HAM itu, pada sisi lain juga berkaitan dengan pengalaman masa lalu bagi informan yang pernah mempunyai pengalaman buru. Sejumlah informan yang mengaku memiliki pengalaman tidak mengenakkan, atau pernah mengetahui dengan mata kepala sendiri atas kekerasan yang dilakukan oleh tentara, terbukti juga sensitif dengan isu HAM. Ketika menyaksikan peristiwa pada kerusuhan 1998, pengalaman itu sekaligus menjadi referensi untuk pertimbangan pilihan. Bahkan informan ini mengaku bahwa

9 261 keluarganya kurang suka dengan perilaku tentara yang mengedepankan kekerasan. Jadi menurut informan ini ekspose media tentang isu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Prabowo adalah pembenaran atas pengalaman yang pernah diperoleh. Jadi ketika media memberitakan tentang pelanggaran HAM oleh calon presiden, maka kelompok netizen yang sebelumnya punya pengalaman buruk dengan TNI, merasa mendapatkan penguatan dari media. Sementara itu informan dari keluarga santri juga mengaku lebih banyak merujuk pada nilai-nilai keluarga ketika menerima isu komunisme. Peran keluarga cukup dominan dalam menyikapi isi pesan yang mengandung paham komunis. Tafsir yang berkembang atas isu Jokowi adalah komunis, maka keluarga santri langsung mengaitkannya dengan peristiwa Jadi ini lebih disebabkan karena nilai yang ditanamkan dari orangtua yang sempat mengalami peristiwa tersebut. Bahkan juga ada yang mengaitkannya dengan dominan Cina. Jika komunis menang, maka itu artinya sama dengan mengundang Cina menjajah Indonesia. Namun demikian, generasi muda tetap berusaha bersikap otonom ketika menerima pesan kampanye negatif. Meskipun orangtuanya menganjurkan atas nilai dan pengalaman yang dipunyai ketika harus menjatuhkan pilihan terhadap pasangan calon, tetapi informan muda cenderung mempertimbangkan aspek lain. Oleh karena itu, ketika menerima terpaan kampanye negatif atas pasangan calon presiden yang dihembuskan oleh media massa online, mereka ini berusaha menyikapinya secara kritis, atau paling tidak berusaha bersikap selektif.

10 262 Sementara bagi keluarga yang memiliki latar belakang komunis, memang lebih cenderung memilih Jokowi, sehingga ketika mendapat terpaan kampanye negatif dari kedua kubu yang bersaing melalui media massa online, cenderung merujuk pada pengalaman yang tidak mengenakan. Selama era Orde Baru keluarga komunis mendapat perlakuan tidak adil, banyak mendapat ejekan, diskriminasi, dan ditutup peluangnya untuk masuk ke birokrasi pemerintah. Bagi keluarga komunis, kebanyakan memiliki pengalaman traumatik dengan tentara yang memperlakukan dengan penuh kekerasan. Oleh karena itu, ketika mendapat terpaan isu tentang pelanggaran HAM yang dilakukan Prabowo, maka netizen yang berlatarbelakang komunis ini semakin mempertegas penolakannya. Dengan demikian, latar belakang keluarga dan pengalaman buruk dengan tentara adakalanya mengurangi sikap kritis terhadap pesan kampanye negatif, meskipun kemudian juga mempertegas sikap sebelumnya. Oleh karena itu, isu pelanggaran HAM bagi netizen yang memiliki latar belakang keluarga komunis, merupakan isu sensitif Faktor Kultural Terhadap isu kultural, seperti berkembangnya anggapan bahwa hanya sosok orang yang berkultur priyayi yang patut memimpin bangsa, juga mendapat respons beragam. Dalam kubu KMP terus dihembuskan kampanye negatif, bahwa sosok Jokowi adalah tidak wangun sebagai presiden, karena bukan berkultur priyayi. Dalam konstruksi kelompok berkultur priyayi, sosok presiden harus gagah, rupawan, dan berpenampilan menarik. Karena itu sosok

11 263 Jokowi selalu dianggap tidak pantas menjadi presiden, berwajah ndeso, culun, dan kurang rupawan. Atau secara kultural Jokowi adalah sosok orang berkultur abangan, yang hanya pantas menjadi kawula. Dalam kubu KMP juga diwacanakan bahwa yang patut menjadi presiden adalah sosok prajurit atau berlatar belakang militer. Prabowo adalah seorang militer dan memiliki penampilan gagah, cukup rupawan, dan pantas secara fisik menjadi presiden. Konstruksi ideal bahwa presiden Indonesia harus dari kalangan militer memang sudah cukup lama berproses, terutama mengalami intensitas tinggi pada era Orde Baru. Melalui politik otoriter sentralistik, pada era ini ditetapkan semacam kriteria bahwa yang menjadi pemimpin dari presiden, gubernur, bupati/wali kota adalah militer. Dikotomi kepemimpinan sipil-militer ini sengaja diciptakan demi supremasi militer. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kemudian Prabowo lebih dianggap pantas untuk menjadi presiden ketimbang Jokowi atas alasan politik penampilan. Bagi pendukung KIH, kampanye negatif yang bias militer dan priyayi tersebut mendapat perlawanan secara masif, dan kemudian mengkritisi pesan tersebut. Salah satu manifestasinya malah justru menjadi khalayak fanatik pendukung Jokowi. Semakin Jokowi direndahkan, entah identik dengan wong ndeso, culun, dan ora wangun, maka semakin menguatkan dukungannya pada pasangan Jokowi-JK. Berkembang semacam perasaan empatik terhadap tokoh yang mendapat perlakuan perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh media melalui kampanye negatif.

12 264 Begitulah singkatnya penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, penerimaan khalayak media massa online terhadap kampanye hitam pada Pilpres 2014 tidak homogen, tetapi sangat beragam bergantung pada latar belakang ideologi politik, status sosial, faktor kultural, pengalaman masa lalu, dan karakter keluarga. Kedua, kepercayaan khalayak media massa online terhadap pesan kampanye hitam bervariasi, dalam arti ada yang percaya terhadap isu-isu negatif yang disebarkan, tetapi jua ada yang sama sekali tidak percaya bergantung latar belakang sosio-kultural dan preferensi politiknya. Ketiga, kampanye hitam melalui media baru secara umum tidak berpengaruh terhadap persepsi khalayak media massa online, malah menguatkan kondisi preferensi politik khalayak yang sudah ada yang memang sudah terbelah menjadi dua kubu pendukung masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden. Artinya, khalayak yang berada dalam posisi dominanhegemonik, praktis tidak terpengaruh oleh pesan dan isu yang disebarkan melalui kampanye hitam. Keempat, khalayak dalam menerima pesan dan isu kampanye hitam melalui media massa online tidak bersifat individual sebagaimana karakter khalayak media baru, tetapi khalayak menerimanya secara kolektif terikat oleh kelompok rujukan ideologi politik dan nilai sosio-kultural yang disosialisasikan melalui lembaga keluarga Refleksi Teoretis Mencermati hasil penelitian ini dalam hubungannya dengan teori yang digunakan ada beberapa argumen yang dapat dieksplorasi. Tesis Morley yang

13 265 mengatakan bahwa ada perbedaan besar antara pembaca ideal yang diusulkan dalam model strukturalis dengan cara para anggota audiens aktual berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, tercermin dalam perilaku penerimaan khalayak media massa online terhadap kampanye negatif melalui media massa online. Menurut Morley bahwa audiens bukanlah semata-mata subyek pasif, yang tertipu oleh wacana media dan meresponsnya secara apa adanya seperti yang dikehendaki komunikatornya juga memiliki relevansi dengan studi ini. Khalayak media massa onlinesebagaimana temuan penelitian ternyata memiliki daya seleksi ketika menerima pesan kampanye negatif yang dilancarkan oleh keduabelah pihak yang berkompetisi. Setiap informan memberikan argumentasi bahwa seluruh pesan yang disampaikan melalui kampanye negatif tidaklah netral, tetapi bertujuan untuk mengendalikan opini khalayak. Asumsi media massa mampu mengontrol khalayak secara total, tidaklah terbukti sebab khalayak media online memiliki daya kritis yang cukup mengurangi pengaruh media. Setiap informasi dan pesan yang terkandung dalam kampanye negatif akan senantiasa dikonfirmasikan kepada nilai ideologi, nilai kultural, kesepakatan keluarga, dan pengetahuan yang dimilikinya. Jadi khalayak media massa online cenderung bersikap aktif ketika diterpa oleh kampanye negatif. Sementara itu, pandangan kaum strukturalis di sini bukan berarti tidak berlaku. Sebagaimana temuan penelitian ini, bahwa komunitas netizen dalam posisinya sebagai khalayak media massa online ternyata tidaklah otonom terhadap struktur. Meskipun bersikap kritis terhadap struktur pesan media

14 266 massa, tetapi ketika meresepsi pesan kampanye negatif ternyata juga masih menggunakan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap struktur. Seorang informan dari kubu KIH misalnya, ketika memaknai isu primordial seperti agama atau ras, terbukti harus merujuk pada struktur partai politiknya atau nilai dalam struktur keluarga. Begitupun yang terjadi dalam khalayak pendukung KMP, ketika memaknai pesan pelanggaran HAM yang dilakukan Prabowo akan dikonfirmasikan kepada struktur nilai yang terkandung dalam partai politiknya. Jadi temuan itu juga senada dengan argumen antirepresentasi sebagaimana dikatakan oleh Rorty tentang ketidakmenentuan bahasa, bahwa tidak ada item linguistik yang merepresentasikan item nonlinguistik (Rorty, 1991: 2). Ia berpendapat bahwa tidak ada hilikopter besar alat yang bisa mengangkat kita ke luar dari keyakinan sehingga bisa berada pada suatu sudut pandang di mana kita melihat relasi keyakinan tersebut dengan realitas (Rorty, 1991: 9). Apa yang ditunjukan oleh khalayak media massa online memang mengandung sikap kritis sebagaimana ia memproduksi makna secara polisemik. Akan tetapi, sikap kritis itu bukanlah datang dari ruang murni, melainkan merupakan konsekuensi logis dari terpaan nilai-nilai sebelumnya yang mereka peroleh dari proses penanaman nilai melalui institusi keluarga, ideologisasi pada parpol, ataupun terpaan wacana lainnya. Jadi tidak ada khalayak yang bebas murni merepresentasikan dirinya tanpa terpaan nilai sebelumnya. Posisi studi ini sebagaimana temuan-temuan lapangan--tidak seperti argumen studi resepsi ekstrim yang berargumen bahwa khalayak aktif murni ketika menerima pesan media. Tetapi lebih berposisi sebagai studi khalayak

15 267 yang skeptik, dalam arti tidak ada representasi murni dalam khalayak ketika menerima pesan media. Namun demikian, juga tidak berposisi sebagai studi resepsi yang secara ekstrim mengikuti antirepresentasi, sebab bagaimana pun khalayak juga terbukti memiliki kemampuan memproduksi makna sebagai hasil dari prinsip identitas cair dan ambigu. Artinya, terdapat juga khalayak yang tidak secara fanatik berdiri dari satu nilai atau ideologi, melainkan bersifat cair, ralasional, dan mendua, ketika meresepsi pesan kampanye negatif pada Pilpres Hasil penelitian ini dalam hal tertentu juga sesuai dengan tesis Ien Ang yang argumen sentralnya adalah bahwa para penonton Dallas secara aktif terlibat di dalam produksi makna dan kesenangan, yang termanifestasi dalam berbagai bentuk yang tidak dapat direduksi menjadi struktur teks, efek ideologis, atau pun proyek politis. Ada sikap kritis yang berkembang dalam pandangan penonton terhadap tayangan televisi. Di sinilah kemudian Ang menemukan bahwa Dallas di mata penonton menyodorkan realisme emosional yang oleh penonton dibaca dalam dua level, yaitu level denotatif dan konotatif. Menonton Dallas, seperti program lainnya, adalah sebuah proses selektif, membaca melintasi teks dari denotasi hingga konotasi, merangkaikan pemahaman kita akan diri di dalam dan di luar narasi. Dalam penelitian ini khalayak media massa online dalam menerima kampanye negatif juga bersikap kritis. Para pembaca berita okezone.com dan detik.com juga menyodorkan realisme emotional yang oleh khalayak media massa online dibaca dalam dua level denotatif dan konotatif. Pembaca ketika

16 268 menerima terpaan kampanye negatif, mula-mula mengikuti makna yang terkandung dalam struktur teks. Akan tetapi tidak berhenti disitu, proses pemaknaan selanjutnya masuk dalam level konotatif, dalam arti ketika menerima pesan kampanye negatif selalu dikritisi bahwa teks tersebut memiliki konteks. Pada level ini pembaca kemudian terlihat mulai bersikap kritis bahwa teks tersebut tidak netral, melainkan mengandung kepentingan para penyebar isu kampanye negatif. Temuan penelitian ini juga berhimpit dengan argumen studi konsumsi massa kritis yang berbeda dengan argumen analisis tekstual. Dikatakan bahwa khalayak adalah pencipta kreatif makna, membawa kompetensi kultural yang telah dimiliki untuk membaca teks kultural. Khalayak tidak dipandang sebagai penerima pasif budaya melainkan sebagai produsen aktif dari dalam konteks budayanya sendiri. Kendati ekonomi politik dan analisis tekstual membentuk bagian dari penelitian tentang kekuasaan industri budaya, namun mereka tidak menentukan signifikansi kultural ataupun menilai kekuasaan yang dimiliki khalayak aktif sebagai produsen makna (Barker, 2000: 361). Sedangkan jika didialogkan dengan teori yang dekemukan oleh Hall, yaitu tentang encoding-decoding, juga terdapat kesesuaian. Menurut Hall produksi makna tidak memastikan adanya konsumsi makna itu sebagaimana yang dikehendaki oleh pengode karena pesan-pesan televisi, yang dikonstruksi sebagai sistem tanda dengan komponen penekanan yang beraneka ragam, bersifat polisemik. Singkatnya, pesan-pesan televisi mengandung berbagai makna dan dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda. Demikian pula

17 269 dalam kampanye negatif yang disebarkan oleh media massa online, bahwa konsumsi makna tidak seperti yang dikehendaki oleh pengodenya, karena pesan kampanye ternyata juga bersifat polisemik. Pesan-pesan kampanye negatif mengandung berbagai makna dan dapat diinterpretasikan dengan cara yang berbeda, bergantung pada karakter khalayak yang ternyata beragam. Berkaitan dengan tesis Hall tentang tiga posisi pendekodean (decoding):encoding/decoding dominan-hegemonik yang menerima makna yang dikehendaki ; kode yang dinegosiasikan yang mengakui adanya legitimasi kode hegemonik secara abstrak namun membuat aturannya dan adaptasinya sendiri berdasarkan atas situasi tertentu; kode oposisional di mana orang memahami encoding (penulisan kode) yang lebih disukai namun menolaknya dan men-decode (memecahkan kode) dengan cara sebaliknya; penelitian ini menunjukkan kesesuaian, tetapi sekaligus juga menyodorkan beberapa keunikan. Pada posisi khalayak yang masuk dalam kategori dominan-hegemonik, ternyata masing-masing kubu menyodorkan karakternya yang berbeda. Pada kubu KMP khalayak masuk kategori ini justru datang dari mereka yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi, terutama dari kalangan khalayak afiliasi politiknya ke PKS dan anggotan keormasan islamis. Khalayak ini begitu menerima seperti yang dikonstruksikan media jika menyangkut pesan kampanye negatif yang berkaitan dengan isu primordial tertuju pada Jokowi. Sementara itu hal yang sama juga terjadi pada pendukung KIH yang berafiliasi pada PDIP dan berlatar belakang keluarga komunis. Mereka begitu percaya dan menerima apa

18 270 adanya pesan media yang berisi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Prabowo. Mereka percaya bahwa Prabowo memang pelanggar HAM dan terlibat pada peristiwa kerusuhan Begitulah, penelitian ini menunjukkan bahwa sejumlah tesis yang selama ini disodorkan dalam studi-studi resepsi tidak semuanya sesuai dengan fenomena khalayak dengan latar belakang sosio-kultural yang berbeda. Meskipun demikian, sepertinya sulit menemukan khalayak yang memiliki kesadaran kritis penuh yang bersifat otonom bebas dari referensi kognitif. Boleh jadi benar, tesis dalam tradisi Marxian dan neomarxian yang meyakini bahwa tidak ada representasi dalam khalayak, sekalipun itu khalayak aktif. Terdapat polarisasi khalayak dalam menerima kampanye hitam melalui media massa online, yaitu pendukung KMP di satu sisi, dan pada sisi lain khalayak yang mendukung KIH. Akan tetapi jika dilihat lebih dalam keterbelahan khalayak itu sudah jauh lebih dulu terjadi, dan bahkan relatif sudah mapan polarisasinya berbasis politik aliran, yaitu antara khalayak yang orientasi alirannya ke islamis dan nasionalis. Polarisasi khalayak berbasis politik aliran ini kemudian masing-masing menjadi semacam cheerleader atau pesorak bagi dua kubu yang berkontestasi dalam momen Pilpres 2014, dan mereka masingmasing itu juga cenderung mencari media massa pilihannya sendiri. Sebagaimana asumsi teori efek media, bahwa media mempunyai kemampuan kuat mengkonstruksi identitas khalayak, maka khalayak memiliki kecenderungan mencari media yang mengkonstruksinya tersebut. Dalam proses selanjutnya, paling tidak media terus berfungsi sebagai pemelihara identitas

19 271 khalayak, sehingga media memiliki konstribusi signifikan dalam penguatan identitas khalayak. Dalam konteks ini, khalayak islamis misalnya, akan cenderung membaca Harian Republika; sementara khalayak nasionalis cenderung membaca Harian Kompas. Namun demikian sekecil apa pun khalayak yang terpolarisasi berbasis politik aliran itu tetap memiliki kadar kontestasi antarkubu, setidaknya menjadi bagian dari kontestasi antara pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Hanya saja memang persaingannya bukan sekadar didorong oleh soal pro Jokowi atau pro Prabowo, melainkan persaingan khalayak yang polaritatif tersebut karena kontestasi itu lebih bersifat ideologis atau berbasis politik aliran. Dengan demikian kontestasi khalayak dalam konteks pertarungan pasangan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta lebih bersifat tentatif atau kesementaraan, sedangkan yang lebih permanen atau mapan adalah kontestasi khalayak berbasis ideologi atau politik aliran. Adalah benar bahwa kedua kubu khalayak tersebut pada prinsipnya mencari media massa yang sesuai dengan preferensi politik dan kulturalnya masing-masing, sehingga keterlibatan kontestatif di antara keduanya relatif tidak intens. Akan tetapi ketika kedua kubu khalayak tersebut meresepsi kampanye hitam pada momen politik Pilpres 2014, kadar kontestasi semakin terasa sebagaimana terekspresi pada pandangan, penyikapan, dan bahkan perilaku memilihnya. Bagi khalayak yang pro pada kubu KMP akan terus membantah pemberitaan detik.com yang mengandung kampanye hitam terhadap pasangan Prabowo-Hatta, sekaligus membenarkan pemberitaan kampanye hitam yang

20 272 dilakukan oleh okezone.com terhadap kubu KIH yang mengusung pasangan Jokowi-JK. Namun demikian, sebagaimana temuan dalam penelitian ini, bahwa ada juga khalayak yang bersikap aktif berbasis kesadaran kritis, sehingga keluar dari pengaruh politik aliran ketika menerima pesan kampanye hitam dari kedua media massa online tersebut. Biasanya jenis khalayak seperti ini, lebih bersifat individual ketimbang institusional. Persoalannya adalah mengapa polarisasi khalayak ke dalam dua kubu tersebut relatif mapan? Dalam konteks khalayak politik di Indonesia, kemapanan polarisasi itu antara lain karena masih berlakunya politik aliran. Meskipun kemunculannya bersifat pasang-surut bergantung pada sistem politik yang sedang berlangsung, tetapi secara laten politik aliran itu masih kuat keberadaannya. Ketika masa pemerintahan Soekarno misalnya, politik aliran ini menguat atau pasang, sebagaimana tercermin pada polarisasi khalayak politik yang bisa dibaca pada peta politik hasil Pemilu Sementara itu pada masa Orde Baru, politik aliran mengalami surut karena negara tampil begitu kuat melakukan tekanan terhadap praktik politik aliran. Semuanya serba dikontrol negara, sehingga kehidupan sosial-politik bersifat monolitik, tidak ada ruang untuk ekspresi politik beragam berbasis aliran. Sedangkan pada era pasca Orde Baru, politik aliran menguat kembali sebagaimana tercermin pada hasil Pemilu Dengan demikian, polarisasi khalayak sebagaimana terjadi pada momen politik Pilpres 2014 pada prinsipnya sudah terstruktur oleh politik aliran. Polarisasi khalayak berbasis politik aliran ini semakin menguat jika merespons

21 273 isu-isu sensitif seperti agama, ideologi komunis, dan sekarang juga isu etnik dan ras. Bersamaan dengan itu, pembelahan khalayak yang mapan tersebut semakin menguat ketika dimainkan oleh elite untuk perebutan kekuasaan. Inilah yang sering disebut sebagai praktik politik identitas, yang sering kali oleh elite secara sengaja dimainkan untuk menggalang dukungan khalayak dalam upaya berebut negara. Di sinilah kemudian identitas nasionalis dan islamis mendapatkan momentum untuk saling berkontestasi sebagaimana termanifestasi pada pembelahan khalayak ketika Pilpres Sebagai implikasinya bukan saja khalayak yang mengkonstruksi media dan kemudian juga menggunakannya secara kreatif, tetapi juga kekuatan politik mengkonstruksi media untuk kemudian menggunakannya sebagai alat kampanye hitam. Jadi di sini bukan perkara khalayak memberikan dukungan terhadap kubu Jokowi atau Prabowo, tetapi perkara cara berpikir khalayak yang sudah terkerangkai (framing) oleh ideologi dan agama. Jadi yang radikal dalam khalayak di sini adalah cara berpikirnya, yang sudah terstruktur oleh politik aliran, oleh karena itu polarisasi khalayak ini relatif mapan, dan senantiasa muncul dalam setiap momen politik besar seperti Pilpres, bukan saja Pilpres 2014, tetapi juga besar kemungkinan akan mewarnai pada Pilpres selanjutnya. Secara hierarkis bisa dikatakan, bahwa media dikonstruksi oleh khalayak aktif, dan selanjutnya khalayak distrukturkan oleh politik aliran. Jadi dapat dikatakan bahwa, media memang dikonsumsi secara kreatif dan aktif oleh khalayak, akan tetapi posisi khalayak aktif itu tetap dalam tanda petik, yaitu bukan khalayak otonom berkesadaran kritis, namun khalayak yang terkerangkai

22 274 oleh sebuah ideologi atau politik aliran. Jadi tesis yang bisa diajukan adalah, bahwa dalam penerimaan terhadap pesan media, tidak ada khalayak aktif yang terbebas dari referensi kognitifnya; atau penerimaan khalayak terhadap pesan media memang tidak mengikuti pola decoding berbanding lurus dengan encodingnya, tetapi mengikuti pola berbanding lurus dengan referansi kognitif atau ideologinya. Tesis tersebut barangkali bisa menjadi bahan pertimbangan menarik jika diletakan pada konteks politik Indonesia kontemporer yang menginginkan terjaganya identitas keindonesiaan terbuka melampaui isu primordialisme. Justru di tengah menguatkan kehendak untuk tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang plural, demokratis, dan anti SARA, tetapi fakta menunjukkan bahwa polarisasi khalayak berbasis politik aliran masih menguat. Di tengah kehendak membangun Indonesia yang toleran, inklusif, dan anti primordialistik, tetapi fakta menunjukkan bahwa politik identitas masih terus menguat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kemapanan konstruksi identitas berbasis ideologi dan agama, muncul dalam momen-momen politik seperti Pilpres 2014, Pilkada DKI 2017, dan besar kemungkinan pada Pilpres yang akan datang. Semua itu menjadi pekerjaan besar bagi upaya membangun Indonesia demokratis, menjaga identitas keindonesiaan terbuka, dan masyarakat kewargaan. Sementara itu pada level global juga terjadi kecenderungan yang sama, yaitu di tengah kehadiran postmodernisme yang menyuarakan berakhirnya ideologi besar, tetapi fakta menunjukkan bahwa gerakan ideologis, kebangkitan

23 275 politik kanan, populisme, dan konservatisme juga terus terjadi di seluruh dunia. Bahkan Eropa Barat, Amerika Serikat, dan Australia yang selama ini dikenal sebagai benua perintis dan pelopor demokrasi, saat ini sedang mengalami kebangkitan gerakan-gerakan eksklusif. Dunia yang terus didorong bergerak menuju masyarakat inklusif tampaknya sedang mengalami titik balik.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Dinamika politik Indonesia kontemporer peran politik aliran masih mewarnai

BAB VII PENUTUP. Dinamika politik Indonesia kontemporer peran politik aliran masih mewarnai BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Dinamika politik Indonesia kontemporer peran politik aliran masih mewarnai kompetisi politik kepartaian untuk meraih kekuasaan. Pada awal kemerdekaan, politik aliran sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara demokrasi pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga rekomendasi bagi PKS. Di bagian temuan, akan dibahas tentang penelitian terhadap iklan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai media massa baik elektronik maupun cetak semua menyajikan

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai media massa baik elektronik maupun cetak semua menyajikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi membuat informasi mudah di akses dengan cepat tanpa harus menunggu lama. Hal tersebut yang membuat internet menjadi pilihan banyak masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 A. Perilaku Pemilih Dan Pilpres 2014 Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam bab ini disarikan kesimpulan penelitian Analisis Wacana Kritis Iklan Kampanye Partai Politik Pemilu 2009. Secara tekstual, penggunaan kosakata, gaya bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa (Effendy, 2003: 407).

I. PENDAHULUAN. pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa (Effendy, 2003: 407). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu, peneliti-peneliti komunikasi massa telah menyadari betapa kuatnya peran media komunikasi dalam membentuk pikiran masyarakat. Media komunikasi memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Tanggal 15 Februari 2017 merupakan pesta demokrasi bagi sebagian masyarakat di Indonesia yang melaksanakan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah

Lebih terperinci

PKB 4,5%, PPP 3,4%, PAN 3,3%, NASDEM 3,3%, PERINDO

PKB 4,5%, PPP 3,4%, PAN 3,3%, NASDEM 3,3%, PERINDO PRESS RELEASE HASIL SURVEI ELEKTABILITAS PARPOL ORKESTRA: ELEKTABILTAS GERINDRA UNGGUL ATAS PDIP ELEKTABILITAS JOKOWI MASIH TERTINGGI PUBLIK RESPON BAIK KINERJA PEMERINTAH Hasil survei nasional yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bernegara. Kepercayaan agama tidak hanya

Lebih terperinci

2016 PERSEPSI PEMIRSA TENTANG OBJEKTIVITAS BERITA DI KOMPAS TV

2016 PERSEPSI PEMIRSA TENTANG OBJEKTIVITAS BERITA DI KOMPAS TV BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu karakteristik komunikasi massa adalah feedback yang tertunda atau delayed, sehingga komunikator membutuhkan waktu untuk mengetahui tanggapan atau

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1. Kesimpulan Melalui berbagai serangkaian aktivitas pelacakan data dan kemudian menganalisisnya dari berbagai perspektif, beberapa pernyataan ditawarkan dalam uraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi digulirkan akhir Mei 1998, kebebasan media massa di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pemberitaan media tidak lagi didominasi

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan. Rakyat dilibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perpolitikan di Indonesia mengalami perkembangan pesat bila ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas pada saat ini. Beraneka ragam partai politik yang bersaing

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan 1 BAB VI KESIMPULAN Sebagaimana proses sosial lainnya, proselitisasi agama bukanlah sebuah proses yang berlangsung di ruang hampa. Ia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang pemilihan presiden yang digelar pada 9 Juli 2014, para kandidat

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang pemilihan presiden yang digelar pada 9 Juli 2014, para kandidat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjelang pemilihan presiden yang digelar pada 9 Juli 2014, para kandidat capres mulai berlomba melakukan kampanye dengan berbagai cara dan melalui berbagai media.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil dan pembahasan kajian kritis tentang media sosial, pola komunikasi politik dan relasi kuasa dalam masyarakat kesukuan Flores dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa adalah pemilik peran penting dalam menyampaikan berbagai informasi pada masyarakat. Media komunikasi massa yaitu cetak (koran, majalah, tabloid), elektronik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada hal yang berbeda pada pelaksanaan pilpres tahun 2014, dimana kita

I. PENDAHULUAN. Ada hal yang berbeda pada pelaksanaan pilpres tahun 2014, dimana kita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ada hal yang berbeda pada pelaksanaan pilpres tahun 2014, dimana kita semua tahu bahwa pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua kubu koalisi partai politik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

Pemerintah Baru, Masalah Lama Kamis, 04 September :12 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 04 September :49

Pemerintah Baru, Masalah Lama Kamis, 04 September :12 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 04 September :49 Pada 21 Agustus 2014 Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan dan gugatan pihak Prabowo-Hatta, baik gugatan mengenai rekapitulasi suara oleh KPU maupun gugatan menyangkut pelanggaran pelaksanaan

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism,

Lebih terperinci

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, produksi wacana mengenai PKI dalam berita

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setiap media, didalamnya mengandung sebuah pesan akan makna tertentu. Pesan tersebut digambarkan melalui isi dari media tersebut, bisa berupa lirik (lagu), alur cerita (film),

Lebih terperinci

GOLKAR PASCA PUTUSAN MENKUMHAM. LSI DENNY JA Desember 2014

GOLKAR PASCA PUTUSAN MENKUMHAM. LSI DENNY JA Desember 2014 GOLKAR PASCA PUTUSAN MENKUMHAM LSI DENNY JA Desember 2014 Golkar Pasca Putusan Menkumham Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) telah mengeluarkan keputusan bahwa pemerintah tak bisa menentukan apakah Munas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DPR atau MPR. Karena pergantian sistem pemerintahan, banyak wajah wajah

BAB I PENDAHULUAN. DPR atau MPR. Karena pergantian sistem pemerintahan, banyak wajah wajah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak tumbangnya rezim Soeharto pada tahun 1998, Indonesia mengalami masa reformasi, dimana rakyat bisa terlibat langsung dalam aktivitas politik di DPR atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena pemilih pemula selalu menarik untuk didiskusikan pada setiap momen pemilihan umum baik nasional maupun di daerah. Jumlah mereka yang sangat besar bagaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan politik di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat, diawali dengan politik pada era orde baru yang bersifat sentralistik dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental (Adinda Tenriangke Muchtar, Arfianto Purbolaksono The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research) http://www.shnews.co/detile-28182-gelombang-efek-jokowi.html

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, media kampanye politik juga terus berkembang. Mulai dari media cetak, seperti: poster, stiker, dan baliho. Media

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di Studi Kasus: Kontestasi Andi Pada Pilkada Kabupaten Pinrang 1 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan yang menyajikan interpretasi saya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

Paska PAN Gabung Pemerintah LSI DENNY JA SEPTEMBER 2015

Paska PAN Gabung Pemerintah LSI DENNY JA SEPTEMBER 2015 Paska PAN Gabung Pemerintah LSI DENNY JA SEPTEMBER 2015 Paska PAN Gabung Pemerintah Dalam seminggu ini, publik dan elite politik dikejutkan dengan sikap Partai Amanat Nasional (PAN) yang mendadak menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan salah satu partai politik dengan basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004 mengalami

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif Mei 2014 Head to Head Jokowi-JK Vs Prabowo-Hatta dan Kampanye Negatif Geliat partai politik dan capres menggalang koalisi telah usai. Aneka

Lebih terperinci

yang sangat penting, selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan perkembangan internet, maka publik dapat mengakses ber

yang sangat penting, selain aspek lain seperti ketepatan dan keakuratan data. Dengan kemunculan perkembangan internet, maka publik dapat mengakses ber BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tiara Ayudia Virgiawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tiara Ayudia Virgiawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia mengalami transisi dari masa otoritarianisme ke masa demokrasi pascareformasi tahun 1998. Tentunya reformasi ini tidak hanya terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL oleh : Timbul Hari Kencana NPM. 10144300021 PROGRAM

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI

PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI Agustus 2014 1 Pilkada oleh DPRD Dinilai Publik Sebagai Penghianatan Partai Mayoritas publik menolak hak politiknya untuk memilih secara langsung

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Karakteristik demografi pemilih yang mencakup usia antara 20-49 tahun, berpendidikan SLTA dan di atasnya, memiliki status pekerjaan tetap (pegawai negeri sipil, pengusaha/wiraswasta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v i DAFTAR ISI Daftar isi... i Daftar Tabel....... iv Daftar Gambar... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 12 C. Tujuan Penelitian... 12 D. Kegunaan Penelitian... 12 II.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014 1 Rebutan dukungan di 5 Kantong Suara Terbesar (NU, Muhammadiyah, Petani, Buruh, dan Ibu Rumah Tangga) Empat puluh hari

Lebih terperinci

2015 STRATEGI PARTAI ISLAM D ALAM PANGGUNG PEMILIHAN PRESID EN DI INDONESIA TAHUN

2015 STRATEGI PARTAI ISLAM D ALAM PANGGUNG PEMILIHAN PRESID EN DI INDONESIA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Partai politik sebagai kekuatan politik mempunyai hak dan bagian dalam setiap pemilihan umum. Pada setiap partai politik menganut ideologinya masing-masing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai politik di Provinsi Lampung terhadap wacana pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, media massa merupakan tempat penyalur aspirasi atau pikiran masyarakat yang berfungsi untuk memberikan informasi dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia setiap 5 tahun sekali mempunyai agenda besar dalam pesta demokrasinya dan agenda besar tersebut tak lain adalah Pemilu. Terhitung sejak tahun 2004

Lebih terperinci

Caroline Paskarina. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Caroline Paskarina. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Pemilu itu Apa? Secara prosedural, pemilu adalah mekanisme untuk melakukan seleksi dan rotasi kepemimpinan politik Secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 98 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Berdasarkan data penelitian yang tersaji dalam bab sebelumnya, peneliti bisa mengatakan bahwa khalayak dalam penelitian ini yakni: pemilih pemula, pemilih dewasa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Film Senyap mengungkapkan bahwa komunis merupakan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi saat peristiwa pemberantasan komunis 1965 yang dampaknya masih terasa

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demokrasi merupakan suatu sistem yang mengatur pemerintahan berlandaskan pada semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan sistem demokrasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berangkat dari teori konstruksionis, analisis resepsi tentang Gafatar tersebut melihat 2 hal yaitu berita tentang Gafatar yang ditulis oleh media online merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun ini merupakan tahun demokrasi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Rosihan Arsyad dalam Sinar Harapan online pun menyatakan bahwa tahun 2014 adalah tahun

Lebih terperinci

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA BAB V KESIMPULAN Media massa di Indonesia berkembang seiring dengan bergantinya pemerintahan. Kebijakan pemerintah turut mempengaruhi kinerja para penggiat media massa (jurnalis) dalam menjalankan tugas

Lebih terperinci

Pemilu 2014, Partai Islam Bakal 'Keok'

Pemilu 2014, Partai Islam Bakal 'Keok' Pemilu 2014, Partai Islam Bakal 'Keok' TEMPO.CO 15 Oktober 2012 Lihat Foto TEMPO.CO, Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia memprediksi nasib partai Islam pada Pemilu 2014 bakal melemah.»partai dan tokoh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

KONSTRUKSI PEMIMPIN NASIONAL DALAM SURAT KABAR HARIAN KOMPAS. (Analisis Framing Laporan Jajak Pendapat KOMPAS dengan Topik

KONSTRUKSI PEMIMPIN NASIONAL DALAM SURAT KABAR HARIAN KOMPAS. (Analisis Framing Laporan Jajak Pendapat KOMPAS dengan Topik 1 KONSTRUKSI PEMIMPIN NASIONAL DALAM SURAT KABAR HARIAN KOMPAS (Analisis Framing Laporan Jajak Pendapat KOMPAS dengan Topik Kepemimpinan Nasional Periode 2009-2012) Ignatius Eggi Reza Putra / Mario Antonius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 172 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam skripsi yang berjudul Peta

Lebih terperinci

MENYIMAK PEMBERITAAN PARTAI POLITIK DI MASA KAMPANYE TERBUKA (16 Maret 1 April 2014)

MENYIMAK PEMBERITAAN PARTAI POLITIK DI MASA KAMPANYE TERBUKA (16 Maret 1 April 2014) RILIS HASIL MEDIA MONITORING MENYIMAK PEMBERITAAN PARTAI POLITIK DI MASA KAMPANYE TERBUKA (16 Maret 1 April 2014) www.theindonesianinstitute.com LATAR BELAKANG Di masa kampanye terbuka, media massa menjadi

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas tinggi seiring dengan terjadinya kebebasan pers yang dimulai sejak

BAB I PENDAHULUAN. intensitas tinggi seiring dengan terjadinya kebebasan pers yang dimulai sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pemberitaan media massa di Indonesia meningkat dengan intensitas tinggi seiring dengan terjadinya kebebasan pers yang dimulai sejak munculnya Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri media di Indonesia yang kini berorientasi pada kepentingan modal telah menghasilkan suatu konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan, yaitu berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada bingkai sosok Jokowi sebagai Presiden dalam pemberitaan setahun pemerintahan pasangan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan Jusuf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca reformasi bangsa kita sudah berhasil melaksanakan pemilihan umum presiden yang di pilih langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses pengambilan hak suara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah

Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah LSI DENNY JA Oktober 2014 Mayoritas Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah Kalah lagi dalam pemilihan pimpinan MPR, Koalisi Jokowi-JK (Koalisi Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas,

BAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas, BAB V KESIMPULAN Politisasi identitas Betawi dilakukan oleh Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas, yaitu dengan penggunaan pakaian yang

Lebih terperinci

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD September 2014 Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada Oleh DPRD Bandul RUU Pilkada kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2014 lalu merupakan tahun yang cukup penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun tersebut bertepatan dengan dilaksanakan pemilihan umum yang biasanya

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan

BAB 7 PENUTUP. dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan BAB 7 PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dalam bab ini, saya akan akan mengambarkan ikhtisar temuan-temuan dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan ini dari sudut metodologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wakil presiden dipilih oleh MPR dan anggota-anggotanya dipilih melalui

BAB I PENDAHULUAN. wakil presiden dipilih oleh MPR dan anggota-anggotanya dipilih melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilu yang bersifat demokratis di Indonesia terwujud untuk pertama kalinya pada tahun 1999. Di mana rakyat dapat memilih sendiri wakil-wakil lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat,

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci