Pedoman Teknis Pengolahan Batubara...(2)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pedoman Teknis Pengolahan Batubara...(2)"

Transkripsi

1 Pedoman Teknis Pengolahan Batubara...(2) Batubara Pada awalnya, batu bara merupakan tumbuh-tumbuhan pada zaman prasejarah, yang berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Kemudian, karena adanya pergeseran pada kerak bumi (tektonik), rawa dan lahan gambut tersebut lalu terkubur hingga mencapai kedalaman ratusan meter. Selanjutnya, material tumbuh-tumbuhan yang terkubur tersebut mengalami proses fisika dan kimiawi, sebagai akibat adanya tekanan dan suhu yang tinggi. Proses perubahan tersebut, kemudian menghasilkan batu bara. Setiap batu bara yang dihasilkan, memiliki mutu (dilihat dari tingkat kelembaban, kandungan karbon, dan energi yang dihasilkan) yang berbeda-beda. Pengaruh suhu, tekanan, dan lama waktu pembentukan (disebut maturitas organik), menjadi faktor penting bagi mutu batu bara yang dihasilkan. Batu bara memiliki sejarah penggunaan yang sangat panjang dan beragam. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batu bara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Bahkan ahli sejarah mengatakan bahwa terdapat suatu tambang di timur laut Cina yang menyedikan batu bara untuk mencairkan tembaga yang kemudian digunakan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM. Kemudian seorang filsuf yunani,yaitu Aristoteles dalam salah satu tulisanya menyebutkan arang yang berbentuk seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangsa Romawi di Ingris menunjukkan bahwa bangsa Romamwi telah menggunakan batu bara sebagai sumber energi sejak 400 tahun SM. Sebuah catatan sejarah dari abad pertengahan menyebutkan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa. Bahkan catatan tersebut juga menyebutkan terdapat suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang terpapar di pantai Inggris yang kemudian dikumpulkan dan di ekkspor ke Belgia. Kemudian setelah revolusi industri pada abad 18 dan 19 bergulir, pengguanaan batu bara pun senantiasa makin berkembang pesat Kualitas Batubara Kualitas batu bara ditentukan oleh faktor suhu, tekanan, serta lama waktu pembentukan. Kesemua faktor tersebut, kemudian dikenal dengan istilah maturitas organik. Semakin tinggi maturitas organiknya, maka semakin bagus mutu batu bara yang dihasilkan, begitu juga

2 sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka kita dapat mengidentifikasikan batu bara menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Batu bara dengan mutu rendah. Batu bara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, serta kandungan karbon dan energi yang rendah. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur yang lembut, mudah rapuh, serta berwarna suram seperti tanah. Jenis batu bara pada golongan ini diantaranya lignite (batu bara muda) dan sub-bitumen 2. Batu bara dengan mutu tinggi. Batu bara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang rendah, serta kandungan karbon dan energi yang tinggi. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur yang keras, materi kuat, serta berwarna hitam cemerlang. Jenis batu bara pada golongan ini diantaranya bitumen dan antrasit. Gambar 2.1 Kualitas Batu bara Batubara merupakan bahan baku pembangkit energy dipergunakan untuk industry. Mutu dari batubara akan sangat penting dalam menentukan peralatan yang dipergunakan. Untuk menentukan kualitas batubara, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: High heating value (kcal.kg), Total moisture (%), Inherent moisture (%), Volatile matter (%), Ash content (%), Sulfur content (%), coal size (%), Hardgrove grindability index (<3mm, 40mm, 50mm), Fixed carbon (%), Phosposrus/chlorine (%), Ultimate analysis : (carbon, hydrogen, oxygen, nitrogen, sulfur, ash), ash fusion temperature. a. High Heating Value (HHV) High heating value sangat berpengaruh terhadap pengoperasian alat, seperti : pulverizer, pipa batubara, wind box, burner. Semakin tinggi high heating value maka aliran batubara setiap jamnya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan. b. Moisture Content Kandungan moisture mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya, pada batubara dengan kandungan moisture tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak guna mengeringkan batubara tersebut pada suhu keluar mill tetap. c. Volatile Matter Kandungan volatile matter mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas nyala api. Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh : Fixed Carbon Fuel Ratio = Volatile Matter Semakin tinggi fuel ratio maka carbon yang tidak terbakar semakin banyak. d. Ash Content dan Komposisi Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konveksi dalam bentuk abu terbang atau abu dasar. Sekitar 20% dalam bentuk abu dasar dan 80% dalam bentuk abu terbang. Semakin tinggi kandungan abu dan tergantung komposisinya mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan korosi peralatan yang dilalui. e. Sulfur Content Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari letak embun sulfur, disamping berpengaruh terhadap efektifitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipator. f. Coal Size

3 Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir kasar. Butir paling halus untuk ukuran <3mm, sedang ukuran paling kasar 50mm. butir paling halus dibatasi dustness dan tingkat kemudahan diterbangkan angin sehingga mengotori lingkungan. Tingkat dustness dan kemudahan beterbangan masih ditentukan pula oleh kandungan moisture batubara. g. Hardgrove Grindability Index (HGI) Kapasitas mill (pulverizer) dirancang pada Hardgrove grindability index tertentu, maka untuk HGI lebih rendah kapasitasnya lebih rendah dari nilai patoknya untuk menghasilkan fineness yang sama. h. Ash Fusion Characteristic Ash Fusion Characteristic akan mempengaruhi tingkat fouling, slagging dan operasi blower. 2.3 Menemukan Batubara Beberapa penelitian mengatakan, ada lebih dari 984 ton cadangan batu bara yang tersebar di seluruh dunia. Batu bara sendiri dapat ditemukan di lebih dari 70 negara, dengan cadangan terbesar di AS, Rusia, Cina, dan India. Batu bara dapat ditemukan dengan melalui beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya membuat peta geologi, survei geokimia dan geofisika, yang pada akhirnya dilanjutkan dengan pengeboran ekplorasi. Akan tetapi, proses-proses tersebut tidak langsung menjadikan suatu daerah sebagai tempat penambangan batu bara. Faktor ketersediaan batu bara serta mutu yang didapat, menjadi penentu dalam membuat daerah penambangan. Proses penambangan batu bara sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara. pada umumnya, terdapat 2 proses penambangan batu bara, yaitu : 1. Tambang bawah tanah/dalam Ada 2 metode penambangan bawah tanah, yaitu metode room-and-pillar dan tambang longwall. a. Pada tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan ruang ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan pilar batu bara untuk menyangga atap tambang. Pada metode ini, penambangan batu bara juga dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut ditinggalkan. b. Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian lapisan atau muka dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Penambangan dengan metode ini, membutuhkan penelitian geologi yang mendukung serta perencanaan yang hati-hati, sebelum memulai penambangan. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang kemudian dibiarkan ambruk. Keuntungan utama dari tambang room and-pillar daripada tambang longwall adalah tambang room-and-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan biaya penyediaan peralatan bergerak kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar). 2. Tambang terbuka/permukaan Tambang terbuka juga disebut tambang permukaan hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari tambang bawah tanah, karena seluruh lapisan batu

4 bara dapat dieksploitasi (90% atau lebih dari batu bara dapat diambil). Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan permukaan, power shovel (sekop hidrolik), truk-truk besar yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara, bucketwheel excavator (mobil penggali serok), dan ban berjalan. Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali dan dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan. 2.4 Kegunaan Batubara Saat ini dunia memproduksi batu bara kurang lebih 4030 Jt atau naik sebesar 38% selama 20 tahun terakhir. Pertumbuhan produksi batu bara yang tercepat terjadi di Asia, sementara produksi batu bara di Eropa menunjukkan penurunan. Negara penghasil batu bara terbesar tidak hanya terbatas pada satu daerah lima negara penghasil batu bara terbesar adalah Cina, AS, India, Australia dan Afrika Selatan. Sebagian besar dari produksi batu bara dunia digunakan di negara tempat batu bara tersebut di produksi, hanya sekitar 18% dari produksi antrasit yang ditujukan untuk pasar batu bara internasional. Produksi batu bara dunia diharapkan mencapai 7 milyar ton pada tahun 2030 dengan Cina memproduksi sekitar setengah dari kenaikan itu selama jangka waktu tersebut Pembangkit Listrik Kehidupan moderen tidak bisa dibayangkan tanpa adanya listrik. Listrik menerangi rumah, gedung, jalanan, memanaskan rumah dan industri, serta menghidupkan sebagian besar peralatan yang digunakan di rumah, kantor dan mesin-mesin di pabrik. Meningkatkan akses ke listrik di seluruh dunia merupakan faktor kunci dalam mengentaskan kemiskinan Gambar 2.2. Saat ini batu bara memasok listrik dunia sebesar 39%. Ketersediaan pasokan batu bara dengan biaya rendah sangat penting untuk memperoleh harga listrik yang tinggi di dunia. Foto pemberian Vattenfall Karena pentingnya energi yang disebut sebagai listri ini maka pengupayaan penciptaan energi ini dilakukan dengan banyak hal. Salah satu cara untuk mendapatkan energi listri ini adalah dengan mengubah energi yang terdapat pada batu bara ini menjadi energi listrik. Pembangkit listrik pertama kali dibangun menggunakan batu bara bongkahan yang dibakar diatas rangka bakar dalam ketel untuk menghasilkan uap. Kini, batu bara digiling dahulu menjadi bubuk halus, yang meningkatkan area permukaan dan memungkinkan untuk terbakar secara lebih cepat Produksi Besi dan Baja Batu bara penting bagi produksi besi dan baja; sekitar 64% dari produksi baja di seluruh dunia

5 berasal dari besi yang dibuat di tanur tiup yang menggunakan batu bara. Produksi baja mentah dunia berjumlah 965 juta ton pada tahun 2003, menggunakan batu bara sekitar 543 juta ton. Prose pembuatan baja membutuhkan bahan baku bijih besi, kokas (yaitu batu bara berjenis kokas yang dibuat secara khusus), dan sedikit batu gamping. Kemudian melalui proses kimia dalam tanur uap, bahan-bahan mentah tersebut pun melebur dan pada proses terakhir menghasilkan baja yang dapat dipergunakan menjadi alat-alat yang kita gunakan saat ini. Dalam perkembangannya industri baja ini mampu menjadi sektor industri yang cukup di gemari banyak negara Produksi Semen Semen terbuat dari campuran kalsium karbonat (umumnya dalam bentuk batu gamping), silika, oksida besi dan alumina. Sementara itu, batu bara dipergunakan sebagai sumber energi dalam produksi semen. Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi semen sangat besar. Oleh karena itulah, kebutuhan batu bara dalam proses produksi ini juga berkuantitas besar. Untuk memproduksi semen sebanyak 900 gr misalnya, akan membuttuhkan energi batu bara sebesar 450 gr. Dan banyak ahli memprediksi pada masa-masa mendatang peran batu bara sebagai input penting dalam industri semen akan tetap eksis Produksi Lain Selain berperan dalam berbagai industri di atas, batu bara juga banyak berperan dalam pusat pengelolaan alumina, pabrik kertas, industri kimia serta farmasi. Batu bara juga merupakan suatu bahan penting dalam pembuatan produk-produk seperti: 1. Karbon teraktivasi, yaitu bahan yang digunakan pada saringan air dan pembersih udara serta mesin pencuci darah, 2. Karbon, yaitu bahan pengeras yang sangat kuat tetapi ringan, biasa digunakan pada konstruksi sepeda gunung maupun raket tenis, 3. Metal sislikon- digunakan untuk memproduksi silikon dan silan, yang pada giliranya akan digunakan untuk membuat pelumas, bahan kedap air, resin, kosmetik, shampo, dan pasta gigi. 2.5 Konsumsi Batubara Batu bara memainkan peran yang penting dalam membangkitkan tenaga listrik dan peran tersebut terus berlangsung. Saat ini batu bara menjadi bahan bakar pembangkit listrik dunia sekitar 39% dan proporsi ini diharapkan untuk tetap berada pada tingkat demikian selama 30 tahun ke depan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Merrill Lynch 8 Juni 2010 yang lalu kebutuhan impor batubara pada tahun 2009 mencapai 591 metrik ton (Mt), tahun 2010 diperkirakan naik menjadi 635 Mt dan pada tahun 2015 diperkirakan akan naik menjadi 803 Mt. Sementara itu apabila diproxy dari tingkat konsumsi batubara, menurut International Energy Agency (IEA) pada 1990 total konsumsi batubara dunia baru mencapai juta ton, pada 2007 meningkat menjadi juta ton atau meningkat sebesar 59,5%, atau rata-rata 3,5% per tahun dan. IEA juga memperkirakan konsumsi batubara dunia akan tumbuh rata-rata 2,6% per tahun antara periode dan kemudian melambat menjadi rata-rata 1,7% per tahun sepanjang Meningkatnya konsumsi batubara dunia tidak terlepas dari meningkat pesatnya permintaan energi dunia dimana batubara merupakan pemasok energi kedua terbesar setelah minyak dengan kontribusi 26%. Peran ini diperkirakan akan meningkat menjadi 29% pada Sedangkan

6 kontribusinya sebagai pembangkit listrik diperkirakan juga akan meningkat dari 41% pada 2006 menjadi 46% pada Meningkatnya peran batubara sebagai pemasok energi di masa-masa mendatang membuat industri ini memiliki daya tarik yang sangat besar bagi para investor tak terkecuali di Indonesia. World Energy Council memperkirakan cadangan batubara dunia terbukti mencapai juta ton pada akhir 2007 yang tersebar di lebih dari 50 negara. Berdasarkan kandungan kalorinya, sebesar 50,8% berupa anthracite (kalori sangat tinggi) dan bituminous (kalori tinggi), dan 48,2% berupa sub bituminous (kalori sedang) and lignite (kalori rendah). IEA memperkirakan, dengan tingkat produksi saat ini batubara dunia dapat dieksploitasi setidaknya hingga 133 tahun ke depan, lebih lama dibanding cadangan minyak terbukti dan gas yang diperkirakan hanya dapat dieksploitasi sekitar 42 dan 60 tahun kedepan Meskipun tersebar di lebih dari 50 negara, sekitar 76,3% cadangan batubara terbukti terkonsentrasi 5 negara yakni AmerikaSerikat(28,6%), Rusia(18,5%), China(13,5%), Australia(9%) dan India(6.7%). Pada 2007 kelima negara ini memberikan kontribusi sebesar 82% terhadap total produksi batubara dunia yang sebesar juta ton. Produsen batubara terbesar dunia tercatat China, AS, India, Australia, Afrika Selatan dan Indonesia. Pada 2007, ketujuh negara produsen ini menghasilkan sekitar 90,6% dari total produksi batubara dunia. China merupakan produsen terbesar yang menyumbang hampir separuh produksi dunia yakni 46% pada 2007, diikuti oleh AS 17,7%, dan India 8,2%. Meskipun sebagai produsen batubara terbesar, China sekaligus tercatat sebagai pengkonsumsi batubara terbesar dunia yang mencapai 46% dari total konsumsi dunia. Itu sebabnya dalam jajaran negara-negara pengimpor batubara, China termasuk dalam pengimpor keenam terbesar dunia dengan total impor 48 juta ton pada Prospek batubara ke depan diperkirakan akan semakin cerah. Meskipun terjadi penurun permintaan batubara dari negara-negara anggota OECD, penurunan ini akan tertututupi oleh peningkatan permintaan di kawasan Asia, khususnya China. Sementara itu adanya kendala pasokan, justru akan mendongkrak naiknya harga batubara. Pasar batu bara yang terbesar adalah Asia, yang saat ini mengkonsumsi 54% dari konsumsi batu bara dunia walaupun Cina akan memasok batu bara dalam proporsi yang besar. Banyak negara yang tidak memiliki sumber daya energi alami yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi mereka dan oleh karena itu mereka harus mengimpor energi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contohnya Jepang, Cina Taipei dan Korea, mengimpor batu bara ketel uap untuk membangkitkan listrik dan batu bara kokas untuk produksi baja dalam jumlah yang besar. Batu bara akan terus memainkan peran penting dalam campuran energi dunia, dengan kebutuhan di wilayah tertentu yang diperkirakan akan tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan pasar batu bara ketel; uap dan batu bara kokas akan sangat kuat di negara-negara berkembang di Asia, dimana kebutuhan akan listrik dan akan baja dalam konstruksi, produksi mobil dan kebutuhan akan peralatan rumah tangga akan meningkat sejalan dengan bertambahnya penghasilan. Sumber daya ini sebagian besar berada di Kalimantan yang menyimpan deposit sebesar 61% ( juta MT), di Sumatera 38% ( juta MT) dan sisanya tersebar di wilayah lain. Kalimantan juga memiliki cadangan deposit thermal coal dengan nilai bakar (calorific values) tertinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Berdasarkan kualitas, batubara dapat dikategorikan sebagai batubara kualitas tinggi dengan kadar zat terbang (volatile matter)

7 tinggi, sehingga mampu menghasilkan nilai bakar mencapai 7,000 kcal/kg atau lebih. Sementara itu, batubara dengan kualitas rendah disebut batubara muda (brown coal lignite) ditandai dengan kadar air yang tinggi sehingga memiliki nilai bakar hanya sekitar 5,000 kcal/kg atau kurang. Cadangan batubara Indonesia mayoritas berupa lignite yang mencapai 59%, diikuti subbituminous (27%), dan bituminous (14%). Anthracite, batubara terbaik, hanya berjumlah kurang dari 0.5% dari total cadangan. Lignite merupakan batubara yang kurang ekonomis untuk diekspor karena memiliki kadar air yang sangat tinggi (di atas 30%) dan nilai bakar di bawah kcal/kg. Pertambangan batubara Indonesia pada umumnya memproduksi batubara dengan calorific values bervariasi antara kcal/kg, dengan kadar abu dan belerang yang rendah. Kadar belerang dalam batubara yang dihasilkan di Indonesia umumnya di bawah 1,0%, menghasilkan emisi gas SO2 yang rendah sehingga dapat digolongkan sebagai batubara ramah lingkungan. Sebagian besar produksi (67,5%) digunakan untuk memenuhi pasar ekspor ke berbagai negara terutama di kawasan Asia Pasifik, seperti Jepang, Taiwan, Korea dan negara-negara ASEAN. Sisanya sebesar 32,5% digunakan untuk keperluan di dalam negeri antara lain untuk pembangkit listrik, pabrik semen, industri pulp dan lainnya. Pemakaian batubara terbesar adalah untuk industri listrik (PLTU) yang mencapai 20 juta ton, diikuti oleh industri semen sebesar 4,2 juta ton, dan sisanya untuk industri lain. Konsumsi batubara Indonesia rata-rata meningkat sebesar 9% per tahun. Diharapkan konsumsi ini akan semakin meningkat dengan naiknya kontribusi batubara di dalam energy mix untuk mengurangi ketergantungan akan BBM yang saat ini cadangannya semakin menipis serta untuk optimalisasi pendapatan negara dari migas bagi kelangsungan pembangunan. Namun, pengembangan pemanfaatan batubara dalam negeri masih terkendala dengan keterbatasan infrastruktur pendukung terutama dalam hal transportasi dan distribusi. Disamping itu, harga jual batubara dalam negeri yang lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional menyebabkan produsen batubara lebih menyukai pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Ekspor batubara Indonesia meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2004 dalam jangka waktu 5 tahun saja mengalami kenaikan 179%. Nilai ekspornya jika pada tahun 2004 hanya 14 milliar dolar AS maka tahun 2009 lalu menjadi 39,2 milliar dolar AS. Volume batu bara yang

8 diproduksi Indonesia pun makin meningkat tiap tahunnya, yaitu dari 112 juta ton (2003) menjadi 208 juta ton (2009) atau naik hingga 84 persen, 270 juta ton (2010). 2.6 Pengolahan Batubara Teknologi pengolahan atau preparasi batubara terdiri dari berbagai proses yang dapat diaplikasikan dengan tujuan meningkatkan kualitas batubara sehingga dapat mememenuhi kebutuhan pasar. Pada awalnya proses benefisiasi batubara hanya bertujuan untuk memproduksi batubara yang dapat dijual dan memberikan nilai ekonomis untuk kegiatan pertambangan batubara. namun saat ini benefisiasi batubara juga membawa manfaat terhadap lingkungan yang cukup besar diantaranya mengurangi emisi Sulfur Dioksida (SO2), Karbon Dioksida (CO2), dan partikel pengotor melalui suplai batubara bersih untuk dimanfaatkan. Proses peningkatan kualitas batubara pada prinsipnya meliputi pre-treatment, cleaning, sizing, dewatering, dan tailing treatment yang akan dibahas lebih lanjut pada subbab berikut Penanganan Material Padat Keberhasilan operasi pencucian batubara sangat tergantung pada pengotor yang harus dipisahkan dari batubara. Agar butiran pengotor dapat dipisahkan maka diperlukan usaha untuk memperkecil ukuran batubara. Proses untuk memperkecil ukuran material disebut kominusi. Dalam melaksanakan tahap kominusi, pengecilan ukuran dilakukan hingga ukuran yang diperlukan saja, tanpa harus memperkecil ukuran sehingga menjadi terlalu halus karena akan menambah biaya kominusi yang relatif mahal. Secara umum bagian-bagian yang ada pada proses kominusi adalah peremukan (crushing). Proses crushing memerlukan proses pendukung seperti hopper dan feeder agar dapat beroperasi secara optimal. 1. Hopper (Penampung) Hopper adalah bak penampung material padat sebelum diteruskan kedalam crusher (mesin penghancur) dengan bantuan feeder (mesin pengumpan). Hal yang harus dicermati dalam pemakaian hopper di industri pengolahan bahan galian adalah pengurangan daya tampung dari hopper. Hal ini merupakan kerugian karena hopper tidak dapat menampung material padat sebagaimana mestinya sehingga akan mempengaruhi proses kerja pengolahan bahan galian secara keseluruhan karena hopper merupakan tahap awal dari proses pengolahan bahan galian. Dua masalah utama yang terjadi dalam hopper adalah timbulnya arching dan rathole. Arching adalah fenomena yang terjadi dimana pada bagian atas keluaran hopper material padat membentuk cekungan ke dalam. Sedangkan rathole adalah lubang yang tidak terisi oleh material padat dan terdapat pada bagian tengah dari hopper. Pada dasarnya aliran keluar pada hopper dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu mass flow, funnel flow, expanded flow. Mass flow adalah bentuk aliran dimana seluruh material padat dalam hopper bergerak dengan serentak kebawah menuju keluaran hopper. Kondisi ini dapat terjadi bila dinding hopper memiliki kemiringan yang tajam dan halus. Funnel flow adalah bentuk aliran dimana hanya material solid yang berada diatas lubang keluaran hopper saja yang bergerak kebawah. Expanded flow adalah bentuk aliran mass flow 4 yang dilanjutkan dengan bentuk aliran funnel flow. Hal ini dapat terjadi karena terciptanya rathole yang stabil.

9 Oleh sebab itu desain hopper sangatlah penting. Desain sebuah hopper ditentukan dari material apa yang akan mengisi hopper. Karakteristik material padat yang akan mengisi hopper akan menjadi acuan utama sehingga kita dapat menentukan panjang area silinder dan panjang area kerucut dari hopper. Karakteristik material juga akan menentukan lebar dari diameter keluaran hopper dan kemiringan selimut kerucut sehingga dengan desain yang tepat diharapkan tidak terbentuk arching dan rathole.dengan desain yang tepat kita juga dapat menentukan bentuk aliran keluar yang akan terjadi. Pemilihan material sebagai liner untuk hopper memiliki peranan yang besar. Material yang bersifat sticky cenderung memiliki daya adhesi yang besar. Oleh karena itu penting untuk mendapatkan material liner yang memiliki permukaan yang bersifat smooth tetapi mampu menahan impact yang terjadi di dalam hopper. 2. Feeder (Pengumpan) Feeder adalah mesin pengumpan yang berfungsi untuk menghantarkan material padat kedalam crusher (mesin penghancur) dari hopper (bak penampung). Feeder diperlukan untuk menghasilkan laju masuk material padat yang relatif konstan atau variable speed ke dalam crusher. Laju material padat yang masuk diharapkan teratur agar kerja crusher dapat menjadi optimal. Dengan laju material padat yang masuk teratur maka crusher akan terhindar dari kondisi crusher yang mendadak kosong ataupun mendadak penuh. Kondisi crusher yang kosong atau terlalu penuh akan mengurangi efektifitas kerja crusher. Terdapat beberapa jenis feeder yang dikenal di industri, diantaranya adalah belt feeder, apron feeder, rotary table feeder, chain feeder, rotary plow feeder, screw feeder,dan vibratory feeder. 3. Proses Crushing (Peremukan) Proses peremukan (crushing) bertujuan untuk menyesuaikan ukuran partikel batubara dengan ukuran yang dapat diterima oleh operasi pencucian dan untuk menyesuaikan ukuran partikel batubara dengan permintaan pasar. Operasi pengecilan harus dilakukan secara bertahap. Peremukan awal batubara umumnya menggunakan alat Roller Crusher yang diperlihatkan pada (Gambar 2.10) karena sifat batubara yang relatif lunak tetapi liat. Alat ini mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan Jaw Crusher yaitu lebih efektif untuk menghancurkan batubara,

10 yang dapat menghasilkan material halus, dan membuat batubara menjadi gepeng. Mekanisme penghancuran dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu abrasion, cleavage, dan shatter yang dapat dilihat pada Gambar Abrasion terjadi bilamana energi yang kurang diterapkan pada proses penghancuran material padat sehingga hanya sebagian kecil dari material padat yang hancur yakni hanya bagian permukaannya saja dan menghasilkan distribusi ukuran partikel yang halus. Cleavage terjadi bilamana energi yang cukup diterapkan pada proses penghancuran sehingga material padat menjadi remuk dan menghasilkan distribusi ukuran partikel yang tidak jauh berbeda dengan ukuran umpan. Shatter terjadi bilamana energi yang lebih dari cukup diterapkan dalam proses penghancuran dan mnghasilkan banyak partikel dengan distribusi ukuran yang lebar (lihat Gambar 2.11). Gambar 2.13 menunjukan irisan melintang suatu peremuk roller. Sudut θ adalah sudut jepit (nip angle) dari kedua permukaan roller. Partikel berdiameter d berada diantara dua roller. F adalah gaya gesek yang terjadi antara partikel dengan permukaan roll dan C adalah gaya kompresi terhadap partikel. Gaya p adalah komponen vertikal gaya C, dan q adalah komponen vertikal gaya F. ) dan Bila μ adalah koefisien gesek antara permukaan roller dengan partikel maka. Dengan mengabaikan berat partikel, agar partikel dapat diremukan maka Nisbah reduksi peremuk roller biasanya dinyatakan dengan nisbah diameter partikel terhadap setting d/s dan nilainya berkisar 4. Untuk peremuk roller permukaan halus, nisbah reduksinya sulit untuk bisa lebih besar dari 4 karena untuk memperbesar nisbah reduksi hanya dapat dilakukan dengan cara memperkecil setting akibatnya sudut jepit akan membesar dan memerlukan koefisien gesek yang besar pula. Untuk memperbesar koefisien gesek maka permukaan roller dibuat menjadi lebih kasar (corrugated) atau diberi gigi yang disebut peremuk roller bergigi Proses Classification Batubara kotor yang diumpankan ke pabrik pencucian terdiri dari berbagai ukuran. Operasi alat pencucian akan sangat baik bila selang ukuran partikel terbesar dan terkecil relatif pendek. Oleh karena itu sebelum dilakukan pencucian harus dilakukan pengayakan agar partikel dapat dikelompokan berdasarkan ukurannnya atau dikenal dengan istilah klasifikasi. Kegiatan klasifikasi ke dalam kelompok-kelompok ukuran dilakukan baik sebelum, selama atau sesudah operasi pemisahan menjadi batubara bersih dan pengotor. Kegiatan klasifikasi dilakukan dengan mengayak atau screening, sedangkan pemisahan partikel halus dilakukan di dalam suatu media (air). 1. Screening Proses pengayakan adalah salah satu proses yang bertujuan untuk mengelompokan ukuran fraksi batubara, sehingga disebut juga dengan proses classification. Pengayakan primer (Gambar 2.8) dipakai pada awal proses untuk menyiapkan batubara kotor agar ukurannya sesuai dengan

11 operasi pencucian Alat yang dipakai untuk pengayakan biasanya ayakan getar (vibrating screen). Hasil yang diperoleh berupa kelompok batubara dengan berbagai klasifikasi ukuran seperti : a. Fraksi +125 mm atau tertahan pada pengayak berukuran 125 mm digunakan untuk operasi kominusi. b. Fraksi -125 mm atau lolos pada pengayak berukuran 125 mm digunakan untuk operasi pencucian dengan alat Jig. c. Fraksi -125mm +6mm untuk operasi pencucian dengan alat Dense Medium Bath. d. Fraksi -50mm +0.5mm untuk operasi pencucian dengan alat Dense Medium Separator. e. Fraksi -0.5mm untuk operasi pencucian dengan alat Flotasi. Pengayak sekunder biasanya dipakai untuk mengayak material diantara dua bagian tertentu dan jika pemisahan middling diperlukan. Contohnya seperti diperlihatkan pada (Gambar 2.14) dari umpan batubara yang berukuran -125 mm diayak dengan pengayak -16 mm dan mm. Fraksi yang lolos 0.5 mm (-0.5 mm) langsung dialirkan ke sirkuit flotasi namun yang tidak lolos 16 mm (+16 mm) akan kembali dilakukan kembali penggerusan hingga ukurannya -16 mm +0.5 mm dan siap dipasarkan. Tetapi bila diperlukan, fraksi yang berukuran -125 mm + 16 mm ini dapat dicuci kembali dalam dense medium bath untuk memisahkan fraksi batubara bersihnya dari middling. Setelah batubara menjadi bersih dapat pula dilakukan pengayakan untuk mengelompokannnya secara terpisah-pisah sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. 2. Pengayak dewatering Pencucian menggunakan alat Dense Medium Bath menggunakan media berat dan air sebagai pemisah antara batubara kotor dan bersih. Pengayak dewatering digunakan untuk mengurangi kadar moisture yang terdapat pada batubara dan mengambil kembali medium berat yang telah digunakan. Pengayak dewatering dapat berupa pengayak statis atau getar. Terkadang digunakan kedua pengayak tersebut dengan menempatkan sebuah Sieve Bend atau pengayak dewatering statis sebelum pengayak dewatering getar. Jika digunakan pengayak dewatering getar dua tingkat, pengayak pada bagian atas akan mengayak partikel kasar dan pengayak bagian bawah akan melakukan proses dewatering yang lebih efektif. Sistem pencucian yang memakai suspensi media berat berupa magnetite halus yang akan dibahas pada subbab pencucian dengan media berat. Magnetite tersebut setelah pencucian sebagian terbawa oleh batubara maupun pengotornya, oleh karena itu magnetite harus diambil kembali agar bisa digunakan ulang. Pengambilan kembali magnetit ini dilakukan denga menggunakan pengayak Deck Wedge Wire. Caranya sama dengan pemakaian pengayak dewatering tetapi digunakan penyemprot air untuk membilas sebanyak mungkin magnetite. Gerakan partikel di sepanjang permukaan pengayak dan getaran pengayak menyebabkan batubara seolah-olah mengalir di dalam air. Partikel akan turun di sela-sela partikel besar ke bawah hingga permukaan pengayak. Proses ini disebut stratifikasi yang merupakan dasar dari operasi pengayakan. Kemungkinan lolosnya partikel melalui lubang pengayak, setelah stratifikasi, disebut probabilitas pemisahan. Pada (Gambar 2.16) ditunjukan proses stratifikasi partikel lolos dengan kecepatan alir lolos dan panjang pengayak sebagai sumbu-sumbunya. Hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan desain dan konstruksi pengayak adalah

12 efisiensi harus semaksimal mungkin, pemakaian tenaga per ton batubara, rangka harus kuat dan perawatan seefisien mungkin. Efisiensi pengayak harus dikaitkan dengan tujuannya yaitu apakah untuk mengeluarkan partikel kecil atau mengurangi kadar air atau apakah untuk membagi menjadi beberapa kelompok ukuran. Efisiensi dapat dinyatakan pada persamaan (2.1) Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi dan kapasitas pengayakan adalah: a. Analisis ukuran umpan. Partikel yang paling sulit dipisahkan adalah partikel yang ukurannya mendekati ukuran pemisahan. b. Panjang dan lebar pengayak.semakin panjang pengayak maka semakin besar kemungkinan untuk lolos dan semakin lebar pengayak maka semakin banyak kapasitas yang dapat ditampung. c. Luas total lubang pengayak. Hal ini dipengaruhi oleh jenis bahan pengayak dan jarak antar lubang. d. Kemiringan pengayak e. Kecepatan gerak (getar) pengayak. f. Amplitudo pengayak. g. Hambatan pada daerah pengayak. h. Kadar lengas dalam umpan. i. Tonnase pengumpanan dalam pengayak. 2.7 Proses Pencucian Batubara Proses pencucian batubara dapat menggunakan dua prinsip pemisahan, yaitu : a. Pemisahan batubara murni dengan pengotornya berdasarkan sifat densitas relatifnya. Batubara murni mempunyai densitas sekitar 1,3 sedangkan pengotornya mempunyai densitas relative diatas 2,2. b. Pemisahan batubara murni dengan pengotornya berdasarkan sifat ketertarikannya permukaannya terhadap air. Batubara mempunyai sifat tidak tertarik terhadap air (hydrophobic) sementara pengotornya bersifat tertarik terhadap air (hydrophilic). Prinsip fisika yang dipakai di dalam operasi pemisahan batubara bersih dari pengotornya berdasarkan densitas relatifnya adalah dengan prinsip endap-apung (float and sink). Proses dimana partikel mengendap ke dasar fluida dan membentuk endapan disebut settling. Teori pengendapan bebas (free setling) dipakai untuk operasi pemisahan partikel batubara dari pengotornya dengan cara diendapkan di dalam suatu larutan yang densitas relatifnya di antara densitas relatif batubara dan densitas relatif pengotor. Operasi pemisahan dengan cara pengendapan tidak mungkin dilakukan dalam kondisi pengendapan bebas karena ada partikelpartikel lain di dalam larutan yang mempengaruhi kecepatan pengendapan, kondisi pengendapan yang sebenarnya adalah pengendapan terintangi (hindered settiling). Pengendapan terrintangi dipengaruhi oleh sifat fisik partikel misalnya ukuran partikel, kekentalan larutan, dan densitas relatif partikel-partikel yang terlibat. Batubara yang datang dari muka penambangan biasanya terdiri dari batubara bersih yang bercampur dengan sejumlah pengotor yang densitasnya lebih tinggi daripada densitas batubara seperti shale, batu-batuan dan clay, yang harus dipisahkan di pabrik pencucian sebelum batubara dikirim ke pembeli. Alat-alat yang dipakai pada operasi pemisahan yang bekerja pada perbedaan densitas meliputi launder, meja goyang (shaking table) dan jig. Alat-alat ini bekerja dengan bantuan gerakan air, baik secara horizontal, atau vertical, atau keduanya. Faktor yang mempengaruhi efisiensi proses alat-alat ini antara lain ukuran dan bentuk partikel. Larutan yang digunakan di laboratorium biasanya berupa larutan organic. Prinsip endap-apung

13 dipakai dalam skala industri untuk memisahkan batubara bersih dari pengotornya, tetapi tentu saja tidak mungkin menggunakan larutan organik untuk operasi pemisahannya karena biayanya akan sangat mahal dan sangat berbahaya. Operasi pemisahan skala industri dikenal nama pemisahan media berat (dense medium separation= DMS atau heavy medium separation= HMS) Prinsip pemisahan media berat adalah bentuk dan ukuran partikel tidak boleh berperan terlalu besar, pemisahan hanya didasarkan pada perbedaan densitas relatif. Agar bentuk dan ukuran partikel di dalam operasi pemisahan media berat, maka media pemisahannya harus tidak dalam keadaan mengalir (stationer). Semakin kecil arus media pemisah di dalam operasi pencucian, semakin kecil pula pengaruh ukuran dan bentuk partikel. Larutan yang ideal untuk pemisahan media berat adalah larutan yang mempunyai densitas relatif yang pasti dan tetap seperti misalnya perchlorethylene dan bromoform. Namun kedua larutan ini terlalu mahal bila dipakai untuk operasi berkapasitas besar sehingga perlu ditemukan larutan lain yang lebih murah. Salah satu alternatif yang pernah dicoba adalah dengan suatu larutan garam seperti misalnya Natrium Klorida (NaCl), Kalsium Klorida (CaCl2), dan Zinc Klorida (ZnCl2). Beberapa kerugian dengan larutan garam ini misalnya larutan bersifat kental dan lengket sehingga gerakan partikel batubara relatif lambat, kecuali bila densitas relatifnya lebih rendah, misalnya 1,35. Larutan bersifat korosif dan relatif mahal. Selain itu, adanya garam yang tersisa dapat mempengaruhi sifat batubara dan konsekuensinnya akan merugikan pemakai batubara. Penggunaan larutan organic dan larutan yang mengandung garam tidak memuaskan operasi pencucian batubara dalam skala besar. Kemudian media lain dicoba dan ternyata sangat berhasil hingga sekarang. Media ini berupa partikel padat yang sangat halus yang dicampur dengan air membentuk suspensi. Suspensi adalah campuran bahan padat dengan bahan air. Partikel padat yang tidak larut dalam air ini digiling sampai halus sekali sehingga partikel ini tidak bisa mengendap selama operasi pencucian, akan tetapi terdistribusi secara merata ke seluruh bagian larutan. Cairan yang dipakai dalam preparasi batubara adalah suspensi air (densitas relatif = 1) dengan material padat mineral magnetit. Densitas relatif suatu suspensi ditentukan oleh komposisi air dan bahan padatnya. Misal, bila suatu suspensi terdiri dari 3ml air dan 0,5 cm3 bubuk magnetit halus (densitas relatif 4,8) maka densitas suspensinya: Berat 3 ml air dengan densitas relatif 1 adalah : 3 ml x 1 = 3 gram Volume suspensi adalah : 3 ml + 0,5 cm3 = 3,5 ml Berat bubuk magnetit adalah : 0,5 ml x 4,8 = 2,4 gram Berat suspensi adalah : 2,4 gr + 3 gr = 5,4 gram Densitas suspensi adalah : Suspensi magnetit yang dipakai pada pabrik pencucian pasti akan terkontaminasi oleh partikel batubara dan shale yang amat halus akibat dari pecahnya batubara selama operasi pencucian, akibatnya densitas relatif suspensi akan menjadi tidak tepat lagi. Karena densitas partikel kontaminan lebih rendah daripada densitas magnetit, maka kontaminasi akan menurunkan densitas relatif suspensi. Penurunan itu harus dinaikkan lagi dengan cara menambahkan lebih banyak magnetit. Bila kontaminasinya terlalu berat dan jumlah magnetit yang harus ditambahkan untuk mengembalikan densitas relatif suspensi terlalu besar, maka penanganannya akan menjadi lebih sulit karena terlalu kental. Oleh karena itu, setiap jenis suspensi mempunyai batasan kontaminasi yang mampu ditanganinya. Dengan demikian, harus ada tahap operasi pembersihan media yang efisien dan berkesinambungan untuk mengurangi jumlah kontaminasi. Ukuran partikel media memegang peranan penting terhadap sifat media berat. Semakin kasar partikel media maka partikel akan lebih mudah mengendap. Partikel kasar menimbulkan kondisi

14 yang tidak stabil dan sebaliknya partikel halus menghasilkan kondisi yang lebih stabil. Waktu yang diperlukan oleh media padat untuk mengendap adalah ukuran kestabilan suatu suspensinya. Semakin kecil densitas relatif partikel, semakin stabil pula suspensinya. Kestabilan suspensi penting artinya untuk operasi konsentrasi batubara sehingga padatan tidak mudah mengendap. Konsentrasi magnetit yang tinggi membuat media menjadi kental. Slimes, yaitu partikel tanah liat yang amat halus akan menurunkan densitas relatif setiap suspensi magnetit dan untuk mempertahankan densitas relatif perlu ditambahkan lebih banyak magnetit. Dengan demikian, konsentrasi akan naik dan timbul masalah viskositas atau kekentalan. Untuk memperoleh media yang stabil, laju-endap media harus serendah mungkin. Persamaan pengendapan (persamaan 2.2) menunjukkan bahwa:...(2.2) Maka laju endap dapat diperkecil dengan cara memperkecil diameter partikel (d), memperkecil densitas relatif media padat ), dan memperbesar tahanan fluida (R). Suspensi yang kental bersifat tidak mudah mengalir. Bila suatu media berubah menjadi kental, maka partikel shale akan terapung di permukaan media. Peristiwa ini bukan karena densitas relatif media lebih tinggi daripada densitas shale, tetapi karena media terlalu tebal dan lengket untuk bisa mengendapkan shale. Karena shale mudah pecah oleh tekanan air menjadi lumpur. Suspensi ini sangat stabil dan merupakan slimes yang dikenal dalam operasi preparasi batubara, dapat dibentuk menjadi media yang murah. Magnetit adalah mineral yang jauh lebih keras daripada shale dan tidak aktif terhadap air. Densitas relatifnya dua kali shale. Suspensi magnetit dalam air jauh kurang kental dibandingkan dengan shale, dan magnetit tidak membentuk slime. Densitas relatif suspensi merupakan fungsi dari densitas relatif padat dan fungsi dari konsentrasinya. Yang terakhir ini dipengaruhi oleh ukuran partikel media padat. Dalam garis besarnya, semakin kasar partikel maka semakin tinggi konsentrasi yang dapat diijinkan tanpa harus menaikkan kekentalan sampai ke tingkat tertentu yang dapat menyebabkan separasi menjadi tidak efisien. Konsentrasi material halus yang terlalu tinggi menimbulkan masalah viskositas, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah menyebabkan ketidakstabilan. Pada saat menimbang media mana yang akan digunakan untuk pemisahan media berat harus memperhatikan semua faktor di atas, termasuk pengaruh slimes yang mungkin dihasilkan dari lapisan batubara Dense Medium Separator Dense Medium Separator atau DMS merupakan alat pemisah mineral dan batubara berdasarkan specific gravity yang dikenal juga dengan proses sink and float (tenggelam dan terapung). Specific gravity media yang digunakan untuk pemisahan DMS merupakan specific gravity medium yaitu terletak diantara specific gravity mineral tenggelam dan mineral terapung. Media ini bercampur dengan air dan untuk membentuk media ini digunakan magnetite atau fero-silicon. DMS digunakan untuk pemisahan batu bara dengan syarat tidak boleh ada material halus karena jika material ini bersatu dengan air akan membentuk density yang tinggi dan lebih kental. Proses ini menghasilkan dua produk : a. Sink Product : batu bara yang berat ( tidak diinginkan ) b. Float Product : batu bara yang ringan ( yang dikehendaki )

15 Perbedaan sink dan float, jika kita mempunyai batu bara yang densitasnya 2,8 dan 1,4 dan yang diinginkan densitasnya sebesar 1,4 maka dipakai media dengan densitas 1,7. Maka batu bara yang densitasnya 1,4 ini akan mengapung dan dinamakan float sedangkan yang mengendap terdiri dari kotoran dan slate disebut sink. Media pemisah yang dapat dipakai antara lain : a. Air + magnetit halus dengan kerapatan 1,25 2,20 ton/m3. b. Air + ferrosilikon dengan kerapatan 2,90 3,40 ton/m3. c. Air + magnetit + ferrosilikon dengan kerapatan 2,20 2,90 ton/m3. d. Larutan berat seperti Tetra Bromo Ethana ( berat jenis = 2,96), bromoform (berat jenis = 2,85) dan methylene iodida (berat jenis= 3,32). Tetapi larutan berat ini harganya mahal, oleh sebab itu hanya dipakai untuk percobaan-percobaan di laboratorium. Peralatan yang biasa dipakai adalah gravity dense/heavy medium separators yang berdasarkan bentuknya ada 2 (dua) macam, yaitu : 1. Drum separator karena bentuknya silindris. 2. Cone separator karena bentuknya seperti corongan. Pada operasi skala industri, penggunaan suspensi padatan halus dalam air mempunyai masalah tersendiri, diantaranya adalah teknik untuk mempertahankan suspensi yang stabil dan metoda untuk mengambil kembali media halus untuk sirkulasi ulang. Pada umumnya kehilangan media terjadi karena terlalu halusnya media berat, akibat gesekan dengan benda padat lainnya, sehingga sulit untuk ditangkap oleh magnetic separator. Salah satu teknik pemisahan metoda berat yang dipakai di dunia industri adalah dense medium bath. Bak media berat mampu menerima batu bara sebagai ukuran. Ukuran terbesar dapat lebih besar dari 150mm. Penentuan ukuran partikel terbesar tergantung dari struktur lapisan batu bara atau lapisan yang ditambang. Bila batu bara hanya terdiri dari satu lapisan saja dan shale yang dikandungnya sedikit, partikel berukuran 150mm akan dipisahkan pada kadar abu 10%. Salah satu keuntungan apabila batu bara yang diolah berukuran kasar, dapat mengurangi jumlah batu bara halus yang harus diolah untuk pabrik preparasi, dan kandungan lengas yang rendah pada produk akhir. Semakin kecil ukuran partikel terbesar yang datang dari penambangan semakin

16 banyak batu bara halus yang masuk ke umpan. Lebih dari itu, operasi peremukan dilakukan dengan tujuan memperoleh ukuran partikel sesuai dengan spesifikasi pasar, operasi material reject tidak perlu dilakukan. Faktor penting dalam operasi berbagai dense medium system didasarkan pada magnetite dan efisiensi recovery magnetite yang digunakan lagi. Karena laju endap partikel kasar lebih besar dari pada partikel halus maka partikel-partikel kecil jumlahnya harus dibatasi. Laju endap partikel harus lebih besar dari nilai minimum tertentu agar partikel mengendap dalam waktu yang tepat. Dengan demikian dense medium bath baik untuk digunakan sebagai operasi pemisahan partikel kasar. Ukuran partikel terbesar yang dapat diterima dalam suatu siklus proses pemisahan media berat akan berbeda dari satu pabrik ke pabrik yang lain. Batu bara yang baru ditambang biasanya dilewatkan ke atas pengayak untuk membuang fraksi halus sebelum dimasukkan ke operasi pemisahan. Dense medium bath menghasilkan tiga produk akhir yaitu batu bara bersih, reject, dan middling. Di dalam bak, batu bara bersih akan terapung, mengalir menuju keujung pembuangan bak untuk kemudian dikeluarkan. Setelah meninggalkan bak, media dipisahkan dari batu bara bersih dengan cara melewatkannya diatas pengayak drain lalu disemprot dengan air untuk membilas sisa media yang masih tertinggal sehingga diperoleh produk yang tidak terkontaminasi. Setelah dipisahkan dan dibilas, batu bara bersih diremuk untuk memperoleh ukuran sesuai dengan kebutuhan pasar. Material reject dibilas di pengayak rinse sebelum dibuang agar media yang terbawa bisa diambil kembali. Bak media berat yang dipakai dalam proses pencucian dibagi atas dua kelas, yaitu bak dalam dan bak dangkal. Bak dalam biasanya memerlukan lebih banyak media dari pada bak dangkal. Hal ini tidak terlalu mempengaruhi jalannya operasi. Jenis bak yang termasuk Bak dalam ada tiga macam, yaitu Chance Cone, Barvoys, dan Drewboy. Jenis yang termasuk ke dalam jenis bak dangkal yaitu Leebar, Wemco, dan Tromp Shallow Dense Medium Cyclone Cyclone adalah alat untuk melakukan klasifikasi dengan memanfaatkan gaya sentrifugal. Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan pengendapannya dalam suatu media. Cyclone terdiri dari sebuah kerucut yang atasnya terpotong dan diletakanterbalik, sebuah silinder di bagian atasnya dan sebuah saluran untuk memasukan umpan dibagian atas yang diperlihatkan pada Gambar Di dalam cyclone, umpan akan terbagi menjadi dua bagian yaitu overflow dan underflow. Overflow dikumpulkan pada sebuah tabung, yang disebut vortex finder, yang letaknya di tengah menembus bagian atas cyclone. Underflow dikeluarkan melalui sebuah lubang di ujung bawah kerucut. Tempat keluarnya underflow dinamakan sebagai apex atau spigot. Gambar 2.18 Skema cyclone Siklon adalah alat untuk melakukan pemisahan berdasarkan ukuran partikel (classifyinng), untuk pengurangan kadar lengas (dewatering) dan untuk pencucian batubara. Pada (Gambar 2.19) ditunjukan skema dan cara kerja siklon. Batubara memiliki berat jenis antara 1,35 dan 1,5, sedangkan pengotor/ reject memiliki spesifik gravity sebesar 2,1-2,3. Siklon mampu

17 memisahkan batubara secara efektif sampai ukuran yang relatif kecil, lebih kecil dari ukuran yang bisa diolah dengan bak media berat. Kegunaan lain siklon adalah untuk memisahkan batubara halus di dalam suspensi air pada ukuran partikel 0 2 mm, alatnya disebut Siklon Klasifikasi (Classifying Cyclone). Selain itu untuk pencucian batubara adalah siklon media berat (Dense Medium Cyclone). Siklon ini menggunakan media berat yang sama dengan yang dipakai di dalam bak media berat, yaitu menggunakan media magnetit. Kedua alat ini sangat efisien dan mampu membersihkan partikel batubara sampai ukuran 0,5 mm. Gaya gravitasi pada cyclone sangat sedikit pengaruhnya dibandingkan dengan gaya-gaya lain. Karenanya, cyclone dapat bekerja hampir dalam segala posisi dan bahkan dapat dioperasikan secara terbalik, yakni apex berada di atas. Gaya-gaya utama yang bekerja di dalam cyclone adalah gaya sentrifugal dan gaya drag. Setiap partikel yang ada dalam cyclone akan mengalami dua gaya yang saling berlawanan arah tersebut. Gaya sentrifugal mengarah ke luar sedangkan gaya drag mengarah ke dalam. Partikel besar akan mengalami gaya sentrifugal yang lebih besar dibandingkan gaya drag sehingga akan terlempar ke arah dinding, mengikuti arus spiral ke arah bawah dan keluar melalui lubang apex sebagai underflow. Hal yang sebaliknya terjadi pada partikel kecil. Gaya sentrifugal tidak cukup kuat untuk mendorong partikel ke arah luar sehingga bergerak di spiral dalam yang bergerak ke atas dan keluar sebagai overflow. Gambar 2.19 Skema dan cara kerja dense medium cyclone Operasi pemisahan dengan siklon media berat lebih menguntungkan daripada bak media berat karena : a. Operasi pemisahan lebih cepat; untuk selisih densitas yang sama antara partikel dan media berat, laju endap partikel shale lebih tinggi. b. Operasi pemisahan lebih efisien; untuk laju endap yang sama, selisih densitas antara partikel dan media lebih kecil. c. Mampu mengolah partikel kecil; untuk laju endap yang sama dan selisih densitas yang sama antara partikel dan media, ukuran partikel yang diolah bisa lebih kecil. Dilihat dari ukurannya, siklon media berat memiliki kapasitas kerja yang tinggi khususnya untuk ukuran diameter siklon 510 mm, dan 610 mm, dengan kapasitas masing-masing 45 ton/jam dan 68 ton/jam. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja siklon adalah : 1. Diameter Siklon Semakin besar diameter siklon, semakin tinggi kapasitasnya. Pada umumnya, semakin kecil partikel yang akan dikurangi kadar airnya, semakin kecil diameter siklon. Tetapi, karena kapasitasnya juga berkurang, maka semakin banyak siklon yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sirkuit. 2. Sudut Kerucut Semakin sedikit sudut kerucut, semakin tinggi kapasitasnya dan semakin akurat pemisahan ukurannya. Sudut kerucut yang biasa digunakan adalah : a. 12o 15o untuk klasifikasi b. 14o 20o untuk pengentalan Bila sudut kerucut membesar, pemisahan berdasarkan ukuran sedikit demi sedikit akan berubah menjadi pemisahan berdasarkan densitas.

18 3. Ukuran Lubang Umpan, Lubang Overflow, dan Lubang Underflow Pada umumnya, ukuran lubang underflow akan menentukan kekentalan dan aliran produk yang telah dikentalkan; semakin besar lubang ini, semakin besar debit alirannya dan semakin besar jumlah partikel di dalam underflow. Akan tetapi, pada saat yang sama, kekentalan partikel akan menurun dan jumlah partikel halus di dalam underflow akan meningkat. Lubang overflow yang lebih besar (yakni, diameter vortex finder) akan meningkatkan volume aliran, kekentalan produk dan ukuran partikel terbesar di dalam overflow. 4. Panjang Bagian Silinder Panjang saluran vortex finder harus seimbang dengan panjang bagian silinder dan posisinya lebih rendah dari lubang umpan. Efisiensi pemisahan berdasarkan ukuran berbanding lurus dengan panjang bagian silinder. 5. Tekanan Pengumpanan Tekanan pengumpanan pada siklon berpengaruh terhadap volume yang diolah dan pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi kerja. Semakin besar tekanan berarti kapasitas semakin besar, pemisahan semakin efisien, cut point semakin kecil. Akan tetapi, bertambah besarnya tekanan akan membuat alat cepat aus 6. Kekentalan Umpan Densitas umpan yang mengalir dari sirkuit flotasi menuju ke siklon pengental biasanya berkisar antara 20% - 25% dan dikentalkan hingga mencapai kira-kira 30% - 40% di dalam siklon pengental. 7. Ukuran Partikel Efisiensi klasifikasi diukur berdasarkan jumlah partikel halus yang masuk underflow dan jumlah partikel kasar yang masuk ke overflow. Sedangkan efisiensi pengentalan dapat diukur berdasarkan jumlah partikel dari berbagai ukuran (tetapi biasanya partikel halus) di dalam overflow. 8. Efisiensi Klasifikasi Efisiensi klasifikasi di dalam siklon dipengaruhi oleh densitas relatif karena gaya yang bekerja pada partikel besar yang densitas relatifnya rendah sama dengan gaya yang bekerja pada partikel kecil dengan densitas relatif tinggi. 9. Penempatan dan Operasi Siklon Media Berat Siklon media berat umumnya dipasang miring membentuk sudut tertentu dengan bidang horizontal. Penempatan seperti ini membuat diameter apex orifice menjadi lebih besar dan mengurangi head loss karena overflow tidak perlu mengalir secara vertikal. Media dan batubara dimasukkan ke dalam siklon dengan perbandingan sekitar 5:1. Pipa overflow, yang disebut vortex finder mengarah ke penampung overflow. Sudut kerucut di ujung spigot biasanya berkisar 14o hingga 20o. Sudut tumpul dipakai untuk proses pemisahan batubara dan shale pada siklon air. Sedang sudut lancip dipakai pada jenis siklon klasifikasi dan siklon pengental. Media berat yang digunakan untuk pemisahan bersifat abrasif karena itu, siklon dibuat dari campuran besi dan nikel yang keras (Ni-hard) atau dari bahan yang tahan panas dan tahan karat seperti nitride nonded silicon carbide atau sintered alumina. Siklon media berat biasanya bekerja pada tekanan pemompaan sebesar 70 hingga 100 kpa (10-14 psi) Konsentrator Spiral Konsentrator spiral merupakan alat yang digunakan dalam pencucian batubara halus. Dalam mengolah batubara halus biasanya terdapat masalah dalam pengelolahan limbah. Namun, di lain pihak berdasarkan prinsip keekonomisan maka batubara halus harus diolah. Tentunya produk

19 hasil pencucian harus memuaskan konsumen. Sejauh ini, proses pencucian batubara halus dengan konsentrasi gravitasi yang menghasilkan batubara bersih yang lebih baik adalah spiral. Gambar 2.20 Konsentrator spiral Ukuran batubara yang efektif diolah di spiral adalah antara -3mm μm, yaitu di antara ukuran yang efektif untuk Dense Medium Cyclone dan ukuran yang efektif diolah dalam froth flotation. Pada prinsipnya ukuran yang diolah dalam spiral ini adalah batubara halus untuk DMC dan batubara kasar untuk pemisahan secara flotasi. Keuntungan dari konsentrator spiral meliputi: a. Kemampuan untuk ditingkatkan kualitas (high upgrading capability) b. Operasi relatif mudah c. Murah d. Lebih mobile e. Ramah lingkungan dan tanpa reagen kimia Terdapat berbagai jenis spiral yang digunakan dalam pengolahan batubara, salah satunya adalah Humprey Spiral. Humphrey Spiral merupakan jenis spiral yang paling awal, spiral ini digunakan untuk memisahkan komponen-komponen padat dalam slurry berdasarkan perbedaan berat jenis. Pada saat proses terdapat tiga gaya utama yang bekerja yaitu gaya sentripetal, gaya dorong air, dan gaya gesek. Adapun prinsip pemisahan pada alat ini adalah : a. Partikel yang lebih ringan cenderung bergerak ke arah yang berjari-jari lebih besar (lingkaran luar) karena pengaruh gaya sentripetal. b. Partikel yang lebih berat mengalami gaya sentripetal yang lebih kecil, sehingga ketika didorong dengan air, partikel akan bergerak pada lingkaran dalam (dekat dengan pusat putaran). c. Pada bagian bawah spiral, terdapat slot atau chanel pemisah. Jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan 2.8. Operasi Dewatering Batubara Proses pencucian batubara selalu menggunakan air sebagai medium untuk pemisahan dan pengangkutan. Sebelum dikirim ke konsumen, air yang terdapat pada batubara harus dikurangi (dewatering) hingga tingkat tertentu. Air dalam batubara menimbulkan beberapa kerugian diantaranya mengurangi nilai kalori dalam batubara, mengurangi efisiensi karbonisasi dalam pembuatan kokas dan mengakibatkan terjadinya sticking dan bridging. Oleh karena itu, tujuan dari proses dewatering adalah : a. Mengambil kembali air dalam tailing dari hasil flotasi untuk digunakan kembali (Reuse Water) b. Mengambil padatan reject dalam tailing dari hasil flotasi Ada dua jenis lengas (moisture) pada batubara yaitu lengas bebas (free moisture) dan lengas tertambat (Inherent moisture). Air yang dapat dihilangkan pada tahap ini hanyalah lengas bebas (free moisture), bukan lengas inherent. Penyesuaian kadar air sebelum batubara keluar dari

20 pabrik pencucian merupakan langkah penting dalam sistem keseluruhan. Pengurangan kadar air juga dilakukan pada bahan pengotor dengan tujuan mendapatkan air untuk digunakan kembali dan mengurangi kadar air di pengotor sehingga mengurangi jumlah tailing pond. Kemampuan air untuk menempel pada batubara tergantung pada ukuran partikelnya, semakin luas permukaan partikel maka semakin banyak air yang akan menempel. Partikel batubara yang berukuran kecil mempunyai titik kontak yang lebih banyak daripada partikel besar sehingga lebih banyak terkena air. Oleh karena itu pengurangan air harus dilakukan berdasarkan ukuran partikel. Jika kumpulan batubara terdiri dari partikel yang hampir sama ukurannnya, maka akan ada sejumlah ruang antar partikel (void) dimana air bisa lolos dan meresap kebawah. Bila kumpulan batubara terdiri dari partikel yang berbeda ukurannya, maka ruang bebas antara partikel besar akan terisi oleh partikel kecil sehingga menghambat air untuk lolos pada celah tersebut. Alat yang digunakan pada tahap ini antara lain adalah siklon pengental klasifikasi, filter drum vakum, filter disc vakum dan screen bowl centrifuge Siklon Pengental dan Klasifikasi Siklon atau cyclone selain dapat digunakan untuk melakukan pemisahan berdasarkan densitas juga dapat melakukan pemisahan berdasarkan ukuran partikel dengan merubah sudut kerucutnya. Sudut kerucut siklon klasifikasi lebih kecil daripada yang dipakai untuk pemisahan berdasarkan densitas. Skema dari cyclone diperlihatkan pada Gambar Gambar 2.21 Skema Cyclone Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja siklon adalah : 1. Diameter siklon. Semakin besar diameter siklon maka semakin tinggi kapasitasnya. 2. Sudut kerucut siklon. Semakin kecil sudut kerucut maka semakin tinggi kapasitasnya dan semakin akurat pemisahan ukurannya. Sudut kerucut yang digunakan untuk klasifikasi adalah , sedangkan untuk pengentalan adalah Bila sudut kerucut membesar, pemisahan berdasarkan ukuran sedikit demi sedikit akan berubah menjadi pemisahan berdasarkan densitas. 3. Ukuran lubang umpan, lubang overflow, dan lubang underflow.ukuran lubang akan menentukan kekentalan dan aliran produk yang telah dikentalkan. 4. Panjang silinder. Bagian silinder atas siklon harus cukup panjang agar memudahkan gerakan rotasi awal. Panjang saluran vortex finder harus seimbang dengan panjang bagian silinder dan posisinya lebih rendah dari lubang umpan. 5. Tekanan pengumpanan. Tekanan berpengaruh terhadap volume yang diolah dan pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi karena kapasitas menjadi semakin besar. 6. Kekentalan umpan. Umpan yang mengalir mempunyai kekentalan berkisar 20-25% dan dikentalkan hingga 30-40%. 7. Ukuran dan jenis partikel (batubara bersih atau kotor). Semakin kecil ukuran partikel maka diameter siklon baik bekerja pada diameter kecil namun membutuhkan jumlah yang lebih banyak.

21 2.9 Pengolahan Limbah Batubara Limbah pencucian batubara (disebut reject, refuse, atau tailing) harus dikurangi kadar airnya sebelum dibuang. Pengurangan kadar air ini diperlukan agar air dapat digunakan kembali dalam proses pencucian sehingga terjadi efisiensi, menghemat kolam pengendap yang diperlukan untuk membuang reject, dan meminimalkan pencemaran lingkungan oleh limbah cair. Pengelolaan limbah pencucian batubara terdiri dari beberapa tahap. Tahapan pengelolaan limbah pencucian batubara yang umum diawali dari proses pengayak lumpur (slurry screen), koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dalam kolam pengendap atau thickener. Pengayak lumpur adalah pengayak statik berupa anyaman kawat baja halus dengan ukuran lubang antara 1 mm hingga 0,125 mm. Cara kerjanya sederhana, pengayak lumpur dipasangkan pada pipa yang mengalirkan limbah pencucian. Partikel padat yang tidak dapat melewati lubang ayakan akan tertahan. Proses selanjutnya adalah koagulasi. Di dalam limbah pencucian batubara umumnya banyak terdapat ion-ion bermutan negatif. Akibat gaya saling tolak-menolak antar partikel bermuatan negatif maka partikel akan selalu stabil di dalam air. Agar partikel dapat diendapkan maka diperlukan penambahan ion positif agar partikel menjadi bermuatan netral. Jadi yang dimaksud koagulasi adalah proses pengendapan dengan penambahan ion bermuatan positif. Setelah partikel bermuatan netral pengendapan partikel akan lebih mudah dilakukan. Proses selanjutnya adalah flokulasi. Flokulasi adalah proses pengendapan dimana ditambahkan sejumlah senyawa kimia (disebut flokulan) yang berfungsi untuk menggumpalkan partikel sehingga partikel berukuran lebih besar dan proses pengendapan dapat berlangsung lebih cepat. Dalam proses flokulasi diperlukan pengadukan agar kemungkinan bertumbuknya partikel dengan flokulan semakin besar. Tahapan terakhir dalam pengelolaan limbah pencucian batubara adalah sedimentasi di dalam kolam pengendap atau thickener. Perbedaan antara kolam pengendap dengan thickener adalah pada kolam pengendap proses pengeluran endapan padat tidak terjadi secara kontinu sementara pada thickener pengeluaran endapan padat terjadi secara kontinu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauksit Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mengandung mineral dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al 2 O 3.H 2 O) dan mineral gibsit (Al 2 O 3.3H 2

Lebih terperinci

BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN Pengolahan Bahan Galian (Ore Dressing) pada umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu : preparasi, konsentrasi, dan dewatering. 2.1. PREPARASI Preparasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa

Lebih terperinci

BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN 5.1. Pengolahan Bahan Galian Pengolahan Bahan Galian (Mineral dressing) adalah pengolahan mineral dengan tujuan untuk memisahkan mineral berharga dan gangue-nya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Batubara adalah sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen.namun demikian, batubara juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 menurut penelitian South East Asia Iron and Steel Institute, tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia sebesar 26,2 kg yang lebih rendah dibandingkan

Lebih terperinci

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dasar Teori Tambahan Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa yang bersal dari tumbuhtumbuhan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 23 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Pengolahan Batu Andesit Pengolahan andesit adalah mereduksi ukuran yang sesuai dengan berbagai kebutuhan. Untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui unit peremukan (crushing

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 23 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Pengolahan Batu Andesit Pengolahan andesit adalah mereduksi ukuran yang sesuai dengan berbagai kebutuhan. Untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA Disusun oleh : MUHAMMAD ZAINAL ILMI NIM. DBD 108 055 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 Percobaan Percobaan tabling merupakan percobaan konsentrasi gravitasi berdasarkan perbedaan berat jenis dari mineral berharga dan pengotornya. Sampel bijih dipersiapkan

Lebih terperinci

Bab III CUT Pilot Plant

Bab III CUT Pilot Plant Bab III CUT Pilot Plant 3.1 Sistem CUT Pilot Plant Skema proses CUT Pilot Plant secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem CUT dibagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara

Lebih terperinci

STUDI PENCUCIAN BATUBARA MENGGUNAKAN CHANCE CONE DENGAN MEDIA HEMATIT. Wanda Adinugraha Widyaiswara Pusdiklat Mineral dan Batubara

STUDI PENCUCIAN BATUBARA MENGGUNAKAN CHANCE CONE DENGAN MEDIA HEMATIT. Wanda Adinugraha Widyaiswara Pusdiklat Mineral dan Batubara STUDI PENCUCIAN BATUBARA MENGGUNAKAN CHANCE CONE DENGAN MEDIA HEMATIT Wanda Adinugraha Widyaiswara Pusdiklat Mineral dan Batubara ABSTRACT The study of coal washing was conducted by designing and creating

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Laporan Praktikum Proses Pemisahan & Pemurnian Dosen Pembimbing : Ir. Ahmad Rifandi, MSc 2 A TKPB Kelompok

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

TECHNOLOGY NEED ASSESMENT

TECHNOLOGY NEED ASSESMENT 1. PENINGKATAN FAKTOR DAYA MENGGUNAKAN KAPASITOR BANK Peningkatan faktor daya menggunakan kapasitor bank akan menurunkan pemakaian daya listrik sehingga efisiensi pemakaian energi dalam proses peleburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN REAKTOR GASIFIKASI 3.1 Perancangan Reaktor Gasifikasi Reaktor gasifikasi yang akan dibuat dalam penelitian ini didukung oleh beberapa komponen lain sehinga membentuk suatu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB II. HAMMER MILL. 2.1 Landasan Teori

BAB II. HAMMER MILL. 2.1 Landasan Teori BAB II. HAMMER MILL 2.1 Landasan Teori Untuk dapat memisahkan mineral berharga dari mineral pengganggunya, material hasil penambangan harus direduksi / digerus hingga berukuran halus. Proses pengecilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius.

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius. Bahkan di wilayah yang seharusnya belum menjadi masalah telah menjadi masalah. Yang lebih

Lebih terperinci

Serba-serbi Lengkap Mesin Pemecah atau Penghancur Batu/Stone Crusher Machine

Serba-serbi Lengkap Mesin Pemecah atau Penghancur Batu/Stone Crusher Machine Serba-serbi Lengkap Mesin Pemecah atau Penghancur Batu/Stone Crusher Machine Mesin penghancur batu atau biasa juga disebut dengan stone crusher machine menjadi alat yang sering dipakai di dunia industri.

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah laut. Di dalamnya terkandung berbagai sumber daya alam yang sangat besar dan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON Stefano Munir, Ikin Sodikin, Waluyo Sukamto, Fahmi Sulistiohadi, Tatang Koswara Engkos Kosasih, Tati Hernawati LATAR BELAKANG Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi

Lebih terperinci

Bab 3 Perancangan dan Pembuatan Reaktor Gasifikasi

Bab 3 Perancangan dan Pembuatan Reaktor Gasifikasi Bab 3 Perancangan dan Pembuatan Reaktor Gasifikasi 3.1 Perancangan Reaktor Gasifikasi Perancangan reaktor didasarkan pada rancangan reaktor gasifikasi sekam padi milik Willy Adriansyah. Asumsi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH 21 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini pertumbuhan dan perkembangan industri konstruksi di Indonesia cukup pesat. Hampir 70% material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dengan kapasitas terpasang 2 x 315 MW, tiap unit PLTU 1 Jawa Tengah Rembang memiliki satu buah boiler dengan 5 mill pulveriser yang mensuplai bahan bakar ke burner (ruang bakar).

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN PERCOBAAN

PROSEDUR DAN PERCOBAAN BAB III PROSEDUR DAN PERCOBAAN 3.1 Prosedur Percobaan Prosedur percobaan yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Flow chart prosedur percobaan 24 25 3.1.1 Persiapan Red

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I II III PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan bertambah nya jumlah penduduk, seperti pembangunan perumahan dan sarana sarana lain pada

Lebih terperinci

PERALATAN INDUSTRI KIMIA

PERALATAN INDUSTRI KIMIA PERALATAN INDUSTRI KIMIA (SIZE REDUCTION, STORAGE, REACTOR ) Penyusun: Lely Riawati, ST., MT. Agustina Eunike, ST., MT., MBA. PERALATAN INDUSTRI KIMIA YANG DIBAHAS : I Material Handling II III Size Reduction

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Yogyakarta, 3 November 212 KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Ir. Adullah Kuntaarsa, MT, Ir. Drs. Priyo Waspodo US, MSc, Christine Charismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT Fly Ash dan Bottom Ash Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik.

Lebih terperinci

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai sedang-tinggi Bijih dan batuan samping cukup kuat,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP 4.1 Analisis dan Pembahasan Kinerja boiler mempunyai parameter seperti efisiensi dan rasio

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang sangat kaya sumber daya alam, diantaranya sumber daya energi yang tersimpan diberbagai wilayah. Salah satu jenis sumber daya energi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan saat ini konsumsi meningkat. Namun cadangan bahan bakar konvesional yang tidak dapat diperbahurui makin menipis dan akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Fluidisasi Penelitian gasifikasi fluidized bed yang dilakukan menggunakan batubara sebagai bahan baku dan pasir silika sebagai material inert. Pada proses gasifikasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beragam sumber energi, selain minyak bumi juga terdapat gas dan batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat dikonversi menjadi energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan transportasi, industri pabrik, industri

Lebih terperinci

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN KESNI SAVITRI 0807121210 1. ALAT UTAMA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS RIAU 2010 2. BLENDING SILO ( Pencampuran dan Homogenisasi)

Lebih terperinci

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA

PROSES PENAMBANGAN BATUBARA PROSES PENAMBANGAN BATUBARA 1. Pembersihan lahan (land clearing). Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar. Alat

Lebih terperinci

WORLD COAL INSTITUTE SUMBER DAYA BATU BARA TINJAUAN LENGKAP MENGENAI BATU BARA

WORLD COAL INSTITUTE SUMBER DAYA BATU BARA TINJAUAN LENGKAP MENGENAI BATU BARA WORLD COAL INSTITUTE SUMBER DAYA BATU BARA TINJAUAN LENGKAP MENGENAI BATU BARA SUMBER DAYA BATU BARA DARI MANA ASAL BATU BARA? APA KEGUNAANNYA? APAKAH BATU BARA MASIH DIGUNAKAN? Batu Bara adalah salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Dengan semakin banyaknya pemakaian bahan alternatif untuk beton, maka penelitian yang bertujuan untuk membuka wawasan tentang hal tersebut sangat dibutuhkan, terutama penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber

Lebih terperinci

Desember 2012 JURNAL TUGAS AKHIR. REANATA KADIMA GINTING ( )

Desember 2012 JURNAL TUGAS AKHIR. REANATA KADIMA GINTING ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakng merupakan bahan bangunan yang terbuat campuaran kerikil, pasir, semen dan air dengan perbandingan tertentu. Seiring berjalanya waktu pemakaian beton sangat pesat dalam

Lebih terperinci

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL PT. Globalindo Inti Energi merupakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN Di Prersentasikan pada : SEMINAR NASIONAL BATUBARA Hotel Grand Melia,, 22 23 Maret 2006 DJUANDA NUGRAHA I.W PH DIREKTUR PEMBANGKITAN DAN ENERGI

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Gipsum dengan Proses Desulfurisasi Gas Buang PLTU dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Gipsum dengan Proses Desulfurisasi Gas Buang PLTU dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Perkembangan pembangunan di Indonesia pada era globalisasi ini semakin meningkat yang ditandai dengan banyaknya pembangunan fisik, sehingga kebutuhan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN

KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN Rudolvo Wenno Steenie E. Wallah, Ronny Pandaleke Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya beton dikenal sebagai material yang tersusun dari komposisi utama batuan (agregat), air, dan semen portland. Beton sangat populer dan digunakan secara luas,

Lebih terperinci

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN Sumber batubara di Sumsel cukup besar sekitar 22,24 miliar ton (48% dari total sumber daya batubara di Indonesia) tersebar di 8 kabupaten yaitu Kab. Musi Banyuasin,

Lebih terperinci

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL KEGIATAN IPTEK bagi MASYARAKAT TAHUN 2017 PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL Mohammad Nurhilal, S.T., M.T., M.Pd Usaha dalam mensukseskan ketahanan pangan nasional harus dibangun dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini Indonesia memproduksi minyak sekitar barel per hari.

I. PENDAHULUAN. Saat ini Indonesia memproduksi minyak sekitar barel per hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia memproduksi minyak sekitar 800.000 barel per hari. Bandingkan dengan dua negara pemilik cadangan minyak terbesar di dunia yaitu Venezuela yang memproduksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG

PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG TUGAS AKHIR PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG Disusun Oleh: ADI PRABOWO D 200 040 049 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT)

PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT) Teknologi Pengendalian Emisi 1 PENGENDALI DEBU (PARTIKULAT) Partikulat Apa itu Partikulat? adalah butiran berbentuk padat atau cair Ukuran dinyatakan dalam mikron (µm), 1µm = 10-6 m Contoh 2 > 100µm, cepat

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM :

KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM : KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM : 0831010048 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci