BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bell s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun Di Amerika Serikat, insiden Bell s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell s palsy rata-rata kasus per populasi. Sedangkan di Indonesia, insiden Bell s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan. Bell s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya. Paralisis fasial idiopatik atau Bell s palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari Skotlandia. Bell s palsy sering terjadi setelah infeksi virus ( misalnya herpes simplex) atau setelah imunisasi. Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell s palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Salah satu gejala Bell s palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan.gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmos). B. Rumusan Masalah 1. Jelaskan anatomi fisiologi saraf ketujuh? 2. Jelaskan definisi bell s palsy? 3. Jelaskan etiologi dan faktor presdiposisi bell;s palsy? 4. Jelaskan patofisiologi bell s palsy? Askep pada Bell s palsy 1

2 5. Jelaskan manifestasi klinis bell s palsy? 6. Jelaskan WOC bell s palsy? 7. Jelaskan pemeriksaan diagnostic bell s palsy? 8. Jelaskan penatalaksaan keperawatan bell s palsy? 9. Jelaskan komplikasi bell s palsy? 10. Jelaskan istilah istilah sulit! 11. Jelaskan asuhan keperawatan bell s palsy! C. Tujuan 1. Mengetahui anatomi fisiologi saraf ketujuh 2. Mengetahui definisi bell s palsy 3. Mengetahui etiologi dan faktor presdiposisi bell;s palsy 4. Mengetahui patofisiologi bell s palsy 5. Mengetahui manifestasi klinis bell s palsy 6. Mengetahui WOC bell s palsy 7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic bell s palsy 8. Mengetahui penatalaksaan keperawatan bell s palsy 9. Mengetahui komplikasi bell s palsy 10. Mengetahui istilah istilah sulit 11. Mengetahui asuhan keperawatan bells palsy BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Anatomi Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu : 1. Serabut somato motorik Serabut somato motorik yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (nervus III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah). 2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) Serabut visero-motorik yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis. 3. Serabut visero-sensorik Askep pada Bell s palsy 2

3 Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah. 4. Serabut somato-sensorik Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus. Nervus fasialis (Nervus VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya. Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (Nervus V). hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus. Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah. (Muttaqin, Arif Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan). B. Definisi Bell s Palsy Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan nervus fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's pals. Pengamatan klinik, pemeriksaan Askep pada Bell s palsy 3

4 neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. (Muttaqin, Arif Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan). Kelumpuhan nervus vasialis (N.Vll) adalah kelumpuhan otot wajah, sehingga wajah pasien tampak tidak simetris pada waktu berbicara dan berekspresi. Hanya merupakan gejala sehingga harus dicari penyebab dan derajat kelumpuhannya untuk mementukan terapi dan prognosis. (Kapita Selekta Kedokteran Jakarta. Hal 92-93) C. Etiologi dan Faktor Predisposisi Bell s Palsy Penyebab Bell s Palsy belum diketahui,tetapi kemungkinan dapat berupa,penyakit virus (herves simpleks,herpes zoster),penyakit autoimun (infeksi telinga tengah) dan neoplasma /tumor (tumor intra kranial). Sedangkan faktor predisposisinya erat hubungannya dengan cuaca dingin ( Bruner.2013:73) D. Patofisiologi Bell s Palsy Penyakit virus (herves simpleks,herpes zoster) akan menyerang saraf kranialis. Menyebabkan reaktivitas di ganglion gernikulatum ke Nervus Fasialis. Akibat reaktivitas pada ganglion menyebabkan penekanan pada selubung nervus fasialis sehingga terjadi pembengkakakan pada nervus fasialis. Penyebab lain yang mungkin mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah yaitu penyakit autoimun :Infeksi telinga tengah(omk) yang disebabkan oleh streptokukus mukosus. Akibat infeksi ini, maka terjadi imflamasi dan percepatan kerusakan tulangtulang di kavum timpani. Apabila terjadi kerusakan tulang timpani maka sekret tertimbun di kavum timpani sehingga terjadi inflamasi dan penekanan pada dinding kanalis fasialis dan terjadilah pembengkakan nervus vasialis. Neoplasma atau tumor (intra kranial) juga memiliki kemungkinan terjadinya kelumpuhan otot wajah karena tumor intra kranial akan mengalami penekanan pada nervus fasialis. Penekanan yang terlalu meningkat akan menyebabkan pembengkakan pada nervus fasialis. Askep pada Bell s palsy 4

5 Akumulasi cairan (pembengkakan) yang menyebabkan pasokan darah ke nervus vasialis terganggu mengakibatkan terjadi kematian sel pada nervus fasialis. Banyaknya sel yang mati, mengganggu fungsi penghantaran impuls atau rangsangan sehingga perintah otak untuk menggerakkan otot wajah tidak dapat diteruskan dan terjadilah kelumpuhan otot-otot wajah. E. Manisfestasi Klinis Bell s Palsy 1. Gejala Pada Sisi Wajah Ipsilateral a. Kelemahan otot wajah ipsilateral b. Kerutan dahi menghilang ipsilateral c. Tampak seperti orang letih d. Tidak mampu atau sulit mengedipkan mata e. Hidung terasa kaku f. Sulit berbicara g. Sulit makan dan minum h. Sensitif terhadap suara ( hiperakusis ) i. Saliva yang berlebihan atau berkurang j. Pembengkakan wajah k. Berkurang atau hilangny rasa kecap l. Nyeri didalam atau disekitar telinga m. Air liur sering keluar 2. Gejala Pada Mata Ipsilateral a. Sulit atau tidak mampu menutup mata b. Air mata berkurang c. Kelopak mata bawah jatuh d. Sensitif terhadap cahaya e. Residual f. Mata terlihat lebih kecil g. Kedipan mata jarang atau tidak sempurna h. Senyum yang asimetris i. Spasme hemifasial pascaparalitik j. Otot hipertonik k. Sinkenesia l. Berkeringat saat makan atau saat beraktivitas m. Otot menjadi lebih flaksid jika lelah n. Otot menjadi kaku saat letih atau kedinginan Secara klinis, saraf lain kadang-kadang ikut teriritasi, misalnya, rasa nyeri atau baal pada wajah yang bias disebabkan oleh iritasi N. V. (Dewanto, George. 2009) F. Woc Bell s Palsy Terlampir G. Pemeriksaan Diagnostik Bell s Palsy Bell s palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis. 1. Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos Askep pada Bell s palsy 5

6 Dilakukan untuk menyingkirkan fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan sistem saraf pusat (SSP). 2. Pemeriksaan MRI Dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak, glandula parotis, atau untuk mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu, MRI dapat memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras saraf fasialis. 3. Pemeriksaan neurofisiologi Bells palsy sudah dikenal sejak tahun sebagai prediktor kesembuhan, bahkan dahulu sebagai acuan pada penentuan kandidat tindakan dekompresi intrakanikular. 4. Pemeriksaan elektromiografi (EMG) Mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan elektro-neurografi (ENG). Pemeriksaan serial EMG pada penelitian tersebut setelah hari ke-15 mempunyai positive-predictive-value(ppv) 100% dan negative-predictive-value(npv) 96%. Spektrum abnormalitas yang didapatkan berupa penurunan amplitudo Compound Motor Action Potential(CMAP), pemanjangan latensi saraf fasialis. 5. Pemeriksaan blink reflexdidapatkan Pemanjangan gelombang R1 ipsilat-eral. Pemeriksaan blink reflex ini sangat bermanfaat karena 96% kasus didapatkan abnormalitas hingga minggu kelima, meski demikian sensitivitas pemeriksaan ini rendah. Abnor-malitas gelombang R2 hanya ditemukan pada 15,6% kasus. H. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medikamentosa Bell s Palsy 1. Penatalaksanaan Keperawatan a. Mengajarkan cara perawatan mata Karena mata biasanya tidak menutup dengan sempurna, refleks mengedip menghilang, sehingga mata rentan terkena cedera akibat debu dan benda asing. Iritasi kornea dan ulserasi dapat terjadi. Distorsi kelopak mata bawah mengubah drainase air mata. Poin pengajaran penting mencakup: 1) Menutupi mata dengan lapisan pelindung di malam hari. 2) Memberikan salep mata untuk menjaga kelopak mata tetap tertutup selama tidur. 3) Menutup kelopak mata yang mengalami paralisis secara manual sebelum tidur. 4) Memakai kacamata hitam yang yang dililitkan atau google untuk mengurangi evaporasi normal dari mata. b. Mengajarkan cara mempertahankan tonus otot 1) Menunjukkan kepada pasien cara melakukan masase wajah dengan gerakan keatas secara lembut beberapa kali sehari jika pasien dapat menoleransinya. Askep pada Bell s palsy 6

7 2) Peragakan latihan fisik wajah, seperti mengerutkan dahi, menggembungkan pipi, dan bersiul, sebagai upaya untuk mencegah atrofi otot. 3) Ingatkan pasien untuk menjaga agar wajah tidak terpapar udara dingin dan aliran udara. (Brunner,2013:73) 2. Penatalaksanaan Medikamentosa Inflamasi dan edema saraf fasialis merupakan penyebab paling mungkin dalam patogenesis Bell s palsy. a. Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan untuk optimalisasi hasil pengobatan. Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit. Dosis pemberian prednison (maksimal mg/hari) dan prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg/kg/hari peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off. Efek toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan steroid jangka panjang (lebih dari 2 minggu) berupa retensi cairan, hipertensi, diabetes, ulkus peptikum, osteoporosis, supresi kekebalan tubuh (rentan terhadap infeksi), dan Cushing syndrome. b. Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg/kg/hari melalui oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara untuk dewasa diberikan dengan dosis oral mg/hari yang dibagi dalam lima kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian valasiklovir (kadar dalam darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah mg/hari secara oral dibagi 2-3 kali selama lima hari. Efek samping jarang ditemukan pada penggunaan preparat antivirus, namun kadang dapat ditemukan keluhan berupa adalah mual, diare, dan sakit kepala. (Artikel. Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012) I. Komplikasi Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell s palsy mengalami sekuele berat yang tidak dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell s palsy, adalah: 1. Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis. 2. Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal). Askep pada Bell s palsy 7

8 3. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat menye-babkan: a. Sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter, contohnya timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau pengerutan dahi saat memejamkan mata. b. Crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah paresis akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata pasien keluar pada saat mengkonsumsi makanan. Clonic facial spasm (hemifacial spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba (shock like)pada wajah yang dapat terjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium awal, kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak terjadi bersamaan). (Artikel. Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012) J. Istilah Kata Sulit Pada Kasus Bell s Palsy Terlampir BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian keperawatan klien dengan Bell s Palsy meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial. 1. Anamnesis Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi. 2. Riwayat penyakit saat ini Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan utama klien. Disini harus di Tanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau tambah buruk. Pada pengkajian klien Bell s palsy biasanya didapatkan keluhan kelumpuhan otot wajah pada satu sisi. Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah seisi. Bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila klien disuruh Askep pada Bell s palsy 8

9 memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak dapat menutup bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda Bell. 3. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi presdisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis media, tumor intrakranal, trauma kapitis, penyakit virus (herpes simpleks, herves zoster ), penyakit autoimun, atau kombinasi semua factor ini. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering di gunakan klien, pengkajian kemana klien sudah meminta pertolongan dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data besar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. 4. Pengkajian psiko-sosio spiritual Pengkajian spikologis klien Bell s palsy meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan prilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi tehadap kelumpuhan otot wajah seisi dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yang timbul ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan selama ini yang sudah di ketahui dan perubahan perilaku akibat stres. Karena klien harus menjalani perawatan rawat inap maka apakah keadaan ini member dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukann dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak ganguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perseektif keperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defesit neurologi dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan individu. Askep pada Bell s palsy 9

10 5. Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Ball s palsy biasanya di dapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal. a. B1(breathing) Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan klien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu napas, dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Palpasi biasanya traktil premitus seimbang kanan dan kiri. perkusi didapatkan resonan pada seluruh lapangan paru. Askultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan. b. B2(blood) Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan. c. B3(brain) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkaian pada sistem lainnya. 1) Tingkat KesadaranPada Bell s palsy biasanya kesadaran klien compos mentis. Fungsi Serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik yang pada klien Bell s palsy biasanya status mental klien mengenai perubahan. 2) Pemeriksaan saraf cranial a) Saraf I. Biasanya pada klien Bell s palsy tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. b) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. c) Saraf III, IV, dan VI. Penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit (lagoftalmos ). d) Saraf V. Kelumpuhan seluruh otot wajah seisi, lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan mendatar, adanya gerakan sinkinetik. e) Saraf VII. Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali adema nervus fasialis di tingkat faranem stilomastedeus meluas Askep pada Bell s palsy 10

11 sampai bagian nervus fasialis, di mana khorda timpani menggabungkan diri padanya. f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. g) Saraf IX Dan X. Paralisis Otot orofaing, kesukaran berbicara, mengunya, dan menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral. h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan mobilisasi leher baik. i) Saraf XII. Lidah simestris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan mengalami kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam. 3) Sistem Motorik Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal, control keseimbangan dan koordinasi pada Bell s palsy tidak ada kelainan. 4) Pemeriksaan Refleks Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal. 5) Gerakan Involunter Tidak ditemukan adanya tremor, kejang, dan distonia. Pada beberapa keadaan sering di temukan Tic Fasialis. 6) Sistem Sensorik Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu tidak ada kalainan. d. B4 (bladder) Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. e. B5 (bowel) Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien Bell s palsy menurun karena anoreksia dan kelemahan otot otot mengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang. f. B6 (bone ) Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain. Askep pada Bell s palsy 11

12 B. Data Fokus Yang Perlu Dikaji No Data fokus Etiologi Masalah 1. DS : pasien mengatakan perubahan bentuk Gangguan citra tubuh merasa malu karena adanya kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi. DO : Dahi dikerutkan, lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. 2. DS : pasien mengatakan jarang makan dan tidak nafsu makan dan sulit mengunyah DO : konjungtiva agak pucat tubuh terlihat pucat wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah anoreksia dan kelemahan otot mengunyah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. DS : pasien mengatakan takut terhadap penyakit yang di derita DO : pasien terlihat seperti orang kebingungan 4. DS : pasien mengatakan sulit memahami penyakit yang sedang dihadapi DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi yang telah diberikan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan Ansietas Kurangnya pengetahuan kesehatan C. Diagnosa 1. Gangguaan citra tubuh b.d perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah Askep pada Bell s palsy 12

13 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan kelemahan otot mengunyah 3. Ansietas b.d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan 4. Kurangnya pengetahuan kesehatan b.d informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan D. Perencanaan DX 1. Gangguan citra tubuh b.d perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah Diagnosa Keperawatan Gangguaan citra tubuh Tujuan dan Kriteria Hasil NOC: v - Body image v - Self esteem Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama. gangguan body image pasien teratasi dengan kriteria hasil: v - Body image positif v - Mampu mengidentifikasi kekuatan personal v - Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh v - Mempertahankan interaksi sosial Rencana keperawatan NIC : Intervensi Body image enhancement -Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya -Monitor frekuensi mengkritik dirinya -Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit -Dorong klien mengungkapkan perasaannya Rasional -Intervensi awal bisa mencegah disstres psikologi pada klien -Dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan evaluasi tindak lanjut dan terapi yang lebih ketat. -membantu membangun kembali rasa kebanggan diri pada masa rehabilitasi -membantu pasien untuk menyadari perasaaannya yang tidak biasa Askep pada Bell s palsy 13

14 -Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil -membantu dalam menumbuhkan rasa percaya diri pasien DX 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan kelemahan otot mengunyah Diagnosa keperawatan Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan dan Criteria Hasil NOC: - Nutritional status - Nutritional Rencana keperawatan status : food and fluid intake - Nutritional status : nutrien intake - weight control Kriteria hasil: - adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan - mampunmen gidentifikasi kebutuhan NIC: Intervensi Nutrition management- -Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien -Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C -Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) dan memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori -Berikan informasi tentang kubutuhan nutrisi Rasional -untuk menentukan diet yang tepat -Membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dan vitamin pasien -membantu memenuhi asupan kebutuhan nutrisi yang tidak seimbang dan mempercepat poses penyembuhan. -Membantu pasien memahami informasi asupan kebutuhan nutrisi yang Askep pada Bell s palsy 14

15 nutrisi - tidak adanya tanda malnutrisi, menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan - tidak terjadi penurunan BB yang berarti -Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrion Monitoring -Bb pasien dalam batas normal. -Monitor adanya penurunan BB -Monitor tipe dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan -Monitor lingkungan selama makan -Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan -Monitor kalori dan intake nutrisi dibutuhkan. -Mengontrol asupan nutrisi pasien -Mencegah penurunan nafsu makan -membantu pasien dalam menjelaskan aktifitas yang bisa dilakukan. - membantu pasien memahami lingkungan disekitar -Memonitoring pengobatan pasien -Penentuan jumlah kalori dan bahan makanan yang memenuhi stabdar gizi. DX 3. Ansietas b.d prognosis penyakit dan perubahan kesehatan Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional keperwatan Ansietas hasil NOC -Anxiety self-control -Anxiety level NIC -Gunakan pendekatan yang menenangkan. -meningkatkan Askep pada Bell s palsy 15

16 -Coping Kriteria Hasil -Klien mampu mengidentifikasikan dan mengungkapkan gejala cemas. -Mengidentifkasi, mengungkapkan, dan menunjukkan tekhnik untuk untuk mengontrol cemas -Vital sign dalam batas normal -Posur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan. -Jelaskan semua prosedure dan apa yang dirasakan selama prosedure. -Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress. -Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut. -Identifikasi tingkat kecemasan. -Bantu pasien untuk mengenali situasi yang menimbulkan cemas. -Dorong pasien mengungkapkan perasaan ketakutan, persepsi. -Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi. -Berikan obat untuk mengurangi kecemasan. kenyamanan pasien yang bisa meminimalkan kecemasan - meningkatkan sikap kooperatif dan mengurangi kecemasan dengan melibatkan pasien -mengetahui apa yang pasien dengar dan lihat agar terjaga dari situasi stress. -meningkatkan kenyamanan pasien sehingga bisa mnegurangi kecemasan -memantau derajat kecemasan pasien -hindarkan pasien dari situasi yang dapat menimbulkan kecemasan yang berulang -mengetahui apa yang diharapkan pasien dari penyebab kecemasan. -bisa meningkatkan Askep pada Bell s palsy 16

17 kenyamanan dan mengurangi kecemasan -obat membantu agar pasien lebih nyaman dan mengurangi rasa kecemasan yang dirasakan DX 4. Kurangnya pengetahuan kesehatan b.d informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional keperwatan hasil Defisiensi pengetahuan NOC -Knowledge : disease process -Knowledge : health behavio Kriteria Hasil -Pasien dan keluraga menyatakan pemahaman tentang penykit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan. -Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedure yang dijelaskan secara benar. -Pasien dan keluarga mampu menjelaskan NIC Teaching : disease process -Berikan tentang tingkat penilaian tentang tingkat pengetahuan tentang proses penyakit yang spesifik. -Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi denahn cara yang tepat. -Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat. - Dapat membantu meningkatkan pengetahuan pasien tentang masalah penyakit yang dialami nya. - membantu pasien mengenal proses jalannya penyakit. - membantu pasien mengenal tanda dan gejala pada penyakit dan mampu kembali apa yang mengatasi masalah Askep pada Bell s palsy 17

18 dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainnya. -Gmbarkan car proses penyakit dengan cara yang tepat. -Sediakan infomasi kepada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat. -Diskusikan perubahan aya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit. -Instruksikan pasien untuk mengenal tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perwatan kesehatan, dengan cara yang tepat. tersebut. -meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi kecemasan. - supaya pasien tahu tingkat penyakit yang dialami dan cara perawatannya. -membantu pasien mengenal komplikasi penyakit, perbaikan pola hidup dan tahu cara mencegah penyakit. -Membantu pasien tahu tanda dan gejala penyakit dan melaporkan cara perawatan yang baik kepada tenaga kesehatan. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis (VII) tidak diketahui sebabnya. Walupun belum diketahui,tetapi kemungkinan dapat berupa,penyakit virus (herves simpleks,herpes zoster),penyakit autoimun (infeksi telinga tengah) dan Askep pada Bell s palsy 18

19 neoplasma /tumor (tumor intra kranial). Sedangkan faktor predisposisinya erat hubungannya dengan cuaca dingin Kelumpuhan nervus vasialis VII adalah kelumpuhan otot wajah, sehingga wajah pasien tampak tidak simetris pada waktu berbicara dan berekspresi. Hanya merupakan gejala sehingga harus dicari penyebab dan derajat kelumpuhannya untuk mementukan terapi dan prognosis. B. Saran Semoga makalah yang berjudul Askep Pada Bell spalsy ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dikalangan mahasiswa. Dan sebagai perawat hendaklah menerapkan dan mengaplikasikan teori-teori mengenai cara - cara pemberian asuhan keperawatan yang baik dan benar dalam proses keperawatan. DAFTAR PUSTAKA Brunner.2013.Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta: EGC Dewanto, George Praktis diagnosa & tatalaksana penyakit saraf.jakarta:egc Lowis, Handoko & Maula N Gaharu Bell s Palsy, Diagnosis and Management in Primary Care. IDI).Artikel Askep pada Bell s palsy 19

20 Amin Huda Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic noc.mediaaction Muttaqin, Arif Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.Jakarta :Salemba Medika Askep pada Bell s palsy 20

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI (2) Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Bell s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah. diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar

A. Latar Belakang Masalah. diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bell s palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui,tanpa adanya

Lebih terperinci

PARALISIS BELL. Pendahuluan

PARALISIS BELL. Pendahuluan PARALISIS BELL Pendahuluan Paralisis Bell (Bell's palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak menyertai penyakit lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wajah merupakan salah satu anggota tubuh kita yang dapat menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati seseorang dapat dilihat

Lebih terperinci

Bell s palsy. Dr Nurdjaman Nurimaba Sp.S(K) Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD - RSHS

Bell s palsy. Dr Nurdjaman Nurimaba Sp.S(K) Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD - RSHS Bell s palsy Dr Nurdjaman Nurimaba Sp.S(K) Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD - RSHS Definisi Bell s palsy adalah paralisis nervus fasialis unilateral akut yang memiliki nama lain idiopatic fascial paralysis.

Lebih terperinci

BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH

BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien Bell's kelumpuhan otot wajah. 1. Menerangkan mekanisme terjadinya kelumpuhan otot wajah. 2. Membedakan klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai BAB I PENDAHULUAN Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi oleh saraf VII ( N.facialis),

Lebih terperinci

Bell s Palsy dan Manifestasinya pada Saraf Wajah. Viqtor Try Junianto / C2. Universitas Kristen Krida Wacana

Bell s Palsy dan Manifestasinya pada Saraf Wajah. Viqtor Try Junianto / C2. Universitas Kristen Krida Wacana Bell s Palsy dan Manifestasinya pada Saraf Wajah Viqtor Try Junianto 102012414 / C2 Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi : Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat Email : viqtor.junianto@civitas.ukrida.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma sehat yaitu dasar pandang baru dalam pembangunan kesehatan yang merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Usaha tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis VII. Gejala tampak pada wajah, jika berbicara atau berekspresi maka salah satu sudut wajah tidak ada

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY. Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes

LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY. Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked 010.06.0037 Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA DI SMF KULIT DAN KELAMIN RSUD

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi bermotor untuk berpergian jarak jauh, karena kendaraan bermotor dianggap lebih efisien untuk memanfaatkan

Lebih terperinci

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus.

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus. Gangguan pendengaran Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif, tuli sensorineural/saraf/perseptif, atau tuli campur. 1. Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium tanpa adanya kecacatan neurologik dan biasanya dialami oleh anak- anak.

Lebih terperinci

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian Manifestasi Klinis a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena b. Paraplegi c. Tingkat neurologis: - Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis -

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

PERBEDAAN TERAPI MICRO WAVE DIATHERMY

PERBEDAAN TERAPI MICRO WAVE DIATHERMY PERBEDAAN TERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN ARUS FARADIK DENGAN INFRA RED RADIATION DAN ARUS INTERUPTED DIRECT CURRENT PADA PENDERITA BELL S PALSY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL WAJAH DI POLIKLINIK

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang pertama kali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

BELL S PALSY Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuclear, dan infranuklear.

BELL S PALSY Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuclear, dan infranuklear. BELL S PALSY Impuls motoric yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuclear, dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motoric

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

SINDROMA GUILLAINBARRE

SINDROMA GUILLAINBARRE SINDROMA GUILLAINBARRE Dosen pembimbing: dr. Fuad Hanif, Sp. S, M.Kes Vina Nurhasanah 2010730110 Definisi Sindroma Guillian Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat akut yang sering terjadi 1-3 minggu

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA A. Definisi Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,

Lebih terperinci

TUTORIAL KLINIK. : dr. Hj. Tri Wahyuliati, Sp.S, M.Kes Tanggal Periksa : 26 Desember 2015

TUTORIAL KLINIK. : dr. Hj. Tri Wahyuliati, Sp.S, M.Kes Tanggal Periksa : 26 Desember 2015 TUTORIAL KLINIK IDENTITAS PASIEN IDENTITAS MAHASISWA Nama : Ny. S Nama : Asteria Hapsari Jenis Kelamin : Perempuan NIM : 20100310064 Umur : 64 tahun Stase : Saraf Alamat : Sentolo, Kulonprogo Perceptor

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERPITUITARISME

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERPITUITARISME ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERPITUITARISME A. Pengertian Hiperfungsi kelenjar hipofisis atau sering disebut hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo Definisi Vertigo Vertigo adalah perasaan yang abnormal mengenai adanya gerakan penderita terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitar terhadap penderita, dengan gambaran tiba-tiba semua terasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KASUS Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan. kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan. kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan pembangunan kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan Dasar Disusun

Lebih terperinci

Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang

Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang Masalah yang sering muncul pada pasien stroke yaitu menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

NERVUS FASIALIS (N.VII)

NERVUS FASIALIS (N.VII) Referat Kecil NERVUS FASIALIS (N.VII) Disusun oleh: Robbitiya Syaharani 0708151242 Pembimbing: dr. AMSAR AT, SpS KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS) BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

ASKEP MIASTENIA GRAVIS

ASKEP MIASTENIA GRAVIS ASKEP MIASTENIA GRAVIS A. Pengertian Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah gangguang yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya

Lebih terperinci

KESEHATAN MATA DAN TELINGA

KESEHATAN MATA DAN TELINGA KESEHATAN MATA DAN TELINGA Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MATA DAN TELINGA INDERA PENGLIHAT ( MATA ) Mata adalah indera penglihatan,

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Jenis Kelamin : Laki - laki Umur : 50 tahun Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007) BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, baubauan, pengecapan

Lebih terperinci

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN Definisi : penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15) Riwayat : Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan Mekanisme cedera

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN MIRROR EXERCISE DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG NASKAH PUBLIKASI Oleh : NURUL AYU AKBARWATI

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA PENGERTIAN Suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. (Mizieviez). ETIOLOGI 1. Faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU Lampiran FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA Identitas Pasien Nama : Tn.D Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 67 Tahun Status Perkawinan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL A. Pengertian Terapi murottal adalah rekaman suara Al-Qur an yang dilagukan oleh seorang qori (pembaca Al-Qur an), lantunan Al-Qur an secara fisik mengandung

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Malacia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak diketahui. Malacia

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru V E R T I G O Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen stroke initiative (2003),

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG

ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG DEFINISI Kanker lambung merupakan neoplasma maligna yang di temukan di lambung, biasanya adenokarsinoma,atau gangguan sel gaster yang dalam waktu lama terjadi mutasi sel gaster,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A.

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A. Asuhan Keperawatan kasus I. PENGKAJIAN Nama/Inisial : Tn. S Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 28 tahun Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan : - Alamat :Jl. Dusun I

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT VENTRIKEL SEPTAL DEFECT 1. Defenisi Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan 2. Patofisiologi Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. 1. Hipokalsemia HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dl darah. PENYEBAB Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 ) BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN. DENGAN PRE OP APENDIKTOMI PADA Tn. E DI RUANGAN ST. MARIA KAMAR 52-2 RUMAH SAKIT ST.

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN. DENGAN PRE OP APENDIKTOMI PADA Tn. E DI RUANGAN ST. MARIA KAMAR 52-2 RUMAH SAKIT ST. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DENGAN PRE OP APENDIKTOMI PADA Tn. E DI RUANGAN ST. MARIA KAMAR 52-2 RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN Oleh : Eric Crismasson Togatorop 012015008 D III Keperawatan

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

TEORI PENYEBAB PENYAKIT 2. By: Syariffudin

TEORI PENYEBAB PENYAKIT 2. By: Syariffudin TEORI PENYEBAB PENYAKIT 2 By: Syariffudin Definisi Teori Penyebab Penyakit Teori penyebab penyakit memiliki pengertian sebuah teori yang mempelajari gejala-gejala timbulnya penyakit karena adanya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS I. DEFINISI Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose) adalah 60 mg %, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan

Lebih terperinci

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Neuropati otonom Neuropati otonom mempengaruhi saraf otonom, yang mengendalikan kandung kemih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu saat dalam hidup mereka. Kerusakan punggung dan tulang belakang, suatu masalah kesehatan

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan perawatan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan kebutuhan kesehatan masyarakat dan harapan-harapannya. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KASUS

BAB III ANALISA KASUS BAB III ANALISA KASUS 3.1 Pengkajian Umum No. Rekam Medis : 10659991 Ruang/Kamar : Flamboyan 3 Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2011 Diagnosa Medis : Febris Typhoid a. Identitas Pasien Nama : Nn. Sarifah Jenis

Lebih terperinci

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak.

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak. Written by Dr. Aji Hoesodo Stroke adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah di otak. Stroke merupakan suatu kerusakan pada system sentral yang diawali dengan penyakit darah tinggi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Persepsi ialah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan antara suatu hal melalui proses mangamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca indranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hemoragik di Jawa Tengah adalah 0,03%. Sedangkan untuk stroke non

BAB I PENDAHULUAN. hemoragik di Jawa Tengah adalah 0,03%. Sedangkan untuk stroke non BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dekubitus merupakan luka yang timbul karena tekanan terutama pada bagian tulang-tulang yang menonjol akibat tirah baring yang lama di tempat tidur. Kasus dekubitus dapat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Implementasi dan Evaluasi keperawatan Hari/ tanggal 18 Juni 2013

LAMPIRAN. Implementasi dan Evaluasi keperawatan Hari/ tanggal 18 Juni 2013 LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN Tabel 4. Catatan perkembangan asuhan keperawatan pada Tn. O dengan prioritas masalah kebutuhan dasar tidur di RS Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan Implementasi dan Evaluasi

Lebih terperinci