BAB II KAJIAN TEORI. adalah pengubahan karya sastra atau kesenian menjadi bentuk kesenian yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. adalah pengubahan karya sastra atau kesenian menjadi bentuk kesenian yang"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Alih Wahana Kegiatan alih wahana dalam beberapa tahun terakhir menjadi hal yang sering dibicarakan. Bahasan yang sering dijadikan pembicaraan dan bahan studi adalah pengubahan bentuk novel menjadi film. Tidak jarang pula cerpen diubah menjadi film. Proses pengalihan dari satu jenis karya seni merupakan alat yang dapat menjadi pengalihan ke dalam bentuk lain. Jadi, pada hakikatnya alih wahana adalah pengubahan karya sastra atau kesenian menjadi bentuk kesenian yang lain (Damono, 2014:13). Damono (2014: ) menyatakan bahwa kegiatan mengubah wahana dari satu jenis kesenian ke kesenian lain atau karya sastra diubah bentuk menjadi seni tari, drama, dan berbagai seni pertunjukan sudah berlangsung sejak lama bahkan sampai sekarang pengubahan atas karya sastra tersebut sudah menjadi bagian dari industri perfilman dan pentas modern. Pengalihwahanaan karya sastra menjadi film menimbulkan sisi yang saling bertolak belakang. Perlu disampaikan mengenai tafsiran atas konsep dalam masalah alih wahana yang menyebabkan kedua jenis itu bertolak belakang. Hayward dalam Damono (2014: ) menyatakan bahwa masalah dalam alih wahana dapat disebut sebagai adaptasi. Adaptasi ke film selalu menciptakan kisah yang baru yang tidak sama dengan aslinya. Dalam hal ini adaptasi film bisa menjadi karya yang lebih atau kurang dibanding aslinya.

2 Hutcheon (2006:8) menyatakan bahwa bercerita tentang cerita yang sama dari sudut pandang yang berbeda, akan menimbulkan interpretasi yang beda pula. Adaptasi bersifat universal dan dapat diulang dengan variasi yang dilakukan terusmenerus. Dengan pengulangan tersebut, karya adaptasi mampu menarik minat karena karya yang disajikan terkenal. Hayward dalam Damono (2014:144) menyatakan bahwa pembagian adaptasi menjadi tiga jenis, yakni: (1) adaptasi berdasarkan karya sastra klasik, (2) adaptasi dari drama, dan (3) adaptasi dari karya yang dikategorikan sebagai sastra populer. Proses adaptasi dari cerpen menjadi film banyak hal yang dikembangkan terutama film yang bersandar pada unsur narasi dan dialog pada isi cerpen yang menyangkut alur cerita, latar, maupun tokoh (Damono, 2014:117). Kaitan antara hakikat alih wahana dan adaptasi memiliki istilah yang lebih dikenal dalam kegiatan atau hasil alih wahana antara lain, musikalisasi, dramatisasi, dan ekranisasi. 2.2 Ekranisasi Perubahan bentuk dari karya sastra ke dalam bentuk film dikenal dengan istilah ekranisasi. Ekranisasi adalah suatu proses pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke dalam film. Istilah ini berasal dari bahasa Prancis, ecran berarti layar. Di dalam sebuah karya sastra (novel maupun cerpen) penceritaan dilukiskan dengan kata-kata, sedangkan dalam film penceritaan itu diwujudkan melalui gambar yang dapat dilihat secara langsung. Dengan demikian, ekranisasi adalah pemindahan dan pengubahan dari bentuk kata-kata ke dalam gambar. Waktu yang dibutuhkan untuk membaca karya satra seperti novel dan cerpen berbeda dengan waktu yang dibutuhkan untuk menonton sebuah film. Waktu untuk membaca sebuah cerpen lebih luas, sedangkan dalam film waktunya

3 cenderung terbatas. Pemindahan cerpen ke layar putih mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan. Perubahan tersebut meliputi proses penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi (Eneste, 1991:65) Penciutan Ekranisasi memiliki arti sesuatu yang dapat dinikmati berjam-jam atau berhari-hari harus diubah menjadi yang dinikmati (ditonton) selama sembilan puluh sampai seratus dua puluh menit. Tidak semua hal yang diungkapkan dalam cerpen akan dijumpai pula dalam film. Sebagian alur cerita, latar, tokoh dalam cerpen tidak akan ditemui dalam film sebab penulis skenario dan sutradara sudah memilih informasi yang dianggap penting. Eneste (1991:61) mengemukakan bahwa dalam proses penciutan pada unsur sastra dilakukan karena beberapa hal. 1. Adanya anggapan bahwa adegan maupun tokoh dalam karya sastra tidak terlalu penting ditampilkan di layar putih. Jadi, ditiadakan dalam film. 2. Adanya keterbatasan teknik film dan arena orang menonton film hanya sekali maka tokoh bersahaja lebih sering dipakai dalam film karena tokoh mudah diingat. 3. Adanya latar cerpen dipindahkan secara keseluruhan ke dalam film, kemungkinan besar film itu akan menjadi panjang. Dalam mengekranisasi latar akan mengalami penciutan. Oleh sebab itu, yang ditampilkan di layar putih hanya latar yang penting-penting saja. 4. Memindahkan cerpen ke layar putih ternyata bukan hanya cerita,alur, latar, maupun tokoh yang terjadi perubahan. Tema atau amanat mungkin saja berubah dalam film. Berikut merupakan contoh penciutan unsur latar yang terjadi pada cerpen Jendela Rara karya Asma Nadia ke dalam film Rumah Tanpa Jendela. Contoh: Pada cerpen Jendela Rara, latar tempat yang dipakai dalam penceritaannya ada dua tempat yaitu di rumah Rara yang berada di kolong jembatan jalan tol menuju bandara dan di Madrasah Ibtidaiyah sekolah Rara, Jakarta. Namun dalam film Rumah Tanpa Jendela latar

4 tempat yang dipakai hanya satu tempat, yaitu kolong jembatan jalan tol (Maghfiroh, 2013:7) Penambahan Penambahan dalam ekranisasi terjadi karena penulis skenario dan sutradara telah menafsirkan terlebih dahulu cerpen yang hendak difilmkan dan kemungkinan terjadi penambahan di sana-sini. Bukan hanya penciutan yang terja- di dalam alur cerita, latar, dan tokoh, penambahan pun dapat terjadi pada alur cerita, latar, dan tokoh. Eneste (1991:64) menyebutkan alasan sutradara melakukan penambahan, yaitu penambahan itu penting dari sudut filmis atau penambahan itu masih relevan dengan cerita secara keseluruhan atau karena berbagai alasan yang lain. Berikut merupakan contoh penambahan unsur tokoh dan latar yang terjadi pada cerpen Jendela Rara karya Asma Nadia ke dalam film Rumah Tanpa Jendela. Contoh: Pada cerpen Jendela Rara terdapat lima tokoh, terdiri atas Rara, Emak, Bapak, Jun, dan Asih. Akan tetapi, dalam film Rumah Tanpa Jendela yang sebagai hasil ekranisasi mendapatkan penambahan 26 tokoh, terdiri atas, Aldo, Nenek Aisyah, Pak Syahri, Nyonya Ratna, Adam, Andini, Si Mbok, Raga, Asih, ibu Alya, teman-teman Rara, Boim, Alfi, Ade, Rio, Deni, Siti, Tarjo, Pak Mamat, teman bisnis Nyonya Ratna, Teddy, Michael, Eneng, tukang foto keliling, pedagang asongan, dan orang gila. Selain penambahan dari unsur tokoh, dalam cerpen Jendela Rara terdapat penambahan dua latar tempat dan latar waktu. Latar waktu yaitu waktu sore hari dan malam hari. Latar tempat dalam cerpen tersebut, yaitu perkampungan pemulung dan Madrasah Ibtidaiyah. Dalam film Rumah Tanpa Jendela yang sebagai hasil ekranisasi mendapatkan penambahan sembilan latar tempat dan dua latar waktu. Latar waktu yaitu waktu pagi hari, siang hari. Latar tempat yaitu sekolah singgah, Bandara Soekarno- Hatta, rumah Pak Syahri, sanggar lukis, sekolah Andini, gedung pesta, Rumah Sakit Ananda, rumah tua, dan vila (Maghfiroh, 2013: 8 9).

5 2.2.3 Perubahan Bervariasi Selain adanya penciutan dan penambahan, ekranisasi juga memungkinkan terjadinya variasi-variasi dari novel ke film. Eneste (1991:66) mengemukakan bahwa novel yang betul-betul hendak dipindahkan ke media lain memperhatikan media film karena perbedaan alat-alat yang digunakan, terjadilah variasi tertentu di sana-sini. Selain itu film pun memunyai waktu putar yang sangat terbatas sehingga persoalan yang ada dalam novel tidak dapat semua dipindahkan ke dalam film. Berikut merupakan contoh perubahan variasi yang terjadi pada cerpen Jendela Rara karya Asma Nadia ke dalam film Rumah Tanpa Jendela. Contoh: cerpen Jendela Rara mengungkapkan sebuah cerita atau peristiwa hanya menggunakan kata-kata. Setelah dijadikan film yang berjudul Rumah Tanpa Jendela, sutradara dan penulis skenario menjadikan cerpen Jendela Rara menjadi sebuah drama musikal anak-anak. Film ini dibuat dengan konsep musikal, ada lima lagu dan video klip di dalam film ini. Cerita yang memunculkan kontroversi di cerpen diubah menjadi lebih ceria dan sesuai jalur film anak-anak (Maghfiroh, 2013:7). Ekranisasi yang terjadi dari bentuk cerpen ke dalam film memiliki perbedaan terutama pada cerita. Cerpen maupun film berasal dari sebuah cerita yang ingin disampaikan kepada pembaca. Tanpa kehadiran cerita, akan sia-sia usaha seorang pengarang atau sutradara untuk berkomunikasi dengan pembaca dan penonton. Untuk membedakan cerita dari cerpen dan film terlihat pada penyajiannya. Penyajian cerpen menggunakan kata-kata dalam penyampaian, sedangkan film menggunakan bentuk visual atau gambar. Ekranisasi bukan hanya terjadi pada perubahan alur cerita saja, melainkan juga perubahan unsur-unsur

6 intrinsik, yaitu tokoh, latar, suasana, gaya, tema atau amanat (Eneste, 1991:67). Akan tetapi, pada penelitian ini hanya difokuskan pada unsur alur cerita, tokoh, dan latar. 1. Alur Cerita atau Plot Alur atau plot merupakan unsur cerita yang berdasarkan pada segi kausalitas (sebab-akibat). Tahapan alur menurut Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2013:209) membedakan tahapan alur menjadi lima bagian. a) Tahap situation (penyituasian), adalah tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. b) Tahap generating circumstances (pemunculan konflik), adalah tahap masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. c) Tahap rising action (konflik), adalah konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. d) Tahap climax (klimaks), adalah konflik dan atau pertentanganpertentangan yang terjadi, yang diakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. e) Tahap denoument (penyelesaian), adalah konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Tahapan alur di atas adalah tahapan alur konvensional. Akan tetapi, tidak semua pengarang ataupun sutradara menggunakan tahap pengaluran konvensional. Pengarang ataupun sutradara ada yang menggunakan tahapan alur nonkonvensional. Pada tahap alur nonkonvensionl cerita tidak harus dimulai dari tahap situation. Cerita dapat dimulai dari tahap rising action atau denoument dahulu. Dengan demikian, pengaluran tidak harus dimulai dari tahap situation dan berakhir dengan denoument (Siswanto, 2008:160).

7 2. Tokoh Tokoh memegang peranan penting dalam keseluruhan cerita. Cerita dalam cerpen tidak akan menarik jika pengarang atau sutradara tidak menampilkan tokoh-tokoh cerita. Nurgiyantoro (2013:246) mengatakan bahwa tokoh merupakan unsur penting dalam cerita fiksi. Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam hal ini tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah cerita fiksi. Pembicaraan mengenai penokohan dalam cerita fiksi tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan tokoh. Istilah tokoh menunjuk pada pelaku dalam cerita, sedangkan penokohan menunjuk pada sifat, watak, atau karakter yang melingkupi diri tokoh yang ada. Jones (dalam Nurgiyantoro, 2013:248) mengatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan dapat dikatakan sebagai proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran watak tokoh dalam sebuah cerita. Penokohan harus menciptakan citra tokoh. Oleh karena itu tokoh-tokoh harus dihidupkan. Nurgiyantoro (2013:279) mengatakan bahwa teknik pelukisan tokoh disajikan dengan dua teknik, yaitu teknik pelukisan secara langsung dan teknik pelukisan secara tidak langsung. Teknik langsung adalah teknik pelukisan tokoh cerita yang memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan langsung. Pengarang memberikan komentar tentang kehadiran tokoh cerita berupa lukisan sikap, sifat, watak, tingkah laku, bahkan ciri fisiknya. Teknik tidak langsung adalah teknik pengarang mendeskripsikan tokoh dengan membiarkan tokoh-tokoh tersebut saling menunjukkan kediriannya masing-masing melalui berbagai aktivitas yang dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal, seperti tingkah laku sikap dan peristiwa yang terjadi.

8 Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu pengarahan yang jelas tentang tokoh tersebut. Nurgiyantoro (2013: ) membagi jenisjenis tokoh berdasarkan peran, fungsi penampilan tokoh, dan segi perwatakan. (a) berdasarkan peran atau tingkat pentingnya Berdasarkan peran dan tingkat pentingnya, dibedakan tokoh dalam cerita rekaan menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan atau tokoh tambahan. Tokoh utama yaitu tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita tetapi kehadirannya diperlukan untuk menunjang peranan dalam cerita. (b) berdasarkan fungsi penampilan tokoh Fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi karena sebagai pengejawantahan norma-norma nilai yang ideal. Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin. Kehadiran tokoh antagonis yang membawa konflik dan ketegangan sehingga cerita menjadi menarik. (c) berdasarkan segi perwatakannya Pembedaan tokoh sederhana dan tokoh bulat dilakukan berdasarkan perwatakannya. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton dan hanya menceritakan satu watak tertentu. Tokoh bulat yaitu tokoh yang memiliki dan dianggap jati dirinya. Tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan

9 manusia yang sesungguhnya karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, dan sering memberikan kejutan. Dalam cerita fiksi akan dijumpai berbagai macam tokoh dan karakternya, ada tokoh utama, tokoh bawahan dan tokoh tambahan. Ada tokoh protagonis dan tokoh antagonis serta tokoh sederhana dan tokoh bulat. Dengan adanya bermacam-macam tokoh serta karakternya maka sebuah cerita akan tampak hidup dan menarik. 3. Latar atau Setting Latar merupakan salah satu unsur yang membangun sebuah cerita fiksi. Latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam suatu cerita. Fungsi latar adalah memberikan informasi tentang situasi cerita. Nurgiyantoro (2013:302) mengemukakan bahwa latar yang baik dapat mendeskripsikan secara jelas peristiwa-peristiwa, perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi tokoh cerita sehingga cerita terasa hidup dan segar, seolah-olah terjadi di dalam kehidupan nyata. Nurgiyantoro (2013: ) membedakan latar dalam cerita fiksi menjadi tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, waktu, dan latar sosial. a) Latar tempat yaitu latar yang menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat dalam sebuah cerita biasanya meliputi berbagai lokasi, akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan plot dan tokoh, b) Latar waktu yaitu latar yang berhubungan dengan masalah waktu terjadinya peristiwa dalam sebuah karya fiksi, c) Latar sosial budaya adalah latar yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks berupa

10 kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan cara berpikir dan bersikap. 2.3 Ekranisasi Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari ke Dalam Film Filosofi Kopi Sutradara Angga Dwimas Sasongko; Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses perolehan ilmu dan pembentukan sikap. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat berjalan dengan baik. Pembelajaran sastra dalam kompetensi dasar lulusan untuk sekolah menengah atas menurut Kurikulum 2013, terdapat pada kelas XI 3.2, yaitu membandingkan teks cerita pendek, pantun, cerita ulang, eksplanasi kompleks, dan ulasan/reviu film/drama baik melalui lisan maupun tulisan. Pembelajaran yang dicita-citakan adalah pembelajaran sastra yang mencakup dua hal, yaitu menanamkan apresiasi dan memberikan pengetahuan. Tarigan dalam Ardianto (2007:57) menyatakan bahwa sastra merupakan salah satu sarana untuk merangsang serta menunjang perkembangan kognitif. Hal ini juga diakui oleh Sumardjo dalam Ardianto (2007:57) bahwa pembelajaran apresiasi sastra adalah salah satu sarana pengembangan intelektual siswa. Salah satu konsekuensi yang ada jika pembelajaran sastra tidak diberikan secara intensif adalah siswa kurang atau tidak berminat membaca karya sastra sehingga proses pembelajaran sastra tidak maksimal. Tujuan pembelajaran sastra harus diarahkan agar peserta didik memeroleh sesuatu yang bernilai lebih dibanding bacaan-bacaan lain yang bukan bacaan kesastraan. Nurgiyantoro (2014:452) menyatakan tujuan pembelajaran sastra

11 secara umum ditekankan demi terwujudnya kompetensi mengapresiasi sastra peserta didik secara memadai. Siswanto (2008:170) menyatakan tujuan pembelajaran sastra di sekolah agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa serta menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran sastra untuk mencapai kemampuan apresiasi kreatif peserta didik. Berkaitan dengan penting dan kejelasan tujuan pembelajaran sastra yang dikemukaan oleh beberapa ahli, akan memberikan acuan untuk pemilihan bahan ajar yang sesuai. Rahmanto (2005:27) menuturkan bahwa ada tiga aspek penting dalam memilih bahan pembelajaran sastra, yang meliputi aspek bahasa, psikologi, dan latar belakang siswa. (1) Aspek bahasa, yaitu aspek yang digunakan oleh pengarang dalam sebuah cerita fiksi perlu dipertimbangkan untuk menghindari terjadinya tafsir yang menyimpang dari substansi makna yang terkandung dalam cerpen. Guru perlu memilih cerpen yang sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa. (2) Aspek kematangan jiwa atau psikologi adalah aspek yang perlu dipertimbangkan guru dalam menentukan cerpen yang hendak dijadikan sebagai bahan ajar karena akan sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan siswa dalam banyak hal. Tahap perkembangan jiwa juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan pemahaman situasi atau pemecahan yang dihadapi. Berikut ini adalah

12 tahap-tahap yang diharapkan dapat membantu guru dalam memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak sekolah dasar dan menengah. a) Tahap Pengkhayal (8 sampai 9 tahun) Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata, tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan. b) Tahap Romantik (10 sampai 12 tahun) Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tetapi pada tahap ini anak telah menyenangi cerita-ceritera kepahlawanan petualangan, dan bahkan kejahatan. c) Tahap Realistik (13 sampai 16 tahun) Pada tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata. d) Tahap Generalisasi (16 tahun dan selanjutnya) Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis fenomena. Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran filsafat untuk menentukan keputusan-keputusan moral. Cerpen dan film yang dipilih sebagai bahan ajar hendaknya disesuaikan dengan tahap psikologis pada umumnya dalam suatu kelas. Siswa SMA termasuk dalam tahap generalisasi yang pada tahap ini siswa dihadapkan pada cerpen dan film yang memiliki permasalahan yang kompleks sehingga diharapkan siswa dapat menemukan dan mencari penyelesaian tentang permasalahan kehidupan. (3) Aspek latar belakang budaya adalah aspek latar belakang kehidupan dan kreativitas seorang pengarang sangat menentukan dalam menghasilkan sebuah karya sastra (cerpen). Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh dari lingkungan

13 mereka atau mempunyai kesamaan dengan mereka atau orang-orang di sekitar mereka. Teks kesastraan adalah aspek bahan maka pemilihan bahan pembelajaran harus memungkinkan tujuan dan manfaat dapat diperoleh. Nurgiyantoro (2014: ) menyatakan bahan pembelajaran sastra dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu bahan apresiasi langsung dan apresiasi tidak langsung. Bahan apresiasi langsung menunjuk pada bahan yang berupa teksteks kesastraan yang pada umumnya teks puisi, fiksi dan drama. Peserta didik benar-benar dihadapkan langsung pada berbagai teks kesastraan. Dalam pembelajaran apresiasi sastra secara langsung peserta didik secara kritis dibimbing untuk membaca, memahami, dan mengenali berbagai unsur khasnya, menunjukkan keindahan, dan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang dapat diperoleh dalam wadah apresiasi. Bahan apresiasi tidak langsung bersifat teoretis dan kesejarahan seperti teori sastra, sejarah sastra atau pengetahuan tentang sastra. Kedudukan bahan apresiasi tidak langsung untuk membantu keberhasilan pembelajaran apresiasi, pencapaian kompetensi bersastra. Berdasarkan penjabaran pembelajaran sastra di atas, diharapkan cerpen dan film Filosofi Kopi dapat memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini dibahas mengenai ekranisasi cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari ke dalam film Filosofi Kopi sutradara Angga Dwimas Sasongko dan alternatif bahan pembelajaran sastra di sekolah menengah atas. Penelitian ini dilaksanakan sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di sekolah menengah atas dan berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran sastra dalam perkembangan apresiasi siswa.

BAB I PENDAHULUAN. dan telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003.

BAB I PENDAHULUAN. dan telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya dan telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Novel Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lingkungan, kebudayaan, maupun hal-hal yang memungkinkan dapat membentuk

I. PENDAHULUAN. lingkungan, kebudayaan, maupun hal-hal yang memungkinkan dapat membentuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam karakter yang tercipta dari keluarga, lingkungan, kebudayaan, maupun hal-hal yang memungkinkan dapat membentuk karakter manusia itu masing-masing.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara ke dalam film Pintu Terlarang disutradarai oleh Sheila Thimoty belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan berbahasa berhubungan erat dan saling melengkapi dengan pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di sekolah berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan film yang diangkat dari sebuah novel bukanlah hal baru. Para

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan film yang diangkat dari sebuah novel bukanlah hal baru. Para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembuatan film yang diangkat dari sebuah novel bukanlah hal baru. Para seniman sering melakukan hal tersebut dalam menciptakan karya sastra, misalnya pembuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra di Indonesia banyak mengalami perkembangan. Perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra di Indonesia banyak mengalami perkembangan. Perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra di Indonesia banyak mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari lahirnya berbagai macam sastra yang tentu tidak terlepas dari peran

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai tentu harus melalui proses pembelajaran secara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

Lebih terperinci

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA oleh INEU NURAENI Inneu.nuraeni@yahoo.com Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa yang dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk mengungkapkan diri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TOKOH UTAMA NOVELTAK SEMPURNAKARYA FAHD DJIBRAN BONDAN PRAKOSO DAN FADE2BLACK DAN SKENARIO PEMBELAJARANSASTRA DI SMA

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TOKOH UTAMA NOVELTAK SEMPURNAKARYA FAHD DJIBRAN BONDAN PRAKOSO DAN FADE2BLACK DAN SKENARIO PEMBELAJARANSASTRA DI SMA ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TOKOH UTAMA NOVELTAK SEMPURNAKARYA FAHD DJIBRAN BONDAN PRAKOSO DAN FADE2BLACK DAN SKENARIO PEMBELAJARANSASTRA DI SMA Oleh: Tati Mulyani Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Analisis Data BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan mampu berkomunikasi dengan baik secara lisan ataupun tulisan. Kemampuan siswa berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua macam sifat yaitu, karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non imajinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan membaca karya sastra pembaca atau masyarakat umum dapat mengetahui kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin dari

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan ` I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia melalui kesadaran yang tinggi serta dialog antara diri pengarang dengan lingkungannya. Sebuah karya sastra di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi. Oleh Susi Fitria A1B1O0076

Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi. Oleh Susi Fitria A1B1O0076 Kemampuan Siswa menentuan Tokoh, Karekter Tokoh, dan Latar Cerpen Pada Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi Oleh Susi Fitria A1B1O0076 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada diri pembaca. Karya juga merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam alur penyajian novel dan film memperlihatkan penyajian yang berbeda, meski sama- sama di dominasi oleh dialog dan peristiwa. Dalam film, banyak peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA Oleh: Anifah Restyana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Seorang pengarang bebas untuk mengeksplorasi pikiran, perasaan, dan imajinasinya untuk dituangkan dalam sebuah karya sastra. Karya sastra lahir karena adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan gaya penulisan. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. dan gaya penulisan. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, terdapat empat aspek kebahasaan yang harus dikuasai siswa, yaitu kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

TRANSFORMASI NOVEL REMEMBER WHEN KARYA WINNA EFFENDI, SKENARIO KE DALAM FILM: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI

TRANSFORMASI NOVEL REMEMBER WHEN KARYA WINNA EFFENDI, SKENARIO KE DALAM FILM: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI TRANSFORMASI NOVEL REMEMBER WHEN KARYA WINNA EFFENDI, SKENARIO KE DALAM FILM: SEBUAH KAJIAN EKRANISASI Rizky Nur Istiqomah *, Prof. Dr. Agus Maladi Irianto. M.A., Laura Andri R.M., S.S., M.A. Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. Oleh : Gilang Ratnasari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. (Sahid, 1992: 83) mengemukakan penokohan adalah cara pengarang melukiskan

II. LANDASAN TEORI. (Sahid, 1992: 83) mengemukakan penokohan adalah cara pengarang melukiskan II. LANDASAN TEORI 2.1 Penokohan Penokohan dalam cerita adalah cara pengarang untuk melukiskan atau mengambarkan tokoh dalam sebuah cerita. Dalam menggambarkan dan melukiskan tokoh biasanya pengarang melukiskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil karya seseorang baik lisan maupun tulisan jika mengandung unsur estetik maka akan banyak disukai oleh semua kalangan. Di era globalisasi seperti saat ini, banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai titik tolak, dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga

BAB II KAJIAN TEORITIS. Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga Mendeskripsikan Alur Novel Remaja Terjemahan Tahun Ajaran 2013 belum ada. Namun, ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Kurikulum Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurna

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Kurikulum Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat Satuan Kurikulum Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurna dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu aspek belajar yang harus diajarkan guru kepada siswa selain aspek lainnya, yaitu membaca, mendengar, dan berbicara. Menurut Tarigan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita sejak Tahun 70-an, film mulai banyak mengambil inspirasi atau karya- karya sastra yang telah ada sebelumnya.

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Aji Budi Santosa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Psikologi berasal dari kata Yunani, psycheyang berarti jiwa dan logosyang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan (Jaenudin, 2012:1). Psikologi terus berkembang seiring

Lebih terperinci

ANALISIS TOKOH UTAMA NOVEL BATAS KARYA AKMAL NASERY BASRAL, RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER, DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS TOKOH UTAMA NOVEL BATAS KARYA AKMAL NASERY BASRAL, RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER, DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS TOKOH UTAMA NOVEL BATAS KARYA AKMAL NASERY BASRAL, RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER, DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Heri Sutrisno Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Drama merupakan karya sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya membentangkan sebuah alur. Seperti fiksi, drama berpusat pada satu

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi

Lebih terperinci