EKSPLORASI SUMBER DAYA MINERAL ENDAPAN NIKEL LATERIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSPLORASI SUMBER DAYA MINERAL ENDAPAN NIKEL LATERIT"

Transkripsi

1 EKSPLORASI SUMBER DAYA MINERAL ENDAPAN NIKEL LATERIT I. Pendahuluan Nikel merupakan unsur logam dengan simbol Ni dan nomor atom 28. Karakteristik nikel yang tahan karat menjadikan komoditas logam ini sangat dibutuhkan oleh peradaban modern yang banyak membutuhkan logam tahan karat sebagai bahan baku dalam produksi. Dalam Kadar nikel tertinggi hingga mencapai 3000 ppm terdapat dalam batuan ultrabasa dunit dan peridotit seperti yang ditemukan di Caledonia. Kandungan nikel pada berbagai jenis batuan lainnya bervariasi, pada batuan metamorfik dan sedimen (batupasir) mengandung 90 ppm Ni, ppm Ni dalam lempung dan berkisar ppm batuan karbonatan, sedangkan pada batuan asam sangat tidak umum «5 ppm). Terdapat dua jenis cebakan nikel yaitu primer dan laterit (Sutisna et.al, 2006). Laterit berasal dari later, artinya bata (membentuk bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata berwarna merah). Ollier (1969) mengartikan sebagai Soil di daerah tropis dengan horizon konkresi besi oksida, yang dalam keadaan normal berwarna merah. Laterisasi merupakan proses pelapukan kimia pada kondisi iklim yang lembab (tropis) yang berlangsung pada waktu yang lama dengan kondisi tektonik yang relatif stabil, membentuk formasi lapisan regolith yang tebal dengan karakteristik yang khas, (But and Zeegers, 1992). Pengubahan mineral utama dan pelepasan beberapa komponen kimia Pencucian komponen-komponen mobile. Pengumpulan residual komponen-komponen tidak mobile atau tidak larut. Pembentukan formasi mineral baru yang lebih stabil dalam lingkungan pengendapan. Proses pembentukan endapan nikel laterit dimulai oleh pelapukan pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co.

2 Gambar 1 menunjukan skema pembentukan endapan nikel laterit. Gambar 1. Diagram skematik pembentukan endapan nikel laterit (Djadjulit, 1992) Secara umum, Nikel laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona (Sundari, 2012). Profil nikel laterit dideskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah yang juga menetukan persebaran secara lateral. Zona lapisan/horizon Tanah Penutup (Overburden) Zona lapisan/ horizon Limonit Berkadar Menengah (Medium grade limonit) Zona lapisan/ horizon Bijih (Saprolit) Batuan dasar (Bedrock) Zona Lapisan /horizon endapan nikel laterit memiliki penggambaran model yang berbeda tergantung pada penulis serta daerah yang diteliti. Gambar 2 dan 3 menunjukan penggambaran skematik zonasi lapisan tersebut secara lateral dan vertikal (Chetelat, 1947).

3 Gambar 2. Diagram skematik profil vertikal endapan nikel laterit daerah New Caledonia (modifikasi Chetelat, 1947) Gambar 2. Diagram skematik profil Lateral endapan nikel laterit (Chetelat, 1947) Dalam Sundari (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah: Batuan asal, adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa

4 terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya dan mempunyai mineralmineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil (seperti olivin dan piroksin), mempunyai komponenkomponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel. Iklim, adanya siklus musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dansekaligus akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan. Dengan kondisi curah hujan tinggi pada wilayah Kabaena selama enam bulan (Desember - Mei) akan mempercepat proses pelapukan kimia dimana nikel laterit mudah terbentuk. Reagen-reagen kimia dan vegetasi, maksud dari reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO 2 memegang peranan penting di dalam proses pelapukan kimia. Asamasam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah ph larutan. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Topografi, keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampaikemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif. Struktur yang sangat dominan adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas (kemampuan batuan untuk meloloskan air) dan permeabilitas (kemampuan batuan untuk menahan air)

5 yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahanrekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif. Karakteristik suatu endapan akan menjadi tolak ukur dalam pemilikan suatu metode eksplorasi mineral. Eksplorasi mineral membutuhkan pemahaman geologi yang menunjang untuk menentukan wilayah eksplorasi untuk mencari suatu endapan yang memiliki potensi ekonomis. Berikut merupakan beberapa metode yang menjadi opsi berkaitan dengan eksplorasi nikel laterit: Endapan nikel laterit berasosiasi dengan batuan ultrabasa, artinya dalam memilih suatu wilayah eksplorasi dibutuhkan pemahaman tentang daerah dengan keterdapatan batuan ultrabasa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan studi literatur melalui data geologi berupa peta geologi terdahulu yang selanjutnya ditunjang dengan metode pemetaan geologi hingga skala terperinci disertai dengan analisis data penunjang berupa citra satelit dan data topografi. Pemahaman terhadap morfologi juga dapat berguna untuk pemilihan wilayah karena pembentukan endapan ini salah satunya dipengaruhi oleh topografi yang mempengaruhi gerakan air tanah dan proses pelindian. Endapan nikel laterit yang sebagian besar terdiri atas tubuh tanah hasil proses pelapukan dan terjadi proses pengayaan oleh proses pelindian, sehingga dibutuhkan metode analisis kimia untuk menentukan zonasi lapisan yang terkayakan dengan metode pengambilan sampel melalui pembuatan sumur uji dan pengeboran. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar endapan berupa tanah tidak menunjukan kondisi yang tersingkap di permukaan. Sampel tersebut membutuhkan analisis laboratorium berupa analisis laboratorium secara geologi dan analisis kimia untuk mengetahui genesa, jenis bijih, dan kadar nikel. Untuk memastikan profil endapan secara vertikal maupun persebaran secara lateral, data geokimia serta profil dari pembuatan sumur uji dan pengeboran ditunjang oleh metode geofisika. Dalam eksplorasi endapan nikel laterit yang berkaitan dengan mineral oksida, mineral logam dan faktor air tanah sebagai agen proses pelindian menjadi acuan metode geofisika berupa metode tahanan jenis (resistivity). II. Metode Penelitian II.1 Pemetaan Geologi Secara prosedural pemetaan dilakukan dalam beberapa langkah yaitu :

6 Studi literatur secara prosedural yaitu mengumpulkan data data penunjang berupa peta geologi, jurnal dan publikasi ilmiah, laporan penelitian geologi, peta dasar, peta rupa bumi, data geokimia tanah, citra satelit pada daerah eksplorasi. Perizinan pada pemerintahan daerah serta tokoh masyarakat dan adat yang terkait dengan daerah penelitian serta persiapan akomodasi dan logistik. Delineasi peta yang didapatkan dari studi literatur, meliputi delineasi geomorfologi, struktur geologi (interpretasi citra satelit dan peta topografi), dan gambaran sebaran batuan untuk memberikan gambaran kondisi daerah penelitian secara umum. Pembuatan peta dasar dan jalur eksplorasi. Observasi lapangan, meliputi pengamatan singkapan, deskripsi batuan, pengukuran struktur geologi, pembuatan profil batuan dan tanah laterit, plot titik pengamatan, pencatatan dan sketsa, serta dokumentasi dan pengambilan sampel batuan serta pengambilan sampel tanah. Dalam pelaksanaan pemetaan tersebut peralatan yang dibutuhkan yaitu: a) Peta dasar daerah penelitian (skala disesuaikan dengan skala penelitian) b) Kompas geologi c) Palu geologi, d) Panduan manual deskripsi lapangan e) Loupe dengan pembesaran 10 x dan 20 x f) HCL 0,1 N g) Meteran h) Kamera i) Kantong sampel j) GPS k) Alat penunjang keselamatan, seperti pakaian standar lapangan l) Alat- alat tulis.

7 II.2 Pembuatan Sumur Uji Dalam eksplorasi nikel laterit, sumur uji umumnya dilakukan berdasarkan nilai anomali kandungan geokimia tanah serta topografi yang menunjang yaitu morfologi lembah. Hal tersebut disebabkan karena pada daerah lembah kandungan nikel pada saprolit lebih signifikan karena pola gerakan air tanah.umumnya dibuat dengan peralatan manual penggalian seperti cangkul dan lainnya dengan tenaga manusia. Gambar 4 menunjukan bentuk umum penampang sumur uji. Kedalaman sumur dibuat berdasarkan kebutuhan eksplorasi, bahkan sampai batuan dasar dengan lebar umum 3-5 meter. Spasi dari setiap titik pembuatan sumur uji juga diperhitungkan dengan plot GPS untuk mencari kemenerusan secara lateral. II.3 Metode Geolistrik Tahanan Jenis (Resistivity) Gambar 4. Variasi penampang sumur uji. Metode geolistrik tahanan jenis (resistivity) merupakan metode geofisika yang cocok untuk digunakan dalam eksplorasi nikel laterit karena sesuai dengan karakteristik endapan tersebut. Dalam pelaksanaanya dibutuhkan perencanaan lintasan terlebih dahulu disesuaikan dengan tipe endapan serta kemenerusan dari endapan nikel itu sendiri. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat presisi dari metode ini juga bergantung pada data sumur uji maupun data bor. Peralatan yang dibutuhkan dalam melakukan metode geolistrik. 1. Terrameter LS 12 channel 2. 4 kabel multi-channel 3. 2 konektor elektroda dan 64 jumper 5. Aki/battery

8 Resistivitas merupakan output dari pengukuran geolistrik, dari nilai resistivitas inilah akan ditentukan bentuk bawah permukaan dan apa saja yang terkandung pada bawah permukaan: Nilai k akan bergantung kepada konfigurasi yang digunakan, ada beberapa macam konfigurasi pada geolistrik (gambar 5) : 1. Wenner 2. Schlumberger 3. Dipole Dipole 4. Pole Dipole 5. Pole Pole 6. Wenner Schlumberger Gambar 5. Konfigurasi geolistrik ( Agar hasil dapat presisi, maka dalam beberapa pelaksanaan metode ini menggunakan data primer dan sekunder sebagai penunjang Data primer yang digunakan yaitu data resistivitas untuk setiap lintasan yang meliputi nilai resistivitas semu. Data sekunder pada data bor pada daerah sepanjanglintasan pengukuran yang meliputi: a. Lokasi dari titik bor (X,Y), kedalamannya (Z). b. Data geologi dari tiap log bor meliputi : lapisan limonit, saprolit dan bedrock.

9 c. Data kandungan unsur kimia berupa persentasi nilai total material magnesium (Mg), aluminium (Al), besi (Fe), kromium (Cr), nikel (Ni), kobalt (Co), mangan (Mn) dan SiO2 (Silika). Karena yang diperoleh di lapangan adalah resistivitas semu, maka perlu dilakukan proses inversi. Proses inversi bertujuan untuk mengubah nilai resistivitas semu menjadi nilai resistivitas sebenarnya. Proses inversi akan dilakukan dengan menggunakan program komputer dengan menyesuaikan metode konfigurasi katoda dan menghasilkan penampang 2 dimensi yang selanjutnya dapat dihubungkan dengan data pengeboran (Muhtar et.al 2014). II.4 Pengeboran Untuk eksplorasi nikel laterit dapat digunakan sebagai pengeboran dangkal untuk pengambilan sampel permukaan untuk analisis geokimia tanah. Dalam tahap ini titik pengeboran secara prosedural ditentukan pada area yang sebelumnya telah dipertimbangkan secara geologi, baik keterdapatan batuan dasar serta kemungkinan keterdapatan endapan dan konsentrasi nikel yang signifikan (topografi, hidrologi, ketebalan saprolit). Pengeboran dangkal merupakan opsi pilihan selain pembuatan sumur uji. Alat yang biasa dugunakan dalam pengeboran ini adalah Hand Auger. Untuk eksplorasi dengan presisi yang rinci, pengeboran dapat dilakukan dengan menggunakan alat bor dengan mesin dan penangkap inti bor. Tingkat kedalaman umumnya mencapai batuan dasar. Kegiatan pengeboran harus dipimpin oleh seorang Wellsite Geologist untuk memimpin pelaksanaan pengeboran serta melakukan manual logging. Bila diperlukan maka akan ditambah dengan proses wireline logging untuk meningkatkan tingkat presisi. Spasi titik bor dapat berjarak 100 meter, 50 meter, 25meter bahkan hingga 12,5 meter, tergantung pada kebutuhan dan tingkat presisi suatu eksplorasi. II.5 Metode Analisis Laboratorium Metode ini terdiri atas analisis laboratorium meliputi 1. Analisis petrografi : digunakan untuk mengidentifikasi mineralogi batuan dasar untuk menjawab hubungan asosiasi mineral terhadap pengayaan kandungan nikel (genesa batuan dan asosiasi mineral). Prosedur pelaksanaan yaitu membuat preparasi sayatan batuan dasar dengan ketebalan

10 standar 0.03 milimeter yang diambil dari proses pemetaan maupun sumur uji dan inti bor, kemudian diamati dengan mikroskop polarisasi. 2. Analisis mineragrafi : Saling berkaitan dengan analisis petrografi, digunakan untuk mendukung analisis genesa perubahan batuan (serpentinisasi) serta kemunculan mineral logam yang muncul dan berasosiasi dengan nikel. Prosedur pelaksanaan yaitu menggunakan sayartan poles sampel batuan dasar, kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop mineragrafi atau mikroskop refleksi. 3. Analisis XRD ditujukan untuk mengidentifikasi nama-nama mineral yang terdapat pada endapan nikel laterit. Dengan adanya analisis XRD ini dapat diketahui mineral-mineral pembawa unsur Fe, Ni serta menganalisis perubahan yang terjadi pada endapan nikel laterit akibat proses leaching oleh airtanah (Syafrizal et.al.,2011). Prosedur standar analisis ini terdapat dua cara preparasi spesimen untuk analisis XRD, yaitu cara kering dan basah. Cara kering menggunakan serbuk kering yang dicetak pada cetakan aluminium yang merupakan cetakan standar untuk analisis XRD berukuran 20 x 10 mm dan tebal 1 mm. Cara basah dilakukan dengan meratakan serbuk sampel di atas gelas preparat dan menambahkan beberapa tetes larutan kimia yang tidak akan merusak struktur kristal sampel, misalnya aseton dan glikol (campuran 10% gliserol dan 90% etanol). Preparasi spesimen basah lainnya adalah dengan mengikuti penyiapan sampel standar untuk analisis mineral lempung yang dideskripsikan oleh serbuk sampel dicampur dengan air murni, dikocok dan didiamkan sementara waktu sehingga butir-butir kasar akan terpisah. Hasil suspensi larutan tersebut diteteskan di atas gelas preparat dan dibiarkan mengering selama semalam pada suhu ruangan. Spesimen ini kemudian dianalisis dengan metode XRD tanpa dan dengan penambahan larutan glikol (Herdianita et.al.1999). Sampel dianalisis dengan alat Difraktometer sinar-x.

11 4. Spektroskopi X-Ray Fluorescence (XRF) merupakan teknik analisis unsur yang membentuk suatu material dengan menjadikan interaksi sinar-x dengan material analit sebagai dasarnya. XRF spektroskopi banyak dimanfaatkan dalam analisa batuan karena membutuhkan jumlah sampel yang relatif kecil (sekitar 1 gram). Dibutuhkan kalibrasi alat spektrosopi XRF terlebih dahulu sebelum melakukan analisis untuk memastikan tingkat presisi. III. Pembahasan Metode analisis geokimia yang digunakan dalam penentuan kandungan nikel dari sampel yang diperoleh yaitu menggunakan metode XRF dengan alat Spektroskopi X-Ray Fluorescence. Tabel 1 menunjukan salah satu hasil dari analisis XRF pada sampel bed rock yang dianggap fresh daerah Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Syafrizal et.al., 2011). Tabel 1 Contoh hasil dari analisis XRF pada sampel original bed rock daerah Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Syafrizal et.al., 2011) Berikut merupakan conto presentasi data beserta aplikasi yang didapat berdasarkan metode yang telah disebutkan sebelumnya : 1. Korelasi antara data yang diperoleh dengan menggunakan metode pembuatan sumur uji dengan data ketebalan bijih pada daerah Sorowako, Sulawesi Selatan (Tonggiroh, 2009). Penelitian tersebut. Tabel 2 dan 3 menunjukan ketebalan bijih nikel dan ketebalan limonit serta saprolit pada daerah tersebut dan untuk penampang sumur uji digambarkan pada gambar 6.

12 Tabel 2 Contoh hasil dari analisis ketebalan bijih terhadap ketebalan limonit daerah Sorowako, Sulawesi Selatan Tabel 3 Contoh hasil dari analisis ketebalan bijih terhadap ketebalan Saprolit daerah Sorowako, Sulawesi Selatan Gambar 6. Ilustrasi penampang sumur uji daerah Sorowako, Sulawesi Selatan Kemudian berdasarkan korelasi tersebut disimpulkan untuk kandungan nikel dengan grade tinggi terdistribusi pada bagian punggungan serta lembah yang lebih landai (pengaruh topografi). Gambar 7 menunjukan distribusi serta kadar nikel daerah tersebut.

13 Gambar 7. Distribusi serta kadar nikel daerah Sorowako, Sulawesi Selatan 2. Penggunaan data geofisika tahanan jenis dengan penampang bor untuk menunjukan interpretasi nilai tahanan jenis terhadap zonasi lapisan nikel laterit pada daerah Bukit Hasan North, Sorowako, Sulawesi Selatan (Muhtar et.al., 2014). Berikut beberapa hasil model inversi nilai tahanan jenis berupa model 2 dimensi ditunjukan oleh gambar 8, 9, dan 10. Gambar 8. Penampang nilai resistivitas lintasan N6

14 Gambar 8 menunjukan hasil interpretasi batas lapisan dengan memasukan data sumur pengeboran. Gambar 9. Penampang nilai resistivitas lintasan N6 dengan interpretasi batas lapisan menggunakan data bor. Interpretasi lebih lanjut yaitu menentukan zonasi lapisan laterit berdasarkan penarikan batas lapisan (gambar 10). Gambar 10. Penampang nilai resistivitas lintasan N6 dengan interpretasi batas dan zona lapisan menggunakan data bor. Berdasarkan interpretasi tersebut disimpulkan dan disajikan suatu interpretasi berupa penampang perlapisan secara vertikal. Hasil tersebut ditunjukan pada gambar 11 yang disertai dengan nilai tahanan jenis serta zonasi lapisan nikel laterit.

15 Gambar 11. Interpretasi penampang vertikal data resistivitas dan data bor. Berdasarkan interpretasi tersebut akan mempermudah pembuatan model geologi daerah penelitian khususnya untuk endapan nikel laterit baik secara vertikal maupun kemenerusan secara lateral. 3. Eksplorasi awal nikel laterit di desa Lamontoli dan Lalemo, Kecamatan Bungku Selatan Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah oleh Ningsih (2012) memadukan data pemetaan geologi, pengeboran, sumur uji, geokimia serta menghasilkan pemodelan endapan laterit daerah penelitian. Dari hasil pemetaan daerah zona prospek laterit, lokasi terbagi menjadi 3 blok yaitu blok A, B dan C, dari ke-3 blok ini dapat mengetahui penyebaran Laterit yang dominan di Blok B dan C serta sebagian berada di block A yang penyebarannya tidak terlalu luas.

16 Dari ketiga block ini, fokus pemboran di lakukan pada block A dan block C saja (sesuai tujuan penelitian). Pada block A jumlah pengeboran yang dilakukan adalah 3 titik dengan ketebalan laterit mencapai 2 m, bagian bawahnya sudah dijumpai bedrock berupa batugamping kristalin yang sangat kompak sehingga pemboran diblock A dihentikan. Tidak semua block A memiliki ketebalan laterit 2 m, dan ada yg lebih dari 2 m. Hal ini menyebabkan pengeboran dialihkan ke block C. Hasil analisis sampel pengeboran pada block A di ketahui kadar nikel (Ni) yang tertinggi terdapat di titik bor A-19 pada kedalaman 1 m yaitu 0,60. Gambar 12. Peta lokasi titik bor blok A yang juga menunjukan zona laterit Pada block B dilakukan Uji Pengeboran dengan alat handauger dan Tes Pit pada 2 titik. Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar nikel (Ni) yang tertinggi terdapat di titik GR-1 yaitu 1,83 pada kedalaman 8 m dan kadar terendah pada kedalaman 3 m dengan kadar 0,88. Penyebaran lateritnya berada dipunggungan bukit, dengan kondisi litologi yang memiliki kandungan serpentine yang sangat tinggi yang telah mengalami pelapukan lanjut, sehingga menyebabkan kadar nikelnya tinggi.

17 Gambar 13. Peta lokasi titik bor blok B yang juga menunjukan zona laterit Lokasi di blok C memiliki luasan 11,75 Ha. Kenampakan relief perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 19 sampai 55 mdpl, slope rata rata 50 sampai 230, dilokasi penyelidikan banyak terdapat rawa dan sungai. Pada pemboran pada blok C, mesin yang digunakan adalah Jackro 100. Jumlah keseluruhan titik diblok C adalah 129 titik, sedangkan yang berhasil dibor adalah 52 titik dengan total depth keseluruhan adalah 691,12 m dan diblok C ada 4 titik dengan total kedalaman m, sisanya terkendala masalah izin lahan. Penyebaran laterit umumnya utara-selatan, dengan ketebalan rata-rata sekitar 4 m, sedangkan saprolit mempunyai ketebalan rata-rata 7 m. Pada kedalaman ratarata sekitar 11 m dijumpai bedrock berupa batugamping, breksi dan konglomerat. Dari hasil analisis pengeboran 56 titik di blok C diketahui kadar nikel (Ni) tertinggi adalah di titik bor C-3 yaitu 1,03 pada kedalaman 8 m, serta titik bor C-37 yaitu 1,25 pada kedalaman 6 m. Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa zona prospek yaitu blok B yang memiliki batuan dasar ultrabasa yang terserpentinit lanjut. Namun karena berdasarkan tujuan penelitian, pemodelan dibuat untuk blok C. Pemodelan ditunjukan pada gambar

18 Gambar 14. Peta lokasi titik bor (atas) dan Peta zona laterit (bawah) blok C

19 Gambar 15. Peta 3D titik bor blok C menggunakan Rockworks (atas) dan Penampang stratigrafi lokasi blok C setelah di modeling (bawah) IV. Kesimpulan Zonasi suatu endapan nikel laterit terdiri atas lapisan penutup, lapisan limonit, lapisan saprolit, dan batuan dasar (batuan induk) yang terbentuk oleh proses pelindian oleh larutan meteorik. Endapan nikel laterit yang berasosiasi dengan batuan ultrabasa dalam proses pembentukan cadangan ekonomis sangat dipengaruhi oleh faktor batuan induk, iklim, agen kimia, topografi, dan struktur geologi.

20 Metode eksplorasi yang dapat diterapkan dalam pengumpulan data untuk endapan nikel laterit yaitu metode pemetaan geologi, metode geolistrik tahanan jenis, metode sumur uji, metode pengeboran disertai dengan analisis mineralogi dan geokimia. Penggunaan kombinasi data dari berbagai metode menghasilkan interpretasi eksplorasi V. Daftar Pustaka yang lebih komperhensif mengenai sumber daya mineral endapan nikel laterit baik secara vertikal maupun kemenerusan secara lateral. Butt, CRM., Zeegers, H.1992, Regolith Exploration Geochemistry in Tropical and Subtropical Terrains, Handbook of Exploration Geochemistry, Elsevier : Amsterdam Chetetat, E. de : La genesa at I'evolution desgiements de nickel de la Nouvele Caledonia, Soi. Geol, frame Bull. Djadjulit,A., Karim, A.,Hasanudin, D., Kelfas, Y.,Purwanto, H., Ukat., Sutisna, A. 1992, Pemantauan Penambangan Bijih Nikel di UPN Pomalaa, PT Aneka Tambang Pomalaa, Kolaka, Sulteng. Laporan Tehnik Penambangan no 36, Direktorat Jendral Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan Teknologi Direktorat Proyek Penelitian Teknologi Pertambangan Herdianita N.R., Ong H.L., Subroto E.A., Priadi B Pengukuran kristalinitas silika berdasarkan metode difraktometer sinar-x. Proceeding Institut Teknologi Bandung :Bandung Muhtar, G.A., Hamzah, M., Syamsuddin Eksplorasi Nikel Menggunakan Metoda Resistivity. Universitas Hasanuddin: Makassar Ningsih, S.A Eksplorasi Awal Nikel Laterit Di Desa Lamontoli Dan Lalemo, Kecamatan Bungku Selatan Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5. Universitas Pembangunan Nasional: Yogyakarta Ollier, C.D Weathering. Geomorphology Texts, vol. 2 Elsevier : New York Sundari, W Analisis Data Eksplorasi Bijih Nikel Laterit Untuk Estimasi Cadangan Dan Perancangan Pit Pada PT. Timah Eksplomin Di Desa Baliara Kecamatan Kabaena Barat. Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X, 3 November 2012: Yogyakarta Sutisna, D.T., Sunuhadi,D.N., Pujobroto,A., Herman, D.Z Perencanaan Eksplorasi Cebakan Nikel Laterit Di Daerah Wayamli, Teluk Buli, Halmahera Timur Sebagai Model Perencanaan Eksplorasi Cebakan Nikel Laterit Di Indonesia. Pusat Sumber Daya Geologi : Bandung. Syafrizal, Anggayana,K., Guntoro, D Karakterisasi Mineralogi Endapan Nikel Laterit Di DaerahTinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. JTM Vol. XVIII No. 4/2011 Tonggiroh,A., Suharto., Mustafa, M Analisis Pelapukan Serpentin Dan Endapan Nikel Laterit Daerah Pallanga Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin : Makassar Tonggiroh, A Presisi Lapisan Endapan Nikel Laterit Berdasarkan Model Kimia Batuan Ultramafik Daerah Sorowako Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Enjiniring, Vol 12, No.2, 2009 Universitas Hasanuddin: Makassar.

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan

Lebih terperinci

EKSPLORASI NIKEL MENGGUNAKAN METODA RESISTIVITY

EKSPLORASI NIKEL MENGGUNAKAN METODA RESISTIVITY EKSPLORASI NIKEL MENGGUNAKAN METODA RESISTIVITY Ghinia Anastasia Muhtar 1>, Dr. Muhammad Hamzah, S.Si, MT 1>, Syamsuddin, S.Si, MT 1> 1> Program studi geofisika jurusan fisika fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM Adi Prabowo Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta MENDALA METALOGENIK (Metallogenic Province) suatu area yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR Roswita, Lantu a, Syamsuddin b Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas dua data, yaitu data primer yang meliputi data mentah sebagai data utama dalam pengolahan data, sedangkan data

Lebih terperinci

EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH Sri Ayu Ningsih Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... v vi vii x xiv DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Endapan nikel laterit di Pulau Gee terbentuk akibat dari proses pelindian pada batuan ultrabasa. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

EKSPLORASI NIKEL MENGGUNAKAN METODA RESISTIVITY

EKSPLORASI NIKEL MENGGUNAKAN METODA RESISTIVITY EKSPLORASI NIKEL MENGGUNAKAN METODA RESISTIVITY Ghinia Anastasia Muhtar 1>, Dr. Muhammad Hamzah, S.Si, MT 1>, Syamsuddin, S.Si, MT 1> 1> Program studi geofisika jurusan fisika fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik tersingkap

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit

BAB II DASAR TEORI Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit BAB II DASAR TEORI 2.1. Genesa Endapan Nikel Laterit 2.1.1. Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit Nikel laterit merupakan material dari regolit (lapisan yang merupakan hasil dari pelapukan batuan

Lebih terperinci

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan

BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan Banyak dari mineral bijih, terutama mineral sulfida dan sulfosalt terbentuk pada lingkungan yang tereduksi serta pada temperatur

Lebih terperinci

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 11 BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 3.1. Letak Daerah Penelitian Sorowako merupakan daerah yang dikelilingi oleh tiga buah danau, yaitu Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona. Sorowako terletak

Lebih terperinci

APLIKASI METODE RESISTIVITAS DAN PENENTUAN SONA SUPERGENE ENRICHMENT ENDAPAN NIKEL LATERIT KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA

APLIKASI METODE RESISTIVITAS DAN PENENTUAN SONA SUPERGENE ENRICHMENT ENDAPAN NIKEL LATERIT KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PROSIDING TPT XXV PERHAPI 2016 1 APLIKASI METODE RESISTIVITAS DAN PENENTUAN SONA SUPERGENE ENRICHMENT ENDAPAN NIKEL LATERIT KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA Oleh : Adi Tonggiroh 1) Asri Jaya HS 2)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR

IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR Eltrit Bima Fitrian*, Dr.Muh.Altin Massinai.MT.Surv, Dra.Maria,M.Si Program Studi Geofisika Jurusan Fisika

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak PENENTUAN KARAKTERISTIK ENDAPAN MINERAL LOGAM BERDASARKAN DATA INDUCED POLARIZATION (IP) PADA DAERAH PROSPEK CBL, BANTEN Wahyu Trianto 1, Adi Susilo 1, M. Akbar Kartadireja 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi yang ada yang seyogyanya

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan

Lebih terperinci

APLIKASI STATISTIK KOMPONEN UTAMA LOGAM BERAT PADA KOLAM PENGENDAPAN TAMBANG NIKEL LATERIT KONAWE UTARA SULAWESI TENGGARA

APLIKASI STATISTIK KOMPONEN UTAMA LOGAM BERAT PADA KOLAM PENGENDAPAN TAMBANG NIKEL LATERIT KONAWE UTARA SULAWESI TENGGARA PROSIDING TPT XXIII PERHAPI 2014 1 APLIKASI STATISTIK KOMPONEN UTAMA LOGAM BERAT PADA KOLAM PENGENDAPAN TAMBANG NIKEL LATERIT KONAWE UTARA SULAWESI TENGGARA Adi Tonggiroh*) Muhardi Mustafa**) Asri Jaya

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Interpretasi Lapisan Akuifer Air Tanah Menggunakan Metode Geolistrik Di Kampung Horna Baru Dan Kampung Muturi Distrik Manimeri Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat Karmila Laitupa, Putri Nova H.D,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

Pendugaan Mineral Kromit dengan Metode Electricalresistivity Tomography di Daerah Wosu-Morowali Sulawesi Tengah

Pendugaan Mineral Kromit dengan Metode Electricalresistivity Tomography di Daerah Wosu-Morowali Sulawesi Tengah Pendugaan Mineral Kromit dengan Metode Electricalresistivity Tomography di Daerah Wosu-Morowali Sulawesi Tengah Budy Santoso*, Eddy Supriyana, Bambang Wijatmoko Departemen Geofisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA BLOK X PT. BINTANGDELAPAN MINERAL KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA BLOK X PT. BINTANGDELAPAN MINERAL KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA BLOK X PT. BINTANGDELAPAN MINERAL KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH Mubdiana Arifin 1, Sri Widodo 2, Anshariah 1 1. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

INVENTARISASI ENDAPAN NIKEL DI KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

INVENTARISASI ENDAPAN NIKEL DI KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA INVENTARISASI ENDAPAN NIKEL DI KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Moe tamar Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari data primer maupun data sekunder potensi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA

GEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA GEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA Ernita Nukdin Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 2D DI LOKASI X KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN TENGAH

ANALISIS KEBERADAAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 2D DI LOKASI X KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN TENGAH ANALISIS KEBERADAAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 2D DI LOKASI X KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN TENGAH Muhammad Hasan Basri 1, Ibrahim Sota 1, Simon Sadok Siregar 1 Abstrak. Bijih besi adalah

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN : IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN TANAH GAMBUT SEBAGAI INFORMASI AWAL RANCANG BANGUNAN DENGAN METODE GEOLISTRIK 3D Firmansyah Sirait 1), Andi Ihwan 1)* 1) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK Yeremias K. L. Killo 1, Rian Jonathan 2, Sarwo Edy Lewier 3, Yusias Andrie 4 2 Mahasiswa Teknik Pertambangan Upn Veteran Yogyakarta 1,3,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil dewasa ini masih menjadi primadona sebagai energi terbesar di dunia, namun minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi incaran utama bagi para investor

Lebih terperinci

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751) PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Jorong Tampus Kanagarian Ujung Gading Kecamatan Lembah Malintang Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat) Arif

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya harga dan kebutuhan beberapa mineral logam pada akhirakhir ini telah menarik minat para kalangan investor tambang untuk melakukan eksplorasi daerah prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan. Komoditas endapan mineral yang

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah PT. International Nickel Indonesia (PT. INCO) merupakan sebuah perusahaan tambang nikel terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi sekitar 165

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI NIKEL LATERIT DAERAH SP UNIT 25 DAN SEKITARNYA KECAMATAN TOILI BARAT, KABUPATEN BANGGAI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

PEMETAAN GEOLOGI NIKEL LATERIT DAERAH SP UNIT 25 DAN SEKITARNYA KECAMATAN TOILI BARAT, KABUPATEN BANGGAI, PROPINSI SULAWESI TENGAH PEMETAAN GEOLOGI NIKEL LATERIT DAERAH SP UNIT 25 DAN SEKITARNYA KECAMATAN TOILI BARAT, KABUPATEN BANGGAI, PROPINSI SULAWESI TENGAH Geni Dipatunggoro Laboratorium Geologi Teknik, Fakultas Teknik Geologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas akhir sebagai mata kuliah wajib, merupakan pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium

Lebih terperinci

JTM Vol. XVI No. 3/2009

JTM Vol. XVI No. 3/2009 JTM Vol. XVI No. 3/2009 HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI DALAM DISTRIBUSI KETEBALAN HORIZON LATERIT PADA ENDAPAN NIKEL LATERIT : STUDI KASUS ENDAPAN NIKEL LATERIT DI PULAU GEE DAN PULAU PAKAL,

Lebih terperinci

PEMETAAN POTENSI NIKEL LATERIT BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL STUDI KASUS: KEC. ASERA KAB.KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA

PEMETAAN POTENSI NIKEL LATERIT BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL STUDI KASUS: KEC. ASERA KAB.KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA PEMETAAN POTENSI NIKEL LATERIT BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL STUDI KASUS: KEC. ASERA KAB.KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA Muhammad Apriajum a) Yuyun Sulistiawati Aznah b) Reinaldy Oksa Putra Raivel Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS PELAPUKAN SERPENTIN DAN ENDAPAN NIKEL LATERIT DAERAH PALLANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA

ANALISIS PELAPUKAN SERPENTIN DAN ENDAPAN NIKEL LATERIT DAERAH PALLANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA PROS ID I NG 0 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISIS PELAPUKAN SERPENTIN DAN ENDAPAN NIKEL LATERIT DAERAH PALLANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst merupakan suatu bentang alam yang memiliki bentukan yang sangat unik dan khas. Bentang alam karst suatu daerah dengan daerah yang lainnya

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT

EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan keterjadian dan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan bagian dari lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Oleh: Uyu Saismana 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan Terbukti, Batugamping, Blok Model, Olistolit, Formasi.

Oleh: Uyu Saismana 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan Terbukti, Batugamping, Blok Model, Olistolit, Formasi. PERHITUNGAN CADANGAN TERBUKTI DAN PENJADWALAN PENAMBANGAN BATUGAMPING MENGGUNAKAN METODE BLOK MODEL PADA CV. ANNISA PERMAI KECAMATAN HALONG KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh: Uyu Saismana

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Inventarisasi Potensi Bahan Tambang di Wilayah Kecamatan Dukupuntang dan Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Inventory of Mining Potential

Lebih terperinci

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012 ANALISIS DATA EKSPLORASI BIJIH NIKEL LATERIT UNTUK ESTIMASI CADANGAN DAN PERANCANGAN PIT PADA PT. TIMAH EKSPLOMIN DI DESA BALIARA KECAMATAN KABAENA BARAT KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Woro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu ( S-1) pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, maka setiap mahasiswa

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Heru Sigit Purwanto Program Pascasarjana Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Sulkam berada di kecamatan Kutambaru kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara dengan posisi 419125 me-423125 me dan 366000 mn 368125 mn. Desa Sulkam memiliki

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2 PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN Mardiah 1, Franto 2 Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Bangka Belitung Abstrak Keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gununghalu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang terletak di bagian selatan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur. Bentang alamnya

Lebih terperinci

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984).

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel V.1 Batasan Kadar Zona Endapan Nikel Laterit. % berat Ni % berat Fe % berat Mg. Max Min Max Min Max Min

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel V.1 Batasan Kadar Zona Endapan Nikel Laterit. % berat Ni % berat Fe % berat Mg. Max Min Max Min Max Min BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Zona Endapan Nikel Laterit Penentuan zona endapan nikel laterit dilakukan setelah preparasi data selesai dimana zona dikonstruksi berdasarkan parameter yang

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6606-2001 Standar Nasional Indonesia Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar isi Prakata.. Pendahuluan. 1. Ruang Lingkup 2. Acuan...

Lebih terperinci

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menunjang pembangunan di Indonesia, dibutuhkan sumber energi yang memadai, hal ini harus didukung dengan ketersediaan sumber daya alam yang cukup. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Analysis of Chromite Vein At The Subsurface Using Geoelectrical Method Wenner-Schlumberger Configuration

Analysis of Chromite Vein At The Subsurface Using Geoelectrical Method Wenner-Schlumberger Configuration ANALISIS ALUR VEIN KROMIT DI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER Yudhi Prawira 1 1 Program Studi Geofisika, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan km

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Estimasi Sumber Daya Bijih Besi Eksplorasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencari sumberdaya bahan galian atau endapan mineral berharga dengan meliputi

Lebih terperinci

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata GEOFISIKA EKSPLORASI [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata PENDAHULUAN Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEDALAMAN DAN KANDUNGAN KROMIT DI DESA KIRAM KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR

IDENTIFIKASI KEDALAMAN DAN KANDUNGAN KROMIT DI DESA KIRAM KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR IDENTIFIKASI KEDALAMAN DAN KANDUNGAN KROMIT DI DESA KIRAM KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR M. Rif an Abdi 1, Totok Wianto 1, Sri Cahyo Wahyono 1 ABSTRAK. Kromit merupakan mineral oksida dari besi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah administrasi di Kabupaten Temanggung, Kabupaten dan Kota Magelang. Secara morfologi CAT ini dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG) ISSN: 1412-0917 Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 14 No. 2 Oktober 2009 PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 1

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ring of fire merupakan jalur dari 452 gunungapi aktif dan dorman di dunia yang menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap daerah yang dilewatinya. Dampak positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Nikel Laterit Nikel laterit merupakan salah satu sumber nikel dan feronikel yang penting, dimana endapan ini merupakan hasil dari pelapukan intensif dari batuan ultrabasa pembawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 KAJIAN KUALITAS HIDROLOGI PERTAMBANGAN NIKEL DI KABUPATEN MORAWALI PROPINSI SULAWESI TENGAH Andi Rusdin Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Fosfat merupakan salah satu bahan tambang yang banyak digunakan dalam berbagai jenis industri. Selain umum digunakan sebagai pupuk, fosfat juga banyak digunakan

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Timah merupakan salah satu mineral ekonomis yang sangat penting dan potensial di dunia karena mempunyai manfaat yang sangat melimpah. Timah banyak digunakan di bidang

Lebih terperinci

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHN 7 PSAT SMBER DAYA GEOLOGI SRVEY GEOLISTRIK DI SLAWESI SELATAN Bakrun 1, Sri Widodo 2 Kelompok Kerja Panas Bumi SARI Pengukuran geolistrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral Pengenalan Eksplorasi Geokimia Pendahuluan Awalnya geokimia digunakan dalam program eksplorasi hanya untuk menentukan kadar dari material yang akan ditambang. Pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang. industri. Zirkon merupakan salah satu bahan baku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang. industri. Zirkon merupakan salah satu bahan baku di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya permintaan terhadap barang-barang industri mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang industri. Zirkon merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI

PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1452 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI I. PENDAHULUAN 1. Data dan informasi

Lebih terperinci