ISSN : Rizki Cintya Dewi1, Rita Hadi idyastuti2 Abstrak Kata kunci Abstract BHAMADA, JITK,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISSN : Rizki Cintya Dewi1, Rita Hadi idyastuti2 Abstrak Kata kunci Abstract BHAMADA, JITK,"

Transkripsi

1 PEMAKAIAN HYDROPHOBIC DRESSING TERHADAP PENURUNAN TANDA-TANDA INFEKSI PADA LUKA UNDERMINING USING HYDROPHOBIC DRESSING TO REDUCE INFECTION SIGNS OF UNDERMINING ULCER Rizki Cintya Dewi 1, Rita Hadi idyastuti 2 1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang 2) Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang Abstrak Ulkus diabetic merupakan salah satu komplikasi lebih lanjut dari penyakit diabetes mellitus (DM) dan umumnya menimbulkan luka yang membentuk goa atau undermining. Luka undermining ini sangat rentan terhadap timbulnya infeksi sehingga membutuhkan perawatan luka yang intensif dan lebih teliti. Manajemen luka undermining dengan tandatanda infeksi ini dapat dilakukan dengan memberikan dressing yang memiliki prinsip hydrophobic yaitu dengan sorbact. Sorbact memiliki kemampuan hydrophobic yang mampu mengikat bakteri secara efektif dan tanpa efek samping sehingga mampu mengurangi infeksi dan memproduksi jaringan granulasi yang signifikan pada dasar luka. Studi kasus ini dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan tanda-tanda infeksi pada luka undermining pada pasien ulkus diabetes mellitus di Rumah Perawatan (RUMAT) luka Cikarang setelah diberikan intervensi pemakaian hydrophobic dressing. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien ulkus DM dengan luka undermining yang menjalani perawatan di RUMAT. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 3 responden yang diambil dengan purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Responden diberikan intervensi hydrophobic dressing dengan sorbact yang diterapkan selama ± 2 minggu dan dianalisa perubahan tanda-tanda infeksi pada pertemuan berikutnya. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan tanda-tanda infeksi pada luka undermining setelah pemberian intrvensi hydrophobic dressing selama ± 2 minggu. Hasil penurunan tanda-tanda infeksi ini di pengaruhi oleh keaktifan dan keteraturan responden dalam menjalani perawatan luka. Kata kunci : hydrophobic dressing, luka undermining, tanda infeksi Abstract Diabetic ulcer is one further complication of diabetes mellitus (DM) and it is generally caused ulcer that formed caves or undermining. Undermining ulcer is very susceptible to the precipitation of infection and thus require more intensive and thorough wound care. Undermining ulcer management with this signs of infection can be made by giving a dressing that has a hydrophobic principle is like sorbact. Sorbact has hydrophobic ability that capable of binding bacteria effectively and without any side effects so as to reduce infection and produce significant granulation tissue in the wound bed. This case study aimed to identify changes in the infection signs of undermining ulcer in patients with DM in RUMAT Cikarang after being given hydrophobic dressing intervention. The population of this study were all patients with undermining ulcer undergoing treatment in RUMAT. The samples were 3 respondents which taken by purposive sampling with inclusion and exclusion criteria. Respondents were given hydrophobic dressing intervention with Sorbact applied for ± 2 weeks and then analyzed 163

2 changes in signs of infection at the next meeting. This study resulted that there are changes of infection signs in undermining ulcer after administration hydrophobic dressing intervention for ± 2 weeks. The decrease of this infection signs were influenced by the activity and the regularity of the respondents during wound treatment. Keywords: hydrophobic dressing, undermining ulcer, sign of infection PENDAHULUAN Luka atau ulkus diabetic adalah ulkus yang umumnya terjadi pada kaki penderita diabetes mellitus (DM) dan merupakan salah satu komplikasi lebih lanjut dari penyakit DM. DM memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan 50 kali lebih mudah mengalami luka kaki diabetic (diabetic foot ulcer) yang sulit untuk sembuh. 1 Di Amerika Serikat, penderita kaki diabetik mendekati angka 2 juta pasien dengan diabetes setiap tahunnya. Sekitar 15% penderita DM di kemudian hari akan mengalami ulkus pada kakinya. Insiden ulkus diabetikum setiap tahunnya adalah 2% di antara semua pasien dengan diabetes dan 5 7,5% di antara pasien diabetes dengan neuropati perifer. 2 Kenaikan jumlah penderita ulkus diabetic di Indonesia tidak tercatat dengan jelas namun dapat terlihat dari kenaikan prevalensi DM. WHO menyebutkan penderita DM pada tahun 2000 berjumlah 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat menjadi 21,3 jiwa pada tahun Dari angka tersebut dapat diprediksi jumlah pasien yang mengalami ulkus diabetic dengan tingkat resiko 25% mencapai 5,3 juta jiwa. 3 Kerusakan jaringan yang terjadi pada ulkus diabetic ini diakibatkan oleh gangguan neurologis (neuropati) dan vaskuler pada tungkai. 1 Namun gangguan tersebut tidak secara langsung menyebabkan ulkus diabetic, melainkan diawali dengan mekanisme penurunan sensasi terhadap nyeri, perubahan bentuk kaki (deformitas), atrofi otot kaki, pembentukan kalus, penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan suplai oksigennutrisi ke jaringan. 4 Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi dalam jangka waktu ± 15 tahun bila kondisi hiperglikemia tidak terkontrol dan membuat kaki lebih mudah terkena trauma eksternal. 5 Ulkus diabetic ini juga umumnya menimbulkan luka yang membentuk goa atau disebut luka undermining. Seperti halnya luka pada umumnya, luka undermining juga sangat rentan pada terjadinya infeksi yang akan memperburuk kondisi luka jika hiperglikemi pasien tidak terkontrol sehingga membutuhkan perawatan luka yang lebih intensif dan teliti. Salah satu manajemen luka undermining dengan infeksi adalah dengan menggunakan dressing yang memiliki prinsip hydrophobic. Hydrophobic dressing merupakan alternative yang non-alergi dan non-toksik untuk mengurangi laju microbial pada luka terbuka tanpa meningkatkan penyebaran nosocomial dan dapat mengurangi penggunaan antibiotic. Dengan kemampuan hidrofobik yang mampu mengikat bakteri dan jamur dapat mengurangi infeksi pada luka secara efektif. 6 Salah satu dressing yang memiliki kemampuan hidrofobik adalah sorbact. Metode sorbact merupakan suatu mekanisme interaksi yang unik untuk mengikat dan meng-inaktifkan bakteri dan jamur pada luka melalui interaksi hidrofobik tanpa menggunakan zat antiseptik atau antibiotic apapun. Sorbact dilapisi oleh DACC (dialkycarbamoylchloride) yang bersifat hidrofobik. Mayoritas mikroorganisme bersifat hidrofobik. Interaksi hidrofobik merupakan prinsip fisika dasar dimana saat dua partikel hidrofobik (menolak air) mengalami kontak dengan lingkungan yang aqueous, mereka akan berikatan satu sama lain dengan bantuan molekul air disekitarnya yang menyatukan mereka bersama. 7 Penelitian oleh Martin T tentang penggunaan Cutimed Sorbact dalam manajemen luka ulkus kaki diabetic menyebutkan bahwa cutimed sorbact mampu 164

3 mengikat bakteri dengan efektif dan aman serta tidak menimbulkan alergi. 8 Penelitian lain oleh A.Ljungh et.al menemukan bahwa dari lima pasien yang tidak dapat diberikan pengobatan antibiotic sistemik karena gangguan ginjal, maka metode yang tepat dan efektif adalah menggunakan hydrophobic dressing. 2 Penelitian lebih lanjut oleh A.Johansson et.al menyimpulkan bahwa treatmen dengan hydrophobic dressing dapat menjadi alternative treatmen yang bermakna untuk infeksi jamur pada ulkus kaki diabetic. 9 Malin M. et.al juga menyimpulkan bahwa sorbact merupakan alternative yang menarik dalam mengikat bakteri dan jamur pada luka dengan tekanan negative dan memproduksi jaringan granulasi yang signifikan pada dasar luka. 10 METODE PENELITIAN Desain studi yang digunakan yaitu studi kasus, dimana intervensi diberikan untuk luka undermining pada pasien-pasien dengan ulkus DM yang menjalani perawatan luka di RUMAT Cikarang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang menjalani perawatan di RUMAT Cikarang dengan luka undermining dan dalam fase infeksi. Sampel yang diambil mengunakan metode purposive sampling disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien RUMAT Cikarang yang mengalami diabetes melitus dengan luka undermining dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Kriteria ekslusi adalah pasien yang drop out dari perawatan di RUMAT, pasien yang sudah sembuh sehingga tidak lagi menjalani kontrol dan pasien baru dengan luka undermining yang tidak bisa menjalani treatment pemberian hydrophobic dressing selama 2 minggu. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 3 responden. Variabel bebas atau variable independent di dalam penelitian ini adalah hydrophobic dressing pada luka undermining penderita diabetes melitus. Variabel terikat atau variable dependent dalam penelitian ini adalah perubahan tanda-tanda infeksi setelah penerapan pemakaian hydrophobic dressing pada luka undermining yang diukur melalui observasi atau inspeksi visual dengan mengkategorikan dalam 4 skala yaitu deteriorated (memburuk), tidak berubah (<50% berkurang dari luas luka), meningkat ( > 50% berkurang dari luas luka) dan sembuh. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahap pengkajian yaitu dengan cara mengkaji tanda-tanda infeksi sebelum intervensi, tahap intervensi yaitu dengan memberikan intervensi hydrophobic dressing pada luka undermining dan tahap evaluasi dengan mengevaluasi hasil setelah pemakaian hydrophobic dressing. Data yang dianalisa adalah data perubahan tanda-tanda infeksi sebelum tindakan dan data perubahan tanda-tanda infeksi setelah intervensi. Data perubahan tanda-tanda infeksi pada luka undermining responden didokumentasikan dalam lembar observasi. Data yang terkumpul kemudian dibandingkan dengan foto perkembangan luka pasien. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel observasi sebagai berikut: 165

4 Tabel 1. Recall perubahan tanda-tanda infeksi dan gambaran perkembangan luka Tn.R Recall perubahan tanda-tanda infeksi dan gambaran perkembangan luka selama 2 minggu Pertemuan ke-1 ( 17 Mei 2013) Pertemuan ke-2 ( 20 Mei 2013) Pertemuan ke-3 ( 22 Mei 2013) Pertemuan ke-5 (29 Mei 2013) Gb.1a Gb.1b Gb.1c Gb.1d banyak, purulent, bau ringan. banyak, purulent, bau ringan. sedang, purulent, bau ringan. sedang, purulent, bau ringan. *Interpretasi: Tidak berubah ( <50% berkurang dari luas luka) Kasus Tn.R (40 tahun) dengan 12 luka undermining pada punggung kaki kiri, undermining terbesar di jam s.d paling panjang di jam dengan kedalaman 1 cm Kasus luka Tn.R (40 tahun) merupakan luka yang masih dalam fase akut. Perkembangan luka pada kasus Tn.R ini tidak mengalami perkembangan yang signifikan yaitu hanya mengalami penurunan tanda-tanda infeksi <50% dari luas luka. Setelah pemberian sorbact pertama kalinya, Tn.R mengatakan lukanya masih mengeluarkan banyak eksudat sehingga kunjungan perawatan luka dijadwalkan setiap 2 hari sekali dengan pertimbangan pada jumlah eksudat. Tn.R juga mengatakan kaki yang terdapat luka yang bengkak dan terasa berat untuk berjalan sehingga cara berjalan menggunakan kursi roda atau cruck, area sekitar luka terasa hangat dan Tn.R mengaku mengalami demam setiap selesai perawatan luka dimana hal tersebut menjadi tanda-tanda adanya infeksi lokal dan sistemik. Intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact diterapkan selama ± 5 kali perawatan tampak mengalami beberapa penurunan tandatanda infeksi. Tn.R mengatakan kakinya terasa lebih ringan dan sudah mampu berjalan secara mandiri tanpa menggunakan alat bantu. Tn.R juga mengatakan lukanya sudah tidak terasa nyeri dan tidak mengalami demam setelah perawatan luka, namun area sekitar luka masih terasa hangat yang menandakan masih ada infeksi local. Perubahan yang tampak signifikan yaitu tampak pada jumlah eksudat yang semula jumlahnya banyak, purulent dan bau sedang menjadi jumlah eksudat sedang sehingga intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact tetap dilanjutkan sampai tanda-tanda infeksi menurun atau hilang. 166

5 Tabel 2. Recall perubahan tanda-tanda infeksi dan gambaran perkembangan luka Tn.A Recall perubahan tanda-tanda infeksi dan gambaran perkembangan luka selama 2 minggu Pertemuan ke-1 ( 17 Mei 2013) Pertemuan ke-3 ( 24 Mei 2013) Pertemuan ke-4 ( 28 Mei 2013) Pertemuan ke-5 (31 Mei 2013) Gb.2a Gb.2b Gb.2c Gb.3d Kalor: (-) Kalor: (-) Purulensi: (-), Purulensi: (-), hemoserosa, minimal, serous, moist, bau bau purulent, sedang, bau Kalor: (-) Purulensi: (-), serous, moist, bau *Interpretasi: Meningkat ( >50% berkurang dari luas luka) Kasus Tn.A (64 tahun) dengan 1 luka undermining pada sela ibu jari dan telunjuk (kaki kanan) di jam s.d paling panjang di jam dengan kedalaman 1 cm. Kasus luka Tn.A (64 tahun) merupakan luka yang masih dalam fase inflamasi dan infeksi. Perkembangan luka pada kasus Tn.A ini mengalami perkembangan yang signifikan atau meningkat yaitu > 50% tanda-tanda infeksi berkurang dari luas luka. Sebelum diberikan sorbact luka undermining Tn.A tampak mengeluarkan eksudat dalam jumlah banyak, namun setelah rentang empat hari pemberian intervensi sorbact ternyata jumlah eksudat berkurang menjadi jumlah sedang dan area sekitar luka yang awalnya hypermoist sudah menjadi moist. Tn.A mengatakan lukanya tidak terasa nyeri, tidak mengalami demam selama mengalami luka tersebut, namun area sekitar luka undermining terasa lebih hangat yang mengindikasikan adanya infeksi local. Tn.A tampak mampu berjalan secara mandiri secara perlahan-lahan. Intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact diterapkan selama ± 5 kali perawatan tampak mengalami beberapa penurunan tanda-tanda infeksi. Tn.A mengatakan lukanya sudah tidak terasa nyeri dan area sekitar luka sudah tidak terasa hangat. Perubahan yang signifikan tampak pada kedalaman undermining yang sudah berkurang menjadi ± 1 cm. Selain itu, tipe eksudat yang berubah dari purulent menjadi serous mengindikasikan terjadi penurunan tanda-tanda infeksi dan jumlah eksudat yang sudah moist. Atas dasar perkembangan luka yang meningkat dan tanda-tanda infeksi yang mengalami penurunan sehingga pemberian sorbact digantikan dengan salep RPI dan iodosorb untuk mengatasi infeksi dan meningkatkan granulasi pada undermining. 167

6 Tabel 3. Recall perubahan tanda-tanda infeksi dan gambaran perkembangan luka Tn.K. Tn.K (45 tahun) dengan 1 luka undermining pada kaki kiri di jam s.d paling panjang di jam dengan kedalaman 0,5 cm. Recall perubahan tanda-tanda infeksi dan gambaran perkembangan luka selama 2 minggu Pertemuan ke-1 ( 21 Mei 2013) Pertemuan ke-2 ( 24 Mei 2013) Pertemuan ke-3 ( 31 Mei 2013) Pertemuan ke-4 ( 3 Juni 2013) Gb.3a Gb3b Gb.3c Gb.3d Kalor: (-) Purulensi: (-), bloody, purulent, sedang, bau minimal, bau tidak ada. purulent, sedang, bau Purulensi: (-), bloody, minimal, bau tidak ada. *Interpretasi: Tidak ada perubahan ( <50% berkurang dari luas luka) Kasus luka Tn.K (45 tahun) merupakan luka yang masih dalam fase inflamasi dan infeksi. Perkembangan luka pada kasus Tn.K ini tidak mengalami perkembangan yang signifikan atau tidak berubah yaitu hanya < 50% tanda-tanda infeksi berkurang dari luas luka. Sebelum diberikan intervensi hydrophobic dressing dengan sorbact luka undermining Tn.K tampak mengeluarkan eksudat dalam jumlah sedang, namun setelah rentang tiga hari pemberian intervensi sorbact ternyata jumlah eksudat berkurang menjadi jumlah minimal dan tipe eksudat serous serta area sekitar luka moist. Tn.K mengatakan lukanya terasa nyeri, tidak mengalami demam selama mengalami luka tersebut, namun area sekitar luka undermining terasa lebih hangat yang mengindikasikan adanya infeksi local. Tn.K tampak mampu berjalan secara mandiri secara perlahan-lahan. Intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact diterapkan selama ± 4 kali perawatan tampak mengalami beberapa penurunan tanda-tanda infeksi. Tn.K merupakan salah satu pasien yang tidak mentaati jadwal perawatan luka yang sudah ditentukan dan sering membuka serta merawat lukanya sendiri secara tradisional. Setelah 7 hari dari perawatan sebelumnya, Tn.K datang untuk melakukan perawatan luka dan mengaku telah membuka balutan lukanya serta mengobati luka dengan ramuan dari daun-daunan sehingga luka tampak muncul luka baru dan menjadi infeksi. Namun luka undermining yang telah dilakukan perawatan luka tampak mengalami kemajuan yaitu kedalaman semakin kecil dan hampir menutup serta mengeluarkan serous yang minimal dimana mengindikasikan terjadi penurunan tanda-tanda infeksi dan jumlah eksudat yang sudah moist. Atas dasar perkembangan luka undermining yang meningkat dan tanda-tanda 168

7 infeksi yang mulai mengalami penurunan sehingga intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact tetap dilanjutkan sampai tanda-tanda infeksi benar-benar menurun atau hilang. PEMBAHASAN Studi kasus penerapan intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact pada luka undermining terhadap perubahan tanda-tanda infeksi pada pasien ulkus diabetic di Rumat Pusat (Cikarang) dilakukan mulai tanggal 17 Mei s.d 31 Mei 2013 didapatkan 3 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Penerapan intervensi ini dilakukan dengan mengamati perubahan tandatanda infeksi yang meliputi kalor, dolor, rubor, tumor dan purulensi secara berkelanjutan. Seperti dijelaskan dalam penelitian oleh A.Johansson et.al (2009) yang menunjukkan bahwa sorbact dapat mengatasi infeksi jamur pada ulkus DM. 9 Klien 1 merupakan klien dengan beberapa luka undermining yang masih dalam fase akut dan mengalami infeksi. Klien mendapatkan intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact selama ± 2 minggu. Tanda-tanda infeksi klien saat pengkajian adalah rubor (+), kalor (+), dolor (+), tumor (+), purulensi (+) banyak, purulent, dan bau ringan. Namun setelah diberikan sorbact pada luka undermining terjadi penurunan tanda-tanda infeksi sebanyak 40% dari luas luka yang meliputi rubor (+), kalor (+), dolor (+), tumor (+), purulensi (-) sedang, bloody, dan bau ringan. Pada klien 1, penurunan tanda-tanda infeksi ini dapat juga disebabkan penggunaan antibiotic pada perawatan luka yaitu irigasi Metronidazole, antibiotic oral dan intake nutrisi yang adekuat. Klien 2 merupakan klien dengan 1 luka undermining di sela antara ibu jari dan telunjuk kaki kanan yan mengalami infeksi. Klien mendapatkan intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact selama ± 2 minggu. Tanda-tanda infeksi klien saat pengkajian adalah rubor (+), kalor (+), dolor (+), tumor (+), purulensi (+) sedang, purulent, dan bau Namun setelah diberikan sorbact pada luka undermining terjadi penurunan tanda-tanda infeksi sebanyak 60% dari luas luka yang meliputi rubor (+), kalor (- ), dolor (-), tumor (+), purulensi (-) serous, moist dan bau Pada klien 2, penurunan tanda-tanda infeksi ini dapat disebabkan karena peran aktif klien yang patuh dan menjalani perawatan luka secara teratur 2 kali/ minggu sehingga pemberian intervensi hydrophobic dressing dengan sorbact dapat lebih optimal dan memberikan pengaruh yang signifikan. Klien 3 merupakan klien dengan 1 luka undermining di kaki kiri yang mengalami infeksi. Klien mendapatkan intervensi pemberian hydrophobic dressing dengan sorbact selama ± 2 minggu. Tanda-tanda infeksi klien saat pengkajian adalah rubor (+), kalor (+), dolor (+), tumor (+), purulensi (+) sedang, purulent, dan bau Namun setelah diberikan intervensi hydrophobic dressing dengan sorbact pada luka undermining terjadi penurunan tanda-tanda infeksi sebanyak 20% dari luas luka yang meliputi rubor (+), kalor (+), dolor (+), tumor (+), purulensi (-) bloody, minimal dan bau Pada klien 3 hanya terjadi sedikit perubahan tanda-tanda infeksi dimana hal ini disebabkan oleh beberapa factor perancu yang meliputi ketidakpatuhan klien 3 untuk menjalani perawatan luka sesuai jadwal yang seharusnya 2 kali/ minggu. Selain itu, dari hasil wawancara klien 3 mengatakan selama dirumah sering membuka balutan lukanya sendiri dan melakukan perawatan luka tradisional menggunakan jamu-jamuan untuk diolesi pada luka. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep modern dressing yang sangat menjaga prinsip kelembaban pada luka, sehingga pemberian 169

8 sorbact tidak dapat berfungsi dengan optimal dan tidak memberikan pengaruh yang signifikan Pada umumnya, hasil evaluasi dari ketiga pasien ditemukan bahwa terdapat perubahan tanda-tanda infeksi setelah pemberian sorbact selama ± 2 minggu. Penelitian oleh Martin T et.al (2009) menunjukkan bahwa sorbact mampu mengikat bakteri pada luka ulkus DM dengan efektif, aman dan tidak menimbulkan efek samping. 8 Hal ini dibuktikan oleh ketiga pasien tersebut dimana ketiganya tidak mengalami efek samping apapun selama penggunaan sorbact pada luka undermining. Lebih lanjut penelitian oleh Marlin M, et.al (2012) memaparkan bahwa sorbact selain mampu mengikat bakteri dan jamur pada luka dengan tekanan negative, sorbact juga mampu memproduksi jaringan granulasi yang signifikan pada dasar luka. 10 Hal ini juga ditunjukkan oleh 2 pasien dalam penelitian ini yaitu klien 2 dan klien 3 dimana kedalaman undermining berkurang dikarenakan tumbuhnya granulasi pada undermining tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Terdapat perubahan tanda-tanda infeksi dari intervensi pemberian hydrophobic dressing pada luka undermining pada pasien ulkus DM di Rumat Pusat Cikarang. Perubahan yang meningkat ( > 50% menurun dari luas luka) ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien tidak mengalami perubahan ( < 50% menurun dari luas luka). Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi gambaran dan masukan bagi berbagai pihak yang dapat memanfaatkan hasil ini. Bagi RUMAT, hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi gambaran referensi penanganan kasus luka infeksi dan manajemen luka undermining pada pasien dengan ulkus DM. Bagi Perawat, khususnya spesialisasi perawatan luka dapat mengaplikasikan dan menjadikan hydrophobic dressing yaitu sorbact untuk manajemen luka undermining, untuk mengurangi infeksi, dan memproduksi jaringan granulasi yang signifikan pada dasar luka. Bagi Pasien, diharapkan berpartisipasi aktif dalam mematuhi jadwal perawatan luka sehingga pemberian intervensi dressing lebih optimal dan memberikan pengaruh yang signifikan. DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 th ed.). Jakarta: EGC. Bryant, R. A & Nix, D. P. (2007). Acute and chronic wounds: current management concept (3th ed.). America: Mosby. BSN medical. (2012). Seputar mekanisme cutimed sorbact. Diakses melalui cutimed-sorbact.com/indonesia. Foley, L. (2010). Where to the diabetic foot ulcer. 15(2). Diakses melalui awma.com.au/journal/library pada tanggal 24 Mei Frykberg, R.G. (2006). The high risk foot in diabetes mellitus. New York: Churcill Liivingstone. Iversen, M.M., et.al. (2009). The Association between history of diabetic foot ulcer, perceived health and psychological distress: the Nord Trondelag Health Study. Johansson, A, Ljungh, A, Apelqvist, J. (2009). Open study on the topical treatment of interdigital fungal infections in diabetic patients. Journal of Wound Care Vol.18 No.11, November Ljungh, A, Yanagisawa, N, Wadstrum, T. (2006). Using the principle of hydrophobic interaction to bind and remove wound bacteria. Journal of Wound Care Vol.15 No.4, April 2006, Division of Bacteriology, Department Laboratory Medicine, Lund University, Lund, Sweden. Malin, M, Sandra L, Lotta G. (2012). Bacteria and fungus binding mesh in negative pressure wound therapy: A review of the biological effect in the wound bed. 170

9 EWMA Journal Vo.12 No.3. Martin, T. (2009). Cutimed sorbact in managing an infected diabetic foot ulcer. Departement of Foot Health, Brighton General Hospital, Brighton. 171

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes. melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes. melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari sejumlah faktor dimana terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus. Penyembuhan luka yang lambat dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup. Dalam

Lebih terperinci

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994).

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kulit sehat memiliki risiko mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor mekanis, bahan kimia, vaskular, infeksi, alergi, inflamasi, penyakit sistemik, dan

Lebih terperinci

Tingkat depresi berdasarkan derajat ulkus diabetik pada pasien ulkus diabetes melitus yang berobat di rsud kota semarang

Tingkat depresi berdasarkan derajat ulkus diabetik pada pasien ulkus diabetes melitus yang berobat di rsud kota semarang Tingkat depresi berdasarkan derajat ulkus diabetik pada pasien ulkus diabetes melitus yang berobat di rsud kota semarang Irma Astuti Setyoningrum 1, Yunie Armiyati 2, Rahayu Astuti 3 1 Mahasiswa Progam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Indonesia setiap tahun meningkat. World Health Organization (WHO) besar pada tahun-tahun mendatang (Gustaviani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Indonesia setiap tahun meningkat. World Health Organization (WHO) besar pada tahun-tahun mendatang (Gustaviani, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat penanganan yang seksama. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun meningkat. World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah kasus diabetes melitus di seluruh dunia telah meningkat dan merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010). Jumlah kematian disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006). Gangguan. jaringan tubuh. Komplikasi DM lainnya adalah kerentanan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. diatas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006). Gangguan. jaringan tubuh. Komplikasi DM lainnya adalah kerentanan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) atau biasa yang disebut penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk mengetahui bagaimana melakukan tindakan. Disadari bahwa bila

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk mengetahui bagaimana melakukan tindakan. Disadari bahwa bila BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Mengenali tanda-tanda awal penyakit diabetes mellitus menjadi sangat penting untuk mengetahui bagaimana melakukan tindakan. Disadari bahwa bila timbul komplikasi, umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau oleh tidak efektifnya insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau oleh tidak efektifnya insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena keturunan dan/atau disebabkan karena kekurangan produksi insulin oleh pankreas, atau oleh tidak efektifnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo,

BAB 1 PENDAHULUAN. sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi.

BAB I PENDAHULUAN. ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kemakmuran, pendapatan per kapita yang meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kemakmuran, pendapatan per kapita yang meningkat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kemakmuran, pendapatan per kapita yang meningkat dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan jumlah penderita penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang terjadi di seluruh dunia dan terus menerus mengalami peningkatan yang signifikan.menurut Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat

Lebih terperinci

MUHAMMAD IBNU ABIDDUNYA NIM : S

MUHAMMAD IBNU ABIDDUNYA NIM : S PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN KAKI DIABETIK NON ULKUS TERHADAP KEMAMPUAN DIABETISI DALAM MELAKUKAN PERAWATAN KAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI II KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pada masyarakat modern di dunia. Angka penderita diabetes dan diperkirakan jumlahnya akan meningkat secara signifikan

BAB I PENDAHULUAN. utama pada masyarakat modern di dunia. Angka penderita diabetes dan diperkirakan jumlahnya akan meningkat secara signifikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus adalah salah satu dari masalah kesehatan utama pada masyarakat modern di dunia. Angka penderita diabetes melitus di dunia tercatat 382 juta jiwa menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Hiperglikemia jangka panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

Lebih terperinci

Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai

Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai Laporan Khusus Hands-On Insufisiensi Vena Kronik dan Setidaknya 70 % dari semua ulkus pada tungkai berawal dari insufisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah diabetes melitus (DM). Menurut Kementrian Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah diabetes melitus (DM). Menurut Kementrian Kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat hingga menyebabkan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten HUBUNGAN ANTARA LAMA MENDERITA DAN KADAR GULA DARAH DENGAN TERJADINYA ULKUS PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Saifudin Zukhri* ABSTRAK Latar Belakang : Faktor-faktor

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN DERAJAT ULKUS KAKI DIABETIK. Abstrak

HUBUNGAN ANTARA KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN DERAJAT ULKUS KAKI DIABETIK. Abstrak HUBUNGAN ANTARA KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN DERAJAT ULKUS KAKI DIABETIK 1 Veranita, 2* Dian Wahyuni, 3 Hikayati 1 Puskesmas Baturaja 2,3 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul karena kelainan metabolisme yang disebabkan oleh tidak bekerjanya

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul karena kelainan metabolisme yang disebabkan oleh tidak bekerjanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) adalah masalah kesehatan utama di dunia yang timbul karena kelainan metabolisme yang disebabkan oleh tidak bekerjanya hormon insulin

Lebih terperinci

TINGKAT STRES PADA PASIEN ULKUS DIABETIKUM DI MAJAPAHIT WOUND CARE CENTRE MOJOKERTO MOH. SYIBRO MULIS

TINGKAT STRES PADA PASIEN ULKUS DIABETIKUM DI MAJAPAHIT WOUND CARE CENTRE MOJOKERTO MOH. SYIBRO MULIS TINGKAT STRES PADA PASIEN ULKUS DIABETIKUM DI MAJAPAHIT WOUND CARE CENTRE MOJOKERTO MOH. SYIBRO MULIS 1212010023 SUBJECT Ulkus diabetikum, Tingkat stres DESCRIPTION Pasien yang mengalami ulkus diabetikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam menumbuhkan kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat secara signifikan menjadi lebih dari 5 juta pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian secara global. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat

Lebih terperinci

Efektivitas Penggunaan Larutan NaCl dibandingkan dengan d40% Terhadap. Proses Penyembuhan Luka Ulkus DM. di RSUD KUDUS

Efektivitas Penggunaan Larutan NaCl dibandingkan dengan d40% Terhadap. Proses Penyembuhan Luka Ulkus DM. di RSUD KUDUS Efektivitas Penggunaan Larutan NaCl dibandingkan dengan d40% Terhadap Proses Penyembuhan Luka Ulkus DM di RSUD KUDUS Kristiyaningrum 1, Indanah 2, Suwarto 3. ABSTRAK xv + 59 Halaman + 7 Tabel + 2 Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS IRIGASI LUKA MENGGUNAKAN LARUTAN NORMAL SALIN YANG DI HANGATKAN TERHADAP NYERI LUKA TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LANGSA

EFEKTIVITAS IRIGASI LUKA MENGGUNAKAN LARUTAN NORMAL SALIN YANG DI HANGATKAN TERHADAP NYERI LUKA TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LANGSA Efektivitas irigasi luka menggunakan larutan Normal salin...83 EFEKTIVITAS IRIGASI LUKA MENGGUNAKAN LARUTAN NORMAL SALIN YANG DI HANGATKAN TERHADAP NYERI LUKA TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LANGSA

Lebih terperinci

dalam tubuh seperti penyakit kardiovaskuler, gangguan penglihatan, kerusakan ginjal (Corwin, 2007). Penderita DM rentan mengalami infeksi yang

dalam tubuh seperti penyakit kardiovaskuler, gangguan penglihatan, kerusakan ginjal (Corwin, 2007). Penderita DM rentan mengalami infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN Gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan praktis, seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih ini menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap pola perilaku di masyarakat,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak bisa menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat secara efektif menggunakan insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi (Brunner

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi (Brunner BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi (Brunner & Suddarth, 2013). Insiden dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Penderita Diabetes Mellitus diperkirakan akan terus

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Penderita Diabetes Mellitus diperkirakan akan terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM), kini menjadi ancaman yang serius bagi umat manusia di dunia. Penderita Diabetes Mellitus diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

Vol. II Nomor 1 Maret 2015 Jurnal Keperawatan Respati ISSN :

Vol. II Nomor 1 Maret 2015 Jurnal Keperawatan Respati ISSN : PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DALAM PENCEGAHAN ULKUS KAKI DIABETIK DI POLIKLINIK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Ni Putu Mirah Ayu KB 1, Santi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak bisa secara efektif menggunakan insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak akibat penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin (Dorland, 2010). DM suatu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kadar HbA1C 6,5serta lama ulkus 3 bulan merupakan faktor-faktor risiko terjadinya amputasi pada pasien kaki diabetes.

ABSTRAK. Kadar HbA1C 6,5serta lama ulkus 3 bulan merupakan faktor-faktor risiko terjadinya amputasi pada pasien kaki diabetes. ABSTRAK KADAR HbA1C YANG TINGGI DAN ULKUS YANG LAMA SEBAGAI FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERJADINYA AMPUTASI PADA PASIEN KAKI DIABETES DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya Yessy Mardianti Sulistria Farmasi /Universitas Surabaya yessy.mardianti@yahoo.co.id Abstrak Diabetes mellitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas ini berkepanjangan akan mengakibatkan luka. regangan dan gesekan (Potter dan Perry, 2005; Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas ini berkepanjangan akan mengakibatkan luka. regangan dan gesekan (Potter dan Perry, 2005; Hidayat, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inaktifitas, dan sensori persepsi, bila aktifitas ini berkepanjangan

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN Herlyanie 1, Riza Alfian 1, Luluk Purwatini 2 Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Chang, Daly,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai adanya hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa dalam darah

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU 1 PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (2014) menyebutkan bahwa populasi lanjut usia (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga 2050 yaitu 11%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurun atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurun atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya karbohidrat (Price, 2006). Pada

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN PADA PERAWATAN LUKA

PENGGUNAAN BAHAN PADA PERAWATAN LUKA PENGGUNAAN BAHAN PADA PERAWATAN LUKA Meidina Sinaga*, Rosina Tarigan** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara **Staf Pengajar Departemen Keperawatan Dasar dan Keperawatan Medikal Bedah

Lebih terperinci

Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus Diabetika

Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus Diabetika Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus Diabetika (Rationality Use Antibiotics In Patients Diabetes Mellitus Type 2 with Diabetic Ulcer Complications)

Lebih terperinci

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 I Made Mertha I Made Widastra I Gusti Ayu Ketut Purnamawati Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar Email: mertha_69@yahoo.co.id Abstract

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014

EFEKTIVITAS ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 EFEKTIVITAS ELEVASI EKSTREMITAS BAWAH TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN ULKUS DIABETIK DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 Oleh : Dwi Ariani Sulistyowati, S.Kep.,Ns.M.Kep * Abstract Introduction:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit serius yang harus diatasi terutama di negara berkembang. Perubahan gaya hidup berdampak terhadap perubahan pola penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus atau kencing manis salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini gaya hidup modern dengan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga meyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat. mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat. mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit degeneratif seperti jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam pelayanan keperawatan adalah menjaga dan mempertahankan integritas kulit klien agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi dalam perawatan

Lebih terperinci

Abstract ASSOCIATION OF ATRIAL FIBRILLATION AND ISCHEMIC STROKE ANALYSIS FROM RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Abstract ASSOCIATION OF ATRIAL FIBRILLATION AND ISCHEMIC STROKE ANALYSIS FROM RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Abstract ASSOCIATION OF ATRIAL FIBRILLATION AND ISCHEMIC STROKE ANALYSIS FROM RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Arya Widyatama 1, Imam Rusdi 2, Abdul Gofir 2 1 Student of Medical Doctor, Faculty of Medicine,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kelompok kelainan metabolik dengan ciri hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi hormon insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PERAWATAN KAKI PADA DIABETES MELLITUS. Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr.

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PERAWATAN KAKI PADA DIABETES MELLITUS. Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PERAWATAN KAKI PADA DIABETES MELLITUS Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Harjono Ponorogo Oleh: MAYA FEBRIANI NIM: 13612565 PRODI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Hyperglikemia)

ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Hyperglikemia) GAMBARAN PERAWATAN KAKI DAN SENSASI SENSORIK KAKI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK DM RSUD Dhora Sihombing, 1 Nursiswati, 1 Ayu Prawesti 1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses penyembuhan luka. Pada dasarnya luka akan sembuh dengan sendirinya

BAB 1 PENDAHULUAN. proses penyembuhan luka. Pada dasarnya luka akan sembuh dengan sendirinya BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menurut Winter (1962), melalui penelitian yang dilakukan di Landmark, menunjukan hasil perawatan luka pada suasana lembab sangat membantu dalam proses penyembuhan luka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis akibat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis akibat tidak BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, setelah India (31,7

BAB I PENDAHULUAN. jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, setelah India (31,7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai

Lebih terperinci

Volume 2, September

Volume 2, September HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG LUKA DIABETIK DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN LUKA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RUANG DAHLIA RSUD PASAR REBO Aan Sutandi*, Novia Puspitasary *Staf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi global penderita Diabetes Melitus (DM) pada tahun 2014 sebesar 8,3%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi global penderita Diabetes Melitus (DM) pada tahun 2014 sebesar 8,3% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang International of Diabetic Federation (IDF, 2015) menyatakan bahwa tingkat prevalensi global penderita Diabetes Melitus (DM) pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MELAKUKAN KONTROL LUKA ULKUS DIABETIK DI PUSKESMAS KUTA I KABUPATEN BADUNG

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MELAKUKAN KONTROL LUKA ULKUS DIABETIK DI PUSKESMAS KUTA I KABUPATEN BADUNG HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MELAKUKAN KONTROL LUKA ULKUS DIABETIK DI PUSKESMAS KUTA I KABUPATEN BADUNG Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan OLEH DON FRANSISKUS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dialami oleh klien diabetes mellitus. Selain permasalahan fisik tersebut, diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. dialami oleh klien diabetes mellitus. Selain permasalahan fisik tersebut, diabetes BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Masalah komplikasi diabetes merupakan dampak masalah fisik yang dialami oleh klien diabetes mellitus. Selain permasalahan fisik tersebut, diabetes mellitus juga dapat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN PEMBIAYAAN DALAM PROSES PERAWATAN ULKUS KAKI DIABETES MELITUS DENGAN METODE PENCUCIAN LUKA 13 PSI DAN 7 PSI

PERBANDINGAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN PEMBIAYAAN DALAM PROSES PERAWATAN ULKUS KAKI DIABETES MELITUS DENGAN METODE PENCUCIAN LUKA 13 PSI DAN 7 PSI PERBANDINGAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN PEMBIAYAAN DALAM PROSES PERAWATAN ULKUS KAKI DIABETES MELITUS DENGAN METODE PENCUCIAN LUKA 13 PSI DAN 7 PSI Heri Kristianto 1 Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitas

Lebih terperinci

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2) HUBUNGAN PENGETAHUAN KLIEN TENTANG PENGELOLAAN DIABETES MELLITUS DENGAN TINGKAT KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RUMAH SAKIT PANTI WALUYA MALANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MOTIVASI PENGGUNAAN MODERN DRESSING

PERBANDINGAN MOTIVASI PENGGUNAAN MODERN DRESSING PERBANDINGAN MOTIVASI PENGGUNAAN MODERN DRESSING PADA PENDERITA ULKUS DIABEKTIKUM DI KELURAHAN KALIJIRAK DAN KELURAHAN WONOLOPO KECAMATAN TASIKMADU KARANGANYAR Oleh : Budi Kristanto 1,Nur Cahyo Saputro

Lebih terperinci

AFAF NOVEL AININ ( S

AFAF NOVEL AININ ( S HUBUNGAN KEPATUHAN LIMA PILAR PENANGANAN DIABETES MELITUS DENGAN KEJADIAN KAKI DIABETIK PADA DIABETESI DI DESA TANGKIL KULON KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN SKRIPSI AFAF NOVEL AININ ( 08.0245.S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki visi menciptakan masyarakat yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya dan memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya dan memerlukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Saat ini Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya dan memerlukan penanganan yang tepat dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT DENGAN PENGETAHUAN DRESSING LUKA ULKUS DIABETIKUM DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2017 MANUSKRIP

HUBUNGAN LAMA KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT DENGAN PENGETAHUAN DRESSING LUKA ULKUS DIABETIKUM DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2017 MANUSKRIP HUBUNGAN LAMA KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT DENGAN PENGETAHUAN DRESSING LUKA ULKUS DIABETIKUM DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2017 MANUSKRIP Oleh: MUHAMMAD HARIS FADILLAH NPM. 1614201120338 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes millitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes millitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes millitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN LUKA GANGREN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RSUD DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO KOTA MOJOKERTO SITI NUR AIFAH NIM.

PERKEMBANGAN LUKA GANGREN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RSUD DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO KOTA MOJOKERTO SITI NUR AIFAH NIM. PERKEMBANGAN LUKA GANGREN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RSUD DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO KOTA MOJOKERTO SITI NUR AIFAH NIM. 1212010041 Subject : Diabetes Mellitus, Luka, Gangrene, Penderita DESCRIPTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar BAB I PENDAHULUAN 3.1 Latar Belakang Luka bakar didefinisikan sebagai suatu trauma pada jaringan kulit atau mukosa yang disebabkan oleh pengalihan termis baik yang berasal dari api, listrik, atau benda-benda

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan global. International Diabetes Federation (IDF) memprediksi jumlah orang dengan DM akan meningkat

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

PENGARUH LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI PENGARUH LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN Enny Eryana Dewi 1 ; Riza Alfian 2 ; Rachmawati 3 Diabetes melitus

Lebih terperinci

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa dan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dari sel beta pankres

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. degeneratif dan salah satu penyakit tidak menular yang meningkat jumlahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. degeneratif dan salah satu penyakit tidak menular yang meningkat jumlahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Suyono, 2014 Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit degeneratif dan salah satu penyakit tidak menular yang meningkat jumlahnya dimasa datang. World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati ( Hadisaputro &

BAB I PENDAHULUAN. panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati ( Hadisaputro & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang sampai saat ini masih memberikan masalah berupa luka yang sulit sembuh dan risiko amputasi yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci