PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS"

Transkripsi

1 PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Sitriah Salim Utina IAIN Sultan Amai Gorontalo ABSTRAK Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara, tanpa ada pengecualian. Pendidikan merupakan suatu wadah bagi setiap individu dalam proses belajar, untuk mengembangkan IQ, EQ, SQ, maupun skill serta potensi yang ada dalam dirinya. Belajar merupakan proses penting dalam pembentukan kepribadian dan kedewasaan seseorang. Dalam penjelasan Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dapat dipahami bahwa setiap anak berhak untuk meningkatkan segala potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan. Akan tetapi tidak semua anak terlahir dalam kondisi normal dan sempurna. Tidak sedikit kita jumpai anak-anak yang lahir dengan kondisi yang kurang normal, yang memiliki gangguan pada perkembangan fisik dan mentalnya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Anak Berkebutuhan Khusus yaitu; Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra), Anak dengan hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), Anak dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), Anak dengan hendaya kondisi fisik atau motorik (tunadaksa), Anak dengan hendaya perilaku maladjustment, Anak dengan hendaya autism (autism children), Anak dengan hendaya hiperaktif (attention deficit disorder with hyperactive), Anak dengan hendaya belajar (learning disability atau specific learning disability). Anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda (multihanddicapped and developmentally disabled children).prinsip pendidikan anak disability yaitu: Prinsip Kasih Sayang, Prinsip Layanan Individual, Prinsip Kesiapan, Prinsip Keperagaan, Prinsip Motivasi, Prinsip Ketrampilan, Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap. Kata Kunci: Pendidikan, Anak Berkebutuhan Khusus, Jenis-jenis ABK, Prinsip Disability, PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara, tanpa ada pengecualian. Pendidikan merupakan suatu wadah bagi setiap individu dalam proses belajar, untuk mengembangkan IQ, EQ, SQ, maupun skill serta potensi yang ada dalam dirinya. Belajar merupakan proses penting dalam pembentukan kepribadian dan kedewasaan seseorang. Dalam Q.S. Al-Alaq ayat 1-5 Allah berfirman: 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 1 Ayat tersebut diatas merupakan ayat yang pertama kali turun yang mengindikasikan kepada kita bahwa belajar atau pendidikan merupakan sesuatu yang diwajibkan. Ayat tersebut juga memberikan pemahaman kepada kita bahwa Allah memerintahkan kita untuk belajar, agar mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak kita ketahui. Dengan membaca kita akan mengetahui banyak hal, namun yang dimaksudkan dalam ayat ini bukan membaca dalam konteks yang sempit. Namun lebih dari itu kita diharapkan dapat membaca berbagai hal seperti membaca perasaan dan emosi orang lain termasuk anak didik kita. Selain itu juga kita dapat membaca apa yang diinginkan oleh anak didik. Dengan demikian pendidikan merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan. Pendidikan adalah proses interaksi antara siswa dengan dirinya sendiri (konsentris), siswa dan alam sekitar (horisontal) dan interaksi siswa dengan Allah SWT (vertikal). Dalam Undang-Undang RI disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalaian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 2 1 Al-Qur anul Karim, Kemenag 2 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, hal

2 Selanjutnya dalam pasal 5 disebutkan bahwa: Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (ayat 1); Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus (ayat 2); Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (ayat 3). 3 Berdasarkan Undang-undang tersebut dapat dipahami bahwa setiap anak berhak untuk meningkatkan segala potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan. Akan tetapi tidak semua anak terlahir dalam kondisi normal dan sempurna. Tidak sedikit kita jumpai anak-anak yang lahir dengan kondisi yang kurang normal, yang memiliki gangguan pada perkembangan fisik dan mentalnya. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan dalam masyarakat awam, apakah anak-anak yang memiliki kelainan atau kekurangan secara fisik maupun mentalnya berhak mendapatkan pengajaran? Ataukan anakanak ini hanya berhak menjalani hidup tanpa perlu adanya pendidikan dalam kehidupannya?? Jika anak-anak yang memiliki kekurangan dan keterbatasan atau anak-anak berkebutuhan khusus ini berhak mendapatkan pengajaran, lantas siapakah yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan bagi mereka?? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentunya diharapkan bisa dijawab bukan hanya dengan katakata, akan tetapi diwujudkan dengan bukti secara riil bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini. Jawabanjawaban yang diinginkan bukan hanya menjadi tugas pemerintah akan tetapi merupakan tugas kita semua, warga Negara yang masih peduli terhadap kebutuhan pendidikan anak-anak yang memiliki keterbatasan dan kekurangan. A. PEMBAHASAN PENGERTIAN Keterbatasan atau Disability (cacat, ketidakmampuan); organ tubuh yang cacat berat, tidak ada (tidak berfungsi), rusak, terganggu, atau sangat kurang, juga berkaitan dengan gangguan fungsional. 4 Handicapped (penyandang cacat); memiliki kemampuan di bawah normal, atau punya cacat anatomis atau fungsional, yang membuat diri seseorang sulit untuk bersaing dengan kawan sebaya 5. Anak Berkebutuhan Khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak Berkebutuhan Khusus juga dapat diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, inteligensi, dan 3 Ibid, hal 7 4 J.P Chaplin, 2006, Kamus Lengkap Psikologi, hal Ibid. hal. 220 emosi sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus. 6 Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handcap. Menurut World Health Organization (WHO), defenisi dari masing-masing istilah itu adalah sebagai berikut: 7 a. Disability, keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu b. Impairment, kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. c. Handicap, ketidakberuntungan individu yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Di Negara Indonesia anak yang berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah diberikan layanan antara lain sebagai berikut: 1. Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra), khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kehidupan sehari-hari. Umumnya kegiatan belajar dilakukan dengan rabaan atau taktil karena kemampuan indera raba sangat menonjol untuk menggantikan indera penglihatan. 2. Anak dengan hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), pada umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain. 3. Anak dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelligences, mental, emosi, social, dan fisik. 4. Anak dengan hendaya kondisi fisik atau motorik (tunadaksa). Secara medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang, persendian, dan saraf pengerak otot-otot tubuhnya, sehingga digolongkan sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus pada gerak anggota tubuhnya. 5. Anak dengan hendaya perilaku maladjustment. Anak yang berperilaku maladjustment sering disebut dengan anak tunalaras. Karakteristik yang menonjol antara lain sering membuat keonaran 6 E. Kosasih, 2012, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, Yrama Widya, hal. 1 7 Ibid. hal. 2 73

3 secara berlebihan dan bertendensi ke arah perilaku criminal. 6. Anak dengan hendaya autism (autism children). Anak autistic mempunyai kelainan ketidakmampuan berbahasa. Hal ini diakibatkan oleh adanya cedera pada otak. Secara umum anak autistic mengalami kelainan berbicara di samping mengalami gangguan kemampuan intelektual dan fungsi saraf. Kelainan anak autistic meliputi kelainan berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, serta perilaku yang ganjil. Anak autistic mempunyai kehidupan social yang aneh dan terlihat seperti orang yang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat terisolasi dari lingkungan hidupnya. 7. Anak dengan hendaya hiperaktif (attention deficit disorder with hyperactive). Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau symptoms. Symptoms terjadi disebabkan oleh beberapa factor, yaitu kerusakan pada otak (brain damage), kelainan emosional (an emotional disturbance), kurang dengar (a hearing deficit), atau tunagrahita (mental retardation). Banyak sebutan atau istilah hiperaktif atau ADD-H, antara lain minimal cerebral dysfunction, minimal brain damage (istilah ini sudah tidak dipergunakan lagi oleh psikolog atau paedagog), minimal cerebral palsy, hyperactive child syndrome, dan attention deficit disorder with hyperactive. Ciri-ciri yang dapat dilihat, antara lain selalu berjalan, tidak mau diam, suka mengganggu teman, suka berpindahpindah, sulit berkonsentrasi, sulit mengikuti perintah atau suruhan, bermasalah dalam belajar dan kurang atensi terhadap pelajaran. 8. Anak dengan hendaya belajar (learning disability atau specific learning disability). Istilah specific learning disability ditujukan pada siswa yang mempunyai prestasi rendah dalam bidang akademik tertentu, seperti membaca, menulis, dan kemampuan matematika. Dalam bidang kognitif umumnya mereka kurang mampu mengadopsi proses informasi yang datang pada dirinya melalui penglihatan, pendengaran maupun persepsi tubuh. Perkembangan emosi dan social sangat memerlukan perhatian, antara lain konsep diri, daya berpikir, kemampuan social, kepercayaan diri, kurang menaruh perhatian, sulit bergaul dan sulit memperoleh teman. Kondisi kelainan disebabkan oleh hambatan persepsi (perceptual handicaps), luka pada otak (brain injury), ketidakberfungsian sebagian fungsi otak (minimal brain dysfunction), disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan (developmental aphasia). 9. Anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda (multihanddicapped and developmentally disabled children). Mereka sering disebut dengan istilah tunaganda yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup hambatan-hambatan perkembangan neurologis. Hal ini disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan kemampuan pada aspek inteligensi, gerak, bahasa atau hubungan pribadi di masyarakat. Kelainan perkembangan ganda juga mencakup kelainan perkembangan dalam fungsi adaptif. Mereka umumnya memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus dengan modifikasi metode secara khusus. 8 PERBEDAAN ISTILAH DISABILITY DAN HANDICAP Anak yang berkebutuhan khusus seperti yang diuraikan di atas, tentunya memiliki cara dan metode tersendiri untuk belajar. Hal yang harus diketahui oleh para guru yang menangani anakanak yang berkebutuhan khusus adalah bahwa anak-anak ini harus diperlakukan sebagaimana anak-anak lainnya hanya saja caranya yang berbeda. Untuk itu guru, masyarakat dan orangtua harus bisa membedakan istilah keterbatasan (disability) dan istilah cacat (handicap). Istilah keterbatasan (disability) dan cacat (handicap) seringkali tertukar penggunaannya, tetapi sekarang terdapat perbedaan di antara keduanya. Keterbatasan (disability) mengacu pada terbatasnya fungsi seseorang sehingga menghalangi kemampuan individu tersebut. Cacat (handicap) adalah suatu kondisi yang dibebankan pada seseorang yang memiliki keterbatasan. Kondisi ini dapat dibebankan oleh masyarakat, lingkungan fisik, atau sikap orang itu sendiri. 9 Penjelasan yang serupa juga diutarakan oleh David Smith tentang perbedaan konsep antara istilah disability dan handicap. Diasability adalah keadaan actual, fisik, mental dan emosi. Misalnya orang yang buta atau tuli, mereka memiliki disability, ketidakmampuan, yaitu orang tersebut tidak dapat mendengar atau melihat. Handicap adalah keterbatasan yang terjadi pada individu oleh karena disability. Keterbatasan ini seringkali lebih disebabkan oleh sikap dan anggapan disbanding kebutuhan yang objektif. Misalnya, wanita yang tunarungu mungkin akan lebih sulit untuk hidup dan bekerja di masyarakat dikarenakan prasangka dari orang lain daripada disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mendengar. 10 Selanjutnya para pendidik, semakin sering menyebut anak-anak yang memiliki keterbatasan daripada anak-anak yang tidak mampu untuk mene-kankan orangnya bukan keterbatasannya. Selain itu anak-anak yang memiliki keterbatasan tidak lagi dijuliki anak cacat, meskipun istilah kondisi cacat masih digunakan untuk mendeskripsikan kesulitan belajar dan fungsi dari individuindividu yang memiliki keterbatasan yang telah dibebankan oleh masyarakat Bandi Delphie, 2006, Pembelajaran Anak Tunagrahita (Suatu pengantar dalam pendidikan inklusi), Refika Aditama, hal John W Santrock, 2009, Psikologi Pendidikan; Educational Psychology, Salemba Humanika, hal J. David Smith, 2012,Konsep dan Penerapan Pembelajaran Sekolah Inklusif, Nuansa, hal Op-cit, hal

4 PRINSIP PENDIDIKAN ANAK DISABILITY Anak Berkebutuhan Khusus dianggap berbeda dengan anak normal. Ia dianggap sosok yag tidak berdaya, sehingga perlu dibatu dan dikasihani. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Setiap anak mempunyai kekurangan, namun sekaligus mempunyai kelebihan. Oleh karena itu, dalam memandang anak yang berkebutuhan khusus, kita harus melihat dari segi kemampuan sekaligus ketidakmampuannya. Anak berkebutuhan khusus memerlukan perhatian, baik itu dalam bentuk perhatian kasih sayang, pendidikan maupun dalam berinteraksi social. Dengan demikian ia dapat mengembangkan potensinya dengan optimal. Didasari bahwa kelainan seorang anak memiliki tingkatan, yakni dari yang paling ringan sampai yang paling berat, dari kelainan tunggal, ganda hingga yang kompleks yang berkaitan dengan emosi, fisik, psikis dan social. Ia merupakan kelompok yanh heterogen, terdapat diberbagai strata social, dan menyebar di daerah perkotaan, pedesaan bahkan daerah-daerah terpencil. Kelainan seseorang tidak memandang suatu suku atau bangsa. Keadaan ini jelas memerlukan pendekatan khusus dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tersebut terdapat anak yang karena kondisi kelainannya tidak memungkinkan datang ke sekolah. 12 Di Indonesia pendidikan bagi anak yang memiliki keterbatasan telah diamanatkan dalam UU RI no 20 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Khusus Bagi Peserta Didik; Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, social, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (pasal 127). Selanjutnya dalam pasal 129 disebutkan bahwa Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau social (ayat 1); Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya (ayat 2); Peserta didik yang berkelainan terdiri atas peserta didik yang tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya dan memiliki kelainan lain. 13 Di negara lain seperti Amerika misalnya menentukan hak-hak pendidikan bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan dimulai pada perte- 12 E.Kosasih, 2012, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, Yrama Widya, hal.2 13 UURI no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, 2010, Citra Umbara, hal.309 ngahan 1960-an sampai pertengahan 1970-an. Pada tahun 1975, Perwakilan Rakyat mengesahkan Public Law , Education for All Handicapped Children Act (sebuah undang-undang pendidikan bagi semua anak cacat), yang mengharuskan bagi semua siswa yang memiliki keterbatasan diberi pendidikan yang bebas biaya yang layak serta memberikan pembiayaan untuk membantu mengimplementasikan pendidikan ini. Pada tahun 1990, Public Law dibuat kembali sebagai Individual with Disabilities Education Act (IDEA) sebuah undang-undang untuk anak-anak yang memiliki keterbatasan pendidikan. Revisi IDEA dilakukan pada tahun 1997 dan kemudian disahkan kembali pada tahun 2004 yang selanjutnya dinamai Individuals With Disabilities Education Improvement Act, yaitu undang-undang meningkatkan mutu pendidikan bagi individu yang memiliki keterbatasan. 14 Pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus sebaiknya diberikan sejak masih kanakkanak. Akan tetapi mendidik anak yang berkelainan fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak berkelainan atau berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, melalui pendekatan dan strategi khusus dalam mendidik anak berkelainan, diharapkan anak berkelainan: (1) dapat menerima kondisinya, (2) dapat melakukan sosialisasi dengan baik, (3) mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya, (4) memiliki ketrampilan yang sangat dibutuhkan, dan (5) menyadari sebagai warga negara dan anggota masyarakat. 15 Anak-anak yang berkebutuhan khusus, memerlukan suatu metode pembelajaran yang sifatnya khusus. Suatu pola gerak yang bervariasi, diyakini dapat meningkatkan potensi peserta didik dengan kebutuhan khusus dalam kegiatan pembelajaran (berkaitan dengan pembentukan fisik, emosi, sosialisasi, dan daya nalar). Esensi dari pola gerak yang mampu meningkatkan potensi diri anak berkebutuhan khusus adalah kreativitas. 16 Selain itu, pengembangan prinsip-prinsip pendekatan secara khusus, yang dapat dijadikan dasar dalam upaya mendidik anak berkelainan, antara lain sebagai berikut: 1. Prinsip Kasih Sayang. Prinsip kasih Sayang pada dasarnya adalah menerima mereka sebagaimana adanya, dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani hidup dan kehidupan dengan wajar, seperti 14 John W Santrock, 2009, Psikologi Pendidikan; Educational Psychology, Salemba Humanika, hal Mohammad Effendi, 2006, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Bumi Aksara, hal Bandi Delphie,, 2006, Pembelajaran Anak Tunagrahita (Suatu pengantar dalam pendidikan inklusi), Refika Aditama, hal. 3 75

5 layaknya anak normal lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk mereka: (a) tidak bersikap memanjakan, (b) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan (c) memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak. 2. Prinsip Layanan Individual Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu mendapatkan porsi yang besar, sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk mereka selama pendidikannya: (a) jumlah siswa yang dilayani guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam setiap kelasnya, (b) pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel, (c) penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat menjangkau semua siswanya dengan mudah, dan (d) modifikasi alat bantu pengajaran. 3. Prinsip Kesiapan Untuk menerima suatu pelajaran tertentu diperlukan kesiapan. Khususnya kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan, terutama pengetahuan prasyarat, baik prasyarat pengetahuan, mental dan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelajaran berikutnya. Contoh, anak tunagrahita sebelum diajarkan pelajaran menjahit perlu terlebih dahulu diajarkan bagaimana cara menusukkan jarum. Contoh lain anak berkelainan secara umum mempunyai kecenderungan cepat bosan dan cepat lelah apabila menerima pelajaran. Oleh karena itu guru, dalam kondisi ini tidak perlu member pelajaran baru, melainkan mereka diberikan kegiatan yang menyenangkan dan rileks, setelah segar kembali guru baru dapat melanjutkan memberikan pelajaran. 4. Prinsip Keperagaan Kelancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya. Selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran pada anak berkelainan, yakni mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan guru. Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya diupayakan menggunakan benda tiruan atau minimal gambarnya. Misalnya mengenalkan macam binatang pada anak tunarungu dengan cara anak disuruh menempelkan gambar-gambarnya di papan flannel lebih baik daripada guru bercerita di depan kelas. Anak tunanetra yang diperkenalkan sosok buah belimbing, maka akan lebih baik jika dibawakan benda aslinya daripada tiruannya, sebab selain anak dapat mengenal bentuk dan ukuran, juga dapat mengenal rasanya. 5. Prinsip Motivasi Prinsip motivasi ini lebih menitikberatkan pada cara mengajar dan pemberian evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak yang berkelainan. Contoh, bagi anak tunanetra, mempelajari orientasi dan mobilitas yang ditekankan pada pengenalan suara binatang akan lebih menarik dan mengesankan jika mereka diajak ke kebun binatang. Bagi anak tunagrahita, untuk menerangkan makanan empat sehat lima sempurna, barangkali akan lebih menarik jika diperagakan bahan aslinya kemudian diberikan kepada anak untuk dimakan, daripada hanya berupa gambargambar saja. 6. Prinsip Belajar dan Bekerja Kelompok Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar mendidik anak berkelainan, agar mereka sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungannya, tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan orang normal. Oleh karena itu, sifat egosentris atau egoistis pada anak tunarungu karena tidak menghayati perasaan, agresif, dan destruktif pada anak tunalaras perlu diminimalkan atau dihilangkan melalui belajar dan bekerja kelompok. Melalui kegiatan tersebut diharapkan mereka dapat memahami bagaimana cara bergaul dengan orang lain secara baik dan wajar. 7. Prinsip Ketrampilan Pendidikan ketrampilan yang diberikan kepada anak berkelainan, selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi, juga dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupannya kelak. Selektif berarti untuk mengarahkan minat, bakat, ketrampilan dan perasaan anak berkelainan secara tepat guna. Edukatif berarti membimbing anak berkelainan untuk berpikir logis, berperasaan halus dan kemampuan untuk bekerja. Rekreatif berarti unsure kegiatan yang diperagakan sangat menyenangkan bagi anak berkelainan. Terapi berarti aktivitas ketrampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana habilitasi akibat kelainan atau ketunaan yang disandangnya. 8. Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap Secara fisik dan psikis sikap anak berkelainan memang kurang baik sehingga perlu diupayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain. Misalnya blindism pada tunanetra, yaitu kebiasaan menggoyang-goyangkan kepala ke kiri-kanan, atau menggoyang-goyangkan badan secara tidak sadar, atau anak tunarungu memiliki kecenderungan rasa curiga pada orang lain akibat ketidakmampuannya menangkap percakapan orang lain, dan lain-lain Op-Cit, hal

6 SEKOLAH INKLUSIF Pada dasarnya, sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus sama dengan sekolah anakanak pada umumnya. Namun, karena kondisi dan karakteristik kelainan yang disandang anak berkebutuhan khusus, sekolah bagi mereka dirancang secra khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik kelainannya. Sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus ada beberapa macam, ada Sekolah Luar Biasa (SLB), sekolah terpadu (mainstreaming), dan sekolah inklusi. SLB adalah sekolah yang dirancang khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus dari satu jenis kelainan. Di Indonesia, kita kenal ada SLB bagian A khusus untuk anak tunanetra, SLB bagian B khusus anak tunarungu, SLB khusus anak tunagrahita, dsb. Dewasa ini dikembangkan pendidikan inklusi. Pengembangan pendidikan inklusi ini tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia terutama Negara-negara Eropa Barat. Dalam pendidikan inklusi anak-anak berkebutuhan khusus diintegrasikan ke sekolah-sekolah umum dengan menggunakan seoptimal mungkin seluruh fasilitas yang ada serta dukungan lingkungan sekolah. Pelaksanaan pendidikan inklusi dilandasi keyakinan bahwa semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan masyarakat, apapun perbedaan mereka. Dalam pendidikan ini berarti semua anak terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, latar belakang budaya atau bahasa, agama atau gender, menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Diharapkan dengan berbagai alternative jenis pelayanan pendidikan (sekolah) seperti di atas, orangtua dapat memilih sekolah luar biasa yang dirasa paling tepat bagi pendidikan putera- berkelainan, hanya karena tidak ada sekolah bagi mereka. 18 Menurut IDEA, anak yang memiliki keterbatasan harus dididik dalam lingkungan yang setidaknya dapat membatasi (Least Restrictive Environment, LRE). Kondisi tersebut berarti suatu keadaan yang mungkin mirip dengan keadaan anak-anak yang tidak memiliki keterbatasan dididik. Sekolah harus berusaha untuk mendidik anak-anak yang memiliki keterbatasan di kelas regular. Mendidik anak-anak yang memiliki keterbatasan di kelas regular disebut mainstreaming. Namun istilah itu diganti dengan istilah inklusi (inclusion), yang berarti mendidik seorang anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus dengan penuh waktu di kelas regular. Sebuah studi terkini menemukan bahwa prestasi akademis siswa-siswa yang memiliki keterbatasan pembelajaran mendapatkan manfaat dari inklusi. 19 Penelitian yang dilakukan oleh Hocutt (1996) mengenai hasil dari inklusi memperlihatkan kesimpulan-kesimpulan sbb: 1. Keberhasilan social dan akademis anak-anak. Hasil ini lebih dipengaruhi oleh kualitas pelajaran yang diberikan. 2. Anak-anak yang memiliki gangguan emosional. Di sekolah menengah pertama, para remaja yang memiliki gangguan ini kemungkinan besar berhasil apabila mereka berpartisipasi dalam pendidikan kejuruan dan dimana kegiatan mereka diintegrasikan dengan pelajaran sekolah melalui aktifitas seperti olahraga. Namun, para remaja yang memiliki sejarah panjang akan kegagalan pelajaran kemungkinan besar keluar dari sekolah apabila mereka ditempatkan di empat regular. 3. Anak-anak yang memiliki gangguan pendengaran. Anak-anak yang memiliki gangguan ini masih diuntungkan secara akademis, tetapi mereka memiliki harga diri yang lebih rendah saat berada dalam kelas regular. 4. Anak-anak yang mengalami retardasi mental namun masih bisa dididik (biasanya didefenisikan memiliki IQ dari 50 sampai 70 bersamaan dengan masalah perilaku adaptif dalam kisaran yang sama). Seorang guru yang suportif, pelajaran yang kompoten, dan kelas yang suportif tampaknya memiliki pengaruh yang lebih besar pada anak-anak yang tidak memiliki keterbatasan. 5. Anak-anak yang tidak memiliki ketidakmampuan. Mereka tampaknya tidak dipengaruhi secara negative oleh masuknya anak-anak yang memiliki keterbatasan dalam kelas regular selama diberikan jasa yang suportif. 20 B. KESIMPULAN Anak Berkebutuhan Khusus adalah individu yang seharusnya mendapatkan hak belajar yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Hal ini ditegaskan dalam UU RI yang menyatakan bahwa: Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (ayat 1); Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus (ayat 2); Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (ayat 3). 21 Dengan demikian anak-anak yang memiliki keterbatasan, bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, dan tentunya hal ini tidak lepas dari keterlibatan yang harmonis antara pemerintah, guru, masyarakat dan orangtua. Anak-anak yang memiliki keterbatasan ini bukanlah anak-anak aneh 18 E.Kosasih, 2012, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, Yrama Widya, hal.6 19 John W Santrock, 2009, Psikologi Pendidikan; Educational Psychology, Salemba Humanika, hal Ibid, hal Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, hal

7 yang hanya dijadikan tontonan atau anak-anak yang di nomor duakan dalam mengenyam pendidikan, yang sebenarnya sudah menjadi haknya sebagai manusia. Dengan memberikan kesempatan bagi anakanak yang berkebutuhan khusus untuk bergaul dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya, baik itu di lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat akan menumbuhkan harga diri dan motivasi untuk terus menggali bakat dan mengembangkan kemampuannya seperti halnya anak-anak yang normal. Mereka membutuhkan pendampingan dari orang dewasa untuk menuntun mereka kearah kehidupan yang lebih baik. Dalam Lokakarya Nasional tentang Pendidikan Inklusif di Indonesia di Bandung tahun 2004, melahirkan suatu deklarasi yang berisi himbauan kepada pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industry serta masyarakat untuk dapat: 1. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, social, kesejahteran, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal. 2. Menjamin setiap anak berkelainan dan berkebutuhan khusus lainnya, sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan tuntutan masyarakat, tanpa perlakuan deskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, hokum, politis, maupun cultural. 3. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara para stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industry, orangtua serta masyarakat. 4. Menciptkan lingkungan yang mendukung bagi pemenuhan anak berkelainan dan berkebutuhan khusus lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya secara optimal. 5. Menjamin kebebsan anak berkelainan dan berkebutuhan khusus lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proakif dengan siapapun, kapanpun, dan di lingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan. 6. Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan, dan lainnya secara berkesinambungan. 7. Meyusun rncana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksebilitas fisik dan non fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya. 22 DAFTAR PUSTAKA Al-Qur anul Karim Chaplin, J.P, (2006), Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta, RajaGrafindo Persada Delphie, Bandi, (2006), Pembelajaran Anak Tunagrahita, Suatu Pengantar dalam Pendidikan Inklusi, Bandung, Refika Aditama Efendi Mohammad, (2006), Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta, Bumi Aksara Kosasih, E (2012), Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung, Yrama Widya Santrock, John (2009), Psikologi Pendidikan, Educational Psychology, Jakarta, Salemba Humanika Smith,J.David (2012), Konsep dan Penerapan Sekolah Inklusif, Bandung, Nuansa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah RI tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan wajib Belajar, Bandung, Citra Umbara. 22 J. David Smith, 2012, Konsep dan Penerapan Pembelajaran Sekolah Inklusif, Nuansa, hal

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Bimbingan Konseling 1. Pengertian Bimbingan Menurut Miler (dalam Junardi dkk, 1993) bimbangan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd BEBERAPA ISTILAH ABK ANAK LUAR BIASA ANAK CACAT ANAK TUNA ANAK ABNORMAL ANAK LEMAH INGATAN ANAK IDIOT ANAK BERKELAINAN ANAK BERKEBUTUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk berfikir, berkreasi dan juga beragam serta beradaptasi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUAN KHUSUS. Kuliah 1 Adriatik Ivanti, M.Psi

PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUAN KHUSUS. Kuliah 1 Adriatik Ivanti, M.Psi PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUAN KHUSUS Kuliah 1 Adriatik Ivanti, M.Psi Siswa Berkebutuhan Khusus Siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang membutuhkan pendidikan yang berbeda dari siswa lainnya ( Anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan bertujuan membentuk manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan UndangUndang

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus

HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus Dosen Pengampu: Irham Nugroho, M. Pd. I. Cholissatul Fatonah (14.0401.0014) Suyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki perilaku, sikap dan mengkokohkan kepribadian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki perilaku, sikap dan mengkokohkan kepribadian. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan aktivitas wajib dilakukan setiap manusia, sebagai proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah banyak mengangap bahwa anak yang dilahirkan karena suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah banyak mengangap bahwa anak yang dilahirkan karena suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap menusia yang terlahir di dunia ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dan kita menyadari bahwasanya setiap anak yang terlahir pastilah ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017 Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul Tahun 2017 Oleh: Naleka Usadhi (13144300040) Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 pasal 12 ayat (1.b) yaitu: Setiap peserta didik pada setiap satuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Usia Sekolah

Karakteristik Anak Usia Sekolah 1 Usia Sekolah Usia Sekolah 2 Informasi Umum dengan Disabilitas 3 Usia Sekolah Anak dengan Disabilitas Anak Dengan Disabilitas adalah anak yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).

BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dan kompleks bagi kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukannya dengan manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Sosial Lembaga sosial adalah sekumpulan tata aturan yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga sosial ini ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu modal seseorang untuk meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Pada dasarnya setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

II. Deskripsi Kondisi Anak

II. Deskripsi Kondisi Anak I. Kondisi Anak 1. Apakah Anak Ibu/ Bapak termasuk mengalami kelainan : a. Tunanetra b. Tunarungu c. Tunagrahita d. Tunadaksa e. Tunalaras f. Tunaganda g. Kesulitan belajar h. Autisme i. Gangguan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan individu yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Perbedaannya hanya mereka membutuhkan metode

Lebih terperinci

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA PELANTIKAN PENGURUS BPOC KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS) ABK: ANAK YG MEMPUNYAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 Abstract: Artikel ini dimaksudkan untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tercipta sebagai mahluk indvidu dan juga sebagai mahluk sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia memiliki keunikan dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti dan dikembangkan, tujuan penelitian dan pengembangan, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Sejak bayi, manusia telah berkomunikasi dengan orang lain, yaitu ibu dan ayahnya. Menangis di

Lebih terperinci

A. Perspektif Historis

A. Perspektif Historis A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik dalam hal perkembangan potensinya dalam semua aspek. Sejalan dengan perkataan A.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB

PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB ASPEK LEGAL Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah dalam upaya pemerataan layanan pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi semua anak di Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki atribut fisik dan/atau kemampuan belajar yang berbeda dari anak normal, sehingga membutuhkan program individual dalam

Lebih terperinci

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Disusun Oleh : AFRIYAN QAHARANI NIM.

Lebih terperinci

Adhyatman Prabowo, M.Psi

Adhyatman Prabowo, M.Psi Adhyatman Prabowo, M.Psi Pokok Bahasan Hari Ini...? 1. Bagaimana kita bisa mendefinisikan individu berkebutuhan khusus? 2. Bagaimana karakteristiknya? 3. Siapa yang termasuk Individu Berkebutuhan khusus?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Pemilik seluruh jagat raya adalah Allah yang Maha Perkasa, penguasa seluruh alam. Jasad fisik berada dalam genggaman Allah yang menciptakan, dan Dia tidak bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang mengerahkan segala daya upaya untuk melakukan pembangunan di segala bidang demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi kasus di Kelas VIII SMPLB-B Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu usaha yang memiliki tujuan, maka pelaksanaannya harus berada dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan berperan sebagai manusia dengan berhubungan dan bekerja sama dengan manusia lain. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi bahwa

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia sama-sama memiliki kebutuhan, keinginan dan harapan serta potensi untuk mewujudkanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, setiap individu terkadang mengalami suatu hambatan. Hambatan yang terjadi pada suatu individu beragam jenisnya. Beberapa jenis

Lebih terperinci

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Judul : Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa Nama Penulis : Widad Nabilah Yusuf (209000274) Pendahuluan Soemantri (2006) mengatakan tunagrahita memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF Aini Mahabbati, S.Pd., M.A Jurusan PLB FIP UNY HP: 08174100926 Email: aini@uny.ac.id Disampaikan dalam PPM Sosialisasi dan Identifikasi

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Nur Hidayati, Sukarno, Lies Lestari PGSD, FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Slamet Riyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bermasalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci