BAB I PENDAHULUAN I.1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Farmasi merupakan suatu profesi yang berhubungan dengan obatobatan dari sumber alam maupun sintetik, baik dalam pembuatan sediaan, penggabungan, pengawetan, analisis dan pencegahan, yang bertujuan untuk pengobatan penyakit. Di dalam farmasi terdapat beberapa cabang ilmu diantaranya adalah farmasi fisika. Farmasi fisika yaitu mempelajari tentang analisis kualitatif serta kuantitatif senyawa anorganik yang berhubungan dengan sifat fisikanya. Seperti kelarutan dan koefisien distribusi obat yang Kelarutan dan koefisien distribusi dari suatu sediaan obat sangat penting untuk seorang farmasis, sebab hal ini dapat membantu memilih pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat dan dapat membandingkn larutan apa saja yang dapat terdispersi pada pelarut yang tidak saling bercampur. Koefisien distribusi adalah suatu perbandingan dimana suatu senyawa terdistribusi ke dalam senyawa yang tidak saling bercampur, dimana hal ini bergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut. Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya (Martin, 1990). Kelarutan suatu zat memegang peranan penting suatu suatu obat. Untuk menentukan suatu jenis pelarut, harus mengetahui sifat polaritas dari zat terlarut tersebut. Dalam farmasi fisika, ada istilah yang disebut dengan like dissolve like, maksud dari istilah ini adalah suatu kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut. Untuk melarutkan suatu zat, sering juga ditemukan zat-zat pelarut yang tidak saling bercampur. Dalam sistem dua cairan yang tidak saling 1

2 bercampur, dapat berlaku hukum distribusi. Hukum ini menyatakan bahwa, jika jika kedalam sistem dua cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa ketiga, maka senyawa ini akan terdistribusi masuk ke dalam dua cairan tersebut. Hukum ini digunakan hanya untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat. Dalam praktikum kali ini, akan dilakukan percobaan untuk mementukan kelarutan dan koefisien distribusi dengan menggunakan sampel asam benzoat dan asam salisilat sebagai zat terlarut dan minyak, air sebagai pelarut. I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan Maksud Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan dan koefisien distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang tidak saling bercampur Tujuan Menentukan perbandingan kelarutan dan koefisien distribusi dari asam salisilat dan asam borat dalam pelarut air pada suhu kamar, dan 45oC serta pelarut minyak dan air yang tidak saling bercampur I.3 Prinsip Percobaan Penentuan kelarutan dari asam salisilat dan asam borat pada suhu kamar, dan 45oC dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan menimbang residu zat yang tidak larut dan penentuan koefisien distribusi asam borat dalam pelarut air dan minyak berdasarkan perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,0979 N yang ditandai dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda dengan bantuan indikator fenoftalein. 2

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Dasar Teori II.1.1Kelarutan Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk akan terjadi kesetimbangan antara zat yang larut dengan zat yang tidak larut (Atkins, 1994). Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah banyaknya suatu zat dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu.biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi, bila batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi, akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan (sukardjo, 1997). Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent.solute adalah substansi yang melarutkan.contoh sebuah larutan NaCl.NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memilki Sembilan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cair dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam gas (sukardjo, 1997). Pada umumnya, kelarutan kebanyakan zat padat dan zat cair dalam solven cair bertambah dengan naiknya temperatur.untuk gas adlam zat cair, 3

4 kelakuan yang sebaliknya terjadi. Proses larut untuk gas dalam zat cair hampir selalu bersifat eksotermik, sebab partikel-partikel solut telah terpisah satu sama lain dan efek panas yang dominan akan timbul akibat solvasi yang terjadi bilamana gas larut. Kaidah Le Chatelier meramalkan bahwa kenaikan temperatur akan mengakibatkan perubahan endotermik, yang untuk gas terjadi bilamana ia meninggalkan larutan. Oleh karen aitu, gas-gas menjadi kurang larut jika temperatur zat cair di mana gas dilarutkan menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh, mendidihkan air. Gelembung-gelembung kecil tampak pad apermukaan panci sebelum pendidihan terjadi. Gelembunggelembung tersebut mengandung udara yang diusir dari larutan jika air menjadi panas.kita juga menggunakan kelakukan kelarutan gas yang umum bilamana kita menyimpan botol yang berisi minuman yang diberi CO 2 dalam almari es dalam keadaan terbuka. Cairan tersebut akan menahan CO 2 yang terlarut lebih lama bilamana ia dijaga tetap dingin, sebab CO 2 lebih larut pada temperatur-temperatur rendah. Lain contoh dari phenomenon ini adalah gas-gas yang terlarut dalam air mengalir dalam telaga-telaga dan dalam sungai-sungai. Kadar oksigen yang terlarut, yang merupakan keharusan bagi kehidupan marine, berkurang dalam bulan-bulan dimusim panas, dibanding dengan kadar oksigen selama musim dingin (Moechtar, 1989). Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengompleks dalam berbagai konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperatur konstan sampai tercapai kesetimbangan.cairan supernatan dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis (Alfred, 1990). A. Istilah-istilah Kelarutan (Dirjen POM, 1995). Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian 4

5 Mudah larut 1 sampai 10 bagian Larut 10 sampai 30 bagian Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian Sukar larut 100 sampai 1000 bagian Sangat sukar larut 1000 sampai bagian Praktis tidak larut Lebih dari bagian B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelarutan 1) Temperatur Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan akan menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor (reaksi eksotermik) (Lund, 1994). 2) Ukuran Partikel Perbedaan dalam energi bebas permukaan yang menyertai disolusi partikel dalam ukuran yang bervariasi yang menyebabkan kelarutan zat meningkat dengan penurunan ukuran partikel (Tungadi, 2014). 3) Tekanan Pada umumnya perubahan volume larutan yang dikarenakan perubahan tekanan kecil, sehingga diperlukan tekanan yang sangat besar untuk dapat mengubah kelarutan suatu zat (Sienko dan Plane, 1961). 4) Intensitas Pengadukan Pada pengadukan yang rendah aliran bersifat pasif. Zat padat tidak bergerak dan kecepatan aliran pelarutan tergantung pada bagaimana karakter zat padat tersebut menghambar dari dasar wadah (Martin, 1993). 5

6 5) Konsentrasi Bahan Pelarut Suatu bahan mampu membentuk agregat besar atau misel dalam larutan jika konsentrasinya melebihi nilai yang ditentukan (Tungadi, 2014). 6) Pengaruh Surfaktan Jika digunakan surfaktan dalam formulasi obat, maka kecepatan larutan obat akan bergantung jumlah dari jenis surfaktan. Pada ummnya, dengan adanya penambahan surfaktan dalam suatu formula akan menambah kecepatan pelarut dan bahan obat. 7) ph Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak mudah terionisasi. Semakin kecil pkanya maka suatu zat semakin sukar larut, sedangkan semakin besar pka maka suatu zat akan akan mudah larut (Lund, 1994). II.1.2 Koefisien Distribusi Koefisien distribusi merupakan perbandingan kelarutan suatu zat di dalam dua pelarut berbeda dan tidak saling bercampur, serta mempunyai harga tetap pada suhu tertentu (Voight, 1995). Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989). Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang 6

7 berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1999). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla, 1990). Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan rumus KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca (Soebagio. 2002). Jika harga KD besar, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organic begitu pula sebaliknya(soebagio,2002). Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999). 7

8 Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999 ). Zat terlarut terlarut dalam satu fase, dalam kesetimbangan dengan fase bercampur lain, didistribusikan antara dua fase sehingga rasio konsentrasi dalam dua fase adalah konstan pada temperatur tertentu. Pada kesetimbangan ini konstan, K, disebut sebagai konstanta distribusi atau koefisien partisi, didefinisikan oleh Nernst sebagai K = Cu/Cl dimana cu dan cl adalah konsentrasi di fase atas dan bawah, masing-masing. hubungan berlaku ketika molekul setiap fase dalam keadaan yang sama agregasi. jika zat terlarut dipisahkan atau berhubungan, bentuk-bentuk yang lebih kompleks dari persamaan harus diterapkan. itu juga diakui bahwa hanya dalam sistem yang ideal adalah koefisien partisi independen dari tota zat terlarut ini, penyimpangan ini begitu terkenal sehingga dalam literatur teknik kimia persamaan di atas dianggap kasus membatasi.partisi lemak/air dari suatu molekul merupakan indeks yang berguna dalam kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (Gandjar, 2007). Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995). 8

9 Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang diteorikan tergantung pada ph larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh ph sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah ( Sardjoko, 1987 ). II.2 Uraian Bahan II.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979) Nama resmi : AETHANOLUM Nama lain : Alkohol, Etanol, Etil alkohol RM/BM : C2H5OH / 46,07 H Rumus struktur H : H C - C - O- H H H Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau khas ; rasa. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan eter P Kegunaan : Membunuh bakteri pada sampel Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api II.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979) Nama resmi : AQUA DESTILATA Nama lain : Air suling RM / BM : H2O / 18,02 Rumus Struktur : H-O-H Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. 9

10 Kegunaan : Sebagai pelarut. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. II.2.3 Asam Borat (Dirjen POM, 1979) Nama resmi : ACIDUM BORICUM Nama lain : Asam Borat RM / BM : H3BO3 / 61,88 Rumus Struktur : Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak berwarna ; kasar ; tidak berbau ; rasa agak asam dan pahit kemudian manis. Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16 bagian etanol (95 %) P dan dalam 5 bagian gliserol P. Kegunaan : Antiseptikum ekstern. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. II.2.4 Asam Salisilat (Dirjen POM, 1979) Nama resmi : ACIDUM SALICYLICUM Nama lain : Asam Salisilat RM / BM : C7H6O3 / 138,12 Rumus Struktur : Pemerian : Hablur ringan hingga tidak berwarna atau serbuk berwarna putih ; hampir tidak berbau ; rasa agak manis dan tajam. Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95 %) P ; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P ; larut dalam larutan ammonium 10

11 asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P. Kegunaan : Keratolitikum, anti fungi. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. II.2.5 Fenolftalein (Dirjen POM, 1979) Nama resmi : FENOLFTALEIN Nama lain : Fenolftalein, Indikator PP RM / BM : C20H14O4 / 318,33 Rumus Struktur : Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan lemah, tidak berbau, stabil diudara. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol (95 %) P Kegunaan : Zat tambahan, Indikator Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. II.2.6 NaOH (Dirjen POM, 1979) Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM Nama lain : Natrium Hidroksida RM / BM : NaOH / 40,00 Rumus Struktur : Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping, Na-OH keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur ; putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap karbondioksida.. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P. Kegunaan : Zat tambahan. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. II.2.7 Parafin Cair (Dirjen POM, 1979) (Rowe,R. 2009) 11

12 Nama resmi : PARAFFINUM LIQUIDUM Nama lain : Parafin cair RM / BM : C3H8O2 / Rumus Struktur : Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi ; CH3-CH(OH)-CH2OH tidak berwarna ; hampir tidak berbau ; hampir tidak mempunyai rasa.. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95 %) P ; larut dalam kloroform P dan dalam eter P II.3 Kegunaan : Laksativum. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Prosedur Kerja II.3.1 Kelarutan 1) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan 2) Ditimbang asam borat sebanyak 2 gr dan asam salisilat 0,1 gr 3) Dimasukkan aquadest ke dalam gelas kimia sebanyak 180 ml untuk asam salisilat dan 50 ml untuk asam borat 4) Dipanaskan aquadest untuk asam salisilat dengan hot plate pada suhu 45 C 5) Dibiarkan aquadest untuk asam borat pada suhu kamar yaitu 30 C 6) Dimasukkan asam salisilat ke dalam aquadest pada suhu 45 C dan asam borat dalam aquadest pada suhu kamar secara bersamaan 7) Diaduk hingga homogen 8) Diamati perbandingan kelarutannya 9) Ditimbang kertas saring kosong 10) Dijenuhkan kertas saring terlebih dahulu dengan cara dibasahi sedikit dengan aquadest ke seluruh permukaan kertas 11) Disaring asam salisilat dan asam borat menggunakan kertas saring melalui corong biasa 12) Diletakkan residu asam salisilat dan residu asam borat diatas kaca arloji 13) Dikeringkan residu asam salisilat dan residu asam borat di dalam oven pada suhu 100 C 12

13 14) Ditimbang residu yang telah dikeringkan 15) Dihitung residu asaam borat dan residu asam salisilat, zat terlarut, dan konsentrasinya III.3.1 Koefisien Distribusi 1) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan 2) Ditimbang asam borat sebanyak 0,1 gr 3) Dilarutkan asam borat di dalam aquadest 100 ml sebagai larutan stok 4) Diaduk hingga homogeny 5) Diambil asam borat sebanyak 25 ml untuk dititrasi 6) Ditambahkan indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes 7) Diencerkan NaOH 1 N menjadi 0,1 N 8) Dipipet 5 ml NaOH lalu ditambahkan aquadest sampai 50 ml 9) Dimasukkan larutan NaOH ke dalam buret 10) Dilakukan titrasi pada sampel asam borat sampai berubah warna 11) Dicatat volume titrasi 12) Diambil 25 ml asam borat dari larutan stok 13) Ditambahkan 25 ml paraffin cair 14) Dimasukkan ke dalam corong pisah lalu dikocok 15) Dipisahkan lapisan air dari lapisan minyak 16) Diambil lapisan air dan ditambahkan indicator fenolftalein 3 tetes 17) Dilakukan titrasi kembali 18) Dicatat volume titrasi BAB III METODE PRAKTIKUM III.1 Waktu dan Tempat Praktikum III.1.1 Waktu Praktikum Praktikum dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2016 dan dimulai pada pukul sampai dengan WITA. III.1.2 Tempat Praktikum 13

14 Praktikum Farmasi Fisika dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika, Universitas Negeri Gorontalo. III.2 Alat dan Bahan III.2.1 Alat Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Batang Pengaduk Buret Corong Corong Pisah Gelas Kimia Gelas Ukur Hot Plate Kaca Arloji Oven 14

15 Pipet Tetes Spatula Termometer Neraca Analitik Statif dan Klem III.2.2 Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Alkohol 70% Aquadest 15 Asam Borat

16 Fenolftalein III.3 Paraffin Cair Cara Kerja Kertas Saring NaOH Tissue III.3.1 Penentuan Kelarutan 1) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan 2) Ditimbang asam borat sebanyak 2 gr dan asam salisilat 0,1 gr 3) Dimasukkan aquadest ke dalam gelas kimia sebanyak 180 ml untuk asam salisilat dan 50 ml untuk asam borat 4) Dipanaskan aquadest untuk asam salisilat dengan hot plate pada suhu 45 C 5) Dibiarkan aquadest untuk asam borat pada suhu kamar yaitu 30 C 6) Dimasukkan asam salisilat ke dalam aquadest pada suhu 45 C dan asam borat dalam aquadest pada suhu kamar secara bersamaan 7) Diaduk hingga homogeny 8) Diamati perbandingan kelarutannya 9) Ditimbang kertas saring kosong 10) Dijenuhkan kertas saring terlebih dahulu dengan cara dibasahi sedikit dengan aquadest ke seluruh permukaan kertas 11) Disaring asam salisilat dan asam borat menggunakan kertas saring melalui corong biasa 12) Diletakkan residu asam salisilat dan residu asam borat diatas kaca arloji 13) Dikeringkan residu asam salisilat dan residu asam borat di dalam oven pada suhu 100 C 16

17 14) Ditimbang residu yang telah dikeringkan 15) Dihitung residu asaam borat dan residu asam salisilat, zat terlarut, dan konsentrasinya III.3.1 Penentuan Koefisien Distribusi 1) Disiapkan alat dan bahan yang digunakan 2) Ditimbang asam borat sebanyak 0,1 gr 3) Dilarutkan asam borat di dalam aquadest 100 ml sebagai larutan stok 4) Diaduk hingga homogeny 5) Diambil asam borat sebanyak 25 ml untuk dititrasi 6) Ditambahkan indicator fenolftalein sebanyak 3 tetes 7) Diencerkan NaOH 1 N menjadi 0,1 N 8) Dipipet 5 ml NaOH lalu ditambahkan aquadest sampai 50 ml 9) Dimasukkan larutan NaOH ke dalam buret 10) Dilakukan titrasi pada sampel asam borat sampai berubah warna 11) Dicatat volume titrasi 12) Diambil 25 ml asam borat dari larutan stok 13) Ditambahkan 25 ml paraffin cair 14) Dimasukkan ke dalam corong pisah lalu dikocok 15) Dipisahkan lapisan air dari lapisan minyak 16) Diambil lapisan air dan ditambahkan indicator fenolftalein 3 tetes 17) Dilakukan titrasi kembali 18) Dicatat volume titrasi BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Hasil Pengamatan 17

18 Sebelum Sesudah IV.1.1 Kelarutan Kertas Kertas saring Sampel Pelarut Suhu pelarut saring + residu Asam 50 ml (ºC) 30 kosong 0,66 gram 1, ml 45 0,66 0,75 Borat 2 gram Asam Salisilat 0,1 gram IV.1.2 Koefisisen Distribusi Sampel Larutan asam borat 25 ml (tanpa minyak) Larutan asam borat 25 ml (dengan minyak) Perubahan Warna Volume Titran 9 ml Merah Muda 24,7 ml 18

19 IV.2 Pembahasan Kelarutan Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute) untuk larut dalam suatu pelarut (solvent) (Tungadi, 2014). Pada praktikum kali ini adalah Langkah pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum kali ini dilanjutkan dengan membersihkan alat menggunakan alkohol 70% dengan menggunakan tissue, dimana alkohol 70% bersifat sebagai desinfektan yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Tjay, 2007). Setelah itu, ditimbang sampel asam benzoat sebanyak 2 gr dan asam borat 0,1 gr. Berhubung pada praktikum kali ini hanya menggunakan 2 waktu saja yaitu suhu kamar, dan 45º maka disiapkan air suling pada gelas ukur sebanyak 2 buah, yang satunya diisi 180 ml untuk asam salisilat dan yang satunya lagi diisi 50 ml untuk asam borat, dan diberi label agar tidak mudah tertukar. Setelah itu, air dalam gelas kimia yang berisi 180 ml untuk asam salisilat dipanaskan sampai suhu 45ºC pada water bath, dan untuk gelas kimia yang berisi 50 ml untuk asam borat dibiarkan pada suhu kamar. Setelah gelas kimia untuk asam salisilat telah mencapai panas pada suhu 45ºC maka masukkan sampel ke dalam 2 gelas kimia yang berbeda suhu tersebut secara bersamaan dan aduk kedua larutan tersebut secara perlahan sampai larut. Sebelumnya sediakan 2 buah kertas saring kosong dan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dari masing-masing kertas saring yaitu berat kertas saring kosong adalah 0,66. Selanjutnya, dijenuhkan terlebih dahulu dengan cara dibasahi dengan aquades menggunakan pipet, tujuan dari penjenuhan kertas saring itu sendiri sebagai parameter tingkat kejenuhan terhadap fase gerak (Iskandar 2007). Kemudian kedua larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah ditimbang dan dijenuhkan. Pada proses penyaringan yaitu menggunakan kertas saring melalui corong, filtrat dari larutan yang berupa air ditampung di dalam gelas kimia 19

20 yang kosong dan kertas saring yang masih basah dan berisi residu diletakkan dalam cawan porselin untuk dikeringkan dalam oven dengan suhu 100ºC. Tujuan dari pengeringan itu sendiri karena dikhawatirkan berat kandungan airnya akan berpengaruh pada nilai kelarutannya. Setelah kering, residu beserta kertas saring tersebut ditimbang untuk asam borat beratnya adalah 1,0075 dan untuk asam salisilat beratnya 0,75. Setelah di dapatkan berat dari kertas saring dari kedua sampel yg berisi residu, kemudian menghitung berat residu yaitu dihitung dengan cara mengurangi berat kertas saring berisi residu dengan berat kertas saring kosong yaitu untuk asam borat 0,3475 dan asam salisilat 0,09 kemudian dilanjutkan dengan menghitung zat terlarut dan konsetrasi dari setiap sampel, untuk zat terlarut menghitung berat sampel dikurangi residu yang telah di hitung sebelumnya dengan hasil untuk asam borat 1,6525 dan asam salisilat 0,01 dan terakhir adalah menghitung konsentrasi dari setiap sampel yaitu mendapatkan hasil untuk asam borat 0,03305 gr/ml dan asam salisilat 5,5 gr. dapat disimpulkan suhu dapat mempengaruhi kelarutan dan asam salisilat dapat lebih mudah larut pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan asam borat pada suhu yang lebih rendah. IV.3 Pembahasan Koefisien Distribusi Koefisien distribusi adalah membandingkan suatu larutan pada dua pelarut yang berbeda yang tiidak saling bercampur (Tungadi, 2014). Dalam praktikum penentuan koefisien distribusi dari asam borat menggunakan 2 pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan minyak yang di titrasi dengan larutan baku NaOH 0,0979 N yang ditandai dengan perubahan warna dari yang tidak berwarna menjadi merah muda dengan bantuan indikator fenoftalein, langkah pertama dimulai dengan disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dengan membersihkan alat menggunakan alkohol 70% dengan menggunakan tissue, dimana alkohol 70% bersifat sebagai desinfektan yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Tjay, 2007). 20

21 Kemudian, ditimbang sampel asam borat sebanyak 0,1 gr mengunakan neraca analitik dan diukur air suling sebanyak 100 ml. Selanjutnya, asam borat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan air suling yang sudah diukur, dan dilarutkan hingga homogen. Dari larutan asam borat tersebut, dipipet 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berbeda yaitu sebagai larutan awal, dan ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Sebelum melakukan titrasi menggunakan NaOH 0,1 N maka dilakukan pembuatan larutan baku dan pengenceran. Untuk pembuatan larutan baku diawali dengan cara menimbang NaOH padat sebanyak 4,0 dan dilarutkan pada aquadest bebas karbonat sebanyak 100 ml, kemudian di aduk hingga larut dan homogen. Setelah larutan baku dibuat maka dilakukan pengenceran NaOH karena larutan baku NaOH berkonsentrasi 1 N dengan cara di pipet 5 ml NaOH dari larutan baku NaOH 1 N, dan diletakan ke dalam gelas ukur. Ditambahkan aquadest sampai 50 ml dan diaduk hingga homogen dan diperoleh konsentrasi larutan NaOH 0,1 N. Setelah NaOH diencerkan dilakukan titrasi dengan menggunakan NaOH 0,0979 N sebagai larutan baku dan larutan asam borat sebagai titrat. Hasilnya larutan berubah warna dari bening menjadi merah muda keunguan, perubahan warna ini karena adanya metode titrasi alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang di titrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna sehingga diperoleh titik khir titrasi yaitu dengan adanya perubahan warna. Terakhir dicatat volume titrasinya yaitu 19 ml. Selanjutnya, untuk penentuan kadar dari asam borat yang terdistribusi minyak adalah dengan pertama-tama menyiapkan alat dan bahan dilanjutkan dengan membersihkan alat dengan alkohol 70%. Kemudian, dari larutan awal dipipet 25 ml dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Setelah itu, ditambahkan paraffin cair sebanyak 25 ml lalu dikocok selama 5 menit tujuannya agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa serta gugus polar dan non polar dari 21

22 asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar (Rivai, 1995). Setelah melalui proses pengocokkan, larutan didiamkan selama beberapa menit sampai campuran tersebut terpisah menjadi dua lapisan antara minyak dan air. Setelah dua lapisan terbentuk. Kali ini hanya lapisan air yang diambil karena apabila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan) (Golib, Ibnu. 2007). Kemudian ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes dan dilakukan titrasi dengan larutan baku NaOH sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda keunguan. Hal ini disebabkan karena metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda keunguan. Diperoleh volume titran yaitu sebesar 24,5. Setelah memperoleh kedua volume tersebut maka dapat dihitung % kadarnya, setelah menhitung koefisien distribusi asam borat yaitu 1,28 yang berarti bahwa asam borat larut dalam lemak. Berarti koefisien distribusi asam borat adalah baik karena menunjukan bahwa zat ini larut dalam membran. IV.3 Perhitungan 1. Kelarutan Sampel Asam Borat Residu Residu = (Kertas saring + Residu) Kertas saring kosong Residu = 1,0075 0,66 Residu = 0,3475 Zat Terlarut Zat Terlarut = Berat sampel Residu Zat Terlarut = 2 0,03475 Zat Terlarut = 1,6525 Konsentrasi 22

23 C 1= V Zat terlarut V Pelarut C 1= 0,6525 gr 50 ml C 1=0,03305 gr /ml Sampel Asam Salisilat Residu Residu = (Kertas saring + Residu) Kertas saring kosong Residu = 0,75 0,66 Residu = 0,09 Zat Terlarut Zat Terlarut = Berat sampel Residu Zat Terlarut = 0,1 0,09 Zat Terlarut = 0,01 Konsentrasi C 2= V Zat terlarut V Pelarut C 2= 0,01 gr 180 ml C 2=5,5 gr /ml 2. Koefisien Distribusi Sampel Asam Borat Tanpa Minyak Dik : Ntitran = 0,1 N Vtiran = 19 ml BE = Mr/Valensi = 40/1 = 40 Berat Sampel = 0,1 gr = 100 mg Dit : % Kadar Asam Borat Tanpa Minyak Peny : N titran x Vtitran x BE Kadar= 100% Berat Sampel 0,1 N x 19 ml x % 100 mg 76 Kadar= 100% 100 mg Kadar=76 Sampel Asam Borat Tambah Minyak Dik : Ntitran = 0,1 N Vtiran = 24,5 Kadar= 23

24 Dit : BE = Mr/Valensi = 40/1 = 40 Berat Sampel = 0,1 gr = 100 mg % Kadar Asam Borat Tanpa Minyak Peny : 0,1 N x 24,5 ml x % 100 mg 98 Kadar= 100% 100 mg Kadar=98 Koefisien Distribusi Asam Borat Kadar= log p= Kadar Minyak Kadar Air log p= log p=1,28 Ke minyak 24

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT I. DASAR TEORI I.1 Asidi-Alkalimetri Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode analisis titrimetri. Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia

Lebih terperinci

Percobaan 6 DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG BERCAMPUR. Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang

Percobaan 6 DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG BERCAMPUR. Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang Percobaan 6 DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG BERCAMPUR Candra Tri Kurnianingsih Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang,

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN UJI KELARUTAN OBAT KELOMPOK 7 SHIFT B SELASA 10.00 13.00 Disusun Oleh : Nata Rimana Fadila Sausan Rihhadatulaisy Wan Aulia Arif Krysta Desela 260110160066 (Pembahasan)

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN : REGINA ZERUYA : J1B110003 : 1 (SATU) : SUSI WAHYUNI PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi-reaksi kimia berlangsung antara dua campuran zat, bukannya antara dua zat murni. Salah satu bentuk yang umum dari campuran ialah larutan. Larutan memainkan peran

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014 Disusun oleh : Fika Rakhmalinda (1112016200003) Fikri Sholihah (1112016200028 ) Naryanto (1112016200018 ) PROGRAM

Lebih terperinci

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan praktikum ini adalah agar praktikan dapat membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH I. Tujuan Praktikan dapat memahami dan menstandarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan larutan baku primer H 2 C 2 O 4 2H 2 O II. Dasar Teori Reaksi asam basa

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA 1 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar natrium karbonat dan natrium hidrogen karbonat dengan titrasi

Lebih terperinci

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 I. Waktu / Tempat Praktikum : Rabu,15 Februari 2012 / Lab Kimia Jur. Analis

Lebih terperinci

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi: BAB V METODELOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi: 1. Analisa Fisik: A. Volume B. Warna C. Kadar Air D. Rendemen E. Densitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa.

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Peniadaan perubahan ph tersebut dikenal sebagai aksi dapar.

Lebih terperinci

TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN

TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN I. JUDUL PERCOBAAN : TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN II. TUJUAN PERCOBAAN : 1. Membuat dan

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM ASAM CUKA DENGAN ALKALIMETRI

PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM ASAM CUKA DENGAN ALKALIMETRI PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM ASAM CUKA DENGAN ALKALIMETRI I. CAPAIAN PEMBELAJARAN Praktikan mampu menetapkan kadar CH3COOH (asam asetat) dan asam cuka (HCl) menggunakan prinsip reaksi asam-basa. II.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR. Percobaan 3 INDIKATOR DAN LARUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR. Percobaan 3 INDIKATOR DAN LARUTAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR Percobaan 3 INDIKATOR DAN LARUTAN Disusun oleh Nama : Cinderi Maura Restu NPM : 10060312009 Shift / kelompok : 1 / 2 Tanggal Praktikum : 29 Oktober 2012 Tanggal Laporan :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo yaitu SMPN 1 Gorontalo, SMPN 2 Gorontalo, SMPN 3 Gorontalo,

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo yaitu SMPN 1 Gorontalo, SMPN 2 Gorontalo, SMPN 3 Gorontalo, 22 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan pada 7 Sekolah Menengah Pertama Kota Gorontalo yaitu SMPN 1 Gorontalo, SMPN 2 Gorontalo,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN I KESETIMBANGAN KIMIA DI DALAM LARUTAN PROGRAM STUDI S-1 KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN I KESETIMBANGAN KIMIA DI DALAM LARUTAN PROGRAM STUDI S-1 KIMIA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN I KESETIMBANGAN KIMIA DI DALAM LARUTAN NAMA SYABATINI : ANNISA NIM : J1B107032 HARI / TANGGAL PRAKTIKUM : SENIN / 30 MARET 2009 HARI / TANGGAL DIKUMPUL : SENIN

Lebih terperinci

Widya Kusumaningrum ( ) Page 1

Widya Kusumaningrum ( ) Page 1 Penentuan Koefisien Distribusi Tujuan: Menentukan koefisien distribusi I 2 dalam sistem air-kloroform Widya Kusumanngrum (1112016200005) Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Kimia Analitik II. Koefisien Distribusi Iod

Laporan Praktikum Kimia Analitik II. Koefisien Distribusi Iod Laporan Praktikum Kimia Analitik II Koefisien Distribusi Iod Oleh : 1. Fitri Aprilia 093194205 2. Wilda Ulin Nuha 093194211 3. Endah Rohmawati 093194216 Universitas Negeri Surabaya Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt LARUTAN Larutan sejati didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II TURUNAN ASAM HIDROKSI BENZOAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II TURUNAN ASAM HIDROKSI BENZOAT LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II TURUNAN ASAM HIDROKSI BENZOAT KELOMPOK : 10 DESI AGNI MUTIA 31110012 FAUZY RODIAH 31110019 GANJAR TAUFIK F. 31110022 FARMASI 3A PRORGAM STUDI S1 FARMASI STIKes

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212 PERCOBAAN VIII PEMURNIAN SENYAWA ORGANIK PADAT DENGAN REKRISTALISASI Tanggal Praktikum : 4 Maret 2014 Tanggal Pengumpulan : 13 Maret 2014 Disusun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimental. Sepuluh sampel mie basah diuji secara kualitatif untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

TITRASI DENGAN INDIKATOR GABUNGAN DAN DUA INDIKATOR

TITRASI DENGAN INDIKATOR GABUNGAN DAN DUA INDIKATOR TITRASI DENGAN INDIKATOR GABUNGAN DAN DUA INDIKATOR I. TUJUAN 1. Memahami prinsip kerja dari percobaan. 2. Menentukan konsentrasi dari NaOH dan Na 2 CO 3. 3. Mengetahui kegunaan dari titrasi dengan indikator

Lebih terperinci

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN Tilupl Gambar A.1 Diagram Alir Metode Penelitian A-1 LAMPIRAN B PROSEDUR PEMBUATAN COCODIESEL MELALUI REAKSI METANOLISIS B.l Susunan Peralatan Reaksi metanolisis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II PERCOBAAN II REAKSI ASAM BASA : OSU OHEOPUTRA. H STAMBUK : A1C : PENDIDIKAN MIPA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II PERCOBAAN II REAKSI ASAM BASA : OSU OHEOPUTRA. H STAMBUK : A1C : PENDIDIKAN MIPA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II PERCOBAAN II REAKSI ASAM BASA NAMA : OSU OHEOPUTRA. H STAMBUK : A1C4 07 017 KELOMPOK PROGRAM STUDI JURUSAN : II : PENDIDIKAN KIMIA : PENDIDIKAN MIPA ASISTEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan, 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam karya tulis ini adalah jenis penelitian eksperimen yang didukung dengan studi pustaka. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step)

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step) BAB V METODOLOGI 5.1. Pengujian Kinerja Alat yang digunakan Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step) 1. Menimbang Variabel 1 s.d 5 masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Percobaan B. Tujuan Percobaan

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Percobaan B. Tujuan Percobaan BAB I PENDAHULUAN A. Judul Percobaan Penentuan kadar karbonat dan bikarbonat dalam larutan. B. Tujuan Percobaan Menyelidiki kadar karbonat dan bikarbonat dalam larutan secara asidimetri dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analis Kesehatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analis Kesehatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analis Kesehatan Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA Senin, 21 April 2014 Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH 1112016200040 KELOMPOK 1 MILLAH HANIFAH (1112016200073) YASA ESA YASINTA (1112016200062) WIDYA

Lebih terperinci

SOAL UJIAN OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014

SOAL UJIAN OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL UJIAN OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 CALON PESERTA INTERNATIONAL CHEMISTRY OLYMPIAD (IChO) 2015 Mataram, Lombok 1-7 September 2014 Kimia Praktikum A Waktu: 120 menit

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II TITRASI ASAM BASA OLEH RONIADI SAGULANI 85AK14020

PRAKTIKUM II TITRASI ASAM BASA OLEH RONIADI SAGULANI 85AK14020 PRAKTIKUM II TITRASI ASAM BASA OLEH RONIADI SAGULANI 85AK14020 PROGRAM STUDI D3 ANALISIS KESEHATAN STIKES BINA MANDIRI GORONTALO 2014 LAPORAN AKHIR PERCOBAAN II A. JUDUL : Titrasi Asam Basa B. TUJUAN Dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Larutan memainkan peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang ditunjang studi pustaka. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium kimia Analis Kesehatan

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Asam Salisilat Secara Alkalimetri LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT (C7H6O3) SECARA ALKALIMETRI

Penetapan Kadar Asam Salisilat Secara Alkalimetri LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT (C7H6O3) SECARA ALKALIMETRI Penetapan Kadar Asam Salisilat Secara Alkalimetri PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT (C7H6O3) SECARA ALKALIMETRI Tanggal Praktikum Kamis, 21 February 2012 D-3 FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU CIUMBULEUIT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Sementara analisis dengan menggunakan instrumen dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Drs. Syamsu herman,mt Nip : 19601003 198803 1 003 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004,

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

PEMBUATAN REAGEN KIMIA PEMBUATAN REAGEN KIMIA 1. Larutan indikator Phenol Pthalein (PP) 0,05 % 0,05 % = 0,100 gram Ditimbang phenol pthalein sebanyak 100 mg dengan neraca kasar, kemudian dilarutkan dengan etanol 96 % 100 ml,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c. BAB 3 METODE PERCOBAAN Pada analisis yang dilakukan terhadap penentuan kadar dari beberapa parameter pada limbah cair pengolahan kelapa sawit menggunakan beberapa perbedaan alat dan metode, adapun beberapa

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PRAKTIKUM KIMIA DASAR I REAKSI KIMIA PADA SIKLUS LOGAM TEMBAGA Oleh : Luh Putu Arisanti 1308105006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG TAHUN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Kimia Dasar II. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M dan Penggunaannya Dalam Penentuan Kadar Asam Cuka Perdagangan.

Laporan Praktikum Kimia Dasar II. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M dan Penggunaannya Dalam Penentuan Kadar Asam Cuka Perdagangan. Laporan Praktikum Kimia Dasar II Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M dan Penggunaannya Dalam Penentuan Kadar Asam Cuka Perdagangan Oleh: Kelompok : I (satu) Nama Nim Prodi : Ardinal : F1D113002 : Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental.

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental. 23 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental. 3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini bertempat di laboratorium kimia kedokteran Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU Yang diampu oleh Bapak Ridwan Joharmawan & Bapak Ida Bagus Suryadharma OLEH KELOMPOK 7 1. LAILATUL ILMIYAH* (150332605145) 2. RR. DEWI AYU ANJANI

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto BAB III TEKNIK PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto Selatan, Bone Bolango Gorontalo selama dua bulan, mulai dari Tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan BAB III METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengunjian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan yang bertempat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI. Indah Desi Permana Sari

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI. Indah Desi Permana Sari LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI Disusun oleh: Indah Desi Permana Sari 1112016200002 Kelompok 1: Ahmad Ainul Yakin (1112016200001) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Pembuatan larutan buffer menggunakan metode pencampuran antara asam lemah dengan basa konjugasinya. Selanjutnya larutan buffer yang sudah dibuat diuji kemampuannya dalam mempertahankan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS Nur Istiqomah, Sutaryono, Farida Rahmawati INTISARI Berdasarkan kebiasaan masyarakat dalam menyimpan margarin untuk dikonsumsi dalam jangka

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembutan sabun transparan ialah : III.1.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat : a. Kompor Pemanas b. Termometer 100 o C c.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

HASIL KALI KELARUTAN (Ksp)

HASIL KALI KELARUTAN (Ksp) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA HASIL KALI KELARUTAN (Ksp) NAMA : YUSI ANDA RIZKY NIM : H311 08 003 KELOMPOK : II (DUA) HARI/TGL PERC. : SENIN/08 MARET 2010 ASISTEN : FITRI JUNIANTI LABORATORIUM KIMIA FISIKA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI. Senin, 9 November 2015 KELOMPOK IV Senin, Pukul WIB

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI. Senin, 9 November 2015 KELOMPOK IV Senin, Pukul WIB LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI Senin, 9 November 2015 KELOMPOK IV Senin, Pukul 10.00 13.00 WIB Nama NPM Muhammad Naufal Mu tashim 260110150016 Puty Prianti Novira 260110150017

Lebih terperinci

PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI

PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI 26 April 2014 DI SUSUN OLEH : NURUL MU NISAH AWALIYAH 1112016200008 Kelompok 1 : 1. Ipa Ida Rosita (1112016200007) 2. Putri Dewi Malya Fatimah (1112016200011) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci