MAKALAH PERANAN KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA PADA PERIODE PEMERINTAHAN PRESIDEN JOKO WIDODO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAH PERANAN KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA PADA PERIODE PEMERINTAHAN PRESIDEN JOKO WIDODO"

Transkripsi

1 MAKALAH PERANAN KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA PADA PERIODE PEMERINTAHAN PRESIDEN JOKO WIDODO Mata Ajaran : Perekonomian Indonesia Dosen : Prof. Susijati B. Hirawan, SE., M.Sc., Ph.D Disusun Oleh : Dedi Pramono ( ) KELAS AKP15-2P-A FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN UNIVERSITAS INDONESIA

2 STATEMENT OF AUTHORSHIP Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme. Mata Ajaran : Perekonomian Indonesia Judul Makalah/Tugas : Peranan Kebijakan Fiskal Dan Kebijakan Moneter Dalam Perekonomian Indonesia Pada Periode Pemerintahan Presiden Joko Widodo Tanggal : 1 Juni 2016 Dosen : Prof. Susijati B. Hirawan, SE., M.Sc., Ph.D Nama : Dedi Pramono NIM : Tanda tangan : i

3 DAFTAR ISI STATEMENT OF AUTHORSHIP... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv PENDAHULUAN Latar Belakang Penulisan Tujuan Penulisan Ruang Lingkup Pembahasan... 2 LANDASAN TEORI Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Kerangka IS-LM Model Bagaimana Kebijakan Fiskal Menggeser Kurva IS dan Mengubah Ekuilibrium Jangka Pendek Bagaimana Kebijakan Moneter Menggeser Kurva LM dan Mengubah Ekuilibrium Jangka Pendek Interaksi antara Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter... 6 PEMBAHASAN Reformasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Kebijakan Fiskal dalam Pelaksanaan Reformasi Subsidi BBM Kebijakan Moneter dalam Merespons Kebijakan Reformasi Subsidi BBM Dampak Reformasi Subsidi BBM Terhadap Perekonomian Indonesia Paket Kebijakan Ekonomi Kebijakan Fiskal dalam Pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi Kebijakan Moneter dalam Merespons Paket Kebijakan Ekonomi Dampak Paket Kebijakan Ekonomi terhadap Perekonomian Indonesia KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI ii

4 DAFTAR TABEL Tabel 1. 1 Kelompok Rumah Tangga Menurut Pengeluaran (Tahun 2011)... 1 Tabel 3. 1 Inflasi dan BI Rate (November 2014-Juli 2015) iii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Peningkatan Belanja Pemerintah dalam Model IS-LM... 4 Gambar 2. 2 Pemotongan Tarif Pajak dalam Model IS-LM... 5 Gambar 2. 3 Peningkatan Jumlah Uang yang Beredar dalam Model IS-LM... 6 Gambar 2. 4 Bank Sentral Mempertahankan Jumlah Uang Beredar Konstan... 7 Gambar 2. 5 Bank Sentral Mempertahankan Tingkat Bunga Konstan... 8 Gambar 2. 6 Bank Sentral Mempertahankan Pendapatan Konstan... 9 Gambar 3. 1 Perbandingan Subsidi Energi, Anggaran Pendidikan,Infrastruktur, dan Kesehatan tahun Gambar 3. 2 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (dalam %) Gambar 3. 3 Interaksi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Model IS-LM Gambar 3. 4 Pertumbuhan Ekonomi Tahun (dalam %) Gambar 3. 5 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar dalam 2 Tahun Terakhir Gambar 3. 6 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar dalam 1 Tahun Terakhir Gambar 3. 7 BI Rate dan Inflasi periode September 2015-April Gambar 3. 8 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan Gambar 3. 9 Interaksi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Model IS-LM iv

6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Selama Presiden Joko Widodo memegang kendali pemerintahan sampai saat ini, terdapat dua kebijakan utama yang dikeluarkan dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan pertama adalah pengalihan subsidi BBM yang dimaksudkan untuk memperbesar ruang fiskal guna membiayai sektor yang lebih produktif, diantaranya pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Argumen yang mendasari pengalihan subsidi BBM tersebut adalah karena subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran. Argumen tersebut selaras dengan data Sensus Nasional 2011 yang dikemukakan oleh Wikarya (2012) bahwa 30,92% golongan rumah tangga menengah dan 62,6% rumah tangga golongan atas menggunakan BBM bersubsidi, sehingga total 93,52% rumah tangga yang menggunakan BBM bersubsidi (premium) adalah golongan menengah-atas. Pengguna BBM subsidi berdasarkan kelompok rumah tangga dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut: Tabel 1. 1 Kelompok Rumah Tangga Menurut Pengeluaran (Tahun 2011) Kebijakan kedua adalah digulirkannya paket-paket kebijakan ekonomi yang dimulai pada bulan September 2015 dalam rangka mengatasi lambatnya pertumbuhan ekonomi, lemahnya nilai tukar rupiah terhadap US dollar, serta tingkat inflasi yang cenderung tinggi. Paket kebijakan tersebut diantaranya berporos pada percepatan 1

7 implementasi proyek strategis nasional, deregulasi dan debirokratisasi dalam rangka peningkatan daya saing usaha, menciptakan iklim yang kondusif bagi kemajuan investasi dan bisnis, serta perluasan kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja. Bank Indonesia dalam hubungannya dengan pelaksanaan kedua kebijakan tersebut mempunyai peran untuk: pertama, menekan angka inflasi yang ditimbulkan karena kenaikan harga BBM akibat kebijakan pengalihan subsidi BBM. Kedua, bersinergi dengan pemerintah dalam rangka pelaksanaan rangkaian paket kebijakan ekonomi. Peningkatan stimulus fiskal yang ditempuh Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan pertumbuhan ekonomi tersebut perlu didukung oleh Bank Indonesia dengan upaya penguatan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sinergi yang baik antara pemerintah selaku pemegang kebijakan fiskal dan Bank Indonesia selaku pemegang kebijakan moneter tersebut diharapkan akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 1.2 Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi kebijakan fiskal selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo; 2. Mengidentifikasi kebijakan moneter selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo; 3. Menganalisis dampak dari kebijakan fiskal dan moneter selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo terhadap perekonomian Indonesia. 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah kebijakan fiskal dan moneter pada awal periode pemerintahan Presiden Joko Widodo sampai dengan saat ini (bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan Mei 2016). Kebijakan fiskal yang dipilih adalah kebijakan reformasi subsidi BBM dan Paket Kebijakan Ekonomi dari Tahap I XII. 2

8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Kerangka IS-LM Model Menurut Mankiw (2010), kurva IS menggambarkan ekuilibrium dalam pasar barang dan jasa, sedangkan kurva LM menggambarkan ekuilibrium dalam pasar uang. Kurva IS-LM bersama-sama menentukan tingkat bunga dan pendapatan nasional dalam jangka pendek ketika tingkat harga tidak berubah. Karena Model IS-LM menunjukkan bagaimana pendapatan nasional ditentukan dalam jangka pendek, Model IS-LM dapat digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh berbagai campur tangan dalam perekonomian terhadap pendapatan. Dalam hal ini, bagaimana perubahan dalam kebijakan fiskal menggeser kurva IS dan bagaimana perubahan kebijakan moneter menggeser kurva LM Bagaimana Kebijakan Fiskal Menggeser Kurva IS dan Mengubah Ekuilibrium Jangka Pendek Kebijakan fiskal menurut Mankiw (2012) adalah the setting of the level of government spending and taxation by government policymakers. Selaras dengan pengertian tersebut, Sukirno (2006) dalam Fitri, et.al. (2015) mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahanperubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi. Berdasarkan definisi tersebut, Mankiw (2010) menyatakan bahwa kebijakan fiskal melalui belanja pemerintrah dan pajak mengubah ekuilibrium ekonomi jangka pendek. Perubahan kebijakan fiskal mempengaruhi belanja yang direncanakan dan menggeser kurva IS. Belanja yang direncanakan (planned expenditure) adalah jumlah uang yang akan dikeluarkan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah atas barang dan jasa. Ketika pemerintah meningkatkan belanja atas barang dan jasa, belanja yang direncanakan akan naik. Peningkatan belanja yang direncanakan ini akan mendorong produksi barang dan jasa, yang menyebabkan pendapatan total Y meningkat. Berdasarkan teori preferensi likuiditas, karena permintaan uang bergantung pada pendapatan, maka kenaikan pendapatan total meningkatkan jumlah uang yang diminta pada setiap tingkat bunga. Akan tetapi, jumlah uang yang beredar tidak berubah, 3

9 sehingga permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan ekuilibrium tingkat bunga r naik. Hal ini dapat digambarkan dalam Model IS-LM sebagai berikut: Gambar 2. 1 Peningkatan Belanja Pemerintah dalam Model IS-LM Sumber: Mankiw (2010) Berdasarkan gambar 2.1 di atas, belanja pemerintah meningkat sebesar G. Pengganda belanja pemerintah (the government purchases multiplier) dalam perpotongan Keynesian menyatakan bahwa pada tingkat bunga berapapun, perubahan dalam kebijakan fiskal ini menaikkan pendapatan sebesar G/(1-MPC). Oleh karena itu, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2.1, kurva IS bergeser ke kanan sebesar G/(1-MPC). Ekuilibrium dari perekonomian bergerak dari titik A ke titik B. Peningkatan belanja pemerintah menaikkan pendapatan dari Y 1 ke Y 2 dan tingkat bunga dari r 1 ke r 2. Selanjutnya, Mankiw (2010) menjelaskan bahwa perubahan dalam perpajakan mempengaruhi perekonomian sebagaimana belanja pemerintah, kecuali bahwa pajak mempengaruhi pengeluaran melalui konsumsi. Pemotongan pajak mendorong konsumen untuk belanja lebih dan oleh karena itu, meningkatkan belanja yang direncanakan. Pengganda pajak (the tax multiplier) dalam perpotongan Keynesian menyatakan bahwa perubahan kebijakan ini menaikkan pendapatan pada tingkat bunga berapapun oleh T x MPC/(1-MPC). Oleh karena itu, kurva IS bergeser ke kanan sesuai jumlah tersebut. Ekuilibrium dari perekonomian bergerak dari titik A ke titik B. Pemotongan tarif pajak menaikkan pendapatan dari Y 1 ke Y 2 dan tingkat bunga dari r 1 ke r 2. Hal tersebut sebagaimana digambarkan sebagai berikut: 4

10 Gambar 2. 2 Pemotongan Tarif Pajak dalam Model IS-LM Sumber: Mankiw (2010) Bagaimana Kebijakan Moneter Menggeser Kurva LM dan Mengubah Ekuilibrium Jangka Pendek Kebijakan moneter menurut Mankiw (2012) adalah the setting of the money supply by policymakers in the central bank. Salter (2014) mendefinisikan kebijakan moneter sebagai an authority (or authorities) adjusting the money supply in an attempt to influence the economy. Berdasarkan definisi tersebut, bank sentral berperan sebagai pembuat kebijakan untuk mengatur jumlah uang yang beredar. Perubahan jumlah uang yang beredar tersebut akan mengubah tingkat bunga sehingga menyeimbangkan pasar uang terhadap berapapun tingkatan pendapatan, sehingga menggeser kurva LM. Gambaran peningkatan jumlah uang yang beredar dalam Model IS-LM dapat digambarkan sebagai berikut: 5

11 Gambar 2. 3 Peningkatan Jumlah Uang yang Beredar dalam Model IS-LM Sumber: Mankiw (2010) Mankiw (2010) menyatakan bahwa adanya peningkatan jumlah uang yang beredar (M) menyebabkan peningkatan ekuilibrium uang riil M/P, karena tingkat harga P adalah tetap dalam jangka pendek. Teori preferensi likuiditas menunjukkan bahwa untuk setiap tingkat pendapatan, peningkatan ekuilibrium uang riil menyebabkan turunnya tingkat bunga. Oleh karena itu, kurva LM bergeser ke kanan bawah, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.3. Ekuilibrium bergerak dari titk A ke titik B. Peningkatan jumlah uang yang beredar mengurangi tingkat bunga dari r 1 ke r 2 dan menaikkan tingkat pendapatan Y 1 ke Y 2. Model IS-LM menunjukkan bahwa kebijakan moneter mempengaruhi pendapatan dengan mengubah tingkat bunga. Dalam jangka pendek, ketika harga bersifat kaku, ekspansi dalam jumlah uang yang beredar meningkatkan pendapatan. Akan tetapi, kita tidak membahas bagaimana ekspansi moneter mendorong belanja yang lebih besar atas barang dan jasa, sebuah proses yang disebut transmisi moneter (monetary transmission mechanism). Model IS-LM menunjukkan bagian penting dari mekanisme tersebut bahwa: kenaikan jumlah uang yang beredar menurunkan tingkat bunga, yang mendorong investasi dan dengan demikian memperbesar permintaan terhadap barang dan jasa. 2.2 Interaksi antara Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Mankiw (2010) menyatakan dalam menganalisa perubahan kebijakan fiskal atau moneter, perlu kita ingat bahwa para pembuat kebijakan menyadari apa yang dilakukan oleh pembuat kebijakan lainnya. Perubahan dalam suatu kebijakan, oleh 6

12 karena itu dapat mempengaruhi kebijakan lainnya, dan ketergantungan ini dapat mengubah dampak dari perubahan kebijakan. Misalkan pemerintah menaikkan pajak, Apakah pengaruh kebijakan tersebut terhadap perekonomian?menurut model IS-LM, jawabannya tergantung pada bagaimana bank sentral merespons terhadap kenaikan pajak tersebut sebagaimana dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. 4 Bank Sentral Mempertahankan Jumlah Uang Beredar Konstan r 1 r 2 Y 2 Y 1 Sumber: Mankiw (2010) Pada gambar 2.4 di atas, Bank Sentral mempertahankan jumlah uang beredar konstan. Kenaikan pajak menggeser kurva IS ke kiri. Pendapatan turun (karena pajak yang lebih tinggi mengurangi pengeluaran konsumen), dan tingkat bunga turun (karena pendapatan yang lebih rendah mengurangi permintaan akan uang). Turunnya pendapatan mengindikasikan bahwa kenaikan pajak menyebabkan resesi. 7

13 Gambar 2. 5 Bank Sentral Mempertahankan Tingkat Bunga Konstan r Y 1 Y 2 Sumber: Mankiw (2010) Pada gambar 2.5 di atas, Bank Sentral ingin mempertahankan tingkat bunga konstan. Pada kasus ini, ketika kenaikan pajak menggeser kurva IS ke kiri, Bank Sentral harus mengurangi jumlah uang yang beredar dengan menjaga tingkat bunga pada tingkat aslinya. Turunnya jumlah uang yang beredar menggeser kurva LM ke kiri atas.tingkat bunga tidak turun, tetapi pendapatan turun dalam jumlah yang lebih besar daripada jika Bank Sentral mempertahankan jumlah uang yang beredar konstan. Sementara di gambar 2.4 tingkat bunga yang lebih rendah mendorong investasi dan mengimbangi pengaruh kontraksi dari kenaikan pajak, sedangkan di gambar 2.5 Bank Sentral memperburuk resesi dengan menjaga tingkat bunga tetap tinggi. 8

14 Gambar 2. 6 Bank Sentral Mempertahankan Pendapatan Konstan r 1 r 2 Y Sumber: Mankiw (2010) Pada gambar 2.6 di atas, Bank sentral ingin mencegah dampak kenaikan pajak agar tidak menurunkan pendapatan. Oleh karena itu, konsekuensinya menambah jumlah uang yang beredar dan menggeser kurva LM ke kanan bawah agar cukup mengimbangi pergeseran kurva IS. Pada kasus ini, kenaikan pajak tidak menyebabkan resesi, tetapi menyebabkan penurunan yang besar pada tingkat bunga. Meskipun tingkat pendapatan tidak berubah, kombinasi dari kenaikan pajak dan ekspansi moneter tidak mengubah alokasi dari sumber daya ekonomi. Pajak yang lebih tinggi menekan konsumsi, sementara tingkat bunga yang lebih rendah mendorong investasi. Pendapatan tidak berubah karena kedua pengaruh tersebut benar-benar seimbang. Dari ketiga gambaran tersebut, dapat kita lihat bahwa dampak dari kebijakan fiskal tergantung pada kebijakan moneter yang ditetapkan bank sentral, apakah mempertahankan secara konstan dari jumlah uang beredar, tingkat bunga, atau tingkat pendapatan. Secara umum, ketika kita menganalisis perubahan dari suatu kebijakan, kita harus membuat asumsi tentang pengaruhnya terhadap kebijakan lain. Asumsi apakah yang paling tepat tergantung pada kasus yang dihadapi dan banyaknya pertimbangan politis yang berada di belakang pembuat kebijakan ekonomi. 9

15 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Reformasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Kebijakan Fiskal dalam Pelaksanaan Reformasi Subsidi BBM Tepat pada tanggal 20 Oktober 2014, kendali pemerintahan di Indonesia berpindahtangan dari Presiden dan Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono (SBY-Boediono) kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu 2014, Joko Widodo-Jusuf Kalla (Media Praja, 2015). Belum genap satu bulan memegang kendali pemerintahan, Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan yang dinilai sebagian orang sebagai langkah yang tidak populer, yakni pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Berdasarkan informasi liputan6.com (17 November 2014), akibat dikeluarkannya kebijakan tersebut, efektif per tanggal 18 November 2014, harga premium mengalami kenaikan sebesar Rp per liter dari semula Rp menjadi Rp 8.500, begitu halnya dengan harga solar juga mengalami kenaikan sebesar Rp per liter dari semula Rp menjadi Rp Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), langkah pemerintah menaikkan harga BBM subsidi karena selama ini subsidi tersebut tidak tepat sasaran. Subsidi BBM seharusnya dialihkan ke hal yang produktif seperti pembangunan infrastruktur berupa jalan, bandara dan juga pelabuhan. Selain itu, subsidi tersebut juga akan dialihkan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan melalui kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Keluarga Sejahtera. Terdapat beberapa alasan yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam menaikkan harga BBM pada bulan November, diantaranya adalah sebagaimana dikemukakan oleh Faisal Basri, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Bumi (Tempo.co, 18 November 2014) bahwa pada bulan November harga barang-barang konsumsi menurun, sehingga dampak inflasi diharapkan tidak akan terlalu besar. Seandainya pemerintah menaikkan harga BBM pada Desember, inflasi akan sangat tinggi karena saat itu biasanya masyarakat berbelanja untuk kebutuhan akhir tahun. Inflasi biasanya akan kembali menurun pada bulan April, namun akan terlalu lama apabila pemerintah menunggu bulan April tersebut. Hal serupa diutarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyarankan agar harga BBM bersubsidi naik pada bulan November karena secara historis nilai inflasinya rendah. BPS menyatakan bahwa inflasi Januari-Oktober 2014 mencapai 4,19 persen. Apabila 10

16 harga BBM naik Rp per liter, terdapat tambahan inflasi sebesar 1,7 persen pada November 2014 dimana masih memenuhi asumsi Anggaran pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) Gambar 3. 1 Perbandingan Subsidi Energi, Anggaran Pendidikan,Infrastruktur, dan Kesehatan tahun Sumber: Direktorat Penyusunan APBN, DJA (2016) Kebijakan Moneter dalam Merespons Kebijakan Reformasi Subsidi BBM Adanya kenaikan harga BBM langsung direspons cepat oleh Bank Indonesia selaku pemegang kebijakan moneter. Berdasarkan Siaran Pers Bank Indonesia No. 16/92/Dkom, pada tanggal 18 November 2014 Bank Indonesia menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang memutuskan untuk memperkuat bauran kebijakan dalam merespon kebijakan reformasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah, sebagaimana diuraikan sebagai berikut: Pertama, suku bunga BI Rate naik sebesar 25 bps menjadi 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility naik sebesar 50 bps menjadi 8,00% dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,75% berlaku efektif sejak 19 November Kenaikan BI Rate ditempuh untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran yaitu 4±1% pada tahun Kebijakan tersebut juga konsisten dengan kemajuan dalam mengelola defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Pelebaran koridor suku bunga operasi moneter dimaksudkan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendorong pendalaman pasar keuangan. 11

17 Kedua, mempersiapkan penyesuaian kebijakan makroprudensial guna memperluas sumber-sumber pendanaan bagi perbankan sekaligus mendukung pendalaman pasar keuangan serta mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif yang prioritas. Kebijakan ini antara lain meliputi 1) Perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan GWM-LDR, dan 2) pemberian insentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM. Ketiga, memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung kelancaran dan perluasan penyaluran program-program bantuan dari Pemerintah kepada masyarakat guna mengurangi dampak kenaikan harga BBM melalui penggunaan uang elektronik dan implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD). Keempat, melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. Kebijakan reformasi subsidi BBM diyakini dapat memperkuat konfiden pasar dan perbaikan transaksi berjalan sehingga akan lebih kondusif pada pergerakan nilai tukar Rupiah ke depan. Kelima, memperkuat langkah koordinasi bersama Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dengan fokus pada upaya untuk meminimalkan potensi tekanan inflasi khususnya dari sisi kenaikan tarif angkutan dan terjaganya harga pangan. Penguatan koordinasi juga diintensifkan untuk peningkatan stimulus fiskal ke sektor produktif dan kebijakan reformasi struktural lanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Bank Indonesia meyakini bahwa penguatan bauran kebijakan serta koordinasi yang erat dengan Pemerintah mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Bank Indonesia menyambut baik kebijakan reformasi fiskal Pemerintah untuk realokasi anggaran subsidi BBM ke sektor yang produktif. Kebijakan reformasi fiskal ini merupakan langkah mendasar dan sebagai bagian penting dari reformasi struktural dalam memperkuat fundamental perekonomian Indonesia. Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer. Kebijakan tersebut diyakini akan mengurangi impor minyak sehingga dapat mengurangi defisit transaksi berjalan khususnya di sisi defisit neraca perdagangan migas yang selama ini masih besar. Kebijakan Pemerintah dalam penyaluran bantuan kepada masyarakat juga akan memitigasi penurunan daya 12

18 beli masyarakat sehingga tetap dapat kondusif bagi pertumbuhan konsumsi swasta. Lebih dari itu, realokasi anggaran subsidi ke pengeluaran untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dan berbagai kegiatan produktif akan meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkesinambungan. Secara keseluruhan, Bank Indonesia meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2015 dapat mencapai 5,4-5,8 % dan akan lebih tinggi dalam jangka menengah-panjang dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga Dampak Reformasi Subsidi BBM Terhadap Perekonomian Indonesia Dampak Terhadap Tingkat Inflasi Adanya kenaikan harga BBM memberikan efek multiplier terhadap perekonomian. Pengaruh yang pertama kali dirasakan oleh masyarakat adalah kenaikan biaya transportasi dan tarif angkutan umum. Adanya kenaikan biaya tersebut akan mendorong kenaikan harga barang-barang konsumsi serta tuntutan kenaikan upah pekerja. Kondisi-kondisi tersebut akhirnya mendorong terjadinya kenaikan inflasi (cost push inflation) yang tinggi di bulan Desember 2014 sebesar 2,13%, sebagaimana terlihat pada tabel 3.1 di bawah ini: Tabel 3. 1 Inflasi dan BI Rate (November 2014-Juli 2015) BULAN (dalam %) Nov'14 Des'14 Jan'15 Feb'15 Mar'15 Apr'15 Mei'15 Jun'15 Jul'15 Inflasi 6,23 8,36 6,96 6,29 6,38 6,79 7,15 7,26 7,26 BI Rate 7,50 7,75 7,75 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 Sumber: BPS dan BI (diolah) Bank Indonesia sebelumnya telah mengantisipasi akan adanya inflasi di bulan Desember tersebut dengan menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,75% dengan suku bunga Lending Facility naik sebesar 50 bps menjadi 8,00% dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,75% berlaku efektif sejak 19 November 2014, namun karena kebutuhan belanja masyarakat di akhir tahun 2014 meningkat dalam rangka menghadapi hari Raya Natal dan Tahun Baru tahun 2015, maka kenaikan inflasi yang lebih tinggi tidak dapat dihindarkan Dampak terhadap Pertumbuhan Ekonomi Upaya pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM selain berdampak pada kenaikan inflasi juga berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2014 yang mencapai 5,02, turun 0,29% 13

19 menjadi 4,73% pada triwulan I tahun 2015 sebagaimana terlihat pada gambar 3.2 sebagai berikut: Gambar 3. 2 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (dalam %) 5,1 5 4,9 5,02 4,92 4,8 4,7 4,73 4,7 4,71 4,79 4,6 4,5 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah) Penjelasan teoritis akan turunnya pertumbuhan ekonomi akibat pengalihan subsidi BBM dan kenaikan BI rate dapat dianalisis menggunakan interaksi kebijakan fiskal dan moneter dalam model IS-LM sebagai berikut: Gambar 3. 3 Interaksi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Model IS-LM (Kebijakan Reformasi Subsidi BBM) Berdasarkan gambar 3.3 di atas dapat dijelaskan bahwa ekuilibrium awal antara kurva IS dan LM menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi Y 1. Pemerintah mengeluarkan kebijakan pengalihan subsidi BBM dalam rangka memperbesar ruang fiskal sehingga menyebabkan kurva IS bergeser ke kiri dari IS 1 ke IS 2. Akibat dari adanya kebijakan kontraksi fiskal tersebut, pertumbuhan ekonomi turun dari Y 1 ke Y 2. Adanya pengalihan subsidi BBM menyebabkan kenaikan harga barang dan tuntutan 14

20 upah pekerja yang berakibat pada kenaikan inflasi. Dalam jangka pendek, fokus dari Bank Indonesia adalah mengantisipasi adanya dampak inflasi yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM. Bentuk kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia diantaranya adalah dengan menaikkan BI rate dari r 1 ke r 2 sehingga menyebabkan menggeser kurva LM bergeser dari LM 1 ke LM 2. Akibat dari pergeseran kurva LM dan kurva IS, timbul ekuilibrium IS-LM baru yang menghasilkan penurunan pertumbuhan ekonomi pada titik Y Paket Kebijakan Ekonomi Kebijakan Fiskal dalam Pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi Data pertumbuhan ekonomi triwulanan pada gambar 3.1 menunjukkan lambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 hanya mencapai angka 4,79% dimana merupakan angka pertumbuhan ekonomi terendah sejak tahun Angka tersebut juga meleset jauh dibandingkan dengan asumsi dasar pertumbuhan ekonomi dalam APBNP tahun 2015 yang telah ditetapkan sebesar 5,7%. Gambar 3. 4 Pertumbuhan Ekonomi Tahun (dalam %) Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Irawan (inspirasibangsa.com, 29 Januari 2016) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus berjalan lambat, disertai menurunnya harga minyak dunia, turut mempersempit defisit transaksi berjalan menjadi 1,8% dari PDB pada kuartal pertama. Dalam konteks makro ekonomi, rendahnya tingkat investasi (I) dan konsumsi (C) serta rendahnya penerimaan dari sektor ekspor memberikan andil yang cukup signifikan terhadap PDB Nasional. 15

21 Mengingat penawaran (supply) barang dan jasa rendah pada satu sisi dan permintaan (demand) yang tetap pada sisi yang lain akan menciptakan masalah baru bagi kondisi perekonomian berupa inflasi. Data pada kuartal pertama tahun 2015 menunjukkan bahwa tingkat inflasi adalah sebesar 7%. Inflasi yang relatif tinggi akan berdampak pada rendahnya tingkat daya beli masyarakat, sehingga pada gilirannya akan berdampak pada rendahnya profit yang diperoleh oleh perusahaan. Kondisi perekonomian global pada tahun 2015 masih berada pada fase yang penuh ketidakpastian sebagaimana ditunjukkan oleh koreksi proyeksi pertumbuhan perekomian dunia oleh lembaga-lembaga internasional. Belum kondusifnya perkembangan perekonomian di dunia antara lain diakibatkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara maju dan berkembang, penurunan harga komoditas, serta perbedaan arah kebijakan moneter dan fiskal di berbagai kawasan. Nilai tukar rupiah yang mulai terdepresiasi sejak pertengahan tahun 2014 berlanjut sampai dengan tahun Nilai tukar rupiah mencapai puncaknya pada tanggal 28 September 2015, dimana kurs tengah rupiah sebesar Rp ,- per dollar AS. Fluktuatif nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang tahun 2015 (depresiasi rupiah terhadap dolar AS sebesar 4,81%), dan juga ada tren depresiasi mata uang yang dialami oleh negara-negara lain, tidak lepas dari faktor eksternal atau pengaruh faktor ekonomi global. Penguatan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang negara-negara lain sejalan dengan perbaikan perekonomian AS serta kebijakan normalisasi moneter yang diambil oleh the The Fed. Gambar 3. 5 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar dalam 2 Tahun Terakhir Sumber: kursdollar.net Pertumbuhan ekonomi yang berjalan lambat, masih lemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS, serta tingkat inflasi yang cenderung tinggi mendorong pemerintah untuk mengambil keputusan penting dengan menggulirkan paket-paket kebijakan 16

22 ekonomi. Berbagai upaya yang tertuang dalam paket - paket kebijakan tersebut merupakan usaha Pemerintah bersama lembaga-lembaga terkait, termasuk Bank Indonesia dalam melakukan upaya - upaya stabilisasi baik dari sisi fiskal maupun moneter, sehingga diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa mendatang. Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung (detik.com,7 Oktober 2015) menyatakan bahwa paket-paket kebijakan ekonomi dikeluarkan bertahap karena jumlahnya cukup banyak, sehingga dengan demikian kebijakan tersebut akan disiapkan lebih matang dan diharapkan masyarakat lebih mudah untuk memahaminya. Di samping itu, hal tersebut juga bertujuan untuk menjaga momentum sentimen positif dari investor terhadap kebijakan pemerintah. Paket-paket kebijakan ekonomi yang berhubungan dengan kebijakan fiskal dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I diumumkan oleh pemerintah pada tanggal 9 September Paket kebijakan tersebut terdiri atas tiga paket kebijakan sebagai berikut (Kemenko Perekonomian, 2015a): a. mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, penegakan hukum dan peningkatan kepastian usaha. Pelaksananaannya terdapat 79 aturan yang dirombak dari 154 yang masuk dimana hal tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan duplikasi dan memangkas aturan yang menghambat daya saing, diantaranya adalah merevisi Permenkeu No.176 tahun 2013 dan Permenkeu No.177 tahun 2013 tentang Pembebasan dan Pengembalian KITE untuk mendukung Industri Kecil dan Menengah (IKM dalam pengembangan ekspor) serta merevisi PMK No.176/2009 dan Permenperin No.19/2010 untuk menghilangkan persyaratan rekomendasi dalam rangka pemberian fasilitas bea masuk bagi restrukturisasi/pengembangan industri serta multi tafsir pada kata dapat diberikan pembebasan bea masuk atas inpor barang dan bahan keperluan produksi b. mempercepat implementasi proyek strategis nasional dengan menghilangkan hambatan yang ada, menyederhanakan izin, mempercepat pengadaan barang serta memperkuat peran kepala daerah untuk mendukung program strategis tersebut. 17

23 c. meningkatkan investasi di sektor properti, khususnya di sektor properti yang dimaksudkan untuk mendorong pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. 2. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II Pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi tahap II pada tanggal 29 September Berbeda dengan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I yang meliputi banyak regulasi, pada paket kebijakan ini Presiden Joko Widodo mengarahkannya untuk fokus pada upaya peningkatan investasi. Bentuk upaya ini berupa deregulasi dan debirokratisasi peraturan untuk mempermudah investasi, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA). Adapun isi lengkap dari Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II tersebut adalah sebagai berikut (Tempo.co., 29 September 2015): a. Kemudahan Layanan Investasi 3 Jam Untuk menarik penanaman modal, terobosan kebijakan yang akan dilakukan adalah memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu tiga jam di Kawasan Industri. Dengan mengantongi izin tersebut, investor sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi. Regulasi yang dibutuhkan untuk layanan cepat investasi 3 jam ini adalah Peraturan Kepala BKPM dan Peraturan Pemerintah mengenai Kawasan Industri serta Peraturan Menteri Keuangan. b. Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat Setelah dalam 2 hari syarat dan aplikasi dipenuhi, pemerintah mengantongi keputusan bahwa investasi tersebut dapat menerima tax allowance atau tidak. Sedangkan untuk tax holiday, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memutuskan pengesahannya maksimun 45 hari setelah semua persyaratan dipenuhi. c. Pemerintah tidak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi Kebijakan tersebut termaktub regulasi yang telah terbit, Peraturan Pemerintah nomor 69 tahun 2015 tentang impor dan penyerahan alat angkutan tertentu dan penyerahan jasa kena pajak, terkait angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN. Pemerintah akan memberikan insentif berupa tidak memungut PPN untuk beberapa alat transportasi, terutama adalah galangan kapal, kereta api, pesawat, dan termasuk suku cadangnya. 18

24 d. Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat Dengan adanya pusat logistik, maka perusahaan manufaktur tidak perlu impor dan tidak perlu mengambil barang dari luar negeri karena cukup mengambil dari gudang berikat. Rencananya hingga menjelang akhir tahun akan ada dua pusat logistik berikat yang siap beroperasi, yakni di Cikarang terkait sektor manufaktur dan di Merak terkait BBM. e. Insentif pengurangan pajak bunga deposito Insentif ini berlaku terutama eksportir yang berkewajiban melaporkan devisa hasil ekspor (DHE) ke Bank Indonesia. DHE disimpan dalam bentuk deposito 1 bulan, tarifnya akan diturunkan 10 persen, 3 bulan maka menjadi 7,5 persen, 6 bulan menjadi 2,5 persen dan di atas 6 bulan 0 persen. Jika dikonvert ke rupiah, maka tarifnya 1 bulan 7,5 persen, 3 bulan 5 persen, dan 6 bulan langsung 0 persen. 3. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap III Pemerintah secara berkelanjutan terus memperbaiki iklim usaha serta mempermudah, memperjelas, mempermurah pengurusan perizinan dan persyaratan membuka lapangan usaha di Indonesia. Paket kebijakan ekonomi tahap III yang diumumkan pemerintah tanggal 7 Oktober 2015, diantara kebijakan fiskal yang terdapat dalam kebijakan tersebut adalah sebagai berikut (Tempo.co., 7 Oktober 2015): a. Kebijakan penurunan harga BBM, gas dan listrik: b. Perluasan wirausahawan penerima KUR Pemerintah telah menurunkan tingkat bunga KUR dari 22 persen menjadi 12 persen. Pada paket ketiga, para keluarga yang memiliki penghasilan tetap, dapat menerima KUR untuk sektor usaha produktif. Contohnya, istri pegawai yang membuka salon atau warung kopi dapat mendapat KUR karena dikategorikan sektor produktif. 4. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap IV Pemerintah merilis Paket Kebijakan Ekonomi Tahap IV pada tanggal 15 Oktober Sasaran paket kebijakan ini, menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung, pemerintah berkeinginan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Dalam paket 19

25 tersebut, kebijakan lebih difokuskan pada persoalan upah buruh, kredit usaha rakyat (KUR), hingga lembaga pembiayaan ekspor. Berdasarkan publikasi online yang dirilis oleh Kantor Staf Presiden tanggal 16 Oktober 2015 disebutkan bahwa peningkatan kesejahteraan pekerja merupakan unsur penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum, sehingga Negara harus selalu hadir meningkatkan kesejahteraan pekerja. Bentuk kehadiran negara itu, menurut Darmin Nasution, adalah pemberian jaring pengaman (safety net) melalui kebijakan upah minimum dengan sistem formula untuk memastikan pekerja/buruh tidak jatuh ke dalam upah murah, sehingga upah buruh naik setiap tahun dengan besaran kenaikan yang terukur. Mempertimbangkan KUR penting untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan dan meningkatkan wirausahawan, khususnya pelaku usaha mikro dan kecil dalam kegiatan usaha produktif, Pemerintah memutuskan untuk meluncurkan kebijakan peningkatan dan perluasan KUR. Mengingat beban biaya dan risiko usaha yang masih tinggi saat ini, maka KUR yang disalurkan ke depan diberikan subsidi bunga yang lebih besar disertai penjaminan, subsidi tersebut dalam bentuk penurunan tingkat bunga dari sekitar 22% menjadi 12%. Selain itu cakupan penerima KUR perorangan dan badan usaha juga diperluas. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa pemerintah melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ingin memberikan dukungan kepada usaha kecil menengah (UKM) yang berorientasi ekspor maupun terlibat pada kegiatan yang mendukung ekspor dengan memberikan semacam kredit modal kerja kepada UKM tersebut dengan tingkat bunga yang lebih rendah daripada tingkat bunga komersial, dan diutamakan untuk UKM padat karya dan rawan PHK, sehingga dapat memperluas lapangan kerja. 5. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap V Pemerintah kembali mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap V pada tanggal 22 Oktober Inti dari paket kebijakan ini adalah deregulasi dalam bentuk pengurangan tarif pajak penghasilan (PPh) untuk perusahaan yang melakukan revaluasi aset, menghilangkan pajak berganda dana investasi real estate, properti, dan infrastruktur, serta deregulasi bagi industri perbankan syariah untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah (Tempo.co., 23 Oktober 2015). 20

26 6. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap VI Berdasarkan siaran pers Kemenko Perekonomian (2015b) disebutkan bahwa Pemerintah kembali menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi VI pada tanggal 5 November 2015 dimana salah satu kebijakannya adalah upaya menggerakkan perekonomian di wilayah pinggiran dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan KEK belum memenuhi harapan seperti yang diharapkan dalam UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yakni untuk menciptakan kawasan-kawasan yang menarik sebagai tujuan investasi (foreign direct investment) dan sebagai penggerak perekonomian di wilayahwilayah yang selama ini belum berkembang. Antara lain ini akibat belum ditetapkannya insentif dan kemudahan investasi di KEK. Investasi pada rantai produksi yang menjadi fokus KEK akan diberi insentif lebih besar dibanding dengan investasi yang bukan menjadi fokus KEK. Berbagai fasilitas dan kemudahan yang akan diberikan di KEK diantaranya meliputi: a. Bidang Pajak Penghasilan 1) Kegiatan Utama (Tax Holiday): pengurangan PPh sebesar % selama tahun dengan nilai investasi lebih dari Rp. 1 triliun. pengurangan PPh sebesar % selama 5-15 tahun dengan nilai investasi lebih dari Rp. 500 milyar. 2) Kegiatan di luar Kegiatan Utama (Tax Allowance): Pengurangan penghasilan netto sebesar 30% selama 6 tahun; Penyusutan yang dipercepat; 3) PPh atas deviden sebesar 10% Kompensasi kerugian 5-10 tahun. b. Bidang PPn dan PPnBM Tidak dipungut PPn dan PPnBM atas kegitan impor, Pemasukan dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) ke KEK, Pengeluaran dari KEK ke TLDDP, Transaksi antar pelaku di KEK, Transaksi dengan pelaku di KEK lain. 7. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap VII Pada tanggal 4 Desember 2015, pemerintah mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap VII yang fokus utuk memberikan kemudahan terhadap pelaku usaha padat karya, dan pedagang kaki lima. Darmin Nasution dalam bisnis.com (4 21

27 Desember 2015) mengatakan bahwa Paket Kebijakan Ekonomi Tahap VII terdiri atas empat paket kebijakan. Tiga dari kebijakan tersebut dikeluarkan pemerintah, sedangkan satu kebijakan lainnya dikeluarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kebijakan pertama dari Paket Kebijakan Ekonomi Tahap VII adalah keringanan pajak penghasilan pasal 21 (PPh 21) untuk perusahaan yang memiliki karyawan lebih dari orang. Kebijakan kedua adalah revisi terhadap Peraturan Pemerintah No. 18/2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang- Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.Adapun kebijakan ketiga adalah kemudahan untuk mendapatkan sertifikat tanah bagi pedagang kaki lima di sejumlah daerah.terakhir, BKPM menambah jumlah perizinan yang dapat diperoleh investor dalam tiga jam, dari yang sebelumnya tiga menjadi delapan jenis perizinan.paket kebijakan ekonomi tersebut diharapkan mampu menggenjot realisasi investasi dan meningkatkan daya saing usaha padat karya. 8. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap VIII Berdasarkan liputan Tempo.co. (21 Desember 2015), Paket kebijakan jilid VIII diumumkan oleh pemerintah pada tanggal 21 Desember 2015 yang meliputi kebijakan diantaranya adalah menghilangkan tarif bea masuk untuk suku cadang pesawat. Selama ini, sebagian besar suku cadang yang diperlukan perusahaan penerbangan di Indonesia berasal dari luar negeri. Aturan yang berlaku terkait dengan hal itu adalah bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP), yang diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan. Dalam peraturan tersebut disebutkan perlu adanya rekomendasi dari pemerintah untuk mendapatkan suku cadang pesawat. Dengan adanya kebijakan penghapusan bea masuk tersebut, perusahaan bisa mendapatkan suku cadang dengan cepat tanpa perlu rekomendasi lagi. 9. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap IX Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap IX pada tanggal 27 Januari 2016 di Istana Kepresidenan, Jakarta. Berdasarkan liputan6.com (27 Januari 2016), Darmin Nasution menyatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Selain demi memenuhi kebutuhan listrik untuk rakyat, pembangunan infrastruktur akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan rasio 22

28 elektrifikasi. Pemerintah menargetkan kapasitas listrik terpasang di Indonesia mencapai 53 gigawatt (GW) dengan energi terjual mencapai 220 triliunwatthour (TWh) sampai Sedangkan rasio elektrifikasi saat ini sebesar 87,5 persen. Untuk mencapai rasio elektrifikasi hingga 97,2 persen pada 2019, diperlukan pertumbuhan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sekitar 8,8 persen per tahun. Untuk mengejar target tersebut, diperlukan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berupa penugasan kepada PT PLN (Persero). Dengan adanya Perpres ini, PLN akan memiliki dasar hukum yang kuat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Pemerintah akan mendukung berbagai langkah PLN seperti menjamin penyediaan energi primer, kebutuhan pendanaan dalam bentuk PMN dll. Juga fasilitas pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), penyederhanaan perizinan melalui PTSP, penyelesaian konflik tata ruang, penyediaan tanah serta penyelesaian masalah hukum, serta pembentukan badan usaha tersendiri yang menjadi mitra PLN dalam penyediaan listrik. Namun PLN juga wajib mengutamakan penggunaaan barang/jasa dalam negeri melalui proses pengadaan yang inovatif. Misalnya pengadaan secara openbook, pemberian preferensi harga kepada penyedia barang/jasa dengan tingkat kandungan dalam negeri yang tinggi, serta penerapan pengadaan yang memungkinkan pabrikan-pabrikan dalam negeri menyediakan komponen untuk sistem pembangkit listrik. 10. Paket Kebijakan Ekonomi X Dalam publikasi online yang dirilis oleh Kemenko Perekonomian tanggal 20 Mei 2016, Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi X pada tanggal 11 Februari Pada intinya, paket kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong peningkatan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri dalam rangka percepatan pembangunan, dengan tetap meningkatkan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK). Dalam paket kebijakan ekonomi jilid X ini, pemerintah melakukan revisi atas Daftar Negatif Investasi (DNI), yang diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Melalui revisi Perpres tersebut, pemerintah menambah 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK. Tujuan dan manfaat dari pelaksanaan kebijakan ini adalah: 23

29 a. Meningkatkan investasi baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri (asing) dan untuk bidang usaha (sektor) yang sudah bersifat kompetitif atau memerlukan teknologi dan atau sumber pembiayaan yang tidak tersedia di dalam negeri dibuka 100% untuk Penanaman Modal Asing. Sehingga dengan demikian percepatan pembangunan infrastruktur yang bersifat komersial seperti pengusahaan jalan tol, pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya, industri bahan baku obat terbuka dibiayai dari Penanaman Modal Asing. b. Mendorong penyebaran investasi ke seluruh Indonesia terutama di luar Jawa yang porsi saat ini berkisar 42%, komposisi investasi dengan dominasi di sektor sekunder dan tidak banyak tersinergi berdasarkan value chain. c. Peluang pengembangan dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi terbuka lebar melalui kemitraan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. 11. Paket Kebijakan Ekonomi XI Berdasarkan siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tanggal 29 Maret 2016, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XI pada tanggal 29 Maret 2016 yang meliputi empat poin kebijakan: a. Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor (KURBE) Menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor yang lengkap dan terpadu untuk modal kerja dan investasi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. b. Dana Investasi Real Estate (DIRE) Menerbitkan DIRE dengan biaya yang relatif rendah dalam rangka peningkatan efisiensi dalam penyediaan dana investasi jangka panjang untuk menunjang percepatan pembangunan infrastruktur dan perumahan sesuai Program Jangka Menengah Nasional Tahun c. Pengendalian Risiko untuk Memperlancar Arus Barang di Pelabuhan (Indonesia Single Risk Management - ISRM) Mempercepat pelayanan kegiatan impor/ekspor yang dapat memberikan kepastian usaha, efisiensi waktu dan biaya perizinan, serta menurunkan dwelling time melalui peningkatan efektifitas pengawasan melalui integrasi pengelolaan risiko di antara Kementerian/Lembaga terkait. d. Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan 24

30 Pemerintah akan segera menyusun road map dan action plan pengembangan industri farmasi dan alkes, mengembangkan riset di bidang farmasi dan alkes serta menyusun kebijakan yang mendorong investasi di bidang industri farmasi dan alkes. Kebijakan yang dimaksud, salah satunya adaah kebijakan fiskal, antara lain pembebasan atau penurunan bea masuk, tax holliday dan tax allowance di bidang ini. 12. Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XII Berdasarkan liputan Tempo.co. (28 April 2016), Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XII diumumkan oleh pemerintah pada tanggal 28 April Tema utama dari paket kebijakan deregulasi tersebut adalah mengenai kemudahan usaha (ease of doing business) bagi Usaha Kecil Menengah yang terdiri dari 10 poin berdasarkan standar Bank Dunia. Dengan demikian, Paket Kebijakan Ekonomi ini tidak mengandung unsur kebijakan fiskal Kebijakan Moneter dalam Merespons Paket Kebijakan Ekonomi Berdasarkan publikasi online yang dirilis oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2015c) disebutkan bahwa dari sisi moneter, Bank Indonesia juga mengeluarkan paket kebijakan yang sejalan dengan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I yang dimaksudkan untuk menjaga stabilitas perekonomian, termasuk stabilitas nilai tukar. Paket kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: a. Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi supply perekonomian 1) Memperkuat koordinasi Tim Pengedalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam rangka akselerasi implementasi roadmap pengendalian inflasi nasional dan daerah. Saat ini telah terdapat lebih dari 430 TPID di seluruh Indonesia dan telah memiliki roadmap inflasi daerah. Bank Indonesia akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah pusat maupun daerah untuk mengimplementasikan roadmap tersebut. 2) Memperkuat kerjasama Ekonomi dan Keuangan Daerah antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Daerah. 25

31 b. Menjaga stabilisas nilai tukar Rupiah 1) Menjaga kepercayaan pelaku pasar di pasar valas melalui pengendalian volatitas nilai tukar rupiah 2) Memelihara kepercayaan pasar terhadap pasar Surat Berharga Negara melalui pembelian di pasar sekunder, dengan tetap memerhatikan dampaknya terhadap ketersediaan Surat Berharga Negara bagi inflow dan likuiditas pasar uang c. Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah 1) Mengubah mekanisme lelang Reverse Repo (RR) SBN dari variable rate tender menjadi fixed rate tender, menyesuaikan pricing RR SBN, dan memperpanjang tenor dengan menerbitkan RR SBN 3 bulan 2) Mengubah mekanisme lelang Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dari variable rate tender menjadi fixed rate tender dan menyesuaikan pricing SDBI, serta menerbitkan SDBI tenor 6 bulan 3) Menerbitkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 9 bulan dan 12 bulan dengan mekanisme lelang fixed rate tender dan menyesuaikan pricing. d. Memperkuat pengelolaan supply dan demand valas. 1) Menyesuaikan frekuensi lelang Foreign Exchange (FX) Swap dari 2 kali seminggu menjadi 1 kali seminggu. 2) Mengubah mekanisme lelang Term Deposit (TD) Valas dari variable rate tender menjadi fixed rate tender, menyesuaikan pricing, dan memperpanjang tenor sampai dengan 3 bulan. 3) Menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari yang berlaku saat ini sebesar US$100 ribu menjadi US$25 ribu per nasabah per bulan dan mewajibkan penggunaan NPWP. 4) Mempercepat proses persetujuan ULN Bank dengan tetap memperhatikan asas kehati-hatian. e. Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang 1) Menyediakan fasilitas swap hedging untuk mendukung investasi infrastruktur dan sekaligus memperkuat cadangan devisa. 2) Menyempurnakan ketentuan tentang pasar uang yang mencakup seluruh komponen pengembangan pasar antara lain instrumen, pelaku dan infrastruktur. 26

32 3.2.3 Dampak Paket Kebijakan Ekonomi terhadap Perekonomian Indonesia Dampak terhadap Nilai Tukar Irawan (inspirasibangsa.com, 29 Januari 2016) menyatakan bahwa salah satu alasan pemerintah untuk mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi adalah untuk mengontrol dan mengendalikan laju depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Tentu dalam hal ini paket kebijakan yang digulirkan pemerintah tidak dimaksudkan sebagai satu-satunya instrumen yang dapat memberikan penguatan (apresiasi) bagi rupiah, namun paling tidak pemerintah dalam hal ini ingin melihat sejauh mana respon pasar terhadap berbagai paket kebijakan yang diambil. Adanya koordinasi yang baik antara pemegang kebijakan fiskal dan moneter yang ditandai dengan keluarnya Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I oleh pemerintah yang disertai dengan keluarnya kebijakan moneter oleh Bank Indonesia, mampu mempengaruhi posisi mata uang rupiah (respon pasar cepat) melalui apresiasi rupiah (dampak jangka pendek dan langsung) terutama setelah paket kebijakan kedua mulai dimplementasikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh performa nilai tukar rupiah untuk kurs tengah per 28 September 2015 sebesar Rp per dolar AS yang terus menurun hingga sebesar Rp per 15 Oktober Respon pasar pada situasi seperti ini cukup baik, khususnya faktor eksternal, dimana secara umum kurs mata uang negara-negara Eropa dan Asia mengalami peningkatan terhadap dolar AS. Gambar 3. 6 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar dalam 1 Tahun Terakhir Sumber: kursdollar.net Dampak terhadap Pertumbuhan Ekonomi Banyaknya paket kebijakan yang diluncurkan tentunya akan membutuhkan pembiayaan yang besar. Dalam rangka mempersiapkan pembiayaan tersebut, di akhir tahun 2014 pemerintah melaksanakan kebijakan reformasi subsidi BBM dan di awal tahun 2015 pemerintah mencanangkan himbauan untuk penghematan anggaran, 27

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus berusaha mempercepat laju roda perekonomian nasonal. Di tengah perekonomian global yang masih lesu, Indonesia terus berusaha meningkatkan

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus berusaha mempercepat laju roda perekonomian nasonal. Di tengah perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS. 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS. 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar Jakarta, 21 Oktober 2015 Sebagai kementerian non teknis yang

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan III

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan III Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II dan III Pemerintah kembali meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid II dan III, Rabu (7/10/2015). Dalam paket tersebut, berbagai kebijakan yang dikeluarkan untuk memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN PEREKONOMIAN TAHAP II TGL. 29 SEPTEMBER 2015

RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN PEREKONOMIAN TAHAP II TGL. 29 SEPTEMBER 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN PEREKONOMIAN TAHAP II TGL. 29 SEPTEMBER 2015 29 September 2015 KEBIJAKAN DEREGULASI TAHAP II Kemudahan Perizinan

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Melihat ke tahun 2014, Indonesia menghadapi perlambatan pertumbuhan dan risiko-risiko ekonomi yang signifikan yang membutuhkan fokus kebijakan tidak

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Kebijakan BI dalam Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah. Solikin M. Juhro Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Kebijakan BI dalam Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah. Solikin M. Juhro Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Kebijakan BI dalam Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah Solikin M. Juhro Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bahan Sosialisasi Paket Kebijakan Ekonomi 15 Oktober 2015 Outline 2 1. Tantangan

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing Andin Hadiyanto Kementerian Keuangan RI Tantangan Utama Sektor Industri Indonesia

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETERANGAN PERS Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi Jakarta, 28 Mei 2018 Pemerintah, Bank

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia PMDN dapat diartikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Februari 2017 RESEARCH TEAM

Februari 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada kuartal terakhir ini,

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI)

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI) Jakarta, Maret 2016 1 Daftar Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI) 1. Kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

Laporan Pengendalian Inflasi Daerah

Laporan Pengendalian Inflasi Daerah Gubernur Bank Indonesia Laporan Pengendalian Inflasi Daerah Rakornas VI TPID 2015, Jakarta 27 Mei 2015 Yth. Bapak Presiden Republik Indonesia Yth. Para Menteri Kabinet Kerja Yth. Para Gubernur Provinsi

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci

Diskusi Terbuka INFID

Diskusi Terbuka INFID Diskusi Terbuka INFID Dr. Edi Prio Pambudi Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 10 September 2015 PERSOALAN SAAT INI Tantangan Global Pemulihan ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015 A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa Pemerintah baru saja mengeluarkan paket kebijakan ekonomi IX. Fokusnya mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA PASCA BREXIT. Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Vol. 2. Pendahuluan. Pertumbuhan Ekonomi

OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA PASCA BREXIT. Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Vol. 2. Pendahuluan. Pertumbuhan Ekonomi OPTIMISME KINERJA PEREKONOMIAN 2016 Vol. 2 INDONESIA PASCA BREXIT Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pendahuluan T ahun 2016 disambut dengan penuh optimisme dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki tingkat kesejahteraan penduduk yang relatif rendah. Oleh karena itu kebutuhan akan pembangunan nasional sangatlah diperlukan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai Tukar adalah harga mata uang dari suatu negara yang diukur, dibandingkan, dan dinyatakan dalam nilai mata uang negara lainnya. 1 Krisis moneter yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara I. Pendahuluan Pemerintah

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan termasuk sebagai salah satu negara berkembang di dunia membutuhkan dana untuk mendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 A. Nilai Tukar Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE 2014-2015 A. Analisis Fundamental Nilai Tukar Rupiah 1. Faktor Ekonomi Faktor Ekonomi yaitu hal-hal yang

Lebih terperinci

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2

LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 LPEM FEB UI LPEM LAPORAN TRIWULAN PEREKONOMIAN 2016 Q2 Highlight ŸPertumbuhan PDB 2016Q2 sekitar 5.0% (yoy) dan PDB 2016 diprediksi akan tumbuh pada kisaran 5.0-5.3% (yoy) ŸPertumbuhan didominasi oleh

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1983-1997 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1983-2 1997 2. Arah Kebijakan 1983-1997 5 3. Langkah-Langkah Strategis 1983-1997

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015 Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference The Future of Asia s Finance: Financing for Development Jakarta, 2 September 2015 Yang terhormat Managing Director

Lebih terperinci

PP-nya sudah diparaf dan dikirim ke tempat pak Pram (Menseskab Pramono Anung, red), kata Darmin Nasution kepada wartawan.

PP-nya sudah diparaf dan dikirim ke tempat pak Pram (Menseskab Pramono Anung, red), kata Darmin Nasution kepada wartawan. Paket Kebijakan Ekonomi VI : Menggerakkan Ekonomi di Wilayah, Pinggiran Penyediaan Air untuk Rakyat Secara Berkeadilan dan Proses Cepat Impor Bahan Baku Obat Pemerintah kembali mengumumkan Paket Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Suku Bunga dan Inflasi

Suku Bunga dan Inflasi Suku Bunga dan Inflasi Pengertian Suku Bunga Harga dari uang Bunga dalam konteks perbankan dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci