BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dalam Djatmiko (2016) umumnya terbagi menjadi 3 (tiga) versi di antaranya ialah pengertian K3 menurut Filosofi, Keilmua, serta menurut standar OHSAS 18001: Definisi menurut Filosofi a. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. b. Menurut Suma mur (1981), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha menciptakan suasana kerja aman dan tentram bagi para karyawan yang bersangkutan. c. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari risiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan dan kondisi pekerja. d. Mathis dan Jacson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang terkait dengan pekerjaan, kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum. Definisi menurut Keilmuan: Suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapan yang mempelajari tentang cara mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan.

2 5 Definisi menurut standar OHSAS 18001:2007 Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampat pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pamasok, pengunjung dan tamu) ditempat kerja. 2.2 Teori Kecelakaan Kerja Menurut Wianjani (2010) terdapat sejumlah teori tantang kecelakaan. Teori tersebut memberikan pengertian terhadap tindakan preventif dan menggambarkan semua factor yang berkaitan terhadap terjadinya kecelakaan atau memperkirakan dengan alasan-alasan yang akurat kemungkinan sebuah kecelakaan akan terjadi. Sebelum memahami bagaimana kecelakaan itu dapat terlebih dahulu kita harus memahami urutan bagaimana kecelakaan terjadi dan penyebabnya. 1. Teori Domino Heinrich Dalam teori ini kecelakaan terdiri dari lima faktor yang saling berhubungan: kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan tidak aman, kecelakaan dan cidera. Heinrich (1931) berpendapat bahwa kecelakaan pada pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling berkaitan. 2. Teori Kecelakaan Pettersen Model ini menyatakan bahwa di belakang kesalahan manusia ada 3 kategori besar: beban yang berlebih, rangkap dan keputusan yang keliru. Beban yang berlebih kurang lebih seperti Ferrel model. Perbedaan yang utama adalah kategori ketiga yaitu keputusan yang keliru. Kategori ini mengajukan bahwa para pekerja sering melakukan kesalahan melalui keputusan-keputusan secara sadar atau tidak sadar. 2.3 Tujuan dan Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemeliharaan keselamatan dan kesehatan karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Perusahaan memperhatikan hal ini untuk mengurangi atau menghilangkan risiko kecelakaan kerja yang dialami

3 6 para karyawan untuk mencapai keamanan dan kenyamanan kerja dalam mencapai tujuan perusahaan secara efisien dan efektif. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.05/Men/1996 pasal 2 sebagai tujuan dan sasaran dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Diciptakannya undang-undang dan peraturan-peraturan tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja akan memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat umum, khususnya bagi para pekerja itu sendiri. Di sisi lain penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja memiliki berbagai manfaat bagi industri. Perusahaan tidak dirugikan dalam kegiatan produksi atas hilangnya sebagian waktu, kerugian material, dan biaya pengobatan akibat kecelakaan kerja. Secara moral, karyawan merasa aman dan nyaman bekerja sehingga produktivitas kerja akan meningkat. Selain itu, manfaat lain yang sama dengan itu adalah kesan masyarakat terhadap perusahaan semakin lebih baik, terciptanya hubungan yang harmonis antara karyawan dengan perusahaan, dan komitmen karyawan terhadap perusahaan semakin tinggi. Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja menurut Gary (1993) dalam Harahap (2012) untuk sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap pekerja dan untuk melindungi sumber daya manusia. Menurut Suma mur (1981), dalam Hindarto (2012) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah:

4 7 Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja. a. Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja. b. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Menurut Suma mur menyebutkan bahwa dalam aneka pendekatan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain akan diuraikan pentingnya perencanaan yang tepat, pakaian kerja yang tepat, penggunaan alat alat perlindungan diri, pengaturan warna, tanda-tanda petunjuk, label-label, pengaturan pertukaran udara dan suhu serta usaha-usaha terhadap kebisingan. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993 tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah mewujudkan masyarakat dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai suasana lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik, mental, sosial, dan bebas kecelakaan. 2.4 Definisi Human Error Definisi menurut Yafis (2007) kelalaian manusia (Human Error) merupakan salah satu penyebab penting dalam banyak kecelakaan. Beberapa penelitian dilakukan mengenai kelalaian manusia (Human Error) oleh beberapa pakar menghasilkan kesimpulan mengenai definisi Human Error, diantaranya adalah: a. Reason (1990): a generic tern of encompass all those occasions in which a planned sequence of mental or physical activities fails to achieve outcome, and when these failures cannot be attributed to the intervention of some chance agency

5 8 b. Senders and Moray (1991): something (that) has been done which was not intended by the actor. Not desired by a set of rules or an external observer, or that led the task or system outside its acceptable limits c. Woods, Johannesen and Sarter (1994): a specific varety of human performance that is so clearly and significantly substandard and flawed viewed in retrospect that there is no doubt that it should have been viewed by the practitioner as substandard at the time the act was commitied or omitted. Untuk menghindari kebingan karena adanya perbedaan defines, maka diambil suatu kesimpulan berdasarkan ketiga defineisi human error di atas, yaitu: suatu aksi atau keputusan manusia yang mengakibatkan satu atau lebih hasil negative yang tidak dikehendaki. 2.5 Pendekatan Human Error Menurut Reason (1990), jumlah keterlibatan human error yang tinggi merupakan hal yang mengejutkan karena hampir semua sistem teknologi tidak hanya dijalankan oleh manusia, tetapi juga didesain, dikonstruksi, diorganisasi, dimanage, dipelihara, dan diatur oleh manusia. Rangkaian kecelakaan dimulai dengan dampak keputusan dalam organisasi (keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, penjadwalan, ramalan, desain, spesifikasi, komunikasi, prosedur, pemeliharaan, dan sebagainya). Keputusan ini merupakan produk yang dipengaruhi oleh batasan keuangan dan politik di mana perusahaan berjalan, dan ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh manajer (Reason, 1995). Reason (1995) menggambarkan system approach to organizational error. Tidak diragukan lagi bahwa kegagalan manusia tidak terbatas pada sharp end, yaitu pada pengemudi, pilot, petugas kapal, operator ruang

6 9 kontrol dan lain-lain dalam kontrol langsung dari suatu sistem. Telah ditemukan indikasi bahwa faktor manusia terdistribusi secara luas, meliputi semua yang ada dalam sistem sebagai keseluruhan dan biasanya baru bertahun-tahun kemudian menyebabkan peristiwa yang sebenarnya. Model ini menampilkan orang pada sharp end sebagai penanggung akibat dan bukan sebagai penyebab dari rangkaian cacat konstruksi. Sharp end tidak lagi dipersalahkan, melainkan telah dialihkan ke sistem manajerial dalam organisasi. 2.6 Sebab-sebab Human Error Menurut Atkinson (1998) sebab-sebab human error dapat dibagi menjadi: 1. Sebab-sebab Primer Sebab-sebab primer merupakan sebab-sebab human error pada level individu. Untuk menghindari kesalahan pada level ini, ahli teknologi cenderung menganjurkan pengukuran yang berhubungan ke individu, misalnya meningkatkan pelatihan, pendidikan, dan pemilihan personil (Sriskandan,1986) dalam Atkinson (1998). Bagaimanapun, saran tersebut tidak dapat mengatasi kesalahan yang disebabkan oleh penipuan dan kelalaian. 2. Sebab-sebab Manajerial Penekanan peran dari pelaku individual dalam kesalahan merupakan suatu hal yang tidak tepat. Kesalahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, pelatihan dan pendidikan mempunyai efek yang terbatas dan penipuan atau kelalaian akan selalu terjadi, tidak ada satupun penekanan penggunaan teknologi yang benar akan mencegah terjadinya kesalahan. Fakta ini telah diakui telah diakui secara luas pada literatur kesalahan dalam industri yang beresiko tinggi. Karena itu merupakan peranan manajemen untuk

7 10 memastikan bahwa pekerja melakukan pekerjaan dengan semestinya, untuk memastikan bahwa sumber daya tersedia pada saat dibutuhkan dan untuk mengalokasikan tanggungjawab secara akurat diantara pekerja yang terlibat. 3. Sebab-sebab Global Kesalahan yang berada di luar kontrol manajemen, meliputi tekanan keuangan, tekanan waktu, tekanan sosial dan budaya organisasi. 2.7 Teknik Analisis Human Error Menurut Rasmussen (1987) menunjukkan bahwa kesalahan manusia merupakan ketidaksesuaian antara tuntutan sistem operasional dan apa yang dilakukan operator manusia. Berikut adalah teknik analisis human error: 1. THERP merupakan kuantitatif. Klasifikasi eror dalam metode ini terbagi menjadi error of omminision (tindakan atau prosedur yang tidak dilakukan) dan extraneous error (melakukan tindakan yang tidak diperlukan). Penentuan eror dilakukan oleh ahli dengan membuat task analysis untuk memberikan gambaran urutan pekerjaan yang harus dilakukan seorang operator. 2. SHERPA merupakan teknik yang tidak hanya menganalisis pekerjaan secara terstruktur tetapi juga memberikan solusi terhadap eror yang mungkin terjadi. 3. TRACER dikembangkan pertama kali untuk pekerjaan air traffic control dan dalam dua versi yaitu menggunakan pendekatan retrospektif (analisis terhadap kejadian) dan prospektif (memprediksi kejadian). Teknik ini focus pada bagian eror tersebur diproduksi dan bagaimana merancang perbaikan agar kesalahan sama tidak terulang. 4. HEART didesain sebagai alat analisis yang cepat dan mudah digunakan serta terstruktur. Digunakan untuk melihat faktor-faktor

8 11 dominan apa saja yang menyebabkan terjadinya human error dan mengesampingkan penyebabnya. 5. HFACS merupakan metode analisis human error yang dikembangkan berdasarkan model swiss cheese. Suatu eror dapat terjadi akibat adanya lubang pada level organisasi dan keempat lubang ini membentuk suatu garis lurus hingga pada akhirnya terjadi kecelakaan 2.8 Metode HFACS (Human Factors Analysis and Classification System) Secara umum, HFACS (Human Factors Analysis and Classification System) mengklasifikasikan tindakan tidak aman (unsafe acts) menjadi kesalahan (errors) dan pelanggaran (violations). Kesalahan adalah representasi dari suatu aktivitas mental dan fisik seseorang yang gagal mencapai sesuatu yang diinginkan. Pelanggaran disisi lain mengacu pada niat untuk mengabaikan petunjuk atau aturan yang telah diciptakan untuk melakukan suatu tugas tertentu (Wiegman, 2007). Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) dikembangkan oleh Dr Scott Shappell dan Dr Doug Wiegmann. Ini adalah metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesalahan manusia secara mendalam yang pada awalnya digunakan oleh Angkatan Udara AS untuk menyelidiki dan menganalisa faktor-faktor aspek kesalahan manusia di bidang penerbangan. HFACS ini sangat didasarkan pada teori James Reason's swiss cheese model (Reason 1990). Swiss cheese theory adalah metode penyebab kecelakaan yang dikembangkan oleh psikologi Inggris James T. Reason pada tahun 1990

9 12 dan dipakai di bidang kedokteran, keamanan penerbangan, dan pelayanan emergency. Disebut Swiss Cheese karena model ini menggambarkan sebuah sistem dengan gambar keju Swiss yang berlubang lubang dan di taruh berjejer setelah dipotong potong. Setiap lubang dari keju menggambarkan kelemahan manusia atau sistem dan terus menerus berubah bervariasi besar dan posisinya. Berbagai kelemahan yang terkumpul akhirnya suatu saat bila membuat beberapa lubang yang berada di garis lurus sehingga transparan yang menggambarkan sebuah kecelakaan. Kerangka HFACS menjelaskan kesalahan manusia pada empat tingkat kegagalan yaitu: 1. Unsafe acts of operators merupakan kesalahan yang diakibatkan oleh operator akibat lalai dalam melakukan sebuah tindakan. Unsafe acts dibagi menjadi 3 error dan 2 violations: Klasifikasi tingkatan error sebagai berikut: A. Kesalahan dalam membuat keputusan (Decision Error) a. Decision Error lahir dari sebuah perilaku yang niat dan pelaksanaannya sudah sesuai namun terbukti tidak tepat dengan kondisi yang ada. Error jenis ini terjadi karena pelaku tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau hanya memang salah memilih. Error yang termasuk kategori decision error adalah procedural error, poo choices, problem solving error. b. Procedural error atau rule based mistakes biasa terjadi dalam sebuah tugas/pekerjaan yang memiliki tahapan struktur yang rumit seperti jika kejadian X muncul maka lakukanlah Y. Sebagai contoh, seorang pilot memiliki prosedur yang lengkap untuk menghadapi semua fase

10 13 ketika terbang, namun kesalahan tetap bisa terjadi terutama ketika pilot salah mendiagnosa permasalahan yang ada. c. Poor choices atau knowledge based mistakes terjadi ketika situasi yang dihadapi membutuhkan sebuah keputusan yang dibuat dari banyaknya pilihan yang ada. Sebagai contoh, seorang pilot yang melakukan penerbangan pulang ke rumahnya setelah seminggu lebih mengudara dihadapkan dengan badai disertai petir di depan matanya. Dia dapat memilih untuk terbang ke area lain sambil menunggu badai selesai untuk memastikan pesawat selamat atau justru memilih masuk ke dalam badai dan segera bertemu dengan keluarganya. Kesalahan ini terjadi karena lemahnya pengalaman atau ada faktor lain di luar yang mempengaruhi keputusan. Proble solving error terjadi ketika masalah yang terjadi tidak dimengerti dengan baik, prosedur formal tidak tersedia, begitupun dengan pilihan respons yang tidak ada. Biasanya kesalahan ini terjadi ketika seorang pilot masuk ke dalam sebuah keadaan di mana tak seorang pun pernah berada dalam keadaan tersebut. B. Kesalahan bebasis kemampuan (skill based error) Kesalahan yang termasuk skill based error adalah attention failure, memory error, technique error a. Attention failure adalah sebuah kegagalan manusia yang sering terjadi pada pekerja dengan tingkat automasisasi yang tinggi. Contohnya adalah seorang pilot terlalu fokus untuk memperbaiki lampu peringatan dan tidak menyadari pesawatnya semakin turun hingga ke ketinggian yang berbahaya. Contoh lain adalah seorang pengendara mobil

11 14 yang tidak bisa keluar dari area parkir karena terlalu terburu-buru menyelesaikan hal lain atau karena melamun. b. Memory error dipandang sebagai sebuah kegagalan untuk mengingat item ceklist, tempat atau agenda pekerja selanjutnya. Sebagai contoh adalah ketika kita membuka pintu kulkas namun kita lupa untuk mengambil apa. Memory error ini sangat berbahaya apabila terjadi pada saat darurat di mana kita mendapatkan tekanan. c. Technique error adalah salah satu kesalahan yang banyak muncul dalam proses investigasi kecelakaan. Technique error ini tidak bergantung dari pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja. Sebagai contoh, terdapat 2 pilot dengan training, pengalaman dan jam terbang yang identik dapat saja berbeda dalam menerbangkan pesawat, seorang pilot dapat menerbangkan pesawat dengan gagah dan halus seperti Elang sementara yang lainnya menerbangkan pesawat dengan sedikit cerewet seperti burung gagak. C. Kesalahan dalam persepsi (perceptual errors) Kesalahan persepsi dapat muncul ketika persepsi seseorang berbeda dengan kenyataan sebenarnya. Persepsi ini diakibatkan oleh alat indra yang mengalami degradasi fungsi atau berlaku tidak normal. Kejadian seperti ini akan membuat ilusi visual (visual illusion) dan disorientasi spasial (spatial disorientation) pada pilot sehingga menyebabkan pilot salah mempersepsikan ketinggian, arah, dan kecepataan pesawat. Ilusi visual terjadi ketika otak mencoba untuk mengisi celah dalam kondisi lingkungan yang tidak bersahabat secara visual seperti terbang ketika malam atau cuaca buruk. Sedangkan disorientasi spasial terjadi ketika sistem

12 15 keseimbangan tubuh tidak mampu melihat orientasi tempat sehingga pilot akan memilih untuk menebak. Disorientasi spasial biasanya terjadi ketika garis horizon tidak terlihat dalam penerbangan malam hari atau cuaca buruk. Patut digaris bawahi di sini adalah kesalahan bukan terjadi ketika ilusi visual ataupun disorientasi spasial, kesalahan justru terjadi dalam keputusan yang diambil setelah masalah tersebut terjadi. Kalsifikasi violations (pelanggaran) terbagi menjadi 2 yaitu: Banyak data kecelakaan yang timbul dari kesalahan yang dibuat oleh suatu organisasi karena melanggar regulasi yang ada. Pelanggaran diterjemahkan sebagai sebuah pengacuhan secara sadar terhadap peraturan yang ada. Jenis pelanggaran dibagi menjadi 2, yaitu pelanggaran rutin dan pelanggaran pengecualian (Exceptional). a. Pelanggaran rutin adalah pelanggaran yang sudah kebiasaan dari alam (habitual by nature) dan sering ditoleransi oleh otoritas pemerintah. Misalnya adalah seorang pengendara Kopaja yang secara konsisten berkendara 5-10 mph lebih cepat dari rambu yang ditetapkan namun tetap tidak ada tindakan tegas dari otoritas pemerintah. Baru ketika ada sebuah razia tiba-tiba yang diadakan dan pengendara tersebut terlihat, maka pastinya pengendara tersebut ditetapkan bersalah dan dihukum. b. Pelanggaran pengecualian muncul dari sebuah perilaku melanggar peraturan yang tidak normalnya dilakukan oleh sang pelanggar dan tidak dianggap baik oleh manajemen sang pelanggar. Misalnya adalah seorang pengemudi taksi

13 16 yang tidak biasa berkendara lebih dari 100 mph namun ia berkendara di angka 120 mph. 2. Preconditions for Unsafe Act (Kondisi penyebab tindakan tidak aman), merupakan sebuah kondisi yang memacu terjadinya unsafe act seperti kelelahanmental atau buruknya komunikasi antar operator di dalam sebuah system. Precondition for unsafe act merupakan kesalahan yang sifatnya laten. Ada tiga bagian dari precondition for unsafe yaitu: A. Faktor Lingkungan (environmental factor) a. Kondisi fisik lingkungan yaitu dimana kondisi ini dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Kondisi fisik dipengaruhi oleh cuaca, debu, asap yang ada diruangan terbatas, suhu lingkungan dan kebisingan. b. Kondisi teknik lingkungan merupakan kondisi dimana kecelakaan dipengaruhi dengan keterbatasan pengliatan, pengendalian dan pergantian mesin, APD (alat pelindung diri) dan komunikasi peralatan. B. Faktor manusia (personal factor) a. Komunikasi merupakan faktor yang berperan penting yang mempengaruhi kecelakaan kerja, unsur-unsur yang ada di dalamnya adalah pengawasan di lapangan dan pengarahan. b. Strees dimana kondisi jiwa dari pekerja terganggu faktor C. Kondisi individual yang mempengaruhi kondisi ini adalah pengaruh minumminuman keras, obat-obatan, kurangnya istirahat dan adanya kondisi infikasi medis yang belum dilaporkan. a. Faktor kognitif ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah kebingungan terhadap tugas yang diberikan, kurangnya penjelasan yang didapat ketika pengarahan.

14 17 b. Faktor tingkah laku merupakan faktor yang dipengaruhi oleh emosi, masalah pribadi, percaya diri dan kepuasan. c. Keterbatasan mental dimana keterbatasan ini dipengaruhi oleh kemampuan cepat tanggap, kemampuan mengingat dan disiplin waktu. 3. Unsafe supervision (kurangnya pengawasan), tingkatan ini membahas bagaimana masalah pada tingkat II (Preconditions for Unsafe Act) dapat terjadi. Komunikasi dan koordinasi yang buruk atau mental yang tidak siap dari personil dapat dihindari apabila pengawasan yang dilakukan berjalan dengan baik. Pada tingkatan ini hanya personil yang memiliki wewenang tertentu yang dapat melakukan intervasi, mencakup pemberian tugas dan tanggung jawab, pelatihan dan evaluasi kinerja masing-masing personil. Terbagi menjadi 4 klasifikasi yaitu: a. Supervison yang kurang memadai meliputi adanya konflik secara personal dengan rekan kerja dan kurangnya umpan balik yang terjadi. b. Perancangan pengoperasian yang tidak sesuai yaitu dimana kemampuan yang dibutuhkan tidak sesuai, pengalaman di bidangnya yang terbatas dan penilian resiko yang mempengaruhi. c. Kegagalan untuk mengetetahui masalah didalam manajemen personal. d. Kekerasan supervison yaitu kedisiplinan yang diterapkan dalam pekerjaan, dan pelanggaran yang dilakukan secara langsung ataupun tidak akan dikenai sanksi. 4. Organisational influences merupakan tingkatan paling atas dari Swiss Cheese Model yang dapat mempengaruhi semua level dibawahnya. Kesalahan yang termasuk kategori ini adalah adanya kebijkana perusahaan

15 18 yang kurang baik sehingga menimbulkan potensi kecelakaan. Ada 3 klasifikasi dalam organisational influences yaitu: a. Sumber managemen merupakan sumber pengendalian lalu lintas yang ada diperusahaan selain itu juga adanya faktor sumber daya manusia dan dukungan finansial. b. Suasana organisasi kebudayaan dan nilai organisasi, adanya perubahan unit serta ketidak efektifan unit yang tersedia di perusahaan. c. Proses organisasi yaitu dipengaruhi oleh beban kerja setelah itu pengaruh dari pedoman prosedur dan elatihan organisasi. Gambar 2.1 Swiss Cheese Model

16 19

17 20 (sumber: Patterson, 2009) Gambar 2.2 kesalahan manusia pada empat tingkat kegagalan Tabel 2.2 frekuensi dan prosentase sub faktor pada setiap kejadian HFACS category N (%) organizational influences (level 4) organizational climate organizatinal process resource management unsafe leadership (level 3) inadequate supervisor planned inappropriate operations failed to correct known problems supervisory violations preconditions for unsafe acts (level 2) environmental conditions technical environment

18 21 physical environment conditions of the operator adverse mental state adverse physiological state physical / mental limitations personel factors communication and coordination fitness for duty unsafe act of the operator (level 1) decision errors skill-based errors perceptual errors Violations Setelah mendapatkan hasil dari tabel 2.1 selanjutnya hasil total insiden akan dilanjutkan pada tabel 2.2 yaitu tabel frekuensi dan prosentase. Bahwa pada level HFACS dapat mendapatkan hingga lebih dari 100% sebagai lebih dari satu kategori pada tingkat tertentu dapat diidentifikasi untuk setiap kasus Metode 5WHYS Metode ini ditemukan pada tahun 1930an oleh Sakichi Toyoda dan dipopulerkan pada tahun 1970an dalam Toyota Production System. Strategi 5whys dipakai dalam berbagai permasalahan dan menggunakan kata tanya mengapa dan apa penyebabnya permasalahannya? 5Whys adalah metode pemberian pertanyaan untuk mengekplorasi penyebab permasalahan. Analisa dari 5 Whys membantu sampai kearah akar penyebab utama. Penyebab utama dari suatu masalah ialah salah satu mata rantai peristiwa yang mendorong kea rah permasalahan itu sendiri. Analisa tersiri dari pendjawaban 5 kali pertanyaan why, mengarah terus lebih dalam untuk menggambarkan tindakan balasan yang efektif. Analisa akar penyebab utama menggunakan 5

19 22 Whys: Gambar 2.3 Analisa 5whys Keuntungan menggunakan 5 Whys: 1. Simple mudah digunakan dan tidak memerlukan matematika ataupun peralatan. 2. Efektif membantu dengan cepat gejala penyebab permasalahan dan mengidentifikasinya

Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dengan Metode Human Factor Analysis and Classification System di perusahaan Fabrikator Pipa

Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dengan Metode Human Factor Analysis and Classification System di perusahaan Fabrikator Pipa Proceeding 1 st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 2581 2653 Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dengan Metode Human Factor Analysis and Classification System di perusahaan Fabrikator

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Human Factor Analysis and Classification System, 5whys, Kecelakaan Kerja ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci: Human Factor Analysis and Classification System, 5whys, Kecelakaan Kerja ABSTRACT Analisis Kecelakan Kerja dengan Menggunakan Metode Human Factor Analysis and Classification System (HFACS) dan 5WHYS di Divisi Stamping PT.Mekar Armada Jaya MOHAMMAD FAHD, NIA BUDI PUSPITASARI *), RANI

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori. Gambar 2. 1 Swiss Cheese model Sumber : faalessons.workforceconnect.org, diakses Juli 2007

BAB II Dasar Teori. Gambar 2. 1 Swiss Cheese model Sumber : faalessons.workforceconnect.org, diakses Juli 2007 BAB II Dasar Teori 2.1 Mekanisme Terjadinya Kecelakaan Terjadinya suatu kecelakaan seringkali melibatkan berbagai faktor yang mempengaruhi. Suatu kecelakaan tidak selalu serta merta terjadi tanpa adanya

Lebih terperinci

Mengkaji Kelengkapan Human Factors Analysis And Classification System (HFACS) dari Sisi Budaya berdasarkan Dimensi Budaya dari Trompenaars

Mengkaji Kelengkapan Human Factors Analysis And Classification System (HFACS) dari Sisi Budaya berdasarkan Dimensi Budaya dari Trompenaars Mengkaji Kelengkapan Human Factors Analysis And Classification System (HFACS) dari Sisi Budaya berdasarkan Dimensi Budaya dari Trompenaars Iftikar Z. Sutalaksana, Edwina Dwi Sadika Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Proses pembangunan proyek konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan industri konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri konstruksi di Indonesia memiliki peluang pertumbuhan yang baik. Hal tersebut terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi di segala bidang maka perindustrian di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi di segala bidang maka perindustrian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan adanya globalisasi di segala bidang maka perindustrian di Indonesia juga mengalami perubahan yang besar. Perubahan ini ditandai dengan bertambah majunya

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA MAKALAH KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Oleh : Viviany Angela Kandari NIM : 16202111018 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2017 1 DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Edwin B. Flippo (1995), adalah pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN PERKERETAAPIAN DI INDONESIA RAILWAY SAFETY LEVEL EVALUTION IN INDONESIA

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN PERKERETAAPIAN DI INDONESIA RAILWAY SAFETY LEVEL EVALUTION IN INDONESIA EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN PERKERETAAPIAN DI INDONESIA RAILWAY SAFETY LEVEL EVALUTION IN INDONESIA Purwoko Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Jl. Medan Merdeka Timur No. 5 Jakarta Pusat

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN SDM. Program keselamatan, kesehatan kerja Hubungan industrial Organisasi serikat pekerja

PEMELIHARAAN SDM. Program keselamatan, kesehatan kerja Hubungan industrial Organisasi serikat pekerja PEMELIHARAAN SDM Fungsi Pemeliharaan (maintenance) berkaitan dengan upaya mempertahankan kemauan dan kemampuan kerja karyawan melalui penerapan beberapa program yang dapat meningkatkan loyalitas dan kebanggaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian K3 Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

Lebih terperinci

3. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Berhubungan Perilaku Yang Dapat Diterima Dan Tidak Dapat Diterima 6

3. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Berhubungan Perilaku Yang Dapat Diterima Dan Tidak Dapat Diterima 6 DAFTAR ISI Pendahuluan Halaman ii Daftar Isi iii 1. Maksud dan Tujuan 1 2. Latar Belakang 1 3. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Berhubungan 2 4. Kesalahan Manusia 2 5. Definisi - definisi 4

Lebih terperinci

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek 2012 Oleh: Arrigo Dirgantara 1106069664 Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2012 Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda. Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda. Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecelakaan Kerja Pengertian kecelakaan kerja berdasarkan Frank Bird Jr adalah kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi dan menyebabkan kerugian pada manusia dan harta benda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Area dari keselamatan kerja dalam dunia rekayasa mencakup keterlibatan manusia baik para pekerja, klien, maupun pemilik perusahaan. Menurut Goetsch

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang No. 18 tahun 1999, Bidang jasa konstruksi merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat rentan terhadap kecelakaan

Lebih terperinci

INFORMATION & OPERATION PERTEMUAN 6 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

INFORMATION & OPERATION PERTEMUAN 6 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT INFORMATION & OPERATION PERTEMUAN 6 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT Outline Pemahaman Proses Komponen Pengantar Kecelakaan lalu lintas terjadi karena pengemudi lalai menggunakan ponsel ketika

Lebih terperinci

: Kecelakaan kerja, Minor Injury, Traffic accident, HFACS-MI, Unsafe Act

: Kecelakaan kerja, Minor Injury, Traffic accident, HFACS-MI, Unsafe Act ANALISIS TRAFFIC ACCIDENT DI INDUSTRI TAMBANG BATU BARA DENGAN METODE HUMAN FACTOR ANALYSIS AND CLASSIFICATION SYSTEM-MINING INDUSTRY (HFACS-MI) (Studi Kasus di PT X Rantau Distrik KCMB) ABI HASBI ASSHIDIQI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Mangkunegara (2000) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Mangkunegara (2000) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja tidak pernah terlepas dari masalah yang terkait dengan kecelakaan, kesehatan dan keselamatan pada saat bekerja yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI Kami PT Bening Tunggal Mandiri berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan bisnis perusahaan berdasarkan aspek HSE. PT Bening Tunggal Mandiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Dalam penelitian terdahulu, ada dua penelitian yang meneliti tentang analisis keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja karyawan terhadap

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN 146 KUISIONER PENELITIAN ANALISIS PENGARUH PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) OHSAS 18001 TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PT. COCA COLA AMATIL MEDAN Petunjuk Pengisian:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sumber Daya Manusia Manusia sebagai sumber daya pada mulanya diartikan tenaga kerja manusia ditinjau secara fisiknya saja. Dengan kemampuan fisiknya manusia berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak dikehendaki yang dapat menyebabkan cidera, sakit, atau kerusakan material. Kecelakaan tidak terjadi begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia ditandai dengan adanya bermunculan proyek yang dibangun baik oleh pemerintah maupun oleh swasta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga manusia dalam bidang industri. Dengan diketemukannya mesin serta

BAB I PENDAHULUAN. tenaga manusia dalam bidang industri. Dengan diketemukannya mesin serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan dan mengembangkan perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam program untuk meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan dalam bahasa Inggris disebut health, kesehatan menurut UU No.36 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan dalam bahasa Inggris disebut health, kesehatan menurut UU No.36 tahun 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan dan kesehatan kerja secara harfiah terdiri dari tiga suku kata yaitu keselamatan, kesehatan dan kerja. Keselamatan berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi telah membawa dampak perubahan peradaban dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri. Industrialisasi akan selalu diikuti oleh penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kepuasan Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang pengetahuan memiliki pengertian yang berlainan tentang kepuasan, adapun berbagai macam pengertian

Lebih terperinci

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Tujuan Pembelajaran Setelah melalui penjelasan dan diskusi 1. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan Penerapan K3 sekurang-kurangnya 3 buah 2. Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

Farida Tasya, Ridwan Zahdi Syaaf.

Farida Tasya, Ridwan Zahdi Syaaf. 1 Kajian Kecelakaan Lalu Lintas Tambang di PT SS Jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Konsep Sistem Pertahanan Swiss Cheese Model Menggunakan Human Factors Analysis and Classification

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang akan dilakukan oleh setiap bangsa dimanapun, baik Negara maju maupun Negara berkembang tidak terkecuali Indonesia.

Lebih terperinci

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR NO DOKUMEN : P-AAA-HSE-11 STATUS DOKUMEN : MASTER COPY NO : NOMOR REVISI : 00 TANGGAL EFEKTIF : 01 JULI 2013 DIBUAT OLEH : DIPERIKSA OLEH : DISETUJUI OLEH : HSE MANAJEMEN REPRESENTATIF DIREKTUR

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Kelelahan Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

Manajemen Risiko Kelelahan Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Manajemen Risiko Kelelahan Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Solichul HA. BAKRI Referensi: -. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 -. Berbagai Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi tidak aman (unsafe condition). Keselamatan merupakan hal yang harus diutamakan dalam dunia penerbangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sistem yang berhubungan semua unsur yang berada dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS DENGAN KINERJA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS DENGAN KINERJA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS DENGAN KINERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan aktivitas-aktivitas bisnisnya, perusahaan harus mampu memanfaatkan sumber daya didalam perusahaan. Salah satu aspek sumber daya terpenting

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka melaksanakan pembangunan masyarakat dan menyumbang pemasukan bagi negara peranan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi diharapkan masih tetap memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic

Lebih terperinci

PERTEMUAN #1 PENGANTAR K3I (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI) TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

PERTEMUAN #1 PENGANTAR K3I (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI) TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI PENGANTAR K3I (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI) PERTEMUAN #1 TKT302 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produktivitas 2.1.1 Pengertian Produktivitas Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia kerja, perubahan dan tantangan terus berganti seiring dengan perkembangan industri. Keadaan ini menuntut sebuah perusahaan untuk selalu produktif. Sebuah

Lebih terperinci

1. Jelaskan tujuan dari sistem manajemen K3. Jawab : Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya,

1. Jelaskan tujuan dari sistem manajemen K3. Jawab : Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, Nama : Johanes Susanto NIM : 2021-21-046 Tugas online 2 1. Jelaskan tujuan dari sistem manajemen K3. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani,

Lebih terperinci

Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution

Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution TUGAS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN Dosen : Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc Ringkasan Chapter 12 Developing Business/ IT Solution Oleh : Shelly Atriani Iskandar P056121981.50 KELAS R50 PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, DRAFT PERBAIKAN RAPAT KEMKUMHAM TANGGAL 24 SEPT 2010 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen pada dasarnya memiliki arti yang sangat luas, pengertian manajemen dapat diartikan sebagai suatu seni dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu perusahaan karyawan yang sehat jasmani dan rohani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu perusahaan karyawan yang sehat jasmani dan rohani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perusahaan karyawan yang sehat jasmani dan rohani merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Untuk itu diperlukan berbagai macam fasilitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan. BAB II LANDASAN TEORI A. Keselamatan Kerja Menurut Tarwaka keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PUSTAKA. (performance). Menurut Sedarmayanti (2009 : 50), performance bisa

BAB II LANDASAN PUSTAKA. (performance). Menurut Sedarmayanti (2009 : 50), performance bisa BAB II LANDASAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Karyawan Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Menurut Sedarmayanti (2009 : 50), performance bisa diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan 14 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan di bidang industri menuntut perusahaan untuk mampu bersaing dan berkompetisi. Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi perusahaan sangat diperlukan

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Disusun oleh: Anggita Kintan Dewantari (135030207111116) Dhana Arissetio (135030201111123) Kevin Adri Geaviano (135030207111117) Muchtar Tsabit (135030207111122) Jurusan

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisa yang telah dilakukan terhadap data sekunder dan data primer dengan menggunakan analisa kualitatif serta setelah melalui validasi kepada para

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Solichul HA. BAKRI, et al Ergonomi untuk Keselamatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Mengelola Kelelahan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Manajemen Untuk memahami apa itu manajemen sumber daya manusia, kita sebaiknya meninjau terlebih dahulu pengertian manajemen itu sendiri. Manajemen berasal dari bahasa

Lebih terperinci

KELALAIAN MANUSIA DALAM KECELAKAAN PENERBANGAN, STUDI KASUS MENGGUNAKAN SWISS CHEESE MODEL

KELALAIAN MANUSIA DALAM KECELAKAAN PENERBANGAN, STUDI KASUS MENGGUNAKAN SWISS CHEESE MODEL KELALAIAN MANUSIA DALAM KECELAKAAN PENERBANGAN, STUDI KASUS MENGGUNAKAN SWISS CHEESE MODEL Tugas Akhir Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Sarjana Oleh : YAFIS AFI 13602013 Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang memerlukan penggunaan teknologi yang sangat maju. Adanya teknologi bisa memudahkan proses produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) merupakan ilmu yang diimplementasikan untuk membuat pekerja yang sedang bekerja di tempat kerja agar tetap sehat dan selamat. Menurut

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 100) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri di Indonesia saat ini berkembang sangat pesat,baik itu industri barang maupun jasa. Seiring dengan berjalannya perkembangan tersebut, telah memasuki

Lebih terperinci

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act)

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disiplin kerja adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu mentaati tata tertib (Anoraga, 2006). Bahwa sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. la besar tentu terdapat resiko kecelakaan kerja yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. la besar tentu terdapat resiko kecelakaan kerja yang cukup PENDAHULUAN BAB I A. Latar Belakang Berkembangnya sektor pertambangan tidak bisa lepas dari peran Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten di bidangnya. Proses ekplorasi dan produksi dari sumber daya

Lebih terperinci

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016 Materi #5 TIN211 - Keselamatan & Kesehatan Kerja Industri Definisi 2 Manajemen personalia, Istilah lain pengelolaan sumber daya manusia: Manajemen sumber daya manusia, Manajemen tenaga kerja. 6623 - Taufiqur

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014 I.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja, Produktivitas Karyawan, Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Pancadana Kota Batu.

Kata Kunci: Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja, Produktivitas Karyawan, Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Pancadana Kota Batu. ABSTRAK PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN (Studi Empiris Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Pancadana Kota Batu) Produktivitas kerja karyawan merupakan factor

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR 1 dari 5 DIKELUARKAN: 1. TUJUAN Untuk memastikan semua insiden yang terjadi diselidiki, tindakan perbaikan dan pencegahan telah dilaksanakan untuk setiap ketidaksesuaian, insiden (termasuk kecelakaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan selamat

Lebih terperinci

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT302 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT302 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang terpenting dalam suatu perusahaan maupun instansi pemerintah, hal ini disebabkan semua aktivitas dari suatu instansi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah

BAB V PEMBAHASAN. Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah BAB V PEMBAHASAN 1. Define Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah memenuhi OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.3 yaitu objektif dan program K3. Ada kemungkinan didapatkan temuan-temuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipelihara dan dikembangkan.oleh karena itu karyawan harus mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. dipelihara dan dikembangkan.oleh karena itu karyawan harus mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia merupakan peranan penting bagi keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan, karena manusia merupakan aset hidup yang perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalankan aktivitas aktivitas bisnisnya, perusahaan harus mampu memanfaatkan sumber daya didalam perusahaan. Salah satu aspek sumber daya terpenting didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki perkembangan era industrialisasi yang bersifat global seperti sekarang ini, persaingan industri untuk memperebutkan pasar baik pasar tingkat regional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksis. Masalah utama yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. eksis. Masalah utama yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya dunia industri, mengakibatkan munculnya masalahmasalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Masalah

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA TERHADAP SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA

PERSEPSI PEKERJA TERHADAP SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA PERSEPSI PEKERJA TERHADAP SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA Yohana Eko 1, Andrean Prasetya Wijaya 2, Andi 3 ABSTRAK : Budaya keselamatan kerja merupakan hal yang harus diterapkan

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3 Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3 Referensi: 6623 Taufiqur Rachman 2013 Rudi Suardi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Edisi I. PPM. Jakarta http://mufari.files.wordpress.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang

BAB I PENDAHULUAN. seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan suatu organisasi baik besar ataupun kecil ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berperan merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pencegahan dan pengawasan dalam melakukan berbagai hal. berkaitan dengan pekerjaan. Mangkunegara (2011:161), Keselamatan kerja

BAB II LANDASAN TEORI. pencegahan dan pengawasan dalam melakukan berbagai hal. berkaitan dengan pekerjaan. Mangkunegara (2011:161), Keselamatan kerja BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keselamatan Keselamatan adalah suatu bentuk perlindungan dengan upaya pencegahan dan pengawasan dalam melakukan berbagai hal. 2.1.1 Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sumber Bahaya Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian langsung maupun tidak langsung. Kerugian ini bisa dikurangi jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditunjuk atau ditetapkan untuk bertanggung jawab terhadap kegiatan keseharian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditunjuk atau ditetapkan untuk bertanggung jawab terhadap kegiatan keseharian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Project Manager Seorang project manager atau project manager adalah seseorang yang ditunjuk atau ditetapkan untuk bertanggung jawab terhadap kegiatan keseharian (day to day)

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN Modul ke: 13 Fakultas PSIKOLOGI PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN BAB XIII PROGRAM PELATIHAN Program Studi PSIKOLOGI Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi TIPE-TIPE PROGRAM PELATIHAN 1. Pelatihan Orientasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

SISTIM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) SESUAI PP NO. 50 TAHUN 2012

SISTIM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) SESUAI PP NO. 50 TAHUN 2012 SISTIM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) SESUAI PP NO. 50 TAHUN 2012 Pengantar Sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012, panduan yang digunakan oleh perusahaan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag BAB V PEMBAHASAN Dari hasil penelitian PT. Bina Guna Kimia telah melaksanakan programprogram keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag Out (LOTO) dan Line Breaking merupakan program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1. Tabel penelitian terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1. Tabel penelitian terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Berikut ini dicantumkan beberapa hasil dari penelitian terdahulu, yang dijadikan sebagai landasan empiris bagi peneliti, dalam bentuk tabel sebagai

Lebih terperinci

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 0:0: AM STANDAR AUDIT 0 TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERKAIT DENGAN KECURANGAN DALAM SUATU AUDIT

Lebih terperinci

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR Latar Belakang PP No. 50 Tahun 2012 PENGERTIAN PASAL 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia, karena tidak saja sangat penting dalam peningkatan jaminan sosial

Lebih terperinci

GEJALA MELEMAHNYA BUDAYA KESELAMATAN

GEJALA MELEMAHNYA BUDAYA KESELAMATAN GEJALA MELEMAHNYA BUDAYA KESELAMATAN Oleh : Suharno LOKAKARYA BUDAYA KESELAMTAN INSTALASI NUKLIR Jakarta 17 20 Mei 2005 1. PENDAHULUAN Kelemahan dapat memicu terjadinya keadaan keselamatan yang tidak stabil

Lebih terperinci

INVESTIGASI INSIDEN. Session Dosen Pengampu: Ir. Erwin Ananta, Cert.IV, MM

INVESTIGASI INSIDEN. Session Dosen Pengampu: Ir. Erwin Ananta, Cert.IV, MM INVESTIGASI INSIDEN Session - 04 Dosen Pengampu: Ir. Erwin Ananta, ert.iv, MM PENYEBAB INSIDEN ONTROLLABLE FATOR Unsafe Action 88% Unsafe ondition 10% Uncontrollabe Factor /Nasib 2% INIDENT Sasaran utama

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA TINDAKAN TIDAK AMAN DAN HUMAN RELIABILITY ANALYSIS (STUDI KASUS : OPERATOR FORKLIFT

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA TINDAKAN TIDAK AMAN DAN HUMAN RELIABILITY ANALYSIS (STUDI KASUS : OPERATOR FORKLIFT ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA TINDAKAN TIDAK AMAN DAN HUMAN RELIABILITY ANALYSIS (STUDI KASUS : OPERATOR FORKLIFT-PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA) Dwi Iin Novianti, Anda Iviana Juniani,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA MANAJEMEN K3

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA MANAJEMEN K3 #5 PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA MANAJEMEN K3 Definisi Istilah lain pengelolaan sumber daya manusia, antara lain: manajemen personalia, manajemen sumber daya manusia, manajemen tenaga kerja. Beberapa

Lebih terperinci