TUGAS AKHIR KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG Oleh : Nama Mahasiswa : Rachmad Wirawan Nim : Mata Kuliah Dosen Pengampu : Praktikum Geologi Dasar : Purwanto, S.Pd, M.Si. UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI GEOGRAFI 2014

2 ACARA VI KONDISI GEOLOGI TULUNGAGUNG I. TUJUAN Mahasiswa mampu mengetahui letak geografis dan astronomis daerah Tulungagung. Dan juga mahasiswa mampu mengenali dan menganalisis berbagai macam karakteristik proses geologi yang berbeda di daerah Tulungagung, serta mampu membuktikan apa saja bentukan-bentukan yang dihasilkan oleh proses geologi melalui pengamatan langsung di lapangan. Dari data yang diperoleh di lapangan mahasiswa mampu mendeskripsikan secara tertulis maupun mempresentasikan pemanfaatan lahan oleh hasil proses geologi. II. DIAGRAM ALIR 2.1. Alat dan Bahan A. Alat Palu Geologi Kamera Alat tulis (Kertas dan bolpoint) Meteran GPS via hanphone B. Bahan kajian Obyek Geologi di Tulungagung 2.2. Langkah Kerja 1) Menentukan obyek penelitian 2) Mempersiapkan alat dan bahan 3) Mencatat titik koordinat lokasi obyek penelitian

3 4) Mengamati dengan cermat kenampakan geologi yang terjadi pada obyek penelitian 5) Menganalisis proses terbentuknya suatu obyek ditinjau dari kondisi geologinya 6) Menyusun laporan pengamatan 2.3.Diagram Kerja Menentukan Obyek Mempersiapkan alat dan bahan Mencatat titik koordinat obyek Mengamati kenampakan geologi Menganalisi proses geologi Menyusun laporan III. HASIL PENGAMATAN Berdasarkan hasil pengamatan di Tulungagung dapat ditemukan berbagai karakteristik dan fenomena geologi yang beragam mulai dari proses fluvial pada tengah sungai brantas proses pengangkatan daerah laut yang mengakibatkan adanya perbukitan karst, proses fluvial pada daerah sungai pegunungan wilis, dan proses marine yang berupa kenampakan pantai molang Metode pengamatan yang dilakukan adalah proses deskripsi dan menganalisis hasil bentukan dari proses geologi dengan menggunakan alat-alat yang sederhana seperti palu, kamera, alat tulis, dan GPS melalui handphone.

4 VI.KAJIAN PUSTAKA Kronologi Lapisan Batuan Selain jenis-jenis batuan stratigrafi atau kronologi lapisan batuan juga sangat penting dalam pengkajian geologi. Berikut adalah prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan kejadian geologi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Superposisi Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat diendapkannya sedimen, lapisan yang paling tua akan diendapkan paling bawah, kecuali pada lapisan-lapisan yang telah mengalami pembalikan. Gambar 2.1 Umur Relatif Batuan Sedimen 2. Hukum Datar Asal (Original Horizontality) Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan ini adalah lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses pengendapan. Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai, batugamping, terumbu, dll) dapat terjadi pengendapan miring yang disebut Kemiringan Asli (Original Dip) dan disebut Clinoform. 3. Azas Pemotongan (Cross Cutting) Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia lebih muda dari batuan yang diterobosnya. 4. Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity) Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai batas cekungan sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan bidang kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam keadaan normal suatu lapisan

5 sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral dengan tiba-tiba, kecuali oleh beberapa sebab yang menyebabkan terhentinya kesinambungan lateral, yaitu : Gambar 2.2 Menghubungkan Batuan yang Sama - Pembajian Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan sedimentasinya. Gambar 2.3 Penipisan Lapisan Sedimen pada Tepian Cekungan - Perubahan Fasies Perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama (menjemari). Gamabr 2.4 Penghilangan Lapisan Secara Lateral - Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan Dijumpai pada jenis ketidakselarasan Angular Unconformity dimana urutan batuan di bawah bidang ketidakselarasan membentuk sudut dengan batuan diatasnya. Pemancungan atau pemotongan terjadi pada lapisan batuan di bawah bidang ketidakselarasan. Gamba gambar 2.5 Pemancungan

6 - Dislokasi karena sesar Pergeseran lapisan batuan karena gaya tektonik yang menyebabkan terjadinya sesar atau patahan. Gambar 2.6 Dislokasi 5. Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions) Penggunaan fosil dalam penentuan umur geologi berdasarkan dua asumsi dalam evolusi organik. Asumsi pertama adalah organisme senantiasa berubah sepanjang waktu dan perubahan yang telah terjadi pada organise tersebut tidak akan terulang lagi. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi adalah jumlah dari seluruh kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi kedua adalah kenampakan-kenampakan anatomis dapat ditelusuri melalui catatan fosil pada lapisan tertua yang mewakili kondisi primitif organisme tersebut. 7. Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism) Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi The Present is The Key to The Past, yang berarti kejadian yang berlangsung sekarang adalah cerminan atau hasil dari kejadian pada zaman dahulu, sehingga segala kejadian alam yang ada sekarang ini, terjadi dengan jalan yang lambat dan proses yang berkesinambungan seragam dengan proses-proses yang kini sedang berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa rangkaian pegunungan-pegunungan besar, lembah serta tebing curam tidak terjadi oleh suatu malapetaka yang tiba-tiba, akan tetapi melalui proses alam yang berjalan dengan sangat lambat. A. DASAR TEORI BENTUK LAHAN ASAL FLUVIAL Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang terjadi akibat adanya proses aliran baik yang berupa aliran sungai maupun yang tidak terkonsetrasi yang berupa limpasan permukaan. Akibat adanya aliran air tersebut maka akan terjadi mekanisme proses erosi, transportasi, dan sedimentasi. Proses erosi yang disebabkan oleh aliran air diawali dengan adanya proses pelapukan, baik pelapukan fisis, khemis maupun organis akan

7 terpencarkan oleh tetesan air hujan, selanjutnya akan terangkut oleh aliran permukaan dan aliran sungai. Pengangkutan sedimen dalam bentuk : muatan dasar, muatan suspensi, muatan terlarut, dan muatan yang mengapung. Pada muatan dasar sedimen berpindah secara bergulling (rolling), bergeser (shifting), dan melompat (saltation), sedangkan pada muatan suspensi sedimen bergerak secara melayang-layang pada aliran sungai. Pada aliran yang relatif cepat, sebagian muatan dasar dapat menjadi muatan suspensi., sedangkan aliran lambat sebagian muatan suspensi menjadi muatan dasar. Muatan dasar akan mengalami sedimentasi, jika aliran air sudah tidak mampu mengangkutnya lagi. Demikian juga muatan suspensi, akan menjadi muatan dasar jika kecepatan aliran, dan selanjutnya akan mengalami sedimentasi. Muatan yang mengapung akan terangkut terus hingga tenaga aliran sudah tidak mampu untuk mengangkutnya lagi. Mekanisme pengangkutan muatan sedimen (muatan dasar, muatan sedimentasi, dan muatan terlarut). Aliran sungai akan mengangkut material dari bagian hulu menuju bagian hilir. Dalam proses pengangkutan sedimen, kemampuan aliran air dalam mengangkut sedimen (stream competention) akan berkurang, hal tersebut ditentukan oleh: berkurangnya debit aliran, kemiringan dasar sungai semakin kecil, terjadi penambahan sedimen yang terangkut, dan aliran air sungai semakin melebar. Struktur sedimen dapat dipengaruhi oleh aliran air, kecepatan aliran, banyaknya material sedimen yang terangkut. Struktur sedimen yang dihasilkan dapat berupa struktur horizontal, silangsiur, struktur delta. Permukaan sedimen dapat berombak, dengan berbagai macam bentuk. Secara vertikal sedimen dapat memiliki sebaran butir, gradasi sangat baik, gradasi baik, gradasi sedang, gradasi buruk, dan tidak bergradasi. Secara memanjang sungai sebaran sedimen dapat terjadi sortasi, dengan kriteria sortasi sangat baik, baik, sedang, buruk, dan tidak ada sortasi. Akibat tenaga pengangkut berkurang, maka akan terjadi proses sedimentasi. Sedimentasi ini akan menghasilkan berbagai macam bentuk yang mempunyai kesamaan relief, batuan atau struktur, dan proses terbentuknya, dan dinamakan bentukan asal proses fluvial. Berdasarkan kondisi relief dan topografinya maka sungai dapat dibagi menjadi tiga penggal yaitu sungai bagian hulu, sungai bagian tengah, dan sungai bagian hilir. Sungai bagian hulu merupakan sungai yang menempati daerah pegunungan atau perbukitan dan memiliki orde sungai rendah. Karena menempati daerah perbukitan, maka gradient sungai

8 sangat tinggi sehingga kecepatan aliran sangat besar. Hal ini mengakibatan daerah tersebut didominasi oleh erosi vertikalyang menyebabkan pendalaman alur sungai disbanding dengan erosi lateral yang mengakibatkan pelebaran alur sungai. Karena memiliki orde rendah, maka debit aliran pada umumnya relatif kecil. Sungai bagian tengah merupakan peralihan antara sungai bagian hulu dan sungai bagian hilir. Daerah tersebut memiliki topografi landai sampai bergelombang. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran sungai sehingga proses erosi vertical dan erosi lateral terjadi secara seimbang. Sungai bagian hilir merupakan sungai yang menempati daerah dataran yang pada umumnya erosi lateral sangat intensif sehingga terjadi pelebaran lembah sungai. Pembentukan meander sering terjadi pada daerah tersebut dan pada daerah sungai pada kondisi tertentu akan terbentuk delta. Pembentukkan pola sungai dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti litologi batuan, kemiringan lereng, tenaga tektonik dan lainnya. Sungai yang ada saat ini merupakan proses yang terus menerus berlangsung dan akan terus berkembang. Tahap perkembangan sungai terbagi menjadi 5 stadia yaitu stadia awal, stadia muda, stadia dewasa, stadia tua dan stadia peremajaan (rejuvenation) Stadia awal dicirkan dari bentuk sungai yang belum memiliki pola aliran yang teratur seperti lazimnya suatu sungai. Sungai pada tahapan awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai yang mengalami pengangkatan atau di atas permukaan lava yang masih baru. Stadia muda dicirikan dengan sungai aktivitas alirannya mengerosi ke arah vertikal. Erosi tersebut menghasilkan lembah menyerupai huruf "V". Air terjun dan aliran yang deras mendominasi tahapan ini. Stadia dewasa dicirikan dengan mulai adanya dataran banjir (flood plain) kemudian membentuk meander. Pada tahapan ini aliran sungai sudah memperlihatkan keseimbangan laju erosi vertikal dengan laju erosi lateral. Stadia tua dicirikan dengan sungai yang sudah didominasi oleh meander dan dataran banjir yang semakin melebar. Oxbow lake dan rawa mulai terbentuk disisi sungai dan erosi lateral lebih dominan dibanding erosi vertikal. Stadia peremajaan adalah perkembangan sungai yang kembali didominasi oleh erosi vertikal dibanding erosi lateral. Proses ini terjadi akibat terjadinya pengangkatan di daerah sungai tua sehingga sungai kembali menjadi stadia muda/awal (rejuvenation). Peremajaan sungai terjadi ketika tingkat dasar sungai turun bisa disebabkan oleh penurunan muka air laut dan pengangkatan daratan. Keduanya merupakan dampak dari terjadinya zaman es dan antar es.

9 Pola Aliran Sungai (Valley Pattern/Drainage Pattern) T ergantung pada: a. Letak/kedudukan batuan dasar (bed rock) terhadap sungai. b. Bentuk lapisan batuan. c. Kekerasan permukaan tanah. d. Keberadaan retakan/kekar/patahan. e. Struktur geologi suatu daerah Klasifikasi Pola Aliran Sungai Menurut Lobeck (1939) dibedakan: a. Pola Dendritis, menyerupai bentuk pohon dengan cabang dan homogen, misal daerah aluvial. b. Pola Rectanguler, anak-anak sungai membentuk sudut 90 terhadap induk sungai: pada umunya terdapat di daerah patahan/retakan yang berbatuan kristalin c. Pola Annular, anak-anak sungai membentuk sudut diagonal terhadap induk sungai; terdapat di daerah pegunungan kubah (dome) stadia dewasa. d. Pola Radial bentuknya menjari. Dibedakan menjadi: 1). Sentrifugal, menjari menjauhi pusat, terdapat di daerah volkan muda dan kubah muda. 2). Sentripetal, menjari menuju pusat, terdapat di suatu basin, cekungan atau depressi bagian terendah). e. Pola Trellis, menyerupai batang pohon anggur dengan cabang-cabangnya, terdapat pada pegunungan lipatan stadia dewasa.. Topografi sebagai hasil Deposisi aliran/penimbunan Proses yang dominan adalah agradasi. a. Kipas alluvial (alluvial fan), merupakan endapan berbentuk kipas/kerucut rendah dari akumulasi kerikil dan pasir, berada pada mulut jeram/lembah pegunungan yang berbatasan dengan dataran.

10 Karakteristiknya: 1). Sistem distribusi alur radial; 2). Saluran silang siur (braided) dari apex berupa lembah sempit dan dalam, sampai di bawah kipas meluas dan dangkal. b. Crevasse-Splays, adalah celah yang terisi endapan pada lengkung luar alur sungat. c. Tanggul alam (natural Levee), akumulasi sedimen berupa igir/tanggal memanjang danmembatasi alur sungai. Struktur tanggal alam berlapis, terbentuk oleh seseri endapan pada saat banjir. Materi kasar diendapkan dekat aliran sungai, yang halus terangkat jauh ke arah dataran banjir. d. Point bar, endapan pada lengkung dalam sungai yang mengalami proses meandering: di dalam point bar terdapat igir-igir (scroll) yang diselingi oleh alur (swales) dengan kedudukan hampir sejajar satu sama lain; pada swales seeing terisi materi halus; kelerengan miring ke arah lengkung luar. e. Dataran banjir (Fload plain), endapan di kanan-kiri sungai yang secara periodik digenangi oleh banjir karena luapan sungai di dekatnya atau dari akumulasi aliran permukaan bebas/hujan lokal. Karakteristik dataran banjir. 1). Tersusun dari timbunan material lepas yang diangkut dari sungai di dekatnya, yang kasar di dekat aliran sungai; 2). Topografi datar dengan elevasi rendah; 3). Terletak di kanan-kiri sungai atau dekat pantai; 4). Belum terjadi perkembangan tanah karena sering secara mendadak mendapat tambahan material baru. f. Cekungan fluvial (Fluvial Flood Basin), yaitu cekungan di belakang tanggal sungai dengan elevasi sangat rendah. Karakteristiknya: 1). Ukuran dan bentuknya memanjang sungai; 2). Di daerah tropis selalu tergenang air (permanentlv inundated);

11 3). Dicirikan oleh tumbuhan air, seperti welingi, enceng gondok, kangkungan, terate; 4). Merupakan bagian terendah dari dataran banjir. g. Teras Aluviall (alluvial terraces), adalah teras di tepi sungai yang dibatasi oleh dinding berlereng curam disatu sisi dan lereng landai di sisi lain. Karakteristik teras aluvial: 1). Terjadi pada endapan aluvium yang mengisi dasar lembah; 2). Pada dasar lembah yang lebar terjadi pemotongan ke bawah (down cutting) oleh sungai (degradasi) 3). Pada saat yang sama terjadi pemotongan ke samping sehingga terjadi pemindahan (shifted) alur sungai ke arah lateral pada dataran banjir, akibatnya terjadi satu pasang teras; 4). Pendalaman lembah dan perpindahan ke samping berulang-ulang, terbentuk beberapa pasang teras sungai; 5). Kadang-kadang bentuk teras sungai disebabkan karena komposisi batuan (struktur batuan), disebut scabland dan scab rock. h. Delta, adalah endapan di muara sungai, terjadi apabila material yang dihanyutkan sungai tidak terganggu oleh pengaruh gelombang atau arus sehingga dapat mengendap di laut/danau. * Syarat-syarat untuk perkembangan delta: 1). Daerah aliran sungai luas; 2). Debit sungai tinggi; 3). Sedimen yang terangkat banyak; 4). Daerah tropik basah; 5). Dasar laut dangkal; 6). Arus dan gelombang lemah; 7). Topografi pantai landai. *. Bentuk-bentuk delta:

12 1). Delta berbentuk kipas (Arcuate delta), terjadi dari endapan sungai yang membawa berbagai jenis dan kualitas material (kasar, halus, koloid dan larutan). Delta bersifat porous, sehingga ciri khasnya adalah braided. 2). Delta Estuari (Estuarine Filling Delta), terdapat di muara-muara sungai berbentuk corong (estuarium), terjadi sebagai akibat perbedaan pasang-surut yang besar. Pada saat pasang materi kasar-halus seluruhnya terangkut arus laut dan arus sungai, saat surut materi kasar diendapkan, materi halus dihanyutkan ke arah laut. Pada saat pasang berikutnya material yang sudah mengendap diikat oleh materi halus. Dengan demikian kanal yang terbentuk menjadi dalam dan tegas. 3). Delta berbentuk kaki burung (Bird's foot Delta), terjadi dari endapan material homogen halus ditambahi dengan lautan kapur. Kanal yang berbentuk tunggal dan dalam bercabang apabila suatu titik tertentu aliran air dapat meluap, cabang tersebut membentuk kanal-kanal sekunder atau tersier. i. Sungai Mati dan danau tapal kuda (Oxbow Lake) 1). Sungai mati adalah dasar sungai yang sudah tidak aktif lagi karena ditinggalkan alur sungai oleh aliran sungai dan pindah ke tempat lain (proses meandering). 2). Danau berebentuk tapal kuda (oxbow lake), terjadi karena ada pemotongan aliran sehingga yang tertinggal berupa genangan yang bentuknya melengkung seperti tapal kuda. Ada tiga cara pemotongan sungai: a). Chut cut off, sungai memotong sisi terluar meander karena adanya fluktuasi arus yang sangat kuat. b). Neck cut off, sungai memotong meander stadia tua pada bagian leher karena arus terhalang oleh endapan pada meander tersebut, sehingga arus sungai cenderung mencari jalan pintas. c). Avulsi, cabang sungai braided tidak memperoleh aliran karena terhalang endapan pada pertemuan antara cabang dengan sungai aktif

13 B. DASAR TEORI BENTUK LAHAN ASAL MARIN Bentuklahan asal proses marin adalah semua bentuklahan yang dihasilkan oleh aktivitas laut yaitu oleh adanya gelombang dan arus laut. Akibat keberadaan gelombang (wave) dan arus (current) akan menghasilkan bentuklahan asal marin baik bentukan erosional maupun bentukan deposisional. Bentukan erosional dapat berupa dinding terjal (cliff) sedangkan bentukan deposisional dapat berupa delta, betinggisik, sedimen marin, tombolo, dan spit. Proses marin sering dipengaruhi juga oleh aktivitas daratan yaitu aktivitas fluvial sehingga sering disebut sebagai proses fluvio-marin. Contoh bentuklahan yang merupakan hasil proses fluvio-marin adalah delta. Daerah pesisir (coastal area) merupakan daerah yang masih terpengaruh oleh aktivitas marin, berdasarkan morfologinya daerah pesisir dibedakan menjadi: a. Pesisir bertebing terjal (cliff) Pesisir bertebing terjal merupakan bentukan erosional yang terbentuk akibat oleh proses abrasi pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus laut. Akibat adanya proses abrasi yang intensif daerah tersebut sering terjadi proses gerak masa batuan yang mengakibatkan mundurnya garis pantai. Materi penyusun daerah tersebut adalah material yang kompak dicirikan oleh kemiringan lereng curam sampai terjal. b. Pesisir bergisik ( sand beach ) Pesisir bergisik merupakan daerah yang datar sampai landai yang tersusun atas material lepas-lepas (pasir) yang merupakan hasil deposisional akibat aktivitas gelombang atau arus laut. Keberadaan material pada daerah tersebut dipengaruhi keberadaan material dari daratan yang terangkut oleh aliran sungai. Karena sangat dipengaruhi oleh aktivitas daratan maka pesisir bergisik sering dijumpai pada daerah sekitar muara sungai. c. Pesisir berawa payau (swampy beach) Pesisir berawa payau berasosiasi dengan daerah deposisional, sehingga daerah tersebut merupakan daerah pesisir yang tumbuh (acretion). Pesisir berawa payau tersusun atas material yang berbutir halus sehingga memiliki permeabilitas rendah. Pesisir berawa payau berkembang pada daerah relief datar-landai terhalang sehingga aktivitas gelombang kecil. Daerah tersebut berkembang tumbuhan mangrove yang merupakan tumbuhan daerah pesisir. d. Terumbu karang

14 Terumbu karang terbentuk karena aktivitas organisme yang terjadi pada daerah pesisir sehingga juga diklasifiksikan ke dalam bentuklahan asal proses organism Perkembangan Garis Pantai 1. Perkembangan pantai tenggelam a. stadia awal (Early Youth), ditandai oleh garis pantai yang tidak teratur, banyak teluk yang dipisahkan oleh daratan yang menjorok ke laut (head land). b. stadia Muda (Youth), tanda-tandanya: 1). Ujung head land mulai terkikis membentuk cliff rendah (nip), dibawah hill mulai terbentuk gua; 2).erosi meningkat, menyebabkan gua runtuh membentuk stack dan arc, dasar laut dangkal terkikis membentuk wave cut plat forms, hasil erosi diendapkan membentuk beach; 3). arus sepanjang pantai (longshore current) mengendapkan materi yang tererosi membentuk spit dan hook; 4). terbentuk offshore bar; 5). terbentuk laguna. 2. Perkembangan pantai timbul a. Stadia awal, ditandai oleh garis-garis pantai tidak teratur, landai dengan laut dangkal, cliff rendah (nip). b. Stadia muda, tanda-tandanya: 1). gelombang mengeruk dasar laut dangkal dan mengangkatnya ke zone surf membangun off shore bar; 2) off shore bar muncul membentuk laguna; 3). Pengendapan di laguna membentuk lagunal plain, off shore bar mulai dirusak gelombang. c. Stadia dewasa, mulai terbentuk cliff rendah, gelombang langsung ke darat karena off shore dirusak dan laguna terendapi. d. Stadia tua, erosi lanjut sehingga head land terpotong, hasil kikisan gelombang diendapkan di teluk-teluk kecil menyebabkan garis pantai lurus.

15 C. DASAR TEORI BENTUK LAHAN ASAL SOLUSIONAL Bentuklahan asal proses solusional terbentuk akibat proses pelarutan batuan yang terjadi pada daerah berbatuan karbonat tertentu. Tidak semua batuan karbonat terbentuk topografi karst, walaupun faktor selain batuan sama. Faktor lain tersebut adalah terletak pada derah tropis basah, dengan topografi tinggi dan vegetasi penutup cukup rapat. Batuan karbonat yang memiliki banyak diaklas akan memudahkan air untuk melarutkan CaCO 3. Oleh karena itu batuan karbonat yang sedikit diaklas atau tidak mempunyai diaklas walaupun terletak pada wilayah dengan curah hujan tinggi, tidak terbentuk topografi karst. Vegetasi rapat akan menghasilkan humus, yang menyebabkan air di daerah itu mempunyai ph rendah atau air menjadi asam. Pada kondisi asam, air akan mudah melarutkan karbonat (CaCO 3 ). Perpaduan antara batuan karbonat dengan banyak diaklas, curah hujan dan suhu tinggi, serta vegetasi yang lebat, akan mendorong terjadinya topografi karst. Bentukan hasil proses solusional ini pada dasarnya ada 3 (tiga), yaitu bentuk solusional, bentuk sisa (residual), dan bentukan deposisional. Berdasarkan hasil proses pembentukannya maka bentuklahan solusional dibedakan menjadi 3 antara lain : a. Bentukan sisa (residual form) 1) Kubah Karst Kubah karst merupakan bentukan menyerupai kubah (dome) yang terbentuk akibat adanya sisa proses pelarutan batuan karbonat yang ada disekilingnya. Di antara kubah karst dipisahkan oleh cockpit yang satu sama lain saling berhubungan. Selain dipisahkan oleh cockpit kubah karst juga dapat dipisahkan oleh dataran aluvial karst. Ciri-cirinya antara lain bentukan positif, membulat, dengan ketinggian seragram. 2) Menara Karst Menara karst merupakan bentukan positif yang merupakan sisa dari proses solusional. Menara karst memiliki lereng curam sampai tegak atau vertikal yang terpisah satu sama lain dan sebarannya lebih jarang. b. Bentukan solusional (solusional form) 1) Dolin

16 Dolin merupakan bentukan depresi/cekungaan yang terbentuk akibat proses pelarutan dengan ukuran beberapa meter sampai 1km dengan kedalaman beberapa meter hingga ratusan meter. Karena bentuknya cekung maka dolin sering terisi oleh air hujan sehingga menjadi suatu genangan yang disebut sebagai danau dolin. 2) Uvala Uvala merupakan cekungan yang cukup luas yang terbentuk oleh gabungan beberapa danau doline. 3) Polje Polje adalah ledokan tertutup yang luas dan memanjang yang terbentuk akibat runtuhnya dari beberapa gua, dan biasanya dasarnya tertutup oleh aluvium. c. Bentukan deposisional (depositional form) 1) Stalaktit Stalaktit merupkan bentukan runcing yang menghadap ke bawah dan menempel pada langitlangit gua yang terbentukan akibat akumulasi batuan karbonat yang larut akibat adanya air. 2) Stalakmit Stalakmit hampir sama dengan stalaktit akan tetapi posisinya berada di lantai gua menghadap ke atas. 3) Dataran aluvial karst Dataran aluvial karst adalah bentukan deposisional dengan relief datar landai yang terdiri atar material aluvium. Menurut tempat terjadinya bentukan solusional dapat dibedakan menjadi bentukan endokarst dan eksokarst. Eksokarst terletak di permukaan, kontak langsung dengan udara luar, sedangkan endokarst terdapat di dalam gua atau terowongan karst. Bentuk- bentuk tersebut adalah sebagai berikut ini: a. Bentukan Eksokarst: Dolin, danau dolin, uvala, polje, kubah karst, menara karst, dataran aluvial karst. b. Bentukan Endokarst:

17 Gua, stalaktit, stalakmit, kolom, korden. Stadia karst: a. Stadia muda, berupa cekungan/torehan seperti bekas roda pedati, kedalamannya:± 10 cm dengan arah tidak teratur. b. Stadia dewasa, cekungan semakin melebar dan dangkal. c. Stadia tua, cekungan tidak jelas bentuknya digantikan oleh igir-igir rendah yang sempit di antara dataran luas V. PEMBAHASAN 1. SUNGAI BRANTAS ( TAMBANGAN PUCUNG) Sungai brantas merupakan sungai yang bermata air di desa sumber brantas kota Batu yang berasal dari simpanan air gununung Arjuno lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto, dan bermuara di Kali porong (Sidoarjo) dan Kali Mas(surabaya). Sedangkan Sungai brantas yang diteliti di daerah Tulungagung di kecamatan kedungwaru tepatnya pada lokasi penambangan Pucung. Sungai brantas yang diteliti merupakan sungai bagian tengah. Terletak pada titik koordinat 8 o 31,638 S dan 111 o 57,657 E. Daerah ini dinamakan oleh penduduk sekitar sebagai daerah Tambangan Pucung. Aliran air cukup deras. Proses yang dominan terjadi pada sungai ini adalah proses transportasi material hasil erosi. Air yang mengalir pada sungai brantas membawa banyak sekali material seperti batu dan pasir hasil erosi pada daerah hulu sungai. Di kanan kiri sungai membentuk dataran banjir yang terbentuk dari material hasil

18 pengendapan banjir aliran sungai. susunan material dari lahan sekitar sungainya pun berbeda dari dataran banjir bagian bawah dekat dengan aliran sungai materialnya halus lebih dominan berpasir sedangkan dataran banjir yang berada di atas materialnya tergolong kasar karna materi pasir sudah bercampur dengan batuan yang terlarut dan pecah dan akhirnya bercampur dengan materi pasir dari dasar sungai brantas sendiri. Vegetasi pada daerah sekitar sungai semak belukar yang luas.pemanfaatan wilayah digunakan untuk tambang pasir dan jasa transportasi penyeberangan. Sungai Brantas di daerah ini termasuk sungai stadia dewasa karena sudah membentuk adanya dataran banjir (flood plain) serta meandernya sudah banyak terlihat pada aliran sesudah dan sebelumnya. Litologi batuannya di daerah sekitar sungai ini hasil endapan Gunung kelud berupa kerakal, kerikil pasir. GAMBAR OBYEK DI SUNGAI BRANTAS

19 2. SUNGAI PEGUNUNGAN WILIS Sungai yang diteliti ini adalah sungai dari Pegunungan wilis. Terletak pada koordinat 7 o 58 15,18 S & 111 o 51 13,02 E. Airnya berasal dari mata air Lawean di daerah hulu. Sungai ini termasuk sungai yang berstadia muda karena aliran sungainya lurus. Proses yang terjadi di sungai ini di dominasi oleh proses transportasi. Material batuan yang dominan berupa batu andesit. Dan ditemukan juga endapan lumpur bercampur dengan pasir besi. Erosi yang terjadi pada sungai ini adalah erosi horizontal yang mengakibatkan sungai menjadi lebar.sungai ini bermuara ke Sungai Brantas. Vegetasi di daerah sekitar adalah didominasi pepohonan dan semak belukar.pemanfaatan wilayah untuk irigasi sawah di sekitar dan batu nya dimanfaatkan warga untuk membangun pondasi rumah.

20 GAMBAR OBYEK SUNGAI PEGUNUNGAN WILIS

21 3. SUNGAI WONOREJO Sungai Wonorejo terletak pada titik koordinat 8 o 0 2,88 S & 111 o 48 48,12 E. Sungai ini berasal dari Pegunungan Wilis sama seperti sungai di pegunungungan wilis pada umumnya. Hanya saja material batuannya didominasi oleh batuan beku yaitu batu basalt dan batuan sedimen berupa batuan konglomerat. Erosi yang terjadi pada sungai ini adalah erosi vertikal yang mengakibatkan sungai menjadi curam. Sungai ini termasuk sungai yang berstadia muda karena sistem aliran sedikit dan dinding lembah terjal. Pelapukan yang terjadi pada batuan didominasi pada proses oksidasi dimana batuan tersebut mengandung unsur Fe sehingga bila bereaksi dengan oksigen akan teroksidasi dan kemudian membuat warna batuan bewarna coklat seperti besi yang berkarat. Vegetasi di daerah sekitar berupa pepohonan dan rumput liar. Pada daerah sekitar sungai ini oleh pemerintahan daerah digunakan sebagai hutan lindung. sedangkan untuk pemanfaatan sungai ini airnya untuk mensuplai air pada bendungan wonorejo. Sedangkan waduk wonorejo sendiri digunakan untuk mengairi sawah sawah yang berada di bawah bendungan.

22 OBYEK GAMBAR SUNGAI WONOREJO

23 4. PANTAI MOLANG Pantai molang terletak pada koordinat 8 18'45,39"S & '45,49"E. Di pantai molang pasirnya berjenis kwarsa dan koral. Kwarsa dan koral merupakan mineral yang berasal dari batuan yang terkena abrasi air laut, sedang koral merupakan mineral berasal dari endapan dari air laut yang terbawa oleh gelombang ke arah pantai sehingga pasir yang berada pada pantai tersebut bewarna putih cerah dan agak cokelat. Disamping itu pengaruh pecahan rumah siput atau kerang memberikan variasi warna seolah-olah seperti Kristal. Pantai molang ini merupakan pantai yang landai dan berpasir. Pantai ini merupakan sebuah teluk. Teluk pada pantai molang ini terbentuk akibat adanya batuan yang resisiten dan tidak resisten terhadap hantaman gelombang air laut atau ombak yang sangat kuat di pantai selatan pulau jawa. Batuan yang resisten terdapat pada sisi kanan dan sisi kiri sedangkan batuan yang tidak resisten berada di tengah. Batuan yang tidak resisten terhadap hantaman ombak lamakelamaan akan hancur dan kemudian lama-kelamaan bagian tengah akan terbentuk cekungan dan akhirnya menjadi sebuah teluk. Vegetasi pada daerah sekitar berupa pohon jati dan semak belukar. Sedangkan pemanfaatannya digunakan sebagai tambak udang oleh perusahaan. Dan Pasir pantainya ditambang dan dijual oleh masyarakat sekitar.

24 GAMBAR OBYEK PANTAI MOLANG

25 5. BUKIT KAPUR Bukit Kapur berada pada koordinat 8 o S & E berada diperbatasan antara Tulungagung-Blitar merupakan bentuk lahan Solusional. Dilihat dari peta geologi daerah tersebut mempunyai tatanan stratigrafi yaitu Satuan Batu gamping Terumbu / Formasi Wonosari (Tmwl). Litologi tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping berlapis, batugamping berkepingan, batugamping pasiran kasar, batugamping tufan dan napal, satuan ini berumur miosen tengah-miosen akhir. Di daerah sekitaran bukit ini kelihatan kekeringan hal itu dikarenakan Tingginya permeabilitas batuan karst mengakibatkan air dipermukaan sangat jarang. Erosi yang Dominan yang terjadi di daerah ini yaitu erosi percik karena tidak ada vegetasi yang menutupi sehingga air hujan langsung jatuh ke tanah. Vegetasi yang dominan disana adalah pohon untuk tanaman jati karena memang pohon jati tahan jika tidak ada air yang banyak pada wilayah itu. dan pemanfaatan lahan adalah sebagai tambang batu kapur yang dikelola oleh masyarakat sekitar.

26 GAMBAR OBYEK BUKIT KAPUR DI DAERAH PERBATASAN TULUNGAGUNG- BLITAR

27 VI. KESIMPULAN Dari beberapa penelitian di beberapa titik di daerah kabupaten Tulungagung dapat dikatakan bahwa kondisi geologi di kabupaten Tulungagung sangat beragam di bagian utara terdapat pegunungan wilis. Di wilayah tengah didominasi oleh proses fluvial dan endapan. Sedangkan di wilayah selatan dan tenggara dominan bentuk lahan karst. serta dari setiap wilayah tersebut dapat diketahui pemanfaatan lahanya sesuai dengan keadaan morfologis di tempat tersebut. VII. DAFTAR PUSTAKA 1. Herlambang, Sudarno Dasar-Dasar Geomorfologi. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. 2. Buranda, JP Geologi Dasar. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang Peta Geologi Lembar Tulungagung. 5. Google Earth.

28 (a) Internal/Eksternal (b) Pola (c) Kepadatan (d) Penampang aliran (e) Ketahanan (f) Perlapisan (g) Ketinggian/Kemiringan (h) Ekspresi Batuan (i) Pembatas Tepi (j) Material Permukaan (k) Vegetasi (l) Penggunaan Lahan (m) Persentase Penggunaan Lahan (n) Budaya/Pemukiman (o) Potensi Litologi dan Struktur (p) Observasi Lapangan TABEL PENGAMATAN LAPANGAN No Lokasi Titik Koordinat Kondisi Morfologi Penutup Conclusion Saluran Air Struktur Batuan 1 Sungai Brantas (tambangan Pucung) 8 o 31 38,28 S & 111 O 57 39,42 E 2 Sungai Peg. Wilis 7 o 58 15,18 S & 111 o 51 13,02 E 3 Sungai Wonorejo 8 o 0 2,88 S & 111 o 48 48,12 E 4 Pantai Molang 8 18'45,39"S & '45,49"E. 5 Bukit kapur 8 o S & E Ek Ek Ek Ek In

29 Keterangan Pengisian : Eksternal/Internal : Pola : 1. Eksternal (Ek) 2. Internal (In) 1. Mengelompok 2. Menyebar 3. Acak 4. Lain-lain Kepadatan : 1. Tidak Ada 2. Kepadatan Rendah 3. Kepadatan Sedang 4. Kepadatan Tinggi Penampang Aliran : 1. Dangkal 2. Dalam 3. Berbentuk-U 4. Berbentuk-V 5. Berbentuk-V Tajam Ketahanan : 1. Sangat Rendah 2. Rendah 3. Sedang 4. Tinggi 5. Sangat Tinggi Perlapisan : 1. Tidak Ada 2. Sangat Keras 3. Menyatu Ketinggian/Kemiringan : 1. Datar 2. Rendah : Sedang : Curam : Vertikal Ekspresi Batuan : 1. Tidak Ada 2. Satu Arah 3. Tetap 4. Tidak Tetap 5. Kepadatan Rendah 6. Kepadatan Sedang 7. Kepadatan Tinggi Pembatas Tepi : 1. Curam 2. Tidak Jelas 3. Tetap 4. Tidak Tetap Material Permukaan : 1. Tidak Ada 2. Sangat Tipis 3. Tipis 4. Sedang 5. Tebal Vegetasi : 1. Tidak Ada 2. Jarang/Lenggang 3. Sedang 4. Padat 5. Sangat Padat Penggunaan Lahan : 1. Kebun (buah-buahan) 2. Tertutupi Terus Menerus 3. Penggunaan Lahan Musiman 4. Padang Rumput 5. Lahan Ditinggalkan 6. Kebun (Anggur) 7. Lain-lain Persentase Penggunaan Lahan : 1. Tidakada 2. Jarang 3. Sedang 4. Padat 5. Sangatpadat Budaya/Pemukiman : 1. Tidak Ada 2. Jarang/Lenggang 3. Sedang 4. Padat 5. Sangat Padat Potensi Litologi dan Struktur Chek List

30 Observasi Lapangan : Chek List

31

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER www.bimbinganalumniui.com 1. Proses penguapan air yang ada di permukaan bumi secara langsung melalui proses pemanasan muka bumi disebut a. Transpirasi b. Transformasi c. Evaporasi d. Evapotranspirasi e.

Lebih terperinci

ACARA IV POLA PENGALIRAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN ACARA IV POLA PENGALIRAN 4.1 Maksud dan Tujuan Maksud acara pola pengaliran adalah: 1. Mengenalkan macam-macam jenis pola pengaliran dasar dan ubahannya. 2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada

Lebih terperinci

HIDROSFER II. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER II. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami aktivitas aliran sungai. 2. Memahami jenis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 03 Perubahan Bentangalam Bentangalam Struktural Bentangalam Struktural Bentangalam a Gunungapiu 3 Bentangalam intrusi Bentangalam Intrusi (Intrusive landforms) adalah

Lebih terperinci

HIDROSFER Berdasarkan proses perjalanannya, siklus dapat dibedakan menjadi 3 jenis sebagai berikut :

HIDROSFER Berdasarkan proses perjalanannya, siklus dapat dibedakan menjadi 3 jenis sebagai berikut : HIDROSFER Berdasarkan proses perjalanannya, siklus dapat dibedakan menjadi 3 jenis sebagai berikut : Siklus pendek : Air laut uap air embun awan hujan laut darat Siklus sedang : Air laut uap air embun

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

Bentuk lahan Asal Proses Marine

Bentuk lahan Asal Proses Marine Bentuk lahan Asal Proses Marine Bentuk lahan asal proses marine dihasilkan oleh aktivitas gerakan air laut, baik pada tebing curam, pantai berpasir, pantai berkarang maupun pantai berlumpur. Aktivitas

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

Bentang Alam Pantai. (Thornbury, 1969). Wilayah pantai dimulai dari titik terendah air laut pada saat

Bentang Alam Pantai. (Thornbury, 1969). Wilayah pantai dimulai dari titik terendah air laut pada saat Bentang Alam Pantai I. Pengertian Pantai Pantai adalah jalur atau bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya dipengaruhi oleh pasang surut dari air laut, yang terletak antara daratan dan lautan (Thornbury,

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN Analisis Lansekap Terpadu 21/03/2011 Klasifikasi Bentuklahan KLASIFIKASI BENTUKLAHAN PENDAHULUAN Dalam membahas klasifikasi bentuklahan ada beberapa istilah yang kadang-kadang membingungkan: - Fisiografi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila AIR PERMUKAAN Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila 2 0 1 3 Air permukaan adalah bagian dari air hujan yang tidak mengalami infiltrasi (peresapan),

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA A. Pendahuluan Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk muka

Lebih terperinci

ACARA III BENTANG ALAM PESISIR

ACARA III BENTANG ALAM PESISIR PROGRAM STUDI SARJANA DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI 2017 ACARA III BENTANG ALAM PESISIR Salahuddin Husein Yan Restu Freski Diyan Pamungkas Nurul Arusal Hofiqoini

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi.

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi. Bab 8 Peta Tentang Pola dan Bentuk Muka Bumi 149 BAB 8 PETA TENTANG POLA DAN BENTUK MUKA BUMI Sumber: Encarta Encyclopedia, 2006 Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 3 MATARAM

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 3 MATARAM TENAGA EKSOGEN Tenaga Eksogen adalah tenaga yang berasal dari luar bumi dan bersifat merusak permukaan bumi. Tenaga perusak tersebut dapat berupa air, angin, organisme, sinar matahari, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

PROSES GEOMORFIK. Kelompok V : 1. Nur Asyriyanti Bagenda 2. Ikawati Basri 3. Jamriani 4. Ririen

PROSES GEOMORFIK. Kelompok V : 1. Nur Asyriyanti Bagenda 2. Ikawati Basri 3. Jamriani 4. Ririen PROSES GEOMORFIK Kelompok V : 1. Nur Asyriyanti Bagenda 2. Ikawati Basri 3. Jamriani 4. Ririen Pendahulua n Pengertian Geomorfologi Katastrofisme, Uniformitarianisme dan Evolusi Proses Proses Geomorfik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.blogspot.com Lembaga Pelatihan OSN BENTANG ALAM KARST By : Asri Oktaviani Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

Landforms of Fluvial Processes. Oleh : Upi Supriatna,S.Pd

Landforms of Fluvial Processes. Oleh : Upi Supriatna,S.Pd Landforms of Fluvial Processes Oleh : Upi Supriatna,S.Pd Proses Fluvial Bentang alam sungai (fluvial) adalah bentuk bentuk bentang alam yang terjadi akibat dari proses fluvial. Pada hakekatnya aliran sungai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam kegiatan penelitian ini, objek yang diteliti dan dikaji adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M)

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Volkan (V) Grup volkan yang menyebar dari dat sampai daerah tinggi dengan tut bahan aktivitas volkanik terdiri kerucut, dataran dan plato, kaki perbukitan dan pegunungan.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

Sumber : geosetia.blogspot.com Gambar 3.1 Morfologi Sungai

Sumber : geosetia.blogspot.com Gambar 3.1 Morfologi Sungai BAB III LANDASAN TEORI A. Morfologi Sungai Morfologi (Morpologie) berasal dari kata yunani yaitu morpe yang berarti bentuk dan logos yang berarti ilmu, dengan demikian maka morfologi berarti ilmu yang

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi 8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi 8.1 Prinsip dasar perlapisan batuan sedimen Peta geologi umumnya menggambarkan bermacam-macam batuan dan struktur geologinya. Gambaran tersebut mengikuti aturan atau

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG 4.1 Geologi Lokal Daerah Penelitian Berdasarkan pendekatan morfometri maka satuan bentangalam daerah penelitian merupakan satuan bentangalam pedataran. Satuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

Proses erosi adalah gaya melebar air yang mengalir disatas permukaan air tanah yang menyebabkan terjadinya lembah-lembah.

Proses erosi adalah gaya melebar air yang mengalir disatas permukaan air tanah yang menyebabkan terjadinya lembah-lembah. Bentuk Lahan Fluvial PENGERTIAN LAHAN FLUVIAL Bentuklahan fluvial adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan

Lebih terperinci

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI HIDROSFER Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI Disampaikan dalam Kegiatan Pendalaman Materi Geografi SMP Bandung, 7 September 2007 Peserta workshop: Guru Geografi SMP Siklus Air Dari

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan laut yang masih di pengaruhi pasang dan surut air laut yang merupakan pertemuan anatara darat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Analisa geomorfologi merupakan sebuah tahapan penting dalam penyusunan peta geologi. Hasil dari analisa geomorfologi dapat memudahkan dalam pengerjaan

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA EKSPLORASI ENDAPAN PASIR BESI BERBASIS PETUNJUK GEOMORFOLOGI DI DAERAH PESISIR PANTAI ANTARA MUARA SUNGAI BRANG RHEE DAN MUARA SUNGAI SAMPE SUMBAWA BESAR, NUSA TENGGARA BARAT I Nyoman Sutiawan 1* Bambang

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI. MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM LAHAN

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI Satuan geomorfologi morfometri yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel 3.1) dan dalam

Lebih terperinci

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

B. DANAU. c. Danau Vulkan-Tektonik adalah danau yang terjadi karena gerakan tektonik dan letusan gunung api. Contoh : Danau Toba.

B. DANAU. c. Danau Vulkan-Tektonik adalah danau yang terjadi karena gerakan tektonik dan letusan gunung api. Contoh : Danau Toba. e. Danau Dolina adalah danau yang terdapat di daerah icorst dan umumnya berupa danau kecil yang bersifat temporer. Bila di dasar tebing dolina terdapat bahan geluh lempung yang merupakan bahan yang tak

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.5

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.5 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.5 1. Perombakan batuan menjadi bagian lebih kecil, tetapi tidak mengubah unsur kimia batuan tersebut dikenal dengan pelapukan....

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi. BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK 1.Dike Terbentuk oleh magma yang menerobos strata batuan sedimen dengan bentuk dinding-dinding magma yang membeku di bawah kulit bumi, kemudian muncul di permukaan bumi karena

Lebih terperinci