BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara, dalam istilah medis biasa disebut carcinoma mammae, sejak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara, dalam istilah medis biasa disebut carcinoma mammae, sejak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara, dalam istilah medis biasa disebut carcinoma mammae, sejak tahun 2013 telah menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia (Anonim, 2015). Seperti kanker pada umumnya, kanker payudara merupakan suatu keadaan dimana sel, khususnya di payudara, kehilangan kemampuan pengendalian terhadap regulasi maupun fungsi homeostatis sel, sehingga sel akan berproliferasi terusmenerus dan tidak terkendali sampai menimbulkan pertumbuhan jaringan abnormal yang menyebar dan menghancurkan jaringan dan organ-organ lain tubuh. Proses karsinogenesis pada kanker payudara terjadi akibat adanya ekspresi berlebih dari ikatan estrogen pada reseptor estrogen (RE). Ikatan estrogen dengan RE akan menstimulasi proliferasi sel-sel payudara sehingga menimbulkan peningkatan pembelahan sel dan replikasi DNA yang dapat menimbulkan mutasi (Jordan, 2003). Berbagai penelitian dilakukan sebagai upaya menekan angka mortalitas akibat kanker. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi kedelai (Glycine max L.) pada populasi dengan ras Asia dapat menurunkan insidensi kanker payudara (Barnes et al., 1990). Kedelai telah banyak menarik perhatian peneliti di bidang onkologi karena memiliki kandungan fitoestrogen yang tinggi berupa isoflavon. Fitoestrogen merupakan suatu senyawa yang berasal dari tanaman dan memiliki struktur menyerupai hormon estrogen pada mamalia. Hal tersebut menyebabkan fitoestrogen dapat menggantikan kedudukan estrogen pada RE 1

2 2 sehingga fitoestrogen dapat bekerja sebagai antiestrogen dengan jalan mencegah aktivasi transkripsi gen. Salah satu kelompok senyawa yang termasuk fitoestrogen adalah isoflavon. Genistein, genistin, daidzein, daidzin, glisitein dan glisitin merupakan senyawa isoflavon terbesar dari famili Leguminoceae seperti kedelai (Mense, 2008). Bouker et al. (2000) menyatakan bahwa genistein, salah satu senyawa aglikon isoflavon, berpotensi kuat dalam pencegahan dan pengobatan kanker payudara karena kemampuan antiproliferasinya. Isoflavon pada kedelai terdapat dalam bentuk glikosida sebanyak %, antara lain genistin, daidzin, dan glisitin (Islam et al., 2014). Genistin, sebagai bentuk glikosida dari genistein, diketahui menunjukkan pengaruh yang serupa dengan genistein terhadap proliferasi sel kanker payudara melalui penelitian secara in vivo (Kwon et al., 2007). Penelitian secara in silico juga telah dilakukan untuk mengetahui beberapa senyawa isoflavon yang berpotensi memiliki aktivitas terhadap RE sebagai biomarker prediktif kanker payudara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa genistein dan genistin memiliki afinitas yang tinggi untuk berikatan dengan RE (Istiyastono dan Yuniarti, 2016). Adanya gugus O-glikosida menjadikan polaritas genistin lebih tinggi dibandingkan genistein. Senyawa dengan polaritas yang tinggi diketahui memiliki permeabilitas sel yang kurang baik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian terhadap aktivitas sitotoksik senyawa genistin secara in vitro untuk mengetahui mekanisme pada penelitian secara in vivo sebelumnya. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang membuktikan aktivitas sitotoksik senyawa genistin terhadap sel T47D sebagai model kanker payudara secara in vitro.

3 3 Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai IC50, yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian terhadap setengah dari total populasi sel. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data valid ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan mengenai aktivitas sitotoksik senyawa glikosida isoflavon. B. Rumusan Masalah 1) Bagaimana pengaruh pemberian senyawa genistin terhadap morfologi sel kanker payudara T47D? 2) Apakah senyawa genistin menunjukkan adanya aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D secara in vitro? C. Tujuan Penelitian 1) Mengetahui pengaruh pemberian senyawa genistin terhadap morfologi sel kanker payudara T47D. 2) Mengetahui aktivitas sitotoksik senyawa genistin terhadap sel kanker payudara T47D secara in vitro. D. Urgensi Penelitian Penelitian ini penting baik bagi mahasiswa, institusi, ilmu pengetahuan, maupun masyarakat. Bagi mahasiswa dan institusi penelitian ini dapat menjadi salah satu sarana peningkatan kualitas penelitian dan menjadi bahan publikasi pada jurnal ilmiah sehingga dapat menambah kekayaan informasi dan menjadi acuan data untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Bagi ilmu pengetahuan,

4 4 penelitian ini menjadi penting karena menjadi sumber informasi dan sumber data yang valid mengenai senyawa isoflavon yang bersifat sebagai agen sitotoksik. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi tambahan sumber informasi mengenai senyawa dengan aktivitas sebagai antikanker payudara. E. Tinjauan Pustaka 1. Kanker Payudara Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan hilangnya fungsi kontrol sel terhadap regulasi daur sel maupun fungsi homeostatis sel pada organisme multiseluler (Lodish et al., 2000). Payudara terdiri dari jaringan duktural, fibrosa yang mengikat lobus-lobus dan jaringan lemak di dalam dan di antara lobus-lobus. Jaringan payudara 85% terdiri dari lemak. Sedikit di bawah pusat payudara dewasa terdapat puting (papilla mamaria), tonjolan yang berpigmen dikelilingi oleh areola (Santi, 2015). Kanker payudara merupakan keadaan malignansi yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada duktus payudara pada umumnya ataupun di lobules dan jaringan lain (Ellis et al., 2003). Kanker payudara menjadi penyebab tertinggi kematian perempuan di dunia (Anonim, 2016). Prevalensi kanker payudara cukup tinggi di Indonesia dengan angka kejadian sebesar 40 per perempuan. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2015, kanker payudara menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian tertinggi akibat kanker di Indonesia. Pada tahun

5 5 2013, kejadian kanker payudara diperkirakan mencapai jiwa (Anonim, 2015). Berkembangnya suatu kanker payudara pada umumnya berhubungan dengan faktor hormonal dan genetik (Crum, 2003). Keadaan mutase sporadik berhubungan dengan paparan hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker umumnya dijumpai pada wanita postmenopause dan overekspresi reseptor estrogen (RE). Overekspresi RE pada 70% kasus kanker payudara menjadikan RE biomarker prediktif utama dari suatu kanker payudara (Levin, 2005). Reseptor estrogen merupakan salah satu anggota reseptor inti yang memperantarai aksi hormon estrogen di dalam tubuh. Estrogen bekerja meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel sistem reproduksi baik pada wanita dan pria. Pada sisi lain, estrogen dapat memicu pertumbuhan, proliferasi dan metastase kanker payudara (Ikawati, 2014). Proses pengikatan hormon estrogen pada RE di membran sel terjadi melalui pembentukan dimer. Setelah hormon berikatan dengan reseptornya, reseptor berpindah ke inti sel dan kemudian reseptor tersebut berikatan ERE (estrogen response element) dan kompleks tersebut akan berikatan dengan koaktivator sehingga faktor transkripsi menjadi aktif kemudian dapat mengubah ekspresi gen. Regulasi transkripsi gen akan menghasilkan suatu protein spesifik yang terlibat dalam fungsi biologis tertentu (Putra et al., 2008). Proses karsinogenesis pada kanker payudara terjadi melalui ikatan estrogen pada RE dengan menstimulasi proliferasi sel-sel payudara yang dapat menimbulkan peningkatan pembelahan sel dan replikasi DNA sehingga menimbulkan mutasi

6 6 (Jordan, 2003). Salah satu titik tangkap pengobatan kanker, khususnya kanker payudara, adalah dengan menghambat aktivitas estrogen pada RE sehingga proliferasi sel dapat dihambat (Molteni et al., 1995). 2. Genistein dan Genistin Genistein (Gambar 1) merupakan suatu senyawa fitoestrogen dan tergolong dalam kelompok isoflavon. Fitoestrogen adalah senyawa yang berperilaku seperti estrogen alami dalam tubuh ketika kadar estrogen kita rendah. Hal ini disebabkan karena fitoestrogen memiliki struktur yang mirip dengan estrogen dalam tubuh. Fitoestrogen mampu berkompetisi dengan estrogen yang berasal dari dalam tubuh kita sehingga estrogen tidak mampu berikatan dengan RE dan proliferasi sel kanker pun dapat dihambat (Mense et.al., 2008). Gambar 1. Struktur Genistein (Mense, 2008) Genistein ditemukan pertama kali pada tahun 1899 dan disintesis pertama kali pada tahun Genistein, yang ditemukan tinggi kandungannya dalam tanaman, utamanya famili Leguminoceae seperti kedelai (Glycine max L.), telah menarik perhatian ilmuan sejak lama. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi kedelai dapat menurunkan insidensi kanker pada populasi dengan ras Asia (Barnes et al., 1990). Hasil studi epidemiologi tersebut kembali diperkuat dengan studi yang

7 7 dilakukan oleh Guha et al. (2009) yang menyatakan wanita yang didiagnosa kanker payudara menunjukkan penurunan risiko ketika mengonsumsi kedelai secara rutin. Studi in vitro terhadap genistein menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki aktivitas sebagai agen kemopreventif, antineoplastik, aktivitas antioksidan, penghambatan proliferasi sel dan angiogenesis (Fotsis et al., 1997). Bouker et al. (2000) menyatakan bahwa genistein berpotensi kuat dalam pencegahan dan pengobatan kanker payudara dikarenakan kemampuan penghambatan proliferasinya. Genistein telah banyak menuai perhatian sehubungan dengan potensinya sebagai antiestrogenik dan kemampuan menghambat beberapa enzim terkait karsinogenesis. Genistein dengan aktivitas antiestrogenik, mampu berkompetisi dengan estrogen yang berasal dari dalam tubuh, sehingga estrogen tidak mampu berikatan dengan RE dan proliferasi sel kanker pun dapat dihambat (Molteni et al., 1995). Gambar 2. Struktur Genistin (Ji et al., 1999) Selain genistein, isoflavon paling besar yang terkandung dalam kedelai antara lain genistin, daidzein, daidzin, glisitein dan glisitin. Genistin merupakan suatu bentuk glikosida dari genistein (Ji et al., 1999). Genistin pertama kali diisolasi pada

8 8 tahun 1931 dari ekstrak methanol kedelai (Walter, 1941). Genistin (Gambar 2) memiliki gugus O-glikosida yang menjadikan genistin memiliki polaritas yang lebih tinggi dibandingkan senyawa aglikonnya yaitu genistein. Genistin sebagai fitoestrogen, seperti halnya genistein, juga menunjukkan adanya pengaruh terhadap proliferasi sel kanker payudara melalui penelitian secara in vivo (Allred, 2001). Penelitian secara in silico juga telah dilakukan untuk mengetahui beberapa senyawa isoflavon yang berpotensi memiliki aktivitas terhadap RE sebagai biomarker prediktif kanker payudara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa genistein dan genistin memiliki afinitas yang tinggi untuk berikatan dengan RE (Istyastono dan Yuniarti, 2016). 3. Sel T47D American Type Culture Collection (2012) menyatakan sel T47D merupakan continous cell line yang diisolasi dari jaringan tumor duktal payudara seorang wanita berusia 54 tahun. Epitelial substrain dari sel T47D yang mengalami diferensiasi, diketahui memiliki cytoplasmic junction dan reseptor terhadap 17-βestradiol, kalsitonin, dan steroid lain seperti glukokrtikoid, prolaktin, progesteron, dan androgen. Sel T47D digunakan secara luas dalam penelitian kanker payudara secara in vitro karena mudah penangannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas, homogenitas tinggi serta mudah diganti dengan frozen stock jika terjadi kontaminasi (Holliday dan Speirs, 2011). Seperti halnya sel kanker payudara MCF-7, sel T47D memiliki ekspresi RE+ hormone dependent breast cancer cell line. Selain responsif terhadap reseptor

9 9 estrogen, sel T47D dalam kondisi pengkulturan normal juga mengekspresikan resptor progesteron secara konstitusif (Holliday dan Speirs, 2011). Sel dapat mengalami kehilangan reseptor estrogen bila mengalami deprivasi estrogen jangka panjang secara in vitro (Schafer et al., 2000). A B Gambar 3. Sel T47D yang Dibiakkan dalam Media Setelah 1 Hari (A) dan 7 Hari (B) (American Type Culture Collection, 2012)

10 10 Sel kanker payudara T47D mengekspresikan protein p53 yang termutasi. Misssence mutation terjadi pada residu 194 (dalam zinc-binding domain, L2), sehingga p53 tidak dapat berikatan dengan respon elemen pada DNA. Hal ini mengakibatkan berkurang bahkan hilangnya kemampuan p53 untuk regulasi siklus sel. Oleh sebab itu, sel T47D seringkali digunakan sebagai model kanker payudara untuk penelitian resistensi obat terinduksi tamoxifen pada pasien dengan mutan p53 (Schafer et al., 2000). Perlakuan terhadap sel T47D dengan suatu senyawa yang memiliki aktivitas sitotoksik akan menyebabkan perubahan morfologi hingga kematian sel T47D. Morfologi sel T47D yang hidup dalam kondisi pertumbuhan optimum akan menyerupai sel epitel seperti pada Gambar Sistem Transpor Membran Sel Membran sel merupakan lapisan yang melindungi inti sel dan sitoplasma, serta membungkus organel-organel di dalam sel. Membran sel memegang peranan penting sebagai lalu lintas molekul dan ion secara dua arah. Komponen penyusun membran sel antara lain adalah fosfolipid, protein, oligosakarida, glikolipid, dan kolesterol (Alberts et al., 2002). Membran sel memiliki bagian kepala polar hidrofilik dengan daya ikat gliserofosforilester yang terdiri dari gliserol, fosfat, dan gugus tambahan seperti kolina, serina dengan dua rantai hidrofobik asam lemak yang membentuk ikatan ester. Membran sel (Gambar 4) berbentuk layar ganda atau double layer dimana masing-masing layar memiliki bagian hidrofobik dan hidrofilik. Oleh karena itu,

11 11 membran sel dikenal dengan sebutan membran lipid bilayer (Alberts et al., 2002). Molekul-molekul yang dapat melewati membran sel antara lain molekul hidrofobik seperti karbon dioksida (CO2) dan oksigen (O2) serta molekul polar yang sangat kecil seperti air dan etanol. Sementara itu, molekul lain seperti ion, substansi hidrofilik, dan molekul polar dengan ukuran besar misalnya glukosa membutuhkan mekanisme khusus agar dapat masuk ke dalam sel (Watson, 2015). Lalu lintas membran terbentuk akibat banyaknya molekul yang masuk dan keluar membran. Lalu lintas membran (Gambar 5) dapat digolongkan menjadi dua, yaitu transpor pasif untuk molekul-molekul yang mampu melalui membran tanpa mekanisme khusus dan transpor aktif untuk molekul yang membutuhkan mekanisme khusus (Watson, 2015). a. Transpor Pasif Gambar 4. Membran Sel (Alberts et al., 2002)

12 12 Transpor pasif merupakan suatu perpindahan molekul menuruni gradien konsentrasinya. Transpor pasif merupakan mekanisme transpor yang tidak memerlukan energi dan terjadi secara spontan. Transpor terjadi akibat perbedaan konsentrasi antara zat dengan pelarutnya. Bergerak dari konsentrasi zat yang lebih tinggi (hipertonis) ke konsentrasi zat yang lebih rendah (hipotonis). Difusi, osmosis, dan difusi terfasilitasi merupakan contoh transpor pasif (Watson, 2015). Difusi merupakan pergerakan acak molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi bertujuan untuk mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat dengan pelarutnya. Selain itu, difusi juga berperan dalam peristiwa pertukaran materi dari suatu sel dengan lingkungannya (Alberts et al., 2002). Kecepatan difusi bergantung pada beberapa aspek, diantaranya adalah: 1) Wujud materi, semakin besar ikatan antar molekul, makin lama difusi terjadi (padat lebih sulit melakukan difusi). 2) Suhu, semakin tinggi suhu, maka ikatan antar molekul akan cepat terputus. Hal itu menyebabkan difusi menjadi cepat. 3) Ukuran molekul, molekul yang berukuran kecil akan lebih mudah untuk melintasi suatu membran dari pada molekul yang besar pada suhu yang sama. 4) Konsentrasi, semakin besar perbedaan konsentrasi antara zat dan pelarutnya, atau perbedaan konsentrasi zat pada dua tempat yang berbeda, menyebabkan semakin besar rata-rata difusinya (Watson, 2015). Difusi terfasilitasi merupakan mekanisme transpor yang dibantu oleh proteinprotein tertentu dalam membran plasma. Protein-protein tersebut membentuk

13 13 struktur menyerupai saluran-saluran, sehingga molekul bisa melintasi membran sel. Beberapa protein ada yang berikatan dengan suatu molekul dan melintasi membran plasma. Bentuk protein yang demikian disebut sebagai protein pembawa (carrier protein). Protein pembawa juga merentangkan membran sel sehingga menyediakan suatu mekanisme untuk pergerakan molekul. Difusi terfasilitasi melibatkan difusi dari molekul polar dan ion melewati membran dengan bantuan protein pembawa. Difusi terfasilitasi juga merupakan transpor pasif karena hanya mempercepat proses difusi dan tidak merubah arah gradien konsentrasi. Kemampuan suatu senyawa untuk menembus membran diukur dengan permeabilitas sel. Permeabilitas sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas (Alberts et al., 2002). Gambar 5. Sistem Transpor Membran Sel (Watson, 2015) Secara umum, senyawa yang mengandung gugus gula akan memiliki polaritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa yang telah mengalami hidrolisis

14 14 menjadi senyawa aglikonnya. Podolak et al. (2010), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dioscin, suatu jenis senyawa saponin, menunjukkan terjadinya penurunan aktivitas sitotoksik secara signifikan dibandingkan senyawa diosgenin yang merupakan senyawa aglikonnya. Dioscin, yang terbentuk akibat asetilasi gugus hidroksi pada senyawa diosgenin, memiliki permeabilitas sel yang kurang baik akibat adanya gugus gula pada senyawa tersebut, sehingga dioscin tidak mudah melintasi membran lipid bilayer. b. Transpor Aktif Transpor aktif merupakan kebalikan dari transpor pasif dan bersifat tidak spontan. Arah perpindahan dari transpor aktif adalah melawan gradien konsentrasi sehingga mekanisme transpor aktif memerlukan energi untuk membawa molekul melawan gradien konsentrasi. Transpor aktif sangat diperlukan untuk memelihara keseimbangan molekul-molekul di dalam sel. Sumber energi untuk transpor aktif adalah ATP (adenosin trifosfat). Transpor aktif hampir sama dengan difusi terfasilitasi, namun berbeda pada protein pembawa (carrier protein). Transpor aktif memerlukan energi agar bisa melakukan transportasi melawan konsentrasi. Contoh protein yang terlibat dalam transpor aktif ialah channel protein dan carrier protein, serta ionophore. Transpor aktif terbagi atas transport aktif primer dan sekunder (Watson, 2015). Transpor aktif primer merupakan jenis mekanisme transpor aktif yang memerlukan energi dalam bentuk ATP secara langsung untuk membawa molekul melawan gradien konsentrasi. Transpor aktif sekunder memiliki energi yang bebas dipakai karena mekanisme ini menggunakan energi secara berkala. Energi yang

15 15 tersimpan dalam mekanisme ini dalam bentuk gradien konsentrasi ion. Pada transpor aktif sekunder, terjadinya bergantung kepada potensi membran yang ada dan bergantung pada adanya transpor aktif sekunder (Watson, 2015). F. Landasan Teori Berkembangnya suatu kanker payudara pada umumnya dijumpai pada wanita postmenopause dan overekspresi ikatan estrogen dengan reseptor estrogen (RE) yang berkaitan dengan faktor genetik dan hormonal. Aktivitas hormon estrogen dalam mengaktivasi RE menyebabkan mutasi atau perusakan DNA-radikal bebas yang akhirnya menyebabkan proliferasi lesi premaligna menjadi suatu maligna. Berbagai penelitian dilakukan sebagai upaya penemuan obat kanker payudara. Salah satu senyawa yang banyak menuai perhatian sehubungan dengan aktivitasnya sebagai antiestrogen adalah senyawa genistein. Genistein dapat bertindak sebagai antiestrogen dengan jalan mencegah terjadinya ikatan estrogen pada RE yang dapat menyebabkan proliferasi berlebih pada keadaan kanker payudara. Sebanyak % isoflavon pada kedelai terdapat dalam bentuk glikosida. Genistin, yang merupakan bentuk glikosida genistein, diketahui memiliki aktivitas serupa dengan genistein dalam mempengaruhi proliferasi sel kanker payudara melalui penelitian secara in vivo, namun polaritas genistin yang lebih tinggi akibat adanya gugus O-glikosida akan menyebabkan permeabilitas genistin kurang baik dibanding senyawa genistein. Penelitian secara in silico menunjukkan bahwa baik genistein maupun genistin dapat membentuk kompleks dengan RE. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian terhadap aktivitas sitotoksik senyawa genistin secara in

16 16 vitro terhadap sel T47D sebagai model kanker payudara. Sel T47D mengekspresikan RE/RP+ dan protein p53 yang termutasi sehingga kemampuan regulasi siklus sel berkurang atau bahkan hilang. Perlakuan terhadap sel T47D dengan suatu senyawa yang memiliki aktivitas sitotoksik akan menyebabkan perubahan morfologi hingga kematian sel T47D. G. Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dihipotesiskan bahwa: 1) Pemberian senyawa genistin terhadap sel kanker payudara T47D secara in vitro tidak menyebabkan perubahan signifikan pada morfologi sel. 2) Senyawa genistin memiliki aktivitas sitotoksik yang sangat lemah dibandingkan dengan senyawa aglikonnya, genistein, pada sel kanker payudara T47D secara in vitro.

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) Riswanto, S. Pd, M. Si SMA Negeri 3 Rantau Utara 3 Gerakan zat melintasi membran sel 3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) A Bagaimana struktur dari membran sel? (Book 1A, p. 3-3) Struktur membran sel dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Kanker dan Kanker Payudara Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas regulasi pertumbuhan sel dan meyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan serta

Lebih terperinci

Transportasi pada Membran Plasma. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

Transportasi pada Membran Plasma. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Transportasi pada Membran Plasma Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Struktur Umum Membran Plasma - Membran plasma terdiri dari dua lapis lemak

Lebih terperinci

MEMBRAN PLASMA. Selaput sel : Bagian dari protoplasma terluar yang membatasi sel dari lingkungan

MEMBRAN PLASMA. Selaput sel : Bagian dari protoplasma terluar yang membatasi sel dari lingkungan 1. SELAPUT SEL MEMBRAN PLASMA 2. SELAPUT SITOPLASMIK Selaput sel : Bagian dari protoplasma terluar yang membatasi sel dari lingkungan Selaput sitoplasmik : Semua selaput yang terdapat dalam sitoplasma,

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL. Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi.

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL. Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi. STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi. 1 SEL Semua mahluk hidup terdiri dari sel-sel yaitu ruangruang kecil berdinding membran berisi cairan kimia pekat

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia. kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia. kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah penderita sekitar 4,3 per 1000 penduduk dengan kanker payudara menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

MEMBRAN SEL DAN TRANSPORT. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt

MEMBRAN SEL DAN TRANSPORT. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt MEMBRAN SEL DAN TRANSPORT Agustina Setiawati, M.Sc., Apt MODEL MEMBRAN Fluid Mosaic Model 1972 Singer & Nicolson : lipid diatur dlm struktur 2 lapis dg protein yg berbeda2 tertanam / menempel pada lipid

Lebih terperinci

- Difusi air melintasi membrane permeabel aktif dinamakan osmosis. Keseimbangan air pada sel tak berdinding Jika suatu sel tanpa dinding direndam

- Difusi air melintasi membrane permeabel aktif dinamakan osmosis. Keseimbangan air pada sel tak berdinding Jika suatu sel tanpa dinding direndam Membrane sel bersifat permeabilitas selektif; artinya memungkinkan beberapa zat untuk menembus membrane tersebut secara lebih mudah daripada zat-zat yang lain Adalah suatu mosaic fluid dari lipid dan protein

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan produk olahannya mengandung senyawa

Lebih terperinci

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA 1629061030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2017 SOAL: Soal Pilihan Ganda 1. Angka yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA. Tim Teaching MK Biofarmasetika

MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA. Tim Teaching MK Biofarmasetika 1 MEMBRAN BIOLOGIS DAN MEKANISME ABSORPSINYA Tim Teaching MK Biofarmasetika 2 Pendahuluan Membran sel adalah lapisan yang memisahkan satu sel dengan sel lainnya serta memisahkan berbagai organel di dalam

Lebih terperinci

FISIOLOGI SEL. TIM PENGAJAR FISIOLOGI MANUSIA Departemen Gizi Masyarakat,FEMA, IPB 2015 Dr. Katrin Roosita_sel 2015

FISIOLOGI SEL. TIM PENGAJAR FISIOLOGI MANUSIA Departemen Gizi Masyarakat,FEMA, IPB 2015 Dr. Katrin Roosita_sel 2015 FISIOLOGI SEL TIM PENGAJAR FISIOLOGI MANUSIA Departemen Gizi Masyarakat,FEMA, IPB 2015 Dr. Katrin Roosita_sel 2015 Sel: unit dasar struktur dan fungsi tubuh. Fungsi organ dan sistem tubuh ditentukan oleh

Lebih terperinci

TRANSPORTASI TRANSMEMBRAN MEMBRAN SEL

TRANSPORTASI TRANSMEMBRAN MEMBRAN SEL 1. Dalam keseharian, seluruh aktifitas biologis, terjadi hubungan antara individu dengan lingkungan 2. Hubungan terjadi dalam bentuk pertukaran zat (cair, padat, gas) 3. Pertukaran zat dari tubuh ke lingkungan,

Lebih terperinci

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor 1. Faktor internal yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan adalah. a. suhu b. cahaya c. hormon d. makanan e. ph 2. Hormon yang termasuk ke dalam jenis hormon penghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada struktur saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Menurut WHO 8-9 % wanita akan mengalami kanker payudara.

Lebih terperinci

BAB 1 PEDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PEDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PEDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas (HKSA) merupakan salah satu aplikasi dari kimia komputasi dan juga bagian yang dipelajari dalam bidang kimia medisinal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan permasalahan yang serius karena tingkat kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. WHO melaporkan kematian akibat kanker diseluruh dunia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular. Kanker menempati posisi kedua

Lebih terperinci

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel A. Pengertian Sel Sel adalah unit strukural dan fungsional terkecil dari mahluk hidup. Sel berasal dari bahasa latin yaitu cella yang berarti ruangan kecil. Seluruh reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh

Lebih terperinci

REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT

REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT Morfologi dan fungsi berbagai tipe sel organisme tingkat tinggi berbeda, misalnya: neuron mamalia berbeda dengan limfosit, tetapi genomnya sama Difenrensiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, penyakit kanker menyebabkan kematian sekitar 8,2 juta orang. Kanker

Lebih terperinci

BIOLOGI SEL. Chapter III Membran dan Dinding Sel

BIOLOGI SEL. Chapter III Membran dan Dinding Sel BIOLOGI SEL Chapter III Membran dan Dinding Sel Fungsinya apa yaaaaa...?? Kira-kira kalau mau masuk permisi dulu?? Mari Merievew Perbedaan Sel Tumbuhan dan Hewan Dinding Sel (Cell Wall) Sebagian besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

Membran biologi. Bagaimana dengan membran sel (membran biologi)? Bersifat tidak larut dalam air Bersifat fleksibel

Membran biologi. Bagaimana dengan membran sel (membran biologi)? Bersifat tidak larut dalam air Bersifat fleksibel Ashfar Kurnia Membran biologi Kehidupan suatu sel berlangsung dalam lingkungan berair. Di dalam dan diluar sel terdapat banyak cairan. Barier seperti apakah yang dapat memisahkan keduanya dengan baik Bersifat

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol karena adanya perubahan abnormal dari gen yang berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman merupakan sumber kekayaan alam yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar kita. Tanaman itu sendiri terdiri dari akar, batang, daun dan biji. Setiap bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Riset Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (Herien, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

THE TOUR CYTOL CYT OGY OGY T : he Study of Cells V sualisasi sualisasi sel sel : :mikroskop meningkatkan n resolusi (jarak (jarak an tar obyek

THE TOUR CYTOL CYT OGY OGY T : he Study of Cells V sualisasi sualisasi sel sel : :mikroskop meningkatkan n resolusi (jarak (jarak an tar obyek THE TOUR Pendahuluan Tubuh manusia 100 trilyun sel 70% berat sel = air 2/3 dari seluruh air tubuh terdapat dalam sel 1/3 di rongga antar sel 67% berat tubuh = air manusia = air yang hidup CYTOLOGY : The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara di Amerika pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) Klasifikasi dari tumbuhan bunga matahari yaitu: Kingdom : Plantae (tumbuhan) Super divisi : Spermatophyta (mengahsilkan biji)

Lebih terperinci

BIOLOGI SEL. Chapter IV Sifat Membran Plasma (Transportasi pada Membran)

BIOLOGI SEL. Chapter IV Sifat Membran Plasma (Transportasi pada Membran) BIOLOGI SEL Chapter IV Sifat Membran Plasma (Transportasi pada Membran) Membran Molekul Besar Molekul Kecil Gas ION Ingat Fungsi Protein Transmembran?? Manakah Fungsi Transmembran pada Kasus Ini?? Sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker merupakan penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit terminal (Sudiana, 2011). Kanker menjadi penyebab kematian terbesar di dunia, sebanyak 7,6 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedelai di Indonesia semakin meningkat seiring kesadaran masyarakat akan peran

BAB I PENDAHULUAN. kedelai di Indonesia semakin meningkat seiring kesadaran masyarakat akan peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max) termasuk dalam kelompok Leguminaceae yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Asia khususnya di Indonesia. Permintaan komoditas kedelai di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena kanker dan 65% di antaranya terjadi di negara miskin dan

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu hasil bumi yang sangat dikenal di Indonesia. Kedelai yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies, yaitu, kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang

Lebih terperinci

TRANSPORTASI. Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA Kupang, 2015

TRANSPORTASI. Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA Kupang, 2015 TRANSPORTASI LINTAS SEL Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA Kupang, 2015 Materi Kuliah Biologi Dasar. Jurusan Biologi FST Universitas Nusa Cendana. 2015 Tujuan Transportasi Lintas Membran Ukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. payudara. Kanker ini bisa tumbuh dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan

I. PENDAHULUAN. payudara. Kanker ini bisa tumbuh dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker ini bisa tumbuh dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel ke dalam populasi jaringan

Lebih terperinci

HIRARKI ORGANISASI MATERI BENDA HIDUP

HIRARKI ORGANISASI MATERI BENDA HIDUP HIRARKI ORGANISASI MATERI BENDA HIDUP Unsur Biosfer Biomolekul Komunitas Biomembran dan organel Populasi Sel Jaringan Organ Individu Atom (proton, neutron dan elektron) molekul sederhana makro molekul

Lebih terperinci

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Sel disusun oleh berbagai senyawa kimia, seperti karbohidrat, protein,lemak, asam nukleat dan berbagai senyawa atau unsur anorganik.

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional. Umum. Khusus

Tujuan Instruksional. Umum. Khusus MEMBRAN SEL Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa FK USU semester 1 akan dapat menjelaskan struktur dan fungsi membran serta protein membran dan hubungannya dengan reseptor. Khusus Mahasiswa akan dapat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh : 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkendali, yang dapat menyerang dan menyebar ke tempat yang jauh dari tubuh. Kanker dapat menjadi penyakit yang parah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit multifaktorial yang timbul dari tidak seimbangnya protoonkogen, antionkogen, gen yang mengendalikan apoptosis, dan gen yang mengatur perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat sebagai obat. Banyak tanaman yang terdapat di alam selalu digunakan sebagai obat, karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali sehingga dapat mneyebabkan kematian

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

organel yang tersebar dalam sitosol organisme

organel yang tersebar dalam sitosol organisme STRUKTUR DAN FUNGSI MITOKONDRIA Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang tersebar dalam sitosol organisme eukariot. STRUKTUR MITOKONDRIA Ukuran : diameter 0.2 1.0 μm panjang 1-4 μm mitokondria dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker merupakan suatu jenis penyakit berupa pertumbuhan sel yang tidak terkendali secara normal. Penyakit ini dapat menyerang semua bagian organ tubuh dan dapat menyebabkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN FORMULA SARI TEMPE TERPILIH Penentuan formula sari tempe terpilih dilakukan berdasarkan hasil uji rating hedonik. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa terdapat

Lebih terperinci

III. SINYAL TRANSDUKSI

III. SINYAL TRANSDUKSI III. SINYAL TRANSDUKSI III.a. pengantar jalur sinyal Sel-sel mengatur aktivitasnya utk beradaptasi dg perubahan kondisi lingkungan Organisme yg hidup bebas (spt ragi dan bakteri) merespon perubahan suhu,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan oleh tubuh bermacammacam fungsi, lain untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi lemak dalam plasma. Kelainan fraksi lemak yang utama adalah kenaikan

Lebih terperinci

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP S E L Suhardi, S.Pt.,MP Foreword Struktur sel, jaringan, organ, tubuh Bagian terkecil dan terbesar didalam sel Aktivitas metabolisme sel Perbedaan sel hewan dan tumbuhan Metabolisme sel Fisiologi Ternak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kondisi kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Seseorang dengan BMI 30 dikategorikan sebagai obesitas (WHO, 2014). Obesitas dapat

Lebih terperinci

ABSTRAK. di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah

ABSTRAK. di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah ABSTRAK Menurut WHO, kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah satu jenis kanker yang tingkat kejadiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kanker adalah pertumbuhan dan perkembangan sel yang tidak normal, yang tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel tumbuhan adalah unit struktural, fungsional, dan fundamental terkecil suatu tumbuhan. Di dalam sel tumbuhan terdapat dinding sel, membran sel, inti, dan organelnya.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang

BAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang 1 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai efek antifungi ekstrak etanolik seledri (Apium graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan salah satu jenis tanaman polong-polongan (golongan Leguminoceae). Terdapat dua spesies kedelai yang biasa dibudidayakan, yaitu kedelai putih

Lebih terperinci

HKSA DENGAN SIFAT MEMBRAN SEL

HKSA DENGAN SIFAT MEMBRAN SEL HKSA DENGAN SIFAT MEMBRAN SEL Proses absorpsi dan distribusi obat Absorpsi Distribusi m.b. m.b. m.b. (membran biologis) Reseptor O O O O + R (OR) Obat + + + Kompleks Respons biologis P P P (Protein) (OP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma merupakan kelainan yang ditandai lesi makula hiperpigmentasi pada kulit yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, leher, atau lengan. Melasma masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

Gb. 5.12. STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72)

Gb. 5.12. STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72) Gb. 5.12. STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72) Rumus Umum Asam Amino (Campbell, 1999: 73) H H O N C C H R OH GUGUS AMINO GUGUS KARBOKSIL Tabel 5.1 Gambaran Umum Fungsi Protein (Campbell, 1999: 74) JENIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Payudara 1. Pengertian a. Payudara Payudara yang dalam bahasa latin disebut mamma adalah organ tubuh bagian atas dada dari spesies mamalia berjenis kelamin betina, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir, Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih menjadi epidemik dalam dunia kesehatan. Cara hidup modern memicu faktor risiko PJK. PJK merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kosmetik. Jenis biota laut di daerah tropis Indonesia diperkirakan 2-3 kali lebih

BAB I PENDAHULUAN. kosmetik. Jenis biota laut di daerah tropis Indonesia diperkirakan 2-3 kali lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bagian dari wilayah Indopasifik, yang merupakan salah satu pusat keanekaragaman biota laut yang terbesar di dunia. Sumber daya biota laut tersebut

Lebih terperinci