Kasus 8 Trik Penjualan Produk Farmasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kasus 8 Trik Penjualan Produk Farmasi"

Transkripsi

1 PerundangUndangan Kesehatan Kasus 8 Trik Penjualan Produk Farmasi Titik Nurhayati Tya Palpera Utami Utamy Achmad Shaqiel Rashauna

2 SKENARIO MASALAH 1 Klarifikasi Istilah 4 2 Identifikasi Masalah 5 3 Analisis Masalah 6 7 Kesimpulan Keterkaitan Antar Masalah Keterbatasan Ilmu Pengetahuan Sintesis

3 Untuk meningkatkan penjualan, seorang Apoteker yang menjadi Manajer Marketing divisi OTC pada suatu pabrik farmasi merencanakan untuk melakukan promosi aktif kepada outlet apotek. Apotek yang dapat menjual produk A dengan target tertentu akan mendapatkan reward berupa bonus/marketing fee/diskon yang cukup besar. Adapun ketentuan yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan pencapaian target berdasarkan jumlah pembelian produk A ke PBF yang telah ditentukan, dibuktikan dengan foto kopi faktur pembelian. 2. Outlet bersedia mendisplay produk A pada tempat yang strategis. 3. Petugas outlet bersedia menggunakan atribut berupa kaos produk A dan selalu aktif menawarkan produk kepada konsumen. 4. Outlet tidak menyediakan produk competitor. SKENARIO KASUS 8

4 Marketi ng Fee OT C Faktu r Klarifikasi Istilah Prom osi PBF Targ et

5 OTC Obat Over The Counter atau OTC adalah obat selain obat keras yang dapat diperoleh di apotek-apotek atau toko obat tanpa resep dokter, sehingga menurut definisi ini, yang dapat digolongkan sebagai obat OTC adalah golongan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep)

6 Faktur Faktur adalah dokumen yang diterbitkan oleh penjual kepada pembeli yang berisi nama, nomor bets, kedaluwarsa, jumlah, satuan, dan harga Prekursor Farmasi dan/atau obat mengandung prekursor. Faktur dibagi menjadi dua, yaitu faktur pembelian dan faktur penjualan. (PerKBPOM No. 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor)

7 Promosi Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. (Undangundang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

8 Target Sasaran (batas ketentuan dan sebagainya) yang telah ditetapkan untuk dicapai. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

9 Marketing Fee Marketing fee atau imbalan yang bersifat transaksional yang terkait dengan pemasaran suatu produk. (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/306/2014 Tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Gratifikasi Di Lingkungan Kementerian Kesehatan)

10 PBF PBF adalah badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan penyimpanan dan menyalurkan perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PBF ada yang bersifat lokal dan nasional (utama). (SK Menteri Kesehatan No.243/MENKES/SK/V/1990)

11

12 IDENTIFIKASI MASALAH Petugas outlet bersedia menggunaka n atribut beru pa kaos produk A dan selalu aktif menawarkan Outlet tidak menyediak an produk kompetitor.

13

14 Apakah diperbolehkan petugas outlet menggunakan Atribut berupa kaos produk tertentu? 1. Petugas outlet bersedia menggunakan atribut berup a kaos produk A dan selalu aktif menawarkan produk kepada konsumen. Analisis Masalah 1 Apakah diperbolehkan petugas outlet selalu aktif menawarkan produk kepada konsumen? Menurut kode etik apoteker pakah tindakan yang dilakukan oleh petugas outlet tersebut diperbolehkan?

15 JAWABAN 1 Manajer marketing tidak selayaknya membuat ketentuan seperti itu, karena merupakan tindakan yang tidak adil terhadap pabrik farmasi lain. Ketentuan yang dibuat tersebut untuk meningkatkan penjualan akan mendorong terjadinya pelanggaran kode etik. Apotek akan menjadi alat promosi dari pabrik tertentu dan apotek hanya menyediakan/menjual obat-obatan dari industri farmasi tertentu saja. Promosi produk A sebaiknya dilakukan sendiri oleh pabrik tanpa melibatkan apotek

16 Implementasi Jabaran Kode Etik JAWABAN Seorang Menurut Kode Etikapoteker Apoteker Indonesia Seorang apoteker dalam menjalankan Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 5 yang Besarnya dalam tugasnya dapat mengatakan bahwa : jasa memperoleh imblan tindakan Di dalam darimenjalankan tugasnya pelayanan pasien dan profesionalnya Seorang Apoteker harusatas menjauhkan diri masyarakat ditetapkan harus dari usaha mencari jasa yangkeuntungan diri menghindari dalam diberikannya semata bertentangan dengan diri dariyang peraturan dengan tetap martabat dan tradisi luhur jabatan perbuatan organisasi. memegang teguh kefarmasian. yang akan kepada prinsip merusak atau mendahulukan seseorang kepentingan pasien

17 Apakah tindakan tersebut diperbolehkan dalam kode etik apoteker? Analisis Pada Kode Etik Apoteker, poin mana yang dilanggar? Apa landasan hukum yang mendasari perbuatan tersebut dinyatakan salah? 2.Outlet tidak Masalah 2 menyediak an produk kompetitor.

18 Jawaban : Pihak medrep tidak boleh membuat perjanjian untuk memonopoli penjualan obat. Pihak apotek tidak boleh menyetujui perjanjian dengan Medrep untuk memonopoli penjualan obat. Pihak apotek tidak boleh memonopoli penjualan obat OTC jenis tertentu.

19 Jawaban : Berdasarkan hukum yang berlaku Kode Etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group) yang dilanggar adalah pasal 4 (Interaksi dengan Profesi Kesehatan). Setiap sponsor yang diberikan kepada individu profesi kesehatan tidak boleh didasarkan atas kewajiban untuk mempromosikan, merekomendasikan atau menuliskan resep suatu produk farmasi.

20 Jawaban : Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia KESEPAKATAN BERSAMA ETIKA PROMOSI OBAT. Dukungan apapun yang diberikan perusahaan farmasi kepada seorang dokter untuk menghadiri pertemuan ilmiah tidak boleh diisyaratkan /dikaitkan dengan kewajiban untuk mempromosikan atau meresepkan suatu produk.

21

22 Keterkaitan Antar Masalah

23 Keterbatasan Ilmu Pengetahuan Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan data yang akan dibahas dan dikumpulkan, maka penulis mengkhususkan pembahasan makalah dalam hal-hal sebagai berikut: Perundang-undangan Kesehatan kode etik kefarmasian yang menyangkut Kebijakan penjualan obat OTC (Over The Counter) oleh Apoteker Promosi produk farmasi oleh perusahaan farmasi yang memproduksi obat tersebut Keterkaitan kebijakan penjualan produk oleh suatu pabrik farmasi dengan persaingan antar pabrik farmasi

24 Learning Issue Obat OTC Faktur PBF (Perusahaan Besar Farmasi) Kode Etik Apoteker Indonesia Bab 1 Ketentuan Umum 5. Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia 6. Kode Etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group)

25 Obat OTC Kode Etik Apoteker Indonesia BAB I Ketentuan Umum Kode etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group) pasal 4 (interaksi dengan profesi Fraktur SINTESIS PBF Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter

26 Obat OTC (Over The Counter) atau obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter yang terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat OTC (Over The Counter) terdiri dari dua golongan yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat bebas adalah ini merupakan tanda obat yang paling "aman". Obat bebas, yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W) yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam.

27 Faktur atau invoice merupakan bukti transaksi pembelian atau penjualan barang seacra kredit. Faktur dibagi menjadi dua, yaitu: Faktur pembelian adalah bukti transaksi pembelian barang secara kredit. Faktur pembelian diterima dari pihak penjual. Sehingga faktur pembelian merupakan bukti ekstern. Faktur penjualan yaitu bukti transaksi penjualan barang secara kredit. Faktur penjualan dibuat oleh pihak penjual lalu diserahkan kepada pihak pembeli. Faktur penjualan merupakan bukti transaksi intern. Semua faktur memuat informasi yang sama yaitu, nama dan alamat pihak penjual maupun pihak pembeli,nomor faktur, nomor pesanan, tanggal pengiriman, syarat pembeyaran dan keterangan mengenai barang seperti jenis barang, kuantitas,

28 Menurut SK Mentri Kesehatan No.243/MENKES/SK/V/1990 tentang PBF sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan kefarmasian dewasa ini, maka ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No.918/MENKES/PER/X/1993 bahwa PBF adalah badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan penyimpanan dan menyalurkan perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PBF ada yang bersifat lokal dan nasional (utama).

29 1 KODE ETIK APOTEKER INDONESIA BAB I KEWAJIBAN UMUM

30 Kode etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group) Pasal 4 (Interaksi dengan Profesi Kesehatan) Semua hubungan antara anggota IPMG dengan profesi kesehatan yang melibatkan kompensasi harus disertai dengan bukti berupa kontrak / perjanjian yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan secara jelas mencantumkan jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh profesi kesehatan serta kompensasi yang akan diberikan oleh perusahaan kepada profesi kesehatan. Setiap sponsor yang diberikan kepada individu profesi kesehatan tidak boleh didasarkan atas kewajiban untuk mempromosikan, merekomendasikan atau menuliskan resep suatu produk farmasi

31 Kesepakatan Bersama Etika Promosi Obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia Bahwa untuk mewujudkan upaya promosi obat yang beretika dengan tujuan mengingatkan kembali pelaksanaan etika profesi kedokteran dan etika para pengusaha farmasi dalam rangka ketersediaan dan keterjangkauan sediaan obat yang merupakan salah satu komponen penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dukungan apapun yang diberikan perusahaan farmasi kepada seorang dokter untuk menghadiri pertemuan ilmiah tidak boleh diisyaratkan /dikaitkan dengan kewajiban untuk mempromosikan atau meresepkan suatu produk.

32

33 Berdasarkan Kode Etik Apoteker Indonesia Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 5 tindakan Apoteker Manajer Marketing divisi OTC suatu pabrik farmasi merupakan pelanggaran dimana implementasinya seorang apoteker dalam tindakan profesionalnya harus menghindari diri dari perbuatan yang akan merusak seseorang ataupun merugikan orang lain. Dalam kaitan ini, kebijakan dari apoteker tersebut merugikan pihak lain yaitu pabrik farmasi. Apotek akan menjadi alat promosi dari pabrik tertentu, promosi produk A sebaiknya dilakukan sendiri oleh pabrik farmasi yang memproduksi produk tersebut tanpa melibatkan apotek agar dapat mencegah persaingan yang tidak sehat antara Kesimpulan

34 Pelanggaran lainnya yaitu pelanggaran dari Kode Etik IPMG (Internasional Pharmaceutical Manufacturers Group) Pasal 4 perihal Interaksi dengan Profesi Kesehatan dimana setiap sponsor yang diberikan kepada individu profesi kesehatan tidak boleh didasarkan atas kewajiban untuk mempromosikan, merekomendasikan atau menuliskan resep suatu produk farmasi. Sehingga baik pihak medical representatif (medrep) maupun apotek tidak diperbolehkan membuat perjanjian

35 TERIMA KASIH

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan FARMASI PERAPOTIKAN syofyan Kronologis Pengaturan apotik telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda berdasarkan Het Reglement op de Dienst der Volksgezoindheid disingkat Reglement DVG (Stbld. 1882 No.

Lebih terperinci

HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT

HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT ETIKA perbuatan, tingkah laku, sikap dan kebiasaan manusia dalam pergaulan sesama manusia dalam masyarakat yang mengutamakan

Lebih terperinci

Kepada : Nomor : - Yth. BUPATI SUKOHARJO Lampiran : Cq. Kepala Dinas Kesehatan Hal : Permohonan Ijin Toko Obat di SUKOHARJO

Kepada : Nomor : - Yth. BUPATI SUKOHARJO Lampiran : Cq. Kepala Dinas Kesehatan Hal : Permohonan Ijin Toko Obat di SUKOHARJO Kepada : Nomor : - Yth. BUPATI SUKOHARJO Lampiran : Cq. Kepala Dinas Kesehatan Hal : Permohonan Ijin Toko Obat di SUKOHARJO Nama Tempat Tanggal Lahir Rumah Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Toko Obat dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Drs Martin Suhendri.M.Farm Apt

Drs Martin Suhendri.M.Farm Apt TINDAK LANJUT PERMASALAHAN YANG TERJADI DI APOTEK (Berdasarkan Temuan BBPOM di Padang) Philippine Health Insurance Corporation Drs Martin Suhendri.M.Farm Apt Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam keseluruhan bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap pasien dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.3.02706 TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang: a. bahwa untuk melindungi kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL Bab keempat ini akan berisi data-data yang dibutuhkan dalam pengerjaan sistem serta pembahasan mengenai pemetaan proses bisnis. Pemetaan proses bisnis merupakan penjabaran

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gambaran mengenai industri farmasi selama bertahun-tahun, perusahaan farmasi secara berkelanjutan terus melakukan inovasi menawarkan produk-produk baru, membantu

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA DAN IMPLEMENTASI - JABARAN KODE ETIK

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA DAN IMPLEMENTASI - JABARAN KODE ETIK KODE ETIK APOTEKER INDONESIA DAN IMPLEMENTASI - JABARAN KODE ETIK KODE ETIK APOTEKER INDONESIA MUKADIMAH Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang dapat menunjang aktivitas kehidupan manusia. Apabila kesehatannya baik maka aktivitas yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan selalu berusaha agar produksinya laku di pasaran. Pada dasarnya misi perusahaan adalah memproduksi barang atau jasa yang dapat memenuhi selera

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : PO.01.01.31.03660 TENTANG PENGATURAN KHUSUS PENYALURAN DAN PENYERAHAN BUPRENORFIN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1. Hasil wawancara dan kuisioner dengan pihak perusahaan. 1. Bergerak di bidang apakah perusahaan ini?

1. Hasil wawancara dan kuisioner dengan pihak perusahaan. 1. Bergerak di bidang apakah perusahaan ini? LAMPIRAN 1. Hasil wawancara dan kuisioner dengan pihak perusahaan 1. Bergerak di bidang apakah perusahaan ini? Perusahaan ini bergerak di bidang penjualan obat-obatan kesehatan. 2. Apa saja barang-barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia dan menjadi suatu hal yang penting untuk dapat menjalankan segala bentuk aktifitas sehari-hari dengan baik. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Distributor farmasi adalah suatu perusahaan distribusi produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. Distributor farmasi adalah suatu perusahaan distribusi produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Distributor farmasi adalah suatu perusahaan distribusi produk-produk farmasi yang dipercayakan oleh beberapa pabrik farmasi (principle) untuk mendistribusikan

Lebih terperinci

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI Aspek legal penggunaan TIK untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan Yustina Sri Hartini - PP IAI Disampaikan dalam Annual Scientific Meeting Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, 23 Maret 2017

Lebih terperinci

MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si

MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si PERTEMUAN 13 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA, JAKARTA MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si POKOK BAHASAN Aspek regulasi dalam praktek periklanan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK SARANA APOTEK

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK SARANA APOTEK BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK SARANA APOTEK 1. Dasar Hukum Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Antara Apoteker Dengan

Lebih terperinci

GRATIFIKASI VS SPONSORSHIP PKB DAENG MOHAMMAD FAQIH

GRATIFIKASI VS SPONSORSHIP PKB DAENG MOHAMMAD FAQIH GRATIFIKASI VS SPONSORSHIP PKB DAENG MOHAMMAD FAQIH Gratifikasi Umum Etika Hukum TINDAK PIDANA KORUPSI UNSUR UNSUR : - SETIAP ORANG - DENGAN SENGAJA - MEMBERI ATAU MENJANJIKAN / MENERIMA - MENYALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. Apotek Newton merupakan salah satu sarana kesehatan yang bertujuan untuk

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. Apotek Newton merupakan salah satu sarana kesehatan yang bertujuan untuk BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Sejarah Perusahaan Apotek Newton merupakan salah satu sarana kesehatan yang bertujuan untuk menciptakan dan mewujudkan derajat kesehatan yang baik bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia. Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia. Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum 1.1.1. Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya diatur secara ketat baik pada tingkat

Lebih terperinci

Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 23a/DIKTI/Kep./2004 Tgl 4 Juni 2004

Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 23a/DIKTI/Kep./2004 Tgl 4 Juni 2004 KERJASAMA PEMASARAN OBAT ANTARA DOKTER DENGAN PEDAGANG BESAR FARMASI DI KOTA BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN KODE ETIK KEDOKTERAN DAN KEPMENKES NO. 3987 / A /K / 1973 Sri Pujiastoeti, Neni Sri Imaniyati, dan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH. Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 1 Februari Pengertian Etika 1. Pengertian Etika. 2. Macam-macam etika. 1.

SILABUS MATA KULIAH. Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 1 Februari Pengertian Etika 1. Pengertian Etika. 2. Macam-macam etika. 1. SILABUS MATA KULIAH Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 1 Februari 2014 A. Identitas 1. Nama Mata Kuliah : Undang-Undang dan Etika Profesi 2. Program Studi : Profesi Apoteker 3. Fakultas : Farmasi 4. Bobot :

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN MEMBUKA APOTIK

STUDI KELAYAKAN MEMBUKA APOTIK STUDI KELAYAKAN MEMBUKA APOTIK Bahan Diskusi Manajemen Farmasi Komunitas 1 perencanaan pengorganisasian pengendalian penggerakan Wiryanto, Bahan Diskusi Studi Kelayakan 2 Studi Kelayakan Satu kajian yang

Lebih terperinci

74 LAMPIRAN WAWANCARA

74 LAMPIRAN WAWANCARA LAMPIRAN WAWANCARA 74 75 L1 11 Oktober 2011 Kepada Yth. Ibu Purwidiati, S.Si. Di tempat Ass. Saya Marchelyne dari Universitas Esa Unggul, ingin mengajukan beberapa pertanyaan untuk penelitian Tugas Akhir.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat itu mahal, kata-kata tersebut sekarang sering terdengar di telinga kita mengingat banyak sekali orang-orang yang terkena berbagai macam penyakit akibat banyak

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sekarang ini, dunia kesehatan semakin berkembang pesat dengan ditemukannya berbagai macam penyakit yang ada di masyarakat dan segala upaya untuk mengatasinya.

Lebih terperinci

PEKERJAAN KEFARMASIAN

PEKERJAAN KEFARMASIAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Makalh ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Undang-undang dan Etika Farmasi Di Susun Oleh : Kelompok VII A Finti Muliati : 14340104 Yolanta Mogi Rema : 14340105 Nora Novita

Lebih terperinci

Kasus Pelanggaran PP 51. (Anzari Muhammad )

Kasus Pelanggaran PP 51. (Anzari Muhammad ) Kasus Pelanggaran PP 51 (Anzari Muhammad 260110110083) 1. Obat Tradisional Mengandung BKO URAIAN KASUS Sebuah pabrik obat tradisional Kec. Bumiayu Kab. Brebes Jawa Tengah memproduksi OT mengandung BKO

Lebih terperinci

GRATIFIKASI DALAM INTERAKSI INDUSTRI FARMASI DENGAN DOKTER

GRATIFIKASI DALAM INTERAKSI INDUSTRI FARMASI DENGAN DOKTER GRATIFIKASI DALAM INTERAKSI INDUSTRI FARMASI DENGAN DOKTER Dipresentasikan oleh: Dimas Adityo (Marketing Practices Sub Committee-IPMG) IBIC 2016 16 November 2016 AGENDA 1. Tentang IPMG 2. Komitmen IPMG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi setiap manusia, karena dengan tubuh yang sehat setiap manusia dapat hidup produktif baik secara sosial

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821] UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821] Bagian Kedua Sanksi Pidana Pasal 61 Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat secara nyata. Kesehatan sangat mempengaruhi aktivitas seseorang. Dalam kondisi sehat jasmani dan rohani

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.1.3459 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pola pikir masyarakat semakin berkembang sesuai dengan perkembangan dunia saat ini. Demikian juga dalam hal kesehatan, masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi sehat menurut WHO adalah keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak terbatas hanya pada bebas dari penyakit dan kelemahan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sumber daya manusia yang baik dan berkualitas diperoleh dari tubuh yang sehat. Kesehatan sendiri merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dunia kesehatan di Indonesia terus berbenah untuk mencapai pelayanan kesehatan yang maksimum yang berdasar pada peningkatan kualitas hidup pasien. Peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dengan nilai transaksi sekitar Rp 56 triliun. International Pharmaceutical

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dengan nilai transaksi sekitar Rp 56 triliun. International Pharmaceutical BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kinerja dan pertumbuhan industri farmasi Indonesia pada 2014 melambat 8% dengan nilai transaksi sekitar Rp 56 triliun. International Pharmaceutical Manufactures

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Kesehatan dan kesejahteraan merupakan keinginan mutlak bagi setiap manusia. Salah satu upaya pembangunan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan juga meningkat. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

Lebih terperinci

ANALISIS PENULISAN RESEP OBAT DI LUAR FORMULARIUM NASIONAL PADA PESERTA BPJS NON PBI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III BENGKULU TAHUN 2015

ANALISIS PENULISAN RESEP OBAT DI LUAR FORMULARIUM NASIONAL PADA PESERTA BPJS NON PBI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III BENGKULU TAHUN 2015 ANALISIS PENULISAN RESEP OBAT DI LUAR FORMULARIUM NASIONAL PADA PESERTA BPJS NON PBI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III BENGKULU TAHUN 2015 Henni Febriawati 1, Riska Yanuarti 2, Rini Puspasari 3 1,2,3 Fakultas

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. Mengapa Perlu peraturan mengenai praktik kefarmasian Perangkat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT DENGAN

Lebih terperinci

Jalur Distribusi Obat

Jalur Distribusi Obat Jalur Distribusi Obat Berikut jalur distribusi obat: Apotik &Toko Obat Apotik & Toko Obat Pedagang Besar Farmasi RS dan Puskesmas Industri Registrasi BPOM Izin Edar Pedagang Eceran Dokter yg pny SIMO PBF

Lebih terperinci

Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok. Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014

Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok. Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014 Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kode Perilaku Pemasok... 3 Pendahuluan... 3 Hak Asasi Manusia dan Tenaga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT. I Pendahuluan 1. II Tujuan Pembentukan Komite Audit 1. III Kedudukan 2. IV Keanggotaan 2. V Hak dan Kewenangan 3

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT. I Pendahuluan 1. II Tujuan Pembentukan Komite Audit 1. III Kedudukan 2. IV Keanggotaan 2. V Hak dan Kewenangan 3 DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT Halaman I Pendahuluan 1 II Tujuan Pembentukan Komite Audit 1 III Kedudukan 2 IV Keanggotaan 2 V Hak dan Kewenangan 3 VI Tugas dan Tanggung Jawab 4 VII Hubungan Dengan Pihak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL...

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... A. PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Iklan. Publikasi. Pelayanan Kesehatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Iklan. Publikasi. Pelayanan Kesehatan. No.673, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Iklan. Publikasi. Pelayanan Kesehatan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1787/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG IKLAN DAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk Halaman I. Pembukaan 1 II. Kedudukan 2 III. Keanggotaan 2 IV. Hak dan Kewenangan 4 V. Tugas dan Tanggungjawab 4 VI. Hubungan Dengan Pihak Yang

Lebih terperinci

RELEVANSI PERATURAN DALAM MENDUKUNG PRAKTEK PROFESI APOTEKER DI APOTEK

RELEVANSI PERATURAN DALAM MENDUKUNG PRAKTEK PROFESI APOTEKER DI APOTEK ISSN : 1693-9883 Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 2, Agustus 2009, 97-106 RELEVANSI PERATURAN DALAM MENDUKUNG PRAKTEK PROFESI APOTEKER DI APOTEK Yustina Sri Hartini Fakultas Farmasi, Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 003/ PP.IAI/1418/IX/2016. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 003/ PP.IAI/1418/IX/2016. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 003/ PP.IAI/1418/IX/2016 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEMBINAAN PRAKTIK KEFARMASIAN DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN IKATAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN I. U M U M Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BLANGKO PERSYARATAN IZIN. Baru Daftar Ulang

BLANGKO PERSYARATAN IZIN. Baru Daftar Ulang PEMERINTAH KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU Jalan Merdeka Kelurahan Handayani Mulya Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (31211) Sumatera Selatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Apoteker pengelola Apotek Afiah Farma ini adalah Bapak Muhammad

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Apoteker pengelola Apotek Afiah Farma ini adalah Bapak Muhammad BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil IV.1.1 Apotek Afiah Farma Apotek Afiah Farma adalah perusahaan perorangan, dimana Apoteker pengelola Apotek Afiah Farma ini adalah Bapak Muhammad Kasim S.Si, Apt,

Lebih terperinci

BAB VII SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN PENGERTIAN

BAB VII SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN PENGERTIAN REPUBLIK INDONESIA BAB VII SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN A. PENGERTIAN Subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya yang menjamin ketersediaan, pemerataan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1.1 Gambaran Umum Apotek Hasil Salatiga Apotek Hasil Salatiga yang bertempat di Jalan Makam Pahlawan Salatiga merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang kesehatan di kehidupan masyarakat terutama perkembangan teknologi farmasi yang inovatif yang telah dikenal masyarakat luas dan banyaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERUSAHAAN DAERAH APOTIK SUMBER JAYA KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERUSAHAAN DAERAH APOTIK SUMBER JAYA KABUPATEN TANGERANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PERUSAHAAN DAERAH APOTIK SUMBER JAYA KABUPATEN TANGERANG BUPATI TANGERANG Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

KODE ETIK. Kode etik yang dikeluarkan oleh PT. Internasional Network Cemerlang adalah bertujuan untuk :

KODE ETIK. Kode etik yang dikeluarkan oleh PT. Internasional Network Cemerlang adalah bertujuan untuk : KODE ETIK Kode etik yang dikeluarkan oleh PT. Internasional Network Cemerlang adalah bertujuan untuk : 1. Memberikan kepuasan dan perlindungan kepada semua pihak yang berkepentingan, memajukan kompetisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci