BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan operasional (supplement dan complements) kurikulum, yang perlu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan operasional (supplement dan complements) kurikulum, yang perlu"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 1. Ekstrakurikuler a) Pengertian Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler adalah program kulikuler yang alokasi waktunya tidak ditetapkan dalam kurikulum. Jelasnya bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan operasional (supplement dan complements) kurikulum, yang perlu disusun dan dituangkan dalam rencana kerja tahunan atau kalender pendidikan satuan pendidikan. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 39 Tahun 2008 tentang pembinaan Kepeserta didikan (2008:4) menyebutkan kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu jalur pembinaan kepeserta dididikan. Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan kepeserta didikan (Depdiknas, 2001:29). Hal ini juga di dukung oleh pendapat Shaleh (2005:170) yang mengatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan dan pembiasaan peserta didik agar memiliki pengetahuan dan penunjang. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler juga bisa dimanfaatkan peserta didik untuk mengasah bakat serta potensi yang peserta didik miliki, terlebih bakat serta potensi mereka akan sangat mempengaruhi terhadap bekal keterampilan yang berguna untuk peserta didik di masa mendatang. 8

2 9 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar jam pembelajaran untuk lebih mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki oleh perserta didik. Banyak macam kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan di sekolah yang tentu saja berbeda-beda antar sekolah. Perbedaan itu bisa dimengerti karena terdapatnya perbedaan, minat, kebutuhan peserta didik, sarana dan prasarana, potensi sekolah dan potensi daerah yang bersangkutan. b) Tujuan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar jam pembelajaran untuk lebih mengembangakan bakat dan minat yang dimiliki oleh perserta didik. Berikut tujuan ekstrakurikuler di sekolah (Depdiknas, 2001:29): 1)Menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa didik untuk mengembangkan potensi, bakat dan kemampuan secara optimal, sehingga mereka mampu mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan maupun kebutuhan masyarakat, 2)Memandu (artinya mengidentifikasi dan membina) dan memupuk (artinya mengembangkan dan meningkatkan) potensi-potensi siswa secara utuh, 3)Pengembangan aspek afektif (nilai moral dan sosial) dan psikomotor (ketrampilan untuk menyeimbangkan aspek kognitif siswa, 4)Membantu siswa dalam mengembangkan minatnya, juga membantu siswa agar mempunyai semangat baru untuk lebih giat belajar serta menanamkan rasa tanggungjawab sebagai seorang manusia yang mandiri. Adapun menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 Tentang Kegiatan Ekstrakurikuler ayat (2) yaitu kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangakan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sebagai wadah untuk mengembangkan aspek afektif, kognitif, dan psikomotor, selain itu juga untuk membantu siswa dalam

3 10 mengembangkan bakat dan minatnya, serta menanamkan rasa tanggungjawab sebagai seorang manusia yang mandiri. 2. Seni Tari a) Pengertian Seni Tari Tari dalam artian yang sederhana adalah gerak yang indah dan lahir dari tubuh yang bergerak dan berirama. Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah, karena tarian adalah ekspresi jiwa, pasti di dalamnya mengandung maksud-maksud tertentu. Maksud yang jelas bisa mudah dirasakan oleh manusia lain sampai kepada maksud yang simbolis atau abstrak yang agak sukar atau sering sukar sekali dimengerti, tetapi tetap bisa rasakan keindahannya (Sudarsono, 2000:34). John Martin, (Purnomo,2013) mengemukakan bahwa substansi buku dari tari adalah gerak. Di samping itu, bahwa gerak adalah pengalaman fisik yang paling elementer dari kehidupan seorang manusia. Menurut Mulyani (2016:49) Ada beberapa batasan tentang definisi tari yang pernah dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain: Kamaladevi Chattopadhaya, seorang tokoh tari dari India menjelaskan bahwa tari adalah desakan perasaan manusia di dalam dirinya yang mendorongnya untuk mencari ungkapan yang berupa gerak-gerak yang ritmis. Sementara itu, ahli tari asal Belanda Corrie Hartong mendefinisikan tari sebagai gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari badan di dalam ruang. Pangeran Suryadiningrat, seorang ahli tari Jawa, menjelaskan bahwa tari adalah gerak dari seluruh anggota tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, Soedarsono (2000:18) menjelaskan bahwa gerak yang bisa dikategorikan sebagai gerak tari, adalah gerak yang sudah dirombak. Adapun menurut Saragih (2001:2) seni tari adalah salah satu cabang kesenian yang mengandung faktor keindahan yang dapat membangkitkan rasa haru dalam diri orang yang menikmatinya maupun yang

4 11 menarikannya. Lebih lanjut Saragih mengemukakan bahwa seni tari adalah ungkapan jiwa yang mengandung unsur-unsur keindahan yang terjelma dalam bentuk gerakan yang teratur sesuai dengan irama yang mengiringinya. Abdurachman dan Rusliana (2001:22) menjelaskan gerakan tari terletak pada empat hal yaitu wiraga, wirama, wirasa dan harmoni. 1. Wiraga adalah ungkapan secara fisik dari awal sampai akhir menari. Kemampuan wiraga yang memadai artinya, a. Hafal adalah tuntunan kemampuan penguasaan daya ingat yang maksimal. b. Teknik adalah tutunan penguasaan keterampilan di dalam pengungkapan dan mewujudkan berbagai pose, elemen gerak, dan pose-pose gerak yang selaras dengan penggunaan atau pengendalian tenaganya yang dituntut oleh suatu tarian. c. Ruang adalah tuntunan penguasaan ketepatan di dalam menempatkan tubuhnya di berbagai posisi pada setiap gerak dalam ruang. 2. Keindahan pada aspek wirasa, pada dasarnya menyangkut penjiwaan atau kemampuan penari di dalam mengungkapkan rasa emosi yang sesuai dengan isi atau tema atau karakter dari tarian tersebut. 3. Aspek wirama akan terungkap jika penari memiliki ketajaman rasa atau peka irama yang luluh menyatu dengan setiap ungkapan geraknya. 4. Aspek harmoni, pada dasarnya lebih menekankan pada interelasi yang menyeluruh dari tarian yang dibawakan penari. Dengan lain kata, penilaiannya adalah pada harmoni atau keselarasan antara kemampuan wiraga, wirasa, wirama. Bagitu pula dengan harmoni antara penari dengan tarian yang dibawakannya, dengan unsur seni pendukung seperti kostum dan rias.

5 12 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seni tari merupakan suatu kesenian yang mengandung ungkapan keindahan yang terjelma dalam bentuk gerakan yang teratur sesuai dengan irama yang mengiringinya, dan gerakannya pun mengandung unsur-unsur wiraga, wirama, wirasa dan harmoni. b) Fungsi Tari Menurut Soedarsono (Rohayani, 2001: 5) menjelaskan bahwa fungsi seni tari dalam kehidupan manusia, setidaknya secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga macam, antara lain : 1. Tari sebagai sarana upacara ritual Upacara merupakan suatu tindakan atau serangkaian tindakan yang dilakukan menurut adat kebiasaan atau keagamaan yang menandai kesakralan atau kehidmatan suatu peristiwa. Serangkaian tindakan tersebut dilakukan berulangulang, dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, alam, lingkungan, serta penguasanya. Dilingkungan masyarakat yang masih kental atau adat istiadatnya, seni petunjukkan (tari) mempunyai fungsi ritual yang sakral. Seni tari untuk keperluan ritual, harus memenuhi kaidah-kaidah ritual yang telah turun menurun menjadi sebuah tradisi. Kaidah-kaidah tari yang berfungsi sebagai sarana upacara ritual harus diselenggarakan pada saat-saat tertentu, penarinya pun dipilih orang-orang tertentu, dan adakalanya berbagai sesaji di tempat-tempat tertentu. 2. Tari sebagai hiburan Seni tari sebagai sarana hiburan digunakan dalam rangka memeriahkan suasana pesta hari perkawinan, khitanan, sukuran, peringatan hari-hari besar nasional, peresmian-peresmian gedung, dan lain sebagainya. Seni tari dalam acaraacara tersebut, sebagai ungkapan rasa senang dan bersyukur, yang diharapkan disisi lain juga menjadi ajang hiburan buat masyarakat pada umumnya.

6 13 3. Tari sebagai tontonan Tari tontonan atau disebut juga dengan tari pertunjukkan, dalam pelaksanaanya disajikan khusus untuk dinikmati. Tari yang berfungsi sebagai tontonan ini dapat diamati pada petunjukkan tari untuk kemasan pariwisata, untuk penyambutan tamu-tamu penting atau tamu pejabat, dan untuk festival seni. Petunjukkan tari yang dipergunakan pada acara-acara tersebut, penggarapanya sudah dikemas dan dipersiapkan menjadi sebuah tari bentuk yang telah melewati suatu proses penataan, baik gerak tarinya maupun musik iringanya sesuai dengan kaidah-kaidah artistiknya. c) Bentuk-bentuk Tarian Menurut Saragih (2001:5) di Indonesia terdapat dua bentuk seni tari, yaitu: seni tari tradisional dan seni tari non tradisional. Kedua bentuk tari tersebut hidup berdampingan serta saling mempengaruhi. 1. Seni Tari Tradisional Seni tari tradisional adalah bentuk seni tari yang dirasakan sebagai milik masyarakat tertentu. Banyak seni tari ini telah berkembang sejak beberapa generasi serta telah mengalami pengarapan berdasarkan cita rasa pendukungnya. Seni tari tradisional terdiri dari: a. Seni tari rakyat, yaitu suatu bentuk tarian tradisional yang mempuyai ciriciri sederhana, akrab, dan mudah menyesuaikan dengan lingkungannya. b. Seni tari klasik, yaitu suatu bentuk tarian tradisional yang telah digarap kembali secara mantap, bermutu tinggi dan bersifat lestari. Pada dasarnya tari tradisional adalah keindahan atau estetika dari para nenek moyang menjelma dalam bentuk-bentuk gerak yang teratur yang

7 14 berkembang turun temurun. Tarian tradisional sendiri mempunyai empat unsur, yaitu tradisi, ungkapan, keindahan dan gerak berirama. 2. Seni Tari Non Tradisional Seni tari nontradisional adalah bentuk seni tari yang penggarapannya didasarkan pada cita rasa karsa di kalangan penduduknya. Seni tari tradisional terdiri dari : a. Seni tari modern, yaitu bentuk tari ciptaan baru yang penyanjiannya tidak di dasarkan pada pola konvensional. Merupakan hasil pembaharuan (inovasi) akibat pengaruh dari luar yang dapat diterima oleh sebagian masyarakat lingkungannya. b. Seni tari konteporer, yaitu bentuk seni tari mutahir yang penyajiannya menyimpang dari pola konvensional. Pendukungnya dalam hal ini sangat terbatas. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bentuk-bentuk tarian dibagi menjadi tarian tradisional yang merupakan bentuk seni tari yang dirasakan sebagai milik masyarakat tertentu, dan seni nontradisional merupakan bentuk seni tari yang penggarapannya didasarkan pada cita rasa karsa di kalangan penduduknya. 3. Pelaksanaan Ekstrakurikuler Seni Tari Banyak sekolah yang memiliki berbagai ekstrakurikuler, ekstrakurikuler itu sendiri terbagi atas 2 ekstrakurikuler, yaitu ekstrakurikuler wajib dan pilihan, dalam ekstrakurikuler wajib yaitu ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh peserta didik yakni pramuka. Sedangkan ekstrakurikuler pilihan salah satunya adalah ekstrakurikuler dalam bidang seni. Ekstrakurikuler disekolah dasar dalam bidang seni di zaman sekarang sudah banyak dijumpai, misalnya dalam seni tari tradisional sekolah sudah banyak yang menerapkan kegiatan ini.

8 15 a) Perencanaan Program Kerja Ekstrakurikuler Seni Tari Pada sebuah kegiatan pembelajaran tentunya diharapkan adanya suatu perencanaan. Begitu juga dalam pembelajaran seni tari pada ekstrakurikuler seni tari tradisional. Perencanaan dalam konteks pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dialaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Majid, 2008;17). Perencanaan dilakukan agar dalam pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dapat berjalan secara terinci dan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Majid (2008:22) menyebutkan ada beberapa manfaat dari perencanaan pengajaran dalam proses belajar mengajar yaitu: 1) Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan, 2) Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan, 3) Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid, 4) Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja, 5) Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja, 6) Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan perencanaan ekstrakurikuler seni tari tradisional merupakan proses untuk menentukan kegiatan atau aktivitas yang disusun dan direncanakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran seni tari. Guru harus menyiapkan perencanaan kegiatan dalam melaksanakan ekstrakurikuler seni tari agar nantinya proses pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari bisa berjalan dengan lancar sehingga tujuan dari pembelajaran seni tari dapat tercapai dengan diwujudkan melalui rencana program kerja. Program kerja ekstrakurikuler merupakan program kerja yang disusun untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler agar kegiatan berjalan dengan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam ekstrakurikuler. Program kerja

9 16 ini dibagai menjadi 2 yaitu program kerja jangka pendek dan program kerja jangka panjang. Program kerja jangka pendek merupakan program kerja yang disusun untuk kegiatan dalam jangka pendek. Sedangkan program kerja jangka panjang merupakan program kerja yang disusun untuk kegiatan jangka panjang. 4. Gerak Motorik a) Pengertian Gerak Motorik Perkembangan psikomotorik atau disingkat sebagai perkembangan motorik adalah perkembangan mengontrol gerakan-gerakan tubuh melalui kegiatan-kegiatan yang terkoordinasikan antara susunan syaraf pusat, syaraf dan otot (Poerwanti, 2000:35). Perkembangan fisik yang normal (tidak cacat) merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik bidang pengetahuan, maupun keterampilan. Perkembangan motorik ini sangat mendasar bagi belajar keterampilan. Oleh karena itu, kematangan perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Restian (2015:52) menyatakan bahwa kecapakan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan syaraf motorik yang dilakukan oleh syarat pusat untuk melakukan kegiatan. Adapun Hurlock (2003:35) menyebutkan perkembangan motorik yaitu perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara sususan syaraf, otot, otak, dan spinal cord. Untuk memfasilitasi perkembangan motorik atau keterampilan motorik, diperlukan guru atau pembimbing khusus agar kemampuan motoriknya berkembang secara maksimal.

10 17 Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan gerak motorik merupakan gerak yang dilakukan secara terkoordinasi antara susunan syaraf pusat, syaraf dan otot untuk melakukan suatu kegiatan keterampilan. b) Motorik Kasar dan Motorik Halus Menurut Hurlock (2003:35) Perkembangan kemampuan motorik meliputi motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, dengan menggunakan otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, naik turun tangga, berlari, dan sebagainya (Sulistyawati, 2013:26). Sedangkan motorik halus menurut Hurlock (2003:36) merupakan kemampuan yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh tertentu dan hanya melibatkan sebagian otot tubuh. Gerakan halus ini tidak memerlukan banyak tenaga tetapi memerlukan kerjasama antara mata dan anggota badan, contohnya menggapai, mamasukkan, benda ke mulut, memegang sendok dan lain-lain. Berikut tabel perkembangan motorik anak menurut Sugandhi (2011:60) : Tabel 2.1 Perkembangan motorik anak Motorik Halus Motorik Kasar 1. Menulis 1.Baris berbaris 2. Menggambar atau melukis 2. kesenian (seni bela diri, seni tari) 3. Mengetik (komputer) 3.senam 4. Merupa (seperti membuat kerajinan dari tanah liat) 4.berenang 5. Menjahit 5.atletik, dsb Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gerak motorik terbagi menjadi motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar merupakan gerak yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, dengan menggunakan otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya kemampuan menendang dan berlari. Sedangkan motorik halus merupakan gerak

11 18 yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh tertentu dan hanya melibatkan sebagian otot tubuh. Contohnya memegang sendok, menulis dan menjahit. c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Faktor-faktor yang dapat mempercepat atau memperlambat perkembangan motorik menurut Rumini, S dan Sundari, S (2004:24) antara lain ialah : a)faktor genetik, individu yang mempunyai beberapa faktor keturunan yang dapat menunjang perkembangan motorik misalnya otot kuat, syaraf bayi, cerdas, menyebabkan perkembangan motorik individu tersebut menjadi baik dan cepat. b)faktor kesehatan pada periode prenatal, janin yang selama dalam kandungan dalam keadaan sehat, tidak keracunan, tidak kekurangan gizi, tidak kekurangan vitamin, dapat membantu memperlancar perkembangan motorik anak. c)kesehatan dan gizi yang baik pada awal kehidupan pasca lahir akan mempercepat perkembangan motorik anak. 5. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) a) Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Menurut Delphie (2006:1) Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya. Adapun Hidayat (Apriyanto, 2012:28) berpendapat bahwa anak luar biasa adalah anak yang tingkat perkembangannya menyimpang dari tingkat perkembangan anak sebayanya baik dalam aspek fisik, mental, sosial dan emosional, serta karena penyimpang itu sulit mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan khasnya dalam sistem pendidikan yang konvensional. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai kelainan khusus dan tingkat perkembangannya menyimpang dari tingkat perkembangan anak sebayanya baik dalam aspek fisik, mental, sosial dan emosional, serta karena penyimpang itu sulit mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan khasnya dalam sistem pendidikan yang konvensional.

12 19 b) Macam-macam Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Negara Indonesia, anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah diberikan layanan antara lain sebagai berikut (Delphie, 2006:2) : 1) Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra), khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kehidupan sehari-hari. 2) Anak dengan hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), pada umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain. 3) Anak dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki problema belajar yang di sebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi, sosial, dan fisik. 4) Anak dengan hendaya kondisi fisik atau motorik (tunadaksa). Secara medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang, persendian, dan syaraf penggerak otot-otot tubuhnya. 5) Anak dengan hendaya perilaku maladjustment. Anak yang berperilaku maladjustment sering disebut dengan anak tunalaras. 6) Anak dengan hendaya autism (autistic children). Anak autistik mempunyai kelainan ketidakmampuan berbahasa. Hal ini di akibatkan oleh adanya cedera pada otak. 7) Anak dengan hendaya hiperaktif (attention deficit disorder with hyperactive). Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau symptoms. 8) Anak dengan hendaya belajar (learning disability atau specific learning disability). Isitilah specific learning disability ditujukan pada siswa yang mempunyai prestasi rendah dalam bidang akademik tertentu, seperti membaca, menulis, dan kemampuan matematika. 9) Anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and developmentally disabled children). Merekan sering disebut dengan istilah tunaganda. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan macam-macam anak berkebutuhan khusus yang ada di Indonesia yaitu meliputi tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autis, hiperaktif, kesulitan belajar, dan tunaganda. 6. Anak Tunagrahita a) Pengertian Anak Tunagrahita Somantri (2012:103) menyatakan bahwa tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata, dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan

13 20 lain-lain. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Sedangkan menurut Efendi (Apriyanto, 2012:26) anak tunagrahita adalah anak yang mengalami taraf kecerdasan yang rendah sehingga untuk meneliti tugas perkembangan ia sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus. Ketika memahami anak tunagrahita ada baiknya kita telaah definisi tentang anak ini yang di kembangkan oleh AAMD (American Association of Mental Deficiency) sebagai berikut menurut Kauffman dan Hallahan (Somantri, 2012:104) menyatakan bahwa keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembanagan yang optimal. b) Karakteristik Anak Tunagrahita Pada anak tunagrahita yang merupakan anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan mental tentunya memiliki karakteristik yang membedakan dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Adapun karakterisik anak tunagrahita menurut Somantri (2012:105) yaitu:

14 21 1. Keterbatasan Inteligensi Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilanketerampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo. 2. Keterbatasan Sosial Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung beteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. 3. Keterbatasan Fungsi-Fungsi Mental Lainnya Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyesuaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperhatikan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.

15 22 Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Adapun menurut Delphie (2006:15) karakteristik anak tunagrahita meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anakanak yang tidak menyandang tunagrahita. b) Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expectancy for filure). c) Suka meniru prilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness). d) Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri. e) Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioural). f) Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar. g) Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan. h) Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik. i) Kurang mampu untuk berkomunikasi. j) Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari anak tunagrahita sesuai dengan pendapat dari Somantri yang menyebutkan terdapat 3 karakteristik anak tunagrahita yaitu keterbatasan inteligensi, keterbatasan sosial, dan keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya. c) Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokan pada umumnya didasarkan pada taraf inteligensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, dan berat. Pengelompokan seperti ini sebenarnya bersifat artificial karena ketiganya tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Kemampuan inteligensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC). Berikut merupakan tabel klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat keterbelakangannya menurut Blake (Somantri, 2012:108) : Tabel 2.2 Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat keterbelakangannya Level IQ Keterbelakangan Stanford Binet Skala Weschler Ringan Sedang Berat Sangat Berat >19 >24

16 23 Berdasarkan tabel klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat keterbelakangannya diatas, klasifikasi anak tunagrahita dapat dipaparkan sebagai berikut : 1. Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memili IQ Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendirinya. Menurut Blake (Somantri, 2012:108) anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semiskilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat berkerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Pada umumnya anak tunagrahita tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umunya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal. 2. Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ pada Skala Binet dan menurut Skala Weschler (WISC). Mereka dapat dididik mengurus sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya

17 24 seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik, seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih dapat bekerja di tempat kerja terlindungi (sheltered workshop). 3. Tunagrahita Berat Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara menurut Skala Binet dan antara menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lainlain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak tunagrahita dapat dibagi menjadi tiga yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat.

18 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian terdahulu relevan yang pertama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nina Saputri tahun 2011 yang berjudul Pembelajaran Tari Untuk Penyandang Tunagrahita Ringan Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Di SLB C Widya Bhakti Semarang yang menjelaskan tentang proses pembelajaran tari untuk siswa-siswa penyandang tunagrahita ringan pada kegiatan ekstrakurikuler tari dan dampak yang diperoleh siswa siswa penyandang tunagrahita ringan setelah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tari di SLB C Widya Bhakti Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian desrkriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan pembelajaran tari untuk siswa-siswa penyandang tunagrahita ringan pada kegiatan ekstrakurikuler tari di SLB C Widya Bhakti Semarang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran tari untuk siswa-siswa penyandang tunagrahita ringan pada kegiatan ekstrakurikuler tari di SLB C Widya Bhakti Semarang sudah berjalan dengan baik dan dampak yang diperoleh siswa siswa penyandang tunagrahita ringan setelah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tari di SLB C Widya Bhakti Semarang meliputi pembentukan ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik kemudian dilihat dari perubahan psikologi anak tunagrahita ringan serta kemampuan fisik. Sedangkan penelitian terdahulu relevan yang kedua yang dilakukan oleh Fadila Fatmawati tahun 2015 yang berjudul Proses Pembelajaran Ekstrakurikuler Seni Tari di TKLB dan SDLB B Swadaya Semarang yang menjelaskan tentang proses pembelajaran tari untuk siswa-siswa TKLB dan penyandang tunarungu

19 26 pada kegiatan ekstrakurikuler tari. Penelitian ini merupakan penelitian desrkriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses pembelajaran tari untuk siswa-siswa TKLB dan penyandang tunarungu di TKLB dan SDLB B Swadaya Semarang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran tari di SLB B Swadaya Semarang menggunakan bahasa isyarat umum. Pemberian materi untuk TKLB dan SDLB diberikan materi tari kreasi yang sudah dipermudah. Proses pembelajarnnya dilakukan seminggu sekali pada hari selasa. Proses pembelajaran tari dilakukan diruang kelas masimg-masing karena keterbatasan sarana yang ada di SLB B Swadaya Semarang. Terhambatnya indra pendengaran siswa menjadikan guru tari lebih ekstra saat proses pembelajaran berlangsung. Keberhasilan penyampaian materi tari bergantung pada ketepatan hitungan. Ketepatan hitungan ini merupakan kunci keberhasilan dalam pembelajaran ekstrakurikuler tari untuk siswa tunarungu. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, yaitu sama-sama menganalisis tentang pelaksanaan pembelajaran seni tari pada kegiatan ekstrakurikuler seni tari. Perbedaannya yaitu dalam penelitian relevan yang pertama ini menjelaskan dampak seni tari pada perkembangan afektif, kognitif, dan psikomotorik anak tunagrahita, sedangkan pada penelitian yang relevan yang kedua menjelaskan tentang proses pelaksanaan ektrakurikuler seni tari pada anak tunarungu dan TKLB. Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu lebih terfokus pada menganalisis pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari tradisional pada gerak motorik anak tunagrahita di SDLB Sumber Dharma Malang.

20 Kerangka Pikir Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomer 39 Tahun 2008 tentang pembinaan Kepeserta didikan (2008:4) menyebutkan kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu jalur pembinaan kepeserta dididikan. Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan kepeserta didikan (Depdiknas, 2001:29) Ekstrakurikuler Seni Tari Tradisional Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang tingkat perkembangannya menyimpang dari tingkat perkembangan anak sebayanya baik dalam aspek fisik, mental, sosial dan emosional, serta karena penyimpang itu sulit mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan khasnya dalam sistem pendidikan yang konvensional. (Apriyanto, 2012:28) Tunagrahita Gerak Motorik Pelaksanaan Ekstrakurikuler Seni Tari Tradisional Pada Gerak Motorik Anak Tunagrahita Kendala dalam Pelaksanaan Ekstrakurikuler Seni Tari Tradisional Pada Gerak Motorik Anak Tunagrahita Solusi terhadap kendala yang muncul dalam Pelaksanaan Ekstrakurikuler Seni Tari Tradisional Pada Gerak Motorik Anak Tunagrahita Teknik Pengumpulan data 1. Wawancara 2. Observasi 3. Dokumentasi Teknik Analisis data 1. Reduksi Data 2. Penyajian Data 3. Penarikan Kesimpulan Sumber data 1. Kepala sekolah 2. Guru pembimbing seni tari 3. Anak tunagrahita 4. Proses kegiatan seni tari tradisional 1. Deskripsi pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari tradisional pada gerak motorik anak tunagrahita di SDLB Sumber Dharma Malang 2. Deskripsi kendala dalam pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari tradisional pada gerak motorik anak tunagrahita di SDLB Sumber Dharma Malang 3. Deskripsi solusi terhadap kendala yang muncul dalam pelaksanaan ekstrakurikuler seni tari tradisional pada gerak motorik anak tunagrahita di SDLB Sumber Dharma Malang Gambar 2.1 Karangka Pikir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai kelainan khusus dan tingkat perkembangannya menyimpang dari tingkat perkembangan anak sebayanya baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tercipta sebagai mahluk indvidu dan juga sebagai mahluk sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia memiliki keunikan dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, dapat ditetapkan dengan Permendiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti dan dikembangkan, tujuan penelitian dan pengembangan, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menikmati keindahan, mengapresiasi, dan mengungkapkan perasaan keindahan

BAB I PENDAHULUAN. menikmati keindahan, mengapresiasi, dan mengungkapkan perasaan keindahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan manusia yang tergolong dalam kebutuhan integratif adalah menikmati keindahan, mengapresiasi, dan mengungkapkan perasaan keindahan (Bahri, 2008:

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Usia Dini adalah anak yang berada pada rentang usia dari 0 sampai dengan usia 8 tahun (Solehudin, 1997 : 23). Dan usia ini juga disebut dengan golden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari anggota keluarga inti seperti ayah, ibu, dan anak-anak. Menurut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA 84 BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA Berdasarkan pada data yang telah dipaparkan pada BAB III, maka pada bab ini akan dilakukan analisis data.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, hanya saja masalah tersebut ada yang ringan dan ada juga yang masalah pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak normal lainnya untuk mencapai perkembangan yang optimal. Untuk itu di perlukan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Sosial Lembaga sosial adalah sekumpulan tata aturan yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga sosial ini ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Anak Tunagrahita Sedang 1. Pengertian Anak Tunagrahita sedang Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang disebut juga embisil. Kelompok ini memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia secara optimal, karena pendidikan merupakan sarana investasi untuk meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA PELANTIKAN PENGURUS BPOC KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS) ABK: ANAK YG MEMPUNYAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dituangkan melalui instrumen atau suara dengan unsur dasar melodi,

BAB I PENDAHULUAN. yang dituangkan melalui instrumen atau suara dengan unsur dasar melodi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu karya seni yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, musik salah satu cabang kesenian yang merupakan sarana dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang memiliki peran penting terhadap perkembangan prilaku siswa seperti aspek kognitif, afektif

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Anak Berkebutuhan Khusus Istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merujuk pada anak yang memiliki kesulitan atau ketidakmampuan belajar yang membuatnya sulit untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat hak atas pendidikan bagi anak penyandang kelainan atau ketunaan diterapkan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap anak terlahir dengan pertumbuhan dan perkembangannya masingmasing. Keduanya berjalan seiringan, menurut Witherington (Desmita) mengungkapkan bahwa

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah diciptakan Alloh SWT sebagai makhluk yang sempurna dalam segala hal dibanding dengan makhluk yang lain. Kesempurnaan manusia dari segi fisik memiliki

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Usia Sekolah

Karakteristik Anak Usia Sekolah 1 Usia Sekolah Usia Sekolah 2 Informasi Umum dengan Disabilitas 3 Usia Sekolah Anak dengan Disabilitas Anak Dengan Disabilitas adalah anak yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA LAPORAN OBSERVASI STUDENT DIVERSITY ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA SLB TUNAS KASIH 1 LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah : PSIKOLOGI PENDIDIKAN Dosen : Dr. Hj. Rita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang anak dan memengaruhi anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni Budaya dan Keterampilan merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah. Muatan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 Abstract: Artikel ini dimaksudkan untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan individu yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Perbedaannya hanya mereka membutuhkan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia khususnya pembangunan di bidang pendidikan akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti dan dipahami oleh setiap orang dari bangsa apa pun di dunia ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik dalam hal perkembangan potensinya dalam semua aspek. Sejalan dengan perkataan A.

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam 1 MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA A. Pengertian Dilihat dari tingkat kecerdasannya, ada anak normal, ada anak di bawah normal, dan ada anak di atas normal. Sehingga dalam belajarnya pun ada anak yang lamban,

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

PENANAMAN KARAKTER PATRIOTISME PADA SISWA TUNAGRAHITA (Studi Kasus di SMPLB Bina Karya Insani Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2013/2014)

PENANAMAN KARAKTER PATRIOTISME PADA SISWA TUNAGRAHITA (Studi Kasus di SMPLB Bina Karya Insani Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2013/2014) PENANAMAN KARAKTER PATRIOTISME PADA SISWA TUNAGRAHITA (Studi Kasus di SMPLB Bina Karya Insani Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2013/2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi. yang pemenangnya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi. yang pemenangnya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi tentu akan dilalui oleh setiap manusia yang hidup di abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi yang pemenangnya sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki keragaman budaya, perbedaan latar belakang, karakteristik, bakat dan minat, peserta didik memerlukan proses pendidikan

Lebih terperinci

Merayakan Ulangtahun Sebagai Strategi Pembelajaran Kosakata Abstrak (Tanggal, Bulan, Tahun) Lisza Megasari, S.Pd

Merayakan Ulangtahun Sebagai Strategi Pembelajaran Kosakata Abstrak (Tanggal, Bulan, Tahun) Lisza Megasari, S.Pd Merayakan Ulangtahun Sebagai Strategi Pembelajaran Kosakata Abstrak (Tanggal, Bulan, Tahun) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Tunarungu kelas 3 SLB Negeri Binjai Oleh: Pendahuluan Anak berkebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam dunia anak luar biasa istilah tunagrahita kategori ringan memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam dunia anak luar biasa istilah tunagrahita kategori ringan memiliki 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita Kategori Ringan 1. Pengertian tentang anak tunagrahita kategori ringan Dalam dunia anak luar biasa istilah tunagrahita kategori ringan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak terjadi mulai aspek sosial, emosional, dan intelektual. Salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak terjadi mulai aspek sosial, emosional, dan intelektual. Salah satu aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia dari Allah SWT yang tiada bandingnya, kehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga merupakan kebahagiaan dan memberikan sinar terang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat. Secara umum pendidikan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat ini, termasuk dinegara kita Indonesia. Pendidikan di Indonesia disebutkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K Pengaruh Penggunaan Media Kartu Limbah Rumah Tangga Bungkus Plastik Bermerk Terhadap Kemampuan Membaca Kata Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas DII SLB C YSSD Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usia emas atau golden age adalah masa yang paling penting dalam proses kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam pendidikan dasar,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan dan perlindungan dari orang lain. Tanpa bantuan dari orang lain dan lingkungan sosial maka manusia tidak mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dari pembinaan kesiswaan Pasal 1 (a) Mengembangkan potensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dari pembinaan kesiswaan Pasal 1 (a) Mengembangkan potensi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekstrakurikuler di Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu bentuk pembinaan kesiswaan. Berdasarkan Permendiknas No 39 Tahun 2008 tujuan dari pembinaan kesiswaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu bangsa. Setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus karena anak tersebut menandakan adanya kelainan khusus. Mereka mempunyai gangguan (Impairment)

Lebih terperinci

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Disusun Oleh : AFRIYAN QAHARANI NIM.

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP) PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : ANIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan harapan bagi setiap orang tua agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang tua berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Perkembangan yang dilalui tersebut merupakan suatu perubahan yang kontinu

Lebih terperinci

: Adi Handoko dan Ayu Sholihah : Psikologi Anak Luar Biasa ANAK TUNAGRAHITA A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA

: Adi Handoko dan Ayu Sholihah : Psikologi Anak Luar Biasa ANAK TUNAGRAHITA A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA Nama Mata Kuliah : Adi Handoko dan Ayu Sholihah : Psikologi Anak Luar Biasa ANAK TUNAGRAHITA A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA Sebutan anak yang mengalami keterbatasan integrasi dan ketidakcakapan dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN A. Landasan Teori 1. Kebudayaan Banyak orang mengartikan kebudayaan dalam arti yang terbatas yaitu pikiran, karya, dan semua hasil karya manusia yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin maju suatu bangsa maka kesadaran akan pendidikan juga semakin tinggi. Hal ini terbukti bahwa banyak orangtua yang mulai menyekolahkan anaknya sedari

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Sitriah Salim Utina IAIN Sultan Amai Gorontalo ABSTRAK Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara, tanpa ada pengecualian. Pendidikan merupakan suatu wadah bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang

Lebih terperinci

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN KECERDASAN (TUNAGRAHITA) DEFINISI Tunagrahita merupakan kondisi yg kompleks, menunjukkan kemampuan intektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan pada semua jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap makhluk memiliki keterbatasan baik itu pengetahuan, daya pikir, daya nalar dan daya kreativitas. Ada pula keterbatasan kemampuan fisik dan psikologis

Lebih terperinci

Manfaat Belajar Seni Tari pada Anak Tunarungu

Manfaat Belajar Seni Tari pada Anak Tunarungu Telaah Manfaat belajar Seni pada Anak Tunarungu TalikHaryali Manfaat Belajar Seni Tari pada Anak Tunarungu dan Dampaknya di Bidang Akademik dan Pengembangan Pribadi Tatik Haryati SLB Waliwis Putih - Jalancagak

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd BEBERAPA ISTILAH ABK ANAK LUAR BIASA ANAK CACAT ANAK TUNA ANAK ABNORMAL ANAK LEMAH INGATAN ANAK IDIOT ANAK BERKELAINAN ANAK BERKEBUTUHAN

Lebih terperinci