BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Tumbuhan Lumut (Bryophyta) dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan daun sejati.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Tumbuhan Lumut (Bryophyta) dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan daun sejati."

Transkripsi

1 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tumbuhan Lumut (Bryophyta) Lumut merupakan tumbuhan yang termasuk dalam divisio Bryophyta. Tumbuhan ini belum menunjukkan diferensiasi tegas antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan daun sejati. Kelompok tumbuhan ini juga belum memiliki pembuluh sejati (Arnold, 2008). Lumut merupakan tumbuhan yang berukuran lebih kecil dari 1 mm hingga beberapa cm tingginya. Pertumbuhannya mendatar (flat) di atas tanah, batuan atau menempel di pohon. Sebagian besar lumut mempunyai batang dan daun. Kelompok tumbuhan ini memiliki klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis untuk memperoleh makanannya sendiri. Semua lumut memperbanyak diri dengan spora, fragmentasi, dan struktur khusus yang disebut gemmae (kuncup). Di dalam siklus hidupnya kelompok tumbuhan ini mempunyai dua generasi yaitu generasi gametofit dan generasi sporofit. Generasi gametofit meliputi rhizoid, batang dan daun. Pada bagian ujung batang biasanya akan dihasilkan archegonium (alat perkembangan betina) dan antheredium (alat perkembangbiakan jantan). Apabila telah terjadi pembuahan maka terbentuklah zygote yang akan membelah dan kemudian berkembang membentuk seta, kapsul (peristome, annulus, operculum) dan calyptra yang sering disebut sebagai generasi sporofit (Windadri, 2004).

2 6 Pada semua tumbuhan yang tergolong dalam Bryophyta terdapat kesamaan bentuk dan susunan gametangiumnya (baik mikrogametangium = anteredium, maupun makrogametangium = arkegonium) (Tjitrosoepomo, 1986). Kebanyakan Bryophyta terlihat tanpa kutikula yang dalam tumbuhan berpembuluh erat dengan hubungannya dengan adanya stomata yaitu lubang khusus yang berfungsi dalam pertukaran gas (Muzayyinah, 2005). a. Klasifikasi Tumbuhan Lumut Menurut Conard dan Redfearn, Bryophyta terdiri atas 3 kelas yaitu: 1. Anthocerotae/Anthocerotopsida (Lumut Tanduk) 2. Hepaticae/Hepaticopsida (Lumut Hati) 3. Musci/Bryopsida (Lumut Sejati) (Damayanti, 2006). Penjelasan singkat mengenai ciri-ciri yang dimiliki masing-masing kelas : 1. Anthocerotae/Anthocerotopsida (Lumut Tanduk) Anthocerotae merupakan kelompok terkecil dari divisi Bryophyta. Lumut ini memiliki kurang dari 100 jenis di seluruh dunia yang terbagi ke dalam 8-9 genus (Damayanti, 2006). Diduga tumbuhan ini berkerabat dekat dengan Chlorophyta, tidak memiliki sel pengangkut, tetapi memiliki stomata (Muzayyinah, 2005). Beberapa anggotanya yang umum dijumpai di daerah tropis adalah Anthoceros, Dendroceros, Folioceros, Megaceros, Notothylas dan Phaeoceros (Hasan dan Ariyanti, 2004). Struktur tubuhnya tidak memiliki daun dan batang. Gametofitnya berupa talus tanpa tulang daun, berbentuk pipih dorsoventral. Sel-selnya memiliki kloroplas yang besar dengan atau tanpa pyrenoid. Badan lumut melekat

3 7 dengan bantuan rhizoid yang biasanya terdiri atas satu sel. Organ reproduksinya (arkegonium dan antheridium) berada di dalam talus (tenggelam) (Damayanti, 2006). Lumut tanduk biasanya tumbuh di tempat yang agak terbuka di tanah atau batu di tepi sungai atau tepi jalan (Hasan dan Ariyanti, 2004). Contoh jenis lumut yang termasuk dalam kelas Anthocerotae dapat dilihat pada Gambar 1. a b Gambar 1. Contoh jenis lumut Anthocerotae a. Anthoceros punctatus Lac. b. Anthoceros formosae Lac. (Glime, 2007) 2. Hepaticae/Hepaticopsida (Lumut Hati) Kelompok ini sering disebut lumut hati yang memiliki anggota sekitar 5000 jenis. Struktur tubuhnya ada dua macam bentuk, ada yang memiliki daun dan ada yang memiliki talus. Kelompok yang memiliki daun disebut lumut hati berdaun, sedangkan kelompok dengan struktur talus disebut lumut hati bertalus (Damayanti, 2006). Umumnya lumut hati tumbuh merayap, tegak atau ada beberapa jenis yang menggantung. Lumut hati melekat pada substrat dengan struktur menyerupai akar disebut

4 8 rhizoid. Rhizoid ini hanya terdiri satu sel, jarang sekali bersel banyak (Hasan dan Ariyanti, 2004). Talus masih berbentuk lembaran, tumbuh secara epifit, bisa tegak ke atas, menjuntai ke bawah, menempel atau merayap di permukaan substrat (Damayanti, 2006). Talus yang tebal terdiri dari sekitar 30 sel dan bagian yang tipis bisa 10 sel, bagian dorsal kaya akan klorofil dan tebal, bagian ventral tidak berwarna (Muzayyinah, 2005). i. Lumut Hati Berdaun Lumut hati berdaun lebih banyak ditemukan di alam dibandingkan dengan lumut hati bertalus. Umumnya lumut hati berdaun dijumpai sebagai epifit di batang dan cabang-cabang pohon di tempattempat yang tinggi. Beberapa lumut hati berdaun tumbuh menempel pada daun-daun (epifit) di hutan hujan basah dataran rendah (Hasan dan Ariyanti, 2004). Lumut ini memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel (uniseluler), berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada substrat. Beberapa spesies memiliki 2-3 baris daun yang melekat pada batang, terbagi atas dua baris daun dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under leaf) yang biasanya memiliki ukuran lebih kecil daripada daun dorsal, atau bahkan tidak ada (Damayanti, 2006; Hasan dan Ariyanti, 2004). Pada beberapa spesies, daunnya memiliki modifikasi membentuk cuping yang disebut lobul. Lobul adalah perluasan daun yang bisa menangkap/menampung air yang berada di bagian ventral (Damayanti, 2006).

5 9 Pada lumut hati, sel-sel daun dapat mengalami penebalan pada sudutnya, yang disebut trigon. Sel-sel lumut hati memiliki banyak kloroplas. Selain itu, terdapat badan minyak (oil body) yang berfungsi untuk melindungi sel dari kekeringan. Jika dalam keadaan kering, badan minyak ini akan pecah. Jumlah dan bentuk badan minyak ini sangat penting untuk identifikasi yang berguna dalam taksonomi. Pada beberapa spesies, terdapat sel yang memiliki badan minyak yang besar, tanpa kloroplas, sel ini disebut oselli. Sel ini ukurannya lebih besar dibanding sel daun lainnya (Damayanti, 2006). Contoh jenis lumut hati berdaun dapat dilihat pada Gambar 2. a b Gambar 2. Contoh jenis lumut hati berdaun a. Geocalyx graveolens Vaxlar. b. Diplophyllum albicans Lac. (Lind, 2008) ii. Lumut Hati Bertalus Kelompok ini melekat dan membentuk hamparan pada permukaan substrat dengan percabangan menggarpu. Talusnya melekat dengan bantuan rhizoid (Damayanti, 2006).

6 10 Bagian permukaan talus yang berhubungan langsung dengan substrat disebut ventral, sedangkan permukaan lainnya disebut dorsal. Pada bagian permukan ventral, selain dijumpai rhizoid uniseluller yang halus, pada beberapa lumut hati ini juga dijumpai sisik-sisik dalam satu, dua, atau empat baris berwarna ungu tua sampai hitam atau tidak berwarna (Hasan dan Ariyanti, 2004; Sofa, 2008). Contoh jenis lumut hati bertalus a dapat dilihat pada Gambar 3. a b Gambar 3. Contoh jenis lumut hati bertalus a. Marchantia sp. b. Riccia crystallina L.emend.Raddi (Heino, 2008) 3. Musci/Bryopsida (Lumut Sejati) Kelompok ini memiliki anggota lebih banyak daripada kelas lainnya. Diperkirakan terdapat sekitar 8000 jenis dalam 900 marga. Lumut sejati mempunyai struktur gametofit dan sporofit lebih kompleks dibandingkan dengan kelompok lainnya (Hasan dan Ariyanti, 2004). Lumut sejati tumbuh di tempat-tempat yang lembab dan ternaungi, melekat pada substrat dengan rhizoid multiseluler. Lumut ini merupakan tumbuhan yang kosmopolitan, dapat tumbuh di berbagai tempat, misalnya

7 11 menempel pada pohon, tunggul kayu, batu, tanah, tembok, bata, dan hampir semua tempat (Damayanti, 2006). Lumut sejati dapat dengan mudah dibedakan dengan lumut hati berdaun dari susunan daunnya yang spiral dan bentuk sporofitnya. Selain itu, kelompok ini lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan anggota lumut hati (Damayanti, 2006). Contoh jenis lumut daun dapat dilihat pada Gambar 4. a b Gambar 4. Contoh jenis lumut daun a. Polytrichum commune Mýrhaddur. b. Sphagnum teres Bleytuburi. (Kops, 2008) b. Siklus Hidup Tumbuhan Lumut Lumut dapat memperbanyak diri dengan menggunakan spora. Spora tersebut akan berkecambah menjadi protonema dan tumbuh menjadi tumbuhan lumut baru yang disebut gametofit, biasanya berwarna hijau, memiliki daun atau talus (Tjitrosoepomo, 1986). Masing-masing gametofit menghasilkan gamet yang berupa sperma dan sel telur. Jika keduanya bertemu (sperma membuahi sel telur), maka pada tubuh arkegonium akan

8 12 berkembang dan terbentuk struktur yang disebut sporofit. Siklus hidup tumbuhan lumut dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Siklus hidup tumbuhan lumut (Suwoto, 2008) Sporofit merupakan organ penghasil spora. Sporofit memperoleh makanan dari gametofit daun. Ukuran sporofit biasanya lebih kecil daripada gametofit. Sporofit melekat pada gametofit di bagian reseptakel/kaki, dan biasanya didukung oleh seta (tangkai). Di ujung seta, terdapat kapsul yang di dalamnya merupakan tempat penghasil spora. Jika spora matang, kadar air dalam kapsul berkurang dan penutup kapsul

9 13 (operkulum) akan lepas atau kapsul akan pecah, sehingga spora akan keluar dengan dibantu oleh gerakan higroskopis dari beberapa organ yang terdapat di dalam kapsul (Damayanti, 2006). c. Manfaat dan Potensi Tumbuhan Lumut Lumut dapat digunakan sebagai bahan untuk hiasan rumah tangga, obat-obatan, bahan untuk ilmu pengetahuan dan sebagai indikator biologi untuk mengetahui degradasi lingkungan. Beberapa contoh lumut yang dapat digunakan tersebut adalah Calymperes, Campylopus dan Sphagnum (Damayanti, 2006). Sphagnum mengandung zat Sphagnol digunakan untuk perawatan bisul dan gigitan nyamuk (Glime, 2007). Kegunaan secara tradisional dari lumut adalah untuk penyembuhan penyakit jantung, radang, demam, penyakit kurap, diuretik, obat pencuci perut, obat pembedahan dan luka, masalah pencernaan, infeksi, penyakit paru-paru, masalah kulit, penyakit tumor dan sebagai filter serta sebagai agen pembersih untuk mengurangi polusi udara. Lumut, terutama lumut hati, mempunyai bau khas, yang memberi kesan komponen aromatik seperti fenol (Glime, 2007). Beberapa contoh tumbuhan lumu yang digunakan sebagai bahan obatobatan antara lain adalah Ceratodon purpureus (Hedw.) Brid. dan Bryum argenteum Silfurhnokki. Kedua jenis lumut tersebut digunakan untuk penyembuhan infeksi jamur pada kuda. Beberapa penyembuhan digunakan sebagai antileukemia dan antikanker (Glime, 2007). Para ahli sudah mulai

10 14 banyak meneliti komposisi zat yang dikandung lumut, beberapa di antaranya mengandung antibiotik dan zat lain yang berkhasiat obat (Damayanti, 2006). Lumut juga berpotensi sebagai pestisida dan fungisida yang dapat membunuh serangga dan jamur. Potensi lumut yang lain yaitu sebagai bahan obat-obatan untuk mengobati gatal-gatal dan penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Lumut mempunyai banyak komponen yang sangat berguna, termasuk oligosakarida, polisakarida, alkohol, asam amino, asam lemak, komponen alifatik, fenilquinon, senyawa aromatik dan alifatik (Glime, 2007; Hasan dan Ariyanti, 2004). Secara ekologi Bryophyta merupakan tumbuhan perintis dalam menciptakan habitat primer dan sekunder setelah adanya perusakan lingkungan. Bryophyta merupakan rumah bagi invertebrata, sebagai material pembuatan sarang burung serta memiliki peran yang penting dalam menjaga porositas tanah dan mengatur tingkat kelembaban ekosistem, karena kemampuannya dalam menahan dan menyerap air (Damayanti, 2006). Bryophyta dapat digunakan sebagai indikator pencemaran udara. Jika udara sudah penuh dengan polutan, lumut tidak dapat tumbuh dengan baik bahkan dapat mati (Damayanti, 2006). Selain sebagai indikator lingkungan, keberadaan lumut di dalam hutan hujan tropis sangat memegang peranan penting sebagai tempat tumbuh organisme seperti serangga dan waduk air hujan (Hasan dan Ariyanti, 2004).

11 15 2. Koleksi dan Dokumentasi Data Tumbuhan Lumut Koleksi lumut diperoleh melalui pengamatan lingkungan terutama di tempat-tempat yang lembab. Apabila ditemukan lumut yang sudah mempunyai generasi sporofit, diambil seluruh bagian lumut tersebut secukupnya sedangkan lumut yang menempel cukup kuat, maka contohnya diambil dengan cara disayat menggunakan pisau dan mengikutsertakan sedikit habitatnya. Handlens (lup) digunakan untuk mengamati dan memastikan bahwa lumut tersebut tidak tercampur dengan jenis lumut lainnya. Apabila ditemukan lumut campuran, lumut yang satu dengan lainnya dipisahkan dengan menggunakan pinset berujung runcing. Setelah itu masing-masing dimasukkan ke dalam kantong lumut atau kertas koran, setiap kantong diusahakan berisi satu jenis dan dilengkapi dengan nomor dan tanggal koleksi yang ditulis pada label kecil (Windadri, 2004). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan koleksi lumut antara lain: 1. Pengambilan sampel diusahakan lengkap mencakup kedua generasi. Hal ini penting karena daun memegang peranan penting dalam pengenalan keanekaraganan jenis lumut khususnya lumut daun (Musci). Pada pengamatan daun, karakter yang penting antara lain bentuk keseluruhan daun: tepi, ujung, tipe pengggulungan daun; costa (midrib); bentuk sel-sel daun yang meliputi sel akar pada bagian pangkal daun dan sel-sel pada helaian daun. Sedangkan pada generasi sporofit peristom (pada Musci) dan

12 16 tempat asal munculnya generasi sporofit merupakan dasar dalam pengelompokan pada tingkatan ordo (bangsa) (Windadri, 2004). 2. Setelah melakukan koleksi, semua spesimen harus dikeringkan untuk menghindari kerusakan spesimen. Ini dapat dilakukan dengan membuka spesimen tersebut dan dikeringkan dalam ruangan (Windadri, 2004). Data yang terkumpul pada waktu koleksi dan label hasil koleksi perlu didokumentasikan sehingga tidak hilang. Informasi-informasi inilah yang menjadi sumber data yang dapat didokumentasikan dalam komputer (Windadri, 2004). 1. Dokumentasi Data Lapangan Koleksi herbarium dikatakan baik apabila pemakainya mendapatkan informasi secara lengkap. Data yang direkam di lapangan adalah informasi dasar dari lokasi, yang meliputi data: ketinggian tempat, posisi koordinat, tipe habitat, kelimpahan dan asosiasi dengan tumbuhan sekitarnya, tanggal koleksi, nama dan nomor kolektor. Selain itu semua karakter atau informasi yang mudah hilang pada proses pengeringan juga dicatat seperti perawakan, bau, warna, rasa, getah, struktur organ generatif diamati setelah kering. Kolektor pada umumnya merekam data lapangan dengan memberikan nomor identitas setiap spesimen, kemudian mencatat semua informasi tersebut ke dalam buku lapangan. Untuk efisiensi waktu, banyak kolektor yang mempersiapkan tabel yang berpola dasar. Hasil identifikasi koleksi juga merupakan data identitas ilmiah suatu koleksi. Apabila material tersebut digunakan untuk pengamatan di laboratorium,

13 17 biasanya dibutuhkan label lain sebagai informasi tambahan yang menyatakan bahwa spesimen tersebut telah dipakai untuk analisis laboratorium (Windadri, 2004). Data informasi yang harus diperoleh baik untuk spesimen koleksi tumbuhan tinggi maupun rendah, yaitu: nama kolektor, nomor kolektor, tanggal koleksi, nama ilmiah, lokasi, habitat, substrat, ekologi, habitus, catatan lapang/field note, nama lokal, nama umum yang dikenal oleh masyarakat lokal, pemanfatan tumbuhan oleh masyarakat lokal, identifikator dan tanggal identifikasi (Windadri, 2004). 2. Dokumentasi Data Laboratorium Data yang diperoleh dari pengamatan laboratorium untuk peneliti taksonomi hanya dimanfaatkan apabila terdapat permasalahan taksonomi yang memerlukan data pendukung. Penelitian laboratorium yang sering dilakukan adalah pengamatan anatomi (daun, batang/kayu, biji, embrio dan lain-lain), sitologi (jumlah kromosom, kariotipe), polen (bentuk, struktur polen, porus dan lain-lain), kimia (kandungan hasil metabolit primer: protein, dan kandungan kimia metabolit sekunder: fenol, alkaloid), isozim (pola pita enzim) dan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), analisis pola pita hasil RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), RFLP (Restriction Fragment Lengt Polymorphism), maupun hasil sequencing). Hasil pengamatan ini selalu terkait dengan spesimen bukti yang dikoleksi, sehingga data yang diperoleh merupakan data tambahan yang

14 18 informasinya dapat juga disimpan dalam bentuk tersendiri dan dihubungkan dengan data yang diperoleh di lapangan (Windadri, 2004). 3. Peranan Ciri Morfologi dalam Taksonomi Morfologi tumbuhan adalah ilmu yang mengkaji berbagai organ tumbuhan, baik bagian-bagian, bentuk maupun fungsinya. Morfologi tumbuhan mempelajari bentuk dan susunan tubuh tumbuhan, menentukan fungsi masingmasing bagian dalam kehidupan tumbuhan dan mengetahui dari mana asal bentuk dan susunan tubuh (Tjitrosoepomo, 1986). Morfologi dapat menggunakan teoriteori yang berlaku dalam Ilmu Hayat, misalnya: 1. Berdasar teori evolusi tubuh tumbuhan akan mengalami perubahan bentuk dan susunannya, hingga suatu alat atau bagian tubuh dapat dicari asal filogenetiknya. 2. Diterimanya anggapan bahwa bentuk dan susunan tubuh tumbuhan selalu disesuaikan dengan fungsinya serta alam sekitarnya (Tjitrosoepomo, 1986). Taksonomi merupakan studi tentang pertelaan ciri-ciri (determinasi), klasifikasi (penggolongan) dan penamaan (nomenklatur). Asas dari kegiatan tersebut secara khusus dipelajari dalam botani taksonomi yang merupakan bagian dari botani sistematika. Sistematik merupakan studi taksonomi percobaan (experimental taxonomy) atau biosistematika. Pada studi kajian biosistematik tidak terbatas pada tingkat morfologi saja, namun menggunakan ciri lebih dalam, seperti anatomi, fisiologi, sitologi, geografi, ekologi, paleontologi sampai tingkat molekuler. Obyek utama dalam biosistematik atau taksonomi percobaan adalah

15 19 hubungan kekerabatan atau kedekatan antar organisme apakah pemilikan ciri tetap sehingga dapat dikenali kemiripan dan perbedaannya ditinjau dari struktur luar sampai ke dalam. Hasilnya dapat dipergunakan untuk menganalisa dan mensintesis dalam menata hirarki dari suatu organisme (Batoro, 2007). Dalam bidang farmasi, taksonomi dibutuhkan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang berguna sebagai obat-obatan dalam hal nama dan batasan ciri, sehingga apabila dibutuhkan jenis tumbuhan yang sama pada waktu yang berbeda, maka tidak akan terjadi kesalahan. Dalam kasus kelangkaan satu jenis tumbuhan tertentu yang bermanfaat sebagai obat, maka jenis yang berkerabat dekat dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti, untuk diuji kesamaan kandungannya. Untuk mengetahui kekerabatan ini dibutuhkan peranan taksonomi tumbuhan (Rohman, 2007 dan Purwantoyo et al., 2005). Dalam bidang kehutanan, misalnya dalam hal reboisasi hutan, dibutuhkan jenis-jenis kayu yang mempunyai ciri seperti: perakaran kuat, daun lebat, cepat tumbuh dan sebagainya. Peran taksonomi dibutuhkan untuk mendapatkan jenisjenis tumbuhan yang memiliki ciri tersebut. Termasuk juga untuk menentukan jenis-jenis kayu hutan yang berkualitas dengan batasan ciri tertentu, sehingga jika diminta jenis yang sama pada waktu yang akan datang, tidak akan terjadi kerancuan (Sungkar, 2006). Klasifikasi tumbuhan adalah proses pengaturan tumbuh-tumbuhan ke dalam takson tertentu berdasarkan persamaan dan perbedaan. Hasil proses pengaturan ini ialah suatu sistem klasifikasi, yang sengaja diciptakan untuk menyatakan hubungan kekerabatan jenis-jenis makhluk hidup satu sama lainnya.

16 20 Semua klasifikasi bertujuan agar peneliti mengingat sedikit mungkin, tetapi dalam ingatan tersebut mengandung informasi sebanyak-banyaknya (Sofa, 2008). Untuk mendeterminasi tumbuhan yang pertama kali dilakukan adalah mempelajari ciri morfologi tumbuhan tersebut (seperti posisi, bentuk, ukuran dan jumlah bagian-bagian daun, bunga, buah dan lain-lainnya). Langkah berikut adalah membandingkan atau mempersamakan ciri-ciri tumbuhan tadi dengan tumbuhan lainnya yang sudah dikenal identitasnya atau dengan menggunakan ingatan, bantuan, spesimen acuan atau pustaka (Sutomo, 2008). 4. Kemotaksonomi Kemajuan dalam ilmu kimia semakin banyak mengungkapkan kandungan senyawa kimia apa saja yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan atau organorgannya. Hal ini yang menyebabkan timbulnya usaha agar klasifikasi tumbuhan didasarkan pula atas kesamaan atau kekerabatan kandungan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Inilah yang merupakan awal dan landasan bagi terciptanya suatu sistem klasifikasi yang dinamakan kemotaksonomi. Kemotaksonomi sering disebut juga sistematika biokimiawi yang didefinisikan sebagai aplikasi data kimiawi untuk memecahkan masalah-masalah taksonomi (Harborne, 1987). Kandungan kimia yang terdapat dalam suatu suku tumbuhan dapat mempunyai beberapa arti. Pertama adalah golongan kandungan kimia selalu terdapat pada setiap tumbuhan dari suku tersebut, tetapi tidak khas atau terdapat juga pada suku lain. Kedua adalah golongan kandungan kimia yang khas hanya

17 21 terdapat pada suku tersebut. Ketiga adalah golongan kandungan kimia yang dikandung oleh tumbuhan lain sesuku tetapi terdapat dalam tumbuhan dari suku lain. Adapun yang terakhir adalah kandungan kimia yang khas hanya terdapat dalam satu tumbuhan dan tidak ditemukan dalam tumbuhan lain baik sesuku maupun tidak sesuku. Di samping itu terdapat pula kandungan kimia yang tersebar luas dalam berbagai tumbuhan yang tidak memberi arti yang besar dalam pendekatan kemotaksonomi (Pramono, 1988). Kemotaksonomi berkembang pesat sejalan dengan penemuan baru dalam metode kimia, khususnya kromatografi (Harborne, 1987). Kemotaksonomi dapat menggunakan berbagai macam senyawa metabolit sekunder, seperti flavanoid (fenol), terpen, alkaloid, lignan, sterol, lilin, lemak, tanin, gula, getah, suberin, resin, karotenoid dan lain-lain, namun golongan senyawa yang paling sering digunakan adalah fenol, alkaloid, terpenoid dan asam amino non-protein yang memiliki bermacam fungsi. Ciri kimia memiliki kelebihan daripada ciri morfologi dan anatomi, karena bahan yang dianalisis tidak harus segar dan lengkap. Bahan kering dan remuk sekalipun dapat dianalisis dan ditempatkan secara tepat dalam sistem klasifikasi, selama tidak ada kontaminasi mikrobia atau bahan lain. Spesimen herbarium berumur ratusan tahun tetap dapat diuji kandungan metabolit sekundernya dengan tepat (Harborne, 1987). 5. Senyawa Metabolit Sekunder Metabolit sekunder didefinisikan sebagai suatu senyawa yang hanya ditemukan secara terbatas pada kelompok tumbuhan tertentu, atau ditemukan

18 22 dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari kelompok tumbuhan yang lain, dan tidak merupakan sumber makanan yang penting bagi herbivora (Wibowo, 2008). Metabolit sekunder merupakan sumber utama senyawa obat. Sekitar 60% penduduk dunia menggunakan tumbuhan untuk pengobatan (Setyawan, 2002). Proses ini dimulai dengan fotosintesis dan berakhir dengan terbentuknya senyawa-senyawa kimia metabolit sekunder (Setyawan, 1996). Senyawa sekunder mempunyai sifat : 1. Hanya dapat dibentuk oleh spesies tertentu. 2. Pembentukannya dipengaruhi lingkungan fisik dan kimia. 3. Strukturnya mirip antara satu dengan lainnya. 4. Fungsinya dalam sel seolah-olah tidak penting (Setyawan, 1996). Metabolit sekunder biasanya diperoleh dari proses samping sebagai sampah dan tidak memiliki fungsi khusus dalam metabolisme. Secara ekologi, matabolit sekunder sangat penting sebagai alelopati, feromon, pertahanan dari herbivora atau mikroba dan lain-lain. Hingga kini telah diidentifikasi lebih dari senyawa sekunder. Kebanyakan spesies tidak memiliki struktur khusus, karena mensintesis senyawa metabolit sekunder dalam jumlah yang sangat sedikit sebagai aroma bunga atau tanggapan terhadap lingkungan seperti patogen dan herbivora (Setyawan, 1999). Penelitian bahan alam terdiri dari beberapa tahap, yaitu mulai dari tahap ekstraksi, fraksinasi dengan metode kromatografi sampai diperoleh senyawa murni, identifikasi unsur dari senyawa murni yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi, baik dari senyawa murni

19 23 ataupun ekstrak kasar. Setelah struktur molekulnya diketahui dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan kestabilan yang diinginkan (Husna, 2008). 6. Ekstraksi Ekstraksi adalah pengambilan bahan aktif dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut tertentu. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstraksi. Pengeringan harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan aliran udara yang baik. Setelah betul-betul kering, tumbuhan dapat disimpan untuk jangka waktu lama sebelum digunakan untuk analisis. Analisis flavanoid, alkaloid, kuinon dan terpenoid telah dilakukan dengan berhasil pada herbarium yang telah disimpan bertahun-tahun (Harborne, 1987). Ragam ekstraksi yang tepat bergantung pada tekstur dan kandungan bahan air tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi. Pada umumnya jaringan tumbuhan harus dimatikan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis. Memasukkan jaringan daun segar atau bunga yang telah dipotongpotong ke dalam etanol mendidih adalah suatu cara yang baik untuk mencapai tujuan itu. Alkohol adalah pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Selanjutnya bahan dapat dimaserasi dalam suatu bejana, lalu disaring (Harborne, 1987).

20 24 Metode dasar ekstraksi yang digunakan antara lain ekstraksi menggunakan pelarut organik seperti maserasi, perkolasi dan sokletasi, dan ekstraksi menggunakan air seperti infusa dan decocta. Pemilihan metode ekstraksi ini berdasarkan atas kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang baik. Pemilihan proses ekstraksi sangat penting mengingat komposisi kandungan kimia yang cukup kompleks dari material sehingga tergantung pada tujuan ekstraksi, penyari bersifat non polar digunakan untuk menyari zat-zat yang bersifat non polar. Sebaliknya penyari bersifat polar untuk menyari zat-zat yang bersifat polar sehingga diharapkan semua zat yang diinginkan dalam bahan alam tersari sempurna sesuai penyari yang digunakan. Pemilihan metode ekstraksi yang kurang tepat akan menyebabkan proses isolasi senyawa akan mengalami kegagalan sehingga senyawa yang diinginkan tidak dapat tersari secara memuaskan dari matriks (Rakhmawati, 2006). Maserasi adalah cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin (Dinda, 2008).

21 25 Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Dinda, 2008). Soxhletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2000). Keuntungan Soxhletasi adalah dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, digunakan pelarut yang lebih sedikit dan pemanasannya dapat diatur (Dinda, 2008). Kerugian Soxhletasi adalah karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas, jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya dan bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu

22 26 berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif (Dinda, 2008). Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 :1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah (Dinda, 2008). 7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi adalah metode pemisahan fisiokimia (Stahl, 1985). Pemisahan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan sifat fisik campuran, yaitu kecenderungan molekul zat untuk menguap, larut dalam cairan dan terserap butirbutir zat padat yang halus dengan permukaan luas. Hasil dari analisa kromatografi adalah terbentuknya daerah pemisahan pada fase diam yang berupa plat silika gel. Proses analisa ini disebut proses analisa kromatografi, karena pemisahan tiap komponennya dapat dilihat dari perbedaan warna komponen-komponen dari suatu zat yang dianalisa (Adnan, 1986; Edward, 1991). Kromatografi lapis tipis bekerja berdasarkan pada distribusi fase cairpadat. Sebagai fase padat atau absorbannya berupa lapis tipis bubur alumina atau silika gel yang menempel pada permukaaan selembar lempengan kaca atau selembar plastik kaku, sedangkan sebagai fase cairnya adalah eluen yang digunakan untuk membawa zat yang dianalisis bergerak melalui zat padat. Keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan metode ini adalah memberikan

23 27 pemisahan yang sangat baik, cepat serta menggunakan alat-alat yang sederhana (Hosttman, 1995). KLT dilakukan dengan cara pengembangan naik di dalam suatu bejana yang dindingnya dilapisi kertas saring sehingga atmosfer di dalam bejana jenuh dengan fase pelarut (Harborne, 1987). Keuntungan dari Kromatografi lapis tipis adalah peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu analisis cepat dan daya pemisahan cukup baik serta pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit (Gritter, et al., 1991). 8. Taksonomi Numerik dan Hubungan Kekerabatan Taksonomi numerik adalah ilmu pengetahuan empirik yang berguna untuk memantapkan kedudukan taksa dan menyusun klasifikasi berdasarkan hubungan fenetik melalui pelaksanaan metodologi secara bertahap. Taksonomi tidak hanya mengandalkan sifat dari sumber-sumber tertentu saja, data-data yang diperoleh dari cabang botani yang berbeda-beda diberi nilai yang sama (Shukla dan Misra, 1982). Posisi atau kedudukan dasar dari taksonomi berdasarkan angka dirangkum dalam keikutsertaan satu prinsip (Sneath dan Sokal, 1973). Unsur dasar sistematika biologi adalah spesimen individual pada waktu tertentu dalam siklus hidupnya. Individu-individu tersebut merupakan unit dasar dan biasanya berupa jenis (unit taksonomi dengan nama binomial). Dalam taksonomi numerik taksa terbawah adalah satuan taksonomi operasional (Operational Taxonomy Unit = OTUs). Unit ini dapat mewakili genus atau jenis. Untuk mengestimasi kemiripan di antara dua OTUs, data disusun dalam bentuk

24 28 matriks n x t, di mana t merupakan jumlah OTUs yang dioperasikan dan n merupakan jumlah input yang digunakan. Karakter-karakter OTUs yang diperkirakan memiliki persamaan secara kuantitatif disebut koefisien similaritas. Koefisien similaritas dikelompokkan menjadi: a. Koefisien jarak: jarak antara OTUs dalam suatu ruang tertentu dengan berbagai cara. b. Koefisien asosiasi: bagian dari dua kolom data dari dua OTUs yang diperbandingkan. c. Koefisien korelasi: estimasi yang proporsional dan bebas antara pasanganpasangan vektor OTUs. d. Koefisien similaritas-probabilitas: mengukur homogenitas sistem dengan statistik yang membagi kelompok OTUs menjadi beberapa bagian atau sebagian (Shukla dan Misra, 1982). Pengoperasian dari taksonomi berdasar pada angka dan dicatat kemiripan dalam penghitungannnya dan organisasi taksa berdasar pada kemiripan utama, yang pada umumnya dibuat tentang taksa (seperti pemberian keterangan tentang filogeni, pilihan dari tokoh-tokoh, dan lain-lain) (Sneath dan Sokal, 1973). Taksonomi pada umumnya dapat dibuat setelah diketahui taksonnya, di mana takso tidak dapat diketahui sebelum kemiripan-kemiripan di antara jenisjenis dapat diketahui. Beberapa langkah telah menjadi efek kombinasi dalam metode-metode yang pasti, atau proses yang diulang-ulang untuk kedua kalinya dalam beberapa kelas (Sneath dan Sokal, 1973).

25 29 Dendogram filogeni dapat dibuat dengan metode koefisien asosiasi. Di mana indeks similaritas ditentukan dengan rumus (Sneath dan Sokal, 1973): IS = m/n X 100% Dengan : m = jumlah sifat yang berpasangan (++/--) µ = jumlah sifat yang tidak berpasangan (+-/-+) n = m + µ Is = indeks similaritas Tingkatan persamaan harga-harga koefisien assosiasi ditentukan dengan analisis klaster. Pada metoda ini unit operasional taksonomi (OTUs) dikelompokkan berdasarkan kemiripannya, kemudian disusun dalam suatu dendogram hierarki taksonomi (Pielou, 1984). B. Kerangka Pemikiran Keanekaragaman jenis tumbuhan lumut di Indonesia sangatlah banyak, tetapi penelitian tentang tumbuhan lumut sangat sedikit. Keanekaragaman jenis tumbuhan lumut dapat dilihat melalui ciri morfologi dan kandungan senyawa metabolit sekunder. Morfologi tumbuhan mempelajari bentuk dan susunan tubuh tumbuhan. Di dalam pengklasifikasian tumbuhan, selain menggunakan ciri morfologi, ciri kandungan senyawa metabolit sekunder juga dapat digunakan. Kemotaksonomi tumbuhan adalah cara pengklasifikasian tumbuhan berdasarkan kandungan senyawa kimianya (senyawa metabolit sekunder yang khas).

26 30 Lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang umumnya menyukai tempat-tempat yang basah dan lembab yang tersebar luas di dataran rendah sampai dataran tinggi. Ciri morfologi tumbuhan lumut diketahui dengan cara mengambil potongan spesimen secukupnya, kemudian potongan tersebut direndam dalam air, setelah itu dibuat preparat basah supaya lumut dapat diamati di bawah mikroskop. Kandungan senyawa kimia pada lumut diketahui melalui Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan untuk mengetahui komposisi golongan kimia metabolit sekunder yang dikandung oleh lumut. Hasil data ciriciri morfologi dan komposisi serta golongan kimia metabolit sekunder ini kemudian dianalisis numerik dengan menggunakan metode koefisien asosiasi yang dikomputasikan dalam program Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System (NTSYS) versi 1.80 untuk mengetahui hubungan kekerabatan di antara jenis-jenis tumbuhan lumut. Kerangka pemikiran dari penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 6.

27 31 Jenis tumbuhan lumut yang menempel pada dinding tembok di daerah Surakarta Identifikasi berdasarkan ciri morfologi Identifikasi berdasarkan ciri senyawa metabolit sekunder Ekstraksi dengan kloroform Analisis profil kandungan senyawa kimia menggunakan KLT Kandungan senyawa metabolit sekunder (Rf) Golongan senyawa metabolit sekunder Analisis Numerik Dendogram hubungan kekerabatan jenis lumut Hubungan kekerabatan antar jenis-jenis lumut Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran

28 32 C. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : 1. Jenis-jenis tumbuhan lumut yang menempel pada dinding tembok di daerah Surakarta mempunyai perbedaan ciri morfologi dan komposisi kandungan senyawa metabolit sekundernya. 2. Golongan senyawa kimia dari komponen metabolit sekunder di antara jenis-jenis tumbuhan lumut yang menempel pada dinding tembok di daerah Surakarta dapat ditentukan. 3. Jenis-jenis tumbuhan lumut yang mempunyai ciri morfologi dan senyawa metabolit sekunder yang sama atau hampir sama berkerabat lebih dekat sedangkan jenis-jenis lumut yang mempunyai ciri morfologi dan senyawa metabolit sekunder yang berbeda berkerabat lebih jauh.

2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta)

2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lumut (Bryophyta) Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan telah

Lebih terperinci

Lumut/Bryophyta. Alat perkembangbiakan lumut hati

Lumut/Bryophyta. Alat perkembangbiakan lumut hati Lumut/Bryophyta 1. Ciri-ciri dan sifat lumut Pada umumnya kita menyebut "lumut" untuk semua tumbuhan yang hidup di permukaan tanah, batu, tembok atau pohon yang basah, bahkan yang hidup di air. Padahal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu siswa (Rusman dkk, 2011: 5). Belajar merupakan proses

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lumut Lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang termasuk kedalam divisi Bryophyta, menurut So (1995) dalam Damayanti (2006), lumut memiliki keanekaragaman dan keindahan

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 3 MALANG

PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 3 MALANG PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 3 MALANG Jl. Sultan Agung Utara No.7 Telp (0341)324768, Fax (0341)341530 Website : www.sman3malang.sch.id E - mail : snbi@sman3malang.sch.id Lampiran

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN PEMBAHASAN PENDAHULUAN Taksonomi tanaman memaminkan peranan penting dalam konservasi keanekaragaman hayati, karena itu memerlukan karakterisasi yang tepat untuk distribusi serta lokalisasi daerah pada spesies dengan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

Analisis Artikel Tumbuhan Lumut

Analisis Artikel Tumbuhan Lumut Analisis Artikel Tumbuhan Lumut Pendahuluan Lumut merupakan tumbuhan kecil, lembut. Mereka tidak mempunyai bunga atau biji, dan daun-daun yang sederhananya menutupi batang liat yang tipis. Tumbuhan lumut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN (Klasifikasi) By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN (Klasifikasi) By Luisa Diana Handoyo, M.Si. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN (Klasifikasi) By Luisa Diana Handoyo, M.Si. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu : Menjelaskan ciri khas tumbuhan lumut, paku dan tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Tulungrejo, Batu dekat Raya Selekta, Wisata petik apel kota Batu, dan Laboratorium Biosistematika Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lumut merupakan kelompok tumbuhan kecil yang tumbuh menempel pada berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada pohon, kayu mati, kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Panas Cangar Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soeryo Jawa Timur sebanyak 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Panas Cangar Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soeryo Jawa Timur sebanyak 3 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diversitas Genus Bryopsida Bryopsida yang berhasil di temukan di Obyek Wisata Pemandian Air Panas Cangar Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soeryo Jawa Timur sebanyak 3 genus

Lebih terperinci

SK: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KD: Mendeskripsikan ciri-ciri Divisio dalam Dunia Tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi

SK: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KD: Mendeskripsikan ciri-ciri Divisio dalam Dunia Tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi Berkelas BAB 7 KINGDOM PLANTAE SK: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KD: Mendeskripsikan ciri-ciri Divisio dalam Dunia Tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi CIRI-CIRI Multiseluler,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tumbuhan Paku Tumbuhan paku dalam dunia tumbuhan termasuk golongan besar atau Divisio Pteridophyta (pteris : bulu burung, phyta : tumbuhan ) yang diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang subur dan kaya akan sumberdaya alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan terluas di dunia, Indonesia

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta

BAB III METODE PENELITIAN. Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada bulan Desember hingga Maret. Eksplorasi berupa pengumpulan koleksi Bryophyta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan METODE EKSTRAKSI Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM. Herbarium

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM. Herbarium LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM I. II. NOMOR PERCOBAAN NAMA PERCOBAAN : : I (Satu) Pengumpulan Contoh Tumbuhan dan Herbarium III. TUJUAN PERCOBAAN : IV. DASAR TEORI Mengumpulkan beberapa contoh tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan PEMISAHAN CAMPURAN Dalam Kimia dan teknik kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan

Lebih terperinci

SET 19 TUMBUHAN BERSPORA (CRYPTOGAMIE)

SET 19 TUMBUHAN BERSPORA (CRYPTOGAMIE) 19 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 19 TUMBUHAN BERSPORA (CRYPTOGAMIE) A. DIVISIO BRYOPHYTA (LUMUT) a. Ciri-Ciri Tumbuhan Lumut Bryophyta adalah tumbuhan tidak berpembuluh

Lebih terperinci

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan. Pertemuan : Minggu ke 13 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Perkembangan buah dan biji Sub pokok bahasan : 1. Terbentuknya biji 2. Perkembangan buah 3. Perkecambahan biji 4. Penuaan dan kematian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BABm METODOLOGI PENELITIAN BABm METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat destilasi sederhana (Elektromantel MX), neraca analitik, ultrasonik Kery Puisatron,

Lebih terperinci

Kromatografi tambahan. Imam S

Kromatografi tambahan. Imam S Kromatografi tambahan Imam S Kromatografi serapan Bentuk alat : mirip buret, didalamnya berisi, glass wool/kapas untuk penyangga, penyaring dari gelas yang dilapisi kertas saring, bahan isian kolom yang

Lebih terperinci

Spesimen Awetan dalam Blok Resin untuk Media Pembelajaran Biologi. Oleh: Budiwati Staf pengajar FMIPA UNY

Spesimen Awetan dalam Blok Resin untuk Media Pembelajaran Biologi. Oleh: Budiwati Staf pengajar FMIPA UNY Spesimen Awetan dalam Blok Resin untuk Media Pembelajaran Biologi Oleh: Budiwati Staf pengajar FMIPA UNY Pendahuluan Biologi merupakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mempelajari struktur fungsi makhluk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tumbuhan Kenikir 1.1.1 Klasifikasi Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Sinonim : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asterales : Asteraceae : Cosmos : Cosmos

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap EKSTRAKSI Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 1 PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 Oleh : Drs. Suyitno Al, MS 2 PENDAHULUAN Biologi berkembang dari hasil kerja para peneliti biologi, menggali pengetahuan dari objek-objek biologi. Sebagai Objeknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan masalah C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan masalah C. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Funaria merupakan salah satu marga dari kelas bryopsida yang merupakan kelas yang paling besar dan paling tinggi tingkatan perkembangannya diantara ketiga kelas briopyta.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lichenes yang lazim dikenal dengan nama lumut kerak merupakan jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui oleh sebagian orang. Dan sesungguhnya berbeda dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digemari masyarakat Indonesia, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai merah

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH IPA KLASIFIKASI MAHLUK HIDUP. Disusun oleh: DYAH AYU WORO SCHINDY WIJAYANTI SMP NEGERI 1 SLAWI

TUGAS MAKALAH IPA KLASIFIKASI MAHLUK HIDUP. Disusun oleh: DYAH AYU WORO SCHINDY WIJAYANTI SMP NEGERI 1 SLAWI TUGAS MAKALAH IPA KLASIFIKASI MAHLUK HIDUP Disusun oleh: DYAH AYU WORO SCHINDY WIJAYANTI SMP NEGERI 1 SLAWI TAHUN 2015/2016 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. alhamdulillahirabbilalamin.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat

I. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki begitu banyak plasma nuftah tanaman berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat terdapat di negara ini. Menurut Taslim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Mangrove Excoecaria agallocha 2.1.1 Klasifikasi Excoecaria agallocha Klasifikasi tumbuhan mangrove Excoecaria agallocha menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lumut kerak merupakan salah satu anggota dari tumbuhan tingkat rendah yang mana belum mendapatkan perhatian yang maksimal seperti anggota yang lainnya. Organisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. bulan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan April 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Laboratorium Histologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031 PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR Laporan Praktikum Mikroteknik Nama NIM Kelompok Asisten OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031 : II (dua) : Ana Fatmasari PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM I. NOMOR PERCOBAAN : I (Satu) II. NAMA PERCOBAAN : Herbarium III. TUJUAN PERCOBAAN : Mengumpulkan beberapa contoh tumbuhan dan dilakukan proses Herbarium. IV. DASAR TEORI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan paku merupakan salah satu tumbuhan tertua yang masih sering kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan paku merupakan salah satu tumbuhan tertua yang masih sering kita 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Paku Tumbuhan paku merupakan salah satu tumbuhan tertua yang masih sering kita jumpai di daratan. Memiliki kormus merupakan ciri yang khas dari tumbuhan ini. Arti dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian yang bersifat 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24 DUNIA TUMBUHAN CIRI-CIRI TUMBUHAN PENGELOMPOKAN TUMBUHAN A.TUMBUHAN TIDAK BERPEMBULUH B.TUMBUHAN BERPEMBULUH B.1.TIDAK BERBIJI B.2.BERBIJI B.2.1.GYMNOSPERMAE B.2.2.ANGIOSPERMAE Plant 1. 1/24 CIRI-CIRI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

Peranan Ekologi dan Potensi Lumut

Peranan Ekologi dan Potensi Lumut TINJAUAN PUSTAKA Lumut adalah tumbuhan tingkat rendah dengan ciri-ciri antara lain: umumnya berukuran kecil, memiliki profil yang umumnya rendah dengan tinggi sekitar 1-2 cm. Lumut pada umumnya tidak mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokoknya, yaitu akar, batang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Chlorella SP 1. Klasifikasi Penamaan Chlorella sp karena memiliki kandungan klorofil yang tinggi dan juga merupakan produsen primer dalam rantai makanan (Sidabutar, 1999).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial ABSTRAK

Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial ABSTRAK Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman

Lebih terperinci

Keanekaragaman Organisme Kehidupan

Keanekaragaman Organisme Kehidupan Keanekaragaman Organisme Kehidupan Salah satu ciri makhluk hidup adalah tubuhnya tersusun atas sel. Sel merupakan satuan atau unit terkecil dari makhluk hidup, seperti pencernaan makanan, bernafas, ekskresi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci