III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 34 III. METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian 1. Global Positioning System (GPS) Receiver tipe navigasi, untuk mengetahui posisi titik di permukaan bumi berbasis satelit 2. Kompas Geologi, untuk mengukur arah dan kemiringan 3. Abney level, untuk mengukur kemiringan lereng 4. Yalon dan meteran, untuk mengukur jarak 5. Kamera Digital, untuk pengambilan gambar/foto lanskap pesisir 6. Stereoskop cermin, untuk interpretasi citra secara stereoskopis 7. Soil test kit untuk test secara cepat ciri tanah di lapangan 8. Seperangkat alat komputer, lengkap dengan program aplikasi berbasis windows, yaitu : a. ArcView GIS Version 3.1, untuk delineasi dan pembuatan peta lanskap, dan konversi format data b. ArcView Spatial Analysis Version 1.0, untuk analisis dan pemodelan spasial data lanskap untuk pariwisata Bahan-bahan penelitian 1. Foto Udara Pankromatik Hitam Putih Skala 1 : Tahun 2000 yang meliputi wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk menyadap data/informasi bentuklahan, penggunaan lahan dan aksesibilitas 2. Peta Bathimetri skala 1 : lembar daerah penelitian yang diterbitkan oleh DISHIDROS TNI-AL, untuk mengetahui data kedalaman laut wilayah pesisir daerah penelitian 3. Peta Rupabumi skala 1 : lembar daerah penelitian yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL, untuk mengetahui kondisi topografi/relief dan juga penggunaan lahan daerah penelitian 4. Peta Geologi skala 1 : Lembar Yogyakarta, yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan Bandung, untuk mengetahui kondisi batuan, proses genetik dan materi penyusun utama wilayah pesisir

2 35 5. Peta Kerawanan Bencana dari Bappeda DIY, untuk mengetahui kerawanan bencana di wilayah pesisir. 6. Data Iklim meliputi suhu, curah hujan, kelembaban, dan kecepatan angin, yang diterbitkan oleh Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta. 7. Data pasang surut, gelombang, angin dan arus laut, yang diterbitkan oleh DISHIDROS TNI-AL. 8. Data obyek wisata dari Dinas Pariwisata Kabupaten di daerah penelitian Tahapan Penelitian Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan pada bulan September 2006 April Tahapan penelitian secara garis besar meliputi tahap pendahuluan untuk orientasi wilayah penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2006, kemudian tahap perolehan data (penelitian lapangan) yang dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2006, tahap pengolahan dan analisis data, serta tahap penyajian hasil dan analisis hasil penelitian dilaksanakan pada bulan Januari April Metode Pengambilan Sampel Penentuan titik sampel menggunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan titik sampel mendasarkan pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah menentukan tipologi pesisir dari aspek fisik, maka penentuan titik sampel memperhatikan kondisi fisik wilayah pesisir. Kondisi fisik ini dicerminkan oleh bentuklahannya yang merupakan cerminan kondisi geologi, geomorfologi, lereng, tanah, hidrologi, dan penggunaan lahan, sehingga penentuan titik sampel mendasarkan pada sebaran bentuklahannya. Secara terperinci dalam tahapan penelitian ini akan diuraikan metode penelitian yang mencakup : Penentuan Tipologi Fisik Pesisir Dasar penentuan klasifikasi tipologi fisik pesisir menggunakan sistem Proses Respon, yang merupakan kombinasi antara sistem morfologi dan sistem cascade (merujuk pada aliran energi dan zat pada sistem pesisir). Sistem morfologi merujuk pada metode pengelompokan yang mendasarkan pada relief,

3 36 material penyusun utama, proses genesa, sedangkan sistem cascade yang merujuk pada aliran energi mengacu pada penentuan tipologi pesisir yang dilakukan oleh Europen Union for Coastal Conservation/EUCC (1998) terutama pada rezim pasang surut yaitu dominasi proses yang terjadi antara pasang surut, gelombang dan sungai, sehingga klasifikasi tipologi fisik pesisir dikelompokkan seperti dalam Tabel 3 di bawah ini. Penentuan tipologi fisik pesisir dilakukan dengan menelusuri tiga komponen (unsur) pembentuknya yaitu materi penyusun utama, relief dan proses genesanya (termasuk disini adalah proses yang dominan). Dalam teknik identifikasi ini, terlebih dahulu diidentifikasi reliefnya (berelief tinggi atau rendah), kemudian diidentifikasi materi penyusun utamanya (material padu, material lepas/klastik, material lembek/lumpur, atau materinya organisme), setelah itu diidentifikasi proses genesa (struktural, vulkanik, solusional, marin, fluvio-marin Tipologi Pesisir A. Primer (primary coast) 1. Pesisir erosi darat (land erosion coast) 2. Pesisir pengendapan darat (sub-aerial deposition coast) 3. Pesisir gunungapi (volcanic coast) 4. Pesisir structural (structurally shaped coast) B. Sekunder (secondary coast) Tabel 3. Klasifikasi Tipologi Pesisir Keterangan pesisir yang terbentuk terutama akibat proses erosi di darat. Termasuk disini adalah pantai-pantai pada topografi karst.berbatuan keras dan mempunyai bentuk pantai yang terjal. Pesisir yang terbentuk akibat proses pengendapan bahan-bahan sedimen sungai. Termasuk disini adalah proses pembentukan delta sungai dan rataan pasang-surut. Berbatuan lunak atau lembek (lumpur), mempunyai bentuk pantai yang datar dan proses yang dominan adalah aliran sungai. Pesisir yang terbentuk akibat proses vulkanik di tengah laut. Termasuk disini adalah pantai aliran lava. Berbatuan keras (padu) dan mempunyai bentuk pantai yang terjal. pesisir yang terbentuk akibat proses patahan, lipatan, Berbatuan keras (padu) dan mempunyai bentuk pantai yang terjal. 1. Pesisir erosi gelombang (wave erosion coast) Pesisir dengan garis pantai yang terbentuk akibat aktivitas gelombang, yang mungkin berpola lurus atau tidak teratur, tergantung pada komposisi maupun struktur dari batuan penyusun, seperti pada proses erosi gelombang pada tebing pantai. Berbatuan keras (padu), mempunyai bentuk pantai yang terjal dan proses yang dominant adalah gelombang.

4 37 2. Pesisir pengendapan laut (marine deposition coast) 3. Pesisir organic (coast built by organism) pesisir yang dibentuk oleh deposisi/ pengendapan material sedimen laut. Berbatuan lunak dan sedimen terkini (recent sediment), mempunyai bentuk pantai yang datar dan proses yang dominan umumnya adalah pasang-surut. Pesisir dengan garis pantai yang terbentuk akibat aktivitas hewan atau tumbuhan, termasuk terumbu karang, atau tumbuh-tumbuhan seperti mangrove. Material penyusun lunak (pasir) dan mempunyai bentuk pantai yang datar. Sumber : Shepard (1973), EUCC (1998),Sunarto (2003) dan Rahardjo (2003),modifikasi aeoliomarin, biomarin). Proses marin sendiri lebih diperinci pada aktivitas gelombang atau pasang surut yang lebih dominan pengaruhnya, yaitu dengan melihat julat pasang-surutnya (apabila julat pasang-surutnya lebih dari 2 m maka aktivitas pasang-surut yang lebih dominan, sedangkan apabila julat pasang-surutnya kurang dari 2 m maka aktivitas gelombang yang lebih dominan). Dengan mengetahui ketiga faktor tersebut akan memudahkan dalam menentukan tipe pesisir di daerah penelitian. Teknik pengumpulan data Sumber data yang dipergunakan untuk memperoleh data-data tersebut adalah foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : tahun 2000 (lihat Gambar 10), Peta Geologi skala 1 : , Peta Rupabumi skala 1 : (lihat Gambar 11), dan cek lapangan. Cek lapangan dilakukan dengan mendatangi titik-titik lokasi di lapangan yang telah ditentukan sebelumnya dengan mendasarkan pada identifikasi bentuklahan untuk melakukan pengamatan, pengukuran, dan pencocokan hasil interpretasi. Hasil interpretasi foto udara pankromatik hitam putih diperoleh data bentuklahan, penggunaan lahan dan aksesibilitas. Hasil interpretasi peta geologi diperoleh data materi penyusun utama suatu bentuklahan, sedangkan dari peta rupabumi diperoleh data tentang kemiringan lereng melalui interpretasi garis kontur. Cek di lapangan dilakukan untuk mengecek hasil interpretasi citra dan peta-peta tematik untuk dicocokkan dengan kondisi sebenarnya di lapangan, disamping itu dalam cek lapangan dilakukan pengamatan dan pengukuran data-data penelitian yang tidak dapat disadap dari interpretasi citra dan peta-peta.

5 38 Gambar 10. Foto Udara Pankromatik Hitam Putih Daerah Parangtritis, Bantul tahun 2000 (Fakultas Geografi UGM, 2000) Gambar 11. Peta Rupabumi lembar Brosot, Yogyakarta tahun 1998 (Bakosurtanal, 1998) Data sekunder dari instansi terkait juga digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut mencakup data-data yang membutuhkan waktu cukup lama untuk pengukurannya seperti data gelombang, pasang-surut, arus, kedalaman laut, dan data-data iklim yang meliputi curah hujan, arah dan kecepatan angin, dan lain-lain. Instansi yang dihubungi untuk memperoleh data tersebut adalah BMG stasiun Geofisika Yogyakarta, Dishidros TNI-AL, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY, dan dinas terkait lainnya. Secara grafis hubungan antara jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

6 39 Tabel 4. Matriks Jenis Data dan Sumber Data yang digunakan dalam Penelitian No Jenis Data FU Pankromatik (H/P) 1 Bentuklahan 2 Penggunaan Peta Rupabumi Sumber Data Peta Geologi Peta Batimetri Uji Lapangan dan Lab. Data seknder lahan 3 Relief/lereng 4 Materi utama 5 Proses genesa 6 Kedalaman 7 Gelombang 8 Pasang surut 9 Arus 10 Curah hujan 11 Suhu udara 12 Kec.angin 13 Hidrologi 14 Flora fauna 15 Aksesibilitas 16 Rawan bencana Identifikasi bentuklahan Bentuklahan diinterpretasi secara visual dari foto udara. Identifikasi bentuklahan dari foto udara mengacu pada bentuk atau relief, density (tekstur/photographic grey tone) dan lokasi (situs ekologi). Hasil identifikasi bentuklahan kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan proses genesa (bentukan asal) dari setiap bentuklahan tersebut. Klasifikasi proses genesa yang digunakan dalam penentuan tipologi fisik pesisir adalah seperti dalam Tabel 5. Sistem klasifikasi bentuklahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 5. Klasifikasi Proses Genesa untuk Penentuan Tipologi Fisik Pesisir No Proses Genesa Keterangan 1. Struktural Pesisir yang terbentuk akibat proses-proses tektonik, seperti lipatan dan patahan 2 Vulkanik Pesisir yang terbentuk oleh aktivitas gunungapi 3. Solusional Pesisir yang terbentuk oleh proses pelarutan seperti pantai-pantai karst. 4 Marin Pesisir yang terbentuk oleh aktivitas marin (laut) yaitu gelombang dan pasang-surut 5 Fluviomarin Pesisir yang terbentuk oleh campuran aktivitas sungai (fluvial) yang dominan dan marin (laut) 6 Aeoliomarin Pesisir yang terbentuk oleh campuran aktivitas angin (aeolian) yang dominan dan marin (laut) 7 Biomarin Pesisir yang terbentuk oleh campuran aktivitas biogenik/organisme yang dominan dan marin (laut) Sumber : Sunarto, 2003 dan modifikasi

7 40 Identifikasi penggunaan lahan Identifikasi penggunaan lahan dari foto udara dilakukan berdasarkan jenis penutup lahan yang dikaitkan dengan bentuklahannya, yang dikenali dari unsur-unsur interpretasi seperti rona, bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, situs dan asosiasi. Identifikasi penggunaan lahan dibantu juga dengan menggunakan peta rupabumi dan pengecekan lapangan. Identifikasi penggunaan lahan saat ini melalui penelitian lapangan penting untuk diketahui sebagai dasar untuk mengetahui apakah pemanfaatan lahan yang ada sudah sesuai dengan kondisi fisik yang dicerminkan dari tipologi fisik pesisirnya. Sistem klasifikasi penggunaan lahan dapat dilihat pada Lampiran 3. Identifikasi materi penyusun utama Identifikasi materi penyusun terutama dilakukan melalui interpretasi peta geologi, dibantu dengan hasil interpretasi bentuklahan melalui foto udara. Dalam identifikasi materi penyusun utama ini selalu dikaitkan dengan bentuklahan karena pada setiap bentuklahan yang berbeda akan dibentuk oleh materi penyusun yang berbeda pula. Lihat Tabel 6. Tabel 6. Hubungan antara Bentuklahan dan Material Penyusun Satuan Bentuklahan Dasar sungai, gosong sungai, padang lahar Teras sungai, kipas alluvial, lereng kaki Gumuk pasir, delta bar, pasir pantai, beting pantai, spit, tanggul alam Dataran alluvial, dataran pantai, ledok fluvial, rawa belakang Material Penyusun Campuran gravel/kerikil (0,6 60 mm) pasir (0,02 0,6 mm) Campuran gravel-pasir-material halus/lempung Pasir atau pasir dengan material halus/lempung Hampir seluruhnya material halus/lempung Sumber : Rib (1975) dalam Suharsono (1984) Klasifikasi materi penyusun utama dikelompokkan dalam materi padu, material lepas/klastik, material lembek/lumpur, dan materi yang berasal dari sisa organisme. Klasifikasi material penyusun utama yang digunakan dalam penentuan tipologi fisik pesisir seperti pada Tabel 7.

8 41 Tabel 7. Klasifikasi Material Penyusun Utama untuk Tipologi Fisik Pesisir No Material Penyusun Utama 1 Pesisir dengan material padu (keras) 2 Pesisir dengan material lempung/lumpur (liat) 3 Pesisir dengan material pasir (lepas) 4 Pesisir dengan material sisa-sisa organisme Sumber : Sunarto, 2003 Penentuan kelompok material penyusun utama tersebut mendasarkan pada ukuran butir (lihat Tabel 8). Penentuan jenis material pasir dan lempung dapat dilakukan melalui analisis tekstur tanah untuk mengetahui sifat fisis tanah yang berkaitan dengan ukuran partikel pembentuk tanah yaitu pasir, lanau (debu), dan lempung (tanah liat). Tabel 8. Klasifikasi Material Permukaan Jenis Material Permukaan Berangkal (boulder) Kerakal (cobble) Batu kerikil (Gravel) Pasir (sand) Lempung (clay) Ukuran Butir (mm) > 200 mm mm 2 60 mm 0,02 2 mm < 0,02 mm Sumber : Wesley (1977) Pengukuran kemiringan lereng Kemiringan lereng permukaan bumi adalah sudut yang dibentuk antara bidang datar (bidang semu) terhadap bidang miring permukaan bumi. Pengukuran kemiringan lereng dilakukan dengan menggunakan alat abney-level melalui pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran dengan menggunakan alat abney-level akan diperoleh data kemiringan lereng dalam satuan derajat dan persen. Abney-level adalah alat pengukur sudut miring menggunakan suatu teropong yang diperlengkapi dengan alat bidik. Teropong dapat berputar dengan sumbu mendatar sebagai sumbu putar dan bersama-sama dengan teropong dapat berputar pada suatu rangka yang bagian bawahnya berbentuk busur lingkaran. Busur lingkaran ini diberi skala yang menyatakan sudut miring garis bidik teropong dalam derajat atau dalam persen. Cara menggunakan alat ini adalah alat abney level ditempatkan di atas tongkat seperti yalon. Untuk mengukur sudut miring lapangan,

9 42 teropong diarahkan ke titik yang sama tingginya dengan teropong pada tongkat yang ditancapkan di titik lain di lapangan. Dengan mengeraskan skrup keadaan teropong tetap, sedang pada skala dengan garis yang ada pada plat dipat dibaca besarnya sudut miring. α = sudut kemiringan lereng α Gambar 12. Pengukuran Kemiringan Lereng dengan Abney-level Klasifikasi relief yang digunakan dalam penyusunan tipologi fisik pesisir adalah seperti dalam Tabel 9. Tabel 9. Klasifikasi Relief untuk Penyusunan Tipologi Fisik Pesisir No Relief Keterangan 1 Datar Sudut kemiringan lereng 0-2 % 2 Landai Sudut kemiringan lereng 3 14 % 3 Agak curam Sudut kemiringan lereng % 4 : 5 V Curam/terjal Sangat curam Sudut kemiringan lereng % Sudut kemiringan lereng > 40 % Sumber : van Zuidam, R.A. and van Zuidam-Cancelado Cek lapangan Hasil interpretasi foto udara tersebut selanjutnya diuji kebenarannya dengan mencocokkan pada kondisi lapangan sebenarnya berdasarkan sampel yang telah ditetapkan, disamping itu juga dilakukan beberapa pengukuran lapangan untuk memperoleh data-data yang tidak dapat disadap dari hasil interpretasi foto udara, seperti data tentang kondisi

10 43 tanah meliputi tekstur, ph, salinitas, bahan organic, dan lain-lain, dan juga kondisi air (hidrologi) meliputi suhu, salinitas, ph, dan lain-lain. Alat yang digunakan adalah soil test kit (tanah) dan EC meter (air). Data-data ini penting untuk diketahui sebagai dasar dalam menentukan tipologi pemanfaatan wilayah pesisir. Tipologi fisik pesisir Untuk mempermudah dalam mengklasifikasikan tipologi pesisir yang mendasarkan pada relief/kemiringan lereng, materi penyusun utama dan proses genesanya, selanjutnya dibuat tabel analisis berupa matriks seperti yang tersaji pada Tabel 10. Tipe Pesisir Tabel 10. Matrik Penentuan Tipologi Fisik Pesisir Pesisir Erosi Darat Pesisir Pengendapan Darat Pesisir Gunung Api Pesisir Struktural Pesisir Pengendapan Laut Pesisir Erosi Gelombang Pesisir Organik Parameter Tipologi A. Relief 1. Datar 2. Landai 3. Agak curam 4. Curam/terjal 5. Sangat curam B.Material Penyusun Utama 1. Padu (batu) 2.Lembek(lumpur 3. Lepas (pasir) 4. Organisme C. Proses Genesa 1. Struktural 2. Vulkanik 3. Solusional 4. Marin a. pasang surut b. gelombang 5. Fluviomarin 6. Aeoliomarin 7. Biomarin Sumber : Shepard (1973), EUCC (1998), Sunarto (2003), dan modifikasi Sunarto (2003) memberikan cara mengidentifikasi secara geomorfologis tipe pesisir seperti tersaji dalam Gambar 13.

11 31 Relief Materi Penyusun Utama Proses Genesa Tipologi Fisik Pesisir Struktural Sesar Pesisir Struktural Kekar Pesisir Struktural Relief Tinggi: - Agak curam - Curam/terjal - Sangat curam Materi penyusun padu Marin (gelombang) Vulkanik Lipatan Pesisir Struktural Pesisir Erosi Gelombang Pesisir Vulkanik Solusional Pesisir Erosi Darat PESISIR Materi penyusun padu Biogenik Pesisir Organik Aeoliomarin Pesisir Materi penyusun pasir (lepas) Marin (pasang surut) Pengendapan Laut Pesisir Pengendapan Laut Relief rendah: - datar - landai Biomarin Marin (pasang surut) Pesisir Organik Pesisir Pengendapan Laut Materi penyusun Lumpur (lembek) Fluviomarin (sungai) Pesisir Pengendapan Darat Gambar 13. Diagram Alir Identifikasi Geomorfologis Pesisir (Sunarto, 2003) dengan modifikasi

12 45 Pengolahan data Tahap pengolahan data dilakukan dengan melakukan konversi data/peta analog ke dalam bentuk digital. Metode yang digunakan adalah on screen digitizing, yaitu input data/peta analog melalui proses scanning kemudian dilakukan digitasi pada monitor (on screen digitizing) sehingga dihasilkan peta digital. Koreksi hasil digitasi (seperti undershoot dan overshoot) perlu dilakukan untuk menghasilkan peta digital yang siap untuk dianalisis menggunakan SIG. Disamping koreksi hasil digitasi, perlu juga dilakukan transformasi proyeksi dan koordinat untuk memposisikan peta seperti kondisi sebenarnya di lapangan. Proyeksi dan sistem koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM). Software yang dipergunakan adalah ArcView 3.2. dan ArcGIS 9.1. Pemodelan spasial menggunakan SIG dilakukan dengan metode tumpang-susun (overlay) dari ketiga parameter yaitu parameter relief, materi penyusun utama, dan proses genesa, sehingga dihasilkan peta tipologi fisik wilayah pesisir daerah penelitian. Peta tipologi fisik pesisir yang dihasilkan ini selanjutnya dipergunakan sebagai peta unit analisis, yaitu sebagai unit atau area untuk keperluan analisis tipologi pemanfaatan pesisir dan analisis model pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir daerah penelitian. Pengambilan titik sampel di lapangan juga ditentukan berdasarkan pada peta tipologi fisik pesisir ini, artinya setiap tipologi yang ada di lapangan diambil sebagai satu sampel untuk kemudian dilakukan pengecekan hasil interpretasi dan pengukuran langsung di lapangan untuk data-data yang memang harus diukur di lapangan, seperti data kemiringan lereng, materi penyusun utama pesisir, kondisi tanah, air, dan lain-lain. Penambahan titik sampel di lapangan dimungkinkan untuk bertambah sesuai dengan perkembangan kondisi di lapangan dan kemudahan aksesibilitas untuk mencapai lokasi sampel. Data oseanografis Faktor oseanografi merupakan kondisi kelautan yang berpengaruh terhadap penentuan tipologi fisik pesisir dan tipologi pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Kondisi kelautan sangat dipengaruhi oleh tiga macam tenaga laut, yaitu gelombang laut, arus laut, dan pasang surut laut.

13 46 Gelombang Laut Gelombang memiliki dimensi dan sifat. Dimensi gelombang mencakup periode, panjang, tinggi, kecepatan dan energi gelombang. Untuk menentukan dimensi gelombang, sifat gelombang, dimensi gelombang pecah diperlukan data-data sekunder dari hasil penelitian yang pernah dilakukan atau data dari instansi terkait. Arus Laut Arus laut merupakan gerakan air di permukaan yang terutama kecepatan dan arah arusnya ditentukan oleh angin yang berhembus di atasnya. Data arah dan kecepatan angin diperoleh dari BMG Stasiun Geofisika Yogyakarta, sedangkan data arus laut diperoleh secara instansional melalui instansi terkait yaitu Dishidros TNI-AL. Pasang surut Pasang-surut adalah fluktuasi ritmik muka air laut yang diakibatkan oleh pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama oleh Bulan dan Matahari, terhadap massa air laut di Bumi (Sunarto, 2003). Data pasang surut diperoleh secara instansional melalui instansi terkait yaitu Bakosurtanal dan Dishidros TNI-AL. Data yang berasal dari Bakosurtanal merupakan data pasang-surut dari pengukuran langsung di Pelabuhan Sadeng Yogyakarta, sedangkan data pasang surut dari Dishidros TNI-AL merupakan data hasil peramalan pasang-surut mendasarkan pada hasil perhitungan. Kedua data tersebut sifatnya saling melengkapi untuk menentukan kisaran pasangsurut di daerah penelitian. Kedalaman Laut Data tentang kedalaman laut ditentukan melalui interpretasi Peta Bathimetri yang diterbitkan oleh Dishidros TNI- AL. Peta Bathimetri yang digunakan berskala 1 : Informasi kedalaman laut ditunjukkan oleh angka-angka kedalaman laut dan garis kontur yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai angka kedalaman yang sama.

14 Penentuan tipologi pemanfaatan sumberdaya pesisir Unit Analisis Unit analisis atau unit pemetaan yang digunakan untuk melakukan analisis tipologi pemanfaatan sumberdaya pesisir adalah peta tipologi fisik pesisir daerah penelitian. Hal ini berarti bahwa area yang digunakan untuk menganalisis setiap pemanfaatan wilayah pesisir adalah setiap tipologi fisik pesisir. Penggunaan unit analisis ini akan mempermudah kita dalam memahami karakteristik fisik wilayah pesisir dikaitkan dengan pemanfaatan dan pengelolaannya. Tipologi pemanfaatan wilayah pesisir meliputi pariwisata, perikanan, pertanian, pelabuhan, dan permukiman. Pemilihan jenis-jenis pemanfaatan tersebut mendasarkan pada jenis pemanfaatan utama di wilayah pesisir. Penetuan tipologi pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir menggunakan metode analisis kesesuaian lahan pesisir. Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk pemanfaatan tertentu. Dalam menilai kesesuaian lahan, metode yang digunakan adalah menggunakan hukum minimum yaitu membandingkan (matching) antara karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan pemanfaatan lahan. Penilaian kesesuaian lahan pesisir dibedakan menurut tingkatannya, yaitu kelas sesuai (S1), agak sesuai (S2), dan tidak sesuai (N). Kelas sesuai (S1) artinya lahan pesisir tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap pemanfaatan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata. Kelas agak sesuai (S2) artinya lahan pesisir mempunyai pembatas, dan faktor pembatas ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pemanfaatan secara berkelanjutan. Kelas tidak sesuai (N) artinya lahan pesisir mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan atau sulit diatasi. Berikut metode kesesuaian lahan dari masing-masing pemanfaatan wilayah pesisir. Pada metode penentuan pemanfaatan lahan pesisir untuk pariwisata, disamping digunakan metode kesesuaian lahan, juga digunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE) untuk menilai kualitas visual lanskap pesisir.

15 48 Pariwisata pesisir Kualitas Visual Lanskap Pesisir DIY Pada tahap ini dilakukan analisis spasial dalam bentuk penilaian visual lanskap yang merupakan metode penetapan nilai kualitas lanskap dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai visual suatu lanskap adalah prosedur Scenic Beauty Estimation (SBE). Beberapa pertimbangan mengapa digunakan metode SBE ini adalah ; Banyak penelitian visual yang menggunakan metode SBE ini dalam perhitungan nilai visualnya, hal ini disebabkan karena prosedur SBE dikenal efektif dan dapat dipercaya (Yu, 1995). Awal mula dikembangkannya metode SBE ini adalah untuk menilai secara visual suatu lanskap untuk pengembangan wisata kehutanan. Dengan prinsip dasar bahwa metode SBE digunakan untuk menilai secara visual lanskap, dimana wilayah pesisir juga mempunyai lanskap yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata pesisir (coastal tourism), maka digunakanlah metode SBE ini, dengan menyesuaikan pada kondisi dan jenis lanskap yang ada di wilayah pesisir. Penggunaan metode SBE untuk penilaian lanskap pesisir, sepanjang pustaka yang telah dibaca, termasuk juga pada penelusuran data melalui internet, belum pernah dilakukan, sehingga mendorong peneliti untuk menggunakan metode SBE ini dalam melakukan analisis dan pemodelan pemodelan spasial sumberdaya wilayah pesisir DIY untuk pengembangan pariwisata. Tahapan yang dilakukan dalam menentukan nilai SBE ini diawali dengan penentuan titik pengamatan, pengambilan foto, seleksi foto, penilaian oleh responden dan diakhiri dengan perhitungan nilai SBE dengan menggunakan rumus : SBEx = (Zx Zo) X 100. Cara seperti ini memang ada kekurangannya/kelemahan yaitu pada unsur subyektifitas yang cukup tinggi dan tergantung pada kualitas foto yang dinilaikan kepada responden, tetapi dari pertimbangan tenaga, waktu, dan biaya sangat efektif. Secara lebih ideal dengan hasil yang lebih bagus apabila metode ini diterapkan pada saat responden keluar dari obyek wisata langsung disodori daftar penilaian dari lanskap yang baru saja dilihat, hanya memang butuh waktu, tenaga dan biaya yang banyak karena semua obyekwisata harus didatangi dan disurvei.

16 49 a. Penentuan titik pengamatan dan pengambilan foto Titik pengamatan ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan karakteristik lanskap wilayah pesisir pada setiap tipologi pesisir sebagai unit analisis, dengan berpedoman pada hasil penentuan tipologi fisik pesisir wilayah pantai. Masingmasing karakteristik lanskap yang telah diidentifikasi kemudian diambil fotonya dengan terlebih dahulu menentukan titik pengamatannya. Titik pengamatan ini merupakan daerah terbuka, tempat yang tinggi atau pada tepian jalan raya maupun tempat-tempat lain yang memungkinkan. b. Seleksi foto Foto-foto yang akan dipresentasikan kepada responden merupakan hasil seleksi dari keseluruhan foto yang diambil. Seleksi dilakukan dengan memilih foto yang dianggap paling mewakili keanekaragaman pemandangan yang dapat dilihat di sepanjang wilayah pesisir DIY. Pengambilan foto dilakukan pada waktu yang berbeda-beda, sehingga kemungkinan adanya pengaruh cuaca pada hasil foto yang diambil akan memberikan kualitas foto yang berbeda-beda. Untuk mengurangi bias akibat pengaruh cuaca, maka dilakukan editing dengan menggunakan software Adobe Photoshop 7.0, sehingga diharapkan foto yang dipresentasikan pada responden memiliki kualitas gambar yang sama. c. Penilaian oleh responden Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengunjung wisata yang ditemui di lokasi pantai. Lokasi pantai yang dipilih adalah Pantai Sadeng, Ngungap, Wediombo, Krakal, Kukup, Baron, Parangendog, Parangtritis, Depok, Trisik, Glagah, dan Congot. Pemilihan ini didasari oleh telah dikenalnya obyek wisata di pantai-pantai tersebut sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal baik bagi masyarakat dari dalam maupun luar DIY, sehingga diasumsikan keanekaragaman respondennya cukup tinggi. Dipilihnya

17 50 pengunjung kawasan wisata sebagai responden karena berkaitan dengan salah satu tujuan dari preferensi visual yaitu untuk melihat kemungkinan dikembangkannya kawasan pesisir yang selama ini masih belum dikembangkan untuk wisata dapat dikembangkan untuk obyek wisata, sehingga kecenderungan pelaku wisata terhadap obyek-obyek yang dianggap menarik dapat diamati. Responden diseleksi pada hari Sabtu dan Minggu. Setiap kali presentasi dikumpulkan sekitar 3 5 orang. Presentasi dilakukan dengan menggunakan LCD Projector dengan program presentasi Microsoft Power Point. Setiap foto ditampilkan selama 10 detik dan langsung dinilai oleh responden. Responden menilai setiap foto yang ditampilkan dengan memberikan skor 1 sampai 10, dimana skor 1 menunjukkan nilai yang paling tidak disukai dan skor 10 merupakan nilai yang paling disukai. d. Perhitungan nilai SBE Tahapan perhitungan nilai visual dengan metode SBE diawali dengan tabulasi data, perhitungan frekuensi setiap skor (f), perhitungan frekuensi kumulatif (cf) dan cumulative probabilities (cp). Selanjutnya dengan menggunakan Tabel z ditentukan nilai z untuk setiap nilai cp. Khusus untuk nilai cp = 1.00 atau cp = (z = ± ) digunakan rumus perhitungan cp = 1 1/(2n) atau cp = 1/(2n) (Bock dan Jones, 1968 dalam Daniel dan Boster, 1976). Rata-rata nilai z yang diperoleh untuk setiap fotonya kemudian dimasukkan dalam rumus SBE sebagai berikut: SBE x = (Zx Zo) x 100 Dimana, SBEx = nilai penduga nilai keindahan pemandangan lanskap ke-x Zx = nilai rata-rata z untuk lanskap ke-x Zo = nilai rata-rata suatu lanskap tertentu sebagai standar

18 51 Kemampuan lahan untuk Wisata Penentuan kemampuan lahan pesisir untuk wisata pantai menggunakan metode yang disampaikan oleh Yulianda (2007) yang membuat matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi. Pertimbangan penggunaan metode ini adalah karena memiliki kriteria yang spesifik dan komprehensif (lengkap) tentang penentuan kemampuan lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi di wilayah pesisir. Metode yang digunakan adalah evaluasi lahan dengan parameter/kriteria yang dipergunakan meliputi : kedalaman perairan, tipologi pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar. Tabel 11. Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Wisata Pantai Kategori Rekreasi No Kriteria Sesuai (S1) Agak Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) 1 Kedalaman perairan (m) > 10 2 Tipe pantai Pasir putih Pasir putih, sedikit karang Lumpur, berbatu, terjal 3 Lebar pantai (m) > < 3 4 Material dasar perairan Pasir Karangberpasir Lumpur 5 Kecepatan arus (m/dt) 0 0,17 0,17 0,51 > 0,51 6 Kemiringan pantai ( o ) < > 45 7 Kecerahan perairan (m) > < 2 8 Penutupan lahan pantai Kelapa, lahan terbuka Semak belukar, savana Hutan bakau, permukiman, pelabuhan 9 Biota berbahaya Tidak ada Bulu babi Bulu babi, ikan 10 Ketersediaan air tawar (jarak/km) pari, lepu, hiu < 0,5 km 0,5-2 > 2 Sumber : Yulianda (2007) Kriteria kemiringan pantai, tipe pantai, ketersediaan air tawar, dan penutup lahan pantai digunakan untuk menilai potensi lahan untuk wisata karena sangat berpengaruh dalam kenyamanan berwisata. Wisatawan akan merasa sangat nyaman sekali apabila tempat wisata yang dikunjungi secara fisik lahan mempunyai lereng yang relatif datar, material pasir apalagi pasir putih sehingga lebih terasa indah jika dibandingkan dengan materi pasir hitam lebih-lebih lumpur, persediaan air banyak dan kualitas baik, serta penutup lahan yang rindang dan alamiah.

19 52 Perikanan (Tambak) Perikanan yang dimaksud disini adalah perikanan budidaya darat. Kriteria yang digunakan adalah kriteria umum yang dikaitkan dengan kriteria dalam menentukan tipologi fisik pesisir, yaitu kemiringan lereng, materi penyusun utama, dan proses genesa. Kriteria Tabel 12. Potensi Lahan untuk Perikanan (Tambak) Potensi Lahan Sesuai (S1) Agak Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) 1. Kemiringan Lereng (%) > 2 2. Materi penyusun utama (tekstur tanah) Lempung, lempung berpasir ( Kode : CL) Geluh (lekat), geluh berlempung, geluh berpasir, geluh lempung berdebu (kode : CL) Pasir (Kode : SW / SP) 3. Proses genesa Fluvio-marin, Marin Solusional, struktural, volkanik 4. Kisaran pasang surut (m) <1; > <0.5 ; > Kondisi Air (hidrologi) a. Salinitas (ppt) b. Suhu ( o C) c. ph ; ; <10 <26 ; >32 >8.7 ; < Iklim CH tahunan rata-rata (mm) <1000 ; > 3000 Sumber : CSR/FAO (1993) Pertanian Lahan yang sesuai untuk pertanian adalah lahan yang mempunyai sifat fisik lahan yang baik, yaitu lahan yang daya serap air dan sirkulasi udara di dalam tanahnya cukup baik. Sifat fisis ini ditunjukkan oleh tekstur dan struktur tanahnya. Tekstur tanah adalah sifat fisis tanah yang berkaitan dengan ukuran partikel pembentuk tanah. Partikel utama pembentuk tanah adalah pasir, lanau (debu), dan lempung (tanah liat). Tekstur tanah berpengaruh terhadap daya serap dan daya tampung air. Tanah lempung teksturnya sangat halus, mudah menampung air tetapi daya serapnya kecil. Sebaliknya tanah pasir mudah menyerap air, tetapi sukar menampungnya. Tekstur tanah yang ideal untuk pertanian adalah geluh, yaitu tanah yang lekat. Tekstur tanah geluh terdiri dari dua macam tanah, yaitu tanah lanau (20% lempung, 30-50% lanau dan 30-50% pasir) dan tanah lanau berpasir (20-50% lanau/lempung, 50-80% pasir). Struktur tanah adalah sifat fisis tanah yang dikaitkan dengan cara partikel-partikel tanah berkelompok. Struktur

20 53 tanah ini berpengaruh terhadap pengaliran air dan sirkulasi udara di dalam tanah. Kriteria umum yang digunakan untuk menentukan lahan yang sesuai untuk pertanian adalah : Kriteria 1. Kemiringan Lereng (%) a. Sawah b. Tegalan 2. Materi penyusun utama (tekstur tanah) Tabel 13. Potensi Lahan untuk Pertanian Potensi Lahan Sesuai (S1) Agak Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) Geluh (lekat) lempung berpasir, geluh berdebu, geluh berlempung (Kode : CL) Geluh lempung berdebu, lempung ( Kode : CL) 3. Proses genesa Fluvial Fluvio-marin, Aeolio-marin, solusional, volkanik, struktural 4. Iklim a. CH tahunan rata-rata (mm) b.suhu rata-rata tahunan ( o C) Pelabuhan > 5 > 8 Kerikil (Kode : GW/GP) marin <1000 ; > ; <24 > 32 ; <18 Sumber : CSR/FAO (1993) Penilaian lahan untuk pemanfaatan pelabuhan lebih ditekankan pada jenis pelabuhan umum, dengan kriteria sebagai berikut : Kriteria Tabel 14. Potensi Lahan untuk Pelabuhan Potensi Lahan Sesuai (S1) Agak Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) 1. Kemiringan Lereng (%) > Materi penyusun utama : a. material batuan/tekstur tanah Tanah berpasir, berbatu, kerikil (Kode : GW) > 45 Tanah berpasir (Kode : SW) Lumpur/lempung (Kode : CL) < 17.5 b. Daya dukung tanah (CBR) 3. Proses genesa Marin, fluvio-marin Aeolio-marin Solusional, struktural, volkanik 4. Oseanografi : a. tinggi gelombang (m) b. kecepatan angin (m/dt) c. kisaran pasang surut (m) d. kedalaman laut (m) < < 1.0 > 5 5. Aksesibilitas Tanpa halangan atau tingkat kesulitan paling rendah (slight) Tingkat kesulitan sedang (moderate) dengan halangan ringan yang dapat diatasi dengan rekayasa teknik > 1.5 > 8 > 2.0 < 4 Tingkat kesulitan tinggi karena semua halangan tidak bisa diatasi dengan rekayasa teknik Sumber : Triatmodjo (1999), Kramadibrata (2002), Sunarto (1998)

21 54 Permukiman Lahan yang sesuai untuk permukiman dicirikan oleh beberapa parameter antara lain daya dukung tanah yang besar yang memiliki kemampuan untuk menahan beban dalam ton tiap satu meter kubik, mempunyai fluktuasi tanah air yang baik, mempunyai kandungan lempung yang cukup yang berpengaruh terdhadap kembang kerutnya tanah, dan mempunyai topografi yang datar sampai landai. Penilaian lahan untuk pemanfaatan permukiman lebih ditekankan pada penilaian kondisi fisik untuk bangunan. Kriteria yang digunakan adalah : Kriteria Tabel 15. Potensi Lahan untuk Permukiman Potensi Lahan Sesuai (S1) Agak Sesuai (S2) Tidak Sesuai (N) 1. Kemiringan Lereng (%) > Materi penyusun utama : a. material batuan/tekstur tanah Tanah berpasir, berbatu, kerikil (Kode : GW) > 15 Tanah berpasir (Kode : SW) b. Daya dukung tanah (CBR) 3. Proses genesa Fluvio-marin aeolio-marin, solusional, struktural, volkanik Lumpur/lempung (kode : CL) < 12 Marin 4. Kisaran pasang surut (m) < > 3 5. Ketersediaan dan kualitas air Besar dan kualitas baik (> 500 lt/dt) Sedang ( lt/dt) Sedikit dan kualitas jelek (< 100lt/dt) 6. Aksesibilitas Tanpa halangan atau tingkat kesulitan paling rendah (slight) Tingkat kesulitan sedang (moderate) dengan halangan ringan yang dapat diatasi dengan Tingkat kesulitan tinggi karena semua halangan tidak bisa diatasi dengan rekayasa teknik rekayasa teknik Sumber : MREP (2000) Daya dukung tanah digunakan sebagai faktor yang dipertimbangkan untuk menentukan teknis konstruksi bangunan yang sesuai. Horonjeff & Mc Kelvey (1991) membuat kriteria klas daya dukung tanah yang ditunjukkan oleh nilai CBR berdasarkan pada tekstur tanah.

22 55 Tabel 16. Kriteria Klas Daya Dukung Tanah Tekstur tanah Kode Nilai CBR Kerikil bergradasi baik, campuran kerikil pasir, sedikit atau tanpa GW butiran halus Kerikil bergradasi jelek, campuran kerikil pasir, sedikit atau tanpa GP butiran halus Kerikil berlanau, campuran kerikil pasir lanau GM Kerikil berlempung, campuran kerikil pasir lempung GC Pasir bergradasi baik, pasir berkerikil, sedikit atau tanpa butiran halus SW Pasir bergradasi jelek, pasir berkerikil, sedikit atau tanpa butiran halus SP Pasir berlanau, campuran pasir lanau SM Pasir berlempung, campuran pasir lempung SC Lanau organik dan pasir sangat halus, serbuk batuan, pasir halus ML 5 15 berlanau atau berlempung, atau lanau berlempung dengan sedikit plastisitas Lempung organik dengan plastisitas rendahsampai sedang, lempung CL 5 15 berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau Lanau organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah OL 4 8 Lanau organik, pasir halus atau tanah berlanau yang mengandung mika MH 4 8 Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi CH 3 5 Lempung organik dengan plastisitas sedang hingga tinggi, lanau organik OH 3 5 Sumber : Horonjeff & Mc Kelvey (1991) Tabel 17. Kriteria Klas Kerawanan Terhadap Bencana (Pembatas) Jenis rawan Bencana Banjir (luapan air sungai dan air laut pasang/rob) Kelas Sesuai (S1) Agak sesuai (S2) Tidak sesuai (N) Tidak pernah banjir, hampir tidak pernah tergenang dalam 1 tahun Tidak ada erosi/abrasi 3x tergenang dalam 1 tahun, genangan 3 5 jam Selalu tergenang, 5x tergenang dalam 1 tahun Erosi/abrasi (gelombang) Tingkat erosi/ abrasi kecil Erosi/abrasi berat sangat berat Gempa Tidak ada gempa Potensial terjadi gempa Gerak massa batuan Sangat stabil Gerak massa batuan Gerak massa batuan dengan pengaruh kecil dengan resiko tinggi terhadap proyek terhadap longsor kerekayasaan Tsunami Tidak potensial terjadi - Potensial terjadi tsunami tsunami Sumber : Suharsono, (1993) dan modifikasi

23 Analisis rekomendasi pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir Tujuan akhir dari penelitian ini adalah membuat pola pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir DIY yang mendasarkan pada tipologi fisik pesisirnya. Pola pengembangan yang dimaksud adalah menganalisis jenis pemanfaatan sumberdaya yang paling sesuai dengan kondisi fisik yang dicerminkan pada tipologi fisik pesisirnya. Untuk menentukan model pengembangan ini, digunakan analisis matrik yang diilhami dari analisis SWOT. Pemilihan metode ini didasarkan kepada relevansi dari pendekatan yang dilakukan melalui metode tersebut, yang akan menghasilkan Analisis dan Pilihan Strategis (Strategic Analysis and Choices) yang merupakan asumsi-asumsi hasil analisis dan kemudian dapat digunakan untuk menentukan Faktor Penentu Keberhasilan dan Faktor Ancaman Kegagalan. Analisis SWOT ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).analisis SWOT mempertimbangkan faktor lingkungan internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threats. Analisis ini biasanya diterapkan untuk mengatasi masalah perusahaan/organisasi, tetapi dalam penelitian ini dicoba untuk digunakan dalam menentukan model pengembangan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dengan mempertimbangkan faktor-faktor fisik sebagai faktor lingkungan internal yang sangat menentukan optimalisasi pemanfaatannya. Faktor lingkungan eksternal yang ikut dijadikan pertimbangan lebih banyak dipengaruhi pada dinamika lingkungan seperti kondisi iklim, perilaku oseanografis, dan kerawanan bencana yang mungkin terjadi seperti banjir, longsor, rob, dan tsunami. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai berikut: Tahap pengumpulan data Dalam tahap pengumpulan data ini dilakukan evaluasi faktor internal dan eksternal dalam bentuk pembuatan matrik profil kompetitif. Bentuk matrik profil kompetitif yang dimaksud disini adalah analisis kesesuaian lahan pada setiap tipologi fisik pesisir untuk kegiatan pariwisata, perikanan, pertanian, pelabuhan, dan permukiman (yang metodenya telah diuraikan pada bab sebelumnya). Faktor

24 57 yang dipergunakan untuk penentuan tipologi fisik pesisir adalah faktor utama pembentuknya yaitu relief, materi penyusun utama dan proses genesa, sedangkan faktor penentuan kesesuaian lahan untuk berbagai peruntukan mendasarkan pada persyaratan kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan faktor penentu tipologi fisik pesisir. Hasil dari matriks profil kompetitif ini adalah tipe pemanfaatan lahan yang sesuai (S1), agak sesuai (S2) atau tidak sesuai (N) pada setiap tipologi fisik pesisir. Hasil matrik kompetitif dalam bentuk pemanfaatan lahan yang tidak sesuai (N) untuk selanjutnya tidak diikutsertakan dalam proses analisis SWOT secara lebih lanjut (drop). Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data kondisi fisik secara lebih detil pada setiap tipologi pesisir sebagai faktor internal seperti kondisi iklim, dan perilaku oseanografis, dan faktor eksternal berupa rawan bencana seperti banjir/rob, erosi dan tsunami, dan juga peratuan atau kebijakan pemerintah daerah seperti tata ruang, dan lain-lain, untuk kemudian dibuat matrik dengan tipe pemanfaatan lahan yang sesuai (S1) dan agak sesuai (S2) yang telah dihasilkan pada matrik profil kompetitif. Tahap analisis Tahap analisis yang dilakukan adalah membuat matriks SWOT dengan memanfaatkan faktor-faktor internal dan eksternal yang telah diperoleh sebelumnya, untuk menjelaskan berbagai kemungkinan pemanfaatan lahan yang paling sesuai di setiap tipologi pesisir dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal tersebut. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) suatu kegiatan, dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Untuk lebih jelasnya dapat pada Tabel 18 berikut ini : Tabel 18. Matriks SWOT Faktor internal kekuatan kelemahan (strength) (weaknesses) Faktor eksternal Peluang (opportunities) peluang- Strategi kelemahan kekuatan- Strategi peluang kelemahan- Strategi ancaman Ancaman (threats) Strategi kekuatanancaman

25 58 Tahap pengambilan keputusan Dalam tahap pengambilan keputusan ini, matriks SWOT yang telah dihasilkan digunakan untuk menentukan alternatif strategi penggunaan unsurunsur kekuatan kawasan tipologi fisik pesisir tertentu untuk mendapatkan peluang pengembangan pemanfaatan yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada dalam suatu kawasan tipologi pesisir tertentu untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan kawasan tipologi pesisir yang ada dengan memanfaatkan peluang pengembangan pemanfaatan lahan yang ada (WO), dan pengurangan kelemahan yang ada dalam suatu tipologi pesisir untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Strategi yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif strategi. Untuk menentukan prioritas strategi yang harus dilakukan, maka dilakukan penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam suatu alternatif strategi. Jumlah bobot tadi kemudian akan menentukan rangking prioritas alternatif strategi pengelolaan kawasan tipologi pesisir.

26 Foto Udara 1 : Peta Geologi 1: Peta Rupabumi 1: Studi Pustaka Data Primer dan Sekunder Penggunaan. Lahan Aksesibilitas Bentuklahan Proses Genetik Materi Penyusn Utama Zonasi Tipologi Pesisir ---- unit analisis Relief Lanskap : Metode SBE Pariwisata Kualitas Lingkungan Perikanan Kriteria Penilaian - Relief/lereng - Kondisi tanah - Pasang surut - Kualitas air - Kerawanan bencana (banjir) Pertanian Tipologi Pemanfaatan Pesisir Kriteria penilaian - Relief/lereng - Daya dukung tanah - Iklim - Kerawanan bencana (banjir dan erosi) Pelabuhan Krieria penilaian: - Relief/lereng - Daya dukung tanah - Kerawanan bencana - Kedalaman laut - Gelombang - Pasang-surut Permukiman Kriteria penilaian - Relief/lereng - Daya dukung tanah - Kerawanan bencana - kedalaman muka airtanah - Kebijakan Pemda (tata ruang) - Data : iklim, tanah, air, oseanografi - rawan bencn (tsunami, banjir, erosi) Kualitas visual lanskap EVALUASI KESESUAIAN LAHAN Pola Pemanfaatan Pesisir Pola Pemanfaatan pada Tipologi Pesisir S W O T ANALISIS DAN PEMODELAN SPASIAL Pola Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir DIY Gambar 14. Diagram Alir Penelitian

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7.1.Analisis Visual Analisis visual dilakukan untuk mendapatkan algoritma terbaik untuk menggabungkan data Landsat ETM+. Analisis visual dilakukan dengan menguji

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

KAJIAN TIPOLOGI FISIK PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR NURUL KHAKHIM

KAJIAN TIPOLOGI FISIK PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR NURUL KHAKHIM KAJIAN TIPOLOGI FISIK PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR NURUL KHAKHIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 i PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN. Dalam pembahasan ini akan diuraikan secara lebih jelas tentang hasil penelitian yang telah dihasilkan pada penelitian ini.

VI. PEMBAHASAN. Dalam pembahasan ini akan diuraikan secara lebih jelas tentang hasil penelitian yang telah dihasilkan pada penelitian ini. VI. PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan diuraikan secara lebih jelas tentang hasil penelitian yang telah dihasilkan pada penelitian ini. 6.1. Relief Kondisi relief yang relatif datar sampai landai yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak bulan eptember sampai Desember 2013. Penelitian ini bertempat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN Analisis Lansekap Terpadu 21/03/2011 Klasifikasi Bentuklahan KLASIFIKASI BENTUKLAHAN PENDAHULUAN Dalam membahas klasifikasi bentuklahan ada beberapa istilah yang kadang-kadang membingungkan: - Fisiografi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan daerah penelitian, mengungkap fakta-fakta

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan PETA SATUAN MEDAN TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan ALAT DAN BAHAN 1. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 2. Peta Geologi skala 1 : 100.000 3. Peta tanah semi detil 4. Alat tulis dan gambar 5. alat hitung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

Nurul Khakhim Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Tlp (0274) , Fax. (0274) ,

Nurul Khakhim Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Tlp (0274) , Fax. (0274) , ANALISIS PREFERENSI VISUAL LANSKAP PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR MENUJU PADA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERKELANJUTAN Nurul Khakhim Fakultas Geografi Universitas

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Dinamika morfologi muara menjadi salah satu kajian yang penting. Hal ini disebabkan oleh penggunaan daerah ini sebagai tempat kegiatan manusia dan mempunyai

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan lahan saat ini semakin meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk tidak hanya dari dalam daerah, namun juga luar daerah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM. APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK PEMETAAN ZONA RAWAN BANJIR DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CELENG KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3

Lebih terperinci

Perubahan Garis Pantai Di Kabupaten Indramayu Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat Multi Temporal

Perubahan Garis Pantai Di Kabupaten Indramayu Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat Multi Temporal The Journal of Fisheries Development, Juli 2015 Volume 2, Nomor 3 Hal : 61-70 Perubahan Garis Pantai Di Kabupaten Indramayu Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat Multi Temporal Yudi Prayitno 1 dan Imam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah wisatawan di Desa Parangtritis selama tahun 2011 hingga 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan objek wisata Pantai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Kecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version METODE PENELITIAN

Kecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version  METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian evaluasi kualitas ecological aesthetics lanskap kota ini dilaksanakan di Kecamatan Beji Kota Depok. Periode penelitian berlangsung dari Maret 2004 sampai Nopember

Lebih terperinci

KAJIAN TIPOLOGI FISIK PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR NURUL KHAKHIM

KAJIAN TIPOLOGI FISIK PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR NURUL KHAKHIM KAJIAN TIPOLOGI FISIK PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR NURUL KHAKHIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 i PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI 14 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Rencana Pengembangan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis ini dilaksanakan di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA A. Pendahuluan Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk muka

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini, transportasi memiliki peranan yang penting dalam perkembangan suatu negara, sehingga kegiatan perencanaan dalam pembangunan sarana dan prasarana perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah pesisir dan pengembangan pariwisata pesisir 2.1.1 Wilayah pesisir Pada umumnya wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu 3.2. Metode Studi Inventarisasi

III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu 3.2. Metode Studi Inventarisasi III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pantai Kota Makassar mencakup tiga kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Mariso, dan Kecamatan Tamalate yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan... Halaman Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... Abstract... i ii iii v viii x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Gambar 12. Lokasi Penelitian

Gambar 12. Lokasi Penelitian III. METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalur wisata Puncak, terletak di Kabupaten Bogor. Jalur yang diamati adalah jalur pemasangan reklame yang berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dari sisi geografi dan letaknya merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa potensi ekosistem

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL Fadhil Febyanto *), Ibnu Pratikto, Koesoemadji Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pantai adalah wilayah perbatasan antara daratan dan perairan laut. Batas pantai ini dapat ditemukan pengertiannya dalam UU No. 27 Tahun 2007, yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan

Lebih terperinci

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU 1) oleh: Devy Yolanda Putri 1), Rifardi 2) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

Evaluasi Kemampuan Lahan Ditinjau dari Aspek Fisik Lahan Sebagai Informasi Dasar untuk Mendukung Pengembangan Wisata Pantai Srau Kabupaten Pacitan

Evaluasi Kemampuan Lahan Ditinjau dari Aspek Fisik Lahan Sebagai Informasi Dasar untuk Mendukung Pengembangan Wisata Pantai Srau Kabupaten Pacitan ISSN 0853-7291 Evaluasi Kemampuan Lahan Ditinjau dari Aspek Fisik Lahan Sebagai Informasi Dasar untuk Mendukung Pengembangan Wisata Pantai Srau Kabupaten Pacitan Agus. A. D. Suryoputro Jurusan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki panjang pantai 95.181 km (Anonim, 2006) menempati posisi ke-4 setelah Kanada, Amerika Serikat,

Lebih terperinci

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Arif Roziqin 1 dan Oktavianto Gustin 2 Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam, Batam 29461 E-mail : arifroziqin@polibatam.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pesisir Pantai Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan. Daerah daratan merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai

Lebih terperinci

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si Panjang Gelombang 1 m = 0,001 mm 1 m = 0,000001 m 0,6 m = 0,6 X 10-6 = 6 x 10-7 PANTULAN SPEKTRAL OBJEK Terdapat tiga objek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi, tanah,

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci