Farida Tasya, Ridwan Zahdi Syaaf.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Farida Tasya, Ridwan Zahdi Syaaf."

Transkripsi

1 1 Kajian Kecelakaan Lalu Lintas Tambang di PT SS Jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan Tahun 2012 Berdasarkan Konsep Sistem Pertahanan Swiss Cheese Model Menggunakan Human Factors Analysis and Classification System in Mining Industry (HFACS-MI) Farida Tasya, Ridwan Zahdi Syaaf Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok Abstrak Dalam setiap aktivitas pertambangan, terdapat potensi bahaya yang menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan. Jenis kecelakaan menabrak merupakan kecelakaan yang banyak terjadi pada operasi lalu lintas tambang jobsite PT SS dan kejadiannya cenderung berulang. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sistem pertahanan dalam mencegah kecelakaan sesuai dengan kerangka pikir Swiss Cheese Model. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui analisis data kecelakan lalu lintas tambang di salah satu jobsite di PT SS, suatu perusahaan kontraktor pertambangan batubara terbuka, dengan menggunakan Human Factors Analysis and Classification System in Mining Industry (HFACS-MI). Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 53 kasus kecelakaan lalu lintas tambang, permasalahan yang banyak ditemukan di antaranya adalah skill-based error, adverse mental states, coordination and communication, inadequate leadership, dan organizational process. Dapat disimpulkan bahwa sistem pertahanan yang ada untuk mencegah kecelakaan lalu lintas tambang masih belum optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan sistem pertahanan, baik yang ditargetkan kepada individu ataupun organisasi, agar risiko kecelakaan dapat dikendalikan. Kata Kunci: Kecelakaan lalu lintas tambang; tabrakan; sistem pertahanan; Swiss Cheese Model, HFACS-MI Abstract In mining process activities, there are potential hazards that poses a risk to be an accident. Collision is one of accident types that frequently happen on mining traffic operations jobsite PT SS and it has tendency to occur repeatedly. This study aimed to gain an overview of defences system in preventing accidents according to Swiss Cheese Model framework. The research was conducted with a qualitative approach through mining traffic accident data analysis in one of jobsite in PT SS, an open coal mining contractor company, using the Human Factors Analysis and Classification System in Mining Industry (HFACS-MI). Based on the analysis of 53 cases of mining traffic accidents, revealed that the most common problems were skill-based errors, adverse mental states, coordination and communication, inadequate leadership, and organizational process. It can be concluded that the existing defences system to prevent mining traffic accidents has not been optimal yet. Therefore, defences system improvement, either targeted to the individual or organizational, is needed to control accident risk. Key words: Mine traffic accident; collision; defences system; Swiss Cheese Model; HFACS- MI

2 2 PENDAHULUAN Industri pertambangan batubara merupakan salah satu usaha yang terus berkembang di dunia, termasuk di Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari peningkatan volume produksi batubara dari tahun ke tahun, baik di tingkat nasional maupun global [1]. Dalam setiap aktivitas industri pertambangan terdapat potensi bahaya yang dapat menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan yang berdampak pada keselamatan pekerja. Pertambangan berkontribusi besar terhadap jumlah kecelakaan kerja di dunia. Di Amerika Serikat, pertambangan merupakan industri dengan death rate tertinggi jika dibandingkan dengan industri lainnya, seperti pertanian, konstruksi, dan transportasi, berdasarkan jumlah kematian per pekerja [2]. Kementerian ESDM mencatat jumlah kecelakaan kerja dalam pertambangan batu bara dan mineral Indonesia selama tahun 2009 mencapai 303 jiwa yang meliputi 176 orang mengalami kecelakaan ringan, 83 orang mengalami kecelakaan berat, dan 44 orang meninggal [3]. Pandangan tentang bagaimana kecelakaan terjadi terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Sekitar tahun 1920, Heinrich melakukan penelitian dan menemukan bahwa faktor penyebab kecelakaan terdiri dari unsafe act sebesar 88%, unsafe condition sebesar 10%, dan faktor lainnya yang tidak terdefinisikan sebesar 2% [4]. Dari hasil studi tersebut, terbentuk suatu teori kecelakaan yang disebut Teori Domino dengan pandangan yang menitikberatkan pencegahan kecelakaan pada tindakan tidak selamat dan kondisi tidak selamat. Tindakan tidak selamat menjadi permasalahan utama yang menyebabkan kecelakaan terjadi. Sedangkan, dewasa ini, tindakan selamat dilihat sebagai suatu gejala yang timbul dari permasalahan-permasalahan faktor mendasar lainnya dalam organisasi [5] sehingga kecelakaan tidak lagi dilihat sebagai peristiwa individu, melainkan sebuah fenomena organisasi. Menurut Reason, kecelakaan yang terjadi dalam perusahaan bukan merupakan kecelakaan individu, melainkan kecelakaan organisasi di mana banyak pihak dalam organisasi perusahaan yang terlibat, baik individu ataupun keseluruhan manajemen, dan terdapat kontribusi berbagai faktor (pada tingkat organisasi yang berbeda [6]. Melalui teori Swiss Cheese Model, James Reason menjelaskan bahwa kecelakaan dalam organisasi terjadi karena adanya sistem pertahanan yang kurang optimal untuk mengendalikan hazard yang ada [7]. Kegagalan sistem pertahanan yang ada terbentuk dari kondisi laten dan kegagalan aktif. Tindakan tidak selamat merupakan suatu bentuk kegagalan aktif dalam sistem pertahanan tersebut, yakni berhubungan dengan peristiwa kecelakaan secara langsung. Sementara itu, kondisi laten dalam sistem organisasi tidak tampak secara langsung dan terakumulasi hingga memicu timbulnya kegagalan aktif ataupun berinteraksi dengan kegagalan aktif tersebut [6].

3 3 Kerangka Swiss Cheese Model telah digunakan sebagai metode penyelidikan kecelakaan dengan pengembangan detail-detail kegagalan pada tingkatan sistem pertahanan sesuai dengan karakteristik organisasi. Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) merupakan salah satu metode investigasi yang dikembangkan oleh Dr. Scott Shappell dan Dr. Douglas Wiegmann dari teori Swiss Cheese Model dan pertama kali digunakan di bidang penerbangan angkatan laut Amerika Serikat. HFACS mendeskripsikan human error pada empat tingkat sistem pertahanan, yaitu tindakan operator yang tidak selamat, prakondisi untuk tindakan tidak selamat, pengawasan yang tidak selamat, dan pengaruh organisasi [7,8]. Jessica M. Patterson & Dr. Scott Shappell memodifikasi framework HFACS untuk digunakan sebagai alat investigasi dan analisa kecelakaan di pertambangan Queensland, Australia, yaknni Human Factors Analysis Classification in Mining Industry (HFACS-MI). Terdapat beberapa penyesuaian dalam kategori-kategori HFACS-MI dengan karakteristik industri pertambangan. PT SS merupakan perusahaan nasional yang bergerak di bidang jasa pertambangan batubara. Berdasarkan data administratif Divisi SHE PT SS, 41% kecelakaan yang terjadi di seluruh jobsite selama tahun 2012 tergolong jenis kecelakaan menabrak. Kecelakaan menabrak merupakan kejadian di mana unit Alat-Alat Berat (A2B) atau sarana transportasi membentur objek lainnya hingga menimbulkan kerusakan atau cedera dan yang terjadi di lalu lintas operasi tambang. Kecelakaan menabrak juga merupakan jenis kecelakaan yang banyak terjadi di jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan. Berdasarkan data statistik Divisi SHE PT SS, frekuensi kejadian jenis kecelakaan menabrak di jobsite tersebut mengalami peningkatan tiap tahunnya. Property damage cost yang ditimbulkan dari kejadian tersebut juga mengalami peningkatan, hingga mencapai Rp 4 miliar di tahun Dengan kecenderung terjadinya jenis kecelakaan menabrak yang berulang pada lalu lintas operasi tambang di jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan dan besarnya kerugian yang dialami menimbulkan pertanyaan apakah upaya pencegahan kecelakaan lalu lintas tambang di PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan belum efektif, di mana sesuai kerangka pikir Swiss Cheese Model digambarkan bahwa kecelakaan terjadi karena sistem pertahanan dalam organisasi belum optimal. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sistem pertahanan pada kecelakaan lalu lintas tambang di PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan tahun 2012 dengan menggunakan model analisis Human Factors Analysis and Classification System in Mining Industry (HFACS-MI).

4 4 TINJAUAN TEORITIS Perspektif tentang Kecelakaan Terdapat beberapa pandangan mengenai bagaimana kecelakaan terjadi yang digambarkan dalam teori atau model kecelakaan. Fokus utama dalam perspektif mengenai kecelakaan terus berkembang dari masa ke masa, dimulai dari pandangan dengan konsep berpikir linier berupa rangkaian kejadian hingga pandangan yang lebih kompleks dan sistemik. Seiring dengan perkembangan teori atau model kecelakaan, pandangan terhadap keterlibatan manusia dalam kecelakaan juga turut berkembang. Kontribusi individu secara langsung dalam kecelakaan seringkali berupa tindakan tidak selamat. Terdapat beberapa pandangan yang menggambarkan kenapa tindakan tidak selamat dapat terjadi dan bagaimana dampak yang ditimbulkan dari tindakan tersebut terhadap keberlangsungan operasi, antara lain the plague model, the person model, the legal model, dan the system model [9]. The Plague Model berpandangan bahwa kekeliruan yang dilakukan manusia merupakan bagian dari sifat mendasar dalam karakteristik manusia. The Person Model berpandangan bahwa tindakan tidak selamat yang dilakukan oleh seseorang merupakan suatu pilihan individu itu sendiri karena manusia dilihat sebagai agen yang memiliki kebebasan dalam menentukan perilakunya sendiri. The Legal Model berpandangan bahwa kesalahan yang dilakukan seseorang hingga menimbulkan dampak yang merugikan merupakan bentuk kelalaian dan individu tersebut layak untuk mendapatkan sanksi hukum. Ketiga pandangan tersebut, Pandangan ini menitikberatkan kesalahan yang terjadi sepenuhnya kepada manusia. The System Model memiliki pandangan secara sistemik di mana tindakan tidak selamat tidak terjadi begitu saja hingga menyebabkan kecelakaan terjadi, melainkan terdapat faktor-faktor lainnya yang berkontribusi, baik organisasi ataupun sistem secara keseluruhan. Swiss Cheese Model yang dikembangkan oleh Reason merupakan salah satu model mengenai kecelakaan dengan pandangan the system model [9]. Melalui teori Swiss Cheese Model, Reason menggambarkan bahwa terdapat hubungan antara potensi bahaya (hazard), pertahanan (defences), dan kerugian (losses). Pertahanan yang dimaksud terdapat pada faktor manusia, teknis, dan organisasi [10]. Apabila kondisi sistem pertahanan kurang atau tidak memadai, potensi bahaya akan menembus palang pertahanan hingga kontak dengan individu atau asset yang rentan sehingga kerugian timbul. Berdasarkan konsep tersebut, kecelakaan terjadi ketika terdapat kegagalan atau kekurangan pada sistem pertahanan sehingga potensi bahaya yang ada tidak dapat dikendalikan [7]. Kegagalan atau kekurangan yang terjadi pada tingkatan sistem pertahanan dalam perusahaan digambarkan sebagai lubang-lubang pada tiap

5 5 lapisan pertahanan yang diilustrasikan seperti lubang-lubang pada lapisan keju. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan, perlu menutup lubang-lubang pada lapisan keju tersebut atau dengan kata lain memperbaiki kekurangan pada lapisan-lapisan sistem pertahanan agar potensi bahaya yang muncul dapat dikendalikan. Secara umum, dasar pemikiran dari Swiss Cheese Model yang dikemukakan oleh Reason menjelaskan bahwa terdapat interaksi antara kondisi laten dalam sistem organisasi (seperti desain, peralatan, pengawasan, prosedur, training, dan maintenance yang tidak memadai) dan tindakan tidak selamat yang dilakukan oleh manusia di tingkat operator sebagai bentuk kegagalan aktif, serta keduanya berkontribusi dalam kecelakaan [13]. Reason tidak menspesifikasi tiap-tiap lapisan pertahanan, namun hanya menekankan bahwa kegagalan atau kelemahan pada tingkatan sistem pertahanan terbentuk dari kondisi laten dan kegagalan aktif [9, 10]. Kondisi laten umumnya timbul dari ketidaksesuaian strategi atau keputusan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan. Keputusan tersebut akan mempengaruhi kinerja individu di tempat kerja, namun dampaknya tidak timbul dengan segera. Kondisi laten dapat memicu kemungkinan kegagalan aktif. Kondisi laten umumnya timbul dari ketidaksesuaian strategi atau keputusan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan. Keputusan tersebut akan mempengaruhi kinerja individu di tempat kerja, namun dampaknya tidak timbul dengan segera. Kondisi laten dapat memicu kemungkinan kegagalan aktif yang merupakan kegagalan yang secara langsung berkaitan dengan kejadian kecelakaan, yakni tindakan tidak selamat. Reason mengklasifikasikan tindakan tidak selamat atau kegagalan manusia (human failure) menjadi dua kategori, yaitu error dan violation [11]. Human error didefinisikan sebagai kegagalan dari tindakan yang direncanakan dalam mencapai hasil sesuai yang diharapkan, tanpa adanya campur tangan dari kejadian yang tidak terduga [11]. Berbeda dengan error, violation atau pelanggaran merupakan penyimpangan dari ketentuan-ketentuan dalam prosedur, standar, atau peraturan yang dilakukan secara sengaja. Berdasarkan intensi atau niat dari tindakan yang dilakukan, Reason mengklasifikasikan error menjadi dua tipe, yaitu slips/lapses dan mistakes [11]. Slips/lapses merupakan kegagalan dalam melaksanakan tindakan yang diharapkan secara tidak sadar. Slip/lapses berkaitan dengan performa skill-based, yakni kinerja individu dalam melakukan tugas rutin yang dan umumnya melibatkan keterampilan fisik dan motorik individu [11, 12]. Sedangkan, mistakes adalah kekeliruan dalam menentukan tindakan dengan tidak disengaja. Mistakes terbagi menjadi rule-based mistakes dan knowledge-based mistakes. Rule-based error terjadi saat individu melakukan prosedur yang keliru atau menerapkan prosedur yang salah secara tidak disengaja [12], dan knowledge-based

6 6 mistakes, terjadi ketika individu menghadapi situasi yang tidak dikenali dan tidak memiliki informasi atau pengetahuan yang cukup untuk menangani situasi tersebut [11]. Rule-based error umum terjadi pada kondisi-kondisi yang diatur dengan ketentuan dalam prosedur kerja, sedangkan knowledge-based error terjadi pada situasi yang tidak biasa. Human Factors Analysis and Classification System in Mining Industry (HFACS-MI) Human Factor Analysis and Classification System in Mining Industry (HFACS-MI) merupakan salah satu model investigasi dan analisis kecelakaan yang berlandaskan teori kecelakaan Swiss Cheese Model dari James Reason, khusus diterapkan di industri pertambangan [14]. Dalam HFACS-MI dijabarkan 21 kategori kegagalan sistem pertahanan dalam 6 tingkat sistem pertahanan. Penambahan satu tingkat sistem pertahanan faktor luar berupa faktor eksternal organisasi dilakukan untuk dapat mengevaluasi peranan faktor luar organisasi pada kecelakaan tambang [14]. Selain itu, terdapat beberapa penyesuaian dari kategori-kategori HFACS dalam HFACS-MI [14]. Tingkat pertama dari model HFACS-MI adalah unsafe act atau tindakan tidak selamat yang merupakan tindakan dari pekerja/operator yang secara langsung menyebabkan terjadinya kecelakaan [15]. Sesuai dengan HFACS yang dikembangkan sebelumnya, tindakan tidak selamat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu error dan pelanggaran. Pada HFACS-MI, error terbagi menjadi tiga tipe, yakni decision error, routine disruption, dan perceptual error. Sementara itu, pelanggaran terbagi menjadi dua, yaitu routine dan exceptional. Tingkat Kedua adalah precondition of unsafe acts atau prakondisi tindakan tidak selamat. Faktor di tingkat ini merupakan kondisi pendahulu yang mempengaruhi performa kerja dan dapat memicu terjadinya tindakan tidak selamat. Kondisi tersebut terdiri dari faktor lingkungan (environment factors), kondisi operator (condition of operators), dan faktor personalia/kepegawaian (personnel factors). Faktor lingkungan terbagi menjadi dua kategori, yakni faktor lingkungan fisik (physical environment) dan faktor lingkungan teknologi (technological environment). Kondisi faktor lingkungan yang buruk dapat menimbulkan kondisi yang berisiko untuk memicu terjadinya kecelakaan. Kondisi operator yang dimaksud berkaitan dengan kondisi mental (adverse mental states) dan kondisi fisik (adverse physiological states) saat bekerja serta keterbatasan fisik ataupun mental yang dimiliki oleh pekerja (pyhsical/mental limitations). Faktor personalia merupakan faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi kepegawaian dalam organisasi, meliputi koordinasi dan komunikasi

7 7 antar pekerja (coordination & communication) dan kesiapan karyawan untuk bekerja (personal readiness). Di tingkat ketiga, yakni unsafe leadership atau kepemimpinan tidak selamat. Tindakan seseorang yang berperan posisi pimpinan dapat mempengaruhi kinerja dan tindakan pekerja [15]. Posisi pimpinan yang dimaksud adalah atasan pada setiap jenjang/tingkat dalam organisasi, baik operasional ataupun manajemen. Tingkat sistem pertahanan ini terbagi menjadi empat kategori, yaitu kepemimpian yang tidak memadai (inadequate leadership), kegagalan dalam memperbaiki masalah yang diketahui (failure to correct known problems), perencanaan operasi yang tidak tepat (planned inappropriate operations), dan pelanggaran kepemimpinan (leadership violation). Tingkat keempat adalah organization influences atau pengaruh organisasi. Tingkat ini menelusuri dengan memperhatikan kekurangan pada tingkat tertinggi manajemen secara makro. Terdiri dari tiga kategori, yaitu manajemen sumber daya (resource management), iklim organisasi (organizational climate), dan proses organisasi (organizational process). Tingkat kelima atau tingkat terakhir pada HFACS-MI adalah outside factors atau faktor luar yang mencakup aspek eksternal organisasi yang dapat mempengaruhi sistem organisasi, meliputi faktor regulasi (regulatory factors) yang merupakan aspek pemerintahan dan faktor lain (other factors) seperti masyarakat yang berada di lokasi perusahaan, tuntutan hukum, dan kondisi perekonomian. METODE PENELITIAN Sumber data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Kajian sistem pertahanan dilakukan terhadap 53 kasus kecelakaan dengan kategori jenis kecelakaan menabrak yang tercatat dalam dokumen pencatatan insiden PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan selama tahun 2012 dengan meninjau dokumen laporan hasil investigasi kecelakaan. Dokumen laporan hasil investigasi kecelakaan PT SS berisi informasi yang berkaitan dengan kejadian insiden, yakni informasi umum kejadian, klasifikasi insiden, rincian/kronologis kejadian, dan hasil analisis penyebab kecelakaan yang ditentukan berdasarkan Root Cause Analysis Technique (RCAT) dari IRCA. Selain itu, peneliti juga menggunakan dokumen perusahaan lainnya yang terkait dengan penelitian sebagai data pendukung. Di samping itu, peneliti juga mengumpulkan data pendukung melalui teknik wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD).

8 8 Manajemen dan Analisis Data Peneliti menggunakan dua tahap analisis, yakni content analysis dan taxonomic analysis. Dalam hal ini, peneliti meninjau konten laporan hasil investigasi kecelakaan menabrak (narasi kejadian, keterangan wawancara, temuan investigasi, kesimpulan, dan rekomendasi tindakan perbaikan), hasil wawancara, dan hasil FGD. Selanjutnya, peneliti melakukan analisis taksonomi (taxonomic analysis) dengan mengkategorisasi kegagalan sistem pertahanan berdasarkan domain pada setiap kategori di tingkatan HFACS-MI. Ruang lingkup analisis dibatasi pada tingkatan tindakan operator yang tidak selamat (unsafe acts), prakondisi tindakan yang tidak selamat (precondition of unsafe acts), kepemimpinan yang tidak selamat (unsafe leadership), dan pengaruh organisasi (organizational influences). Klasifikasi pada kategori error di tingkat unsafe act menggunakan taksonomi error menurut Reason, yaitu skill-based error, rule-based error, dan knowledge-based error [11]. HASIL PENELITIAN Karakteristik Kecelakaan Kecelakaan lalu lintas tambang berdasarkan jenis kejadian adalah menabrak bundwall atau tanggul (28%), menabrak unit lain yang berada di depan (26%), menabrak unit yang berada di belakang (15%), menabrak unit lain di sampingnya (15%), dan menabrak peralatan atau boulder (15%). Menurut lokasi kejadian, kasus kecelakaan menabrak banyak terjadi di area over burden (OB) hauling road (25%). Selain itu, kecelakaan menabrak juga banyak terjadi di area tambang, yakni di area disposal (25%) dan area front (23%). Kasus lainnya (21%) terjadi di area kerja lainnya, antara lain pitshop, change shift area (CSA), sump, ROM, parkir RFU, dan workshop. Sebagian besar kecelakaan menabrak di lalu lintas tambang melibatkan section operation (89%). Proporsi kasus kecelakaan menabrak terbesar berdasarkan posisi jabatan karyawan yang terlibat adalah driver Dump Truck (DT) (75%) dan operator Alat Angkut Berat (A2B) (13%), antara lain Dozer (DZ) atau Hauling Truck (HT). Pada karyawan section HRGA, kecelakaan menabrak yang menimpa driver trailer sebanyak 4 kasus (8%) dan Kecelakaan driver sarana dan support sebanyak 1 kasus (2%). Terdapat 1 kasus kecelakaan menabrak yang menimpa mekanik/helper. Kecelakaan sering kali terjadi pada shift kerja III (57%) yang beroperasi pukul WITA. Kecelakaan pada shift tersebut berulang kali terjadi pada rentang waktu pukul WITA. Di samping itu, kecelakaan juga banyak terjadi pada shift kerja I yang beroperasi pukul WITA, yakni pada rentang waktu pukul WITA dan WITA.

9 9 Kajian dengan HFACS-MI Hasil kajian sistem pertahanan berdasarkan kategori HFACS-MI dalam 53 kasus kecelakaan menabrak di lalu lintas tambang PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil tinjauan data sekunder, faktor kegagalan sistem pertahanan pada setiap kasus kecelakaan dapat teridentifikasi lebih dari satu faktor kegagalan (multifaktor) dalam setiap kategori. Maka dari itu, persentase kategori pada tiap tingkatan HFACS-MI jika dijumlahkan dapat melebihi 100% karena pada suatu kasus kecelakaan dapat berkaitan dengan lebih dari satu kategori. Tabel 1. Frekuensi dan Persentase Kegagalan Sistem Pertahanan pada Kecelakaan Lalu Lintas Tambang di PT SS Jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan Tahun 2012 Kategori HFACS-MI Organizational Influences N (%) Kasus Kecelakaan (N = 53) Resource Management 12 (22,6) Organizational Climate 0 (0) Organizational Process 15 (28,3) Unsafe Leadership Inadequate Leadership 29 (54,7) Planned Inappropriate Operations 3 (5,7) Failure to Correct Known Problem 9 (17,0) Leadership Violations 2 (3,8) Precondition of Unsafe Acts Environmental Factors Physical Environment 19 (35,8) Technical Environment 10 (18,9) Condition of Operators Adverse Mental States 42 (79,2) Adverse Physiological States 5 (9,4) Physical & Mental Limitation 2 (3,8) Personnel Factors Communication & Coordination 23 (43,4) Personal Readiness 13 (24,5) Unsafe Acts Skill based Errors 43 (81,1) Rule based Error 13 (24,5) Knowledge based Errors 5 (9,4) Violation 19 (35,8)

10 10 Kegagalan sistem pertahanan di tingkat organizational influences yang teridentifikasi dalam 43,3% kecelakaan adalah kategori organizational process (28%) dan kategori resource management (23%). Permasalahan pada organizational process berkaitan dengan pengelolaan prosedur operasi yang menunjang pelaksanaan aktivitas organisasi beserta pengelolaan sistem manajemen keselamatan dan program manajemen risiko. Pada kategori resource management, permasalahan yang ditemukan meliputi manajemen sumber daya fisik (seperti pengadaan, perawatan dan perbaikan fasilitas fisik operasi) dan manajemen sumber daya manusia (seperti sistem pengembangan dan pelatihan, rekrutmen dan pengalokasian tenaga kerja). Kategori organizational climate tidak teridentifikasi dalam data kecelakaan yang dianalisis. Kegagalan di tingkat unsafe leadership teridentifikasi dalam 57% kasus kecelakaan yang dianalisis. Kategori yang banyak teridentifikasi dalam kasus yang dianalisis adalah inadequate leadership (55%), yakni terkait permasalahan pada aspek bimbingan dan pengawasan operasi dan pelaksanaan program pelatihan. Kategori selanjutnya adalah failure to correct known problem (17%) yang meliputi permasalahan identifikasi, pelaporan, dan tindakan perbaikan terhadap potensi bahaya dan risiko yang ditemukan selama operasi kerja. Kegagalan di tingkat unsafe acts dan precondition of unsafe acts teridentifikasi dalam seluruh kasus kecelakaan. Pada tingkat precondition of unsafe acts, aspek yang memiliki kontribusi terbesar dalam kasus kecelakaan adalah adverse mental states (79%) pada condition of operators, selanjutnya adalah communication & coordination (43%) pada personnel factors, dan physical environment (36%) pada environment factors. Penurunan kondisi mental yang dialami oleh operator dalam sebagian besar kecelakaan lalu lintas tambang adalah kesadaran/awareness terhadap kondisi atau situasi (76% kasus) dan berkaitan juga dengan stres psikologis.di samping kondisi mental, faktor kondisi pekerja lainnya yang berkontribusi dalam kejadian menabrak adalah adverse physiological states berupa kelelahan saat bekerja atau fatigue (6% kasus) akibat rest time yang kurang atau beban kerja yang melebihi kapasitas. Permasalahan utama dalam kategori personnel factors merupakan proses komunikasi (42%) antar karyawan dalam operasi kerja. Kondisi area kerja (26%) menjadi faktor terbesar dalam kategori physical environment yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan menabrak di lalu lintas operasi tambang PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan.

11 11 Faktor 'Prakondisi Tindakan Tidak Selamat' Kesadaran/awareness (CM) Komunikasi (PC) Kondisi area kerja (EP) Pengalaman pekerja (PR) Pengunaan waktu istirahat (PR) Kondisi alat dan peralatan (ET) Housekeeping (EP) Rambu/tanda peringatan (ET) Kelelahan/fatigue (CP) Psikologis (CM) Desain area kerja (ET) Kondisi medis (CP) Keterbatasan mental (CL) Kebugaran fisik (PR) Desain alat dan peralatan (ET) Koordinasi (PC) 11,3% 9,4% 7,5% 7,5% 5,7% 5,7% 3,8% 3,8% 3,8% 3,8% 3,8% 1,9% 1,9% 26,4% 41,5% 75,5% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Persentase Faktor (N = 53) Gambar 1. Distribusi Faktor-Faktor Sistem Pertahanan di Tingkat Precondition of Unsafe Acts pada Kecelakaan Lalu Lintas Tambang di PT SS Jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan Tahun 2012 Berdasarkan hasil analisis, didapati bahwa kategori kegagalan yang banyak terjadi di tingkat unsafe acts adalah skill-based error (81%), selanjutnya adalah violation (36%), rulebased error (25%), dan knowledge-based (9%). Kejadian skill-based error dalam kecelakaan lalu lintas antara lain berupa teknik/cara kerja dalam mengoperasikan unit (41% kasus), ketepatan waktu (21%), dan kegagalan dalam pelaksanaan tugas (19%). Sementara itu, rulebased error yang dialami pekerja dalam kecelakaan didasari oleh kekeliruan persepi terhadap situasi (13% kasus) dan pemahaman prosedur (8%). Violation atau pelanggaran yang dilakukan oleh operator seluruhnya merupakan penyimpangan terhadap ketentuan dalam peraturan dan prosedur operasi kerja. Faktor ' Tindakan Tidak Selamat' Teknik/cara kerja (ES) Peraturan dan prosedur kerja (V) Ketepatan waktu (ES) Pelaksanaan tugas (ES) Persepsi (ER) Pemahaman prosedur (ER) Situasi darurat (EK) Prosedur (EK) Prioritas kerja (ER) Penggunaan alat/peralatan/apd (ER) Pengetahuan bahaya dan risiko (EK) 20,8% 18,9% 13,2% 7,5% 3,8% 3,8% 1,9% 1,9% 1,9% 41,5% 35,8% 0% 10% 20% 30% 40% 50% Persentase Faktor (N = 53) Gambar 2. Distribusi Faktor-faktor Sistem Pertahanan di Tingkat Unsafe Acts pada Kecelakaan Lalu Lintas Tambang di PT SS Jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan Tahun 2012

12 12 PEMBAHASAN Organizational Influences Sebagian besar kegagalan organisasi yang teridentifikasi dalam kasus yang dianalisis adalah kategori organizational process (28%). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian lainnya dari para ahli [15, 16]. Kegagalan yang banyak terjadi berkaitan dengan prosedur. Salah satu contoh permasalahan terkait faktor prosedur yang ditemukan dari hasil analisis kasus kecelakaan menabrak adalah prosedur belum diterapkan secara konsisten dan belum diketahui oleh semua pihak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di mana permasalahan dalam prosedur organisasi merupakan faktor kegagalan yang juga banyak teridentifikasi, baik dalam kasus kecelakaan pertambangan di Amerika atau Australia [15]. Peningkatan dalam hal prosedur perlu dilakukan untuk mengurangi risiko kecelakaan dengan tidak hanya menyediakan prosedur, melainkan perlu memastikan bahwa prosedur yang tersedia selalu diperbaharui, dikomunikasikan kepada para karyawan, dan prosedur yang tersedia menggambarkan praktik operasi kerja yang selamat [15]. Oleh karena itu, prosedur yang sudah tersedia perlu ditinjau kembali untuk memastikan bahwa prosedur masih sesuai dengan praktik kerja di lapangan. Terdapat kebijakan pengendalian dokumen yang diatur dalam Standar Prosedur Pengelolaan Dokumen dan Catatan bahwa seluruh dokumen yang digunakan sebagai acuan operasional PT SS harus selalu ditinjau kembali oleh masing-masing departemen terkait atau pemilik proses minimal dua tahun sekali. Namun, hal tersebut masih belum diterapkan dengan baik, termasuk di jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan. Kegagalan dalam organization process lainnya yang juga banyak ditemukan adalah aspek safety management system & risk management program (13%), antara lain berkaitan dengan program fatigue management, pelaksanaan Management of Change, dan Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA). Program fatigue mangement di PT SS terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu Supervisor Fatigue Observation (SFO), checklist bugar selamat, dan fatigue awareness melalui komunikasi radio dan monitor jigsaw, serta edukasi karyawan beserta anggota keluarganya melalui Training Rest Management. Management of Change di jobsite PT SS masih belum terlaksana dengan baik, terdapat kekurangan dalam identifikasi dan pelaporan tindakan perubahan, serta implementasi commissioning. Aspek resource management atau manajemen sumber daya di tingkat organisasi berkaitan dengan kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan pengalokasian dan pemeliharaan sumber daya perusahaan yang terdiri dari alat/peralatan, fasilitas, keuangan, dan

13 13 karyawan [14]. Permasalahan manajemen sumber daya yang banyak ditemukan dalam kasus menabrak di PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan adalah manajemen sumber daya fisik (15%), di antaranya adalah desain area operasi tidak sesuai, kurangnya daya dukung material, tidak ada evaluasi pada alat yang dimodifikasi, keterbatasan sarana untuk pemeliharaan jalan. Timbulnya kondisi berbahaya di area operasi dipengaruhi oleh kurangnya daya dukung material dan pelaksanaan maintenance yang tidak optimal akibat banyak unit dozer (DZ) yang mengalami breakdown. Permasalahan dalam manajemen sumber daya manusia (8%) juga ditemukan dalam beberapa kasus kecelakaan yang dianalisis, antara lain sistem pelatihan operator tidak memadai, tidak ada penempatan dumpman pada beberapa area disposal, proses seleksi yang tidak memadai, dan keterbatasan sumber daya pengawas. Tidak ditemukan keterangan yang menggambarkan kegagalan pada aspek organizational climate dalam kasus yang dianalisis. Organization climate atau iklim organisasi merupakan atmosfir atau suasana kerja dalam organisasi yang dapat tergambar dalam struktur, budaya, dan kebijakan [14]. Beberapa contoh faktor iklim organisasi adalah pendelegasian wewenang, kebijakan perusahaan, dan kebiasaan dalam organisasi [17]. PT SS telah memiliki kebijakan tertulis mengenai keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan yang telah dikomunikasikan secara tertulis dan lisan. Namun, berdasarkan keterangan dalam data audit internal SMK3L PT SS di jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan pada tahun 2011 dan 2012, beberapa karyawan masih belum memahami apa yang harus dilakukan terkait dengan kebijakan K3L PT SS. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kebijakan tersebut belum tertanam dengan baik pada karyawan. Komitmen manajemen terhadap keselamatan merupakan salah satu faktor yang secara konsisten menggambarkan iklim keselamatan di organisasi [18]. Dalam studi yang dilakukan oleh Lekka et al., ditemukan bahwa komitmen manajemen terhadap keselamatan dan penegakan kebijakan keselamatan yang konsisten memiliki keterkaitan yang positif dengan persepsi terhadap iklim keselamatan di organisasi dan tingkat perilaku berisiko [18]. Komitmen organisasi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dapat meliputi prioritas K3 dalam operasi kerja dan penyediaan sumber daya untuk mendukung operasi yang selamat [18]. Operasi di lapangan terkadang masih belum memperhatikan nilai keselamatan dikarenakan tuntutan produksi. Salah satu praktik dan perilaku manajemen pada tiap tingkat pimpinan untuk menunjukan komitmen terhadap K3 memiliki lingkup keterlibatan yang berbeda [18]. Pada tingkat senior management, salah satu pembuktian komitmen yang nyata terhadap K3 adalah menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi K3. Sementara itu, komitmen di tingkat supervisor dapat ditunjukkan melalui komunikasi secara rutin dan

14 14 terlibat dalam kegiatan K3. Telah terdapat ketentuan mengenai keterlibatan manajemen dalam aktivitas K3, yakni dalam prosedur inspeksi terencana. Dalam prosedur tersebut disebutkan bahwa kegiatan inspeksi terencana dilakukan mulai dari tingkat Group Leader (GL) sampai dengan Manager/Project Manager/Deputy Project Manager. Namun, pada penerapannya masih belum optimal. Unsafe Leadership Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar faktor kegagalan di tingkat ini termasuk dalam kategori inadequate leadership (67%) yang merupakan kondisi kepemimpinan tidak mendukung pelaksanaan operasi kerja yang selamat. Dalam penelitian ini, kategori failure to correct known problem juga cukup berkontribusi di tingkat unsafe leadership (21%). Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya [15, 19]. Faktor kegagalan kategori inadequate leadership yang banyak teridentifikasi dalam kasus kecelakaan berkaitan dengan bimbingan dan pengawasan (42%). Kegagalan yang terjadi antara lain tidak ada pengawasan pada saat operasi kerja, pengawasan operasi kerja tidak optimal, supervisor tidak melaksanakan pemantauan kondisi operator pada shift malam, pengawasan dan konseling program bugar selamat tidak optimal. Permasalahan tersebut timbul dari keterbatasan sumber daya pengawas di lapangan dan kompetensi pengawas yang belum memadai dalam memberikan bimbingan dan pengawasan operasi kerja. Penentuan kebutuhan pengawas operasi di jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan diperhitungkan berdasarkan rasio fleet, tetapi belum memperhatikan jarak jangkauan tiap fleet, umumnya satu pengawas bertanggungjawab terhadap 3 fleet. Dengan kondisi area operasi jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan yang cukup luas, beberapa lokasi operasi sering kali diluar jangkauan pengawas. Selain itu, sistem shift kerja pengawas tidak sesuai dengan shift kerja operator, di mana shift kerja pengawas terbagi menjadi dua shift dan shift kerja operator terbagi menjadi tiga shift, sehingga pengawasan operasi tidak berjalan dengan optimal. Dengan area operasi tambang yang luas dan terbatasnya jumlah pengawas, memungkinkan pekerja untuk beroperasi di luar jangkauan pengawasan manajemen [14]. Kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya sarana komunikasi yang komprehensif antara pengawas dan operator, baik melalui briefing sebelum melakukan tugas atau pun pemantauan melalui jaringan komunikasi [14]. Terdapat briefings pra operasi di jobsite PT SS yang menjadi salah satu bagian dari tugas dan tanggung jawab pengawas operasi, yakni tool box meeting atau disebut dengan Pembicaraan 5 Menit (P5M), namun konsistensi pelaksanaannya perlu diperhatikan.

15 15 Terkait dengan kompetensi pengawas, beberapa pengawas produksi di lapangan belum memahami risiko di area pengawasannya dengan baik. Berdasarkan data tahun 2012, pelatihan internal pembekalan POP untuk Departemen Produksi mencapai 77%. Beberapa pengawas lapangan masih belum mendapatkan training pembekalan POP (Pengawas Operasional Pertama). Di samping itu, telah dilaksanakan pelatihan safety leadership kepada pengawas operasi jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan (frontline supervisor). Pelatihan tersebut memberikan pemahaman mengenai tugas dan tanggung jawab pengawas operasi terkait K3L. Namun, pelaksanaan pelatihan tersebut untuk pengawas produksi baru mencapai 11%. Pada kategori Failure to Correct Known Problem, bentuk kegagalan yang banyak terjadi berkaitan dengan potensi bahaya dan risiko yang teridentifikasi tetapi tidak dilaporkan (9%). Jika keberadaan potensi bahaya tidak dilaporkan, maka suatu saat potensi bahaya tersebut dapat menimbulkan insiden karena karena belum terdapat pengendalian bahaya. Di samping itu, terdapat beberapa kejadian di mana kondisi berbahaya yang teridentifikasi tidak ditangani segera atau pelaksanaan maintenance tidak sesuai ketentuan. Precondition of Unsafe Acts Dari seluruh kegagalan pada kategori adverse mental states, faktor yang mendominasi sebagai prakondisi tindakan tidak selamat pada operator adalah faktor kesadaran (awareness) pekerja (76%). Kesadaran (awareness) pekerja ini perlu menjadi perhatian utama karena memiliki kontribusi yang besar sebagai faktor pendukung untuk operator melakukan tindakan tidak selamat. Faktor pekerjaan seperti karakteristik tugas, tekanan pekerjaan, beban kerja dan tingkat kerumitan merupakan aspek-aspek yang dapat mempengaruhi situation awareness pekerja [20,21]. Selain itu, terdapat faktor lainnya yaitu stres [20,21] dan motivasi [21]. Faktor kegagalan yang terjadi antara lain operator tidak memperhatikan kondisi sekitar, tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan, perhatian operator yang terbagi pada dua aktivitas, perhatian operator terdistraksi, perhatian operator hanya terfokus pada satu hal, dan mindset dalam melakukan pekerjaan. Temuan tersebut sejalan dengan aspek-aspek kegagalan situation awareness berdasarkan yang dikemukakan dalam penelitian Gordon et al., antara lain distraksi perhatian, kurang konsentrasi, perhatian yang teralihkan atau terbagi, persepsi yang tidak sesuai (misperception), dan terlalu fokus pada suatu hal [21]. Kondisi operasi tambang yang monoton dapat menjadi salah satu faktor yang mengurangi tingkat awareness operator saat mengoperasikan unit. Saat pekerja yang melaksanakan tugas yang sudah sering kali

16 16 dilakukan, perhatian terhadap pekerjaan cenderung kurang sehingga awareness pekerja menurun [22]. Saat ini PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan telah menerapkan pengendalian secara engineering dengan memasang fatigue alarm pada unit dump truck dan hauling truck. Alarm tersebut dapat berfungsi untuk mengendalikan fokus perhatian operator unit saat beroperasi dengan memberikan peringatan berupa bunyi dengan interval waktu tertentu agar konsentrasi operator tetap terjaga. Selain konsentrasi operator, permasalahan pada awareness pekerja yang banyak terjadi pada kasus kecelakaan menabrak adalah operator kurang memperhatikan lingkungan sekitar saat mengoperasikan unit. Penggunaan anti-collision system dapat menjadi pengendalian untuk meningkatkan kewaspadaan operator saat mengoperasikan unit [15]. Kategori adverse physiological states yang terkait dengan faktor kelelahan/fatigue saat bekerja (3%) dan faktor kondisi medis (2%) tidak berkontribusi secara signifikan pada kejadian menabrak di PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan. PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan telah memiliki pertahanan untuk mengatasi potensi timbulnya kelelahan atau gangguan kesehatan operator selama bekerja dengan menggunakan pengendalian engineering berupa fatigue alarm yang telah disebutkan sebelumnya dan pengendalian administratif melalui Fatigue Management yang terdiri dari program Supervisor Fatigue Observation (SFO), komunikasi fatigue awareness, checklist bugar selamat dan training rest management. Kegagalan dalam hal komunikasi yang terjadi dalam kasus kecelakaan menabrak PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan antara lain tidak ada komunikasi aktif antar operator unit, operator tidak berkomunikasi dengan supervisor, channel radio yang crowded, gagal untuk memberikan peringatan atau informasi, dan tidak tersedianya alat komunikasi. PT SS telah memiliki prosedur sistem komunikasi dengan radio yang menjelaskan mengenai ketentuan penggunaan radio komunikasi dalam operasi kerja. Namun, masih terdapat kekurangan dalam penerapannya, permasalahan komunikasi yang banyak terjadi adalah komunikasi antar operator saat beroperasi tidak dilakukan dengan baik. Faktor pada physical environment yang banyak ditemukan pada kecelakaan menabrak selama tahun 2012 di PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan berkaitan dengan kondisi area kerja. Kondisi-kondisi berbahaya yang muncul di area kerja tersebut dipengaruhi oleh efektifitas pelaksanaan maintenance area kerja. Ketersediaan alat dan personil operasi Pit Service masih belum memadai untuk penanganan area operasi jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan sehingga pelaksanaan maintenance seringkali terhambat. Selain maintenance area

17 17 kerja secara berkala, pengendalian kondisi area kerja juga dapat dilakukan dengan sistem identifikasi dan pelaporan kondisi berbahaya oleh pekerja atau pun sistem pemantauan kondisi area kerja oleh supervisor area. PT SS telah memiliki prosedur pelaksanaan inspeksi area kerja yang telah tercantum pada Manual Sistem Manajemen K3 PT SS dan Sistem Operasi PT SS, namun masih terdapat keterbatasan dalam pelaksanaannya. Selain itu, terdapat hazard report untuk pelaporan kondisi-kondisi berisiko yang teridentifikasi. Namun, permasalahan yang terjadi adalah penanganan dan follow-up terhadap temuan pada kedua program tersebut masih belum memadai Unsafe Acts Tindakan tidak selamat yang lebih banyak terjadi kasus kecelakaan menabrak tahun 2012 di PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan adalah error (tidak sengaja), dibandingkan dengan tindakan pelanggaran (sengaja). Skill-based error merupakan kegagalan yang paling banyak terjadi. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya [16, 19]. Kejadian error tersebut berkaitan dengan teknik kerja, ketepatan waktu dan gangguan pelaksanaan tugas. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh kemahiran dan tingkat kewaspadaan operator saat melaksanakan tugas. Seperti yang dikemukakan oleh Patterson & Shappell, strategi pengendalian yang perlu dilakukan terhadap faktor pelaksanaan tugas yang kurang hati-hati adalah meningkatkan kewaspadaan operator [19]. Salah satu bentuk pengendalian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan operator dan mencegah terjadinya kegagalan yaitu dengan menggunakan alarm pendeteksi jarak pada unit sehingga membantu operator untuk menjaga jarak aman dengan unit lain yang berada di sekitarnya [15]. Untuk aspek kecakapan operator dalam menyelesaikan tugas, ini PT SS di jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan telah melakukan refreshment training untuk karyawan yang selesai dari cuti lapangan, tetapi hanya dengan mengerjakan soal tertulis dalam satu hari. Untuk mengoptimalisasi refreshment training, perlu didukung dengan refreshment secara praktik untuk mengelola keterampilan pekerja sebelum kembali beroperasi di lapangan Di samping itu, tindakan rule-based error cukup banyak terjadi, yakni kekeliruan tindakan operator karena kurang memahami prosedur dan persepsi yang tidak sesuai. Saat ini, operator PT SS di jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan telah mendapatkan pelatihan safety awareness melalui induksi bagi operator yang baru mulai bekerja dan operator yang ditransfer. induksi dilaksanakan dengan memberikan informasi-informasi terkait aspek K3 dan prosedur kerja yang perlu diperhatikan selama beroperasi. Namun, pelaksanaan induksi

18 18 tersebut masih belum cukup efektif untuk memastikan pemahaman operator dalam penerapan prosedur-prosedur kerja yang disampaikan dalam pelatihan. Tindakan violation (pelanggaran) yang terjadi dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan pekerja terhadap peraturan kerja dan konsistensi penegakan peraturan oleh pengawas atau pihak pimpinan sehingga beberapa penyimpangan peraturan yang dilakukan operator menjadi suatu kebiasaan. KESIMPULAN PT SS telah melakukan beberapa upaya pengendalian sebagai bentuk sistem pertahanan untuk mencegah kecelakaan lalu lintas tambang di jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan. Namun, masih terdapat beberapa kelemahan pada sistem pertahanan tersebut sehingga kecelakaan menabrak di lalu lintas tambang masih banyak terjadi. Hasil yang diperoleh dari tinjauan ulang data kecelakaan lalu lintas tambang dalam penelitian ini dapat menggambarkan kebutuhan peningkatan sistem pertahanan perusahaan, baik pada individu ataupun organisasi, untuk dapat mengatasi potensi bahaya dan risiko yang ada sehingga kecelakaan dapat dicegah. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat menjadi feedback ataupun pembanding terhadap hasil analisis kecelakaan yang selama ini sudah dilakukan oleh perusahaan. Meskipun peneliti tidak menyertai tingkat Outside Factor dalam penelitian ini, beberapa aspek eksternal perusahaan juga ditemukan memiliki peranan dalam keberlangsungan operasi PT SS sebagai perusahaan kontraktor pertambangan, seperti kebijakan-kebijakan yang diberlakukan oleh perusahaan klien atau tanggung jawab sosial dengan masyarakat yang berada di lingkungan operasi perusahaan. SARAN Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap sistem pertahanan PT SS jobsite Tanjung, Kalimantan Selatan dalam kecelakaan lalu lintas tambang, saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan kinerja pengendalian potensi bahaya dan risiko kecelakan lalu lintas operasi tambang adalah dengan perbaikan sistem pertahanan sebagai berikut. Pencegahan Kondisi Laten Saran perbaikan sistem pertahanan untuk mencegah terjadinya kondisi laten yang dapat memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas tambang adalah sebagai berikut. a. Mengoptimalkan peninjauan ulang terhadap prosedur (SOP, WI, dan JSA) yang ada agar sesuai dengan perkembangan kondisi operasi di lapangan.

19 19 b. Mengoptimalkan penerapan Management of Change untuk setiap perubahan yang terjadi, baik perubahan pada alat dan peralatan operasi ataupun metode operasi. c. Meninjau ulang standar penentuan area dan sistem shift kerja pengawas operasi, serta mengoptimalkan pelaksanaan pelatihan Safety Leadership untuk pengawas operasi. d. Meninjau ulang kualitas pelaksanaan safety talk dan safety briefing sebagai forum komunikasi untuk penyampaian prosedur dan lesson learned. e. Meninjau ulang kualitas hazard report, inspeksi area kerja dan alat/peralatan kerja, serta tindak lanjut perbaikan terhadap temuan yang dilaporkan. f. Menyusun sistem pengembangan kompetensi khusus operator produksi sesuai kompetensi yang dibutuhkan untuk pengoperasian unit, serta mengoptimalkan pelaksanaan refreshment training dan induksi dengan pemberian orientasi lapangan dan/atau praktik dengan simulator dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam menerapkan prosedur, tidak hanya sebatas pengetahuan saja. Pencegahan Kegagalan Aktif Saran perbaikan sistem pertahanan untuk mencegah terjadinya kegagalan aktif (active failure) yang dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas tambang adalah sebagai berikut. a. Membedakan tindakan penanganan dan pemberian konsekuensi antara kejadian error dan pelanggaran. Pada tindakan error, pekerja membutuhkan bimbingan dan pembinaan secara khusus, tidak hanya sanksi secara administratif. b. Meningkatkan kewaspadaan operator saat mengoperasikan unit dengan memasang alarm pendeteksi jarak (Collision Avoidance System/CAS) pada unit operasi penambangan yang berisiko tinggi untuk menabrak, antara lain dump truck, bulldozer, dan excavator. c. Mengoptimalkan pelaksanaan Supervisor Fatigue Observation dan komunikasi fatigue awareness melalui radio pada waktu-waktu kritis, yakni pada rentang waktu dan d. Meninjau ulang kemampuan komunikasi dan koordinasi dalam operasi kerja, khususnya pada karyawan Departemen Operation di lapangan, terkait dengan penerapan teknik komunikasi secara efektif. e. Meningkatkan kedisiplinan dan motivasi karyawan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dan prosedur kerja dengan menjaga konsistensi penerapan sistem reward & punishment.

20 20 Selanjutnya, penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan menyertai Outside Factors untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi-kondisi eksternal yang mempengaruhi keberlangsungan organisasi perusahaan secara lebih mendalam. DAFTAR REFERENSI 1. Edy, Tjatur Sapto Pertambangan nasional kini dan mendatang. Bisnis Indonesia, Selasa 28 Juli (16 November 2012) 2. Goetsch, David L Occupational safety and health: For technologist, engineers, and managers. 5th Ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall. 3. Ciptapratama, Ade Analisis insiden unsafe act berdasarkan faktor prakondisi di PT Bukit Makmur Mandiri Utama Jobsite Lanna Harita Indonesia tahun Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia -- Depok. 4. Heinrich, H. W., Petersen, Dan, Ross, Nestor Industrial accident prevention: A safety management approach. New York: McGraw-Hill. 5. Mol, Tania Productive safety management. Burlington: Elsevier. 6. Reason, James Managing the risk of organizational accidents. Burlington: Ashgate. 7. Wiegmann, Douglas A. & Shappell, Scott A A human error approach to aviation accident analysis: The Human Factors Analysis and Classification System. Aldershot: Ashgate. 8. Wiegmann, Douglas A. & Shappell, Scott A A human error analysis of commercial aviation accidents using the Human Factors Analysis and Classification System (HFACS). Office of Aviation Medicine, Federal Aviation Administration, US Department of Transportation. DOT/FAA/AM-01/3. 9. Reason, James The human contribution: Unsafe acts, accident and heroic recoveries. Burlington: Ashgate. 10. Reason, James Managing the risk of organizational accidents. Burlington: Ashgate. 11. Reason, James Human error. New York: Cambridge University Press. 12. Sedam, Michael W Human error: A manageable certainty. Air Beat Magazine, November- December. 13. Salmon, Paul M., et al Human factors methods and accident analysis: Practical guidance and case study applications. Burlington: Ashgate. 14. Patterson, Jessica & Shappell, Scott Human factors in Queensland mining: QME project to improve identification and awarness of the role of human factors in mining incidents and accidents. Queensland: Simtars. 15. Patterson, Jessica Marie Human error in mining: A multivariable analysis of mining accidents/incidents in Queensland, Australia and The United States of America using The Human Factors Analysis and Classification System framework. Dissertation for the Degree Doctor of Philosophy Industrial Engineering. Clemson University. 16. Lenné, Michael G., et al A sytem approach to accident causation in mining: An Application of the HFACS method. Accident Analysis and Prevention, 48, Berry, Katherine Alice A meta-analysis of human factors analysis and classification system causal factors: Establishing benchmarking standards and human error latent failure pathway associations in various domains. Dissertation for the Degree Doctor of Philosophy Industrial Engineering.Clemson University. 18. Lekka, Chrysanthi, Healey, Nicola A review of the literature on effective leadership behaviours for safety. London: Health and Safety Executive. 19. Patterson, Jessica.M. & Shappell, Scott A Operator error and system deficiencies: Analysis of 508 mining incidents and accidents from Queensland, Australia using HFACS Accident Analysis and Prevention, 42, Endsley, Mica R Situation awareness in aviation systems. Garland, D.J., Wise, J. A., and Hopkin, V.D. (Eds.) Handbook of aviation human factors. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 21. Gordon, R et al Designing and evaluating a human factors investigation tool (HFIT) for accident analysis. Safety Science, 43, Sneddon, Anne, Mearns, Kathryn, and Flin, Rhona Situation awareness and safety in offshore drill crews. Cogn Tech Work, 8,

Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dengan Metode Human Factor Analysis and Classification System di perusahaan Fabrikator Pipa

Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dengan Metode Human Factor Analysis and Classification System di perusahaan Fabrikator Pipa Proceeding 1 st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 2581 2653 Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dengan Metode Human Factor Analysis and Classification System di perusahaan Fabrikator

Lebih terperinci

Mengkaji Kelengkapan Human Factors Analysis And Classification System (HFACS) dari Sisi Budaya berdasarkan Dimensi Budaya dari Trompenaars

Mengkaji Kelengkapan Human Factors Analysis And Classification System (HFACS) dari Sisi Budaya berdasarkan Dimensi Budaya dari Trompenaars Mengkaji Kelengkapan Human Factors Analysis And Classification System (HFACS) dari Sisi Budaya berdasarkan Dimensi Budaya dari Trompenaars Iftikar Z. Sutalaksana, Edwina Dwi Sadika Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Human Factor Analysis and Classification System, 5whys, Kecelakaan Kerja ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci: Human Factor Analysis and Classification System, 5whys, Kecelakaan Kerja ABSTRACT Analisis Kecelakan Kerja dengan Menggunakan Metode Human Factor Analysis and Classification System (HFACS) dan 5WHYS di Divisi Stamping PT.Mekar Armada Jaya MOHAMMAD FAHD, NIA BUDI PUSPITASARI *), RANI

Lebih terperinci

: Kecelakaan kerja, Minor Injury, Traffic accident, HFACS-MI, Unsafe Act

: Kecelakaan kerja, Minor Injury, Traffic accident, HFACS-MI, Unsafe Act ANALISIS TRAFFIC ACCIDENT DI INDUSTRI TAMBANG BATU BARA DENGAN METODE HUMAN FACTOR ANALYSIS AND CLASSIFICATION SYSTEM-MINING INDUSTRY (HFACS-MI) (Studi Kasus di PT X Rantau Distrik KCMB) ABI HASBI ASSHIDIQI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda. Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda. Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecelakaan Kerja Pengertian kecelakaan kerja berdasarkan Frank Bird Jr adalah kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi dan menyebabkan kerugian pada manusia dan harta benda.

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN PERKERETAAPIAN DI INDONESIA RAILWAY SAFETY LEVEL EVALUTION IN INDONESIA

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN PERKERETAAPIAN DI INDONESIA RAILWAY SAFETY LEVEL EVALUTION IN INDONESIA EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN PERKERETAAPIAN DI INDONESIA RAILWAY SAFETY LEVEL EVALUTION IN INDONESIA Purwoko Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Jl. Medan Merdeka Timur No. 5 Jakarta Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi di segala bidang maka perindustrian di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi di segala bidang maka perindustrian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan adanya globalisasi di segala bidang maka perindustrian di Indonesia juga mengalami perubahan yang besar. Perubahan ini ditandai dengan bertambah majunya

Lebih terperinci

Analisa Kecelakaan Menggunakan Metode Event and Casual Factor Analysis Pada Kecelakaan Menghilangkan Waktu Kerja Studi Kasus di PT.

Analisa Kecelakaan Menggunakan Metode Event and Casual Factor Analysis Pada Kecelakaan Menghilangkan Waktu Kerja Studi Kasus di PT. Analisa Kecelakaan Menggunakan Metode Event and Casual Factor Analysis Pada Kecelakaan Menghilangkan Waktu Kerja Studi Kasus di PT. Produsen Baja Mochammad Febry Wignyo Aminullah 1*, Rona Riantini 2, Mades

Lebih terperinci

K3 KONSTRUKSI BANGUNAN. Latar Belakang Permasalahan

K3 KONSTRUKSI BANGUNAN. Latar Belakang Permasalahan K3 KONSTRUKSI BANGUNAN Latar Belakang Permasalahan -Kegiatan Konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan -Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain yang

Lebih terperinci

Mukodas* Izhar M. Fihir** Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat ABSTRAK ABSTRACT

Mukodas* Izhar M. Fihir** Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat ABSTRAK ABSTRACT ANALISIS PENYEBAB TRAFFIC ACCIDENT MENGGUNAKAN HFACS-MI PADA OPERATOR ALAT BERAT BERDASARKAN DATA INSIDEN TAHUN 2012 DI PT PAMAPERSADA NUSANTARA JOBSITE KIDECO BATU KAJANG, KALIMANTAN TIMUR Mukodas* Izhar

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan 1. Identifikasi faktor-faktor yang dibutuhkan untuk perancangan SMK3 didapat berdasarkan analisis poinpoin PP RI no 50 Tahun 2012 yang belum terpenuhi pada saat

Lebih terperinci

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #9 Ganjil 2016/2017. TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #9 Ganjil 2016/2017. TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #9 Terminologi (1/4) 2 Tingkat Bahaya (Danger) Aman / Selamat (Safety) Risiko (Risk) Potensi Bahaya (Hazard) Zero Accident Tindakan Tidak Aman Kecelakaan (Accident) Insiden (Incident) 6623 - Taufiqur

Lebih terperinci

Terminologi. #7 - Pengelolaan Untuk Zero Accident TIN211 - K3I Taufiqur Rachman 1. Aman / Selamat (Safety) Resiko (Risk) Tingkat.

Terminologi. #7 - Pengelolaan Untuk Zero Accident TIN211 - K3I Taufiqur Rachman 1. Aman / Selamat (Safety) Resiko (Risk) Tingkat. Pengelolaan Untuk Zero Accident 6623 Taufiqur Rachman 2013 Terminologi Tingkat Bahaya (Danger) Aman / Selamat (Safety) Resiko (Risk) Potensi Bahaya (Hazard) Zero Accident Tindakan Tidak Aman Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per-05/MEN/1996 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Proses pembangunan proyek konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Hal tersebut menyebabkan industri konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS INSIDEN UNSAFE ACT BERDASARKAN FAKTOR PRAKONDISI DI PT BUKIT MAKMUR MANDIRI UTAMA JOBSITE LANNA HARITA INDONESIA TAHUN 2011 SKRIPSI

ANALISIS INSIDEN UNSAFE ACT BERDASARKAN FAKTOR PRAKONDISI DI PT BUKIT MAKMUR MANDIRI UTAMA JOBSITE LANNA HARITA INDONESIA TAHUN 2011 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS INSIDEN UNSAFE ACT BERDASARKAN FAKTOR PRAKONDISI DI PT BUKIT MAKMUR MANDIRI UTAMA JOBSITE LANNA HARITA INDONESIA TAHUN 2011 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

EVALUASI UNSAFE ACT, UNSAFE CONDITION, DAN FAKTOR MANAJEMEN DENGAN METODE BEHAVIOR BASED SAFETY PADA PROYEK APARTEMEN. Patricia 1, David 2 and Andi 3

EVALUASI UNSAFE ACT, UNSAFE CONDITION, DAN FAKTOR MANAJEMEN DENGAN METODE BEHAVIOR BASED SAFETY PADA PROYEK APARTEMEN. Patricia 1, David 2 and Andi 3 EVALUASI UNSAFE ACT, UNSAFE CONDITION, DAN FAKTOR MANAJEMEN DENGAN METODE BEHAVIOR BASED SAFETY PADA PROYEK APARTEMEN Patricia 1, David 2 and Andi 3 ABSTRAK : Perkembangan dunia properti menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Karyawan merupakan aset terpenting bagi organisasi, terlebih saat ini setiap organisasi mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Karyawan merupakan aset terpenting bagi organisasi, terlebih saat ini setiap organisasi mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Karyawan merupakan aset terpenting bagi organisasi, terlebih saat ini setiap organisasi mulai menerapkan sistem human capital. Pada sistem human capital

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian PT. Saptaindra Sejati adalah sebuah perusahaan kontraktor jasa pertambangan. Dan dalam proses produksi penambangannya menggunakan alat berat dimana dalam pengoperasiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang No. 18 tahun 1999, Bidang jasa konstruksi merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat rentan terhadap kecelakaan

Lebih terperinci

KAJIAN TAKSONOMI KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA MENGGUNAKAN HUMAN FACTORS ANALYSIS AND CLASSIFICATION SYSTEM (HFACS)

KAJIAN TAKSONOMI KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA MENGGUNAKAN HUMAN FACTORS ANALYSIS AND CLASSIFICATION SYSTEM (HFACS) 0793: H. Iridiastadi & E. Izazaya TR-51 KAJIAN TAKSONOMI KECELAKAAN KERETA API DI INDONESIA MENGGUNAKAN HUMAN FACTORS ANALYSIS AND CLASSIFICATION SYSTEM (HFACS) Hardianto Iridiastadi dan Eizora Izazaya

Lebih terperinci

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek 2012 Oleh: Arrigo Dirgantara 1106069664 Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2012 Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAGI OPERATOR HEAVY DUTY TRUCK SAPTAINDRA SEJATI SITE ADARO MINING OPERATION TANJUNG TABALONG KALIMANTAN SELATAN

BAGI OPERATOR HEAVY DUTY TRUCK SAPTAINDRA SEJATI SITE ADARO MINING OPERATION TANJUNG TABALONG KALIMANTAN SELATAN GAMBARAN MANAJEMEN KELELAHAN KERJA BAGI OPERATOR HEAVY DUTY TRUCK DI PT. SAPTAINDRA SEJATI SITE ADARO MINING OPERATION TANJUNG TABALONG KALIMANTAN SELATAN LAPORAN TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah

BAB V PEMBAHASAN. Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah BAB V PEMBAHASAN 1. Define Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah memenuhi OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.3 yaitu objektif dan program K3. Ada kemungkinan didapatkan temuan-temuan

Lebih terperinci

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI Perbaikan Berkesinambungan Dokumentasi 2 Dari 78 6.1 MANUAL SMKP 6.2 Pengendalian Dokumen 6.3 Pengendalian Rekaman 6.4 Dokumen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batubara menjadi semakin meningkat. Hal ini terjadi karena batubara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. batubara menjadi semakin meningkat. Hal ini terjadi karena batubara merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama dekade terakhir, industri pertambangan batubara menjadi primadona di bidang industri pertambangan. Sejalan dengan terjadinya peningkatan kebutuhan energi

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA TINDAKAN TIDAK AMAN DAN HUMAN RELIABILITY ANALYSIS (STUDI KASUS : OPERATOR FORKLIFT

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA TINDAKAN TIDAK AMAN DAN HUMAN RELIABILITY ANALYSIS (STUDI KASUS : OPERATOR FORKLIFT ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA TINDAKAN TIDAK AMAN DAN HUMAN RELIABILITY ANALYSIS (STUDI KASUS : OPERATOR FORKLIFT-PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA) Dwi Iin Novianti, Anda Iviana Juniani,

Lebih terperinci

7.1.Project Control. Schedule kunjungan ke lapangan dan partisipasi audit. Meninjau ulang temuan audit dan pelaporan perbaikan

7.1.Project Control. Schedule kunjungan ke lapangan dan partisipasi audit. Meninjau ulang temuan audit dan pelaporan perbaikan 7.1.Project Control Proyek Control bertanggung jawab kepada manajer lapangan perwakilan PT.Freeport Indonesia dan Dewan Direksi PT Prima Tunggal Javaland juga bertanggung jawab terhadap semua aktivitas

Lebih terperinci

PANDUAN ANALISIS AKAR MASALAH ( ROOT CAUSE ANALYSIS / RCA ) Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu metode analisis terstruktur yang

PANDUAN ANALISIS AKAR MASALAH ( ROOT CAUSE ANALYSIS / RCA ) Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu metode analisis terstruktur yang PANDUAN ANALISIS AKAR MASALAH ( ROOT CAUSE ANALYSIS / RCA ) A. Pengertian Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu metode analisis terstruktur yang mengidentifikasi akar masalah dari suatu insiden, dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. ABC adalah perusahaan penyedia jasa pertambangan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. PT. ABC adalah perusahaan penyedia jasa pertambangan yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. ABC adalah perusahaan penyedia jasa pertambangan yang memiliki lebih dari 25 tahun pengalaman di Indonesia. PT. ABC merupakan kontraktor yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bisnis mining & earthmoving contractor. Berawal dari divisi rental PT United

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bisnis mining & earthmoving contractor. Berawal dari divisi rental PT United BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT Pamapersada Nusantara (PAMA) adalah perusahaan yang bergerak dalam bisnis mining & earthmoving contractor. Berawal dari divisi rental PT United Tractors Tbk hingga

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI Kami PT Bening Tunggal Mandiri berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan bisnis perusahaan berdasarkan aspek HSE. PT Bening Tunggal Mandiri

Lebih terperinci

Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi Investigasi Kecelakaan Kereta Api (Studi Kasus di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi IV)

Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi Investigasi Kecelakaan Kereta Api (Studi Kasus di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi IV) Performa (2014) Vol. 13, No.1: 81-90 Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi Investigasi Kecelakaan Kereta Api (Studi Kasus di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi IV) Wiwik Budiawan *, Sriyanto, dan

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA TERHADAP SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA

PERSEPSI PEKERJA TERHADAP SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA PERSEPSI PEKERJA TERHADAP SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA Yohana Eko 1, Andrean Prasetya Wijaya 2, Andi 3 ABSTRAK : Budaya keselamatan kerja merupakan hal yang harus diterapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 menjadikan kawasan regional ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500

Lebih terperinci

Iftikar Z Sutalaksana 1, Tahera Kania 2 1,2,)

Iftikar Z Sutalaksana 1, Tahera Kania 2 1,2,) Pengujian Keandalan Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) Lapisan Unsafe Acts dan Unsafe Supervision Menggunakan Metode Index of Concordance Iftikar Z Sutalaksana 1, Tahera Kania 2 1,2,)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya adalah pertambangan. Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) merupakan ilmu yang diimplementasikan untuk membuat pekerja yang sedang bekerja di tempat kerja agar tetap sehat dan selamat. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean

BAB V PEMBAHASAN. Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean BAB V PEMBAHASAN A. Komitmen terhadap Manajemen Risiko Ditinjau dari Kebijakan Mutu dan K3L pada Proyek Jalan Layang Khusus Busway Kapten Tendean Blok.M Cileduk Paket Kapten Tendean PT Adhi Karya (Persero)

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN DAN USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA BAGIAN AUTOMOTIVE COMPONENT PT DPM

ANALISIS PENERAPAN DAN USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA BAGIAN AUTOMOTIVE COMPONENT PT DPM ANALISIS PENERAPAN DAN USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA BAGIAN AUTOMOTIVE COMPONENT PT DPM Mario Silda; Gunawarman Hartono; Robertus Tang Herman Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

Jumlah total skor jawaban tertinggi dari kuesioner.

Jumlah total skor jawaban tertinggi dari kuesioner. 35 Jumlah total skor jawaban tertinggi dari kuesioner. Kurang Baik : 1-2,25 Baik : 2,26-3 Analisis data yang digunakan adalah analis kualitatif dan kuantitatif. Hasil pengolahan data dianalisis untuk melihat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional adalah bidang ekonomi khususnya pada sektor industri. Pada sektor ini telah terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri konstruksi di Indonesia memiliki peluang pertumbuhan yang baik. Hal tersebut terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan laporan tahunan World Health Organization (2015) pada Global Status Report on Road Safety 2015, kecelakaan lalu lintas menjadi peringkat pertama dari sepuluh

Lebih terperinci

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR

PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 PT. SUCOFINDO CABANG MAKASSAR JLN. URIP SUMOHARJO NO 90A MAKASSAR Latar Belakang PP No. 50 Tahun 2012 PENGERTIAN PASAL 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Lebih terperinci

CONTRACTOR HSE MANAGEMENT SYSTEM HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTAL MANAGEMENT PLAN REQUIREMENT AND STANDARD

CONTRACTOR HSE MANAGEMENT SYSTEM HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTAL MANAGEMENT PLAN REQUIREMENT AND STANDARD CONTRACTOR HSE MANAGEMENT SYSTEM EXHIBIT H pertamina HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTAL MANAGEMENT PLAN REQUIREMENT AND STANDARD APRIL 2015 Bangkitkan Energi Negeri 1 INTRODUCTION Judul Identifikasi standar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAHAYA PADA PEKERJAAN GRINDING DI SEBUAH PERUSAHAAN MANUFAKTUR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SUCCESS LIKELIHOOD INDEX METHOD

IDENTIFIKASI BAHAYA PADA PEKERJAAN GRINDING DI SEBUAH PERUSAHAAN MANUFAKTUR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SUCCESS LIKELIHOOD INDEX METHOD IDENTIFIKASI BAHAYA PADA PEKERJAAN GRINDING DI SEBUAH PERUSAHAAN MANUFAKTUR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SUCCESS LIKELIHOOD INDEX METHOD Ratna Ayu Ratriwardhani 1) dan Mohamad Hakam 2) 1) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko

Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Manajemen Risiko Kelelahan: Preskriptif versus Pendekatan Berbasis Risiko Solichul HA. BAKRI, et al Ergonomi untuk Keselamatan, Keselamatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Mengelola Kelelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan wujud dari kewajiban sebuah perusahaan untuk melindungi pekerja berdasarkan amanah undang-undang (UU).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan dalam bahasa Inggris disebut health, kesehatan menurut UU No.36 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan dalam bahasa Inggris disebut health, kesehatan menurut UU No.36 tahun 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan dan kesehatan kerja secara harfiah terdiri dari tiga suku kata yaitu keselamatan, kesehatan dan kerja. Keselamatan berasal dari bahasa

Lebih terperinci

NO URUTAN LANGKAH TUGAS-TUGAS BAHAYA TINDAKAN DAN PROSEDUR YANG DISARANKAN

NO URUTAN LANGKAH TUGAS-TUGAS BAHAYA TINDAKAN DAN PROSEDUR YANG DISARANKAN BERI TANDA PADA PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN FATALITY PREVENTION ELEMENT (FPE) : BERI TANDA UNTUK IJIN PEKERJAAN YANG HARUS DILENGKAPI : 1.1.1 Gunakan PPE yang Standart 1.1.2 Memahami Prosedur Kerja

Lebih terperinci

APPENDIX A. Sumber dan Tujuan. Data. Arus Data. Proses Transformasi. Penyimpanan Data

APPENDIX A. Sumber dan Tujuan. Data. Arus Data. Proses Transformasi. Penyimpanan Data L 1 APPENDIX A Berikut ini adalah contoh simbol-simbol standar yang digunakan dalam diagram alir data yaitu : Simbol Nama Penjelasan Sumber dan Tujuan Data Orang dan organisasi yang mengirim data ke dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya pecegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Penelitian Sebelumnya Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan pustaka-pustaka yang mendukung. Pustakapustaka yang digunakan adalah penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. sesuai standar ISO 9001 di PT X. dan rekomendasi dari penulis kepada

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. sesuai standar ISO 9001 di PT X. dan rekomendasi dari penulis kepada BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan penutup yang berisi simpulan untuk menjawab pertanyaan dengan justifikasi hasil penelitian penerapan sistem manajemen mutu sesuai standar ISO 9001 di PT

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU KARYAWAN LAPANGAN PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) BANDUNG TERHADAP KESELAMATAN DAN KECELAKAAN KERJA 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU KARYAWAN LAPANGAN PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) BANDUNG TERHADAP KESELAMATAN DAN KECELAKAAN KERJA 2010 ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU KARYAWAN LAPANGAN PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) BANDUNG TERHADAP KESELAMATAN DAN KECELAKAAN KERJA 2010 Mutiara N.J, 2010; Pembimbing : July Ivone, dr., M.K.K.,

Lebih terperinci

Safety Leadership Bag 1 Part 2

Safety Leadership Bag 1 Part 2 Safety Leadership Bag 1 Part 2 1.1. Paradigma Perusahaan Terhadap Sumber Daya Manusia Sebagian besar industri mengeluhkan fenomena tingginya kecelakaan kerja (Accident) ini meskipun sudah mendapatkan sertifikasi

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Pengantar Manajemen Pemeliharaan P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Topik Bahasan Perkembangan manajemen pemeliharaan Sistem pemeliharaan Preventive maintenance (PM) Total

Lebih terperinci

#10 MANAJEMEN RISIKO K3

#10 MANAJEMEN RISIKO K3 #10 MANAJEMEN RISIKO K3 Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya. Selain itu Risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR 1 dari 5 DIKELUARKAN: 1. TUJUAN Untuk memastikan semua insiden yang terjadi diselidiki, tindakan perbaikan dan pencegahan telah dilaksanakan untuk setiap ketidaksesuaian, insiden (termasuk kecelakaan dan

Lebih terperinci

ANALISA RISIKO K3 DENGAN PENDEKATAN HAZARD AND OPERABILITY STUDY (HAZOP)

ANALISA RISIKO K3 DENGAN PENDEKATAN HAZARD AND OPERABILITY STUDY (HAZOP) Teknika : Engineering and Sains Journal Volume 1, Nomor 1, Juni 2017, 41-46 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-4146 print ANALISA RISIKO K3 DENGAN PENDEKATAN HAZARD AND OPERABILITY STUDY (HAZOP) Dini Retnowati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan apartemen adalah salah satu pembangunan yang menimbulkan risiko tinggi bagi proyek tersebut maupun lingkungan sekitarnya dibandingkan dengan pembangunan

Lebih terperinci

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri Materi #5 Ganjil 2015/2016 Materi #5 TIN211 - Keselamatan & Kesehatan Kerja Industri Definisi 2 Manajemen personalia, Istilah lain pengelolaan sumber daya manusia: Manajemen sumber daya manusia, Manajemen tenaga kerja. 6623 - Taufiqur

Lebih terperinci

Sehingga semua pihak merasa ikut memilki dan merasakan hasilnya. Pelatihan dan Kompetensi Kerja Sistem Manajemen K3 SMK3

Sehingga semua pihak merasa ikut memilki dan merasakan hasilnya. Pelatihan dan Kompetensi Kerja Sistem Manajemen K3 SMK3 Sertifikat SMK3 Sertifikat SMK3 PP 50 tahun 2012 adalah penghargaan terhadap komitmen perusahaan yang telah menjalankan sesi konsultasi dan audit SMK3 Sertifikat Sistem Manajemen K3 pp 50 tahun 2012 Untuk

Lebih terperinci

TANGGAP DARURAT BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Direktorat Pengelolaan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

TANGGAP DARURAT BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Direktorat Pengelolaan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan TANGGAP DARURAT BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) Direktorat Pengelolaan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017 1 Lepasnya 40 metrik ton methyl isocyanate ke udara dari pabrik Union Carbide

Lebih terperinci

SOP PENGELOLAAN INSIDEN KETERSEDIAAN LAYANAN IT

SOP PENGELOLAAN INSIDEN KETERSEDIAAN LAYANAN IT 1 6 1. Tujuan Kebijakan ini bertujuan untuk mengatur manajemen insiden terkait pengelolaan layanan IT di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga pemulihan layanan IT dapat dilaksanakan dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API BERBASIS WEB

PENGEMBANGAN APLIKASI INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API BERBASIS WEB PENGEMBANGAN APLIKASI INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API BERBASIS WEB Wiwik Budiawan 1*, Sriyanto 1, Bambang Purwanggono 1, Dina Tauhida 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI PENGELOLAAN SUMBER DAYA MK3 PERTEMUAN #5 TKT302 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian risiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko

BAB 1 PENDAHULUAN. selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya selalu menginginkan keberhasilan baik berupa hasil produksinya maupun hasil layanannya. Untuk menunjang keberhasilan tersebut

Lebih terperinci

pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk

pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya diperiksa oleh orang atau tim yang berkualitas secara mandiri untuk 15 pada semua perangkat jalan mulai dari perancangan, bentuk jalan, pembinaan dan operasi. Audit keselamatan jalan pada awalnya dikembangkan untuk jalan-jalan baru, akan tetapi semakin banyak digunakan

Lebih terperinci

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan Kode Dokumentasi : M SPS SMK3 Halaman : 1 dari 2 J udul Dokumen : M - SPS - P2K3 Dokumen ini adalah properti dari PT SENTRA PRIMA SERVICES Tgl Efektif : 09 Februari 2015 Dibuat Oleh, Disetujui Oleh, Andhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi mengalami kecelakaan kerja berupa kecelakaan lalu lintas (road. jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi mengalami kecelakaan kerja berupa kecelakaan lalu lintas (road. jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini masih banyak terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (occupational diseases), baik pada sektor formal maupun sektor informal (seperti sektor

Lebih terperinci

PT MDM DASAR DASAR K3

PT MDM DASAR DASAR K3 PT MDM DASAR DASAR K3 KASUS - KASUS K3 Kecelakaan lalu lintas Kasus Kasus Lingkungan KESELAMATAN KERJA Adalah usaha dalam melakukan pekerjaan tanpa kecelakaan Memberikan suasana atau lingkungan kerja yang

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3

Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3 Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Manajemen K3 Referensi: 6623 Taufiqur Rachman 2013 Rudi Suardi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Edisi I. PPM. Jakarta http://mufari.files.wordpress.com,

Lebih terperinci

PT Wintermar Offshore Marine Tbk

PT Wintermar Offshore Marine Tbk PT Wintermar Offshore Marine Tbk ( Perusahaan ) Piagam Audit Internal I. Pembukaan Sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI 4.1 Latar Belakang Pembahasan Dalam pengukuran risiko yang dilakukan pada PT Informasi Komersial Bisnis, kami mengolah data berdasarkan wawancara kepada

Lebih terperinci

KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA

KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA CHAPTER 16 PERSONNEL MANAGEMENT & HUMAN RESOURCES William Werther & Keith Davies (2006), 5 th Edition Singapore. McGraw Hills 1 Konsep tunjangan wajib ini diawali

Lebih terperinci

BEST PRACTICES ITG di Perusahaan. Titien S. Sukamto

BEST PRACTICES ITG di Perusahaan. Titien S. Sukamto BEST PRACTICES ITG di Perusahaan Titien S. Sukamto Beberapa Best Practices Guideline untuk Tata Kelola TI 1. ITIL (The Infrastructure Library) ITIL dikembangkan oleh The Office of Government Commerce (OGC),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, pandangan terhadap posisi sumber daya manusia di perusahaan atau organisasi sudah mulai mengalami perubahan. Tanggapan bahwa sumber daya

Lebih terperinci

Kajian Kecelakaan Kapal di Pelabuhan Banten Menggunakan Human Factors Analysis and Classification System (HFACS)

Kajian Kecelakaan Kapal di Pelabuhan Banten Menggunakan Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) Kajian Kecelakaan Kapal di Pelabuhan Banten Menggunakan Human Factors Analysis and Lovely Lady 1, Putri Marliana 2, Ani Umyati 3 1,2,3) Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sultan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 69 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data, observasi dan wawancara maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Persyaratan telah tertulis dalam kebijakan perusahaan (baik pada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstitusi Indonesia pada dasarnya memberikan perlindungan total bagi rakyat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstitusi Indonesia pada dasarnya memberikan perlindungan total bagi rakyat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstitusi Indonesia pada dasarnya memberikan perlindungan total bagi rakyat Indonesia. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Setiap warga Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. la besar tentu terdapat resiko kecelakaan kerja yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. la besar tentu terdapat resiko kecelakaan kerja yang cukup PENDAHULUAN BAB I A. Latar Belakang Berkembangnya sektor pertambangan tidak bisa lepas dari peran Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten di bidangnya. Proses ekplorasi dan produksi dari sumber daya

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab ini, menjelaskan mengenai hasil kesimpulan dan saran yang ada akan di berikan, untuk memperbaiki dan menjadi bahan evaluasi bagi perusahaan. Dari penelitian dan analisis

Lebih terperinci

3. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Berhubungan Perilaku Yang Dapat Diterima Dan Tidak Dapat Diterima 6

3. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Berhubungan Perilaku Yang Dapat Diterima Dan Tidak Dapat Diterima 6 DAFTAR ISI Pendahuluan Halaman ii Daftar Isi iii 1. Maksud dan Tujuan 1 2. Latar Belakang 1 3. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Berhubungan 2 4. Kesalahan Manusia 2 5. Definisi - definisi 4

Lebih terperinci

Perbedaan Tingkat Stres Kerja Operator SPBU ditinjau dari Shift Kerja ((Studi Di SPBU Kabupaten Ciamis Tahun 2014)

Perbedaan Tingkat Stres Kerja Operator SPBU ditinjau dari Shift Kerja ((Studi Di SPBU Kabupaten Ciamis Tahun 2014) Perbedaan Tingkat Stres Kerja Operator SPBU ditinjau dari Shift Kerja ((Studi Di SPBU Kabupaten Ciamis Tahun 2014) Andri Gunawan e-mail : mixtape.inside.andri@gmail.com Program Studi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PT. Pacific Lubritama Indonesia SAFETY PLAN

PT. Pacific Lubritama Indonesia SAFETY PLAN PT. Pacific Lubritama Indonesia SAFETY PLAN 204 PT. Pacific Lubritama Indonesia 204 WORK DAYS JANUARY 204 FEBRUARY 204 MARET 204 APRIL 204 2 3 4 5 6 7 8 9 0 2 3 4 5 6 7 8 9 20 2 22 23 24 25 26 27 28 30

Lebih terperinci

Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy

Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy di Industri Kapal Andri Kurniawan 1, Mardi Santoso 2, Mey Rohma Dhani 1 1 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan dr. Suryani Yuliyanti, M.Kes Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Modul : Masalah Kesehatan Prioritas

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA DI AREA GUDANG BAHAN JADI DI PT

ANALISIS IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA DI AREA GUDANG BAHAN JADI DI PT ANALISIS IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA DI AREA GUDANG BAHAN JADI DI PT. UNZA VITALIS, SALATIGA LAPORAN TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENILAIAN

BAB VI HASIL PENILAIAN 66 BAB VI HASIL PENILAIAN Tabel 6-1 Hasil penilaian tiap elemen berdasarkan ISRS No Komitmen manajemen dari aspek kepemimpinan dan Available Actual administrasi score Score 1.1 Kebijakan Umum 50 45 1.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak memenuhi keselamatan kerja (unsafe act) dan keadaan-keadaan. cara yang dapat dilakukan untuk memperkecilnya adalah menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak memenuhi keselamatan kerja (unsafe act) dan keadaan-keadaan. cara yang dapat dilakukan untuk memperkecilnya adalah menerapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan yang dipandang sangat diperhatikan berbagai organisasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan yang dipandang sangat diperhatikan berbagai organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan yang dipandang sangat diperhatikan berbagai organisasi pada saat ini dikarenakan mencakup permasalahan kemanusiaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang banyak menghasilkan devisa negara. Berdasarkan Coal Country Mine,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang banyak menghasilkan devisa negara. Berdasarkan Coal Country Mine, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi selain minyak dan gas bumi yang banyak menghasilkan devisa negara. Berdasarkan Coal Country Mine, Indonesia merupakan salah

Lebih terperinci

CONTRACTOR SAFETY MANAGEMENT SYSTEM (CSMS)

CONTRACTOR SAFETY MANAGEMENT SYSTEM (CSMS) CONTRACTOR SAFETY MANAGEMENT SYSTEM (CSMS) Ir. Erwin Ananta, Cert. IV, MM Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Balikpapan Page 1 of 14 Kontraktor merupakan unsur penting

Lebih terperinci

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT SA Seksi 312 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Sumber: PSA No. 25 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan

Lebih terperinci