BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat menjadi 80 juta jiwa (Menkokesra). Data statistik tersebut
|
|
- Djaja Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini, populasi manusia lanjut usia (selanjutnya disebut lansia ) diprediksikan akan semakin meningkat. Berdasarkan data statistik tahun 2010, jumlah lansia di Indonesia sekitar 18 juta jiwa dan pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat menjadi 80 juta jiwa (Menkokesra). Data statistik tersebut menunjukkan bahwa beberapa tahun ke depan akan terjadi peledakan jumlah lansia di Indonesia (BPS, dalam Sumarno 2012). Craig (1996) membagi masa lansia ke dalam empat dekade kehidupan yaitu young-old (60-69 tahun), middle- old (70-79 tahun), old- old (80-89 tahun), dan very old-old (90-99). Masa lansia pada umumnya ditandai dengan terjadinya penurunan fungsi diri secara fisik, kognitif, serta psikososial. Selain itu, stressor pada masa lansia juga akan bertambah sehingga membuat setiap tindakannya semakin berisiko. Oleh karena itu, lansia dituntut untuk bertindak dengan lebih selektif. Kondisi ini memunculkan pandangan pada lansia bahwa mereka adalah individu yang lemah dan tidak berdaya. Pensiun pekerjaan dan kematian pasangan hidup memperburuk keadaan seorang lansia (Papalia, 2007). Kematian pasangan menjadi karakteristik utama dalam hubungan keluarga pada masa lansia. Kematian pasangan pada umumnya menimbulkan kedukaan mendalam bagi pasangan yang ditinggalkan. Banyak lansia membutuhkan waktu yang panjang dalam menyesuaikan diri atas peran barunya baik sebagai janda
2 maupun duda (Lemme, 1995). Kematian pasangan menjadi suatu peristiwa yang paling traumatik bagi seorang wanita (Matlin, 2008). Harapan hidup wanita yang lebih tinggi menyebabkan kebanyakan wanita dapat menjalani masa lansianya dan berkesempatan menjadi seorang janda (Papalia, 2007). Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang wanita dengan status janda memiliki well-being yang rendah hingga 8 tahun setelah kematian suaminya (Matlin, 2008). Tugas perkembangan akan membantu seorang janda lansia mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya dan tindakan yang harus dilakukannya. Pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan (selanjutnya disebut living arrangement) adalah salah satu tugas perkembangan seorang lansia. Living arrangement berfungsi untuk mengatur kembali kehidupan lansia dan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seorang lansia yaitu dengan cara menentukan bersama siapa akan melanjutkan kehidupannya (Hurlock, 2000). Seorang janda lansia akan diperhadapkan dengan tiga pilihan living arrangement antara lain: living alone dimana lansia memutuskan untuk tinggal sendiri tanpa orang lain di rumahnya. Living with adult children terjadi ketika janda lansia memutuskan untuk tinggal bersama anak yang sudah dewasa. Living in institutions dimana lansia tinggal di sebuah institusi yang bukan keluarga dan difasilitasi dengan rumah perawatan. Bagi lansia yang sudah menjadi janda atau duda pada umumnya living alone dan living with adult children menjadi pilihan yang paling umum (Papalia, 2007). Penentuan living arrangement tidak terlepas dari pengaruh budaya seorang lansia dalam hal ini janda lansia (Papalia, 2007). Kebudayaan yang berlaku akan
3 mengikat dan mengatur seseorang dalam bermasyarakat (Koentjaraningrat, 2002). Masyarakat Batak Toba adalah subsuku bangsa Batak yang memiliki nilai budaya yang turun-temurun dan menjadi aturan dalam bermasyarakat (Rajamarpodang, 1992). Prinsip keturunan patrilineal menjadi salah satu aturan yang diberlakukan masyarakat Batak Toba (Rajamarpodang, 1992). Prinsip keturunan ini membuat anak laki-laki (selanjutnya disebut anak ) mendominasi semua aspek kehidupan seorang Batak Toba (Vergouwen, 1964). Wanita atau ibu Batak Toba umumnya menganggap anak sebagai sosok yang harus bertanggung jawab dalam keluarga layaknya seorang suami yang bertanggung jawab pada istri dan keluarganya (Rajamarpodang, 1992). Selain itu, kehidupan masyarakat Batak Toba juga tidak terlepas dari nilai lainnya seperti tiga tujuan hidup yaitu hamoraon, hasangapon, dan hagabeon (Harahap dan Siahaan, 1987). Adat-istiadat masyarakat Batak Toba ini melahirkan suatu adat dimana seorang orang tua lansia harus tinggal dengan anak. Keberadaan adat ini akan mendorong janda lansia untuk tinggal dengan anak. Setelah tinggal dengan anak diharapkan setiap kebutuhan janda lansia dapat terpenuhi dan janda lansia tersebut dapat mengetahui harapan masyarakat untuk dirinya sebagai seorang lansia (Hurlock, 2000). Selain itu, diharapkan juga agar janda lansia dapat mencapai tujuan hidupnya sebagai seorang Batak Toba sebab bagi masyarakat Batak Toba diyakini bahwa orang tua akan lebih terhormat apabila menjalani masa tuanya dan meninggal di kediaman anak. Hal ini diungkapkan oleh dua tokoh adat Batak
4 Toba di Kab. Dairi yaitu Sipayung (58 tahun) dan Sianturi (73 tahun) sebagai berikut: Itu dari sisi tanggung jawabnya tadi, kalau lansia itu harus tinggal di keluarga anak-nya (anak laki-laki). (Sipayung, Komunikasi Personal, 31 Oktober 2013) Bagaimanapun keadaan anak laki-laki, lebih tinggi kedudukannya daripada anak laki-laki. makanya anak laki-laki disebut raja. Orang tua akan menjadi tidak berwibawa ketika tinggal bersama marga orang lain (anak perempuannya yang sudah menikah). Kalo dalam batak, ga mungkin marga lain menanggungjawabi orang tuanya marga lain. (Sipayung, Komunikasi Personal, 31 Oktober 2013) Sebagai orang tuanya itu, anak- nya (anak laki-laki) harus bertanggung jawab terhadap orang tuanya. Karena orang tuanya juga tidak sanggup lagi mencari nafkah kan, anaknya inilah yang menanggungjawabi apa yang dipentingkan keperluan orang tuanya itu. Orang tua harus ditanggungjawabi orang itu di rumah anak bukan di rumah boru (anak perempuan). Karena boru (anak perempuan) kan sudah di rumah orang lain dia itu. (Sianturi, Komunikasi Personal, 26 Pebruari 2014) Setelah tinggal dengan anak, lingkungan tempat tinggal yang baru serta keluarga anak yang terdiri dari anak, menantu perempuan (selanjutnya disebut parumaen ), dan cucu (selanjutnya disebut pahompu ) ternyata menjadi suatu tantangan baru bagi kehidupan seorang janda lansia. Janda lansia dituntut untuk tetap mampu merealisasikan dirinya walaupun berada di lingkungan baru yaitu rumah anak. Realisasi diri adalah kemampuan individu untuk tetap mengalami pertumbuhan dengan mampu mengatasi setiap tantangan hidupnya dan mampu memenuhi setiap kebutuhannya (Ryff & Singer, 2008). Kemampuan untuk merealisasikan diri merupakan poin penting yang menentukan psychological wellbeing (Ryff & Singer, 2008).
5 Psychological well-being berfokus pada perkembangan manusia dan eksistensi seseorang dalam menghadapi tantangan hidup (Keyes, Ryff, Shmotkin, 2002). Psychological well-being yang baik dapat dapat mengarahkan tindakan seseorang dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya (Walterman, 1984 dalam Ryff, 1989). Setelah tinggal di rumah anak, berbagai tantangan baru akan dihadapi oleh janda lansia yang mana dapat mempengaruhi kemampuan realisasi diri janda lansia tersebut. Hal ini dapat membuat seorang janda lansia kehilangan atau mencapai psychological well-being di hidupnya. Ketergantungan terhadap keluarga anak menjadi salah satu tantangan yang sering terjadi pada janda lansia ketika tinggal dengan keluarga anak (Hurlock, 2000). Seorang janda lansia cenderung akan ketergantungan pada keluarga anak baik secara ekonomi maupun kebutuhan lainnya sehingga harus disediakan oleh keluarga anak (Degenova, 2008). Sementara keluarga anak memiliki tanggung jawab lainnya seperti merawat anak-anak dan mencukupi kebutuhan keluarga sehingga terkadang keluarga anak tidak dapat memenuhi seluruh permintaan janda lansia. Sebagai akibatnya, janda lansia dapat menjadi marah dan kecewa kepada keluarga anak. Hal ini diungkapkan oleh seorang janda lansia sebagai berikut: Kalau terlambat dikasih aku makan, aku langsung marah. Misalnya baru datang anakku Pak Rano ini dari ladang, Mamak sudah makan katanyalah itu. Belum makan aku, kerja kalian itulah terus kalian kerjakan. Ku bilanglah seperti itu pura-pura ku besarkan suaraku. (komunikasi personal, 31 Mei 2014) Selain ketergantungan, janda lansia juga terkadang tidak mampu melepas peran otoriternya terhadap anak sebagai anak kandungnya (Hurlock, 2000). Janda
6 lansia merasa sulit menerima perubahan kendali atas anaknya yang telah menikah sehingga selalu memperlakukan anak seperti ketika anak masih muda (Degenova, 2008). Hal ini kerap membuat hubungan antara janda lansia dengan parumaen diwarnai dengan ketidakharmonisan (Degenova, 2008). Tidak jarang dijumpai dimana janda lansia dan parumaen kurang saling memahami satu sama lain. Janda lansia cenderung menganggap parumaen tidak mengerti keadaannya dan senang bersungut-sungut. Hal ini diungkapkan oleh janda lansia berikut ini: Masalah dengan parumaen, tapi hanya sebentar. Orang zaman sekarang susah saling mengerti. Setelah saling menjelaskan dan mengerti, ooh kata seorang ooh kata yang lain. (komunikasi personal, 25 April 2014) Tinggal dengan keluarga anak juga tidak jarang membuat janda lansia mengkhawatirkan keadaan keluarga anak. Seorang janda lansia akan merasa terbeban ketika keluarga anak memiliki masalah baik di bidang keuangan, pernikahan, kesehatan, dan masalah lainnya. Melihat keadaan ini kerap terlihat janda lansia ikut membantu setiap kekurangan keluarga anak (Degenova, 2008). Janda lansia akan merasa senang apabila dirinya dapat membantu keluarga anak sebaik bantuan yang diterimanya dari keluarga anak (Marks, 1995; Degenova, 2008). Hal ini diungkapkan oleh seorang janda lansia sebagai berikut: Andai enggak ku kasih uang itu sakit hatilah anakku ini samaku. Syukurlah sudah senang dia karena ku kasih itu. Karena uang itupun sebenarnya enggak ku pakai-pakai. Di rumah sajanya aku terus. Kenapa enggak ku kasihkan saja itu. (komunikasi personal, 4 Juni 2014) Sebagai seorang nenek, janda lansia juga dituntut untuk membantu pahompu mempersiapkan masa depan yang lebih baik (Degenova, 2008). Melalui
7 pengalaman hidupnya, seorang janda lansia dapat membagikan hal baik terhadap pahompunya. Sebagai orang tua di tengah-tengah keluarga anak, janda lansia beranggapan bahwa dirinya harus menjadi contoh yang baik bagi keluarga anak terutama pahompu. Janda lansia berupaya untuk memberikan nasihat-nasihat yang dapat membantu pahompu menjadi lebih baik lagi. Hal ini diungkapkan oleh seorang janda lansia sebagai berikut: Harus baiklah sebagai ompung supaya pahompuku juga baik samaku. Kalau enggak baik aku sama orang tuanya, mana mungkin baik pahompuku ini samaku. (komunikasi personal, 5 Juni 2014) Tantangan lain yang akan dihadapi seorang janda lansia adalah pensiun dimana dirinya kehilangan status, peran, dan prestasi yang dicapainya selama ini (Hurlock, 2000). Perubahan drastis terjadi pada status seorang janda lansia dimana awalnya sebagai pekerja yang sibuk dan memiliki banyak aktivitas, sekarang berubah menjadi seorang pengangguran yang tidak menentu (Hurlock, 2000). Seorang janda lansia akan mengalami perubahan tidak hanya dalam tempat tinggal namun juga penurunan dalam status sosial ekonomi seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Pensiun umumnya dapat memperburuk penilaian seorang janda lansia terhadap dirinya (Papalia, 2007). Kondisi ini turut berpengaruh terhadap psychological well-being janda lansia tersebut (Lopez, J., Hidalgo, T., Bravo, B.N., Martinez, I.P., Pretel, F.A., Postigo, J.M.L., & Rabadan, F.E., 2010). Keputusan untuk tinggal dengan anak tidak hanya menjadi tantangan baru, tetapi dapat memunculkan perasaan positif bagi janda lansia tersebut. Hubungan
8 baik yang terjalin antara janda lansia dengan keluarga anak turut mempengaruhi perasaan janda lansia setelah di rumah anak. Setelah tinggal dengan anak, umumnya janda lansia tidak dibebani oleh tanggung jawab rumah tangga lagi. Kebutuhan janda lansia seperti makanan, pakaian, maupun kebutuhan lainnya umumnya telah disediakan oleh keluarga anak. Selain itu, janda lansia diperlakukan sebagai sosok orang tua yang berhak memberikan berbagai masukan bagi keluarga anak. Hal ini diungkapkan oleh janda lansia sebagai berikut: Senanglah. Kaulah dulu enggak mungkin enggak senang. Enggak ku sangka dibeli perlengkapanku seperti itu. Kapan kau beli itu, ku bilanglah. Sudah lama ku beli, Mak katanyalah itu. Makasih banyak ya, Tuhan. Karena Tuhanlah keluargaku ini bisa merawat aku sebaik ini. Iyalah memang. Karena kalau akunya mana bisa lagi ku atur seperti itu. Itu yang ada itulah ku pakai biasanya. Tapi enggak pernah itu beli yang paling murah. Janganlah dulu yang paling mahal, tapi yang lumayan dibelinya. Semua yang dibelinya lumayan harganya. (RB.W /b /h.29) Setelah beberapa lama tinggal dengan anak, janda lansia akan cenderung merasa lebih senang dan keadaannya semakin membaik. Rasa nyaman dan betah cenderung akan mewarnai hari-hari janda lansia setelah tinggal dengan anak. Janda lansia beranggapan bahwa dirinya berumur panjang setelah tinggal dengan keluarga anak sehingga enggan berpindah ke tempat lain. Hal ini terlihat melalui pernyataan kedua responden penelitian ini sebagai berikut: Ah, enggak mau aku. Berat pindah-pindah ini, lagian lebih enaknya di sini. (komunikasi personal, 25 April 2014) Tambah panjang umurku. Iya, makin panjang umur aku. Senang perasaanku, enggak ada beban setelah tinggal di sini. (komunikasi personal, 6 Juni 2014)
9 Selain itu, tuntutan adat yang mengharuskan seorang orang tua lansia tinggal di rumah anak memberikan kenyamanan dan pandangan bahwa dirinya telah berhasil sebagai seorang Batak Toba. Seorang janda lansia menganggap dirinya sebagai tempat bertanya dan penasihat di tengah-tengah keluarga anak. Hal ini menunjukkan bahwa janda lansia tersebut telah mencapai tujuan hidup Batak Toba yaitu hasangapon setelah tinggal di rumah anak. Seseorang yang telah mencapai hasangapon adalah seseorang yang dapat memberi kebijakan, arif, dan menjadi teladan di tengah-tengah masyarakat (Harahap dan Siahaan, 1987). Hal ini diungkapkan oleh seorang janda lansia sebagai berikut:.. Kalau kita lakukan semua adat Batak itu, benar-benarlah kita jadi orang berhasil. (komunikasi personal, 31 Mei 2014) Setiap pengalaman baik pengalaman positif maupun negatif akan memberi penilaian tersendiri bagi seorang janda lansia. Sama halnya dengan janda lansia yang tinggal dengan anak, setiap janda lansia menginterpretasikan pengalamanpengalamannya di rumah anak dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan cara dan kemampuan ini akan turut berperan dalam menentukan apakah janda lansia tersebut merasa senang atau tidak di rumah anak. Setiap penilaian akan pengalaman hidupnya akan mempengaruhi psychological well-being janda lansia tersebut (Ryff dan Singer, 1996). Ryff (1989) mendefinisikan psychological well-being sebagai dorongan untuk menyempurnakan dan merealisasikan potensi diri. Dorongan ini dapat menyebabkan seseorang pasrah akan keadaan sehingga memiliki psychological well-beingnya rendah. Di lain sisi, psychological well-being juga dapat membuat
10 seseorang berkeinginan untuk memperbaiki kehidupannya sehingga dikatakan bahwa individu itu memiliki psychological well-being yang tinggi (Bradburn, dalam Ryff dan Keyes, 1995). Ryff (1989) mengungkapkan bahwa individu dengan psychological wellbeing yang tinggi akan mampu menerima dirinya sendiri, menjalin hubungan positif dengan orang lain, berotonomi, mampu menguasai lingkungan, bertujuan hidup, dan selalu mengalami pertumbuhan sebagai seorang individu. Latar belakang usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, life event, dan keagamaan yang berbeda akan mempengaruhi psychological well-being janda lansia tersebut. Keputusan seorang janda lansia suku Batak Toba untuk tinggal dengan anak pada dasarnya menjadi satu upaya dimana janda lansia diperhadapkan dengan tugas perkembangannya yaitu living arrangement namun terikat dengan adat Batak Toba yaitu keharusan untuk tinggal dengan anak. Keadaan inilah yang akan mempengaruhi psychological well-being seorang janda lansia yang tinggal dengan anak. Berdasarkan pemaparan peneliti diatas, seorang janda lansia yang tinggal dengan anak akan diperhadapkan dengan lingkungan baru yaitu rumah anak dan keluarga anak. Tinggal dengan anak tidak jarang memberikan tantangan hidup yang baru bagi janda lansia. Sebagai upaya mengatasinya, janda lansia dituntut untuk tetap mampu merealisasikan dirinya dengan mengatasi setiap tantangan hidupnya dan memenuhi setiap kebutuhannya. Seorang janda lansia yang tinggal dengan anak harus mampu mengatasi tantangan hidupnya di rumah anak dan tetap melakukan tuntutan adat Batak Toba sehingga dipandang sebagai seorang
11 Batak Toba yang mencapai tujuan hidupnya. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk melihat gambaran psychological well-being pada janda lansia suku Batak Toba yang tinggal dengan anak. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah psychological wellbeing pada janda lansia suku Batak Toba yang tinggal dengan anak dengan menggunakan dimensi-dimensi yang dikemukan oleh Ryff (1989) yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran psychological well being pada janda lansia suku Batak Toba yang tinggal dengan anak melalui gambaran dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan personal pada janda lansia tersebut. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan terutama yang berkaitan dengan
12 psychological well being pada janda lansia suku Batak Toba yang tinggal dengan anak. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi janda lansia dimana seorang janda lansia semakin mengenali dirinya, dan menerima keadaannya, serta melalui penelitian ini dapat memiliki acuan dalam mengatasi setiap tantangan yang dialaminya terutama setelah tinggal dengan keluarga anak. E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. 2. Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka berisi tinjauan teori-teori penunjang penelitian ini meliputi teori psychological well being, suku bangsa Batak Toba, janda lansia, dan dinamika psychological well being pada janda lansia suku Batak Toba yang tinggal dengan anak, serta diakhiri dengan pembuatan paradigma penelitian. 3. Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian berisi metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu penelitian kualitatif fenomenologis, responden, prosedur
13 pengambilan responden, lokasi penelitian, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas penelitian, serta prosedur penelitian. 4. Bab IV Hasil Analisis Data Bab IV Hasil Analisis Data berisi penjabaran hasil analisis data ke dalam bentuk penjelasan yang lebih terperinci dan runtut disertai data pendukung lainnya. 5. Bab V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab V terdiri dari kesimpulan, diskusi, dan saran. Kesimpulan berisi jawaban dari pertanyaan penelitian yang dituangkan dalam perumusan masalah penelitian. Diskusi membahas kesesuaian antara paradigma penelitian dengan data penelitian, dan atau ketidaksesuaian antara paradigma penelitian dengan data penelitian, dan atau ketidaksesuaian data dengan teori-teori dan penelitianpenelitian yang dipaparkan di bab II. Data yang tidak dapat dijelaskan dengan teori-teori dan penelitian-penelitian yang sudah ada, dapat dijelaskan dengan menggunakan teori lain atau logika peneliti. Saran meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian lanjutan.
BAB II LANDASAN TEORI. Konsep well-being pada awalnya berasal dari seorang filsuf Yunani
BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Konsep well-being pada awalnya berasal dari seorang filsuf Yunani Aristippus of Cyrene (435 356 B.C.) yang mengungkapkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Proses pernikahan menjadi salah satu upaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,
Lebih terperinciSKRIPSI ANGGUN RS SITANGGANG
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING YANG POSITIF PADA JANDA LANSIA SUKU BATAK TOBA YANG TINGGAL DENGAN ANAK (ANAK LAKI-LAKI) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi oleh ANGGUN RS SITANGGANG
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah
1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah perempuan yang berada dalam dunia kerja (bekerja maupun sedang secara aktif mencari pekerjaan) telah meningkat secara drastis selama abad ke-20. Khususnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur an : Kami telah menjadikan kalian berpasang-pasangan (QS.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,
Lebih terperincipara1). BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dari bagian awal penelitian ini dijelaskan mengenai pembahasan yang hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling pada pasangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual merupakan komponen integral yang tidak terpisahkan pada semua orang (Stanley
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia memiliki kodrat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang menjelaskan tentang pengertian psychological well-being, faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semasa hidup, manusia akan melewati tahap-tahap perkembangan tertentu. Perkembangan manusia diawali dari pertumbuhan janin di dalam rahim hingga masa lansia. Setiap
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.
112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena single mother terus meningkat dan semakin banyak terjadi saat ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika Serikat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah masa penutup. Masa penutup merupakan masa dimana. penurunan jumlah aktivitas (Hurlock, 1999).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menjalani periode perkembangan yang sama. Salah satu masa perkembangan yang dijalani adalah masa lansia atau masa tua yang juga dikenal dengan istilah
Lebih terperinciAwalnya aku biasa saja tak begitu menghiraukannya, karena aku menganggap, dia sedang melampiaskan
Pernikahan Bapakku adalah seorang guru agama dan lumayan dikenal sebagai orang yang alim di lingkungan sekitar. karena risih dan merasa khawatir, setiapku pulang ke rumah selalu ada yang mengantar (seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik secara fisik maupun psikologis. Namun kenyataanya, tuntutan tugas dan profesi dalam pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Periode perkembangan hidup manusia terdiri dari masa pranatal, masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahaptahap perkembangan. Periode perkembangan hidup manusia terdiri dari masa pranatal,
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab 5 ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, saran-saran juga akan dikemukakan untuk perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami
114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah berstandar internasional dan menjadi contoh bagi sekolah dasar negeri lainnya, guru lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini dapat terwujud dengan adanya partisipasi dan dukungan perangkat yang baik. Salah satu perangkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hambatan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Akan
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kecacatan merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh setiap individu karena dengan kondisi cacat individu mempunyai keterbatasan atau hambatan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, ilmu psikologi lebih menekankan kepada aspek pemecahan masalah yang dialami individu dan cenderung lebih memusatkan perhatian kepada sisi negatif perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinci2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan modal dasar pertumbuhan dan perkembangan karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan, Pendidikan adalah pembentukan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian tentunya secara tidak langsung memiliki andil dalam menciptakan permasalahan sosial di masyarakat. Perceraian dalam rumah tangga, dapat dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah sebuah hubungan yang menjadi penting bagi individu lanjut usia yang telah kehilangan banyak peran (Indriana, 2013). Para individu lanjut usia atau
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di berbagai Negara. Pada tahun 2005 di Inggris terdapat 1,9 juta orangtua tunggal dan 91% dari angka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (www.kompasiana.com/wardhanahendra/mereka-lansia-mereka-berdaya) orang di tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia termasuk 5 besar negara dengan jumlah penduduk lansia
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang berbeda pada masing-masing masa. Diantara masamasa
BAB I PENDAHULUAN I. A LATAR BELAKANG Manusia disebut sebagai mahluk sosial, karena setiap manusia saling membutuhkan satu sama lain. Sepanjang hidupnya manusia mempunyai tugastugas perkembangan yang berbeda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dihadapkan dengan tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika memasuki masa dewasa salah satu tugas perkembangan yang akan dilalui seorang individu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana
Lebih terperinciBAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.
BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksikan akan meningkat cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, masa remaja, masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (kesejahteraan psikologis) merupakan suatu kondisi tertinggi yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian
Lebih terperinciLAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah
LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan di mana ia harus menyelesaikan tugastugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak, masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
Lebih terperinci11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )
11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 18.118.699 jiwa (BPS, 2010). Badan Pusat Statistik memprediksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN MASALAH
BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENDUDUK LANJUT USIA DI PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN Ir. ERNA MUTIARA. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
KARAKTERISTIK PENDUDUK LANJUT USIA DI PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 1990 Ir. ERNA MUTIARA Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan ibu berperan sebagai orangtua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata sering dijumpai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Hal ini bisa dikarenakan tempat sebelumnya mempunyai lingkungan yang kurang baik, ingin
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan suatu negara adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan
Lebih terperinci