PETARUNGAN IDEALISME DALAM EKRANISASI PADA KESUSASTRAAN INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PETARUNGAN IDEALISME DALAM EKRANISASI PADA KESUSASTRAAN INDONESIA"

Transkripsi

1 PETARUNGAN IDEALISME DALAM EKRANISASI PADA KESUSASTRAAN INDONESIA Hilda Septriani Program Pascasarjana Ilmu Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung Abstrak Isu alih wahana dalam kajian ilmu sastra memang bukan merupakan sesuatu yang baru. Transformasi bentuk dari satu medium ke medium lain yang dilakukan disinyalir sebagai wujud kreativitas para penggiat sastra dan pelaku seni untuk menciptakan karya yang mampu berkontribusi secara komprehensif. Perkembangan kesusastraan Indonesia yang diwarnai fenomena alih wahana tentu saja memiliki karakteristik tersendiri. Namun untuk pemfokusan batasan masalah, proses alih wahana yang akan dibahas lebih jauh dalam penelitian ini adalah ekranisasi. Ekranisasi ialah pengadaptasian karya sastra (wahana tulis) ke dalam film (wahana audio visual). Dalam ekranisasi, akan ada persamaan dan perbedaan yang mungkin saja menunjukkan ketidaksesuaian atau penyimpangan dari karya aslinya karena menggunakan medium yang berbeda. Munculnya kreativitas dalam proses ekranisasi dijadikan sebagai jalan pintas untuk membantu masyarakat yang tingkat kemampuan literasinya rendah untuk memahami cerita. Kendati demikian, konsekuensi dari ekranisasi adalah terjadinya pertarungan idealisme antara novel dan film. Pada awal tahun 2000-an, proses ekranisasi banyak terjadi pada novel-novel populer. Penelitian ini akan memfokuskan kajian ekranisasi novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (2003) karya Ahmad Tohari ke dalam film Sang Penari yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah (2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan pertarungan idealisme yang diejawantahkan melalui perbedaan yang muncul pada novel dan film tersebut dengan melihatnya dari berbagai sudut pandang. Kata kunci : alih wahana, ekranisasi, pertarungan idealisme PENDAHULUAN Terdapat banyak medium dalam menciptakan suatu karya seni yang terus bergerak ke arah yang modern. Para penggiat seni, termasuk di dalamnya yang berkecimpung dalam dunia sastra juga harus meningkatkan kreativitas yang dimilikinya agar perkembangan kesusastraan dapat terus

2 berjalan. Beragam cara yang dapat dilakukan dalam mendukung khasanah sastra di Indonesia, salah satu contohnya ialah dengan mentransformasi media penyampaiannya. Penggubahan ini diterapkan tentu saja bukan tanpa alasan. Kepopuleran suatu karya aslinya tampaknya juga memegang peranan penting dalam proses adaptasi yang dilakukan. Teks sastra yang dianggap sangat berhubungan dengan persoalan kontekstual kemudian mengalami perluasan perspektif ketika ditransformasikan ke dalam medium yang berbeda. Keberadaan karya sastra di tengah-tengah pembacanya juga tidak terlepas dari ungkapan yang menyatakan bahwa sastra lahir bukan dari alam kekosongan. Sebuah karya sastra tercipta dari karya sastra yang lain bisa saja terjadi karena setiap karya pasti mempunyai referensi dari karya lain sebelum karya itu lahir dan menjadi karya yang baru. Karya yang baru tersebut secara otomatis mempunyai hubungan terhadap karya yang sebelumnya telah ada dan hubungan tersebut disebut dengan intertekstual. Adapun yang menarik ialah bahwa di antara berubahnya medium tersebut bukan berarti dari teks sebelumnya ke teks selanjutnya yang hanya berupa wacana. Akan tetapi lebih jauh dari itu, kreativitas yang dimiliki oleh para penggiat film pun kemudian berbondong-bondong untuk membuat film yang didasarkan pada karya sastra yang dipandang fenomenal pada masa tertentu. Pada awal tahun 2000-an, penggubahan cerita yang ada dalam teks sastra ke medium yang dinamakan film juga berkembang cukup pesat, baik itu dari teks cerpen atau novel yang memiliki kompleksitas cerita di dalamnya. Karya-karya populer di sekitar tahun tersebut memang cukup banyak yang digemari oleh para pembaca setianya. Hal ini juga lah sekiranya yang mendorong Ifa Isfansyah untuk membuat film yang berjudul Sang Penari di tahun 2011 dengan mencantolkan ceritanya pada novel yang dibuat oleh Ahmad Tohari beberapa tahun ke belakang. Novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan film Sang Penari karya Ifa Isfansyah adalah suatu hasil produksi karya yang saling berhubungan karena film Sang Penari tercipta dari inspirasi novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang telah diterbitkan jauh sebelumnya. PEMBAHASAN

3 Berbicara mengenai proses peralihan dari teks sastra ke dalam film memang bukan merupakan hal yang baru, termasuk di Indonesia. Pengadaptasian karya sastra ke dalam film mulai marak ada pada dekade 70-an (istilah ekranisasi belum digunakan saat itu). Ekranisasi sebenarnya adalah suatu proses pemindahan atau pengadaptasian dari novel ke film. Eneste (1991: 60) menyebutkan bahwa ekranisasi adalah suatu proses pelayar-putihan atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Perancis berarti layar ). Ia juga menyebutkan bahwa pemindahan dari novel ke layar putih mau tidak mau mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan. Oleh karena itu, ekranisasi juga bisa disebut sebagai proses perubahan. Sementara itu, Damono (2005: 96) menyebutnya dengan istilah alih wahana. Dalam hal ini ia menjelaskan bahwa alih wahana adalah pengalihan karya seni dari satu wahana ke wahana lain. Alih wahana kemudian dipahami lebih jauh dan lebih luas lagi jika dibandingkan dengan istilah ekranisasi. Ekranisasi sebenarnya adalah suatu pengubahan wahana dari kata-kata menjadi wahana gambar. Di dalam novel, segalanya diungkapkan dengan kata-kata. Pengilustrasian dan penggambaran dilukiskan dengan kata-kata sehingga semua aspek dalam unsur yang membangun teks diwakilkan dengan kata-kata tersebut. Sedangkan dalam film, ilustrasi dan gambaran diwujudkan melalui gambar. Gambar dalam hal ini bukan hanya berkisar pada gambar mati, melainkan gambar hidup yang bisa ditonton secara langsung dan menghadirkan sesuatu rangkaian peristiwa yang langsung. Sebuah novel yang mungkin dibaca dalam beberapa hari bisa dinikmati dalam waktu yang relatif lebih singkat yakni dengan durasi film rata-rata yang hanya menit. Dalam kajian ekranisasi, upaya utama yang dilakukan adalah menemukan perbedaanperbedaan/perubahan-perubahan dengan cara membandingkan karya ekranisasi (Sang Penari) dengan karya yang diinspirasi (novel Ronggeng Dukuh Paruk). Pembandingan seperti itu dikatakan oleh para ahli akan menemukan tiga kemungkinan perubahan yaitu hakikat penciutan/pengurangan, hakikat penambahan dan hakikat perubahan variasi. Kemungkinankemungkinan itu berkaitan erat dengan kepentingan-kepentingan tertentu dan idealisme yang dimiliki oleh para penggiat film tersebut. Tanpa mempertimbangkan durasi film yang memang

4 terbatas sehingga diperlukan kecermatan seorang sutradara dalam memilih adegan-adegan yang akan ditampilkan dan dirasa mampu menjadi agensi dari cerita yang sedang diadaptasi tersebut. Akan tetapi, yang menjadi menarik dalam proses adaptasi film Sang Penari ialah bahwa film ini dianggap lebih mewakili isi cerita novel Ronggeng Dukuh Paruk jika dibandingkan dengan film sebelumnya yang berjudul Mahkota Ronggeng (1983) yang juga sama-sama terinspirasi oleh novel Ahmad Tohari tersebut. Penilaian ini dicetuskan setelah membandingkan bahwa Sang Penari lebih kental dalam mengemas kekuatan lokalitasnya. Namun sebenarnya Ifa Isfansyah selaku sutradara film dalam sebuah wawancara pernah mengemukakan bahwa ia membebaskan dirinya untuk berimajinasi di film tersebut. Proses pembebasan itulah yang sekiranya banyak menghadirkan unsur-unsur kebaruan dan improvisasi yang tertangkap oleh kamera. Hal tersebut memang sudah menjadi hak sutradara ketika suatu karya digubah ke dalam film, maka pertarungan idealisme pun tidak dapat terelakkan lagi dalam penyajiannya. Berikut akan dipaparkan bagaimana kepentingan-kepentingan tertentu dan proses pertarungan idealisme tersebut ditampilkan dalam perbedaan-perbedaan antara film Sang Penari dan novel Ronggeng Dukuh Paruk. Hakikat Penciutan/Pengurangan Penciutan dikenal juga dengan istilah penghilangan. Penghilangan dalam kajian ini disesuaikan dengan ekranisasi itu sendiri. Eneste (1991: 61) menyatakan bahwa ekranisasi berarti pula yang dinikmati berjam-jam atau berhari-hari harus diubah menjadi apa yang dinikmati (ditonton) selama sembilan puluh sampai seratus dua puluh menit. Jika suatu karya ingin difilmkan (filmisasi) memang cenderung akan dilakukan pengurangan atau penciutan beberapa adegan peristiwa yang digambarkan dalam karya sastra atau novelnya. Contoh yang dapat diperhatikan dalam novel ialah penggambaran saat Rasus yang sudah menjadi tentara saat itu menembak maling yang ingin mencuri di salah satu rumah yang ada di Dukuh Paruk. Sejak kejadian tersebut, maka Rasus mendapat apresiasi yang tinggi karena keberaniannya untuk menembak pencuri tersebut. Deskripsi pada bagian itu sama sekali tidak ditampilkan dalam film Sang Penari. Hal ini mungkin disinyalir karena keterbatasan waktu yang harus disiasati oleh tim pembuat film. Contoh lainnya yang juga dikurangi dan tidak digambarkan dalam film Sang Penari

5 yakni saat Srintil menjalani proses Gowok. Gowok adalah seorang perempuan yang disewa oleh seorang ayah bagi anak lelakinya yang sudah menginjak dewasa dan menjelang pernikahan dengan seorang wanita yang sudah dipilihkan oleh sang ayah tersebut. Seperti dalam kutipan berikut: Sampean berdua jangan khawatir. Aku menyediakan upah yang tidak bakal mengecewakan. Asal gowok itu memang cantik seperti Srintil itu. (Tohari, 2011: 214) Perkataan di atas diucapkan oleh Sentika kepada Sakarya dan Kartareja ketika ia meminta Srintil untuk menjadi gowok bagi putranya. Gambaran Srintil menjadi gowok dan kejadian saat Rasus menembak maling yang masuk ke daerah Dukuh Paruk memang tidak direka ulang dalam film Sang Penari karena dengan durasi yang sangat terbatas maka diperlukan kejelian sang sutradara dalam mengambil keputusan untuk melakukan pengurangan dan memotong adeganadegan yang sudah cukup terwakilkan dengan adegan lain sehingga tidak mengurangi makna keseluruhan cerita. Di samping itu, novel Ronggeng Dukuh Paruk merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari dan Jantera Bianglala. Maka hampir tidak mungkin bahwa semua peristiwa yang digambarkan dalam novel dapat di audio visualisasikan dalam kurun waktu yang sangat singkat yakni maksimal hanya dalam waktu dua jam. Hakikat Penambahan Novel dan film memang merupakan dua karya yang berbeda medium dalam penyajiannya. Kedua karya ini diciptakan oleh novelis dan sutradara dengan memodifikasi sedemikan rupa sehingga mampu melahirkan karya yang bermanfaat untuk dibaca, indah dan menarik saat ditonton. Eneste dalam bukunya yang berjudul Novel dan Film (1991: 64) memberikan pandangan bahwa penulis skenario dan sutradara telah menafsirkan terlebih dahulu novel yang hendak difilmkan, ada kemungkinan terjadi penambahan-penambahan di sana-sini. Misalnya penambahan pada cerita, alur, penokohan, latar atau suasana. Dalam film Sang Penari dapat terlihat penambahan sudah dilakukan di awal cerita ketika film ditayangkan. Misalnya, usia ketika Srintil dinobatkan menjadi seorang ronggeng yang berbeda dengan cerita di novelnya. Kemudian penambahan selanjutnya terdapat saat hadirnya tokoh Surti dalam film yang sedang menari layaknya ronggeng sebelum Srintil. Padahal di dalam novel sama sekali tidak digambarkan mengenai tokoh Surti dan hanya diceritakan bahwa di Dukuh Paruk selalu

6 mengagungkan perempuan yang menjadi ronggeng. Hal ini dikarenakan dalam kepercayaan masyarakat Dukuh Paruk bahwa tidak semua perempuan dapat menari seperti ronggeng sebab diharuskan ada indang ronggeng yang bersemayam dalam diri perempuan tersebut. Namun sudah bertahun-tahun lamanya sebelum kemunculan Srintil, Dukuh Paruk tidak memiliki ronggeng pengganti Surti. Penambahan-penambahan adegan ini sengaja ditampilkan nampaknya untuk mengisi ruang-ruang yang kosong di benak penontonnnya ketika mereka belum membaca novel Ronggeng Dukuh Paruk sebelumnya. Tujuannya jelas untuk menyampaikan makna cerita secara lebih menyeluruh. Akan tetapi sekalipun banyak terjadi perubahan cerita, baik itu pengurangan maupun penambahan dalam film, Sang Penari tidak dapat begitu saja dilepaskan dari novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karena sejauh unsur cerita yang terlihat memang masih memiliki satu ikatan yang berkelindan satu sama lain. Hakikat Perubahan Variasi Selain dua hal yang telah dijelaskan di atas, Eneste (1991) juga menjelaskan kecuali adanya penciutan dan penambahan, ekranisasi juga memungkinkan terjadinya variasi-variasi tertentu antara novel dan film. Oleh karena adanya proses pengurangan dan penambahan dalam adaptasi tersebut, maka hakikat perubahan variasi juga cenderung dilakukan, namun secara garis besar tetap tidak mengubah inti dari cerita dalam novel. Pemindahan cerita novel ke dalam film divariasikan oleh novelis dan sutradara untuk membuat daya tarik dan bermanfaat bagi pembaca dan penontonnya. Hal ini juga sangat membantu untuk menimbulkan esensi yang berbeda jika sebelumnya penonton sudah pernah membaca novel yang menjadi sumber inspirasi terciptanya film tersebut, walaupun ada juga penonton yang mengharapkan kesan yang sama ketika mereka menonton film yang digubah dari novel. Akan tetapi, proses perubahan variasi yang dimunculkan memang seperti dua sisi mata uang yang bisa saja membuat film menjadi lebih menarik atau justru sebaliknya. Hal ini bergantung pada selera penonton yang menikmati cerita yang disajikan melalui tangkapan gambar dan proses editing yang cukup panjang. Transformasi medium yang diterapkan dalam produksi film Sang Penari memang mengalami beberapa perbedaan dan perubahan variasi, baik itu dalam tokoh yang digambarkan sampai pada akhir ceritanya. Contoh elemen novel yang diubah adalah usia Srintil ketika tragedi

7 racun tempe bongkrek melanda desa Dukuh Paruk. Dalam novel, peristiwa itu diceritakan ketika Srintil masih bayi, sedangkan di dalam film Srintil ditampilkan sudah berusia di atas lima tahun pada saat itu. Selain itu, perubahan variasi yang dimunculkan adalah tokoh Sersan Binsar (Tio Pakusadewo) sebagai tentara yang berasal dari Medan yakni seseorang yang merekrut Rasus menjadi tentara. Nama dan karakter Sersan Binsar tersebut, menggantikan nama dan karakter Sersan Slamet (dalam novel, berasal dari Jawa) yang digambarkan juga sebagai seseorang yang merekrut Rasus untuk menjadi tentara. Di samping itu, alur linear dalam novel diubah menjadi alur linear yang agak meloncat dan maju mundur dalam film. Sang sutradara yakni Ifa Isfansyah mencoba untuk membongkar konteks dan motivasi peristiwa novel tersebut untuk membangun salah satu adegan film Sang Penari yang menggambarkan peristiwa serupa tapi tak sama. Deskripsi Ahmad Tohari dalam novelnya tentang peristiwa perjuangan Rasus, Darsun dan Warta di tengah kondisi kekeringan, kemiskinan dan kelaparan yang terjadi di Dukuh Paruk di bagian awal novel disajikan berbeda dengan di filmnya. Seperti dalam kutipan berikut: Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah-payah mencabut sebatang singkong. Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk mengalahkan cengkeraman akar ketela yang terpendam dalam tanah kapur. Kering dan membatu. Mereka terengahengah, namun batang singkong itu tetap tegak di tempatnya. Ketiganya hampir berputus asa seandainya salah seorang anak di antara mereka tidak menemukan akal. Cari sebatang cungkil, kata Rasus kepada dua temannya. Tanpa cungkil mustahil kita dapat mencabut singkong sialan ini. Percuma. Hanya sebatang linggis dapat menembus tanah sekeras ini, ujar Warta. Atau lebih baik kita mencari air. Kita siram pangkal batang singkong kurang ajar ini. Pasti nanti kita mudah mencabutnya. Air? ejek Darsun, anak yang ketiga. Di mana kau dapat menemukan air? Sudah, sudah. Kalian tolol, ujar Rasus tak sabar. Kita kencingi beramai-ramai pangkal batang singkong ini. Kalau gagal juga, sungguh bajingan. Tiga ujung kulup terarah pada titik yang sama. Currrr. Kemudian Rasus, Warta dan Darsun berpandangan. Ketiganya mengusap telapak tangan masingmasing. Dengan tekad terakhir mereka mencoba mencabut batang singkong itu kembali. Urat-urat kecil di tangan dan di punggung menegang. Ditolaknya bumi dengan hentakkan kaki sekuat mungkin. Serabut-serabut halus terputus. Perlahan tanah merekah. Ketika akar terakhir putus ketiga anak Dukuh Paruk itu jatuh terduduk. Tetapi sorak-sorai segera terhambur. (Tohari, 2011: 10-11) Dalam film Sang Penari, deskripsi keadaan desa Dukuh Paruk ditampilkan sama sekali berbeda dengan kutipan novel di atas. Hal ini tercermin pada saat Rasus, Warta dan Darsun yang

8 masih kecil ingin mengambil singkong di ladang, dengan mudahnya mereka dapat mencabut singkong yang tertanam pada tanah yang baru saja diguyur hujan. Padahal pada konteksnya, Dukuh Paruk adalah desa yang digambarkan serba kekeringan, namun hal itu menjadi terpatahkan karena adegan di dalam film pada bagian tersebut. Perbedaan lainnya juga terpancar dari keberanian sutradara yang menampilkan drama politik yang ada dalam Dukuh Paruk patut diacungi jempol, padahal dalam novel yang dituliskan oleh Ahmad Tohari ini tidak begitu berani menceritakan mengenai pembunuhan orang-orang komunis yang diduga PKI oleh tentara dan penggambaran bagaimana ada orang yang dibunuh dan mayatnya mengambang di sungai. Akan tetapi, terdapat juga keberanian Ahmad Tohari dalam bercerita, sekalipun hanya menggunakan simbol. Hal ini diungkapkan ketika Sakarya mendapati makam Ki Secamenggala diporak-porandakan oleh orang yang mereka pikir adalah orang-orang kelompok Bakar. Namun tiba-tiba ditemukannya caping hijau yang seluruh masyarakat Dukuh Paruk tahu bukan berasal dari kelompok Bakar karena Bakar dan kelompoknya justru identik dengan warna merah (PKI). Dari peristiwa tersebut, keberanian Ahmad Tohari dapat teridentifikasi. Ia memunculkan simbol caping hijau, yang telah kita ketahui bersama bahwa warna hijau identik dengan atribut kelompok NU (Nahdlatul Ulama), kelompok agama terbesar yang diperintahkan oleh militer untuk membasmi anggota PKI pada saat itu. Kelompok NU tidak sepenuhnya menjadi pelaku dalam cerita ini, mereka juga menjadi korban karena mereka diperdaya oleh militer agar mau membasmi anggota PKI. Dengan menggunakan simbol caping hijau secara berani Ahmad Tohari membentangkan pedoman lain selain kemiliteran dan komunis, yaitu juga persoalan kelompok keagamaan. Contoh lainnya yaitu di bagian akhir cerita yang menggambarkan perbedaan yang bertolak belakang. Dalam novel, cerita berakhir dengan tragis dan menyedihkan karena Srintil dideskripsikan mengalami gangguan kejiwaan dan dibawa ke rumah sakit oleh Rasus, tetapi di dalam film yang terjadi adalah sebaliknya karena cerita berakhir dengan keceriaan dan keromantisan. Srintil muncul kembali bersama Sakum (pemain gendang) sebagai ronggeng pengamen. Pada adegan tersebut, Rasus ditampilkan tengah memberikan kembali keris kecil yang pernah diberikannya pada saat Srintil pertama kali memutuskan untuk menjadi ronggeng. Keceriaan yang tergambar dalam adegan paling akhir juga terpancar ketika Srintil bersama Sakum

9 menari bersama sambil berjalan pulang ke desa Dukuh Paruk melalui jalan pematang sawah yang terlihat sangat panas dan kering. Meskipun memang menjadi kebebasan sutradara dalam mengemas film sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya, namun film yang diadaptasi dari novel jelas mengusung kepentingan ideologis tertentu. Adanya variasi-variasi yang digambarkan seperti dalam film Sang Penari yang sebelumnya sudah dibahas menjadi cara tersendiri yang dilakukan oleh penggiat film dalam menuangkan idenya melalui perspektif yang dimiliki oleh mereka. Perihal tersebut pun kemudian dianggap sebagai hal yang sah-sah saja dalam menciptakan karya, sekalipun ada proses transformasi medium yang sedang dilakukan. KESIMPULAN Fenomena alih wahana yang berkembang dalam ranah kesusastraan Indonesia memang bukan hal yang baru. Isu tersebut telah ada dari beberapa dekade ke belakang, namun di tahun an cukup banyak karya sastra yang kemudian ditransformasikan ke dalam film. Salah satu di antaranya adalah novel sastra yang yang mendulang banyak perhatian yakni Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis oleh Ahmad Tohari dan dibuat film pada tahun 2011 oleh Ifa Isfansyah dengan judul Sang Penari. Terbatasnya durasi yang dimiliki oleh film mengakibatkan sejumlah perbedaan dengan karya yang dinspirasinya, seperti adanya pengurangan peristiwa yang tidak digambarkan, tetapi ada juga penambahan adegan yang dirasa dapat mewakili esensi cerita yang sesungguhnya. Selain itu, terdapat pula perubahan variasi, baik itu melalui peristiwa, tokoh ataupun latar suasana yang ditampilkan dalam filmnya, yang sebelumnya tidak ada atau berbeda dengan yang dideskripsikan dalam novel. Hal tersebut memang tidak dapat dihindari karena kemudian akan terjadi pertarungan idealisme dalam proses penciptaan film tersebut yang bisa saja berbeda dengan versi novel yang menjadi acuan. DAFTAR PUSTAKA Tohari, Ahmad Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Eneste, Pamusuk Novel dan Film. Jakarta: Nusa Indah. Damono, Sapardi Djoko Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.

10

11

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Sastra dan manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita sejak Tahun 70-an, film mulai banyak mengambil inspirasi atau karya- karya sastra yang telah ada sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu bentuk kreativitas pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan perasaan dan pikiran pengarang yang bersumber dari realitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra di Indonesia banyak mengalami perkembangan. Perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra di Indonesia banyak mengalami perkembangan. Perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra di Indonesia banyak mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari lahirnya berbagai macam sastra yang tentu tidak terlepas dari peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diistilahkan dengan proses cerita, proses narasi, narasi atau cerita berplot. Prosa

BAB I PENDAHULUAN. diistilahkan dengan proses cerita, proses narasi, narasi atau cerita berplot. Prosa BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Dunia kesusastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre lain. Prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi bisa juga diistilahkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran pengarang, tentu pengarang sebagai Tuhan kecil dalam dunianya memiliki gugusan ide yang direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara ke dalam film Pintu Terlarang disutradarai oleh Sheila Thimoty belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan film yang diangkat dari sebuah novel bukanlah hal baru. Para

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan film yang diangkat dari sebuah novel bukanlah hal baru. Para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembuatan film yang diangkat dari sebuah novel bukanlah hal baru. Para seniman sering melakukan hal tersebut dalam menciptakan karya sastra, misalnya pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan cerminan kehidupan sosial masyarakat. Karya sastra berarti

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan cerminan kehidupan sosial masyarakat. Karya sastra berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan cerminan kehidupan sosial masyarakat. Karya sastra berarti karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990:218).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan juga pengalaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Keindahan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR.

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR. PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR. Hj. Yusida Gloriani dan Siti Maemunah Pendidikan Bahasa dan Sastra Inonesia

Lebih terperinci

ADAPTASI NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KE DALAM FILM SANG PENARI: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI

ADAPTASI NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KE DALAM FILM SANG PENARI: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI ADAPTASI NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KE DALAM FILM SANG PENARI: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI THE ADAPTATION OF NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK INTO SANG PENARI FILM: AN ECRANIZATION STUDY Dian Nathalia Inda Balai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dalam novel-novel yang ditulis oleh para pengarang yang berasal. dari Jawa. Deskripsi warna lokal Jawa dalam novel Indonesia terdiri

BAB V PENUTUP. dalam novel-novel yang ditulis oleh para pengarang yang berasal. dari Jawa. Deskripsi warna lokal Jawa dalam novel Indonesia terdiri 264 BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan Warna lokal Jawa, dalam novel Indonesia periode 1980 1995, cukup banyak dan dominan. Warna lokal tersebut tersebar dalam novel-novel yang ditulis oleh para pengarang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan sebuah media yang dapat digunakan sebagai sarana hiburan. Selain itu, film juga berfungsi sebagai sebuah proses sejarah atau proses budaya suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mengubah sebuah karya ke lain media merupakan proses pemindahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mengubah sebuah karya ke lain media merupakan proses pemindahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengubah sebuah karya ke lain media merupakan proses pemindahan (transformasi) dari bentuk awal ke bentuk yang baru. Misalnya, dari syair menuju bentuk/rupa, dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh pengarang yang menampilkan gambaran kehidupan masyarakat dengan bahasa sebagai mediumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Film merupakan media komunikasi massa yang kini banyak dipilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Film merupakan media komunikasi massa yang kini banyak dipilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film merupakan media komunikasi massa yang kini banyak dipilih untuk menyampaikan berbagai pesan. Film mempunyai kekuatan mendalam untuk memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu wujud karya seni yang bermedium bahasa. Menurut Goldmann (1977:

BAB I PENDAHULUAN. salah satu wujud karya seni yang bermedium bahasa. Menurut Goldmann (1977: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan ciptaan sosial yang memunculkan sebuah gambaran (cermin) kehidupan. Kehidupan itu merupakan suatu kenyataan sosial yang mencakup hubungan antarmasyarakat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

PELANGGARAN DAN KEPATUHAN PRINSIP KERJA SAMA SERTA IMPLIKATURNYA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK

PELANGGARAN DAN KEPATUHAN PRINSIP KERJA SAMA SERTA IMPLIKATURNYA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK PELANGGARAN DAN KEPATUHAN PRINSIP KERJA SAMA SERTA IMPLIKATURNYA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI (VIOLATION OF THE PRINCIPLE COOPERATION AND COMPLIANCE AS WELL AS IMPLICATURES IN RONGGENG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi telah mempengaruhi kehidupan kita tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi telah mempengaruhi kehidupan kita tanpa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telah mempengaruhi kehidupan kita tanpa disadari. Teknologi yang semakin canggih membuat media komunikasi juga berkembang dengan pesatnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berjudul Analisis Tokoh Utama pada Film Curse of the Golden

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berjudul Analisis Tokoh Utama pada Film Curse of the Golden BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini berjudul Analisis Tokoh Utama pada Film Curse of the Golden Flower Berdasarkan Pendekatan Struktural. Film yang akan penulis analisis diadaptasi dari

Lebih terperinci

: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI

: Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi SMART?: SEBUAH TAFSIR SOLUSI IDIOT ATAS PENGGUNAAN TEKNOLOGI Ditulis oleh : Ainul Khilmiah, Ella yuliatik, Anis Citra Murti, Majid Muhammad Ardi Pada 08 November 2015 publikasi film SMART? dalam screening mononton pada rangkaian acara Kampung Seni 2015 pukul 20.30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

TRANSFORMASI NOVEL REMEMBER WHEN KARYA WINNA EFFENDI, SKENARIO KE DALAM FILM: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI

TRANSFORMASI NOVEL REMEMBER WHEN KARYA WINNA EFFENDI, SKENARIO KE DALAM FILM: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI TRANSFORMASI NOVEL REMEMBER WHEN KARYA WINNA EFFENDI, SKENARIO KE DALAM FILM: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI Rizky Nur Istiqomah *, Prof. Dr. Agus Maladi Irianto. M.A., Laura Andri R.M., S.S., M.A. Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL LINTANG KEMUKUS DINI HARI KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL. Oleh. Satia Moh. Karmin Baruadi Herman Didipu

DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL LINTANG KEMUKUS DINI HARI KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL. Oleh. Satia Moh. Karmin Baruadi Herman Didipu DISKRIMINASI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL LINTANG KEMUKUS DINI HARI KARYA AHMAD TOHARI ARTIKEL Oleh Satia Moh. Karmin Baruadi Herman Didipu UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS KONFLIK MELALUI RELASI KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM FILM SANG PENARI

ANALISIS KONFLIK MELALUI RELASI KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM FILM SANG PENARI ANALISIS KONFLIK MELALUI RELASI KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM FILM SANG PENARI SKRIPSI PENGKAJIAN SENI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Strata 1 Program Studi Televisi dan Film

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

2015 KAJIAN VISUAL POSTER FILM DRAMA PENDIDIKAN SUTRADARA RIRI RIZA PRODUKSI MILES FILMS

2015 KAJIAN VISUAL POSTER FILM DRAMA PENDIDIKAN SUTRADARA RIRI RIZA PRODUKSI MILES FILMS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi seni adalah sebagai media komunikasi, dimana dalam setiap unsur seni memiliki pesan yang ingin dikomunikasikan kepada penikmatnya, baik tersirat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. pengarang untuk memperkenalkan kebudayaan suatu daerah tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya sastra merupakan suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Werren dan Wellek, 2014:3). Sastra bisa dikatakan sebagai karya seni yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. adalah pengubahan karya sastra atau kesenian menjadi bentuk kesenian yang

BAB II KAJIAN TEORI. adalah pengubahan karya sastra atau kesenian menjadi bentuk kesenian yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Alih Wahana Kegiatan alih wahana dalam beberapa tahun terakhir menjadi hal yang sering dibicarakan. Bahasan yang sering dijadikan pembicaraan dan bahan studi adalah pengubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adaptasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyesuaian

BAB I PENDAHULUAN. Adaptasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyesuaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adaptasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyesuaian terhadap tempat tinggal, penyesuaian terhadap tempat pekerjaan, penyesuaian terhadap pelajaran. Menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik sastra

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain walaupun kita berbeda dibelahan bumi. Walaupun dibelahan. banyak dipilih untuk menyampaikan berbagai pesan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain walaupun kita berbeda dibelahan bumi. Walaupun dibelahan. banyak dipilih untuk menyampaikan berbagai pesan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi selama satu dekade ini sangatlah pesat khususnya komunikasi. Karena beberapa saat saja kita dapat berhubungan secara langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana terpenting dalam segala jenis komunikasi yang terjadi di dalam kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses 28/9/ :38 AM 2

BAB I PENDAHULUAN.  diakses 28/9/ :38 AM 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta adalah pengalaman yang paling penting dalam kehidupan manusia. Cinta juga dapat diartikan sebagai sebuah aksi pengorbanan diri dan empati terhadap sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah film adalah film (Ajidarma, 2002:56). Film merupakan bentuk seni

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah film adalah film (Ajidarma, 2002:56). Film merupakan bentuk seni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah film adalah film (Ajidarma, 2002:56). Film merupakan bentuk seni ekspresif berdasarkan persepsi, sikap, pandangan, dan tanggapan terhadap fenomena, baik berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah seni yang banyak memanfaatkan simbol atau tanda untuk mengungkapkan dunia bawah sadar agar kelihatan nyata dan lebih jelas, pengarang menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

LATAR (SETTING) Pengantar Kajian Sastra l Kusmarwanti, M. Pd.

LATAR (SETTING) Pengantar Kajian Sastra l Kusmarwanti, M. Pd. LATAR DALAM FIKSI Kusmarwanti, M. Pd. PBSI FBS UNY Sumber : Berkenalan dengan Prosa (Prof. Suminto A. Sayuti) dan Pengkajian Fiksi (Prof. Burhan Nurgiyantoro) LATAR (SETTING) Adalah landas tumpu, menyaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa yang dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk mengungkapkan diri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengkaji karya sastra dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. mengkaji karya sastra dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan sosiologi adalah dua bidang ilmu yang berbeda, tetapi mampu menjadi bidang ilmu baru yaitu sosiologi sastra. Sosiologi sastra berarti mengkaji karya sastra

Lebih terperinci

EKRANISASI CERITA NOVEL AYAH, MENGAPA AKU BERBEDA? KARYA AGNES DAVONAR DENGAN FILM AYAH, MENGAPA AKU BERBEDA? KARYA SUTRADARA FINDO PURWONO HW

EKRANISASI CERITA NOVEL AYAH, MENGAPA AKU BERBEDA? KARYA AGNES DAVONAR DENGAN FILM AYAH, MENGAPA AKU BERBEDA? KARYA SUTRADARA FINDO PURWONO HW EKRANISASI CERITA NOVEL AYAH, MENGAPA AKU BERBEDA? KARYA AGNES DAVONAR DENGAN FILM AYAH, MENGAPA AKU BERBEDA? KARYA SUTRADARA FINDO PURWONO HW Yeni Putri 1, Hasanuddin WS 2, Zulfadhli 3 Program Studi Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

TRANSFORMASI NOVEL PINTU TERLARANG KARYA SEKAR AYU ASMARA KE DALAM FILM (KAJIAN SASTRA BANDINGAN)

TRANSFORMASI NOVEL PINTU TERLARANG KARYA SEKAR AYU ASMARA KE DALAM FILM (KAJIAN SASTRA BANDINGAN) TRANSFORMASI NOVEL PINTU TERLARANG KARYA SEKAR AYU ASMARA KE DALAM FILM (KAJIAN SASTRA BANDINGAN) Reslyana Malida Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI reslyanamalida@ymail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Peran bahasa asing sangatlah penting dalam menunjang eksistensi para insan pendidikan di era globalisasi ini. Tidak bisa dipungkiri, agar menjadi pribadi yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif yang 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif yang dibantu dengan penelitian kuantitatif elementer (berupa angka-angka nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan, penikmat sastra ataupun masyarakat Indonesia secara umum, adalah membaca, mempelajari, bahkan menulis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan struktural (objektif). Metode dan pendekatan ini dianggap

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan struktural (objektif). Metode dan pendekatan ini dianggap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan struktural (objektif). Metode dan pendekatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu aspek belajar yang harus diajarkan guru kepada siswa selain aspek lainnya, yaitu membaca, mendengar, dan berbicara. Menurut Tarigan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2013:1). Memahami, menikmati, menghayati, dan memanfaatkan karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. 2013:1). Memahami, menikmati, menghayati, dan memanfaatkan karya sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak jatuh dari langit, tetapi diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat, (Damono, 2013:1). Memahami,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam alur penyajian novel dan film memperlihatkan penyajian yang berbeda, meski sama- sama di dominasi oleh dialog dan peristiwa. Dalam film, banyak peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia dengan segala kompleks persoalan hidup sebagai objeknya, dan bahasa sebagai mediumnya. Peristiwa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak dimaknai sebagai ekspresi seni pembuatnya, tetapi melibatkan interaksi yang kompleks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang peneliti asal Amerika, Clifford Geertz dalam bukunya The

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang peneliti asal Amerika, Clifford Geertz dalam bukunya The BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertunjukan Tayub dikenali masyarakat sudah sangat lama. Seorang peneliti asal Amerika, Clifford Geertz dalam bukunya The Religion of Java mendeskripsikan pertunjukan tayub di sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pelecehan Seksual Pelecehan seksual dan pemerkosaan dapat terjadi pada siapa saja baik pria maupun perempuan. Kasus inipun dapat terjadi pada kamu. Ada beberapa cara untuk menghindar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

EKRANISASI NOVEL SUNSHINE BECOMES YOU KARYA ILANA TAN KE FILM SUNSHINE BECOMES YOU KARYA SUTRADARA ROCKY SORAYA

EKRANISASI NOVEL SUNSHINE BECOMES YOU KARYA ILANA TAN KE FILM SUNSHINE BECOMES YOU KARYA SUTRADARA ROCKY SORAYA EKRANISASI NOVEL SUNSHINE BECOMES YOU KARYA ILANA TAN KE FILM SUNSHINE BECOMES YOU KARYA SUTRADARA ROCKY SORAYA Titi Fitri Suwella 1, Nurizzati 2, Zulfadhli 3 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Film bukan lagi menjadi fenomena baru di ranah media massa. Dengan tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film mampu merekonstruksi wacana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN EKRANISASI TERHADAP NOVEL DAN FILM SABTU BERSAMA BAPAK ECRANIZATION ANALYSIS OF NOVEL AND MOVIE ENTITLED SABTU BERSAMA BAPAK

KAJIAN EKRANISASI TERHADAP NOVEL DAN FILM SABTU BERSAMA BAPAK ECRANIZATION ANALYSIS OF NOVEL AND MOVIE ENTITLED SABTU BERSAMA BAPAK Kajian Ekranisasi.. (Wahyu Sekar) 240 KAJIAN EKRANISASI TERHADAP NOVEL DAN FILM SABTU BERSAMA BAPAK ECRANIZATION ANALYSIS OF NOVEL AND MOVIE ENTITLED SABTU BERSAMA BAPAK Oleh: wahyu sekar sari, universitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan berbagai fenomena kehidupan manusia. Fenomena kehidupan manusia menjadi hal yang sangat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI SOSIOLOGI SASTRA DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII

ANALISIS NILAI SOSIOLOGI SASTRA DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII ANALISIS NILAI SOSIOLOGI SASTRA DALAM NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII Oleh: Alif Nurcahyo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia karena bahasa adalah milik

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia karena bahasa adalah milik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia karena bahasa adalah milik manusia. Bahasa merupakan salah satu ciri pembeda utama umat manusia dengan makhluk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang penulis tetapkan, yaitu untuk mengetahui bagaimana film 9 Summers 10 Autumns mendeskripsikan makna keluarga dan reproduksi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 27 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Objek penelitian, dalam hal ini karya sastra, memiliki banyak dimensi, banyak aspek, dan unsur. Untuk memahaminya secara lengkap diperlukan teori dan metode

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN UNSUR INTRINSIK NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI KE DALAM SKENARIO FILM SANG PENARI KARYA SALMAN ARISTO

KAJIAN PERUBAHAN UNSUR INTRINSIK NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI KE DALAM SKENARIO FILM SANG PENARI KARYA SALMAN ARISTO KAJIAN PERUBAHAN UNSUR INTRINSIK NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI KE DALAM SKENARIO FILM SANG PENARI KARYA SALMAN ARISTO SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang dipentaskan dihadapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang dipentaskan dihadapan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang dipentaskan dihadapan penonton. Jika melihat drama berati kita melihat kejadian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan informasi di era globalisasi ini, komunikasi menjadi sebuah kegiatan penting. Informasi sangat dibutuhkan dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil karya seseorang baik lisan maupun tulisan jika mengandung unsur estetik maka akan banyak disukai oleh semua kalangan. Di era globalisasi seperti saat ini, banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan ide-ide kita kepada orang lain. Sesuai dengan moto kurikulum 2013 yang berusaha mengedepankan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan ide-ide kita kepada orang lain. Sesuai dengan moto kurikulum 2013 yang berusaha mengedepankan bahasa A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Salah satu bidang keterampilan berbahasa yang memegang peranan penting dalam pembelajaran ialah pengajaran menulis. Menulis merupakan salah satu keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermuara pada struktur. Keduanya, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. bermuara pada struktur. Keduanya, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra memilki dua aspek penting, yaitu isi dan bentuk. Isi berkaitan dengan apa yang disampaikan sastrawan, sedangkan bentuk berkaitan dengan cara/bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain itu sastra

Lebih terperinci

Modul ke: 15Fakultas. 15Ilmu. Patricia Robin, S.I.Kom., M.I.Kom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting

Modul ke: 15Fakultas. 15Ilmu. Patricia Robin, S.I.Kom., M.I.Kom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting Modul ke: Penulisan Skenario Patricia Robin, S.I.Kom., M.I.Kom 15Fakultas 15Ilmu Komunikasi Program Studi Broadcasting Penguatan Ide Cerita 082112790223// patriciarobin23@gmail.com 082112790223// patriciarobin23@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai tentu harus melalui proses pembelajaran secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahasa terdapat empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak,

BAB I PENDAHULUAN. berbahasa terdapat empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia. Dalam berbahasa terdapat empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara,

Lebih terperinci