HUTAN RAKYAT MENUJU SERTIFIKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUTAN RAKYAT MENUJU SERTIFIKASI"

Transkripsi

1 HUTAN RAKYAT MENUJU SERTIFIKASI Oleh : RINGKASAN Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Sertifikasi merupakan fenomena baru di sektor kehutanan, walaupun mekanisme serupa telah ada sebelumnya di sektor lain. Sertifikasi PHBML merupakan kegiatan penilaian dan pelabelan yang ditujukan untuk menyatakan bahwa hasil hutan yang berasal dari hutan yang dikelola oleh suatu komunitas masyarakat hutan telah melalui suatu pengelolaan yang lestari. Manfaat dari PHBML ini dapat dirasakan oleh pengelola PHBM, industri produkproduk hutan, Pemerintah, komuniti atau komunitas lokal dan alat mendapatkan pengakuan formal. Dokumen dokumen yang diperlukan untuk proses sertifikasi adalah unit manajemen, data unit manajemen, dokumen perencanaan atau dokumen yang menjadi landasan penting bagi pengelolaan unit manajemen dan dokumen atau laporan pengelolaan yang sesuai. Aspek-aspek yang dinilai dalam proses sertifikasi pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) adalah kelestarian fungsi produksi, ekologi dan sosial. Kata kunci: Hutan rakyat, sertifikasi, PHBML, kelestarian I. PENDAHULUAN Pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatankegiatan merumuskan, membina, mengembangkan, menilai serta mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara berencana dan berkesinambungan. Selain tujuan-tujuan itu, tujuan akhir dari pengelolaan hutan rakyat adalah peningkatan produksi kayu rakyat sehingga dapat meningkatkan pemilik hutan rakyat secara terus menerus selama daur (LP-IPB, 1990). Istilah hutan rakyat sudah lebih lama digunakan dalam program-program pembangunan kehutanan dan disebut dalam UUPK tahun 1967 dengan istilah hutan milik. Hutan rakyat dikembangkan di Jawa pada tahun 1930-an oleh pemerintah

2 Galam Volume IV No. 2 Agustus 2010 (Hal ) kolonial. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia melanjutkan pada tahun 1952 melalui gerakan Karang Kitri (Wartaputra, 1990: 24). Secara nasional, pengembangan hutan rakyat selanjutnya berada di bawah payung program penghijauan diselenggarakan pada tahun 1960-an dan Pekan Raya Penghijauan pertama kali diselenggarakan pada tahun Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 menyebutkan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut statusnya (sesuai Undang-Undang Kehutanan), hutan hanya dibagi ke dalam 2 kelompok besar yaitu: (1) hutan negara, hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah; dan (2) hutan hak adalah hutan yang dibebani hak atas tanah yang biasanya disebut sebagai hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik petani secara perorangan maupun bersama-sama. Ada banyak pendapat yang mengatakan bahwa hutan rakyat terbentuk dari kegiatan swadaya masyarakat dengan maksud untuk menghasilkan kayu dan hasil-hasil lainnya secara ekonomis dengan memperhatikan unsur-unsur keberlanjutan dan perlindungan, dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga dan sosial. Dari sudut pandang pemerintah mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena ada dukungan program penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Hardjosoediro, 1980; Jaffar, 1993). Sebagian besar penulis artikel dan peneliti tentang hutan rakyat sepakat bahwa secara fisik hutan rakyat itu tumbuh dan berkembang di atas lahan milik pribadi, dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga, untuk meningkatkan kualitas 162

3 Hutan Rakyat Menuju Sertifikasi kehidupan, sebagai tabungan keluarga, sumber pendapatan, dan menjaga lingkungan. Pendapat seperti ini seharusnya tidak dianggap final sebab kategorisasi yang kaku dan penetapan simbol-simbol arti yang kaku seperti hutan negara dan hutan rakyat justru seringkali tidak menjamin keberadaan dan kelestarian sumberdaya hutannya sendiri. Pengertian hutan rakyat harus diperluas dan diakui sebagai model pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia. Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan usahatani semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam. Bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia sebagai inisiatif masyarakat adalah antara lain: hutan rakyat sengon, hutan rakyat jati, hutan rakyat campuran khepong adat khepong campuran, hutan rakyat suren di Bukit Tinggi (disebut Parak), dan hutan adat campuran (Awang, 2001). Hutan rakyat di setiap tempat memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang berbeda dan punya spesifikasi sendiri, namun secara umum hutan rakyat memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Djuwadi, 2002) : 1. Menghasilkan tidak hanya kayu tetapi jauh lebih luas meliputi bunga, buah kulit, daun, rimpang, aroma, jamu-jamuan, rempah-rempahan, bumbu, hijauan makanan ternak, jamur dan banyak lagi. 2. Kalau dimanfaatkan kayunya maka dilakukan dengan tebang pilih terubusan dan amat jarang tebang habis. 3. Dilakukan dengan permudaan buatan, vegatatif dan lain-lain yang dilakukan serempak di dalam satu areal. 4. Luasnya relatif kecil (0,2-1,0 hektar) tergantung dari kepemilikannya kemudian kalau kepemilikannya satu kelompok bisa menjadi hamparan yang luasnya 20 hektar atau lebih. 163

4 Galam Volume IV No. 2 Agustus 2010 (Hal ) 5. Pola tanam campuran dari berbagai jenis pohon dan tanaman pangan atau rumput, jarang yang monokultur. 6. Pengelolaan hutan tergantung dari pemiliknya, umumnya pohon - pohonan amat jarang yang per luas tertentu menjadi satu kesatuan. 7. Selain tujuan pemenuhan kebutuhan individu pemiliknya, juga berfungsi sosial secara terbatas sesuai dengan nilai budaya setempat. 8. Perubahan dari suatu sistem ke sistem yang lain adalah lambat terutama di luar nilai budaya atau kebiasaan masyarakat setempat. 9. Hasil atau produk langsung dari hutan tidak selalu bersifat musiman, bisa bulanan, mingguan atau bahkan harian, setiap hari ada saja yang bisa dipetik atau dipanen. Suatu kebanggaan bagi suatu instansi baik swasta maupun pemerintah untuk mendapat pengakuan bahwa perusahaan tersebut sudah menerapkan standar kerja yang berlaku di seluruh dunia, contoh ISO 9001 (Sistem Manajemen Mutu) dan (Sistem Manajemen Lingkungan). Hal ini berlaku juga kepada hutan rakyat yang diwujudkan dalam sertifikasi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Lestari (PHBML). Dalam konteks Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML), sertifikasi PHBML diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen kayu dan merupakan bentuk pengakuan bahwa masyarakat telah terindikasi melakukan pengelolaan hutan rakyat secara lestari. Tulisan ini akan membahas apa itu sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari, manfaat Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Lestari, dokumen-dokumen apa yang diperlukan untuk proses sertifikasi dan kriteria dan indikator apa yang digunakan dalam proses sertifikasi pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML)? 164

5 Hutan Rakyat Menuju Sertifikasi II. SERTIFIKASI HUTAN 2.1. Konsep Sertifikasi Hutan Sertifikasi merupakan fenomena baru di sektor kehutanan, walaupun mekanisme serupa telah ada sebelumnya di sektor lain. Program sertifikasi hutan berkembang sekitar sepuluh tahun yang lalu saat Forest Stewardship Council (FSC) didirikan pada tahun Program ini merupakan suatu proses dimana sebuah lembaga sertifikasi menyatakan bahwa suatu pengelolaan hutan telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh lembaga sertifikasi dan disepakati oleh perusahaan yang berpartisipasi (Ghazali dan Simula,1994; Upton dan Bass, 1995 dalam Maryudi, 2006). Hal ini juga merupakan suatu pernyataan bahwa orang yang diserahi tanggung jawab untuk mengelola hutan telah mengelola hutan tersebut sebaga mana yang diharapkan (Meidinger et al., 2003 dalam Maryudi, 2006). Idealnya, dengan tersertifikasi berarti manajer telah mengelola hutan dengan suatu norma yang tidak menurunkan kualitas dan kuantitas hutan dan generasi mendatang masih bisa menikmati sumberdaya hutan dengan kuantitas dan kualitas yang sama dengan generasi sekarang. Sertifikasi hutan merupakan suatu prosedur untuk mengevaluasi yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi independen, yang berpegang pada kriteria pengelolaan hutan atau hutan tanaman yang disepakati menurut kerangka ekologis, sosial dan produktivitas ekonomi (LEI, 2005). Sertifikat ekolabel adalah sebuah pengakuan yang ditunjukkan dengan adanya label produk yang menunjukkan bahwa produk tersebut diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan hidup. Dalam konteks kehutanan, sertifikasi ekolabel dapat dijadikan sebagai salah satu alat (tools) yang berpotensi mendorong tercapainya keseimbangan antara kelestarian sumber daya hutan dengan kebutuhan ekonomi dan perdagangan (Aditya Bayunanda, 2006). 165

6 Galam Volume IV No. 2 Agustus 2010 (Hal ) Sertifikasi hutan merupakan sebuah alat informasi dan instrumen berbasis pasar (Upton dan Bass, 1995; Rametsteiner dan Simula, 2003 dalam Maryudi, 2006). Program ini menyediakan informasi tentang kinerja lingkungan dari suatu sistem produksi yang membedakan produk apakah produk tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara lestari atau tidak dan menyerahkan sepenuhnya kepada konsumen untuk memilih produk dengan bantuan informasi ini. Untuk mempromosikan PHL, para LSM melakukan kampanye lingkungan yang intensif, termasuk isu buruknya pengelola hutan, dan mereka berharap konsumen produk berkayu akan lebih peduli dengan bagaimana hutan dikelola, dan membeli produk kayu yang berasal dari hutan yang dikelola secara lestari (tersertifikasi) (Meidinger et al., 2003 dalam Maryudi, 2006). Sertifikasi hutan juga merupakan suatu voluntary publik, dimana individu perusahaan diundang untuk berpartisipasi, akan tetapi keputusan untuk bergabung atau tidaknya ke dalam program ini merupakan pilihan bagi perusahaan tersebut (Gunningham dan Sinclair, 2002 dalam Maryudi, 2006). Program ini mendorong manajer dan pemilik hutan untuk menghasilkan public goals, dan sebagai imbalannya mereka bisa menerima keuntungan dimana non-participan tidak akan mendapatkannya, yaitu intensif pasar (Potoski dan Prakash, 2005 dalam Maryudi, 2006). Sertifikasi hutan diharapkan bisa menawarkan akses pasar yang lebih baik dan harga premium untuk produk yang tersertifikasi (Upton dan Bass, 1995 dalam Maryudi, 2006). Beberapa analisis menyatakan bahwa keuntungan yang bisa didapatkan dari program ini adalah suatu brand atau image yang menyatakan bahwa partisipan tidak merusak hutan, yang diharapkan bisa memberikan keuntungan komparatif vis a vis non-participan (Gunningham dan Sinclair, 2002; Rametsteiner dan Simula, 2003 dalam Maryudi, 2006) Sertifikasi di Indonesia Perkembangan sertifikasi Pengelolaan hutan Berbasis Masyarakat Lestari 166

7 Hutan Rakyat Menuju Sertifikasi (PHBML) di Indonesia yang dibangun oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan sistem sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL). Dalam skema sertifikasi PHL yang dikembangkan oleh LEI terdapat 3 bentuk sertifikasi, yaitu: (1) Sertifikasi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) yang difokuskan pada pengelolaan Unit Manajemen HPH, (2) Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman (PHTL) yang diarahkan pada Unit Manajemen HTI dan Perhutani, dan (3) Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) dengan sasaran di hutan rakyat Sertifikasi Hutan Rakyat Sertifikasi PHBML merupakan kegiatan penilaian dan pelabelan yang ditujukan untuk menyatakan bahwa hasil hutan yang berasal dari hutan yang dikelola oleh suatu komunitas masyarakat hutan telah melalui suatu pengelolaan yang lestari (LEI, 2005). Ada semacam kekhawatiran bahwa program sertifikasi hutan tidak cocok untuk non-industrial and small-scale forest management, sebuah model pengelolaan yang menjadi karakteristik utama hutan rakyat ini (Cashore dkk., 2004 dalam Maryudi, 2006). Pada awal kemunculan program sertifikasi hutan, beberapa asosiasi pemilik hutan skala kecil (family based forests) di Eropa dan Amerika Serikat (AS) menanggapi program ini dengan skeptis, dan bahkan beberapa di antara mereka menentang program ini (Lindstrom, dkk., 1999; Cashore dkk., 2003, 2004 dalam Maryudi, 2006). Indonesia, walaupun mulai ada semacam gejala sertifikasi hutan rakyat, hanya beberapa hutan rakyat saja yang telah mendapatkan sertifikat lestari. Tercatat, hutan rakyat di dua desa di Wonogiri yang didominasi spesies jati dan mahoni dengan total luasan kurang lebih 800 hektar telah berhasil lolos uji program sertifikasi hutan rakyat yang dikembangkan oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) (LEI dalam Maryudi, 2005). Sebelum mendapatkan sertifikat LEI, petani hutan di dua desa tersebut bekerjasama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memperbaiki model pengelolaan hutannya agar 167

8 Galam Volume IV No. 2 Agustus 2010 (Hal ) memenuhi standar yang diminta oleh LEI (LEI dalam Maryudi 2005). Saat ini, hutan rakyat di beberapa desa lainnya di Wonogiri dengan luasan keseluruhan mencapai hektar akan diusulkan untuk mendapatkan sertifikasi serupa (Solopo dalam Maryudi, 2005). Selain itu, baru-baru ini, hutan rakyat yang di Kendari yang juga mengusahakan spesies jati juga sudah mendapatkan sertifikat lestari dari Forest Stewardship Council (FSC) (TFT dalam Maryudi, 2005). III. MANFAAT SERTIFIKASI PHBML Sertifikasi hutan merupakan instrumen yang ditujukan untuk mendorong terjadinya praktek pengelolaan hutan lestari; yang menyeimbangkan fungsi ekonomi, ekologis dan sosial. Dalam konteks PHBML (termasuk hutan rakyat) sertifikasi diharapkan dapat meningkatkan pengakuan lebih luas atas kesuksesan masyarakat dalam membangun hutan, serta lebih memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan hutan maupun lahan. Selain itu dengan sertifikasi diharapkan akan muncul insentif dari pasar maupun dari pemerintah (ARuPA, 2010). Bagi para pengelola hutan rakyat, sertifikasi berfungsi membuka akses pasar bagi produk hutan rakyat, dapat memberikan harga jual yang relatif lebih tinggi di tingkat petani bagi produk-produk bersertifikat dari hutan rakyat, dan membuka akses perluasan hutan rakyat bagi kepentingan rehabilitasi lahan sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat. Bagi pengelola hutan adat di Indonesia sertifikasi LEI digunakan sebagai proxy lewat pengakuan pasar untuk memberikan pengakuan atas kemampuan masyarakat dalam mengelola hutannya. Dengan adanya pengakuan pasar, sertifikasi membantu upaya masyarakat adat dan pihak-pihak lain yang mendampinginya untuk meyakinkan pemerintah untuk mendapatkan hak kelola masyarakat adat ataupun bentuk pengakuan lain yang dapat memberi ruang yang cukup bagi masyarakat adat untuk dapat mengelola hutannya secara 168

9 Hutan Rakyat Menuju Sertifikasi berkelanjutan. Pihak-pihak lain yang bergerak di bidang advokasi masyarakat adat dapat menggunakan sertifikasi untuk membantu upaya advokasi atas pengakuan hak kelola hutan adat (LEI, 2005). Penerapan sertifikasi PHBML memberikan manfaat bagi banyak pihak, tidak hanya bagi pengelola PHBM, yaitu antara lain (Bayunanda, 2006): 1. Bagi pengelola PHBM, sertifikasi berguna untuk: a. Meningkatkan nilai produk hutan, dengan adanya premium harga produkproduk berlabel; dan meningkatkan jaminan/peluang pasar. b. Meningkatkan nilai pengelolaan hutan yang disertifikasi ke arah kepastian hak dan batas areal. c. Memberikan bimbingan ke arah pengelolaan hutan yang lestari, adil, bertanggung-gugat, produktif dan efisien. d. Secara lebih luas akan mendorong kebijakan pemerintah ke arah lebih serius memperhatikan PHBM (kepastian hak; anggaran; perlindungan; dan bantuanbantuan lainnya). e. Sebagai media pengakuan terhadap indigenous knowledge atau local knowledge mereka oleh dunia internasional. 2. Bagi industri produk-produk hutan, sertifikasi membuka kesempatan yang lebih luas untuk memilih bahan baku, sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. 3. Bagi Pemerintah, sertifikasi dapat digunakan untuk menunjukkan adanya perhatian dan upaya untuk memperbaiki pengelolaan hutan. Adanya produk-produk atau unit-unit pengelolaan hutan yang tersertifikasi bisa memperlihatkan kualitas pengelolaan hutan Indonesia secara umum. 4. Bagi komuniti atau komunitas lokal, sertifikasi mungkin mendorong pola-pola hubungan sosial yang terbangun sehubungan dengan keberadaan pengelolaan hutan (antara pemilik, pengelola, pekerja dan anggota komunitas lebih luas) 169

10 Galam Volume IV No. 2 Agustus 2010 (Hal ) yang lebih kohesif dengan solidaritas sosial tinggi. Berdasarkan pengalaman introduksi teknologi pertanian lahan sawah, pola-pola hubungan sosial pada masyarakat petani (di Jawa khususnya) cenderung semakin melebarkan jarak sosial antara petani punya (the have) dengan petani tak punya (the have not) dan buruh tani. 5. Sertifikasi PHBML LEI dalam kerangka memperjuangkan hak kelola masyarakat atas hutan dapat diberikan walaupan status kawasan tersebut secara hukum formal belum diakui oleh pemerintah, pada konteksi ini sertifikasi memberikan penilaian pada kinerja real unit manajemen tersebut. Sertifikasi PHBML LEI dibangun dengan asusmsi bahwa pengakuan kepada masyarakat yang telah turun temurun mengelola hutan tidak selalu mendapatkan pengakuan hukum dari pemerintah sehingga pengakuan kelestarian dari pasar dan civil society yang mengikuti diperolehnya sertifikasi LEI dapat digunakan sebagai alat mendapatkan pengakuan formal. IV. PROSES MENUJU SERTIFIKASI HUTAN RAKYAT Tujuan dari pengajuan sertifikasi pengelolaan hutan rakyat ini adalah untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari pengelolaan hutan rakyat yang telah dilakukan oleh masyarakat, sehingga akan terwujud masyarakat sejahtera dengan hutan rakyat yang lestari (Awang dkk, 2005). Untuk menuju proses sertifikasi ini diperlukan beberapa kelengkapan dokumen. Langkah 1 : Menetapkan Visi & Misi Perusahaan bertujuan untuk mencapai Pengelolaan Hutan yang Adil dan Lestari. Pengelolaan hutan yang adil dan lestari adalah pengelolaan hutan yang bertanggung jawab dengan memperhatikan lingkungan hidup, kesejahteraan 170

11 Hutan Rakyat Menuju Sertifikasi masyarakat yang bergantung pada keberadaan unit manajemen, dan keberlangsungan usaha unit manajemen itu sendiri dalam jangka panjang.keberhasilan memperoleh sertifikasi bergantung pada komitmen unit manajemen dalam meraih visi misinya. Komitmen harus muncul dari pimpinan perusahaan sampai kepada para pemegang sahamnya. Komitmen yang baik dapat terbaca mulai dari tingkat perencanaan di manajemen sampai pada tingkat pelaksanaan di lapangan. Langkah 2 : Menyiapkan persyaratan dokumennya. Untuk pemilik hutan rakyat, masyarakat adat, dan jenis-jenis pengelolaan hutan berbasis masyarakat lainnya. Menyiapkan Standard LEI : Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari. Skema I : Skema sertifikasi dengan penilaian lapangan oleh pihak ketiga: (a). Pernyataan unit manajemen, berisi tentang tujuan pengelolaan, potensi sumberdaya hutan, potensi hasil hutan dan potensi usaha, serta tatacara dan inovasi pengelolaan hutan yang selama ini telah dilakukan. Pernyataan kelompok pengelola hutan ini kemudian ditandatangani oleh semua anggota kelompok sebagai bagian dari bentuk pengesahan bersama, (b). Data unit manajemen, antara lain dokumen atau informasi yang menjelaskan status lahan, peta-peta lahan, dan data lain yang terkait dengan kondisi sumberdaya hutan, sumberdaya lahan dan sumber daya manusia, (c). Dokumen perencanaan dan/atau bentuk perencanaan apapun yang menjadi landasan penting bagi pengelolaan unit manajemen. Kesepakatankesepakatan menyangkut model produksi bersama dapat digolongkan ke dalam poin ini dan (d). Dokumen laporan : segala jenis laporan pengelolaan yang sesuai, dan/atau bentuk pelaporan yang diadatkan. Skema II : Skema Sertifikasi dengan Pengakuan Atas 171

12 Galam Volume IV No. 2 Agustus 2010 (Hal ) Klaim Lembaga Penjamin menyiapkan dokumen yang menjelaskan secara lengkap dan ringkas : (a). Informasi dasar pengelolaan hutan, (b). Alasan-alasan yang mendasari pengajuan permohonan, (c). Kinerja pengelolaan hutan dalam pemenuhan standar kriteria dan indikator pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari. Sebagai informasi pendukung, pemohon dapat memanfaatkan hasil-hasil penelitian yang relevan yang telah dipublikasikan, (d). Manfaat sertifikasi bagi masyarakat pengelola, dan hal-hal lain yang dianggap perlu, (e). Salinan dari dokumen-dokumen lain yang dirujuk dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu untuk memperkuat permohonan sertifikasi atas praktek pengelolaan yang dinilai, (f). Dokumen lain yang dianggap penting dan mendukung kinerja unit manajemen dan (g). Selain dokumen tersebut di atas, lembaga penjamin diwajibkan menyediakan informasi/dokumen tambahan lainnya yang diminta oleh penilai untuk kegiatan penilaian. IV. KRITERIA DAN INDIKATOR PENGELOLAAH HUTAN BERSAMA MASYARAKAT LESTARI (PHBML) Kriteria dan Indikator yang digunakan dalam proses sertifikasi pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) adalah sebagai berikut (Standar LEI ): 1. Kelestarian Fungsi Produksi Kriteria 1. Kelestarian sumberdaya a. Status dan batas lahan jelas b. Perubahan luas penutupan lahan c. Manajemen pemeliharaan hutan 172

13 Hutan Rakyat Menuju Sertifikasi d. Sistem silvikultur sesuai dengan daya dukung lahan. Kriteria 2. Kelestarian hasil a. Penataan areal pengelolaan hutan b. Kepastian adanya potensi produksi untuk dipanen lestari c. Pengaturan hasil d. Efisiensi pemanfaatan hutan e. Keabsahan sistem lacak balak dalam hutan f. Prasarana pengelolaan hutan g. Pengaturan hasil Kriteria 3. Kelestarian Usaha a. Kesehatan usaha b. Kemampuan akses pasar c. Sistem informasi manajemen d. Tersedia tenaga trampil e. Investasi dan reinvestasi untuk pengelolaan hutan f. Kontribusi terhadap peningkatan kondisi sosial dan ekonomi setempat. 2. Kelestarian Fungsi Ekologi Kriteria 1. Stabilitas ekosistem a. Tersedianya aturan kelola produksi yang meminimasi gangguan terhadap integritas lingkungan. b. Proporsi luas kawasan dilindungi yang tertata baik terhadap keseluruhan kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah ditata batas di lapangan. c. Dampak kegiatan kelola produksi terhadap stabilitas ekosistem (tanah, air, struktur dan komposisi hutan) dan intensitas terdokumentasi. 173

14 Galam Volume IV No. 2 Agustus 2010 (Hal ) Kriteria 2. Sintasan spesies langka/endemik/dilindungi a. Tersedianya informasi mengenai spesies langka/endemik/dilindungi dan agihan habitatnya yang penting dalam kawasan. b. Adanya upaya minimasi dampak kelola produksi terhadap spesies langka/endemik/dilindungi. 3. Kelestarian Fungsi Sosial Kriteria 1. Kejelasan sistem tenurial lahan dan hutan komunitas a. Status lahan/areal tidak dalam proses konflik dengan warga anggota komunitasnya maupun pihak lain b. Kejelasan batas-batas areal dengan pihak lain c. Fungsi kawasan menurut kepentingan komunitas/publik secara jelas diakui sebagai kawasan hutan tetap. d. Digunakan tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa yang demokratis dan adil terhadap pertentangan klaim atas hutan yang sama. e. Pelaku pengelolaan PHBM benar-benar warga komunitas, baik dijalankan sendiri atau bermitra. Kriteria 2. Terjaminnya ketahanan dan pengembangan ekonomi komunitas a. Sumber-sumber ekonomi komunitas minimal tetap mampu mendukung kelangsungan hidup komunitas secara lintas generasi. b. Penerapan teknik-teknik produksi minimal tetap mempertahankan tingkat penyerapan tenaga kerja yang ada, baik laki-laki maupun perempuan. c. Kegiatan pengelolaan hutan maupun paska panen sejauh mungkin dikembangkan di dalam wilayah komunitas dan menggunakan tenaga kerja komunitas. 174

15 Hutan Rakyat Menuju Sertifikasi Kriteria 3. Terbangunnya pola hubungan sosial yang simetris dalam proses produksi a. Pola hubungan sosial yang terbangun anatara berbagai pihak dalam pengelolaan hutan merupakan hubungan sosial relatif sejajar. b. Pembagian kewenangan jelas dan demokratis dalam organisasi penyelenggaraan PHBM. Kriteria 4. Keadilan manfaat menurut kepentingan komunitas a. Ada kompensasi atas kerugian yang diderita komunitas secara keseluruhan akibat pengelolaan hutan oleh kelompok dan disepakati seluruh warga komunitas. b. Seluruh warga komunitas dan publik terbuka untuk terlibat dalam penyelenggaraan PHBM. c. Ada mekanisme pertanggungjawaban publik dari kelompok pengelola terhadap komunitas dan/atau publik. 175

16 Galam Volume IV No. 2 Agustus 2010 (Hal ) V. PENUTUP 1. Sertifikasi PHBML merupakan kegiatan penilaian dan pelabelan yang ditujukan untuk menyatakan bahwa hasil hutan yang berasal dari hutan yang dikelola oleh suatu komunitas masyarakat hutan telah melalui suatu pengelolaan yang lestari. 2. Manfaat PHBML dapat dirasakan oleh: (1). Bagi pengelola PHBM, (2). Bagi industri produk-produk hutan, (3). Bagi Pemerintah, (4). Bagi komuniti atau komunitas lokal, (5). Sertifikasi PHBML LEI dalam kerangka memperjuangkan hak kelola masyarakat atas hutan dapat diberikan walaupan status kawasan tersebut secara hukum formal belum diakui oleh pemerintah, pada konteksi ini sertifikasi memberikan penilaian pada kinerja real unit manajemen tersebut. 3. Untuk menuju proses sertifikasi ini diperlukan beberapa kelengkapan dokumen. Adapun dokumen-dokumen yang diperlukan untuk proses sertifikasi adalah: (1). Unit Manajemen, (2). Data Unit Manajemen, (3). Dokumen Perencanaan atau dokumen yang menjadi landasan penting bagi pengelolaan Unit Manajemen. Kesepakatan-kesepakatan menyangkut modal produksi bersama dapat digolongkan dalam poin ini dan (4). Dokumen atau laporan pengelolaan yang sesuai. 4. Kriteria dan Indikator yang digunakan dalam proses sertifikasi pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) adalah sebagai berikut: (1). Kelestarian fungsi produksi, (2). Kelestarian fungsi ekologi dan (3). Kelestarian fungsi sosial 176

17 Hutan Rakyat Menuju Sertifikasi DAFTAR PUSTAKA Anonim.-. Proses Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari. LEI. Bogor Informasi. Sertifikasi Hutan/PHBML. diakses pada tanggal 4 Juli 2010 pukul WITA. Awang, S, dkk Hutan Rakyat Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE. Yogyakarta. Awang, S Prinsip Dasar Analisis Kelembagaan Dalam Usaha Perhutanan Rakyat, dalam Jurnal Hutan Rakyat Vol.V No.2 Tahun Pusat Kajian Hutan Rakyat, Center for Community Forestry, FKT UGM. Yogyakarta. Bayunanda, A Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari di Indonesia.Makalah disampaikan pada Pekan Raya Hutan dan Masyarakat. Grha Sabha Pramanan UGM, Yogyakarta 21 September Djuwadi Pengusahaan Hutan Rakyat. Diktat kuliah Pengusahaan Hutan Rakyat. Fakultas Kehutanan UGM.Yogyakarta. Maryudi, A Instrumen Baru Dalam Kebijakan Kehutanan (Referensi Program Sertifikasi Hutan). Sebuah Review Literatur. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Maryudi, A Beberapa Kendala Bagi Sertifikasi Hutan Rakyat, dalam Jurnal Hutan Rakyat Vol.VII No.3 Tahun Pusat Kajian Hutan Rakyat, Center for Community Forestry, Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Widayanti, Wahyu Tri, Bariatul Himmah dan Awang, San Afri Manajemen Sistem Hutan Rakyat Menuju Model Sertifikasi : Pengalaman di Desa Kedungkeris Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunung Kidul, dalam Jurnal Hutan Rakyat Vol.VII No.3 Tahun Pusat Kajian Hutan Rakyat, Center for Community Forestry, Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. diakses pada tanggal 18 Agustus 2010 pukul WITA. diakases pada tanggal 4 Juli 2010 pukul WITA. Yuwono, T Sertifikasi PHL: Sejarah, Tantangan, dan Prospek Masa Depan. Paper Kuliah Politik dan Kebijakan Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. 177

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai Studi Kelayakan Hutan Rakyat Dalam Skema Perdagangan Karbon dilaksanakan di Hutan Rakyat Kampung Calobak Desa Tamansari, Kecamatan

Lebih terperinci

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat

Lebih terperinci

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu : KERANGKA PROGRAM Peningkatan Hutan Rakyat dan Industri Kayu Kecil dan Menengah yang Terverifikasi Legal dalam Meningkatkan Pasokan Kayu dan Produk Kayu Sesuai Lisensi FLEGT (di Wilayah Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. tingkat lokal (tanah adat) (Suhardjito & Darusman, 1998). Jenis hutan ini terbukti

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. tingkat lokal (tanah adat) (Suhardjito & Darusman, 1998). Jenis hutan ini terbukti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat merupakan hutan yang dibangun di atas tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Peran penting sumberdaya hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan aset nasional, bahkan aset dunia yang harus dipertahankan keberadaannya secara optimal. Menurut Undang-Undang No.41 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Latar Belakang Pembangunan kehutanan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga pelestarian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah tersebut tidak berdampak buruk secara lebih luas.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan,yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu dan dapat diperbaharui. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun. Sentra-sentra industri furniture berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan bagi keluarga, sehingga

Lebih terperinci

PEDOMAN LEI 77 SISTEM SERTIFIKASI BERTAHAP PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

PEDOMAN LEI 77 SISTEM SERTIFIKASI BERTAHAP PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI Jenis Dokumen : Usulan Status Dokumen : LEI III No. Dokumen : LEI-III/77/2 Tanggal : 19 Januari 2007 PEDOMAN LEI 77 SISTEM SERTIFIKASI BERTAHAP PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI 1. Pendahuluan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan tanaman di Jawa, khususnya oleh Perum Perhutani merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan utama mulai dari penanaman, pemeliharaan

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 958, 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kemitraan Kehutanan. Masyarakat. Pemberdayaan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati dan didominasi pepohonan dengan tiga fungsi utama, yaitu : a) konservasi,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu

BAB I PENDAHULUAN. ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kebutuhan bahan baku kayu untuk industri kehutanan saat ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu secara lestari, apalagi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai yang tinggi, baik sebagai penyangga kebutuhan, perlindungan ekologi, jasa,

BAB I PENDAHULUAN. nilai yang tinggi, baik sebagai penyangga kebutuhan, perlindungan ekologi, jasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat besar pengaruhnya terhadap stabilitas lingkungan dan kebutuhan hidup manusia. Hutan juga memiliki nilai yang tinggi, baik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.81/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG KERJASAMA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang perubahan atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO RINGKASAN EKSEKUTIF WISHNU TIRTA, 2006. Analisis Strategi Penggunaan Bahan Baku Kayu Bersertifikat Ekolabel Di Indonesia. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI dan BUDI SUHARDJO Laju kerusakan hutan di Indonesia

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH I. UMUM Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemberdayaan Masyarakat Konsep Perhutanan Sosial secara keseluruhan menempatkan posisi masyarakat sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Authors : Wahyu Catur Adinugroho*, Haruni Krisnawati*, Rinaldi Imanuddin* * Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB XII. Konflik dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

BAB XII. Konflik dalam Pengelolaan Hutan Rakyat BAB XII. Konflik dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Pokok bahasan Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian dalam kasus konflik pengelolaan hutan rakyat di Blitar, Jawa Timur. Judul Penelitian Konflik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah adalah Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. Pelayanan

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa ekowisata merupakan potensi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9 /Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya alam yang banyak dimiliki di Indonesia adalah hutan. Pembukaan hutan di Indonesia merupakan isu lingkungan yang populer selama dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dari pemaparan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk Propinsi Kalimantan Selatan secara keseluruhan realisasi tanam masih

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind No.68, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Bidang Kehutanan. 9PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9/Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN BERBAGAI JENIS PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan dari masa ke masa senantiasa memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peranan sumberdaya hutan

Lebih terperinci

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kondisi hutan yang semakin kritis mendorong pemerintah membuat sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan pengelolaan hutan. Komitmen tersebut

Lebih terperinci