KONSEP SUPERVISI MANAJERIAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP SUPERVISI MANAJERIAL"

Transkripsi

1

2 MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENGAWAS SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI B KONSEP SUPERVISI MANAJERIAL Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. Penanggung Jawab Dra. Garti Sri Utami, M. Ed. Penyusun M. Ilzam Marzuk, MA.Educ.; ; ilzammarzuk@gmail.com Prof. M. Asfah Rahman, M.Ed., Ph.D.; ; asfah_rahman@yahoo.com Penelaah Prof. Dr. Arismunandar, M.Pd ; arismunandar@unm.ac.id Dr. Edi Rahmat Widodo ; edirawdd@gmail.com Dra. Dwikora Hayuati, M.Pd ; dhayuati@yahoo.co.id Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2017 Edisi ke-1: Juli 2017 Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang menyalin sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan individu maupun komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

3

4

5

6 DAFTAR ISI SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN...viii PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL... ix PETA KEDUDUKAN MODUL... xii BAGIAN I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Target Kompetensi... 5 C. Tujuan Pembelajaran... 5 D. Peta Kompetensi Pengawas Sekolah... 6 E. Ruang Lingkup dan Pengorganisasian Pembelajaran... 6 F. Penilaian... 9 BAGIAN II KEGIATAN PEMBELAJARAN TAHAP IN SERVICE LEARNING 1 (In-1) (28 JP) Pengantar Kegiatan Pembelajaran 1: Prinsip-prinsip Supervisi Manajerial (9 JP) A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Tujuan C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan/Kasus/Tugas (10 menit) F. Rangkuman G. Umpan Balik H. Refleksi dan Tindak Lanjut I. Kunci Jawaban Kegiatan Pembelajaran 2: Metode Supervisi Manajerial (9 JP) A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Tujuan C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan/Kasus/Tugas (10 menit) F. Rangkuman iv

7 G. Umpan Balik H. Refleksi dan Tindaklanjut (35 menit) I. Kunci Jawaban Kegiatan Pembelajaran 3: Teknik Supervisi Manajerial (9 JP) A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Tujuan C. Uraian Materi D. Aktivitas Pembelajaran E. Latihan/Kasus/Tugas (10 menit) F. Rangkuman G. Umpan Balik H. Refleksi dan Tindak Lanjut I. Kunci Jawaban Rencana Tindak Lanjut TAHAP ON THE JOB LEARNING (On) (20 JP ) Pengantar Kegiatan Pembelajaran: Penerapan Prinsip, Metode, dan Teknik Supervisi Manajerial di Sekolah Binaan A. Tujuan Pembelajaran B. Indikator Pencapaian Tujuan C. Aktivitas Pembelajaran TAHAP IN SERVICE LEARNING 2 (In-2) (8 JP) Pengantar Kegiatan 1.1 Penilaian Hasil On Kegiatan 1.2 Penguatan Kegiatan 1.3 Membuat Rencana Tindak Lanjut In BAGIAN III EVALUASI (1 JP) BAGIAN IV PENUTUP DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA SUPLEMEN Suplemen 1: Supervisi Pengawas Dalam Pelaksanaan PPK Suplemen 2: Pengantar Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak Suplemen 3: Panduan Penilaian Hasil Belajar Untuk Pengawas Sekolah dan Kepala Sekolah v

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Kedudukan Modul... xii Gambar 2. Peta Kompetensi Modul B Konsep Supervisi Manajerial... 6 vi

9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Isi Modul... 7 Tabel 2. Strategi Pembelajaran... 8 Tabel 3. Struktur Materi pada Tahapan On...69 vii

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Kunci Jawaban Evaluasi...91 viii

11 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL KONSEP SUPERVISI MANAJERIAL 1. Modul B Konsep Supervisi Manajerial ini berisi tentang pemahaman dan penguasaan mengenai prinsip-prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial di sekolah. Kegiatan pembelajaran dalam modul ini mencerminkan pelaksanaan supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang terdiri dari nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Kelima nilai utama disajikan saling berkaitan membentuk jejaring karakter yang perlu dikembangkan penerapan prinsip-prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial di sekolah. 2. Modul ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu: (1) Pendahuluan, (2) Kegiatan Pembelajaran yang terdiri dari In Service Learning-1 (In-1), The Job Learning (On), In Service Learning-2 (In-2), dan (3) Evaluasi. 3. Modul ini dilaksanakan melalui tiga tahap pembelajaran yaitu In-1, On, dan In-2. Pada tahap In-1, Saudara akan dipandu oleh fasilitator untuk mempelajari modul ini secara umum dan menyiapkan dasar pengetahuan serta pengalaman Saudara sebagai bahan menyusun rencana tindak lanjut untuk On. Pada tahap On, Saudara melaksanakan rencana tindak lanjut yang dibuat pada saat In-1 melaksanakan kegiatan pengawasan di sekolah binaan. Pada tahap In-2, Saudara bersama pengawas sekolah lain melaporkan tagihan On dan mempresentasikan berbagai keberhasilan dan kendala, serta solusi yang Saudara lakukan selama On. 4. Sebelum mempelajari modul ini, Saudara harus memiliki dokumen-dokumen sebagai berikut: a. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. b. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor III /PB/2011 dan Nomor 6 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka kredit. c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. ix

12 e. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 143 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. f. Undang-undang Republik Indonesia no.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. g. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. h. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. i. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa. 5. Modul ini berkaitan dengan Modul C Program Pengawasan Supervisi Manajerial, ModuL D Laporan Hasil Pengawasan, Modul E Pelaksanaan Supervisi Manajerial, dan Modul F Pemantauan Pelaksanaan Pemenuhan SNP. 6. Waktu yang dipergunakan untuk mempelajari modul ini diperkirakan 56 Jam Pembelajaran (JP), yang terdiri atas 28 JP untuk In-1, 20 JP untuk On, 8 JP untuk In-2. Satu JP setara dengan 45 menit. Perkiraan waktu ini sangat fleksibel sehingga bisa disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan. Penyelenggara pembelajaran bisa menyesuaikan waktu dengan model pembelajaran di Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS), Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan bidang Kelautan Perikanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPPPTK KPTK), atau model pembelajaran lain dengan pemanfaatan teknologi lain. 7. Untuk melakukan kegiatan pembelajaran, Saudara sebaiknya mulai dengan membaca petunjuk dan pengantar modul ini, menyiapkan dokumen yang diperlukan, mengikuti tahap demi tahap kegiatan pembelajaran secara sistematis dan mengerjakan kegiatan pembelajaran pada Lembar Kerja (LK). Selama kegiatan pembelajaran akan dilakukan penilaian berbasis kelas oleh fasilitator. Setiap menyelesaikan kegiatan pembelajaran di masing-masing modul. Saudara akan mengerjakan latihan soal dan penugasan lainnya. Untuk melengkapi pemahaman, Saudara dapat membaca sumber-sumber lain yang relevan. x

13 8. Setelah mempelajari modul ini, Saudara dapat mengimplementasikan hasil belajar tersebut di sekolah binaan. 9. Dalam melaksanakan setiap kegiatan pada modul ini, Saudara harus mengintegrasikankan nilai-nilai utama PPK, yang terdiri atas: 1) religius, 2) nasionalis, 3) mandiri, 4) gotong royong, dan 5) integritas. Di samping nilai-nilai utama PPK, juga mempertimbangkan pinsip-prinsip pendidikan inklusif yang terdiri dari: 1) kehadiran, 2) penerimaan, 3) partisipasi, dan (4) pencapaian baik akademik maupun non-akademik untuk semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus sebagai langkah terbaik untuk memastikan pelaksanaan perlindungan kesejahteraan anak. Pendidikan inklusif mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik dengan tidak mempersoalkan keadaan fisik, kecerdasan, sosial, emosional, jender, dan kondisi-kondisi lain. xi

14 PETA KEDUDUKAN MODUL Modul PKB Pengawas Sekolah terdiri dari 10 modul. Dari modul A sampai dengan modul J. Saat ini Saudara sedang membahas dan mempelajari modul B, Konsep Supervisi Manajerial. D I M E N S I PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN EVALUASI PENDIDIKAN MODUL J Pedoman Pengawasan MODUL I Penelitian Bidang Pengawasan MODUL H Penilaian Kinerja Kepala Sekolah, Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah MODUL G Penilaian dan Pemantauan Pembelajaran K O M P E T E N S I SUPERVISI MANAJERIAL SUPERVISI AKADEMIK MODUL F Pemantauan Pelaksanaan Pemenuhan SNP MODUL E Pelaksanaan Supervisi Manajerial MODUL D Laporan Hasil Pengawasan MODUL C Program Pengawasan Supervisi Manajerial MODUL B Konsep Supervisi Manajerial MODUL A Supervisi Akademik Gambar 1. Peta Kedudukan Modul xii

15 BAGIAN I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modul B Konsep Supervisi Manajerial ini adalah modul yang dipersiapkan untuk membantu meningkatkan kompetensi pengawas sekolah dalam melaksanakan supervisi manajerial yang telah terintegrasi dengan nilai-nilai utama karakter religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Di samping itu, pelaksanaannya bersifat terbuka, anti-diskriminasi, fleksibel dan berfokus kepada pemenuhan hak peserta didik. Melalui modul ini, Saudara akan melakukan kegiatan-kegiatan, baik secara individu maupun kelompok. Kegiatan-kegiatan yang Saudara lakukan antara lain mengkaji penerapan prinsip-prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial. Supervisi manajerial adalah serangkaian kegiatan profesional yang dilakukan oleh pengawas sekolah dalam rangka membantu kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi manajerial menitikberatkan pada pengamatan aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran seperti yang tertera dalam Permen PAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Pengawas sekolah harus memiliki komitmen untuk membina dan mendampingi kepala sekolah menggerakkan guru dan peserta didik agar mampu berpikir kritis, berkreasi, berinovasi, memecahkan masalah dan menciptakan pembelajaran efektif. Dalam melaksanakan tugas tersebut, pengawas sekolah menjalankan berbagai fungsi supervisi manajerial. Di antara fungsi-fungsi itu adalah sebagai: (1) kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, (2) asesor dalam menganalisis potensi sekolah dan mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan sekolah, (3) pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan (4) evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan. Fokus supervisi manajerial adalah bidang garapan manajemen sekolah meliputi: (a) manajemen kurikulum dan pembelajaran, (b) kesiswaan, (c) sarana dan prasarana, (d) ketenagaan, (e) keuangan, (f) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (g) layanan khusus. Di samping kepengawasan pada bidang itu, pengawas sekolah perlu melakukan kegiatan pemantauan, pembinaan, bimbingan dan narasumber, serta penilaian terhadap 1

16 pelaksanaan 8 (delapan) standar nasional pendidikan, yaitu: (a) standar isi, (b) standar kompetensi lulusan, (c) standar proses, (d) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (e) standar sarana dan prasarana, (f) standar pengelolaan, (g) standar pembiayaan, dan (h) standar penilaian. Supervisi terhadap kedelapan standar tersebut bertujuan agar sekolah terakreditasi dengan baik dan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Ketercapaian standar nasional pendidikan merupakan bagian dari penjaminan mutu pendidikan nasional yang lulusannya dapat bersaing baik secara nasional maupun internasional. Pelaksanaan supervisi manajerial yang dilakukan pengawas sekolah ditentukan oleh pemahaman dan penguasaan mengenai prinsip-prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial. Penerapan prinsip-prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial oleh pengawas sekolah sesuai permasalahan manajerial di sekolah berkaitan erat dengan nilai-nilai utama PPK yang terdiri dari: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas, diwujudkan pengawas sekolah dalam melakukan supervisi manajerial. Maknanya nilai-nilai utama PPK dan pendidikan inklusif akan mewarnai prinsip-prinsip, metode dan teknik supervisi yang diterapkan pengawas sekolah ketika melakukan supervisi manajerial terhadap kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lain di sekolah binaan. Gerakan PPK merupakan lanjutan dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010 yang bersifat berkelanjutan, dan menjadi bagian integral Nawacita butir 8 yaitu Revolusi Karakter Bangsa dan Gerakan Revolusi Mental dalam pendidikan mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan perubahan paradigma meliputi perubahan pola pikir dan cara bertindak dalam mengelola sekolah. Dalam hubungan ini Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam dari pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan. Kelima nilai utama karakter saling berkaitan dan membentuk jejaring yang perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan. Pembentukan jejaring ini juga mempertimbangkan prinsip-prinsip pendidikan inklusif yang terdiri dari (1) kehadiran, (2) penerimaan, (3) partisipasi, dan (4) pencapaian baik akademik maupun non-akademik untuk semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus sebagai langkah terbaik untuk memastikan pelaksanaan perlindungan kesejahteraan anak. Pendidikan inklusif mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik dengan tidak mempersoalkan keadaan fisik, kecerdasan, sosial, emosional, jender, dan kondisi-kondisi lain. Implementasi nilai-nilai PPK dan PIPKA pada modul ini diharapkan dapat mencegah tumbuhnya paham radikalisme, terorisme, vandalisme, penyalahgunaan obat terlarang, 2

17 dan perilaku hidup bebas sehingga dapat merajut kehidupan damai dan sejahtera dalam bingkai NKRI. Urgensi pokok permasalahan ini dapat dijelaskan pada bagian berikut ini. Sebagai bangsa yang besar NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan suatu Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dan diapit oleh dua samudra dan dua benua, didiami oleh ratusan juta penduduk, memiliki iklim tropis, memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat agama dan keyakinan yang berlainan satu sama lain bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Keseluruhannya tercemin dalam satu ikatan kesatuan lambang negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Pada dasarnya keberagaman masyarakat Indonesia menjadi modal dasar dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu, sangat diperlukan rasa persatuan dan kesatuan yang tertanam disetiap warga negara Indonesia. Pembentukan sikap nasionalis terhadap bangsa yang besar perlu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai generasi penerus bangsa Indonesia. Namun demikian, dalam kenyataanya masih ada konflik yang terjadi dengan mengatasnamakan suku, agama, ras atau antargolongan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa sikap nasionalis bangsa yang ada seharusnya bisa menjadi modal bagi bangsa ini untuk menjadi bangsa yang kuat. Untuk mendukungnya, diperlukan rasa persatuan yang kokoh dan kuat. Persatuan bangsa merupakan syarat yang mutlak bagi kejayaan Indonesia. Jika masyarakatnya tidak bersatu dan selalu memprioritaskan kepentingannya sendiri, maka cita-cita Indonesia yang terdapat dalam sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Bangsa akan hanya menjadi mimpi yang tak akan pernah terwujud. Sehingga semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu, hanya sebatas slogan. Komitmen seluruh unsur negara menentukan sikap yang persisten untuk kesatuan bangsa perlu ditindaklanjuti di berbagai tingkat masyarakat. Keberagaman dalam berbagai aspek (adat, budaya, agama, bahasa) merupakan kondisi yang dapat membentuk masyarakat Indonesia yang memiliki toleransi dan rasa saling menghargai untuk menjaga perbedaan tersebut. Untuk itu perlu nilai komitmen persatuan bangsa Indonesia dalam keberagaman nasional. Kata kata bijak mengatakan: "Bila anda ingin memperbaiki dunia, mulailah terlebih dulu dengan diri sendiri." Walaupun terkesan kuno, tetapi tetap berlaku untuk kita simak dan diterapkan dalam perjalanan hidup. Kita semuanya berharap Indonesia bisa berubah menjadi lebih baik dalam segala hal. Menjadi lebih baik dalam pendidikan anak bangsa, kesehatan masyarakat, perekonomian, sandang pangan, keamanan, kesejahteraan, dan seterusnya. Salah satunya adalah agar tercipta keharmonisan, kedamaian dan 3

18 ketenangan dalam hidup keberagaman antar berbagai suku bangsa yang ada ditanah air kita tercinta. Perbuatan-perbuatan negatif yang dapat merusak keutuhan suatu bangsa perlu dihindari sedini mungkin, seperti radikalisme, vandalisme dan penyalahgunaan obat terlarang narkoba serta kehidupan bebas melalui penguatan nilai-nilai luhur Pancasila. Untuk mencegah lahirnya paham radikalisme maka perlunya penguatan pada cara pandang pendidikan agama dan budi pekerti yang berlaku di Indonesia yang lebih berorientasi pada hukum yang kaku dan eksklusif tetapi lebih pada cinta yang moderat dan inklusif. Oleh karena itu, pembelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan Pendidikan Pancasila harus dilakukan secara berkesinambungan untuk menangkis masuk dan berkembangnya paham radikalisme di Indonesia terutama pada generasi muda. Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, pergaulan bebas, dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS. Generasi muda saat ini harus diselamatkan dari era globalisasi ini karena banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing yang masuk dan tidak semua sama dengan kebudayaan luhur bangsa Indonesia, seperti kebudayaan hubungan bebas. Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para generasi mudah dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Penyalahgunaan obat terlarang selalu menjerat generasi muda ke dalam jeratan narkoba, zat dan obat-obatan terlarang. Para pengedar dan pembuat barang-barang terlarang tersebut akan melakukan berbagai promosi bujuk rayu menjebak kepada orangorang yang lemah iman dan tidak memiliki akal sehat untuk menjadi budak obat-obat terlarang. Oleh karena itu, generasi muda perlu dibekali pengetahuan tentang obat-obat terlarang dan segala akibatnya. Pergaulan yang salah dapat menyebabkan generasi muda terperosok ke dalam jurang kesesatan. Penguatan nilai religius melalui penguatan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui kesadaran bahwa penggunaan narkoba itu dosa karena hanya menyakiti dan merusak tubuh dan pikiran manusia. Penggunaan narkoba juga menjauhkan kita dari agama yang kita anut. 4

19 Pembentukan karakter generasi penerus bangsa perlu ditanamkan sejak mulai dini melalui perbuatan-perbuatan kebajikan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa yang ada dalam nilai-nilai Pancasila. Melalui Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) diharapkan generasi penerus bangsa yang besar ini dapat merajut kedamaian dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia dan terlepas dari sisi negatif dampak globalisme yang dapat merusak peradaban bangsa dan negara melalui perbuatan-perbuatan radikalisme bangsa, vandalisme, penyalahgunaan obat-obatan terlarang serta kehidupan bebas di abad super modern ini. Modul B Konsep Supervisi Manajerial ini akan memandu Saudara sebagai peserta Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Pengawas Sekolah untuk mengembangkan kompetensi Saudara dalam melaksanakan tugas supervisi manajerial. Modul ini akan menanamkan landasan yang kokoh dalam penerapan prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial di sekolah. Pada pembelajaran modul ini, Saudara akan melakukan kegiatan pembelajaran melalui pembelajaran mandiri dan/atau belajar bersama dengan sesama pengawas sekolah dan dipandu oleh fasilitator. B. Target Kompetensi Menguasai metode, teknik, dan prinsip-prinsip supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas serta prinsip pendidikan inklusif dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. C. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari modul PKB Pengawas Sekolah ini, Saudara mampu: 1. menerapkan prinsip-prinsip supervisi manajerial dengan untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah; 2. menerapkan metode supervisi manajerial untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah; 3. menerapkan teknik supervisi manajerial untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah; Penerapan prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial dilaksanakan dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas, serta prinsip-prinsip pendidikan inklusif dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. 5

20 D. Peta Kompetensi Pengawas Sekolah PERMENDIKNAS NO. 12 TAHUN 2007 TENTANG KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH DIMENSI KOMPETENSI 2. SUPERVISI MANAJERIAL 2.1. MENGUASAI METODE, TEKNIK, DAN PRINSIP-PRINSIP SUPERVISI MANAJERIAL DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENERAPKAN PRINSIP- PRINSIP SUPERVISI MANAJERIAL UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENERAPKAN METODE SUPERVISI MANAJERIAL UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENERAPKAN TEKNIK SUPERVISI MANAJERIAL UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH KONSEP SUPERVISI MANAJERIAL Gambar 2. Peta Kompetensi Modul B Konsep Supervisi Manajerial E. Ruang Lingkup dan Pengorganisasian Pembelajaran 1. Ruang Lingkup Modul B Konsep Supervisi Manajerial ini memuat bahasan tentang konsep supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif, dirinci menjadi 3 (tiga) topik utama yaitu: (a) Prinsip-prinsip Supervisi Manajerial, (b) Metode Supervisi Manajerial, dan (c) Teknik-teknik Supervisi Manajerial. 2. Pengorganisasian Pembelajaran a. Kegiatan Pembelajaran dan Alokasi Waktu Melalui modul ini, Saudara akan melakukan kegiatan-kegiatan, baik secara individu maupun secara kelompok. Kegiatan-kegiatan yang Saudara lakukan 6

21 terdiri atas kegiatan pembelajaran Konsep Supervisi Manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Kegiatan tersebut diawali dengan kegiatan mempelajari prinsip-prinsip supervisi manajerial pada Kegiatan Pembelajaran 1, metode supervisi manajerial pada Kegiatan Pembelajaran 2, dan teknik-teknik supervisi manajerial pada Kegiatan Pembelajaran 3, kemudian diakhiri dengan tes. Kegiatan In-1, On dan In-2 pada modul ini akan Saudara lakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Pada tahap In-1, Saudara akan melakukan kegiatan refleksi mengenai prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif yang sudah dilaksanakan di sekolah binaan. Setelah memperoleh hasil refleksi dilanjutkan dengan berlatih memetakan prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial, menyusun alternatif penyelesaian kasus supervisi manajerial dengan menentukan prinsip, metode dan teknik yang sesuai, menyusun skenario penerapannya kemudian melakukan simulasi penerapan prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Pada akhir kegiatan ini, saudara diminta untuk menyusun Rencana Tindak Lanjut untuk kegiatan On. Secara rinci kegiatan pembelajaran dan alokasi waktu pada modul ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Pada tahap On, Saudara akan melakukan penerapan prinsip-prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial di sekolah binaan serta mendokumentasikan bukti pelaksanaan kegiatan. Pada tahap In-2, Saudara mengumpulkan dokumen portofolio hasil On serta melakukan presentasi dan diskusi untuk mencari solusi dari studi kasus On. Selanjutnya Saudara menyusun rencana tindak lanjut pasca In-2 dan melaksanakan penilaian diri. Tabel 1. Isi Modul No Kegiatan Pembelajaran Alokasi Waktu In-1 On In-2 1 Menerapkan prinsip-prinsip supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilainilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah 9 7

22 2 Menerapkan metode supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif, untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah Menerapkan teknik supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif, untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah 9 Rencana Tindak Lanjut 1 Jumlah 28 JP 20 JP 8 JP b. Strategi Pembelajaran Kegiatan pembelajaran modul Konsep Supervisi Manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif menggunakan berbagai strategi pembelajaran. Ragam strategi tersebut ditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Strategi Pembelajaran No Strategi Pembelajaran Kegiatan In1 On In2 1 Berpikir Reflektif x x 2 Diskusi 3 Studi Kasus 4 Presentasi x 5 Bermain Peran 6 Curah Pendapat 7 Simulasi x 8

23 F. Penilaian Aspek penilaian dalam program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dengan moda Tatap Muka In-1, On, In-2 adalah sebagai berikut: 1. Penilaian Sikap (disingkat NS) Penilaian aspek sikap dimaksudkan untuk mengetahui sikap peserta pada unsur kerjasama, disiplin, tanggungjawab, dan keaktifan. Sikap-sikap tersebut dapat diamati pada saat menerima materi, melaksanakan tugas individu dan kelompok, mengemukakan pendapat dan bertanya jawab, serta saat berinteraksi dengan narasumber dan peserta lainnya. Penilaian sikap dilakukan sejak awal sampai akhir kegiatan baik In-1 maupun In-2 secara terus menerus yang dilakukan oleh narasumber untuk setiap materi. Namun, penetapan nilai akhir aspek sikap dilakukan pada tahapan terakhir. Penilaian aspek sikap sebagaimana unsur yang ditetapkan di atas merupakan kesimpulan narasumber terhadap sikap peserta. Hasil penilaian sikap dituangkan dalam format Lembar Penilaian Sikap diserahkan kepada kepada operator Sistem Informasi Manajemen (SIM). 2. Penilaian Keterampilan (disingkat NK) Penilaian keterampilan bertujuan untuk mengetahui apakah telah terjadi perubahan keterampilan peserta setelah melalui proses pembelajaran In-1, On dan In-2. Penilaian keterampilan menggunakan pendekatan penilaian otentik mencakup tes dan non-tes berupa penyelesaian tugas pengisian LK, portofolio dan laporan On dan presentasi hasil On. Penilaian aspek keterampilan dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung, namun juga melalui kumpulan portofolio hasil penugasan individu dan/atau kelompok. Komponen penilaian terhadap aspek keterampilan khususnya portofolio hasil On yakni kelengkapan (semua tagihan terpenuhi), keaslian (dibuat sendiri, tidak ada indikasi meniru milik/dikerjakan orang lain), kualitas (kebenaran isi sesuai kriteria/rubrik). Hasil penilaian aspek keterampilan dituangkan dalam format Lembar Penilaian Keterampilan pada In-1 dan In-2 diserahkan kepada operator SIM. 3. Penilaian Aspek Pengetahuan (disingkat NP) Penilaian aspek pengetahuan disebut dengan Tes Akhir dilakukan oleh peserta di akhir kegiatan pelatihan program PKB moda Tatap Muka untuk kegiatan In-1, On, In- 2. Peserta tes akhir adalah peserta yang telah mengikuti pelatihan PKB secara tuntas untuk seluruh kegiatan pembelajaran dan dinyatakan layak berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Pelaksanaan tes akhir dilakukan secara Dalam Jaringan (Daring) di 9

24 Tempat Uji Kompetensi (TUK) yang telah ditentukan. Nilai tes akhir akan menjadi nilai Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS) tahun 2017 dan digunakan sebagai salah satu komponen nilai akhir peserta. Selanjutnya, Nilai Akhir (NA) peserta pelatihan PKB moda tatap muka In-1, On, In-2 diperoleh dengan formula sebagai berikut : NA = [{(NS x40%)+(nk x60%)}x60%] + [NPx 40%] 4. Kriteria Kelulusan Peserta Peserta akan mendapatkan sertifikat dari Nilai Akhir (NA) dengan predikat minimal Cukup. Berikut adalah kategori predikat pada kelulusan peserta mengadaptasi Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara No 15. Tahun 2015 tentang Pedoman Diklat Prajabatan: Angka Keterangan Predikat Sangat Baik A Baik B Cukup C Kurang D 50 Sangat Kurang E Peserta program PKB PS yang memperoleh Nilai Akhir 70 diberikan Sertifikat, sedangkan peserta yang memiliki Nilai Akhir < 70 hanya menerima surat keterangan keikutsertaan dalam pelatihan. 10

25 BAGIAN II KEGIATAN PEMBELAJARAN TAHAP IN SERVICE LEARNING 1 (In-1) (28 JP) Pengantar Pada tahap In-1, Saudara berkumpul bersama pengawas sekolah lain untuk membahas tentang konsep supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif, dirinci menjadi 3 (tiga) topik utama yaitu: (a) Prinsip- Prinsip Supervisi Manajerial, (b) Metode Supervisi Manajerial, dan (c) Teknik-Teknik Supervisi Manajerial. Kegiatan-kegiatan tersebut dicapai melalui strategi Berpikir Reflektif, Diskusi, Studi Kasus, Presentasi, Bermain Peran, Curah Pendapat, dan Simulasi. Saudara dapat melakukannya secara berkelompok, namun jika tidak memungkinkan karena jumlah peserta terbatas, silakan kerjakan kegiatan secara individual. Pada akhir In-1 Saudara akan membuat rencana tindak lanjut untuk On di sekolah binaan. Kegiatan Pembelajaran 1: Prinsip-prinsip Supervisi Manajerial (9 JP) A. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran ini, Saudara dapat menerapkan prinsipprinsip supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah. B. Indikator Pencapaian Tujuan 1. Membangun hubungan kemanusiaan 2. Melaksanakan prinsip supervisi berkesinambungan 3. Melakukan supervisi secara demokratis 4. Memproses supervisi secara integral dengan program pendidikan 5. Melaksanakan supervisi komprehensif 6. Melaksanakan supervisi secara konstruktif 7. Melakukan supervisi secara objektif Indikator percapaian tujuan di atas dengan mengintegrasikan 5 (lima) nilai utama PPK, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas, serta prinsip pendidikan inklusif yang terbuka, anti diskriminasi, fleksibel dan berfokus kepada pemenuhan hak peserta didik. 11

26 C. Uraian Materi 1. Pengertian Supervisi Manajerial Supervisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengawas sekolah dalam rangka membantu kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Menurut Ametembun (2000) pengertian supervisi berdasarkan bentuk perkataannya, supervisi terdiri dari dua buah kata super + visi: Super = atas, lebih, Visi = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi. Supervisi yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan adalah untuk memberikan pelayanan kepada kepala sekolah dalam melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan. Supervisi ditujukan pada dua aspek, yakni manajerial dan akademik. Supervisi manajerial menitikberatkan pada pemantauan, pembinaan, dan pembimbingan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. Sementara supervisi akademik menitikberatkan pada pemantauan, pembinaan, dan pembimbingan pengawas terhadap kegiatan akademik, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. 2. Ruang Lingkup Supervisi Manajerial Supervisi manajerial sebagaimana dikemukakan dalam uraian di atas lebih menitikberatkan pada aspek pengelolaan dan administrasi sekolah. Dalam Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009), diungkapkan bahwa supervisi manajerial merupakan kegiatan peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sekolah. Kegiatan itu mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian dan pengembangan kompetensi guru dan tenaga kependidikan di sekolah. Selanjutnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan (Kemendikbud, 2007) yang berkenaan langsung dengan ranah kompetensi pengawas sekolah dalam pembinaan untuk mengelola sekolah binaan meliputi: (a) perencanaan program, (b) pelaksanaan rencana kerja, (c) pengawasan dan evaluasi, (d) kepemimpinan, dan (e) sistem informasi manajemen. 12

27 Supervisi manajerial yang dilaksanakan pengawas sekolah pada aspek manajemen sekolah meliputi: (a) kurikulum dan pembelajaran, (b) kesiswaan, (c) sarana dan prasarana, (d) ketenagaan, (e) keuangan, (f) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (g) layanan khusus. Terkait dengan tugas tersebut pengawas perlu melakukan tugas berupa pemantauan, bimbingan dan narasumber, serta penilaian terhadap pelaksanaan standar nasional pendidikan. Standar Nasional Pendidikan meliputi delapan standar, yaitu: (a) standar isi, (b) standar kompetensi lulusan, (c) standar proses, (d) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (e) standar sarana dan prasarana, (f) standar pengelolaan, (g) standar pembiayaan, dan (h) standar penilaian (Kemen PAN dan RB, 2010). Pelaksanaan supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif oleh pengawas sekolah selalu berkaitan dengan penguasaan prinsip-prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial. Dengan demikian, pelaksanaan supervisi dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan di sekolah terutama pada sekolah binaan. Pemahaman prinsipprinsip, metode dan teknik supervisi manajerial akan memandu pengawas sekolah dalam menjalankan fungsi pengawas secara efektif sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan sekolah binaan. 3. Fungsi dan Peran Pengawas Sekolah dalam Supervisi Manajerial Pengawas sekolah sebagai supervisor memiliki fungsi dan peran yang menentukan dalam upaya peningkatan kinerja dan mutu pendidikan di sekolah. Gregorio (1966) sebagaimana dikutip Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2008) mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi, yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Fungsi-fungsi tersebut diuraikan secara singkat berikut ini. Fungsi inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi sekolah. Jadi, seorang supevisor berperan melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa, kurikulum, tujuan belajar maupun metode pembelajaran. Sasaran inspeksi yang dilakukan pengawas sekolah adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interviu, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian. Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi sekolah. Penelitian dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan 13

28 analisis untuk menarik suatu kesimpulan. Selanjutnya, pengawas dapat menentukan strategi alternatif untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi sekolah. Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah/tenaga kependidikan lainnya berkaitan dengan kemampuan profesional yang diharapkan. Pelatihan dalam supervisi manajerial dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan antara lain: workshop/lokakarya, seminar, observasi, individual dan group conference, serta kunjungan supervisi. Fungsi bimbingan diartikan sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok. Tujuannya adalah agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan dilakukan dalam pelaksanaan supervisi manajerial antara lain dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, melakukan pendampingan (mentoring) serta membantu menerapkan sebuah prosedur kerja yang baru. Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan dan tingkat pencapaian pelaksanaan program. Penilaian terkait dengan supervisi manajerial dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: tes, penetapan standar, penilaian, dan perkembangan hasil penilaian sekolah. Prosedur penilaian lain juga bisa dilakukan selama itu berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan. Ketika melaksanakan supervisi manajerial, peran-peran yang dimiliki pengawas sekolah antara lain: a. Kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah. b. Asesor dalam menganalisis potensi sekolah binaan dan mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan sekolah binaannya. c. Pusat informasi pengembangan mutu pendidikan di sekolah binaannya. d. Evaluator/judgement terhadap pemaknaan hasil pengawasan. Dalam menjalankan peran tersebut di atas, seorang pengawas diharapkan memiliki kemampuan sebagai: a. Konseptor, yaitu menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. b. Programmer, yaitu menyusun program kepengawasan berdasarkan visi-misitujuan dan program sekolah-sekolah binaannya. 14

29 c. Komposer, yaitu menyusun metode kerja dan berbagai instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan di sekolah. d. Builder, yaitu: (1) membina kepala sekolah dalam pengelolaan (manajemen) dan administrasi sekolah berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah, (2) membina guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, dan (3) memotivasi pengembangan karir kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. e. Observer, yaitu membantu kepala sekolah dalam menyusun indikator keberhasilan mutu pendidikan di sekolah dan memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah. f. Reporter, yaitu menyusun laporan hasil-hasil pengawasan pada sekolah-sekolah binaan dan menindaklanjuti untuk perbaikan mutu pendidikan dan program pengawasan berikutnya. g. Supporter, yaitu mendorong guru dan kepala sekolah untuk merefleksi guna menemukan hasil-hasil yang dicapai dan menyadari kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya. h. User, yaitu memanfaatkan hasil-hasil pemantauan untuk membantu kepala sekolah dalam menyiapkan akreditasi sekolah. i. Messenger, yaitu menyampaikan dan menjelaskan berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan kepada guru dan kepala sekolah. 4. Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial Pengawas sekolah sebagai supervisor harus mampu menunjukkan perilaku seorang profesional. Pelaksanaan supervisi manajerial harus berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena itu, diperlukan kemampuan melihat dengan tajam permasalahan peningkatan mutu pendidikan, dan menggunakan kepekaan untuk memahami setiap permasalahan dan mampu memberikan alternatif untuk menyelesaikannya. Pelaksanaan supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif oleh pengawas sekolah dapat berjalan secara efektif apabila didukung oleh pemahaman dan penguasaan prinsip-prinsip supervisi manajerial. Di antara prinsip-prinsip yang berdampak positif dalam melaksanakan supervisi manajerial diuraikan secara singkat berikut ini. a. Pengawas harus menjauhkan diri dari sifat otoriter 15

30 Pengawas yang otoriter cenderung menggunakan kekuasaan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Dalam Wikipedia Ensiklopedia Bebas (2016) dijelaskan bahwa seseorang misalnya pengawas akan menggunakan wewenang sebagai dasar berpikir dan bertindak. Ketika berhadapan dengan orang lain dan menanggapi masalahnya, mereka akan menanyakan kedudukannya dalam lembaga dan organisasi. Dalam membahas masalah itu, pengawas tidak akan mempersoalkan hakikat dan kepentingannya, tetapi selalu merasa berhak untuk ikut campur dan mengurus perkara yang dipersoalkannya. Namun, hal ini hanya berlaku untuk dirinya. Seorang otoriter akan membatasi pekerjaan seseorang, yaitu agar orang tersebut bekerja menurut prosedur dan aturan yang ada. Jika orang itu tidak mengerti dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik, orang itu akan dianggap salah. Pengawas yang otoriter hanya mengenal satu macam komunikasi, yaitu satu arah. Komunikasi dua arah, saling diskusi dan menanggapi, dan model demokratis dengan kemungkinan perbedaan dan pertentangan pendapat secara verbal atau secara konseptual akan dimengerti, tapi sulit untuk dihayati. Komunikasi yang bebas dan terbuka, berasal dari berbagai arah dan tertuju ke segala penjuru akan asing baginya, karena gaya komunikasi tersebut tidak masuk dalam kerangka berpikirnya. Oleh karena itu, komunikasi satu arah menjadi andalan bagi orang ini dalam menjalankan tugasnya. Dalam menjalankan tugasnya baik dalam menyampaikan gagasan, pemikiran, dan pesan, pengawas otoriter hanya mengenal satu bentuk komunikasi, yaitu instruksi. Istilah yang dikenalnya terbatas pada pengarahan, petunjuk, wejangan, perintah, pembinaan, sehingga bentuk komunikasi yang sifatnya sekadar memberitahu perkaranya (informatif) dianggap sudah mencukupi. Bentuk komunikasi yang persuasif untuk meyakinkan, dinilai menghabiskan waktu dan tidak efisien (Wikipedia: Ensiklopedia Bebas, 2016). Jika dalam komunikasi pengawas yang otoriter hanya mengenal komunikasi dalam bentuk instruksi, dalam bertindak cenderung mengedepankan kekuasaan. Pengawas otoriter juga akan mempermainkan perasaan bawahannya dengan sengaja membuat mereka merasa salah dan malu. Dengan kata lain, pengawas yang otoriter akan bertindak menggunakan kekuasaan dan kedudukannya yang merasa dirinya adalah atasan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. 16

31 Ciri-ciri pengawas sekolah yang bersifat otoriter, antara lain: (1) menganggap kepala sekolah/guru sebagai bawahan, (2) menjadi penguasa tunggal, (3) mengabaikan peraturan yang berlaku, (4) mengabaikan dasar permusyawaratan, dan selalu berdasarkan keputusan sendiri, (5) mempertahankan kedudukan dengan berbagai cara, (6) menjalankan manajemen tertutup, (7) menutup komunikasi dengan dunia luar, (8) penyelesaian masalah dilakukan dengan kekerasan dan paksaan, (9) prinsip dogmatis dan banyak berlaku doktrin, (10) mengabaikan perlindungan hak asasi manusia, (11) mengabaikan fungsi kontrol terhadap administrasi, dan (12) melakukan intervensi ke seluruh bidang. Untuk menghindari sifat-sifat otoriter di atas, pengawas sekolah hendaknya memiliki karakter yang dapat diteladani dan dijadikan contoh oleh guru maupun kepala sekolah melalui pembiasaan yang dilakukan dalam melaksanakan supervisi manajerial. Misalnya, membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi guru dalam pengelolaan pembelajaran dilakukan secara terbuka dan bersahabat; Memberi dukungan kepada pengawas sekolah dalam melaksanakan pengelolaan sekolah terkait dengan melibatkan publik untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah. b. Pengawas harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah hendaknya pengawas sekolah bisa menjalin suatu hubungan yang harmonis dengan para kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal, sehingga tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan atas apa yang dilakukan pihak lainnya. Hal ini juga bisa meminimalisir terjadinya tindakan yang merugikan dan akhirnya dapat menggagalkan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Dalam menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif perlu adanya prinsipprinsip dasar seperti adanya rasa saling menghargai, saling menghormati peran dari masing-masing pihak, serta adanya keterbukaan baik dari pihak pengawas, kepala sekolah, guru ataupun tenaga kependidikan lainnya. Untuk bisa memadukan tiap-tiap unsur pendidikan perlu adanya niat baik serta berusaha selalu mengedepankan komunikasi dan dialog yang baik untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dengan damai. Dengan demikian, bisa dicapai suatu solusi terbaik yang tidak merugikan pihak manapun dengan tetap menjaga kondisi dan suasana secara kondusif untuk melaksanakan hubungan personal yang baik. Hal ini tentu sangat dibutuhkan untuk menjaga hubungan baik antara 17

32 seluruh unsur pendidikan, meminimalisir timbulnya aktivitas yang tidak produktif, dan menuntut keadilan atas apa yang dihadapi di sekolah. Banyak pengawas sekolah yang seringkali lupa akan pentingnya hubungan yang harmonis dan dinamis, sehingga seluruh komponen pendidikan bekerja secara maksimal agar produktif dan sekaligus mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama. Disadari bahwa dalam meningkatkan produktivitas sekolah memerlukan kontribusi besar dari kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang memiliki hak-hak yang harus terpenuhi. Agar semua kepentingan dan tujuan dari masing-masing pihak dapat tercapai tanpa ada yang merasa dirugikan sangat diperlukan adanya hubungan kemanusiaan yang harmonis. Pengawas sekolah bersama komponen pendidikan hendaknya bisa bersamasama membangun kemitraan dalam bekerja, meningkatkan kualitas dan loyalitas, mempertahankan daya saing global yang semakin ketat, serta mengoptimalkan nilai tambah. Tentu saja, dalam membangun hubungan kemanusiaan yang harmonis bukanlah hal yang mudah dilakukan karena adanya kompleksitas permasalahan yang muncul, tetapi pengawas sekolah harus tetap konsisten membangun hubungan kemanusiaan yang harmonis dalam pelaksanaan fungsi supervisor. Hubungan kemanusiaan yang harmonis juga sangat diperlukan untuk menjalin komunikasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan agar semua pihak dapat berkontribusi secara optimal dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah. c. Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan, melainkan dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Pelaksanaan supervisi berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut 1) Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: (a) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (b) mengkaji perencanaan program sekolah, (c) menentukan fokus observasi, (d) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (e) menentukan teknik pelaksanaan observasi. 2) Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (a) harus luwes, (b) tidak mengganggu proses pembelajaran, (c) tidak bersifat menilai, (d) mencatat dan merekam hal-hal 18

33 yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (e) menentukan teknik pelaksanaan observasi. 3) Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: (a) memberi penguatan; (b) mengulas kembali tujuan pembelajaran; (c) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (d) mengkaji data hasil pengamatan, (e) tidak bersifat menyalahkan, (f) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (g) penyimpulan, (h) hindari saran secara langsung, dan (i) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan. d. Supervisi harus demokratis Hakikat demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dan sistem demokrasi adalah suatu sistem yang berpusat pada rakyat. Dan tentu, dalam sistem ini, rakyatlah yang menjadi aktor utama. Mulai dari pemilihan presiden, gubernur, bahkan camat sekalipun, dipilih oleh rakyat (Anggidetyas, 2013). Dalam demokrasi pendidikan di sekolah juga demikian, warga sekolah mempunyai kedudukan yang sangat menentukan. Pengawas sekolah tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis adalah mengembangkan keterbukaan, partisipatif dan kooperatif. Prinsip demokrasi oleh pengawas sekolah adalah memberikan wewenang secara luas kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. Setiap ada permasalahan selalu mengikut-sertakan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan sebagai suatu tim yang utuh. Prinsip kepengawasan demokratis memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. Kepengawasan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Prinsip kepengawasan demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi/kelompok. Penerapan prinsip demokratis dalam kegiatan supervisi manajerial dengan memberikan ruang yang lebih luas kepada warga sekolah untuk berekspresi. Warga sekolah mendapat kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan mengakses informasi secara terbuka luas. Dengan demikian, warga sekolah bebas untuk berasosiasi tanpa memandang strata sosial oleh karena tujuan dari sistem demokrasi adalah membentuk warga sekolah yang inklusif. 19

34 e. Program supervisi harus integral. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam unsur sistem kelembagaan yang mendukung pencapaian tujuan pendidikan. Supervisi yang dilaksanakan pengawas harus mampu mengaitkan antar komponen-komponen standar nasional pendidikan dengan pengelolaan administrasi sekolah. Perhatian terhadap pengelolaan pendidikan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas keterlaksanaan sistem proses belajar yang meliputi administrasi kurikulum, program ketenagaan, program sarana dan prasarana, program pembiayaan dan program hubungan dengan masyarakat yang kesemuanya merupakan unsurunsur yang mempengaruhi pengembangan dari kurikulum itu. f. Supervisi harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek dan komponen supervisi manajerial yang meliputi administrasi dan operasional sekolah. Pada hakikatnya, suatu aspek atau komponen supervisi manajerial pasti terkait dengan aspek atau komponen lainnya. Oleh karena itu pengawas sekolah hendaknya mewujudkan dimensi kompetensi supervisi manajerial yang meliputi: (1) Penguasaan dalam metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. (2) Penyusunan program kepengawasan berdasarkan visi, misi, tujuan dan program pendidikan di sekolah. (3) Penyusunan metode kerja dan instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan di sekolah. (4) Penyusunan laporan hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah. (5) Pembinaan kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah. (6) Pembinaan kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah. (7) Upaya mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah. (8) Melakukan pemantauan penyelenggaraan standar nasional pendidikan dan hasil-hasilnya dijadikan dasar untuk membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi sekolah. 20

35 g. Supervisi harus konstruktif. Supervisi yang dilakukan pengawas sekolah harus diarahkan pada peningkatan kinerja kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut di atas, maka pengawas sekolah hendaknya memperhatikan prinsipprinsip supervisi sekolah sebagai berikut ini. 1) Hubungan antara pengawas dengan guru adalah hubungan kolegial yang sederajat dan bersifat interaktif. Hubungan semacam ini lebih dikenal sebagai hubungan antara tenaga professional berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman, sehingga terjalin dialog professional yang interaktif dalam suasana yang intim dan terbuka. Isi dialog bukan pengarahan atau instruksi dari supervisor/pengawas melainkan pemecahan masalah pembelajaran. 2) Diskusi antara pengawas dan guru bersifat demokratis, baik pada perencanaan pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan tindak lanjut. Suasana demokratis itu dapat terwujud jika kedua pihak dengan bebas mengemukakan pendapat dan tidak ada yang mendominasi pembicaraan. Semua pihak memiliki sifat keterbukaan untuk mengkaji semua pendapat yang dikemukakan di dalam pertemuan tersebut dan pada akhirnya keputusan ditetapkan atas persetujuan bersama. 3) Sasaran supervisi didasarkan kepada kebutuhan dan aspirasi guru yang ditunjukkan melalui lingkup kegiatan guru baik sebelum, sedang, maupun setelah mengajar. Dengan prinsip ini guru didorong untuk menganalisis kebutuhan dan aspirasinya dalam usaha mengembangkan dirinya. 4) Telaah balikan dilakukan berdasarkan data rekaman observasi yang cermat yang didasarkan atas kesepakatan dan dilaksanakan dengan segera. Hasil telaah balikan itulah dijadikan dasar rencana pembinaan dan perbaikan selanjutnya. 5) Mengutamakan prakarsa dari dan tanggung jawab oleh guru sendiri baik pada tahap perencanaan, pengkajian balikan maupun pada pengambilan keputusan dan tindak lanjut. Dengan mengalihkan sedini mungkin prakarsa dan tanggung jawab itu ke tangan guru diharapkan menumnuhkan kepercayaan diri guru sehingga guru akan tetap mengambil prakarsa dan tanggung jawab untuk mengembangkan dirinya sehingga menjadi pembiasaan dan budaya sekolah. 21

36 h. Supervisi harus objektif. Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program supervisi pengawas sekolah harus dilakukan berdasarkan fakta-fakta permasalahan sekolah. Hal ini merupakan bagian dari integrias seorang pengawas sekolah. Perencanaan supervisi itu harus berdasarkan permasalahan dan kebutuhan nyata yang dihadapi sekolah. Pelaksanaan harus sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Penilaian program supervisi harus didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh dalam pelaksanaan supervis dan dideskripsikan apa adanya. D. Aktivitas Pembelajaran Kegiatan 1.1 Berpikir Reflektif Mengenai Pengertian dan Ruang Lingkup Supervisi Manajerial (Curah Pendapat 90 menit) Pada kegiatan awal ini, Saudara diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang supervisi manajerial. Oleh karena itu, Saudara akan melakukan serangkaian kegiatan di bawah ini. 1. Silakan lakukan kegiatan berpikir reflektif secara mandiri, berdasarkan pengalaman dan pemahaman Saudara. Untuk itu, Saudara harus mencermati pertanyaanpertanyaan penuntun berikut. Tulislah jawaban Saudara pada lembaran yang disediakan. Pertanyaan penuntun: a. Apa pemahaman Saudara mengenai supervisi manajerial? b. Buatlah definisi mengenai supervisi manajerial menurut pemikiran Saudara sendiri. 2. Setelah menuliskan definisi supervisi manajerial menurut pendapat sendiri, silakan Saudara melakukan diskusi bersama fasilitator/pengawas lainnya secara kelompok. Ikutilah petunjuk di bawah ini. a. Saudara diminta duduk berhadapan/berkelompok. b. Tuliskan definisi Saudara pada kertas plano (ikuti format LK 1.1). c. Melalui diskusi, bandingkan definisi yang Saudara buat dengan definisi dari anggota kelompok Saudara. d. Selanjutnya, bandingkan juga dengan definisi dari sumber lain, jika ada. e. Rumuskan satu definisi baru tentang supervisi manajerial berdasarkan hasil diskusi. Tuliskan hasilnya pada kertas plano (ikuti format LK 1.1), kemudian presentasikan. 22

37 LK 1.1 Definisi Supervisi Manajerial Menurut Anggota Kelompok (Individual) Menurut Sumber Lain yang Terpercaya Definisi Berdasarkan Hasil Diskusi Kelompok Kegiatan 1.2 Merefleksi Penerapan Prinsip-prinsip Supervisi Manajerial (90 Menit) Pada kegiatan ini Saudara diminta untuk merefleksi tentang prinsip-prinsip supervisi manajerial berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi dalam melakukan supervisi manajerial di sekolah binaan. Kegiatan ini dilaksanakan secara mandiri berdasarkan pengalaman dan fakta yang terjadi pada sekolah binaan dalam pelaksanaan supervisi manajerial. Tuliskan salah satu pengalaman Saudara dengan memuat keterangan tentang permasalahan manajerial sekolah binaan, cara Saudara melaksanakan supervisi manajerial, hasil supervisi manajerial yang dicapai dan tindak lanjut yang Saudara lakukan. Gunakan LK 1.2 untuk menuliskan pengalaman Saudara tersebut. LK 1.2 Merefleksi Penerapan Prinsip-prinsip Supervisi Manajerial 1. Tuliskan pengalaman Saudara dalam melaksanakan supervisi manajerial di sekolah binaan. Uraian pengalaman Saudara harus memuat tentang: uraian masalah sekolah binaan, cara melakukan supervisi (proses kegiatan yang dilaksanakan), hasil yang dicapai, dan tindak lanjut. 23

38 Permasalahan Sekolah Binaan Deskripsi Proses Pelaksanaan Supervisi Hasil Supervisi yang Dicapai Tindak Lanjut 2. Berdasarkan pengalaman Saudara tersebut di atas, beri tanda cek ( ) pada tabel prinsip-prinsip supervisi manajerial yang diterapkan dalam pelaksanaan supervisi manajerial disertai deskripsi cara Saudara menerapkan prinsip-prinsip supervisi manajerial. No Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial Terlaksana Ya Belum Deskripsi Proses Penerapan Prinsip 1 Menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis 2 Melaksanakan supervisi secara berkesinambungan 3 Melaksanakan supervisi secara demokratis 4 Melaksanakan supervisi secara integral 5 Mencakup aspek secara komprehensif 6 Melaksanakan supervisi secara konstruktif 7 Melaksanakan supervisi secara obyektif 3. Berdasarkan permasalahan penerapan prinsip supervisi manajerial di sekolah tersebut di atas, tuliskan prinsip-prinsip supervisi manajerial yang belum pernah 24

39 dilaksanakan beserta karakteristiknya. Prinsip Karakteristik Kegiatan 1.3 Merencanakan Penerapan Prinsip Supervisi Manajerial (90 Menit) Kegiatan ini masih berkaitan dengan hasil LK 1.2, khususnya pada kegiatan nomor 3. Pilih salah satu prinsip supervisi manajerial dari kegiatan nomor 3 tersebut. Kemudian, buatlah perencanaan penerapannya pada kegiatan supervisi manajerial yang akan Saudara simulasikan pada kegiatan berikutnya. Perhatikan karakteristik prinsip-prinsip supervisi yang dipilih dengan mengintegrasikan sekurang-kurangnya satu di antara 5 (lima) nilai utama PPK dan prinsip pendidikan inklusif berdasarkan hasil identifikasi hasil kepengawasan tahun sebelumnya, dan buatlah rancangan penerapan yang diharapkan dapat mewujudkan karakteristik tersebut. Gunakan LK 1.3. LK 1.3 Perencanaan Penerapan Prinsip Supervisi Manajerial Permasalahan Manajerial Prinsip Supervisi Manajerial Langkah-Langkah Kegiatan Persiapan: Pelaksanaan: 25

40 Tindak Lanjut: Kegiatan 1. 4 Penerapan Prinsip Supervisi Manajerial (90 Menit) Saudara telah menyusun perencanaan penerapan prinsip supervisi manajerial pada kegiatan 1.3. dan mungkin sudah mendiskusikannya sehingga mendapat berbagai masukan dari pengawas sekolah atau fasilitator. Selanjutnya, lakukanlah simulasi penerapan prinsip supervisi manajerial yang Saudara tentukan dan telah mengintegrasikan sekurang-kurangnya satu di antara 5 (lima) nilai utama PPK dan prinsip pendidikan inklusif. Agar simulasi dapat berjalan lancar, lakukan persiapan sebagai berikut. 1. Siapkan skenario pelaksanaan prinsip manajerial yang telah Saudara susun pada LK Pilih pengawas peserta lainnya yang akan berperan sebagai kepala sekolah atau guru sesuai dengan perencanaan, sedangkan Saudara akan berperan sebagai pengawas sekolah. 3. Lakukan simulasi penerapan prinsip supervisi manajerial sesuai dengan skenario yang telah Saudara susun. Pastikan setiap pihak dapat berperan sesuai dengan komitmen yang disepakati. 4. Mintalah komentar dari pengawas lain atau fasilitator mengenai simulasi yang Saudara lakukan. Gunakan LK 1.4 untuk menuliskan komentar hasil pelaksanaan simulasi. LK 1.4 Simulasi Prinsip Supervisi Manajerial Prinsip :... Aspek Penilaian Persiapan Pelaksanaan Simulasi Saran Kelebihan 26

41 Kekurangan Keterangan *) Pelaksanaan simulasi prinsip supervisi manajerial terpilih sesuai dengan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Selamat atas kerja keras Saudara dalam melaksanakan simulasi penerapan prinsip supervisi manajerial. E. Latihan/Kasus/Tugas (10 menit) Pilihlah jawaban yang benar dengan cara memberi tanda silang (x) pada huruf A, B, C, atau D. 1. Seorang pengawas melakukan supervisi di sekolah binaannya, pada saat pelajaran di sekolah berlangsung. Ia ditemui oleh kepala sekolah dan guru-guru yang kebetulan sedang tidak memiliki jam mengajar. Melihat guru duduk-duduk di kantor, pengawas langsung memberikan teguran, agar tidak meninggalkan kelas dan mendampingi para siswa dalam mengerjakan tugas, agar prestasi akademik siswa bagus. Perilaku pengawas tersebut belum menunjukkan prinsip... A. demokratis B. otoriter C. obyektif D. konstruktif 2. Dalam melaksanakan supervisi manajerial terhadap kepala sekolah binaannya, pengawas harus mempunyai etika dalam berkomunikasi di antaranya... A. mendengarkan pendapat dan menyetujui apa yang disampaikan dan menghormati yang mengajak bicara B. mendengarkan dengan sabar, merespons secara positif, mampu memberi solusi dengan tepat C. mendengarkan apa yang disampaikan dan menyampaikan pertanyaan untuk menguji pendapatnya D. mendengarkan pendapat, menyampaikan kata-kata penolakan secara tegas mempertimbangkan reaksi 27

42 3. Salah satu prinsip supervisi manajerial adalah komprehensif yang dalam implementasinya mencakup komponen... A. perumusan visi, misi dan tujuan sekolah, kurikulum sekolah, pengelolaan sekolah, sarana prasarana, tenaga kependidikan, siswa, dan lingkungan pendidikan B. perumusan visi, misi dan tujuan sekolah, kurikulum sekolah, pengelolaan sekolah, sarana prasarana, tenaga kependidikan, siswa, lingkungan pendidikan, dan penyelenggaraan ujian C. perumusan visi, misi dan tujuan sekolah, kurikulum sekolah, pengelolaan sekolah, tenaga kependidikan, siswa, lingkungan pendidikan, dan penyelenggaraan ujian D. perumusan visi, misi dan tujuan sekolah, kurikulum sekolah, pengelolaan sekolah, sarana prasarana, tenaga kependidikan, siswa, dan penyelenggaraan ujian 4. Prinsip konstruktif pada kegiatan pembinaan supervisi manajerial dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, dilaksanakan dengan memperhatikan... A. keadaan dana penunjang, kenyataan yang sebenarnya terjadi, kesiapan kepala sekolah, diarahkan kepada pencapaian 8 SNP B. kesesuaian dengan rencana program kepengawasan, berdasarkan kepentingan setiap kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya C. dukungan motivasi kepada kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya, sehingga tumbuh dorongan untuk bekerja lebih baik D. terjalinnya hubungan yang harmonis antara pengawas sekolah dengan kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya sesuai normatif yang berlaku 5. Prinsip demokratis dalam supervisi manajerial ditunjukkan melalui hubungan kemanusiaan. Perilaku yang menggambarkan prinsip tersebut adalah. A. mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan cara-cara yang menakutkan B. dilaksanakan secara sistematis berencana dan kontinyu untuk memperbaiki kinerja kepala sekolah C. memberikan support menstimulus guru dan kepala sekolah, sehingga mereka merasa tumbuh bersama D. membangun hubungan yang akrab sehingga guru dan kepala sekolah merasa aman dalam menjalankan tugasnya F. Rangkuman Supervisi adalah kegiatan profesional yang dilakukan oleh pengawas sekolah dalam rangka membantu kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. 28

43 Supervisi ditujukan pada dua aspek yakni: manajerial dan akademik. Supervisi manajerial menitikberatkan pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran. Prinsip-prinsip supervisi manajerial pada diri pengawas, terdiri dari: (1) menjauhkan diri dari sifat otoriter, (2) mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal, (3) dilakukan secara berkesinambungan, (4) demokratis, menekankan kegiatan yang partisipatif dan kooperatif, (5) integral, (6) komprehensif, mencakup keseluruhan aspek, (7) konstruktif, dan (8) objektif, bahwa program supervisi itu harus disusun berdasarkan persoalan dan kebutuhan nyata yang dihadapi sekolah. Penerapan prinsip-prinsip supervisi manajerial yang telah mengintegrasikan sekurangkurangnya satu di antara 5 (lima) nilai utama PPK dan prinsip pendidikan inklusif, menjadikan pengawas sekolah berperan sebagai: (1) kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, (2) asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah, (3) pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan (4) evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan. G. Umpan Balik Cocokkanlah jawaban Saudara pada latihan di atas dengan kunci jawaban pada halaman 30. Hitunglah jawaban Saudara yang benar. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi Kegiatan Pembelajaran 1. Tingkat Penguasaan = Jumlah Jawaban Benar Jumlah Soal X 100 % Arti tingkat persentase penguasaan yang Saudara capai: = sangat baik = baik = cukup = kurang 60 = sangat kurang Jika penguasaan Saudara berada pada tingkat Baik atau di atasnya, berarti Saudara telah mencapai tujuan pembelajaran pada topik ini. Selamat! 29

44 Jika tingkat penguasaan Saudara masih di bawah Baik, Saudara mereviu bahan bacaan penguatan untuk menyegarkan pemahaman Saudara sehingga bisa mencapai tingkat penguasaan Baik atau di atasnya. H. Refleksi dan Tindak Lanjut Saudara diminta untuk melakukan refleksi mengenai pemahaman tentang prinsip-prinsip supervisi manajerial yang mengintegrasikan nilai utama PPK dan prinsip pendidikan inklusif setelah Saudara mengikuti kegiatan pembelajaran. Jika Saudara merasa sudah menguasai prinsip-prinsip yang dipelajari, berilah tanda cek ( ) pada kolom Tercapai pada prinsip yang sudah dikuasai. Sebaliknya berilah tanda cek ( ) pada kolom Belum Tercapai pada prinsipprinsip yang belum dikuasai. No Tujuan Pembelajaran Tercapai 1 Membangun hubungan kemanusiaan 2 Melaksanaan prinsip supervisi berkesinambungan 3 Melaksanakan supervisi secara demokratis 4 Memproses supervisi secara integral dengan program pendidikan 5 Melaksanakan supervisi secara komprehensif 6 Melaksanakan supervisi secara konstruktif 7 Melakukan supervisi secara objektif Tindak lanjut: Belum Tercapai Keterangan 30

45 Kegiatan yang membuat saya belajar lebih efektif Kegiatan yang membuat saya tidak efektif belajar dan saran perbaikan I. Kunci Jawaban 1. A 2. B 3. B 4. C 5. D 31

46 Kegiatan Pembelajaran 2: Metode Supervisi Manajerial (9 JP) A. Tujuan Pembelajaran Setelah melakukan Kegiatan Pembelajaran 2, Saudara dapat menerapkan metode supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas, serta prinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah. B. Indikator Pencapaian Tujuan 1. Melaksanakan Monitoring/Pengawasan dan Evaluasi 2. Melaksanakan Refleksi dan Focused Group Discussion 3. Menggunakan Metode Delphi 4. Menjadi fasilitator/narasumber Workshop Indikator percapaian tujuan di atas dengan mengintegrasikan 5 (lima) nilai-nilai utama PPK yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas, serta prinsipprinsip pendidikan inklusif. C. Uraian Materi Supervisi manajerial yang dilakukan pengawas sekolah kepada kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah binaan melalui kegiatan pembinaan, pemantauan, bimbingan, narasumber dan penilaian memerlukan metode tertentu sesuai dengan permasalahan manajerial di sekolah binaan. Karena itu, sebelum melakukan supervisi manajerial diperlukan pemilihan metode agar pelaksanaan supervisi manajerial dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemilihan metode yang tepat tentunya memerlukan pemahaman dan penguasaan yang baik mengenai karakteristik dan langkah-langkah penerapan metode supervisi manajerial. Beberapa metode supervisi manajerial antara lain: Monitoring dan Evaluasi, Refleksi dan Focused Group Discussion (FGD), Delphi, dan Workshop. Setiap metode supervisi manajerial memiliki karakteristik dan langkah-langkah penerapan yang berbeda-beda sehingga setiap metode yang digunakan dapat disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan supervisi manajerial yang diharapkan. Uraian berikut akan membantu pengawas sekolah untuk memahami beberapa metode supervisi manajerial, yaitu: Monitoring dan Evaluasi, Refleksi dan Focused Group Discussion (FGD), Delphi, dan Workshop. Berikut ini akan diuraikan tentang beberapa metode supervisi manajerial, yaitu: Monitoring dan Evaluasi, Refleksi dan FGD, Delphi, dan Workshop. 32

47 1. Monitoring dan evaluasi Monitoring dan Evaluasi merupakan metode supervisi manajerial yang digunakan dalam kegiatan pemantauan dan penilaian program, kegiatan dan pemenuhan standar oleh sekolah. Monitoring dan evaluasi menjadi metode utama yang harus dikuasai oleh pengawas sekolah. Penguasaan metode ini memberikan kemampuan menjalankan fungsi dan peranannya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah terutama sekolah binaan. a. Monitoring Monitoring adalah suatu kegiatan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan pengelolaan sekolah. Pelaksanaan pengelolaan sekolah dipantau kesesuaiannya dengan rencana, program, dan standar yang ditetapkans sekolah. Di samping itu, kegiatan ini juga merekam hambatan-hambatan yang dialami sekolah selama pelaksanaan program. Kegiatan yang berlangsung selama pelaksanaan program dimaksudkan untuk mengendalikan dan mengatasi hambatan yang dialami. Melalui monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Karena itu, ketika melaksanakan monitoring, pengawas sekolah selalu berpedoman pada instrumen monitoring yang digunakan, menggunakan data dan fakta-fakta yang sesungguhnya serta menunjukkan keterbukaan sehingga memungkinkan memperoleh informasi secara optimal. Aspek-aspek yang dicermati dalam monitoring adalah pelaksanaan kegiatan sesuai program yang dikembangkan dan dijalankan oleh sekolah yang meliputi Rencana Pengembangan Sekolah, seperti Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Aspek-aspek manajerial sekolah yang akan dimonitoring sebaiknya sudah dikuasai oleh pengawas sekolah agar pelaksanaan monitoring dapat terlaksana tepat sasaran. Pengawas diharapkan pula bersikap objektif dalam melaksanakan monitoring serta mampu membangun semangat kerja sama dengan kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lain di sekolah binaan. b. Evaluasi Tujuan evaluasi adalah untuk (1) mengetahui tingkat keterlaksanaan program, (2) mengetahui keberhasilan program, (3) mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan (4) memberikan penilaian (judgement) 33

48 terhadap sekolah. Seperti halnya pada monitoring, pelaksanaan evaluasi dilakukan pada aspek-aspek manajerial yang berkaitan dengan pelaksanaan program kerja sekolah yang tercantum dalam RKJM/RKS, RKT, RKAS, Pemenuhan SPM dan SNP serta program-program lain yang dikembangkan sekolah. Evaluasi yang dilakukan pengawas sebaiknya dilakukan berpedoman pada indikator dan instrumen yang sudah disepakati, dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang ditentukan dengan mengedepankan peningkatan kualitas penyelenggaraan manajerial di sekolah binaan. Langkah-langkah pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagai berikut: 1) Menentukan tujuan monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan. 2) Menentukan aspek-aspek sasaran monitoring dan evaluasi. 3) Menyiapkan instrumen monitoring dan evaluasi yang akan digunakan. 4) Menyusun jadwal pelaksanaan monitoring dan evaluasi. 5) Melaksanakan monitoring dan evaluasi. 6) Menganalisis hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan. 7) Menyusun laporan dan tindak lanjut. 2. Refleksi dan Focused Group Discussion (FGD) Refleksi dan FGD merupakan satu rangkaian metode supervisi manajerial. Refleksi merupakan kegiatan yang dilakukan sekolah dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mengidentifikasi keberhasilan/ kekuatan, kelemahan dan hambatan yang dialami sekolah dalam pelaksanaan manajerial sekolah. Hasil refleksi kemudian dijadikan bahan diskusi dengan menerapkan metode FGD. Setelah pengawas melakukan monitoring, hasilnya disosialisasikan kepada sekolah binaan (kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan) agar dapat dilakukan refleksi bersama untuk menemukan dan memecahkan faktor penghambat dan pendorong atau pendukung melalui Forum Group Discussion (FGD). FGD melibatkan seluruh komponen pendidikan di sekolah, sehingga memperoleh kesatuan pandangan atas masalah yang terjadi serta berupaya menyusun program kerja untuk menyelesaikannya untuk keberhasilan sekolah. Pengawas sekolah dalam kegiatan FGD ini dapat bertindak sebagai fasilitator ataupun narasumber jika diperlukan sesuai pengalaman dan keahliannya. Melalui peran sebagai nara sumber, pengawas sekolah dimungkinkan untuk mengembangkan nilai gotong royong melalui peningkatan keterlibatan secara optimal unsur stakeholder sekolah, orang tua siswa serta pihak-pihak lain yang 34

49 berkepentingan dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, serta komitmen terhadap keputusan bersama. Langkah-langkah pelaksanaan FGD sebagai berikut: a. Sebelum FGD dilaksanakan, semua peserta sudah mengetahui maksud diskusi serta permasalahan yang akan dibahas; b. Peserta FGD hendaknya mewakili berbagai unsur sehingga diperoleh pandangan yang beragam dan komprehensif; c. Pimpinan FGD hendaknya akomodatif dan berusaha menggali pikiran/ pandangan peserta dari sudut pandang masing-masing unsur; d. Notulis hendaknya benar-benar teliti dalam mendokumentasikan usulan atau pandangan semua pihak; e. Pimpinan FGD hendaknya mampu mengontrol waktu secara efektif, dan mengarahkan pembicaraan agar tetap fokus pada permasalahan; f. Apabila dalam satu pertemuan belum diperoleh kesimpulan atau kesepakatan, maka dapat dilanjutkan pada putaran berikutnya. Untuk ini diperlukan catatan mengenai hal-hal yang telah dan belum disepakati. (APSI Kabupaten Nganjuk, 2011). 3. Metode Delphi Metode Delphi dapat digunakan oleh pengawas dalam membantu pihak sekolah merumuskan visi, misi dan tujuan sekolah. Sesuai dengan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS), dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) harus dimulai dengan merumuskan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis. Penyusunan visi, misi dan tujuan digali dari kondisi sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pandangan seluruh stakeholder. Metode Delphi dapat diterapkan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak. Langkah-langkahnya menurut Gorton (1976: 26-27) adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan sekolah. Masingmasing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas; b. Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama; 35

50 c. Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya; d. Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya. Melalui penerapan metode Delphi, pengawas sekolah dapat membiasakan pihakpihak yang berkaitan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan sekolah. Dengan demikian, pihak-pihak tersebut akan menyadari bahwa mereka dibutuhkan. Sumbangan tenaga, pikiran dan waktu mereka diperlukan untuk merealisasikan visi, misi dan cita-cita sekolah yang dirumuskan bersama tanpa mempersoalkan perbedaan-perbedaan, serta tetap menjunjung tinggi keputusan bersama. 4. Workshop Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan/atau perwakilan komite sekolah. Workshop dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan manajerial yang sama pada beberapa sekolah dalam satu wilayah binaan pengawas sekolah. Hasil workshop diharapkan berupa produk yang dapat digunakan sekolah dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Penyelenggaraan workshop disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya. Workshop dapat diselenggarakan dalam kelompok kerja seperti: Kelompok Kerja Kepala sekolah (KKKS), Musyawarah Kerja Kepala sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah/Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (KKPS/MKPS) atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan kurikulum, sistem administrasi, peran serta masyarakat, dan sistem penilaian. Langkah-langkah pelaksanaan workshop sebagai berikut. a. Menentukan materi atau substansi yang akan dibahas dalam workshop. Materi workshop terkait dengan masalah yang bersifat praktis, walaupun tidak terlepas dari kajian teori yang diperlukan sebagai acuan; b. Menentukan peserta yaitu mereka yang terkait dengan materi yang dibahas. c. Menentukan penyaji yang membawakan kertas kerja/materi; d. Mengalokasikan waktu yang cukup; 36

51 e. Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang memadai. (APSI Kabupaten Nganjuk, 2011) Kriteria penyaji dalam kegiatan workshop antara lain (Pendidikan Kewarganegaraan, 2016): a. Seorang praktisi yang benar-benar melakukan hal yang dibahas. b. Memiliki pemahaman dan penguasaan teori yang memadai. c. Memiliki kemampuan menulis kertas kerja, disertai contoh-contoh praktisnya. d. Memiliki kemampuan presentasi yang baik. e. Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi/membimbing peserta. f. Mampu mengelola waktu secara efektif. g. Mampu memanfaatkan sarana dan fasilitas. Pengawas sekolah memungkinkan menjadi penyaji dalam kegiatan workshop. Melalui workshop, pengawas sekolah membantu menyelesaikan permasalahan manajerial yang dihadapi sejumlah kepala sekolah, guru atau tenaga kependidikan lain di sekolah binaannya. Ketika menjadi penyaji, diharapkan pengawas sekolah mampu menunjukkan penguasaannya terhadap materi workshop, mendorong partisipasi semua peserta workshop dan mendorong kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lain sekolah binaan untuk melaksanakan hasil workshop. D. Aktivitas Pembelajaran Pada Pembelajaran 2 ini, Saudara akan melaksanakan lima kegiatan berturut-turut. Kegiatan pertama adalah melakukan refleksi terhadap pengalaman Saudara ketika melaksanakan supervisi manajerial di sekolah binaan. Selanjutnya memilih metode supervisi manajerial, mengidentifikasi permasalahan manajerial di sekolah binaan, merencanakan penerapan metode supervisi manajerial dan melaksanakan simulasi penerapan metode supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK, yaitu religius, nasionalis, gotong-royong, mandiri, dan integritas serta prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk meningkatkan pendidikan di sekolah. Kegiatan 2.1 akan membantu Saudara melaksanakan kegiatan 2.2, 2.3, 2.4 dan 2.5. Kegiatan 2.1 Berpikir Reflektif Mengenai Metode Supervisi Manajerial (90 menit) Pada kegiatan ini, Saudara melakukan refleksi mengenai metode supervisi manajerial yang Saudara pahami dan atau terapkan dalam pelaksanaan supervisi manajerial di sekolah binaan. Refleksi akan dilakukan secara mandiri. Untuk itu, Saudara dapat menggali pengalaman ketika melaksanakan supervisi manajerial di sekolah binaan, data- 37

52 data dan fakta-fakta yang sesungguhnya terjadi selama pelaksanaan supervisi manajerial. Hasil berpikir reflektif yang Saudara lakukan secara individu dituliskan pada LK 2.1. Tuliskan beberapa metode supervisi manajerial yang pernah Saudara lakukan, alasan penggunaan metode tersebut, serta langkah-langkah penerapannya pada aspek-aspek supervisi manajerial. LK 2.1 Hasil Berpikir Reflektif No Aspek Supervisi Manajerial Permasalahan Metode yang Digunakan Alasan Pemilihan Metode Langkahlangkah Penerapan Metode 1 Perencanaan Sekolah 2 Pengelolaan Kurikulum 3 Pengelolan PTK 4 Pengelolaan Keuangan 5 Pengelolaan Kesiswaan 6 Pengeloaan Sarana Prasarana 7 Hubungan Masyarakat 8. Layanan Khusus 38

53 Kegiatan 2.2 Memilih Metode Supervisi Manajerial (90 Menit) Berikut dideskripsikan beberapa contoh kasus supervisi manajerial yang terjadi di sekolah. Saudara diminta untuk mencermati kasus-kasus yang berkaitan dengan supervisi manajerial berikut ini. Kasus 1 Berdasarkan hasil pemetaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk standar pengelolaan dari beberapa sekolah SMP binaan adalah sebagai berikut: terdapat 4 sekolah belum memiliki visi dan misi yang dirumuskan bersama oleh seluruh warga sekolah, hanya memiliki dokumen rencana kerja tahunan, namun belum memiliki Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM). Sekolahsekolah tersebut sudah memajangkan visi, yang diunduh dari internet. Kegiatan yang dilakukan di sekolah tersebut mengacu pada rencana kerja tahunan yang dimilikinya. Namun, kegiatan yang dilakukannya kadangkadang tidak dievaluasi ketercapainnya. Kasus 2 Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas Pendidikan memerlukan data pencapaian indikator SPM dan SNP oleh semua jenjang sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK). Sebagai seorang pengawas sekolah, Saudara diminta untuk memperoleh data tersebut di seluruh sekolah binaan Saudara dalam waktu 2 (dua) minggu. Menurut Saudara, metode supervisi apa yang sesuai untuk memperoleh data yang diperlukan dan alasannya? Kasus 3 Berdasarkan laporan pengawasan tahunan yang dibuat oleh pengawas sekolah, diperoleh informasi bahwa 60% kepala sekolah binaan belum dapat melaksanakan penilaian kinerja guru sesuai dengan pedoman yang berlaku. Hal itu berdasarkan analisis hasil laporan PKG yang disampaikan oleh kepala sekolah binaan yang menunjukkan ketidaksesuaian pernyataan bukti kinerja dengan indikator kompetensi PKG dan penskoran. Terkait dengan kasus tersebut, Saudara akan menyusun kegiatan pembinaan pada tahun pelajaran berikutnya. Metode supervisi apa yang sesuai dan alasan pemilihannya? 39

54 Kasus 4 Dari hasil pemantauan pengawas sekolah terhadap pelaksanaan SNP di sekolah binaan, diperoleh pemetaan mutu pada satu sekolah binaan yaitu: terdapat 5 standar yang capaiannya kurang dari 2 sebagai berikut: standar isi (1,86), SKL (1,82), standar PTK (1,69), standar pengelolaan (1,73) dan standar pembiayaan (1,75). Sekolah tersebut harus mengidentifikasi kekuatan, kelemahan dan hambatan yang dimiliki serta menentukan langkah-langkah kongkrit untuk meningkatkan pencapaian SNP. Menurut Saudara, metode supervisi manajerial mana yang sesuai untuk kasus ini dan alasannya? Tentukan metode supervisi manajerial yang sesuai dengan setiap kasus di atas. Jika memungkinkan, Saudara dapat mendiskusikan bersama pengawas lain yang juga melakukan pembelajaran dengan modul yang sama. Saudara dapat menggunakan LK 2.2 untuk menuliskan hasil kerja Saudara atau hasil diskusi kelompok Saudara yang memuat tentang metode supervisi manajerial yang dipilih dan alasan memilih metode. LK 2.2 Menentukan Metode Supervisi Manajerial Kasus Metode Supervisi yang Sesuai Alasan Memilih Metode tersebut

55 Kegiatan 2.3 Mengidentifikasi Permasalahan Manajerial Sekolah Binaan (90 menit) Saudara telah berlatih menentukan metode supervisi manajerial melalui kasus-kasus supervisi manajerial di sekolah pada kegiatan 2.2. Pada kegiatan berikutnya, Saudara diminta untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan manajerial yang dihadapi oleh sekolah binaan berdasarkan hasil supervisi manajerial yang dilakukan. Kegiatan ini Saudara lakukan berdasarkan catatan pelaksanaan supervisi manajerial di sekolah binaan berkaitan dengan permasalahan-permasalahan supervisi manajerial yang dihadapi oleh kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan lainnya di sekolah binaan. Langkah-langkah kegiatan yang harus Saudara lakukan sebagai berikut: 1. Cermati hasil supervisi manajerial pada sekolah binaan yang Saudara lakukan pada semester atau tahun pembelajaran yang lalu. 2. Tuliskan masing-masing satu permasalahan manajerial yang dialami oleh 5-7 sekolah binaan Saudara pada LK LK Mengidentifikasi Permasalahan Manajerial Sekolah Binaan No Nama Sekolah Permasalahan Manajerial

56 3. Pilih 3 atau 4 permasalahan manajerial yang dihadapi sekolah binaan yang Saudara tuliskan pada LK di atas, kemudian tuliskan pada LK Tuliskan metode supervisi manajerial yang sesuai pada setiap permasalahan manajerial yang Saudara pilih sesuai LK berikut alasan pemilihan metodenya. LK Memilih Metode Supervisi Manajerial Sesuai Permasalahan Sekolah Binaan No Nama Sekolah Permasalahan Manajerial Metode Supervisi Manajerial Alasan Pemilihan Metode Kegiatan 2. 4 Merencanakan Penerapan Metode Supervisi Manajerial (45 Menit) Saudara telah menentukan metode supervisi manajerial sesuai permasalahan supervisi manajerial sekolah binaan pada kegiatan 2.3. Kemudian Saudara diminta mendiskusikannya dengan pengawas peserta lain atau fasilitator untuk memperoleh berbagai masukan dalam menyusun perencanaan penerapan metode supervisi manajerial. Saudara pilih satu metode supervisi manajerial sesuai permasalahan sekolah binaan untuk disimulasikan. Susunlah rancangan penerapan metode supervisi manajerial yang akan disimulasikan sesuai dengan format LK 2.4 berikut. LK 2.4 Perencanaan Penerapan Metode Supervisi Manajerial Permasalahan Metode Supervisi Langkah-Langkah Kegiatan Persiapan: Pelaksanaan: 42

57 Tindak lanjut: Kegiatan 2.5 Simulasi Penerapan Metode Supervisi Manajerial (90 Menit) Saudara telah menyusun rancangan penerapan metode supervisi manajerial sesuai permasalahan supervisi manajerial pada kegiatan 2.4. Sebelum disimulasikan, diskusikan rancangan yang Saudara susun dengan pengawas sekolah lain atau fasilitator untuk mendapat masukan. Setiap masukan yang disampaikan baik oleh fasilitator maupun pengawas sekolah peserta lainnya menjadi bahan yang amat berharga untuk perbaikan. Agar proses simulasi dapat berjalan lancar, lakukan persiapan kegiatan sebagai berikut: 1. Siapkan skenario penerapan metode supervisi manajerial yang Saudara susun sesuai LK 2.4, pahami langkah-langkah penerapannya; 2. Pilih pengawas peserta lainnya untuk berperan sebagai kepala sekolah atau guru sesuai kasus yang Saudara pilih sedangkan Saudara berperan sebagai pengawas sekolah; 3. Lakukan simulasi penerapan metode supervisi manajerial yang sudah Saudara rancang pada LK 2.5, pastikan pihak-pihak yang dipilih untuk peran-peran tertentu dalam simulasi dapat berperan sesuai dengan kesepakatan. 4. Mintalah komentar dari pengawas lain atau fasilitator mengenai simulasi yang Saudara laksanakan. Gunakan LK 2.5. LK 2.5 Simulasi Pelaksanaan Metode Supervisi Manajerial Metode :... Aspek Penilaian Persiapan Pelaksanaan Simulasi Saran Kelebihan 43

58 Kekurangan Keterangan: *) Pelaksanaan simulasi sesuai langkah-langkah metode yang disimulasikan dan penerapan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. E. Latihan/Kasus/Tugas (10 menit) Pilihlah satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf A, B, C, atau D. 1. Metode utama yang dilakukan oleh pengawas sekolah dalam supervisi manajerial adalah monitoring dan evaluasi. Kegiatan berikut yang tergolong monitoring oleh pengawas sekolah adalah. A. kegiatan dalam usaha menemukan kesalahan-kesalahan yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan program sekolah, untuk dipertimbangkan dalam pembinaan B. kegiatan pengawasan yang lebih dipusatkan pada pengontrolan selama program berjalan yang telah dilakukan oleh kepala sekolah dan guru, dan lebih bersifat klinis C. kegiatan dalam upaya memperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan D. Kegiatan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program, atau standar yang telah ditetapkan 2. Langkah kedua yang dilaksanakan oleh pengawas sekolah dalam menggunakan metode Delphi ketika melaksanakan supervisi manajerial adalah... A. Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai identitas. B. Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama. C. Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya. 44

59 D. Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta. 3. Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat dilaksanakan oleh pengawas ketika melakukan. A. pembinaan bagi kelompok kepala sekolah di setiap wilayah binaan masingmasing pengawas B. pembinaan bagi tenaga kependidikan yang bermasalah dalam bekerjanya C. pembinaan individual terhadap kepala sekolah atau tenaga kependidikan D. pembinaan bagi kepala sekolah atau tenaga kependidikan yang akan naik pangkat 4. Penggunaan Focused Group Discussion (FGD) oleh pengawas sekolah dalam melakukan pembinaan manajerial di sekolah binaan didasarkan pada permasalahan yang berkaitan dengan. A. kegagalan sekolah dalam melaksanakan program atau mencapai standar pada satu tahun ajaran, untuk dijadikan bahan penyusunan program B. refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini mereka alami C. upaya menyatukan pandangan mengenai realitas kondisi sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional untuk memajukan sekolah D. hasil monitoring pengawas sekolah yang berhubungan dengan pelaksanaan evaluasi diri sekolah selama satu tahun pelajaran 5. Pernyataan berikut yang termasuk langkah-langkah penerapan metode Delphi adalah. A. menentukan materi dan peserta yang terkait dengan materi yang dibahas, memerlukan fasilitator yang menguasai materi kegiatan B. masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas, mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutan berdasarkan jumlah orang yang berpendapat sama C. semua peserta sudah mengetahui maksud kegiatan serta permasalahan yang akan dibahas, mewakili berbagai unsur sehingga diperoleh pandangan yang beragam dan komprehensif D. menentukan tujuan yang akan dilakukan, aspek-aspek sasaran kegiatan supervisi dan menyiapkan instrumen yang akan digunakan 45

60 F. Rangkuman Metode supervisi manajerial ada empat jenis, yaitu: monitoring dan evaluasi, refleksi dan FGD, Delphi, dan Workshop. Monitoring dilaksanakan selama pelaksanaan program dengan penekanan pengendalian dan lebih bersifat klinis. Hasil monitoring menjadi umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan program. Sebaliknya, evaluasi bertujuan mengungkapkan sejauh mana keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah untuk kurun waktu tertentu. Metode Focused Group Discussion (FGD) dilakukan bersama stakeholder sekolah untuk menemukan kondisi sekolah yang sesungguhnya (kekuatan, kelemahan, dan hambatan) dan menyamakan pandangan serta menentukan langkah-langkah secara operasional guna meningkatkan kualitas sekolah dan pencapaian program-program sekolah. Metode Delphi dapat diterapkan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak. Metode ini bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. Workshop merupakan metode yang dapat diterapkan dalam sasaran luas, tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Kelompok Kerja Pengawas Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Penerapan metode-metode supervisi manajerial ini mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. G. Umpan Balik Cocokkanlah jawaban Saudara pada latihan di atas dengan kunci jawaban pada halaman 47. Hitunglah jawaban Saudara yang benar. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi Kegiatan Pembelajaran 2. Tingkat Penguasaan = Jumlah Jawaban Benar Jumlah Soal X 100 % Arti tingkat persentase penguasaan yang Saudara capai: = sangat baik = baik = cukup = kurang 60 = sangat kurang 46

61 Jika penguasaan Saudara berada pada tingkat Baik atau di atasnya, berarti Saudara telah mencapai tujuan pembelajaran pada topik ini. Selamat! Jika tingkat penguasaan Saudara masih di bawah Baik, Saudara mereviu bahan bacaan penguatan untuk menyegarkan pemahaman Saudara sehingga bisa mencapai tingkat penguasaan Baik atau di atasnya. H. Refleksi dan Tindaklanjut (35 menit) Saudara diminta untuk melakukan refleksi mengenai pemahaman tentang metode supervisi manajerial setelah Saudara mengikuti kegiatan pembelajaran. Jika Saudara merasa sudah menguasai metode supervisi manajerial yang dipelajari, berilah tanda cek ( ) pada kolom Tercapai pada metode yang sudah dikuasai. Sebaliknya berilah tanda cek ( ) pada kolom Belum Tercapai pada metode supervisi manajerial yang belum dikuasai. No Tujuan Pembelajaran Tercapai 1. Melaksanakan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaan 2. Melaksanakan refleksi dan Focused Group Discussion untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaan 3. Melaksanakan metode Delphi untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaan 4. Menjadi Fasilitator/narasumber kegiatan workshop untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaan Tindak lanjut: Belum Tercapai Keterangan 47

62 Kegiatan yang membuat saya belajar lebih efektif Kegiatan yang membuat saya tidak efektif belajar dan saran perbaikan. I. Kunci Jawaban 1. D 2. A 3. A 4. C 5. B 48

63 Kegiatan Pembelajaran 3: Teknik Supervisi Manajerial (9 JP) A. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan Kegiatan Pembelajaran 3 ini, Saudara dapat menerapkan teknik supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong, dan integritas, serta prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. B. Indikator Pencapaian Tujuan 1. Melaksanakan teknik individual, pertemuan individual, menilai diri sendiri 2. Melaksanakan teknik kelompok: Kerja kelompok, Diskusi Panel, Lokakarya Indikator percapaian tujuan di atas dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. C. Uraian Materi Supervisi (pengawasan) manajerial pada dasarnya berfungsi sebagai pembinaan, penilaian dan bantuan/bimbingan kepada kepala sekolah, guru dan seluruh tenaga kependidikan lainnya di sekolah dalam pengelolaan sekolah. Secara umum, kegiatan pengawasan dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja sekolah dan kinerja kepala sekolah, guru serta tenaga kependidikan lainnya. Supervisi manajerial berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup (a) perencanaan, (b) koordinasi, (c) pelaksanaan, (d) penilaian, (e) pengembangan kompetensi kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya (Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMPTK, 2009). Sasaran supervisi manajerial adalah membantu kepala sekolah dan staf sekolah lainnya dalam mengelola administrasi pendidikan, yaitu: (1) administrasi kurikulum, (2) administrasi keuangan, (3) administrasi sarana prasarana/ perlengkapan, (4) administrasi personal atau ketenagaan, (5) administrasi kesiswaan, (6) administrasi hubungan sekolah dan masyarakat, (7) administrasi budaya dan lingkungan sekolah, dan (8) aspekaspek administrasi lainnya (administrasi persuratan dan pengarsipan) dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Supervisi yang dilakukan pada aspek-aspek manajerial memerlukan pengawas sekolah yang memiliki integritas, kemandirian dan nasionalis yang diwujudkan melalui etos kerja yang tinggi, tidak bergantung pada orang lain, disiplin, jujur, cinta kebenaran, dan bertanggung jawab. 49

64 Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat menerapkan teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong, dan integritas, serta prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Berikut uraian singkat dari masing-masing teknik. 1. Teknik Supervisi Individual Teknik supervisi individual artinya bantuan individual untuk mengatasi atau menyelesaikan pemasalahan manajerial yang dialami sendiri oleh kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan lainnya. Bantuan yang diberikan oleh pengawas disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi masing-masing kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Teknik individual yang dapat digunakan oleh pengawas sekolah dalam melakukan supervisi manajerial antara lain dalam bentukbentuk kegiatan berikut ini. a. Kunjungan dan Observasi Kelas Kunjungan kelas ialah kunjungan pada waktu tertentu yang dilakukan oleh supervisor (pengawas sekolah) untuk melihat atau mengamati pelaksanaan proses pembelajaran sehingga diperoleh data empiris objektif untuk menemukan kebutuhan tenaga pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Di samping itu, hasil kunjungan dan observasi kelas ini menjadi bahan bagi pengawas atau kepala sekolah untuk menyusun program pengawasan manajerial. Ketika melakukan kunjungan kelas, pengawas sekolah hendaknya dapat menunjukkan pribadi yang santun, saling menghargai, bersahabat sehingga dapat diterima oleh guru yang dikunjungi. Hasil kunjungan dan observasi kelas menjadi bahan bagi pengawas sekolah atau kepala sekolah untuk menyusun program pengawasan manajerial, karena itu kunjungan dan observasi kelas dilaksanakan dengan mengedepankan objektifitas, kejujuran dan kebenaran. b. Dialog/Pertemuan Individu (Individual Conference) Dialog/pertemuan individu adalah percakapan pribadi antara pengawas dengan seorang guru/kepala sekolah yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh kepala sekolah/tenaga pendidik. Dialog/pertemuan Individu (Individual Conference) ini digunakan sebagai tindak lanjut hasil kunjungan atau obervasi kelas. Pengawas sekolah bisa pula melakukan dialog/pertemuan individu untuk menyampaikan informasi terkini yang 50

65 harus segera ditindaklanjuti, atau adanya permasalahan manajerial yang segera harus diselesaikan. Pelaksanaan dialog atau pertemuan individu, pengawas sekolah harus mampu menjadi pembicara sekaligus pendengar yang baik. Sebagai pembicara yang baik, tentunya pengawas sekolah selalu menjaga kekayaan budaya bangsa terutama etika berbicara, menghargai martabat individu, dan tidak memaksakan kehendak. Sebagai pendengar yang baik, seorang pengawas sekolah ketika melakukan dialog/pertemuan individu selalu bersedia mendengarkan pembicaraan orang lain, tidak memotong pembicaraan, dan menunjukkan sikap bersahabat. c. Kunjungan Antar Pengawas Sekolah Saling mengunjungi antar-pengawas sekolah, terutama kunjungan ke sekolah yang dianggap lebih maju/berkembang dalam pengelolaan sekolahnya merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja sekolah. Ketika menerapkan teknik supervisi ini, pengawas sekolah menentukan sekolah yang menjadi rujukan sebagai sasaran kunjungan. Selain itu, perlu dikembangkan pula semangat unggul dan prestasi, etos kerja dan daya juang kepada kepala sekolah binaan sehingga mendorong untuk belajar dari sekolah untuk meningkatkan kualitas sekolah yang dipimpinnya. Melalui kunjungan antar sekolah diharapkan memperoleh inspirasi dari pengalaman, kinerja dan kreatifitas kepala sekolah yang dikunjungi untuk diterapkan di sekolahnya. d. Evaluasi Diri/Menilai Diri Salah satu tindakan atau tugas yang paling sukar dilakukan oleh para pengawas sekolah, kepala, guru, atau tenaga kependidikan lainnya yaitu melaksanakan penilaian terhadap dirinya sendiri dengan melihat kinerjanya dalam pengelolaan sekolah. Dalam penilaian diri pengawas, kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan lainnya diminta untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Untuk mengukur kemampuan manajerialnya, pengawas, kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya bisa melihat ketercapaian standar-standar yang sudah ditetapkan sekolahnya. Langkah-langkah yang dapat dikerjakan adalah: 1) menentukan aspek-aspek kompetensi yang akan dinilai, 2) menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan, 3) merumuskan format atau pedoman penskoran, 4) meminta kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya melakukan penilaian diri, dan 5) 51

66 pengawas bersama kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan mengkaji hasil penilaian diri untuk pembimbingan/ pendampingan. e. Wawancara Untuk mendapatkan informasi yang objektif mengenai kondisi pengelolaan sekolah dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan pembinaan, wawancara dapat dilakukan dengan kepala sekolah, guru, tenaga adminsitrasi sekolah, dan orang tua siswa/warga masyarakat (stakeholder sekolah). Hasil wawancara digunakan sebagai dasar penyusunan program supervisi manajerial yang sesuai dengan kebutuhan sekolah binaan. Wawancara yang dilakukan pengawas sekolah dilakukan dengan memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, bersahabat dengan orang lain sehingga memungkinkan informasi yang diperlukan dapat diperoleh secara optimal. Sikap yang ditunjukkan pengawas sekolah tersebut sekaligus menunjukkan teladan bagi kepala sekolah terutama dalam perannya menjadi figur model dalam penerapan nilai-nilai utama penguatan pendidikan karakter dan prinsip pendidikan inklusif. f. Pendampingan Pendampingan merupakan proses pembimbingan yang dilakukan oleh pengawas sekolah kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya yang bertujuan untuk perbaikan mutu secara berkelanjutan. Pendampingan yang dilaksanakan pengawas sekolah didasarkan pada kemitraan dengan menerapkan kerjasama, menghargai, komitmen atas keputusan bersama. Kondisi demikian memungkinkan terjalin hubungan kemanusiaan yang harmonis antar pengawas sekolah sebagai mentor dengan kepala sekolah, guru atau tenaga kependidikan sebagai mentee sehingga memberikan peluang tercapainya tujuan pendampingan. g. Refleksi Refleksi diri adalah suatu proses perenungan, menelusuri kembali kegiatan, pengalaman, dan peristiwa yang telah dialami untuk dapat menarik lesson learned bagi diri sendiri dan dilanjutkan dengan penyusunan sebuah action plan untuk mengurangi kesenjangan (gap) yang masih ada antara harapan dan kenyataan atau untuk meningkatkan yang dinilai sudah baik. Selain itu, refleksi juga dapat dilakukan secara bersama-sama, pihak sekolah dapat mengamati data dan dokumen yang ada, dan menemukan sendiri keberhasilan dan kekurangberhasilan sekolah, faktor-faktor penghambat dan pendukung yang selama ini mereka alami. 52

67 Hasil refleksi tersebut dapat membantu penyusunan rancangan tindak lanjut untuk memperbaiki dan meningkatkan capaian dan mutu pembelajaran di sekolah. h. Bimbingan Teknis (Bimtek) Bimbingan teknis merupakan kegiatan pelatihan dan pengembangan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh setiap individu maupun sekolah. Oleh karena itu, bimbingan teknis dapat digunakan sebagai bagian dari pembinaan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya sebagai upaya meningkatkan kompetensi dan kinerja dalam mencapai standar pengelolaan sekolah sebagaimana ditetapkan oleh badan standar nasional pendidikan. Bantuan dan tuntunan diberikan sesuai dengan kasus dan masalah yang dihadapi oleh kepala sekolah, guru atau tenaga kependidikan. i. Buletin Supervisi Buletin supervisi adalah salah satu alat/bentuk komunikasi tertulis yang dipublikasikan oleh asosiasi pengawas sekolah atau kelompok kerja pengawas sekolah. Publikasi seperti ini berisi beragam informasi yang dapat membantu kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan menyelesaikan masalah manajerial di sekolahnya. Misalnya, laporan cara kerja kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang dinilai berhasil atau praktik yang baik (good practice), informasi mengenai sumber-sumber bahan pembelajaran bagi kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya sebagai bahan acuan dalam pengelolaan adminsitrasi, dan informasi-informasi terbaru mengenai metode kerja yang efektif. j. Membaca Terpimpin Pengawas mengarahkan kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan yang sudah teridentifikasi kesulitan atau masalah yang dihadapinya untuk membaca sumber-sumber yang dirujuk oleh pengawas, baik sumber yang tercetak maupun sumber-sumber on-line (daring). Kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan memungkinkan menemukan sendiri sumber-sumber selain dari pada sumbersumber yang ditunjukkan oleh pengawas. Diskusi antara pengawas dan kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan dapat dilakukan setelah membaca sumber-sumber yang dirujuk untuk menemukan tindakan yang dinilai dapat mengatasi kesulitan dan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini sekaligus juga 53

68 mensukseskan Gerakan Literasi Sekolah, yaitu gerakan membudayakan gemar membaca untuk warga sekolah. 2. Teknik Supervisi Kelompok Teknik supervisi kelompok adalah cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih yang mengalami permasalahan yang sama. Kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan dikelompokkan berdasarkan masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama sesuai hasil analisis kebutuhan. Mereka kemudian diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Dalam supervisi kelompok ini disampaikan satu materi atau sekelompok materi kepada sekelompok guru, kepala sekolah, atau tenaga kependidikan lainnya yang menjadi sasaran supervisi. Materi tersebut diterima bersama, dibahas bersama, dan disimpulkan bersama. Semua dilakukan di bawah bimbingan/bantuan supervisor. Dengan demikian, dalam waktu yang relatif singkat dapat dibina sejumlah guru, kepala sekolah, atau tenaga kependidikan lain dari sekolah binaan. Beberapa teknik supervisi kelompok disajikan secara singkat berikut ini. a. Kepanitiaan/Rapat Staf Sekolah/Dewan Guru Rapat adalah pertemuan formal suatu organisasi untuk membahas masalah tertentu agar menghasilkan keputusan atau solusi yang akan dilaksanakan oleh sekolah. Ciri-ciri rapat antara lain: 1) memiliki agenda yang disampaikan kepada peserta rapat beberapa hari sebelumnya baik melalui surat tertulis maupun melalui . 2) secara khusus menyampaikan kepada peserta mengenai bahan-bahan yang mereka harus bawa/siapkan. 3) biasanya berlangsung sekitar 2 (dua) jam, jika akan berlangsung lama, guru peserta rapat harus menyiapkan pengganti jika mempunyai jadwal mengajar. 4) pengawas atau kepala sekolah bertindak sebagai fasilitator. 5) menyampaikan undangan dan memastikan yang diundang dapat hadir. 6) Memastikan kesiapan semua fasilitas rapat yang diperlukan. Kelebihan rapat antara lain: (a) masalah yang dihadapi dapat dipecahkan bersama; (b) belajar, berbagi, dan menambah pengalaman dari peserta; (c) memperoleh informasi mengenai perkembangan baru atau inovasi dalam bidang kerja; (d) memperoleh umpan balik untuk perbaikan kinerja. Di sisi lain, rapat 54

69 juga memiliki kelemahan, antara lain: (a) jika berlangsung lama, peserta harus meninggalkan pekerjaan cukup lama; (b) memerlukan persiapan yang baik untuk tiap masalah yang akan dibahas; (c) jika cakupan masalah yang dibahas luas, seringkali rapat tidak dapat menyelesaikan masalah. Dalam kaitannya dengan supervisi manajerial, rapat ini diadakan untuk membahas masalah-masalah yang terjadi pada aspek pengelolaan sekolah. Misalnya, pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Bentuk pelaksanaan teknik supervisi ini bertujuan menyatukan dan menyamakan pandangan dalam menyukseskan PPDB tersebut. Rapat sekolah dapat menjadi sarana pengembangan semangat kerja sama, saling menghargai, mengembangkan semangat musyawarah dalam membahas permasalahan bersama dan komitmen atas putusan bersama. b. Diskusi/Kerja kelompok Diskusi dan kerja kelompok adalah suatu teknik bimbingan yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka, yang di dalamnya peserta diskusi akan mendapatkan suatu kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masingmasing, berbagi pengalaman dan informasi dalam memecahkan masalah bersama. Forum ini merupakan sarana pertukaran pendapat/pikiran antara peserta diskusi. Kesulitan dan masalah yang dihadapi oleh seorang kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan dapat dibahas dalam kelompok dan secara bersama-sama membantu menemukan cara penyelesaian masalah itu. Yang penting diperhatikan oleh pengawas adalah memberikan kesempatan kepada semua peserta diskusi untuk terlibat secara aktif selama berlangsungnya diskusi. Sagala (2010:181) menekankan bahwa dalam diskusi kelompok pengawas harus mampu 1) melihat bahwa setiap anggota diskusi senang dengan keadaan tempat yang disediakan, 2) melihat bahwa masalah yang dibahas dapat dimengerti oleh semua anggota diskusi, 3) melihat bahwa kelompok merasa diperlukan atau diikutsertakan untuk mencapai hasil bersama (peserta diperlakukan secara adil), dan 4) mengakui bahwa setiap anggota yang dipimpinnya mempunyai kontribusi dan peranan yang penting dalam merumuskan hasil diskusi (hal. 181). Diskusi/Kerja kelompok dapat dikembangkan dalam rangka memelihara semangat kerjasama, saling menghargai, solidaritas, dan komitmen atas keputusan bersama. 55

70 c. Lokakarya Lokakarya adalah suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan/kompetensi berpikir dan bekerja bersama-sama menangani masalah pengelolaan sekolah yang dihadapi oleh kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan untuk meningkatkan kualitas serta profesionalisme. Dalam lokakarya ada fasilitator yang membimbing dan memfasiltasi peserta dalam menemukan penyelesaian masalahnya. Fasilitator dapat berasal dari pengawas sekolah atau seorang yang ahli dan terampil dalam fokus masalah yang dibahas. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam lokakarya diterapkan oleh masing-masing kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan peserta lokakarya sebagai bagian dari penyelesaian masalahnya. d. Wawancara Kelompok Wawancara kelompok adalah wawancara yang dilakukan terhadap lebih dari satu orang kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan, antara 2 sampai dengan 10 orang. Dalam wawancara kelompok, jumlah dan komposisi kelompok perlu mempertimbangkan latar belakang dan homogenitas peserta. Batasan cakupan masalah yang akan dibahas dan diselesaikan oleh para kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan juga harus jelas dan tegas. e. Pertemuan Ilmiah (Seminar/Konferensi) Pertemuan ilmiah adalah pertemuan yang menggunakan forum-forum ilmiah seperti seminar, konferensi. Dalam pertemuan ilmiah, seminar atau konferensi, berbagai karya tulis disajikan untuk menginformasikan gagasan, konsep, dan temuan penelitian. Dalam seminar, peserta belajar dan berbagi gagasan dan temuan-temuan penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pengelolaan sekolah secara lebih baik. f. Diskusi Panel Diskusi panel merupakan forum diskusi pertukaran pikiran yang menampilkan panelis, pakar pada bidang masalah yang sedang dibahas yang bisa saja berasal dari guru, kepala sekolah, pengawas, dosen dari perguruan tinggi, atau praktisi yang menguasai bidang yang dibahas. Biasanya, di dalam suatu diskusi panel peserta terdiri dari: 1) panelis, yaitu 3 4 orang yang dinilai ahli dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang luas di bidangnya, 2) moderator, yaitu orang yang memandu dan mengatur jalannya diskusi tentang problem yang akan dibahas, 3) peserta, yaitu orang-orang yang mengikuti jalannya diskusi. 56

71 Secara ringkas langkah-langkah pelaksanaan diskusi panel sebagai berikut: 1) menetapkan masalah yang akan dibahas; 2) merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus; 3) mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruangan dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti: moderator, notulis, dan tim perumus, jika diperlukan; 4) pelaksanaan paparan panelis; dan 5) diskusi panel. Pada akhir diskusi, peserta dapat membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan gagasan-gagasan yang telah dipaparkan oleh para panelis untuk memperoleh kesepahaman dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kelebihan diskusi panel antara lain: 1) memperoleh gagasan yang beragam dan berbeda-beda, 2) mendorong untuk melakukan analisis lebih lanjut dan menemukan paduan gagasan yang kemungkinannya dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah, dan 3) memanfaatkan para ahli untuk berbagi pendapat yang dapat membelajarkan peserta. Di sisi lain, diskusi panel memiliki kelemahan, antara lain: 1) pembahasan dapat keluar fokus masalah jika moderator kurang terampil, 2) panelis cenderung berbicara terlalu banyak atau tampak seperti serial pidato pendek, dan 3) tidak memberi kesempatan kepada peserta untuk berbicara. D. Aktivitas Pembelajaran Kegiatan 3.1 Refleksi dan/atau Curah Pendapat (Brainstorming) tentang Jenisjenis Teknik Supervisi Manajerial (90 Menit) Pada kegiatan ini, Saudara akan melakukan refleksi dan/atau curah pendapat dalam kelompok kecil (2 atau 3 orang rekan pengawas). Saudara atau kelompok Saudara melakukan kegiatan diskusi untuk mengidentifikasi jenis-jenis teknik supervisi manajerial yang mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif, kemudian ungkapkan pengalaman Saudara melakukan supervisi manajerial pada sekolah binaan. Tuliskan hasil refleksi dan/atau curah pendapat kelompok Saudara pada LK 3.1. Mulailah dengan merembukkan dan menuliskan pengertian teknik supervisi manajerial. Kemudian, tuliskan teknik-teknik supervisi manajerial yang pernah Saudara kerjakan. Tuliskan pula kelebihan dan kekurangan setiap teknik. Pastikan semua anggota kelompok Saudara memperoleh kesempatan berpartisipasi, mampu bekerja sama dengan baik, saling menghargai antar anggota kelompok sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan harapan. Saudara dapat membaca kembali uraian materi di atas untuk 57

72 menguatkan hasil refleksi dan/atau curah pendapat dalam kelompok. LK 3.1 Mengidentifikasi Teknik Supervisi Manajerial 1. Apa yang dimaksud dengan teknik supervisi manajerial? 2. Teknik apa saja yang pernah Saudara gunakan dalam supervisi manajerial? a.... b Bentuk teknik supervisi manajerial apa saja yang pernah Saudara lakukan dari teknik individu dan teknik kelompok? Teknik Individu: a.... b.... c.... d.... e.... Teknik Kelompok: a.... b.... c.... d.... e Tuliskan kelebihan dan kekurangan teknik supervisi manajerial yang pernah Saudara gunakan tersebut. Teknik... Teknik... Kekuatan: Kekuatan: Kelemahan: Kelemahan: 58

73 Berbagi antar kelompok: Sajikan hasil LK 3.1 dari satu atau dua kelompok, dan ditanggapi dan dibandingkan dengan hasil LK 3.1 kelompok lain untuk menyamakan pemahaman tentang jenis teknik supervisi. Kegiatan 3.2 Memilih Teknik Supervisi Manajerial Sesuai Permasalahan Sekolah Binaan (90 Menit) Pada kegiatan ini, Saudara akan bekerja secara perorangan. Jika ada sejawat Saudara yang mempelajari modul ini, Saudara dapat bekerja dalam kelompok kecil, 2-3 orang per kelompok. Saudara akan mengkaji kasus/masalah manajerial di salah satu sekolah (lihat Kasus 1a, 1b, dan 1c). Contoh-contoh kasus tersebut akan Saudara gunakan untuk berlatih menentukan teknik supervisi manajerial yang sesuai untuk membina dan membimbing sekolah menyelesaikan masalah itu. Bacalah kasus tersebut dengan cermat, kemudian gunakan LK 3.2 untuk menyelesaikan tugas ini. KASUS 1a (Kasus pada Jenjang SD/MI) SDN Inpres Bontorawa berada di Desa Bontorawa yang sebagian besar penduduknya bertani. SD ini belum dapat mencairkan dana pendidikan gratis/biaya operasional sekolah (BOS) berhubung sekolah belum memiliki dokumen perencanaan yang dipersyaratkan. Untuk mempercepat pencairan dana, pengawas sekolah SDN Inpres Bontorawa mengunjungi sekolah terdekat yang ternyata sudah memperoleh dana BOS. Dengan bantuan sekolah tetangganya tersebut, kepala SDN Inpres Bontorawa memperoleh dokumen RKAS dan RKT dan dijadikan sebagai dokumen perencanaan sekolahnya juga. Dengan dokumen tersebut, SDN Inpres Bontorawa dapat mencairkan dana BOS sekolahnya. Pada saat membelanjakan dana sekolah tersebut, pengawas sekolah membelanjakan anggarannya sesuai dengan RKAS/RKT, yang kemudian disadarinya bahwa kegiatan dan sarana/prasarana yang dibiayai itu ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan sekolahnya. Misalnya, di dalam RKAS ada biaya pemeliharaan bangku siswa sebanyak 30 buah. Ternyata di sekolahnya, bangku kursi siswa tidak ada yang rusak (rusak ringan, apalagi rusak berat). Dilakukanlah pemeliharaan sesuai dengan butir kegiatan dalam RKAS. Ada pula butir-butir kegiatan di dalam RKAS/RKT yang berkaitan dengan administrasi kurikulum, kesiswaan, personalia & ketenagaan, dan keuangan yang ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. 59

74 Kasus 1b (Kasus Pada Jenjang SMP) Berdasarkan hasil analisis Evaluasi Diri di SMP tahun pembelajaran 2014/2015 di Kabupaten X diperoleh data pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah sebagai berikut: 76% sekolah berada pada level 1 atau menuju SNP 1, 12% pada level 2 atau menuju SNP 2, dan 12% pada level 3 atau mencapai SNP. Data tersebut menggambarkan adanya permasalahan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang perlu segera di atasi. Terkait dengan supervisi manajerial, teknik apa yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi sekolah. Kasus 1c (Kasus pada Jenjang SMA) Berdasarkan analisis hasil supervisi manajerial melalui kegiatan pemantauan 8 Standar Nasional Pendidikan oleh pengawas terhadap sekolah binaan diperoleh data pelaksanaan Standar Sarana Prasarana, bahwa sejumlah 75% sekolah binaan belum melakukan pengelolaan sarana prasarana sekolah sesuai indikator standar sarana prasarana yang ditentukan. Pelaksanaan yang belum sesuai terdapat pada indikator pemanfaatan sarana prasarana, pemeliharaaan dan perawatan serta penghapusan sarana prasarana. Hal itu dibuktikan dengan tidak ditemukannya dokumen-dokumen bukti pemanfaatan, pemeliharaan dan perawatan serta penghapusan barang yang dilakukan pada sekolah binaan tersebut. LK 3.2 Memilih Teknik Supervisi Manajerial Pilihlah salah satu teknik yang menurut Saudara tepat digunakan untuk melaksanakan supervisi manajerial sesuai dengan kasus/skenario (Kasus 1a, 1b, dan 1c). Tuliskan langkah-langkah yang Saudara akan lakukan sesuai teknik yang dipilih. Kasus Teknik Supervisi Manajerial Langkah-langkah Penerapan 60

75 Kegiatan 3.3 Mengidentifikasi Permasalahan Manajerial pada Sekolah Binaan (90 Menit) Untuk memulai suatu supervisi manajerial, Saudara harus terlebih dahulu mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan sekolah dan pembelajaran di sekolah. Pada kegiatan ini Saudara harus melakukan identifikasi masalah atau kasus pada sekolah binaan Saudara. Masalah/kasus tersebut bisa berkaitan dengan administrasi kurikulum, sarana dan prasarana, kesiswaan, keuangan, personalia dan ketenagaan, hubungan sekolah dan masyarakat, budaya dan lingkungan sekolah, atau aspek-aspek administrasi persuratan dan pengarsipan. Saudara pasti sudah pernah melakukan supervisi manajerial pada sekolah binaan. Cobalah mengingat kembali pengalaman Saudara tersebut, kemudian tuliskanlah kasus/masalah manajerial tersebut pada LK 3.3. Saudara diminta untuk menulis/mendeskripsikan 2 (dua) permasalahan/kasus manajerial sekolah binaan. karena itu identifikasi permasalahan manajerial yang diidentifikasi sesuai dengan fakta yang benar-benar terjadi dalam pelaksanaan supervisi manajerial pada sekolah binaan. Kasus pertama akan disupervisi dengan teknik supervisi manajerial individual sebagai pilihan teknik yang paling sesuai untuk menyelesaikan masalah sekolah binaan. Selanjutnya, kasus kedua dapat diselesaikan dengan menerapkan teknik supervisi kelompok. LK 3.3 Identifikasi Masalah Manajerial Sekolah Binaan Aspek Supervisi Manajerial Uraian Masalah/Kasus Teknik 61

76 Kegiatan 3.4 Menyusun Perencanaan Penerapan Teknik Supervisi Manajerial sesuai Permasalahan Sekolah Binaan (45 Menit) Pada kegiatan sebelumnya (Kegiatan 3.3), Saudara sudah menuliskan 2 (dua) masalah atau kasus yang terdapat pada sekolah binaan. Pilihlah satu kasus yang akan disupervisi dengan teknik individual atau teknik kelompok untuk disimulasikan. Sebelumnya, Saudara harus menyusun skenario pelaksanaan teknik supervisi manajerial yang akan disimulasikan. Ketika menyusun skenario, Saudara dapat membaca kembali materi bacaan terutama yang berkaitan dengan karakteristik teknikteknik supervisi manajerial atau dapat pula berkonsultasi dengan fasilitator. Gunakan LK 3.4 berikut ini untuk menyusun skenarionya. LK 3.4 Menyusun Skenario Pelaksanaan Teknik Supervisi Manajerial Masalah/Kasus Teknik Supervisi Langkah-Langkah Kegiatan Persiapan: Pelaksanaan: Tindak lanjut: 62

77 Kegiatan 3.5 Simulasi Teknik Supervisi Manajerial Sesuai Permasalahan Sekolah Binaan (90 Menit) Setelah menyusun skenario penerapan teknik supervisi manajerial, Saudara diminta untuk melakukan simulasi. Latihlah langkah-langkah yang telah Saudara susun sesuai teknik supervisi yang dipilih, ikuti langkah-langkah penerapan teknik supervisi yang Saudara pilih. Apabila sudah merasa lancar dan nyaman, simulasikan teknik itu kepada rekan sejawat yang mengambil modul yang sama. Diskusikan hasil pelaksanaan simulasi tersebut dan mintalah teman sejawat atau fasilitator untuk menuliskan kelebihan dan kekurangan penerapan teknik supervisi manajerial yang Saudara simulasikan, tuliskan pada LK 3.5. LK 3.5 Simulasi Teknik Supervisi Manajerial Teknik Supervisi :... Aspek Penilaian Persiapan Pelaksanaan Simulasi Saran Kelebihan Kekurangan Keterangan: *) Pelaksanaan simulasi sesuai dengan langkah-langkah teknik supervisi manajerial yang diintegrasikan dengan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. 63

78 Saudara telah melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran tentang teknik supervisi manajerial. Selanjutnya, Saudara harus mengerjakan soal-soal latihan berikut ini. Latihan ini bertujuan untuk menjadi umpan balik mengenai tingkat penguasaan Saudara tentang topik ini. Selamat bekerja! E. Latihan/Kasus/Tugas (10 menit) Pilihlah satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf A, B, C, atau D. 1. Pertimbangan awal paling utama yang dilakukan pengawas dalam menentukan teknik supervisi manajerial yang akan diterapkannya adalah. A. tujuan supervisi manajerial yang direncanakan B. hasil identifikasi masalah yang dihadapi masing-masing sekolah binaan C. kekuatan dan kelemahan masing-masing teknik supervisi manajerial D. laporan hasil supervisi manajerial tahun sebelumnya 2. Saat Saudara berkunjung ke salah satu sekolah binaan, Saudara menemukan sejumlah bangku/kursi siswa yang tidak bisa dipakai lagi, dan disimpan/ditumpuk begitu saja di dalam gudang (dekat toilet) sekolah. Kepala sekolah tidak pernah mengalokasikan anggaran untuk perbaikan, namun Kepala sekolah juga tidak memahami aturan-aturan dan prosedur penghapusan aset/barang inventaris sekolah. Tentukan bentuk teknik supervisi manajerial yang Saudara bisa terapkan untuk menyelesaikan masalah sekolah binaan ini. A. Teknik supervisi individual dalam bentuk kunjungan sekolah. B. Teknik supervisi kelompok dalam bentuk kerja kelompok. C. Teknik supervisi individual dalam bentuk dialog. D. Teknik supervisi kelompok dalam bentuk kepanitiaan/rapat staf sekolah. 3. Dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan pembinaan sekolah, Saudara sebagai pengawas melakukan kegiatan pemantauan pada sekolah binaan sebagai bagian lingkup dari kegiatan supervisi manajerial. Tiga teknik supervisi manajerial yang sesuai untuk diterapkan adalah. A. kunjungan sekolah, wawancara, dan observasi B. wawancara, refleksi, dan pendampingan C. kunjungan sekolah, refleksi, dan bimbingan teknis 64

79 D. FGD, kunjungan sekolah, pendampingan 4. Dalam dua tahun ajaran terakhir, SMP XX, salah satu sekolah binaan Saudara, menerima peserta didik baru/siswa jauh di bawah jumlah tahun-tahun sebelumnya, sehingga tidak memenuhi kuota. Menjelang penerimaan siswa baru, Saudara diundang oleh Kepala SMP XX untuk membahas masalahnya. Oleh karena itu, Saudara akan melakukan supervisi manajerial dengan menerapkan gabungan antara teknik individual dan teknik kelompok dengan bentuk-bentuk penyelenggaraan berikut. A. Reviu dokumen, FGD, wawancara, rapat staf sekolah/kepanitiaan B. Bimbingan teknis, dialog, kerja kelompok, refleksi C. Rapat staf sekolah/kepanitiaan, refleksi, pendampingan, observasi D. FGD, observasi, bimbingan teknis, rapat staf sekolah/kepanitiaan 5. Setiap teknik supervisi manajerial memiliki kelebihan dan kekurangan yang mempertimbangkan masalah, sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Pernyataanpernyataan berikut ini merupakan kelebihan atau kekuatan dari teknik supervisi kelompok, kecuali. A. efisiensi dalam hal waktu dan biaya B. kaya informasi dan dapat berbagi pengalaman dan alternatif solusi C. menunjukkan kemampuan diri dalam mengembangkan dan mengelola sekolah D. kepala sekolah baru tidak merasa asing dan dapat belajar dari yang lain F. Rangkuman Teknik supervisi manajerial adalah cara atau kiat yang Saudara jalankan ketika melakukan pembinaan, penilaian, bimbingan kepada kepala sekolah, guru atau tenaga kependidikan lainnya di sekolah binaan Saudara yang berhubungan dengan pengelolaan sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja khususnya kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan, dan kinerja sekolah pada umumnya. Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat menerapkan teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Teknik supervisi individual dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk, misalnya kunjungan sekolah/observasi kelas, saling kunjung antar kepala sekolah, pendampingan, dialog/individual conference, wawancara, membaca terpimpin, buletin supervisi, dan 65

80 refleksi. Teknik supervisi kelompok dapat dilaksanakan dalam bentuk-bentuk seperti: wawancara kelompok, kerja kelompok, pendampingan, kepanitiaan/rapat staf sekolah, diskusi panel, pertemuan ilmiah (seminar/konferensi), lokakarya, dan bimbingan teknis. G. Umpan Balik Cocokkanlah jawaban Saudara pada latihan di atas dengan kunci jawaban pada halaman 66. Hitunglah jawaban Saudara yang benar. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi Kegiatan Pembelajaran 1. Tingkat Penguasaan = Jumlah Jawaban Benar Jumlah Soal X 100 % Arti tingkat persentase penguasaan yang Saudara capai: = sangat baik = baik = cukup = kurang 60 = sangat kurang Jika penguasaan Saudara berada pada tingkat Baik atau di atasnya, berarti Saudara telah mencapai tujuan pembelajaran pada topik ini. Selamat! Jika tingkat penguasaan Saudara masih di bawah Baik, Saudara mereviu bahan bacaan penguatan untuk menyegarkan pemahaman Saudara sehingga bisa mencapai tingkat penguasaan Baik atau di atasnya. H. Refleksi dan Tindak Lanjut Saudara diminta untuk melakukan refleksi mengenai pemahaman tentang prinsip-prinsip supervisi manajerial setelah Saudara mengikuti kegiatan pembelajaran. Jika Saudara merasa sudah menguasai prinsip-prinsip yang dipelajari, berilah tanda cek ( ) pada kolom Tercapai pada prinsip yang sudah dikuasai. Sebaliknya berilah tanda cek ( ) pada kolom Belum Tercapai pada prinsip-prinsip yang belum dikuasai. No Tujuan Pembelajaran Tercapai 1. Melakukan supervisi manajerial Belum Tercapai Keterangan 66

81 dengan teknik individual sesuai dengan kebutuhan dan masalah pada sekolah binaan. 2. Melakukan supervisi manajerial dengan teknik kelompok berdasarkan kebutuhan dan masalah sekolah binaan. Tindak lanjut : Kegiatan yang membuat saya belajar lebih efektif Kegiatan yang membuat saya tidak efektif belajar dan saran perbaikan. I. Kunci Jawaban 1. B 2. D 3. A 4. A 5. C 67

82 Rencana Tindak Lanjut Setelah semua kegiatan In-1 dilaksanakan, Saudara akan melanjutkan kegiatan On the job learning. Untuk itu Saudara harus menyusun rencana tindak lanjut untuk memastikan kegiatan-kegiatan yang akan dikerjakan selama On the Job Learning. Buatlah rencana tindak lanjut (RTL) dengan menggunakan format berikut ini. LK RTL In-1 No Deskripsi Kegiatan Target yang akan dicapai Perkiraan waktu Keterangan

83 TAHAP ON THE JOB LEARNING (On) (20 JP ) Pengantar Pada tahap On, Saudara akan melaksanakan kegiatan sesuai rencana tindak lanjut yang telah dibuat pada tahap In-1. Kegiatan tersebut meliputi penerapan prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsipprinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah binaan. Pada kegiatan tertentu, Saudara dapat melibatkan seluruh komponen sekolah, misalnya kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan peserta didik, maupun sesama pengawas sekolah lainnya. Penerapan prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial di sekolah binaan Saudara dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK, yang terdiri atas religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas, serta prinsip-prinsip pendidikan inklusif yang terdiri dari kehadiran, penerimaan, partisipasi, dan pencapaian baik akademik maupun nonakademik untuk semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus sebagai langkah terbaik untuk memastikan pelaksanaan perlindungan kesejahteraan anak. Pendidikan inklusif mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik dengan tidak mempersoalkan keadaan fisik, kecerdasan, sosial, emosional, jender, dan kondisi-kondisi lain. Selama melakukan On, Saudara dapat membuka kembali uraian materi pada modul ini atau sumber lain yang relevan sebagai rujukan. Pada akhir tahap On, Saudara menyusun laporan dan mempersiapkan bahan tayang untuk dipresentasikan pada tahap In-2. Adapun alokasi waktu untuk menerapkan materi/kegiatan dalam rangka On di sekolah binaan, dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Struktur Materi pada Tahapan On No Materi/Kegiatan Alokasi Waktu 1 Menerapkan prinsip-prinsip supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah binaan 20 JP 69

84 3 2 Menerapkan metode-metode supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah binaan Menerapkan teknik-teknik supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah binaan TOTAL 20 JP 70

85 Kegiatan Pembelajaran: Penerapan Prinsip, Metode, dan Teknik Supervisi Manajerial di Sekolah Binaan A. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan kegiatan ini, Saudara dapat menerapkan salah satu prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial dengan mengintegrasikan nilai-nilai utama karakter religius, nasionalis, mandiri, integritas, terbuka, dan prinsip-prinsip pendidikan inklusif untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah binaan. B. Indikator Pencapaian Tujuan 1. Mendeksripsikan permasalahan supervisi manajerial di sekolah binaan; 2. Merancang penerapan prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial yang sesuai dengan permasalahan sekolah binaan; 3. Melaksanakan rancangan penerapan supervisi manajerial di sekolah; 4. Menyusun laporan hasil On the Job Learning; 5. Menyusun bahan presentasi. Indikator percapaian tujuan di atas dengan mengintegrasikan 5 (lima) nilai utama PPK yaitu: religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas, serta prinsip-prinsip pendidikan inklusif. C. Aktivitas Pembelajaran Pada pembelajaran ini, Saudara akan melaksanakan 3 (tiga) kegiatan berturut-turut diawali dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikan permasalahan manajerial di sekolah binaan. Selanjutnya, Saudara akan merancang penerapan salah satu atau beberapa prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial yang sesuai dengan permasalahan yang oleh salah satu sekolah binaan atau permasalahan yang sama yang dialami oleh beberapa sekolah binaan. Terakhir, Saudara akan melaksanakan rancangan penerapan yang telah disusun tersebut. Kegiatan 1. Mengidentifikasi Masalah Supervisi Manajerial di Sekolah Binaan Berdasarkan laporan hasil supervisi manajerial tahun sebelumnya dan hasil kunjungan Saudara ke sekolah binaan, Saudara dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan permasalahan sekolah binaan yang berkaitan dengan pelaksanaan supervisi manajerial. Aspek-aspek manajerial sekolah yang sebaiknya menjadi perhatian Saudara adalah (a) 71

86 manajemen kurikulum dan pembelajaran, (b) kesiswaan, (c) sarana dan prasarana, (d) ketenagaan, (e) keuangan, (f) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (g) layanan khusus. Tuliskan pada LK 1-On berikut ini. LK 1-On Permasalahan Supervisi Manajerial Sekolah Binaan No Sekolah Binaan Aspek Manajemen Deskripsi Masalah Manajerial Kegiatan 2. Merancang Penerapan Prinsip, Metode, dan Teknik Supervisi Manajerial sesuai dengan Masalah di Sekolah Binaan Berdasarkan permasalahan manajerial yang dideskripsikan pada LK 1-On pilihlah atau tentukan satu atau beberapa masalah untuk disupervisi. Tentukan prinsip, metode, dan teknik serta langkah-langkah yang akan diterapkan dalam supervisi tersebut. Gunakan LK 2-On untuk merancang penerapan prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial yang Saudara akan lakukan LK 2-On Rancangan Penerapan Prinsip, Metode, dan Teknik Supervisi Manajerial sesuai dengan Masalah di Sekolah Binaan Permasalahan Prinsip Supervisi Langkah-Langkah Kegiatan Persiapan: Pelaksanaan: 72

87 Tindak lanjut: Permasalahan Metode Supervisi Langkah-Langkah Kegiatan Persiapan: Pelaksanaan: Tindak lanjut: Permasalahan Teknik Supervisi Langkah-langkah Kegiatan Persiapan: Pelaksanaan: 73

88 Tindak lanjut: Kegiatan 3. Melaksanakan Rancangan Penerapan Supervisi Manajerial di Sekolah Kegiatan ini masih berkaitan dengan penyusunan pemecahan masalah sementara pelaksanaan prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial di sekolah binaan berdasarkan hasil identifikasi hasil kepengawasan pada waktu yang tersedia. Setelah menyusun perencanaan penerapan prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial tersebut pada LK 1-On dan mungkin sudah mendiskusikannya sehingga mendapat masukan dari berbagai pihak, Saudara sudah siap menjalankan rancangan tersebut dengan mengintegrasikan di antara 5 (lima) nilai utama PPK dan prinsip pendidikan inklusif di sekolah binaan. Setelah penerapan prinsip, metode dan teknik supervisi manajerial dilaksanakan, isilah LK. 3-On berikut. LK 3-On Penerapan Prinsip, Metode, dan Teknik Supervisi Manajerial No. Penerapan Prinsip Supervisi Manajerial Kelebihan Kekurangan No. Penerapan Metode Supervisi Manajerial Kelebihan Kekurangan 74

89 No. Penerapan Teknik Supervisi Manajerial Kelebihan Kekurangan Kegiatan 4. Menyusun Laporan Hasil On the Job Learning Setelah menyelesaikan seluruh tagihan pada setiap topik dalam kegiatan On, Saudara harus menyusun tagihan-tagihan dari setiap topik tersebut menjadi sebuah laporan lengkap seperti contoh sistematika laporan berikut (LK 4-On). LK 4-On Format Laporan Halaman Judul (Cover), berisi: judul, identitas penyusun, tanggal, bulan, dan tahun Lembar Pengesahan yang ditandatangani oleh penegampu program pengawas pembelajar Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Manfaat BAB II LAPORAN KEGIATAN ON-THE-JOB LEARNING A. Analisis Permasalahan Manajerial di Sekolah Binaan(LK 1-On) B. Perencanaan Pelaksanaan (Prinsip, Metode, dan Teknik) Supervisi Manajerial di Sekolah Binaan (LK 2-On) C. Pelaksanaan (Prinsip, Metode, dan Teknik)j Supervisi Manajerial untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (LK 3-On) D. Evaluasi dan Tindak Lanjut Supervisi Manajerial BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran 75

90 LAMPIRAN Dokumen-dokumen yang mendukung kegiatan supervisi manajerial selama On the Job Learning (On). Kegiatan 5. Menyusun Bahan Presentasi Saudara telah membuat laporan hasil On mengenai penerapan prinsip, metode, dan teknik supervisi manajerial. Selanjutnya, Saudara menyiapkan bahan presentasi dari laporan yang telah disusun. Bahan presentasi ini akan Saudara sajikan pada kegiatan In-2 dengan memperhatikan rambu-rambu berikut. 1. Kegiatan yang berlangsung selama On. 2. Bahan presentasi disampaikan secara singkat/pokok-pokok saja. 3. Temuan dan kendala yang Saudara hadapi pada saat melaksanakan kegiatan On. 4. Upaya yang Saudara lakukan dalam menyelesaikan kendala yang ada. 5. Presentasi disajikan dengan memperhatikan waktu yang tersedia (disampaikan oleh narasumber) 76

91 TAHAP IN SERVICE LEARNING 2 (In-2) (8 JP) Pengantar Saudara telah menyelesaikan kegiatan tahapan On tentang Konsep Supervisi Manajerial. Dengan demikian, Saudara telah memiliki pengalaman belajar yang bermakna dan dapat menunjukkan kemampuan Saudara melalui bukti dokumen portofolio kegiatan pada saat On yaitu LK 1-On, 2-On, 3-On, dan 4-On. Pada tahap In-2 ini, Saudara akan mengikuti kegiatan penilaian hasil On yang dilakukan oleh narasumber. Aspek-aspek yang dinilai antara lain aspek keterampilan meliputi penilaian portofolio dan penilaian presentasi hasil On. Selain itu juga ada penilaian terhadap aspek sikap yang teramati selama mengikuti kegiatan In-1 dan In-2. Oleh sebab itu peserta perlu menyiapkan dokumen portofolio hasil On serta bahan presentasinya dengan baik. Adapun portofolio serta presentasi akan divalidasi dan dinilai oleh narasumber ketika dipaparkan. Kegiatan 1.1 Penilaian Hasil On Pada kegiatan 1.1, Saudara akan mengikuti kegiatan penilaian yang akan dilakukan oleh narasumber. Berikut ini beberapa hal yang perlu Saudara lakukan. 1. Silakan Saudara serahkan portofolio hasil On (laporan On) kepada narasumber untuk dinilai. 2. Selanjutnya narasumber mengatur tahapan presentasi. Saudara memaparkan atau mempresentasikan hasil kegiatan On sesuai tagihan dan pengalaman belajar terbaik dalam menyelesaikan hambatan untuk mencapai keberhasilan kegiatan On. Pada saat Saudara presentasi, semua peserta diminta menyimak sambil narasumber menilai kesesuaian isi portofolio dengan presentasi yang Saudara sampaikan. 3. Setelah Saudara memaparkan atau mempresentasikan hasil kegiatan On, Saudara sebaiknya memberi kesempatan kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan dan memberi masukan terkait lesson learned (good atau worst practice) yang Saudara peroleh. Setelah mengikuti serangkaian kegiatan penilaian oleh narasumber, selanjutnya Saudara akan mengikuti kegiatan penguatan oleh narasumber berikut. 77

92 Kegiatan 1.2 Penguatan Pada kegiatan ini, Saudara diberi kesempatan untuk mengkonfirmasi pemahaman Saudara tentang isi modul yang masih perlu dipertajam dan diperkuat. Kegiatan ini dapat diawali dengan brainstorming dengan topik bahasan terkait pemahaman isi modul. Selanjutnya Saudara perlu menyimak penjelasan dari narasumber yang sekaligus menjadi kegiatan penguatan, hal ini berarti Saudara telah mengikuti secara utuh rangkaian kegiatan In-2. Setelah menyelesaikan kegiatan In-1, On, In-2 dan tahapan penilaian, Saudara diminta untuk menyusun rencana tindak lanjut yang akan Saudara terapkan terkait hasil belajar atau pasca In-2. Silakan ikuti kegiatan 1.3 berikut. Kegiatan 1.3 Membuat Rencana Tindak Lanjut In-2 Pada kegiatan 3, Saudara diminta untuk menyusun rencana tindak lanjut pasca In-2 yang akan Saudara gunakan sebagai acuan implementasi di tempat Saudara bertugas setelah Saudara selesai belajar modul. Silakan menggunakan LK RTL Pasca In-2 berikut ini. LK RTL Pasca In-2 No Deskripsi Kegiatan Target yang akan dicapai Perkiraan waktu Keterangan

93 BAGIAN III EVALUASI (1 JP) Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf A, B, C, atau D 1. Perhatikan pernyataan mengenai tindakan pengawas dalam melakukan supervisi manajerial berikut. (1) Mendengarkan dengan sabar. (2) Mempertimbangkan reaksi, dan pemahaman dengan tepat. (3) Menunjukkan keterampilan secara jelas. (4) Memberikan dorongan dengan jelas. (5) Memuji secara simpatik. (6) Meningkatkan pengetahuan sendiri secara berkelanjutan. Tindakan pengawas pada pernyataan di atas, yang TIDAK sesuai dengan prinsip membangun hubungan kemanusiaan yang harmonis dalam berkomunikasi dengan guru, kepala sekolah, maupun tenaga kependidikan adalah... A. (1) dan (2) B. (2) dan (5) C. (3) dan (6) D. (4) dan (6) 2. Mutu penyelenggaraan pendidikan nasional dapat dilihat berdasarkan pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan di setiap sekolah. Tugas yang harus dilakukan oleh pengawas sekolah adalah memantau pelaksanaan delapan standar nasional pendidikan di sekolah binaan. Metode supervisi manajerial yang sesuai adalah... A. Refleksi dan Focused Group Discussion B. Workshop dan Lokakarya C. Delphi dan Diskusi Panel D. Monitoring dan Evaluasi 3. Seorang pengawas sekolah melakukan supervisi manajerial terhadap tenaga perpustakaan pada salah satu sekolah binaannya, ditemukan pengelolaan administrasi perpustakaan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan. Tindakan yang sesuai digunakan pengawas sekolah adalah... A. menyampaikan masalah tersebut kepada kepala sekolah binaan 79

94 B. menunggu hasil supervisi petugas perpustakaan di sekolah lain C. melakukan pembinaan kelompok bersama tenaga perpustakaan sekolah lain D. melakukan pembinaan individu kepada tenaga perpustakaan sekolah tersebut 4. Seorang pengawas melakukan supervisi manajerial yang diawali dengan perencanaan supervisi, melaksanakan supervisi, kemudian merancang kegiatan tindak lanjut hasil supervisi merupakan penerapan prinsip supervisi yaitu... A. supervisi dilaksanakan dengan mempertimbangkan peningkatan dan berkesinambungan B. supervisi dilaksanakan pada semua komponen program, kegiatan dan standar yang ditetapkan C. supervisi dilaksanakan dengan mempertimbangkan target kemajuan sekolah binaan D. supervisi dilaksanakan berdasarkan permasalahan dan kebutuhan sekolah binaan 5. Berdasarkan laporan hasil supervisi manajerial yang dibuat pengawas pada komponen perencanaan sekolah, semua sekolah binaan sudah memiliki dokumen perencanaan sekolah seperti: RKJM, RKT dan RKAS, tetapi dalam proses penyusunan RKJM belum mengakomodir hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang dilakukan. Terkait dengan kasus tersebut, prinsip supervisi manajerial yang diterapkan adalah... A. supervisi Integral dengan program pendidikan B. supervisi dilakukan dengan prinsip berkelanjutan C. supervisi dilakukan dengan prinsip konstruktif D. supervisi secara objektif 6. Perhatikan tabel berikut. No Deskripsi 1 Mengetahui tingkat keterlaksanaan dan keberhasilan program, serta mendapatkan masukan dan memberikan penilaian. 2 Menyatukan persepsi stakeholder mengenai realitas kondisi sekolah, menentukan langkah-langkah strategis/operasional sekolah. 3 Membantu pihak sekolah merumuskan visi, misi dan tujuan dalam pengembangan sekolah. 4 Pengembangan kurikulum, sistem administrasi, peran serta masyarakat, dan sistem penilaian. 80

95 Sesuai tabel di atas, tujuan pelaksanaan supervisi manajerial melalui metode Focused Group Discussion (FGD) adalah... A. 1 B. 2 C. 3 D Ketika melaksanakan supervisi manajerial, seorang pengawas harus menunjukkan sikap demokratis seperti tindakan berikut. A. Bersikap terbuka dan bersedia menerima pendapat guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang disupervisi. B. Memberikan kebebasan kepada guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan melaksanakan kewajiban sesuai kemampuan. C. Menjelaskan target pencapaian yang harus dipenuhi kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan yang disupervisi. D. Bersedia memberikan bantuan sesuai kebutuhan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang disupervisi. 8. Ketika melaksanakan supervisi manajerial, pengawas sekolah menemukan rumusan visi, misi dan tujuan sekolah yang terdapat dalam dokumen perencanaan sekolah binaan tidak relevan dengan kondisi sekolah dan perumusannya tidak melibatkan Tim Pengembang Sekolah. Berdasarkan kasus di atas, metode supervisi manajerial yang sesuai digunakan pengawas sekolah adalah... A. Workshop B. Lokakarya C. Delphi D. Focused Group Discussion (FGD) 9. Bentuk-bentuk teknik supervisi manajerial berikut yang termasuk teknik individual adalah... A. Kunjungan dan Observasi kelas, Pertemuan Individu, Membaca Terpimpin B. Professional Reading, Kunjungan antar Kepala sekolah, SupervisiBulletin C. Kepanitiaan, Organisasi Profesional, Pertemuan Kepala sekolah D. Lokakarya, Kerja Kelompok, Perpustakaan Jabatan 10. Pengawas X melakukan pemantauan ketercapaian pelaksanaan standar nasional pendidikan (SNP) di sekolah binaan, kemudian menganalisis hasilnya dan memberikan 81

96 rekomendasi untuk penyusunan pengembangan sekolah. Prinsip supervisi manajerial yang dilakukan pengawas X adalah... A. supervisi dilaksanakan bersifat konstruktif. B. supervisi dilaksanakan secara komprehensif. C. supervisi dilaksanakan secara integral dengan program pendidikan. D. supervisi dilaksanakan secara objektif dan berkesinambungan. 11. Dalam menyusun laporan hasil pengawasan di sekolah binaan, seorang pengawas memaparkan informasi kemajuan sekolah binaan berdasarkan capaian indikator keberhasilan yang ditetapkan, terdapat beberapa sekolah yang belum mencapai indikator keberhasilan. Supervisi yang dilakukan pengawas tersebut menerapkan prinsip supervisi... A. supervisi Integral dengan program pendidikan B. supervisi dengan prinsip konstruktif C. supervisi dengan prinsip berkelanjutan D. supervisi dilaksanakan secara objektif 12. Pengawas A sedang melakukan pembinaan kepada salah satu guru di satu sekolah binaan tentang pengembangan instrumen penilaian non-tes. Teknik supervisi yang diterapkan oleh pengawas A adalah... A. kolaboratif B. individu C. direktif D. kelompok 13. Supervisi manajerial yang dilakukan pengawas sekolah harus dilakukan secara komprehensif, yang ditunjukkan melalui tindakan pengawasan berikut... A. melaksanakan pengawasan kepada seluruh sekolah binaan B. melaksanakan pengawasan kepada seluruh kepala sekolah binaan C. melaksanakan pengawasan terhadap semua komponen personal sekolah D. Melaksanakan pengawasan terhadap semua komponen manajerial sekolah 14. Seorang pengawas melakukan pembimbingan kepada Tim Pengembang Sekolah salah satu sekolah binaannya dalam menindaklanjuti rekomendasi hasil EDS untuk menyusun program kerja jangka menengah (RKJM). Peran pengawas dalam kegiatan supervisi manajerial tersebut adalah... A. Negosiator 82

97 B. Asesor C. Evaluator D. Fasilitator 15. Perhatikan pernyataan berikut. (1) Ketercapaian pelaksanaan standar nasional pendidikan (2) Memperoleh informasi progres program pengembangan sekolah (3) Keterlaksanaan implementasi kurikulum baru, hambatan/kendala pelaksanaan (4) Peningkatan kemampuan pengelolaan administrasi ketatausahaan sekolah (5) Penyusunan program perencanaan sekolah jangka menengah Aspek supervisi manajerial di atas yang sesuai dengan penerapan metode monitoring dan evaluasi adalah... A. (1), (2), (3) B. (1), (2), (4) C. (2), (3), (5) D. (3), (4), (5) 16. Dasar pertimbangan yang digunakan pengawas sekolah dalam menerapkan teknik individu antara lain... A. permasalahan manajerial yang dialami oleh satu guru, kepala sekolah atau tenaga kependidikan lain B. permasalahan manajerial yang dialami oleh beberapa orang guru, kepala sekolah atau tenaga kependidikan lain yang berbeda sekolah C. permasalahan manajerial yang dialami oleh beberapa guru, atau tenaga kependidikan lain pada satu sekolah D. permasalahan manajerial yang sama dialami oleh guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lain pada satu sekolah 17. Perhatikan tabel kegiatan pengawas berikut. No Kegiatan Supervisi Manajerial 1 Proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah 2 Mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah 3 Melaporkan hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya 4 Memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah Berdasarkan tabel di atas, seorang pengawas dapat berperan sebagai fasilitator dan asesor apabila melakukan pengawasan pada kegiatan... 83

98 A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 2 dan 4 D. 3 dan Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas sekolah berperan sebagai fasilitator ketika supervisi yang dilakukan menggunakan metode... A. Focused Group Discussion dan Dialog. B. Monitoring dan Evaluasi. C. Refleksi dan Diskusi Panel D. Workshop dan Delphi 19. Beberapa kepala sekolah binaan dari pengawas K mengalami permasalahan yang sama dalam menyusun program budaya sekolah untuk pengembangan nilai-nilai karakter bangsa. Bertolak dari permasalahan tersebut, teknik supervisi manajerial yang tepat digunakan pengawas K adalah... A. Teknik Individu Bulletin Supervisi B. Teknik Individu Kunjungan antar Kepala sekolah C. Teknik Kelompok Lokakarya D. Teknik Kelompok Diskusi Panel 20. Perhatikan tabel berikut. No Deskripsi 1 Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan sekolah 2 Menentukan tujuan, aspek-aspek sasaran dan instrumen supervisi yang akan digunakan 3 Semua peserta sudah mengetahui maksud diskusi serta permasalahan yang akan dibahas dan mewakili berbagai unsur 4 Menentukan materi atau substansi masalah yang bersifat praktis, menentukan peserta dan penyaji Kegiatan yang termasuk langkah langkah pelaksanaan metode monitoring dan evaluasi di antara pernyataan di atas ditunjukkan nomor. A. 1 84

99 B. 2 C. 3 D Salah satu sekolah binaan Saudara hendak menyusun dokumen kurikulum sekolah dan memerlukan pengkajian mengenai kekuatan, kelemahan, tantangan dan hambatan yang dimiliki sekolah. Sebagai seorang pengawas, Saudara dapat memberikan bantuan melalui supervisi manajerial dengan metode... A. Monitoring dan Evaluasi B. Refleksi dan Focused Group Discussion C. Workshop dan Lokakarya D. Delphi dan Diskusi Panel 22. Pertimbangan yang harus dilakukan pengawas sekolah ketika akan menerapkan pelaksanaan supervisi manajerial dengan teknik kelompok adalah... A. permasalahan manajerial yang dialami oleh guru, kepala sekolah atau tenaga kependidikan lain pada satu sekolah B. permasalahan manajerial yang dialami oleh beberapa orang guru, kepala sekolah atau tenaga kependidikan lain yang berbeda sekolah C. permasalahan manajerial yang sama dialami oleh beberapa guru, kepala sekolah dan atau tenaga kependidikan yang berbeda sekolah D. permasalahan manajerial yang sama dialami oleh guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lain pada satu sekolah atau beberapa sekolah 23. Supervisi manajerial yang dilaksanakan dengan metode monitoring lebih dititikberatkan untuk tujuan... A. mengetahui keterlaksanaan program dan menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program B. menghimpun informasi mengenai proses dan progres penyelenggaraan sekolah dibandingkan dengan target sehingga diketahui keberhasilan dalam kurun waktu tertentu C. bersama-sama pihak sekolah melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung D. cara yang efisien untuk melibatkan banyak stakeholder tanpa memandang factor - faktor status yang sering menjadi kendala dalam sebuah diskusi atau musyawarah 85

100 24. Berdasarkan permasalahan manajerial yang dialami sekolah binaan, pengawas sekolah merencanakan akan melakukan supervisi manajerial dengan menerapkan metode Delphi. Langkah pertama yang harus dilakukan pengawas tersebut adalah... A. menentukan substansi materi dan permasalahan yang bersifat praktis B. menentukan tujuan, aspek-aspek sasaran dan instrumen supervise C. menginformasikan permasalahan yang akan dibahas dan tujuan pembahasan D. mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan 25. Pengawas S memiliki 10 sekolah binaan, 60% kepala sekolah binaannya mengeluhkan kesulitan dalam melaksanakan penilaian kinerja guru terutama pada penggunaan instrumen penilaian yang digunakan, proses penilaian dan laporan hasil penilaian kinerja guru. Sesuai permasalahan tersebut, metode supervisi manajerial yang sesuai digunakan pengawas sekolah S adalah... A. Workshop B. Monitoring C. Delphi D. Focused Group Discussion 26. Bentuk teknik supervisi manajerial berikut yang termasuk dalam teknik kelompok adalah... A. Kepanitiaan Sekolah, Kunjungan dan Observasi Kelas, Dialog B. Laboratorium Kurikulum, Diskusi Panel, Perpustakaan Jabatan C. Organisasi Profesional, Kunjungan antar Kepala sekolah, Kerja Kelompok D. Bulletin Supervisi, Konferensi, Membaca Terpimpin 27. Pernyataan berikut yang tidak termasuk langkah-langkah pelaksanaan metode workshop dalam supervisi manajerial adalah... A. menentukan materi atau substansi yang akan dibahas dan bersifat praktis B. masing-masing pihak diminta mengajukan pendapat secara tertulis C. menentukan peserta yaitu mereka yang terkait dengan materi bahasan D. menentukan penyaji yang membawakan kertas kerja 28. Permasalahan manajerial berikut yang sesuai dilakukan supervisi manajerial dengan teknik diskusi panel adalah... A. hambatan yang dialami oleh satu sekolah untuk dicari solusi bersama B. implementasi program baru yang merupakan kebijakan pemerintah C. pengalaman praktik yang baik oleh satu sekolah didiseminasikan ke sekolah lain 86

101 D. publikasi program kerja sekolah untuk memperoleh masukan dari sekolah lain 29. Seorang pengawas sekolah hendak menerapkan metode FGD dalam melaksanakan supervisi manajerial di salah satu sekolah binaannya, langkah pertama yang harus dilakukan pengawas tersebut adalah... A. mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan B. menentukan tujuan, aspek-aspek sasaran dan instrumen supervisi C. menginformasikan permasalahan yang akan dibahas dan tujuan pembahasan D. menentukan substansi materi dan permasalahan yang bersifat praktis 30. Berdasarkan hasil analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pada salah satu sekolah binaan menunjukkan bahwa, (1) sebagian siswa dengan hasil belajar rendah, (2) sebagian besar guru kurang mampu membuat PTK, (3) kepala sekolah kurang melakukan supervisi dan manajemen, (4) sebagian besar guru kurang tertarik menyusun perencanaan pembelajaran. Sebagai pengawas, permasalahan manajerial yang menjadi prioritas untuk atasi adalah... A. membimbing kepala sekolah agar lebih mampu melakukan supervisi dan manajemen untuk kemajuan bersama di sekolah B. membimbing guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan prestasi belajar siswa C. membimbing kepala sekolah untuk melakukan penelitian tindakan sekolah untuk melakukan perbaikan supervisi dan manajemen sekolah D. menentukan dan menetapkan kinerja guru dan kepala sekolah yang efektif untuk dijalankan pada tahun yang akan datang 87

102 BAGIAN IV PENUTUP Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua aspek, yakni: supervisi akademis dan supervisi manajerial. Supervisi akademis menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitikberatkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. Aktivitas pengawas dalam supervisi manajerial tercakup dalam empat kata kunci, yaitu: (1) membimbing (membantu dan mendampingi) dalam penyusunan dan perumusan berbagai pedoman, panduan, kebijakan atau program sekolah, (2) memonitor pelaksanaan program sekolah sesuai dengan standar yang ditetapkan, (3) membina pelaksanaan program dan kegiatan untuk mencapai target atau hasil yang optimal, dan (4) mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan sekolah, ketercapaian program sekolah, dan kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. Untuk melaksanakan supervisi manajerial pengawas perlu menguasai prinsip-prinsip, metode dan teknik yang ada, serta menerapkannya sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai. Pelaksanaan supervisi manajerial didasarkan kepada prinsipprinsip utama, yaitu (1) menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana ia bertindak sebagai atasan dan kepala sekolah/guru sebagai bawahan, (2) hubungan kemanusiaan yang harmonis, bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal, (3) berkesinambungan, (4) demokratis, (5) integral, (6) komprehensif, (7) konstruktif, dan (8) objektif. Metode yang umumnya digunakan dalam supervisi manajerial adalah (1) monitoring dan evaluasi, (2) refleksi dan Focus Group Discussion (FGD), (3) metode Delphi, dan (4) workshop. Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas dapat menerapkan teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. 88

103 DAFTAR ISTILAH Berkesinambungan : Supervisi manajerial pengawas sekolah dilakukan secara teratur dan berkelanjutan Blended : Kombinasi antara moda daring (online) dan tatap muka. Classroom-conference : Percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas ketika siswa-siswa sedang meninggalkan kelas (istirahat). Causal-conference : Percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru Curah Pendapat : Teknik pencarian penyelesaian dari suatu masalah dengan mengumpulkan gagasan secara spontan dari sejumlah orang Delphi : Cara pengambilan keputusan yang melibatkan banyak orang/pihak Demokratis : Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademik Dimensi : Parameter atau tolok ukur yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sifat-sifat suatu objek, yaitu panjang, lebar, dan tinggi atau ukuran dan bentuk. Diskusi : Cara membahas suatu masalah secara bersamasama Focused Group Discussion : Diskusi kelompok yang melibatkan berbagai stakeholder sekolah Kegiatan Mandiri : Kegiatan pembelajaran berupa tugas yang dilakukan secara individu KKKS : Kelompok Kerja Pengawas sekolah KKPS : Kelompok Kerja Pengawas Sekolah Kolaboratif : Bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat Kompetensi : Ketrampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik Konstruktif : Mengembangkan kreativitas dan inovasi mengarah pada peningkatan kinerja, kualitas, hasil kerja Kooperatif : Kerja sama yang baik antara supervisor dan guru dalam mengembangkan pembelajaran. 89

104 LK : Lembar Kerja MKKS : Musyawarah Kerja Kepala sekolah MKPS : Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah Monitoring Evaluasi : Pemantauan keterlaksanaan program, kemajuan, hambatan dan hasil program Objektif : Sesuai aspek-aspek instrumen, kondisi sesungguhnya, apa adanya, sesuai standar/acuan yang ditetapkan Observational Visitation : Percakapan individual yang dilaksanakan setelah supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas. Office-Conference : Percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru yang sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan penjelasan pada guru. PBK : PIPKA : PPK : Presentasi : Penilaian Berbasis Kelas Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak Penguatan Pendidikan Karakter Mengkomunikasikan hasil kerja kepada orang lain/ kelompok lain PSP : Pengawas Sekolah Pembelajar Realistis : artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya. Reflektif : Kilas balik dari suatu proses pembelajaran dikaitkan dengan pengalaman dirinya terhadap tugas yang sudah dilakukan. SIM : Sistem Informasi Manajemen Simulasi : Mempraktikkan dalam situasi yang dirancang seperti situasi sesungguhnya Sistematis : artinya dikembangan sesuai perencanaan program supervisi yang matang dan tujuan pembelajaran Studi Kasus : Pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan pada pembahasan permasalahan nyata Workshop : Kegiatan peningkatan kompetensi melalui latihan kerja yang menghasilkan produk/hasil tertentu untuk mengatasi masalah yang dihadapi 90

105 LAMPIRAN Lampiran 1: Kunci Jawaban Evaluasi 1. C 11. D 21. B 2. D 12. B 22. D 3. D 13. D 23. A 4. A 14. D 24. D 5. C 15. A 25. A 6. B 16. A 26. C 7. A 17. A 27. B 8. D 18. D 28. C 9. A 19. C 29. C 10. C 20. A 30. A 91

106 DAFTAR PUSTAKA Ametembun, N.A. (2000) Supervisi Pendidikan: Penuntun Bagi Para Penilik Pengawas Kepala Sekolah dan Guru-Guru. Bandung: Penerbit Suri. Anggidetyas. (2013, Febr. 26). Otoriter vs. Demokratis. Diakses 27 Juli 2016, dari APSI Kabupaten Nganjuk. (2011, June 21). Peningkatan Mutu Sekolah melalui Supervisi Manajerial. Diakses 27 Mei 2016, dari 06_01_archive.html. Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas. (2009). Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta: Depdiknas. Direktorat Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Metode dan Teknik Supervisi: Modul 02-BI. Jakarta: Depdiknas. Gorton, R. A. (1976). School Administration: Challenge and Opportunity for Leadership. I owa: Wm.C.Brown Co. Publishers Kemen PAN dan RB. (2010). Permen PAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Pendidikan Kewarganegaraan. (2016, Febr. 4). Supervisi Manajerial. Diakses 26 Juli 2016, dari Sagala, S. (2010). Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Wikipedia: Ensiklopedia Bebas (2016). URL: Diakses 9 Juli

107 SUPLEMEN Suplemen 1: Supervisi Pengawas Dalam Pelaksanaan PPK Supervisi Pengawas Dalam Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter Oleh: Erry Utomo A. Pentingnya Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Wilayah Indonesia terdiri dari ribuan pulau dengan kondisi geografis yang bervariasi dan diwarnai oleh keanekaragaman budaya, adat istiadat, agama, maupun keyakinan. Keanekaragaman tersebut dapat menjadi keunggulan jika semboyan Bhinneka Tunggal Ika mewujud dengan baik pada setiap sendi kehidupan berbangsa. Sebaliknya, keberagaman akan menjadi bumerang jika perbedaan budaya, adat istiadat, agama, maupun keyakinan tidak dikelola. Gesekan yang mengarah pada konflik horisontal sangat mungkin terjadi jika bukannya persamaan namun perbedaan yang dikedepankan oleh masing-masing pengampu budaya, pemangku adat, pemeluk agama, dan penggiat keyakinan. Sila ke tiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia, menjadi jauh dari kenyataan. Pancasila sebagai ideologi sudah seharusnya menjadi rujukan dan pegangan utama dalam pengelolaan pendidikan, baik secara sistem di tingkat nasional maupun operasional di tingkat sekolah. Secara formal nilai-nilai Pancasila harus diterima, didukung, dihargai, dan diupayakan perwujudannya secara sungguh-sungguh di setiap sendi sekolah karena merupakan cita-cita hukum dan cita-cita moral seluruh bangsa Indonesia. Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , yaitu Penguatan pendidikan karakter pada anak-anak usia sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk memperkuat nilai-nilai moral, akhlak, dan kepribadian peserta didik dengan memperkuat pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam mata pelajaran. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional untuk mempersiapkan Generasi Emas di tahun 2045, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bertaqwa, 93

108 bermoral, nasionalis, tangguh, mandiri, dan memiliki keunggulan bersaing secara global, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Pemerintah menyadari bahwa Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang memperkuat pendidikan karakter semestinya dilaksanakan oleh semua sekolah di Indonesia, bukan saja terbatas pada sekolah-sekolah binaan, sehingga peningkatan kualitas pendidikan yang adil dan merata dapat segera terjadi. Penguatan Pendidikan Karakter (disingkat menjadi PPK) didefinisikan sebagai gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat (Konsep dan Pedoman PPK, Kemendikbud, 2017). Implikasi dari Gerakan PPK dalam konteks persekolahan, sebagaimana tertera pada Konsep dan Pedoman PPK (Kemdikbud, 2017), adalah: a. pertama adalah penguatan karakter peserta didik dalam mempersiapkan daya saing siswa dengan kompetensi abad 21 (4Cs), yaitu berpikir kritis (critical thinking), kreativititas (creative thinking), komunikasi (communication), dan kolaborasi (collaborative) b. pembelajaran bermakna yang dilakukan di dalam maupun luar sekolah yang diwujudkan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat intra-kurikuler, ko-kurikuler, ekstrakurikuler, dan pengkondisian, pembiasaan sekolah secara terus menerus (habituasi), serta kegiatan-kegiatan sekolah yang terintegrasi dengan kegiatan komunitas antara lain seni budaya, bahasa dan sastra, olahraga, sains, keagamaan c. revitalisasi peran Pengawas, Kepala Sekolah sebagai manajer dan Guru sebagai inspirator PPK d. revitalisasi peran Komite Sekolah sebagai badan gotong royong sekolah dan partisipasi masyarakat e. penguatan peran keluarga melalui kebijakan pembelajaran 5 (lima) hari sekolah. B. Nilai-nilai Pembentuk Penguatan Pendidikan Karakter Pengembangan nilai-nilai karakter, sebagaimana tertera pada Konsep dan Pedoman PPK (Kemdikbud, 2017), didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyrakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter 94

109 dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati (spiritual & emotional development); (2) olah pikir (intellectual development); (3) olah raga dan kinestetik (physical & kinesthetic development); dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Proses itu secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung dalam 5 nilai-nilai utama PPK. Atas dasar itu, penguatan pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, yaitu menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, penguatan pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan (Lickona, 2004). Nilai utama Gerakan PPK yang saat ini dikembangkan dari kristalisasi pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas (Kemdikbud, 2017). Secara detail, nilai-nilai utama PPK dapat diuraikan menjadi sub-sub nilai yang perwujudannya dapat diuraikan sebagai berikut. a. Nilai karakter religius ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan: cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama lintas agama, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, melindungi yang kecil dan tersisih. b. Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya: apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama. c. Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku yang tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai kemandirian antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. 95

110 d. Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, bersahabat dengan orang lain dan memberi bantuan pada mereka yang kurang mampu, tersingkir dan membutuhkan pertolongan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerjasama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, sikap kerelawanan. e. Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggungjawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggungjawab, keteladanan, menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas) (Konsep dan Pedoman PPK, Kemendikbud, 2017). C. Peran Pengawas Sekolah/Madrasah dalam Penerapan PPK di Satuan Pendidikan Peran pengawas sekolah/madrasah dalam melakukan pekerjaan profesional dalam bidang pengawasan baik dalam melakukan pengawasan supervisi maupun manajerial memerhatikan hal-hal berikut, yaitu: (1) menjadi model keteladanan perilaku bermoral; (2) mengidentifikasikan dan mengoptimalkan berbagai potensi/keunggulan sekolah binaan dalam implementasi PPK; (3) memetakan branding implementasi PPK di sekolahsekolah binaan untuk dijadikan rujukan bagi sekolah binaan lain; (4) mendampingi dan mendukung Kepala Sekolah, guru, dan peserta didik untuk mengimplementasikan nilainilai utama PPK sesuai dengan branding sekolah; (5) mengevaluasi implementasi PPK di sekolah binaan; (6) mendampingi penyusunan tindak lanjut hasil evaluasi implementasi PPK di sekolah binaan; (7) menjelaskan dengan komprehensif kepada seluruh pemangku kepentingan tentang konsep, tujuan, dan manfaat PPK; (8) memastikan pendidikan karakter diterapkan secara utuh dan menyeluruh melalui implementasi kurikulum dan metode pembelajaran di sekolah binaan; (9) mengapresiasi usaha dan sumbangan Kepala Sekolah, guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat luas dalam penyelenggaraan PPK; (10) mengaitkan visi sekolah binaan dengan konsep PPK dalam keseluruhan dinamika pembelajaran baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. 96

111 Kompetensi supervisi merupakan satu dari 6 (enam) kompetensi pengawas sekolah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Supervisi yang dilaksanakan pengawas sekolah merupakan upaya pengawasan dan pendampingan dalam ranah pengelolaan sekolah yang bermutu, akuntabel, dan transparan. Ruang lingkup program pengawas sekolah meliputi aspek supervisi akademik dan supervisi manajerial. Kompetensi supervisi akademik intinya adalah tindakan pengawas sekolah untuk membantu guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran. Pengawasan akademik merupakan pengawasan sekolah pengawasan sekolah berkenaan dengan aspek pelaksanaan tugas pemantauan, pembinaan, dan penilaian kinerja guru dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian hasil pembelajaran dan pembimbingan serta pelatihan peserta didik. Tugas pokok pengawas dalam PPK, yaitu (1) melakukan pemantauan pelaksanaan PPK di daerah binaannya, (2) pembinaan sekolah-sekolah di daerah binaannya, (3) menyelenggarakan bimbingan dan latihan di sekolah-sekolah daerah binaannya, dan (4) melakukan penilaian pelaksanaan PPK di sekolah-sekolah di daerah binaannya. Kegiatan pengawas sekolah/madrasah dalam pemantauan adalah untuk mengetahui keterlaksanaan dan hambatan pada pemenuhan: Standar Kemampuan Lulusan/SKL, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian sebagai bahan untuk pembinaan dan pembimbingan pelatihan profesional yang dilakukan guru. Kegiatan pembinaan merupakan pengawasan untuk peningkatan/penguatan kompetensi guru dalam pelaksanaan tugas pokok berdasarkan tingkat pemenuhan Standar Nasional Pendidikan/SNP hasil pemantauan. Bimbingan dan pelatihan yang dilakukan oleh pengawas merupakan kegiatan kolektif guru di MGMP/KKG untuk meningkatkan profesionalisme guru, dalam mengoptimalkan pelaksanakaan tugas pokok guru. Selanjutnya, penilaian pelaksanaan PPK merupakan penilaian kinerja guru dalam pelaksanaan tugas pokok guru. Supervisi manajerial adalah kegiatan profesional yang dilakukan oleh pengawas sekolah dalam rangka membantu kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Pengawasan sekolah berkenaan dengan aspek pelaksanaan tugas pemantauan, pembinaan, penilaian kepala sekolah dalam peningkatan efisiensi dan efetivitas sekolah dalam proses perencanaan, koordinasi dan pengembangan mutu sekolah. Peran pengawas dalam supervisi manajerial melakukan fasilitasi kepala sekolah dalam melakukan evaluasi diri sekolah (EDS) dan merefleksikan hasil-hasilnya untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan. Tugas pokok pengawas dalam melakukan pengawasan manajerial, yaitu melakukan pemantauan pelaksanaan PPK di sekolah-sekolah binaannya, pembinaan 97

112 PPK, bimbingan dan pelatihan PPK, dan penilaian pelaksanaan PPK. Pemantauan pelaksanaan PPK merupakan kegiatan memantau untuk mengetahui keterlaksanaan dan hambatan pada pemenuhan: SKL, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian sebagai bahan untuk pembinaan dan pembimbingan pelatihan profesional yang dilakukan guru. Pembinaan PPK merupakan kegiatan pengawasan untuk peningkatan/penguatan kompetensi guru dalam pelaksanaan tugas pokok berdasarkan tingkat pemenuhan SNP hasil pemantauan. Kegiatan bimbingan dan pelatihan mencakup kegiatan kolektif guru di MGMP/KKG untuk meningkatkan profesionalisme guru, dalam mengoptimalkan pelaksanakaan tugas pokok guru. Selanjutnya, penilaian pelaksanaan PPK dilakukan oleh pengawas dalam kaitannya penilaian kinerja guru dalam pelaksanaaan tugas pokok guru. D. Kompetensi Pengawas Sekolah/Marasah Kompetensi Pengawas sekolah/madrasah, mencakup: (1) supervisi akademik; (2) supervisi manajerial; (3) evaluasi pendidikan; dan (4) penelitian dan pengembangan/litbang. Ke-empat tuntutan kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah diuraikan berikut. Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah dalam melakukan Supervisi Akademik (seperti yang dijelaskan pada Modul A), yaitu: (1) menyusun rencana pengawasan akademik (RPA), Rencana Pengawasan Bimbingan Konseling ( RPBK); (2) memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran; (3) memahami konsep, prinsip, teori, teknologi, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan proses pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran; (4) membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP; (5) membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa melalui tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran; (6) membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran; (7) membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran; (8) membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengem bangan atau mata pelajaran; dan (9) memotivasi guru untuk memanfaatkan 98

113 teknologi informasi dalam pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengembangan atau mata pelajaran. Supervisi Manajerial mencakup modul, yaitu (1) Modul F-Pemantauan Pelaksanaan Pemenuhan SNP; (2) Modul E-Pelaksanaan Supervisi Manajerial; (3) Modul D-Laporan Hasil Pengawasan; (4) Modul C-Program Pengawasan Supervisi Manajerial; dan (5) Modul B-Supervisi Manajerial. Kompetensi pengawas sekolah/madrasah dalam melakukan Supervisi Manajerial (seperti diuraikan dalam setiap modul sebagai berikut). Modul F- Pemantauan Pelaksanaan Pemenuhan SNP, mencakup: memantau pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan/SNP dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi sekolah: (1) mengevaluasi pemenuhan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan; (2) membuat rekomendasi hasil pemantauan untuk penyususan program sekolah dalam upaya pemenuhan 8 SNP. Modul E- Pelaksanaan Supervisi Manajerial, mencakup: (1) membina kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah; (2) membina kepala sekolah dan guru BK dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah; (3) mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasilhasil yang dicapainya untuk menemukan menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanankan tugas pokonya di sekolah. Modul D-Laporan Hasil Pengawasan, mencakup: menyusun laporan supervisi manajerial tentang hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah, yaitu: menganalisis hasil supervisi manajerial, menyusun laporan hasil supervisi manajerial, dan Menyusun program tindaklanjut hasil pengawasan. Modul C-Program Pengawasan Supervisi Manajerial, mencakup: menyusun program pengawasan supervisi manajerial yang tediri atasr: menyusun program kepengawasan berdasarkan visi, misi, tujuan, dan program pendidikan di sekolah/madrasah dan menyusun metode kerja serta instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan di sekolah. Modul B-Konsep Supervisi Manajerial, mencakup: kompetensi supervisi manajerial (sesuai Permendiknas No. 12 Tahun 2007 tentang Kompetensi Pengawas Sekolah), yaitu: menguasai metode, teknik, dan prinsip-prinsip supervisi manajerial dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di sekolah yaitu: (1) menerapkan prinsip-prinsip supervisi manajerial untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah; (2) menerapkan metode supervisi manajerial; dan (3) menerapkan teknik supervisi manajerial. Kompetensi Pengawas Sekolah/madrasah dalam melakukan Evaluasi Pendidikan sebagai berikut. Modul H-Penilaian Kinerja Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan, mencakup: (1) menilai kinerja Kepala Sekolah, kinerja Guru, dan staf 99

114 sekolah lainnya dalam menilai tugas pokok dan tanggung jawabnya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran. Rincian kompetensi, mencakup: (a) menentukan aspek-aspek penilaian kinerja Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan; (b) memilih perangkat penilaian yang tepat digunakan untuk menilai kinerja Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan; (c) menilai kinerja Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya. (2) mengolah dan menganalisis data hasil penilaian kinerja Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan, mencakup: (a) menyeleksi (memvalidasi) data hasil penilaian kinerja Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan; (b) menganalisis data hasil penilaian kinerja Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan; dan (c) menyusun program tindak lanjut perrbaikan kinerja Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Kependidikan. Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah dalam melakukan Penelitian dan Pengembangan/Litbang, mencakup: Modul J- Pedoman Pengawasan, yaitu: mampu menyusun laporan hasil-hasil pengawasan dan menindak lanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah; dan mampu menyusun pedoman/panduan dan atau buku/modul yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengawasan di sekolah. Modul I- Pengembangan Profesi, mencakup: (a) menguasai berbagai pendekatan metode penelitian dalam pendidikan; (b) menentukan masalah kepengawasan yang diteliti baik untuk keperluan tugas pengawasan maupun karir; (c) menyusun proposal penelitian pendidikan baik proposal penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif; (d) melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahan masalah pendidikan dan perumusan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok tanggung jawabnya; (e) mengolah dan menganalisis data hasil penelitian pendidikan baik data kualitatif maupun data kuantitatif; (f) menulis karya tulis ilmiah dalam bidang pendidikan dan atau bidang kepengawasan dan memanfaatkannya untuk perbaikan mutu pendidikan; dan (g) memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas/ptk baik perencanaan maupun pelaksanaan di sekolah. E. Kesimpulan Pengawas Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan tugas kepengawasan melalui supervisi akademik dan supervisi manajerial merupakan langkah tepat dalam upaya percepatan dan ketercapaian tujuan implementasi PPK di sekolah/madrasah. Oleh karena itu, perlu peningkatan kompetensi peran pengawas sekolah/madrasah dalam program PPK. Bagaimana Peran Pengawas Sekolah/Madrasah dalam melakukan Supervisi Sekolah Penyelenggara PPK? Apa yang dipantau/dibina di sekolah/madrasah penyelenggara 100

115 PPK? Bagaimana cara memantaunya? Apa yang diperoleh dari hasil pemantauan dan bagaimana menindaklanjuti hasil pemantauan? Pemantauan dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti: melalui kegiatan pengamatan atau melakukan observasi lingkungan sekolah/madrasah tentang aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik baik dalam kegiatan-kegiatan intra kurikuler, ko kurikuler maupun ekstrakurikuler terkait pelaksanaan PPK di sekolah/madrasah. Wawancara dapat juga dilakukan dengan melibatkan guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya, perwakilan siswa/osis, komite sekolah tentang pengembangan dan budaya karakter yang diimplementasikan di sekolah/madrasah dalam waktu yang cukup. Hasil pemantauan dapat disajikan dalam bentuk (1) program sekolah melalui Rencana Kerja dan Pelaksanaan Program PPK; (2) foto-foto kegiatan, dan dokumentasi lainnya. Sebagai contoh penanaman sikap spiritual atau karakter religius di sekolah/madrasah. Pembiasaan (habituasi) dan keteladanan di sekolah memfasilitasi peserta didik dalam sikap spiritual/karakter religius. Peserta didik memiliki perilaku yang mencerminkan sikap beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME sesuai dengan perkembangan siswa yang diperoleh dari pengalaman pembelajaran melalui pembiasaan (habituasi) dan pengkondisian, seperti: (1) mengintegrasikan pengembangan sikap beriman dalam setiap mata pelajaran, (2) berdoa setiap memulai dan mengakhiri kegiatan, (3) santun dalam berbicara dan berperilaku sesuai dengan budaya dan adat istiadat setempat, (4) berpakaian sopan sesuai aturan sekolah, (5) mengucapkan salam saat masuk kelas, (6) melaksanakan kegiatan ibadah, (7) mensyukuri setiap nikmat yang diperoleh, (8) menumbuhkan sikap saling menolong/berempati, (9) menghormati perbedaan, dan (10) antri saat bergantian memakai fasilitas sekolah dan kegiatan lainnya. Penumbuhan sikap sosial, seperti nasionalis, integritas, mandiri, dan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengamatan di sekolah/madrasah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah/madrasah menunjukkan peserta didik memiliki perilaku yang mencerminkan sikap pembelajar sejati sepanjang hayat sesuai dengan perkembangan anak, yang diperoleh melalui gerakan dan pengembangan literasi sekolah, seperti: (1) perencanaan dan penilaian program literasi, (2) waktu yang cukup untuk kegiatan literasi, (3) kegiatan membaca buku, (4) lomba terkait literasi, (5) memajang karya tulis, (6) penghargaan berkala untuk siswa, (7) pelatihan literasi dan lainnya. Pembiasaan dan keteladanan di sekolah/madrasah seperti penanaman sikap sosial, seperti: nasionalis, integritas, mandiri, dan kewirausahaan. Penanaman sikap sosial pada peserta didik akan memiliki keterampilan bertindak secara mandiri, kolaboratif, dan komunikatif, melalui pendekatan ilmiah (saintifik) sebagai pengembangan dari yang 101

116 dipelajari pada satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri, yang diperoleh dari pengalaman pembelajaran dan kegiatan, meliputi: (1) penugasan individu, (2) penugasan kelompok, (3) pelaporan tugas/kegiatan, (4) mempresentasikan hasil penugasan (5) keterlibatan dalam kepanitiaan, dan (6) keterlibatan dalam berbagai lomba/pameran serta kegiatan lainnya. F. Daftar Pustaka 1. Lickona, T. (2004). Character Matters. A Touchstone Book, NY. 2. Kemdiknas, RI. (2007).Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dan Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta. 3. Kemdiknas, RI. (2010). Buku Induk Pembangunan Karakter. Jakarta. 4. Kemdiknas, RI. (2010). Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Jakarta. 5. Chen, M. (2010). Education Nation: Six leading edges of innovation in our schools, dalam Erry Utomo. The development of character education and its implementation at educational unit in Indonesia.Paper is presented for the 8 th International APEC Collaborative Education (IACE) ALCoB Conference in Busan, South Korea, Nov. 24 th to 26 th, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun Jakarta. 7. Kemendikbud, RI. (2017). Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter. Jakarta. 8. Kemendikbud, RI. (2017). Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter bagi Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta. 9. Kemendikbud, RI. (2017). Modul untuk Pengawas Sekolah (Modul A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J). Jakarta. 102

117 Suplemen 2: Pengantar Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak A. Pendahuluan Pengantar Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak Oleh: Emilia Kristiyanti Semua anak berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Dalam hal ini negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa hak tersebut dilindungi sehingga kesejahteraan pada anak dapat tercapai. Untuk mencapai kesejahteraan anak sesuai dengan yang diinginkan maka pendidikan di keluarga dan lingkungan memegang peranan yang penting. Pola didik di sekolah dan pola asuh di keluarga berperan sangat penting dalam mengembangkan potensi akademik dan non-akademik seorang anak. Keyakinan bahwa pendidikan yang baik merupakan pendidikan yang berfokus pada kurikulum (curriculum centered) harus segera ditinggalkan dan mulai menerapkan pendidikan inklusif yang berfokus pada semua anak/peserta didik (children/students centered) tanpa memandang suku, bahasa, agama, jender, keadaan fisik, keadaan kesehatan, status sosial, dan ekonomi. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar kepada kepala dan pengawas sekolah mengenai konsep pendidikan inklusif dan perlindungan kesejahteraan anak; sejarah pendidikan inklusif dan perlindungan kesejahteraan anak; dan penyelenggaraan pendidikan inklusif sebagai cara terbaik untuk memastikan dilaksanakannya perlindungan kesejahteraan anak. B. Konsep Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak 1. Konsep Pendidikan Inklusif Di beberapa negara pendidikan inklusif masih diterjemahkan hanya terbatas kepada sebuah pendekatan yang dilakukan untuk memberikan layanan bagi peserta didik penyandang disabilitas yang berada pada sistem pendidikan umum 1. Pendidikan inklusif memiliki makna yang lebih jauh dari sekadar memasukkan anak penyandang disabilitas di sekolah reguler. Pendidikan inklusif harus dimaknai sebagai penerimaan tanpa syarat semua anak dalam sistem pendidikan umum. 1 Developing inclusive education systems: how can we move policies forward, Mel Ainscow and Susie Miles, University of Manchester, UK, p.1 (2009) 103

118 Pendidikan inklusif bukanlah sistem pendidikan integrasi yang berganti baju dan juga berbeda dengan sistem pendidikan segregasi. Perbedaan mendasar terdapat pada lokasi pembelajaran, sikap guru, sikap tenaga kependidikan, dan keadaan lingkungan sekolah serta kurikulum yang dipergunakan. Ilustrasi yang dapat menggambarkan perbedaan antara pendidikan segregasi, integrasi, dan inklusif adalah sebagai berikut: PDBK PD lainnya PD lainnya PDBK dan PD lainnya PDBK Segregasi Integrasi Inklusif Gambar 1. Perbedaan segregasi, integrasi, dan inklusif Pada sistem pendidikan segregasi, peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dipisahkan dengan peserta didik (PD) lainnya baik lokasi maupun kurikulum yang digunakan. Sistem pendidikan segregasi di Indonesia di kenal dengan sistem pendidikan khusus atau sistem pendidikan luar biasa. Pada sistem integrasi, anak/peserta didik berkebutuhan khusus belajar bersama dengan peserta didik lainnya namun sekolah sedikit atau bahkan sama sekali tidak dibebankan untuk melakukan adaptasi atau penyesuaian dalam memenuhi kebutuhan anak/peserta didik yang berkebutuhan khusus. Sebaliknya, anak/peserta didik berkebutuhan khusus diharapkan dapat beradaptasi dengan sistem pendidikan yang hampir tidak diubah untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Ketidakmampuan anak/peserta didik berkebutuhan khusus untuk menyesuaikan diri dengan sistem sekolah akan menyebabkan hilangnya kesempatan mereka untuk memperoleh pendidikan. Praktik di beberapa negara, sistem pendidikan integrasi diselenggarakan dengan mengumpulkan anak/peserta didik berkebutuhan khususnya dalam hal ini penyandang disabilitas di kelas tersendiri yang dinamai kelas khusus. Adapun lokasi kelas khusus tersebut berada di lingkungan sekolah reguler. Sebaliknya pada sistem pendidikan inklusif, anak/peserta didik berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak/peserta didik lainnya di kelas yang sama tanpa adanya pembedaan. Peserta didik menjadi pusat perencanaan pendidikan sehingga apapun 104

119 yang direncanakan dan dikerjakan oleh guru dan tenaga kependidikan selalu berdasarkan pada kebutuhan peserta didik. Pada sistem pendidikan inklusif, guru memastikan bahwa anak/peserta didik berkebutuhan khusus dapat hadir, diterima oleh guru dan anak/peserta didik lainnya, berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran di kelas bersama dengan peserta didik lainnya, dan memperoleh pencapaian yang maksimal sesuai dengan kemampuan anak/peserta didik. Penyesuaian-penyesuaian untuk mengakomodir kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus terjadi pada ranah (1) sikap, misalnya sikap yang lebih positif terhadap perilaku tertentu peserta didik, atau tidak meremehkan potensi mereka penyandang disabilitas dan mereka yang termasuk dalam kategori cerdas berbakat; (2) informasi, misalnya penggunaan format atau media yang sesuai dengan kemampuan anak/peserta didik agar dapat mengakomodir kebutuhan khusus yang ada misalnya braille bagi anak/peserta didik dengan hambatan penglihatan; penggunaan bahasa isyarat bagi anak/peserta didik dengan hambatan pendengaran; dan menggunakan bahasa yang lebih sederhana dalam berkomunikasi dengan anak/peserta didik dengan hambatan intelektual; (3) struktur bangunan fisik, misalnya bangunan dengan landaian (ramp) atau lift untuk akses bagi mereka penyandang hambatan gerak. Istilah anak/peserta didik berkebutuhan khusus memiliki cara pandang yang lebih luas dan positif terhadap peserta didik atau anak/peserta didik yang memiliki kebutuhan yang sangat beragam. Berdasarkan sifatnya, kebutuhan khusus dibagi menjadi (1) kebutuhan khusus permanen dan (2) kebutuhan khusus temporer. Kebutuhan khusus yang permanen adalah kebutuhan yang terus-menerus ada dan melekat pada anak/peserta didik, misalnya anak/peserta didik dengan hambatan penglihatan akan kesulitan dalam membaca dan menulis dengan menggunakan huruf biasa. Namun kebutuhan khususnya akan teratasi pada saat ia menggunakan huruf braille untuk membaca dan menulis. Sedangkan kebutuhan khusus yang bersifat temporer adalah kebutuhan khusus yang sifatnya sementara, misalnya anak/peserta didik yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena alasan ekonomi. Kebutuhan khusus anak tersebut akan hilang setelah dia memperoleh bantuan ekonomi. Contoh yang lain, peserta didik baru masuk kelas 1 Sekolah Dasar yang berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura dsb) di rumah, akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama ketika belajar membaca permulaan, mengunakan bahasa Indonesia. Keadaan seperti itu dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam 105

120 belajar membaca permulaan dalam bahasa Indonesia bagi anak/peserta didik tersebut. Oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus) sehingga kebutuhan khususnya dapat dihilangkan. Apabila hambatan belajar membaca akibat alasan di atas tidak mendapatkan intervensi yang tepat maka ada kemungkinan anak/peserta didik tersebut akan menjadi anak/peserta didik dengan kebutuhan khusus permanen. Ditinjau dari penyebabnya, maka kebutuhan khusus dapat dibagi dua bagian, yakni (1) kebutuhan khusus yang berasal dari diri sendiri dan (2) kebutuhan khusus akibat dari lingkungan. Salah satu penyebab munculnya kebutuhan khusus dari diri sendiri adalah disabilitas. Sedangkan kebutuhan khusus yang berasal dari lingkungan misalnya anak mengalami kesulitan belajar karena tidak dapat konsentrasi dengan baik dan penyebabnya misalnya suasana tempat belajar yang tidak nyaman. Di samping itu, kebutuhan khusus juga dapat dibedakan menjadi (1) kebutuhan khusus umum, (2) kebutuhan khusus individu, dan (3) kebutuhan khusus kekecualian. Kebutuhan khusus umum adalah kebutuhan khusus yang secara umum dapat terjadi pada siapapun, misalnya karena sakit tidak bisa belajar dengan baik. Sedangkan kebutuhan khusus individu (pribadi) adalah kebutuhan yang sangat khas yang dimiliki oleh seorang individu, misalnya seseorang tidak dapat belajar tanpa sambil mendengarkan musik. Adapun kebutuhan khusus kekecualiaan adalah kebutuhan khusus yang ada akibat disabilitas, misalnya kebutuhan berkomunikasi dengan bahasa isyarat bagi anak dengan hambatan pendengaran. Pendidikan inklusif di suatu negara dibangun oleh 3 (tiga) pilar yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain, yaitu: (1) budaya; (2) kebijakan; (3) praktik. (2) (3) (1) Di Indonesia tanpa kita sadari budaya pendidikan inklusif juga telah ada sejak lama. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika nyata menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung nilai-nilai inklusif, berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Budaya inklusif yang ada di Indonesia juga telah didukung oleh perangkat-perangkat kebijakan terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif baik ditingkat nasional maupun lokal (provinsi dan kabupaten/kota). Namun yang masih menyisakan 106

121 pekerjaan rumah bersama adalah bagaimana praktik penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah dan masyarakat. Pada tataran penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah, terdapat 4 prinsip yang harus selalu diperhatikan sebagai tolok ukur, yaitu (1) kehadiran; (2) pengakuan atau penerimaan; (3) partisipasi; dan (4) pencapaian akademik dan non-akademik dari semua anak/peserta didik termasuk anak/peserta didik berkebutuhan khusus. Sekolah belum dapat disebut sebagai sekolah inklusif apabila ia hanya memasukkan anak/peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas. 2. Konsep Perlindungan Kesejahteraan Anak Menurut undang-undang nomor 35 tahun 2014 sebagaimana yang tercantum pada pasal 1, anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih di kandungan. Konsep perlindungan kesejahteraan anak lahir dari kesadaran bahwa anak perlu dilindungi guna mencapai sebuah tata kehidupan dan penghidupan yang menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Membicarakan konsep perlindungan kesejahteraan anak maka kita perlu menguraikan apa yang dimaksud dengan perlindungan anak dan kesejahteraan anak. UU no. 35 tahun 2014 menyatakan bahwa perlindungan anak adalah serangkaian kegiatan untuk melindungi anak sejak dalam kandungan, agar dapat terjamin kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta terbebas dari perlakuan diskriminasi dan tindak kekerasan baik fisik, mental, rohani maupun sosial secara wajar sesuai dengan harkat dan martabatnya. Penyelenggaraan perlindungan anak harus berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliput: (1) non-diskriminasi; (2) kepentingan yang terbaik baik anak; (3) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (4) penghargaan terhadap pendapat anak. Adapun tujuan dari perlindungan anak adalah agar hak-hak anak terjamin sehingga mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabatnya, serta terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Kesejahteraan anak merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, 107

122 jasmani, maupun sosial 2. Kesejahteraan anak dapat pula diartikan sebagai beberapa kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh masyarakat untuk menyampaikan perhatian khusus bagi anak-anak dan kesanggupan masyarakat untuk bertanggung jawab atas beberapa anak sampai mereka mampu untuk mandiri. 3 Dengan berdasarkan kepada penjelasan-penjelasan di atas maka perlindungan kesejahteraan anak berarti segala upaya yang dilakukan oleh orang tua dan masyarakat sejak anak berada dalam kandungan dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Oleh karenanya agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik rohani, jasmani maupun sosial maka mereka harus memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi dalam mengakses layanan publik dasar yaitu kesehatan dan pendidikan. C. Sejarah Pendidikan inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak 1. Pendidikan Inklusif Pendidikan Untuk Semua/Education for All dicetuskannya melalui deklarasi Pendidikan Untuk Semua/Education for All di pada konferensi pendidikan di Jomtien, Thailand pada pada tahun Walaupun belum eksplisit namun istilah pendidikan inklusif telah dimunculkan pada deklarasi ini. Deklarasi Pendidikan Untuk Semua (PUS) ini berangkat dari kenyataan bahwa di banyak negara : (1) kesempatan untuk memperoleh pendidikan masih terbatas atau masih banyak orang yang belum mendapat akses pendidikan, (2) kelompok tertentu yang terpinggirkan seperti kelompok disabilitas, etnik minoritas, suku terasing dan sebagainya masih terdiskriminasi dari pendidikan bersama. Pada kenyataannya, penyelenggaraan hasil konferensi tersebut masih jauh dari yang diharapkan, khususnya yang terkait dengan kesempatan memperoleh pendidikan bagi para penyandang disabilitas. Oleh karena itu, pada tanggal 7-10 Juni 1994 di Salamanca, Spanyol, para praktisi pendidikan khusus menyelenggarakan konferensi pendidikan kebutuhan khusus (Special Needs Education) yang diikuti oleh 92 negara dan 25 organisasi international yang menghasilkan Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement) yangmenyatakan agar anak berkebutuhan khusus (children with special needs) mendapat layanan pendidikan yang lebih baik dan berkualitas. 2 Undang-Undang no. 4 tahun 1979 bab 1 pasal 1 3 Johnson&Schwartz (1991, h.167) 108

123 Dalam konferensi ini istilah inclusive education (pendidikan inklusif) secara formal mulai diperkenalkan. Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangani kedua deklarasi tersebut, sebagai konsekuensinya maka pemerintah berkewajiban untuk memastikan bahwa pendidikan inklusif diselenggarakan di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah mendeklarasikan Indonesia menuju Pendidikan Inklusif di Bandung guna memperkuat usaha penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia. Saat ini penyelenggaraan pendidikan inklusif lebih dimantapkan dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no.70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Undang-Undang no. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada pasal 10, dan Undang-Undang no. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada pasal Perlindungan Kesejahteraan Anak Pada tahun 1923 seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jeb mendeklarasikan pernyataan hak hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan. Pada tahun 1924 deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Persekutuan Bangsa-Bangsa dan pada tahun 1948 deklarasi hak asasi manusia diumumkan. Di Indonesia, undang-undang dasar 1945 telah mengatur kesejahteraan dan perlindungan anak, dimana dinyatakan bahwa anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara. Untuk memperkuat komitmen negara terhadap perlindungan anak, pemerintah mengeluarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang telah mengatur tentang hak anak yaitu anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, dan tanggung jawab orangtua yaitu bahwa orangtua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak. Pada tanggal 25 Agustus 1990, melalui Keppres 36/1990, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dan dikuatkan dengan terbitnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang hak dan 109

124 kewajiban anak, serta kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua. Undang-undang tersebut kemudian disempurnakan dengan munculnya Undang-Undang no. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Menurut Undang-Undang no. 35 tahun 2014, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: (a) non-diskriminasi; (b) kepentingan yang terbaik bagi anak; (c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (d) penghargaan terhadap pendapat anak. D. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak. Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang menghargai keberagaman. Dengan melaksanakan sistem pendidikan inklusif maka diharapkan perlindungan kesejahteraan anak terutama di bidang pendidikan dapat terlaksana. Pada praktik pendidikan inklusif, sekolah dan masyarakat sangat menghargai perbedaan dan keunikan dari setiap anak/peserta didik. Pendidikan inklusif merupakan salah satu cara untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kekerasan dan praktek bullying yang merupakan bentuk perlakuan diskriminasi pada anak/peserta didik. Pada tingkat persekolahan, sekolah yang menyelenggarakan sistem pendidikan inklusif dapat diperkenalkan melalui konsep sekolah yang ramah dan terbuka bagi semua anak/peserta didik dan memiliki guru dan tenaga kependidikan yang ramah dan terbuka kepada perubahan serta menghargai keberagaman. Keberagamaan yang dimaksud dapat disebabkan karena status sosial ekonomi, disabilitas, bahasa, jender, agama, dan status kesehatan. Sekolah inklusif adalah sekolah yang mampu mengakomodir kebutuhan semua anak termasuk kebutuhan khusus anak/peserta didik berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat hadir di kelas, diterima oleh guru, tenaga kependidikan, dan sesama peserta didik, serta berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran serta menunjukkan pencapaian baik di bidang akademik maupun non-akademik. Dalam hal mengakomodir kebutuhan semua anak/peserta didik, sekolah harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak, yaitu: (1) nondiskriminasi; (2) kepentingan yang terbaik bagi anak; (3) hak 110

125 untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (4) penghargaan terhadap pendapat anak/peserta didik. Dengan demikian mereka dapat berkembang secara wajar, baik secara jasmani, rohani, dan sosial. Penegasan bahwa pendidikan inklusif merupakan salah satu cara memberikan perlindungan hak pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus terutama anak penyandang disabilitas terdapat pada Undang-Undang no. 35 tahun 2014 pasal 51. Namun keberadaan anak/peserta didik berkebutuhan khusus di sebuah sekolah tidak serta merta membuat sekolah tersebut menjadi sekolah inklusif. Apabila sekolah menerima anak/peserta didik berkebutuhan khusus tanpa memastikan bahwa anak/peserta didik tersebut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sama dengan anak/peserta didik yang lainnya sehingga dapat memperoleh pencapaian sesuai dengan kemampuan anak/peserta didik maka sekolah tersebut belum dapat dikatakan sebagai sekolah inklusif. Keadaan demikian dapat menyebabkan kondisi dimana anak/peserta didik rentan terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi. Praktik-praktik di sekolah inklusif sangat sesuai dengan prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi: (a) non diskriminasi; (b) kepentingan yang terbaik bagi anak; (c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan (d) penghargaan terhadap pendapat anak. Tindakan bully dan kekerasan terhadap anak/peserta didik di sekolah inklusif diharapkan tidak akan terjadi karena pihak sekolah (guru dan tenaga kependidikan) memberikan pengertian kepada semua warga sekolah termasuk orang tua dan anak/peserta didik baik yang berkebutuhan khusus maupun anak/peserta didik lainnya tentang keberagamanan yang ada dan hak asasi manusia yang perlu dihormati. Dengan demikian sekolah yang menyelenggarakan sistem pendidikan inklusif sudah pasti menerapkan hal-hal positif yang mendukung kesejahteraan anak. Ilustrasi di bawah ini menggambarkan hubungan pendidikan inklusif dengan perlindungan kesejahteraan anak. Gambar 2. Hubungan Pendidikan Inklusif (PI) dengan Perlindungan Kesejahteraan Anak (PKA). Di sekolah inklusif semua peserta didik harus hadir dan terlibat dalam proses pembelajaran. Semua upaya untuk menghilangkan hambatan diarahkan untuk 111

126 membantu peserta didik berkebutuhan khusus agar mereka dapat berpartisipasi, belajar, dan berprestasi sesuai dengan kemampuan mereka. Pencapaian tersebut dapat di bidang akademik maupun non-akademik. Menghilangkan hambatan pembelajaran, meningkatkan partisipasi, dan pencapaian anak/peserta didik tersebut dapat dilakukan dengan menyesuaikan waktu, tugas, bahan, strategi penyampaian, dan tingkat dukungan sesuai dengan kebutuhan anak/peserta didik berkebutuhan khusus sehingga mereka dapat memaksimalkan potensi akademik dan non-akademiknya. Lingkungan sekolah inklusif haruslah nyaman; menerima keberagaman; ramah dan tidak menegangkan; luas; tenang; dan terorganisir/aman. Lingkungan sekolah yang inklusif harus memberikan manfaat bagi seluruh peserta didik dan komunitas sekolah lainnya. Lingkungan yang aman dan nyaman serta tidak diskriminasi akan menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung terbentuknya pribadi anak yang sehat secara emosi dan sosial. Sebagai langkah awal untuk menentukan kebutuhan anak/peserta didik dalam mewujudkan sekolah inklusif serta dalam usaha melindungi kesejahteraan seluruh anak/peserta didik maka guru, tenaga kependidikan dan orang tua perlu melakukan proses identifikasi dan asesmen. Identifikasi merupakan proses untuk menemu kenali keberagaman anak/peserta didik. Pada dasarnya identifikasi dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang tua, guru, maupun pihak lain yang dekat dengan anak/peserta didik. Penggunaan formulir penerimaan peserta didik baru (PPDB) dapat merupakan identifikasi awal. Selanjutnya guru dapat mengumpulkan bukti dari ulangan formatif dan sumatif yang telah dijalani anak/peserta didik serta pengamatan oleh guru. Sumber pembuktian dapat berasal dari (1) penilaian guru dan pengalamanan anak/peserta didik; (2) kemajuan, pencapaian, dan perilaku anak/peserta didik; (3) perkembangan peserta didik dibandingkan dengan rekannya; (4) pendapat dan pengalaman orang tua; (5) pendapat anak/peserta didik itu sendiri; dan (5) pendapat dari luar. Namun sekolah tidak dapat melakukan labeling dengan mudah hanya karena anak tersebut tertinggal di bidang tertentu dalam kurikulum. Seorang anak dapat diidentifikasikan sebagai anak berkebutuhan khusus apabila mereka menunjukkan sedikit atau tidak ada perkembangan di bidang tertentu secara konsisten meskipun telah diberi pengajaran dan intervensi terarah guna memenuhi kebutuhannya. Langkah selanjutnya, setelah proses identifikasi adalah asesmen. 112

127 Asesmen pendidikan adalah suatu proses yang sistematis dalam memperoleh informasi atau data melalui pertanyaan terkait perilaku belajar anak/ peserta didik dengan tujuan penempatan dan pengembangan pembelajaran (Wallace dan McLoughlin, 1981: 5). Tujuan melakukan asesmen adalah untuk melihat kebutuhan khusus anak/peserta didik dalam rangka penyusunan program pembelajaran sehingga dapat melakukan intervensi pembelajaran secara tepat. Hal ini tentunya dilakukan hanya demi kepentingan anak/peserta didik. Asesemen dapat dilakukan secara informal maupun formal. Aspek yang diamati lebih jauh dalam proses asesmen adalah persoalan belajar, sosial-emosi, komunikasi, dan motorik. Hasil akhir dari proses identifikasi dan asesmen adalah diperolehnya profil peserta didik berkebutuhan khusus. Profil peserta didik inilah yang akan dijadikan dasar bagi kepala sekolah, guru, dan orang tua dalam pengambilan keputusan guna penempatan dan pengembangan program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajar peserta didik. Pengambilan keputusan dilakukan oleh tim yang terdiri dari minimal guru kelas/mata pelajaran, kepala sekolah, dan orang tua. Sekiranya tersedia maka akan lebih baik apabila tim juga beranggotakan guru pembimbing khusus atau guru pendidikan khusus dan professional (tenaga medis, psikolog, terapi dll). Pada saat proses pengambilan keputusan pun anak/peserta didik juga dilibatkan. Skrining dan Identifikasi Pengambilan Keputusan Rancangan program Referal Evaluasi Asesmen (formal atau informal) Review Tahunan Gambar 3. Struktur identifikasi dan asesmen digambarkan sebagai berikut ( Mc Loughlin & Lewis,1981): 113

128 Setelah sekolah merancang program bagi peserta didik khususnya bagi peserta didik berkebutuhan khusus berdasarkan kebutuhan anak/peserta didik yang merupakan hasil asesmen, maka sekolah diharapkan dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian di berbagai hal guna menjamin pemenuhan hak dan partisipasi anak/peserta didik berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran. Sekolah diharapkan dapat menyediakan akomodasi yang wajar. (reasonable accommodation) bagi anak/peserta didik berkebutuhan khusus terlebih lagi bagi anak/peserta didik penyandang disabilitas. Secara sederhana dapat diterangkan bahwa akomodasi yang wajar adalah adaptasi/penyesuaian yang dilakukan oleh sekolah sebagai langkah untuk menjamin pemenuhan hak anak/peserta didik berkebutuhan khusus khususnya anak/peserta didik penyandang disabilitas agar dapat berpartisipasi dalam pembelajaran. Penyesuaian yang dilakukan tentunya dengan mempertimbangkan kepentingan anak demi tercapainya pertumbuhan dan perkembangan anak yang sewajarnya. Adaptasi atau penyesuaian dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: Membuat kebijakan sekolah yang disesuaikan sehingga dapat menjamin pemenuhan hak semua anak/peserta didik tanpa terkecuali (tidak diskriminasi); Membuat lingkungan yang aksesibel sehingga memungkinkan semua anak/peserta didik dapat bergerak dan berpindah tanpa rintangan dan aman; Melakukan penyesuaian kurikulum berdasarkan kebutuhan anak/peserta didik di dalam kelas; Menyediaan alat bantu dan media pembelajaran yang adaptif seperti misalnya bahasa isyarat dan running text untuk anak/peserta didik dengan hambatan pendengaran dan buku braille atau buku digital untuk peserta didik dengan hambatan penglihatan. Adaptasi dan penyediaan alat bantu dapat dilakukan setelah proses identifikasi dan asesmen selesai dilaksanakan sehingga bantuan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan anak/peserta didik. E. Penutup Pendidikan inklusif dan Perlindungan Kesejahteraan Anak bukanlah suatu hal yang terpisah. Sebaliknya pendidikan inklusif merupakan salah satu cara terbaik untuk menjamin perlindungan kesejahteraan anak. Praktik-praktik pendidikan inklusif sangat memperhatikan pemenuhan hak anak/peserta didik sehingga mereka dapat tumbuh dan 114

129 berkembang secara wajar pada ranah kognitif, emosi, dan sosial yang akhirnya potensi akademik dan non-akademik anak/peserta didik tersebut dapat tergali secara maksimal. Dengan menerapkan Pendidikan inklusif maka diharapkan sekolah dan masyarakat dapat memastikan bahwa semua anak/peserta didik dihargai haknya dengan begitu bullying dan kekerasan terhadap anak/pesert didik dapat dihilangkan. Tujuan akhir dari Pendidikan Inklusif adalah meningkatnya kualitas layanan pendidikan yang lebih berfokus pada hak dan kebutuhan anak/peserta didik. Dapat dikatakan juga bahwa pendidikan inklusif adalah juga merupakan salah satu strategi untuk mempromosikan masyarakat inklusif, dimana semua anak dan orang dewasa dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat tanpa melihat adanya perbedaan jender, usia, kemampuan, etnis, disabilitas, ataupun status kesehatannya akibat HIV. (Stubbs S. Publication online What is Inclusive Education? Concept Sheet). Pelaksanaan pendidikan inklusif merupakan komitmen internasional dan nasional yang sejalan dengan perubahan paradigma dalam dunia pendidikan. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus diselenggarakan bukan lagi berdasarkan rasa kasihan atau amal (charity) tetapi lebih kepada hak (rights) anak/peserta didik yang dilindungi oleh undangundang. Perlindungan kesejahteraan anak dapat tercapai apabila Pendidikan Inklusif telah diterapkan dengan baik di semua institusi penyelenggara pendidikan pada setiap tingkatan. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang disabilitas akan memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan. Hal ini tentunya sejalan dengan pasal 7 Undang-Undang no. 4 tahun F. Daftar Pustaka 1. Ainscow, Mel. & Miles, Susie. (2009). Developing inclusive education systems: how can we move policies forward. United Kingdom: University of Manchester. 2. Choate, S. Joyce. (2013). Pengajaran inklusif yang sukses: cara handal untuk mendeteksi dan memperbaiki kebutuhan khusus. Jakarta: Helen Keller International. 3. Damanik, Tolhas. (2016). Akomodasi yang wajar. Jakarta: Helen Keller International. 115

130 4. Firdaus, Endis. (2010). Pendidikan Inklusif di Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. 5. Glazzard, Jonathan et.al. (2016). Asih Asah Asuh Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar. Yogyakarta: PT Kanisius ZAENAL_ALIMIN/MODUL_1_UNIT_2.pdf 7. Indriyanto, Bambang. (2013). Kebijakan dan Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Indonesia (Analisa Kesenjangan). Jakarta: Helen Keller International. 8. Santosa, Tonny. (2016). Identifikasi dan Asesmen. Jakarta: Helen Keller International 9. Sunanto, Juang. (2016). Pendidikan Inklusif. Jakarta: Helen Keller International. 10. Sunanto, Juang. (2016). Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Helen Keller International Strategi Umum Pembudayaan Pendidikan Inklusif di Indonesia. Jakarta: Kemendikbud Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Jakarta: Kemenkumham Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Kemenkumham Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Kemenkumham Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Jakarta: Kemenkumham 16. Yustisia, Visi tim. (2016). Konsolidasi Undang-Undang Perlindungan Anak. Jakarta: PT. Visimedia Pustaka 116

131 Suplemen 3: Panduan Penilaian Hasil Belajar Untuk Pengawas Sekolah dan Kepala Sekolah Panduan Penilaian Hasil Belajar Untuk Pengawas Sekolah dan Kepala Sekolah Oleh: Safari, Fahmi, Bagus Hary Prakoso Pada bulan Januari 2017, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menerbitkan Permendikbud No.3 Tahun 2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan. Peran pengawas dalam peraturan tersebut memang tidak secara harfiah disebutkan, akan tetapi mengingat tugas dan fungsinya, pengawas sekolah perlu untuk menguasai konsep, penilaian, penyusunan kisi-kisi, dan penulisan butir soal. Hal ini terutama didasarkan pada pointpoint Permendikbud No.3 Tahun 2017 berikut ini: 1. Pasal 2 ayat 2: Penilaian hasil belajar oleh Satuan Pendidikan dilakukan melalui US (ujian sekolah) dan USBN (ujian sekolah berstandar nasional) 2. Pasal 11 ayat 2: Kisi-kisi US disusun dan ditetapkan oleh masing-masing Satuan Pendidikan berdasarkan kriteria pencapaian standar kompetensi lulusan, standar isi, dan kurikulum yang berlaku. 3. Pasal 12 ayat 1: Satuan Pendidikan Formal menyusun naskah soal US berdasarkan kisi-kisi US sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (2). Untuk membekali pengawas dengan pengetahuan dan ketrampilan terkait dengan peraturan di atas berikut dibahas hal-hal penting terkait dengan penilaian hasil belajar. A. Konsep Penilaian 1. Pengertian Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar. Panduan Penilaian ini dibuat untuk pengembangan keprofesian pengawas sekolah dan kepala sekolah. Dalam melaksanakan penilaian, pelaksana harus mengacu pada Standar Penilaian Pendidikan (Mardapi dan Ghofur,2004) yaitu kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian yang digunakan sebagaidasardalampenilaianhasil pengembangan keprofesian. Berkaitan dengan penilaian terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. a. Penilaian dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. b. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut, berupa program remedi bagi peserta ujian dengan pencapaian kompetensi di bawah standar 117

132 ketuntasan. Hasilpenilaianjugadigunakansebagai umpanbalikbagipengawas sekolah dan kepala sekolahuntukmemperbaikikinerjanya, sehingga semua aspek yang meliputi konteks, input, proses, dan produk (KIPP) dapat ditingkatkan dan dapat dipertanggungjawabkan (Stufflebeam dan Zhang, 2017). 2. Prinsip Penilaian Dalam melaksanakan penilaian, agar hasilnya dapat diterima oleh semua pihak, penilaian harus merujuk kepada prinsip-prinsip penilaian. Berikut merupakan prinsip-prinsip penilaian. a. Sahih Agar penilaian sahih (valid) harus dilakukan berdasar pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. b. Objektif Penilaian tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penilai. Karena itu perlu dirumuskan pedoman penilaian (rubrik) sehingga dapat menyamakan persepsi penilai dan meminimalisirsubjektivitas. c. Terpadu Penilaian merupakan proses untuk mengetahui apakah suatu kompetensi telah tercapai? Kompetensi tersebut dicapai melalui serangkaian aktivitas dalam pengembangan profesi. d. Terbuka Prosedur penilaian dan kriteria penilaian harus terbuka, jelas, dan dapat diketahui oleh siapapun yang berkepentingan. e. Sistematis Penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku, f. Beracuan Kriteria Penilaian ini menggunakan acuan kriteria. Artinya untuk menyatakan seorang yang dinilai telah kompeten atau belum dibandingkan terhadap kriteria minimal yang ditetapkan. g. Akuntabel Penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. 3. Penilaian Kelas Penilaian kelas merupakan suatu bentuk kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan terhadap pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Oleh sebab itu penilaian kelas lebih merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk 118

133 menilai hasil belajar peserta didik berdasarkan tahapan belajarnya. Berikut diuraikan model-model Penilaian Kelas dan Pemanfaatan Hasil Ujian (Puspendik, 2004). a. Tes Tertulis Tes tertulis merupakan kumpulan soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal, peserta didik tidak selalu harus merespon dalam bentuk jawaban, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan sejenisnya. Bentuk soal tes tertulis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu soal dengan memilih jawaban yang sudah disediakan (bentuk soal pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan) dan soal dengan memberikan jawaban secara tertulis (bentuk soal isian, jawaban singkat dan uraian). b. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini tepat dilakukan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan kinerjanya. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Dalam penerapannya di lapangan beberapa penilaian dapat dikategorikan ke dalam penilaian kinerja yaitu penilaian kinerja yang menghasilkan produk yang dinamakan penilaian produk Selain itu ada pula yang berbentuk penugasan yang harus diselesaikan dalam periode tertentu. Penilaian kinerja semacam ini disebut penilaian projek. c. Penilaian Produk Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk dan kualitas produk tersebut. Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir, namun juga proses pembuatannya. Pengembangan produk meliputi 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pembuatan, dan tahap penilaian. d. Penilaian Projek Penilaian projek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu kegiatan investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. 119

134 e. Penilaian Sikap Penilaian sikap merupakan salah satu penilaian berbasis kelas terhadap suatu konsep psikologi yang kompleks. Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menggunakan lembar observasi, pertanyaan langsung, dan penggunaan skala sikap. f. Penilaian Portofolio Penilaian portofolio adalah penilaian terhadap sekumpulan karya peserta didik yang disusun secara sistematis dan terorganisasi, yang diambil selama proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Penilaian ini digunakan guru maupun peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. B. Penyusunan Kisi-Kisi 1. Pengertian Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetens/materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup tes yang setepat-tepatnya, sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis soal. Fungsinya adalah sebagai pedoman penulisan soal dan perakitan tes. Adapun wujudnya dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini (Safari, 2017). Adapun wujudnya dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini (Safari, 2017). Format Kisi-Kisi Penulisan Soal Jenis Sekolah :... Mata Pelajaran :... Kelas/Semester :... Kurikulum :... Tahun Ajaran :... Alokasi Waktu :... Jumlah soal :... Bentuk Soal :... Penulis

135 No. Urut Kompeten si Inti Kompetensi Dasar Kemampuan yang Diuji/ Materi Level Kognitif Tema Indikator Soal No. Soal (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Keterangan: - Isi pada kolom 2 dan3 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri atau menguranginya, karena kurikulum ini adalah kurikulum minimal. - Isi pada kolom 4 didasarkan UKRK (urgensi, kontinyuitas, relevansi, keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari) pada KD - Isi pada kolom 5, level kognitif: pemahaman dan pengetahuan, aplikasi, atau penalaran. - Isi pada kolom 6, Tema= personal, lokal/nasional, atau global. - Isi pada kolom 7 pernyataannya dirumuskan terdiri dari: audience, behaviour, condition, dan degree (A,B,C,D). - Isi pada kolom 8 adalah nomor urut butir soal. 2. Syarat Kisi-kisi yang Baik a. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi atau materi yang akan diujikan secara tepat dan proporsional. b. Komponen-komponennya diuraikan secara rinci, jelas,dan mudah dipahami. c. Materi yang hendak ditanyakan atau diukur dapat dibuatkan soalnya. 3. Rumusan Indikator Soal Indikator soal dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan kegiatan akhir dalam penyusunan kisi-kisi. Indikator yang baik adalah indikator yang dirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat indikator yang baik adalah: a. menggunakan kata kerja operasional (yang dapat diukur) yang tepat; b. menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan lebih dari satu kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan; c. dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal objektif). 121

136 Ada dua model penulisan indikator (Safari, 2005). Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Sedangkan model yang kedua adalah menempatkan objek dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat. Setiap indikator soal, rumusannya terdiri dari A=Audience, B=Behavior, C=Condition, D=Degree. Adapun jenisnya adalah seperti berikut. Agar butir soal yang dihasilkan berdasarkan rumusan indikator soal dapat menuntut tingkat kemampuan tinggi atau higher order thinking skills (HOTS), dibutuhkan kemampuan berpikir seperti: kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif (King dkk, 2010:1). C. Penulisan Butir Soal Bentuk Pilihan Ganda 1. Pengertian Soal bentuk pilihan ganda adalah soal yang jawabannya harus dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Secara umum, setiap soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian (Safari, 2000). Hal yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menulis pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Kunci jawaban butir soal bentuk pilihan ganda selalu berkorelasi positif (Safari, 2005). Artinya peserta didik yang memahami materi lebih banyak menjawab benar daripada yang tidak memahami materi. Pengecoh pada butir soal bentuk pilihan ganda selalu berkorelasi negatif. Artinya peserta didik yang memahami materi lebih sedikit menjawab benar daripada peserta didik yang tidak memahami materi. Adapun butir soal bentuk pilihan ganda yang berkorelasi nol artinya bahwa butir soal tersebut tidak dapat membedakan kemampuan peserta didik. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik berikut. 122

137 Keterangan: B = kelompok bawah (kelompok yang belum memahami materi) T = kelompok tengah, (kelompok yang belum tuntas memahami materi) A = kelompok atas (kelompok yang sudah tuntas memahami materi) Wujud soalnya terdiri dari: (1) dasar pertanyaan/stimulus (bila ada), (2) pokok soal (stem), (3) pilihan jawaban yang terdiri dari: kunci jawaban dan pengecoh (Nitko, 2001). Perhatikan contoh berikut ini. Dasar pertanyaan (Stimulus) Perhatikan iklan berikut! Dijual sebidang tanah di Bekasi. Luas 4ha.Baik untuk industri. Hubungi telp Pokok soal (stem) Iklan ini termasuk jenis iklan... (.) tanda akhir kalimat Pilihan jawaban a. permintaan b. propaganda pengecoh (distractor) ( ) tanda ellipsis (Option) c. pengumuman kunci jawaban (pernyataan yang sengaja d. penawaran * dihilangkan) 2. Kaidah Penulisan Soal Bentuk Pilihan Ganda Kaidah penulisan soal bentuk pilihan ganda terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek materi, konstruksi, dan bahasa atau budaya. a. Materi 1) Soal harus sesuai dengan indikator. 2) Pilihan jawaban harus homogen dan logis. 3) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. 4) Gambar, kalimat atau slogan, cerita tidak mengandung unsur iklan, kekerasan, pornografi, sara, dan politik. 123

138 b. Konstruksi 1) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. 2) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. 3) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. 4) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda 5) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. 6) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, Semua pilihan jawaban di atas salah, atau Semua pilihan jawaban di atas benar. 7) Pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau secara kronologisnya. 8) Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. 9) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. c. Bahasa 1) Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. 2) Setiap soal menggunakan bahasa yang komunikatif. 3) Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat. 4) Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. 3. Teknik Penyusunan Pengecoh Penulisan soal pilihan ganda yang tersulit adalah menyusun pengecoh (distractor). Menyusun pengecoh yang baik harus memiliki alasan akademik yang dapat dipergunakan untuk meremedi peserta tes. Berikut ini adalah contoh menyusun pengecoh (Fahmi, 2017). Contoh : 4 2 x 3 =... A. 6* B. 8 C. 30 D. 72 Penjelasan: Kunci : 48 : 4 2 x 3 = 12 6 = 6 Pengecoh (C) : 48 : 4 2 x 3 = 12 2 x 3 = 10 x 3 = 30 Pengecoh (D) : 48 : 4 2 x 3 = 48 : 2 x 3 = 24 x 3 = 72 Pengecoh (B) : 48 : 4 2 x 3 = 48 : 2 x 3 = 48 : 6 = 8 124

139 D. Penulisan Butir Soal Bentuk Uraian 1. Pengertian Soal bentuk uraian adalah soal yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian secara tertulis.menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam merumuskannya (Safari, 2017). Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut siswa untuk mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam merumuskannya (Safari, 2017). Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut siswa untuk mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan perilaku yang diukur yang dipergunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam pedoman penskorannya. Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada tingkat kesubjektifan penskorannya. Kelebihan dan kelemahan bentuk soal uraian di antaranya adalah seperti berikut ini (Safari, 2017). KELEBIHAN 1. Penyusunan soal tidak memerlukan waktu yang lama. 2. Mengembangkan kemampuan bahasa/ verbal peserta ujian. 3. Menggali kemampuan berpikir kritis. 4. Biaya pembuatannya lebih murah. 5. Mampu mengukur jalan pikiran siswa secara urut, sistematis,logis. 6. Mampu memberikan penskoran yang tepat pada setiap langkah siswa. 7. Mampu memberikan gambaran KELEMAHAN 1. Memerlukan waktu yang cukup banyak untuk mengoreksinya. 2. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikansatu soal uraian. 3. Materi yang ditanyakan terbatas atau tidak banyak mencakup KD. 4. Untuk nilai pada awal koreksi nilai sangatketat, tetapisetelah mengoreksi dalam jumlah banyak nilai agak longgar sehingga kurang objektif. 5. Tidak mampu mencakup materi esensial seluruhnya. 125

140 yang tepat pada bagian-bagian yang belum dikuasai siswa. 2. Kaidah Penulisan Soal Bentuk Uraian Kaidah penulisan soal bentuk pilihan ganda terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek materi, konstruksi, dan bahasa atau budaya. a. Materi 1) Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes bentuk uraian) 2) Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sesuai 3) Materi yang diukur sesuai dengan kompetensi urgensi, kontinuitas, relevansi, dan keterpakaian (UKRK) 4) Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan tingkat kelas b. Konstruksi 1) Ada petunjuk yang jelas mengenai cara mengerjakan soal 2) Rumusan kalimat soal/pertanyaan menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai 3) Gambar/grafik/tabel/diagram dan sejenisnya harus jelas dan berfungsi 4) Ada pedoman penskoran c. Bahasa 1) Rumusan kalimat soal/pertanyaan komunikatif 2) Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku 3) Tidak mengandung kata-kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian 4) Tidak mengandung kata yang menyinggung perasaan 5) Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu 3. Pedoman Penskoran Pedoman penskoran adalah pedoman yang memuat jawaban dan skor sebagai arahan dalam melakukan penskoran. Pedoman ini berisi kemungkinan-kemungkinan jawaban benar atau kata-kata kunci berikut skor yang ditetapkan untuk setiap kunci jawaban. Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi 2, yaitu uraian objektif dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor scara dikotomus (benar - salah atau 1-0). 126

141 Bentuk uraian non-objektif adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing siswa, sehingga penskorannya sukar untuk dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor scara politomus (skala 0-3 atau 0-5). Kaidah penulisan pedoman penskoran uraian objektif. a. Tuliskan semua kemungkinan jawaban benar atau kata kunci jawaban dengan jelas untuk setiap butir soal. b. Setiap kata kunci diberi skor 1 (satu). c. Apabila suatu pertanyaan mempunyai beberapa sub pertanyaan, rincilah kata kunci dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban. Katakata kunci ini dibuatkan skornya. d. Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal. Jumlah skor ini disebut skor maksimum dari satu soal. Kaidah penulisan pedoman penskoran uraian Non objektif. a. Tuliskan garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan pegangan dalam memberi skor. Kriteria jawaban disusun sedemikian rupa sehingga pendapat atau pandangan pribadi siswa yang berbeda dapat diskor menurut mutu uraian jawabannya. b. Tetapkan rentang skor untuk tiap garis besar jawaban. Besarnya rentang skor minimum 0 (nol), sedangkan skor maksimum ditentukan berdasarkan keadaan jawaban yang dituntut oleh soal itu sendiri. c. Jumlahkan skor tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah ditetapkan. Jumlah skor dari beberapa criteria jawaban ini kita sebut skor maksimum dari satu soal. E. Penulisan Butir Soal Untuk Kompetensi Keterampilan 1. Pengertian Kompetensi keterampilan meliputi: keterampilan mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta. Penulisan butir soal untuk aspek keterampilan termasuk dalam tes perbuatan. Tes perbuatan atau tes praktik merupakan suatu tes yang penilaiannya didasarkan pada perbuatan/praktik siswa. Sebelum menulis butir soal untuk tes perbuatan, guru dapat mengecek dengan pertanyaan berikut. Tepatkah kompetensi yang akan diujikan (misalnya: bercerita, berpidato, berdiskusi, presentasi, mendemonstrasikan, melakukan pengamatan, melakukan percobaan) diukur dengan tes tertulis! Jika jawabannya tepat, kompetensi yang bersangkutan tidak tepat diujikan dengan tes perbuatan/praktik. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan, bentuk soal apa yang tepat dipergunakan, bentuk 127

142 objektif atau uraian? Lalu guru menuliskan butir soal sesuai dengan bentuk soalnya. Bila jawaban pertanyaan di atas adalah tidak/kurang tepat diujikan dengan tes tertulis, maka kompetensi yang bersangkutan memang tepat diujikan dengan tes perbuatan/praktik. Dalam kurikulum 2013, kompetensi keterampilan dinilai melalui: (1) penilaian kinerja (performance), (2) penugasan (project), atau (3) hasil karya (product), dan portofolio (portfolio). Penilaian kinerja merupakan penilaian yang meminta siswa untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.penilaian penugasan merupakan penilaian tugas (meliputi: pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data) yang harus diselesaikan siswa (individu/kelompok) dalam waktu tertentu. Adapun aspek yang dinilai diantaranya meliputi kemampuan (1) pengelolaan, (2) relevansi, dan (3) keaslian. Penilaian hasil karya merupakan penilaian keterampilan siswa dalam membuat suatu produk benda tertentu seperti hasil karya seni, lukisan, gambar, patung, dll. Aspek yang dinilai di antaranya meliputi: (1) tahap persiapan: pemilihan dan cara penggunaan alat, (2) tahap proses/produksi: prosedur kerja, dan (3) tahap akhir/hasil: kualitas serta estetika hasil karya. Di samping itu, guru dapat memberikan penilaian pada pembuatan produk rancang bangun/perekayasaan teknologi tepat guna misalnya melalui: (1) adopsi, (2) modifikasi, atau (3) difusi. Adapun contoh penulisan butir soalnya dapat dilihat pada keterangan berikut. Portofolio merupakan alat penilaian yang berupa kumpulan dokumen dan hasil karya beserta catatan perkembangan belajar siswa yang disusun secara sistematis yang tujuannya untuk mendukung belajar tuntas. Hasil karya yang dimasukkan ke dalam bundel portofolio dipilih yang benar-benar dapat menjadi bukti pencapaian suatu kompetensi. Setiap hasil karya dicatat dalam jurnal atau sebuah format dan ada catatan guru yang menunjukkan tingkat perkembangan sesuai dengan aspek yang diamati. 2. Kaidah Penulisan Soal Tes Perbuatan Dalam menulis butir soal untuk tes perbuatan, penulis soal harus mengetahui konsep dasar penilaian perbuatan/praktik (Safari, 2017). Maksudnya pernyataan dalam soal harus disusun dengan pernyataan yang betul-betul menilai perbuatan/praktik, bukan menilai yang lainnya. Adapun kaidah penulisannya adalah seperti berikut. a. Materi 1) Soal harus sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja, hasil karya, atau penugasan). 128

143 2) Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan harus sesuai. 3) Materi yang ditanyakan sesuai dengan tujuan pengukuran. 4) Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas. b. Konstruksi 1) Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban perbuatan/praktik. 2) Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. 3) Disusun pedoman penskorannya. 4) Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca. c. Bahasa/Budaya 1) Rumusan kalimat soal komunikatif. 2) Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku. 3) Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian. 4) Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu. 5) Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan siswa. F. Daftar Pustaka 1. Fahmi. (2017). Analisis Butir Soal Ujian Nasional. Jakarta: Puspendik. 2. Mardapi,Dj. Dan Ghofur,A, (2004). Pedoman Umum Pengembangan Penilaian. Kurikulum Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: Direktorat PendidikanMenengahUmum. 3. Materi Pelatihan Kurikulum 2013 SMA/MA dan SMK/MAK (2013). Kementerian Pendidikan dankebudayaan. 4. Nitko, Anthony J. (2001). Educational Assessment of Students. New Jersey: Prentice Hall Inc. 5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. 6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan dasar dan Pendidikan Menengah. 7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan 129

144 Menengah. 8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Rencana Strategi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. 13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. 14. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. 15. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah. 16. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Intidan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Menengah. 17. Petunjuk Teknis Pengembangan Perangkat Penilaian (2010). Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA. 18. Pusat Penilaian Pendidikan, Balibang Depdiknas. (2004). Pedoman Penilaian Kelas. Jakarta. 19. Petunjuk Teknis Rancangan Penilaian Hasil Belajar (2010). Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA. 20. Safari. (2000). Kaidah Bahasa Indonesia dalam Penulisan Soal. Jakarta: PT. Kartanegara. 21. Safari. (2005). Teknik Analisis Butir Soal: Instrumen Tes dan Non-Tes dengan Manual, Kalkulator, Komputer. Jakarta: Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia, Departeman Pendidikan Nasional. 130

145 22. Safari. (2005). Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian Berbasis Kompetensi. Jakarta: Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia, Departeman Pendidikan Nasional. 23. Safari. (2017). Penyusunan Kisi-kisi dan Butir Soal Berdasarkan Kurikulum Jakarta: Puspendik. 24. Stufflebeam, DL and Zhang, G. (2017). The CIPP Evaluation models: How to Evaluate for Improvement and Accountability. New York: The Guilford Press. 25. Surapranata, S. dan Hatta, M. (2006). Penilaian Portofolio Implementasi Kurikulum Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 26. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 27. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 3 tahun 2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan. 131

146

MODUL PENGAWAS SEKOLAH PEMBELAJAR Supervisi Akademik

MODUL PENGAWAS SEKOLAH PEMBELAJAR Supervisi Akademik Supervisi Akademik i MODUL PENGAWAS SEKOLAH PEMBELAJAR KELOMPOK KOMPETENSI B KONSEP SUPERVISI MANAJERIAL Penanggung Jawab Dra. Garti Sri Utami, M. Ed. Penyusun 1. Prof. M. Asfah Rahman, M.Ed., Ph.D.; 08124134215;

Lebih terperinci

PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH, GURU, DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH, GURU, DAN TENAGA KEPENDIDIKAN JENJANG SEKOLAH MENENGAH ATAS MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENGAWAS SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI H PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH, GURU, DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Pengarah Sumarna Surapranata,

Lebih terperinci

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENGAWAS SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI A SUPERVISI AKADEMIK

MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENGAWAS SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI A SUPERVISI AKADEMIK JENJANG PENDIDIKAN LUAR BIASA MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENGAWAS SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI A SUPERVISI AKADEMIK Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. Penanggung Jawab Dra. Garti Sri

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

Modul PKB terintegrasi PPK bagi Kepala Sekolah SUPERVISI AKADEMIK

Modul PKB terintegrasi PPK bagi Kepala Sekolah SUPERVISI AKADEMIK Modul PKB terintegrasi PPK bagi Kepala Sekolah SUPERVISI AKADEMIK i JENJANG SMA MODUL 10 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. Penanggung Jawab Dra.Garti

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGAWAS MADRASAH

PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGAWAS MADRASAH PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGAWAS MADRASAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MADRASAH DIRJEN PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN AGAMA 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sangat

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Pelaksanaan In Service Learning 1 Tahun 2012

Petunjuk Teknis Pelaksanaan In Service Learning 1 Tahun 2012 i Pelaksanaan In Service Learning 1 Tahun 2012 LPPKS INDONESIA 2013 ii Pelaksanaan In-Service Learning 1 Diklat Calon Kepala Sekolah/Madrasah Tahun 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK 2017

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK 2017 PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK 2017 DEFINISI PKB KS/M Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah proses dan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN IN-SERVICE LEARNING 1

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN IN-SERVICE LEARNING 1 PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN IN-SERVICE LEARNING 1 PROGRAM PENYIAPAN CALON KEPALA SEKOLAH TAHUN 2012 LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KEPALA SEKOLAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2011 i Pelaksanaan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN Gedung D Lantai 7, Jalan Jenderal Sudirman, Pintu 1 Senayan, Jakarta 10270 Telepon: 021-57946100 (Hunting),

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Nomor: 468/B/SE/2017

SURAT EDARAN Nomor: 468/B/SE/2017 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN Jalan Jenderal Sudirman, Pintu Satu, Senayan, Jakarta 10270 Telepon (021) 57946100 (Hunting); Email:

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENGAWAS SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENGAWAS SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PENGAWAS SEKOLAH PPPPTK PENJAS BK 2017 DEFINISI PKB PS/M Program PKB PS mengembangkan, menjaga dan mewujudkan profesionalisme PS dilakukan secara terus menerus

Lebih terperinci

Modul Kepala Sekolah - Jenjang TK

Modul Kepala Sekolah - Jenjang TK JENJANG TK MODUL 10 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. Penanggung Jawab Dra.Garti Sri Utami, M.Ed. KELOMPOK KOMPETENSI J SUPERVISI AKADEMIK Penyusun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN. Modul Kepala Sekolah Jenjang TK i

KEWIRAUSAHAAN. Modul Kepala Sekolah Jenjang TK i i JENJANG TK MODUL 09 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA TAMAN KANAK-KANAK KELOMPOK KOMPETENSI I KEWIRAUSAHAAN Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. PenanggungJawab Dra. Garti Sri Utami, M.Ed.

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Berdasarkan : Permendikbud no. 22/2016 Tentang Standar Proses endidikan Dasar &

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PROGRAM PAKET B, DAN PROGRAM PAKET C DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MODUL 01 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH

MODUL 01 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH JENJANG TK MODUL 01 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI A PENGELOLAAN PESERTA DIDIK BARU Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. Penanggung Jawab Dra. Garti Sri Utami,

Lebih terperinci

MODUL 07 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH

MODUL 07 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH JENJANG TK MODUL 07 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI G PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. PenanggungJawab Dra.Garti Sri Utami,

Lebih terperinci

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS AWAL KELOMPOK KOMPETENSI H

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS AWAL KELOMPOK KOMPETENSI H PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SEKOLAH DASAR KELAS AWAL KELOMPOK KOMPETENSI H DIREKTORRAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2017 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

GURU PEMBELAJAR PEDOMAN PENJAMINAN MUTU

GURU PEMBELAJAR PEDOMAN PENJAMINAN MUTU GURU PEMBELAJAR PEDOMAN PENJAMINAN MUTU PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN PENDIDIKAN LUAR BIASA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2016 KATA

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

Alokasi Waktu. Sumber Belajar

Alokasi Waktu. Sumber Belajar Satuan Pendidikan : SMK/MAK Mata Pelajaran : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Kelas : XI (sebelas) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 :

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN PEMILIHAN KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI TAHUN 2016

PEDOMAN PENILAIAN PEMILIHAN KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI TAHUN 2016 PEDOMAN PENILAIAN PEMILIHAN KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI TAHUN 2016 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT PEMBINAAN TENAGA KEPENDIDIKAN DIKDASMEN

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN: PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Satuan Pendidikan : SMK NEGERI 21 JAKARTA

SILABUS MATA PELAJARAN: PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Satuan Pendidikan : SMK NEGERI 21 JAKARTA SILABUS MATA PELAJARAN: PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Satuan Pendidikan : SMK NEGERI 21 JAKARTA Kelas : XI Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 :

Lebih terperinci

Siaran Pers Kemendikbud: Hardiknas 2017, Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas Selasa, 02 Mei 2017

Siaran Pers Kemendikbud: Hardiknas 2017, Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas Selasa, 02 Mei 2017 Siaran Pers Kemendikbud: Hardiknas 2017, Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas Selasa, 02 Mei 2017 Mendikbud: Pembentukan Karakter Harus Menjadi Prioritas     Jakarta, Kemendikbud â Peringatan

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: 11 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA SILA KETIGA PANCASILA KEPENTINGAN NASIONAL YANG HARUS DIDAHULUKAN SERTA AKTUALISASI SILA KETIGA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membuka Dan Menutup Pelajaran Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental

Lebih terperinci

KELAS: X. 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KELAS: X. 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 20. PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) KELAS: X KOMPETENSI INTI 1 (SIKAP SPIRITUAL) 1. Menghayati

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SD AWAL KELOMPOK KOMPETENSI J

PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SD AWAL KELOMPOK KOMPETENSI J PERANGKAT MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN SD AWAL KELOMPOK KOMPETENSI J DIREKTORRAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2017 KATA PENGANTAR Puji dan

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENDIDIKAN AGAMA PADA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENDIDIKAN AGAMA PADA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENDIDIKAN AGAMA PADA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

KELOMPOK KOMPETENSI C PROFESIONAL: PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

KELOMPOK KOMPETENSI C PROFESIONAL: PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BIMBINGAN DAN KONSELING (BK) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KELOMPOK KOMPETENSI C PROFESIONAL: PROGRAM BIMBINGAN

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Pembelajaran C. Sosiologi Satuan Pendidikan : SMA/MA Kelas : X (sepuluh) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU 3 PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN CALON TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL GURU KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MODUL PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN SOAL KELOMPOK

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 No.1910, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Restorasi Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG RESTORASI SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MODUL 02 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH

MODUL 02 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH JENJANG TK MODUL 02 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI B PENGELOLAAN ADMINISTRASI SEKOLAH Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. Penanggung Jawab Dra. Garti Sri Utami,

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN ON THE JOB LEARNING

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN ON THE JOB LEARNING PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN ON THE JOB LEARNING PROGRAM PENYIAPAN CALON KEPALA SEKOLAH TAHUN 2012 LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KEPALA SEKOLAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2011 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Siaran Pers Kemendikbud: Penguatan Pendidikan Karakter, Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional Senin, 17 Juli 2017

Siaran Pers Kemendikbud: Penguatan Pendidikan Karakter, Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional Senin, 17 Juli 2017 Siaran Pers Kemendikbud: Penguatan Pendidikan Karakter, Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional Senin, 17 Juli 2017 Penguatan karakter menjadi salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi)

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Pelaksanaan OJL Diklat Calon Kepala Sekolah/Madrasah Tahun 2013

Petunjuk Teknis Pelaksanaan OJL Diklat Calon Kepala Sekolah/Madrasah Tahun 2013 Pelaksanaan OJL Diklat Calon Kepala Sekolah/Madrasah Tahun 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya sehingga LPPKS Indonesia di Surakarta dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

Alokasi Waktu. Sumber Belajar

Alokasi Waktu. Sumber Belajar Satuan Pendidikan : SMK/MAK Mata Pelajaran : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Kelas : XII (dua belas) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2

Lebih terperinci

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

2017, No diatur secara komprehensif sehingga perlu pengaturan perbukuan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, h

2017, No diatur secara komprehensif sehingga perlu pengaturan perbukuan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, h No.102, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Perbukuan. Sistem. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6053) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

2. SILABUS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

2. SILABUS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN 2. SILABUS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Satuan Pendidikan : SMK/MAK Mata Pelajaran : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Kelas : X (sepuluh) Kompetensi Inti : KI

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Pengembangan Diri Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Publikasi Ilmiah Karya InovaLf Kedudukan Program Pengembangan

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGUATAN KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH

PEDOMAN PENGUATAN KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH PEDOMAN PENGUATAN KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH DIREKTORAT PEMBINAAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Supervisi Manajerial Pengawas Sekolah (Tuntutan Kompetensi dalam Sertifikasi Pengawas)

Supervisi Manajerial Pengawas Sekolah (Tuntutan Kompetensi dalam Sertifikasi Pengawas) Supervisi Manajerial Pengawas Sekolah (Tuntutan Kompetensi dalam Sertifikasi Pengawas) Wildan Zulkarnain Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang Jl. Semarang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

DIKLAT CALON TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL GURU

DIKLAT CALON TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL GURU PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU BUKU 3 PANDUAN PENYELENGGARAAN DIKLAT CALON TIM PENILAI JABATAN FUNGSIONAL GURU KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KELUARGA PADA SATUAN PENDIDIKAN

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KELUARGA PADA SATUAN PENDIDIKAN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KURIKULUM

PENGELOLAAN KURIKULUM PENGELOLAAN KURIKULUM PENGELOLAAN KURIKULUM JENJANG TK MODUL 06 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI F PENGELOLAAN KURIKULUM Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D. Penanggung

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

Format 1: Evaluasi Diri Guru untuk Rencana Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (diisi oleh Guru)

Format 1: Evaluasi Diri Guru untuk Rencana Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (diisi oleh Guru) Format 1: Evaluasi Diri Guru untuk Rencana Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (diisi oleh Guru) Nama Sekolah: MAN 10 JAKARTA Nomor Statistik Sekolah : 131131730002 Alamat : Jl. Joglo Baru No. 77 Kecamatan

Lebih terperinci

PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN (HASIL AMANDEMEN MUSYAWARAH MAHASISWA VIII KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BAGI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka

Lebih terperinci

KOMPETENSI DAN INDIKATOR DALAM PENILAIAN KINERJA GURU BAGI GURU MATA PELAJARAN/GURU KELAS

KOMPETENSI DAN INDIKATOR DALAM PENILAIAN KINERJA GURU BAGI GURU MATA PELAJARAN/GURU KELAS KOMPETENSI DAN INDIKATOR DALAM PENILAIAN KINERJA GURU BAGI GURU MATA PELAJARAN/GURU KELAS A. KOMPETENSI PEDAGOGIK 1. Menguasai karakteristik peserta didik. a) Guru dapat mengidentifikasi karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembukaan Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembukaan Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs

I. STANDAR ISI. hal. 1/61. Instrumen Akreditasi SMP/MTs I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1301, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pendidikan. Agama. Madrasah. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEPALA MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS GURU TIK DAN KKPI

PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS GURU TIK DAN KKPI PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS GURU TIK DAN KKPI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2014 KATA PENGANTAR Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2014 tentang Peran Guru Teknologi Informasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. menengah.

KATA PENGANTAR. menengah. KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

KOMPETENSI TENAGA KEPENDIDIKAN 1. KOMPETENSI PENGAWAS/PENILIK PAUD

KOMPETENSI TENAGA KEPENDIDIKAN 1. KOMPETENSI PENGAWAS/PENILIK PAUD LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI KOMPETENSI TENAGA KEPENDIDIKAN 1. KOMPETENSI PENGAWAS/PENILIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SEKOLAH

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SEKOLAH Modul Kepala Sekolah - Jenjang TK I JENJANG TK MODUL 05 PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN KEPALA SEKOLAH KELOMPOK KOMPETENSI E PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SEKOLAH Pengarah Sumarna Surapranata, Ph.D.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 6, 1989 (PEMBANGUNGAN. PENDIDIKAN. Kebudayaan. Prasarana. Warga Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

KEGIATAN SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA

KEGIATAN SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN SOSIALISASI PROGRAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Penyusunan Program Diklat Calon Kepala Sekolah/Madrasah

Petunjuk Teknis Penyusunan Program Diklat Calon Kepala Sekolah/Madrasah KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya sehingga LPPKS Indonesia di Surakarta dapat menyelesaikan penyusunan Petunjuk Teknis Penyusunan Program Diklat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

MENERAPKAN PENILAIAN AUTENTIK DI MADRASAH ALIYAH KARAWANG

MENERAPKAN PENILAIAN AUTENTIK DI MADRASAH ALIYAH KARAWANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Penilaian sering dianggap sebagai salah satu dari tiga pilar utama yang sangat menentukan kegiatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

GURU PEMBELAJAR. Budi Kusumawati. Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Dikdasmen Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

GURU PEMBELAJAR. Budi Kusumawati. Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Dikdasmen Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan GURU PEMBELAJAR Budi Kusumawati Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Dikdasmen Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan PROGRAM PENGEMBANGAN GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (RPJMN 2015 2019) Sasaran

Lebih terperinci