PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA"

Transkripsi

1 EKSPLORASI ENDAPAN PASIR BESI BERBASIS PETUNJUK GEOMORFOLOGI DI DAERAH PESISIR PANTAI ANTARA MUARA SUNGAI BRANG RHEE DAN MUARA SUNGAI SAMPE SUMBAWA BESAR, NUSA TENGGARA BARAT I Nyoman Sutiawan 1* Bambang Kuncoro 2 Mahasiswa Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta 1 Staff Pengajar Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta 2 * inyomansutyawan@yahoo.com SARI Dalam ekplorasi diperlukan metode yang tepat guna agar sasaran eksplorasi tercapai tepat dan terencana dalam waktu singkat serta kegiatan ekplorasi dapat berjalan dengan lancar dan tidak memerlukan biaya mahal. Kajian geomorfologi merupakan petunjuk geologi yang sesuai untuk eksplorasi endapan pasir besi, di dalamnya membahas tentang proses-proses geomorfologi, bentuklahan, pola pengaliran dan bantuan sumber yang sangat erat kaitannya dengan keterdapatan dan sebaran endapan pasir besi. Penelitian ini dilakukan di pesisir pantai antara Muara Sungai Brang Rhee dan Muara Sungai Sampe. Kedua sungai tersebut berhulu di Gunung Berapi Olet Batu Lanteh dan Gunung Olet Bulu Pasak yang melalui satuan breksi andesit-basal yang litologinya tersusun atas breksi gunungapi, lahar, tuf, abu, dan lava bersusun andesit, basal, andesit yang mengandung magnetit. Metode yang diterapkan adalah dengan memperhatikan pola pengaliran dan batuan sumber pesisir pantai tempat akumulasi endapan pasir besi, mengkaji bentuklahan yang berpotensial mengandung endapan pasir besi, pembuatan profil singkapan dan pengukuran kepekatan tingkat kemagnetan. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, maka dapat diketahui bahwa keberadaan black sand dipengaruhi oleh proses-proses geomorfologi yang mengendalikannnya. Selanjutnya sebaran blacksand mengikuti pola sebaran struktur sedimen laminasi sejajar, laminasi bergelombang dan struktur perlapisan sejajar. Pola sebaran blacksand juga dikendalikan oleh struktur melensa. Sebaran blacksand ini dipengaruhi oleh arus ombak pantai, pasang surut air laut dan musim dalam hal ini adalah banjir pada waktu-waktu tertentu. Sehingga dengan mengetahui kendali geomorfologi, maka sangat membantu di dalam kegiatan eksplorasi. Kata kunci : pasir besi, eksplorasi, petunjuk geomorfologi, struktur sedimen. I. PENDAHULUAN Seorang ahli geologi yang bekerja di bidang eksplorasi haruslah mampu menentukan lokasi-lokasi yang prospek akan melimpahnya sebaran endapan pasir besi. Keterdapatannya endapan pasir besi dapat diketahui dengan pendekatan geomorfologi dan dibangunnya model geologi berbasis petunjuk geomorfologi. Petunjuk geomorfologi adalah petunjuk geologi yang sesuai dan erat kaitannya untuk endapan placer pasir besi. Pola pengaliran, bentuklahan dan proses-proses geomorfologi merupakan petunjuk geomorfologi baik secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya dapat ditentukan model eksplorasi yang sesuai dengan karakteristik dan kondisi geologi di daerah penelitian. Koesoemadinata (1996) menjelaskan unsurunsur model geologi regional dan rinci. Selanjunya apabila dikaitkan dengan endapan pasir besi adalah bahwa unsurunsur model geologi regional meliputi batuan sumber dan atau asosiasi batuan yang berhubungan erat dengan endapan pasir besi, 366

2 II. proses-proses geomorfologi yang membentuk endapan pasir besi, karakteristik wadah endapan pasir besi dan waktu pembentukan endapan pasir besi. Selanjutnya model geologi rinci endapan pasir besi adalah bentuk dan dimensi serta hubungannya dengan keadaan geologi sekelilingnya. Menurut Sukandarrumidi (2007), mineral besi yang menunjukkan potensi dan mempunyai nilai ekonomi adalah magnetik (Fe2O4) dengan kadar besi 72,4%, hematit (Fe2O3) 70%, Limonit (Fe2o3.H2O) 59-63% dan Siderit (Fe2CO3) 48,2%. Kuncoro (2011) telah melakukan penelitian endapan pasir besi di sepanjang Muara Opak kearah barat. Hasilnya dinyatakan bahwa semakin menjauhi muara dan semakin menjauhi pantai sejajar arah angin pasat tenggara, maka kandungan atau derajat kemagnetannya semakin kecil. Bentuklahan mengendalikan sebaran dengan kandungan derajat kemagnetan endapan pasir besi. Menurut Verstappen (1983) dalam terjemahan oleh Sutikno (2014), kaitan antara geomorfologi dan endapan mineral bukan merupakan hal yang hanya terbatas dari konfigurasi medan itu sendiri. Bermacam proses geomorfologi berperan khusus jika terkait dengan endapan placer. Tipe-tipe endapan pasir besi memberi penekanan pada aspek morfogenesis dan morfokronologi. Akhirnya upaya membangun model geologi berbasis petunjuk geomorfologi dapat memberikan keterangan mengenai keterdapatan, sebaran dan melokalisasi daerah yang mengandung endapan pasir besi. Selanjutnya dapat ditentukan model eksplorasi yang tepat sebagai antisipasi terhadap model geologi yang telah dibangun. MODEL GEOLOGI REGIONAL Batuan sumber dan atau asosiasi batuan yang berhubungan erat dengan endapan pasir besi di daerah penelitian berasal dari Gunung berapi Olet Batu Lanteh dan Gunung Olet Bulu Pasak. Berdasarkan peta geologi lembar Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (Sudradjat dkk., 1998) 367 dan berkaitan dengan endapan pasir besi, diketahui adanya batuan yang menjadi sumber endapan pasir besi, yaitu batuan gunungapi yang terdiri atas breksi gunungapi, lahar, tuf, abu, dan lava bersusun andesit, basal, andesit yang mengandung magnetit (gambar 1). Proses-proses geomorfologi yang membentuk endapan pasir besi terdiri atas proses pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi serta proses-proses yang berkaitan dengan angin yaitu arah bertiupnya angin dan marin yaitu pasang-surut, ombak serta arus air laut. Menurut Kuncoro (2011), besi dibebaskan dari batuan asalnya dengan pelapukan secara mekanik atau hasil dari dekomposisi batuan yang telah teroksidasi atau terhidroksida. Pelarutan dan pengangkutan merupakan proses yang berhubungan erat dengan proses pembentukan endapan secara kimia. Material setelah terlarutkan kemudian terangkut bersama pelarut sebagai senyawa kimia tertentu atau sebagai padatan. Besi dibebaskan dari batuan induknya dapat dalam bentuk ion ferri (bervalensi 3) atau ion ferro (bervalensi 2). Dalam keadaan ion ferro besi mudah larut, sedangkan dalam ion ferri sukar larut. Besi yang dibebaskan dari batuan induk dalam bentuk ion ferro, kemudian segera teroksidasi menjadi ferric oxide/hematit (Fe 2O 3). Proses ini merupakan proses dimana deposit residual terbentuk dengan material-material yang tidak diinginkan terlarut (misalnya silikat, karbonat, atau garam-garam tertentu). Pengendapan besi yang terangkut dalam bentuk suspensi terjadi karena adanya reaksi kimia antara larutan yang mengandung besi dan larutan kimia di lingkungan pengendapan tersebut. Akibat perubahan kondisi lingkungan dapat menyebabkan senyawa besi mengendap, yakni akibat perubahan keasaman (ph), potensial redoks (Eh), tekanan karbondioksida (pco 2), atau tekanan belerang (ps 2- ). Secara traksi diakibatkan oleh berkurangnya energi pengangkutannya. Jika ditinjau, kondisi pantai sangat mempengaruhi akumulasi dan sebaran endapan pasir besi. Hal ini juga berkaitan dengan proses-proses geomorfologi dan

3 III. wadah tempat terakumulasinya endapan pasir besi yaitu bentuklahan. Proses-proses yang berkaitan dengan marin seperti pasangsurut, arus ombak dan angin berperan dalam penyebaran endapan pasir besi. METODE PENELITIAN 3.1 Pemilihan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah pesisir pantai antara Muara Sungai Brang Rhee dan Muara Sungai Sampe Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. Kriteria dipilihnya daerah penelitian ini adalah: 1. Adanya batuan sumber endapan pasir besi yang berasal dari satuan batuan di hulu sungai daerah penelitian, baik yang bersumber dari Gunung Berapi Olet Batu Lanteh (sebelah Barat), maupun Gunung Olet Bulu Pasak (sebelah Timur). 2. Adanya aliran sungai yang mengalir dari hulu sampai ke hilir sungai yaitu daerah pesisir pantai. 3. Adanya proses geomorfologi berupa proses eksogen yang berlangsung, yaitu pelapukan, erosi, pengangkutan (transportasi), angin, arus ombak dan air. 4. Terdapatnya wadah tempat endapan pasir besi terakumulasi. 3.2 Sampel dan Pengamatan Endapan Pasir Besi Dalam pengambilan sampel, dilakukan di 11 titik pengamatan, yaitu sepanjang pesisir pantai antara Muara Sungai Brang Rhee dan Muara Sungai Sampe Sumbawa Besar. Pengambilan sampel ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik sebaran pasir besi secara lateral maupun vertikal. Sebaran secara vertikal digambarkan dalam bentuk profil singkapan, sementara sebaran secara lateral digambarkan dari titik-titik pengamatan di pesisir pantai Muara Sungai Brang Rhee dan Muara Sungai Sampe Sumbawa Besar. IV. 3.3 Objek Penelitian dan Objek Pengamatan Adapun objek penelitian yang dilakukan adalah mengetahui karakteristik sebaran endapan pasir besi. Objek pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan: 1. Pola pengaliran: mengamati rangkaian pola pengaliran yang mengalir dari hulu ke hilir sungai, yang mana pada hulu sungai diketahui adanya batuan sumber yang mengalami pelapukan kemudian tererosi dan terbawa oleh aliran sungai sampai ke hilir. 2. Bentuklahan: mengamati karakteristik bentuklahan tempat terakumulasinya endapan pasir besi yang dipengaruhi oleh arus ombak. 3. Melakukan pengamatan secara megaskopis pada beberapa lokasi pengamatan berupa singkapan hasil trencing yang diwujudkan dalam bentuk profil. HASIL Berdasarkan himpunan data sekunder dan data primer, maka hasil data sekunder adalah: 4.1 Pola pengaliran Di daerah penelitian ditemukan adanya beberapa sungai utama yang mengalir dan bermuara di bagian utara Pulau Sumbawa (gambar 5). Sungai-sungai tersebut antara lain: 1. Bagian paling Timur yaitu Muara sungai Sampe. Sungai ini merupakan aliran dari cabang-cabang sungai yang berhulu di Gunung Olet Bulu Pasak yang berkomposisi breksi gunungapi, lahar, tuf, abu, dan lava bersusun andesit, basal, andesit yang mengandung magnetit, yang mana umur batuan pada gunung ini diketahui lebih muda dari Gunung Berapi Olet Batu Lanteh 2. Bagian Paling Barat yaitu Muara sungai Brang Rhee. Sungai ini merupakan aliran utama dari cabang-cabang sungai 368

4 yang berhulu di Gunung Berapi Olet Batu Lanteh yang berkomposisi breksi gunungapi, lahar, tuf, abu, dan lava bersusun andesit, basal, andesit yang mengandung magnetit Semua sistem aliran sungai, baik sungai utama maupun cabang-cabang sungainya berasal dan melewati Satuan breksi andesitbasal yang terdiri atas breksi gunungapi, lahar, tuf, abu, dan lava bersusun andesit, basal, andesit yang mengandung magnetit. 4.2 Bentuklahan Bentuklahan daerah penelitian ditentukan berdasarkan interpretasi dari citra google earth dan fenomena di lapangan, yaitu: 1. Terdapat kenampakkan pesisir pantai yang memanjang relatif timur-barat berupa garis pantai (coast line), beting bergisik dan barrier beach. Garis pantai merupakan garis yang membatasi antara permukaan dataran dan air. Garis pantai dapat berubah-ubah sesuai dengan pasanga-surut air laut. Beting bergisik memiliki relief bergelombang, sejajar dengan garis pantai dan tersusun oleh material-material lepas berukuran kasar-halus. Barrier beach merupakan penghalang yang membentang sejajar dengan agris pantai. Biasanya tersusun oleh material lepas berukuran lebih halus. 2. Dataran pantai yang berubah-ubah, ketika air laut pasang, maka air laut masuk dan menggenangi sampai ke dataran pantai di sisi sungai, sementara saat air laut surut, dataran pantai mengering (gambar 2.). Maka proses dari angin yang berperan dalam penyebaran endapan pasir besi di dataran pantai. 3. Muara sungai yang berbelok relatif ke arah timur. Kenampakan ini bisa ditafsirkan sebagai akibat dari perubahan cuaca dan arus ombak. Ketika cuaca panas, maka air yang mengalir di sungai lebih lambat, sehingga peran arus ombak dalam mengerosi muara sungai. 4. Bentulahan disusun litologi endapan pasir yang diangkut aliran sungaisungai, kemudian terbawa air laut sepanjang pantai dan selanjutnya dihempas gelombang dan angin ke arah darat. 4.3 Karakteristik Sebaran Endapan Pasir Besi Karakteristik sebaran pasir besi dan kepekatan kemagnetan diwujudkan dalam bentuk profil yang didapat dari titik-titik pengamatan (Gambar 3), yaitu: 1. Semakin dekat dengan muara, ukuran butir semakin kasar, kemudian berangsur-angsur semakin menjauhi muara sungai ukuran butir semakin halus. 2. Blacksand semakin menipis menjauhi muara sungai. 3. Semakin jauh dari muara sungai, material yang ditarik magnet hanya sedikit, sebaliknya di dekat muara sungai material yang ditarik oleh magnet lebih banyak. 4. Penyebaran blacksand ditandai dengan adanya struktur sedimen berupa laminasi sejajar, laminasi bergelombang dan struktur perlapisan sejajar. Pola sebaran blacksand juga dijumpai pada struktur melensa (gambar 4.). 5. Namun di dijumpai di tempat yang jauh dari muara sungai terdapat blacksand yang relatif tebal dengan ukuran butir yang lebih halus. Hal ini dimungkinkan akibat lokasi pengamatan tersebut berada di lekukan pantai, yang artinya material-material tersebut terkumpul di lekukan pantai ketika air pasang. Karena pada lokasi ditemukan adanya genangan air laut (gambar 6.). V. PEMBAHASAN 1.1 Petunjuk Geomorfologi Sebagai Petunjuk Endapan Pasir Besi Secara Tidak Langsung Dengan menerapkan petunjuk geomorfologi, maka dapat untuk memperkirakan kondisi 369

5 fisik dimana pasir besi dengan kandungan magnetik tinggi terakumulasi. Secara tidak langsung, kondisi fisik tergambarkan oleh adanya kendali pola pengaliran, prosesproses geomorfologi dan bentuklahan tempat terakumulasinya endapan pasir besi. Interpretasi pola pengaliran mulai dari sistem percabangan sungai utama yang berada di hulu, kemudian bermuara di sungai utama dan berakhir di tepi pantai di bagian hilir sungai, maka dapat diketahui batuan sumber berikut komposisi yang dibawa oleh aliran sungai. Kandungan endapan pasir besi paling banyak dimungkinkan dibawa oleh aliran sungai Brang Rhee karena hulunya merupakan sistem percabangan pola aliran dari Gunung Berapi Olet Batu Lanteh dan Gunung Olet Bulu Pasak (gambar 5.) Di beberapa bagian aliran sungai melewati satuan batuan yang mengandung karbonat (batugamping), yaitu Satuan terumbu koral terangkat tersusun atas batugamping terumbu karang dan pecahan batugamping koral, meskipun di beberapa tempat mengandung kepingan batuan hasil gunungapi berupa andesit, andesit piroksen, dan andesit berongga. Sehingga material pasir yang diangkut oleh aliran sungai bercampur dengan pengotor yang berasal dari satuan batuan lainnya. 5.2 Petunjuk Geomorfologi Sebagai Petunjuk Endapan Pasir Besi Secara Langsung Petunjuk geomorfologi secara langsung dapat diketahui dari kenampakkan bentuklahan yang menunjukkan adanya endapat pasir besi. Proses-proses geomorfologi yang bekerja sampai sekarang adalah proses fluvial, angin dan arus ombak. Terdapat tujuh bentuklahan yang ada di daerah penelitian. Namun yang berasosiasi dengan endapan pasir besi adalah beting bergisik (tabel 1.), barrier beach dan garis pantai (coast line). Dalam proses pembentukannya, semua bentuklahan yang berasosiasi dengan endapan pasir besi dipengaruhi oleh kekuatan gelombang, pasang surut dan arus air laut, termasuk penyebaran endapan pasir besi. 370 Penyebaran endapan pasir besi sangat dipengaruhi oleh kekuatan ombak dan arus air laut. Sehingga penyebaran endapan pasir besi menjadi tidak beraturan. Hal ini dibuktikan dengan adanya lapisan blacksand yang relatif tebal di beberapa tempat yang jauh dari muara sungai. Semua itu dimungkinkan akibat lokasi pengamatan berada di lekukan pantai, yang artinya material-material tersebut terkumpul di lekukan pantai ketika air pasang, Karena pada lokasi ditemukan adanya genangan air laut (gambar 6). Berkembangnya barrier beach, vegetasi dan lahan tambak yang ada di sekitar daerah penelitian menyebabkan penyebaran pasir besi sangat terbatas. Proses angin tidak dapat mengangkut material menuju ke daratan, sehingga proses yang bekerja adalah kekuatan ombak dan arus (proses marin) (gambar 6). Lapisan endapan pasir besi menunjukkan pola struktur sedimen yang berbentuk melensa, sejajar, bergelombang, dan tidak teratur (irregular) sesuai variabilitas kelompok mineral beratnya, struktur sedimen, dan proses kekuatan ombak dan arus yang bekerja (Gambar 7). 5.3 Model Eksplorasi Endapan Pasir Besi Model eksplorasi merupakan penerapan model geologi yang digunakan dalam eksplorasi endapan pasir besi. Model eksplorasi berkaitan dengan kondisi secara regional maupun secara detil (lokal). Berdasarkan petunjuk geomorfologi daerah penelitian, maka dapat dibangun model eksplorasi di daerah penelitian, yaitu: 1. Kriteria pemilihan daerah berdasarkan kondisi geologi dan genesa pasir besi yang berkaitan dengan batuan sumber. Batuan sumber berkaitan dengan satuan batuan yang ada disekitar daerah penelitian. Adanya sistem percabangan dari sungai utama yang berhulu dari batuan sumber yang mengandung besi. Proses-proses geomorfologi yang berkaitan dengan pelapukan, erosi dan transportasi aliran sungai serta sebaran pasir besi yang dipengaruhi oleh

6 kekuatan ombak, arus dan pasang surut air laut. 2. Terpilihnya lokasi penelitian yaitu di daerah sepanjang pesisir pantai antara Muara Sungai Brang Rhee dan Muara Sungai Sampe, dimana tingkat kemagnetan lebih besar berada di dekat muara sungai, meskipun tingkat kemagnetan besar ada dibeberapa tempat jauh dari muara sungai. 3. Petunjuk geomorfologi secara langsung maupun tidak langsung, berkaitan dengan kondisi geologi. Petunjuk geomorfologi secara langsung berkaitan dengan pola pengaliran, bentuklahan dan batuan sumber (interpretasi petapeta topografi, pola pengaliran, geologi regional dan google earth). Sementara petunjuk geomorfologi secara langsung berkaitan dengan bentuklahan yang berasosiasi dengan pasir besi, sebaran endapan pasir besi dan pola sebaran pasir besi (blacksand) yang tergambarkan dalam struktur sedimen. 4. Sebaran endapan pasir besi, baik secara vertikal maupun lateral. Secara vertikal diwujudkan dalam bentuk profil singkapan hasil trenching. Kemudian secara lateral sebaran endapan pasir besi digambarkan dari titik-titik VI. VII. pengamatan di sepanjang pesisir pantai antara Muara Sungai Brang Rhee dan Muara Sungai Sampe. KESIMPULAN Berdasarkan petunjuk geomorfologi berupa kriteria pemilihan daerah, membangun model geologi sampai pada membangun model eksplorasi, maka ekplorasi dapat berjalan dengan terencana, singkat, cepat, tidak memerlukan biaya mahal dan mencegah timbulnya resiko yang tidak diharapkan. Berdasarkan penelitian di daerah pesisir pantai antara Muara Sungai Brang Rhee dan Muara Sungai Sampe, maka model eksplorasi endapan pasir besi daerah penelitian dapat digunakan sebagai pedoman dalam eksplorasi lain dengan kondisi dan proses geomorfologi yang sama. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada Dr. Ir. Bambang Kuncoro, M.T. selaku pembimbing. Terima kasih kepada saudara Sahril, S.Pd. yang telah membantu dalam pengumpulan data lapangan serta kedua orang tua yang telah membantu dalam menghimpun data lapangan. DAFTAR PUSTAKA Kuncoro, Bambang, P Kriteria Pemilihan Daerah Endapan Pasir Besi: Kasus Wilayah Pesisir Pantai Muara Sungai Opak dan Sungai Bogowonto. Yogyakarta. Koesoemadinata, R.F., Perencanaan Eksplorasi. ITB. Bandung Sudradjat dkk., Peta Geologi Lembar Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi. Bandung. Suharini, Erni dan Palangan, Abraham Geomorfologi: Gaya, Proses Dan Bentuklahan. Penerbit Ombak. Yogyakarta. Sukandarrumidi Geologi Mineral Logam: Untuk Eksplorer Muda. Percatakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hal

7 Verstappen, Th Applied Geomorfology: geomorfological survey for environmental development. Elsevier. Amsterdam-New York. Diterjemahkan oleh Sutikno Geomorfologi Terapan: Survei Geomorfologi Untuk Pengembangan Lingkungan. Penerbit Ombak. Yogyakarta. TABEL Tabel 1. Karakteristik Bentuklahan BENTUK LAHAN Beting bergisik MORFOLOG I Lereng cembung PROSES/JENIS EROSI MATERIAL MORFO-ASOSIASI TUTUPAN LAHAN Proses marin oleh aktivitas air laut Bentuklahan Marin Pasir kasar oleh proses marin Memanjang relatif barat-timur sepanjang garis pantai Vegetasi Garis pantai Datar Proses marin oleh aktivitas air laut Pasir kasar oleh proses marine Memanjang sepanjang Vegetasi dan sejajar pantai, batas antara dengan beting bergisik pantai dan dataran Barrier beach Lereng cembung Proses marin oleh aktifitas air Pasir halussedang laut dan angin Bentuklahan aluvial Memanjang sepanjang pantai, berbatasan Vegetasi dan sejajar dengan dataran dan dengan bting bergisik beting bergisik Dataran aluvial Dataran aluvial pantai Dataran limpah banjir Datar Datar Datar lereng berteras Erosi dan deposisi sungai Proses-proses intrusi air laut dan deposisi angin Erosi dan deposisi Kerakal, kerikil, pasir, lempung Pasir Kerakal, kerikil, pasir, lempung Sepanjang sungai Berbatasan dengan bentuk- lahan marin Sepanjang sungai Sawah, vegetasi, tambak dan perkampung-an tanahnya tebal Sawah, vegetasi, tambak dan perkampungan Tegalan dan sawah Tubuh Sungai Lereng Cekung Proses fluviatil Endapan sungai Alur sungai Dapat berkembang oleh proses erosi dan sedimentasi 372

8 GAMBAR PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 Gambar 1. Peta geologi lembar Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (Sudradjat dkk., 1998), Lingkaran biru merupakan daerah penelitian Gambar 2. Kenampakkan kondisi saat air (A) surut dan (B) pasang. 373

9 Gambar 3. Kenampakan singkapan pasir besi dan kandungan kepekaan magnet, serta posisinya dekat atau jauh dari muara sungai 374

10 Gambar 4. Kenampakkan struktur sedimen dari blacksand 375

11 Gambar 5. Rangkaian aliran-aliran Sungai Brang Rhee dan Sungai Sampe. Lingkaran kecil berwarna biru merupakan lokasi pengamatan Gambar 6. Kenampakkan bentuklahan yang berkembang di daerah penelitian 376

12 Gambar 7. Lokasi endapan pasir besi yang jauh dari muara sungai yang terdapat lapisan blacksand relatif tebal 377

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG 4.1 Geologi Lokal Daerah Penelitian Berdasarkan pendekatan morfometri maka satuan bentangalam daerah penelitian merupakan satuan bentangalam pedataran. Satuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan laut yang masih di pengaruhi pasang dan surut air laut yang merupakan pertemuan anatara darat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

HIDROSFER Berdasarkan proses perjalanannya, siklus dapat dibedakan menjadi 3 jenis sebagai berikut :

HIDROSFER Berdasarkan proses perjalanannya, siklus dapat dibedakan menjadi 3 jenis sebagai berikut : HIDROSFER Berdasarkan proses perjalanannya, siklus dapat dibedakan menjadi 3 jenis sebagai berikut : Siklus pendek : Air laut uap air embun awan hujan laut darat Siklus sedang : Air laut uap air embun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, memiliki komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA

Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA Geomorfologi Terapan INTERPRETASI GEOMORFOLOGI CITRA SATELIT SEBAGAI DASAR ANALISIS POTENSI FISIK WILAYAH SELATAN YOGYAKARTA A. Pendahuluan Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk muka

Lebih terperinci

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi. BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK 1.Dike Terbentuk oleh magma yang menerobos strata batuan sedimen dengan bentuk dinding-dinding magma yang membeku di bawah kulit bumi, kemudian muncul di permukaan bumi karena

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

ACARA IV POLA PENGALIRAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN ACARA IV POLA PENGALIRAN 4.1 Maksud dan Tujuan Maksud acara pola pengaliran adalah: 1. Mengenalkan macam-macam jenis pola pengaliran dasar dan ubahannya. 2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin

Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin LITOLOGI Susunan litologi disekitar Waduk Penjalin didominasi batuan hasil gunung api maupun sedimen klastik dengan perincian sebagai berikut : Gambar 1 : Peta geologi

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis urutan vertikal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah administrasi di Kabupaten Temanggung, Kabupaten dan Kota Magelang. Secara morfologi CAT ini dikelilingi

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Lintasan Dan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam cakupan peta 1212 terdiri dari 44 lintasan yang terbentang sepanjang 2290 km, seperti yang terlihat pada peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mineralisasi hidrotermal merupakan proses perubahan mineralogi, tekstur dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal dengan batuan samping

Lebih terperinci

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi? PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA Suroso Sastroprawiro Bambang Kuncoro Hadi Purnomo Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Contact person: 08122953788

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 PEMBENTUKAN TANAH 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik)

Lebih terperinci

Bentuk lahan Asal Proses Marine

Bentuk lahan Asal Proses Marine Bentuk lahan Asal Proses Marine Bentuk lahan asal proses marine dihasilkan oleh aktivitas gerakan air laut, baik pada tebing curam, pantai berpasir, pantai berkarang maupun pantai berlumpur. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Herning Dyah Kusuma Wijayanti 1, Fikri Abubakar 2 Dosen,

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHN 7 PSAT SMBER DAYA GEOLOGI SRVEY GEOLISTRIK DI SLAWESI SELATAN Bakrun 1, Sri Widodo 2 Kelompok Kerja Panas Bumi SARI Pengukuran geolistrik

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB V SEJARAH GEOLOGI BAB V SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, dan data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN

KLASIFIKASI BENTUKLAHAN Analisis Lansekap Terpadu 21/03/2011 Klasifikasi Bentuklahan KLASIFIKASI BENTUKLAHAN PENDAHULUAN Dalam membahas klasifikasi bentuklahan ada beberapa istilah yang kadang-kadang membingungkan: - Fisiografi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan klasifikasi Mendel (1980) sistem hidrogeologi daerah penelitian adalah sistem akifer volkanik. Pada sistem akifer volkanik ini batuan segar yang mempunyai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH Nanda Prasetiyo Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Wilayah Kabupaten Tolitoli yang terletak di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

ACARA III BENTANG ALAM PESISIR

ACARA III BENTANG ALAM PESISIR PROGRAM STUDI SARJANA DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI 2017 ACARA III BENTANG ALAM PESISIR Salahuddin Husein Yan Restu Freski Diyan Pamungkas Nurul Arusal Hofiqoini

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO

PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO Purna Sulastya Putra Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Bandung Sari Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh penulis di bagian barat Cekungan Baturetno

Lebih terperinci

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN. Oleh

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN. Oleh Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : Nilai PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN Oleh Nama : NIM : PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN 4.1 Geomorfologi Telah sedikit dijelaskan pada bab sebelumnya, morfologi daerah penelitian memiliki beberapa bentukan khas yang di kontrol oleh litologi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. topografi Indonesia yang kasar dan tidak rata dengan intensitas gempa bumi dan

BAB I PENDAHULUAN. topografi Indonesia yang kasar dan tidak rata dengan intensitas gempa bumi dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Posisi Indonesia, berdasarkan susunan lempeng tektonik dan pergerakannya, menyebabkan Indonesia berada pada zona dengan aktivitas seismik signifikan (Nakamura,

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci