PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus ialah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh badan manusia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati (hepar) dan disingkirkan dari badan melalui buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) (Marmi, 2012). Ketika bayi berada di dalam kandungan, sel darah ini akan dikeluarkan melalui uri (plnta) dan diuraikan oleh hati ibu. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek (unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk (conjugated). Bilirubin sendiri adalah anion organik yang berwarna orange dengan berat molekul 584. Asal mula bilirubin dibuat daripada heme yang merupakan gabungan protoporfirin dan besi (Marmi, 2012). Ikterus dibedakan menjadi 3 tipe ikterus fisiologi, ikterus patologik, kern ikterus. Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau yang mempunyai pote menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologi adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia (Marmi, 2012). Di Amerika Serikat, sebanyak 65 % bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Indonesia, iden ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS Dr. Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%. Di Kabupaten Batang, pada tahun 2012 tercatat ibu hamil sebanyak orang. Dari jumlah itu, lahir hidup sebanyak , lahir mati 120, Angka Kematian Ibu (AKI) 25, Angka Kematian Bayi (AKB) 13,14/1.000KH atau sebanyak 174 bayi, dan Angka Kematian Balita (AKABA) 14,72/1.000KH atau 195 balita. Angka-angka tersebut lebih tinggi dari data yang tercatat di Provi Jawa Tengah. Di tingkat Provi Jateng, pada tahun 2012 AKI tercatat sebanyak 675, AKB 10,75/1.000KH dan AKABA 11,85/1.000KH (DINKES Jateng, 2012). Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar. American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau lebih) dengan tujuan untuk menurunkan ide dari neonatal hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora normal, dan merangsang aktifitas usus halus (Sukadi, 2012). Ikterus akibat ASI merupakan unconjugated hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya terlambat ( biasanya menjelang hari ke 6-14). Dapat dibedakan dari penyebab lain dengan reduksi kadar 1

2 bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2 hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selam minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta glucoronid) akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat, dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan dengan penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan frekue pemberian (Marmi, 2012). Pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia yaitu mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin dengan early feeding pemberian makanan dini pada neonatus dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus, karena dengan pemberian makanan yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus dan mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga peredaran enterohepatik bilirubin berkurang. Menyusui bayi dengan ASI (Air Susu Ibu), bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK. Akan tetapi pemberian ASI juga harus dibawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya (Marmi, 2012). Optimisasi pemberian ASI pada periode perinatal adalah penting, jika kadar bilirubin meningkat, dianjurkan untuk mendukung ibu agar lebih sering menyusui dengan interval 2 jam dan tidak memberikan makanan tambahan, atau setidaknya 8-10x per 24 jam. Ada hubungan yang jelas antara frekue menyusui dengan penurunan ide hiperbilirubinemia. Pemberian yang sering mungkin tidak akan meningkatkan intake tetapi akan meningkatkan peristaltik dan frekue BAB sehingga meningkatkan ekskresi bilirubin. Pilihan terapi dalam menangani kasus bayi dengan hiperbilirubinemia untuk menurunkan kadar bilirubin tidak terkonjugasi antara lain fototerapi (Martiza, 2012). Selain menggunakan ASI, bisa ditangani dengan cara terapi sinar. Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh organ hati, terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi, seluruh pakainnya dilepas kecuali mata dan alat kelamin harus mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu lampu tersebut (Marmi, 2012). Fototerapi terdiri dari radiasi bayi jaundice dengan lampu energi foton yang berasal dari lampu akan merubah struktur molekul bilirubin dengan dua cara sehingga bilirubin diekskresi ke empedu atau urin tanpa membutuhkan glukoronid hepatik seperti biasanya (Martiza, 2012). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 27 Juni 2013 di RSUD Batang menunjukkan besarnya angka ikterus di RSUD Batang, yaitu selama bulan Mei sampai 27 Juni 2013 terdapat 18 bayi yang mengalami ikterus patologi dengan kadar bilirubin yang bervariasai. Dari 18 bayi yang mengalami ikterus patologi 11 bayi (62,5 %) dengan berat badan lahir rendah, jenis persalinan spontan menunjukkan kadar bilirubin Direct antara 0,48-0,97 mg/dl dan kadar bilirubin Indirect antara 14,86-22,65 mg/dl, dengan jumlah bilirubin serum total antara mg/dl. 7 bayi (37,5 %) dengan berat badan normal dan jenis 2

3 persalinan sectio caesarea menunjukkan kadar bilirubin Direct antara 0,57-0,88 mg/dl dan kadar bilirubin Indirect antara 12,91-20,00 mg/dl, dengan jumlah bilirubin serum total antara mg/dl. Tindakan yang dilakukan di RSUD Batang selain dengan fototerapi yaitu dengan pemberian ASI on demand sesuai kebutuhan bayi dibawah pengawasan dokter. Bayi yang belum bisa menghisap puting ibu, tetap diberikan ASI melalui sonde dengan frekue setiap 3 jam sekali. Dari 18 bayi yang mengalami ikterus patologi, 11 bayi (62,5 %) dengan jumlah bilirubin serum total antara mg/dl, ada 6 bayi yang diberi perlakuan dengan cara pemberian ASI secara terus menerus atau on demand kadar bilirubinnya lebih cepat mengalami penurunan dan bayi cenderung lebih tenang, dan 2 bayi yang tidak diberi perlakuan dengan cara pemberian ASI kadar bilirubinnya tidak mengalami penurunan, sedangkan 3 bayi (37,5 %) dengan jumlah bilirubin serum total antara mg/dl yang diberi perlakuan dengan fototerapi kadar bilirubinnya mengalami penurunan yang tidak terlalu cepat dan bayi cenderung gelisah dan letargis, serta bayi sering rewel dan mengalami perubahan suhu tubuh. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pemberian ASI dan Fototerapi terhadap Perubahan Kadar Bilirubin pada Bayi Ikterus di RSUD Batang. B. Masalah Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut adakah hubungan pemberian ASI dan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pemberian ASI dan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. b. Mengetahui gambaran pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang. c. Mengetahui gambaran fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang. d. Menganalisis hubungan pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. e. Menganalisis hubungan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Orang Tua Melalui penelitian ini diharapkan orang tua bisa paham dan dapat memberikan ASI kepada bayinya sesuai kebutuhan bayi, serta dapat mencegah terjadinya ikterus yang berkelanjutan. 2. Institusi Pendidikan Penelitian ini adalah sebagai bahan ajar terkait dari hasil penelitian dan tambahan refere bahan ajar. 3. Bagi RS Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan untuk memberikan pelayanan yang komprehef dalam penanganan ikterus serta tenaga kesehatan yang bekerja di RS mempunyai kompete yang lebih dalam menangani ikterus. 4. Peneliti Menambah pengetahuan, wawasan dan sebagai pengalaman nyata bagi penulis dalam melaksanakan penelitian, dan sebagai pengembangan 3

4 serta penerapan ilmu yang telah didapatkan selama di bangku kuliah. 5. Bagi Peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan serta dapat disempurnakan oleh peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang pemberian ASI dan fototerapi dengan penurunan kadar bilirubin. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian Survei Analitik dengan desain pendekatan cohort. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa 18 bayi ikterus yang dirawat di RSUD Batang. 2. Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 18 bayi yang mengalami ikterus di RSUD Batang. C. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di RSUD Batang. Pada tanggal 13,14,15 Agustus D. Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini yang digunakan adalah ikterometer dimana ikterometer sebagai alat untuk mengukur kadar bilirubin, kemudian dengan bolpoin dan buku catatan digunakan sebagai alat pendokumentasian. Pada pemberian ASI dan fototerapi digunakan lembar observasi dimana lembar observasi nantinya akan digunakan untuk mengobservasi bagaimana pemberian ASI diberikan dan fototerapi dilakukan, dilihat dari frekue pemberian ASI dan lama fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus. 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara peneliti untuk mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam penelitian (Hidayat, 2011). a. Proses Perijinan 1) Permohonan penelitian, peneliti telah meminta surat pengantar dari kampus untuk melakukan penelitian di RSUD Batang. 2) Setelah peneliti mendapatkan ijin penelitian dari kampus kemudian peneliti mendatangi KESBANGPOL Batang setelah mendapat rekomendasi dari KESBANGPOL Batang kemudian mendatangi BAPPEDA Batang untuk meminta ijin penelitian dengan menyerahkan surat keterangan dari KESBANGPOL. 3) Setelah peneliti mendapat ijin, peneliti mendatangi RSUD Batang untuk melakukan penelitian. b. Proses Penelitian 1) Peneliti melakukan pengambilan data secara total sampling 2) Peneliti mendata jumlah bayi yang mengalami ikterus di RSUD Batang. 3) Peneliti menjelaskan manfaat dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. 4

5 4) Peneliti mengajukan inform concent pada ibu bayi yang mengalami ikterus untuk menjadi responden. 5) Selanjutnya peneliti melakukan observasi secara langsung bagaimana pemberian ASI diberikan dan fototerapi yang dilakukan. 6) Peneliti mengobservasi dengan panduan lembar observasi dengan cara mengisi atau mencentang point-point yang digunakan sebagai alat observasi. 7) Observasi dilakukan selama 3 hari untuk memperoleh data atau hasil yang lebih lengkap dengan mengikuti perkembangan penurunan kadar bilirubin. 8) Peneliti mencatat hasil dari observasi yaitu pemberian ASI, fototerapi dan perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus dan hasil siap dilakukan pengolahan data. 3. Uji validitas dan Uji Reliabilitas Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan oleh seorang yang profesional dibidangnya yaitu dengan konsultasi kepada pakar spesialis anak dan kebidanan. Tes reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana alat tersebut tetap kosten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2005). Validitas yang telah dilakukan memperoleh hasil yaitu setiap item yang digunakan dalam lembar observasi dikatakan semua valid oleh kedua pakar tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai alat observasi untuk melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas dan uji reliabilitas menggunakan model validitas expect validity yaitu validitas dengan konsul pada pakar ilmu yang ahli dalam bidang tertentu, dimana dalam validitas ini expect validity yang dilakukan dengan dokter spesialis anak yaitu dr. Dewi Lastmi, Sp. A dan Ibu Fika R, S. Si. T., M. Kes. E. Etika Penelitian 1. Informed concent (Lembar Persetujuan Responden) Sebelum diadakan penelitian lebih lanjut, lembar persetujuan ini diberikan kepada responden, responden yang akan diteliti dan memenuhi kriteria dimana sebelumnya telah diberi penjelasan secukupnya tentang tujuan penelitian. Responden dinyatakan setuju apabila bersedia menandatangani informed concent tersebut. 2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas) Kerahasiaan identitas responden dijaga oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, dan hanya diketahui oleh peneliti itu sendiri. 3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi) Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang di dapat dari responden, dan itu dijamin oleh peneliti. F. Pengolahan Data Pengolahan data yang digunakan peneliti mengunakan metode komputer. Dalam 5

6 proses pengolahan data terdapat langkahlangkah yang harus ditempuh, diantaranya : 1. Editing Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut. 2. Scoring Scoring adalah penentuan jumlah skor. Dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal. Scoring dalam penelitian ini yaitu pemberian ASI apabila mendapat : Skor 1 : Apabila hasil ya Skor 0 : Apabila hasil tidak 3. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Coding dalam penelitian ini yaitu fototerapi dan kadar bilirubin. Pemberian ASI : Apabila baik kode 2 Apabila kurang baik kode 1 Fototerapi : Apabila dosis rendah kode 1 Apabila dosis tinggi kode 2 Kadar Bilirubin : Apabila sangat turun diberikan kode 3 Apabila turun diberikan kode 2 Apabila tetap diberikan kode 1 Apabila naik diberikan kode 0 4. Memasukkan data (Data Entry) atau Processing Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atai software komputer. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk entri data penelitian adalah paket program SPSS for Window. 5. Pembersihan Data (Cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahankesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning). G. Analisis Data Adapun analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Analisa Univariat Analisa univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekue. Pada penelitian ini menggunakan distribusi frekue dengan ukuran persent untuk perubahan kadar bilirubin. 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau korelasi yaitu melihat hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat yaitu hubungan pemberian ASI dan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. Uji yang digunakan Uji Spearman yaitu uji non parametris yang digunakan untuk menguji hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen (Sugiyono, 2010). Nilai korelasi Spearman hitung ini (rho) lalu diperbandingkan dengan Spearman tabel (rho tabel). Keputusan diambil dari perbandingan tersebut. Jika rho hitung > rho tabel, H0 ditolak dan Ha diterima. Jika rho hitung < rho tabel, H0 diterima, Ha ditolak. HASIL PENELITIAN A. Pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang Tabel 5.1 Distribusi frekue pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang 6

7 Pemberi Hari-1 Hari-2 Hari-3 Rata-rata an ASI Frekue Frekue Frekue Frekue Kurang % % % % baik Baik % % % % Total % % % % (33,3%) responden, pemberian ASI dengan hasil baik sebanyak 12 (66,7%) responden. Hasil data penelitian ini menunjukkan sebagian besar pemberian ASI di RSUD Batang kurang baik dalam pemberian ASI yaitu 10 (55,6%) responden. Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang memperoleh hasil pada hari pertama kurang baik sebanyak 15 (83,3%) responden, pemberian ASI dengan hasil baik sebanyak 3 (16,7%) responden. Hari kedua kurang baik sebanyak 10 (55,6%) responden, pemberian ASI dengan hasil baik sebanyak 8 (44,4%) responden. Hari ketiga kurang baik sebanyak 6 B. Fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang Tabel 5.2 Distribusi frekue fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang Fototer Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Rata-rata api Frekue Frekue Frekue Frekue Rendah % % % 9 50% Tinggi % % % 9 50% Total % % % % Tabel 5.2 menunjukkan bahwa fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang memperoleh hasil dalam besaran fototerapi pada hari pertama yang rendah sebanyak 4 (22,2%) responden, besaran fototerapi yang tinggi sebanyak 14 (77,8%) responden. Besaran fototerapi pada hari kedua yang rendah sebanyak 10 (55,6%) responden, besaran fototerapi yang tinggi sebanyak 8 (44,4%) responden. Besaran fototerapi pada hari ketiga yang rendah sebanyak 16 (88,9%) responden, besaran fototerapi yang tinggi sebanyak 2 (11,1%) responden. Hasil data penelitian ini menunjukkan sebagian besar fototerapi di RSUD Batang rendah dalam besaran fototerapi. C. Perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang Tabel 5.3 Distribusi frekue perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang 7

8 Perubah an kadar bilirubi n Frekue Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Rata-rata Frekue Frekue Frekue Tabel 5.3 menunjukkan bahwa perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang memperoleh hasil perubahan kadar bilirubin pada hari pertama turun sebanyak 14 (77,8%) responden, sangat turun sebanyak 4 (22,2%) responden. Perubahan kadar bilirubin pada hari kedua turun sebanyak 14 (77,8%) responden, sangat turun sebanyak 4 (22,2%) responden. Perubahan kadar bilirubin pada hari ketiga turun sebanyak 13 (72,2%) responden, sangat turun sebanyak 5 (27,8%) responden. Hasil data penelitian ini menunjukkan sebagian besar perubahan kadar bilirubin di RSUD Batang mengalami penurunan. Berdasarkan hasil tabel korelasi diatas diketahui hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik spearman s rho yang diolah dengan Program SPSS 16 for Windows memperoleh nilai p value (0,814) > α (0,05) yang berarti tidak signifikan atau tidak bermakna atau hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. Berdasarkan hasil tabel korelasi diatas diketahui hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik spearman s rho yang diolah dengan Program SPSS 16 for Windows memperoleh nilai p value (0,022) < α 8 Turun % % % % Sangat % % % % turun Total % % % % (0,05) yang berarti signifikan atau bermakna atau hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. PEMBAHASAN A. Pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui bahwa pemberian ASI pada bayi ikterus di RSUD Batang adalah kurang baik yaitu 6 (33,3%) responden, 12 (66,7%) responden memberikan ASI dengan baik. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari hasil observasi hari ketiga atau hari terakhir dilakukan penelitian. ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan. ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5%, oleh karena itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat yang suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada bayi yang mendapat susu formula. Komposisi ASI yaitu :

9 karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin (Hubertin, 2004). Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan bermacam-macam hormon. Kemampuan ibu dalam menyusui/laktasipun berbeda-beda. Sebagian mempunyai kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang lain. Laktasi mempunyai dua pengertian yaitu pembentukan ASI (Refleks Prolaktin) dan pengeluaran ASI (Refleks Let Down/Pelepasan ASI) (Maryunani, 2009). Optimasi pemberian ASI pada periode perinatal adalah penting. Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah ;1) tidak melakukan inisiasi menyusui dini; 2) menjadwal pemberian ASI ;3) memberikan minuman prelaktal (bayi diberi minum sebelum ASI keluar), apalagi memberikannya dengan botol/dot) ;4) kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui (Badriul, 2008). Meskipun menyusui adalah suatu proses yang alami, juga merupakan keterampilan yang perlu dipelajari. Ibu seharusnya memahami tata laksana laktasi yang benar terutama bagaimana posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat menghisap secara efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal. Banyak sedikitnya ASI berhubungan dengan posisi ibu saat menyusui. Posisi yang tepat akan mendorong keluarnya ASI dan dapat mencegah timbulnya berbagai masalah dikemudian hari (Cox, 2006). Berdasarkan teori tersebut dapat dimungkinkan banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI sehingga hasil penelitian ini tidak menghasilkan adanya suatu hubungan yang signifikan. B. Fototerapi pada bayi ikterus di RSUD Batang Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui bahwa besaran fototerapi pada bayi ikterus dengan hasil rendah yaitu sebanyak 16 (88,9%) responden, dengan besaran fototerapi tinggi sebanyak 2 (11,1%) responden. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari hasil observasi hari ketiga atau hari terakhir dilakukan penelitian. Fototerapi merupakan terapi yang dilakukan dengan menggunakan cahaya dari lampu fluorescent khusus dengan intetas tinggi, secara umum metode ini efektif untuk mengurangi serum bilirubin dan mencegah ikterus. Akan tetapi fototerapi mempunyai beberapa efek samping yang dapat terjadi pada bayi yang melakukan fototerapi diantaranya perubahan suhu tubuh dan metabolik lainnya. Paparan sinar terhadap permukaan tubuh bayi secara terus menerus menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan mengawali terjadinya peningkatan aliran darah perifer dan kehilangan cairan yang tidak disadari selama proses fototerapi (Maisels & McDonagh, 2008). Peningkatan suhu dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori (energi untuk merespon perubahan suhu) adekuat atau tidaknya penyesuaian terhadap suhu pada unit fototerapi, jarak dari unit ke bayi dan inkubator (berkaitan dengan aliran udara dan kehilangan udara pada radiant warmer), penggunaan servocontrol (Sukadi, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kuzniewicz, et al (2009) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fototerapi mampu menurunkan kejadian hiperbilirubinemial berat. Berdasarkan teori tersebut dapat dimungkinkan banyak faktor yang mempengaruhi fototerapi sehingga hasil penelitian ini menghasilkan hubungan yang signifikan (Potts & Mandleco, 2007). 9

10 C. Perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui bahwa perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus mengalami penurunan yaitu turun sebanyak 13 (72,2%) responden, 5 (27,8%) responden dengan hasil sangat turun. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari hasil observasi hari ketiga atau hari terakhir dilakukan penelitian. Bilirubin merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari pemecahan hemoglobin. Ketika sel darah merah dirusak hasil pecahannya yakni hemoglobin masuk ke sirkulasi darah dan membelah menjadi dua, heme dan globin. Globin (protein) digunakan/diserap oleh tubuh, sedangkan heme masuk menjadi unconjugated bilirubin, zat yang tidak larut dalam air dab terikat oleh albumin. Bilirubin terpisah dari molekul albumin di liver dengan bantuan enzim glucoronyl transfer, kemudian bilirubin berkonjugasi dengan asam glukuronik untuk menghasilkan zat yang kelarutannya tinggi dalam air, yakni conjugated bilirubin glucurunide, yang akan diekskresikan lewat empedu, kemudian di usus dengan bantuan bakteri bilirubin terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen, yakni pigmen yang memberikan warna pada feses, dan hanya sedikit yang dieliminasi melalui urin (Wong & Hockberry, 2003). Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Gulcan, Tiker & Kilicdag (2007) ini menunjukkan bahwa dalam 24 jam terjadi penurunan nilai total serum bilirubin yang lebih besar. Rata-rata total serum bilirubin awal dan akhir terjadi penurunan antara nilai total serum bilirubin awal dengan nilai total serum bilirubin akhir pada semua kelompok yang berbeda. D. Hubungan pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus. Kadar bilirubin yang terus meningkat melebihi batas normal dapat menyebabkan kerusakan pada sel otak (kernikterus) sehingga peningkatan kadar bilirubin melebihi batas normal harus segera dicegah. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi kadar bilirubin pada bayi baru lahir antara lain pemberian ASI sedini mungkin, menjemur bayi dibawah sinar matahari pagi, fototerapi serta pemberian transfusi tukar (Bobak, Lowdermik, & Jensen, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui pemberian ASI yang kurang baik sebanyak 6 (33,3%) responden, 12 (66,7%) responden memberikan ASI dengan baik. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maisels (2008) mengidentifikasikan adanya hubungan yang kuat antara frekue menyusui dengan penurunan meningkatnya nilai total serum bilirubin, meskipun dalam penelitiannya Maisels (2008) tidak melakukan pengukuran atau memperkirakan volume ASI yang dikonsumsi oleh bayi yang disusui ibunya dengan melakukan penimbangan berat badan setiap hari. Keberhasilan menyusui ketika dirumah sakit ditentukan oleh faktor ibu dan bayi dengan perawat sebagai mediator. Perawat mengkaji kesiapan ibu secara psikologis dan fisiologis untuk proses menyusui serta pengetahuan ibu yang berkaitan dengan proses menyusui. Perawat harus waspada terhadap tanda-tanda yang menunjukkan orangtua memerlukan informasi mengenai proses menyusui. Ibu yang baru pertama kali menyusui dan belum pernah memiliki pengalaman menyusui akan memiliki banyak 10

11 pertanyaan seputar proses menyusui. Jika kebutuhan nutrisi ibu kurang karena pengetahuan ibu yang tidak memadai mengenai proses menyusui dapat menimbulkan terhentinya proses menyusui akibat rendahnya produksi ASI (Murray & Mc Kinney, 2007). Selain itu peran perawat sebagai mediator di rumah sakit juga harus mengkaji keberhasilan program menyusui pada bayi yang disusui langsung oleh ibu selama fototerapi untuk memastikan bahwa bayi mendapatkan masukan cairan yang cukup. Tanda-tanda bahwa menyusui berjalan dengan baik harus terlihat, baik pada ibu maupun bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik, & Jensen, 2005). Penelitian yang dilakukan di RSUD Batang tentang pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin berdasarkan hasil uji sperman s rho diketahui nilai p value 0,814 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor yang diantaranya telah disebutkan diatas. E. Hubungan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Batang diketahui fototerapi dengan besaran fototerapi rendah sebanyak 16 (88,9%) responden, 2 (11,1%) responden dengan besaran fototerapi tinggi. Fototerapi digunakan sebagai terapi pengobatan pada bayi baru lahir yang mengalami hiperbilirubinemia karena aman dan efektif untuk menurunkan bilirubin dalam darah (Potts & Mandleco, 2007). Cara kerja fototerapi adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk diekskresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat fototerapi pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa diekskresikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin (Maisels & McDonagh, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kuzniewicz, et al (2009) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fototerapi mampu menurunkan kejadian hiperbilirubinemial berat. Fototerapi merupakan terapi dengan memanfaatkan energi sinar untuk mengubah bentuk dan struktur bilirubin yakni mengubah bilirubin indirek menjadi direk, di dalam usus bilirubin direk akan terikat oleh makanan menjadi molekul yang dapat diekskresikan melalui feses (Maisels, 2008). Durasi fototerapi dihitung berdasarkan waktu dimulainya fototerapi sampai fototerapi dihentikan. Pencatatan durasi fototerapi yang akurat merupakan tanggungjawab perawat karena berkaitan dengan penggantian tabung fototerapi. Tabung diganti setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi (Moeslichan, dkk. 2004). Durasi fototerapi ditentukan oleh penurunan nilai total serum bilirubin sampai mencapai nilai yang diharapkan, sehingga tidak ada penentuan berapa jam sebaiknya durasi footerapi diberikan (American Academy of Pediatrics, 2004). Pengukuran kadar bilirubin serum 11

12 dilakukan setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus. Fototerapi dihentikan bila kadar serum bilirubin kurang dari 13mg/dl akan tetapi bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan fototerapi setelah 3 hari, setelah fototerapi dihentikan, observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis (Moeslichan,dkk. 2004; American Academy of Pediatrics, 2004). Penelitian yang dilakukan di RSUD Batang tentang fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin berdasarkan hasil uji sperman s rho diketahui nilai p value 0,022 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang pemberian ASI dan fototerapi pada bayi ikterus maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pemberian ASI pada bayi ikterus sebagian besar adalah memberikan ASI dengan baik yaitu 12 responden (66,7%). 2. Fototerapi pada bayi ikterus sebagian besar adalah besaran fototerapi dengan dosis rendah yaitu 16 responden (88,9%). 3. Perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus sebagian besar mengalami penurunan dengan tingkat turun dari hari pertama yaitu 14 (77,8%) menjadi turun 13 responden (72,2%) pada hari ketiga. 4. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUD Batang yang ditandai dengan nilai p value yaitu (0,814 > α). 5. Ada hubungan antara fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi iktyerus di RSUD Batang yang ditandai dengan nilai p value yaitu (0,022 < α). B. Saran 1. Bagi Orangtua Menambah pengalaman dan kesadaran bagaimana memberikan ASI kepada bayinya sesuai kebutuhan bayi, sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya ikterus yang berkelanjutan. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan refere bagi institusi pendidikan kebidanan sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam pembelajaran tentang ikterus. 3. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan rumah sakit dapat menyediakan sarana dan prasarana yang komprehef untuk menambah pelayanan yang paripurna dalam penanganan ikterus serta tenaga kesehatan yang bekerja di RS mempunyai kompete yang lebih dalam menangani ikterus. 4. Peneliti Menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman nyata serta memberikan penatalaksanaan lainnya bagi penulis dalam melaksanakan penelitian, serta dapat menambah ilmu untuk penerapan ilmu-ilmu baru berikutnya. 5. Bagi Peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian sejenis diharapkan dapat melakukan observasi lebih mendalam terhadap pemberian ASI dan fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada bayi ikterus sehingga didapatkan hasil yang akurat. Selain itu peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat meneliti faktor-faktor pemberian ASI maupun fototerapi misalnya faktor yang 12

13 mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin, ataupun teknik pemberian ASI terhadap perubahan kadar bilirubin. DAFTAR PUSTAKA Administrator. (2013). Bupati Batang : Kolaborasi Bidan dan PLKB Untuk Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Diakses tanggal : 22 Juli Dari : d/v2012/index.php?option=com_ content&view=article&id=128:bu pati-batang-kolaborasi-bidan-danplkb-untuk-upaya-penurunanangka-kematian-ibu-dan-angkakematian-bayi-&catid=8:latest American Academy of Pediatric, (2004). Management of hyperbilirubinemia in the new born infant 35 or more weeks of gestation. Diakses tanggal : 22 Juli From : Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & jensen, M.D., (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Alih bahasa : Wijayarini MA., & Anugrah PL Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gulcan, H., Tiker, F., & Kilicdag, H., (2007). Effect of Feeding Type On The Efficacy Of Phototherapy. Indian Pediatrics Jounal : 44 : Hegar, Badriul dkk. (2008). Bedah ASI. Jakarta : Balai Pustaka FKUI. Hockenberry M.N., & Wilson, A., (2007). Essentials of Pediatrics Nursing. St. Louis : Mosby Elsevier. Hubertin. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC. Maisels, M.J. (2008). Neonatal Jaundice. Amsterdam : Harwood Academic Publisher : Maisels, M.J., & McDonagh, A.F., (2008). Phototherapy for Neonatal Jaundice. NEJM ; 358 : Marmi, S. S. T., & Raharjo, K. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prkolah. Yogyakarta : CV. Pustaka Pelajar. Martiza, Iesje. (2012). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : CV. Badan Penerbit IDAI. Maryunani, A., Nurhayati. (2008). Asuhan Bayi Baru Lahir Normal. Jakarta : Trans Info Media. Moeslichan, Surjono, A., Suradi. R., Rahardjani, K. B.,Usman. A., Rinawati, et al., (2004). Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Murray, S.S., & McKinney, S.A, (2007). Foundation of maternal-newborn nursing. 4th edition. Singapore : Elsevier. Nanny Lia Dewi, Vivian. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : CV. Salemba Medika. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : CV. Rineka Cipta. Potts, N. L., & Mandleco, B. L., (2007). Pediatric Nursing: caring for children and their families. New York: Thomson Delmar Learning. 13

14 Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta. Sukadi, A. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : CV. Badan Penerbit IDAI. Wafi Nur, Muslihatun. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : CV. Fitramaya. Wong, D.L., & Hockenberry, M.J, (2003). Nursing care of infant and children. 7th edition. Philadhelphia : Mosby. Ekonomi Universitas Negeri Semarang Sudjana, N Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sunarto Peningkatan Motivasi Dan Hasil Belajar Fisika Listrik Dinamis Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Division (Stad) Dengan Lembar Kerja Tersruktur (Lkt) Pada Siswa Kelas Ix A Smp Negeri 2 Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009. Jurnal Penelitian. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wiknjosastro, G Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR. 14

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419 Materi Fototerapi Pada Bayi Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 1 / 7 A. Pendahuluan Fototerapi Pada Bayi Hiperbilirubin merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sisitem retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang mengandung heme

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

Lebih terperinci

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA Lampiran 1 INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA A. Judul Penggunaan linen putih sebagai media pemantulan sinar pada fototerapi. B. Pengertian Foto terapi yaitu pemberian lampu fluoresen (panjang gelombang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana bilirubin berasal dari penguraian protein dan heme. 13 Kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan sklera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009). BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas asuhan kebidanan pada bayi S dengan ikterik di RSUD Sunan Kalijaga Demak menggunakan manajemen asuhan kebidanan varney, yang terdiri dari tujuh langkah yaitu

Lebih terperinci

METABOLISME BILIRUBIN

METABOLISME BILIRUBIN Tugas METABOLISME BILIRUBIN Andi Aswan Nur 70300108016 Keperawatan B 1 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Ikterus ( jaundice ) terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan masalah terbanyak pada neonatus (50%-80% neonatus mengalami ikterus neonatorum) dan menjadi penyebab dirawat kembali dalam 2 minggu pertama

Lebih terperinci

PEMBERIAN ASI EFEKTIF MEMPERSINGKAT DURASI PEMBERIAN FOTOTERAPI

PEMBERIAN ASI EFEKTIF MEMPERSINGKAT DURASI PEMBERIAN FOTOTERAPI PEMBERIAN ASI EFEKTIF MEMPERSINGKAT DURASI PEMBERIAN FOTOTERAPI Rahmah 1,2 *, Krisna Yetti 3, Besral 4 1. PSIK FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bagian Keperawatan Anak, Yogyakarta 55183, Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan Tanggal 17 Mei-03 Juni

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan Tanggal 17 Mei-03 Juni 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. 3.1.2 Waktu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ikterus a. Definisi Ikterus neonatorum merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif korelatif dengan tujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat

BAB III METODA PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat BAB III METODA PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat kuantitatif dengan metode deskriptif korelasional dan dengan pendekatan cross sectional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian studi diskriptif korelasional untuk mengetahui hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga 34 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga November 2014 dengan jumlah sampel sebanyak 82 orang. Data yang dianalisis berasal dari

Lebih terperinci

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi kemanjuran fototerapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia merupakan kondisi peningkatan kadar bilirubin yang terakumulasi dalam darah dan di tandai dengan jaundice atau ikterus, suatu pewarnaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik yaitu untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan terikat yang dilakukan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah correlation study yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah correlation study yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah correlation study yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelasi antara variabel independen dan variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mendiskripsikan atau menjelaskan fenomena. Fenomena

Lebih terperinci

Laila Rahmi Stikes Syedza Saintika Padang ABSTRAK

Laila Rahmi Stikes Syedza Saintika Padang ABSTRAK E A T Volume7, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Kesehatan Medika Saintika Vol 7 (1) Jurnal Kesehatan Medika Saintika http://jurnal.syedzasaintika.ac.id GAMBARAN BERAT PLASENTA TERHADAP BERAT LAHIR BAYI Laila

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel independent dan

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel independent dan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel independent dan dependent melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana diterapkan (Nursalam, 2003).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah penelitian yang mengkaji hubungan antara variable dengan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah penelitian yang mengkaji hubungan antara variable dengan 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Peneliti korelasi adalah penelitian yang mengkaji hubungan antara variable dengan melibatkan minimal dua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif analitik yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara statistik

Lebih terperinci

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

ASUHAN HIPERBILIRUBIN ASUHAN HIPERBILIRUBIN Pengertian. KERN IKTERUS Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. HIPERBILIRUBIN Suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai nilai yang mempunyai

Lebih terperinci

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU 1 Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Aunida Hasyyati*,Dwi Rahmawati 1,Mustaqimah 1 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *Korepondensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei analitik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif yaitu penelitian untuk menelaah hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok objek.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi deskriptif korelasi yaitu mendeskripsikan variabel independent dan dependent, kemudian melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode Survey Analitik, dengan pendekatan Cross Sectional. yaitu survey atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode Survey Analitik, dengan pendekatan Cross Sectional. yaitu survey atau 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian dengan metode Survey Analitik, dengan pendekatan Cross Sectional. yaitu survey atau penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian Rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana diterapkan (Nursalam,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH KHAIRUNNISAK Mahasiswi D-III Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO ( World Health Organization)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian komparasi untuk mencari perbandingan dua sampel atau dua uji coba pada obyek penelitian. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa, sklera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin dalam darah sehingga menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode deskriptif analitik, dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan sesaat, data yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kemudian melakukan analisis komparasi (comparative study) dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. Kemudian melakukan analisis komparasi (comparative study) dengan cara BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei analitik, yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (umur, status pendidikan, status ekonomi (pendapatan), pengetahuan, tipe

BAB III METODE PENELITIAN. (umur, status pendidikan, status ekonomi (pendapatan), pengetahuan, tipe BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif analitik, yaitu mencari hubungan antara variabel bebas (umur, status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5, 5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS HUBUNGAN JENIS PEMBERIAN MINUM DENGAN STATUS HIDRASI PADA BAYI YANG DI FOTOTERAPI DI RSAB HARAPAN KITA JAKARTA

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS HUBUNGAN JENIS PEMBERIAN MINUM DENGAN STATUS HIDRASI PADA BAYI YANG DI FOTOTERAPI DI RSAB HARAPAN KITA JAKARTA UNIVERSITAS INDONESIA TESIS HUBUNGAN JENIS PEMBERIAN MINUM DENGAN STATUS HIDRASI PADA BAYI YANG DI FOTOTERAPI DI RSAB HARAPAN KITA JAKARTA RAHMAH 0806446744 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP. tujuan penelitian, maka hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti dapat

BAB III KERANGKA KONSEP. tujuan penelitian, maka hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti dapat BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan dugaan adanya hubungan antara perawatan payudara dengan kecepatan sekresi ASI postpartum primipara.

Lebih terperinci

deskriptif korelation yaitu

deskriptif korelation yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelation yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan korelasi antara variabel independent

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan studi korelasi yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kreativitas anak ditinjau dari ibu bekerja dan ibu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan tanggal 21 Mei - 4 juni tahun 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan tanggal 21 Mei - 4 juni tahun 2013 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik penyakit dalam RSUD Prof.Dr. Aloei Saboe 3.1.2 Waktu penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif, dengan rancangan

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif, dengan rancangan BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis Dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif, dengan rancangan deskriptif analitik yaitu dengan melakukan pengukuran variabel independen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskritif korelatif yang bertujuan menggambarkan fenomena yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis & Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi yaitu mendeskripsikan variabel independen dan dependen, kemudian melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis atau Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif korelation yaitu penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian observasional analitik, yaitu untuk mencari hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan desain studi diskriptif korelatif untuk menelaah hubungan antara dua variable pada suatu situasi atau sekelompok subjek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rancangan Cross sectional, yaitu untuk mendeskripsikan secara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rancangan Cross sectional, yaitu untuk mendeskripsikan secara 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan Cross sectional, yaitu untuk mendeskripsikan secara sistematis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian studi deskriptif untuk mendeskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Deskripsi peristiwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik menggunakan metode cross sectional karena pengambilan data dilakukan dalam sekali waktu pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : AVYSIA TRI MARGA WULAN J 500 050 052

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mencari hubungan antar variabel. Rancangan penelitian ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. mencari hubungan antar variabel. Rancangan penelitian ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel. Rancangan penelitian ini merupakan rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 2003). Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 2003). Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif korelasional yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara variabel (Alimul,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis atau Rancangan dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik, yang mana akan diteliti hubungan variabel dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa variabel. Dengan teknik korelasi dapat diketahui hubungan variasi

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa variabel. Dengan teknik korelasi dapat diketahui hubungan variasi BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau

Lebih terperinci

sedangkan status gizi pada balita sebagai variabel terikat.

sedangkan status gizi pada balita sebagai variabel terikat. 38 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik. Peneliti akan melakukan pengukuran variabel independen dan dependen,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian ini pengukuran perilaku menggunakan kuesioner. Dengan 15 pernyataan yang berisikan tentang perawatan kejang demam pada balita usia 0-5 tahun.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode pendekatan analitik cross sectional yang diarahkan untuk mengetahui hubungan pola makan

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB. Syajaratuddur Faiqah

HUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB. Syajaratuddur Faiqah HUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB Syajaratuddur Faiqah Abstract: Ikterus represent one of death cause at baby, Ikterus represent the manifestasi

Lebih terperinci

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS IKTERUS Jaundice/ikterus : pewarnaan kuning pada kulit, sklera, atau membran mukosa akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan 60% pada bayi cukup bulan; 80% pada bayi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif dengan tujuan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu menyusui dengan praktik pemberian

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. 1. Ditinjau dari tujuan yang akan dihadapi yaitu mengetahui hubungan. hubungan antara variabel (Nursalam, 2003)

BAB III METODA PENELITIAN. 1. Ditinjau dari tujuan yang akan dihadapi yaitu mengetahui hubungan. hubungan antara variabel (Nursalam, 2003) BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Ditinjau dari tujuan yang akan dihadapi yaitu mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan motivasi pasien kusta dengan kepatuhan melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional ini dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional ini dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Pada pendekatan cross sectional

Lebih terperinci

Hubungan Pendidikan Kesehatan dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit.

Hubungan Pendidikan Kesehatan dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit. Hubungan Pendidikan Kesehatan dengan Kejadian Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit. Deswita a a Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Email : deswitapsik@yahoo.com Abstract: The purpose of the research

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan rangcangan penelitian. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperiment dengan rancangan Non Equivalent Control Group Design, dimana pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan studi analitik untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan dan variabel terikat yaitu praktik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang BAB I METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei analitik yaitu untuk mencari hubungan antara variable bebas dan terikat yang dilakukan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel yaitu variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau mendeskripsikan tentang suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian korelasi dimana akan menggali persepsi mengenai hemodialisis dengan tingkat kecemasan. Pendekatan yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel satu

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013 1, * Sri Mulyati 1* Akper Prima Jambi Korespondensi Penulis

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai, jenis penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai, jenis penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Berdasarkan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai, jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey analitik dengan pendekatan cross

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah analitik, dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu mengukur

BAB III METODE PENELITIAN. adalah analitik, dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu mengukur BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Berdasarkan dengan tujuan penelitian, maka jenis penelitian ini yang digunakan adalah analitik, dengan menggunakan rancangan penelitian cross

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan tingkat pengetahuan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan tingkat pengetahuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan stroke. Sebagai alat pengumpul data utama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelasi antara variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan termasuk jenis penelitian non-eksperimental observasional bersifat diskriptif analitik (eksplanatori reseach),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode survei dengan pendekatan Cross Sectional. Cross Sectional adalah data

BAB III METODE PENELITIAN. metode survei dengan pendekatan Cross Sectional. Cross Sectional adalah data BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan Cross Sectional. Cross Sectional adalah data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelasi antara korelatif antara variabel independen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional yaitu dengan melakukan pengukuran vareabel independen (bebas)

Lebih terperinci