STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA"

Transkripsi

1 STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA DISERTASI Oleh Waluyo Subagyo P SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 A B S T R A K Status Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de Man) Di Perairan Cilacap Dan Sekitarnya Serta Usulan Pengelolaannya. Dibimbing oleh John Haluan, Daniel R. Monintja dan Bambang Sadhotomo. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun pola pemanfaatan dan pola pengelolaan untuk mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di perairan Cilacap dan sekitarnya secara berkelanjutan. Penelitian dilaksanakan di perairan Cilacap dan sekitarnya pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2002 Evaluasi potensi sumber daya udang jerbung menggunakan model surplus produksi dengan menganalisis homogenitas udang, parameter laju pertumbuhan, kematian, panjang maksimum dan panjang udang masuk daerah penangkapan. Evaluasi pengelolaan dilakukan dengan mengacu pada teori teori pengelolaan sumber daya udang yang disesuaikan dengan kondisi perairan dan situasi pemanfaatan sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya serta pengembangan pemanfaatan yang optimum pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan udang jebung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan bagian timur tidak homogen, sehingga dalam pengelolaan udang jerbung tidak dapat disatukan dan harus dipisah antara perairan bagian barat dengan bagian timur. Pemanfaatan sumber daya udang berdasarkan analisis hasil udang per satuan upaya dengan jumlah upaya penangkapan di perairan barat dan perairan timur padat tangkap dan perlu dikurangi upaya penangkapan yang ada. Pemanfaatan sumber daya udang berdasarkan analisis biologi udang yang tertangkap mendekati padat tangkap, sehingga tidak dikeluarkan izin penangkapan baru untuk alat tangkap trammel net dan diikuti dengan pemantauan lebih intensif di lapangan. Jika hasil pemantauan tersebut sudah padat tangkap maka digunakan analisis hasil udang per satuan upaya dengan jumlah upaya penangkapan di perairan tersebut dengan pengaturan pemanfaatan menggunakan batasan yang kecil yaitu MSY dan f optimum udang jerbung. Untuk memperoleh pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang optimum di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dialokasikan 475 buah motor tempel Pangandaran Ciamis dan 10 buah kapal motor Cilacap. Untuk perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dialokasikan 52 buah motor tempel Gombong, 113 buah motor tempel Cilacap, 235 buah kapal motor berukuran kurang dari 10 GT dan 88 buah kapal motor berukuran GT tetapi untuk kapal motor ukuran GT dan diatas 30 GT tidak diperbolehkan beroperasi di perairan tersebut. Simulasi alokasi upaya penangkapan optimum tersebut dengan uji deviasi ternyata merupakan alokasi optimum yang terbaik dan akan mengoptimumkan pemanfaatan yang berkelanjutan dalam aspek produktivitas dan aspek usaha penangkapan. Pengurangan kapal motor alat tangkap trammel net tersebut dialihkan ke alat tangkap gillnet untuk menangkap ikan pelagis. Untuk mengendalikan pemanfaatannya dalam rangka menjaga kelestarian udang jerbung diperairan tersebut disarankan kerjasama antara PEMDA Ciamis, Cilacap dan Kebumen dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama diantara PEMDA tersebut mengenai pengaturan jumlah upaya penangkapan, pengaturan restribusi hasil penangkapan ikan di laut, pengaturan perairan Plawangan dan kegiatan pengawasan pemanfaatan dilapangan.

3 ABSTRACT Waluyo Subayo. The exploitation state of banana prawn (Penaeus merguiensis de Man) in Cilacap and its adjacent waters and propose manajement Under the direction of John Haluan, Daniel R. Monintja and Bambang Sadhotomo. This research has the purposes to optimize the exploitation of the banana prawn (Penaeus merguiensis de Man) in Cilacap and its adjacent waters, and to propuse a sustainable resources management on banana prawn, adjusted to the the field situation and condition. This research was performed in Cilacap waters from August to December Evaluation of banana prawn resources potential was conducted using surplus production model, homogeneity analysis, growth rate, mortality rate, the optimum length to catch. The evaluations is referred to banana prawn management, adapted to the water condition and the level of banana prawn resources exploited in Cilacap and its adjacent waters. The result showed that the growths of banana prawn in the western and eastern part of Cilacap waters were significantly different. Therefore, the management of the resources must be separated. According to the CPUE analysis, the shrimp resource is already fully exploited, either in the western part or the eastern part of Cilacap waters, so the effort has to be decreased. Biological analysis so that the utilization of the shrimp resource is on the level of nearly fully exploited. For this level, new fishing license for trammel net should not be issued and intensive monitoring should be conducted. If the monitoring result showed the stage of fully exploited, the utilization has to be controlled with the minimum limitation, namely the MSY and f optimum. For utilizing the banana prawn resource in the western part of Cilacap water, optimally, it is allocated 475 units for the Ciamis outboard engine boats and 10 units for the Cilacap vessels (inboard boats). For the eastern part, it is allocated 52 units of the Gombong outboard engine boats, 113 units of the Cilacap outboard engine boat, 235 units the vessel with the size less than 10 GT, and 88 units of the GT vessels. However, the 20 GT vessels should not be permi tted i n this area. T he si mul ati on of such optimal allocation produces the best result for the sustainable utilization of the shrimp resources. The eliminated trammel net fishing unit is suggested to be changed to the gillnet fishing unit for the pelagic species. To control the exploitation of banana prawn, it is suggested thad the number of fishery activities in Cilacap waters. The cooperation among Ciamis, Cilacap and Kebumen local government has to be strengthen by issuing the cooperation memorandum regarding the regulation of fishing efforts, regulation of fishery retributions, regulation of Plawangan, and monitoring the banana prawn resources exploitation on the field.

4 STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA Oleh Waluyo Subagyo P Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5 JUDUL DISERTASI : STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA Nama : Waluyo Subagyo Nomor Pokok : P Program Studi : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Ketua Prof. Dr. Daniel R. Monintja Anggota Dr. Ir. Bambang Sadhotomo, MS. Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Daniel R. Monintja Prof. Dr. Ir. Hj. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal ujian : 28 Februari 2005 Tanggal lulus :

6 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Status Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de Man) Di Perairan Cilacap Dan Sekitarnya Serta Usulan Pengelolaannya adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, April 2005 Waluyo Subagyo Nrp. P

7 RIWAYAT HIDUP Waluyo Subagyo lahir di Semarang pada tanggal 19 Nopember 1955 dan anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Moesain (alm) dan Ibu Kartini (alm) serta penulis menikah dengan Ir. Murhandayani MM pada tahun 1984 dan dikarunia satu anak perempuan bernama Astri Widyanitya. Penulis meraih gelar Sarjana Perikanan dari Universitas Diponegoro pada Tahun 1981 dan Magister Sains dari Universitas Indonesia pada Tahun Pada Tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Doktor di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan. Penulis mulai bekerja di pemerintahan pada Tahun di Direktorat Bina Sumber Hayati Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian dan kemudian pada Tahun 2000 di Direktorat Pencemaran Pesisisr Dan Laut BAPPEDAL. Kemudian penulis mulai tahun 2000 bekerja di Direktorat Pengembangan Kapasitas Kelembagaan pada Departemen Eksplorasi Laut Dan Perikanan pada Tahun 2000 yang kemudian berubah menjadi Departemen Kelautan Dan Perikanan pada Tahun Beberapa pendidikan singkat yang telah dilalui penulis antara lain National Training Course on Fish Stock Assessment FAO/DANIDA di Semarang tahun 1984, Training Course on Principles of Coastal Resources Management ICLARM di Jakarta dan Cilacap Tahun 1988 serta Training Program on Marine Resources Management with Special Emphasis on the Resources of The EEZ di Dalhousie University Halifax Canada pada tahun 1989.

8 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kekhadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian adalah Status Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de Man) Di Perairan Cilacap Dan Sekitarnya Serta Usulan Pengelolaannya dan penelitian di lapangan berlangsung pada bulan Agustus sampai bulan Desember Pada kesempatan ini penulis ingin menyampakan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan peluang kepada kami untuk melanjutkan pendidikan di Program Doktor Sekolah Pasca Sarjana Institut Peranian Bogor serta rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan desertasi ini terutama kepada : 1. Bapak Direktur Jenderal Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dan Pemasaran Departemen Kelautan Dan Perikanan beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan peluang kepada kami untuk dapat melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Institut Pertanian Bogor. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan selaku ketua komisi pembimbing dalam mengarahkan dan membimbing serta perhatiannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja selaku anggota komisi pembimbing dalam mengarahkan dan membimbing serta perhatiannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 4. Bapak Dr. Ir. Nurzali Naamin APU (alm) selaku anggota komisi pembimbing dalam mengarahkan dan membimbing serta perhatiannya dalam mempersiapkan proposal karya ilmiah ini. 5. Bapak Dr. Ir. Bambang Sadhotomo selaku anggota komisi pembimbing (pengganti Bapak Dr. Ir. Nurzali Naamin APU alm) dalam mengarahkan dan membimbing serta perhatiannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 6. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Bapak Ketua Program Studi Teknologi Kelautan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Institut Pertanian Bogor serta staf pengajar Program Studi Teknologi Kelautan yang telah memberi dan memperkaya bekal ilmu dan wawasan kami.

9 7. Bapak Suprapto pegawai Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Cilacap, Bapak Ngusman pegawai Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Kebumen serta Bapak Hamdan pegawai Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Ciamis yang telah membantu dalam pengumpulan data dan informasi di lapangan. 8. Istri dan anakku tercinta (Ir. Murhandayani MM dan Astri Widyanitya) atas segala perhatian, pengorbanan, doa dan kasih sayang kepada kami dalam menyelesaikan pendidikan di Program Doktor Institut Pertanian Bogor. 9. Semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan pendidikan di Progran Doktor Institut Pertanian Bogor.

10 Penulis menyadari bahwa desertasi ini masih belum sempurna dan memiliki kekurangan kekurangan dan untuk itu penulis mengharapkan adanya saran untuk penyempurnaan disertasi ini. Bogor, April 2005 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman : Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran i iii v vii ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Penelitian 13 2 TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Udang Daerah Penangkapan Udang Pemanfaatan Sumber Daya Udang Pengelolaan Sumber Daya Udang 23 3 METODOLOGI PENELITIAN Waktu Penelitian Metode Pengumpulan data Metode Analisis 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Situasi Pemanfaatan Sumber Daya Udang Jerbung Pengelolaan Sumber Daya Udang Jerbung Pemanfaatan Sumber Daya Udang Jerbung KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 147 DAFTAR PUSTAKA 149 LAMPIRAN 155

12 DAFTAR TABEL Tabel Halaman : 1 Beberapa hasil penelitian udang penaid di perairan Cilacap dan 4 Sekitarnya sebelum tahun Produksi udang dan jumlah kapal trammel net serta CPUE di 7 Perairan Cilacap dan sekitarnya 3 Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di 46 laut para nelayan Kabupaten Kebumen pada tahun Perkembangan produksi hasil tangkapan di laut daerah Kebumen 47 pada tahun Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap trammel 48 net serta produksi udang jerbung yang didaratkan di Kebumen pada tahun Perkembangan perahu/kapal trammel net serta produksi udang 50 udang jerbung para nelayan Gombong Kebume pada tahun Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut 51 nelayan Kebumen pada tahun Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di 55 Kabupaten Ciamis pada tahun Perkembangan produksi hasil tangkapan di laut daerah Ciamis 56 pada tahun Perkembangan kegiatan penangkapan udang nelayan Ciamis 58 pada tahun Perkembangan kapal trammel net dari Cilacap yang beroperasi 61 di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan produksi udang pada tahun Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap jaring 63 apong nelayan Ciamis yang beroperasi di perairan Segara Anakan serta Produksi udang jerbung pada tahun Perkembangan jenis alat tangkap di Cilacap pada tahun Jumlah kapal ikan per jenis ukuran dan alat tangkap di Cilacap 69 pada tahun Perkembangan produksi perikanan laut di Cilacap pada tahun Perkembangan kapal trammel net di Cilacap pada tahun Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan trammel 75 net di Cilacap pada tahun Perkembangan produksi total udang hasil tangkapan trammel 76 net di Cilacap pada tahun

13 19 Perkembangan armada penangkapan dan jaring apong nelayan 78 Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan serta produksi udang jerbung pada tahun Ukuran udang jerbung yang didaratkan di Ciamis, Cilacap dan 88 Gombong Kebumen 21 Perkembangan perahu motor tempel trammel net standar yang 90 beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (Teluk Maurits) dan produksi udang jerbung pada tahun Perkembangan perahu motor tempel trammel net standar yang 93 beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (Teluk Maurits) dan produksi total udang pada tahun Perkembangan kapal trammel net standar yang beroperasi 96 di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan produksi udang jerbung pada tahun Perkembangan kapal ikan trammel net standar yang beroperasi 98 di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan produksi total udang pada tahun MSY dan f optimum di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian 101 Barat dan bagian timur 26 Perkembangan jaring apong dan produksi udang jerbung di 104 perairan Segara Anakan pada tahun Penyebaran dan frequensi masing-masing kelas ukuran panjang 108 total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya 28 Penyebaran nilai tengah panjang total udang jerbung pada setiap 113 kelompok 29 Analisis penentuan parameter pertumbuhan berdasarkan nilai 115 tengah panjang total udang jerbung dengan menggunakan metoda Gulland and Holt (1967) 30 Nilai parameter pertumbuhan udang jerbung di perairan Cilacap 117 dan sekitarnya 31 Analisis penentuan parameter pertumbuhan berdasarkan nilai 118 tengah panjang total udang jerbung dengan menggunakan metoda Von Bartalanfly dalam Gulland and Holt (1967) 32 Stimulasi nilai nilai Lc pada kurva Y/R Hasil survey laut di perairan Cilacap dan sekitarnya 124

14 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman : 1 Perairan Cilacap dan sekitarnya 12 2 Diagram alir kerangka penelitian 14 3 Gambar udang jerbung 16 4 Daur hidup udang jerbung 17 5 Arus musim barat 40 6 Arus musim timur 41 7 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) yang 45 digunakan para nelayan kebumen yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya 8 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) 54 yang digunakan para nelayan Pangandaran Ciamis yang beroperasi di perairan Teluk Maurits 9 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) 54 yang dignakan para nelayan Kalipucang Ciamis yang beroperasi di perairan Segara Anakan 10 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu compreng dan 66 kapal ikan) yang digunakan para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Cilacap dan Sekitarnya 11 Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) 77 yang digunakan para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan 12 Hubungan antara jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net 92 serta produksi udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (perairan Teluk Maurits) 13 Hubungan antara jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net 94 serta produksi total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (perairan Teluk Maurits) 14 Hubungan antara jumlah kapal dan CPUE kapal trammel net 97 serta produksi udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur 15 Hubungan jumlah kapal kapal dan CPUE kapal trammel net 99 serta produksi total udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur 16 Hubungan panjang dan berat udang jerbung di perairan Cilacap 107 Cilacap dan sekitarnya 17 Penyebaran dan frequensi masing masing kelas ukuran panjang 109 total udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya 18 Pergeseran nilai tengah panjang total udang jerbung di perairan 114 Cilacap dan sekitarnya 19 Hubungan pertambahan panjang dengan panjang total untuk 116

15 penentuan L menggunakan metode Gulland and Hol t (1967) 20 Hubungan pertambahan panjang dengan panjang total untuk 119 penentuan to menggunakan persamaan Von Bartalanfy yang diacu dalam Gulland and Holt (1967) 21 Length converted catch curve Kurva Y/R dengan nilai Lc yang berbeda Diagram isopleth udang jerbung di perairan Cilacap dan 122 Sekitarnya

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman : 1 Data curah hujan dan angin di Cilacap dan sekitarnya tahun Jumlah trip trammel net dan produksi udang jerbung di 157 Argopeni Gombong 3 Perkembangan kapal trammel net dan jumlah trip serta 158 produksi udang jerbung dan CPUE trammel net di Ciamis 4 Analisis kapal trammel net Cilacap di Pangandaran Ciamis Perkembangan kapal trammel net Cilacap Analisis morphometrik udang jerbung di perairan Cilacap 169 dan sekitarnya 7 Analisis kapal trammel net standar di Perairan Cilacap dan 174 sekitarnya bagian barat (Teluk Maurits) 8 Analisis upaya penangkapan dan hasil penangkapan kapal 175 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (Teluk Maurits) 9 Perhitungan kapal trammel net standar di perairan Cilacap 176 dan sekitarnya bagian timur 10 Analisis upaya penangkapan dan hasil penangkapan kapal 179 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur 11 Analisis pendapatan alat tangkap trammel net Perkembangan jaring apong di perairan Segara Anakan Data panjang dan berat udang jerbung di perairan Cilacap 184 dan sekitarnya 14 Analisis goal programming untuk alokasi optimum kapal 205 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (Teluk Maurits) (Skenario 1) 15 Analisis goal programming untuk alokasi optimum kapal 206 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat (Teluk Maurits) (Skenario 2) 16 Analisis goal programming untuk alokasi optimum kapal 207 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur (Skenario 1) 17 Analisis goal programming untuk alokasi optimum kapal 208 trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur (Skenario 2) 18 Simulasi upaya penangkapan optimum dengan uji deviasi Analisis pendapatan kapal motor berukuran GT dan 244 diatas 30 GT dengan alat tangkap trammel net dan gillnet

17 20 Gambar alat tangkap jaring apong 21 Gambar alat tangkap trammel net Gambar alat tangkap gillnet 246

18 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang adalah merupakan komoditas unggulan perikanan Indonesia karena tingginya nilai atau harga udang dan terus meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Permintaan pasar akan produksi perikanan Indonesia, terutama pasar luar negeri (ekspor) menurut Saragih (2001) diperkirakan semakin meningkat di masa yang akan datang karena menguatnya keyakinan masyarakat internasional terhadap keunggulan nutrisi ikan, termasuk udang. Jenis udang unggulan tersebut pada umumnya adalah jenis udang penaeid, dan salah satu jenis udang penaeid adalah udang jerbung atau udang putih (Penaeus merguiensis de Man). Udang penaeid sebagai komoditas perikanan unggulan menurut Garcia dan Le Reste (1981) karena udang penaeid tersebut adalah salah satu sumber daya alam dunia yang sangat menguntungkan karena nilai atau harganya tinggi dan permintaan pasar yang kuat. Permintaan udang di pasar internasional dari tahun ke tahun yang terus meningkat dan hal ini juga terlihat dengan meningkatnya ekspor udang Indonesia dari tahun ke tahun. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2001a) mengemukakan bahwa ekspor udang Indonesia pada periode tahun mengalami rata - rata peningkatan sebesar 3,72 % setiap tahun. Ekspor udang Indonesia pada tahun 1990 sebesar ton meningkat menjadi ton pada tahun Situasi meningkatnya ekspor udang tersebut di atas juga diikuti dengan meningkatnya produksi udang di Indonesia dan menurut Direktorat Jenderal Perikanan

19 Budidaya (2001b) dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2001) menyatakan bahwa rata - rata peningkatan produksi udang adalah sebesar 4,31 % setiap tahun. Produksi udang pada tahun 1990 sebesar ton dan meningkat menjadi ton pada tahun 1999, dimana produksi udang tersebut sebagian besar atau 63,20 % masih berasal dari kegiatan penangkapan di laut. Udang hasil tangkapan di laut perairan Indonesia terdiri dari beberapa jenis udang, termasuk udang penaeid. Menurut Dall et al. ( 1990) jenis udang penaeid yang ada di perairan Indonesia termasuk jenis udang penaeid Sub-region Indo-Malaysian pada region Indo-West Pacific yang jumlahnya sebanyak 85 species. Jenis udang yang terdapat di Indonesia menurut Naamin et al. (1992) sebanyak 83 jenis udang dan salah satu di antaranya adalah udang jerbung atau udang putih (Penaeus merguiensis de Man) yang banyak tertangkap di perairan Indonesia. Daerah penyebaran udang, termasuk udang jerbung di perairan Indonesia menurut Naamin (1979) adalah di perairan sepanjang pantai barat Sumatera, Selat Malaka, pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, pantai selatan Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Teluk Bintuni, Kepulauan Aru dan Laut Arafura. Penyebaran udang di perairan selatan Jawa menurut Naamin dan Sudrajat (1973) adalah di perairan sepanjang pantai dari Pengandaran (Ciamis Jawa Barat), Teluk Penyu Cilacap dan Karang Bolong Gombong (Jawa Tengah) sampai Selatan Yogyakarta dan Pacitan (Jawa Timur). Produksi udang jerbung hasil tangkapan dari laut perairan Indonesia tersebut pada periode waktu tahun menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2001) rata - rata meningkat 4,88 % setiap tahun. Produksi udang dari laut tersebut pada tahun

20 1990 sebesar ton dan meningkat menjadi ton pada tahun Peningkatan produksi udang jerbung dari laut tersebut diatas juga terjadi pada penangkapan udang jerbung di Perairan Cilacap dan sekitarnya meningkat dari 264 ton pada tahun 1990 menjadi 535 pada tahun 1999, tetapi rata rata peningkatan tersebut sebesar 0,16 % setiap tahun. Produksi udang meningkat pada tahun 1992 sebesar 522 ton dan 1994 sebesar 532 ton dan kemudian pada tahun tahun selanjutnya menurun dan meningkat lagi pada tahun 1998 dan tahun 1999 menjadi 515 ton dan 535 ton. Kegiatan pemanfaatan (penangkapan) sumber daya udang penaeid, termasuk udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sudah dilakukan sejak lama. Alat tangkap trawl mulai digunakan di daerah ini pada tahun 1971 sebanyak 13 buah kapal dan meningkat menjadi 122 buah kapal pada tahun 1972 serta kemudian berkembang dengan pesat menjadi 184 kapal pada tahun 1978 (Subagyo, 1981). Peningkatan jumlah trawl tersebut menurut Naamin (1979), Subagyo (1981) dan Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) diikuti dengan peningkatan produksi udang penaeid di Cilacap yaitu dari ton pada tahun 1973 meningkat menjadi ton pada tahun Perkembangan pemanfaatan sumber daya udang, terutama sumber daya udang penaeid di perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut berdasarkan hasil penelitian Van Zalinge and Naamin (1975), Nurhaya (1978), Naamin (1979) dan Subagyo (1981) mengemukakan bahwa pemanfaatannya sudah intensif dan jumlah kapal penangkapan udang (trawl) yang beroperasi di perairan tersebut pada tahun 1973 sudah melebihi daya tampung perairan atau sudah padat tangkap sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.

21 Tabel 1. Beberapa hasil penelitian udang penaeid di perairan Cilacap dan sekitarnya sebelum Tahun P E N E L I T I INDIKATOR Van Zalinge Nurhaya Naamin Subagyo and Naamin (1978) (1979) (1979) (1975) M S Y Ton / tahun Upaya optimal KB 940 KB KB KB (buah kapal) KT 78 KT KT Produksi 2.910, , , , , , , ,6 ( ton ) Jumlah upaya KB * KB ** KB * KB *** yang ada (1973) (1973) (1973) (1973) Status padat padat padat Padat Pemanfaatan tangkap tangkap tangkap Tangkap Periode Data Daerah perairan bagian perairan bagian perairan bagian perairan bagian Penangkapan barat dan timur barat dan timur barat dan timur barat dan timur Keterangan : KB : Kapal Bulan KT : Kapal Tahun MSY : Maximum Sustainable Yield (potensi lesatari) * : data kapal ikan Cilacap dan Pangandaran Ciamis ** : data kapal ikan Cilacap *** : data kapal ikan Cilacap, Pangandaran Ciamis dan Gombong Kebumen. Hasil evaluasi sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana diuraikan diatas pada periode waktu sebelum tahun 1980 yang alat tangkap trawl masih diperbolehkan beroperasi menyatakan bahwa evaluasi sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya mulai tahun 1973 sudah padat tangkap. Untuk hasil evaluasi sumber daya udang pada periode tahun 1990 waktu alat tangkap trawl tidak diperbolehkan beroperasi di perairan Indonesia, termasuk perairan Cilacap dan

22 sekityarnya dengan hasil evaluasi pemanfaatan sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Naamin dan Sumiono (1989) menyatakan bahwa produksi udang hasil tangkapan dari perairan Cilacap dan sekitarnya pada tahun 1983 mencapai 1937 ton masih dibawah pengusahaan maksimum lestari (MSY). Demikian pula hasil evaluasi Proyek Pengembangan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) menyatakan pemanfaatan sumber daya udang dalam taraf berkembang dan masih kemungkinan untuk dikembangkan lagi. Sejak tahun 1980 penggunaan alat tangkap trawl mulai dilarang dioperasikan di perairan Indonesia, termasuk perairan Cilacap dan sekitarnya. Untuk menggantikan alat tangkap trawl tersebut Direktorat Jenderal Perikanan melalui Balai Pengambangan Penangkapan Ikan di Semarang sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan mengupayakan dan melakukan uji coba beberapa jenis alat tangkap sebagai pengganti alat tangkap trawl tersebut. Berdasarkan hasil uji coba tersebut, Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (1993) mengusulkan dan memberikan beberapa jenis alat tangkap sebagai alternatif pengganti alat tangkap trawl, antara lain alat tangkap trammel net sebagai paket teknologi untuk menangkap udang di laut. Pergantian alat tangkap trawl dengan alat tangkap trammel net ini mengakibatkan terjadinya penurunan produksi udang hasil tangkapan di laut, termasuk produksi udang hasil tangkapan di Perairan Cilacap dan sekitarnya. Produksi udang hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya pada tahun 1984 mengalami penurunan menjadi 876 ton dan produksi udang hasil tangkapan dari laut yang tertinggi terjadi pada tahun 1987 yaitu sebesar ton yang masih dibawah produksi udang hasil tangkapan dari laut pada waktu masih menggunakan alat tangkap trawl. Hal ini menurut Naamin dan Martosubroto

23 (1984) dan Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) disebabkan karena alat tangkap trammel net sebagai alat tangkap pengganti trawl tidak seefektif alat tangkap trawl.

24 1.2 Permasalahan Permasalahan pemanfaatan. (1) Hasil per upaya penangkapan (CPUE) Pada periode waktu sesudah tahun 1980 dengan dilarangnya pengoperasian alat tangkap trawl di laut, maka mulai berkembang penggunaan alat tangkap trammel net untuk menangkap udang di perairan cilacap dan sekitarnya sebagai pengganti alat tangkap trawl yang dilarang, dimana pada awal pengoperasian alat tangkap trammel net ini jumlahnya sedikit dan meningkat pada tahun tahun berikutnya. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan melalaui Proyek Pengembangan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) menyatakan bahwa kenaikkan jumlah alat tangkap trammel net masih diikuti dengan kemaikkan CPUE trammel net tersebut sampai pada tahun Jumlah trammel net pada tahun 1984 sebesar boat days dengan CPUE sebesar 48,4 kg dan meningkat menjadi boat days dengan CPUE sebesar 53,4 kg pada tahun Untuk periode waktu tahun selanjutnya pada tahun jumlah trammel net mengalami kenaikan tetapi CPUE trammel net mengalami penurunan. Jumlah trammel net pada tahun 1987 dan tahun 1988 meningkat menjadi boat days dan boat days dengan CPUE mengalami penurunan menjadi 34,9 kg pada tahun 1987 dan 42,0 kg pada tahun Situasi perkembangan penggunaan trammel net untuk menangkap udang di perairan Cilacap dan sekitarnya pada periode waktu sesudah tahun 1986 berdasarkan data Statistik Perikanan pada periode waktu tahun (Direktorat Jenderal Perikanan 1988, 1989, 1990, 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, 1996, 1997, 1998, 1999 dan 2000) serta Statistik Perikanan Tangkap tahun 1999 (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2001)

25 mengemukakan bahwa kenaikkan jumlah trammel net yang digunakan untuk menangkap udang di perairan Cilacap dan sekitarnya tidak diikuti dengan kenaikkan CPUE trammel net dan bahkan CPUE trammel net mengalami penurunan dan perkembangannya dapat di lihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi udang dan jumlah kapal trammel net serta CPUE di perairan Cilacap dan sekitarnya. Tahun Produksi Udang ( ton ) Kapal C P U E ( kg ) U. Jerbung U. Dogol U. Lain Total ( unit ) U. Jerbung Total , , , , , , ,4 1, , , , , , , ,9 279, , , , , , , , , , , , ,3 Sumber : Statistik Perikanan Tahun 1986 sampai Tahun Statistik Perikanan Tangkap Tahun (2) Penjualan udang hasil tangkapan yang tidak tercatat. Penjualan udang hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya ini adalah penjualan udang hasil tangkapan kapal trammel net dari Cilacap yang dijual di tengah laut dan udang hasil tangkapan kapal trammel net yang didaratkan dan penjualan di Gombong Kebumen dan Pangandaran Ciamis. Penjualan udang hasil tangkapan kapal trammel net

26 tersebut mulai pada periode tahun 1990-an dan pada tahun tahun selanjutnya makin berkembang. Udang yang di jual di tengah laut atau didaratkan dan dijual didaerah lain tidak lewat TPI sehingga tidak tercatat oleh petugas lapangan Dinas Perikanan dan Kelautan setempat. Hal ini sangat merugikan dalam mengevaluasi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya karena data tersebut tidak diikutkan dalam evaluasi yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi hasil evaluasi tersebut. Disamping itu penjualan dengan sistim tersebut juga sangat merugikan pendapatan daerah karena nilai penjualan tersebut tidak dikenakan retribusi sebesar 5 % dari total nilai penjualan udang tersebut Permasalahan pengelolaan. (1) Belum ada pengaturan paerah penangkapan. Daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya meliputi daerah perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat, perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur dan perairan Segara Anakan. Hal ini dikarenakan perairan bagian barat dan perairan bagian timur serta perairan Segara Anakan dipisahkan dengan P. Nusakambangan dan perairan sebelah Selatan P. Nusakambangan merupakan perairan dalam dengan dasar perairan pasir yang tidak sesuai untuk hidup udang jerbung. Pada umumnya daerah penelitian udang penaeid di perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut sebagaimana pada Tabel 1 diatas adalah perairan Cilacap dan sekitarnya tanpa dibedakan antara perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dengan perairan Cilacap dan sekitarnya bagian timur. Perbedaan daerah penyebaran dan daerah

27 penangkapan dalam evaluasi pemanfaatan sumber daya udang tersebut diatas dikarenakan belum adanya persamaan persepsi para peneliti untuk perairan tersebut sehingga hasil evaluasinya berbeda diantara peneliti-peneliti tersebut. Untuk itu perlu diseragamkan perbedaan persepsi daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung di perairan tersebut untuk mendapatkan hasil evaluasi yang sesuai dengan situasi di lapangan.

28 (2) Pengembangan upaya penangkapan yang terkendali. Untuk pengembangan pemanfaatan udang, termasuk udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya perlu dilakukan secara hati - hati agar tidak melampui daya dukung perairan (MSY) dan upaya penangkapan yang optimum sehingga kelestarian sumber daya udang dapat terpelihara dan pada akhirnya akan terjadi kesinambungan usaha untuk waktu yang akan datang. Untuk itu diperlukan upaya pengelolaan sumber daya udang yang disesuaikan dengan situasi perkembangan pemanfaatannya dan kondisi lingkungan perairan. Diharapkan pengelolaan tersebut dapat diaplikasikan di lapangan dan dapat dimengerti semua pihak yang berkepentingan terhadap pemanfaatan sumber daya udang tersebut, terutama para nelayan yang menangkap udang di perairan Cilacap dan sekitarnya. Sehubungan nelayan yang memanfaatkan atau kegiatan penangkapan udang jerbung tersebut berasal dari Pengandaran (Ciamis Jawa Barat), Cilacap dan Gombong (Jawa Tengah), maka penambahan jumlah kapal untuk menangkap udang jerbung tersebut juga akan didistribusikan secara proporsional pada masing - masing daerah Pangandaran Ciamis, Cilacap dan Gombong Kebumen. Pengembangan uapaya penangkapan untuk masing masing daerah secara proporsional tersebut juga untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan antar nelayan dan antar daerah. Untuk daerah Yogyakarta yang secara geografis memungkinkan mengembangkan kegiatan penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitanya, terutama untuk kegiatan penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian Timur harus lebih dahulu mengadakan pra survei untuk mengetahui apakah kegiatan penangkapan udang dengan pangkalan di Yogyakarta tersebut menguntungkan dari segi teknis dan ekonomis.

29 (3) Periode waktu evaluasi pemanfaatan tidak sesuai dengan daur hidup udang jerbung. Untuk kegiatan evaluasi sumber daya perikanan sebaiknya dilakukan sesuai dengan periode waktu daur hidup sumber daya perikanan tersebut, termasuk sumber daya udang. Untuk daur hidup udang di daerah tropis menurut Dall et al. (1990) diperkirakan hanya 1-2 tahun dan untuk jenis penaeid, termasuk udang jerbung sering kali kurang dari 1,5 tahun. Sedangkan umur udang penaeid menurut Staples et al. (1981) diperkirakan relatif pendek yaitu berkisar antara bulan dan menurut Garcia and Le Reste (1981) mengemukakan umur maksimum udang penaeid adalah 2 tahun. Sehubungan dengan umur udang tersebut diatas, maka periode waktu kegiatan evaluasi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang, termasuk data potensi sumber daya udang relatif sama dengan waktu daur hidupnya yaitu sekitar 2 tahun. Data evaluasi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang yang ada sekarang berdasarkan data potensi sumber daya udang yang sudah berusia sekitar 10 tahun, sehingga sangat mendesak untuk dilakukan evaluasi lagi yang disesuaikan dengan perubahan - perubahan lingkungannya, terutama perubahan situasi pemanfaatannya. (4) Tidak adanya keseragaman pengelolaan sumber daya udang diantara Ciamis, Cilacap dan Kebumen. Permasalahan permasalahan yang diuraikan tersebut diatas dan juga yang mengakibakan pemanfaatan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya mencapai tingkat padat tangkap dikarenakan belum adanya keserasian antar daerah (Cilacap, Pangandaran Ciamis dan Gombong Kebumen) dalam memanfaatkan sumber daya udang serta perbedaan metode analisis dan daerah penelitian yang dilakukan para peneliti

30 sebelumnya, sehingga menimbulkan banyak perbedaan dan pendapat dalam memanfaatkan sumber daya udang di perairan tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas dan juga dalam rangka mengupayakan pemanfaatan yang optimum dan berkelanjutan serta menjaga kelestarian sumber daya udang di perairan tersebut perlu diupayakan pola pengelolaan sumber daya udang yang baku sebagai pedoman daerah Cilacap, Pangandaran Ciamis dan Gombong Kebumen dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya udang di perairan tersebut. Sehubungan dengan adanya persamaan persepsi dan keseragaman antar daerah serta para peneliti dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya udang di perairan tersebut akan menghasilkan evaluasi yang sesuai dengan situasi pemanfaatan sumber daya udang di lapangan. 1.3 Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menyusun pola pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya yang berkelanjutan. (2) Menyusun pola pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya yang optimum. 1.4 Manfaat Penelitian. Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pertimbangan rencana pengembangan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. 1.5 Hipotesis.

31 SEGARA ANAKAN NUSA KAMBANGAN Hipotesis dalam penelitian ini adalah pengalokasian upaya penangkapan yang optimal akan menjamin berkelanjutan produktivitas sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian. Ruang lingkup penelitian ini adalah situasi kegiatan pemanfaatan atau penangkapan sumber daya udang jerbung serta pengelolaan sumber daya udang jerbung tersebut di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana pada Gambar 1 serta faktor faktor yang mempengaruhi pemanfaatan dan pengelolaan di perairan tersebut. Dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai peraturan perundangan yang mengatur kegiatan pemanfaatan dan penangkapan udang jerbung di laut, khususnya di perairan Cilacap dan sekitarnya. Sundoro 3151 m 30' Dudan Tunggulbatu 500 m 600 m i u i t a n d C m r e u u e i b C n a D o n K. e r a y u S K. Jampang 809 m o I j K. Kembang 729 m 43 l a n g u i j C Parigi 11 Kelapa genep. Ka r a n g b a t u T g Tlk. PERIGI Penanjung Tlk. MAURITS CILACAP CILACAP Tlk. PENYU s r Karangbolong. Ma d a i T g l o L u k u K. a n a s r o y C o k K. t o w o n K. B o o g Gepak 859 m r o g o P K a k O p K. 30' ' Keterangan : _..... _..._ Gambar 1. Perairan Cilacap dan sekitarnya. isodepth 5 m isodepth 10 m isodepth 20 m isodepth 50 m isodepth 200 m Skala 1 : (7 44'15"S)

32 1.7 Kerangka Penelitian. Didalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya diupayakan agar pemanfaatan sumber daya udang jerbung dapat berkelanjutan sehingga pemanfaatannya disesuaikan dengan potensi sumber daya udang jerbung serta upaya optimum yang diperbolehkan beroperasi di perairan tersebut. Untuk itu dalam penelitian ini akan dievaluasi dan dianalisis faktor-faktor sebagai berikut : (1) Melakukan assessment besarnya MSY sumber daya udang jerbung di perairan tersebut. (2) Menentukan upaya penangkapan optimal untuk mencapai MSY sumber daya udamg jerbung di perairan tersebut. (3) Menentukan status pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan tersebut yang dilengkapi dengan strategi pengelolaannya. Sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya ini dimanfaatkan oleh para nelayan dari beberapa daerah, seperti dari Pengandaran (Ciamis Jawa Barat), Cilacap dan Gombong (Jawa Tengah), sehingga dalam pengembangan pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang optimum di perairan Cilacap dan sekitarnya yang berkelanjutan harus memperhatikan beberapa faktor, antara lain : (1) Situasi pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya untuk masing masing daerah. (2) Pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya yang optimum untuk masing-masing daerah. (3) Fasilitas sarana dan prasarana perikanan yang mendukung perkembangan kegiatan penangkapan udang jerbung pada masing - masing perairan Cilacap dan sekitarnya.

33 Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas dapat digambarkan alur kerangka penelitian sebagai berikut sebagai berikut : Situasi Pemanfaatan Sumber Daya Udang Masalah Pengelolaan Pemanfaatan Daerah penyebaran dan penangkapan menurun Pengembangan upaya penangkapan tidak Periode waktu evaluasi Masalah CPUE trammel net Produksi hasil tangkapan tercatat Evaluasi Pengelolaan Potensi lestari (MSY) untuk untuk masing masing perairan perairan Upaya optimum untuk untuk masing masing perairan perairan Evaluasi Pemanfaatan Status pemanfaatan masing masing Pemanfaatan optimum masing masing Pola Pengelolaan Pola Pemanfaatan

34 Pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang berkelanjutan Gambar 2 Diagram alir kerangka penelitian

35 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Udang. Klasifikasi udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) sebagaimana Gambar 3 mempunyai afinitas taksonomi menurut Racek and Dall (1965) dan Kubo (1949) yang diacu dalam Naamin et al. (1992) adalah sebagai berikut : Phylum Artropoda Class Crustacea Sub class Malacostraca Series Eumalacostraca Super order Eucarida Order Decapoda Sub order Natantia Section Panaeidea Family Penaeidae Sub family Penaeinae Genus Penaeus

36 Gambar 3. Gambar udang jerbung Pada umumnya life cycles atau daur hidup udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) menurut Munro (1968) yang diacu dalam Naamin (1984) dan Garcia and Le Reste (1981) serta Dall et al. ( 1990) dan Naamin et al. (1992) terbagi menjadi dua fase sebagaimana Gambar 4 yaitu fase laut dan fase muara sungai, sedangkan daur hidup udang jerbung tersebut adalah sebagai berikut : 1) udang putih bertelur dan menetas menjadi larva di laut. 2) larva berkembang menjadi post larva masuk ke muara sungai 3) post larva berkembang menjadi udang remaja kembali ke laut 4) udang remaja berkembang menjadi udang dewasa dan matang telur serta kemudian memijah di laut

37 Gambar 4. Daur Hidup Udang Jerbung (Sumber : Dall et al. 1990) Udang jerbung betina menurut Garcia and Le Reste (1981) dan Dall et al.(1990) memijah di laut terbuka serta pemijahan udang putih tersebut menurut Garcia (1984) dilakukan dua kali setahun yaitu pada musim semi (spring period) dan musim gugur (autumn period). Menurut Naamin et al. (1992) pemijahan udang jerbung di perairan Indonesia dilakukan sepanjang tahun, dan untuk pemijahan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Zalinge dan Naamin (1975) dilakukan sepanjang tahun dengan dua puncaknya pada bulan November - Februari dan bulan April - Mei. Telur udang jerbung akan menetas menjadi larva stadium nauplius menurut Teng (1971) yang diacu dalam Dall et al. (1990) dalam waktu 0,48 hari dan menurut Raje and

38 Ranade (1972) yang diacu dalam Dall et al. (1990) dalam waktu 0,88 hari serta menurut Motoh and Buri (1979) yang diacu dalam Dall et al. (1990) dalam waktu 0.55 hari, sehingga Dall et al. (1990) mengemukakan bahwa telur udang penaeid akan menetas menjadi larva stadium nauplius kurang dari 1 hari. Perkembangan larva udang penaeid ini terdiri dari beberapa stadium (Gambar 3) dan menurut Munro (1968) yang diacu dalam Naamin (1984) dan Garcia and Le Reste (1981) serta Dall et al. (1990) dan Naamin et al. (1992) adalah mulai dari nauplius menjadi protozoea dan kemudian berkembang menjadi mysis dan selanjutnya berkembang menjadi post larva. Waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan nauplius menjadi post larva tersebut menurut Garcia and Le Reste (1981) sekitar tiga minggu, tetapi untuk perkembangan larva udang jerbung tersebut dari nauplius sampai post larva menurut Raje and Ranade (1972) yang diacu dalam Dall et al. (1990) membutuhkan waktu sekitar 13,88 hari dan menurut Motoh and Buri (1979) yang diacu dalam Dall et al. (1990) membutuhkan waktu sekitar 9,24 hari. Post larva udang penaeid menurut Kirkegaard et al. (1970) yang diacu dalam Naamin (1984) dan Garcia and Le Reste (1981) serta Dall et al. (1990) dan Naamin et al. (1992) pada umumnya hidup di muara sungai yang ada hutan bakaunya (mangrove). Hal ini dikarenakan larva - larva udang tersebut menurut Martosubroto (1977) menuju pantai dalam kondisi lemah dan sangat memerlukan tempat berlindung yaitu pada akar - akar bakau yang banyak menjulur kedalam air sangat baik sekali untuk tempat menempelnya / berlindung larva - larva tersebut. Hutan mangrove tersebut menurut Dall et al. (1990) adalah merupakan daerah persembunyian larva udang untuk tidak mudah dilihat oleh pemangsanya (predator)

39 Larva udang penaeid tersebut tumbuh dan berkembang dari stadium post larva menjadi stadium yuana (juvenil) di dalam muara sungai menurut Garcia and Le Reste (1981) dan Gracia (1984) serta Kirkegaard et al. (1970) yang diacu dalam Naamin (1984) selama kurang lebih tiga bulan dan kemudian baru mulai meninggalkan lingkungan muara sungai dan memasuki perairan pantai sebagai udang muda (yuana) dan kemudian migrasi ke laut dan di laut tersebut berkembang menjadi udang dewasa kemudian matang telur dan udang memijah di laut. Daerah muara sungai untuk perkembangan larva udang dari post larva sampai juvenil tersebut disebut dengan daerah asuhan atau nursery ground. Untuk daerah asuhan atau nursery ground larva udang dalam life cycles atau daur hidupnya di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Zalinge and Naamin (1975) serta Naamin (1987 dan 1988) adalah di perairan Segara Anakan, dimana pada perairan tersebut larva udang jerbung berkembang dari stadium post larva sampai stadium yuana. Perairan Segara Anakan adalah merupakan suatu perairan estuaria antara P. Nusakambangan dan Cilacap dengan beberapa sungai bermuara ke situ serta perairan yang dikelilingi oleh hutan mangrove yang cukup luas sebagaimana yang dibutuhkan dalam perkembangan dan pertumbuhan larva udang jerbung tersebut. 2.2 Daerah Penangkapan Udang. Distribusi atau daerah penyebaran udang penaeid, termasuk udang jerbung menurut Garcia and Le Reste (1981) berhubungan dengan kondisi lingkungan dan pada umumnya banyak berkonsentrasi pada sedimen yang lembek atau lunak dengan kandungan lumpur dan sisa-sisa organik, serta berhubungan dan bertoleransi dengan kondisi hidrologi,

40 khususnya bertolerensi dengan variasi salinitas atau faktor - faktor hidrologi lainnya. Untuk daerah penyebaran udang penaeid muda banyak terdapat dan terkosentrasi di sekitar pantai dan untuk udang penaeid dewasa terdapat dan terkosentrasi di perairan yang lebih dalam pada kedalaman m. Untuk udang jerbung yang memijah menurut Staples et al. (1981) di perairan lepas pantai dengan kedalaman meter. Daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang penaeid di laut, termasuk udang jerbung menurut Naamin (1984) terdapat di perairan tropik dan sub tropik Asia dan Australia, antara 67 o sampai 166 o bujur timur dan antara 25 o lintang utara sampai 29 o lintang selatan. Penyebaran udang penaeid menurut Dall et al. (1990) adalah di perairan yang dangkal dan perairan yang hangat dengan daerah penyebarannya di beberapa perairan yaitu the Indo Pacifik Barat (termasuk Indonesia), Pacific Timur, Atlantic Barat dan Atlantic Timur serta daerah penyebarannya dibatasi oleh : (1) Temperatur. Udang peneidae dominan di perairan tropis dan sedikit species yang dapat hidup dan berkembang dengan suhu dibawah 15 o C. (2) Arus laut. Larva udang penaeid bersifat pelagis dan rentan terhadap pengaruh arus laut. (3) Kedalaman lautan. Udang penaeid adalah merupakan spesies perairan dangkal. (4) Geografi pantai. Sebagian besar udang penaeid terdapat di perairan pantai yang dangkal, khususnya pada stadium post larva dan yuana. Untuk daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang penaeid di laut, termasuk udang jerbung di perairan Indonesia menurut Naamin (1979) dan Naamin et al. (1992)

41 adalah hampir terdapat di sepanjang perairan pantai dengan udang putih merupakan species yang banyak tertangkap. Salah satu daerah penangkapan udang penaeid tersebut adalah di perairan selatan Jawa. Daerah penangkapan udang penaeid, termasuk udang jerbung di perairan selatan Jawa menurut Naamin dan Sudrajat (1973) dan Zalinge and Naamin (1975) adalah di perairan sepanajang pantai dari Penanjung Pengandaran, Teluk Penyu Cilacap, Karang Bolong Gombong sampai Selatan Yogyakarta dan Pacitan. Menurut Zalinge and Naamin (1975) daerah penangkapan udang penaeid di perairan selatan Jawa tersebut dapat dibagi menjadi tiga daerah penangkapan yaitu perairan Penanjung Pangandaran, Teluk Penyu Cilacap sampai Gombong serta Yogyakarta sampai Pacitan. Untuk daerah penangkapan udang penaeid di perairan selatan Jawa menurut Zalinge and Naamin (1975) pada umumnya dan sebagian besar ada di Penanjung Pangandaran dan Teluk Penyu Cilacap sampai Gombong. Untuk udang penaeid yang ada dan tertangkap di perairan selatan Yogyakarta sampai Pacitan adalah merupakan sesuatu yang kebetulan dari migrasi sebagian kecil udang penaeid dari perairan Teluk Penyu Cilacap sampai Gombong karena pengaruh perluasan arus pantai kearah Barat yang menurut Soeriaatmadja (1957) yang diacu dalam Zalinge and Naamin (1975) bahwa arus barat tersebut dengan kedalaman m pada bulan Nopember sampai Juni dan pada bulan Juli sampai Oktober migrasi udang tersebut dihalangi dengan berhembusnya arus selatan Equator sampai ke selatan Jawa. Hal ini terlihat dengan sedikitnya atau kurang dari 10 % kegiatan penangkapan udang penaeid di perairan selatan Jawa yang mengadakan kegiatan penangkapan di perairan Yogyakarta sampai Pacitan pada bulan

42 bulan Juli sampai Oktober sedangkan pada bulan November sampai Juni tidak ada kegiatan penangkapan udang penaeid di perairan tersebut. 2.3 Pemanfaatan Sumber Daya Udang. Sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana sumber daya ikan di perairan tropis yaitu terdapat di perairan bersama-sama dengan jenis udang dan juga jenis-jenis ikan lainnya, sehingga dalam pemanfaatan (penangkapan) sumber daya udang jerbung di perairan tersebut juga akan tertangkap jenis udang dan jenis ikan lainnya. Hal ini menurut Rothschild and Gulland (1982), Gulland (1983) dan Garcia (1984) merupakan problem jenis ikan di perairan tropis yang multi spesies, termasuk sumber daya udang karena dalam setiap kegiatan penangkapan ikan di perairan tropis akan tertangkap beraneka spesies yang berbeda. Berdasarkan situasi dan permasalahan tersebut di atas, maka dalam memanen satu species apapun menurut FAO (1997) pasti akan berdampak pada terhadap species yang lain. Hal ini dikarenakan sifat multispecies yang terdiri dari berbagai jenis species yang hidup bersama dalam suatu kawasan. Menurut Garcia (1984) bahwa dalam multispecies tersebut banyak pilihan elemen sehingga akan menjadi multidimensi dalam spesies, ruang dan waktu. Situasi tersebut di atas akan mengakibatkan di dalam pengaturan pemanfaatan sumber daya udang jerbung juga terkait dengan pengaturan pemanfaatan sumber daya jenis udang lainnya dan jenis - jenis ikan demersal yang ada di perairan tersebut. Hal ini dikarenakan pengaturan jumlah kapal ikan dan jenis alat tangkap yang menangkap udang putih juga akan menangkap jenis - jenis udang dan jenis - jenis ikan demersal lainnya,

43 sehingga dalam pengaturan jumlah kapal dan jenis alat tangkap yang menangkap jenis udang tertentu tersebut juga akan mempengaruhi pengaturan jumlah kapal ikan dan jenis alat tangkap yang menangkap jenis udang lainnya dan juga jenis - jenis ikan demersal. Permasalahan tertangkapnya jenis udang dan ikan lainnya tersebut di atas, terutama tertangkapnya jenis - jenis ikan adalah merupakan masalah di dalam kegiatan penangkapan udang di laut. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Garcia and Le Reste (1981) dan Rothschild and Gulland (1982) yang menyatakan bahwa masalah dasar pada penangkapan udang adalah tertangkapnya jenis - jenis ikan (by catch species) yang jumlahnya lebih besar dari pada udang dan situasi ini juga dikemukakan oleh beberapa penelitian di Indonesia, antara lain Naamin (1980) mengemukakan bahwa penangkapan udang di Laut Arafura serta Naamin dan Sudrajad (1973), Zalinge and Naamin (1975), Nurhaya (1987) dan Subagyo (1981) untuk kegiatan penangkapan udang di perairan selatan Jawa, terutama perairan Cilacap dan sekitarnya. Sehubungan daur hidup udang penaeid, termasuk udang jerbung dapat dibedakan antara daerah penyebaran di pantai untuk udang muda atau kecil dan daerah penyebaran di laut untuk udang dewasa, maka pemanfaatannya dapat dibedakan antara penangkapan di daerah pantai oleh nelayan skala kecil dan daerah laut oleh nelayan skala menengah ke atas. Dalam perkembangan pemanfaatan udang tersebut seringkali menimbulkan konflik kepentingan antara nelayan skala kecil di pantai dan nelayan skala menengah ke atas di laut. Situasi dan permasalahan ini menurut Rothschild and Gulland (1982) merupakan suatu masalah di beberapa daerah dan negara yaitu di India, Guianas / Brasil, Gulf of Arabia dan Indonesia.

44 2.4 Pengelolaan Sumber Daya Udang. Sumber daya ikan, termasuk sumber daya udang adalah sumber daya yang dapat pulih kembali, maka di dalam pemanfaatannya tidak boleh melewati batas - batas kemampuan sumber daya untuk pulih kembali sehingga definisi pengelolaan perikanan menurut FAO (1997) dan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 2004 tentang Perikanan adalah proses terpadu menyangkut pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, pengalokasian sumberdaya dan perumusan serta pelaksanaan, apabila diperlukan dengan penegakan bilamana diperlukan, mengenai peraturan atau aturan yang mengatur kegiatan perikanan untuk menjamin produktivitas yang berlanjut dari sumberdaya dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Difinisi pengelolaan perikanan yang bercakupan luas tersebut diatas ditujukan pada pemastian agar sumber daya perikanan dapat diraih manfaat yang optimum dengan tetap memperhatikan dan menjaga kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungannya. Untuk itu dalam pengembangan dan pelaksanaan rencana pengelolaan untuk semua stok yang dikelola harus menjamin bahwa stok dan ekosistim tempat mereka berada berikut lingkungannya dipelihara dalam keadaan produktif, sehingga kelestarian sumberdaya dan ekosistim serta lingkungannya dapat terpelihara. Oleh karena itu dalam pengelolaan perikanan dikenal dengan responsible fisheries atau perikanan yang bertanggung jawab yang tidak memperbolehkan lebih banyak yang dipanen dari sumber daya tersebut secara rata - rata dibandingkan dengan yang dapat digantikan oleh pertumbuhan stok atau pertumbuhan sumber daya perikanan. Kegiatan pengelolaan sumber daya udang menurut Naamin et al. (1992) adalah bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memantapkan tingkat pemanfaatan secara

45 optimum dengan tetap menjaga kelestarian sumber dan lingkungan hidupnya. Oleh karena itu di dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya udang tersebut harus ditunjang oleh upaya pengaturan dan pengendalian yang ditujukan untuk kelestarian sumber daya udang maupun pemanfaatannya untuk pengembangan perikanan. Pada umumnya pengelolaan sumber daya ikan, termasuk sumber daya udang menurut Anderson (1977), Hoenig and Saila (1983) dan Garcia and Le Reste (1981) dapat diklasifikasi menjadi dua kelompok yaitu pengaturan ukuran ikan dan udang yang tertangkap dan pengaturan jumlah kapal ikan. Untuk pengaturan ukuran ikan dan udang yang tertangkap dapat dilakukan dengan pengaturan mesh size, penetapan ukuran terkecil ikan dan udang yang tertangkap, penutupan atau pengaturan penangkapan di daerah asuhan, penutupan musim dan selektifitas alat penangkapan. Sedangkan untuk pengaturan jumlah kapal ikan dapat dilakukan dengan pembatasan kapal ikan, quota jumlah kapal dan quata produksi ikan, pembatasan dan pelarangan jenis alat tangkap dan pajak izin penangkapan.

46 (1) Pengaturan ukuran mata jaring. Pengaturan ukuran mata jaring (mesh size) ini dilakukan untuk membatasi ukuran ikan dan udang yang tertangkap, dengan semakin besar ukuran mata jaring ini akan semakin besar kemungkinan ikan dan udang yang berukuran kecil akan lolos atau tidak tertangkap. Oleh karena itu dengan semakin besar mata jaring akan mengakibatkan ukuran ikan dan udang yang tertangkap akan semakin besar dengan umur yang meningkat serta akan berakibat pula meningkatkan harga ikan dan udang yang tertangkap tersebut. (2) Penetapan ukuran terkecil ikan dan udang yang tertangkap. Peraturan ini bermaksud untuk tidak diperbolehkan ukuran ikan dan udang kecil yang ditangkap sehingga diharapkan ikan dan udang berukuran kecil yang melimpah dapat tumbuh menjadi dewasa dan berukuran relatif besar. Oleh karena itu untuk waktu yang akan datang ukuran ikan dan udang yang tertangkap akan semakin bertambah besar dan yang pada akhirnya akan meningkatkan harga ikan dan udang yang tertangkap tersebut. (3) Penutupan atau pengaturan penangkapan di daerah asuhan (nursery ground). Penutupan atau pengaturan ini bertujuan agar daerah asuhan tersebut menjadi daerah konservasi sehingga ikan dan udang yang masih kecil dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa sehingga tidak akan merusak kelestarian sumber daya ikan dan udang. Untuk memperbaiki dan meningkatkan stok ikan dan udang dapat dilakukan dengan restocking atau penebaran benih ikan dan udang di daerah asuhan tersebut sehingga akan semakin meningkatnya jumlah benih ikan dan udang di daerah asuhan

47 tersebut yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi ikan dan udang dewasa yang dapat memperbaiki stok ikan dan udang tersebut.

48 (4) Penutupan musim penangkapan. Penutupan musim penangkapan ini pada umumnya untuk melindungi juvenil ikan dan udang dari kegiatan penangkapan ikan, sehingga juvenil tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi ikan dan udang dewasa. Didamping itu penutupan musim penangkapan tersebut juga untuk melindungi ikan dan udang yang matang telur dari kegiatan penangkapan sehingga ikan dan udang tersebut dapat memijah. (5) Pembatasan dan pelarangan jenis alat tangkap. Pembatasan jenis alat tangkap ini adalah pembatasan ukaran alat tangkap tersebut agar tidak merusak kelestarian sumber daya ikan dan udang di laut. Pelarangan jenis alat tangkap adalah tidak diperbolehkan beroperasi jenis alat tangkap tertentu di laut karena jenis alat tangkap tersebut akan merusak kelestarian sumber daya ikan dan udang. (6) Pembatasan kapal ikan. Pembatasan kapal ikan ini pada umumnya adalah pembatasan ukuran kapal ikan dan pembatasan jumlah kapal ikan yang diperbolehkan beroperasi di suatu perairan. Untuk pembatasan ukuran kapal ini umumnya untuk membatasi efektivitas kapal ikan dan pembatasan jumlah kapal ikan ini pada umumnya disesuaikan dengan daya tampung perairan tersebut yang disesuaikan dengan potensinya. (7) Quota produksi. Quota produksi ikan dan udang ini pada umumnya disesuaikan dengan potensi produksinya dan potensi lestari sumber daya ikan dan udang. Hal ini dikarenakan apabila quata ini dilanggar atau dilampaui akan sangat membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan udang di perairan tersebut.

49 (8) Pajak izin penangkapan. Pajak izin penangkapan ikan dan udang dilaut ini akan dikenakan pada jenis dan ukuran alat tangkap dan kapal ikan, dimana semakin besar ukuran jenis alat tangkap dan kapal ikan akan semakin besar nilai pajaknya. Demikian pula untuk jenis alat tangkap yang semakin produktif dan dampaknya signifikan terhadap kelestarian sumber daya ikan dan udang akan dikenai pajak yang relatif tinggi dibandingkan jenis alat tangkap lainnya.

50 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Cilacap dan sekitarnya di Cilacap, Gambong Kebumen dan Pangandaran Ciamis pada bulan Agustus sampai bulan Desember tahun Disamping itu juga dilakukan survei laut pada tanggal 25 Nopember 2002 untuk operasi penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya menggunakan kapal motor dengan alat tangkap trammel net. 3.2 Metode Pengumpulan Data. Data dan informasi pada penelitian ini dapat digolongkan menjadi data dan informasi primer serta data dan informasi skunder. Data dan Informasi primer diperoleh langsung di lapangan yaitu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) selama bulan Agustus sampai bulan Desember tahun 2002 dan di laut pada saat survei laut pada tanggal 25 Nopember Sedangkan data dan informasi diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah, Pelabuhan Perikanan dan instansi terkait lainnya serta hasil penelitian yang sudah ada di Perguruan Tinggi, Balai Penelitian Perikanan Laut, LIPI dan instansi penelitian lainnya. (1) Data dan informasi primer terdiri dari : 1) Jenis dan ukuran serta jumlah produksi jerbung yang tertangkap. 2) Jenis dan ukuran alat tangkap udang; jenis dan ukuran kapal penangkapan udang serta produktivitasnya. 3) Daerah penangkapan udang dan musim penangkapan udang.

51 4) Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan penangkapan udang.

52 (2) Data dan informasi sekunder terdiri dari : 1) Produksi udang yang tertangkap. 2) Jenis dan ukuran alat tangkap serta jenis dan ukuran kapal penangkapan udang. 3) Daerah penangkapan dan musim penangkapan udang. 4) Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan penangkapan udang. 5) Peraturan perundangan yang mengatur kegiatan pemanfaatan dan penangkapan udang. 3.3 Metode Analisis. Evaluasi potensi sumbar daya udang jerbung dan status pemanfaatannya di perairan Cilacap dan sekitarnya dapat dianalisis dengan menggunakan model surplus produksi linier dari Schaefer (1954 dan 1957) dan Sparre and Venema (1998). Untuk mengevaluasi berapa besar hasil tangkapan udang putih dari perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut di atas perlu didukung dengan diketahuinya rata - rata bobot hasil per penambahan baru (yield per recruit) dari Beverton and Holt (1966) yang diacu didalam Sparre and Venema (1998) dan Guland and Holt (1967) yang didukung dengan ukuran panjang udang jerbung yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya serta kemudian dilakukan evaluasi pengelolaannya. (1) Analisis potensi sumbar daya udang jerbung dan status pemanfaatannya Pada kegiatan ini diawali lebih dahulu untuk menganalisis penyebaran udang jerbung yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya tersebut yang meliputi dari Pangandaran Ciamis, Cilacap dan Gombong serta bahkan sampai ke selatan Yogyakarta dan Pacitan ini masih merupakan satu stok udang jerbung di perairan tersebut dengan

53 menggunakan model morphometric serta kemudian dilanjutkan dengan menganalisis potensi sumber daya udang jerbung dan status pemanfaatannya dengan menggunakan model surplus produksi linier. 1) Metode morphometric. Untuk mengetahui apakah udang jerbung yang tersebar di beberapa daerah (Pengandaran, Cilacap, Ayah Gombong dan Yogyakarta) di perairan Cilacap menurut Sudjastani (1972) dan Gulland (1983) dapat diketahui dengan morphological characteristics dan analisis menggunakan metode morphometric untuk panjang total dan panjang karapas udang jerbung. Untuk menguji koefisien korelasi dari garis - garis persamaan tersebut menggunakan test homogenitas yang secara matematik menurut Sokal, R.R. and F.J. Rohlf (1969) dan Gomez and Gomez (1984) sebagai berikut : 1 + r i Z i = 1 / 2 Ln ( ) 1 - r i Bobot Z I = ( n i - 3 ) Z i Bobot Z i 2 = ( n i - 3 ) Z i 2 _ Bobot Z i Z = ( n i - 3 ) dimana : Z = adalah standar variabel r = adalah koefisien korelasi Untuk tes 2 koefisien korelasi dengan uji t dengan persamaan sebagai berikut : Z 1 - Z 2

54 t = n 1-3 n 2-3 Untuk tes gabungan koefisien korelasi dengan uji khi kuadrat dengan persamaan sebagai berikut : Χ 2 = ( n i - 3 ) Z i 2 - Z ( n i - 3 ) Z i _ 2) Model surplus produksi linier Model surplus produksi linier dari Schaefer (1954 dan 1957) secara matematik dapat dinyatakan dalam persamaan : Y / f = a - b f f opt = a / 2 b Y max = a 2 / 4 b dimana : Y / f : adalah hasil per unit upaya (catch per unit effort atau CPUE). f Y : adalah jumlah upaya penangkapan. : adalah hasil tangkapan. a dan b : adalah konstanta. (2) Analisis hasil per penambahan baru (yield per recruit). Hasil per penambahan baru (yield per recruit) dari Beverton and Holt (1966) dan Sparre and Venema (1998) secara matematik dapat dinyatakan dalam persamaan : 1 3 e -K (t c - t o ) 3 e -2K (t c - t o ) 1 e -3K (t c - t o ) Y / R = F W e - M ( t c t) [ ] F + M F + M + K F + M + 2 K F+ M + 3 K

55 jika S = e -K(t c -t o ) dan Z = F + M, maka : 1 3 S 3 S 2 1 S 3 Y / R = F W e - M ( t c - t r ) [ ] Z Z + K Z + 2 K Z + 3 K

56 dimana : Y R : adalah hasil (gram). : adalah jumlah penambahan baru (ekor). Y / R : adalah hasil per penambahan baru (gram). F M W Z K t o : adalah kematian karena penangkapan (per tahun). : adalah kematian alamiah (per tahun). : adalah berat asimtotik (gram). : adalah kematian total (per tahun). : adalah laju pertumbuhan (per tahun). : adalah umur pada waktu panjang = 0 (per tahun). t r : adalah umur pada waktu mula-mula masuk daerah penangkapan (tahun). t c : adalah umur pada waktu mula ditangkap (tahun). Nilai parameter pertumbuhan K (koefisien laju pertumbuhan) serta L dan t o menurut Gulland and Holt (1967) dan Sparre and Venema (1998) dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi panjang L t dan panjang L t+1, dengan persamaan regresi sebagai berikut : L t = L [ 1 - e - K ( t - to ) ] L t+d = L [ 1 - e - K ( t+d - to ) ] dy = L t+d - L t = L e - K ( t - to ) [ 1 - e - Kd ] Y = L e - K ( t - to ) [ 1 - e - Kd ] / d

57 dimana : Lt : adalah panjang pada umur tertentu (t) L : adalah panjang infinity atau secara teori panjang maksimum dy : adalah pertambahan pertumbuhan Y : adalah pertumbuhan per unit waktu Nilai dugaan parameter kematian alamiah ( M ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan emperik dari Pauly (1984) adalah sebagai berikut : Log (M) = - 0,0066 0,279 log (L ) + 0,6543 log (K) + 0,4634 log (T) Untuk mencari K, L, t o dan M dalam analisis tersebut diatas dengan menggunakan metode dalam program Fisat II adalah suatu metode dalam Fish stock Assessment yang diterbitkan oleh FAO ICLARM (Gayanilo et al., 2002). Umur udang jerbung pada waktu pertama kali masuk daerah penangkapan sebagai penambahan baru (tr) dapat diperoleh dari rata - rata ukuran udang terkecil yang pernah tertangkap dan umur udang pada waktu mula tertangkap (tc) adalah ukuran terendah dari kelas panjang udang yang tertangkap dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Lt = L [ 1 - e - K ( t - t o ) ] ln ( 1 - Lt / L ) t - t o = K (3) Analisis optimasi pengembangan pemanfaatan sumber daya udang jerbung Sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya dimanfaatkan secara optimum dan berkelanjutan untuk meningatkan produksi udang jerbung hasil tangkapan dengan tetap mempertahankan kelestarian sumber daya udang jerbung di perairan

58 tersebut. Sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya dimanfaatkan oleh para nelayan dari Ciamis, Cilacap dan Gombong Kebumen, sehingga untuk pengembangan pemanfaatan sumber daya udang jerbung yang optimum perlu juga dialokasikan untuk masing - masing daerah Ciamis, Cilacap dan Gombong Kebumen. Untuk analisis optimasi pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya dan mengalokasikan kepada masing masing daerah Ciamis, Cilacap dan Gombong Kebumen dengan menggunakan model goal programming yang hasil optimasi tersebut kemudian disimulasi dengan analisis deviasi. Secara matematik menurut Mulyono (1991), Yamit (1995) dan Soekartawi (1995) adalah sebagai berikut : Minimumkan Z = Σ d i dimana Z adalah fungsi tujuan dan d adalah variabel deviasi dengan syarat : 1) tujuan optimasi produksi udang jerbung untuk masing - masing daerah dengan persamaan : db1 db2 + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X 3 MSY 2) tujuan optimasi jumlah kapal trammel net untuk masing - masing daerah dengan persamaan : db1 - db2 + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X 3 - d i + f opt dimana : X i adalah kapal trammel net db1 adalah variabel simpangan ke atas db2 adalah variabel simpangan ke bawah

59 a 1 adalah konstanta produktivitas kapal trammel net a 2 adalah konstanta jumlah kapal trammel net Untuk mendukung dalam analisis optimasi pemanfaatan sumber daya udang jerbung perlu dilakukan survey laut untuk mengetahui penyebaran udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. Pada umumnya udang jerbung dewasa hidup dan menyebar pada perairan dengan kedalaman antara meter dan ini mengakibatkan kapal trammel net yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya beroperasi pada perairan dengan kedalaman kurang dari 30 meter. Untuk mendukung kegiatan optimasi produksi udang jerbung dan optimasi jumlah kapal trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya juga dilakukan survey laut dengan menggunakan kapal trammel net dan survey laut ini dicoba operasi penangkapan pada kedalaman antara meter. (4) Analisis Pendapatan. Dalam analisis pendapatan kegiatan penangkapan ikan dan udang dengan alat tangkap gillnet dan trammel net menggunakan analisis biaya hasil. Menurut Jhingan (1983) secara matematik dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : Pendapatan = Nilai hasil - seluruh biaya pengeluaran. Pendapatan = Nilai hasil biaya operasi biaya perawatan biaya penyusutan Nilai hasil adalah nilai hasil tangkapan. Biaya operasi adalah biaya operasi penangkapan di laut. Biaya perawatan adalah biaya perawatan kapal, mesin dan alat tangkap. Biaya penyusutan adalah biaya penyusutan kapal, mesin dan alat tangkap. (5) Evaluasi pengelolaan sumber daya udang.

60 Untuk mengevaluasi kegiatan pengelolaan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya ini adalah dengan cara mengacu teori - teori pengelolaan sumber daya ikan, termasuk udang dan kemudian menerapkan teori tersebut yang disesuaikan dengan kondisi perairan dan situasi pemanfaatan sumber daya udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya. Kegiatan atau upaya pengelolaan tersebut antara lain pengaturan ukuran udang yang tertangkap dengan mengatur ukuran mata jaring serta pengaturan jumlah kapal penangkapan.

61 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Situasi Pemanfaatan Sumber Daya Udang Jerbung Lingkungan sumber daya udang jerbung. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan bagian perairan di Selatan Jawa yang merupakan perairan dalam dan curam, tetapi di perairan Cilacap dan sekitarnya ada beberapa sungai yang bermuara diperairan tersebut sebagaimana pada Gambar 2, sehingga di beberapa bagian / tempat di perairan tersebut adalah merupakan perairan dangkal. Sungai - sungai yang bermuara di perairan tersebut antara lain adalah : (1) Di perairan sebelah timur Cilacap menurut Rahayu (2000) bermuara Sungai Serayu, Sungai Cikroyasan, Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Opak dan lain-lain yang merupakan sungai sumgai kecil. (2) Di perairan sebelah barat Cilacap menurut Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Ciamis (2000) bermuara Sungai Ciputrapinggan, Sungai Cikidang, Sungai Cijalu, Sungai Cijulang dan lain-lain yang merupakan sungai sungai kecil. (3) Di perairan Segara Anakan menurut ASEAN / US Coastal Resources Management Project (1992) bermuara Sungai Citandui, Sungai Kayu Mati, Sungai Cibeureum, Sungai Cikande, Sungai Ujung Alang, Sungai Sapuregei, Sungai Donan dan lain-lain sungai sungai kecil. Perairan Cilacap dan sekitarnya juga terdapat perairan lagon yaitu Perairan Segara Anakan yang terletak diantara Cilacap dan P. Nusakambangan dan perairan tersebut mempunyai hutan mangrove yang cukup luas sebagai tempat asuhan dalam daur hidup

62 ikan dan udang. Hal ini mengakibatkan Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan perairan yang subur dengan kandungan sumber daya alam, terutama sumber daya perikanan termasuk sumber daya ikan dan udang. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan bagian dari Perairan Samudera Hindia, maka musim yang terjadi di Perairan Cilacap dan sekitarnya juga merupakan musim yang terjadi di Samudera Hindia. Menurut Nontji (2002) di perairan tersebut terdapat 2 (dua) musim yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat yang berlangsung sekitar sekitar bulan Desember sampai Februari yang banyak membawa hujan. Musim timur yang berlangsung sekitar bulan Juni sampai Agustus dengan sedikit curah hujan. Musim barat dan musim timur serta kaitannya dengan curah hujan sebagaimana diuraikan diatas terlihat pada data curah hujan dari Stasiun Metrologi Cilacap (2003) pada Lampiran 1, menyatakan bahwa rata - rata curah hujan di daerah Cilacap dan sekitarnya pada periode tahun berkisar antara 250,49 sampai 389,09 mm / bulan. Curah hujan yang kecil terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September yaitu berkisar antara 1,4 sampai 119,9 mm / bulan. Demikian pula situasi angin berdasarkan data angin Stasiun Metrologi Cilacap (2003) pada Lampiran 1, menyatakan bahwa arah angin di daerah Cilacap dan sekitarnya pada bulan Desember sampai Februari dan bahkan Maret periode tahun umumnya dengan arah angin antara tenggara - selatan dan pada bulan - bulan lainnya arah angin bertiup antara arah utara - barat laut. Kecepatan angin tersebut rata - rata berkisar antara 3,50 sampai 4,25 knot dengan kecepatan tertinggi mencapai 6-7 knot pada bulan Agustus - September dan kecepatan terendah antara 2-3 knot terjadi antara bulan Nopember - Maret. Untuk pola arus dan sirkulasi arus yang ada di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah juga pola angin dan sirkulasi arus yang terjadi di perairan Samudera Hindia. Arus yang bertiup di perairan Samudera Hindia bagian perairan Selatan Jawa, termasuk perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Nontji (2002) terdapat arus yang bertiup ke arah barat sepanjang tahun yaitu Arus Khatulistiwa Selatan (South Equatorial Current)

63 sebagaimana Gambar 5, tetapi pada musim barat (sekitar bulan Desember sampai Februari) terdapat jalur sempit yang menyusur pantai selatan Jawa dengan arus menuju timur yang berlawanan dengan arah Arus Khatulistiwa Selatan dan arus tersebut dikenal dengan Arus Pantai Jawa (Java Coastal Current) sebagaimana Gambar 6. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah perairan yang dalam dan curam dengan dasar perairan pada umumnya adalah pasir, tetapi dengan adanya beberapa sungai yang bermuara diperairan tersebut, maka di beberapa daerah perairan tersebut mempunyai dasar perairan lumpur, terutama perairan pantai yang masih terpengaruh arus dari perairan Segara Anakan. Sungai sungai yang bermuara di perairan Segara Anakan pada umumnya membawa lumpur, sehingga jumlah lumpur yang diendapkan di perairan Segara Anakan sangat tinggi. dan menurut Purba (1991) adalah sebesar 1,4 2,1 juta ton / tahun dan ini akan mengakibatkan terjadinya tanah timbul yang ditumbuhi hutan bakau baru yang diperkirakan seluas 2 km 2 / tahun.. Lumpur yang ada di Segara Anakan tersebut dibawa arus keluar dari perairan Segara Anakan dan mengendap di perairan pantai di luar Segara Anakan (Gambar 5 dan Gambar 6) yaitu di perairan pantai dari P. Nusakambangan kearah timur sampai Selatan Yogyakarta dan perairan pantai dari P. Nusakambangan kearah barat sampai Penanjung yaitu di perairan Teluk Maurits. Lumpur tersebut dibawa ke laut menurut Purba (1991) sejauh 7 km oleh arus pasang surut tertinggi dan 2,8 km olah arus pasang surut terendah. S undoro m L i n t a n g S e l a t a n ' D udan m T unggulbatu m C i t a n d u i C i b e u r e u m SEG A RA ANAKAN K. D o n a n K. S e r a y u J a m p a n g m K. I j o K e m b a n g m 4 3 C i j u l a n g Parigi 1 1 K elapa genep T g. K a r a n g b a t u Tlk. P E RIG I Pe nanjung 1 4 Tlk. M AU R IT S NU S A KAMBANGAN CIL A C A P CIL AC AP 6 8 Tlk. P EN Y U K arangbolong T g. M a d a s a r i K. L u k u l o K. C o k r o y a s a n K. B o g o w o n t o G e p a k m K. P r o g o K. O p a k ' 30' B u ju r Timur

64 Gambar 5. Arus pada Musim Barat Keterangan : _..... _..._ isodepth 5 m isodepth 10 m isodepth 20 m isodepth 50 m isodepth 200 m jenis dasar lumpur arah arus permukaan Skala 1 : (7 44'15"S)

65 Sundoro 3151 m L i n t a n g S e l a t a n 3 0 ' D udan 500 m T unggulbatu 600 m C i t a n d u i C i b e u r e u m SE GARA ANAKAN K. D o n a n K. S e r a y u Jampang 809 m K. I j o K e m b a n g 729 m 4 3 C i j u l a n g P arigi K elap a genep T g. K a r a n g b a t u 9 T lk. P ERIGI P enanjung 1 4 T lk. MAU RITS N USA KAMBANGAN C IL A C A P C IL ACAP 6 8 T lk. P EN YU T g. M a d a s a r i K aran gb olo ng K. L u k u l o K. C o k r o y a s a n K. B o g o w o n t o G e p ak 859 m K. P r o g o K. O p a k 3 0 ' ' B u ju r Timur Gambar 6. Arus pada Musim Timur Keterangan : _..... _..._ isodepth 5 m isodepth 10 m isodepth 20 m isodepth 50 m isodepth 200 m Skala 1 : (7 44'15"S) jenis dasar lumpur arah arus permukaan

66 Untuk endapat lumpur di perairan pantai dari Nusakambangan kearah timur menurut Rahayu (2000) dibawa oleh arus Pantai Jawa (Java Coastal Current) pada musim barat (sekitar bulan desember sampai februari) sampai S. Bogowonto di Selatan Yogyakarta, sehingga dasar perairan pantai dari P. Nusakambangan dan Teluk Penyu Cilacap sampai S. Bogowonto adalah Lumpur. Endapan lumpur tersebut yang mengendap di perairan pantai dari P. Nusakambangan ke arah barat menurut Purba (1991) disekitar perairan Teluk Maurits Daerah penyebaran dan daerah penangkapan sumber daya udang jerbung. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa daur hidup (life cycles) udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) terbagi dalam dua fase yaitu fase laut dan fase muara sungai serta udang jerbung hidup di perairan dengan dasar perairan lumpur atau lumpur campur pasir. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Panikkar and Menon (1967) yang diacu dalam Soedharma (1972) mengemukakan bahwa kesukaan hidup udang penaeid, termasuk udang jerbung adalah perairan dengan dasar perairan lumpur atau lumpur campur pasir. Hal ini juga erat sekali hubungannya dengan makan dan cara makan (food and feeding habit) dari udang itu sendiri. Makanan udang adalah detritus dan binatang binatang yang ada di dasar perairan, selain itu juga erat kaitannya dengan tabiat udang yang sering menguburkan diri didalam dasar perairan. Sehubungan perairan Cilacap dan sekitarnya adalah perairan dengan dasar perairan Lumpur, serta mempunyai perairan lagon Segara Anakan yang berair payau dengan tanaman bakau yang cukup luas, maka perairan Cilacap dan sekitarnya sangat sesuai untuk kehidupan udang jerbung, baik untuk fase di laut maupun untuk fase di muara sungai. Menurut beberapa hasil penelitian udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menyatakan bahwa udang jerbung memijah di laut sebagai fase di laut dan

67 nursery ground atau daerah asuhan udang jerbung di perairan Segara Anakan sebagai fase di muara sungai. Udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Zalinge and Naamin (1975) memijah di laut yang dilakukan sepanjang tahun dengan dua puncaknya pada bulan November Februari dan April Mei. Hal inipun sesuai dengan hasil penelitian udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya oleh Adisusilo (1984) yang mengemukakan bahwa udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya memijah sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Agustus, Nopember dan April serta tingkatan yang rendah pada bulan Oktober dan Februari. Daerah asuhan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya menurut Zalinge and Naamin (1975) dan Naamin (1987 dan 1988) adalah di perairan Segara Anakan yaitu dari stadium post larva sampai stadium yuwana. Hal inipun didukung hasil penelitian Dudley et al. (2000) dan Dudley (2001) yang menyatakan bahwa perairan segara anakan sebagai daerah asuhan udang jerbung. Disamping itu pula menurut Hariati et al. (1990) yang menyatakan bahwa udang jerbung yang tertangkap di perairan Segara Anakan pada umumnya adalah udang muda (udang yuwana) yang berumur tiga sampai empat bulan., sehingga daerah perairan Segara Anakan tersebut adalah merupakan daerah asuhan atau nursery ground udang jerbung. Berdasarkan situasi daur hidup udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana diuraikan diatas dapat dikatakan bahwa udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya memijah di laut yaitu di Perairan Samudera Hindia dan larvanya beruaya terbawa arus ke perairan Segara Anakan yang merupakan daerah asuhan atau nursery

68 ground. Sesudah larva udang tersebut berkembang menjadi udang muda atau yuwana akan beruaya kembali ke tengah laut untuk memijah. Sehubungan dengan daur hidup dan penyebaran udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana diuraikan diatas, maka daerah penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) daerah penangkapan udang jerbung yaitu : (1) Perairan pantai dari P. Nusakambangan atau Teluk Penyu Cilacap ke arah timur sampai selatan Yogyakarta. (2) Perairan pantai dari P. Nusakambangan kearah barat di perairan Teluk Maurits. (3) Perairan Segara Anakan Pemanfaatan sumber daya udang jerbung. Daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagaimana telah diuraikan diatas Gambar-1 adalah di perairan selatan Jawa mulai dari sebelah barat di perairan pantai Teluk Maurits ke arah timur di perairan pantai Cilacap dan perairan Segara Anakan sampai di perairan pantai selatan Yogyakarta. Sehubungan dengan daerah penyebaran dan daerah penangkapan udang jerbung tersebut melewati batas batas administrasi daratan dari beberapa daerah kabupaten / kota dan bahkan wilayah propinsi, maka nelayan nelayan yang mengadakan operasi penangkapan udang jerbung di perairan tersebut juga berasal dari beberapa daerah kabupaten / kota yaitu nelayan nelayan yang berasal dari daerah Kebumen, Cilacap dan Ciamis. Kegiatan penangkapan udang jerbung oleh para nelayan dari Kebumen, Cilacap dan Ciamis pada umumnya menggunakan alat tangkap trammel net, dimana hasil tangkapan

69 trammel net tersebut juga tertangkap jenis udang lainnya dan ikan. Udang jenis lainnya yang banyak tertangkap adalah udang dogol (Metapenaeus ensis de Man).

70 (1) Kebumen. Nelayan Kebupaten Kebumen yang mengadakan operasi penangkapan ikan dan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya ini adalah nelayan dari daerah Argopeni, Karang Duwur dan Pasir. Kegiatan penangkapan ikan dan udang yang dilakukan para nelayan dari daerah Kabupaten Kebumen ini pada umumnya masih dapat dikatagorikan nelayan tradisional karena mesih menggunakan alat tangkap yang sederhana dengan perahu yang dilengkapi dengan motor tempel sebagaimana pada Gambar 7. Gambar 7. Armada penangkapan ikan dan udang (perrahu jukung) yang digunakan para nelayan Kebumen yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya. Perkembangan jumlah perahu motor tempel dan jumlah alat tangkap yang digunakan para nelayan tersebut pada periode tahun rata rata mengalami kenaikan 12,34 % per tahun untuk perahu motor tempel dan 4,89 % per tahun untuk jumlah alat tangkap. Jenis alat tangkap yang banyak digunakan para nelayan adalah alat

71 tangkap gillnet, trammel net, lampara dasar dan pancing yang perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di Kabupaten Kebumen pada tahun Satuan : buah Tahun Perahu Jenis Alat Tangkap Motor Gillnet Trammel Lampara Pancing Lain Jumlah Tempel Net Dasar lain Rata-rata kenaikan 12,34 8,20 10, , ,89 ( % ) Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen Perkembangan jumlah armada penangkapan di laut dan jumlah alat tangkap di Kebumen pada periode waktu Tahun tersebut juga diikuti dengan perkembangan produksi hasil tangkapan di laut sebagaimana pada Tabel 3 tersebut, dimana produksi hasil tangkapan di laut tersebut meningkat rata rata 72,28 % per tahun. Produksi hasil tangkapan di laut pada tahun 1997 sebesar 4.137,66 ton dan meningkat menjadi 5.232,16 ton pada tahun Jenis ikan yang banyak tertangkap dan didaratkan di TPI TPI daerah Kebumen ini pada umumnya adalah ikan tongkol, tenggiri, layur, bawal putih, cucut, pari dan kadang-kadang juga ubur-ubur. Jenis udang yang banyak tertangkap adalah jenis udang krosok, udang barat, udang jerbung dan udang rebon.

72 Perkembangan jumlah ikan hasil tangkapan di laut yang didaratkan di wilayah Kebumen ini sebagaimana pada Tabel 4 rata rata meningkat 78,05 % per tahun, dimana pada tahun 1997 sebesar ,10 kg dan meningkat menjadi ,35 kg pada tahun Produksi udang hasil tangkapan di laut yang didaratkan di wilayah Kebumen pada tahun 1997 sebesar ,20 kg dan pada tahun 2002 turun menjadi ,10 kg tetapi secara menyeluruh produksi tersebut selama periode waktu tersebut mengalami rata rata peningkatan sebesar 24,08 % per tahun. Tabel 4. Perkembangan produksi hasil tangkapan di laut daerah Kebumen pada Tahun Satuan : kg Tahun Ikan Udang Total ( kg ) ( kg ) ( kg ) , , , , , , , , , , , , , , , , , ,45 rata-rata kenaikan 78,05 24,08 72,28 ( % ) Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen Sehubungan dengan masih sederhananya jenis alat tangkap dan perahu motor tempel yang digunakan oleh para nelayan dari Kebumen tersebut diatas, maka daerah operasi penangkapannyapun juga masih sangat terbatas yaitu hanya disekitar perairan pantai. Operasi penangkapan ikan dan udang di laut oleh nelayan tersebut hanya dilakukan satu hari atau one day fishing yaitu berangkat ke laut pada waktu sore / malam hari dan kembali darat / pangkalan pada waktu pagi hari.

73 Nelayan Kebumen yang mengadakan operasi penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah juga para nelayan dari daerah Argopeni, Karang Duwur dan Pasir. Kapal ikan yang digunakan pada umumnya adalah perahu jukung yang dilengkapi dengan motor tempel sebagaimana pada Gambar 8. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap udang di laut adalah alat tangkap trammel net dengan bahan jaring dari bahan monofilamen. Pada umumnya pengoperasian alat tangkap trammel net yang dilakukan oleh para nelayan dari Kebumen tersebut adalah secara pasif yaitu dengan cara meletakkan alat tangkap trammel net di dasar perairan selama 4 5 jam kemudian alat tangkap ditarik. Jumlah unit alat tangkap trammel net yang digunakan para nelayan relatif masih sangat sedikit untuk masing masing perahu yaitu berkisar kurang lebih piece. Perkembangan jumlah alat tangkap trammel net dan kapal ikan yang digunakan para nelayan dari Kebumen tersebut pada periode waktu tahun rata-rata naik 10,38 % per tahun untuk jumlah perahu motor tempel dan 10,91 % per tahun untuk jumlah alat tangkap trammel net. Armada penangkapan di laut pada tahun 1997 sebesar 36 buah perahu dengan jumlah alat tangkap trammel net sebanyak 355 unit dan pada tahun 2003 naik menjadi 520 buah perahu dengan jumlah alat tangkap trammel net sebanyak 520 unit. Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap trammel net dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap trammel net serta produksi udang jerbung yang didaratkan di Kebumen pada tahun Tahun Kapal/ Jumlah Produksi Perahu trammel net Udang jerbung ( buah ) ( unit ) ( kg ) ,55

74 , , , , ,90 rata-rata kenaikan 10,38 10,91 41,45 ( % ) Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen Produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut dengan alat tangkap trammel net yang didaratkan di Kebumen pada periode waktu tahun sebagaimana pada Tabel 5 mengalami kenaikkan rata rata 41,45 % per tahun. Produksi udang jerbung yang didaratkan di daerah Kebumen pada tahun 1997 adalah sebesar ,55 kg dan meningkat menjadi ,90 kg pada tahun Daerah perairan penangkapan udang di laut para nelayan dari Kebumen ini juga merupakan daerah perairan penangkapan udang di laut para nelayan dari Cilacap dan demikian pula udang hasil tangkapan yang didaratkan di wilayah Kebumen ini juga ada udang hasil tangkapan para nelayan Cilacap. Penjualan udang hasil tangkapan para nelayan Cilacap di Kebumen ini tidak dikarenakan harga udang di Kebumen lebih tinggi dari Cilacap tetapi dikarenakan uang hasil penjualan udang di Kebumen ini milik ABK dan tidak disetorkan ke pemilik kapal. Sehubungan dengan situasi dan permasalahan tersebut diatas, maka produksi udang hasil tangkapan di laut yang didaratkan di wilayah Kebumen ini tidak hanya produksi udang hasil tangkapan para nelayan dari Kebumen tetapi juga produksi udang hasil tangkapan para nelayan dari Cilacap. Untuk mengetahui perkembangan udang hasil

75 tangkapan di laut para nelayan dari Kebumen ini diambil sampel perkembangan kegiatan penangkapan udang oleh para nelayan dari TPI Argopeni Gombong - Kebumen. Berdasarkan hasil sample kegiatan penangkapan udang di laut para nelayan di TPI Argopeni Gombong Kebumen (Lampiran 2) terlihat bahwa perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut dengan alat tangkap trammel net para nelayan Gombong Kebumen dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa produksi udang jerbung pada periode tahun mengalami peningkatan rata-rata sebesar 23,20 % per tahun, dimana produksi udang jerbung pada tahun 1997 sebesar ,72 kg dan pada tahun 2002 meningkat menjadi , 32 kg.

76 Tabel 6. Perkembangan perahu/kapal trammel net serta produksi udang jerbung para nelayan Gombong - Kebumen pada tahun Tahun Kapal / Produksi Udang Perahu Udang jerbung Udang Dogol Total Udang ( buah ) ( kg ) ( kg ) (kg) , , , , , , , , , , , , , , , , , ,96 Rata-rata kenaikan 10,38 23,20 7,20 5,90 ( % ) Sumber : Data dari TPI Argopeni Gombong Kebumen serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen 2003 yang sudah diolah. Untuk produksi udang dogol yang ikut tertangkap pada operasi trammel net pada periode waktu tahun sebagaimana pada Tabel 6 juga mengalami peningkatan sebesar 7,20 % per tahun, sehingga total udang yang tertangkap pada periode waktu tersebut juga meningkat sebesar 5,90 % per tahun. Produksi total udang pada tahun 1997 sebesar ,63 kg dan pada tahun 2002 meningkat menjadi ,96 kg. Berdasarkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 tersebut diatas terlihat adanya perbedaan antara produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut yang di daratkan di Gombong Kebumen dengan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut para nelayan Gambong Kebumen. Perbedaan jumlah produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut tersebut adalah merupakan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut para nelayan Cilacap yang di daratkan dan di jual di wilayah Gombong Kebumen yang perkembangannya dapat di lihat pada Tabel 7.

77 Tabel 7. Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Kebumen pada tahun Tahun Produksi Produksi T o t a l Nelayan Gombong Nelayan Cilacap Produksi ( kg ) ( kg ) ( kg ) , , , , , , , , , , , , , , , , ,58 * ) ,90 Rata-rata kenaikan 23,20-2,82 41,45 ( % ) Sumber : Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen dan TPI Argopeni yang sudah diolah. * ) penjualan udang nelayan Cilacap di Gambong Kebumen pada tahun 2002 semakin meningkat Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan laut yang didaratkan di wilayah Gombong Kebumen pada periode waktu tahun sebagaimana pada Tabel 7 pada umumnya mengalami rata - rata peningkatan sebesar 23,20 % per tahun untuk udang hasil tangkapan di laut para nelayan Gombong dan 41,45 % per tahun untuk produksi total udang jerbung yang didaratkan di wilayah Gombong Kebumen. Produksi udang hasil tangkapan di laut para nelayan Cilacap yang didaratkan di Gombong Kebumen pada periode tahun tersebut mengalami rata-rata penurunan sebesar 2,82 % per tahun walaupun secara kuantitatif produksi udang jerbung pada tahun 2002 sebesar ,58 kg mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun tahun sebelumnya.

78 Produksi udang nelayan Cilacap yang didaratkan di Gombong Kebumen pada tahun 2002 sebesar ,58 ton tersebut diatas dijual lewat TPI sehingga tercatat di TPI dan juga Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen sehingga sudah dikenakan retribusi sebesar 5 % dari nilai lelang hasil tangkapan berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 26 Tahun 1999 yang dirubah dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 26 Tahun 1999 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah (PERDA) Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah No. 3 Tahun 1999 tentang retribusi pasar grosir atau pertokoan besar. Udang jerbung hasil tangkapan nelayan Cilacap sebesar ,58 ton dengan nilai lelang yang diperkirakan sebesar Rp ,- dikenakan retribusi 5 % sebesar Rp ,- tetapi permasalahannya 0,50 % dari 5 % retribusi tersebut kembali kepada nelayan sebagai tabungan nelayan dan 0,15 % dari 5 % retribusi tersebut sebagai dana asuransi nelayan tidak kembali kepada nelayan. Tabungan nelayan Cilacap pada tahun 2002 sebesar 0,5 % yang diperkirakan sebesar Rp ,- dan dana asuransi nelayan Cilacap sebesar Rp ,- tidak kembali kepada nelayan Cilacap. Sistim pemasaran udang hasil tangkapan di laut tersebut didaratkan dan dilelang di TPI - TPI yang ada di Kebumen yaitu TPI Argopeni, TPI Karang Duwur dan TPI Pasir. Udang hasil tangkapan di laut tersebut didaratkan dan dilelang di TPI dan dibeli oleh pedagang pedagang lokal sebagai pengumpul udang segar dan kemudian dibeli oleh pedagang pedagang besar, dimana pedagang pedagang local tersebut umumnya sebagai agen dari pedagang pedagang besar dan kemudian udang segar tersebut dipasarkan ke Cilacap dan Yogyakarta.

79 Untuk data data pelanggaran kegiatan penangkapan ikan di laut, termasuk kegiatan penangkapan udang di laut tidak tercatat karena kegiatan pengawasan di laut dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap yang tidak mengikut sertakan aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen. Disamping itu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen tidak mengetahui waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan di laut yang dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap. (2) Ciamis. Kegiatan operasi penangkapan ikan dan udang di laut oleh para nelayan dari Ciamis di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah para nelayan dari daerah Pangandaran, Parigi, Cijulang, Cimerak dan Kalipucang. Ukuran armada penangkapan dan jenis alat tangkap yang pada umumnya digunakan para nelayan dari Ciamis tersebut relatif sama dengan para nelayan dari Kebumen yang masih termasuk dalam katagori nelayan tradisional karena mesih menggunakan alat tangkap yang sederhana dengan perahu yang hanya dilengkapi dengan motor tempel sebagai penggerak, sebagaimana pada Gambar 8 dan Gambar 9. Jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan dari daerah Ciamis ini pada umumnya masih tergolong sederhana yaitu alat tangkap gillnet, trammel net, jaring arad, jaring dogol, jaring apong dan pancing yang perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 8. Perkembangan armada penangkapan ikan di laut yang digunakan oleh para nelayan dari Ciamis tersebut pada periode waktu tahun sebagaimana pada tabel tersebut mengalami rata rata kenaikan yaitu 5,18 % per tahun untuk perahu tanpa motor dan 12,06 % per tahun untuk perahu motor tempel. Untuk semua jenis alat tangkap

80 yang digunakan secara umum mengalami kenaikkan dan secara total mengalami rata rata kenaikkan 9,57 % per tahun.

81 Gambar 8. Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) yang digunakan para nelayan Pangandaran Ciamis yang beroperasi di perairan Teluk Maurits. Gambar 9. Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) yang digunakan para nelayan Kalipucung Ciamis yang beroperasi di perairan Segara Anakan.

82 Tabel 8. Perkembangan armada penangkapan dan jenis alat tangkap di Kabupaten Ciamis pada tahun Satuan : buah Tahun Perahu Perahu Jenis Alat Tangkap Tanpa Motor Gill Tram Jaring Jaring Jaring Pancing Total Motor Tempel Net mel Arad Dogol Apong (rawe) Net rata-rata kenaikan 5,18 12,06 20,64 4,37 11,30 102,36 0,0 5,31 9,57 ( % ) Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis (2002). Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap pada periode waktu tahun yang secara umum mengalami peningkatan tersebut diatas pada umumnya masih diikuti dengan perkembangan produksi hasil tangkapan di laut sebagaimana pada Tabel 9. Produksi hasil tangkapan di laut pada tahun 1997 sebesar 3.492,3 ton dan pada tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 2.529,8 ton, walaupun pada tahun 2001 produksi hasil tangkapan di laut tersebut mengalami penurunan dibandingkan produksi pada tahun 1997, tetapi secara umum produksi hasil tangkapan di laut pada periode waktu tersebut mengalami kenaikan rata rata sebesar 0,79 %. Demikian pula situasi perkembangan ikan dan udang hasil tangkapan di laut pada periode waktu tahun sebagaimana pada Tabel 9 tersebut, dimana produksi ikan dan udang pada tahun 2001 lebih kecil dari produksi ikan dan udang pada tahun Secara umum produksi ikan dan udang hasil tangkapan di laut pada periode waktu tersebut masih mengalami kenaikkan dengan rata rata 1,99 % per tahun untuk ikan dan 5,48 % per tahun untuk udang.

83 Tabel 9. Perkembangan produksi hasil tangkapan di laut daerah Ciamis pada Tahun Satuan : ton Tahun Ikan Udang Total ( kg ) ( kg ) ( kg ) ,7 721, , ,5 433, , ,3 669, , ,0 300, , ,2 488, ,8 Rata-rata kenaikan 1,99 5,48 0,79 ( % ) Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis Jenis jenis ikan yang benyak tertangkap di laut dan didaratkan di daerah Ciamis adalah ikan layur, tengiri, bawal, manyung, cucut, pari, reman, kembung, tongkol, kakap, bambangan, petek dan lain-lain. Jenis udang yang banyak tertangkap di laut dan didaratkan di daerah Ciamis adalah udang rebon, krosok, dogol dan jerbung. Sehubungan dengan masih sederhananya jenis alat tangkap dan perahu motor tempel yang digunakan oleh para nelayan dari Pangandaran dan sekitarnya tersebut diatas, maka daerah operasi penangkapannyapun juga masih sangat terbatas yaitu hanya disekitar perairan pantai dan pada umumnya di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di perairan Teluk Maurits serta khusus untuk nelayan dari Kalipucang mengadakan operasi pengangkapan di perairan lagoon yaitu di perairan Segara Anakan. Operasi penangkapan ikan dan udang di laut oleh nelayan tersebut hanya dilakukan satu hari atau one day fishing yaitu berangkat ke laut pada waktu sore / malam hari dan kembali darat / pangkalan pada waktu pagi hari.

84 Nelayan Ciamis yang mengadakan operasi penangkapan udang jerbung di perairan Cilacap dan sekitarnya di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan perairan Segara Anakan adalah para nelayan dari daerah Pangandaran, Parigi, Cijulang dan Kalipucung. Armada penangkapan dan jenis alat yang digunakan oleh para nelayan dari Ciamis ini pada umumnya sama dengan para nelayan dari Kebumen yaitu perahu jukung yang dilengkapi dengan motor tempel sebagaimana pada Gambar 9 dan Gambar 10. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap udang adalah alat tangkap trammel net dari bahan monofilamen yang dioperasikan di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat serta jaring apong dari bahan monofilamen yang dioperasikan di perairan Segara Anakan. Pengoperasian alat tangkap trammel net di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di perairan Teluk Maurits yang dilakukan oleh para nelayan Ciamis dari daerah Pangandaran, Parigi dan Cijulang tersebut adalah secara pasif yaitu dengan cara meletakkan meletakkan alat tangkap trammel net di dasar perairan selama kurang lebih 4 5 jam dan kemudian alat tangkap ditarik. Jumlah piece (unit) alat tangkap trammel net yang digunakan para nelayan relatif masih sangat sedikit untuk masing masing perahu yaitu berkisar kurang lebih 10 piece. Pengoperasian jaring apong yang dilakukan para nelayan Ciamis dari Kalipucang di perairan Segara Anakan adalah dengan memasang jaring apong di perairan dengan tongkat yang disuaikan dengan arah arus. Untuk mengetahui jumlah kapal trammel net dan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut para nelayan Ciamis ini diambil sampel data-data kegiatan penangkapan udang di laut para nelayan Ciamis di TPI Pangandaran, TPI Perigi dan TPI Batukaras Cijulang, dimana perkembangan kegiatan penangkapan udang jerbung di laut oleh para nelayan dari Ciamis tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 dan Lampiran 3.

85 Jumlah kapal trammel net pada periode waktu tahun rata-rata peningkatan sebesar 0,05 % per tahun, dimana pada tahun 1998 sebesar 249 buah dan meningkat menjadi 263 buah pada tahun Peningkatan jumlah armada tersebut tidak diikuti dengan peningkatan produksi udang tetapi diikuti dengan penurunan produksi udang rata-rata sebesar 0,06 % per tahun, dimana pada tahun 1998 sebesar ,6 kg dan mengalami penurunan pada tahun 2002 menjadi sebesar ,9 kg. Tabel 10. Perkembangan kegiatan penangkapan udang nelayan Ciamis pada tahun Tahun Kapal / Produksi Udang Perahu Udang jerbung Udang Dogol Total Udang ( buah ) ( kg ) ( kg ) ( kg ) , , , , , , , , , , , , , , ,2 Rata-rata kenaikan 0,05-0,06-9,20-7,42 ( % ) Sumber : Data TPI Pangandaran, TPI Parigi dan TPI Batukaras Cijulang yang sudah diolah. Untuk udang dogol sebagai hasil sampingan tangkapan trammel net pada periode waktu tersebut juga mengalami penurunan sebesar 9,20 % per tahun, sehingga total udang hasil tangkapan trammel net juga mengalami penurunan sebesar 7,42 % per tahun. Produksi total udang pada tahun 1998 sebesar ,5 kg dan pada tahun 2002 mengalami penurunan dan produksinya menjadi ,2 kg. Penurunan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Pangandaran ini kemungkinan besar dikarenakan udang jerbung hasil tangkapan di laut

86 tersebut dijual tidak lewat TPI tetapi di jual langsung ke pedagang pengumpul yang ada di Pangandaran sehingga data hasil tangkapan udang tersebut tidak tercatat di TPI. Hal ini dikarenakan tempat pendaratan para nelayan tersebar di sepanjang pantai yang lokasinya jauh dari TPI Pangandaran sehingga kalau di jual lewat TPI Pangandaran harus menambah biaya perjalanan darat dan ini tidak menguntungkan bagi para nelayan. Demikian pula para pedagang pengumpul di tempat pendaratan para nelayan tersebut tidak menjual udang lewat TPI tetapi langsung di jual ke pedagang besar karena lebih menguntungkan bagi pedagang pengumpul tersebut. Kegiatan penangkapan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat di perairan Teluk Maurits Pangandaran ini juga dilakukan para nelayan dari Cilacap yang menggunakan kapal ikan berukuran kurang dari 20 GT dengan alat tangkap trammel net. Sehubungan daerah operasi penangkapan di sekitar Teluk Maurits yang merupakan perairan pantai yang relatif dekat dengan Pangandaran, maka operasi penangkapan dilakukan hanya 1 (satu) hari yaitu berangkat pada pagi hari sekitar pukul pagi hari dan pulang pada waktu sore menjelang malam yaitu sekitar pukul sore hari. Udang hasil tangkapan kapal-kapal motor dari Cilacap tersebut langsung di jual kepada pedagang-pedagang dan tidak lewat TPI, sehingga jumlah produksinya tidak tercatat di TPI Pangandaran. Operasi penangkapan kapal - kapal ikan dengan alat tangkap trammel net dari Cilacap di perairan Teluk Maurits Pangandaran dan menjual udang hasil tangkapannya di Pangandaran tersebut diatas tidak dikarenakan harga udang di Pangandaran lebih mahal dari pada harga udang di Cilacap. Hal ini dikarenakan uang hasil penjualan udang hasil tangkapan tersebut tidak disetorkan ke pemilik kapal ikan tetapi uang hasil penjualan

87 udang tersebut milik ABK kapal ikan tersebut. Situasi ini akan sangat merugikan pemilik kapal ikan dan daerah asal kapal ikan tersebut yaitu Cilacap karena kehilangan retribusi kapal ikan tersebut. Udang hasil tangkapan di laut kapal kapal ikan dari Cilacap tersebut tidak dilelang melalui TPI Pangandaran, tetapi dijual langsung kepada pedagang pedagang langganannya, sehingga produksinya tidak tercatat di TPI Pangandaran. Situasi ini akan sangat merugikan bagi daerah Pangandaran karena tidak kena retribusi serta akan sangat merugikan pengembangan kegiatan penangkapan udang di perairan Teluk Maurits Pangandaran pada khususnya serta Perairan Cilacap dan sekitarnya pada umumnya. Hal ini dikarenakan data data dan informasi kegiatan kapal kapal ikan dari Cilacap tersebut belum diperhitungkan didalam pengelolaan pemanfaatan sumber daya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya serta pengembangan pemanfaatan selanjutan. Pengembangan kapal kapal ikan dengan alat tangkap trammel net dari Cilacap yang beroperasi di perairan Teluk Maurits Pangandaran tersebut diatas pada periode waktu tahun dapat dilihat pada Tabel 11 mengalami rata rata penurunan sebesar 0,06 % per tahun. Pada tahun 1997 jumlah kapal ikan dengan alat tangkap trammel net tersebut adalah sebesar 20 buah kapal dan menurun pada tahun 2002 menjadi 18 buah kapal. Sehubungan dengan teknologi alat tangkap yang digunakan nelayan Cilacap dan nelayan Ciamis pada periode tahun relatif sama dan tidak ada perubahan sehingga tingkat fluktuasinya relatif sama, maka untuk menentukan CPUE kapal ikan trammel net dari Cilacap tersebut adalah dengan memperbandingkan CPUE kapal ikan trammel net dari Cilacap pada saat penelitian pada tahun 2002 dengan pergerakan CPUE

88 kapal ikan alat tangkap trammel net dari Ciamis selama periode waktu tahun sebagaimana pada Lampiran-4, dimana perkembangan kapal ikan trammel net, CPUE dan produksi udang jerbung kapal ikan trammel net dari Cilacap tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.

89 Tabel 11. Perkembangan kapal trammel net dari Cilacap yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya bagian barat dan produksi udang pada tahun Tahun Kapal Ikan Produksi Udang ( buah ) Udang jerbung Udang dogol Total udang ( ton ) ( ton ) ( ton ) ,23 90,46 140, ,90 63,27 119, ,55 58,22 88, ,25 75,92 111, ,36 120,25 183,61 rata-rata kenaikkan 5,51 15,27 2,15 1,82 ( % ) Sumber : Data TPI Pangandaran yang sudah diolah. Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan di laut kapal ikan trammel net dari Cilacap yang di daratkan di Ciamis juga mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 15,27 % per tahun, dimana pada tahun 1998 sebesar 50,23 ton dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 63,36 ton. Demikian pula produksi dang dogol sebagai hasil sampingan penangkapan trammel net pada periode waktu tersebut juga mengalami peningkatan sebesar 2,15 % per tahun, sehingga total udang hasil tangkapan trammel net pada periode waktu tersebut juga meningkat sebesar 1,82 % per tahun. Produksi total udang pada tahun 1998 sebesar 140,69 ton dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 183,61 ton. Untuk data dan informasi kegiatan penangkapan udang di perairan Segara Anakan yang dilakukan oleh para nelayan dari Kalipucang Ciamis ini sangat kurang dan bahkan tidak ada data dan informasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis

90 maupun di Kalipucang, Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis dalam upaya meningkatkan pengembangan kegiatan perikanan telah dibangun TPI di Kalipucang yaitu TPI Majengklak, tetapi TPI tersebut tidak berfungsi dan bahkan sekarang bangunan TPI sudah rusak. Oleh karena itu untuk mendapatkan data dan informasi kegiatan penangkapan udang di perairan Segara Anakan yang dilakukan para nelayan Kalipucang dengan cara wawancara dengan nelayan dan hasil hasil penelitian yang telah ada sebelumnya. Jenis alat tangkap yang digunakan para nelayan Kalipucang untuk menangkap udang di perairan Segara Anakan adalah jaring apong yaitu jenis alat tangkap perangkap dengan memanfaatkan dan menggunakan kantong jaring trawl sebagai jaring apong. yang penggunaannya berkembang dengan cepat di Perairan Segara Anakan. Jumlah jaring apong yang ada di Segara Anakan (Ciamis dan Cilacap) pada tahun 1987 dan 1988 menurut Hariati et al. (1990) sebanyak 320 buah dan jumlah jaring apong menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis pada tahun 1997 dan tahun 1998 adalah sebesar 136 buah. Jumlah alat tangkap jarring apong pada tahun 2000 menurut Zarochman (2003) meningkat menjadi sebanyak 887 unit dan jumlah jaring apong ini pada tahun 2001 menurun, terutama untuk daerah operasi penangkapan di sekitar perairan Pelawangan Barat karena pada perairan tersebut terjadi pendangkalan dan menurut beberapa nelayan penurunan tersebut sampai 50 %, sehingga jumlah yang masih aktif diperkirakan 443 unit. Perkembangan jaring apong oleh para nelayan Majingklak Ciamis serta CPUE dan produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan Segara Anakan dapat dilihat pada Tabel 12.

91 Tabel 12. Perkembangan armada penangkapan dan alat tangkap jaring apong nelayan Ciamis yang beroperasi di perairan Segara Anakan serta produksi udang jerbung pada tahun Tahun Jumlah Perahu Jumlah CPUE Produksi Motor Tempel Jaring Apong Jaring Apong Udang Jerbung ( buah ) ( unit ) ( kg ) ( kg ) 1997* * ** , , ** , , *** , ,77 Sumber : * data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis ** data Zarochman (2003) *** data hasil penelitian dan wawancara dengan Nelayan Berdasarkan jumlah jaring apong dan CPUE jarring apong sebagaimana pada Tabel 12 tersebut diatas, maka diperkirakan produksi udang jerbung hasil tangkapan di perairan Segara Anakan diperkirakan sebesar 14,07 ton pada tahun 2000 dan tahun 2001 serta kemudian produksi tersebut turun menjadi 4,89 pada tahun Penurunan produksi udang jerbung ini dikarenakan terjadinya pendangkalan di perairan Segara Anakan disekitar Pelawangan Barat sehingga menyulitkan untuk beroperasinya jaring apong di perairan tersebut. Pemasaran ikan dan udang hasil penangkapan di di laut yang di daratkan di daerah Ciamis ini sudah lewat TPI kecuali untuk daerah Kalipucung karena TPI Majingklak belum berfungsi. Untuk ikan dan udang yang didaratkan dan dipasarkan lewat TPI dengan cara lelang, terutama untuk TPI Parigi, TPI Cijulang dan TPI Pangandaran. Peserta lelang pada umumnya adalah pedagang - pedagang lokal sebagai pengumpul yang kemudian di jual ke pedagang besar untuk dipasarkan atau dijual ke Bandung, Jakarta dan Cilacap.

92 Untuk hasil tangkapan udang yang didaratkan di Pangandaran sebagian masuk TPI Pangandaran dan sebagian lagi dijual langsung ke pedagang lokal sebagai pengumpul yang kemudian dijual kepada pedagang besar untuk dipasarkan atau dijual ke Bandung, Jakarta dan Cilacap. Udang hasil tangkapan di perairan Segara Anakan yang didaratkan di Kalipucung pada umumnya dijual langsung kepada pedagang lokal sebagai pengumpul yang kemudian di jual ke Cilacap lewat TPI Donan. Produksi udang jerbung hasil tangkapan kapal trammel net dari Cilacap tersebut didaratkan di Pangandaran Ciamis langsung kepada pedagang pengumpul dan tidak lewat TPI Pangandaran sehingga produksi udang tersebut tidak tercatat dan juga tidak dikenakan retribusi. Demikian pula produksi hasil tangkapan nelayan Kalipucung yang beroperasi di perairan Segara Anakan dijual langsung ke pedagang pengumpul karena TPI Majingklak tidak berfungsi. Situasi ini sangat merugikan Pemerintah Daearah Ciamis karena produksi tersebut berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Ciamis No 8 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan dan retribusi pelelangan ikan harus dikenakan retribusi sebesar 6 %. Produksi udang jerbung kapal trammel net Cilacap tersebut pada tahun 2002 sebesar 63,36 ton (Tabel 11) dengan diperkirakan dengan nilai lelang sebesar Rp ,- harusnya dikenakan retribusi 6 % sebesar Rp ,-. Hal ini sangat merugikan Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dan juga nelayan Cilacap tetapi sangat menguntungkan pedagang pungumpul karena : - Pedagang pengumpul yang harusnya membayar 3 % dari nilai pembelian udang atau 50 % dari nilai retribusi yang diperkirakan sebesar Rp ,-

93 - Nelayan Cilacap yang seharusnya menerima kembali 0,35 % dari 6 % retribusi yang diperkirakan sebesar Rp ,- sebagai tabungan nelayan dan 0,25 % dari 6 % retribusi yang diperkirakan sebesar Rp ,- sebagai asuransi nelayan. - Pemerintah Daerah Ciamis yang seharusnya menerima 2,5 % dari 6% retribusi yang diperkirakan sebesar Rp ,- sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Untuk data data pelanggaran kegiatan penangkapan ikan di laut, termasuk kegiatan penangkapan udang di laut tidak tercatat karena kegiatan pengawasan di laut dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap yang tidak mengikut sertakan aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis. Disamping itu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis juga tidak mengetahui waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan di laut yang dilakukan oleh Angkatan Laut dari Cilacap. (3) Cilacap. Kegiatan penangkapan ikan dan udang di laut oleh para nelayan dari Cilacap ini pada umumnya sudah berkembang jika dibandingkan dengan kegiatan penangkapan ikan dan udang di laut oleh para nelayan dari Kebumen dan Ciamis. Kegiatan penangkapan di laut oleh para nelayan dari Cilacap ini sudah berkembang, terutama penangkapan udang di laut sudah berkembang pada saat alat tangkap trawl masih diperbolehkan beroperasi di Perairan Indonesia. Hal ini dikarenakan perairan Cilacap dan sekitarnya adalah salah satu daerah penyeberan udang penaeid (termasuk udang jerbung) sehingga perairan tersebut juga merupakan daerah konsentrasi penangkapan alat tangkap trawl. Alat tangkap trawl mulai berkembang dioperasikan di perairan Cilacap dan sekitarnya pada tahun 1971 sebanyak 13 buah kapal dan kemudian berkembang dengan

94 pesat dalam waktu yang relatif singkat karena pada tahun 1972 jumlahnya meningkat menjadi 122 buah kapal. Perkembangan pengoperasian alat tangkap trawl ini kurang dikendalikan sehingga pada pada tahun 1975 menurut Van Zalinge and Naamin (1975) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya udang di perairan Cilacap dan sekitarnya sudah padat tangkap. Sehubungan perkembangan pengoperasian alat tangkap trawl tersebut banyak menimbulkan keresahan social diantara para nelayan sehingga sering terjadi konflik di lapangan, maka oleh Pemerintah Indonesia Cq. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian dengan Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 melarang pengoperasian alat tangkap trawl di Perairan Indonesia. Untuk mengganti alat tangkap trawl tersebut maka Balai Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan pada tahun 1993 mengeluarkan Rangkuman Materi Calon Paket Teknologi Usaha Penangkapan Ikan / Udang dan salah satu paket tersebut adalah Paket Teknologi Usaha Penangkapan Udang Dengan Menggunakan Trammel Nets. Pada umumnya para nelayan di Indonesia, termasuk para nelayan di Cilacap sebelum dikeluarkannya Paket Teknologi Usaha Penangkapan Ikan / Udang pada tahun 1993 sudah menggunakan alat tangkap trammel net (Gambar 10) sebagai pengganti alat tangkap trawl tetapi alat tangkap trammel net ini produktivitasnya masih dibawah alat tangkap trawl. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi udang dari hasil tangkapan di laut, termasuk produksi udang hasil tangkapan di perairan Cilacap dan sekitarnya.

95 Gambar 10. Armada penangkapan ikan dan udang (perahu compreng dan kapal ikan) yang digunakan para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Cilacap dan sekitarnya. Produksi udang penaeid di Cilacap menurut Proyek Pengembangan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut (1995) pada tahun 1979 pada waktu alat tangkap trawl masih diperbolehkan beroperasi adalah sebesar ton dan produksi udang tersebut menurun dratis pada waktu alat tangkap trawl dilarang beroperasi dan produksi udang penaeid pada tahun 1984 sebesar 876 ton. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas alat trammel net sebagai alat pengganti alat tangkap trawl tidak sebesar dan seefektif alat tangkap trawl yang digantikannya. Dilarangannya beroperasi alat tangkap trawl di Cilacap ini mengakibatkan banyak para nelayan Cilacap mulai mengalihkan tujuan penangkapan dengan target species udang beralih ke ikan sehingga mulai berkembang penggunaan alat tangkap untuk menangkap ikan, terutama ikan pelagis seperti penggunaan alat tangkap gillnet, pancing rawai dan long line. Jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan Cilacap adalah alat tangkap payang, lampara dasar, trammel net, gillnet, jaring sirang, pancing (termasuk

96 pancing rawai dan long line) dan jaring apong sedangkan perkembangan jenis alat tangkap yang banyak digunakan nelayan Cilacap dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan jenis alat tangkap di Cilacap pada tahun Satuan : unit. Tahun Payang Lampara Trammel Gillnet Jaring Pancing Apong Dasar Net Sirang rata-rata kenaikan 2,16 5,73 3,47 2,16 8,49 14,82 24,27 ( % ) Sumbar : Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap Berdasarkan perkembangan jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan Cilacap sebagaimana pada Tabel 13 tersebut terlihat terjadi rata-rata kenaikan per tahun untuk semua jenis alat tangkap selama periode tahun Untuk jenis alat tangkap yang mengalami rata-rata kenikkan per tahun yang tinggi selama periode tersebut adalah jaring apong sebesar 24,27 % dan pancing (termasuk pancing rawai dan long line) sebesar 14,82 %. Trammel net hanya mengalami rata-rata kenaikan per tahun sebesar 3,47 % dari unit pada tahun 1997 naik menjadi unit pada tahun 1998 dan kemudian jumlah alat tangkap tersebut tidak mengalami perubahan sampai tahun Daerah operasi penangkapan alat tangkap pada Tabel 13 tersebut diatas pada umumnya di perairan Cilacap dan sekitarnya yaitu di Perairan Samudera Hindia tetapi untuk jaring apong dan sebagian jaring sirang dengan daerah operasi penangkapan di

97 perairan Segara Anakan dengan target spesies udang untuk jaring apong dan ikan untuk jaring sirang. Untuk alat tangkap yang beroperasi di Perairan Samudera Hindia pada umumnya dengan target spesies ikan, kecuali untuk alat tangkap trammel net dan sebagian jaring sirang dengan target spesies udang dengan daerah operasi penangkapan di perairan Samudera Hindia dari Cilacap sampai Yogyakarta. Pada umumnya untuk jenis alat tangkap trammel net, gillnet dan long line sudah menggunakan kapal ikan, terutama untuk alat tangkap gillnet, long line dan purse seine yang daerah operasinya di Perairan Samudera Hindia dari Selatan Jawa Bali bahkan sampai Selatan Sumatera dengan menggunakan kapal ikan berukuran diatas 30 GT dan ukuran kapal ikan per jenis alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 14. Izin penangkapan kapal ikan berukuran diatas 30 GT pada umumnya adalah long line, gillnet dan purse seine, tetapi dilapangan untuk kapal ikan yang berizin gillnet beroperasi di laut dengan trammel net. Tabel 14. Jumlah kapal ikan per jenis ukuran dan alat tangkap di Cilacap pada tahun 2002 Kapal Ikan Jenis Alat Tangkap ( unit ) Ukuran Jumlah Trammel Gillnet Long Line Purse Jumlah ( GT ) ( buah ) Net Seine < 10 GT GT GT GT GT > 100 GT J u m l a h Sumber : Data Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap.

98 Jenis alat tangkap oleh para nelayan Cilacap rata-rata mengalami peningkatan sebagaimana pada Tabel 13 tetapi kenaikan penggunaan jenis alat tangkap tersebut tidak diikuti dengan keniakkan produksi ikan dan udang hasil tangkapan di laut oleh para nelayan Cilacap yang didaratkan di Cilacap sebagaimana Tabel 14. Produksi ikan dan udang hasil tangkapan di laut oleh para nelayan Cilacap yang didaratkan di Cilacap selama periode waktu tahun mengalami rata-rata penurunan sekitar 0,25 %, dimana produksi ikan dan udang hasil tangkapan dari laut pada tahun 1997 sebesar ,6 ton dan pada tahun 2001 turun menjadi 6.454,4 ton. Jenis jenis ikan hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Cilacap sebagian besar adalah ikan bawal hitam, bawal putih, tongkol, tenggiri, manyung, cucut, pari, tigawaja, layur, cakalang dan tuna. Jenis jenis udang dari hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Cilacap sebagian besar adalah udang jerbung, udang dogol, udang barat, udang krosok dan udang rebon yang perkembangan jenis ikan dan udang tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.

99 Tabel 15. Perkembangan produksi perikanan laut di Cilacap pada tahun Satuan : ton Jenis Ikan kenaikan dan Udang rata-rata UDANG 2.519, , , , ,2-0,06 U Jerbung 164,2 295,8 300,0 286,2 194,0 0,11 U Dogol 383,8 468,7 408,0 38,7 303,3 1,51 U Tiger 2,8 1,3 0,9 64,4 2,4 17,19 U Lobster 33,3 24,4 0,4 0,6 0,4 0,27 U Barat 553,8 453,7-33,3 14,4 - U Krosok 541,9 174,9 607,4 375,3 353,5 0,34 U Rebon 839,4 214, ,4 510,0 487,2 0,84 IKAN , , , , ,2-0,28 Bawal H 4,5 17,6 172,4 55,4 47,6 2,72 Bawal P 53,1 84,7 15,2 9,4 24,9 0,26 Tongkol 1.540,8 785, , , ,7 0,21 Tenggiri 906,2 24,5 237,7 88,0 70,5 1,73 Kakap 82,7 14,6 10,6 4,6 3,2-0,49 Gerok 60,7 15,8 8,8 4,3 1,1-0,61 Bambangan 19,4 4,6 7,4 5,5 2,7-0,23 Manyung 127,6 128,3 221,1 128,1 21,6-0,13 Cucut 1.027,7 474,9 761,8 367,0 175,6-0,24 Pari 266,2 165,2 165,8 64,7 33,3-0,37 Tigawaja - 141,5 33,0 204,0 127,1 - Layur 320,6 525,6 163,9 91,5 52,1-0,23 Lemuru 147,3 7,0 7,5 0,6 15,6 5,80 Songot 1.377,2 31,7 0,2 2,1 0,3 1,67 Cak-Tuna 4.360, , , , ,7-0,29 Kacangan 6,3 0,4 6,4 0,1 41,9 107,77 Baleng 173,0 0,6-0,9 1,8 - Rajungan 472, Keong - 153,9 19,6 195,7 145,2 - Ubur-ubur - 5,6 8, Lain-lain 9.583, , , ,4 941,3-0,43 T O T A L , , , , ,4-0,25 Sumber : Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap tahun Produksi total udang hasil tangkapan di laut yang didaratkan di Cilacap selama periode waktu tahun rata-rata mengalami penurunan sebesar 0,06 % dari produksi sebesar 2.519,2 ton pada tahun 1997 dan turun menjadi sebesar 1.355,2 ton pada tahun 2001, tetapi penurunan tersebut disebabkan produksi udang lobster mengalami

100 penurunan sebesar 0,27 % dan udang barat produksi tahun 1999 tidak tercatat sebagaimana pada Tabel 15. Jenis udang lainnya seperti udang jerbung, udang dogol, udang krosok dan udang rebon periode waktu tersebut mengalami kenaikkan, khusus untuk udang jerbung mengalami kenaikkan sebesar 0,11 % dari produksi sebesar 164,2 ton pada tahun 1997 naik menjadi sebesar 194,0 ton pada tahun Untuk produksi ikan secara total dari hasil tangkapan di laut selama periode waktu tahun tersebut juga mengalami rata-rata penurunan sebesar 0,28 % dari produksi sebesar ,4 ton pada tahun 1997 dan turun menjadi sebesar 5.099,2 ton pada tahun Produksi ikan secara total mengalami rata-rata penurunan, tetapi untuk beberapa jenis ikan selama periode waktu tersebut mengalami rata-rata kenaikan, seperti ikan bawal hitam, bawal putih, tongkol, tenggiri dan kacangan yang perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 15 tersebut. Penurunan produksi ikan hasil tangkapan dari laut yang didaratkan di Cilacap ini kemungkinan besar dikarenakan ukuran kapal ikan yang digunakan oleh para nelayan dari Cilacap ini relatih besar diatas 30 GT sehingga jangkauan operasi penangkapannya tidak hanya di perairan Cilacap dan sekitarnya tetapi sampai ke perairan yang jauh dari Cilacap, seperti di perairan dekat Selat Sunda dan perairan selatan Bali Nusa Tenggara dengan alat tangkap gillnet dan long line. Sehubungan relatif jauhnya daerah operasi penangkapan para nelayan Cilacap tersebut maka hasil tangkapannyapun didaratkan di Pelabuhan yang relatif dekat dengan daerah operasi penangkapan yaitu di Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu untuk yang beroperasi di perairan Selat Sunda dan Pelabuhan Umum Benoa untuk yang beroperasi di perairan Bali Nusa Tenggara sehingga hasil tangkapannya tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap.

101 Untuk penurunan produksi udang hasil tangkapan di laut ini dikarenakan terjadinya penjualan udang di tengah laut dan udang hasil tangkapan di laut di jual tidak di Cilacap tetapi di jual di daerah Gombong dan Pangandaran. (1) penjualan udang hasil tangkapan di laut para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairann Maurits Pangandaran dengan alat tangkap trammel net yang udang hasil tangkapannya didaratkan di Pangandaran Ciamis dan langsung di jual ke perusahaan pengumpul, sehingga data perkembangan produksi udang hasil tangkapan di laut tersebut tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap. (2) penjualan udang di tengah laut para nelayan Cilacap dengan alat tangkap trammel net yang beroperasi di perairan Selatan Cilacap dan sekitarnya yang hasilnya didaratkan di Cilacap tetapi langsung ke bakul / pedagang atau ke perusahaan perikanan yang ada di Cilacap sehingga data produksi udang hasil tangkapan di laut tersebut tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap. (3) penjualan hasil tangkapan udang dari laut oleh para nelayan Cilacap dengan alat tangkap trammel net yang beroperasi di perairan Selatan Cilacap dan sekitarnya yang didaratkan di Gombong Kebumen lewal TPI setempat dan hasilnya tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen tetapi tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap Di perairan Cilacap dan sekitarnya mulai tahun 2000 mulai terjadi pembelian ikan dan udang hasil tangkapan di laut oleh beberapa orang sebagai pembeli, terutama untuk udang jerbung hasil tangkapan di laut. Penjualan udang jerbung di tengah laut tersebut dilakukan dengan paksaan dan ancaman serta harganyapun rendah atau dibawah harga

102 udang didarat. Hal ini sangat merugikan para juragan atau nelayan pemilik kapal ikan trammel net karena uang hasil penjualan tersebut tidak diserahkan kepada juragan pemilik tetapi uang tersebut dibagi-bagikan kepada ABK sehingga sangat menguntungkan bagi nelayan ABK kapal trammel net tersebut. Permasalahan lainnya yang juga terjadi pada kegiatan penangkapan udang dengan alat tangkap trammel net tersebut adalah udang hasil tangkapan di laut di jual di Gombong Kebumen serta Pangandaran Ciamis yang uang hasil penjualan tersebut tidak diserahkan kepada juragan pemilik tetapi uang tersebut dibagi-bagikan kepada ABK. Hal ini juga sangat menyulitkan Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah karena udang hasil tangkapan yang di jual tersebut tidak dilaporkan kepada Petugas Dinas Perikanan dan Kelautan serta daerah kehilangan retribusi dari jual beli udang hasil tangkapan di laut tersebut. Sehubungan dengan situasi dan permasalahan tersebut diatas, maka data hasil tangkapan yang ada di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap belum dapat menggambarkan situasi perkembangan dan permasalahan kegiatan penangkapan di laut oleh para nelayan Cilacap, terutama kegiatan penangkapan udang di laut dengan alat tangkap trammel net para nelayan Cilacap. Untuk mengetahui gambaran perkembangan kegiatan penangkapan udang para nelayan Cilacap diambil sampel di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Berdasarkan buku harian kegiatan kapal ikan yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dapat diketahui jumlah kapal trammel net dan ukurannya serta udang jerbung hasil tangkapan dari laut sebagaimana pada Lampiran-5 dan

103 perkembangan kegiatan kapal trammel net para nelayan Cilacap yang didaratkan di Cilacap dapat dilihat pada Tabel 16.

104 Tabel 16. Perkembangan kapal trammel net di Cilacap pada tahun Satuan : buah rata-rata Ukuran Kapal kenaikan ( % ) Di Pelabuhan ,08 < 10 GT , GT , GT ,45 > 30 GT ,10 Di Luar Pelabuhan ,48 Motor Tempel T o t a l ,04 Sumber : Data Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap yang sudah diolah. Jumlah kapal trammel net pada periode waktu tahun pada umumnya mengalami rata-rata kenaikkan sebesar 1,04 % setiap tahunnya, dimana pada tahun 1997 sebesar 268 buah kapal dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 277 buah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 16. Untuk kapal trammel net yang berukuran dibawah 10 GT dan motor tempel pada periode waktu tahun mengalami peningkatan dan untuk ukuran kapal lainnya pada periode waktu tersebut mengalami penurunan. Operasi penangkapan alat tangkap trammel net oleh para nelayan Cilacap adalah secara aktif yaitu dengan cara di tarik di dasar perairan selama lebih kurang 2 3 jam. Berdasarkan buku harian kegiatan kapal trammel net yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap tersebut dapat juga diketahui CPUE kapal trammel net per jenis ukuran yang kemudian dapat untuk memperkirakan produksi udang jerbung yang mendarat di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap sebagaimana pada Lampiran 6. Untuk melihat perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan para nelayan

105 Cilacap yang mendaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perkembangan produksi udang jerbung hasil tangkapan trammel net di Cilacap pada tahun Satuan : ton. rata-rata Ukuran Kapal kenaikan ( % ) Di Pelabuhan 472,17 337,15 232,82 251,35 244,43 216,30-13,17 < 10 GT 13,37 8,72 5,60 4,77 4,41 7,90-2, GT 232,80 167,58 118,17 107,12 101,92 93,10-16, GT 156,00 104,00 74,40 87,60 88,30 80,20-10,48 > 30 GT 70,00 56,85 34,65 51,86 49,80 35,10-8,33 Di Luar Pelabuhan 82,08 83,64 85,79 68,27 66,58 96,85-5,41 Motor Tempel T o t a l 554,25 420,79 318,61 319,62 311,01 313,15-10,01 Sumber : Data Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap yang sudah diolah. Produksi udang jerbung hasil tangkapan para nelayan Cilacap yang didaratkan di Cilacap selama periode waktu tahun pada umumnya mengalami penurunan sebagaimana pada Tabel 17, sehingga rata rata peningkatan jumlah kapal trammel net pada periode waktu tahun sebesar 1,04 % per tahun tidak diikuti dengan peningkatan produksi udang jerbung, tetapi produksi total udang jerbung hasil penangkapan di laut pada periode waktu tersebut mengalami rata rata penurunan sebesar 10,01 % per tahun. Produksi udang jerbung hasil tangkapan dari laut pada tahun 1997 sebesar 554,25 ton dan pada tahun 2002 turun menjadi 313,15 ton. Untuk produksi total udang hasil tangkapan kapal trammel net di Cilacap pada periode waktu tahun tersebut mengalami rata rata penurunan sebesar 13,66

106 % per tahun sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Produksi total udang hasil tangkapan trammel net pada tahun 1997 sebesar 1.139,67 ton dan pada tahun 2002 mengalami penurunan menjadi 663,46 ton. Tabel 18. Perkembangan produksi total udang hasil tangkapan trammel net di Cilacap pada tahun Satuan : ton. Rata-rata Ukuran Kapal Kenaikan ( % ) Di Pelabuhan 1022,01 873,44 550,59 498,38 424,08 455,53-19,35 < 10 GT 28,94 22,59 13,24 11,25 9,5 16,63-18, GT 503,90 434,14 279,56 252,64 211,45 196,00-21, GT 337,66 269,43 175,88 159,43 141,70 168,84-17,05 > 30 GT ,28 81,91 75,14 61,43 73,89-19,43 Di Luar Pelabuhan 117,66 216,68 202,81 137,43 96,64 208,10 9,72 Motor Tempel T o t a l 1139, ,12 753,40 635,81 520,72 663,46-13,66 Sumber : Data Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap yang sudah diolah. Untuk kegiatan penangkapan ikan dan udang para nelayan Cilacap di perairan Segara Anakan pada umumnya masih menggunakan alat tangkap yang sederhana seperti jaring insang dan jaring apong serta pancing dengan armada penangkapan pada umumnya masih menggunakan perahu motor tempel sebagaimana pada Gambar 11. Sehubungan daerah operasi penangkapan relatif sangat dekat dengan tempat tinggal para nelayan serta jenis alat tangkap yang digunakan relatif sederhana dengan menggunakan perahu motor, maka operasi penangkapan para nelayan tersebut hanya 1 (satu) hari yaitu berangkap pada pagi hari dan pulang pada siang hari.

107 Gambar 11. Armada penangkapan ikan dan udang (perahu jukung) yang digunakan para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan. Kegiatan penangkapan udang, termasuk udang jerbung yang dilakukan para nelayan Cilacap di perairan Segara Anakan pada umumnya menggunakan jaring apong sebagaimana jenis alat tangkap yang digunakan para nelayan Ciamis yang menangkap udang di perairan Segara Anakan. Perkembangan jaring apong milik para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan dapat dilihat pada Tabel 19 dan jumlah jaring apong para nelayan Cilacap yang beroperasi di perairan Segara Anakan pada periode waktu tahun sebagaimana pada Tabel 19 tersebut mengalami peningkatan. Jumlah jaring apong pada tahun 1997 sebesar 305 unit atau 102 buah perahu motor tempel dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 358 unit atau 119 buah perahu motor tempel. Produksi udang jerbung hasil tangkapan jaring apong di perairan Segara Anakan tersebut diperkirakan sebesar ,67 kg pada tahun 2000 dan ,53 kg tahun 2001 serta kemudian produksi tersebut turun menjadi 3.949,93 kg pada tahun Penurunan

STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA

STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA STATUS PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man) DI PERAIRAN CILACAP DAN SEKITARNYA SERTA USULAN PENGELOLAANNYA DISERTASI Oleh Waluyo Subagyo P. 26600003 SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan bagian perairan di Selatan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan bagian perairan di Selatan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Situasi Pemanfaatan Sumber Daya Udang Jerbung. 4.1.1 Lingkungan sumber daya udang jerbung. Perairan Cilacap dan sekitarnya adalah merupakan bagian perairan di Selatan Jawa yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN.

ABSTRAK. JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN. ABSTRAK JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN. Penelitian ini mengkaji optimasi upaya penangkapan udang di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78.800 ton per tahun. Udang merupakan komoditas unggulan perikanan Indonesia

Lebih terperinci

SKRIPSI. STUDl TENTANG STOK UDANG JERBUNG. I MADE KORNl ADNYANA. PROGRAM STUDl ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKAPIAM

SKRIPSI. STUDl TENTANG STOK UDANG JERBUNG. I MADE KORNl ADNYANA. PROGRAM STUDl ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKAPIAM STUDl TENTANG STOK UDANG JERBUNG (venaeus mmguefi-ais, de Man) DI LAUT ARAFURA DAN SEKITARNYA SKRIPSI Oleh I MADE KORNl ADNYANA C 24. 1475 PROGRAM STUDl ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKAPIAM

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA

PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA FISHING FLEET PRODUCTIVITY AND POTENTIAL PRODUCTION OF SHRIMP FISHERY IN THE ARAFURA SEA ABSTRAK Purwanto Anggota Komisi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak

POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH. Abstrak POTENSI UDANG DOGOL (Metapenaeus ensis) DI KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH Oleh : Mustofa Niti Suparjo Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR Nurul Rosana, Viv Djanat Prasita Jurusan Perikanan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

EVALUASI LUASAN KAWASAN MANGROVE UNTUK MENDUKUNG PERIKANAN UDANG DI KABUPATEN CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

EVALUASI LUASAN KAWASAN MANGROVE UNTUK MENDUKUNG PERIKANAN UDANG DI KABUPATEN CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.1, Mei 2012 Hal: 35-43 EVALUASI LUASAN KAWASAN MANGROVE UNTUK MENDUKUNG PERIKANAN UDANG DI KABUPATEN CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH (Evaluation of the Mangrove

Lebih terperinci

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP Jurnal Galung Tropika, 5 (3) Desember 2016, hlmn. 203-209 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP Crab

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP 52 STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP Arif Mahdiana dan Laurensia SP. Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed Email : arifmahdiana@gmail.com

Lebih terperinci

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 ANALISIS HASIL TANGKAPAN ALAT PENANGKAPAN JARING INSANG SATU LEMBAR (GILLNET) DAN TIGA LEMBAR (TRAMMEL NET) DI PERAIRAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI IKHWANUL CHAIR NAWAR 090302056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Nadia Adlina 1, *, Herry Boesono 2, Aristi Dian Purnama Fitri 2 1

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA Oleh : YULISTYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memilki zona maritim yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 yang terdiri atas perairan kepulauan 2,3 juta km 2, laut teritorial

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN

ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 26 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Lamongan merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur. Secara astronomis Kabupaten Lamongan terletak pada posisi 6 51 54 sampai dengan

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 6 0'0"S 6 0'0"S 6 0'0"S 5 55'0"S 5 50'0"S 28 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Maret 2011. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Lebih terperinci

OPTIMASI PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus Merguiensis de Man) di LEPAS PANTAI CILACAP OLEH : CATUR PRAMONO ADI

OPTIMASI PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus Merguiensis de Man) di LEPAS PANTAI CILACAP OLEH : CATUR PRAMONO ADI OPTIMASI PENANGKAPAN UDANG JERBUNG (Penaeus Merguiensis de Man) di LEPAS PANTAI CILACAP 74 OLEH : CATUR PRAMONO ADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anderson, L.G., The Economic of fisheries Management. The Johns Hopkins University Press, Baltimore and London : 213 p.

DAFTAR PUSTAKA. Anderson, L.G., The Economic of fisheries Management. The Johns Hopkins University Press, Baltimore and London : 213 p. DAFTAR PUSTAKA Adisusili, S., 1984. Ukuran matang kelamin dan musim pemijahan udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di perairan Cilacap dan sekitarnya. LPPL No. 29 / 1984. LPPL, Jakarta : 97 102 p.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA UDANG PENAEIDAE SPP DI KABUPATEN CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH. Oleh : TRIONO PROBO PANGESTI

MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA UDANG PENAEIDAE SPP DI KABUPATEN CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH. Oleh : TRIONO PROBO PANGESTI MODEL PENGELOLAAN SUMBERDAYA UDANG PENAEIDAE SPP DI KABUPATEN CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH Oleh : TRIONO PROBO PANGESTI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 1-8, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Catch per unit effort

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI Dosen Pengampu: RIN, ASEP, DIAN, MUTA Revisi pada pertemuan ke 13-15 Sehubungan dgn MK Indraja yg dihapus. Terkait hal tersebut, silakan disesuaikan

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS STOK UDANG PENAEID DI PERAIRAN PANTAI SELATAN KEBUMEN JAWA TENGAH

ANALISIS STOK UDANG PENAEID DI PERAIRAN PANTAI SELATAN KEBUMEN JAWA TENGAH ANALISIS STOK UDANG PENAEID DI PERAIRAN PANTAI SELATAN KEBUMEN JAWA TENGAH Suradi Wijaya Saputra (PS. Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP) Email: suradiwsaputra@yahoo.co.id; ABSTRAK Perairan pantai

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN NONO SAMPONO SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

STATUS PEMANFAATAN LOBSTER (Panulirus sp) DI PERAIRAN KEBUMEN

STATUS PEMANFAATAN LOBSTER (Panulirus sp) DI PERAIRAN KEBUMEN Jurnal Saintek Perikanan Vol. 4, No. 2, 29 : 1 15 STATUS PEMANFAATAN LOBSTER (Panulirus sp) DI PERAIRAN KEBUMEN Exploitation status of Lobster on Kebumen Waters Suradi Wijaya Saputra 1 1 Program Studi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk

Lebih terperinci

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas Vokasi Volume 9, Nomor 1, Februari 2013 ISSN 1693 9085 hal 1-10 Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas LA BAHARUDIN Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak, Jalan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Udang Kabupaten Cilacap Sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Cilacap khususnya usaha perikanan tangkap udang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Cilacap.

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3

ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3 ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3 1,2,3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Abstrack Pelagic

Lebih terperinci

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia.

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia. Latar Belakanq Indonesia adalah negara maritim, lebih dari 70% dari luas wilayahnya, seluas 3,l juta km2, terdiri dari laut. Setelah deklarasi Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) pada tanggal 21 Maret

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci