PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PAKAN BUATAN TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL IKAN NILA MERAH Oreochromis sp.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PAKAN BUATAN TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL IKAN NILA MERAH Oreochromis sp."

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PAKAN BUATAN TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL IKAN NILA MERAH Oreochromis sp. INGGRIKA REMALIA EVANGELISTA KABAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PAKAN BUATAN TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL IKAN NILA MERAH Oreochromis sp. adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2010 INGGRIKA R. E. KABAN C

3 RINGKASAN INGGRIKA REMALIA EVANGELISTA KABAN. Pengaruh Pemberian Aromatase Inhibitor Melalui Pakan Buatan terhadap Keberhasilan Sex Reversal Ikan Nila Merah Oreochromis sp. Dibimbing oleh ODANG CARMAN dan AGUS OMAN SUDRAJAT. Pengarahan kelamin ikan nila merah menjadi berjenis kelamin jantan dapat dilakukan dengan menggunakan aromatase inhibitor (AI) dosis tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh aromatase inhibitor yang diberikan melalui pakan buatan terhadap populasi monoseks jantan ikan nila merah Oreochromis sp. Penelitian dilaksanakan di Balai Budidaya Air Tawar Jambi, pada bulan Maret sampai Agustus Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan yaitu penyemprotan pakan dengan AI dosis 1.500, 1.750, dan mg/kg pakan, serta kontrol negatif (tanpa penyemprotan) dan positif (menggunakan 17-α methyl testosteron). Akuarium ukuran 60x50x40 cm diisi 60 ekor larva yang diberi perlakuan selama 5 hari setelah hari kedua kuning telur habis. Larva dipelihara selama 2 minggu di dalam akuarium dan diberi pakan buatan berupa tepung, kemudian dipindahkan ke hapa ukuran 85x85x100 cm dalam kolam berukuran 30x17x1,25 m dan dipelihara selama 6 minggu dan diberi pakan sesuai feeding rate sebelum kemudian dicek rasio jantan betinanya. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan AI mg/kg pakan menghasilkan persentase jantan terbesar yaitu 97,0 % bila dibandingkan dengan perlakuan AI lainnya (87,7 % untuk AI dosis mg/kg pakan dan 93,1 % untuk AI dosis mg/kg pakan) maupun kontrol negatifnya yang hanya menghasilkan persentase jantan sebesar 64,6 %. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perlakuan AI dosis mg/kg pakan menghasilkan persentase jantan yang berbeda nyata dengan kontrolnya. Dosis AI mg/kg pakan direkomendasikan sebagai dosis paling efektif untuk menggantikan hormon 17-α methyl testosteron.

4 PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PAKAN BUATAN TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL IKAN NILA MERAH Oreochromis sp. INGGRIKA REMALIA EVANGELISTA KABAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 Judul Nama Mahasiswa : Pengaruh Pemberian Aromatase Inhibitor melalui Pakan Buatan terhadap Keberhasilan Sex Reversal Ikan Nila Merah Oreochromis sp. : Inggrika R. E. Kaban Nomor Pokok : C Program Studi Departemen : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya : Budidaya Perairan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Odang Carman Dr. Agus Oman Sudrajat Ketua Anggota NIP NIP Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP Tanggal Lulus : 7 Januari 2010

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena dengan penyertaan-nya penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Pengaruh Pemberian Aromatase Inhibitor melalui Pakan Buatan Terhadap Keberhasilan Sex Reversal Ikan Nila Merah Oreochromis sp.. Penelitian ini dilakukan di Balai Budidaya Air Tawar Jambi mulai bulan Maret sampai Agustus Penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Odang Carman selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Agus Oman Sudrajat selaku pembimbing II atas segala bimbingan dan waktu yang disediakan bagi penulis untuk pembuatan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Ediwarman, M. Si dan Bapak Syofan, S. ST. Pi selaku pembimbing lapangan atas bantuan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian. 3. Bapak Kepala Balai Budidaya Air Tawar Jambi serta seluruh staf dan karyawan atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di balai ini, bantuan, kerjasama, persahabatan, serta nasihat-nasihat bagi penulis. 4. Seluruh staf pengajar Departemen Budidaya Perairan atas ilmu yang telah dibagikan kepada penulis, baik yang bersifat akademik maupun nonakademik. 5. Keluargaku tercinta, Popi, Momi, Tesa KreachKreach, dan Virgy Urnyauww atas kasih sayang, kekeluargaan, persahabatan, dorongan, semangat, dukungan doa, moril serta materi. 6. Ratna Dewi, Arga Wawang Artanto, Kak Demin, teman-teman BDP 42 lainnya, serta seluruh teman-teman BDP, baik kakak kelas ataupun adik kelas, atas segala bantuan, dukungan, serta kebersamaan dan persahabatannya. Harapan penulis, semoga nantinya tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Bogor, Januari 2010 Penulis

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Medan, 14 Juli 1987, dari ayah Jamaran Kaban dan ibu Renu I. Meliala. Pendidikan formal diselesaikan tahun 1999 di SD Methodist I Medan, kemudian di SLTP St. Thomas I Medan lulus tahun 2002, dan SMU St. Thomas I Medan lulus tahun Penulis melanjutkan pendidikan tinggi ke Institut Pertanian Bogor tahun 2005 melalui Jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis mengambil Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sebagai kuliah mayor dan sebagai kuliah minornya ialah Teknologi Penangan dan Transportasi Biota Perairan. Selama kuliah di IPB, penulis pernah aktif dalam organisasi sebagai koordinator acara Persekutuan Fakultas Persekutuan Mahasiswa Kristen (PF PMK) 2007/2008 dan anggota tetap PMK. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan Akuakultur di Balai Budidaya Laut (BBL) Batam pada bulan Juli - Agustus Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian di Balai Budidaya Air Tawar Jambi, dan menulis skripsi yang bejudul Pengaruh Pemberian Aromatase Inhibitor melalui Pakan Buatan terhadap Keberhasilan Sex Reversal Ikan Nila Merah Oreochromis sp..

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN xi xii Latar belakang Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp Diferensiasi kelamin dan sex reversal Aromatase dan aromatase inhibitor... 6 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Alat dan bahan Wadah Alat Ikan uji Methylene blue Aromatase inhibitor Pakan buatan Alkohol Metode penelitian Pengadaan larva Rancangan perlakuan Prosedur perlakuan Pembuatan pakan perlakuan Pengamatan Pertumbuhan Tingkat kelangsungan hidup Rasio kelamin Kualitas air Parameter yang diuji Analisis data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tingkat kelangsungan hidup ikan uji selama pemberian pakan AI Persentase jantan, tingkat kelangsungan hidup, dan rasio pertumbuhan spesifik ikan nila merah Oreochromis sp. selama pemeliharaan Bobot dan panjang rata-rata ikan nila merah Oreochromis sp Data kualitas air Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 26

9

10 DAFTAR TABEL Halaman Karakteristik imidazole... 7 Tingkat kelangsungan hidup selama 5 hari perlakuan Persentase jantan, tingkat kelangsungan hidup, dan laju pertumbuhan spesifik ikan nila merah selama pemeliharaan Data kualitas air di awal dan akhir perlakuan pakan dan selama pemeliharaan

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Ikan nila merah Oreochromis sp Perbedaan urogenital ikan nila merah jantan dan betina Histogram tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp. di akhir pemberian pakan perlakuan selama 5 hari Histogram persentase jantan ikan nila merah Oreochromis sp. di akhir pemeliharaan Histogram tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp. di akhir pemeliharaan Histogram SGR ikan nila merah Oreochromis sp. selama pemeliharaan Grafik bobot tubuh ikan tiap perlakuan selama pemeliharaan Grafik panjang tubuh ikan tiap perlakuan selama pemeliharaan... 17

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp Persentase jantan ikan nila merah Oreochromis sp Specific growth rate ikan nila merah Oreochromis sp Bobot rata-rata ikan nila merah Oreochromis sp Panjang rata-rata ikan nila merah Oreochromis sp.... Fedding rate yang digunakan selama pemeliharaan... Kandungan nutrisi pakan yang digunakan... Gambar-gambar

13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ikan nila merah, terutama dalam bentuk fillet (potongan daging tanpa tulang), sangat digemari pasar dunia. Warna dagingnya putih bersih, kenyal, dan tebal seperti daging ikan kakap merah. Selain itu, karena merupakan hasil budidaya, pasokannya bisa diperoleh setiap saat tanpa terpengaruh musim. Data Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP), DKP, menunjukkan peningkatan impor nila AS dalam sepuluh tahun terakhir. Impor nila AS pada tahun masing-masing: ton, ton, ton, ton, dan ton (Enny et al., 2009) dan data FAO menyebutkan bahwa total impor Amerika Serikat pada 2007 mencapai ton (Husen, 2009) dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Harga ikan nila merah ini pun cukup menjanjikan bagi para eksportir. Harga 1 kg fillet nila merah di pasar Amerika bisa mencapai US$ 4,5 (Anonim, 2008). Sementara target produksi nila pada tahun 2008 ialah ton dan ton untuk tahun 2009, maka kebutuhan benihnya masing-masing tahun adalah 1,13 miliar dan 1,63 miliar ekor (Enny et al., 2009). Meskipun ikan nila memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, namun usaha budidaya ikan nila merah ini sedikit terganggu oleh keadaan matang gonad yang terlalu cepat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya reproduksi yang tidak dikehendaki sehingga kepadatan populasi tinggi. Kepadatan populasi yang tinggi akan menyebabkan pertumbuhan ikan nila malah terhambat (Varadaraj dan Pandian, 1990). Pada ikan ini juga terdapat fenomena sexual dimorphism dimana laju pertumbuhan ikan jantan lebih baik dibandingkan betinanya sebesar dua kali lipat (Popma dan Masser, 1999). Untuk itu dianjurkan untuk memproduksi ikan nila monoseks jantan sehingga akan lebih menguntungkan. Untuk memproduksi ikan nila monoseks jantan digunakan teknologi maskulinisasi. Pada umumnya proses maskulinisasi ini menggunakan hormon 17 -metiltestosteron, tetapi kemudian hormon ini dilarang penggunaannya di dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No: KEP/20/MEN/2003, karena ternyata bersifat karsinogenik dan tidak ramah lingkungan (dapat menimbulkan pencemaran karena sulit terdegradasi), maka dicari bahan alternatif lainnya yang lebih ramah lingkungan serta tidak berbahaya bagi ikan konsumsi maupun konsumennya. Contreras-Sanchez dan Fitzpatrick (2001)

14 menyatakan bahwa residu anabolik 17 -metiltestosteron masih tertinggal pada sedimen kolam setelah tiga bulan penggunaan pada maskulinisasi benih ikan nila. Residu ini dikhawatirkan dapat menimbulkan ekspos yang tidak diharapkan pada pekerja, ikan dan organisme lain. Aromatase inhibitor merupakan salah satu bahan alternatif pengganti untuk proses maskulinisasi, dimana bahan ini berfungsi menghambat kerja enzim aromatase pada proses sintesis androgen menjadi estrogen selama fase diferensiasi kelamin. Dengan penghambatan tersebut diharapkan ikan yang dihasilkan berjenis kelamin jantan semua karena estrogen yang mengarahkan proses pembentukan kelamin betina itu tidak bekerja. Aromatase inhibitor juga berfungsi untuk menghambat aktivitas enzim aromatase dalam maturasi folikel dan tingkat ovulasi sehingga dapat mencegah kematangan gonad yang terlalu cepat. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Liana (2005), perlakuan aromatase inhibitor dengan dosis mg/kg selama 5 hari menghasilkan persentase jantan tertinggi dibanding kontrol dan dosis lainnya (500 dan mg/l) yaitu sebesar 78,63%. Mengacu pada penelitian tersebut, maka pada penelitian ini, perlakuan selama 5 hari terhadap ikan uji diberikan peningkatan dosis menjadi 1.500, 1.750, dan mg/kg, dengan harapan terjadinya peningkatan persentase jantan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh aromatase inhibitor yang diberikan melalui pakan buatan terhadap populasi monoseks jantan ikan nila merah Oreochromis sp.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila merah sendiri pertama kali didatangkan pada tahun 1981 ke Indonesia dari Filipina. Menurut penelitian, ikan nila merah memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari nila biasa/hitam. Ikan nila banyak dibudidayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya yang bagus di berbagai jenis air, baik air tawar, payau, maupun laut. Kelebihan lainnya ialah ikan ini tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora, mampu mencerna makanan secara efisien, pertumbuhannya relatif cepat, dan tahan terhadap serangan penyakit (Chapman, 1992). Nila merah merupakan hasil persilangan antara dua spesies ikan nila yang berbeda yaitu Oreochromis niloticus dan Oreochromis mossambicus (Durant et al., 1995). Klasifikasi ikan nila merah menurut Linnaeus (1758) dalam Anonim (2009) ialah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Acanthoptherygii Ordo : Perciformes Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis sp. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

16 Ikan ini termasuk jenis ikan yang memelihara telur di dalam mulutnya atau disebut juga mouth brooders. Ikan nila merah mulai memijah pada bobot g, sepanjang tahun, setiap 1,5 bulan sekali. Induk yang paling produktif berbobot antara g. Setiap pemijahan, ikan nila dapat menghasilkan butir telur. Telur yang dikeluarkan oleh nila betina akan dibuahi nila jantan pada substrat, kemudian segera diambil oleh induk betina untuk diinkubasi 6-7 hari di dalam mulutnya. Larva akan menetas di dalam mulut induk betina dan masih memiliki kuning telur. Setelah kuning telur larva habis, larva dapat berenang keluar dari mulut induk untuk mencari makanan sendiri, tetapi larva tersebut masih lemah dan masih di dalam perlindungan induk betina, sehingga ketika ada gangguan larva akan segera diserap induk betina masuk ke dalam mulutnya lagi (Hepher and Pruginin, 1981). Lingkungan optimal untuk pemeliharaan ikan ini ialah sebagai berikut, kandungan O 2 3 ppm; ph 6,5-8,5; suhu C dengan fluktuasi suhu harian tidak lebih dari 15 C; serta kisaran salinitas 0-10 ppt (Popma and Masser, 1999). Untuk membedakan ikan jantan dan betina dapat dilakukan dengan memperhatikan perbedaan bentuk dan sifat kelamin sekunder ikan. Ikan jantan memiliki bentuk tubuh lonjong dengan perut pipih dan dagu kemerah-merahan, warna tubuh cenderung lebih gelap, ujung sirip punggung lebih panjang dari pangkal ekor, genitalnya berupa tonjolan memanjang dan meruncing dimana pada ujungnya terdapat satu lubang pengeluaran air seni dan sperma. Pada induk jantan yang telah matang gonad, ujung-ujung sirip punggung dan ekor tampak lebih merah tua daripada warna bagian tubuh lainnya. Sedangkan ikan nila merah betina memiliki warna tubuh yang cenderung lebih cerah, gerakan yang lebih lamban, dan genitalnya berupa tonjolan membulat (Popma dan Masser, 1999). Nila dapat ditentukan jenis kelaminnya dengan mengamati genital papila yang terletak tepat di belakang anus. Pada ikan nila jantan, genital papilanya hanya memiliki satu lubang untuk pengeluaran urin dan juga sperma. Pada nila betina, telur akan keluar dari lubang yang berbeda dengan lubang pengeluaran urin. Penambahan setetes pewarna seperti methylene blue atau pewarna makanan pada daerah genital akan membantu menunjukkan papila dan bukaannya (Popma dan Masser, 1999).

17 Gambar 2. Perbedaan urogenital ikan nila merah jantan dan betina 2.2 Diferensiasi kelamin dan sex reversal Jenis kelamin individu ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Silverin et al., 2000). Secara genetik, jenis kelamin ditentukan oleh kromosom yang telah terbentuk pada saat pembuahan. Proses diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi suatu jaringan yang definitif. Pada kondisi normal, individu dengan genotipe XX akan berkembang menjadi betina yang memiliki ovari, sedangkan individu dengan genotipe XY akan berkembang menjadi jantan yang memiliki testis. Tetapi dengan perlakuan menggunakan bahan-bahan tertentu, misalnya hormon, maka perkembangan gonad dengan genotipe tersebut dapat diarahkan berlawanan dengan kondisi seharusnya (Park et al., 2004). Pada kondisi ini terjadi pengarahan morfologi jenis kelamin ikan, tingkah laku, serta fungsi pada saat periode kritis dimana otak embrio yang telah terbentuk masih dalam keadaan bipotensial untuk mengarahkan jenis kelamin. Diferensiasi kelamin pada ikan nila terjadi hingga 30 hari setelah penyerapan kuning telur, atau 37 hari setelah menetas (Kwon et al., 2000). Teknologi untuk membalikkan arah perkembangan kelamin menjadi berlawanan seperti tersebut di atas disebut dengan sex reversal. Teknik ini dilakukan pada saat dimulainya diferensiasi kelamin dan berlanjut hingga diferensiasi kelamin terjadi (Devlin, 2002). Dalam teknik ini, fenotipe ikan akan berubah, akan tetapi genotipenya akan tetap seperti semula. Teknik ini mungkin dilakukan karena pada waktu menetas, gonad ikan belum terdiferensiasi secara jelas menjadi jantan atau betina. Tujuan utama dilakukannya sex reversal ialah

18 untuk memperoleh populasi monoseks yang memiliki beberapa manfaat seperti pertumbuhan yang cepat, mencegah pemijahan liar, mendapatkan penampilan yang lebih baik, dan untuk menunjang genetika ikan, yaitu teknik pemurnian ras. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk sex reversal ialah hormon androgen sintetik 17 -metiltestosteron yang memiliki rumus kimia C 20 H 30 O 2, berbobot molekul 302,05 (Martin, 1979). Hormon 17 -metiltestosteron telah diketahui cukup stabil dan efektif diberikan secara oral (Yamazaki, 1983). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian hormon 17 - metiltestosteron mampu mempengaruhi perkembangan gonad beberapa ikan. Hormon ini telah terbukti mampu menghasilkan 100 % jantan pada ikan nila yang diberikan melalui pakan dengan dosis 50 mg/kg pakan serta menghasilkan 98 % ikan nila jantan yang diberikan secara oral melalui pakan dengan dosis hormon 60 mg/kg (Subagyo et al., 1992). Namun karena bersifat karsinogenik dan tidak ramah lingkungan maka perlu dicari bahan alternatif yang lain. 2.3 Aromatase dan aromatase inhibitor Aromatase merupakan enzim kompleks Cytochrome P 450 yang bertanggungjawab pada biosintesis estrogen dan mengkonversi androgen, seperti testosteron dan antostenedione, menjadi estrogen estradiol dan estrone. Aromatase ini terdapat pada ovari, plasenta, uterus, testis, otak, dan jaringan lemak ekstraglandular (Simpson et al., 1997). Menurut Silverin et al. (2000), aktivitas aromatase terdapat di otak yang berpengaruh terhadap pengendalian tingkah laku dan terjadi pada ovari yang berpengaruh terhadap maturasi folikel dan tingkat ovulasi. Aktivitas aromatase ini tinggi pada periode kritis yang memberikan pengaruh terhadap diferensiasi kelamin. Aromatase memegang peranan penting dalam produksi estrogen sehingga menimbulkan efek feminisasi (Smith et al., 1994). Aktivitas aromatase yang tinggi pada larva akan mengarah pada pembentukan ovari, sedangkan aktivitas aromatase yang rendah mengarah pada pembentukan testis. Selain itu peningkatan aktivitas aromatase dan sintesis estrogen selama perkembangan betina berkorelasi dengan waktu diferensiasi dari ovari (D Cotta et al., 2001). Aromatase juga berperan dalam vitelogenesis. Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat kerja enzim aromatase dalam sintesis estrogen, sehingga konsentrasi estrogen menurun dan mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai pengaruh umpan balik

19 (D Cotta et al., 2001). Penurunan konsentrasi estrogen ini mengakibatkan perubahan penampakan hormonal dari betina menjadi menyerupai jantan (maskulinisasi) dan juga dapat menghambat vitelogenesis, sehingga mencegah pematangan gonad yang terlalu cepat. Aromatase inhibitor menghambat aromatase dengan cara menghambat proses transkripsi dari gen-gen aromatase yang menyebabkan tidak terbentuknya mrna sehingga enzim aromatase menjadi tidak ada (Sever et al., 1999), atau dengan cara bersaing dengan substrat alami (testosteron) sehingga aktivitas aromatase tidak berjalan (Brodie et al., 1999). Terdapat dua jenis aromatase inhibitor yaitu aromatase inhibitor steroid dan aromatase inhibitor non steroid. Aromatase inhibitor non steroid (imidazole) lebih efektif dalam menghambat aktivitas aromatase dibandingkan dengan aromatase inhibitor steroid (ATD atau 4-OH-A) (Wozniac et al., 1992). Menurut Anonim (2007), imidazole memiliki sifat biodegradable. Tabel 1. Karakteristik imidazole (Anonim 2007) Nama Bahan Kimia Nama lain Formula kimia Sifat fisik Bentuk Titik didih/titik leleh Kelarutan dalam air Toksikologi Imidazole 1,3-diaza-2,4-cyclopentadience 1,3-diazole Glyoxalin C 3 H 4 N 2 Bubuk kristal berwarna putih kekuningan 256 o C/89-91 o C > 10% Non karsinogenik Periode waktu yang paling sensitif untuk perlakuan aromatase inhibitor adalah 7-14 hari setelah menetas, tetapi masa diferensiasi ikan nila masih terjadi hingga 30 hari setelah penetasan telur (Kwon et al., 2000).

20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini ialah sebagai berikut: Wadah Wadah yang digunakan untuk pemijahan induk adalah bak semen dengan ukuran 8x5x1 m, dan wadah untuk pemeliharaan larva uji selama pemberian AI adalah akuarium dengan ukuran 60x50x40 cm sebanyak 13 buah (2 untuk kontrol negatif, 2 untuk kontrol positif, dan masing-masing 3 akuarium untuk 3 perlakuan AI). Wadah untuk pemeliharaan ikan sampai ikan berumur 2 bulan ialah kolam dengan ukuran 30x17x1,25 m. Selain itu digunakan juga hapa dengan ukuran 85x85x100 cm sebanyak 13 buah untuk pembesaran ikan sampai mencapai ukuran yang tepat untuk bisa dilihat jenis kelaminnya secara visual Alat Alat-alat yang digunakan selama penelitian ini adalah akuarium, sprayer, instalasi aerasi, serokan, selang sifon, sudip, sendok, nampan, botol pakan, gelas ukur, timbangan digital, ember, DO meter, ph meter, termometer, magnetic stirrer, spektrofotometer, dan kamera digital Ikan uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila merah hasil pemijahan alami yang dipelihara mulai dari larva sampai ikan berumur 2 bulan. Ikan uji yang digunakan sebanyak 60 ekor untuk tiap perlakuan. Sedangkan induk yang dipijahkan sebanyak 60 ekor dengan perbandingan jantan berbanding betina adalah 1:3 dimana ikan betina sebanyak 45 ekor dan jantan sebanyak 15 ekor Methylene blue Untuk mencegah larva nila merah terkena jamur, pada media pemeliharaan ditambahkan methylene blue dengan dosis 2-5 mg/l dan diaerasi kuat selama 24 jam sebelum larva dimasukkan ke dalam media tersebut. Selain itu methylene blue juga digunakan untuk membantu dan memudahkan melihat

21 jenis kelamin ikan nila merah uji. Dosis yang digunakan untuk keperluan ini adalah sebanyak 0,1 g/ml. Methylene blue yang digunakan berupa serbuk berwarna biru yang disimpan di dalam botol kaca di dalam lemari pendingin Aromatase inhibitor Aromatase inhibitor yang digunakan untuk perlakuan pakan buatan terhadap ikan uji adalah jenis imidazole yang merupakan AI jenis non steroid. Bentuk fisiknya ialah berupa serpihan bubuk berwarna putih halus. AI disimpan di dalam botol yang dimasukkan ke dalam lemari pendingin untuk menghindari kerusakan akibat terkena sinar matahari. Jumlah AI yang dibutuhkan sesuai dengan rancangan perlakuan yang ada di metode penelitian ini Pakan buatan Pakan yang digunakan dalam perlakuan penelitian ini adalah pakan buatan berupa tepung dengan kadar protein 35%, yang diberiakan selama 2 minggu pemeliharaan di akuarium. Untuk pemeliharaan di hapa, ikan diberikan pakan pelet dengan kadar protein 30% dan ukurannya disesuaikan dengan bukaan mulut ikan sampai akhir penelitian. Pada periode 5 hari pemberian pakan AI, pakan buatan yang digunakan ialah pakan yang sesuai dengan rancangan perlakuan. Kandungan nutrisi pakan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran Alkohol Untuk melarutkan aromatase inhibitor yang berupa padatan dibutuhkan cairan yang dapat segera kering bila disemprotkan ke pakan. Selain itu jumlah cairan tersebut harus cukup banyak untuk melarutkan bubuk AI. Untuk itu dibutuhkan alkohol 70 % sebanyak 300 ml untuk tiap kg pakan. 3.3 Metode penelitian Adapun metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini ialah sebagai berikut: Pengadaan larva Larva ikan uji berasal dari hasil pemijahan secara alami induk ikan nila merah dengan perbandingan jantan dan betina 1:3 sebanyak 60 ekor. Induk nila merah yang akan dipijahkan diseleksi terlebih dahulu untuk memilih induk jantan dan betina sesuai jumlah yang diinginkan. Setelah itu induk dipindahkan dari keramba ke bak semen pemijahan induk. Induk kemudian dipelihara selama 15

22 hari sampai memijah, kemudian pada hari ke-15 induk nila merah dijaring dan diperiksa mulut ikan betina untuk mendapatkan larva yang masih memiliki kuning telur. Larva yang diperoleh segera dihitung dan dimasukkan ke dalam akuarium. Akuarium tersebut berisi media pemeliharaan yang telah ditambahkan methylene blue dengan dosis sebesar 2 mg/l. Kepadatan larva dalam akuarium berukuran 60x50x40 cm adalah sebanyak 60 ekor per akuarium dengan volume air 90 liter Rancangan perlakuan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari tiga perlakuan dengan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan pemberian dosis aromatase inhibitor melalui pakan buatan selama 5 hari, sehari setelah kuning telurnya habis. Perlakuan yang diberikan terhadap larva ikan nila merah adalah sebagai berikut: 1) Perlakuan dengan dosis aromatase inhibitor sebanyak 0 mg/kg pakan sebagai kontrol negatif (KT) 2) Perlakuan dengan dosis aromatase inhibitor sebanyak mg/kg pakan (AI1) 3) Perlakuan dengan dosis aromatase inhibitor sebanyak mg/kg pakan (AI2) 4) Perlakuan dengan dosis aromatase inhibitor sebanyak mg/kg pakan (AI3) 5) Perlakuan dengan dosis 17 -metiltestosteron sebanyak 50 mg/kg pakan sebagai kontrol positf (MT) Prosedur perlakuan Larva ikan uji yang digunakan sebanyak 60 ekor tiap akuarium. Pada saat larva dikeluarkan dari mulut induk betina, larva masih memiliki kuning telur sehingga larva dibiarkan tanpa diberi pakan di dalam akuarium sampai kuning telurnya hampir habis. Setelah kuning telurnya hampir habis, larva uji diberi pakan berupa naupli artemia yang ditetaskan sebanyak 20 g siste dalam 10 liter air garam 28 ppt. Larva uji kemudian diberi pakan buatan berupa pelet tepung, sesuai dengan rancangan perlakuan, selama 5 hari dimulai pada saat larva berumur 9 hari dimana kuning telurnya habis (Tasdiq, 2005). Pemeliharaan ikan nila merah uji dilakukan di akuarium selama 2 minggu dan diberi makan sebanyak 1 g/akuarium dengan frekuensi 3 kali sehari. Setelah periode 2 minggu di akuarium, ikan dianggap sudah cukup kuat untuk dipindahkan ke hapa, kemudian ikan dipindahkan ke hapa dan dipelihara selama

23 6 minggu. Pemberian pakan dilakukan rutin setiap hari dengan frekuensi 3 kali sehari sampai ikan mencapai umur 2 bulan, kecuali pada hari dimana ikan uji disampling. Ikan uji dipuasakan selama 24 jam pada hari sampling tersebut. Pemberian pakan dilakukan sesuai feeding rate selama pemeliharaan di hapa, dimana nilai feeding rate ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Selama pemeliharaan, kualitas air dipertahankan pada kondisi optimal dan dilakukan - pengecekan kualitas air yaitu DO, ph, NH 3, NO 2 dan suhu. Di hapa ikan dipelihara dan diberi pakan buatan seperti biasa sampai 2 bulan sampai ikan dapat dibedakan jenis kelaminnya Pembuatan pakan perlakuan Senyawa aromatase inhibitor dengan dosis 1.500, 1.750, dan mg/kg pakan masing-masing dilarutkan ke dalam alkohol 70% sebanyak 300 ml. Magnetic stirrer digunakan untuk melarutkan AI dalam cairan alkohol selama beberapa menit sampai kedua bahan benar-benar homogen. Setelah AI sudah benar-benar larut dalam alkohol, AI dimasukkan ke dalam sprayer dan disemprotkan ke pakan yang akan digunakan untuk ikan uji, lalu diaduk hingga rata dan diangin-anginkan hingga kering Pengamatan Parameter yang diamati adalah pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, rasio kelamin, serta parameter kualitas air Pertumbuhan Pertumbuhan ikan nila merah diukur dengan cara melakukan sampling setiap 14 hari sekali. Parameter yang diukur pada saat sampling ialah bobot dan panjang tubuh ikan uji. Pada awalnya ikan ditimbang secara total, kemudian diambil sebanyak 30 ekor tiap perlakuan untuk diukur bobot dan panjang tubuhnya Tingkat kelangsungan hidup Tingkat kelangsungan hidup ikan dari masing-masing perlakuan diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan yang hidup pada akhir percobaan. Jumlah ikan yang hidup pada akhir percobaan diperoleh dengan menghitung total ikan yang tersisa di dalam hapa setelah periode pemeliharaan ikan uji selama 2 bulan berakhir.

24 Rasio kelamin Pengamatan ini dilakukan dengan mengamati ciri kelamin sekunder ikan nila uji secara visual di akhir pemeliharaan. Setelah masa pemeliharaan 2 bulan, ikan dipanen dan dilihat jenis kelaminnya dengan menggunakan bantuan methylene blue dan dihitung jumlah jantan dan betinanya. Pemeliharaan ikan uji selama 2 bulan cukup untuk melihat jenis kelamin ikan uji namun diperlukan methylene blue untuk membantu memudahkan dalam pengamatan jenis kelamin ikan pada saat panen. Methylene blue diambil lebih kurang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan air sebanyak 5 ml (0,1 g/ml). Larutan methylene blue pekat tersebut kemudian dioleskan di sepanjang daerah urogenital ikan nila uji yang dicek jenis kelaminnya. Jika setelah dioles kelihatan garis mendatar memanjang dari ujung kiri sampai ujung kanan urogenital (ikan dipegang dengan posisi kepala di atas dan ekor di bawah, posisi ventral ikan menghadap pengamat) dan bentuk papilanya membulat (seperti pada Gambar 2), maka ikan tersebut berjenis kelamin betina. Sedangkan jika setelah dioles tidak terlihat garis mendatar yang memanjang dan bentuk alat papilanya memanjang, maka ikan tersebut berjenis kelamin jantan Kualitas air Parameter kualitas air yang diukur adalah DO, ph, NH 3, NO - 2, dan suhu, yang dilakukan di awal dan akhir pemberian AI selama 5 hari di akuarium, serta pada saat pemeliharaan ikan uji pada hapa di kolam pemeliharaan sebanyak satu kali Parameter yang diuji Data hasil pengamatan disajikan secara deskripsi dalam bentuk tabel dan grafik, serta dianalisis secara statistik untuk mendapatkan beda antar perlakuan. Beberapa parameter yang diuji secara statistik adalah sebagai berikut dibawah ini, sedangkan parameter pengamatan lainnya dijelaskan secara deskriptif. 1) Rasio kelamin Ij IJ(%) x100% Is Ib IB(%) x100% Is

25 Keterangan: IJ = Persentase ikan jantan (%) IB = Persentase ikan betina (%) Ij = Jumlah ikan jantan (ekor) Ib = Jumlah ikan betina (ekor) Is = Jumlah ikan yang diamati (ekor) 2) Tingkat kelangsungan hidup (Effendie, 1997) Nt SR(%) x100% No Keterangan: Nt = Jumlah ikan pada waktu t (ekor) No= Jumlah larva baru menetas (ekor) 3) Specific Growth Rate (Busacker et al., 1990) Wt SGR(%) t 1x100% Wo Keterangan: Wt = Bobot rata-rata pada saat t (gr) Wo= Bobot rata-rata pada saat tebar awal (gr) t = Lama waktu pemeliharaan Analisis data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan. Pada tiga perlakuan AI dilakukan 3 kali ulangan pada masing-masing perlakuan, sedangkan untuk perlakuan kontrol (positif dan negatif) dilakukan sebanyak 2 kali ulangan masing-masing perlakuan. Data rasio kelamin ikan jantan, tingkat kelangsungan hidup, dan specific growth rate ikan uji dianalisa menggunakan SPSS versi 16. Jika hasilnya berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji Duncan. Sedangkan data lainnya dianalisa secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil berikut: Hasil yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini ialah sebagai Tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp. selama pemberian pakan AI Pemijahan induk ikan nila secara alami di kolam pemijahan menghasilkan larva dengan kualitas yang baik dan langsung diberikan penanganan yang baik sehingga mortalitasnya dapat ditekan sekecil mungkin. Berikut ini tabel dan histogram tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah setelah pemberian pakan perlakuan selama 5 hari dalam akuarium. Tabel 2. Tingkat kelangsungan hidup setelah 5 hari pemberian pakan perlakuan Perlakuan (mg/kg pakan) SR (%) AI1 (1500) AI2 (1750) AI3 (2000) MT (50) KT (0) 96,7 ± 2,9 a 93,3 ± 1,7 a 99,4 ± 1,0 a 98,3 ± 2,4 a 97,5 ± 3,5 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05); rata-rata ± St.Dev SR Perlakuan (%) a a a a a AI 1 (1500) AI2 (1750) AI3 (2000) MT (50) KT (0) Perlakuan (mg/kg pakan) Gambar 3. Histogram tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp. di akhir pemberian pakan perlakuan selama 5 hari

27 4.1.2 Persentase jantan, tingkat kelangsungan hidup, dan laju pertumbuhan spesifik ikan nila merah Oreochromis sp. selama pemeliharaan Nilai persentase dari ikan jantan, tingkat kelangsungan hidup, serta laju pertumbuhan spesifik selama 42 hari pemeliharaan ikan nila merah di kolam dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Persentase jantan, tingkat kelangsungan hidup, dan laju pertumbuhan spesifik ikan nila merah selama pemeliharaan Perlakuan (mg/kg pakan) Persentase jantan (%) SR (%) SGR (%) AI1 (1500) 87,7 ± 5,2 b 86,7 ± 5,2 b 10,4 ± 0,3 a AI2 (1750) 93,1 ± 3,9 b 69,6 ± 8,6 a 10,5 ± 0,3 a AI3 (2000) 97,0 ± 2,9 b 88,2 ± 8,5 b 10,2 ± 0,2 a MT (50) 95,5 ± 6,4 b 92,4 ± 1,0 b 10,5 ± 0,2 a KT (0) 64,6 ± 10,8 a 95,7 ± 1,4 b 10,3 ± 0,2 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05); rata-rata ± St.Dev Histogram persentase jantan, tingkat kelangsungan hidup, serta laju pertumbuhan spesifik ikan nila merah dapat dilihat di bawah ini. Persentase Ikan Jantan (%) b b b b a AI 1 (1500) AI2 (1750) AI3 (2000) MT (50) KT (0) Perlakuan (mg/kg pakan) Gambar 4. Histogram persentase jantan ikan nila merah Oreochromis sp. di akhir pemeliharaan

28 SR Pemeliharaan (%) b a b b b 0.0 AI 1 (1500) AI2 (1750) AI3 (2000) MT (50) KT (0) Perlakuan (mg/kg pakan) Gambar 5. Histogram tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp. di akhir pemeliharaan SGR (%) a a a a a AI 1 (1500) AI2 (1750) AI3 (2000) MT (50) KT (0) Perlakuan (mg/kg pakan) Gambar 6. Histogram SGR ikan nila merah Oreochromis sp. selama pemeliharaan Bobot dan panjang tubuh ikan nila merah Oreochromis sp. Bobot dan panjang tubuh ikan nila merah diperoleh dari sampling yang dilakukan setiap dua minggu sekali selama pemeliharaan ikan di hapa. Bobot dan panjang ikan mengalami peningkatan setiap sampling, seperti yang terlihat pada kedua grafik di bawah ini.

29 Bobot (g) AI AI AI MT 50 KT Umur (hari) Gambar 7. Grafik bobot tubuh ikan tiap perlakuan selama pemeliharaan Panjang (cm) AI AI AI MT 50 KT Umur (hari) Gambar 8. Grafik panjang tubuh ikan tiap perlakuan selama pemeliharaan Data kualitas air Uji kualitas air dilakukan terhadap media pemeliharaan ikan nila merah di akuarium pemeliharaan pada awal dan akhir pemberian pakan perlakuan. Sedangkan pada saat pemeliharaan ikan di kolam, uji kualitas air dilakukan satu kali saja. Data kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah.

30 Tabel 4. Data kualitas air di awal dan akhir perlakuan pakan dan selama pemeliharaan Awal pemberian Akhir pemberian Pembesaran Parameter pakan perlakuan pakan perlakuan di kolam DO (mg/l) 4,46 4,40 4,80 ph 6,18 5,41 6,96 Amonia (mg/l) 0,02 0,64 0,52 Nitrit (mg/l) 2,00 2,00 5,00 Suhu Tmin-Tmax (ºC) Lingkungan optimal untuk pemeliharaan ikan nila menurut Popma dan Masser (1999) adalah DO 3 ppm; ph 6,5-8,5; suhu C dengan fluktuasi suhu harian tidak lebih dari 15 C; serta kisaran salinitas 0-10 ppt. 4.2 Pembahasan Secara umum, selama penelitian, ikan nila merah dapat tumbuh dengan baik dan pertumbuhannya meningkat sesuai umur. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan dapat digunakan untuk tumbuh dan berkembang serta lingkungan pemeliharaan mendukung untuk kelangsungan hidup ikan tersebut. Diferensiasi kelamin pada ikan nila terjadi hingga 30 hari setelah penyerapan kuning telur atau 37 hari setelah menetas, dimana periode paling sensitif untuk pengarahan jenis kelamin pada ikan ini adalah pada 7-14 hari setelah ikan menetas (Kwon et al., 2000). Di samping itu, metode pemberian, lama perlakuan, dan jenis serta dosis hormon yang digunakan juga dapat mempengaruhi keberhasilan pengarahan jenis kelamin selain jenis ikan itu sendiri. Hormon 17 -metiltestosteron telah diketahui cukup stabil dan efektif diberikan secara oral (Yamazaki, 1983). Namun karena sifatnya yang tidak ramah lingkungan maka perlu dicari bahan alternatif yang lain. Aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat kerja enzim aromatase dalam sintesis estrogen, sehingga konsentrasi estrogen menurun dan mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai pengaruh umpan balik (D Cotta et al., 2001). Penurunan konsentrasi estrogen ini mengakibatkan perubahan penampakan hormonal dari betina menjadi menyerupai jantan (maskulinisasi) dan juga dapat menghambat vitelogenesis, sehingga mencegah pematangan gonad yang terlalu cepat. Selama pemeliharaan ikan nila merah, kualitas air untuk media pemeliharaan ikan baik selama perlakuan maupun selama pembesaran masih

31 berada dalam kisaran yang tidak mengganggu pertumbuhan maupun tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah. Data kualitas air yang ditampilkan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa suhu minimal dan maksimal media pemeliharaan ikan nila merah di akuarium tidak berbeda pada saat sebelum maupun sesudah pemberian pakan AI, yaitu berkisar antara ºC. Suhu selama pemeliharaan akuarium dapat dikatakan stabil dan masih termasuk lingkungan optimal bagi pemeliharaan ikan yaitu suhu ºC dengan fluktuasi suhu harian tidak lebih dari 15 C (Popma and Masser, 1999). Nilai DO terukur pada akuarium pemeliharaan menurun setelah pemberian pakan AI. Hal ini disebabkan karena sebelum pemberian pakan, larva tidak melakukan aktivitas makan karena masih memiliki kuning telur, sedangkan pada saat pemberian pakan metabolismenya meningkat sehingga membutuhkan lebih banyak oksigen. Namun nilai DO terendah selama pemeliharaan (4,4 mg/l) masih merupakan lingkungan optimal bagi pemeliharaan ikan nila merah menurut Popma dan Masser (1999) yaitu 3,0 mg/l. Nilai ph media pemeliharaan pada akhir perlakuan pakan sedikit lebih rendah dari ph optimum pemeliharaan ikan nila menurut Popma dan Masser (1999) yaitu sebesar 5,41, namun nilai ph masih berada dalam batas toleransi ikan nila merah (ph 5-9) menurut Popma dan Masser (1999). Nilai nitrit selama pemeliharaan (2-5 mg/l) berada dalam batas toleransi ikan nila merah terhadap nitrit di perairan (Popma dan Masser, 1999), yaitu < 27 mg/l. Dari nilai SR pada Tabel 1 juga dapat disimpulkan bahwa nilai amonia dan nitrit terukur masih dapat ditolerir oleh ikan. Grafik bobot (Gambar 7) dan panjang (Gambar 8) tubuh ikan menunjukkan pola yang hampir sama pada tiap perlakuan, dimana terjadi peningkatan bobot dan panjang tubuh setiap sampling. Uji anova untuk bobot (Lampiran 4) dan panjang tubuh ikan nila merah (Lampiran 5) menunjukkan nilai P>0,05 yang berarti bahwa bobot dan panjang antar perlakuan tidak berbeda nyata. Data laju pertumbuhan spesifik (SGR) yang ditunjukkan pada Tabel 2 juga memperlihatkan pola yang hampir serupa di tiap perlakuan. Laju pertumbuhan spesifik antar tiap perlakuan tidak berbeda nyata, sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan AI dalam penelitian ini tidak mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik ikan nila merah. Popma dan Masser (1999) menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ikan jantan lebih baik dibandingkan betinanya sebesar dua kali lipat. Tetapi data laju pertumbuhan spesifik pada penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar perlakuan yang satu dengan yang lain. Hal ini

32 diduga karena waktu pemeliharaannya yang terlalu singkat sehingga perbedaan pertumbuhannya belum terekspresikan. Menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Wageningen terhadap pertumbuhan ikan nila (Rutten, 2005), perbedaan laju pertumbuhan antara ikan jantan dan betina ini baru terlihat setelah jangka waktu pemeliharaan 150 hari. Ikan nila merah pada penelitian ini hanya dipelihara selama 56 hari karena memang tujuan penelitian ini tidak sampai melihat laju pertumbuhan ikan uji. Tujuan utama penelitian ini ialah melihat persentase ikan jantan, dimana dalam waktu 56 hari parameter tersebut sudah dapat diamati dengan bantuan methylene blue. Baik bobot, panjang tubuh, maupun laju pertumbuhan spesifik ikan nila perlakuan AI tidak berbeda nyata dengan kontrol positifnya, yaitu perlakuan hormon metil testosteron. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan perlakuan AI layak direkomendasikan sebagai pengganti MT yang bersifat karsinogenik karena berdasarkan data pada penelitian ini, perlakuan AI tersebut tidak menghambat laju pertumbuhan ikan nila merah. Setelah pemberian pakan masing-masing perlakuan selama 5 hari berakhir, diperoleh nilai tingkat kelangsungan hidup ikan (Tabel 2) perlakuan AI1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan AI2; AI3; MT dan KT. Dari nilai yang terlihat di Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan dosis-dosis AI yang diberikan pada penelitian ini tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah selama masa pemberian pakan perlakuan dimana nilai tingkat kelangsungan hidup berkisar di atas 93,3 % dan tidak berbeda nyata antara perlakuan yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai tingkat kelangsungan hidup perlakuan AI2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Selama pemeliharaan tidak ditemukan penyakit pada ikan dengan perlakuan AI2 maupun ikan dengan perlakuan lainnya, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti mengapa perlakuan AI2 memiliki nilai SR yang berbeda dengan perlakuan AI lainnya. Tetapi nilai tersebut tidak menunjukkan adanya korelasi antara nilai tingkat kelangsungan hidup dengan toksisitas yang mungkin ditimbulkan oleh peningkatan dosis AI. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat pola nilai sintasan pada tiap perlakuan dimana jika peningkatan dosis AI menyebabkan racun, maka seharusnya nilai tingkat kelangsungan hidup memiliki nilai yang semakin menurun seiring peningkatan dosis AI perlakuan. Dari nilai tingkat kelangsungan hidup pada Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa selama pemeliharaan, baik manajemen lingkungan maupun pakan bisa dikatakan baik

33 sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah karena nilai di Tabel 3 tersebut menunjukkan SR yang bernilai di atas 69,6 %. Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di tiap perlakuan AI yang diberikan kepada ikan nila merah, persentase rata-rata ikan jantan lebih besar daripada persentase ikan jantan perlakuan kontrol negatif (KT). Selain itu peningkatan dosis aromatase inhibitor dalam pakan mampu meningkatkan persentase ikan nila merah jantan. Perlakuan AI yang diberikan kepada ikan nila merah dapat meningkatkan persentase jantan dibandingkan dengan ikan yang tidak diberikan perlakuan (KT). Persentase jantan tertinggi terlihat pada perlakuan AI3 yaitu sebesar 97,0 ± 2,9 % dan tidak berbeda nyata dengan persentase rata-rata jantan pada perlakuan MT; AI2; dan AI1 yaitu sebesar 95,5 ± 6,4 %; 93,1 ± 3,9 %; dan 87,7 ± 5,2 % secara bertutur-turut. Sedangkan persentase jantan terkecil terdapat pada perlakuan KT yaitu sebesar 64,6 ± 10,8 %. Persentase jantan perlakuan AI1, AI2, AI3, dan MT berbeda nyata dengan perlakuan KT. Hal ini sesuai dengan pernyataan D Cotta et al. (2001), bahwa aromatase inhibitor berfungsi untuk menghambat kerja enzim aromatase dalam sintesis estrogen, sehingga konsentrasi estrogen menurun dan mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai pengaruh umpan balik. Aromatase yang merupakan enzim yang berperan dalam bioseintesis estrogen dihambat kerjanya dengan pemberian aromatase inhibitor dosis tertentu sehingga konsentrasi estrogen menurun dan menyebabkan transkripsi gen aromatase tidak aktif. Tidak aktifnya transkripsi gen aromatase ini menyebabkan penampakan ikan nila menjadi jantan (perubahan fenotipik). Proses ini tidak menyebabkan perubahan genotip, sehingga apabila ikan yang pada mulanya sudah memiliki gen XX, maka gennya tetap XX, meskipun demikian ikan tersebut akan memproduksi sperma. Perlakuan AI dengan dosis tersebut di atas dapat meningkatkan persentase jantan ikan nila merah bila dibandingkan dengan ikan nila merah pada perlakuan KT yang tidak diberikan pakan yang mengandung AI dosis tertentu. Pada penelitian sebelumnya, yang merupakan acuan penentuan dosis bagi penelitian ini, diperoleh hasil terbaik yaitu sebesar 78,63% jantan dengan pemberian dosis AI yang tertinggi, yaitu sebesar mg/kg pakan (Liana, 2005). Pada penelitian ini, perlakuan selama 5 hari terhadap ikan uji diberikan peningkatan dosis menjadi 1.500, 1.750, dan mg/kg, dengan harapan terjadinya

34 peningkatan persentase jantan. Dapat dilihat pada Tabel 3, dosis terendah pada penelitian ini (1500 mg/kg pakan) menghasilkan persentase jantan ikan nila sebesar 87,7%. Nilai tersebut 9,07% lebih tinggi dari penelitian sebelumnya, dengan dosis dan lama waktu perlakuan yang sama. Hal ini dikarenakan terdapatnya perbedaan lokasi penelitian antara penelitian ini dan penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya dilakukan di BBAT Sukabumi, sedangkan penelitian ini dilakukan di BBAT Jambi. Perbedaan lokasi ini menyebabkan perbedaan suhu, dimana suhu di Jambi (26-33 C) lebih tinggi daripada suhu di Sukabumi (26,5-28,5 C). Menurut D Cotta et al. (2001), faktor lingkungan seperti suhu juga ikut mempengaruhi proses diferensiasi kelamin, dimana suhu tinggi dapat meningkatkan persentase ikan jantan. Perlakuan dengan dosis AI 1.500, 1.750, dan mg/kg pakan pada penelitian ini mampu menghasilkan persentase rata-rata jantan yang tidak berbeda dengan kontrol positifnya (perlakuan MT). Oleh karena itu dapat dikatakan AI merupakan alternatif yang cocok sebagai pengganti MT dalam usaha produksi populasi monoseks jantan ikan nila merah. Dosis AI mg/kg pakan merupakan dosis yang paling efektif untuk menggantikan MT, karena dari segi ekonomi, semakin kecil dosis yang dipakai, maka biaya yang dikeluarkan semakin kecil. Produk hasil sex reversal dengan menggunakan aromatase inhibitor pada penelitian ini disarankan dijual sebagai bibit yang jika dipelihara lebih lama lagi akan menunjukkan nilai laju pertumbuhan spesifik yang signifikan, sesuai penelitian Rutten (2005). Jika akan melakukan penelitian serupa, untuk memperoleh hasil pertumbuhan yang berbeda nyata, maka disarankan sebaiknya dilakukan penambahan waktu pemeliharaan ikan nila sampai minimal 150 hari.

35 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Aromatase inhibitor dapat digunakan sebagai pengganti hormon 17 metiltestosteron untuk produksi populasi monoseks jantan ikan nila merah, dimana pemberian aromatase inhibitor ke dalam pakan buatan dengan dosis mg/kg pakan selama 5 hari, yang dimulai pada saat larva berumur 9 hari meningkatkan persentase jantan sebesar 23,1 % dibandingkan populasi normal dan tidak berbeda nyata dengan pemberian hormon 17 -metiltestosteron. 5.2 Saran Pemberian aromatase inhibitor ke dalam pakan buatan dengan dosis mg/kg pakan selama 5 hari, yang dimulai pada saat larva berumur 9 hari, merupakan dosis yang efektif untuk memproduksi populasi monoseks jantan ikan nila merah.

36 DAFTAR PUSTAKA Anonim Safety data for imidazole. [8 Desember 2009] Anonim Nila Merah, Semakin Bergairah. [15 Februari 2009] Anonim Oreochromis. [10 Januari 2010] Brodie A, Q. Lu, and B. Long Aromatase and its Inhibitors. Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology 69 (1999) 205±210 Busacker G. P., I. R. Adelman, and E. M. Goolish Growth. Di dalam: Schreck C. B., Moyle P. B. (editors). Methods for Fish Biology. American Fisheries Society. Chapman F. A Culture of Hybrid Tilapia: A Reference Profile. Circular University of Florida. IFAS Extension. Contreras-Sanchez W. M. and M. S. Fitzpatrick Fate of Methyltestosterone in the Pond Environment: Impact of MT-Contaminated Soil on Tilapia Sex Differentiation. Ninth Work Plan, Effluents and Pollution Research 2C (9ER2C) Final Report. D Cotta H., A. Fostier, Y. Guiguen, M. Govoroun, and J.F. Baroiller Aromatase Plays a Key Role During Normal and Temperature-Induced Sex Differentiation of Tilapia Oreochromis niloticus. Molecular Reproduction and Development 59:265 ± 276. Devlin R. H. and Yoshitaka N Sex determination and sex differentiation in fish: an overview of genetic, physiological, and environmental influences. Aquaculture 208 (2002) Durant G. M., Maskur, and S. Hanif Genetic Improvement of Red Tilapia Assessing the Potensial for Producing YY Male. Balai Budidaya Air Tawar, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 17 hal. Effendie I Biologi Perikanan. Yogyakarta: Pustaka Nusantara. Enny P.T dan Dadang W.L Dicari Benih Sebar Nila UNggul. [10 Desember 2009] Hepher B. and Y. Pruginin Commercial Fish Farming. New York: John Wiley and Sons. Husen M Jabar Provinsi Tilapia Termaju. apia.termaju [10 Desember 2009] Kwon Y. J., Haghpanah V., Kongson-Hurtado M. L., Mc Andrew J. B., and Penman J. D Masculinization of genetic female nile tilapia (Oreochromis niloticus) by dietary administration of an aromatase inhibitor during sexual differentiation. The Journal of Experimental Zoology. Liana Y. P Efektifitas Aromatase Inhibitor yang Diberikan Melalui Pakan Buatan Terhadap Sex Reversal Ikan Nila Merah Oreochromis sp. Skripsi.

37 Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Martin C. R Textbook of Endocrine Physiology. Oxford University Press. New York. P Mubinun, M. Jannah, I. Minarti, B. Handoyo, dan M. Takano Manual Produksi Induk Ikan Nila BBAT Jambi, Dirjen Budidaya, DKP dan Japan International Cooperation Agency. Park I. S., J. H. Kim, S. H. Cho, and D. S. Kim Sex differentiation and hormonal sex reversal in the bagrid catfish Pseudobagrus fulvidraco (Richardson). Aquaculture 232 (2004) Popma T. J. and Masser M Tilapia: Life History and Biology. SRAC Publ. no p. Rutten M. J. M Breeding for improved production of Tilapia. Doctoral thesis University Wageningen. Silverin B., M. Baillien, A. Foidart, and J. Balthazart Distribution of Aromatase Activity in the Brain and Peripheral Tissues of Passerine and Nonpasserine Avian Species. General and Comparative Endocrinology 117, Simpson E. R., Mahendroo M. S., Means G. D., Hinshelhood M. W., and Michell M. D Aromatase cytochrome P-450, the enzym responsible for biosynthetic esterogen. Endocr. Rev., 15: Smith C. A., P. K. Elf, Lang, J. W., and J. M. P. Joss Aromatase Enzyme Activity During Gonadal Sexual Differentiation in Alligator Embryos. Differentiation 58: Subagyo S., Asih D., Idris, dan Jangkaru Z Pengujian hormon dalam tablet pada pengalihan kelamin ikan nila Oreochromis niloticus Bull. Penel. Perik. Darat II no 2: Tasdiq M Pengaruh Pemberian Aromatase Inhibitor melalui Artemia Artemia sp. terhadap Keberhasilan Sex Reversal pada Ikan Nila Merah Oreochromis sp. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Varadaraj K. and T. J. Pandian Production of All Female Sterile Triploid Oreochromis mossambicus. Aquaculture 84: Wozniac, A. S. D. Holman, and J. B. Hutchison In Vitro Potency and Selectivity of The non Steroidal Androgen Aromatase Inhibitor CGS 16949A Compared to Steroidal Inhibitors in The Brain. J. Steroid Biochem. Mol. Biol. 43: Yamazaki F Sex Control and Manipulation in Fish. Aquaculture, 33:

38 LAMPIRAN

39 Lampiran 1. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp. Setelah pemberian pakan AI Ulangan SR (%) AI1 AI2 AI3 MT KT I 95,0 93,3 98,3 100,0 100,0 II 95,0 95,0 100,0 96,7 95,0 III 100,0 91,7 100,0 Mean 96,7 93,3 99,4 98,3 97,5 StDev 2,9 1,7 1,0 2,4 3,5 Anova tingkat kelangsungan hidup setelah perlakuan SK JK DB KT F hit P F tab Perlakuan 62, , , , , Galat 42, , Total 104, Selama pemeliharaan di kolam Ulangan SR (%) AI1 AI2 AI3 MT KT I 80,7 76,8 79,7 91,7 96,7 II 89,5 71,9 88,3 93,1 94,7 III 90,0 60,0 96,7 Mean 86,7 69,6 88,2 92,4 95,7 StDev 5,2 8,6 8,5 1,0 1,4 Anova tingkat kelangsungan hidup selama pemeliharaan SK JK DB KT F hit P F tab Perlakuan 1090, ,6348 6, , , Galat 351, ,91126 Total 1441, Uji Duncan SR selama pemeliharaan di kolam Perlakuan AI 1750 mg/kg 3 69,5667 N Pasangan untuk α = 0, AI 1500 mg/kg 3 86,7333 AI 2000 mg/kg 3 88,2333 MT 50 mg/kg 2 92,4000 AI 0 mg/kg 2 95,7000 Sig. 1,000,193

40 Lampiran 2. Persentase jantan ikan nila merah Oreochromis sp. Ulangan Persentase Jantan (%) AI1 AI2 AI3 MT KT I 93,5 90,7 100,0 90,9 56,9 II 86,3 97,6 94,3 100,0 72,2 III 83,3 90,9 96,6 Mean 87,7 93,1 97,0 95,5 64,6 StDev 5,2 3,9 2,9 6,4 10,8 Anova persentase jantan SK JK DB KT F hit P F tab Perlakuan 1521, , , , , Galat 259, ,4986 Total 1781, Uji Duncan persentase jantan Perlakuan N Pasangan untuk α = 0, AI 0 mg/kg 2 64,5500 AI 1500 mg/kg 3 87,7000 AI 1750 mg/kg 3 93,0667 MT 50 mg/kg 2 95,4500 AI 2000 mg/kg 3 96,9667 Sig. 1,000,127

41 Lampiran 3. Specific growth rate ikan nila merah Oreochromis sp. Ulangan SGR (%) AI1 AI2 AI3 MT KT I 10,7 10,6 10,2 10,4 10,4 II 10,4 10,8 10,1 10,7 10,2 III 10,2 10,3 10,4 Mean 10,4 10,5 10,2 10,5 10,3 StDev 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 Anova specific growth rate SK JK DB KT F hit P F tab Perlakuan 0, , , , , Galat 0, , Total 0,

42 Lampiran 4. Bobot rata-rata ikan nila merah Oreochromis sp. Ulangan Bobot rata-rata (g) AI1 AI2 AI3 MT KT I 11,9 11,3 9,1 10,1 10,3 II 10,1 12,2 8,9 11,9 9,2 III 9,1 9,5 10,4 Mean 10,4 11,0 9,5 11,0 9,8 StDev 1,41 1,42 0,80 1,26 0,77 Anova bobot rata-rata SK JK DB KT F hit P F tab Perlakuan 5, , , , , Galat 11, , Total 16,

43 Lampiran 5. Panjang rata-rata ikan nila merah Oreochromis sp. Ulangan Panjang rata-rata (cm) AI1 AI2 AI3 MT KT I 8,9 8,7 8,4 8,6 8,1 II 8,8 9,1 8,3 9,0 8,2 III 8,6 8,1 8,7 Mean 8,8 8,6 8,5 8,8 8,2 StDev 0,15 0,50 0,21 0,28 0,07 Anova panjang rata-rata SK JK DB KT F hit P F tab Perlakuan 0, , , , , Galat 0, , Total 1,

44 Lampiran 6. Fedding rate yang digunakan selama pemeliharaan (Mubinun et al., 2007) Ukuran ikan Persentase pakan (%) Dibawah 0,5 g 25,5 0,5-1,0 g 17,0 1,0-2,0 g 13,6 2,0-5,0 g 10,7 5,0-10,0 g 9, g 7, g 6, g 6, g 5, g 4, g 3, g 2, g 1, g 1, g 1,1 >800 g 0,8

45 Lampiran 7. Kandungan nutrisi pakan yang digunakan Pakan tepung Kandungan nutrisi Persentase (%) Lemak 6 Abu 13 Protein 40 Air 11 Serat kasar 3 Pakan pelet Kandungan nutrisi Persentase (%) Lemak 7,13 Abu 10,5 Protein 28,29 Air 8,86

46 Lampiran 8. Gambar-gambar Akuarium pemeliharaan Bak pemijahan induk Induk ikan nila Imidazole Magnetic stirrer Pelet komersil

47 Pakan buatan tepung Pakan perlakuan Seleksi induk Penjaringan induk untuk memperoleh larva yang masih memiliki kuning telur Persiapan kolam pemeliharaan Pemberian pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Merah Oreochromis sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Merah Oreochromis sp. Klasifikasi ikan nila merah menurut Anonim (2009) ialah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub-kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila 6 TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk dalam family Chiclidae. Ciri yang spesifik pada ikan nila adalah adanya garis vertikal berwarna gelap di tubuh berjumlah 6-9 buah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp.

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp. PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp. ARGA WAWANG ARTANTO DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy

I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan guppy (Poecillia reticulata) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy diantaranya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ ¹Dosen Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso

TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA. T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso TEKNIK PRODUKSI INDUK BETINA IKAN NILA T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga, Suroso Abstrak Dalam rangka memenuhi kebutuhan induk betina sebagai pasangan dari induk jantan YY, maka diperlukan suatu teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA COCO REVERSE: APLIKASI AIR KELAPA DALAM PRODUKSI POPULASI MONOSEKS JANTAN IKAN NILA MERAH

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA COCO REVERSE: APLIKASI AIR KELAPA DALAM PRODUKSI POPULASI MONOSEKS JANTAN IKAN NILA MERAH 1 LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA COCO REVERSE: APLIKASI AIR KELAPA DALAM PRODUKSI POPULASI MONOSEKS JANTAN IKAN NILA MERAH BIDANG KEGIATAN: PKM-P Muhammad Angga S Lilis Nurjanah Anna Nurkhasanah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan upaya tersebut sudah umum dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar Pada umumnya lobster air tawar matang gonad pada umur 6 sampai 7 bulan. Setelah mencapai umur tersebut, induk jantan dan betina akan melakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

HASIL DAN BAHASAN. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai akhir tahap pendederan.

HASIL DAN BAHASAN. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai akhir tahap pendederan. 20 HASIL DAN BAHASAN Hasil penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama adalah hasil percobaan tahap 1 meliputi nisbah kelamin, bobot individu dan sintasan benih ikan nila sampai umur 95 hari

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF BUDIDAYA IKAN NILA POTENSI : - daya adaptasi tinggi (tawar-payau-laut) - tahan terhadap perubahan lingkungan - bersifat omnivora - mampu mencerna pakan secara efisien

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C14101048 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

Maskulinisasi pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) menggunakan bahan alami resin lebah melalui pakan buatan

Maskulinisasi pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) menggunakan bahan alami resin lebah melalui pakan buatan 178 Dinar Tri Soelistyowati Jurnal Akuakultur et al. / Jurnal Indonesia Akuakultur 9(2), Indonesia 178 183 (2010) 9(2), 178 183 (2010) Maskulinisasi pada ikan nila merah (Oreochromis sp.) menggunakan bahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Dramaga. Percobaan dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011. 2.1.1 Persiapan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur 2.1.1 Persiapan Wadah Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah kolam pemeliharaan induk berukuran 20x10x1,5 m. Kolam disurutkan, lalu dilakukan pemasangan patok-patok

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium Hasil analisis kandungan madu menunjukkan bahwa kadar flavonoid dan kalium tertinggi

Lebih terperinci

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda Yogi Himawan, Khairul Syahputra, Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl.

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus) 567 Evaluasi pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi... (Didik Ariyanto) EVALUASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK Didik Ariyanto

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Sistem dan Teknologi Budidaya, IPB. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), uji glukosa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di Laboratorium Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN : 2303-2960 MASKULINISASI IKAN GAPI (Poecilia reticulata) MELALUI PERENDAMAN INDUK BUNTING DALAM LARUTAN MADU DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA Masculinitation

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar SNI : 02-6730.3-2002 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar Prakata Standar produksi benih kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

Lebih terperinci

PERFORMA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL, GENETICALLY MALE DAN YY PADA FASE PENDEDERAN PERTAMA

PERFORMA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL, GENETICALLY MALE DAN YY PADA FASE PENDEDERAN PERTAMA Performa ikan nila (Oreochromis niloticus) hasil sex reversal... (Odang Carman) PERFORMA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL, GENETICALLY MALE DAN YY PADA FASE PENDEDERAN PERTAMA Odang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur dan analisis sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan nila

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan nila 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan tilapia yangberasal dari Benua Afrika. Namun demikian, pada saat ini ikan nila telah menyebar di berbagai

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unila pada Bulan Januari

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar SNI : 01-6133 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17a-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17a-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp. PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BERHORMON 17a-METILTESTOSTERON PADA DOSIS 30, 40, DAN 50 mg/kg PAKAN TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN LUO HAN (Cichlasoma spp.) Oleh : M. Fauzan Adam C01400049 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50 hari di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR SB

SIDANG TUGAS AKHIR SB SIDANG TUGAS AKHIR SB 091358 Pengaruh Salinitas terhadap Kandungan Protein dan Pertumbuhan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Oleh : Hutami Tri Retnani 1508 100 008 Dosen Pembimbing : Dra. Nurlita

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar SNI : 01-6137 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun karena memiliki daya tarik yang sangat kuat, salah satu jenisnya adalah lobster air tawar (Cherax

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di laboratorium penelitian Biologi Akuatik Gedung MIPA Terpadu Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

Efektivitas Pemberian Aromatase Inhibitor dan 17α-Metiltestosteron Melalui Pakan Dalam Produksi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Jantan

Efektivitas Pemberian Aromatase Inhibitor dan 17α-Metiltestosteron Melalui Pakan Dalam Produksi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) Jantan Aquacultura Indonesiana (2006) 7 (1) : 61 67 ISSN 0216 0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Efektivitas Pemberian Aromatase Inhibitor dan 17α-Metiltestosteron Melalui Pakan Dalam Produksi

Lebih terperinci

Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu

Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu Jurnal Akuakultur Indonesia 14 (2), 159 163 (2015) Artikel Orisinal Alih kelamin jantan ikan nila menggunakan 17α-metiltestosteron melalui pakan dan peningkatan suhu Sex reversal of red tilapia using 17α-methyltestosterone-enriched

Lebih terperinci

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO

DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO DIFERENSIASI KELAMIN DAN PERFORMANSI TIGA GENOTIPE IKAN NILA YANG DIBERI BAHAN AROMATASE INHIBITOR HINGGA TAHAP PEMBESARAN DIDIK ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 131 17 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 131 PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci