ANALISA SWOT DALAM PENERAPAN VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) UNTUK KAPAL PENANGKAP IKAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA SWOT DALAM PENERAPAN VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) UNTUK KAPAL PENANGKAP IKAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISA SWOT DALAM PENERAPAN VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) UNTUK KAPAL PENANGKAP IKAN DI INDONESIA Darman Dosen : DR Ir Iwan Krisnadi MBA Graduate Program of Electrical Engineering Department, Mercu Buana University, Jakarta darmandarsosumarto@gmail.com ABSTRACK Vessel Monitoring Systems (VMS) is the use of communication technology and naval system for tracking vessels movement. In fisheries management, VMS is one of the key components of Monitoring, Control and Surveilance (MCS) that has been implemented in Indonesia for monitoring fishing vessels with specific criteria operated in Indonesian waters. Application of VMS has been produced a lot of data. When the data is properly managed it can support the efforts on sustainable fishery resources in Indonesia. Currently the use of VMS technology in Indonesia is still continue to develop. VMS data use at the minimum level can provide data on vessels movement (position, time, route, and speed), and moreover vessel activities. Resulted from SWOT analysis the implementation of the VMS program there are benefits that are gained both from the government as a regulator of fishery surveillance control policy as well as from the fisherman owner side but there are still many complaints that are reached by the owner of the fishing vessel. Besides that the VMS program have a opportunity and also threats to implement in the future. Keywords: VMS; MCS; SWOT analysis I. PENDAHULUAN Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2003 telah melakukan pengawasan penangkapan ikan dengan menggunakan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan atau yang sering disebut dengan Vessel Monitoring System (VMS). Sistem ini merupakan salah satu program pengawasan yang dilakukan dalam menjaga sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia. Program ini menjadi komponen pelaksanaan Monitoring, Controlling, and Surveillance (MCS) dalam memerangi Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing. Program VMS diatur dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Peraturan Menteri No.PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap dan Peraturan Menteri No. PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Peraturan tersebut mengamanatkan kewajiban kapal-kapal perikanan untuk memasang Transmitter Vessel Monitoring System. Berdasarkan Peraturan Menteri No.PER.05/MEN/2007 pasal 2, dalam pelaksanaannya VMS bertujuan meningkatkan efektivitas pengelolaan sumberdaya ikan melalui pengendalian dan pemantauan terhadap kapal

2 perikanan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan usaha perikanan yang dilakukan oleh perusahaan perikanan; meningkatkan ketaatan kapal perikanan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, serta memperoleh data dan informasi kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Sejak dilaksanakannya program ini, dirasakan bahwa masih kurang informasi yang dapat diperoleh oleh masyarakat khususnya pelaku perikanan tangkap. Kekurangan tersebut antara lain: kegunaan VMS, cara kerja, prosedur pemasangan transmitter, manfaat yang akan diterima, dan masih banyak hal mengenai VMS yang belum mereka ketahui. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah penyebab hal ini terjadi. Pelaku perikanan selama ini hanya diwajibkan memasang transmitter yang telah menjadi peraturan dalam bidang perikanan tangkap. Pada jurnal ini akan disajikan analisis manfaat mengenai MCS dan IUU fishing, serta VMS secara umum dan perkembangannya. Kemudian dalam makalah ini akan disajikan Analisa Strength, Weakness, Opportunity and Treath (SWOT) terhadap penerapan VMS di Indonesia, kelebihan kekurangan peluang dan tantangan program VMS yang telah dijalankan hingga kini dan saran kedepannya demi peningkatan pengawasan penangkapan ikan di Indonesia. Karena program VMS sendiri tidak banyak diketahui oleh masyarakat umum. Informasi ini lebih sering diterima oleh instansi terkait atau orang/perusahaan perikanan yang telah cukup besar usahanya, sedangkan masyarakat kecil pelaku perikanan hanya dapat kabar dari orang-orang yang belum tentu kebenarannya. II. PERUMUSAN MASALAH Vessel Monitoring System (VMS) adalah salah satu dari penerapan Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS) yang berbasiskan pengawasan dengan satelit. Indonesia sendiri telah menerapkan sistem ini sejak tahun Prosedur atau tata cara pelaksanaan vessel monitoring system (VMS) masih banyak yang belum diketahui terutama oleh pelaku perikanan (nelayan/pemilik kapal). Sistematis pelaksanaan mulai dari pemasangan, pendaftaran hingga pelaporan hasil yang dilakukan Fisheries Monitoring Centre (FMC) hingga saat ini hanya beberapa orang atau instansi yang mengetahuinya. Secara sistematis makalah ini akan membahas beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem kerja program VMS dilaksanakan? 2. Apa saja kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan program VMS? 3. Manfaat apa yang diterima bagi para pelaku perikanan (nelayan/pemilik kapal) dengan adanya VMS?

3 III. KERANGKA TEORI A. Vessel Monitoring System (VMS) Menurut peraturan menteri kelautan dan perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang penyelenggaraan sistem pemantauan kapal perikanan, yang dimasksud sistem pemantauan kapal perikanan adalah salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pengangkutan ikan, yang menggunakan peralatan pemantauan kapal perikanan yang telah ditentukan. Sistem pemantauan kapal perikanan/vessel Monitoring System (VMS) adalah sebuah program pengawasan kegiatan perikanan, yang menggunakan peralatan yang terpasang di kapal perikanan memberikan informasi mengenai kegiatan dan posisi kapal [6]. permen kelautan dan perikanan No. 5/MEN/2007, Transmitter adalah alat yang berfungsi untuk melakukan pemantauan kapal perikanan secara langsung yang dipasang dan dioperasikan di atas kapal perikanan untuk menerima/mengirimkan data posisi kapal perikanan ke pengelola sistem. Teknologi VMS memiliki fungsi dalam menyediakan informasi umum seperti unit identifier (ID transmitter kapal), tanggal dan waktu, serta garis lintang dan bujur. Penyediaan informasi mengenai posisi kapal menggunakan sistem GPS. 2. Sistem Komunikasi Sistem komunikasi membawa laporan data posisi dan pesan lainnya dari peralatan yang berada di atas kapal, melalui satelit untuk selanjutnya oleh satelit data dikirim ke stasiun bumi, setelah itu di akhir data dikriim ke pusat pemantauan perikanan. Gambar 1. Skema jaringan VMS VMS merupakan suatu sistem yang menggabungkan antara teknologi dan sumberdaya manusia. Secara teknis VMS memiliki tiga elemen umum yaitu: 1. Peralatan di Kapal Peralatan elektronik yang terpasang pada sebuah kapal. Alat ini biasanya terdiri dari beberapa kombinasi antena dan transceiver, sumber daya eksternal dan kabel. Menurut 3. Pusat Pemantauan Perikanan Pusat pemantauan perikanan/fisheries Monitoring Centre (FMC) adalah sebuah pusat yang memantau dan menerima laporan yang dikirimkan melalui transmitter dan kemudian menyimpannya ke dalam database dari semua kegiatan kapal penangkap ikan yang telah menggunakan sistem VMS. Pengawas di FMC mengawasi seluruh kegiatan penangkapan dari monitor dan dianalisis jika terjadi indikasi pelanggaran untuk segera diambil tindakan. FMC merupakan lokasi yang aman dimana hanya personil atau petugas pengawasan yang berwenang yang dapat mengakses data VMS. Semua data dilindungi dari kesengajaan atau kebetulan atau memperlihatkan kerusakan.

4 B. Kapal Penangkap Ikan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan. C. Perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ZEE adalah suatu jalur laut yang berada diluar dan berbatasan dengan laut teritorial yang batas terluarnya diukur dari suatu garis pangkal atau surut terendah ke arah laut bebas sejauh tidak melebihi jarak 200 mil laut. ZEE merupakan suatu rezim hukum khusus dimana negara pantai memiliki hak dan kedaulatan untuk melakukan kegiatan eksploitasi dan ekplorasi sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati, termasuk yuridikasi lainnya, sedang kepentingan masyarakat internasional seperti kebebasan berlayar tetap berlaku [10]. D. Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing IUU fishing merupakan kegiatan perikanan yang sangat merugikan dapat mengancam manajemen perikanan yang bertanggung jawab. IUU fishing dapat dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu [10] : 1) Illegal fishing, mengacu kepada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh kapal-kapal nasional atau asing di dalam perairan di bawah yuridikasi suatu negara, tanpa ijin dari negara itu, atau dalam keadaan melawan hukum dan regulasi negara tersebut 2) Unreported fishing, mengacu pada kegiatan penangkapan yaitu tidak dilaporkan, atau dilaporkan secara tidak benar (misreported), kepada otoritas nasional yang relevan, bertentangan dengan peraturan dan perundangundangan; 3)Unregulated fishing, mengacu pada kegiatan penangkapan yaitu di dalam area suatu organisasi pengelolaan regional yang dilakukan kapal tanpa nasionalitas, atau oleh kapal dengan bendera suatu negara bukan anggota dari organisasi tersebut, atau oleh suatu fishing entity dengan cara yang tidak konsisten dengan atau melawan aturan konservasi dan pengelolaan organisasi tersebut. E. Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS) Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS) merupakan salah satu kebijakan manajemen perikanan dalam memerangi masalah IUU fishing yang terjadi di dunia [9]. MCS telah disepakati dalam konferensi FAO di Roma dengan uraian sebagai berikut [6] : 1) Monitoring : the continuous requirement for the measurement of fishing effort characteristics and resources yield; 2) Control : the regulatory conditions under which the exploitation of the resource may be conducted; dan 3) Surveillance : the degree and types of observation required to maintain with the regulatory control imposed on fishing activities.

5 kelemahan dan ancaman. Analisa SWOT terlihat seperti gambar di bawah Gambar 2. Diagram pelaksanaan MCS di perikanan tangkap [5] F. Pengawasan Kapal Perikanan Pengawasan kapal perikanan adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pengawas yang ditunjuk oleh Menteri Kelautan dan Perikanan atau Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dan Gubernur Propinsi atau pejabat yang ditunjuk atas nama pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang masuk, membongkar ikan hasil tangkapan serta kapal perikanan yang keluar pelabuhan dengan tata cara dan prosedur sebagaimana ditetapkan. Pelaku utama pengawasan kapal perikanan adalah pemerintah atau petugas yang ditunjuk atas nama pemerintah G. Analisa SWOT Merupakan suatu metode untuk melakukan identifikasi berbagai factor secra sistematis untuk merumuskan factor-faktor yang menjadi kekuatan(strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threats) dari pelaksanaan suatu sistem. Analisa di dasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan Gambar 3. Diagram analisis SWOT [12] IV. METODOLOGI PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data di Fisheries Monitoring Centre (FMC) Direktorat P2SDKP Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta Pusat, dan Pangkalan Pengawasan P2SDKP di PPS Nizam Zachman Jakarta. Tahap kedua adalah tahap pengolahan data. 2. Metode penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study). Studi kasus bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat khas diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum (Nazir, 1985). Tujuan lainnya adalah agar mampu menggambarkan dan menganalisis sistem kerja Vessel Monitoring System yang

6 telah dijalankan serta menganalisis persepsi pelaku perikanan baik nelayan, pemilik usaha perikanan, maupun pengawas perikanan. Untuk itu dilakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak yang terkait. dilakukan untuk mengetahui kinerja dari VMS yang telah dilakukan hingga saat ini. V. HASIL DAN ANALISA 3. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara kepada pengawas kapal perikanan yang berada di PPS Nizam Zachman maupun di Fisheries Monitoring Centre (FMC) serta unit kerja yang berhubungan dengan VMS dan kepada pelaku perikanan (nelayan ABK, kapten kapal, pemlik kapal) yang telah menggunakan transmitter pada kapalnya. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain data keaktifan transmitter. Data sekunder ini merupakan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebelum dan setelah dilakukannya sistem pengawasan kapal perikanan. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini digunakan untuk menentukan responden dalam melakukan wawancara. Responden yang dipilih telah ditentukan sebelumnya menjadi nelayan ABK, kapten kapal, pemilik kapal yang telah memasang transmitter pada kapalnya. Ini untuk mengetahui tanggapan (persepsi) dari pelaku perikanan tentang Vessel Monitoring System. Wawancara kepada pengawas perikanan 1. Cara Kerja Sistem VMS Rangkaian cara kerja dari sistem pemantauan kapal perikanan ini adalah sebagai berikut : 1) Setiap Kapal Perikanan Asing (KIA) dan Kapal Ikan Indonesia (KII) di atas 60 GT wajib memasang transmitter pada kapalnya; 2) Transmitter yang telah terpasang akan mengirimkan sinyal kepada satelit provider masing-masing. Pengiriman sinyal dilakukan secara otomatis oleh transmitter dengan interval waktu satu jam; 3) Sinyal-sinyal yang diterima oleh satelit teruskan atau dikirimkan kembali ke processing centre untuk diolah data-data yang telah dikirimkan satelit. Lokasi processing centre ini berbeda-beda tergantung provider. Untuk argos lokasinya berada di Perancis dan inmarsat di Inggris; 4) Setelah diolah menjadi data-data posisi kapal, kemudian data dikirimkan ke pusat pemantauan kapal perikanan. Di FMC, data tersebut diolah server yang dimiliki untuk dapat tampilan gambar pergerakan kapal serta data-data lainnya; 5) Di FMC data kapal di analisis. Jika terdapat pelanggaran maka akan dilakukan pemeriksaan; 6) Tampilan posisi kapal yang telah diterima FMC, kemudian akan di beritahukan kepada para pemilik kapal. Ini dilakukan dengan

7 menggunakan fasilitas website yang dikelola oleh FMC; dan 7) Pemilik yang ingin mengetahui posisi kapalnya dapat mengakses website ke Pelanggaran yang dilakukan oleh kapal perikanan dapat terpantau melalui pergerakkan kapal di layar pengawasan FMC. Pelanggaranpalanggaran yang terpantau adalah pelanggaran yang dilakukan pada saat pengawasan ataupun pelanggaran yang dilakukan di waktu yang lampau. Pelanggaran yang dilakukan kapal perikanan seperti : 1. Mematikan transmitter secara disengaja; 2. Menggunakan alat tangkap yang dilarang; 3. Melakukan penangkapan di wilayah yang tidak sesuai izin penangkapan; 4. Melakukan penangkapan di wilayah yang dilarang; 5. Melakukan penangkapan atau kapal berlayar melewati wilayah ZEE Indonesia; 6. Melakukan ketidaktaatan berlabuh di pelabuhan pangkalan; dan 7. Melakukan transshipment. 2. Provider Provider merupakan suatu perusahaan yang bekerjasama dengan pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemantauan kapal perikanan. Provider bekerjasama dalam menyediakan alat dan perlengkapan komunikasi sistem satelit. Provider yang bekerjasama kini berjumlah empat perusahaan provider. Keempat perusahaan tersebut adalah PT. CLS Argos Indonesia, PT. Amalgam Indocorpora, PT. SOG Indonesia, dan PT. Pasifik Satelit Nusantara. Tiga dari empat provider tersebut adalah perusahaan swasta asing yang berada di Indonesia. Provider-provider tersebut memiliki peranan dalam menyediakan alat dan sarana komunikasi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan sistem pemantauan kapal perikanan. Provider menyediakan kebutuhan transmitter yang akan dipasangkan pada kapalkapal perikanan. Dalam satu unit transmitter tersebut memiliki kelengkapan seperti: 1. Kabel catu daya; 2. Kabel data; 3. Junction box; 4. Bracket; 5. Tiang; dan 6. Buku petunjuk. Tabel 1. Provider VMS di Indonesia 3. Analisa SWOT dalam program VMS Di dalam pelaksanaan sistem pemantauan kapal perikanan (VMS) di Indonesia, banyak ditemukan pendapatpendapat atau persepsi dari para pelaku perikanan. Dari mereka dapat diketahui berbagai hal teknis dalam pelaksanaan VMS, baik itu berupa kelebihan maupun kekurangan yang ditimbulkan dari program ini. Dan itu semua di dapat dari pengalaman-pengalaman mereka selama berpartisipasi dalam program VMS.

8 Salah satu kekurangannya adalah biaya yang harus mereka keluarkan untuk kepartisipasian dalam program ini menurut mereka dinilai terlalu mahal. Mereka harus membeli transmitter untuk dipasang pada kapal mereka yang harga satu unitnya berkisar dua puluh juta hingga tiga puluh juta rupiah. Biaya airtime yang harus dibayarkan setiap satu tahunnya yang juga tidak kecil yaitu berkisar enam juta hingga delapan juta rupiah pertahunnya. Selain biaya pembelian dan pembayaran airtime, biaya tersebut akan bertambah jika terjadi kerusakan terhadap transmitter. Kerusakan yang terjadi akan menjadi tanggung jawab pemilik kapal. Kerusakan transmitter tersebut harus segera diperbaiki oleh provider. Perbaikan ini tentunya akan mengeluarkan biaya perbaikan. Biaya perbaikkan untuk teknisinya sekitar satu juta lima ratus ribu rupiah per satu kali perbaikkan. Menurut pengawas perikanan di pelabuhan bahwa pada awal pelaksanaan periode kedua program vessel monitoring system, banyak ditemukan terjadinya kerusakan transmitter. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh kejadian force majeure atau lebih sering dikarenakan kondisi kapal yang tidak mendukung. Kerusakan yang sering dialami adalah putusnya sikring pada transmitter atau kabel yang putus karena gigitan tikus. Hal ini dapat terjadi karena kondisi wheel house yang terlalu berantakan disekitar transmitter. Seharusnya kejadian ini tidak harus terjadi jika saja terdapat pengetahuan yang cukup dari kapten kapal ataupun ABK. Setiap unit transmitter yang dikeluarkan oleh provider juga memiliki kelemahan. Menurut pengawas perikanan, transmitter-transmitter tersebut memiliki kelemahan mengirimkan sinyal di wilayah perairan tertentu. Di dalam pengawasan, transmitter tertentu tidak dapat terdeteksi di pusat pemantauan kapal perikanan. Seperti argos yang tidak dapat terdeteksi di wilayah perairan timur Indonesia. Hal ini karena posisi satelit yang orbit lintasannya tidak dapat mendeteksi daerah tersebut. Jika seperti ini tentunya akan menghambat proses pengawasan. Manfaat yang seharusnya diterima juga sangat kurang atau tidak dirasakan langsung oleh pengguna transmitter. Menurut beberapa nelayan bantuan sering terlambat ataupun tidak ada bantuan sama sekali ketika terjadi masalah terhadap kapalnya. Hal ini membuat pengguna transmitter merasa tidak mendapatkan keuntungan dari pemasangan transmitter. Selain itu manfaat yang diberikan dari VMS yaitu pemilik dapat memantau kapalnya bagi mereka tidak berpengaruh besar. Menurut mereka hal semacam itu dapat mereka lalukan dengan radio komunikasi ataupun telepon selular. Cara ini cukup mudah dilakukan dan murah. Jika dilihat tingkat pengetahuan tentang VMS dari nelayan pemilik kapal, kapten, maupun ABK kapal sangat berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Tabel berikut ini: Tabel 2. Tingkat pengetahuan tentang VMS Berdasarkan Tabel 5 diatas, masih banyak ditemukan kekurang-pahamandari para pelaku perikanan seperti pemilik kapal, nakhoda,

9 serta ABK kapal. Hasil wawancara yang dilakukan pada kapal perikanan di PPS Nizam Zachman menunjukkan bahwa masih banyak pelaku perikanan tidak mengetahui maksud, tujuan, maupun manfaat dari sistem pemantauan kapal perikanan ini. Berikut tabel 3 mengenai kelemahan dan kelebihan program VMS serata table 4 mengenai peluang dan ancama dimasa mendatang terhadap program VMS dalam sistem pemantauan kapal perikanan dalam sistem VMS. Kelebihan dan kelemahan tersebut diperoleh dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan. Tabel 4. peluang dan ancaman program VMS VI. KESIMPULAN Tabel 3. kelemahan dan kelebihan program VMS Sistem kerja Vessel Monitoring System (VMS) dibagi menjadi tiga, yaitu pemasangan transmitter yang dilakukan oleh provider atau pengawas lapangan, pemantauan oleh petugas atau operator pengawasan, dan penindakan oleh Ditjen P2SDKP. Pengelolaan sistem VMS dilakukan oleh Fisheries Monitoring Centre (FMC) Jakarta sebagai pusat dan dua Regional Monitoring Centre (RMC) di Batam dan Ambon sebagai pengelolaan pendukung. Analisa SWOT yang dilakukan dalam program VMS ini memiliki beberapa kelebihan dan masih banyak kekurangannya serta peluang dan ancaman

10 yang harus dihadapi oleh Kementrian Kelautan dan perikanan selaku pembuat program VMS ini. Diantara analisa tersebut adalah pengusaha perikanan mudah memantau kapalnya namun pendapat pelaku perikanan lebih banyak menyatakan bahwa VMS lebih banyak menyulitkan dan merugikan nelayan baik dari pengadaan transmitter maupun pelaksanaannya. Manfaat yang diterima oleh pemerintah adalah meningkatkan efektivitas pengelolaan sumberdaya ikan melalui pengendalian dan pemantauan terhadap kapal perikanan, meningkatkan efektivitas pengelolaan usaha perikanan yang dilakukan oleh perusahaan perikanan, dan memperoleh data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Sedangkan manfaat yang diterima pemilik kapal atau nelayan hanya sebatas untuk memantau keberadaan dan perilaku kapal di laut yang dilakukan melalui Website. VII. SARAN 1. Direktorat Perikanan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan hendaknya perlu melakukan perbaikan sistem pemantauan kapal perikanan dalam proses pengurusan transmitter, proses analisis data transmitter, pelaksanaan transmitter di kapal dan penampilan gambar pada website VMS. 2. Perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan terhadap pelaku perikanan (pengusaha, nakhoda, dan ABK kapal) mengenai tujuan, manfaat, cara teknis pengelolaan, dan perawatan transmitter. 3. Perlu penelitian tentang pengaruh VMS terhadap pelanggaran kapal perikanan di Indonesia. VIII. DAFTAR PUSTAKA [1] Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No:Permen.05/MEN/2007.Tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. [2] Departemen Kelautan dan Perikanan UU No. 31 Tentang Perikanan. Jakarta: DKP [3] Departemen Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: Permen.05/MEN/2008tentangUsaha Perikanan Tangkap. Jakarta: DKP. [4] DirektoratSaranadanPrasarana Pengawasan Standar Operasional Prosedur Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (Vessel Monitoring System). Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 34 hal. [5] Fyson, J Design of Small Fishing Vessels. England: Fishing News Book. [6] FAO Technical Guidelines for Rensponsible Fisheries - Fishing Operaions - 1 Suppl Vessel Monitoring Systems. Roma [7] Mansur, A Kinerja Pengawasan Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta). [Tesis].

11 Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. [8] Mukhtar Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (Vessel Monitoring Sistem). [terhubung tidak berkala]. [9] P2SDKP The Policy of Surveillance and Control for Marine Resources and Fisheries. Jakarta [10] Widodo Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Perairan ZEE Indonesia dan Sekitarnya. Balai Riset Perikanan Laut. Jakarta: Departemen Kelautan Perikanan. 37 hal. [11] Iwan Krisnadi, Key Managemnt Model, Materi Kuliah Managemnt Bisnis ICT, UMB

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

Penggunaan VMS Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Penggunaan VMS Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Penggunaan VMS Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Luh Putu Ayu Savitri Chitra Kusuma 1) dan Nur Azmi Ratna Setyawidati 1) 1) Pusat Riset Teknologi Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang-

BAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang- BAB IV Mengenai Kewenangan Mengadili Atas Kasus Illegal Fishing Berdasarkan Track Record Data VMS (Vessel Monitoring System) Dihubungkan dengan Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) DI INDONESIA YOSEP HADINATA

PELAKSANAAN VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) DI INDONESIA YOSEP HADINATA PELAKSANAAN VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) DI INDONESIA YOSEP HADINATA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendayagunaan sumber daya kelautan menjanjikan potensi pembangunan ekonomi yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari potensi yang terkandung dalam eksistensi Indonesia

Lebih terperinci

Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(4): 135-139, Desember 2016 ISSN 2337-4306 Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. (check list) dan negara. aturan hukum. analisis deskriptif mengacu dari. Jakarta, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan

3 METODOLOGI. (check list) dan negara. aturan hukum. analisis deskriptif mengacu dari. Jakarta, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dengan judul Analisis Praktik IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme Port State Measures

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMEN-KP/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 15/PERMEN-KP/2016 TENTANG KAPAL PENGANGKUT IKAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and

Lebih terperinci

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committee

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komparasi Port State Measures dengan Aturan Indonesia Indonesia telah memiliki aturan hukum dalam mengatur kegiatan perikanan, pelabuhan perikanan, dan hal lain terkait perikanan

Lebih terperinci

MODEL SELEKSI KAPAL INSPEKSI PERIKANAN UNTUK PENINDAKAN IUU FISHING BERBASIS DATA VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS)

MODEL SELEKSI KAPAL INSPEKSI PERIKANAN UNTUK PENINDAKAN IUU FISHING BERBASIS DATA VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) @ 2005 Suryanto Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sain (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana/ S3/ TKL Institut Pertanian Bogor Febuari 2005 Dosen Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng MODEL SELEKSI KAPAL INSPEKSI

Lebih terperinci

BAB III PRASARANA DAN SARANA Pasal 7

BAB III PRASARANA DAN SARANA Pasal 7 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PERMEN-KP/2013 TENTANG SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1983 (KEHAKIMAN. WILAYAH. Ekonomi. Laut. Perikanan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb No.1618, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KKP. Penangkapan. Ikan. Log Book. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.668,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN Pandapotan Sianipar, S.Pi Kasi Pengawasan Usaha Pengolahan, Pengangkutan, dan Pemasaran Wilayah Timur, Direktorat

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.322/DJ-PSDKP/2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1072, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN PERIKANAN. Kapal Perikanan. Pendaftaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Secara fisik potensi tersebut berupa perairan nasional seluas 3,1 juta km 2, ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA A. Kasus Pencurian Ikan Di Perairan Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari s/d Juli 2007 di Kabupaten Jayapura dan Merauke Provinsi Papua.

3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari s/d Juli 2007 di Kabupaten Jayapura dan Merauke Provinsi Papua. 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari s/d Juli 2007 di Kabupaten Jayapura dan Merauke Provinsi Papua. 3.2 Identifikasi kegiatan IUU-Fishing

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.669,2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2012 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORATJENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.15 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021) 3519070 ext 1524/1526,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA TAHUN 2016 PENGADAAN DATA SATELIT RADAR COSMO-SKYMED

KERANGKA ACUAN KERJA TAHUN 2016 PENGADAAN DATA SATELIT RADAR COSMO-SKYMED KERANGKA ACUAN KERJA TAHUN 2016 PENGADAAN DATA SATELIT RADAR COSMO-SKYMED KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, 2016 0 KERANGKA ACUAN KERJA (TERMS OF REFERENCE/TOR) 1. Kementerian Negara/ : Kementerian

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.81, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Usaha Perikanan Tangkap. Wilayah Pengelolaan Perikanan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II. Aspek-Aspek Hukum Tentang VMS (Vessel Monitoring System) dan Illegal Fishing

BAB II. Aspek-Aspek Hukum Tentang VMS (Vessel Monitoring System) dan Illegal Fishing BAB II Aspek-Aspek Hukum Tentang VMS (Vessel Monitoring System) dan Illegal Fishing A. Dasar Hukum VMS (Vessel Monitoring System) VMS (Vessel Monitoring System)/ Sistem Pemantauan Kapal Perikanan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2014 TENTANG RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2014 TENTANG RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2014 TENTANG RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2012 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2012 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2012 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG KEMENTERIAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 15, Jakarta 10110 Telepon (021) 3519070, Facsimile (021) 3520346 Pos Elektronik ditjenpsdkp@kkp.goid

Lebih terperinci

TARGET INDIKATOR KETERANGAN

TARGET INDIKATOR KETERANGAN TARGET INDIKATOR KETERANGAN 14.1 Pada tahun 2025, mencegah dan secara signifikan mengurangi semua jenis pencemaran laut, khususnya dari kegiatan berbasis lahan, termasuk sampah laut dan polusi nutrisi.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.28/MEN/2009 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.28/MEN/2009 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.28/MEN/2009 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional

Lebih terperinci

INTEGRASI SISTEM ELEKTRONIK LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN (ELPI) DENGAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN (VMS) UNTUK PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

INTEGRASI SISTEM ELEKTRONIK LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN (ELPI) DENGAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN (VMS) UNTUK PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN JURNAL KELAUTAN NASIONAL Vol. 8, No. 3, Desember 2013 INTEGRASI SISTEM ELEKTRONIK LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN (ELPI) DENGAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN (VMS) UNTUK PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP 3333 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.05/MEN/2008 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP Menimbang: MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN DITJEN PSDKP SDKP TAHUN TA. 2018 2017 Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP OUTLINE 1. 2. 3. 4. ISU STRATEGIS IUU

Lebih terperinci

a. bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja pengawasan usaha

a. bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja pengawasan usaha PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN KERUSAKAN TRANSMITER SPKP DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 30/MEN/2004 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 30/MEN/2004 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 30/MEN/2004 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkat dan berkembangnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2010 TENTANG PEMBERIAN KEWENANGAN PENERBITAN SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI) DAN SURAT IZIN KAPAL PENGANGKUT IKAN (SIKPI)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2009/154, TLN 5073]

UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2009/154, TLN 5073] UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2009/154, TLN 5073] 39. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga Pasal 85 berbunyi sebagai berikut:

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN PROGRESS IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Disampaikan oleh: Ir. H. M. NATSIR THAIB WAKIL GUBERNUR PROVINSI MALUKU UTARA PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA Kementerian Kelautan dan Perikanan 2017 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMASUKAN DAN DISTRIBUSI IKAN IMPOR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMASUKAN DAN DISTRIBUSI IKAN IMPOR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMASUKAN DAN DISTRIBUSI IKAN IMPOR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh : Pandapotan Sianipar Kepala Seksi Pengawasan Usaha P3 Wilayah Timur Direktorat

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

DRAFT MARET POS POKMASWAS Page 1 of 20

DRAFT MARET POS POKMASWAS Page 1 of 20 PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) PELAPORAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN PERAN SERTA POKMASWAS TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN DAN PELANGGARAN DRAFT MARET 2015 POS POKMASWAS Page 1 of 20 PROSEDUR OPERASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1984

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1984 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGGULANGAN IUU FISHING (ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED FISHING) MELALUI PENDEKATAN EKONOMI (STUDI KASUS DI PERAIRAN LAUT ARAFURA)

STRATEGI PENANGGULANGAN IUU FISHING (ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED FISHING) MELALUI PENDEKATAN EKONOMI (STUDI KASUS DI PERAIRAN LAUT ARAFURA) 2005 Dedy H Sutisna 18 February 2005 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3, Program TKL-Khusus Institut Pertanian Bogor Februari 2005 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

Lebih terperinci

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 Daftar lsi leata PENGANTAR DAFTAR lsi v vii BAB I SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1 BAB II PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG ILLEGAL UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING OLEH INDONESIA SEBAGAI NEGARA BENDERA SHARIFA AYU RAISA MAGIS

IMPLEMENTASI PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG ILLEGAL UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING OLEH INDONESIA SEBAGAI NEGARA BENDERA SHARIFA AYU RAISA MAGIS IMPLEMENTASI PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG ILLEGAL UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING OLEH INDONESIA SEBAGAI NEGARA BENDERA SHARIFA AYU RAISA MAGIS DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.49/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2008 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN JARING INSANG (GILL NET) DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Menuju Industri Perikanan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan Deputi

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(4): , Desember 2016 ISSN

Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(4): , Desember 2016 ISSN Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(4): 159-164, Desember 2016 ISSN 2337-4306 Ketaatan kapal pukat cincin yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung terhadap wilayah penangkapan

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORATJENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.15 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021) 3519070 ext 1524/1526,

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 12/MEN/2007 TENTANG PERIZINAN USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DI BIDANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 84 (1) Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.50/MEN/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.50/MEN/2012 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.50/MEN/2012 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ILLEGAL, UNREPORTED, AND UNREGULATED FISHING TAHUN 2012-2016

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PERMEN-KP/2014 TENTANG USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PERMEN-KP/2014 TENTANG USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PERMEN-KP/2014 TENTANG USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 256, 2000 Perekonomian.Kelautan.Usaha.Izin.Nelayan.Perikanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.1841, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KKP. Usaha Perikanan. Sertifikasi. Sistem. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM DAN SERTIFIKASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PERMEN-KP/2014 TENTANG SURAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status produksi perikanan tangkap dunia mengalami gejala tangkap lebih (overfishing). Laporan FAO (2012) mengungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya

Lebih terperinci