BAB II LANDASAN TEORI. sinonim dengan om atau paman tetapi dalam masyarakat Minangkabau. kata mamak tidak dapat diganti oleh kata om dan paman.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. sinonim dengan om atau paman tetapi dalam masyarakat Minangkabau. kata mamak tidak dapat diganti oleh kata om dan paman."

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Mamak dalam Minangkabau 1. Pengertian Mamak Panggilan untuk saudara laki-laki ibu dalam masyarakat Minangbau adalah mamak. Walaupun sebutan mamak memiliki sinonim dengan om atau paman tetapi dalam masyarakat Minangkabau tidaklah tepat digunakan keduanya, karena kata om dan paman memiliki nilai yang bernuansa diluar Minangkabau oleh karena itu kata mamak tidak dapat diganti oleh kata om dan paman. 1 Menurut Zubir Rasyat (2009) Mamak adalah laki-laki sepasukuan dari ibu yang mengelola kehidupan kaum sepasukuan. Mamak adalah saudara laki-laki ibu. Sebutan mamak juga berlaku kepada lelaki dewasa (lebih tua) yang sama sukunya diluar kaum seperti nan saindu nan sapayuang nan sapasukuan. 2 mamak adalah suatu lembaga atau badan yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan keluarga matrilineal di Minangkabau. Ia juga diartikan sebagai lembaga kepemimpinan yang mengurus hal-hal yang berhubungan dengan adat Minangkabau. 3 Mamak terbagi pada dua bagian yaitu mamak kandung dan mamak jauh. Mamak kandung adalah saudara laki-laki seibu sebapak dengan ibu atau lain bapak ibu 1 Chairusdi. Sejarah kebudayaan Minangkabau,( Padang: IAIN Press, 2004), h.45 2 Ibrahim Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang, (Butinggi Kristal Multimedia, 2009), h Fuziah abbas, dkk,:budaya alam minnagkabau,( Padang), h.24 16

2 17 kita. Mamak jauh adalah ibu dari mamak itu dengan nenek kita yang bersaudara. 4 Sementara itu saudara laki-laki dari nenek disebut angku atau datuak, kumpulan mamak, angku atau datuak inilah yang disebut niniak mamak. Niniak mamak yaitu orang yang dituakan dalam kaum yang mengurus rumah tangga kaum. Disamping tugas itu ada pula niniak mamak yang terpilih jadi malin, manti, dan dubalang adat. Jadi niniak mamak adalah seluruh penghulu adat dan pembantu-bantunya. Jadi dapat disimpulkan mamak adalahpanggilan kepada seluruh laki-laki dalam kaum dan mamak saudara laki-laki dari ibu baik kakak maupun adik yang sudah dewasa yang bertanggung jawab dalam mengurus hal yang berhubungan dengan adat minangkabau. a. Fungsi Mamak Mamak merupakan pemimpin dan juga pengurus dalam pengembangan pusaka yang dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan kaum. Mamak merupakan sosok yang sangat dihormati dan disegani dalam persukuannya. Karena mamak sepanjang adat bertanggung jawab kepada seluruh kemenakannya. Peranan mamak akan menjadi sosok yang akan sangat dihormati ditengah masyarakat dalam kaumnya apabila memiliki kepribadian yang mulia, berakhlak serta memiliki ilmu, sehingga 4 Hasrifendi dan Lindo Kasra, Utopia Nagari Minangkabau,( Padang: IAIN Press), 2003

3 18 mamak ibarat pohon beringin yang rindang urek tampek baselo, batang tampek basandi, dan dahannyo tanpek bagantuang. 5 Kedudukan mamak dalam adat Minangkabau adalah memegang gelar pusako dan menguasai sako yaitu warisan kehormatan dan harta termasuk lahan (hutan ladang dan sawah). Walaupun sawah itu digunanakan kaum perempuan, tetapi penguasaannya atas harta tersebut dipegang mamak. 6 Jadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan mamak di Minangkabau sangatlah penting karena mamak merupakan saudara laki-laki dari ibu derajatnya sama dengan ibu maka mamak yang telah diangkat menjadi penghulu mempunyai kemenangan yang luas dan ia harus dihormati. Dari pengertian diatas maka fungsi mamak adalah sebagai berikut: 1) Bidang Pendidikan Mamak bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan formal dan pendidikan agama. Mamak selalu menanyakan tentang perkembangan jalannya pendidikan kemenakannya. Dalam upacara adat seperti batagak pangghulu, perkawinan dan cara perundingan agar nagari, mamak memberikan kesempatan kepada kemenakannya untuk mencoba ikut aktif dalam acara-acara tersebut agar kenenakan dapat mewarisi ilmu dan dapat h Ade Chandra, Minangkabau dalam perubahan, (Padang: Yasmin Akbar, 2000), h.31 6 Yulizal yunus, Minangkabau Social Movement, (Padang: Imam Bonjol Press, 2015),

4 19 menggunakan kelak. Mamak akan memberikan petunjuk untuk memecahkan kesulitan-kesulitan, juga membantu kemenakannya dengan materi. Seorang mamak akan malu apabila kemenakannya yang membuat onar dalam masyarakat ini berarti mamak tidak berhasil mendidik kemenakannya dengan adat istiadat yang berlaku dalam kampung. 2) Bidang Ekonomi Keluarga Sejak kecil Mamak telah keikut sertaan kemenakannya dalam kegiatan produktif disawah dan ladang seperti membajak. Mengcangkul, mengisi air sawah. Jadi secara tidak langsung mamak telah memberikan tanggung jawab pada kemenakannya sesuai cengan umur dan kemampuannya. Dalam perekonomian rumah tangga hal yang sering dilakukan mamak adalah menanyakan kepada kemenakannya, misalnya bagaimana keadaan kemenakannya dalam masalah ekonominya jika ada kesulitan mamak akan turun tangan membantu secara moril dan materil demi kelancaran usaha kemenakannya. Kalaupun tidak ada mamak akan berusaha memecahkan bantuan dana dengan jalan menggadaikan harta pusaka atau meminjamkan kepada famili lain.

5 20 3) Kehidupan Sosial Budaya Dalam kehidupan sosial keluarga, peranan dan fungsi mamak cukup besar sekali. Tugas mamak tak ubahnya seperti tugas sorang ayah pada masyarakat Minangkabau.hal ini memberikan makna bahwa kewajiban bapak terhadap anakanaknya adalah memangku dengan cara memberikan makan dan minum serta kebutuhan sandang lainnya. Ia memberikan anaknya dengan harta pencarian atau peluh keringatan sendiri, sedangkan sebagai mamak dia membimbing kemenakannya dengan segala macam tata kelakuan dan pola tingkah laku yang telah diajarkan sesuai dengan adat Minangkabau. 7 B. Kemenakan dalam Minangkabau 1). Pengertian Kemenakan Secara khusus kemenakan adalah anak saudara perempuan baik itu laki-laki maupun perempuan. 8 Secara umum kemenakan adalah semua orang Minangkabau atau dalam artian orang yang dipimpin. Semua orang di Minangkabau ada yang memimpin yakni mamaknya. 2). Peranan/fungsi kemenakan a). Kemenakan laki-laki memiliki peran yaitu sebagai calon pemimpin dan penerimaan waris sako jo pusako. Di dalam keluarga matrilineal Minangkabau, kehadiran kemenkan laki-laki 7 Yulfian Azrial, Budaya Alam Mimangkabau (Padang: Angkasa Raya, 1994), h Fauziah abbas,dkk,budaya Alam Minangkabu, (Padang), h.25

6 21 sangat dibutuhkan. Ia akan berperan sebagai mamak setelah dewasa. Jika kemenakan laki-laki tidak ada mamak akan merasa cemas, karena penggantinya kelak tidak ada. Kemenakan laki-laki akan menjadi pelanjut dan wewenang mamak apabila mamak sudah tua atau apabila mamak telah tiada. Kemenakan laki-laki sebagai calon pemimpin berkewajiban menuntut ilmu pengetahuan untuk dunia dan akhirat. 9 b). Kemenakan perempuan sebagai penerus garis keturuanan ibu, panarimo warih bajawek, juga memiliki peran sebagai calon ibu, (bundo kanduang). Selain akan menjadi penguasa harta puasaka, juga ka jadi limpapeh rumah nan gadang. Dari kemenakan perempuan akan berlanjut keturunan matrilineal. Jika suatu waktu kemenakan perempuan tidak ada, keluarga matrilineal akan punah. Rumah gadang akan tinggal tanpa penghuni. Jika satu keluarga telah punah semua hak milik akan jatuh kepada keluarga terdekat. Jadi, kemenakan perempuan sangat didambakan oleh keluarga matrilineal diminnagkabau. Perannya ialah sebagai penguasa harta, sebagai pelanjut generasi, dan sebagai penghuni rumah gadang. C. Peran Mamak Sebagai Pembimbing Setiap laki-laki dewasa di Minangkabau berfungsi sebagai mamak. Dan mamak adalah sebagai pembimbing. Yang mana terungkap dalam sebuah bahasa minangkabau yaitu: anak dipangku, kamanakan 9 Ibid., h. 26

7 22 dibimbiang. Jadi dalam keluarga mamak berkewajiban membimbing kemenakannya. Membimbing berarti mendidik dalam hidup secara individu dan sebagai anggota masyarakat. Berkenaan dengan pewarisan fungsinya sebagai mamak. Seorang mamak harus membimbing kemenakannya. Ia harus memberikan bekal pengetahuan dan membina kepribadian kemenakannya. Kalau seorang mamak melakukan perbuatan yang tercela maka yang akan terhina adalah mamaknya. Sebaliknya bila seorang anak melakukan perbuatan terpuji dan mengagumkan, maka yang akan terpuji adalah mamaknya. Adapun peran mamak terhadap kemenakannya yaitu: a. Peranan mamak terhadap kemenakan perempuan adalah berupa bimbingan yang meliputi persiapan untuk menyambut warih bajawek dan persiapan untuk melanjutkan keturunan. warih bajawek disebabkan karena perempuan dalam suatu kaum akan menjadi bundo kanduang atau limpapeh rumah nan gadang. Ia akan menjadi pusek jalo timbunan ikan. Artinya perempuan akan merupakan titik pusat kehidupan. Di rumah ia akan berperan sebagai nenek dan ibu yang akan mengasuh anak dari cucu-cucunya. Sebagai istri ia akan menjadi tali penghubung dengan kaum lain (kaum suaminya). b. Terhadap kemenakan laki-laki seorang mamak mempunyai peranan dalam membimbing. Bimbingan ini dilakukan untuk mempersiapkan kemenakannya untuk mempersiapkan kemenakannya untuk berperan

8 23 sebagai penunjang dan mengembangkan sumber kehidupan sanak saudara perempuan yang akan melanjutkan keturunan. 10 D. Tugas dan Kewajiban Mamak terhadap Kemenakan Tugas dan kewajiban yang mendasar bagi seorang niniak mamak adalah: a) Manuruik alua nan luruih (menuruti alur yang lurus) artinya menjalankan segala ketentuan-ketentuan yang sudah ada yaitu aturanaturan adat dan agama. b) Manampuah jalan nan pasa (menempuh jalan yang telah disepakati atau yang telah biasa di pakai) yaitu melaksanakan apa yang telah ada, apa yang telah disepakati serta mengikat. c) Mamaliharo harato pusako ( memelihara harta pusaka) secara perorangan atau bersama-sama, niniak mamak mempunyai kewajiban memelihara harta pusaka baik yang ganggam bauntuak maupun yang belum diperuntukkan. Maksudnya, niniak mamak harus berusaha agar harta pusaka jangan sampai berpindah kepada orang lain, jangan rusak, jangan hilang atau tidak bermanfaat. Kalaupun itu terjadi harus diusahakan kembali seperi semula, dan diusahkan ditingkatkan mutu baik kualitas maupun kuantitasnya. d) Mamaliharo anak kamanakan (memelihara anak kemenakan) artinya mengawasi membimbing atau peduli dengan anak kemenakan hubungan mamak dan kemenakan.htlm 16/5/2016

9 24 Jadi dari tugas diatas dapat disimpulkan bahwa tugas mamak untuk menjaga, melindungi, memelihara serta membimbing kemenakan kearah yang lebih baik sesuai dengan ketentuan adat dan agama islam. E. Sistem Kekerabatan dalam Minangkabau Ciri khas adat Mminangbau, adalah prinsip keturunan yang diatur menurut garis ibu.setiap individu akan melihat dirinya sebagai keturunan ibu dan neneknya tanpa melihat keturunan bapaknya. Hal ini akan jelas jika mengingat pengertian keluarga dalam masyarakat Minangkabu. Keluarga adalah kerabat yang tediri dari nenek perempuan dengan saudara-saudaranya laki-lakin dan perempuan dan seluruh anak ibu dan anak saudara-saudaranya yang perempuan Sistem Kemasyarakatan Minangkabau Orang Miangkabau menghitung garis ketrunannya berdasarkan garis keturunan ibu. Masyarakat Minangkabau menganut sistem matilineal. Matrilineal bersal dari dua kata : matri dan lineal. Matri artinya ibu dan lineal berarti garis. Jadi mtrilineal mengandung pengertian menarik keturunan menurut garis ibu. Masyarakat Minangkabau hidup berdasarkan suku yang dikenal dengan dua pasang suku induk Koto Piliang dan Bodi Caniago. Kemudian pecah menjadi bermacam-macam suku. 11 Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2009), h Perpatiih nan tuo Dkk, Adat basandi Syarak Syarak Basandi kitabullah, Surya Citra Offset (Padang: 2002), h. 41

10 25 Setiap individu akan melihat dirinya sebagai keturunan ibu dan nenknya, tanpa melihat keturuanan bapaknya. Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan masuk kerabat ibu. anak-anak tidak akan masuk kerabat bapak. Tanda-tanda dari sistem matrilineal adalah: a) Keturunan dihitung menurut garis ibu. b) Suku terbentuk menurut garis ibu. c) Setiap orang harus kawin dengan orang luar sukunya (eksogami). d) Kekuasaan di dalam suku, terletak ditangan ibu, tetapi jarang sekali dipergunakannya, sedang yang berkuasa sebenarnya adalah saudara laki-laki. e) Perkawinan bersifat matrilokal yaitu suami tinggal di rumah istrinya sesudah perkawinan. f) Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya, dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan 13. Dalam minangkabau, seorang ibu mempunyai kedudukan yang penting dan sangat menentukan. Fatwa adat mengatakan ibu (perempuan), Limpapeh rumah nan gadang dari kedudukan seoarang ibu dalam kerabatnya. Limpapeh, sejenis kupu-kupu yang indah. Limpapeh diibaratkan tunggak tuo dari sebuah rumah gadang: 1. Lambang peran kaum perempuan dalam memelihara hubungan kekeluargaan matrilineal. 13 Elizabet E. Graves, Asal-usul Elite Minangkabau Modern, (Jakarta:2007), yayasan obor Indonesia, h

11 26 2. Hak pewaris dan pelanjut sistem matrilineal, dan 3. Atas penguasaan harta benda, sawah ladang, hutan dan tanah yang lain-lain. Semua berada ditangan kaum ibu, sehingga kaum ibu dilambangkan pula sebagai ambun paruik, pegangan kunci bilik dalam. Artinya kepercayaan sebagai penyimpan dan pemelihara kekayaan keluarga, baik berupa harta pusako dan sako. 2. Pola Hubungan Kekerabatan a. Kaum dan Suku Orang Minangkabau hidup berdasarkan kelompok sukunya. Arti kata suku adalah kaki atau seperempat bagian. Sesuku mengandung makna sekali, seperempat bagian dari seekor hewan ternak. Suku mempunyai arti serempat bagian dari suku induk yang diciptakan oleh dua orang tokoh adat Minangkabau 14. Inti dari sistem kekerabatan matrilineal adalah kaum. Kelompok sosial lainnya yang merupakan pecahan dari kaum atau paruik adalah jurai dan pecahan dari jurai adalah samande yang terdiri dari, nenek, ibu dan anak-anaknya. Pembagian suku berpengaruh terhadap susunan masyarakat Minangkabau. Setiap orang dalam masyarakat Mianagkabau yang membagi penduduk dalam kelompok suku-suku di nagari maupun di rumah tangganya. Setiap nagari yang didirikan sekuranngnya mempunyai empat suku: Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Pembagian ke dalam empat suku ini diciptakan oleh dua offsit), h LKAAM, Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah ( Padang :Surya citra

12 27 orang tokoh adat, Datuak katumanggungan dan Datuak Perpatih nan Sabatang. Orang sesuku mempunyai rasa persatuan dan kesetiakawanan yang kuat. Seorang anggota suku ikut bertanggungjawab atas apa yang telah dilkukan oleh seorang anggota sukunya. Di sinilah terletaknya sasanang, barek samo dipikua,ringan samo di jinjiang. Setiap suku terdiri dari beberapa paruik, yaitu orang-orang yang yang berasal dari suku nenek. Di dalam paruik terdapat seorang yang berwibawa dan merupak pimpinan paruik itu. Adakalanya saparuik disebut juga sekaum. Pembagian anggota kaum dalam suku-suku untuk menghindarkan jangan terjadi kawin, antara seorang laki-laki dan perempuan sesuku. Pada dasarnya. Perkawinan sesuku di Minangkabau tidak dibolehkan dilakukan, karena berhubungan erat dengan sistem kekerabatan yang berlaku, baik dalam tali kekerabatan, maupun dalam pewarisan gelar (sako). Kalau hal ini terjadi mereka akan diadili secara adat, yaitu dengan mengisi adat yang berlaku di nagari yang bersangkutan adat salingka nagari, harato salingka kaum 15. Ikatan batin sesama anggota kaum di Minangkabau sangat besar, yang disebabkan adanya pertalian darah dan faktor-faktor lain. Tali pengikat kaum ini karena: 15 Ibid., h. 45

13 28 1. Orang yang sekaum seketurunan Orang yang sesuku di Minangkabau di anggap satu keturunan karena pertalian darah. Lain halnya orang yang sekaum. Orang yang sekaum lebih mudah dibuktikan seketurunan melalui ranji yang silsilah keturunan mereka. Mereka yang seketurunan itu mempunyai rumah gadang, harta pusaka dan sako kaum yang disebut juga gelar adat. 2. Orang yang sekaum sehina semalu Anggota kaum yang melanggar adat akan mencemarkan nama anggota seluruh anggota kaum. Malu seseorang malu bersama. Sikua kabau bakubang, kasadonyo kanai luluaknyo. Ungkapan adat mengatakan malu tak dapek dibagi, suku tak dapek diinjak. 3. Orang yang Sekaum Sepandam Sepekuburan Untuk memnunjukkan orang yang sekaum maka sebuah kaum mempunyai pandam tempat terkubur, khusus bagi anggota kaum. 4. Orang yang Sekaum Seberta Seringan, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, sesakit sesenang. Sadanciang bak basi, saciok bak ayam, kata baik baimbauan, kata buruk bahambauan. 5. Orang yang Sekaum Seharta Sepusaka 16. F. Perkawinan Perkawinan yang dikaukan oleh seoarng laki-laki dengan perempuan dalam masyarakat Minangkabau diatur menurut adat, syarak 16 Ibid., h.45

14 29 dan undang-undang atau peraturan. Perkawinan itu merupakanurusan bersama kedua kerabat kaum yang bersangkutan. Perkawinan bersifat eksogami artinya dilakukan di luar sukunya. Artnya dilarang perkawinan sesuku. Seorang laki-laki melangsungkan perkawinan atau menikah tidak termasuk kedalam kaum kerabat istrinya dan ia tetap menjadi anggota kerabatnya. Menurut adat Minangkabau setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan masing-masing mempunyai peranan dan fungsi dalam kerabat kaumnya dan diluar kerabatnya. Perkawinan di Minangkabau bersifat matrilokal. Setelah terjadi perkawinan, pengantin laki-laki akan diantrakan oleh kerabatnya ke rumah istrinya dan kemudian menetap di rumah (kerabat) istrinya 17. Namun demikian, sifat matrilokal bukan semata-mata dihubungkan dengan tempat tinggal saja. Oleh karena itu perkawinan itu terjadiah pola-pola hubungan yang telah melembaga dalam kebudayaan Minangkabau. Hak dan kewajiban seseorang dalam kelompok ditentukan pula di mana ia berada. Pada suatu saat, ia merupakan seorang kemenakan dari mamakmamaknya, artinya ia harus menghormati dan akan menerima pewarisan sako dan pusako dari mamaknya. Pada saat lain ia menjadi mamak dari anak saudara saudarnya yang perempuan. Di sini ia bertindak sebagai pelindung dan pembimbing mereka. Di rumah ibunya ia berkedudukan sebagai mamak tungganai yang harus pandai menghadapi suami saudar- 17 Ibid., h. 47

15 30 saudaranya yang perempuan atau orang semendanya. Demikian seterusnya sebagai semenda berhadapan dengan mamak rumah dan iparnya. Artinya seorang individu di Minangkabau, harus pandai menempatkan dirinya dalam hubungan kekerabatan. Hal ini sekaligus merupakan pendidikan kepemimpinan bagi anak-anak Minangkabau yang berhak menyandang sako kaumnya dan menerima tanggung jawab pewarisan serta membimbing kemenakan, kaum dan nagarinya. Hal itu akan di perjelas dalam bagan berikut ini 18 Gambar 2.1 Pola-Pola Hubungan Yang Terjadi Karena Perkawinan Ayah Urang Sumando Mamak Tungganai Mamak Bako Anak Pisang Kemenakan Ipar Bisan Anak G. Tali Kekerabatan Tali kekerabatan terjadi antara bapak-anak, mamak kemenakan, bako anak pisang dan ibu anak. Tali kekerabatan telah melambaga dan tidak pernah putus, walaupun seorang di antranya telah meninggal dunia. 18 Ibid., h. 48

16 31 1. Tali kerabat ayah dengan anak Seorang ayah adalah kepala rumah tanggo (rumah tangga). Menurut syariat Islam, ayah adalah seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab atas kesejahteraan anak istrinya, lahir dan batin. Tanggung jawab ayah terhadap anak-anaknya dari kecil hingga dewasa dilaporkan ayah pada saat mereka akan dicarikan jodoh. Kandak balaku pado Allah, pinta balaku pado nabi, dapeklah anak laki-laki, duo jo anak perempuan. Kok dapek di anak laki-laki, taro ketek di bawo mandi, diasua di bao pulang, dari ketek sampai gadang, diaja pandai, lah pandai diaja tahu, tahu diereang jo gendeang, tahu diranggeh nan kamalantiang, tahu didahan nan kamanimpo, tahu dirantiang nan kamancucuak, disuruah kasurau pai mangaji, langkok surek jo eranyo, nak tahu halal jo haramnyo; disarahka badagang jo baniago, nak tahu labo jo rugi. Kok tapek di anak parampuan, ketek dibao mandi, di asuah dibao pulang, dari ketek digadangkan, lah gadang diaja pandai, pandai matok maetongkan, pandai maagak maagiahkan pandai maukua manjangkokan, kapuni rumah nan gadang, sumarak kampuang jo halaman, ka tampek mintak aia, kapayuang panji kamadinah, ka undang-undang kasarugo. Walaupun, suku seorang ayah (misalnya suku melayu) berbeda dengan suku isteri dan anak-anaknya (misalnya koto), namun tali

17 32 hubungan antra ayah dengan anak adalah tali darah, dunia dan akhirat menurut syariat Islam. Dalam adat Minangkabau, hubungan itu di ungkapkan mati ayah berkalang anak. Artinya walaupun seorang ayah telah meninggal, namun hubungan antara anak dengan ayah tidak pernah putus sebagaimana disebutkan dalam Hadis Nabi, yang mengatakan: Apabila mati anak adam, terputuslah hubungannya dengan dunia kecuali sadakah jariah, anak saleh yang selalu mendo akan ibu bapanya dan ilmu yang bermanfaat. Hubungan dan tali kekerabatan itu dapat dijelaskan dalam bagan berikut: Gambar 2.1 Hubungan Tali Kekerabatan Np Ayah Ibu Si M Im Suku Koto Suku Jambak Keluarga Matrrilineal Suku Piliang E Se Ap Sap

18 33 Keterangan: Np= Nenek Perempuan Si= Saudara Ibu M= Mamak E= Saudara Ego Se= Anak Pisang Ap= Anak Pisang Sap= Saudara Anak Pisang ---= Keluarga Matrilineal 19. Menurut adat Minangkabau, seorang ayah adalah Urang Sumando (Orang semenda) dari kerabat anak istrinya. 2. Tali Kerabat Mamak Kemenakan Ada dua pengertian mamak-kemenakan. Pertama, mamak sebagai sapaan dari seorang anak kepada saudara ibunya yang laki-laki. Jadi, saudara ibu yang laki-laki di panggil mamak oleh anak-anaknya dan anak-anak saudaranya. Anak-anak itu adalah kemenakan dari mamaknya. Seterusnya mamak menjadi sapaan kepada seluruh laki-laki dalam kaum dari seoerang anak. Setiap rumah gadang saparuik yang ada didalam kampung mempunyai tungganai. Tungganai adalah mamak yang tertua, yang disebut juga mamak rumah. Seoarang mamak tugasnya amat berat pada masa dahulu, mamak bertanggung jawab sepenuhnya atas kepentingan kemenakan-kemenakannya. 19 Ibid., h. 50

19 34 Kewajiban mamak kepada kemenakan disebut dalam fatwa adat, antara lain adalah: Manuruik suruah-mahantikan tagah Manjunjuang titah-manjunjuang kato mufakat Mahambak gadang-manjuang tinggi Manjago suku- manjago martabat 20 Antara mamak dan kemenakan terdapat hubungan secara adat dalam suatu kerabat matrilineal. Kewajiban mamak melindungi saudara dan kemenakannya ke dalam dan ke luar kaumnya. Panggilan mamak makin meluas dakam suku yaitu semua laki-laki yang setingkat mamak. mamak ini disebut juga mamak tunggaai melalaui tali kerabat mamak kemenakan (laki-laki) diwariskan sako dan pusako. Inilah yang dikenal dengan warih jawek bajawek. Seorang laki-laki di Minangkabau melaksanakan dua fungsi. Di satu pihak dia adalah sebagai ayah dari anak-anaknya sedangkan di pihak lain dia adalah pula seorang mamak dari kemenakannya. Hubungan mamak-kemenakan merupakan hubungan kerabat yang menjadi anutan sepanjang adat. Mamak mengandung pengertian sebagai pemimpin dan pengayom dalam kehidupan masyarakat matrilineal. Kemenakan secara hukum adat pelanjut tradisi keluarga atau kaum dalam masyarakat Minangkabau. Harta pusaka dan gelar pusaka diwariskan kepada kemenakan. Keluar, mamak menjadi pelindung dan mempertehankan rumah gadang dengan bantuan seluruh kemenakan. 20 Ibid., h. 51

20 35 Menurut adat, kemenakan harus mendapat pembinaan oleh mamak yang kelak akan menggantikan sebagai penanggung jawab dan penerus kelangungan hidup keluarga. Rumah gadang dan segala isinya merupakan hak ibu. musyawarah kerabat keluarga dilaksanakan di rumah gadang. Kemudian pengertian mamak menjadi panggilan umum untuk seluruh laki-laki dalam jenjeng kekerbatan. Seorang anak atau remaja akan memanggil mamak kepada seluruh anggota sukunya yang lebih tua, apabila hubungantidak dapat ditelusuri lagi. Setiap laki-laki yang telah kawin tinggal di rumah iterinya. Demikian juga halnya dengan seluruh mamak tungganai sehari-hari berada di rumah isterinya. Karena itu, kaum perempuan mempunyai hak dan tanggung jawab tugas mamak sehari-hari. Fungsi ini disebut amban paruik sebagai penyimpan harta pusaka dan pemelihara sako kaum yang dipercayakan kepadanya. Fungsi mamak tidak mungkin diberikan kepada seorang suami. Sifat suami seperti ini disebut sumando sebagai kepala keluarga, bersama isterinya membantu tugas mamak di rumah isterinya. Ia merupak sumando niniak mamak. namun sebagai sumando ia tidak boleh mencampuri urusan sako dan pusako isterinya dan anak-anaknya. Suami sebagai pendatang dalam kerabat itu tidak berarti pula tidak mempunyai tanggung jawab terhadap rumah tangganya. Ia mempunyai kaum dan ia pun mamak dalam kerabatnya. 3. Hubungan Ibu dengan Anak Hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya merupakan hubungan keluarga matrilineal menurut adat dan syarak. Menurut adat, anak-anak, laki-

21 36 laki dan perempuan mengambil suku ibunya. kedudukan ibu menjadi tampuan dan penjaga keseimbangan dalam keluarga. Ada perberdaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam suatu keluarga. Anak laki-laki sebagai pagar (potensial son in law) yang akan menjaga kelangsungan kerabat itu. Seorang anak laki-laki sering diikutsertakan dalam uapacara-upacara adat, yang sekali gus merupakan pendidikan adat baginya sebagai pewaris sako kaumnya. Sebaliknya pendidikan anak perempuan di arahkan sebagai pelanjut keturunan yang akan mewarisi harta pusaka dan menjadi tumpuan bagi mamak atau anak laki-laki di rumah gadang 21. Berbeda dengan anak perempuan yang diharapkan penerus penghuni rumah gadang pelanjut keturunan. Kelak ia akan menjadi haus tempat minum, makan tempat minta nasi oleh laki-laki, mamak dan saudara-saudaranya. Ia dididik bekerjasama dengan saudara-saudara sepupunya. Kepada diharapkan menjadi gadis sumarak anjung nan tinggo, gadis semarak rumah gadang. 4. Tali Kerabat Bako Baki (Hubungan Syarak) Hubungan bako-baki merupakan hubungan tali darah. Seluruh kerabat yang disebut bako. Sebaliknya kerabat itu memandang anak saudara lakilakinya sebagai baki sebutan baki berbeda disetiap nagari. Ada yang memanggilnya anak pisang, anak ujung maeh, anak panca, anak pusako dan sebagainya. 21 Ibid., h. 54

22 37 Setiap upacara yang bertalian dengan daur hidup anak, juga uapacara meraka juga. Bako memegang peranan penting terhadap anak pisangnya. Lebih-lebih dalam alek perkawinan, upacara babako merupakan rangkaian kegiatan yang tidak boleh diabaikan 22. Sekaligus bagi seorang anak merupakan pendidikan adat baginya. Walaupun ayah sudah meninggal atau cerai, upacara babako tetap terlaksana oleh kerabat bakonyo. Untuk mempererta tali kekeluargaan, maka banyak pula orang Minangkabau melakukan perkawinan pulang kabako, yaitu anak laki-laki dikawinkan atau dijodohkan dengan kemenakan perempuan dari pihak bapak, yang disebut pulang ka bako. H. Hubungan Kekerabatan 1. Hubungan Urang Sumando- Mamak Tungganai Urang sumando ialah semua laki-laki yang kawin kepada suatu suku. Sebaliknya seluruh laki-laki dalam kaum atau suku isterinya adalah mamak tungganai, mereka sehari-hari berada di rumah isterinya. Kata sumando berasal dari kata sando yang berarti bertahan. Dia bertahan di rumah isterinya. Bertanggung jawab atas isterinya, membesarkan dan mendidik anak anaknya. Namun ia tidak hilang kemerdekaannya sebagai sumando dan kerabat isterinya. Pihak keluarga isteri berusaha sebagai urang sumando jangan sampai tersinggung hatinya 22 Ibid., h.55

23 38 Hubungan antara urang sumando dengan mamak rumsh atau mamak tungganai adalah hubungan keseganan dan keseimbangan dalam fungsi. Seorang ayah di rumah isterinya dipandang sebagai semenda, pendatang yang dihormati. Sedangkan dalam kerabat keluarga isterinya, pimpinan dipegang oleh mamak-mamak, dikenal juga dengan nama mamak tungganai. Karena mamak tungganai sehari-hari jarang berda di rumah kemenakannya, kecuali pada musyawarah keluarga, uapacara adat maupun upacara lain yang berhubungan selingkar hidup (cycle life) yang berhubungan dengan keluarga tersebut. Sebagai semenda ia akan bertindak sebagai pelindung wanita di rumah gadang itu. Sifat seperti ini disebut semanda mamak rumah. Sifat ini lahir karena peranan wanita yang bersifat dilindungi sebagai pemegang hak rumah gadang, yakni limpapeh rumah gadang dan sebagai pemelihara harta pusaka dan sako bundo kanduang. Menurut adat Minangkabau urang sumando itu antara lain merupakan bibit yang baik, akan menjadikan kampung halaman ramai dan berseri-seri, akan menjadi tempat kepercayaan dalam tangga dan pagaran yang teguh untuk menjaga kampung halaman, penolong niniak mamak. 2. Hubungan Ipar Bisan Hubungan dengan saudara-saudara insterinya merupakan ipar dari seorang semenda. Sebagai semenda, ia diharapkan dapat

24 39 membantu mereka. Dari segi wanita mereka menghormati semenda yang dalam hal tertentu dibebani tugas mamak pula. Hubungan antara urang sumando dengan iparbersifat kesegan. 3. Hubungan Kelompok Bisan Antara mertua laki-laki dan mertua perempuan terjalin hubungan yang disebut bisan. Seluruh kerabat ibu yang perempuan merupakan bisan dari ipar dari pihakkerabat istri dan anak-anaknya. Hubungan yang terjadi antara kedua kelompok saling menghadiri setiap upacara yang diadakan, baik upacara baik (kenduri dan sebagainya) atau uapacara duka (kematian). Hubungan ipar bisan merupakan baik antara kedua kelompok kerabat karena perkawinan itu. 4. Hubungan Andan- Pasumandan Perkawinan yang telah saling berhubungan dalam suatu nagari dan kampung, maka hubungan itu makin meluas dan kompleks. Pada setiap upacara, kabar baik berimbauan, kabar buruk berhambauan, sehingga seluruh nagari telah terlibat, karena hubungan ipar bisan. Salah satu hubungan kekerabatan itu di Minangkabau adalah tali kerabat andam pasumndam (hubungan unilateral) 23. Menurut adat (hubungan sumando-mamak rumah, ipa bisan, andan-pasumandan) serta tali kekerabatan menurut Syarak (hubungan ayah ibu dengan anak dan bako anak pisang). 23 Ibid., h.56-57

25 40 I. Peranan dan Kedudukan Perempuan 1. Kedudukan sebagai Limpapeh Rumah Gadang Konsep pengaturan di rumah gadang, ditinjau dari tempat tinggal keluarga kecil tidak sesuai dengan kebutuhan masa kini. Dahulu dengan kehidupan yang sederhana, aktivitas sehari-hari penghuni rumah tidak berbeda. Penempatan ruangan di rumah gadang memanjang, tidak memberikan kebebasan suami isteri dan anak anaknya membentuk rumah tangga yang harmonis. Hubungan aayh dengan anak berlaku formal. Namun pengaturan itu merupakan demonstrasi kemampuan mengendalikan diri. Orang dapat menempati ruangan atau tempat yang disediakan baginya. Waktu pertemuan resmi di rumah gadang, seperti upacara, musyawarah dan lain-lain, setiap orang menempati ruang yang berbeda antara tungganai dengan urang sumando. Penggunaan ruangan didasarkan atas prinsip adat yang disebut alua adat yang harus dipatuhi. Tidak ada ruangan khusus menurut konsep tata ruangmodern. Hanya disediakan sebuah ruangan bagi gadis untuk menambah keterampilan. Anjuang batingkek balun-alun Tampek menyuri manarawang Peringanan puti disinan Limpapeh rumah nan gadang

26 41 2. Kedudukan Sebagai Bundo Kanduang Bundo kanduang merumuskan peranan dalam kaum perempuan dalam hubungan kekerabatan yang lebih luas, termasuk kampuang,nagari dan nagara.bundo kanduang lebih mengutamakan kebijaksanaan, perimbangan dan keserasian masyarakat. Peranan itu terletak pada ibu yang bijaksana. Tetapan undang, sangkutan pusaka, tempat meniru meneladan, memakai rasa dan periksa. Fungsi kaum perempuan dalam keluarga matrilineal adalah memelihara harta pusata dan pelanjut keturunan matrilineal. Tetapan undang adalah suatu pola keseimbangan antara mamak dengan sumando. Sedangkan pusaka, konsep pewarisan nilainilai dalam proses sosialisasi melalui meniru menelaah dengan mempergunakan persaan dan akal (raso jo pareso). Kewajiban yang dituntut oleh adat terhadap kaum perempuan Minangkabau, antara tugas dengan kewajiban mencerdaskan anggota keluarga. Peranan ini dilandasi nilai budaya dan kaedah agama 24. Limpapeh rumah nan gadang dan bundo kanduang adalah konsep yang selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat dan perkembangan yang ada di sekitarnya. Merupakan celah yang baik untuk memperkenalkan pikiran-pikiran baru. Penyesuaian yang merupakan dinamika. Melalui peranan kaum perempuan. 24 Ibid., h

27 42 F. Layanan Mediasi 1. Pengertian Layanan Mediasi Istilah mediasi terkait dengan istilah media yang bersal dari kata medium yang berati perantara. Dalam literatur Islam istilah mediasi sama dengan wasilah yang juga berarti perantara. Berdasarkan arti diatas, mediasi bisa dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengantarai atau menjadi wasilah atau menghubungkan yang semula terpisah. Juga bermakna menjalin hubungan antara dua kondisi yang berbeda dan mengadakan kontak sehingga dua pihak yang semula terpisah menjadi saling terkait. 25 Menurut Prayitno, media yang berarti perantara atau penghubung. Dengan demikian mediasi berarti kegiatan yang mengantarai atau menghubungkan dua hal yang semula terpisah, menjalin hubungan antara dua kondisi yang berbeda, mengadakan kontak sehingga yang semula tidak sama menjadi saling terkait. Dengan adanya pengantaraan atau penghubung, kedua hal yang terpisah menjadi saling terkait, saling mengurangi jarak, saling memperkecil perbedaan dan memperbesar kesamaan, jarak keduanya menjadi dekat. Kedua hal yang saling berbeda itu saling mengambil manfaat dari adanya perantaraan atau penghubungan untuk keuntungan keduanya. 25 Thohirin, Bimbingan Dan Konseling di sekolah dan madarasah( berbasis intetgrasi): (Jakarta, Pt Raja Grafindo Persada,cet ke 5, 2013), h. 185

28 43 Layanan mediasi merupakan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak (atau lebih) yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan. Ketidakcocokan itu menjadi mereka saling berhadapan, saling bertentangan, saling bermusuhan. Pihak-pihak yang berhadapan itu jauh dari rasa damai, bahkan mungkin berkehendak saling menghancurkan. Keadaan yang demikian itu akan merugikan kedua pihak (atau lebih). Dengan layanan mediasi konselor berusaha mengantarai atau membangun hubungan diantara mereka, sehingga mereka menghentikan dan terhindar dari pertentangan lebih lanjut yang merugikan semua pihak. 26 Dapat disimpulkan bahwa layanan mediasi adalah layanan atau bantuan yang diberikan kepada terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam kondisi bermusuhan. 2. Tujuan Layanan Mediasi Secara umum, layanan mediasi bertujuan agar tercapai kondisi hubungan yang positif dan kondusif di antara para klien atau pihak-pihak yang bertikai atau bermusuhan. Kondisi awal yang negatif dan eksposif diantara kedua belah pihak diarahkan dan dibina sedemikian rupa sehingga menjadi kondisi yang diinginkan bersama. Secara khusus, layanan mediasi bertujuan agar terjadi perubahan atas kondisi awal yang negatif(bertikai atau bermusuh) menjadi kondisi 26 Prayitno, Layanan L.1-L.9, (Padang: 2004), h. 1-2

29 44 baru (kondusif dan bersahabat) dalam hubungan antara kedua belah pihak yang bermasalah. Terjadinya kondisi perubahan awal yang cenderung negatif kepada kondisi baru yang positif. Secara khusus, tujuan layanan mediasi antara lain sebagai berikut: 27 Kondisi awal kedua belah pihak (sebelum layanan mediasi) 1. Rasa bermusuhan terhadap pihak lain 2. Adanya perbedaan dan/atau kesenjangandibanding pihak lain 3. Sikap menjahui pihak lain 4. Sikap mau menang sendiri terhadap pihak lain 5. Sikap ingin membalas 6. Sikap kasar dan negatif 7. Sikap mau menang sendiri 8. Sikap bersaing 9. Sikap destruktif terhadap pihak lain Kondisi yang dikehendali (sesudah layanan mediasi) 1. Rasa damai terhadap pihak lain 2. Adanya kebersamaan dengan pihak lain 3. Sikap mendekati pihak lain 4. Sikap mau memberi dan menerima terhadap pihak lain 5. Sikap memaafkan 6. Sikap lembut dan positif 7. Sikap mau memahami 8. Sikap toleran 9. Sikap konstruktif terhadap pihak lain 3. Komponen Layanan Mediasi a. Konselor Konselor sebagai perancana dan penyelenggara layanan mediasi mendalami permasalahan yang terjadi dalam hubungan 27 Ibid., 204.h.3

30 45 diantara pihak-pihak yang bertikai. Konselor membangun jembatan diatas jurang yang menjaga diantara dua pihak (atau lebih) yang sedang bermasalah. Dalam penelitian ini yang penulis ibaratkan menjadi konselor adalah mamak yang mempunyai peran dalam menyelesaikan perselisihan. b. Klien Dalam hal layanan mediasi, konselor menghadapi dua pihak atau lebih, atau kombinasi sejumlah individu dan kelompok. Dalam penelitian ini yang menjadi klien adalah kemenakan yang mengalami perselisihan. c. Masalah Klien Dalam layanan mediasi pada dasarnya yang dibahas adalah masalah hubungan yang terjadi diantara individu dan/atau kelompokkelompok yang bertikai, yang sekarang meminta bantuan konselor untuk mengatasinya. Masalah tersebut dapat berpangkal pada pertikaian atas kepemilikan sesuatu, kejadian dadakan (perkelahian), persaingan memperebutkan sesuatu, perasaan tersinggung, dendam dan sakit hati, tuntunan atas hak dan sebagainya. d. Asas dalam Layanan Mediasi Penyelengaraan layanan bimbingan dan konseling harus memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan

31 46 layanan/kegitan. Apabila asas-asas tidak dijalankan dengan baik, penyelenggaraan bimbngan dan konseling akan berjalan tersendatsendat atau terhenti sama sekali. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Thohirin dan Anas Salahudin, bahwa dalam menggunakan asas bimbingan konseling secara umum ada 12 asas, ke 12 asas ini bisa diterapkan dalam pengembangan kehidupan berkeluarga. Di antaranya adalah: 1). Asas Kerahasiaan 2). Asas kesukarelaan 3). Asas keterbukaan 4). Asas kegiatan 5). Asas kemandirian 6). Asas kekinian 7). Asas kedinamisan 8). Asas keterpaduan 9). Asas kenormatifan 10). Asas keahlian. 11). Asas alih tangan kasus. 12). Asas tut wuri handayan Pendekatan dalam Layanan Mediasi a. Pendekatan 1) saya oke, kamu juga oke Hal yang pertama yang menjadi perhatian konselor dalam layanan mediasi adalah hubungan antar orang yang menjadi di antara pihak-pihak yang menjadi peserta layanan. Hal ini hendaknya didasari oleh persepsi dan sikap saya oke dan kamu juga oke (SOKO) yang merupakan kondisi bagi 28 Anas Salhudin, Bimbingan & Konseling, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.h.39-42

32 47 berkembangnya hubungan yang positif dan produktif. 29 Kondisi soko ini boleh dikatakan tidak terjadi di awal layanan mediasi, bahkan sebaliknya, kondisi yang ada di antara pihakpihak yang bertikai itu boleh jadi adalah saya oke kamu tidak oke (SOKTO) dan/atau saya tidak oke kamu oke (STOKO, atau bahkan saya tidak oke kamu juga tidak oke (STOKTO). Tugas konselor adalah untuk mengembangkan suasana SOKO dari suasana semula yang bernama SOKTO, STOKO ataupun STOKTO. Melalui penegakan asa-asas, terutama asas kerahasiaa, keterbukaan dan kesukarelaan, serta berbagai teknik penerimaan terhadap klien dan penstrukturan, suasana SOKO dapat dikembangkan secara bertahap. 2) Komunikasi Secara Dewasa Dalam suasana hubungan yang tidak didasri oleh suasana SOKO, komunikasi diantara pihaik-pihak yang bertikai diwarnai oleh pembicaraan yang kurang menyenangkan dan tidak dapat diterima oleh pihak lain. Pembicaraan atau pesanpesan yang disampaikan bernada penekanan, tuntutan, ungkapan menyalahkan, menghukum memerintah. 30 Ciri ungkapan sperti itu dengan amat kuat diwarnai oleh status orang tua ( Parent Ego State Pes) yang ada pada diri si pembicara.pes mendorong si pembicara bersikap mendominasi, 29 Prayitno, op, cit. h Ibid., h. 17

33 48 merasa benar dan menang sendiri, berhak memerintah dan menuntut bahkan menghukum. Posisi PES sejalan dengan posisi SOKTO. Posisi yang tidak dapat diterima oleh pihak lain ini perlu di ubah menjadi posisi yang dilandasi oleh status dewas (Adult Ego State- AES) yang memiliki warna objektif, rasional, demokratis. Pembicara yang berposisi AES akan berbicara apa adanya, secara lugas, tanpa mengkritik, menuntut memerintah, apalagi menghukum. Isi pembicara yang lugas itu ditafsirkan secara lugas pula, secara rasional apa adanya. Apabila kedua belah pihak yang bertikai itu sudah mampu berbicara secara lugas, rasional, apa adanya, tidak lagi diwarnai oleh nada-nada PES, jalan damai penyelesaian masalah diantara mereka besar kemungkinan dapat terlaksana. Tugas konselor adalah mengembangkan komunikasi AES diantara pera peserta latanan mediasi. 3) Pendekatan Komprehensif Masalah yang terjadi diatara pihak-pihak yang bertikai harus dilihat secara Gestalt, pemahaman terhadap satu kesatuan yang menyeluruh tidak dilihat dar sudut-sudut bagianbagiannya secara terpisah-pisah. 31 Pencematan masalah secara Geltalt akan mampu memahami keterkaitan antar bagian-bagian yang ada di 31 Ibid., h. 19

34 49 dalamnya: sebaliknya kalau pendekatan Geltalt gagal dilakukan, pencermatan gagal dilakukan, pencermatan atas bagian secara fragmantarisboleh jadi akan menghilangkan nuansa-nuansa keterkaitan yang secara signifikan menjadi benang merah dari keseluruhan masalah yang dimaksud. Pencermatan yang fragmantaris itu akan terjebak pada pandangan-pandangan sektoral yang tidak menyeluruh sehingga kesimpulan yang diambilpun mungkin bersifat sepihak dan tidak komprehensif. Apabila hal ini terjadi maka perdamaian dan penyelesaian masalah yang diharapkan oleh para pesrta layanan tidak akan tercapai secara tuntas. 4) Pendekatan Realistik, Bermoral, dan Bertanggung jawab Realiti Therapi menegaskan bahwa kehidupan yang baik didasrkan pada kaidah-kaidah relistik, moral dan tanggung jawab. Dengan kaidah 3R (Reality, Right, Responsibility) itu kehidupan akan berjalan dengan baik. 32 Kaidah realistik menekankan pentingnya diperhatikan hal-hal yang menjadi kenyataan. Apapun yang dilukan harus sesuai dengan kenyataan. Dalam melakukan sesuatu berdasarkan kenyataan yang ada seseorang harus memperhatikan nilai dan moral yang berlaku dan lebih jauh, perbuatan itu harus dipertanggung 32 Ibid., h, 20

35 50 jawabkan. Tanggung jawab sebagai pengendalian diri ukuran bahwa upaya seseorang untuk memenuhi kebutuhan dirinya tidak merugikan orang lain tidak mengganngu kepentingan orang lain. Dalam layanan mediasi, kaidah 3R perlu diaplikasikan. Konselor perlu menekankan bahwa dalam penyelesaian masalah yang mereka hadapi para peserta layanan membutuhkan 3R. Dengan berpegang pada 3R, mereka akan dapat saling berhubungan secara harmonis dan saling membantu. 33 Jadi dapat penulis simpulkan bahwa dalam layanan mediasi yang perlu diaplikasikan adalah kaidah 3R. Dalam penyelesaian masalah yang dihadapi peserta layanan konselor perlu membututuhkan 3R. Dengan berpegang pada 3R mereka akan berhubungan secara harmonis dan saling membantu. 5. Cara pelaksanaan Layanan Mediasi Pelaksanaan layanan mediasi juga melalui proses atau tahapantahapan sebagai berikut: Pertama, perencanaan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengidentifikasi pihak-pihak yang akan menjadi peserta layanan, mengatur pertemuan dengan calon peserta layanan, menetapkan fasilitas layanan, menyiapkan kelengkapan administrasi. 33 Ibid., h. 20

36 51 Jadi dapat penulis simpulkan bahwa perencanan yang dilakukan konselor dalam layanan mediasi adalah dengan mengidentifikasi atau menentukan pihak yang akan menjadi peserta layanan, mengatur pertemuan dengan peserta layanan, menetapkan fasilitas layanan dan menyiapkan kelengkapan administrasi. Kedua, pelaksanaan yang meliputi kegiatan : menerima pihakpihak yang berselisih atau bertikai, menyelenggrakan layanan mediasi, membahas masalah yang dirasakan oleh pihak-pihak yang menjadi peserta layanan, menyelenggrakan panguyuban tingkah laku peserta layanan, membina komitmen peserta layanan demi hubungan baik dengan pihak-pihak lain, melakukan penilaian segera. Dapat penulis simpulkan bahwa dalam pelaksanaan dalam layanan mediasi adalah menerima pihak yang bertikai, menyelenggarakan pengstrukturan layanan mediasi, membahas masalah yang dialami peserta layanan, menyelenggarakan panguyuban tingkah laku peserta layanan, membina komitmen peserta layanan demi hubungan baik dengan pihak lain dan melakukan penilaian segera. Ketiga, evaluasi. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan evaluasi terhadap hasil-hasil layanan mediasi. Fokus evaluasi hasil layanan ini adalah diperolehnya pemahaman baru oleh klien, berkembangnya perasaan positif, dan kegiatan apa yang akan dilakukan oleh klien setelah proses layanan berlangsung.

37 52 Evaluasi dalam layanan mediasi dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu: (a). Evaluasi atau penilaian segera yang fokusnya adalah ustanding (pemahaman baru klien), comfort, (pekembangan persaan positif) dan action (kegiatan yang dilakukan setelah proses layanan belangsung, (b). Evaluasi atau penilaian jangka pendek. Fokus evaluasi ini adalah kualitas buhungan antara dua belah pihak yang berselisih. Indikatornya adalah apakah masalah yang ada diantara mereka sudah benar-benar mereda, sudah hilang sama sekali, atau apakah sudah berkembang hubungan yang harmonis, saling mendukung yang bersifat positif dan produktif, (c). evaluasi penilaian jangka panjang. Penilaian ini merupakan pendalaman, perluasan, dan pemantapan penilaian segera dan penilaian jangka pendek dalam rentang waktu yang lebih panjang. Keempat, analisa hasil evaluasi. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah menafsirkan hasil evaluasi dalam kaitanya dengan ketuntasan penyelesaian masalah yang dialami oleh pihak-pihak yang telah mengikuti layanan mediasi. Kelima, tindak lanjut, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah penyelenggaraan layanan mediasi lanjutan untuk membicarakan hasil evaluasi dan memantapkan upaya perdamaian diantara pihakpihak yang berselisih.

38 53 Keenam, laporan. Pada tahap ini yang dilkaukan adalah membicarakan laporan yang diperlukan oleh pihak-pihak peserta layanan mediasi Teknik dalam Pelaksanaan Layanan Mediasi 1). Teknik umum Prayitno dengan jelas menguraikan teknik-teknik umum agar konselor mengembangkan proses mediasi. Aplikasi teknik tersebut sekaligus memuat penegakan asas-asas konseling, diantaranya adalah: a). Penerimaan terhadap klien dan posisi duduk Proses layanan mediasi diawali dengan penerimaan terhadap klien untuk memasuki layanan mediasi. Suasana penerimaan sedemikian rupa sehingga semua (calon) peserta layanan sejak awal merasa diterima dengan penghormatan, keakraban, kehangatan, dan keterbukaan yang semuanya itu mengisyaratkan akan berkembangnya suasana kondusif dan permisif. Tidak seorangpun merasa diabaikan atau ditinggalkan, disisihkan, atau dipisahkan, atau dianggap tidak berarti, dan perasaan negatif lainnya. Posisi dudukpun diatur sehingga semua peserta merasa nyaman, masing-masing pihak dianggap setara. Apabila suasana sudah memungkinkan, posisi duduk mereka dapat 34 Thohirin, op.cit. h. 194

39 54 dibaurkan, atau bahkan dapat dibentuk dalam posisi melingkar dimana konselor berada pada satu titik dalam lingkaran tersebut. b). Pengstrukturan Dengan pengstrukturan konselor mengembangkan pemahaman para peserta layanan tentang apa, mengapa, dan untuk apa layanan mediasi itu. Dalam penstrukturan juga dikembangkan tegaknya asas-asas kerahasiaan, keterbukaan, dan kesukarelaan. Pemahaman bahwa konselor tidak memihak, kecuali pada kebenaran sangat diperlukan, hal itu hendaknya benar-benar dirasakan adanya oleh para peserta layanan. 35 c). Ajakan untuk berbicara Secara tidak langsung penstrukturan yang jelas dan intensif mengundang para peserta untuk berbicara. Apabila dengan penstrukturan peserta belum bergerak untuk berbicara, khususnya berkenaan dengan pokok perselisihan yang mereka alami dan bagaimana konselor menjadi tahu adanya permasalahan yang mereka alami dan bagaimana konselor dapat bertemu dengan peserta itu. Dalam hal ini konselor hanya mengemukakan pokokpokok saja tidak menyertakan penafsiran-penafsiran ataupun 35 Prayitno, op.cit., h.22

40 55 harapan-harapan yang itu semua akan menjadi substansi bahasan tahap-tahap selanjutnya. 36 d). Teknik umum lainnya (1) Kontak mata, kontak psikologis, dorongan minimal, tiga- M( mendengar, memahami, merespon) diarahkan kepada peserta yang berbicara. (2) Keruntutan, refleksi, dan pertanyaan terbuka, disampaikan kepada sipembicara. Hal ini konselor harus berhati-hati apabila jawaban atas pertanyaan terbuka itu dari pihak yang berseberangan dengan pembicara. (3) Penyimpulan, penafsiran, dan konfrontasi khusus ditujukan kepada si pembicara, dan secara umum ditanggapi oleh peserta lainnya. Dengan cara ini pembahasan masalah akan lebih terfokus. (4) Transferensi dan kontrafensi dalam suasana permisif dimungkinkan munculnya diantara para peserta, sedangkan konselor secara cerdas mengendalikan diri dalam mengemukakan konta-tranfensi. (5) Teknik eksperensial dipakai untuk memunculkan pengalaman-pengalaman khusus, terutama dari peserta yang benar-benar mengalami pengalaman atau perlakuan 36 Ibid., h. 23

41 56 khusus berkenaan dengan permasalahan yang sedang dibahas. (6) Strategi, memfrustasikan klien dan tiada maaf dipakai untuk membangun semangat para peserta dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Strategi ini dipakai dengat sangat hati-hati dan cerdas agar tidak menimbulkan sikap mempertahankan diri atau sikap negatif lainnya. 37 Seluruh teknik umum konseling perorangan dipakai oleh konselor untuk mengembangkan proses mediasi yang efektif, dimulai dari menerima klien, mengatur posisi duduk, pengstrukturan (khususnya tentang layanan mediasi dan asasasas pokok konseling perorangan), mengadakan analisis dan diskusi permasalahan yang dihadapi, sampai dengan mengadakan penilaian laporan. 2). Teknik Khusus Menurut prayitno teknik khusus dalam konseling perorangan digunakan dalam layanan mediasi untuk mengubah tingkah laku para peserta layanan, khususnya berkenaan dengan permasalahan yang mereka alami. Teknik khusus yang dimaksud adalah: a). Informasi dan Contoh Pribadi 37 Ibid.,h. 24

42 57 Pemberian informasi dan contoh pribadi dilakukan apabila peserta benar-benar memerlukan. Informasi deberikan dengan jelas dan objektif, sedangkan contoh pribadi diberikan secara sederhana dan tidak dibesar-besarkan. 38 b). Tujuan, Contoh, dan Latihan Perumusan tujuan, pemberian contoh dan latihan bertingkah laku diarahkan bagi terbentuknya tingkah laku baru. Latihan bertingkah laku, khususnya cara berhubungan dan berkomunikasi dapat dilaksanakan melalaui teknik kursi kosong. (1) Latihan keluguan dan bermain peran/dialog diarahkan untuk terbinanya komunikasi yang objektif, jujur, bermoral, dan bertanggung jawab dalam kondisi saya oke kamu juga oke (SOKO). (2) Latihan penenangan, desensitisasi/sentisasi, ditujukan terhindarnya klien terlalu sensitive atau kurang sensitive terhadap ransangan tertentu. Latihan penenangan dan desensitisasi/sentisasi ini dapat dilakukan secara individual tanpa kehadiran peserta lain. 39 c). Nasihat Pemberian nasihat sedapat-dapatnya tidak diberikan dan hanya diberikan bila benar-benar diperlukan. Kalau teknik- 38 Ibid.,h Ibid.,h.25-26

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Minangkabau mempunyai generasi penerus yang merupakan parik paga nagari, yang berarti generasi yang berada dalam garis depan untuk menyelesaikan berbagai masalah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu bentuk media yang digunakan untuk menerjemahkan ide-ide pengarang. Di dalam karya sastra, pengarang merefleksikan realitas yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah pusako adalah tanah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan Indonesia tidak hanya memiliki pengaruh dalam keluarga, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam

Lebih terperinci

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG Program PPM KOMPETITIF Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 4.500.000 Tim Pelaksana Reniwati, Noviatri, Rona Almos, dan Khanizar Fakultas Sastra Lokasi Kota Padang, Sumatera Barat PENYULUHAN

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Oleh : Diskadya Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom. Abstrak Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa, dimana didalamnya terdapat berbagai

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki keberagaman budaya, suku, agama, bahasa, kesenian dan adat. Dalam perkembangannya, Negara Kesatuan Repulik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa nagari sebagai kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PELESTARIAN ADAT BUDAYA DALAM HIDUP BERNAGARI DI KOTA PADANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya BAB II LANDASAN TEORI Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya kepemimpinan situasional. Teori yang akan dijelaskan sejalan dengan fokus penelitian yaitu gaya kepemimpinan penghulu Minangkabau.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan negara ini memiliki etnis serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis

BAB I PENDAHULUAN. prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minangkabau adalah salah satu suku diindonesia yang menganut prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal maksudnya adalah mengikuti garis keturunan ibu dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi Lampiran 2 HASIL WAWANCARA Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi 1. Bagaimanakah cara orang tua menyampaikan hukum adat Minangkabau kepada anak, terkait adanya pewarisan harta kepada anak perempuan?

Lebih terperinci

Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah. Luhak Nan Tigo dan daerah Rantau. Luhak Nan Tigo merupakan tiga daerah

Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah. Luhak Nan Tigo dan daerah Rantau. Luhak Nan Tigo merupakan tiga daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional, daerah-daerah dalam pengaruh Minangkabau disebut Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah Luhak Nan Tigo dan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY.

THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY. 1 THE ROLE OF MAMAK IN MOTIVATING KAMANAKAN TO LEARN MINANGKABAU CUSTOM SPEECH IN KANAGARIAN SALIMPAT DISTRICTS OF LEMBAH GUMANTI SOLOK REGENCY. Merial Ulfa*, Dra. Bedriati Ibrahim, M.Si**, Drs Kamaruddin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah

Lebih terperinci

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN DENGAN RAHMAT ALLAH TUHAN YANG MAHA ESA WALI NAGARI SUNGAI KAMUYANG Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN 1. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman terletak di antara 100º 21 00 Bujur Timur atau 0º

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah merupakan benda tidak bergerak yang mutlak perlu bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

Peran Mamak Pada Masyarakat Minang Perantau Di Desa Merak Batin

Peran Mamak Pada Masyarakat Minang Perantau Di Desa Merak Batin Peran Mamak Pada Masyarakat Minang Perantau Di Desa Merak Batin Reni Hudiya *1, Iskandar Syah 2, Ali Imron 3 FKIP Unila Jalan. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Telepon (0721)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang hidup dalam dunia pada umumnya menginginkan suatu hubungan yang didasari rasa saling mencintai sebelum memasuki sebuah perkawinan dan membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Judul Skripsi JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Latar Belakang Masalah Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya seperti yang dibunyikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beragam-ragam suku diantaranya suku Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap suku tersebut memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia terdapat berbagai ragam bahasa daerah. Bahasa daerah hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia. Semua bahasa daerah yang dipakai penuturnya dilindungi

Lebih terperinci

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) 1 Utari Suci Ramadhani, 2 Dr. Tamyiez Dery,

Lebih terperinci

Persepsi siswa SMK Negeri 9 Muaro Jambi terhadap Pelaksanaan Layanan Mediasi

Persepsi siswa SMK Negeri 9 Muaro Jambi terhadap Pelaksanaan Layanan Mediasi Persepsi siswa SMK Negeri 9 Muaro Jambi terhadap Pelaksanaan Layanan Mediasi Bimbingan dan konseling mencakup sepuluh jenis layanan dan enam bidang bimbingan. Salah satu layanan yang harus diaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dalam masyarakat kedudukan seseorang dalam segala hal telah diatur oleh lingkungan kelahirannya. Dilahirkan sebagai anak dari pasangan orang tua tertentu menentukan

Lebih terperinci

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1)

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1) 1 Nuriza Dora 1) Daerah perbatasan merupakan kawasan tempat bertemunya beberapa suku bangsa beserta kebudayaannya. Pada perkembangan selanjutnya di tempat tersebut akan muncul kebudayaan baru atau percampuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----BAB I ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau

II TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau 1 II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Masyarakat Hukum Adat Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau the indigenous people, dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dan

Lebih terperinci

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018 ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL Anggota Kelompok: 1. Dwi Linda Permatasari (10) 2. Dinda Dini Dwi C (20) 3. Rosalina Dwi F (23) 4. Devi Almas Nur A (26) 5. TaraditaN (27) Masyarakat dengan sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk membina keluarga yang bahagia maka semua anggota keluarga harus menunaikan hak dan kewajiban. Hak harus di terima sedang kewajiban harus ditunaikan. Jika ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN ANAK TERHADAP HARTA PENINGGALAN AYAH PADA MASYARAKAT MINANGKABAU 2.1 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ADAT

BAB II KEDUDUKAN ANAK TERHADAP HARTA PENINGGALAN AYAH PADA MASYARAKAT MINANGKABAU 2.1 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ADAT BAB II KEDUDUKAN ANAK TERHADAP HARTA PENINGGALAN AYAH PADA MASYARAKAT MINANGKABAU 2.1 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ADAT Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturanperaturannya merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan selama ini, cenderung

BAB VI PENUTUP. Penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan selama ini, cenderung BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan selama ini, cenderung berangkat dari pemikiran bahwa sastra yang tumbuh dalam masyarakat tradisi merupakan artefak kebudayaan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dua jenis, laki-laki dan perempuan. Untuk mengikat kedua jenis. dan seluruh keluarga kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dua jenis, laki-laki dan perempuan. Untuk mengikat kedua jenis. dan seluruh keluarga kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan suatu perbuatan mulia dan merupakan kebutuhan rohani dan jasmani dalam kehidupan manusia. Sudah menjadi sunnatullah bahwa sesuatu dijadikan tuhan

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

Lebih terperinci

KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI

KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI KEBERLANJUTAN SISTEM MATRILINEAL KELUARGA MUDA MINANG DI ERA GLOBALISASI Stella Zavera Monica Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia stellazavera@yahoo.com Abstrak Di seluruh dunia terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Identitas Informan Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat beretnis Minangkabau di Desa Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan 1. Tata Letak Nagari Pariangan Kanagari Pariangan berada

Lebih terperinci

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum OLEH : RESTY YULANDA 07140159

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pewarisan Harta Pencaharian Dalam Masyarakat Matrilineal. (Studi di Nagari Ulakan Kabupaten Padang Pariaman)

BAB I PENDAHULUAN. Pewarisan Harta Pencaharian Dalam Masyarakat Matrilineal. (Studi di Nagari Ulakan Kabupaten Padang Pariaman) BAB I PENDAHULUAN Pewarisan Harta Pencaharian Dalam Masyarakat Matrilineal (Studi di Nagari Ulakan Kabupaten Padang Pariaman) A. Latar Belakang Istilah adat identik dengan bahasa arab dalam tata bahasa

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA B. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat Batak Toba Sebagaimana telah kita ketahui

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. keluarga. Inti utama dari etika adalah menjaga sebuah tradisi, agar tercipta

BAB IV PENUTUP. keluarga. Inti utama dari etika adalah menjaga sebuah tradisi, agar tercipta BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Pendidikan etika harus diajarkan dan diterapkan semenjak kecil di dalam keluarga. Inti utama dari etika adalah menjaga sebuah tradisi, agar tercipta keteraturan dalam kehidupan

Lebih terperinci

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI MUKADIMAH 1. Bahwa untuk meningkatkan profesionalisme industri perbukuan di Indonesia sesuai Undang-Undang yang berlaku dan peraturanperaturan lainnya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Adapun Monografi Kenagarian di Kecematan Bayang yang menjadi objek penelitian penulis sebagai berikut:

Adapun Monografi Kenagarian di Kecematan Bayang yang menjadi objek penelitian penulis sebagai berikut: BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KECEMATAN BAYANG 1. Monografi Kecamatan Bayang Kecamatan Bayang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci