PROPOSAL PENELITIAN HIBAH DOSEN JUNIOR PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK MEDIK DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROPOSAL PENELITIAN HIBAH DOSEN JUNIOR PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK MEDIK DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Transkripsi

1 1 DIPA BLU UNILA 2015 PROPOSAL PENELITIAN HIBAH DOSEN JUNIOR PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK MEDIK DI KOTA BANDAR LAMPUNG Dibiayai Oleh DIPA Lembaga Penelitian Universitas Lampung Tahun Anggaran 2015 Dengan Nomor Kontrak : Tanggal : Oleh KETUA : SITI NURHASANAH, S.H., M.H. ( ) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG 2015

2 2 HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN 1. Judul : Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Hal Terjadi Malpraktek Medik Di Kota Bandar Lampung 2. Bidang Penelitian : Ilmu Hukum 3. Ketua Tim Pengusul a. Nama Lengkap : Siti Nurhasanah, S.H., M.H. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIP : d. Disiplin Ilmu : Hukum Keperdataan e. Pangkat/Gol : III C f. Jabatan : Lektor g. Fakultas/Jurusan : Hukum/Hukum Perdata h. Alamat kantor : Fakultas Hukum Universitas Lampung Jurusan Keperdataan Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Gedungmeneng Bandarlampung i. Telp/Hp/ / Hp: dita_feb@yahoo.com 4. Lokasi Kegiatan : Bandar Lampung, Lampung Selatan Ketua Bagian Hukum Perdata, Bandar Lampung, 23 Maret 2015 Ketua Tim Pengusul, Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum Siti Nurhasanah, S.H., M.H. NIP NIP Dekan FH Unila, Mengetahui, Ketua LPPM Unila, Prof Dr. Heryandi, S.H., M.S. Dr. Eng. Admi Syarif NIP NIP

3 3 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK MEDIK DI KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh Siti Nurhasanah, S.H., M.H. Terkait banyaknya kasus malpraktek yang terjadi belakangan ini dan mengemuka dimedia masa berhubungan erat dengan hak bagi anggota masyarakat khususnya pasien yang berperan sebagai konsumen kesehatan. Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan dan jaminan atas haknya sebagai konsumen yang dijamin oleh undang-undang. Hal ini sangat wajar mengingat kedudukan tersebut terjadi akibat adanya interaksi antar satu pihak dengan pihak lain yang secara prinsip mempunyai kepentingan berbeda. Dalam hal ini, pihak konsumen berkepentingan untuk memperoleh manfaat yang optimal atas barang dan jasa yang dikonsumsinya dalam hal ini terkait jasa di bidang medis, sedangkan produsen barang maupun pemberi jasa atau pelaku usaha berkepentingan untuk memperoleh keuntungan dari produk atau jasa yang dijualnya.berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan diluar pengadilan atau melalui pengadilan. Penyelesaian diluar pengadilan dapat dilakukan dengan cara Konsumen mengajukan pengaduan dan tuntutan ganti rugi melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (YLKI dan lain-lain). Sesuai dengan tujuan pendiriannya, organisasi ini dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya akan memberikan bantuan sebagai penengah dan melakukan pembelaan dalam penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha diluar pengadilan dan melalui pengadilan. Sehingga tata cara penyelesaian sengketa konsumen dalam hal terjadi malpraktek medik menjadi penting untuk dilakukan. Kata kunci : Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Sengketa Konsumen, Malpraktek Medik.

4 4 A. Judul Penelitian PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK MEDIK DI KOTA BANDAR LAMPUNG Bidang Ilmu : Ilmu Hukum ========================================================== B. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal yang mutlak dibutuhkan manusia. Ironisnya, dunia medis adalah salah satu dunia yang sedikit sekali diketahui orang awam. Kelompok professional medis dan keahliannya seakan menjadi pengetahuan yang ekslusif bagi mereka saja. Kondisi ini terjadi, bahkan saat pasien berhadapan dengan keadaan yang menyangkut keselamatan dirinya. Padahal pasien berhak mengetahui segala hal yang berkaitan dengan perlakuan medis maupun obat yang dikonsumsinya. Ini menyangkut konsekuensi biaya, efek samping, dan efek jangka panjang konsumsi tersebut. Pada awal berdirinya Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) pada tahun 1998, hanya sedikit pengaduan tentang dugaan malpraktek. Namun saat ini, semakin marak pasien atau keluarganya yang mengadukan ketidakpuasan atas pelayanan tersebut. Bahkan, Puskesmas hingga Rumah Sakit besar dengan gedung dan fasilitas modern pun tidak luput dari pengaduan dugaan malpraktek yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya. Namun demikian, pengaduan melalui YPKKI tersebut hanyalah sebagian kecil dari berbagai kasus

5 5 yang terungkap. Kasus dugaan malpraktek dalam kedokteran sering terjadi. Banyak kasus dugaan malpraktek yang dilakukan oleh dokter diberitakan di berbagai media cetak maupun media elektronik, diantaranya kasus kembar siam Angi dan Angelina, kasus Andreas asal Jakarta dan Zaki asal Slawi, Jawa Tengah yang kini cacat fisik akibat dugaan malpraktek dan masih banyak kasus dugaan malpraktek lainnya. Dari banyaknya dugaan kasus malpraktek hanya beberapa saja yang sampai di pengadilan. Dari resume kasus pengaduan ke IDI Wilayah DKI Jakarta selama Desember 1995-Maret 1999, tercatat 22 kategori pengaduan. Yang terbanyak adalah miskomunikasi (30 kasus) yang setelah diperiksa MKEK ada yang terbukti melanggar etik, tetapi banyak pula yang tidak melanggar etik. ( Juli 2000). Kejadian-kejadian atau kasus-kasus konsumen tersebut mengesankan bahwa posisi konsumen Indonesia masih lemah. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah rendahnya tingkat kesadaran konsumen tentang hak-haknya. Dalam kaitannya dengan kasus malpraktek diantaranya adalah mengenai hak memperoleh pelayanan yang baik maupun ganti rugi apabila dokter terbukti melakukan malpraktek, baik mengenai dasar bagi penuntutan hak tersebut maupun prosedur untuk pemenuhan akan hak itu sendiri sebagaimana ketentuan yang telah ada.

6 6 Banyaknya kasus malpraktek yang terjadi juga terkait erat dengan hak bagi anggota masyarakat khususnya pasien yang berperan sebagai konsumen kesehatan. Salah satu hak yang dimiliki oleh anggota masyarakat ialah memperoleh perlindungan dalam kedudukannya sebagai konsumen. Hal ini sangat wajar mengingat kedudukan tersebut terjadi akibat dari adanya interaksi pihak lain, yang antara lain di antara para pihak secara prinsip mempunyai kepentingan berbeda. Dalam hal ini, pihak konsumen berkepentingan untuk memperoleh manfaat yang sebaik mungkin atas barang dan jasa yang dikonsumsinya, terkait dalam hal ini adalah jasa di bidang medis, sedangkan produsen barang maupun pemberi jasa atau pelaku usaha berkepentingan untuk memperoleh keuntungan dari produk atau jasa yang dijualnya. Berdasarkan perbedaan dasar kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha maka kemungkinan timbulnya persoalan akibat adanya benturan kepentingan menjadi terbuka. Hak konsumen secara internasional telah diakui melalui The International Organization of Consumer s Union. Dalam upaya pemberdayaan konsumen Indonesia, pada tanggal 20 April 1999 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini mulai berlaku setelah satu tahun sejak diundangkannya (Pasal 65 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999). Dengan demikian, Undang-undang ini sudah mulai berlaku sejak Tanggal 20 April Sebelum orang banyak mempertanyakan tentang hak konsumen atas bidang jasa, maka dalam hal hubungan dokter dengan pasien lebih bersifat paternalistik dan

7 7 berdasarkan kepercayaan (fiduciary relationship). Namun kini dipertanyakan, banyak faktor penyebab terjadinya pergeseran hubungan dokter pasien dari paternalistik ke arah hubungan yang lebih seimbang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu kedokteran, perubahan sosial budaya, pandangan hidup dan cara berpikir serta globalisasi merupakan faktor-faktor yang turut menentukan perubahan tersebut. Dalam malpraktek medik, selain aspek hukum perdata, juga melekat di dalamnya aspek hukum pidana. Meskipun dalam hal perlindungan konsumen cenderung berkaitan dengan segi perdata. Untuk dapat dikatakan telah terjadi malpraktek medik menurut hukum perdata adalah telah terjadi penyimpangan dari standar profesi kedokteran. Namun sayangnya, hingga saat ini Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Profesi yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan belum ada. Dokter dan pasien adalah dua subjek hukum yang terkait dalam Hukum Kedokteran. Keduanya membentuk baik hubungan medik maupun hubungan hukum. Hubungan medik dan hubungan hukum antara dokter dan pasien adalah hubungan yang objeknya pemeliharaan kesehatan pada umumnya dan pelayanan kesehatan pada khususnya. Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan antara keduanya selalu diatur dengan peraturanperaturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam pelaksanaannya.

8 8 Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan diluar pengadilan atau melalui pengadilan. Penyelesaian diluar pengadilan dapat dilakukan dengan cara Konsumen mengajukan pengaduan dan tuntutan ganti rugi melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat seperti (YLKI dan lain-lain). Sesuai dengan tujuan pendiriannya, organisasi ini dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya akan memberikan bantuan sebagai penengah dan melakukan pembelaan dalam penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha diluar pengadilan dan melalui pengadilan. Sehingga berdasarkan pada diskripsi permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini, sebagaimana dipaparkan di atas, maka peneliti mempunyai ketertarikan untuk mengkaji dan menelitinya secara normatif mengenai Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Hal Terjadi Malpraktek Medik Di Kota Bandar Lampung. C. Rumusan Masalah 1. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana perlindungan hak atas ganti kerugian bagi pasien kesehatan dalam hal telah terjadi malpraktek medik berdasarkan ketentuan Undang- Undang yang berlaku?

9 9 2) Bagaimana peranan dan kewenangan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dalam penyelesaian sengketa malpraktek medik di kota Bandar Lampung? 3) Apa yang menjadi kendala pemenuhan hak atas ganti kerugian bagi konsumen kesehatan dalam hal terjadi malpraktek medik? 2. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada kajian terhadapbagaimana bentuk perlindungan hak atas ganti kerugian pasien kesehatan dalam hal terjadi malpraktik medik, bagaimana peranan Lembaga Perlindungan Konsumen Dalam Penyelesaian Sengketa Malpraktek Medik beserta prosedur dan tata cara penuntutannya serta hak keperdataan atau hak yang dimiliki oleh pasien kesehatan serta kendala pemenuhan hak atas ganti kerugian bagi konsumen kesehatan dalam hal terjadi malpraktek medik. D. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Malpraktek 1. Pengertian Malpraktek Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah malpraktek kedokteran, yang selanjutnya disebut malpraktek. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, malpraktek diartikan sebagai praktik kedokteran yang dilakukan salah atau tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik. Malpraktek merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan tidak memenuhi standar medis yang telah

10 10 ditentukan maupun standar operasional prosedur, baik dengan sengaja maupun karena kelalaian berat yang membahayakan pasien dan mengakibatkan kerugian yang diderita oleh pasien. Kata malpraktek berasal dari kata mala berarti buruk dan praktek, pelaksanaan profesi. Pengertian hukum malpraktek banyak diambil dari literatur luar negeri, antara lain World Medical Association (WMA, 1992): ( balipostcetak/ 13 Oktober 2004). ''medical malpractice involves the physician's failure to conform to the standard of care for treatment of the patient's condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient''. Dalam Black s Law Dictionary, malpraktek dikenal dengan sebutan mala praxis atau malpractice is unskilled treatment by a doctor. Sedangkan Menurut Coughlin's Dictionary of Law: ( ''Malpractice is professional misconduct on the part of a professional person, such as physician, engineer, lawyer, accountant, dentist, veterinarian. Malpractice may be the result of ignorance, neglect, or lack of skill or fidelity in the performance of professional duties; intentional wrong doing or illegal or unethical practice''. Terjemahan bebasnya: Malpraktek adalah sikap-tindak profesional yang salah dari seorang profesional, seperti dokter, insinyur, sarjana hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan. Malpraktek bisa sebagai akibat ketidaktahuan, kelalaian, atau

11 11 kekurangan pengetahuan atau kesetiaan dalam pelaksanaan tugas-tugas profesional; kesalahan berbuat yang disengaja atau praktik yang tidak etis. Hyat berpendapat bahwa malpraktek oleh dokter adalah : (Komalawati, 1989 : 19-20) a. Kegagalan dokter atau ahli bedah mengerahkan dan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya sampai pada tingkat yang wajar, seperti biasanya dimiliki para rekannya dalam melayani pasien; b. Atau kegagalannya dalam menjalankan perawatan serta perhatian (kerajinan, kesungguhan) yang wajar dan lazim dalam pelaksanaan ketrampilannya serta penerapan pengetahuannya; c. Atau kegagalannya dalam mengadakan diagnosis terbaik dalam menangani kasus yang dipercayakan kepadanya; Atau kegagalannya dalam memberikan keterampilan merawat serta perhatian yang wajar dan lazim seperti biasanya dilakukan oleh para dokter atau ahli bedah di daerahnya dalam menangani kasus yang sama. 2. Kriteria dan Unsur Malpraktek Untuk menembus kesulitan dalam menilai dan membuktikan apakah suatu perbuatan itu termasuk kategori malpraktek atau tidak, biasanya dipakai 4 (empat) kriteria, antara lain : (Maryanti, 1988 : 54) a. Apakah perawatan yang diberikan oleh dokter cukup layak (aduty of due care). Dalam hal ini standar perawatan yang diberikan oleh pelaksana kesehatan dinilai apakah sesuai dengan apa yang diharapkan b. Apakah terdapat pelanggaran kewajiban (the breach of the duty) c. Apakah itu benar-benar merupakan penyebab cidera (causation) d. Adanya ganti rugi (damages) Para dokter dianggap melakukan suatu kesalahan profesi (malpraktek) apabila dalam menjalankan profesinya tidak memenuhi Standar Profesi Kedokteran, hal

12 12 ini disebut juga kunstfout. Standar Profesi Kedokteran menurut rumusan Leneen: (Ameln, 1991 : 87) a. Berbuat secara teliti atau seksama dikaitkan dengan culpa/kelalaian. Bila seorang dokter yang bertindak onvoorzichteg, tidak teliti, tidak berhati-hati, maka ia memenuhi unsur kelalaian; bila ia sangat tidak berhati-hati ia memenuhi culpa lata. b. Sesuai ukuran ilmu medik c. Kemampuan rata-rata dibanding kategori keahlian medik yang sama d. Situasi dan kondisi yang sama e. Sarana upaya yang sebanding atau proporsional dengan tujuan konkret tindakan atau perbuatan tersebut. Apabila ada dugaan malpraktek yang dilakukan oleh dokter maka kelima unsur dari standar ini harus dipakai untuk menguji apakah suatu perbuatan medik merupakan malpraktek atau tidak. Hukum Kedokteran mengenal 4 (empat) unsur Malpraktek Medik, yaitu : (Hariyani, 2005 : 64) a. adanya duty (kewajiban) yang harus dilaksanakan; b. adanya dereliction (breach) of that duty (penyimpangan kewajiban); c. terjadinya damaged (kerugian); d. terbuktinya direct causal relationship (berkaitan langsung) antara pelanggaran kewajiban dengan kerugian. Apabila ada dugaan malpraktek medik maka harus dapat dibuktikan adanya keempat unsur di atas yang dilakukan dokter dalam menangani pasien. Dalam pembuktian itu dipakai 5 (lima) unsur standar profesi kedokteran yang dirumuskan Leneen. Sedangkan menurut J.Guwandi, malpraktek adalah suatu istilah yang mempunyai

13 13 konotasi buruk, bersifat stigmatis. Berbeda dengan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan sebelumnya. J. Guwandi tidak sependapat dengan pendapat yang mengatakan malpraktek lebih baik dianggap sinonim dengan kelalaian. Menurutnya, malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktek, tetapi di dalam malpraktek tidak selalu terdapat unsur ( 15 Juni 2004). Dalam Black s Law Dictionary dikemukakan bahwa dalam mengartikan malpraktek oleh seorang dokter harus dipenuhi beberapa syarat yaitu : (Komalawati, 1989 : 19-20) a. adanya hubungan dokter dan pasien; b. kehati-hatian standar yang dapat dipakai dalam pelanggarannya; c. kerugian yang dapat dituntut ganti rugi; d. suatu hubungan kausal antara pelanggaran kehati-hatian dan kerugian yang diderita. Dari beberapa pengertian dan pendapat di atas, terlihat adanya perbedaan dalam melihat pengertian dari malpraktek dan kelalaian dalam profesi kedokteran. B. Tanggung Jawab Dokter Pada dasarnya tanggung jawab dokter meliputi : 1. Bidang Hukum Administrasi, terdapat dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan yang mengatur tentang sanksi adminstratif yang dapat dijatuhkan apabila :

14 14 a. Melalaikan kewajiban. b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dibuat oleh seorang dokter baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah seorang dokter. c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh dokter. d. Melanggar ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. 2. Bidang Hukum Pidana, terdapat dalam Pasal 267, 299, 532 KUHP a. Adanya kesengajaan memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya suatu kejahatan, kelemahan atau cacat kepada seseorang. Bagi mereka yang melakukan hal tersebut dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 267 KUHP. b. Adanya faktor kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita dengan cara memberikan obat-obatan. Bagi mereka yang melakukan hal tersebut dikenai sanksi Pasal 299 KUHP. c. Adanya faktor kesengajaan tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang sedang menghadapi maut sehingga menyebabkan orang tersebut mati. Bagi mereka yang melakukan hal tersebut dikenai sanksi sesuai Pasal 531 KUHP. 3. Bidang Hukum Perdata, terdapat dalam Pasal 1239, 1365, 1366, 1367 KUH Perdata : a. Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka kreditur

15 15 mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban debitur untuk memberikan ganti rugi (Pasal 1239 KUH Perdata); b. Setiap tindakan yang menimbulkan kerugian pada diri orang lain, berarti orang yang melakukannya harus membayar ganti rugi sebagai pertanggungjawaban kerugian (Pasal 1365 KUH Perdata); c. Seseorang harus bertanggung jawab tidak hanya karena kerugian yang dilakukannya dengan sengaja, tetapi juga karena kelalaian atau kurang hati-hati (Pasal 1366 KUH Perdata); d. Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada di bawah pengawasannya (Pasal 1367 KUH Perdata). Dalam proses perdata yang menyangkut gugatan seorang pasien terhadap dokter yang menanganinya, hampir semua menyangkut mengenai tuntutan ganti rugi. Dasar pertanggungjawaban medis adalah : (Mahkamah Agung RI, 1992 : 1) 1. Wanprestasi Dalam hal ini dokter tidak memenuhi kewajibannya yang timbul dari adanya suatu perjanjian (tanggung jawab kontraktual). Pengertian wanprestasi adalah suatu keadaan di mana seseorang (debitur) tidak memenuhi kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian. Wanprestasi terdiri dari : (Subekti, 1990 : 45) a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

16 16 c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. d. Melakukan sesuatu menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Dalam perjanjian terapeutik, dokter dapat digugat berdasarkan wanprestasi dalam hal dokter tidak memenuhi kewajibannya yang timbul dari adanya suatu perjanjian. Dalam gugatan atas dasar wanprestasi maka harus dibuktikan bahwa dokter itu benar-benar telah mengadakan perjanjian, kemudian telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tersebut (yang tentu saja hal ini harus didasarkan pada kesalahan profesi). Oleh karena itu, pasien dituntut untuk dapat membuktikan kerugian akibat tidak dipenuhinya kewajiban dokter itu berdasarkan pada standar profesi medik yang berlaku dalam suatu kontrak terapeutik. Adapun transaksi terapeutik adalah transaksi (perjanjian, verbintenis) untuk menentukan mencari terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter (Koeswadji, 1992 : 45). Secara umum, transaksi harus memenuhi empat syarat, yaitu : (1) kata sepakat dari mereka yang mengikatkan diri, (2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3) mengenai suatu hal tertentu, (4) karena suatu sebab yang halal. Dalam transaksi terapeutik, kedua belah pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut, dan apabila transaksi telah terjadi maka kedua belah pihak dibebani dengan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. 2. Perbuatan Melawan Hukum

17 17 Dalam hal ini dokter telah berbuat melawan hukum karena tindakannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang diharapkan daripadanya dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat (tanggung jawab berdasarkan undang-undang). Apabila pertanggungjawaban dokter didasarkan pada perbuatan melawan hukum, maka pasien harus membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya disebabkan karena kesalahan tindakan dokter yang bertentangan dengan kewajiban profesionalnya dan bertentangan dengan asas kesusilaan, kepatutan dan ketertiban serta sikap hati-hati yang diharapkan daripadanya dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat (Sutrisno,1991 : 142). Kesalahan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : a. Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan perbuatan; b. Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatan yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan; c. Tidak adanya alasan pemaaf. Berikut ini diuraikan secara terperinci mengenai kesalahan, yang disebabkan oleh: a. Unsur kelalaian (culpa). Secara sederhana kealpaan berarti tidak teliti dan tidak berhati-hati, teledor. Di sini sikap batin pelaku adalah tidak menghendaki atau tidak menyetujui timbulnya hal yang terlarang itu. Akan tetapi karena kesalahannya, terjadi kekeliruan yang mengakibatkan terjadinya hal yang dilarang tersebut. Dalam hal ini dikatakan

18 18 terjadi kelalaian, karena bila ia cukup mengindahkan adanya larangan waktu melakukan perbuatan yang secara objektif kausal dapat menimbulkan hal tersebut, ia tentu tidak lalai. Van Hamel dan Simon, mengatakan bahwa kelalaian mengandung dua syarat, yaitu : (Moeljatno, 1980 : 135) 1) Tidak mengadakan penduga-duga, sebagaimana diharuskan oleh hukum. Ada dua kemungkinan di sini, yaitu : a) Pelaku berpikir bahwa akibat yang dilarang tidak akan terjadi karena perbuatannya; b) Pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin dapat terjadi karena perbuatannya. Jadi untuk syarat pertama dari kealpaan harus menunjukkan adanya hubungan batin atau psikis dari pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya. 2) Tidak mengadakan penghati-hati, sebagaimana diharuskan oleh hukum. Hal ini berarti tidak mengadakan pemeriksaan penelitian atau usaha pencegahan terhadap kemungkinan yang terjadi. Dalam hal ini yang dinilai bukan batin atau psikis pelaku melainkan setiap tindakan lahiriahnya, apakah tindakan pelaku itu sesuai dengan ukuran-ukuran yang berlaku dalam pandangan masyarakat bagi diri si pelaku itu sendiri. Bagi seorang dokter dapat menggunakan ukuran standar profesi medis yang telah ditentukan. Kelalaian itu sendiri dapat dibagi menjadi : (Wiradharma, 1996 : )

19 19 a) Culpa lata atau kelalaian berat Kesalahan disebabkan oleh karena terdapat kekurang hati-hatian yang menyolok, dan sebagai ukuran untuk menentukan apakah seseorang melakukan kelalaian berat adalah antara lain dengan membandingkan perbuatan si pelaku terhadap perbuatan rata-rata orang segolongan dengannya, apakah orang-orang tersebut akan berbuat lain atau tidak jika berada dalam keadaan yang sama. b) culpa levis atau kelalaian ringan Untuk menentukan apakah seseorang melakukan kelalaian ringan adalah dengan membandingkan perbuatan si pelaku dengan perbuatan orang yang lebih ahli dari golongan si pelaku. Apakah ia dalam hal yang sama dengan si pelaku akan berbuat lain, jika orang yang lebih ahli berbuat lain maka si pelaku dianggap melakukan kelalaian ringan. b. Unsur kesengajaan (dolus) Dari kata-kata sengaja dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perbuatan itu dilakukan dengan mengetahui dan menginsyafi sejauh mana akibat yang dapat timbul dengan dilakukannya perbuatan itu. Mengenai pengertian kesengajaan ini jika dilihat dari teori kepustakaan terdapat dua teori, yaitu : 1) Teori Kehendak, maksudnya bahwa perbuatan itu beserta akibat yang terjadi sudah merupakan kehendak dari si pelaku. 2) Teori Pengetahuan, maksudnya bahwa sejauh mana yang dapat dibayangkan si pelaku ketika melakukan perbuatan itu, terhadap akibat yang terjadi.

20 20 Mengikuti teori hukum, terdapat alasan-alasan yang dapat meniadakan kesalahan, karena sifat perbuatannya, atau keadaan pelakunya. Jadi ada dua alasan yang meniadakan kesalahan : (Wiradharma, 1996 : 105) 1) Alasan pembenar, yaitu alasan yang meniadakan sifat melawan hukum dari perbuatan yang dilakukan, sehingga apa yang dilakukan pelaku menjadi perbuatan yang patut dan benar. Alasan Pembenar, meliputi : a. Melaksanakan ketentuan undang-undang, Pasal 50 KUHP b. Melaksanakan perintah jabatan yang sah, Pasal 51 ayat (1) KUHP. - Resiko pengobatan - Resiko yang melekat - Reaksi hipersensitivitas, adalah respons imun tubuh yang berlebihan terhadap masuknya bahan asing (obat) sering tidak dapat diperkirakan terlebih dahulu. - Komplikasi yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak bisa diduga sebelumya : a. Contributory negligence, yaitu pasien tidak mau mentaati perintah dokter. b. Volenti non fit iniura, asumption of risk Pasien yang menghendaki pulang paksa dan meninggal tidak berapa lama kemudian.

21 21 2) Alasan pemaaf, yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku; perbuatan yang dilakukan tetap bersifat melawan hukum, tetapi karena orangnya dimaafkan, ia tidak dihukum. Alasan Pemaaf, meliputi : a) Daya paksa, Pasal 48 KUHP b) Non-negligent clinical error of judgment; kekeliruan penilaian klinis. Pada seorang professional suatu kesalahan dalam mempertimbangkan sesuatu hal bukanlah kesalahan, namun tindakan yang dilakukan juga harus sesuai dengan standar profesi medis. c) Accident, kecelakaan Apabila terjadi kerugian maka tuntutan yang dapat diajukan karena perbuatan melawan hukum meliputi : (Setiawan, 1982 : 39) 1. Ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan; 2. Ganti rugi dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadaan semula; 3. Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum; 4. Melarang dilakukannya perbuatan tertentu. Pada dasarnya tujuan pertanggungjawaban perdata baik karena wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum adalah untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang diderita seseorang (pasien). Oleh karenanya baik wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dapat digunakan sebagai dasar untuk menuntut pertanggungjawaban dokter.

22 22 Perbedaan antara tanggung jawab dokter karena wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum adalah : 1) Pada Wanprestasi a) Dokter selain bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri, juga bertanggung jawab terhadap kesalahan bawahan dan bukan bawahannya yang diikutsertakan dalam pelaksanaan perjanjian. b) Dokter bertanggung jawab atas kesalahan dirinya, bawahan dan bukan bawahannya hanya mengenai pelaksanaan perjanjian. 2) Pada Perbuatan Melawan Hukum a) Dokter bertanggung jawab atas kesalahan dirinya sendiri dan tenaga kesehatan yang merupakan bawahannya b) Dokter bertanggung jawab terhadap kesalahan tindakan medik yang dilakukannya sendiri bersama dengan bawahannya, yang merupakan perbuatan melawan hukum, karena bertentangan dengan standar profesi medik, hukum, moral, dan etika, serta melanggar hak-hak pasien, kepatutan, ketertiban dan kesusilaan dalam masyarakat. Tanggung Jawab Berdasarkan Pasal 1366 KUH Perdata. Seorang dokter selain dapat dituntut atas dasar wanprestasi dan melanggar hukum maka dapat pula dituntut atas dasar lalai sehingga menimbulkan kerugian. Gugatan atas dasar kelalaian ini diatur dalam Pasal 1366 KUH Perdata. Kelalaian atau kurang hati-hati terjadi apabila suatu perilaku tidak sesuai dengan standar kelakuan yang ditetapkan dalam undang-undang. Dengan demikian tampak bahwa

23 23 kelalaian dapat digolongkan ke dalam perbuatan melawan hukum (Tort) atau disebut juga negligence in tort (Yodo dan Miru, 2004 : 147). Negligence dapat dijadikan dasar gugatan apabila memenuhi syarat sebagai berikut : (Yodo dan Miru, 2004 : 147) a. Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai dengan sikap hati-hati yang normal; b. Yang harus dibuktikan ialah bahwa tergugat lalai dalam kewajiban berhatihatinya terhadap penggugat; c. Kelakuan itu merupakan penyebab yang nyata (proximate cause) dari kerugian yang timbul. Tanggung Jawab Perdata Dokter Sebagai Penanggung Jawab (Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata) Berdasarkan pada Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata maka seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada di bawah pengawasannya. Terkait dengan hal ini maka seorang dokter tidak hanya bertanggung jawab atas dirinya sendiri tetapi juga atas tindakan yang dilakukan oleh bawahannya yaitu para perawat, bidan, dokter asisten, dan sebagainya. Kesalahan perawat merupakan tanggung jawab dari dokter. Sehubungan dengan tanggung jawab dokter atas kesalahan yang dilakukan baik oleh asisten yang bukan dokter maupun dokter asisten maka untuk menentukan dengan pasti pertanggungjawaban masing-masing, penugasan tindakan medik itu harus berada dalam keadaan sebagai berikut : (Hariyani, 2005 : 46-47) 1) Dokter hanya boleh melakukan diagnosis, terapi, dan petunjuk medik;

24 24 2) Penugasan tindakan medik hanya boleh dilakukan jika dokter telah yakin bahwa orang yang diberi tugas akan melaksanakan tindakan itu dengan baik (mampu). Penugasan ini harus dilakukan dengan tertulis, termasuk instruksi yang jelas tentang bagaimana melaksanakannya serta segala kemungkinan terjadinya komplikasi; 3) Perawatan medik (tindakan perawatan) dan pengawasannya harus diberikan tergantung keadaan yang terjadi yaitu apakah dokter harus hadir pada saat itu, ataukah baru kemudian hadir pada waktu diperlukan dengan segera; 4) Pasien yang menjalani tindakan medik tersebut mempunyai hak untuk menerima atau menolak. C. Tinjauan Tentang Hubungan Antar Para Pihak 1. Pasien Sebagai Konsumen dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (Dokter) Sebagai Pelaku Usaha Secara harfiah, konsumen mempunyai pengertian sebagai pemakai barang dan jasa yang dihasilkan produsen, sedangkan produsen diartikan sebagai setiap penghasil barang dan jasa yang dikonsumsi oleh pihak lain atau orang lain (Poerwadarminto, 1980 : 259). Berdasarkan pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Adapun pengertian konsumen disini yaitu konsumen akhir, sedangkan produk berupa barang, misal : obat-obatan, suplemen makanan, alat kesehatan, dan produk berupa jasa, misal : jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter, dokter gigi, jasa asuransi kesehatan. Pengertian jasa itu sendiri berdasar Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

25 25 adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Konsumen jasa oleh Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah yang dimaksud oleh Pasal 1 ayat (2) sebagai konsumen akhir. Sebagaimana telah diketahui, dalam ekonomi dikenal adanya konsumen antara dan konsumen akhir. Yang dimaksud dengan konsumen akhir adalah konsumen akhir dari suatu produk yang berupa jasa pelayanan kesehatan Rumah Sakit. Dalam hal ini adalah pasien, karena sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan Rumah Sakit pasien tidak menggunakan jasa pelayanan kesehatan yang diperoleh dari Rumah Sakit itu untuk digunakan sebagai bagian dari proses poduksi atau produk lainnya. Anggota masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consuinens) serta pelaku usaha yakni para dokter dan/ atau berbagai sarana pelayanan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health providers), maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 juga berlaku pada pelayanan kesehatan (health care services). Para konsumen pelayanan kesehatan, yakni para pasien yang datang berobat, memang juga memerlukan perlindungan konsumen. Untuk mengetahui, apakah profesi pemberi pelayanan kesehatan (dokter) merupakan pelaku usaha atau bukan maka perlu melihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Black Law Dictionary, dan WTO/ GATS bidang kesehatan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

26 26 Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sedangkan dalam Black Law Dictionary ( Oktober 2004), dinyatakan : Business (kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi) meliputi : employment, occupation, profession, or commercial activy engaged in / or gain or livelihood (segala kegiatan untuk mendapatkan keuntungan atau mata pencaharian). Selain itu, posisi bidang kesehatan menurut WTO/ GATS menyatakan antara lain bahwa profesi dokter dan dokter gigi pada saat ini termasuk dalam sektor jasa bisnis, diantaranya : ( 20 Oktober 2004) a. Sektor kesehatan, meliputi : hospital services, other human health services, social services, other. b. Sektor jasa bisnis, meliputi : professional services, medical and dental services, physiotherapist, nurse and midwife. Sebagaimana uraian tersebut di atas dihubungkan dengan pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Oleh karena itu, doker sebagai pemberi jasa layanan medis tergolong

27 27 sebagai pelaku usaha juga, sehingga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga dapat diberlakukan. Dengan adanya Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 756/MENKES/SK/ VI/2004 tentang Persiapan Liberalisasi Perdagangan dan Jasa di Bidang Kesehatan, berarti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga dapat diberlakukan pada bidang kesehatan. Undang-undang Perlindungan Konsumen yang berlaku diharapkan dapat mensejajarkan posisi antara konsumen dengan pelaku usaha, sehingga dengan demikian anggapan bahwa konsumen merupakan raja tidak berlaku lagi mengingat antara konsumen dan pelaku usaha tidak hanya mempunyai hak namun juga kewajiban. Hak konsumen kesehatan sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, meliputi : a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

28 28 e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, hak konsumen kesehatan meliputi : a. Informasi b. Memberikan persetujuan c. Rahasia kedokteran d. Pendapat kedua (second opinion) Selama ini umumnya pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan cenderung lebih banyak bersikap pasrah. Padahal sebagai konsumen kesehatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasien juga mempunyai hak sebagai konsumen kesehatan. Terkait dengan adanya hak maka tidak terlepas adanya kewajiban. Kewajiban konsumen menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen meliputi :

29 29 a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Sedangkan, hak dan kewajiban tenaga kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, antara lain : a. Hak Tenaga Kesehatan Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. b. Kewajiban Tenaga Kesehatan Mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien Hak dan Kewajiban yang telah diatur akan menimbulkan hubungan hukum baik antara pasien dan rumah sakit, hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan di rumah sakit, maupun hubungan hukum pasien dan tenaga kesehatan lain (antara lain perawat). 2. Hubungan Hukum Antara Pasien dan Rumah Sakit Hubungan hukum antara pasien dan Rumah Sakit dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : (Wiradharma, 1996 : 113)

30 30 a. Perjanjian perawatan, yaitu kesepakatan antara Rumah Sakit dan pasien bahwa pihak Rumah Sakit menyediakan kamar perawatan dan adanya tenaga perawat yang akan melakukan tindakan perawatan. b. Perjanjian pelayanan medis, yaitu kesepakatan antara Rumah Sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada Rumah Sakit akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis (inspanningsverbintenis). 3. Hubungan Hukum Antara Pasien dan Tenaga Kesehatan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Tenaga Kesehatan terdiri dari : a. Tenaga Medis b. Tenaga keperawatan c. Tenaga Kefarmasian d. Tenaga kesehatan masyarakat e. Tenaga gizi f. Tenaga keterampilan fisik g. Tenaga keteknisan medis Menurut Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Kedokteran jo Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. Dalam menetapkan standar profesi itu, menteri

31 31 kesehatan dapat meminta pertimbangan para ahli di bidang kesehatan dari dan/ atau yang mewakili ikatan profesi tenaga kesehatan. Sedangkan, hubungan hukum antara pasien dan tenaga kesehatan di rumah sakit meliputi : ( 20 Oktober 2004) 1) Hubungan hukum antara pasien dan dokter, merupakan perikatan atau kontrak terapeutik, yaitu pihak dokter berupaya secara maksimal menyembuhkan pasien (inspanningsverbintenis), jarang merupakan resultaatsverbintenis. Yang dimaksudkan dengan transaksi terapeutik adalah transaksi antara dokter dengan pasien untuk mencari atau menemukan terapi sebagai upaya penyembuhan penyakit pasien oleh dokter (Koeswadji, 1998 : 99). 2) Hubungan hukum antara pasien dan tenaga kesehatan lain merupakan perikatan atau kontrak, yaitu tenaga kesehatan lain itu harus berupaya memberikan pelayanan sesuai dengan kemampuan dan perangkat ilmu yang dimiliki. Kontrak ini dapat berupa inspanningsverbintenis maupun resultaatsverbintenis. 3) Hubungan hukum antara dokter dengan perawat, merupakan hubungan rujukan atau delegasi. Dalam ilmu hukum dikenal 2 (dua) jenis perjanjian, yaitu : 1) Resultaatsverbintenis, yang berdasarkan hasil kerja. 2) Inspanningverbintenis, yang berdasarkan usaha yang maksimal.

32 32 Pada umumnya, secara hukum hubungan antara dokter dengan pasien merupakan hubungan ikhtiar atau usaha maksimal. Dokter tidak menjanjikan kesembuhan, tetapi berusaha sekuatnya agar pasien sembuh. 4. Hubungan antara Tenaga Kesehatan dan Rumah Sakit Dalam hal ini, hubungan antara tenaga kesehatan dan Rumah Sakit terlihat dalam hubungan pekerjaan. Dimana Rumah Sakit merupakan tempat untuk menyelenggarakan tugas profesi dari tenaga kesehatan. Hubungan yang terjadi disini adalah hubungan antara pengusaha dan karyawan. Dimana Rumah Sakit sebagai pelaku usaha wajib memberikan bayaran kepada dokter atas jasa yang telah diberikan. Hal ini sesuai dengan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan dokter wajib melakukan tindakan profesional dalam pelayanan kepada pasien selaku konsumen kesehatan yang datang ke Rumah Sakit, atau tempat dokter tersebut bekerja. D. Tinjauan Tentang Tanggung Jawab Dokter Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Berkaitan dengan tanggung jawab dokter menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tanggung jawab hukum yang dimaksudkan dalam uraian ini yaitu tanggung jawab dokter, khususnya dalam hubungan hukum yang ditimbulkan selama menjalankan profesinya.

33 33 Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur khusus dalam satu bab, yaitu Bab VI, mulai dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Dari sepuluh pasal tersebut dapat dibagi menjadi : 1. tujuh pasal, yaitu Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha; 2. dua pasal, yaitu Pasal 22 dan Pasal 28 yang mengatur pembuktian; 3. satu pasal, yaitu Pasal 23 yang mengatur tentang penyelesaian sengketa dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen. Dari tujuh pasal yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha, secara prinsip dapat dibedakan menjadi : Pasal 19 mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha pabrikan dan/ atau distributor pada umumnya, Pasal 20 mengenai tanggung jawab pelaku usaha periklanan, Pasal 24 tentang tanggung jawab pelaku usaha yang menjual barang dan/ atau jasa kepada pelaku usaha lain, Pasal 25 mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang memproduksi barang, dan tanggung jawab pelaku usaha yang memperdagangkan jasa (Pasal 26). Dasar pertanggungjawaban hukum dokter dapat berupa : 1) Pertanggungjawaban karena kesalahan, yaitu merupakan bentuk klasik pertanggungjawaban yang didasarkan atas (3) tiga prinsip, yaitu : (Komalawati, 2004 : 23)

34 34 a) Setiap tindakan yang mengakibatkan kerugian atas diri orang lain, menyebabkan orang yang melakukannya harus membayar kompensasi sebagai pertanggungjawaban kerugian. b) Seseorang harus bertanggung jawab tidak hanya karena kerugian yang dilakukannya dengan sengaja tetapi juga dengan kelalaian dan kurang hati-hati. c) Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang dilakukannya sendiri, tetapi juga karena tindakan orang lain yang berada di bawah pengawasannya. Ketiga prinsip tersebut terkandung dalam rumusan pasal-pasal 1365, 1366, 1367 KUH Perdata. Rumah Sakit pada dasarnya bertanggung jawab secara perdata terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya. Hal ini sesuai dengan pasal 1367 ayat (3) Burgerlijk Wetboek (BW) : bahwa majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya. Dalam asas umum hukum perdata, dikatakan bahwa siapa pun yang tindakannya merugikan pihak lain, wajib memberi ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian tersebut. Perbuatan yang merugikan tersebut dapat lahir karena : (Widjaja dan Yani, 2003 : 62)

35 35 a) Tidak ditepatinya suatu perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat (yang pada umumnya dikenal dengan istilah wanprestasi); atau b) Semata-mata lahir karena suatu perbuatan tersebut (atau yang dikenal dengan perbuatan melawan hukum). Pada tindakan yang pertama sudah terdapat hubungan hukum antara para pihak dengan cara tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang harus dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah dicapai. Tindakan yang merugikan ini memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk meminta pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat, beserta penggantian atas biaya, bunga, dan kerugian yang telah dideritanya. Untuk perbuatan melawan hukum diatur dalam Bab III, Buku III, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dari Pasal 1365 sampai dengan Pasal Menurut ketentuan Pasal 1353 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perbuatan melawan hukum melahirkan perikatan antara pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum dan pihak terhadap siapa perbuatan yang melawan hukum tersebut dilakukan. Jadi, perikatan lahir pada saat perbuatan yang melawan hukum tersebut dilakukan. 2) Pertanggungjawaban karena risiko, sebagai kebalikan dari pertanggungjawaban karena kesalahan. Dalam pertanggungjawaban ini, biasanya juga dihubungkan dengan produk tertentu yang biasa juga disebut sebagai resiko pengobatan yang meliputi : (Wiradharma, 1996 : 107)

36 36 a) Resiko pengobatan, misalnya : rambut rontok akibat kemoterapi. b) Resiko hipersensitivitas, misalnya : respons imun tubuh yang berlebihan terhadap masuknya bahan asing (obat) sering tidak diperkirakan terlebih dahulu. c) Komplikasi yang terjadi tiba-tiba dan tidak bisa diduga sebelumnya, misalnya pecahnya air ketuban. Sedangkan sistem pertanggungjawaban Rumah Sakit didasarkan pada konsep coorporate liability. Menurut konsep ini terdapat suatu badan hukum, yaitu pihak yang bertanggung jawab secara umum, dalam hal ini Kepala/ Direktur Rumah Sakit. Konstruksi hukum perdata pada ketentuan Pasal 1366 jo Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku dalam hubungan Kepala/ Direktur Rumah Sakit dengan para tenaga kesehatan (Shofie, 2000 : 113). Di dalam doktrin Corporate Liability, Rumah Sakit secara resmi bertanggungjawab atas pengendalian mutu secara keseluruhan dari pelayanan yang diberikan kepada pasien yang dirawat. Jadi, yang pertama kali bertanggung jawab adalah Rumah Sakitnya, tetapi apabila ada kesalahan yang dilakukan dokter Rumah Sakit, bisa menggunakan hak regresnya untuk minta ganti kembali. Doktrin Vicarious Liability Let The Master Answer, Majikan-Karyawan bisa diterapkan dalam hubungan Rumah Sakit dengan karyawannya. ( Wiradharma, 1996 : 114)

37 37 Pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit, dalam hal ini badan hukum yang memiliki bisa dituntut atas kerugian yang terjadi, bisa secara : (Wiradharma, 1996 : 113) 1. Langsung sebagai pihak, pada suatu perjanjian bila terjadi wanprestasi, atau 2. Tidak langsung sebagai majikan bila karyawannya dalam pengertian peraturan perundang-undangan melakukan perbuatan melanggar hukum. Menurut doktrin product liability, penggugat tidak perlu membuktikan adanya kesalahan atau pengelola atau jasa kesehatan. Tergugat dianggap telah bersalah, kecuali ia mampu membuktikan bahwa ia tidak melakukan kelalaian atau kesalahan. E. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perlindungan Konsumen menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa hubungan antara konsumen dan pelaku usaha (pengusaha) pada dasarnya adalah hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik antara kedua belah pihak. Perlindungan konsumen adalah jaminan perlindungan baik yang bersifat pencegah atau tindakan terhadap kemungkinan perbuatan produsen, distributor barang atau

38 38 penyedia jasa yang bertentangan dengan kepatutan, kesusilaan, keyakinan, kebiasaan atau hukum yang merugikan konsumen sebagai pemakai barang atau jasa tersebut (Bagir Manan, 1997 : 1). Berdasarkan definisi tersebut di atas maka dapat diperoleh pengertian bahwa perlindungan konsumen meliputi setiap tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan maupun hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen. Az.Nasution (1995 : 78) mengelompokkan hak (kepentingan) konsumen menjadi tiga kelompok, yakni kepentingan fisik, kepentingan sosial-ekonomi dan kepentingan perlindungan hukum. Yang dimaksud dengan kepentingan fisik adalah kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa mereka dalam penggunaan barang dan atau jasa konsumen. Kepentingan sosial ekonomi konsumen menghendaki agar setiap konsumen dapat memperoleh hasil optimal dari penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang atau jasa kebutuhan mereka. Sedangkan kepentingan hukum konsumen, berkaitan dengan pengakuan atas hakhak konsumen secara seimbang dalam suatu peraturan perundang-undangan seperti pelaku usaha. Berdasar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Perlindungan Konsumen, bertujuan untuk:

39 39 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; 4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mandapatkan informasi; 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; 6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. F. Tinjauan Tentang Hak Atas Ganti Kerugian Yaitu hak konsumen untuk memperoleh ganti rugi terhadap kerugian yang diderita atau gangguan kesehatannya. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 huruf h, menyebutkannya dengan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK Kesehatan merupakan hal yang harus dijaga oleh setiap manusia, karena

Lebih terperinci

Perlindungan Konsumen Kesehatan Berkaitan dengan Malpraktik Medik

Perlindungan Konsumen Kesehatan Berkaitan dengan Malpraktik Medik Perlindungan Konsumen Kesehatan Berkaitan dengan Malpraktik Medik Sehat merupakan suatu keadaan yang didambakan oleh setiap orang. Hingga batas-batas tertentu, tiap orang kecuali anak-anak, mampu menjaga

Lebih terperinci

vii DAFTAR WAWANCARA

vii DAFTAR WAWANCARA vii DAFTAR WAWANCARA 1. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan pasien apabila hak-haknya dilanggar? Pasien dapat mengajukan gugatan kepada rumah sakit dan/atau pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan

Lebih terperinci

Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta * Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta *Kesehatan dlm kosnep duni internasional adalah a state of complete physical, mental and social, well being and not merely the

Lebih terperinci

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L Inform Consent Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L 1 PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien. 1. Tanggung Jawab Etis

Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien. 1. Tanggung Jawab Etis Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien 1. Tanggung Jawab Etis Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik

Lebih terperinci

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi: Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang Menurut Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang bebas,

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Syarifah Hidayah

Lebih terperinci

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Pelayanan Kesehatan Memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau merupakan hak dasar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS

BAB III TINJAUAN TEORITIS BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Sosial 1. Hukum Kesehatan Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pengetahuan masyarakat seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kemudahan dalam mendapatkan informasi, membuat masyarakat lebih kritis terhadap pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara maju maupun negara berkembang di dunia ini menganut berbagai sistem hukum, apakah sistem hukum kodifikasi maupun sistem hukum-hukum lainnya. Indonesia

Lebih terperinci

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG OUTLINE PENDAHULUAN TENAGA KESEHATAN MENURUT UNDANG-UNDANG TUGAS & WEWENANG PERAWAT PENDELEGASIAN

Lebih terperinci

Masalah Malpraktek Dan Kelalaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan. Written by Siswoyo Monday, 14 June :21

Masalah Malpraktek Dan Kelalaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan. Written by Siswoyo Monday, 14 June :21 Di dalam berbagai tulisan bahwa penggunaan istilah malpraktek (malpractice) dan kelalaian medik (medical negligence) di dalam pelayanan kesehatan sering dipakai secara bergantian seolah-olah artinya sama,

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

Lebih terperinci

Hospital by laws. Dr.Laura Kristina

Hospital by laws. Dr.Laura Kristina Hospital by laws Dr.Laura Kristina Definisi Hospital : Rumah sakit By laws : peraturan Institusi Seperangkat peraturan yang dibuat oleh RS (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan,dapat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA Semakin maraknya kasus malapraktek medik yang terjadi akhir-akhir ini semakin membuat masyarakat resah, sehingga mendorong masyarakat lebih kritis dan

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERDATA DOKTER KEPADA PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

TANGGUNG JAWAB PERDATA DOKTER KEPADA PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK TANGGUNG JAWAB PERDATA DOKTER KEPADA PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK Oleh Made Hadi Setiawan A.A.Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper titled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia karena kesehatan merupakan modal utama manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Melaksanakan upaya kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal mengenai umat manusia sudah dikenal adanya hubungan kepercayaan antara dua insan, yaitu manusia penyembuh dan penderita yang ingin disembuhkan. Dalam zaman

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN KORBAN MALPRAKTIK OLEH TENAGA MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN KORBAN MALPRAKTIK OLEH TENAGA MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN KORBAN MALPRAKTIK OLEH TENAGA MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Idha Sri Suryani dan Siti Fatimah (E-mail: sitifatimah456@gmail.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Profesi dokter dipandang sebagai profesi yang mulia dan terhormat dimata masyarakat. Namun pada pelaksanaannya, seorang dokter memiliki tanggungjawab besar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia medis yang semakin berkembang, peranan rumah sakit sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau mundurnya pelayanan kesehatan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Sehat merupakan suatu keadaan yang ideal oleh setiap orang. Orang yang sehat akan hidup dengan teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, berolah raga, bersosialisasi

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN BIDAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN

TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN BIDAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN BIDAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN R.A. Antari Inaka Turingsih * Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Jalan Sosio Justicia Nomor 1 Bulaksumur,

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM KONTRAK TERAPEUTIK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM KONTRAK TERAPEUTIK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM KONTRAK TERAPEUTIK Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Email: erlina_fshuin@yahoo.co.id Abstract Doctor-patient relationship in health care was born

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Bragolan Kabupaten Purworejo BPJS Kesehatan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA)

PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA) PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA) 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam dunia medis yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha Hukum Perlindungan Konsumen menurut Az. Nasution adalah hukum konsumen yang memuat asas-asas

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan hal yang baru dalam kehidupan, sebab hal tersebut banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum) BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN Peraturan tertulis maupun tidak tertulis, dilihat dari bidang pengaturannya, dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 25 1. Peraturan Non Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini akan mengkaji dan membahas tentang hak dan kewajiban pihakpihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry, bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH. Oleh : SITI KEMALA ROHIMA D1A

JURNAL ILMIAH. Oleh : SITI KEMALA ROHIMA D1A JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP KELALAIAN TENAGA KESEHATAN ( DOKTER ) DALAM MELAKSANAKAN TINDAKAN MEDIK BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN YANG BERLAKU Oleh : SITI KEMALA ROHIMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya 1 BAB I PENDAHULUAN Akhir-akhir ini di beberapa media baik media cetak maupun elektronik nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya akan di sebut RS) yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada

Lebih terperinci

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. SURAT KEPUTUSAN No. : Tentang PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DIREKTUR RS Menimbang : a. Bahwa untuk mengimplementasikan hak pasien dan keluarga di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu terakhir ini di beberapa media massa seringkali isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu terakhir ini di beberapa media massa seringkali isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu terakhir ini di beberapa media massa seringkali isu Malapraktik Medis menjadi salah satu pemberitaan yang santer dan menjadi topik pembicaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Hukum Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen,

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR BIOETIKA. Oleh: E. Suryadi Fakultas Kedokteran UGM

PRINSIP DASAR BIOETIKA. Oleh: E. Suryadi Fakultas Kedokteran UGM PRINSIP DASAR BIOETIKA Oleh: E. Suryadi Fakultas Kedokteran UGM Pendahuluan: Pengertian Bioetika Awalnya adalah Etika bioteknologi yaitu suatu studi masalah etika terkait produksi, penggunaan dan modifikasi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT UMUM AULIA Jl. Raya Utara No. 03 Telp. (0342) , Fax. (0342) Kembangarum - Sutojayan - Blitar

RUMAH SAKIT UMUM AULIA Jl. Raya Utara No. 03 Telp. (0342) , Fax. (0342) Kembangarum - Sutojayan - Blitar RUMAH SAKIT UMUM AULIA Jl. Raya Utara No. 03 Telp. (0342) 444168, Fax. (0342) 444289 Kembangarum - Sutojayan - Blitar PERJANJIAN KERJA ANTARA RUMAH SAKIT UMUM AULIA DAN DOKTER No. Yang bertanda tangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak akan produktif untuk hidup layak dan baik. Kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 98 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) NON PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien. Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta

Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien. Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta Informasi Konsumen Tanggung jawab dan keamanan produk Kredit Konsumen Asuransi Perniagaan Elektronik Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1. Bank 2.1.1. Pengertian bank Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH 3.1 Kegagalan Suatu Akad (kontrak) Kontrak sebagai instrumen pertukaran hak dan kewajiban diharapkan dapat berlangsung

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KESEHATAN DI KABUPATEN JEMBER

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KESEHATAN DI KABUPATEN JEMBER 91 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KESEHATAN DI KABUPATEN JEMBER Oleh: Tioma Roniuli Hariandja, S.H., M.H. Abstract Malpractice health can be sued under the Consumer Protection Act. Because health

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

SENGKETA MEDIS DALAM PELAYANAN KESEHATAN 1. Dr.M.Nasser SpKK.D.Law 2

SENGKETA MEDIS DALAM PELAYANAN KESEHATAN 1. Dr.M.Nasser SpKK.D.Law 2 SENGKETA MEDIS DALAM PELAYANAN KESEHATAN 1 Dr.M.Nasser SpKK.D.Law 2 Ada dua jenis hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelayanan kesehatan, yaitu hubungan karena terjadinya kontrak terapeutik

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018 Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018 Pendahuluan Saat ini ada beberapa kasus hukum yang melibatkan dokter maupun tenaga

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. 1. Pernyataan mana tentang Rekam Medik (RM) yang tidak benar: a. Pemaparan isi RM hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien

Lebih terperinci

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI MUKADIMAH 1. Bahwa untuk meningkatkan profesionalisme industri perbukuan di Indonesia sesuai Undang-Undang yang berlaku dan peraturanperaturan lainnya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam 12 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam kondisi sehat, orang dapat berpikir dan melakukan segala aktifitasnya secara optimal dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam keseluruhan bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap pasien dalam

Lebih terperinci

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait terhadap

Lebih terperinci

Sumpah Dokter SAYA BERSUMPAH BAHWA :

Sumpah Dokter SAYA BERSUMPAH BAHWA : Sumpah Dokter SAYA BERSUMPAH BAHWA : 1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan. 2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM 1. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 2. PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 647/Menkes/SK/IV/2000

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo dalam bukunya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang kehidupan masyarakat, telah memungkinkan para pelaku usaha untuk memproduksi berbagai macam barang dan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter. Pelayanan dokter haruslah sesuai

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter. Pelayanan dokter haruslah sesuai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua masyarakat ingin dilayani dan mendapat kedudukan yang sama dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter. Pelayanan dokter haruslah sesuai dengan Pasal 50

Lebih terperinci

ASPEK LEGALITAS TINDAKAN HEMODIALISIS RULLY ROESLI BANDUNG

ASPEK LEGALITAS TINDAKAN HEMODIALISIS RULLY ROESLI BANDUNG ASPEK LEGALITAS TINDAKAN HEMODIALISIS RULLY ROESLI BANDUNG 1 DEFINISI HEMODIALISIS & CAPD KETENAGAAN KOMPETENSI 2 PELIMPAHAN WEWENANG DELEGATIF & MANDAT Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melakukan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN A Tujuan Sebagai proses pemberian informasi kepada pasien agar pasien memahami hak dan kewajibannya sebagai pasien

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN SELAKU KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN YANG MENGALAMI MALPRAKTEK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN SELAKU KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN YANG MENGALAMI MALPRAKTEK 119 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN SELAKU KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN YANG MENGALAMI MALPRAKTEK Ni Luh Gede Yogi Arthani, S.H.,M.H. Made Emy Andayani Citra, S.H.,M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

Kontrak Tersamar, Unconscionability dan Doktrin Undue Influence

Kontrak Tersamar, Unconscionability dan Doktrin Undue Influence Kontrak Tersamar, Unconscionability dan Doktrin Undue Influence 1. Kontrak Tersamar (implied contract). Tidak semua kontrak dapat terlihat dengan jelas adanya kata sepakat. Namun sampai batas-batas tertentu,

Lebih terperinci

Informed Consent INFORMED CONSENT

Informed Consent INFORMED CONSENT Informed Consent INFORMED CONSENT Asal mula istilah consent ini adalah dari bahasa latin: consensio, consentio, consentio, dalam bahasa Inggris consent berarti persetujuan, izin, menyetujui, memberi izin

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum

BAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dimana hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulankumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulankumpulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulankumpulan peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial, keseluruhan

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci